You are on page 1of 45

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Teori ialah prinsip kasar yang menjadi dasar pembentukan sesuatu ilmu
pengetahuan. Dasar teori ini yang akan di kembangkan pada ilmu pengetahuan agar
dapat di ciptakan pengetahuan baru yang lebih lengkap dan detail sehingga dapat
memperkuat pengetahuan tersebut.Teori juga merupakan satu rumusan daripada
pengetahuan sedia ada yang memberi panduan untuk menjalankan penyelidikan dan
mendapatkan maklumat baru. Sehingga ada ahli yang mengemukakan asumsinya
terhadap kebutuhan adanya sebuah rumusan teori. Menurut Snelbecker (di situs
www.teknologi-pembelajaran.com) menjelaskan sejumlah asumsi dijadikan dasar
untuk menentukan gejala yang diamati dan atau teori yang dirumuskan. Asumsi-
asumsi itu adalah:

1. Pertambahan penduduk akan senantiasa terjadi meskipun dengan derajat


perbandingan yang kian mengecil. Perkembangan penduduk ini membawa
implikasi makin banyaknya mereka yang perlu memperoleh pendidikan.
2. Terjadinya perubaha-perubahan mendasar dan bersifat menetap di bidang sosial,
politik, ekonomi, industri, atau secara luas kebudayaan, yang menghendaki re-
edukasi atau pendidikan terus-menerus bagi semua orang.
3. Penyebaran teknologi ke dalam kehidupan masyarakat yang makin meluas.
Masyarakat mengandung budaya dan teknologi, yang memengaruhi segenap
bidang kehidupan, termasuk di dalamnya bidang pendidikan.

Makin terbatasnya sumber-sumber tradisional sehingga harus diciptakan sumber-


sumber baru dan sementara itu memanfaatkan sumber yang makin terbatas itu secara

1
lebih berdaya guna dan berhasil guna. Termasuk dalam sumber tradisional ini adalah
sumber insani untuk keperluan pendidikan.

Pendidikan senantiasa berkembang dari waktu ke waktu. Mutu pendidikan kian


hari kian dituntut untuk selalu meningkat. Meningkatkan mutu pendidikan tidak
hanya merupakan tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tanggung jawab pendidik
sebagai ujung tombak pendidikan. Pendidik berkewajiban menciptakan suasana
pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis serta
mempunyai komitmen secara professional untuk meningkatkan mutu pendidikan
(Undang-Undang Pendidikan Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003). Hal itu
dikarenakan selain harus menciptakan suasana pendidikan bermakna, menyenangkan,
kreatif, dinamis, dan dialogis juga harus mendesain materi, dan proses pembelajaran
yang mengantarkan siswanya memiliki kompetensi seperti yang dirumuskan dalam
kurikulum. Maka dari itu guru harus mengetahui dan memahami tentang teori-teori
belajar dan hendaknya dapat mengaplikasikan teori-teori belajar dalam pembelajaran
agar dapat tercapainya kompetensi yang telah ditargetkan.

Secara empiris calon pendidik masih banyak yang belum menguasai prinsip dan
teori belajar dan pembelajaran. Calon pendidik belum memahami berbagai teori dan
prinsip belajar dan pembelajaran. Padahal untuk mengaplikasikannya para colon
pendidik haruslah menguasai dan memahami terlebih dahulu teori-teori tersebut.
Belum dikuasainya materi dasar tersebut disebabkan karena kurang banyak membaca
buku teori, sumber-sumber belajar tentang teori belajar masih terbatas dan materi ini
masih termasuk materi baru bagi calon pendidik.

Jadi jika guru tidak menguasai kompetensi tersebut hal ini akan berdampak pada
penjabaran kemampuan-kemampuan dalam standar kompetensi tersebut hal ini akan
berdampak pada penjabaran kemampuan-kemampuan dalam standar kompetensi dan

2
kompetensi dasar yang harus dikuasai. Untuk itu, di dalam amkalah ini akan
dijabarkan tentang berbagai teori belajar dan pembelajaran.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah teori belajar itu?


2. Apakah prinsip belajar itu?
3. Apakah teori pembelajaran itu?
4. Apakah prinsip pembelajaran itu?

C. Tujuan

1. Untuk memberikan pengetahuan kepada calon guru tentang teori-teori


belajar.
2. Untuk memberikan pengetahuan kepada calon guru tentang prinsip-
prinsip belajar.
3. Untuk memberikan pengetahuan kepada calon guru tentang teori-teori
pembelajaran.
4. Untuk memberikan pengetahuan kepada calon guru tentang prinsip-
prinsip pembelajaran.

D. Maanfaat

1. Memberikan pengetahuan kepada calon guru tentang teori-teori


belajar.
2. Memberikan pengetahuan kepada calon guru tentang prinsip-prinsip
belajar.
3. Memberikan pengetahuan kepada calon guru tentang teori-teori
pembelajaran.

3
4. Memberikan pengetahuan kepada calon guru tentang prinsip-prinsip
pembelajaran.

BAB II

PEMBAHASAN

A. TEORI BELAJAR

1. Teori Behavioristik

Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan
Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Aliran ini
menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori
behavioristik mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon
atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan
semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan
menghilang bila dikenai hukuman.

Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan
perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa
stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan
guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar
terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara
stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan
tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu
apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar
(respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab
pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya
perubahan tingkah laku tersebut.

4
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor
penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement)
maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan
(negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.

Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya:

a) Teori Belajar Menurut Edward Lee Thorndike

Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan


respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti
pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera.
Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar,
yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan.

Percobaan Thorndike yang terkenal dengan binatang coba kucing yang telah
dilaparkan dan diletakkan di dalam sangkar yang tertutup dan pintunya dapat
dibuka secara otomatis apabila kenop yang terletak di dalam sangkar tersebut
tersentuh. Percobaan tersebut menghasilkan teori “trial and error” atau “selecting
and conecting”, yaitu bahwa belajar itu terjadi dengan cara mencoba-coba dan
membuat salah. Dalam melaksanakan coba-coba ini, kucing tersebut cenderung
untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tidak mempunyai hasil. Setiap
response menimbulkan stimulus yang baru, selanjutnya stimulus baru ini akan
menimbulkan response lagi, demikian selanjutnya.

Teori Thorndike disebut pula dengan Teori Koneksionisme (Slavin, 2000).


Ada tiga hukum belajar yang utama, menurut Thorndike yakni:

(1) Hukum Kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap suatu


organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan

5
tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi
cenderung diperkuat. Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar
suatu kegiatan membentuk asosiasi (connection) antara kesan panca indera
dengan kecenderungan bertindak.
(2) Hukum Latihan (law of exercise), yaitu semakin sering tingkah laku
diulang/ dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.
Prinsip law of exercise adalah koneksi antara kondisi (yang merupakan
perangsang) dengan tindakan akan menjadi lebih kuat karena latihan-latihan,
tetapi akan melemah bila antara keduanya tidak dilanjutkan atau dihentikan.
Prinsip menunjukkan bahwa prinsip utama dalam belajar adalah ulangan.
Makin sering diulangi, materi pelajaran akan semakin dikuasai.
(3) Hukum akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus respon
cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah
jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau
makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang
disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan
diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan
cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi.

b) Teori Belajar Menurut Watson

Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan


respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati
(observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-
perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia
menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena
tidak dapat diamati.

c) Teori Belajar Menurut Clark Hull

6
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon
untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori
evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi
tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan
hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan
kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral
dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (dorongan) dalam belajarpun
hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan
muncul mungkin dapat berwujud macam-macam.

d) Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie

Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti, yaitu gabungan
stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali
cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie
juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan
terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan
mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi.
Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam
kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar
hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Hukuman yang
diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari.

e) Teori Belajar Menurut Burrhus Frederic Skinner

Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui
interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah
laku. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena
stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar

7
stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan
ini memiliki konsekuensi-konsekuensi yang nantinya mempengaruhi munculnya
perilaku (Slavin, 2000).

B.F. Skinner meyakini bahwa perilaku dikontrol melalui proses operant


conditioning. Di mana seorang dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui
pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan relatif besar. Dalam
beberapa hal, pelaksanaannya jauh lebih fleksibel daripada conditioning klasik.
Operant Conditioning adalah suatu proses perilaku operant (penguatan positif
atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali
atau menghilang sesuai dengan keinginan.

Gaya mengajar guru dilakukan dengan beberapa pengantar dari guru secara
searah dan dikontrol guru melalui pengulangan dan latihan. Menajemen Kelas
menurut Skinner adalah berupa usaha untuk memodifikasi perilaku antara lain
dengan proses penguatan yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang
diinginkan dan tidak memberi imbalan apapun pada perilaku yanag tidak tepat.

Skinner membuat eksperimen sebagai berikut:

Dalam laboratorium Skinner memasukkan tikus yang telah dilaparkan dalam


kotak yang disebut “skinner box”, yang sudah dilengkapi dengan berbagai
peralatan yaitu tombol, alat pemberi makanan, penampung makanan, lampu yang
dapat diatur nyalanya, dan lantai yanga dapat dialir listrik. Karena dorongan lapar
tikus beruasah keluar untuk mencari makanan. Selama tikus bergerak kesana
kemari untuk keluar dari box, tidak sengaja ia menekan tombol, makanan keluar.
Secara terjadwal diberikan makanan secara bertahap sesuai peningkatan perilaku
yang ditunjukkan si tikus, proses ini disebut shapping.

8
Berdasarkan berbagai percobaannya pada tikus dan burung merpati Skinner
mengatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan. Maksudnya
adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus respon akan semakin
kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua yaitu
penguatan positif dan penguatan negatif. Bentuk-bentuk penguatan positif berupa
hadiah, perilaku, atau penghargaan. Bentuk bentuk penguatan negatif antara lain
menunda atau tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau
menunjukkan perilaku tidak senang.

Beberapa prinsip Skinner antara lain:

1. Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah


dibetulkan, jika beban diberi penguat.
2. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
3. Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
4. Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Untuk itu
lingkungan perlu diubah, untuk menghindari adanya hukuman.
5. Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktifitas sendiri.
6. Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya
hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variabel Rasio rein forcer.
7. Dalam pembelajaran digunakan shaping.

f) Ivan Petrovich Pavlov

Classic conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses


yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana
perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara
berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.

9
Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya
sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan
seseorang dilihat dari perilakunya. Hal ini sesuai dengan pendapat Bakker bahwa
yang paling sentral dalam hidup manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun
bicara, melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru
akan mendapatkan arti yang benar jika ia berbuat sesuatu (Bakker, 1985).

Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-


rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang
diinginkan. Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan
binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan
manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia
berbeda dengan binatang.

Ia mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi leher pada seekor


anjing. Sehingga kelihatan kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan
sesuatu makanan, maka akan keluarlah air liur anjing tersebut. Kin sebelum
makanan diperlihatkan, maka yang diperlihatkan adalah sinar merah terlebih
dahulu, baru makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila
perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika
dengan hanya memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun
akan keluar pula.

Makanan adalah rangsangan wajar, sedang merah adalah rangsangan buatan.


Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan
buatan ini akan menimbulkan syarat (kondisi) untuk timbulnya air liur pada
anjing tersebut. Peristiwa ini disebut: Reflek Bersyarat atau Conditioned Respons.

Pavlov berpendapat, bahwa kelenjar-kelenjar yang lain pun dapat dilatih.


Bectrev murid Pavlov menggunakan prinsip-prinsip tersebut dilakukan pada

10
manusia, yang ternyata diketemukan banyak reflek bersyarat yang timbul tidak
disadari manusia.

Dari eksperimen Pavlov setelah pengkondisian atau pembiasaan dapat


diketahui bahwa daging yang menjadi stimulus alami dapat digantikan oleh bunyi
lonceng sebagai stimulus yang dikondisikan. Ketika lonceng dibunyikan ternyata
air liur anjing keluar sebagai respon yang dikondisikan.

Apakah situasi ini bisa diterapkan pada manusia? Ternyata dalam kehidupan
sehar-hari ada situasi yang sama seperti pada anjing. Sebagai contoh, suara lagu
dari penjual es krim Walls yang berkeliling dari rumah ke rumah. Awalnya
mungkin suara itu asing, tetapi setelah si pejual es krim sering lewat, maka nada
lagu tersebut bisa menerbitkan air liur apalagi pada siang hari yang panas.
Bayangkan, bila tidak ada lagu tersebut betapa lelahnya si penjual berteriak-teriak
menjajakan dagangannya. Contoh lain adalah bunyi bel di kelas untuk penanda
waktu atau tombol antrian di bank. Tanpa disadari, terjadi proses menandai
sesuatu yaitu membedakan bunyi-bunyian dari pedagang makanan (rujak, es, nasi
goreng, siomay) yang sering lewat di rumah, bel masuk kelas-istirahat atau usai
sekolah dan antri di bank tanpa harus berdiri lama.

Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi


Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus
alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang
diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh
stimulus yang berasal dari luar dirinya.

g) Robert Gagne (1916-2002)

Gagne adalah seorang psikolog pendidikan berkebangsaan amerika yang


terkenal dengan penemuannya berupa condition of learning. Gagne pelopor dalam

11
instruksi pembelajaran yang dipraktekkannya dalam training pilot AU Amerika.
Ia kemudian mengembangkan konsep terpakai dari teori instruksionalnya untuk
mendisain pelatihan berbasis komputer dan belajar berbasis multi media. Teori
Gagne banyak dipakai untuk mendisain software instruksional.

Gagne disebut sebagai Modern Neobehaviouris mendorong guru untuk


merencanakan instruksioanal pembelajaran agar suasana dan gaya belajar dapat
dimodifikasi. Ketrampilan paling rendah menjadi dasar bagi pembentukan
kemampuan yang lebih tinggi dalam hierarki ketrampilan intelektual. Guru harus
mengetahui kemampuan dasar yang harus disiapkan. Belajar dimulai dari hal
yang paling sederhana dilanjutnkan pada yang lebih kompleks (belajar SR,
rangkaian SR, asosiasi verbal, diskriminasi, dan belajar konsep) sampai pada tipe
belajar yang lebih tinggi (belajar aturan dan pemecahan masalah). Prakteknya
gaya belajar tersebut tetap mengacu pada asosiasi stimulus respon.

h) Albert Bandura (1925-masih hidup)

Bandura seorang psikolog yang terkenal dengan teori belajar sosial atau
kognitif sosial serta efikasi diri. Eksperimennya yang sangat terkenal adalah
eksperimen “Bobo Doll” yang menunjukkan anak meniru secara persis perilaku
agresif dari orang dewasa disekitarnya

Faktor-faktor yang berproses dalam belajar observasi adalah:

1. Perhatian, mencakup peristiwa peniruan dan karakteristik pengamat.


2. Penyimpanan atau proses mengingat, mencakup kode pengkodean
simbolik.
3. Reproduk di motorik, mencakup kemampuan fisik, kemampuan
meniru, keakuratan umpan balik.

12
4. Motivasi, mencakup dorongan dari luar dan penghargaan terhadap diri
sendiri.

Selain itu juga harus diperhatikan bahwa faktor model atau teladan
mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Tingkat tertinggi belajar dari pengamatan diperoleh dengan cara


mengorganisasikan sejak awal dan mengulangi perilaku secara simbolik
kemudian melakukannya.
2. Individu lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai
yang dimilikinya.
3. Individu akan menyukai perilaku yang ditiru jika model atau panutan
tersebut disukai dan dihargai dan perilakunya mempunyai nilai yang
bermanfaat.

Karena melibatkan atensi, ingatan dan motivasi, teori Bandura dilihat dalam
kerangka Teori Behaviour Kognitif. Teori belajar sosial membantu memahami
terjadinya perilaku agresi dan penyimpangan psikologi dan bagaimana
memodifikasi perilaku. Teori Bandura menjadi dasar dari perilaku pemodelan
yang digunakan dalam berbagai pendidikan secara massal.

2. Teori Kognitifistik

a) Teori Perkembangan Piaget

Menurut Piaget perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik yaitu


proses yang didasarkan atas mekanisme biologis yaitu perkembangan sistem
syaraf. Dengan bertambahnya umur maka susunan syaraf seseorang akan semakin
komplek dan ini memungkinkan kemampuannya meningkat (Traves dalam Toeti

13
1992:28). Oleh karena itu proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap
perkembangan tertentu sesuai dengan umurnya. Perjenjangan ini bersifat hierarkis
yaitu melalui tahap-tahap tertentu sesuai dengan umurnya. Seseorang tidak dapat
mempelajari sesuatu diluar kemampuan kognitifnya.

Ada empat tahap perkembangan kognitif anak yaitu:

1. Tingkat Sensorimotor (0-2 tahun)

Anak mulai belajar dan mengendalikan lingkungannya melalui


kemampuan panca indra dan gerakannya. Perilaku bayi pada tahap ini semata-
mata berdasarkan pada stimulus yang diterimanya. Sekitar usia 8 bulan, bayi
memiliki pengetahuan object permanence yaitu walaupun objek pada suatu
saat tak terlihat di depan matanya, tak berarti objek itu tidak ada. Sebelum
usia 8 bulan bayi pada umumnya beranggapan benda yang tak mereka lihat
berarti tak ada. Pada tahap ini, bayi memiliki dunianya berdasarkan
pengamatannya atas dasar gerakan/aktivitas yang dilakukan orang-orang di
sekelilingnya.

2. Tahap Preoporational (2-7 tahun)

Pada tahap ini anak sudah mampu berpikir sebelum bertindak, meskipun
kemampuan berpikirnya belum sampai pada tingkat kemampuan berpikir
logis. Masa 2-7 tahun, kehidupan anak juga ditandai dengan sikap egosentris,
di mana mereka berpikir subyektif dan tidak mampu melihat obyektifitas
pandangan orang lain, sehingga mereka sukar menerima pandangan orang
lain. Ciri lain dari anak yang perkembangan kognisinya ada pada tahap
preporational adalah ketidakmampuannya membedakan bahwa 2 objek yang
sama memiliki masa, jumlah atau volume yang tetap walau bentuknya
berubah-ubah. Karena belum berpikir abstrak, maka anak-anak di usia ini

14
lebih mudah belajar jika guru melibatkan penggunaan benda yang konkrit
daripada menggunakan hanya kata-kata.

3. Tahap Concrete (7-11 thn)

Pada umumnya, pada tahap ini anak-anak sudah memiliki kemampuan


memahami konsep konservasi (concept of conservacy), yaitu meskipun suatu
benda berubah bentuknya, namun masa, jumlah atau volumenya adalah tetap.
Anak juga sudah mampu melakukan observasi, menilai dan mengevaluasi
sehingga mereka tidak se-egosentris sebelumnya. Kemampuan berpikir anak
pada tahap ini masih dalam bentuk konkrit, mereka belum mampu berpikir
abstrak, sehingga mereka juga hanya mampu menyelesaikan soal-soal
pelajaran yang bersifat konkrit. Aktifitas pembelajaran yang melibatkan siswa
dalam pengalaman langsung sangat efektif dibandingkan penjelasan guru
dalam bentuk verbal (kata-kata).

4. Tahap Formal Operations (11 tahun ke atas)

Pada tahap ini, kemampuan siswa sudah berada pada tahap berpikir
abstrak. Mereka mampu mengajukan hipotesa, menghitung konsekuensi yang
mungkin terjadi serta menguji hipotesa yang mereka buat. Kalau dihadapkan
pada suatu persoalan, siswa pada tahap perkembangan formal operational
mampu memformulasikan semua kemungkinan dan menentukan
kemungkinan yang mana yang paling mungkin terjadi berdasarkan
kemampuan berpikir analistis dan logis.

15
Sehingga pada yang terakhir inilah merupakan kesempurnaan dari
penerimaan pembelajaran yang baik dan mengembangkan potensi diri yang
sempurna.

b) Teori kognitif Bruner

Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap


yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan. Tahap pertama adalah tahap
enaktif, dimana siswa melakukan aktifitas-aktifitasnya dalam usahanya
memahami lingkungan. Tahap kedua adalah tahap ikonik dimana ia melihat dunia
melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Tahap ketiga adalah tahap
simbolik, dimana ia mempunyai gagasan-gagasan abstrak yang banyak
dipengaruhi bahasa dan logika dan komunikasi dilkukan dengan pertolongan
sistem simbol. Semakin dewasa sistem simbol ini samakin dominan.

Menurut Bruner untuk mengajar sesuatu tidak usah ditunggu sampai anak
mancapai tahap perkembangan tertentu. Yang penting bahan pelajaran harus
ditata dengan baik maka dapat diberikan padanya. Dengan lain perkataan
perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan mengatur
bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat
perkembangannya. Penerapan teori Bruner yang terkenal dalam dunia pendidikan
adalah kurikulum spiral dimana materi pelajaran yang sama dapat diberikan mulai
dari Sekolah Dasar sampai Perguruan tinggi disesuaikan dengan tingkap
perkembangan kognitif mereka. Cara belajar yang terbaik menurut Bruner ini
adalah dengan memahami konsep, arti dan hubungan melalui proses intuitif
kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan (discovery learning).

16
Berikut adalah tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap
perkembangan intelektual atau tahap perkembangan kognitif atau biasa juga
disebut tahap perkembagan mental. Ruseffendi (1988: 133) mengemukakan:

(1) perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang


selalu terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan
mengalami urutan-urutan tersebut dan dengan urutan yang sama,
(2) tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi
mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis dan
penarikan kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual dan
(3) gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan
(equilibration), proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi
antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi).

c) Teori belajar bermakna menurut Ausubel

Menurut Ausubel belajar haruslah bermakna, dimana materi yang dipelajari


diasimilasikan secara non-arbitrari dan berhubungan dengan pengetahuan yang
telah dimiliki sebelumnya. Menurut Reilly & Lewis, (1983) ada dua persyaratan
untuk membuat materi pelajaran bermakna yaitu:

• Pilih materi yang secara potensial bermakna lalu diatur sesuai dengan
tingkat perkembangan dan pengetahuan masa lalu;
• Diberikan dalam situasi belajar yang bermakna;

Ausubel mengatakan bahwa ada dua jenis belajar, yaitu belajar bermakna
(meaningful learning) dan belajar menghafal (rote learning). Bahan pelajaran
yang dipelajari haruslah bermakna. Belajar bermakna adalah suatu proses di mana
informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai
seseorang yang sedang belajar. Belajar akan bermakna bila siswa mengaitkan

17
informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif
seseorang. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep konsep dan generalisasi-
generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa.

Lebih lanjut Ausubel (dalam Kartadinata, 2001) mengemukakan, seseorang


belajar dengan mengasosiasikan fenomena, pengalaman dan fakta-fakta baru ke
dalam skemata yang telah dipelajari.

d) Teori Vygotsky

Hal terpenting dari teori ini adalah pentingnya interaksi antara aspek internal
dan eksternal pembelajaran dengan menekankan aspek lingkungan sosial
pembelajaran. Vygotsky yakin bahwa pembelajaran terjadi ketika siswa bekerja
menangani tugas-tugas yang belum dipelajari, namun tugas-tugas itu masih
berada dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam zona
perkembangan proksimal (zone of proximal development).

Sumbangan teori Vigotsky adalah penekanan pada bakat sosio budaya dalam
pembelajaran. Menurutnya, pembelajaran terjadi ketika siswa bekerja dalam zona
perkembangan proksima (zone of proximal development). Zona perkembangan
proksima adalah tingkat perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangan
seseorang pada ketika pembelajaran berlaku. Secara terperinci, yang dimaksudkan
dengan “zona per-kembangan proksima” adalah jarak antara tingkat per-
kembangan sesungguhnya dengan tingkat perkembangan potensial. Tingkat
perkembangan sesungguhnya adalah kemampuan pemecahan masalah secara
mandiri sedangkan tingkat per-kembangan potensial adalah kemampuan
pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa melalui kerja sama
dengan rakan sebaya yang lebih mampu. Oleh yang demikian, maka tingkat
perkembangan potensial dapat disalurkan melalui model pembelajaran koperatif.

18
Ide penting lain juga diturunkan Vygotsky ialah konsep pemenaraan
(scaffolding) (Nur 2000), yaitu memberikan sejumlah bantuan kepada siswa pada
tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian menguranginya dan memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengambil alih tanggungjawab sekadar yang
mereka mampu. Bantuan tersebut berupa petunjuk, peringatan, dorongan,
menguraikan masalah pada langkah-langkah pemecahan, memberi contoh
ataupun hal-hal lain yang memungkinkan siswa tumbuh sendiri.

3. Teori Humanistik

Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia.


Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya
sendiri. Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk
mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal
diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan
potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Para ahli humanistik melihat adanya dua
bagian pada proses belajar, ialah :

1. Proses pemerolehan informasi baru,


2. Personalia informasi ini pada individu.

Tokoh penting dalam teori belajar humanistik secara teoritik antara lain adalah:

a) Arthur Combs (1912-1999)

Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak


perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar
yang sering digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru
tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan
kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh

19
tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan
penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain
hanyalah dati ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak
akan memberikan kepuasan baginya.

Untuk itu guru harus memahami perlaku siswa dengan mencoba memahami
dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru
harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku
internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa
banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar
apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal
arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah
bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi
pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.

Combs memberikan lukisan persepsi diri dan dunia seseorang seperti dua
lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu. Lingkaran kecil (1)
adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi
dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang
pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit
hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.

b) Maslow

Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua
hal yaitu:

(1) suatu usaha yang positif untuk berkembang


(2) kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.

20
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk
memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis.

Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti


rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan,
takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain
seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan
diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri
menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri (self).

Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh


hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti
kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di
atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan ras aman dan seterusnya. Hierarki
kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang
harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan
bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan
dasar si siswa belum terpenuhi.

c) Carl Rogers

Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu:

1. Kognitif (kebermaknaan)
2. experiential ( pengalaman atau signifikansi)

Guru menghubungan pengetahuan akademik ke dalam pengetahuan terpakai


seperti memperlajari mesin dengan tujuan untuk memperbaiki mobil. Experiential
Learning menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas
belajar experiential learning mencakup: keterlibatan siswa secara personal,

21
berinisiatif, evaluasi oleh siswa sendiri, dan adanya efek yang membekas pada
siswa.

Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah


pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:

1. Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar.


Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2. Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya.
Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide
baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa
3. Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan
ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
4. Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang
proses.

Dari bukunya “Freedom To Learn”, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip


dasar humanistik yang penting diantaranya ialah :

a. Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.


b. Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid
mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
c. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya
sendiri diangap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
d. Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan
diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
e. Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh
dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
f. Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.

22
g. Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan
ikut bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.
h. Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik
perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang
mendalam dan lestari.
i. Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah
dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik
dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang
penting.
j. Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini
adalah belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus
terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses
perubahan itu.

Salah satu model pendidikan terbuka mencakup konsep mengajar guru yang
fasilitatif yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada tahun
1975 mengenai kemampuan para guru untuk menciptakan kondidi yang
mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan balik positif. Ciri-ciri guru
yang fasilitatif adalah :

1. Merespon perasaan siswa


2. Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah
dirancang
3. Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
4. Menghargai siswa
5. Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
6. Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan
kebutuhan segera dari siswa)
7. Tersenyum pada siswa

23
Dari penelitian itu diketahui guru yang fasilitatif mengurangi angka bolos
siswa, meningkatkan angka konsep diri siswa, meningkatkan upaya untuk meraih
prestasi akademik termasuk pelajaran bahasa dan matematika yang kurang
disukai, mengurangi tingkat problem yang berkaitan dengan disiplin dan
mengurangi perusakan pada peralatan sekolah, serta siswa menjadi lebih spontan
dan menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi.

4. Teori Sibernetik

Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. Teori ini


mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yang mementingkan proses belajar dari
pada hasil belajar. Hanya saja system informasi yang diproses yang akan dipelajari
siswa lebih dipentingkan. Hal lain yang berkaitan dengan teori sibernetik adalah
bahwa tidak ada satu proses belajar yang ideal untuk segala situasi, dan yang cocok
untuk semua siswa. Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh system informasi.

Komponen pemrosesan informasi dipilah berdasarkan perbedaan fungsi,


kapasitas, bentuk informasi, serta proses terjadinya “lupa”. Ketiga komponen tersebut
adalah:

1. Sensory Receptor (SR), merupakan sel tempat pertama kali informasi diterima
dari luar. Di dalam SR informasi ditangkap dalam bentuk aslinya, bertahan dalam
waktu sangat singkat, dan informasi tadi mudah terganggu atau berganti.

2. Working Memory (WM) diasumsikan mampu menangkap informasi yang


diberi perhatian oleh individu. Karakteristik WM adalah memiliki kapasitas
terbatas (informasi hanya mampu bertahan kurang lebih 15 detik tanpa
pengulangan) dan informasi dapat disandi dalam bentuk yang berbeda dari

24
stimulus aslinya. Artinya agar informasi dapat bertahan dalam WM, upayakan
jumlah informasi tidak melebihi kapasitas disamping melakukan pengulangan.

3. Long Term Memory (LTM) diasumsikan; 1) berisi semua pengetahuan yan


telah dimiliki individu, 2) mempunyai kapasitas tidak terbatas, 3) sekali informasi
disimpan di dalam LTM ia tidak akan pernah terhapus atau hilang. Persoalan lupa
pada tahapan ini disebabkan oleh kesulitan atau kegagalan memunculkan kembali
informasi yang diperlukan.

Sejalan dengan teori pemrosesan informasi, Ausubel (1968) mengemukakan


bahwa perolehan pengetahuan baru merupakan fungsi srtuktur kognitif yang telah
dimiliki individu.

Reigeluth dan Stein (1983) mengatakan pengetahuan ditata didalam struktur


kognitif secara hirarkhis. Ini berarti pengetahuan yang lebih umum dan abstrak yang
diperoleh lebih dulu oleh individu dapat mempermudah perolehan pengetahuan baru
yang rinci.

Proses pengolahan informasi dalam ingatan dimulai dari proses penyandian


informasi (encoding), diikuti dengan penyimpanan informasi (storage), dan diakhiri
dengan mengungkapkan kembali informasi-informasi yang telah disimpan dalam
ingatan (retrieval). Ingatan terdiri dari struktur informasi yang terorganisasi dan
proses penelusuran bergerak secara hirarkhis, dari informasi yang paling umum dan
inklusif ke informasi yang paling umum dan rinci, sampai informasi yang diinginkan
diperoleh.

Menurut Landa ada dua macam proses berpikir. Pertama disebut proses berpikir
algoritmik, yaitu proses berpikir sistematis, tahap demi tahap, linear, konvergen, lurus
menuju ke satu target tertentu. Kedua adalah cara berpikir heuristik, yaitu cara

25
berpikir devergen, menuju ke beberapa target sekaligus. Memahami suatu konsep
yang penuh arti ganda dan penafsiran biasanya menuntut cara berpikir heuristik.
Proses belajar akan berjalan dengan baik jika apa yang hendak dipelajari atau
masalah yang hendak dipecahkan diketahui ciri-cirinya. Suatu materi lebih tepat
disajikan dalam urutan teratur, linear, sekuensial. Materi lainnya lebih tepat disajikan
dalam bentuk terbuka dan memberi keleluasaan kepada siswa untuk berimajinasi dan
berpikir.

Pendekatan serialis yang diusulkan oleh Pask dan Scott sama dengan pendekatan
algoritmik. Sedangkan cara berpikir menyeluruh (wholist) adalah berpikir yang
cenderung melompat ke depan, langsung ke gambaran lengkap sebuah system
informasi. Siswa tipe wholist atau menyeluruh cenderung mempelajari sesuatu dari
tahap yang paling umum kemudian bergerak ke yang lebih khusus. Sedangkan siswa
tipe serialist cenderung berpikir secara algoritmik.

Teori sibernetik sebagai teori belajar dikritik karena lebih menekankan pada
system informasi yang akan dipelajari, sedangkan bagaimana proses belajar
berlangsung sangat ditentukan oleh system informasi tersebut. Selain itu teori ini
tidak membahas proses belajar secara langsung sehingga hal ini menyulitkan
penerapannya. Teori ini memandang manusia sebagai pengolah informasi yang akan
dipelajari, pemikir, dan pencipta. Sehingga diasumsikan manusia mampu mengolah,
menyimpan, dan mengorganisasikan informasi.

Teori belajar pemrosesan informasi mendeskripsikan tindakan belajar merupakan


proses internal yang mencakup beberapa tahapan. Sembilan tahapan dalam peristiwa
pembelajaran sebagai cara-cara eksternal yang berpotensi mendukung proses-proses
internal dalam kegiatan belajar adalah:

1. Menarik perhatian
2. Memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa

26
3. Merangsang ingatan pada pra syarat belajar
4. Menyajikan bahan peransang
5. Memberikan bimbingan belajar
6. Mendorong unjuk kerja
7. Memberikan balikan informative
8. Menilai unjuk kerja

9. Meningkatkan retensi dan alih belajar Keunggulan strategi pembelajaran yang


berpijak pada teori pemrosesan informasi :

a. Cara berpikir yang berorientasi pada proses leboh menonjol


b. Penyajian pengetahuan memenuhi aspek
c. Kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap
d. Adanya keterarahan seluruh kegiatan belajar kepada tujuan yang
ingin dicapai
e. Adanya transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang
sesungguhnya
f. Kontrol belajar memungkinkan belajar sesuai irama masing-
masing individu
g. Balikan informativ memberikan rambu-rambu yang jelas tentang
tingkat unjuk kerja yang telah dicapai dibandingkan dengan unjuk
kerja yang diharapkan

5. Teori Konstruktivistik

27
Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompok dalam teori
pembelajaran konstruktivis (constructivist theories of learning). Teori konstruktivis
ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan
informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan
merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar
memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan
masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah
dengan ide-ide. Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori
pemrosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner
(Slavin dalam Nur, 2002: 8).

Mengikut Bruner (1999), pembelajaran secara konstruktivisme berlaku dimana


siswa membina pengetahuan dengan menguji ide dan pendekatan berasaskan
pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki, mengimplikasikannya pada satu
situasi baru dan mengintegerasikan pengetahuan baru yang diperoleh dengan binaan
intelektual yang sudah ada.

Menurut Mc Brien dan Brandt (1997), konstruktivisme adalah satu pendekatan


pembelajaran berasaskan kepada penelitian tentang bagaimana manusia belajar.
Kebanyakan peneliti berpendapat setiap individu membina pengetahuan dan
bukannya hanya menerima pengetahuan dari orang lain.

Brooks dan Books (1993) pula menyatakan konstruktivisme berlaku apabila siswa
membina makna tentang dunia dengan mensintesis pengalaman baru pada apa yang
mereka telah faham sebelum ini. Mereka akan membentuk peraturan melalui
cerminan tentang tindak balas mereka dengan objek dan ide. Dalam teori
konstruktivisme, penekanan diberikan lebih pada siswa daripada guru. Ini karena
siswalah yang bertindak balas dengan bahan dan peristiwa dan memperoleh
kepahaman tentang bahan dan peristiwa tersebut. Justru, siswa membina sendiri

28
konsep dan membuat penyelesaian kepada masalah (Sushkin 1999). Pada teori
menekankan pada siswa untuk mencari cara sendiri untuk setiap penyelesaian
masalah. Sehingga dapat ditemukan cara yang sesuai dengan dirinya.

Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori
belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga
disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori
belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam
tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan
intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi
ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan
atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).

Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989:


159) menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui
asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran.
Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya
informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi 1988:
133). Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi
pembentukan skema baru yang cocok dengan ransangan baru atau memodifikasi
skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7).

Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara


pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif
anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi
dengan lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan
proses berkesinambungan tentang keadaan ketidakseimbangan dan keadaan
keseimbangan (Poedjiadi, 1999: 61).

29
Berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan
konstruktivisme, Driver dan Bell (dalam Susan, Marilyn dan Tony, 1995: 222)
mengajukan karakteristik sebagai berikut:

(1) siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan,
(2) belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa,
(3) pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi
secara personal,
(4) pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan
pengaturan situasi kelas,
(5) kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran,
materi, dan sumber.

Berbeda dengan kontruktivisme kognitif ala Piaget, konstruktivisme sosial yang


dikembangkan oleh Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam
interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam
belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya seseorang (Poedjiadi,
1999: 62). Dalam penjelasan lain Tanjung (1998: 7) mengatakan bahwa inti
konstruktivis Vigotsky adalah interaksi antara aspek internal dan ekternal yang
penekanannya pada lingkungan sosial dalam belajar.

B. PRINSIP BELAJAR

Prinsip belajar adalah konsep-konsep yang harus diterapkan didalam proses


belajar mengajar. Seorang guru akan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik
apabila ia dapat menerapkan cara mengajar yang sesuai dengan prinsip-prinsip orang
belajar. Dengan kata lain supaya dapat mengotrol sendiri apakah tugas-tugas

30
mengajar yang dilakukannya telah sesuai dengan prinsip-prinsip belajar maka guru
perlu memahami prinisp-prinsip belajar itu.

Pentingnya guru memahami prinsip dari teori belajar menurut Lindgren dalam
Toeti Sukamto (1992: 14) mempunyai alasan sebagai berikut:

1. Teori belajar ini membantu guru untuk memahami proses belajar yang terjadi
di dalam diri siswa;
2. Dengan kondisi ini guru dapat mengerti kandisi0kondisi dan faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi, memperlancar atau menghambat proses belajar;
3. Teori ini memungkinkan guru melakukan prediksi yang cukup akurat tentang
hasil yang dapat diharapkan suatu aktifitas belajar;
4. Teori belajar merupakan sumber hipotesis atau dugaan-dugaan tentang proses
belajar yang telah diuji kebenarannya melalui experimen dan penelitian;
5. Dengan mempelajari teori belajar pengertian seseorang tentang bagaimana
terjadinya proses belajar akan meningkat.

Ada banyak teori-teori belajar, setiap teori memiliki konsep atau prinsip sendiri
tentang belajar. Berdasarkan perbedaan sudat pandang ini maka teori belajar tersebut
dapat dikelompokan. Teori belajar yang terkemuka saat ini dapat dikelompokkan
dalam dua kelompok yaitu kelompok teori behaviorisme dan kelompok teori
kognitifisme.

Prinsip-prinsip teori behaviorisme yang banyak diterapkan didunia pendidikan


meliputi (Hartley & Davies, 1978 dalam Toeti S. 1992:23):

• Proses belajar dapat terjadi dengan baik bila siswa ikut dengan aktif
didalamnya
• Materi pelajaran disusun dalam urutan yang logis supaya siswa dapat dengan
mudah mempelajarinya dan dapat memberikan respon tertentu;

31
• Tiap-tiap respon harus diberi umpan balik secara langsung supaya siswa dapat
mengetahui apakah respon yang diberikannya telah benar;
• Setiap kali siswa memberikan respon yang benar maka ia perlu diberi
penguatan.

Prinsip-prinsip bihaviorisme di atas telah banyak digunakan dan diterapkan dalam


berbagai program pendidikan. Misalnya dalam pengajaran berprogram dan prinsip
belajar tuntas (mastery learning).

Prinsip-prinsip teori kognitifisme menurut teori kognitifiktis, belajar adalah


perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah
laku. Teori ini menekankan pada gagasan bahwa bagian-bagian suatu situasi saling
berhubungan dengan kontek situasi secara keseluruhan. Yang termasuk dalam
kelompok teori ini adalah teori perkembangan Piaget, teori kognitif Bruner, teori
belajar bermakna Ausebel dll.

Menurut Hartley & Davies (1978), Prinsip-prinsip kognitifisme dari beberapa


contoh diatas banyak diterapkan dalam dunia pendidikan khususnya dalam
melaksanakan kegiatan perancangan pembelajaran. Prinsip-prinsip tersebut adalah
senagai berikut:

• Mahasiswa akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila


pelajaran tersebut disusun berdasarkan pola dan logika tertentu;
• Penyusunan materi pelajaran harus dari yang sederhana ke yang rumit. Untuk
dapat melakukan tugas dengan baik mahasiswa harus lebih tahu tugas-tugas yang
bersifat lebih sederhana;
• Belajar dengan memahami lebih baik dari pada menghapal tanpa pengertian.
Sesuatu yang baru harus sesuai dengan apa yang telah diketahui siswa
sebelumnya. Tugas guru disini adalah menunjukkan hubungan apa yang telah
diketahui sebelumnya;

32
• Adanya perbedaan individu pada siswa harus diperhatikan karena faktor ini
sangat mempengaruhi proses belajar siswa. Perbedaan ini meliputi kemampuan
intelektual, kepribadian, kebutuhan akan suskses dan lain-lain. (dalam Toeti
Soekamto 1992 : 36)

C. TEORI PEMBELAJARAN

Berbeda dengan teori belajar maka teori pembelajaran persifat preskriptif. Teori
pembelajaran berusaha merumuskan cara-cara untuk membuat orang dapat belajar
dengan baik. Ia tidak semata-mata merupakan penerapan dari teori atau prinsip-
prinsip belajar walaupun berhubungan dengan proses belajar.

Dalam teori pembelajaran dibicarakan tentang prinsip-prinsip yang dipakai untuk


memecahkan masalah-masalah praktis di dalam pembelajaran dan bagaimana
menyelesaikan masalah yang terdapat dalam pembelajaran sehari hari. (Snelbaker)
Teori pembelajaran tidak saja berbicara tentang bagaimana manusia belajar tetapi
juga mempertimbangkan hal-hal lain yang mempengaruhi manusia secara psikologis,
biografis, antropologis dan sosiologis. Tekanan utama teori ini adalah prosedur yang
telah terbukti berhasil meningkatakan kualitas pembelajaran.

Belajar merupakan suatu kumpulan proses yang bersifat individu, yang merubah
stimuli yang datang dari lingkungan seseorang ke dalam sejumlah informasi yang
selanjutnya dapat menyebabkan adanya hasil belajar dalam bentuk ingatan jangka
panjang. Hasil-hasil belajar ini memberikan kemampuan melakukan berbagai
penampilan. Kemampuan yang merupakan hasil belajar ini dapat dikatagorikan
sebagai bersifat praktis dan teoritis.

33
Kejadian-kejadian di dalam pembelajaran yang mempengaruhi proses belajar
dapat di kelompokkan ke dalam kategori umum, tanpa memperhatikan hasil belajar
yang diharapkan. Namun tiap-tiap hasil belajar memerukan adanya kejadian-kejadian
khusus untuk dapat terbentuk. (Gagne: 1985)

Dari uraian di atas tampak bahwa teori pembelajaran merupakan suatu kumpulan
prinsip-prinsip yang terintegrasi dan memberikan preskripsi untuk mengatur situasi
agar siswa mudah mencapai tujuan belajar. Prinsip-prinsip pembelajaran dapat
diterapkan dalam pembelajaran tatapmuka dikelas maupun tidak seperti pembelajaran
jarak jauh, terprogram dll. Teori pembelajaran juga memberi arahan dalam memilih
metode pengajaran yang mana yang paling tepat untuk suatu pembelajaran tertentu.
Sehubungan dengan itu berdasarkan teori yang mendasarinya yaitu teori psikologi
dan teori belajar maka teori pembelajaran ini dapat dibagi ke dalam lima kelompok
yaitu

Pendekatan modifikasi tingkahlaku; teori pembelajaran ini menganjurkan agar


para guru menerapkan prinsip penguatan (reinforcment) untuk mengidentifikasi
aspek situasi pendidikan yang penting dan mengatur kondisi sedemikian rupa yang
memungkinkan siswa dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran. Untuk itu guru
sangat penting untuk mengenal karakteristik siswa dan karakteristik situasi belajar
sehingga guru dapat mengetahui setiap kemajuan belajar yang diperoleh siswa.

1. Teori Pembelajaran Konstruk Kognitif

Teori ini diturunkan dari prinsip/teori belajar kognitifisme. Menurut teori ini
prinsip pembelajaran harus memperhatikan perubahan kondisi internal siswa yang
terjadi selama pengalaman belajar diberikan di dikelas. Pengalaman belajar yang
diberikan oleh siswa harus bersifat penemuan yang memungkinkan siswa dapat
memperoleh informasi dan ketrampilan baru dari pelajaran sebelumnya (Bruner).

34
2. Teori pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip belajar

Dari berbagai teori belajar yang ada, Bulgelski (dalam Snelbecer)


mengidentifikasi beberapa puluh prinsip kemudian dipadatkan menjadi empat
prinsip dasar yang dapat diterapkan oleh para guru dalam melaksanakan tugas
mengajar. Keempat prinsip dasar tersebut adalah:

(a) Untuk belajar siswa harus mempunyai perhatian dan responsif


terhadap materi yang akan diajarkan. Jadi materi pembelajaran harus diatur
sedemikian rupa sehingga dapat menarik perhatian si belajar.
(b) Semua proses belajar memerlukan waktu, dan untuk suatu waktu
tertentu hanya dapat dipelajari sejumlah materi yang sangat terbatas.
(c) Di dalam diri orang yang sedang belajar selalu terdapat suatu alat
pengatur internal yang dapat mengotron motivasi serta menentukan sejauh
mana dan dalam bentuk apa seseorang bertindak dalam suatu situasi tertentu.
(d) Pengetahuan tentang hasil yang diperoleh di dalam proses belajar
merupakan faktor penting sebagai pengontrol. Disini ditekankan juga perlunya
kesamaan antara situasi belajar dengan pengalaman-pengalaman yang sesuai
dengan kehidupan nyata.

3. Teori Pembelajaran berdasarkan analisis tugas

Teori pembelajaran yang ada diperoleh dari berbagai penelitian


dilaboratorium dan ini dapat diterapkan dalam situasi persekolahan namun hasil
penerapannya tidak selalui memuaskan oleh karena itu sangat penting untuk
mengadakan analisis tugas (task analysis) secara sistematis mengenai tugas-tugas
pengalaman belajar yang akan diberikan kepada siswa, yang kemudian disusun
secara hierarkis dan diurutkan sedemikian rupa tergantung dari tujuan yang ingin
dicapai.

35
4. Teori Pembelajaran berdasarkan Psikologi Humanistik

Teori pembelajaran ini sangat menganggap penting teori pembalajaran dan


psikoterapi dari suatu teori belajar. Prinsip yang harus diterapkan adalah bahwa
guru harus memperhatikan pengalaman emosional dan karakteristik khusus siswa
seperti aktualisasi diri siswa. Dengan memahami hal ini dapat dibuat pilihan-
pilihan kearah mana siswa akan berkembang.

Agar belajar bermakna inisiatif siswa harus dimunculkan dengan kata lain siswa
harus selalu dilibatkan dalam proses belajar mengajar. Pengajaran yang cocok untuk
hal ini adalah dengan pengajaran eksperimental. (Toeti S. 1992:47)

D. PRINSIP PEMBELAJARAN

Tugas guru mengelola pengajaran dengan lebih baik, efektif, dinamis, efisien,
ditandai dengan keterlibatan peserta didik secara aktif, mengalami, serta memperoleh
perubahan diri dalam pengajaran. Ada beberapa prinsip pengajaran diantaranya
adalah:

1. Prinsip Aktivitas

Pengalaman belajar yang baik hanya bisa didapat bila peserta didik mau
mengaktifkan dirinya sendiri dengan bereaksi terhadap lingkungan. Belajar yang
berhasil mesti melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun aktivitas
psikis. Aktifitas fisik adalah peserta didik giat dan aktif dengan anggota badan.
Dalam prinsip ini, maka tugas guru dalam mengajar antara lain:

a) Prinsip Motivasi

36
Motivasi berasal kata motive–motivation yang berarti dorongan atau
keinginan, baik datang dari dalam diri (instrinsik) maupun dorongan dari luar diri
seseorang (ekstrinsik). Motif atau biasa juga disebut dorongan atau kebutuhan,
merupakan suatu tenaga yang berada pada diri individu atau siswa, yang
mendorongnya untuk berbuat dalam mencapai suatu tujuan. Beberapa cara untuk
menumbuhkankembangkan motivasi pada siswa adalah:

Prinsip Individualitas (Perbedaan Individu)

Setiap manusia adalah individu yang mempunyai kepribadian dan


kejiwaan yang khas. Secara psikologis, prinsip perbedaan individualitas
sangat penting diperhatikan karena:

a. Setiap anak mempunyai sifat, bakat, dan kemampuan yang berbeda


b. Setiap individu berbeda cara belajarnya
c. Setiap individu mempunyai minat khusus yang berbeda
d. Setiap individu mempunyai latar belakang yang berbeda
e. Setiap individu membutuhkan bimbingan khusus dalam menerima
pelajaran yang diajarkan guru sesuai dengan perbedaan individual
f. Setiap individu mempunyai irama pertumbuhan dan perkembangan yang
berbeda

Maksud dari irama pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda adalah


bahwa siswa belajar dalam kelas dalam usia perkembangan. Masing-masing
siswa tidak sama perkembangannya, ada yang cepat ada yang lambat maka
guru harus bersabar dalam tugas pelayanan belajar pada anak didiknya.

b) Prinsip Lingkungan

37
Lingkungan adalah sesuatu hal yang berada di luar diri individu. Lingkungan
pengajaran adalah segala hal yang mendukung pengajaran itu sendiri yang dapat
difungsikan sebagai sumber pengajaran atau sumber belajar. Diantaranya; guru,
buku, dan bahan pelajaran yang menjadi sumber belajar.

c) Prinsip Konsentrasi

Konsentrasi adalah pemusatan secara penuh terhadap sesuatu yang sedang


dikerjakan atau berlangsungnya suatu peristiwa. Konsentrasi sangat penting
dalam segala aktivitas, terutama aktivitas belajar mengajar.

d) Prinsip Kebebasan

Prinsip kebebasan dalam pengajaran yang dimaksud adalah kebebasan yang


demokratis, yaitu kebebasan yang diberikan kepada peserta didik dalam aturan
dan disiplin tertentu. Dan disiplin merupakan suatu dimensi kebebasan dalam
proses penciptaan situasi pengajaran. Seorang guru dituntut berusaha bagaimana
menerapkan suatu metode mengajar yang dapat mengembangkan dimensi-
dimensi kebebasan self direction, self discipline, dan self control.

e) Prinsip Peragaan

Alat indera merupakan pintu gerbang pengetahuan. Peragaan adalah


menggunakan alat indera untuk mengamati, meneliti, dan memahami sesuatu.
Pemahaman yang mendalam akan lahir dari analisa yang komprehensif sehingga
menghasilkan gambaran yang lengkap tentang sesuatu.

38
Agar siswa dapat mengingat, menceritakan, dan melaksanakan suatu pelajaran
yang pernah diamati, diterima, atau dialami di kelas, maka perlu didukung dengan
peragaan-peragaan (media pengajaran) yang bisa mengkonkritkan yang abstrak.

f) Prinsip Kerjasama dan Persaingan

Kerjasama dan persaingan adalah dua hal berbeda. Namun dalam dunia
pendidikan (prinsip pengajaran) keduanya bisa bernilai positif selama dikelola
dengan baik. Persaingan yang dimaksud bukan persaingan untuk saling
menjatuhkan dan yang lain direndahkan, tetapi persaingan yang dimaksud adalah
persaingan dalam kelompok belajar agar mencapai hasil yang lebih tinggi tanpa
menjatuhkan orang atau siswa lain.

g) Prinsip Apersepsi

Apersepsi berasal dari kata”Apperception” berarti menyatupadukan dan


mengasimilasikan suatu pengamatan dengan pengalaman yang telah dimiliki.
Atau kesadaran seseorang untuk berasosiasi dengan kesan-kesan lama yang sudah
dimiliki dibarengi dengan pengolahan sehingga menjadi kesan yang luas. Kesan
yang lama itu disebut bahan apersepsi.

1. Leibnitz, membedakan persepsi dan apersepsi. dengan persepsi yang


dimaksud adanya perangsang diterima seseorang, adanya pengamatan.
apersepsi dimaksud bahwa ia tahu bahwa ia melakukan pengamatan.
2. Herbart, apersepsi adalah menerima tanggapan-tanggapan baru dengan
bantuan tanggapan yang telah ada.
3. Wundt, bahwa apersepsi bukan hanya asosiasi belaka melainkan memasukan
tanggapan-tanggapan baru dalam suatu hubungan kategorial atau hubungan
yang lebih umum.

39
4. Menurut para ahli psikologi modern, apersepsi dimaksud pengamatan dengan
penuh perhatian sambil memahami serta mengolah tanggapan-tanggapan baru
itu dan memasukanya ke dalam hubungan yang kategorial.

2. Prinsip Korelasi

Korelasi yaitu menghubungkan pelajaran dengan kehidupan anak atau dengan


pelajaran lain sehingga pelajaran itu bermakna baginya. Korelasi akan melahirkan
asosiasi dan apersepsi sehingga dapat membangkitkan minat siswa pada pelajaran
yang disampaikan.

3. Prinsip Efisiensi dan Efektifitas

Prinsip efisiensi dan efektifitas maksudnya adalah bagaimana guru menyajikan


pelajaran tepat waktu, cermat, dan optimal. Alokasi waktu yang telah dirancang tidak
sia-sia begitu saja, seperti terlalu banyak bergurau, memberi nasehat, dan sebagainya.
Jadi semua aspek pengajaran (guru dan peserta didik) menyadari bahwa pengajaran
yang ada dalam kurikulum mempunyai manfaat bagi siswa pada masa mendatang.

4. Prinsip Globalitas

Prinsip global atau integritas adalah keseluruhan yang menjadi titik awal
pengajaran. Memulai materi pelajaran dari umum ke yang khusus. Dari pengenalan
sistem kepada elemen-elemen sistem. Pendapat ini terkenal dengan Psikologi Gestalt
bahwa totalitas lebih memberikan sumbangan berharga dalam pengajaran.

5. Prinsip Permainan dan Hiburan

Setiap individu atau peserta didik sangat membutuhkan permainan dan hiburan
apalagi setelah terjadi proses belajar mengajar. Bila selama dalam kelas siswa diliputi
suasana hening, sepi, dan serius, akan membuat peserta didik cepat lelah, bosan,

40
butuh istirahat, rekreasi, dan semacamnya. Maka guru disarankan agar memberikan
kesempatan kepada anak didik bermain, menghibur diri, bergerak, berlari-lari, dan
sejenisnya untuk mengendorkan otaknya.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

41
1. TEORI BELAJAR

a. Teori Behavioristik

Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan


perubahan perilakunya, yang penting adalah input yang berupa stimulus dan
output yang berupa respon.

1) Teori Belajar Menurut Edward Lee Thorndike


2) Teori Belajar Menurut Watson
3) Teori Belajar Menurut Clark Hull
4) Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
5) Teori Belajar Menurut Burrhus Frederic Skinner
6) Ivan Petrovich Pavlov
7) Robert Gagne (1916-2002)
8) Albert Bandura (1925-masih hidup)

b. Teori Kognitifistik

Teori kognitif pula berpendapat bahwa pembelajaran ialah suatu proses


pendalaman yang berlaku dalam akal pikiran, dan tidak dapat diperhatikan
secara langsung dengan tingkah laku.

1) Teori Perkembangan Piaget


2) Teori kognitif Bruner
3) Teori belajar bermakna menurut Ausubel
4) Teori Vygotsky

c. Teori Humanistik

42
Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan
manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri.

1) Arthur Combs (1912-1999)


2) Maslow
3) Carl Rogers

d. Teori Sibernetik

Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. Teori ini


mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yang mementingkan proses
belajar dari pada hasil belajar. Hanya saja system informasi yang diproses
yang akan dipelajari siswa lebih dipentingkan.

e. Teori Konstruktivistik

Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan


sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi
baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu
tidak lagi sesuai.

2. PRINSIP BELAJAR

Prinsip belajar adalah konsep-konsep yang harus diterapkan didalam proses


belajar mengajar. Seorang guru akan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik
apabila ia dapat menerapkan cara mengajar yang sesuai dengan prinsip-prinsip
orang belajar.

3. TEORI PEMBELAJARAN

43
Berbeda dengan teori belajar maka teori pembelajaran persifat preskriptif.
Teori pembelajaran berusaha merumuskan cara-cara untuk membuat orang
dapat belajar dengan baik. Ia tidak semata-mata merupakan penerapan dari teori
atau prinsip-prinsip belajar walaupun berhubungan dengan proses belajar.

4. PRINSIP PEMBELAJARAN

a. Prinsip Aktivitas

1) Prinsip Motivasi

• Prinsip Lingkungan
• Prinsip Konsentrasi
• Prinsip Kebebasan
• Prinsip Peragaan
• Prinsip Kerjasama dan Persaingan
• Prinsip Apersepsi

2) Prinsip Korelasi
3) Prinsip Efisiensi dan Efektifitas
4) Prinsip Globalitas
5) Prinsip Permainan dan Hiburan

B. SARAN

1. Calon guru hendaknya memepelajari teori-teori belajar


sebab merupakan bekal untuk kegiatan belajar mengajar.

44
2. Calon guru hendaknya memepelajari prinsip-prinsip
belajar sebab merupakan bekal untuk kegiatan belajar mengajar.
3. Calon guru hendaknya memepelajari teori-teori
pembelajaran sebab merupakan bekal untuk kegiatan belajar mengajar.
4. Calon guru hendaknya memepelajari prinsip-prinsip
pembelajaran sebab merupakan bekal untuk kegiatan belajar mengajar.

45

You might also like