You are on page 1of 12

Rumah Bubungan Tinggi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Belum Diperiksa

Rumah Bubungan Tinggi di DesaTelok Selong.

Ruang Anjung bagian belakang dengan atap jurai disebut Anjung Jurai terdapat di Desa Telok Selong.
Pola umum denah rumah Bubungan Tinggi.

Kandang Rasi motif bunga dan gelang pada Rumah Bubungan Tinggi di Desa Telok Selong.

Hiasan samping atas ruang Palataratau Pamedangan pada Rumah Bubungan Tinggi di Desa Telok Selong.

Rumah Bubungan Tinggi adalah salah satu rumah tradisional suku Banjar (rumah Banjar)
diKalimantan Selatan dan bisa dibilang merupakan ikonnya Rumah Banjar karena jenis rumah inilah
yang paling terkenal karena menjadi maskot rumah adat khas provinsi Kalimantan Selatan.
Daftar isi
[sembunyikan]

• 1 Ciri-Ciri

• 2 Konstruksi

o 2.1 Bagian Konstruksi Pokok

o 2.2 Ruangan

• 3 Ukuran

• 4 Tata ruang dan kelengkapan

• 5 Rujukan

[sunting]Ciri-Ciri

Menurut Tim Depdikbud Kalsel, ciri-cirinya :

1. Atap Sindang Langit tanpa plafon

2. Tangga Naik selalu ganjil


3. Pamedangan diberi Lapangan kelilingnya dengan Kandang Rasi berukir

[sunting]Konstruksi

Konstruksi rumah adat Banjar atau rumah ba-anjung dibuat dengan bahan kayu.
Faktoralam Kalimantan yang penuh dengan hutan rimba telah memberikan bahan konstruksi yang
melimpah kepada mereka, yaitu kayu.

Sesuai dengan bentuk serta konstruksi bangunan rumah adat Banjar tersebut maka hanya kayulah
yang merupakan bahan yang tepat dan sesuai dengan konstruksi bangunannya.

[sunting]Bagian Konstruksi Pokok


Konstruksi pokok dari rumah adat Banjar dapat dibagi atas beberapa bagian, yaitu :

1. Tubuh bangunan yang memanjang lurus ke depan, merupakan bangunan induk.

2. Bangunan yang menempel di kiri dan kanan disebut anjung.

3. Bubungan atap yang tinggi melancip disebut Bubungan Tinggi.

4. Bubungan atap yang memanjang ke depan disebut atap Sindang Langit

5. Bubungan atap yang memanjang ke belakang disebut atap Hambin Awan).


Tubuh bangunan induk yang memanjang terus ke depan dibagi atas ruangan-ruangan yang
berjenjang lantainya.

[sunting]Ruangan

Ruangan-ruangan yang berjenjang lantainya ialah :

1. Palatar (pendopo atau teras), ruangan depan yang merupakan ruangan rumah yang
pertama setelah menaiki tangga masuk. Ukuran luas ruangan ini adalah 7 x 3 meter. Palatar
disebut juga Pamedangan.
2. Panampik Kacil, yaitu ruangan yang agak kecil setelah masuk melalui Lawang
Hadapan yaitu pintu depan. Permukaan lantainya lebih tinggi daripada lantai palatar. Ambang
lantai disini disebut Watun Sambutan. Luas ruangan ini adalah 7 x 3 meter.
3. Panampik Tangah yaitu ruangan yang lebih luas dari panampik kacil. Lantainya juga
lebih tinggi dari ruang sebelumnya. Ambang lantai ini disebut Watun Jajakan.
4. Panampik Basar atau Ambin Sayup, yaitu ruangan yang menghadapi dinding tengah
(Banjar:Tawing Halat). Permukaan lantainya lebih tinggi pula dari lantai sebelumnya. Ambang
Lantainya disebut WatunJajakan, sama dengan ambang lantai pada Panampik Tangah. Luas
ruangan 7 x 5 meter.
5. Palidangan atau Ambin Dalam, yaitu ruang bagian dalam rumah yang berbatas
dengan panampik basar. Lantai palidangan sama tinggi dengan lantai panampik basar (tapi
ada juga beberapa rumah yang membuat lantai panampik basar lebih rendah dari lantai
palidangan). Karena dasar kedua pintu yang ada di tawing halat tidak sampai ke dasar lantai
maka watun di sini disebutWatun Langkahan. Luas ruang ini 7 x 7 meter. Di dalam ruangan
Palidangan ini terdapat tiang-tiang besar yang menyangga bubungan tinggi (jumlahnya 8
batang). Tiang-tiang ini disebut Tihang Pitugur atau Tihang Guru.
6. Panampik Dalam atau Panampik Bawah, yaitu ruangan dalam yang
cukup luas dengan permukaan lantai lebih rendah daripada lantai palidangan dan sama
tingginya dengan permukaan lantai panampik tangah. Ambang lantai ini disebut pula dengan
Watun Jajakan. Luas ruang 7 x 5 meter.
7. Padapuran atau Padu, yaitu ruangan terakhir bagian belakang bangunan.
Permukaan lantainya lebih rendah pula dari panampik bawah. Ambang lantainya
disebut Watun Juntaian. Kadang-kadang Watun Juntaian itu cukup tinggi sehingga sering di
tempat itu diberi tangga untuk keperluan turun naik. Ruangan padapuran ini dibagi atas
bagian atangan (tempat memasak) dansalaian (tempat mengeringkan kayu api), pajijiban
dan pagaduran (tempat mencuci piring atau pakaian). Luas ruangan ini adalah 7 x 3 meter.
[sunting]Ukuran

Tampak Belakang Rumah Adat Banjar

Tentang ukuran tinggi, lebar dan panjang setiap rumah adat Banjar pada umumnya relatif berbeda-
beda. Hal ini disebabkan oleh karena ukuran pada waktu itu didasarkan atas ukuran depa atau
jengkal.

Ukuran depa atau jengkal tersebut justru diambil dari tangan pemilik rumah sendiri; sehingga setiap
rumah mempunyai ukuran yang berbeda.

Ada kepercayaan di sana yang mengatakan bahwa setiap ukuran haruslah dengan hitungan
yang ganjilbilangan ganjil.

Penjumlahan ganjil tersebut tidak saja terlihat di dalam hal ukuran panjang dan lebar, tapi juga sampai
dengan jumlah hiasan tangga, anak tangga, layang-layang puncak dan lain-lain.

Jikalau diukur, maka panjang bangunan induk rumah adat Banjar pada umumnya adalah 31 meter
sedang lebar bangunan induk adalah 7 meter dan lebar anjung masing-masing 5 meter.

Lantai dari permukaan tanah sekitar 2 meter yaitu kolong di bawah anjung dan palidangan; sedangkan
jarak lantai terendah rata-rata 1 meter, yaitu kolong lantai ruang palatar.

[sunting]Tata ruang dan kelengkapan


Pintu belakang dari Rumah Banjar

Tata ruang rumah tradisional Bubungan Tinggi membedakan adanya tiga jenis ruang yaitu ruang
terbuka, setengah terbuka dan ruang dalam.

Ruang terbuka terdiri dari pelataran atau serambi, yang dibagi lagi menjadi surambi muka dan surambi
sambutan.

Ruang setengah terbuka diberi pagar rasi disebut Lapangan Pamedangan.

Sedangkan ruang dalam dibagi menjadi Pacira dan Panurunan (Panampik Kacil), Paluaran (Panampik
Basar), Paledangan (Panampik Panangah) yang terdiri dari Palidangan Dalam, Anjung
Kanan danAnjung Kiwa, serta Panampik Padu (dapur).

Secara ringkas berikut ini akan diuraikan situasi ruang dan kelengkapannya;

 Surambi

Di depan surambi muka biasanya terdapat lumpangan tempat air untuk membasuh kaki. Pada
surambi muka juga terdapat tempat air lainnya untuk pembasuhan pambilasan biasanya berupa guci.

 Pamedangan

Ruangan ini lantainya lebih tinggi, dikelilingi pagar rasi. Biasanya pada ruang ini terdapat sepasang
kursi panjang.

 Pacira dan Panurunan (Panampik Kacil)


Setelah masuk Pacira akan didapatkan tanggui basar dan tanggui kacil di arah sebelah kiri,
sedangkan arah sebelah kanan terdapat pengayuh, dayung, pananjak dan tombak duha. Di sayap
kanan ruangan terdapat gayung, sandal dan terompah tergantung di Balabat Panurunan. Sebagai
perlengkapan penerangan dalam ruangan ini terdapat dua buah lampu gantung.

 Paluaran (Panampik Basar)

Ruangan ini cukup besar digunakan untuk berbagai kegiatan keluarga dan kemasyarakatan apabila
masih kekurangan ruang Tawing Halat yang memisahkan dengan Palidangan dapat dibuka. Di bagian
tengah di depan Tawing Halat ini terletak bufet. Di atasnya agak menyamping ke kiri dan ke kanan
terdapat gantungan tanduk rusa. Di tengah ruangan terdapat dua buah lampu gantung. Lantainya
diberi lampit dan kelengkapan bergerak seperti paludahan, kapit dan gelas, parapen, rehal.

 Palidangan (Panampik Panangah)

Ruangan ini terdiri dari Paledangan Dalam dan Anjung Kiwa - Anjung Kanan. Fungsi ruang sama
dengan Paluaran, namun biasanya diperuntukkan bagi kaum wanita. Di sini terdapat kelengkapan
lemari besar, lemari buta, kanap, kendi. Lantainya diberi hambal sebagai alas duduk.

 Anjung Kanan - Anjung Kiwa

Ruang Anjung Kanan merupakan ruang istirahat yang dilengkapi pula dengan alat rias dan
perlengkapan ibadah. Sedangkan Anjung Kiwa merupakan tempat melahirkan dan tempat merawat
jenazah. Di sini juga di beri perlengkapan seperti lemari, ranjang, meja dan lain-lain.

 Padu (dapur)

Di samping untuk tempat perlengkapan masak dan kegiatannya, ruang padu ini juga digunakan untuk
menyimpan bahan makanan. Perlengkapan umum yang terdapat di dalamnya adalah dapur, rak
dapur, pambanyuan, lemari, tajau, lampit dan ayunan anak.

Bentuk arsitektur dan pembagian ruang rumah tradisional Bubungan Tinggi mempunyai kesamaan
prinsip antara satu dengan lainnya, dengan perbedaan-perbedaan kecil yang tidak berarti.

Dari sini dapat dilihat bahwa rumah tradisional Bubungan Tinggi tersebut mempunyai keterikatan
dengan nilai tradisional masyarakatnya.
Jadi meskipun pada awalnya bentuk tersebut dimaksudkan untuk memenuhi tuntutan fungsi dan
adaptasi terhadap lingkungan, tetapi karena sifatnya yang berulang-ulang kemudian dari bentuk
fungsional tersebut berubah menjadi bentuk yang tradisional.

Konstruksi Rumah Bambu Modern

Penulis : Ferihan F. Aditya Fotografer : Sjahrial Iqbal

“Rumah Bambu”. Begitulah rumah tinggal ini sering disebut karena unsur bambu sebagai
unsur dekoratif melainkan juga sebagai material utama dalam struktur bangunan. Bambu
memiliki kekuatan dan elastisitas yang tinggi sehingga dapat digunakan sebagai bahan
bangunan pengganti kayu maupun baja.
Konsep Massa Bangunan

Perencanaan dan perancangan rumah tinggal ini berawal dari konsep keluarga dan jumlah
anggota keluarga. Massa bangunan dibagi menjadi tiga area. Area pertama adalah massa
bangunan Timur untuk area orang tua, bersifat privat. Area kedua adalahbale-bale bambu
terbuka di tengah lahan untuk area bersama, bersifat publik. Area ketiga adalah massa
bangunan Barat untuk area anak-anak, bersifat semiprivat. Konsep dari bentuk fisik dan tata
letak massa bangunannya sendiri disesuaikan dengan keberadaan 9 pohon cengkeh yang
sudah berada di lahan tersebut sebelum dimulainya proses konstruksi bangunan. Hal inilah
yang menyebabkan munculnya konsep bangunan ramping. Perwujudannya adalah massa
bangunan dibuat dengan dengan sistem modular dengan jarak antar kolom sebesar 3.5
sampai dengan 4 meter yang diletakkan diantara pohon cengkeh yang tumbuh subur dan
masih produktif.

Massa bangunan Timur dan massa bangunan Barat masing-masing berdiri sendiri. Semua
ruangan tidur berada di lantai atas setiap massa bangunan agar privasinya lebih terjaga.
Lantai dasar terdiri dari ruang tidur tamu, ruang makan dan pantri, dapur besar serta musala.
Untuk lantai dasar, kedua massa bangunan dihubungkan oleh bale-bale bambu terbuka yang
merupakan pusat dari rumah tinggal ini. Bale-bale ini cukup luas yaitu 50 m2dan didesain
tanpa dinding dan pintu sehingga terbuka bebas menghadap ke bagian depan rumah dan ke
bagian belakang rumah. Bale-bale bambu dan jembatan bambu menggunakan batangan
bambu utuh sebagai lantai. Baloknya menggunakan teknik baut.

Untuk lantai atas, kedua massa bangunan dihubungkan oleh jembatan bambu yang juga
didesain terbuka. Jembatan ini tepat berada di atas bale-bale bambu sehingga sekaligus
berfungsi sebagai atap bagi bale-bale tersebut. Jembatan ini rencananya akan diberi penutup
atap dengan struktur tenda. Ruang terbuka ini didesain agar terjalin hubungan dan
keselarasan antara ruang dalam dan ruang luar.

Akhirnya kita dapat melihat keinginan perancang sekaligus pemilik rumah ini yang berusaha
untuk menerapkan konsep green architecture melalui konsep daur ulang, penghormatan
terhadap keberadaan eksisting pohon cengkeh, pemakaian material bambu secara inovasi
yang diitegrasikan dengan penggunaan material bekas telah menghasilkan sebuah karya
arsitektur dan ramah lingkungan yang patut kita apresiasi bersama.

Pemilik : Budi Faisal

Lokasi : Eco Pesantren Daarut Tauhiid

: Jl. Cigugur Girang, Kampung Pangsor, Desa Cigugur Girang, Kecamatan

Parongpong, Kabupaten Bandung Barat

Arsitek : Budi Faisal


Eksplorasi Bambu dan Pemanfaatan Material Bekas Pada Bangunan

Bambu adalah material utama yang dieksplorasi rumah


tinggal ini. Mengapa bambu? Bambu dipilih karena pemilik rumah ingin menggunakan material
yang tidak banyak membutuhkan energi dalam pelaksanaannya. Di samping itu sekaligus
berfungsi juga sebagai alat untuk mensosialisasikan kemungkinan jenis material alami lain
selain kayu untuk bahan bangunan. Tidak seperti pohon kayu yang sekali tebang habis,
bambu dapat dipanen setiap 3 tahun sekali dan terus menerus tumbuh selama akaranya tidak
ikut dirusak, sehingga bambu dapat cepat diperbaharui, renewable and suistenable material.
Bambu sangat mudah diperoleh, terdapat hampir di seluruh wilayah Indonesia. Dari segi
biaya, bambu lebih murah sedangkan dari segi pelaksanaannya, bambu juga mudah diolah
menjadi berbagaijenis bahan bangunan.

Bambu yang digunakan pada rumah tinggal inididapat dari daerah Parongpong, Lembang,
Ciwidey dan sekitarnya. Jenis bambu yang digunakan adalah bambu tali/apus, bambu temen,
bambu petung dan bambu gombong. Sebelum digunakan sebagai bahan bangunan, furnitur
maupun elemen estetis, bambu terlebih dahulu dibawa ke workshop untuk diproses terlebih
dahulu. Bambu diawetkan dengan cara perendaman dengan campuran 5 % bahan kimia dan
95 % air selama 14 hari, kemudian dikeringkan. Sebagian besar, bambu diolah menjadi bahan
bangunan yang dikerjakan langsung di lokasi bangunan. Namun ada juga yang diproses
terlebih dahulu di workshop yaitu untuk pembuatan panel lantai bambu dan anyaman gedek
bambu.

Aplikasi struktur bambu pada rumah tinggal ini bermacam-macam. Massa bangunan Timur
dan massa bangunan Barat menggunakan bambu hanya sebagai struktur utama maupun
sebagai dinding pengisi. Bambu gombong atau bambu petung berdiameter 10 – 12 cm
dimasukkan ke dalam kolom struktur, kemudian diberi tulangan besi dan dicor beton. Bambu
ini dapat mengurangi jumlah cor beton sampai 50 % nya. Teknik ini disebutbamboocrete.
Bambu berbentuk anyaman digunakan pada sebagian dinding sebagai pengganti bata atau
batako. Anyaman bambu tersebut dilapisi kedua sisinya oleh ram kawat berbentuk “honey”,
kemudian diplester dengan finishing kamprot atau acian biasa. Teknik ini disebut plastered
bamboo wall yang dapat menghemat biaya dari Rp95.000,00/m 2 menjadi
Rp72.000,00/m dibandingkan dengan dinding batu bata konvensional. Bambu juga digunakan
2

sebagai bahan penutup lantai. Batang-batang bambu dipotong kecil-kecil, kemudian


direkatkan satu sama lain sehingga membentuk sebuah panel, disebut laminated bamboo
floor.
Selain menggunakan bambu sebagai material utama, rumah ini juga menerapkan
konseprecycled materials dengan cara menggunakan material-material bekas yang banyak
dijual di pinggiran jalan kota Bandung akibat dari banyaknya bongkaran rumah-rumah jaman
Belanda yang dihancurkan oleh pemiliknya untuk diganti dengan bangunan baru. Material
bekas yang digunakan di rumah ini adalah balok dan papan rasamala, multiplek, genteng
plentong, tulangan besi berbagai ukuran, bongkaran kaca dan sebagainya. Penggunaan
material-material bekas ini selain untuk mengurangi limbah terhadap lingkungan juga dapat
menghemat total biaya pembangunan sampai 30 %.

The Campuan, sebuah vila resor pengembangan yang berlokasi di Ubud, Bali,
berangkat dari resor desain khas Bali yang mengacu pada arsitektur lokal
tradisional dengan atap bangunan bernada diatur dalam pengaturan kampung
seperti desa. Pemilik resor, sebaliknya, mencari suatu perkembangan yang
mengadopsi pendekatan baru, baik arsitektural dan lingkungan.

Resor Campuan terdiri dari tujuh villa tiga kamar, masing-masing dengan kolam
renang pribadi, meletakkan menuruni lereng curam yang menghadap ke Gorge
Ayung. Bertujuan untuk menghormati lingkungan alam resor itu, para arsitek
ingin membatasi visibilitas bangunan dan membuat tampilan yang kontemporer.

You might also like