You are on page 1of 47

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sistem tenaga listrik dirancang dan dibangun secara cermat,

agar dapat beroperasi dengan baik. Tetapi dalam operasinya,

gangguan (fault) dapat saja terjadi. Gangguan tersebut dapat berupa

hubung singkat maupun beban lebih yang dapat mengakibatkan

kerusakan isolasi sehingga kerja peralatan listrik dan terganggunya

stabilitas sistem Sedangkan fungsi sistem tenaga listrik itu sendiri

adalah membangkitkan daya listrik dan menyalurkannya ke

konsumen yang membutuhkan. Oleh karena itu, suatu sistem tenaga

listrik harus mampu beroperasi secara kontinyu seiring dengan

kebutuhan tenaga listrik konsumen.

Cara yang digunakan untuk mengurangi atau memperkecil

dampak dari gangguan tersebut yaitu dengan memasang suatu

sistem proteksi yang baik. Setiap sistem proteksi dituntut memiliki

keandalan yang tinggi, selektif, operasi yang cepat dan memiliki sifat

diskriminasi yang baik. Selain itu suatu sistem proteksi juga harus

memperhatikan faktor ekonomis, semakin mahal harga alat yang

dilindungi semakin mahal pula harga peralatan proteksi yang

terpasang. Peralatan-peralatan proteksi yang terpasang pada suatu

sistem tenaga listrik, terletak mulai dari unit-unit pembangkitan


2

saluran transmisi, jaringan distribusi primer, jaringan distribusi

skunder dan konsumen. Dimana peralatan-peralatan proteksi

tersebut bekerja sesuai dengan fungsinya masing-masing tergantung

besaran penggerak dari rele proteksi yang terpasang. Sebagai

contoh rele yang bekerja berdasarkan besaran penggerak berupa

tegangan yaitu: Rele tegangan lebih ( Overvoltage Relay ), berupa

arus yaitu: Rele arus lebih ( Overvoltage Relay ), berupa impedansi

( Impedance Relay ) dan sebagainya.

Salah satu bagian terpenting dari sistem tenaga listrik yang

perlu dilindungi yaitu: Jaringan distribusi karena bagian ini langsung

terhubung dengan konsumen dimana kotinyuitas penyaluran daya

listrik harus tetap terjaga. Berdasarkan uraian tersebut di atas maka

penulis mengambil judul skripsi: “STUDI RELE ARUS LEBIH

GANGGUAN TANAH PADA JARINGAN DISTRIBUSI PRIMER DI

PT. PLN(Persero) WILAYAH PAPUA CABANG MERAUKE”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan pada latar belakang

di atas, maka rumusan masalah dalam skripsi ini meliputi :

1. Bagaimana mengetahui besarnya arus hubung singkat satu fasa

ke tanah pada jaringan distribusi primer di PT. PLN (Persero)

Wilayah Papua Cabang Merauke?


3

2. Bagaimana menentukan setelan arus dan waktu rele gangguan

tanah (ground fault relay / GFR) pada jaringan distribusi primer di

PT. PLN (Persero) Wilayah Papua Cabang Merauke?

1.3 Batasan Masalah

Mengingat permasalahan dalam melihat kinerja dari rele arus

lebih gangguan tanah sangat luas maka pembahasan dalam studi

rele arus lebih gangguan tanah akan dibatasi pada persoalan setelan

rele arus lebih gangguan tanah.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian yang akan dilakukan

adalah:

1. Mengetahui besarnya arus hubung singkat satu fasa ke tanah

pada jaringan distribusi primer di PT. PLN (Persero) Wilayah

Papua Cabang Merauke?

2. Menentukan setelan arus dan waktu rele gangguan tanah

(ground fault relay / GFR) pada jaringan distribusi primer di PT.

PLN (Persero) Wilayah Papua Cabang Merauke?


4

1.5 Metodologi Penelitian

a. Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam menunjang

pembahasan penulisan tugas ahir ini, maka penulis menggunakan

prosedur sebagai berikut :

1) Penelitian lapangan ( field research ) yaitu : penelitian yang

dilakukan secara lasung dalam kegiatan lingkungan kerja.

Dalam metode ini penulisan dengan dua cara yaitu:

a) Observasi (observation) yaitu pengamatan langsung

segala aktivitas yang berlangsung pada lokasi penelitian

b) Wawancara (interview), yaitu dengan melakukan

wawancara secara langsung dengan pihak-pihak yang

terkait dengan permasalahan yang akan dibahas

2) Penelitian kepustakaan ( library research ) yaitu membaca

literatur diktat dan catatan yang berkaitan dengan penelitian

yang dilakukan

b. Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan dalam pembahasan

tugas ahir ini yaitu dengan menggunakan analisis teoritis

berdasarkan acuan yang ditetapkan.

Adapun variabel- variabel yang akan dianalisis untuk

mengetahui layak tidaknya rele arus lebih gangguan tanah

yang telah terpasang adalah besarnya arus gangguan ke


5

tanah yang mengalir dan setelan rele arus lebih gangguan

tanah.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini dibuat dalam beberapa bab yaitu:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam pendahuluan berisi tentang latar belakang,

perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian

dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM GANGGUAN ARUS LEBIH

GANGUAN TANAH PADA JARINGAN DISTRI BUSI

PRIMER

Berisi tentang gangguan pada jaringan distribusi primer,

sistem proteksi dan rumus-rumus penentuan setelan rele

arus lebih gangguan tanah.

BAB III SISTEM KESLISTRIKAN DAN SISTEM PROTEKSI

JARINGAN DISTRIBUSI PRIMER PADA PT. PLN

(Persero) WILAYAH PAPUA CABANG MERAUKE

Berisi tentang gambaran umum sistem kelistrikan dan

peralatan proteksi yang terpasang pada jaringan

distribusi primer di PT. PLN (Persero) Merauke.


6

BAB IV ANALISIS SETELAN RELE ARUS LEBIH


GANGGUAN TANAH PADA PT. PLN (Persero)
MERAUKE
Berisi tentang analisis setelan rele arus lebih gangguan

tanah pada jaringan distribusi primer.

BAB V PENUTUP

Berisi tentang simpulan dan saran-saran.


7

BAB II

TINJAUAN UMUM GANGGUAN ARUS LEBIH GANGGUAN


TANAH PADA JARINGAN DISTRIBUSI PRIMER

2.1 Gangguan – Gangguan pada Jaringan Distribusi Primer

2.1.1 Penyebab Gangguan

Gangguan atau kondisi abnormal biasanya diakibatkan oleh

kegagalan isolasi di antara penghantar fasa atau antara penghantar

fasa dan tanah, atau pada kabel tanah terjadi kebecoran disekitar

pelindungnya. Secara nyata kegagalan isolasi dapat menghasilkan

arus yang cukup besar, atau mengakibatkan adanya impedans

diantara konduktor fasa atau antara penghantar fasa dan tanah yang

nilainya di bawah dari impedans terendah beban normal pada

jaringan. Secara umum gangguan dibedakan pada dua kondisi

tegangan saat terjadinya gangguan, yaitu gangguan terjadi pada

tegangan normal dan gangguan terjadi pada tegangan lebih.

2.1.2 Gangguan yang Terjadi pada Tegangan Normal

Gangguan pada kondisi tegangan normal terjadi dikarenakan

pemerosotan dari isolasi dan kejadian-kejadian tak terduga dari

benda asing. Pemerosotan isolasi dapat terjadi karena polusi dan

penuaan. Saat ini batas ketahanan isolasi tertinggi (high insulation

level) sekitar 3 – 5 kali nilai tegangan nominalnya. Tapi dengan


8

adanya pengotoran (pollution) pada isolator yang biasanya

disebabkan oleh penumpukan jelaga (soot) atau debu (dust) pada

daerah industri dan penumpukan garam (salt) karena angin yang

mengandung uap garam menyebabkan kekuatan isolasi akan

menurun. Ini menyebabkan penurunan resistans dari isolator dan

menyebabkan kebocoran arus. Kebocoran arus yang kecil ini

mempercepat kerusakan isolator. Selain itu pemuaian dan

penyusutan yang berulang-ulang dapat juga menyebabkan

kemerosotan resistans dari isolator.

Untuk instalasi yang dilindungi oleh sarung dan pelindung kabel

seperti saklar berperisai (metal-clad switchgear) percepatan

kerusakan isolasi dikarenakan karena usia (ageing). Pada kabel

bawah tanah rongga-rongga pada campuran isolasi mengakibatkan

ketidaksamaan tekanan sehingga menimbulkan kenaikan temperatur

ini salah satu penyebab kegagalan isolasi.

Gangguan dapat juga diakibatkan kejadian-kejadian tak terduga

dari benda asing seperti burung, ular, bajing, pohon, layang-layang,

angin, gempa dan lain sebagainya. Burung-burung yang bertengger

dan membuang kotoran pada isolator atau membuat sarang dapat

menyebabkan gangguan. Tiupan angin yang cukup kuat

mengakibatkan penghantar-penghantar fasa berayun sehingga

menimbulkan busur api antara penghantar fasa atau antara

penghantar fasa dengan tiang atau penghantar pentanahan.


9

2.1.3 Gangguan yang Terjadi pada Tegangan Lebih

Gangguan-gangguan yang terjadi pada tegangan lebih dapat

diakibatkan, oleh : beban lebih, petir, binatang atau pohon. Sehingga

dapat menyebabkan :

1. Hubung singkat 3 fasa; di mana fasa R , S dan T terhubung

singkat.

2. Hubung singkat 2 fasa; terjadi antara fasa R dan S, fasa T dan S

atau R dan T terhubung singkat.

3. Hubung singkat 2 fasa ke tanah; terjadi antara fasa R dan S ke

tanah, fasa T dan S ke tanah atau fasa R dan T ke tanah.

4. Hubung singkat 1 fasa ke tanah; terjadi antara fasa R ke tanah,

fasa S ke tanah atau fasa T ke tanah.


10

Gambar 2.1 Skema penyebab gangguan pada jaringan distribusi


primer
Adapun pengaruh-pengaruh gangguan yang diakibatkan oleh

hubung singkat pada jaringan distribusi primer, antara lain :

1. Tegangan di bus 20 kV turun.

2. Pengaruh tegangan turun dirasakan oleh semua feeder yang

tersambungada bus bersama.

3. Berpengaruh pada trafo tenaga dan generator.

4. Saat PMT terbuka tegangan naik.

5. Hubung singkat satu fasa ke tanah dapat menaikan tegangan

pada fasa yang sehat atau tidak mengalami gangguan.

2.2 Sistem Proteksi

Peralatan proteksi sistem tenaga listrik dituntut memiliki empat

persyaratan dasar dalam menentukan kualitas suatu sistem proteksi

yang terpasang pada suatu sistem tenaga listrik, yaitu :

1. Keandalan (reliability)

Merupakan probabilitas keberhasilan yang tinggi. Hal ini dapat

dihasilkan dari desain yang baik, perawatan yang teratur dan

kualitas operator yang memadai. Desain yang baik menyangkut hal

seperti :

a. Tekanan kontak yang tinggi

b. Rumah / penutup yang bebas debu

c. Sambungan-sambungan yang dipatri dengan sempurna


11

d. Koil yang diresapi penahan lembab

e. Pembuatan dan perakitan yang cermat.

f. Komponen-komponen yang dikembangkan untuk mencegah

kontaminasi.

2. Selektivitas (selectivity)

Selektivitas adalah sifat proteksi yang hanya mengisolir bagian

yang mengalami gangguan saja, bagian lainnya yang sehat

dibiarkan beroperasi terus. Selektivitas dikatakan absolut jika

sistem proteksi tersebut hanya merespons gangguan pada

daerahnya sendiri (proteksi unit sistem). Selektivitas disebut

relatif apabila sistem proteksi tersebut dapat merespons

wilayah proteksinya sendiri dan juga wilayah proteksi di

dekatnya (sebagai back up).

3. Kecepatan Operasi

Rele proteksi dikehendaki memiliki kecepatan yang tinggi

karena :

a. Tidak boleh melebihi critical clearing time, agar sistem

tetap stabil

b. Agar peralatan tidak sampai rusak parah

c. Rendahnya tegangan tidak bertahan lama

Dalam hal ini rele juga tidak boleh terlalu cepat (kurang dari 10

milidetik), agar tidak merespon arus kerja dari pengaman surya.


12

4. Kepekaan (sensitivity)

Yaitu kemampuan sistem proteksi gangguan yang sekecil

mungkin. Harga ini dapat dinyatakan dengan besarnya arus

dalam jaringan aktual (arus primer CT) atau sebagai

prosentase dari arus sekunder CT.

2.2.1 Komponen Sistem Proteksi

Untuk melakukan proteksi pada peralatan atau instalasi tenaga

listrik agar berfungsi dengan baik maka dibutuhkan beberapa

perangkat utama yang mendukungnya, yaitu :

a. Rele (relay)

Fungsi utama rele proteksi adalah memberikan perintah kepada

peralatan pemutus atau mengontrol kerja pemutus daya (circuit

breaker) untuk mengisolasi daerah yang terganggu ketika terjadi

kondisi abnormal. Rele didisain untuk dapat mendeteksi dan

merasakan kondisi abnormal kemudian menutup kontak-kontak

rangkaian trip-nya. Apabila kontak-kontak rele menutup maka

rangkaian-rangkaian trip CB yang terkait mendapat energi dan

kontak-kontak CB membuka, mengisolir bagian yang terganggu

dari sistem keseluruhan.

b. Pemutus Tenaga (Circuit Breaker/CB)

Adalah saklar yang dapat digunakan untuk menghubungkan atau

memutuskan arus atau daya listrik sesuai dengan batas


13

kemampuannya. Pada waktu pemutusan atau menghubungkan

arus atau daya listrik akan terjadi busur api. Pemadaman busur api

listrik pada waktu pemutusan dapat dilakukan oleh beberapa

macam bahan yaitu minyak, udara atau gas.

c. Batere
Merupakan suatu sumber atau menghasilkan energi listrik arus

searah (DC) yang dapat digunakan untuk keperluan yang

bermacam-macam dan beraneka ragam. Di dalam Pusat-pusat

tenaga listrik dan di Gardu Induk-gardu induk batere berfungsi

untuk keperluan pelayanan bantu (auxiliary service) yang meliputi :

1. Kontrol, pengawasan (security), tanda-tanda, isyarat (signalling

and alarm system).

2. Motor-motor untuk pemutus tenaga (circuit breaker), pemisah

(disconnecting switch) dan pengubah tap trafo (tap chager).

d. Trafo-trafo Instrumen

Untuk pemasangan alat-alat ukur dan alat-alat proteksi pada

instalasi tegangan tinggi, menengah dan rendah diperlukan trafo-

trafo pengukuran. Trafo-trafo pengukuran tersebut adalah:

1. Trafo arus (current transformer)

Berfungsi untuk menurunkan arus yang besar pada tegangan

tinggi atau menengah (arus primer) menjadi arus yang kecil

pada tegangan rendah yang biasanya disebut arus sekunder.

Sisi primer trafo arus (CT) dihubungkan seri dengan beban atau
14

saluran daya. Sekunder CT dihubungkan ke rangkaian

pengukur atau rele.

2. Trafo tegangan (potential transformer)

Berfungsi untuk menurunkan tegangan tinggi atau menengah

menjadi tegangan rendah yang digunakan sebagai besaran

ukur sesuai dengan alat-alat ukur atau alat-alat pengaman.

Trafo-trafo ini menyediakan suatu tegangan yang jauh lebih

rendah daripada tegangan sistem. Tegangan nominal sekunder

biasanya adalah 110 V.

2.2.2 Peralatan Proteksi Arus Lebih


1. Fuse (sikring)

Pada dasarnya sikring berisi suatu unsur metal yang akan

meleleh jika arus yang melewatinya melebihi kemampuannya.

Besar arus pemutusannya akan berbanding terbalik dengan waktu.

Sikring biasanya bekerja untuk mengatasi gangguan permanen

dengan membuka atau memisahkan daerah atau peralatan yang

mengalami gangguan dari sistem. Sikring dirancang untuk melebur

(blow) pada waktu tertentu sesuai dengan nilai arus gangguannya.

Pemilihan rating pemutusan dari sikring secara umum

pemilihan berdasarkan:

1. Tipe dari sistem, sistem saluran udara atau saluran bawah

tanah, sistem segitiga atau bintang dengan pentanahan.


15

2. Tegangan dari sistem.

3. Arus gangguan maksimum yang mungkin terjadi pada titik

penempatan sikring.

4. Perbandingan X/R pada titik penempatan sikring.

5. dan faktor-faktor lainnya, seperti pertumbuhan beban atau

perubahan kebutuhan beban. Di dalam PUIL, rating arus sikring

untuk pengamanan disyaratkan ≥250%. Dengan alasan ini,

sikring hanya efektif untuk melindungi sistem terhadap arus

lebih akibat hubung simgkat.

2. Rele Arus Lebih


Sistem proteksi pada saluran udara tegangan tinggi

menggunakan rele arus lebih dan rele gangguan tanah sebagai

proteksi cadangan lokal (local back up protection). Rele arus lebih

atau OCR (Overcurrent Relay) merupakan rele yang bekerja

ketika arusnya melebihi ambang-batas setelan yang telah

ditentukan sebelumnya. Rele arus lebih memiliki beberapa

karakteristik kerja yaitu :

a. Rele sesaat (Instantaneous relay), rele yang bekerja secara

langsung atau tanpa waktu tunda berdasarkan perbedaan

tingkat arus gangguan pada lokasi yang berbeda.

b. Rele arus lebih waktu pasti (definite independent time)

Rele yang bekerja berdasarkan waktu tunda yang telah

ditentukan sebelumnya dan tidak tergantung pada

perbedaan besarnya arus.


16

c. Rele waktu terbalik (inverse time)

Rele yang bekerja dengan waktu operasi berbanding terbalik

terhadap besarnya arus yang terukur oleh rele. Rele ini

mempunyai karakteristik kerja yang dipengaruhi baik oleh

waktu maupun arus.

d. Inverse Definite Time Relay

Rele ini mempunyai karakteristik kerja berdasarkan

kombinasi antara rele invers dan rele definite. Rele ini akan

bekerja secara definite bila arus gangguannya besar dan

bekerja secara inverse jika arus gangguannya kecil.

Berikut adalah gambaran kurva karakteristik rele arus lebih :

Gambar 2.2 Kurva karakteristik rele arus lebih


17

Pada umumnya ada dua setelan yang harus dilakukan

terhadap rele arus lebih. Pertama adalah menghitung

besarnya setelan arus dan yang ke dua adalah menghitung

setelan waktu pengali atau TMS (Time Multiplier Setting).

TMS merupakan faktor pengali terhadap waktu kerja dasar

rele arus lebih.

2.3 Setelan Pengaman untuk Sistem yang Ditanahkan

Gangguan satu fasa ke tanah sangat tergantung dari jenis

pentanahan dan sistemnya. Ganguan satu fasa umumnya bukan

merupakan hubung singkat secara metalik tetapi melelui tahanan

gangguan, sehingga arus gangguannya yang sudah dibatasi. Karena

itu rele gangguan antar fasa pada sistem yang tidak ditanahkan

dengan suatu tahanan tertentu tidak dapat mendeteksi arus

gangguan yang sudah dibatasi tersebut. Oleh karena itu perlu di

pasang rele gangguan tanah secara khusus dan disesuaikan dengan

sistem pentanahannya.

Misalnya ganguan satu fasa ke tanah karena pohon. Dalam hal

ini karena pohon memiliki tahanan gangguan cukup besar, maka

arus gangguannya kecil. Dengan demikian agar arus lebih ini dapat

dideteksi maka penyetelannya harus sekecil mungkin. Tetapi kita

ketahui bahwa pada saat terjadinya ganguan satu fasa ke tanah

maka penyulang yang tidak terganggu juga akan mengalir arus

kapasitansi ke tanah yang tergantung panjang serta jenis


18

jaringannya. Arus kapasitansi ini yang membatasi penyetelannya,

terutama pada pengaman yang hanya mengunakan arus lebih saja,

yaitu pada sistem yang menggunakan pentanahan rendah.

Pada sistem yang ditanahkan langsung arus ganguanya besar,

maka penyetelan rele gangguan tanah pada dasarnya sama denga

rele ntuk gangguan antar fasa, tetapi tahanan gangguan

diperhitungkan dengan demikian penyetelan arusnya harus kecil,

kecil dari arus bebannya tetapi tidak lebih kecil dari arus

ketidakseimbangan yang timbul pada keadaan normal.Tinjauan

setelan rele gangguan tanah terutama ditujukan pada sistem

distribusi tegangan menengah.

2.3.1 Sistem Pentanahan Langsung

Sistem yang ditanahkan langsung (Zn = 0) sehingga arus

gangguan tergantung impedansi urutan positif, negatip dan nol,

sehingga arus gangguannya cukup besar. Karena arus gangguan

tanahnya besar maka pengaman gangguan tanah dapat seperti

untuk gangguan antar fasa yang menggunakan 3 buah rele. Tetapi

jika akan menghitungkan adanya tahanan gangguan yang mungkin

arus beban dapat digunakan sambungan atau setting rele sperti

pada sisitem yang ditanahkan dengan tahanan rendah.

Penyetelan untuk pengaman gangguan tanah pada sistem ini

sama dengan pada sistem pentanahan tahanan rendah, tetapi


19

sistem fasa tiga 4 kawat harus dipertimbangkan adanya arus

ketidakseimbangan :

I set = K s I 3CE …………………………………………………..(2.1)

Dimana:

I set = Penyetelan arus gangguan tanah.

I 3CE = Arus kapasitif saluran yang terpanjang operasinya.

K s = Ialah faktor keamanan diambil 1,2 – 1,5

Pada jaringan ini karena arus gangguan cukup besar maka kriteria

penyetelanya sama dengan rele gangguan antar fasa, tetapi batas

minimum dapat lebih kecil dari arus beban nominal.

2.3.2 Sistem Pentanahan dengan Tahanan Rendah

Untuk SKTM dimana arus kapasitansinya cukup besar, maka

digunakan tahanan pentahanan 12 ohm atau arus resistifnya kira-

kira 1000 A. Sedangkan untuk SKTM untuk sistem 6 kV ataupun 20

kV arus kapasitifnya sangat kecil sehingga pentanahannya

menggunakan 40 Ohm dan arus resistifnya 300 A.

a. Pengaman gangguan tanah pada SUTM

Arus gangguan tanah pada umumnya lebih kecil dari pada apa

yang dinyatakan di atas, hal ini karena gangguan tanah tidak metalik,

tetapi melalui tahanan gangguan. Untuk dapat menampung adanya

tahanan tanah maka penyetelan rele ini ialah:

I set = 10% x Ifault 1Φ-maks. …………………..…….…..……….(2.2)


20

dimana :

Iset : setelan arus rele gangguan tanah (GFR)

Ifault 1Φ-maks. : arus gangguan maskimum 1 fasa ke tanah

Penentuan 10% digunakan karena memperhitungkan adanya

impedansi gangguan yang menyebabkan hubung singkat 1 fasa ke

tanah.

Tabel 2.1 Besarnya arus untuk tiap perbandingan rasio CT

CT 200/5 300/5 400/5 600/5

Iset (A) 20 30 40 60

Ifmin (A) 25 37,5 50 75

Batas arus maksimum hubung


singkat ke tanah untuk pentanahan 462 308 231 154
sebesar 40 Ohm (A)

Batas arus maksimum hubung


singkat ke tanah untuk pentanahan 422 268 191 114
sebesar 12 Ohm (A)
21

b. Pengaman gangguan tanah pada SKTM

Saat terjadi gangguan satu fasa ke tanah akan mengalir arus

kapasitif yang cukup besar, termasuk pada penyulang yang tidak

terganggu. Sehingga pada saat menentukan penyetelan sebagai

batasan penyetelan terendah ialah rele harus tidak bekerja pada

saluran yang tidak terganggu dengan demikian penyetelan relenya

ialah:

I set = K s I 3CE …………………………………………………..(2.3)

Dimana:

I set = Penyetelan arus gangguan tanah.

I 3CE = Arus kapasitif saluran yang terpanjang operasinya.

K s = Faktor keamanan diambil 1,2 – 1,5

Secara garis besar skema peletakan rele arus lebih yang terpasang

pada masing-masing fasa dan dilengkapi dengan rele gangguan

tanah dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Gambar 2.3 Skema tiga buah rele arus lebih dan satu rele arus lebih
gangguan tanah
22

2.4 Perhitungan Impedansi

2.4.1 Harga Dasar

Perhitungan harga dasar meliputi arus dasar dan impedansi

dasar yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

kVA 3 Φdasar
Idasar = ……………………………..…(2.4)1)
kV LLdasar x √3

dan :

Zdasar = ¿ ¿ ¿ …………………………….……(2.5)2)

2.4.2 Impedansi Transformator

Impedansi suatu transformator dapat ditinjau dari sisi

tegangan tinggi maupun dari sisi tegangan rendah. Apabila persen

atau per unit dari impedansi suatu trafo ditinjau dari sisi tegangan

rendah maka dasarnya juga dipilih pada sisi tegangan rendahnya

begitupun sebaliknya. Untuk perhitungan tersebut digunakan

persamaan :

(kV LLdasar )2
Xtr (pu) = Xtr(%) ………………………….…(2.6)3)
MVA3 Φdasar

dimana :

Xtr (pu) : reaktansi trafo per satuan (per unit)

Xtr (%) : reaktansi dalam persen

1), 2), 3) : William Stevenson, Analisa Sistem Tenaga.

2.4.3 Impedansi Feeder


23

Impedansi feeder dihitung berdasarkan data impedansi

feeder yang diberikan dalam satuan Ohm/km. Perhitungan tersebut

dilakukan dengan mengasumsikan letak titik gangguan misalnya

terletak pada 25%, 50%, 75% dan 100% dari panjang feeder.

Selengkapnya dapat dilihat pada persamaan berikut :

Impedansi Feeder = panjang feeder x Zper km ………..….(2.7)4)

2.5 Tinjauan Perhitungan Arus Gangguan

1. Gangguan tiga fasa :

V fn
If = ……………………………………………………….(2.8)5)
Z

Di mana :

If = Arus gangguan (Ampere)

Vfn = Tegangan Fasa – Netral (Volt)

Z = Impedansi ekivalen (Ohm)

4) : Ir. Pribadi Kadarisman, Overcurrent Feeder Protection, Halaman 14.


5) : PT. Jalamas Berkatama, Koordinasi Rele OC dan GFR untuk Feeder , Halaman 6.

2. Gangguan dua fasa :


24

V ff
If = …………………….……………………...…..
Z

(2.9)6)

Di mana :

If = Arus gangguan (Ampere)

Vff = Tegangan Fasa – Fasa (Volt)

Z = Impedansi ekivalen ( z 1 + z 2 ) (Ohm)

3. Gangguan dua fasa ke tanah :

V ff
If = …………………………………………………….(2.10)7)
Z

Di mana :

If = Arus gangguan (Ampere)

Vff = Tegangan Fasa – Fasa (Volt)

Z 2∗Z
Z = Impedansi ekivalen ( z 1 + ) (Ohm)
0

Z 2+ Z
0

3. Gangguan satu fasa ke tanah :

V fn
If = .…………………………………………………...
Z
(2.11)8)

Di mana :

If = Arus gangguan (Ampere)

Vfn = 3 x Tegangan Fasa – Netral (Volt)

Z = Impedansi ekivalen ( z 1 + z 2 + z 0 ) (Ohm)


25

7), 8) : PT. Jalamas Berkatama, Koordinasi Rele OC dan GFR untuk Feeder , Halaman 7.

2.6 Tinjauan Penentuan Setelan Waktu Rele Arus Lebih Gangguan

Tanah

Setelan waktu rele dengan karakteristik standart inverse dihitung dengan

menggunakan rumus kurva waktu dan arus. Rumus ini bermacam-macam sesuai

pabrik pembuatnya. Dalam hal ini diambil rumus kurva waktu arus dari standar

British, sebagai berikut :

0,14×Tms
t= detik
…….…………………………………..……(2.12)9)
I fault k
( )
I set
−1

Tms=
tx
[[ ] ]
I fault
I set
−1 …………………………………….…(2.13)10)

0,14
dimana :

t = Waktu trip (detik).

Tms = faktor perkalian waktu (Time multiple setting).

Ifault = Besarnya arus gangguan Hubung Singkat (Ampere)

Faktor k tergantung pada kurva arus- waktu, sebagai berikut:

IEC standard Inverse k = 0,02

IEC very Inverse k = 1

IEC Extremely Inverse k = 2

9), 10) : PT. Jalamas Berkatama, Koordinasi Rele OC dan GFR untuk Feeder , Halaman 9.
26

IEEE standard Inverse k = 0.02

IEEE Short Inverse k = 0.02

IEEE Very Inverse k = 2

IEEE inverse k = 2

IEEE Extremely Inverse k = 2

Gambar 2.4 Peletakan rele arus lebih gangguan tanah pada jaringan
distribusi primer
27

BAB III

SISTEM KELISTRIKAN DAN SISTEM PROTEKSI JARINGAN


DISTRIBUSI PRIMER PADA PT. PLN (Persero) WILAYAH
PAPUA CABANG MERAUKE

3.1 Sistem Kelistrikan PT. PLN (Persero) Wilayah Papua Cabang


Merauke

3.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan

PLTD Merauke sudah ada sejak jaman belanda PLTD pertama

ini masih terletak didekat rumah sakit umum Merauke, tepatnya pada

jalan raya mandala Merauke dan pada tahun 1963 pengelolaan

PLTD dialihkan ke pemerintah kemudian mulai dioperasikan pada

tahun 1969. Pada pengoperasian pertama ini PLTD kelapa lima

mengoperasikan empat unit pembangkit dengan daya terpasang

masing-masing 225 kW.

Tabel 3.1 Riwayat penyediaan pembangkit tenaga listrik pada PLTD


Kelapa Lima Merauke
Daya
Tahun No Merek Type No. seri Terpasang
(KW)
1. Strok Diesel BR 215 BR 34560 225
2. Strok Diesel BR 215 BR 34561 225
1969
3. Strok Diesel BR 215 BR 34562 225
4. Strok Diesel BR 215 BR 34563 225
1977 5. SWD Drok 218 K 1083 - 2 560
6. SWD DRO 216 10844 - 1 336
1982
7. SWD DRO 218 K 10831 - 2 560
1984 8. Deutz MWM TDB 616V12 616.12.001479 500
28

9. Deutz BA 12M8 16 W 6985226 -


1985
10. Deutz BA M 816 W 6985223 -
11. CAT 3508 23705223 508
1994
12. CAT 3412 81Z016618 364
13. MAN 1 6L 28/32 H SB 6L - 1589 1000
1995
14. MAN 2 6L 28/32 H SB 6L - 1589 1000
15. Deutz BA 6M 8164 7073505 260
1997
16. Deutz BA 6M 8164 7073505 260
2002 17. Daihatsu 6L 28 6L 628Z. 0373 1250
18. Komatsu SAA 12 V 140 132 18 1000
2003
19. Komatsu SAA 12 V 140 132 19 1000
20. VOLVO TAD 1242 GE 2012453203 250
2006
21. VOLVO TAD 1242 GE 2012453203 250

Lima tahun berjalan perusahaan swasta Wahana digantikan

dengan perusahaan Swasta lain yaitu PT.Sumber Daya Sewatama

dengan 4 unit pembangkit masing-masing berkapasitas 1200 kW.

Tabel 3.2 PT. Sumber Daya Sewatama yang menyewakan 4 unit


pembangkit
N Daya Terpasang
Merek Type No. Seri
o (KW)
1 CAT CATT. 35/6 - 1200
2 CAT CATT. 35/7 - 1200
3 CAT CATT. 35/8 - 1200
4 CAT CATT. 35/9 - 1200

3.1.2 Distribusi Tenaga Listrik pada PLTD Kelapa Lima Merauke

Tenaga listrik yang disediakan oleh PT. PLN (Persero) Merauke

untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik di kota Merauke, dilayani oleh

19 buah generator melalui 6 (enam) penyulang (feeder) yaitu : feeder Kota

II, feeder Kota I, feeder Polder, feeder Muli, feeder Kompi dan feeder

Merkury. Selengkapnya dapat dilihat pada gambar (3.1).

Selanjutnya beban-beban yang dilayani oleh masing-masing feeder

dapat dilihat pada lampiran 1.


29

Sumber : PT. PLN (Persero) Wilayah Papua Cab. Merauke

Gambar 3.1 Single line diagram PLTD Kelapa Lima Merauke


3.2 Sistem Proteksi Penyulang pada PLTD Kelapa Lima Merauke

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, operrasi sistem tenaga

listrik tidak luput dari kondisi abnormal (gangguan). Oleh karena itu dalam

perencanaannya harus memperhitungkan pemasangan sistem proteksi

yang baik. Dalam sistem distribusi juga harus mempertimbangkan hal

tersebut, karena itu setiap penyulang (feeder) yang terdapat dalam

jaringan distribusi dilengkapi dengan rele-rele proteksi yang berfungsi

melindungi penyulang tersebut dari setiap gangguan yang mungkin terjadi

sesuai dengan besaran penggerak dari rele peroteksi yang terpasang.


30

Pada pembahasan selanjutnya tinjauan rele akan dititikberatkan

pada perhitungan setelan rele arus lebih gangguan tanah (ground fault

relay) yang terpasang pada tiap penyulang di PLTD Kelapa Lima

Merauke. Selengkapnya data-data rele arus lebih gangguan tanah

(ground fault relay) dapat dilihat pada tabel (3.3). Perhitungan tersebut

membutuhkan data-data impedansi saluran dan reaktansi transformator

yang selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B dan Lampiran C.

Tabel 3.3 Data setelan rele arus lebih gangguan tanah (ground
fault relay)
31

Sumber : PT. PLN (Persero) Wilayah Papua Cab. Merauke

Keterangan :
SIT : Standard Inverse Time (Karakteristik waktu kebalikan)
DT : Definit Time (Karakteristik waktu tunda)
Inst : Instantaneous Time (Karakteristik waktu sesaat)
BAB IV

ANALISIS SETELAN RELE ARUS LEBIH GANGGUAN


TANAH PADA PT. PLN (Persero) WILAYAH PAPUA
CABANG MERAUKE

4.1 Umum
Besarnya arus gangguan hubung singkat yang mungkin terjadi

di dalam suatu sistem kelistrikan perlu diketahui sebelum gangguan

yang sesungguhnya terjadi. Perhitungan dalam Tugas Akhir ini

dititikberatkan pada besar arus hubung singkat 1 fasa ke tanah,

karena gangguan ini menyebabkan arus gangguan ke tanah yang

cukup kecil, dimana arus gangguan tersebut dapat saja tidak

dideteksi oleh rele arus lebih (Overcurrent Relay). Oleh karena itu

peranan rele gangguan tanah (ground fault relay/GFR) sangat

penting untuk segera mengisolir gangguan tersebut. Hasil

perhitungan tersebut akan digunakan untuk menghitung besarnya

setelan rele gangguan tanah (ground fault relay/GFR).

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, jaringan distribusi

pada PT. PLN (Persero) Wilayah Papua Cabang Merauke memiliki 6


32

feeder yaitu : feeder kota II, feeder Kota I, feeder Polder, feeder Muli,

feeder Kompi dan feeder Merkury. Ke enam feeder tersebut

terpasang masing-masing sebuah GFR seperti yang tertera pada

table (3.3).

4.2 Penyulang (Feeder) Kota I

Adapun data-data pada penyulang (feeder) Kota I, yaitu :

1) Transformator tenaga 1250 kVA 6,3 kV/20 kV.

2) Impedansi pentanahan trafo Zn = 40 Ohm

3) Impedansi urutan positip, negatip dan nol trafo (Z t (pu) = j 0,0406

pu)

4) Impedansi urutan positip dan negatip saluran (Z 1 = Z2 = 0,2162 +

j 0,3305 Ohm/km).

5) Impedansi urutan nol saluran (Z0 = 0,3631 + j 1,6180 Ohm/km).

6) Panjang penyulang 11,35 km.

7) Penghantar AAAC 150 mm2.

8) Rasio CT pada penyulang Kota I 200/5 A.

9) kVA3Φ dasar = 1250 kVA = 1,25 MVA (sesuai dengan daya trafo

yang digunakan)

10) kVLL dasar = 20 kV (sesuai dengan tegangan kerja)

4.2.1 Perhitungan Arus Hubung Singkat Satu Fasa ke Tanah


Maksimum
33

Hubung singkat satu fasa ke tanah akan menghasilkan arus

gangguan yang maksimum apabila lokasi terjadinya gangguan

tersebut terletak dekat dari sumber atau gardu induk, dimana

impedansi gangguannya Zf = 0.

Menghitung arus dasar dan impedansi dasar :

kVA 3 Φdasar
Idasar =
kV LLdasar x √3

1250
=
20 x √ 3

= 36,084 Ampere

Zdasar = ¿¿¿

(20)2
=
1,25

= 320 Ohm

Impedansi pentanahan trafo dalam satuan per-unit (pu) :

Z sebenarnya
Zn(pu) =
Z dasar

40
=
320

= 0,125 pu

3 Zn = 3 x 0,125 = 0,375 pu

Jaringan urutan untuk hubung singkat 1 fasa ke tanah dengan

Impedansi gangguan Zf = 0, dapat dilihat pada gambar (4.1).


34

j0,0406

1 < 00

j0,0406

Ia1
j0,0406

0,375

Gambar 4.1 Jaringan urutan untuk gangguan hubung singkat satu fasa ke
tanah

Menghitung arus urutan maksimum :

1
Ia1 =
0,375+ j 0,0406+ j0,0406+ j 0,0406
1
=
0,375+ j 0,1218
1
=
0,3943<17,99o
= 2,536 < -17,990 pu

Arus gangguan maskimum yang mengalir pada fasa yang

terganggu :

Ia = 3 Ia1 = 3 x 2,536 = 7,608 pu

Dalam satuan ampere :

If1Φ maks. = 7,608 x Idasar

= 7,608 x 36,084

= 274,527 Ampere
35

4.2.2 Perhitungan Arus Hubung Singkat Satu Fasa ke Tanah

Minimum

Perhitungan arus hubung singkat satu fasa ke tanah

minimum dilakukan dengan menghitung arus hubung singkat 1 fasa

ke tanah pada titik-titik gangguan dengan asumsi titik gangguan

terjadi pada 25%, 50%, 75% dan 100% panjang saluran. Impedansi

gangguan standar untuk perhitungan gangguan hubung singkat 1

fasa ke tanah adalah sebesar 35 Ohm (sesuai dengan SPLN 64 :

1985).

Titik gangguan 25% panjang saluran :

Z1 = Z2 = 0,25 x 11,35 x (0,2162 + j 0,3305)

= 0,6134 + j 0,9377 Ohm

Z0 = 0,25 x 11,35 x (0,3631 + j 1,6180)

= 1,0302 + j 4,5910

dalam pu :

0,6134+ j0,9377
Z1 = Z2 =
320

= 0,001916 + j 0,002930 pu

1,0302+ j 4,5910
Z0 =
320

= 0,003219 + j 0,01435 pu
36

j0,0406 0,001916 + j 0,002930

1 < 00

j0,0406 0,001916 + j 0,002930

Ia1
j0,0406 0,001916 + j 0,002930

0,375 0,003219 + j 0,01435

Gambar 4.2 Jaringan urutan untuk gangguan hubung singkat satu fasa ke
tanah pada titik gangguan 25% panjang saluran

Maka arus hubung singkat 1 fasa ke tanah minimum :

1
Ia1 =
0,375+0,003219+ j 0,01435+3 x (0,001916+ j0,04353)

1
=
0,3839+ j 0,14494

1
=
0,4201< 20,18o

= 2,3804 < -20,180 pu

Dalam satuan ampere :

If1Φ min. = 2,3804 x Idasar

= 2,3804 x 36,084

= 85,8943 Ampere
37

Titik gangguan 50% panjang saluran :

Z1 = Z2 = 0,50 x 11,35 x (0,2162 + j 0,3305)

= 1,2268 + j 1,8754 Ohm

Z0 = 0,50 x 11,35 x (0,3631 + j 1,6180)

= 2,0604 + j 9,1820

dalam pu :

1,2268+ j 1,8754
Z1 = Z2 =
320

= 0,003834 + j 0,005861 pu

2,0604+ j9,1820
Z0 =
320

= 0,006439 + j 0,02869 pu

j0,0406 0,003834 + j 0,005861

1 < 00

j0,0406 0,003834 + j 0,005861

Ia1
j0,0406 0,003834 + j 0,005861

0,375 0,006439 + j 0,02869

Gambar 4.3 Jaringan urutan untuk gangguan hubung singkat satu fasa ke
tanah pada titik gangguan 50% panjang saluran
38

Maka arus hubung singkat 1 fasa ke tanah minimum :

1
Ia1 =
0,375+0,006439+ j 0,02869+3 x (0,003834+ j 0,04646)

1
=
0,3929+ j 0,16807

1
=
0,4273<23,16o

= 2,3401 < -23,160 pu

Dalam satuan ampere :

If1Φ min. = 2,3401 x Idasar

= 2,3401 x 36,084

= 84,4402 Ampere

Titik gangguan 75% panjang saluran :

Z1 = Z2 = 0,75 x 11,35 x (0,2162 + j 0,3305)

= 1,8404 + j 2,8134 Ohm

Z0 = 0,75 x 11,35 x (0,3631 + j 1,6180)

= 3,0909 + j 13,7732

dalam pu :

1,8404+ j 2,8134
Z1 = Z2 =
320

= 0,005751+ j 0,008792 pu

3,0909+ j 13,7732
Z0 =
320

= 0,009659 + j 0,04304 pu
39

j0,0406 0,005751 + j 0,008792

1 < 00

j0,0406 0,005751 + j 0,008792

Ia1
j0,0406 0,005751 + j 0,008792

0,375 0,009659 + j 0,04304

Gambar 4.4 Jaringan urutan untuk gangguan hubung singkat satu fasa ke
tanah pada titik gangguan 75% panjang saluran

Maka arus hubung singkat 1 fasa ke tanah minimum :

1
Ia1 =
0,375+0,009659+ j 0,04304+ 3 x (0,005751+ j0,04939)

1
=
0,4019+ j 0,1912

1
=
0,4451< 25.44o

= 2,2468 < -25,440 pu

Dalam satuan ampere :

If1Φ min. = 2,2468 x Idasar

= 2,2468 x 36,084

= 81,0735 Ampere
40

Titik gangguan 100% panjang saluran :

Z1 = Z2 = 1,00 x 11,35 x (0,2162 + j 0,3305)

= 2,4527 + j 3,7512 Ohm

Z0 = 1,00 x 11,35 x (0,3631 + j 1,6180)

= 4,1212 + j 18,3643

dalam pu :

2,4527+ j 3,7512
Z1 = Z2 =
320

= 0,007665+ j 0,01172 pu

4,1212+ j 18,3643
Z0 =
320

= 0,01288 + j 0,05739 pu

j0,0406 0,007665 + j 0,01172

1 < 00

j0,0406 0,007665 + j 0,01172

Ia1
j0,0406 0,007665 + j 0,01172

0,375 0,01288 + j 0,05739

Gambar 4.5 Jaringan urutan untuk gangguan hubung singkat satu fasa ke
tanah pada titik gangguan 100% panjang saluran
41

Maka arus hubung singkat 1 fasa ke tanah minimum :

1
Ia1 =
0,375+0,01288+ j0,05739+3 x (0,007665+ j0,1578)

1
=
0,5268+ j 0,5308

1
=
0,7478<45,22o

= 1,3372 < -45,220 pu

Dalam satuan ampere :

If1Φ min. = 1,3372 x Idasar

= 1,3372 x 36,084

= 48,2515 Ampere

 Setelan arus kerja rele gangguan tanah pada penyulang

Kota I :

Berdasarkan persamaan (2.2) :

Iset GFR = 10% x If1Φ-maks.

= 0,1 x 274,527

= 27,4527 Ampere

 Setelan faktor perkalian waktu (time multiple setting) rele

gangguan tanah pada penyulang Kota I :

0,02

tms =
tx
{[ ] }
I fault
I Set
−1

0,14

0,02
85,8943
=
0,2 x{[
27,4527 ] } −1

0,14
42

= 0,033

Selanjutnya untuk penyulang yang lain dapat dihitung dengan cara

yang sama seperti pada penyulang Kota I (selengkapnya dapat

dilihat pada lampiran A). Hasil selengkapnya dapat dilihat pada

tabel (4.1).

Tabel 4.1 Hasil perhitungan arus hubung singkat 1 fasa ke tanah dan
setelan arus dan waktu kerja rele gangguan tanah
pada setiap penyulang

Arus Hubung Singkat 1 fasa ke tanah Setelan Rele GFR

Feeder
Minimum (A) Maks. Arus Waktu
tms
(A) (A) (ms)
25% 50% 75% 100%

KOTA I 85,8943 84,4402 81,0735 48,2515 274,527 27,4527 0,2 0,033

POLDER 85,3026 82,6721 80,0307 58,0628 264,222 26,4222 0,2 0,034

MULI 81,9178 76,2419 63,1578 56,9442 264,222 26,4222 0,2 0,033

KOMPI C 84,0126 80,1389 70,2884 65,8115 264,222 26,4222 0,3 0,033

KOTA 2 84,8276 81,7064 78,7581 75,9191 264,222 26,4222 0,2 0,034

MERKURI 65,5702 49,2522 38,9474 32,0606 274,527 27,4527 0,5 0,025


43

4.3 Pembahasan Hasil perhitungan

Hasil perhitungan yang telah diperoleh pada pembahasan

sebelumnya memperlihatkan bahwa besarnya arus gangguan satu

fasa ke tanah maksimum untuk setiap feeder sangat tergantung

kepada besarnya kapasitas transformator dan reaktansi

transformator yang melayani setiap feeder sehingga arus hubung

singkat satu fasa ke tanah maksimum pada feeder KOTA I dan

MERKURI nilainya sama yaitu sebesar 274,527 Ampere. Begitupun

untuk feeder POLDER, MULI, KOMPI C dan KOTA II, nilai arus

hubung singkat satu fasa ke tanah maksimum sebesar 264,222

Ampere. Sementara itu perbedaan besar arus hubung singkat satu

fasa ke tanah minimum disebabkan karena tiap feeder memiliki

panjang yang berbeda-beda sehingga impedansi setiap titik

gangguan yang ditinjau juga berbeda.

Setelan rele gangguan tanah (ground fault relay) yang

diperoleh dari hasil perhitungan dengan setelan rele gangguan tanah

(ground fault relay) berdasarkan data yang diperoleh di PT. PLN

(Persero) Wilayah Papua Cabang Meruke dapat dilihat pada tabel

(4.1).
44

Tabel 4.1 Perbandingan setelan rele gangguan tanah

Setelan Rele

Feeder
Hasil Berdasarkan Data
Perhitungan
(Ampere) Setelan Terendah Setelan Tertinggi
(Ampere) (Ampere)

KOTA I 27,4527 20 70

POLDER 26,4222 20 70

MULI 26,4222 20 70

KOMPI C 26,4222 15 50

KOTA II 26,4222 10 50

MERKURI 27,4527 25 90

Perbandingan setelan rele yang terlihat pada tabel di atas

menunjukkan bahwa setelan yang diperoleh dari hasil perhitungan masih

dalam interval setelan terendah dan tertinggi dari GFR yang terpasang

saat ini. Sedangkan setelan rele yang terpasang pada saat ini masih

menggunakan setelan terendahnya.


45

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan rele gangguan

tanah pada PT. PLN (Persero) Wilayah Papua Cabang Merauke,

maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut :

1) Besarnya arus hubung singkat satu fasa ke tanah maksimum

pada feeder KOTA I dan MERKURI yaitu masing-masing

sebesar 274,527 Ampere sedangkan feeder POLDER, MULI,

KOMPI C dan KOTA II masing-masing sebesar 264,222

Ampere.

2) Setelan rele gangguan tanah (ground fault relay/GFR) pada

feeder KOTA I dan MERKURI yaitu masing-masing sebesar

27,4527 Ampere sedangkan feeder POLDER, MULI, KOMPI C

dan KOTA II masing-masing sebesar 26,4222 Ampere. Setelan

faktor perkalian waktu (time multiple setting/tms) untuk feeder

KOTA I, MULI dan KOMPI C masing-masing sebesar 0,033.

Untuk feeder POLDER dan KOTA II sebesar 0.034 dan untuk

feeder MERKURI sebesar 0,025.


46

5.2 Saran – Saran

1) Hasil perhitungan ini sekiranya dapat menjadi dasar perhitungan

jika diperlukan pengembangan pada jaringan di setiap feeder

dan penambahan kapasitas pembangkit di PT. PLN (Persero)

Wilayah Papua Cabang Merauke.

2) Untuk mempermudah perhitungan dan mengurangi tingkat

kesalahan setelan rele pada setiap feeder maka disarankan

menggunakan suatu aplikasi komputer (seperti program

MATLAB dan sebagainya).


47

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, Koordinasi Rele OC dan GFR Untuk Feeder di Pembangkit,


PT. Jalamas Berkatama, 2003.

Hutauruk T.S., Pengetanahan Netral Sistem Tenaga & Pengetanahan


Peralatan, Jakarta: Erlangga, 1987.

Kadarisman, Pribadi, Over Current Feeder Protection, PT. PLN ( Persero )


Udiklat Palembang.

Samaulah, Hazairin, Dasar-Dasar sistem Proteksi Tenaga Listrik.


Universitas Negeri Sriwijaya, 2000.

Stevenson, William, Analisa Sistem Tenaga Listrik , Edisi ke-4, Erlangga,


Jakarta, 1997.

You might also like