Professional Documents
Culture Documents
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan adalah hak asasi manusia dan merupakan investasi bagi pemiliknya.
Bagi negara kita, pembangunan di bidang kesehatan menjadi suatu kebutuhan pokok
guna mewujudkan masyarakat yang sehat baik secara jasmani dan rohani. Pembangunan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
merupakan salah satu upaya utama untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia
Permasalahan yang masih dihadapi dalam pembangunan kesehatan saat ini adalah
belum optimalnya akses, keterjangkauan, dan mutu layanan kesehatan. Hal itu antara
lain, disebabkan oleh sarana layanan kesehatan, seperti puskesmas dan jaringannya
belum sepenuhnya dapat dijangkau oleh masyarakat, terutama yang terkait dengan biaya
dan jarak. Walaupun rumah sakit terdapat di hampir semua kabupaten/kota, sistem
rujukan layanan kesehatan perseorangan juga belum dapat berjalan dengan optimal.
Permasalahan kesehatan lain adalah pola penyakit menjadi semakin kompleks. Indonesia
saat ini tengah mengalami transisi epidemiologi yang ditunjukkan dengan meningkatnya
penyakit tidak menular, sementara penyakit menular masih tetap menjadi bagian penting
kematian di Jawa dan Bali. Indonesia juga termasuk negara sepuluh besar dengan angka
kejadian diabetes tinggi. Pada waktu yang sama penyakit infeksi dan parasit
2
permintaan pelayanan kuratif, terutama pelayanan rawat inap di rumah sakit. Penyakit
infeksi menular yang diderita oleh sebagian besar masyarakat, antara lain, tuberculosis
paru, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), malaria, dan diare. Indonesia juga
menghadapi emerging diseases seperti HIV/AIDS, chikunguya, dan avian influenza (flu
burung).
paru, tetapi dapat juga menyerang organ lainnya. Laporan TB dunia oleh WHO yang
3 di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah kasus baru sekitar 539.000 dan jumlah
kematian sekitar 101.000 pertahun. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun
kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan, dan merupakan nomor satu terbesar
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara
ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-
rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan
pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB,
ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan
Jawa Tengah menunjukkan bahwa angka penemuan kasus TBC di tahun 2006 belum
mencapai target yaitu sebesar 53%. Faktor-faktor yang berperan dalam upaya pencapaian
3
cakupan penemuan kasus TB adalah faktor dari penderita dan petugas kesehatan. Faktor
yang berasal dari individu penderita TB meliputi umur, motivasi, persepsi, pendidikan,
Faktor yang berasal dari petugas kesehatan meliputi kemampuan petugas yang
B. Tujuan
I. Tujuan umum
Puskesmas Jatilawang
2009.
C. Manfaat
b. Membantu Puskesmas dalam menjalankan salah satu dari enam program pokok
I. Gambaran Umum
A. Keadaan Geografi
mempunyai luas wilayah kurang lebih 48,18 km2. Kecamatan ini berada pada ketinggian 18-
21 m dari permukaan laut dengan curah hujan 2.272 mm/tahun. Batas wilayah Kecamatan
Jatilawang sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Purwojati, sebelah barat berbatasan
dengan Kecamatan Wangon, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Cilacap dan
sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Rawalo. Batas wilayah kecamatan dapat dilihat
Kecamatan Jatilawang terdiri atas 11 desa, 46 dukuh, 56 rukun warga (RW) dan 323
rukun tetangga (RW). Desa terluas di Kecamatan Jatilawang adalah Desa Tunjung yang
memiliki luas 8,32 km2 dan desa tersempit adalah Desa Margasana dengan luas 1,82 km 2.
Bila dilihat dari jaraknya maka Desa Gunungwetan adalah desa terjauh dengan jarak 5 km
dari pusat kota Jatilawang dan Desa Tunjung merupakan desa terdekat dengan jarak 0,15 km.
Sebagian besar tanah di Kecamatan Jatilawang dimanfaatkan sebagai lahan pertanian dengan
rincian:
- Kolam : 9 Ha
B. Keadaan Demografi
B. 1. Pertumbuhan Penduduk
Jumlah penduduk di Kecamatan Jatilawang menurut data pada tahun 2009 adalah
57.018 jiwa yang terdiri dari laki-laki 28.447 jiwa (50%) dan perempuan 28.447 jiwa (50%)
dengan jumlah kepala keluarga (KK) 15.723 dan sex ratio sebesar 99,9. Jumlah penduduk
terpadat berada di desa Tinggarjaya yaitu sebesar 9304 jiwa atau 16,31% dari keseluruhan
jumlah penduduk Kecamatan Jatilawang, sedangkan desa Margasana merupakan desa dengan
16 kelompok umur dengan variasi yang tidak begitu besar. Penduduk terbanyak berada di
kelompok umur 10-14 tahun yaitu sebesar 5807 jiwa atau sebesar 10,18% dan sebagian besar
7
penduduk berada pada usia produktif, hal ini merupakan aset sumber daya manusia yang
besar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
B. 3. Kepadatan Penduduk
jiwa/km2. angka ini berada diatas tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Banyumas (1.159
jiwa/km2). Desa terpadat adalah Desa Gentawangi (1.908 jiwa/km2) dan Desa Karanglewas
C. 1. Agama
Sebagian besar masyarakat Kecamatan Jatilawang adalah pemeluk agama Islam yaitu
sebesar orang (99,27%), sisanya adalah pemeluk agama Katolik, Protestan, Budha dan
Tabel 2.2 Jumlah Penduduk Menurut Agama di Kecamatan Jatilawang Tahun 2007
4 Budha 5 0,008%
5 Hindu 0 0
Sebagian besar penduduk Kecamatan Jatilawang adalah petani. Jumlah petani baik
petani sendiri maupun hanya sebagai buruh tani sebanyak 33.644 orang (60%). Mata
pencaharian lain penduduk Kecamatan Jatilawang adalah sebagai pengusaha, buruh industri,
buruh bangunan, pedagang, pengangkutan, PNS dan ABRI, yang paling sedikit adalah
D. Pendidikan Penduduk
banyak adalah tamat Sekolah Dasar (SD). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
berikut:
9
Tabel 2.3. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Kecamatan Jatilawang Tahun 2009
3 SD/MI 22.007
4 SLTP/MTS 6.714
5 SLTA/MA 6.792
6 AK/Universitas 579
E. Petugas kesehatan
JUMLAH 25 8 1 10 44
Sumber Data : Monografi Kecamatan Jatilawang
10
F. Sarana Kesehatan
Data tahun 2008, sarana kesehatan per desa pada akhir tahun 2008 meliputi
Tabel 2.4. Jumlah Sarana Kesehatan Per-Desa Pada Akhir Tahun 2008
Gunung wetan - 1 - - 5
Pekuncen - 1 - - 5
Karanglewas - 1 - - 5
Karanganyar - 1 - - 5
Margasana - 1 - - 5
Adisara - 1 - - 6
Kedung
wringin - 1 - - 12
Bantar - 1 - 1 8
Tinggarjaya - 1 - - 10
Tunjung - 1 1 - 11
Gentawangi - 1 - 1 11
Jumlah - 9 1 2 83
Tahun 2005 - 9 1 2 83
Tahun 2004 - 9 1 2 81
Tahun 2003 4 9 1 2 83
Jatilawang yang menemui permasalahan dan hambatan. Walaupun sudah berupaya secara
maksimal untuk mencapai hasil yang optimal, namun sebagian besar hasilnya dianggap
masih kurang. Banyak faktor yang mempengaruhi terhambatnya proses pencapaian visi
dan misi, salah satunya adalah perilaku masyarakat yang kurang mendukung.
Pembangunan kesehatan memerlukan suatu visi dan misi yang solid, sehingga
proses yang akan dilakukan lebih terarah dan terprogram dengan baik. Puskesmas
misinya adalah “Meningkatkan pelayanan kesehatan dasar yang prima, merata dan
terjangkau serta dilandasi dengan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa: meningkatkan
sumber daya manusia yang profesional, efektif dan responsif serta mandiri;
Pencapaian suatu misi harus didukung oleh perjuangan dan kerja keras dari semua
sektor. Salah satu kuncinya adalah peningkatan pelayanan yang lebih mengarah pada
diharapkan saling mendukung untuk mencapai apa yang sudah menjadi tujuan bersama.
dapat dilihat dari pencapaian target dari setiap program yang telah disepakati. Hasil-hasil
Angka kematian bayi baru lahir berdasarkan laporan kegiatan program Kesehatan Ibu
dan Anak (KIA) selama tahun 2009 tercatat tidak terjadi kematian bayi dari 657
kelahiran hidup (1,73 per 1000 kelahiran hidup). Angka tersebut bila dibandingkan
dengan tahun 2008 mengalami penurunan. Pada tahun 2008 ditemukan 2 kematian
bayi dari 1.156 kelahiran (0 per 1000 kelahiran hidup). Kematian bayi tersebut terjadi
di desa Gunung Wetan dan Pekuncen. Bila dibandingkan dengan indikator Indonesai
sehat terhitung masih rendah (IIS 2010 = 40 per 1000 kelahiran hidup).
Pada tahun 2009 tidak terdapat kematian ibu maternal. Ini berarti selama 2 tahun
berturut-turut (tahun 2008 dan 2009), di wilayah kerja Puskesmas Jatilawang tidak
ditemukan kematian ibu maternal (AKI=0 per 100.000 kelahiran hidup). Bila
a. Malaria
malaria klinis atau sebesar 0,018 kasus per 1000 penduduk. Sebelas kasus
dan Tinggar Jaya yang merupakan kasus impor dari luar wilayah.
13
atau 0,05 per 1000 penduduk), berarti terjadi peningkatan kasus dan bila
dibandingkan dengan angka malaria kabupaten tahun 2008 (1,72 per 1000
b. TB paru positif
Kasus TB paru positif pada tahun 2009 tercatat 16 kasus atau sebesar
28,06 per 100.000 penduduk. Bila dibandingkan dengan tahun 2008 (24
kasus atau sebesar 42,28 per 100.000 penduduk) berarti penurunan kasus.
c. TB paru sembuh
Dari data yang ada pada tahun 2008 jumlah kasus TB paru yang diobati
91,67% berhasil sembuh. Berarti hal ini sudah sesuai dengan angka
lebih tinggi.
d. Diare
Kasus diare pada tahun 2008 tercatat 564 kasus dengan angka kesakitan
sebesar 9,93 per 1.000 penduduk. Angka ini sebenarnya jauh sekali dari
kenyataan karena angka ini diambil dari kasus yang berobat di puskesmas
saja baik dari rawat inap maupun rawat jalan sedangkan yang berobat di
Tinggar Jaya, dan Tunjung. Hal ini terjadi karena mobilitas masyarakat
yang cukup tinggi, higiene sanitasi masyarakat yang masih kurang dan
f. Campak
Pada tahun 2008 tidak ditemukan kasus campak (angka kesakitan sebesar
11 kasus atau sebesar 0,17 per 1.000 penduduk berarti terjadi penurunan
g. Hepatitis
h. Tetanus
Untuk penyakit tidak menular yang diamati dan dicatat selama tahun 2008
terdiri dari diabetes mellitus 14 kasus, Carsinoma. Paru 1 kasus, Gangguan mental
dan perilaku 1 kasus, Angina Pektoris 5 kasus, Acute Miocard Infarct 15 kasus,
39 kasus, gangguan fungsi ginjal 4 kasus, gangguan prostat 4 kasus dan kecelakaan
lalu-lintas 52 kasus. Keseluruhan kasus ini didapatkan dari register Rawat Inap.
Sedangkan Register Rawat Jalan tidak dilaporkan karena lemahnya pencatatan dan
pelaporan.
15
Berdasarkan hasil kegiatan program gizi, pada tahun 2008 tercatat 25 bayi
dengan berat badan bayi randah (BBLR) dari 1.158 bayi lahir hidup atau sebesar
0,19%. Desa dengan BBLR tertinggi adalah desa gunung wetan dan Bantar yaitu
Pada tahun 2008 tercatat ada 46.526 balita, yang ditimbang sebanyak 32.314
balita atau sebesar 69,45%. Ini berarti masih dibawah target SPM Kabupaten
Banyumas 2010 yaitu sebesar 80%. Untuk Bayi yang ditimbang dan baik berat
badannya sebanyak 21.842 atau sebesar 67,59% berarti masih dibawah target SPM
2010 yang sebesar 80%. Untuk balita bawah garis merah (BGM) ditentukan kasus
sebanyak 930 balita atau sebesar 2,88% dari seluruh balita yang ditimbang, berarti
sudah sesuai dengan target SPM tahun 2010 yaitu sebesar <15%.
4. Kesehatan Lingkungan
a. Rumah Sehat
tahun 2008, diketahui jumlah rumah sehat pada tahun 2008, diketahui jumlah
rumah sehat diKecamatan Jatilawang sebanyak 64,15% dari 4.563 rumah yang
diperiksa. Desa yang tertinggi persentase rumah sehatnya adalah Desa Genta
Wangi yaitu sebesar 92,59% dan desa yang paling rendah adalah Desa Kedung
Untuk tahun 2008 dilakukan survei Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada
Rumah Tangga ber PHBS (strata utama dan Paripurna) di Kecamatan Jatilawang
sebesar 71,60%.
c. Posyandu
posyandu yang terdiri dari posyandu 26% (24 buah), posyandu madya 36% (33
Angka posyandu aktif atau ( posyandu strata purnama dan mandiri ) kec amatan
jatilawang sebesar 36%. Hal ii berarti masih dibawah standar tahun 2010 dimana
Kunjungan rawat jalan tahun 2008 sebanyak 30424 pasien, terdiri atas pasien baru 9128
dan pasien lama 21296 yaitu sebsar 16,08%. Dibandingkan dengan indikator indonesia
sehat 2010, yang cakupan kunjungan rawat jalan 15% maka cakupan kunjungan rawat
11 buah jumlah kunjungan tahu 2008 mencapai 970 pasien hal ini bila dibandingkan
tahun 2007 yang hanya mencapai 556 berarti mengalami kenaikan sebesar 74%.
17
Cakupan kunjungn rawat inap adalah 1,69%. Dibandingkan dengan indikator indonesia
sehat 2010 sebesar 1,5% berarti rawat inap Puskesmas Jatilawang lebih tinggi.
Sarana kesehatan di Kecamatan Jatilawang ada dua sarana yaitu puskesmas dan RB
Istiqomah. Dari dua sarana tersebut hanya puskesmas yang memiliki sarana
laboratorium (50%).
Ibu hamil yang ada di Kecamatan Jatilawang pada tahun 2008 adalah
Jatilawang lebih tinggi dari target SPM tahun 2010 sebesar 95%
Selama tahun 2008, tercatat ada 113 ibu hamil resiko tinggi, 52 orang
dengan tahun 2007 (26,78%) prosentase ibu hamil resiko tinggi yang
Dari 1.250 bayi selama tahun 2008, terdapat 1.250 kunjungan bayi.
Selama tahun 2008 ada 25 bayi BBLR atau sebesar 2,16% dan 1.156
bayi lahir. Bayi BBLR yang ditangani sebanyak 25 bayi atau 100%.
Ini berarti target SPM tahun 2010 untuk penanganan bayi BBLR
1.2.1 Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak Balita dan Pra Sekolah
kembang anak pada 748 anak balita dan pra sekolah dari 2.335 anak
(32,03%) ini berarti masih dibawah target SPM tahun 2010 sebesar
95%
3.501 siswa SD-MI dari 7.140 siswa yang ada. Prosentase pemeriksaan
Dalam tahun 2008, tercatat ada 9.827 peserta KB aktif dari 12.583 pasangan
usia subur atau sebesar 78,10%. Bila dibandingkan dengan target SPM tahun
2010 sebesar 80%, angka peserta KB aktif belum memenuhi target dan bila
2,14%
UCI ( Universal Child Immunization) atau sebesar 100%, ini berarti telah
sesuai dengan target SPM tahun 2010 dimana semua desa harus sudah UCI.
Untuk kunjungan rawat jalan pasien baru selama tahun 2008 ada
9.128 pasien dari 30.424 pasien atau sebesar 30%. Cakupan ini lebih
2010 yaitu sebesar 15% dan bila dibandingkan dengan tahun 2007
Untuk kunjungan rawat inap pasien baru selama tahun 2008 sebesar
970 atau sebesar 1,69% dari jumlah penduduk. Ini berarti telah
tahun 2010 dimana prosentase kunjungan gangguan jiwa sebesar 15%, maka
yang masih kurang dan masih lemahnya sistem pencatatan dan pelaporan.
Selama tahun 2008, balita yang ada sebanyak 46.526 balita dan yang
ditimbang sebanyak 32.314 balita atau sebesar 69,45%. Angka ini masih di
Dari 46.526 balita yang ditimbang, ada 21.842 yang naik berat badannya
atau sebesar 67,59%. Angka ini jauh dari target SPM tahun 2010 yaitu
sebesar 80%
Dari seluruh balita yang ada, terdapat 930 balita BGM atau sebesar 2,88%.
Dari 1.203 bayi umur 6-11 bulan yang ada, 1.218 bayi telah mendapatkan
kapsul vitamin A atau sebesar 101,25%. Cakupan ini berarti di atas SPM
Dari 7.028 balita usia 12-29 bulan yang ada, sebanyak 7.035 balita mendapat
kapsul Vitamin A sebanyak 2 kali yaitu pada bulan Februari dan Agustus.
Cakupan ini sudah diatas target SPM tahun 2010 yaitu sebesar 95%
Dari 1.156 ibu nifas, semua mendapat kapsul Vitamin A atau 100% berarti
Dari 1.412 ibu hamil yang ada, sebanyak 991 mendapat 90 tablet Fe selama
masa kehamilannya atau sebesar 70,18%. Cakupan ini di bawah target SPM
2.2.5 Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP ASI) pada Bayi BGM
prosentase bayi BGM yang mendapatkan MP-ASI adalah 95,96%. Ini berarti
masih dibawah target SPM tahun 2010, dimana semua bayi BGM harus
mendapatkan MP-ASI.
perawatan atau sebesar 14,58%. Berarti masih dibawah target SPM tahun
Dari 113 ibu hamil resi tinggi, semua tertangan ini berarti sudah melampaui
Dari 33 bumil risti dengan komplikasi semua tertangani, ini berarti sudah
Dari dua sarana kesehatan yang ada di Kecamatan Jatilawang, Puskesmas, dan
yang bisa diakses masyarakat adalah 100%. Ini berarti meleihi target SPM
Sampai dengan tahun 2008, di Kecamatan Jatilawang belum ada rumah sakit
buruk.
23
Selama tahun 2008, terdapat 4 desa yang mengalami KLN, yaitu desa
Margasana, Adisara, Tinggar Jaya, dan Tunjung. Semua KLB yang terjadi
100% tertangani, ini berarti sudah sesuai dengan target SPM tahun 2010.
kasus gizi buruk dan gizi kurang lebih dari 15% maka bisa dikatakan bahwa
dinyatakan sembuh (91,67%). Ini berarti sesuai dengan target SPM tahun 2010
perkiraan atau sebesar 21,87%. Cakupan ini masih di bawah target SPM tahun
2010 yaitu sebesar 70%. Bia dibandingkan dengan tahun 2008 (37,50%)
Selama tahun 2006, tidak ditemukan kasus polio usia < 15 tahun. Ini berarti sudah
Pada tahun 2008, jumlah kasus pneumonia yang ditemukan dan ditangani sebesar
168 kasus dari 460 perkiraan kasus pneumonia balita yang ada. Angka
24
prosentasenya adalah 36,50%. Bila dibandingkan dengan target SPM tahun 2010
sebesar 100%, maka angka penemuan kasus pneumonia balita masih di bawah
target.
Dari 17 penderita yang ada, 100% sudah ditangai berarti sudah sesuai target
Bila dihitung dari penderita DBD yang ada maka insiden rate DBD tahun 2008
adalah 3 per 10.000 penduduk berarti sesuai target SPM tahun 2010 yaitu
Dengan tidak adanya kematian akibat DBD maka CFR DBD = 0% berarti
sudah sesuai dengan target SPM tahun 2010 yaitu sebesar < 1 %.
Selama tahun 2008 terdapat 564 balita yang menderita diare dan 100% sudah
ditangani. Hal ini berarti sudah sesuai dengan target SPM tahun 2010.
Tidak ada kasus kematian akibat diare (0%). CFR diare sudah sesuai dengan
CFR/angka kematian diare pada SPM tahun 2010 yaitu < 1/10.000 penduduk.
institusi dari 150 institusi yang ada bila dibandingkan dengan target SPM
yang diperiksa. Besarnya cakupan rumah sehat ini belum sesuai dengan target
SPM tahun 2008 yaitu rumah sehat untuk daerah pedesaan sebesar 66%.
Dari 4.345 jamban yang diawasi 89,97% memenuhi syarat kesehatan atau
sebanyak 4.101 jamban. Cakupan ini sesuai dengan target SPM tahun 2010
Karena tidak ada hasil pemeriksaan SPAL yang dilaporkan tahun 2008 maka
diketahui.
Untuk kegiatan pengendalian vektor selama tahun 2008 hanya dilakukan pada 3
desa dengan kasus DBD yaitu Desa Margasana, Tinggar Jaya, dan Tunjung. Dari
26
440 rumah yang diperiksa semuanya tidak ditemukan jentik nyamuk Aedes.
Sehingga cakupan rumah bebas jentik nyamuk Aedes adalah 100%. Cakupan ini
sudah sesuai dengan target SPM tahun 2010 yaitu > 95%.
Untuk tempat-tempat umum yang terdiri dari Hotel, toko, pasar, restoran/rumah
makan dan TUPM lainnya yang berjumlah 14 buah hanya ada 4 buah yang
memebuhi syarat kesehatan dari 10 TUPM yang diperiksa atau sebesar 40%. Ini
berarti masih di bawah target SPM tahun 2010 yaitu sebesar 80%.
64,15% dari 4.563 rumah yang diperiksa. Ini berarti masih di bawah target
SPM tahun 2010 yang sebesar 65% untuk daerah pedesaan. Desa yang
92,59% dan desa yang terendah adalah desa Kedung Wringin yaitu sebesar
32,80%.
Dari 1.158 bayi usia 0-6 bulan yang mendapatkan ASI eksklusif adalah
sebanyak 965 bayi (83,48%). Ini berarti sudah sesuai dengan target SPM
keluarga (62,34%).
Terdapat 28 posyandu dari 92 posyandu yang ada atau sebesar 30% berarti
masih berada di bawah target SPM tahun 2010 yaitu sebesar 40%.
28
sumber daya manusia (SDM) yang berkualtias, yaitu SDM yang memiliki fisik yang
tangguh, mental yang kuat dan kesehatan yang prima disamping penguasaan terhadap
ilmu pengetahuan dan teknologi. Kesehatan merupakan modal yang sangat berharga
kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia yang baik dapat menjadi
Salah satu fungsi dari puskesmas adalah sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat dasar
(strata I) baik upaya kesehatan perorangan (private goods) dan upaya kesehatan
masyarakat (public goods). Pelaksanaan fungsi puskesmas ini tidak terlepas dari berbagai
permasalahan yang menyertainya. Berdasarkan data primer yang kami dapat dari
Puskesmas terdapat dua penyakit yang menjadi masalah karena terdapat gap antara data
diantaranya dalam tahun 2009 ditemukan 14 penderita BTA + dari 64 penderita BTA +
perkiraan atau sebesar 21,87%. Menurut petugas pemegang program tuberkulosi angka
kejadian tuberkulosis di Puskesmas Jatilawang sebenarnya lebih tinggi, karena data yang
diperoleh adalah data yang dilaporkan berdasarkan angka pelaporan pasien yang
dengan kenyataan yang sesungguhnya, sehingga menimbulkan rasa tidak puas. Untuk
memutuskan adanya masalah perlu tiga syarat yang harus dipenuhi yaitu adanya
kesenjangan, adanya rasa tidak puas, dan adanya rasa tanggung jawab untuk
menanggulangi masalah.
Dalam penetapan masalah harus diketahui keadaan sekarang dan keadaan yang
diinginkan, dari hasil membandingkan kedua keadaan tersebut kemudian dicari mana
untuk dikaji lebih lanjut dalam pelaksanaan kepaniteraan IKM/IKK ini, antara lain
pneumonia.
metode Hanlon kuantitatif. Prinsip dasar penetapan prioritas masalah ini adalah
besarnya masalah, (2) kelompok kriteria B, yaitu kegawatan masalah, (3) kelompok
Dari kedua masalah tersebut hanya ada satu masalah yang menjadi prioritas untuk
Metode Hanlon
Berdasarkan hal tersebut diatas maka dibuat analisis menurut metode Hanlon yaitu:
1. Kriteria A
Kriteria A digunakan untuk menentukan besarnya masalah dan diukur dari jumlah
penduduk yang terkena efek langsung. Dari pengambilan data sekunder menggunakan
Perilaku X 4
kepatuhan
minum obat
pada penderita
tuberkulosis
Perilaku X 6
mencari
pelayanan
pengobatan
pada pasien
curiga
tuberkulosis
31
2. Kriteria B
Kriteria B digunakan untuk menentukan kegawatan masalah. Skor yang digunakan adalah 1
untuk yang paling ringan sampai skor 5 untuk masalah yang paling gawat. Dari diskusi
3. Kriteria C
dinilai apakan sumber daya dan teknologi yang ada dapat menyelesaikan masalah. Skor
yang digunakan dari skala 1 sampai 5. Semakin sulit penanggulangan, skor yang
Kriteria D terdiri dari beberapa faktor yang saling menentukan dapat tidaknya suatu
a. Kesesuaian (Propriety)
b. Murah (Economic)
5. Penetapan nilai
Setelah kriteria kriteria A, B, C dan D didapatkan kemudian nilai tersebut dimasukkan ke
dapat ditetapkan bahwa masalah yang diprioritaskan adalah masalah kepatuhan minum obat
tuberkulosis memiliki tingkat kesakitan yang cukup tinggi, dan bila hal ini tidak diketahui
oleh masyarakat awam dengan benar bagaimana penangganan atau tindakan pencegahan agar
tidak mengarah ke keadaan yang lebih buruk, sehingga kelompok kami tertarik untuk
Untuk mengatahui latar belakang masalah yang timbul dari munculnya penyakit
tersebut di masyarakat Jatilawang. Melalui latar belakang masalah inilah dapat diketahui
masalah utama dan bagaimana cara memecahkannya untuk memutus mata rantai penyebab
masyarakat sebagai host, lingkungan sekitar yang buruk, dan kurangnya promosi kesehatan
A. Tinjauan Pustaka
Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif Pada waktu batuk atau bersin,
dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara
A. 3. Risiko penularan
1. Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB
paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar
TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000
positif.
b) Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000
terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap
daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi
buruk).
d) HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi
sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh
seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan
bisa mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka
Riwayat alamiah pasien TB yang tidak diobati. Pasien yang tidak diobati, setelah 5 tahun,
akan:
50% meninggal
25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi
A. 5. Upaya Penanggulangan TB
Pada awal tahun 1990-an WHO dan IUATLD telah mengembangkan strategi
berbagi studi, uji coba klinik (clinical trials), pengalaman-pengalaman terbaik (best
dua dekade. Penerapan strategi DOTS secara baik, disamping secara cepat
pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan penularan TB dan dengan
sebagai salah satu intervensi kesehatan yang paling efektif. Integrasi ke dalam
Satu studi cost benefit yang dilakukan oleh WHO di Indonesia menggambarkan
bahwa dengan menggunakan strategi DOTS, setiap dolar yang digunakan untuk
20 tahun.
1. Komitmen politis
berikut :
swasta.
1. Visi
Masyarakat yang mandiri dalam hidup sehat di mana tuberkulosis tidak lagi
2. Misi
TB
a) Tujuan
b) Target
TB BTA positif paling sedikit 70% dari perkiraan dan menyembuhkan 85%
separuhnya pada tahun 2010 dibanding tahun 1990, dan mencapai tujuan
A. 8. Kebijakan Penanggulangan TB
dan evaluasi serta menjamin ketersediaan sumber daya (dana, tenaga, sarana
dan prasarana).
penanggulangan TB.
terjadinya MDR-TB.
Sakit Pemerintah dan swasta, Rumah Sakit Paru (RSP), Balai Pengobatan
Penyakit Paru Paru (BP4), Klinik Pengobatan lain serta Dokter Praktek Swasta
bagian dari surveilans penyakit; tidak sekedar memastikan pasien menelan obat
sampai dinyatakan sembuh, tetapi juga berkaitan dengan pengelolaan sarana bantu
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan
fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat
1. Rifampisin
2. INH
3. Pirazinamid
4. Streptomisin
5. Etambutol
· Kanamisin
· Amikasin
· Kuinolon
klavulanat
o Kapreomisin
a. Obat tunggal,
dan Etambutol.
Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet
and Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarakan untuk menggantikan paduan
43
obat tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB primer pada
tahun 1998. Dosis obat tuberkulosis kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO
seperti terlihat pada tabel 4.1. Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain:
dan standar
penggunaan monoterapi
rentang dosis yang telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif
atau masih termasuk dalam batas dosis terapi dan non toksik. Pada kasus yang
mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek samping
serius harus dirujuk ke rumah sakit / dokter spesialis paru / fasiliti yang
mampu menanganinya.
samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu
44
selama pengobatan.Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat (terlihat
pada tabel 4 & 5), bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat
1. Isoniazid (INH)
tepi, kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi
samping berat dapat berupa hepatitis imbas obat yang dapat timbul pada
kurang lebih 0,5% pasien. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik,
khusus
2. Rifampisin
b. Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah
kadang-kadang diare
a. Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus
khusus.
45
b. Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila
salah satu dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan
air mata, air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses
3. Pirazinamid
pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri
urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit
yang lain.
4. Etambutol
ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian
keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali
5. Streptomisin
meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur pasien.
Risiko tersebut akan meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi
ginjal. Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga mendenging (tinitus),
pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat
yang timbul tiba-tiba disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit.
Efek samping sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar
mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila
reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr Streptomisin dapat
menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada wanita hamil
- TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas
2 RHZE / 4 RH atau
2 RHZE/ 6HE
luluh paru)
yang ditentukan. (Bila perlu dapat dirujuk ke ahli paru. Bila ada fasiliti
resistensi
- TB Paru (kasus baru), BTA negatif, pada foto toraks: lesi minimal
6 RHE
intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan obat
sesuai hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 5 bulan atau
dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu
b. Berobat > 4 bulan, BTA saat ini positif : pengobatan dimulai dari
awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu
c. Berobat < 4 bulan, BTA saat ini positif atau negatif dengan klinik
Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi,
berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan
hasil uji resistensi (minimal terdapat 3 macam OAT yang masih sensitif
khusus
dilakukan :
b. Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta
resistensi
a) Sebelum pengobatan
1) Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal
dan gula darah , serta asam urat untuk data dasar penyakit penyerta
sesuai pedoman
berobat dan diminum / tidaknya obat tersebut. Dalam hal ini maka sangat
dahak dan foto toraks. Mikroskopik BTA dahak 3,6,12 dan 24 bulan
diantaranya :
52
1) BTA mikroskopik negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir
suatu sikap yang merupakan respon yang hanya muncul apabila individu
kapatuhan adalah suatu sikap yang akan muncul pada seseorang yang
merupakan suatu reaksi terhadap sesuatu yang ada dalam peraturan yang
a. Usia
dilakukan sesuai dengan peraturan yang telah dibuat. Dalam hal ini
contoh untuk usia yang kurang dari 5 tahun kepatuhan minum obat
53
untuk suatu penyakit akan lebih sulit dibandingkan dengan orang yang
lebih dewasa. Begitu pun pada seseorang yang mempunyai usia lanjut
waktunya.
c. Pengawasan
mematuhi waktu dan dosis yang telah dianjurkan untuk meminum obat
tersebut
Jenis dan dosis obat pada seseorang menderita suatu penyakit akan
berbeda dalam jenis dan dosisnya, semakin parah suatu penyakit pada
seseorang makan jenis dan dosisnya akan semakin banyak atau besar.
B. Kerangka Konsep
Menurut metode H.L. Blum, maka faktor tersebut dinilai dari 4 (empat) aspek
pengumpulan data yang dilakukan dengan wawancara dari masyarakat desa Jatilawang
didapat beberapa penyebab masalah yang dapat dilihat pada diagram di bawah ini.
GENETIK :
- Usia
PELAYANAN KESEHATAN:
PERILAKU :
- Kurangnya pengetahuan
mengenai tuberculosis
- Sikap pasien terhadap
sakitnya
56
C. Hipotesis
tuberkulosis
2). Faktor sikap penderita berhubungan terhadap kepatuhan minum obat pasien
tuberkulosis
3). Faktor pengawas minum obat berhubungan terhadap kepatuhan minum obat pasien
tuberkulosis
4). Faktor tenaga kesehatan berhubungan terhadap kepatuhan minum obat pasien
tuberkulosis
57
V. METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitiaan
C. Populasi Sampel
1. Populasi
a. Populasi Terjangkau
b. Populasi Target
2. Sampel/ Responden
a. Besar sampel
Metode yang dipakai dalam pengambilan sampel adalah dengan metode Total
Kriterian inklusi :
Kriteria eksklusi :
4. Pasien anak-anak
a. Faktor pengetahuan
1. Definisi Tuberkulosis
2. Penyebab Tuberkulosis
4. Gejala-gejala tuberlulosis
5. Pengobatan
b. Faktor sikap
a. Keberadaan PMO
59
c. Keaktifan PMO
E. Definisi Operasional
1. Pasien tuberkulosis
Adalah pasien yang menjalani pengobatan tuberkulosis di Puskesmas Jatilawang
periode 2008 – 2009.
2. Perilaku patuh minum obat
Adalah perilaku dimana pasien meminum obat tuberkulosis sesuai dengan aturan,
yakni setiap hari selama dua bulan dan dua hari sekali selama empat bulan
selanjutnya tanpa putus.
3. Faktor pengetahuan
a. Definisi tuberkulosis
Pasien dapat menyebautkan bahwa tuberkulosis adalah penyakit infeksi
yang disebabkan oleh kuman di udara yang masuk lewat jalan nafas
melalui percikan dahak atau air liur.
b. Gejala tuberkulosis paru
Minimal pasien dapat menyebutkan 3 dari gejala tuberkulosis yaitu batuk
berdahak lebih dari sebulan, penurunan berat badan, keringat dingin di
malam hari, badan lemas, tidak ada nafsu makan, demam.
c. Cara penularan tuberkulosis
Cara penularan penyakit tuberkulosis adalah cara penyakit tersebut
menulari orang lain melalui percikan dahak atau air liur
d. Pengobatan tuberkulosis
Pengobatan tuberkulosis adalah pengobatan 6 bulan yang dijalani pasien
dengan jenis obat Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Etambutol.
e. Kesembuhan tuberkulosis
60
4. Faktor sikap
5. Lingkungan
6. Pelayan Kesehatan
Pelayanan kesehatan meliputin keaktifakn promosi petugas kesehatan, kepuasan
pasien terhadap petugas, keterjangkauan obat dan efek samping obat dan
penanganannya.
61
Definisi operasional beserta skala variabelnya dijabarkan dalam table 4.1 dibawah ini.
Sumber data adalah primer yang diperoleh dari wawancara terstruktur dengan
pengetahuan dan sikap dari orangtua sebagai analisis univariat. Analisis Bivariat
multivariate menggunakan metode uji regresi logistik untuk mengetahui variabel mana
A. Karakteristik Responden
periode 2008 – 2009 sebanyak 83 pasien. Jumlah responden yang terlibat dalam
karakteristik responden penelitian berdasarkan jenis kelamin, dan usia dapat dilihat
Tabel 6.1. Distribusi Responden Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin, dan Usia.
Karakteristik Frekuensi Presentase (%)
Jenis Kelamin
Laki-laki 24 46,2
Perempuan 28 53,8
Usia
< 50 tahun 36 69,2
> 50 tahun 16 30,8
Pendidikan terakhir
Tidak tamat SD 6 11,5
SD 15 28,8
SMP 21 40,4
SMA 10 19,2
Perguruan Tinggi 0 0
Tahun berobat
2008 29 55,8
2009 23 44,2
Total 52 100.0
Sumber : data primer 2010
kelamin perempuan (53,8%), usia kurang dari 50 tahun (69%) dengan pendidikan
didapatkan hasil yang disebutkan di bawah ini. Bahwa faktor-faktor yang berpengaruh
71,2% memiliki faktor sikap yang baik, sedangkan 15 orang atau 28,8%
memiliki sikap yang tidak sesuai. sebagian besar responden memiliki perilaku
yang patuh minum obat sebanyak 42 orang atau 80,8%. Sedangkan responden
dan perilaku patuh minum obat pada pasien tuberkulosis paru di Puskesemas
Jatilawang Periode 2008 – 2009 dapat dilihitung menggunakan uji Chi Square
Tabel 6.3. Hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku patuh minum obat
Pria 23 5 24
9,6% 36,5% 46,2%
Wanita 19 5 28
9,6% 44,2% 53,8%
Total 42 10 52
19,2% 80,8% 100%
Chi square = 0,074 p = 0,786 OR : 1,21 (CI : 0,30-4,81)
terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan perilaku patuh
2008 – 2009.
Untuk menilai adakah hubungan yang signifikan antara usia pasein dan
Jatilawang Periode 2008 – 2009 dapat dilihitung menggunakan uji Chi Square
Tabel 6.4. Hubungan usia pasien dengan perilaku patuh minum obat
Perilaku Patuh Minum
Obat
Usia Total
Tidak
Patuh Patuh
< 50 tahun 7 29 36
13,5% 55,8% 69,2%
> 50 tahun 3 13 16
5,8% 25,0% 30,8%
Total 42 10 52
19,2% 80,8% 100%
Chi square = 0,003 p = 0,953 OR : 1,04 (CI : 0,23 - 4,69)
Berdasarkan tabel 6.4 di atas, terdapat satu buah kolom dengan nilai
kurang dari 5, sehingga perhitungan Chi Square tidak memenuhi syarat. Sebagai
menggunakan uji fisher didapatkan nilai exact sig 2 sided sebesar 1,0 exact sig 1
sided 0,636 dengan demikian dapat dikatakan tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara usia dengan perilaku patuh minum obat pada pasien tuberkulosis
pendidikan pasein dan perilaku patuh minum obat pada pasien tuberkulosis
menggunakan uji Chi Square dengan hasil perhitungan pada tabel 6.5 dibawah
ini.
Tabel 6.5. Hubungan tingkat pendidikan pasien dengan perilaku patuh minum obat
Tidak Tamat SD 1 5 6
1,9% 9,6% 11,5%
SD 4 11 15
7,7% 21,2% 28,8%
SMP 4 17 21
7,7% 32,7% 40,4%
SMA 1 9 10
1,9% 17,3% 19,2%
Total 10 42 52
19,2% 80,8% 100%
Chi square = 1,108 p = 0,775 OR :
Berdasarkan tabel 6.5 di atas, terdapat empat buah kolom dengan nilai
dengan menggunakan uji fisher didapatkan nilai exact sig 2 sided sebesar 1,0
exact sig 1 sided 0,636 dengan demikian dapat dikatakan tidak terdapat
2008 – 2009.
68
dapat dilihitung menggunakan uji Chi Square dengan hasil perhitungan pada
Tabel 6.6. Hubungan pengetahuan pasien dengan perilaku patuh minum obat
Baik 3 22 25
5,8% 42,3% 48,1%
Buruk 7 20 27
13,5% 38,4% 51,9%
Total 10 42 52
19,2% 80,8% 100%
Chi square = 1,621 p = 0,203 OR = 2,56 (CI: 0,58 – 11,29)
Berdasarkan tabel 6.6 di atas, terdapat satu buah kolom dengan nilai
dengan menggunakan uji fisher didapatkan nilai exact sig 2 sided sebesar
0,296 exact sig 1 sided 0,179 dengan demikian dapat dikatakan tidak terdapat
pasein mengenai pengobatan tuberkulosis dan perilaku patuh minum obat pada
dilihitung menggunakan uji Chi Square dengan hasil perhitungan pada tabel
Tabel 6.7. Hubungan sikap pasien dengan perilaku patuh minum obat
Sesuai 8 29 24
9,6% 36,5% 46,2%
Tidak Sesuai 2 13 28
9,6% 44,2% 53,8%
Total 10 42 52
19,2% 80,8% 100%
Chi square = 0,472 p = 0,492 OR = 0,55 (CI: 0,10 – 2,99)
Berdasarkan tabel 6.7 di atas, terdapat satu buah kolom dengan nilai
dengan menggunakan uji fisher didapatkan nilai exact sig 2 sided sebesar
0,704 exact sig 1 sided 0,396, dengan demikian dapat dikatakan tidak terdapat
tuberkulosis dan perilaku patuh minum obat pada pasien tuberkulosis paru di
lingkungan dan perilaku patuh minum obat pada pasien tuberkulosis paru di
uji Chi Square dengan hasil perhitungan pada tabel 6.8 dibawah ini.
Tabel 6.8. Hubungan daktor lingkungan dengan perilaku patuh minum obat
Mendukung 23 5 24
9,6% 36,5% 46,2%
Tidak Mendukung 19 5 28
9,6% 44,2% 53,8%
Total 42 10 52
19,2% 80,8% 100%
Minum Obat
71
pelayanan kesehatan dan perilaku patuh minum obat pada pasien tuberkulosis
menggunakan uji Chi Square dengan hasil perhitungan pada tabel 6.13
dibawah ini.
minum obat
Dukungan Baik 19 9 24
36,5% 17,3% 53,8%
Dukungan Buruk 23 1 28
44,2% 1,9% 46,2%
Total 42 10 52
19,2% 80,8% 100%
Chi square = 6,512 p = 0,01 OR : 0,09 (CI:0,01 – 0,79)
Berdasarkan tabel 6.9 di atas, terdapat satu buah kolom dengan nilai
dengan menggunakan uji fisher didapatkan nilai exact sig 2 sided sebesar
0,014 exact sig 1 sided 0,011 dengan demikian dapat dikatakan terdapat
Berdasarkan dari tabel diatas, bahwa faktor yang berhubungan secara signifikan
dengan perilaku patuh minum obat tuberkulosis adalah faktor lingkungan dan faktor
pelayanan kesehatan. Faktor lingkungan dalam hal ini adalah adanya pengawas minum obat,
dukungan keluarga dan faktor geografis. Faktor yang tidak berpengaruh secara signifikan
adalah faktor demografi (jenis kelamin, umur, pendidikan terakhir), faktor pengetahuan dan
pasien masih sangat rendah. Namun tidak berpengaruh dan tidak memiliki hubungan terhadap
perilaku patuh minum obat tuberkulosis pada pasien tuberkulosis paru di Puskesemas
Alternatif pemecahan masalah yang telah disusun tersebut tidak semua dapat
dilaksanakan, oleh karena harus memperhitungkan berbagai kemampuan yang
meliputi sarana, dana, dan waktu yang terbatas. Untuk itulah dilakukan langkah
pemilihan prioritas peemecahan masalah dengan menggunakan metode Reinke.
Metode ini menggunakan dua kriteria yaitu efektifitas dan efisiensi jalan keluar.
Efektifitas jalan keluar meliputi besarnya masalah yang dapatt diatasi, pentingnya
jalan keluar dan sensitivitas jalan keluar, sedangkan efisiensi jalan keluar dikaitkan
dengan biaya yang diperlukan untuk melakukan jalan keluar.
5. Sangat langgeng
c. V (sensitivitas jalan keluar yang dikaitkan dengan kecepatan penyelesaian
masalah) :
1. Penyelesaian masalah sangat lambat
2. Penyelesaian masalah lambat
3. Penyelesaian cukup cepat
4. Penyelesaian masalah cepat
5. Penyelesaian masalah sangat cepat
Kriteria efeisiensi jalan keluar yang dikaitkan dengan biaya yang dikeluarkan dalam
menyelesaikan masalah (C) :
2. Pembagian leaflet 3 3 4 4 9 I
mengenai PMO
A. Latar Belakang
penderita yang masih kurang sehingga kurang memahami pentingnya berobat secara
teratur dan sikap petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan yang diberikan oleh
kesehatan yang merupakan bagian dari promosi kesehatan adalah rangkaian kegiatan
individu, kelompok, atau masyarakat secara keseluruhan dapat hidup sehat dengan
menggunakan media, dalam bentuk bahan cetak seperti leaflet, poster, atau spanduk,
juga media massa yang dapat berupa media cetak seperti koran, majalah maupun
B. Tujuan
77
C. Bentuk Kegiatan
Pembagian leaflet dan diskusi bersama keluarga pasien tuberkulosis paru mengenai
PMO.
D. Sasaran
E. Pelaksanaan
3. Berdiskusi bersama keluarga pasien mengenai leaflet tersebut dan apabila ada hal
F. Rencana Anggaran
Fotokopi = Rp 15.000,00
Transport = Rp 25.000,00
Total = Rp 40.000,00
Pretest dan Postest mengenai pengetahuan PMO dilakukan sebagai dasar evaluasi hasil
kegiatan. Selain itu juga dilakukan evaluasi terhadap leaflet yang diberikan.
A. Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan kesehatan yang dilakukan adalah pembagian leaflet dan berdiskusi
bersama keluarga pasien tuberkulosis paru mengenai PMO (pengawas minum obat).
PMO bagi pasien tuberkulosis yang merupakan salah satu faktor yang berhubungan
a. Tahap Persiapan
Perijinan : penulis mendapatkan ijin secara lisan dari kepala Puskesmas
Materi : Materi yang disiapkan adalah materi tentang pengertian PMO, syarat
PMO, tugas PMO, hal-hal yang harus disampaikan PMO kepada pasien TB.
Jatilawang
tentang pengertian PMO, syarat PMO, tugas PMO, hal-hal yang harus
c. Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi adalah melakukan evaluasi mengenai 3 hal, yaitu evaluasi
sumber daya, evaluasi proses, evaluasi hasil. Berikut ini akan dijelaskan mengenai
c. Metode: Metode diskusi adalah pemberian materi secara lisan dan tulisan
mengenai PMO. Evaluasi pada metode ini termasuk cukup baik dan sasaran
narasumber.
baik, materi penyuluhan diperoleh dari buku ilmu penyakit paru, buku ajar
2. Evaluasi proses
leaflet dan diskusi. Pembagian leaflet di laksanakan pada hari Rabu dan Kamis
pada tanggal 7 dan 8 April 2010 mulai pukul 09.00 sampai dengan selesai.
selama 5 menit. Pemberian materi leaflet selama 15 menit, diskusi 10 menit dan
postes selama 5 menit. Antusiasme keluarga pasien dinilai cukup antusias, terlihat
dari perhatian mereka terhadap materi yang diberikan. Secara kuantitatif, peserta
baik.
3. Evaluasi Hasil
Jawaban :
Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai
selesai pengobatan.
Memberi dukunggan kepada pasien agar mau berobat teratur.
81
pencegahannya
2. Post test dilakukan dengan metode pengisian kuesioner kepada peserta diskusi.
Pertanyaan yang diajukan (sama dengan pertanyaan pre test) sebagai berikut:
Jawaban :
Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai
selesai pengobatan.
Memberi dukunggan kepada pasien agar mau berobat teratur.
Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang
telah ditentukan.
Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang
mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera
memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan.
pencegahannya
Tabel 9.1. Distribusi Hasil Pretest dan Posttest Diskusi Leaflet PMO
Evaluasi leaflet dilaksanakan dengan metode tanya jawab secara lisan kepada peserta
1: Sangat Jelek
2: Jelek
3: Cukup
4: Baik
5: Sangat Baik
Kesimpulan:
Berdasarkan hasil pertanyaan dan skoring di atas, maka dapat disimpulkan bahwa leaflet ini
Persiapan materi
Mempersiapkan materi Materi yang disiapkan adalah materi diskusi terlaksana
diskusi tentang pengertian PMO, syarat PMO, sesuai dengan rencana.
tugas PMO, hal-hal yang harus
disampaikan PMO kepada pasien TB
Pembagian leaflet di
laksanakan mulai pukul
Pukul: 09.00 s.d selesai 09.00 sampai dengan
Pukul: 09.00 s.d selesai selesai. Peneliti
mendatangi rumah pasien
sebanyak 52 pasien
kemudian dilakukan
pretest selama 5 menit.
Pemberian materi leaflet
selama 15 menit, diskusi
10 menit dan postes
selama 5 menit.
A. Kesimpulan
pasien tuberkulosis
2). Faktor sikap penderita tidak berhubungan terhadap kepatuhan minum obat pasien
tuberkulosis
3). Faktor lingkungan berhubungan terhadap kepatuhan minum obat pasien tuberkulosis
4). Faktor pelayanan kesehatan berhubungan terhadap kepatuhan minum obat pasien
tuberkulosis
B. Saran
masyarakat.
2. Bagi kader desa diharapkan dapat membantu mengawasi keberadaan PMO pada
pasien tuberkulosis, jika perlu dilakukan pencatatan dan penunjukan resmi siapa
memfasilitasi keberadaan PMO sehingga kinerja PMO dapat tetap aktif dalam
DAFTAR PUSTAKA
Nelwan. (2007) . Tuberculosis in Indonesia: Protection, Care and Cure Rumah Sakit
Ciptomangunkusumo, Indonesia. Indonesian medical journals.
World Health Organization. (2009) Global Tuberculosis Control: A Short Update to 2009
Report. World Health Organization.USA. hal 4.
89
LAMPIRAN
Jenis Kelamin * Perilaku patuh minum obat TB Crosstabulation
Chi-Square Tests
Risk Estimate
Chi-Square Tests
Risk Estimate
Chi-Square Tests
Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 1.108(a) 3 .775
Likelihood Ratio 1.157 3 .763
Linear-by-Linear
.435 1 .509
Association
N of Valid Cases
52
a 5 cells (62.5%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.15.
Symmetric Measures
Asymp.
Std. Approx.
Value Error(a) T(b) Approx. Sig.
Interval by Interval Pearson's R .092 .127 .656 .515(c)
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .103 .128 .730 .469(c)
N of Valid Cases 52
a Not assuming the null hypothesis.
b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c Based on normal approximation.
92
Chi-Square Tests
Risk Estimate
Chi-Square Tests
Risk Estimate
Chi-Square Tests
Risk Estimate
Chi-Square Tests
Risk Estimate
A. Tim Peneliti
1. Maya Noor Fitriana
2. M.Ihwanudin Hanif
B. Judul Penelitian
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepatuhan minum obat pasien
tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Jatilawang periode 2008-2009
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan kepatuhan minum obat penderita Tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas
Jatilawang pada tahun 2008-2009
D. Manfaat
Penelitian bermanfaat untuk memberi masukan kepada Puskesmas Jatilawang
mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat penderita
Tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Jatilawang pada tahun 2008-2009.
E. Keikutsertaan
Keikutsertaan responden dalam penelitian ini adalah secara sukarela. Identitas
dan jawaban responden dijamin kerahasiannya. Semua jawaban responden hanya akan
digunakan untuk kepentingan penelitian. Responden tidak mendapat imbalan dalam
penelitian ini. Tidak ada risiko yang akan terjadi pada responden dalam penelitian.
Tugas responden penelitian adalah menjawab pertanyaan tentang identitas, riwayat
penyakit tuberkulosis, pengetahuan mengenai tuberkulosis, pengawas minum obat,
promosi tenaga kesehatan. Waktu yang dibutuhkan responden dalam menjawab
pertanyaan adalah sekitar 15 menit. Responden memiliki hak untuk mengundurkan
diri dalam keikutsertaan sebagai responden dalam penelitian ini.
97
Hormat kami,
Tim peneliti
98
Setelah membaca penjelasan di depan tentang penelitian ini, maka saya bersedia menjadi
responden pada penelitian yang dilakukan oleh Tim Peneliti, mahasiswa Jurusan Kedokteran
Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Jurusan Kedokteran Universitas Jenderal
Soedirman Purwokerto.
Jatilawang, 2010
Responden Peneliti,
(...................................) (...................................)
KUESIONER PENELITIAN
Petunjuk Pengisian:
1. Bacalah pertanyaan dengan seksama sebelum memilih jawaban.
2. Isilah dengan memberi tanda silang (X) pada jawaban yang sesuai dengan keadaan
atau pendapat pribadi Saudara.
3. Kejujuran Saudara dalam menjawab pertanyaan sangat peneliti harapakan.
IDENTITAS RESPONDEN
Nomor :
Nama :
Alamat :
Jenis Kelamin :
Usia :
Pendidikan Terakhir : 1. Tidak Sekolah
2. SD, tamat / sampai kelas ……......
3. SLTP, tamat / sampai kelas …….
4. SLTA, tamat / sampai kelas …….
5. Perguruan Tinggi
100
PERTANYAAN
Berilah tanda silang (X) jawaban pada kolom yang tersedia pada setiap pernyataan di bawah
ini yang menurut Saudara paling sesuai.
I. Pengetahuan
a. Ya b. Tidak
a. Ya b. Tidak
a. Ya b. Tidak
a. Ya b. Tidak
a. Ya b. Tidak
6) Apakah anda mengetahui bahaya yang timbul jika pengobatan tidak tuntas?
b. Ya b. Tidak
II. Sikap
3) Bagaimana sikap anda mengenai penderita harus minum obat setiap hari sampai
dengan 6 bulan lamanya?
III. Perilaku
a. Ya
b. Tidak
2. Apakah anda diberikan obat sisipan selama satu bulan sebelum melanjutkan ke tahap
pengobatan selanjutnya???
a. Ya
b. Tidak
3. Apakah dulu anda minum obat bulan ke 3-6 berikutnya 2 hari sekali?
a. Ya
b. Tidak
a. Ya b. Tidak
a. Ya b. Tidak
102
V. Petugas Kesehatan
a. Ya b. Tidak
2) Sudah cukup puaskah anda dengan kinerja dari petugas kesehatan dalam
melaksanakan promosi kesehatan?
a. Ya b. Tidak
a. Ya b. Tidak
b. Ya b. Tidak
5) Jika ada efek samping apakah petugas kesehatan memberikan soliusi untuk
mengurangi efek samping?
c. Ya b. Tidak
103
104
PENGAWAS MINUM OBAT
(PMO) PASIEN TUBERKULOSIS
(TB)
PMO adalah orang yang ditunjuk sebagai pengawas dalam memantau
keteraturan terapi minum obat pada pasien TB
Pretest
a. benar b. salah
Postest
a. benar b. salah