You are on page 1of 106

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan adalah hak asasi manusia dan merupakan investasi bagi pemiliknya.

Bagi negara kita, pembangunan di bidang kesehatan menjadi suatu kebutuhan pokok

guna mewujudkan masyarakat yang sehat baik secara jasmani dan rohani. Pembangunan

kesehatan merupakan salah satu upaya pembangunan nasional yang diselenggarakan

pada semua bidang kehidupan. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan

kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat

kesehatan masyarakat yang optimal. Dengan demikian, pembangunan kesehatan

merupakan salah satu upaya utama untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia

yang pada gilirannya mendukung percepatan pencapaian sasaran pembangunan nasional.

Permasalahan yang masih dihadapi dalam pembangunan kesehatan saat ini adalah

belum optimalnya akses, keterjangkauan, dan mutu layanan kesehatan. Hal itu antara

lain, disebabkan oleh sarana layanan kesehatan, seperti puskesmas dan jaringannya

belum sepenuhnya dapat dijangkau oleh masyarakat, terutama yang terkait dengan biaya

dan jarak. Walaupun rumah sakit terdapat di hampir semua kabupaten/kota, sistem

rujukan layanan kesehatan perseorangan juga belum dapat berjalan dengan optimal.

Permasalahan kesehatan lain adalah pola penyakit menjadi semakin kompleks. Indonesia

saat ini tengah mengalami transisi epidemiologi yang ditunjukkan dengan meningkatnya

penyakit tidak menular, sementara penyakit menular masih tetap menjadi bagian penting

pola penyakit dalam masyarakat. Penyakit kardiovaskuler menjadi penyebab 30%

kematian di Jawa dan Bali. Indonesia juga termasuk negara sepuluh besar dengan angka

kejadian diabetes tinggi. Pada waktu yang sama penyakit infeksi dan parasit
2

menyebabkan 22% kematian. Meningkatnya penyakit tidak menular akan meningkatkan

permintaan pelayanan kuratif, terutama pelayanan rawat inap di rumah sakit. Penyakit

infeksi menular yang diderita oleh sebagian besar masyarakat, antara lain, tuberculosis

paru, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), malaria, dan diare. Indonesia juga

menghadapi emerging diseases seperti HIV/AIDS, chikunguya, dan avian influenza (flu

burung).

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh

kuman TB yaitu Mycobacterium tuberculosis yang pada umumnya menyerang jaringan

paru, tetapi dapat juga menyerang organ lainnya. Laporan TB dunia oleh WHO yang

terbaru (2006), masih menempatkan Indonesia sebagai penyumbang TB terbesar nomor

3 di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah kasus baru sekitar 539.000 dan jumlah

kematian sekitar 101.000 pertahun. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun

1995, menempatkan TB sebagai penyebab kematian ketiga terbesar setelah penyakit

kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan, dan merupakan nomor satu terbesar

dalam kelompok penyakit infeksi.

Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara

ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-

rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan

pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB,

maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara

ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan

dikucilkan oleh masyarakat.

Berdasarkan gambaran pencapaian program penanggulangan TBC di Provinsi

Jawa Tengah menunjukkan bahwa angka penemuan kasus TBC di tahun 2006 belum

mencapai target yaitu sebesar 53%. Faktor-faktor yang berperan dalam upaya pencapaian
3

cakupan penemuan kasus TB adalah faktor dari penderita dan petugas kesehatan. Faktor

yang berasal dari individu penderita TB meliputi umur, motivasi, persepsi, pendidikan,

Faktor yang berasal dari petugas kesehatan meliputi kemampuan petugas yang

mencakup pengetahuan dan keterampilan, serta lama kerja.

B. Tujuan

I. Tujuan umum

Melakukan analisis kesehatan komunitas (Community Health Analysis) di salah satu

desa di wilayah kerja Puskesmas Jatilawang.

II. Tujuan khusus

a. Mengenali permasalahan kesehatan masyarakat yang terjadi di wilayah kerja

Puskesmas Jatilawang

b. Menentukan prioritas masalah kesehatan masyarakat yang terjadi di wilayah

kerja Puskesmas Jatilawang yang menjadi tempat penelitian

c. Mencari faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku kepatuhan minum

obat pada pasien tuberkulosis paru di Puskesmas Jatilawang periode 2008 –

2009.

d. Mencari alternatif pemecahan masalah terhadap faktor-faktor yang berhubungan

dengan perilaku kepatuhan minum obat pada pasien tuberkulosis paru di

Puskesmas Jatilawang periode 2008 – 2009.

e. Melakukan intervensi terhadap penyebab masalah kesehatan yang berhubungan

dengan perilaku kepatuhan minum obat pada pasien tuberkulosis paru di

Puskesmas Jatilawang periode 2008 – 2009.


4

C. Manfaat

a. Memberikan informasi pada warga masyarakat di wilayah Puskesmas

Jatilawang khususnya tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku

kepatuhan minum obat pada pasien tuberkulosis paru di Puskesmas Jatilawang

periode 2008 – 2009.

b. Membantu Puskesmas dalam menjalankan salah satu dari enam program pokok

yang ada ke masyarakat.

c. Menjadi dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang faktor-faktor

yang berhubungan dengan perilaku kepatuhan minum obat pada pasien

tuberkulosis paru di Puskesmas Jatilawang periode 2008 – 2009.


5

II. ANALISIS SITUASI

I. Gambaran Umum

A. Keadaan Geografi

Kecamatan Jatilawang merupakan salah satu kecamatan di kabupaten Banyumas yang

mempunyai luas wilayah kurang lebih 48,18 km2. Kecamatan ini berada pada ketinggian 18-

21 m dari permukaan laut dengan curah hujan 2.272 mm/tahun. Batas wilayah Kecamatan

Jatilawang sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Purwojati, sebelah barat berbatasan

dengan Kecamatan Wangon, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Cilacap dan

sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Rawalo. Batas wilayah kecamatan dapat dilihat

pada peta pada gambar 2.1 dibawah ini.

Gambar 2.1. Peta Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas


6

Kecamatan Jatilawang terdiri atas 11 desa, 46 dukuh, 56 rukun warga (RW) dan 323

rukun tetangga (RW). Desa terluas di Kecamatan Jatilawang adalah Desa Tunjung yang

memiliki luas 8,32 km2 dan desa tersempit adalah Desa Margasana dengan luas 1,82 km 2.

Bila dilihat dari jaraknya maka Desa Gunungwetan adalah desa terjauh dengan jarak 5 km

dari pusat kota Jatilawang dan Desa Tunjung merupakan desa terdekat dengan jarak 0,15 km.

Sebagian besar tanah di Kecamatan Jatilawang dimanfaatkan sebagai lahan pertanian dengan

rincian:

- Tanah sawah : 1.643 Ha

- Tanah pekarangan : 767 Ha

- Tanah kebun : 1.595 Ha

- Kolam : 9 Ha

- Hutan negara : 433 Ha

- Perkebunan rakyat : 227 Ha

B. Keadaan Demografi

B. 1. Pertumbuhan Penduduk

Jumlah penduduk di Kecamatan Jatilawang menurut data pada tahun 2009 adalah

57.018 jiwa yang terdiri dari laki-laki 28.447 jiwa (50%) dan perempuan 28.447 jiwa (50%)

dengan jumlah kepala keluarga (KK) 15.723 dan sex ratio sebesar 99,9. Jumlah penduduk

terpadat berada di desa Tinggarjaya yaitu sebesar 9304 jiwa atau 16,31% dari keseluruhan

jumlah penduduk Kecamatan Jatilawang, sedangkan desa Margasana merupakan desa dengan

jumlah penduduk terkecil yaitu 2197 atau hanya sebesar 3,86%.

B. 2. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur.

Jumlah penduduk menurut golongan umur di Kecamatan Jatilawang dibagi menjadi

16 kelompok umur dengan variasi yang tidak begitu besar. Penduduk terbanyak berada di

kelompok umur 10-14 tahun yaitu sebesar 5807 jiwa atau sebesar 10,18% dan sebagian besar
7

penduduk berada pada usia produktif, hal ini merupakan aset sumber daya manusia yang

besar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.1. Jumlah Penduduk Kecamatan Jatilawang menurut Kelompok umur

Kelompok umur Laki-laki Perempuan Jumlah

0-4 2859 2743 5602

5-9 2894 2790 5684

10 - 14 2981 2826 5807

15 - 19 2722 2349 5071

20 - 24 1932 1904 3836

25 - 29 1908 2191 4099

30 - 34 1980 2298 4278

35 - 39 1982 2313 4295

40 - 44 1985 2075 4060

45 - 49 1670 1567 3237

50 - 54 1329 1289 2618

55 - 59 1045 1116 2161

60 - 64 1079 1121 2200

65 - 69 814 881 1695

70 - 74 631 650 1281

75+ 545 549 1094

Jumlah 28356 28662 57018

Sumber : Kecamatan Jatilawang Dalam Angka Tahun 2008-2009

B. 3. Kepadatan Penduduk

Kepadatan Penduduk di Kecamatan Jatilawang pada tahun 2009 sebesar 1.183,43

jiwa/km2. angka ini berada diatas tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Banyumas (1.159

jiwa/km2). Desa terpadat adalah Desa Gentawangi (1.908 jiwa/km2) dan Desa Karanglewas

merupakan desa dengan kepadatan penduduk terendah (567 jiwa/km2).


8

C. Sosial Ekonomi Dan Budaya

C. 1. Agama

Sebagian besar masyarakat Kecamatan Jatilawang adalah pemeluk agama Islam yaitu

sebesar orang (99,27%), sisanya adalah pemeluk agama Katolik, Protestan, Budha dan

Hindu. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 2.2 Jumlah Penduduk Menurut Agama di Kecamatan Jatilawang Tahun 2007

No Agama Jumlah Pemeluk Persentase %

1 Islam 56.765 99,27%

2 Katolik 166 0,27%

3 Protestan 271 0,45%

4 Budha 5 0,008%

5 Hindu 0 0

Sumber : Kecamatan Jatilawang dalam Angka Tahun 2007-2008

C. 2. Mata Pencaharian Penduduk

Sebagian besar penduduk Kecamatan Jatilawang adalah petani. Jumlah petani baik

petani sendiri maupun hanya sebagai buruh tani sebanyak 33.644 orang (60%). Mata

pencaharian lain penduduk Kecamatan Jatilawang adalah sebagai pengusaha, buruh industri,

buruh bangunan, pedagang, pengangkutan, PNS dan ABRI, yang paling sedikit adalah

sebagai nelayan yaitu 9 orang.

D. Pendidikan Penduduk

Berdasarkan data tahun 2009, pendidikan penduduk Kecamatan Jatilawang paling

banyak adalah tamat Sekolah Dasar (SD). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel

berikut:
9

Tabel 2.3. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Kecamatan Jatilawang Tahun 2009

No Tingkat Pendidikan jumlah penduduk

1 Tidak/Belum pernah sekolah 1.408

2 Tidak/Belum tamat SD 13.391

3 SD/MI 22.007

4 SLTP/MTS 6.714

5 SLTA/MA 6.792

6 AK/Universitas 579

Sumber: Kecamatan Jatilawang dalam Angka tahun 2008-2009

E. Petugas kesehatan

Berdasarkan data tahun 2008, jumlah petugas kesehatan di Puskesmas

Jatilawang pada akhir tahun 2008 sebagai berikut :

Tabel 2.3. Jenis Ketenagaan di Puskesmas Jatilawang Tahun 2008


No Jenis Tenaga PNS PTT Honor Honor Jml Ket
Daerah Puskesmas
1. Dokter Umum 2 - - - 2 2 S1
2. Dokter Gigi 1 - - - 1 S1
3. Perawat Umum 4 - - 6 10 8SPK,2AKPER
4. Perawat Gigi 1 - - - 1 DIII
5. Bidan 9 7 - - 16 8 DI, 8 DIII
6. Apoteker - - - - - -
7. Pelaksana Gizi 1 - - - 1 DIII
8. Pelaksana - - - 1 1 DIII
9. Kesling 1 - - - 1 DIII
10. Analis 2 - - - 2 SMA
11. Pekarya Kes. 1 - - - 1 SMP
12. Juru Imunisasi 5 - 1 - 6 5 SMA, 1 SD
13. Juru masak - - - 1 1 SD
14. Cleaning service - - - 1 1 SMP
15. Sopir - - - 1 1 SMA

JUMLAH 25 8 1 10 44
Sumber Data : Monografi Kecamatan Jatilawang
10

F. Sarana Kesehatan

Data tahun 2008, sarana kesehatan per desa pada akhir tahun 2008 meliputi

pusling, polindes. Puskesmas, puskesmas pembantu, posyandu sebagai berikut :

Tabel 2.4. Jumlah Sarana Kesehatan Per-Desa Pada Akhir Tahun 2008

Desa Pusling Polindes Puskesmas Puskesmas pembantu Posyandu

Gunung wetan - 1 - - 5

Pekuncen - 1 - - 5

Karanglewas - 1 - - 5

Karanganyar - 1 - - 5

Margasana - 1 - - 5

Adisara - 1 - - 6

Kedung
wringin - 1 - - 12

Bantar - 1 - 1 8

Tinggarjaya - 1 - - 10

Tunjung - 1 1 - 11

Gentawangi - 1 - 1 11

Jumlah - 9 1 2 83

Tahun 2005 - 9 1 2 83

Tahun 2004 - 9 1 2 81

Tahun 2003 4 9 1 2 83

Sumber: Kecamatan Jatilawang dalam Angka tahun 2008-2009


11

II. Derajat Kesehatan Masyarakat dan Pencapaian Program Kesehatan

II.1. Derajat Kesehatan Masyarakat

Pelaksanaan suatu kegiatan atau program pastilah dapat menghadapi hambatan.

Begitu pula dengan pencapaian pembangunan kesehatan di wilayah Puskesmas

Jatilawang yang menemui permasalahan dan hambatan. Walaupun sudah berupaya secara

maksimal untuk mencapai hasil yang optimal, namun sebagian besar hasilnya dianggap

masih kurang. Banyak faktor yang mempengaruhi terhambatnya proses pencapaian visi

dan misi, salah satunya adalah perilaku masyarakat yang kurang mendukung.

Pembangunan kesehatan memerlukan suatu visi dan misi yang solid, sehingga

proses yang akan dilakukan lebih terarah dan terprogram dengan baik. Puskesmas

Jatilawang memiliki Visi “Pelayanan Kesehatan Prima dalam Kemandirian” dengan

misinya adalah “Meningkatkan pelayanan kesehatan dasar yang prima, merata dan

terjangkau serta dilandasi dengan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa: meningkatkan

sumber daya manusia yang profesional, efektif dan responsif serta mandiri;

membudidayakan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat; menjalin

kemitraan baik internal maupun eksternal”.

Pencapaian suatu misi harus didukung oleh perjuangan dan kerja keras dari semua

sektor. Salah satu kuncinya adalah peningkatan pelayanan yang lebih mengarah pada

mutu pelayanan yang profesional dan proporsional. Sehingga masing-masing sektor

diharapkan saling mendukung untuk mencapai apa yang sudah menjadi tujuan bersama.

Hasil-hasil pembangunan kesehatan yang telah dicapai di Kecamatan Jatilawang

dapat dilihat dari pencapaian target dari setiap program yang telah disepakati. Hasil-hasil

tersebut adalah sebagai berikut:


12

A. Indikator Indonesia Sehat

1. Angka Kematian (Mortalitas)

a. Angka Kematian bayi

Angka kematian bayi baru lahir berdasarkan laporan kegiatan program Kesehatan Ibu

dan Anak (KIA) selama tahun 2009 tercatat tidak terjadi kematian bayi dari 657

kelahiran hidup (1,73 per 1000 kelahiran hidup). Angka tersebut bila dibandingkan

dengan tahun 2008 mengalami penurunan. Pada tahun 2008 ditemukan 2 kematian

bayi dari 1.156 kelahiran (0 per 1000 kelahiran hidup). Kematian bayi tersebut terjadi

di desa Gunung Wetan dan Pekuncen. Bila dibandingkan dengan indikator Indonesai

sehat terhitung masih rendah (IIS 2010 = 40 per 1000 kelahiran hidup).

b. Angka Kematian Ibu (AKI)

Pada tahun 2009 tidak terdapat kematian ibu maternal. Ini berarti selama 2 tahun

berturut-turut (tahun 2008 dan 2009), di wilayah kerja Puskesmas Jatilawang tidak

ditemukan kematian ibu maternal (AKI=0 per 100.000 kelahiran hidup). Bila

dibandingkan dengan Indikator Indonesia Sehat 2010 (AKI=150/100.000 kelahiran

hidup), AKI di Kecamatan Jatilawang di bawah Indikator Indonesia Sehat 2010.

2. Angka Kesakitan (Morbiditas)

a. Penyakit Menular yang diamati

a. Malaria

Berdasarkan data laboratorium pada tahun 2009 terdapat 11 kasus

malaria klinis atau sebesar 0,018 kasus per 1000 penduduk. Sebelas kasus

malaria tersebut telah dinyatakan positif dari pemeriksaan laboratorium,

terjadi di desa Tunjung, Karang Lewas, Gunung Wetan, Adisara, Bantar

dan Tinggar Jaya yang merupakan kasus impor dari luar wilayah.
13

Bila dibandingkan dengan tahun 2008 (ada 1 kasus malaria klinis

atau 0,05 per 1000 penduduk), berarti terjadi peningkatan kasus dan bila

dibandingkan dengan angka malaria kabupaten tahun 2008 (1,72 per 1000

penduduk) angka tersebut masih di bawah angka malaria kabupaten.

b. TB paru positif

Kasus TB paru positif pada tahun 2009 tercatat 16 kasus atau sebesar

28,06 per 100.000 penduduk. Bila dibandingkan dengan tahun 2008 (24

kasus atau sebesar 42,28 per 100.000 penduduk) berarti penurunan kasus.

Bila dibandingkan dengan CDR TB kabupaten Banyumas tahun 2008

sebesar 42,28 per 100.000 penduduk, angka kasus TB Kecamatan

Jatilawang lebih tinggi.

c. TB paru sembuh

Dari data yang ada pada tahun 2008 jumlah kasus TB paru yang diobati

91,67% berhasil sembuh. Berarti hal ini sudah sesuai dengan angka

Standar Pelayanan Minimal (SPM) Kabupaten Banyumas yaitu > 85%.

Bila dibandingkan dengan kasus TB paru sembuh. Kabupaten Banyumas

tahun 2007 sebesar 89,68%, angka TB sembuh Puskesmas Jatilawang

lebih tinggi.

d. Diare

Kasus diare pada tahun 2008 tercatat 564 kasus dengan angka kesakitan

sebesar 9,93 per 1.000 penduduk. Angka ini sebenarnya jauh sekali dari

kenyataan karena angka ini diambil dari kasus yang berobat di puskesmas

saja baik dari rawat inap maupun rawat jalan sedangkan yang berobat di

Puskesmas Pembantu (Pustu), polindes/Poli Klinik Desa (PKD),

posyandu dan bidan tidak terlaporkan.


14

e. Demam Berdarah Dengue (DBD)

Di tahun 2008 terdapat 17 kasus DBD yang terjadi di desa Margasana,

Tinggar Jaya, dan Tunjung. Hal ini terjadi karena mobilitas masyarakat

yang cukup tinggi, higiene sanitasi masyarakat yang masih kurang dan

kegiatan PSN yang tidak rutin dilaksanakan. Bila dibandingkan dengan

tahun 2007 ( 2 kasus), berarti terjadi peningkatan kasus sebesar 85%.

Angka kesakitan DBD sebesar 0,03%.

f. Campak

Pada tahun 2008 tidak ditemukan kasus campak (angka kesakitan sebesar

0 per 1.000 penduduk). Bila dibandingkan dengan tahun 2007 ditemukan

11 kasus atau sebesar 0,17 per 1.000 penduduk berarti terjadi penurunan

kasus penyakit campak.

g. Hepatitis

Untuk tahun 2008, kasus hepatitis tidak dilaporkan.

h. Tetanus

Untuk tahun 2008, kasus tetanus tidak dilaporkan.

b. Penyakit Tidak Menular yang diamati

Untuk penyakit tidak menular yang diamati dan dicatat selama tahun 2008

terdiri dari diabetes mellitus 14 kasus, Carsinoma. Paru 1 kasus, Gangguan mental

dan perilaku 1 kasus, Angina Pektoris 5 kasus, Acute Miocard Infarct 15 kasus,

Decompensatio cordis 3 kasus, Hipertensi Essential 26 kasus, Asthma bronkhiale

39 kasus, gangguan fungsi ginjal 4 kasus, gangguan prostat 4 kasus dan kecelakaan

lalu-lintas 52 kasus. Keseluruhan kasus ini didapatkan dari register Rawat Inap.

Sedangkan Register Rawat Jalan tidak dilaporkan karena lemahnya pencatatan dan

pelaporan.
15

3. Status Gizi Bayi dan Balita

a. Status Gizi Bayi Baru lahir

Berdasarkan hasil kegiatan program gizi, pada tahun 2008 tercatat 25 bayi

dengan berat badan bayi randah (BBLR) dari 1.158 bayi lahir hidup atau sebesar

0,19%. Desa dengan BBLR tertinggi adalah desa gunung wetan dan Bantar yaitu

48% dari seluruh BBLR diKecamatan Jatilawang.

Bila dibandingkan dengan angka BBLR kabupaten Banyumas tahun 2007

yaitu 3,58% maka angka BBLR Kecamatan Jatilawang lebih Rendah.

b. Status Gizi Balita

Pada tahun 2008 tercatat ada 46.526 balita, yang ditimbang sebanyak 32.314

balita atau sebesar 69,45%. Ini berarti masih dibawah target SPM Kabupaten

Banyumas 2010 yaitu sebesar 80%. Untuk Bayi yang ditimbang dan baik berat

badannya sebanyak 21.842 atau sebesar 67,59% berarti masih dibawah target SPM

2010 yang sebesar 80%. Untuk balita bawah garis merah (BGM) ditentukan kasus

sebanyak 930 balita atau sebesar 2,88% dari seluruh balita yang ditimbang, berarti

sudah sesuai dengan target SPM tahun 2010 yaitu sebesar <15%.

4. Kesehatan Lingkungan

a. Rumah Sehat

Berdasarkan hasil kegiatan pendataan sanitasi dasar yang dilakukan pada

tahun 2008, diketahui jumlah rumah sehat pada tahun 2008, diketahui jumlah

rumah sehat diKecamatan Jatilawang sebanyak 64,15% dari 4.563 rumah yang

diperiksa. Desa yang tertinggi persentase rumah sehatnya adalah Desa Genta

Wangi yaitu sebesar 92,59% dan desa yang paling rendah adalah Desa Kedung

Wringin yang jumlah rumah sehatnya hanya 32,80%.

b. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat


16

Untuk tahun 2008 dilakukan survei Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada

4.653 Rumah Tangga dengan Hasil:

- Strata Pratama 102 Rumah Tangga atau 6,65%

- Strata Madya 1.180 Rumah Tangga atau 25,86%

- Starata Utama 3.187 Rumah Tangga atau 69,84%

- Strata Paripurna 80 Rumah Tangga atau 1,75%

Rumah Tangga ber PHBS (strata utama dan Paripurna) di Kecamatan Jatilawang

sebesar 71,60%.

c. Posyandu

Berdasarkan data yang ada, diketahui bahwa di Kecamatan Jatilawang terdapat 92

posyandu yang terdiri dari posyandu 26% (24 buah), posyandu madya 36% (33

buah), posyandu purnama 30 % (28 buah) dan posyandu mandiri 8% (7 buah).

Angka posyandu aktif atau ( posyandu strata purnama dan mandiri ) kec amatan

jatilawang sebesar 36%. Hal ii berarti masih dibawah standar tahun 2010 dimana

prosentase posyandu purnama dan mandiri 85%.

5. Akses Mutu dan Pelayanan Kesehatan

a.Pemanfaatan sarana rawat jalan

Kunjungan rawat jalan tahun 2008 sebanyak 30424 pasien, terdiri atas pasien baru 9128

dan pasien lama 21296 yaitu sebsar 16,08%. Dibandingkan dengan indikator indonesia

sehat 2010, yang cakupan kunjungan rawat jalan 15% maka cakupan kunjungan rawat

jalan Puskesmas Jatilawang lebih tinggi.

b. Pemanfaatan sarana rawat inap

Puskesmas Jatilawang merupakan puskesmas dengan tempat tidur perawatan sebanyak

11 buah jumlah kunjungan tahu 2008 mencapai 970 pasien hal ini bila dibandingkan

tahun 2007 yang hanya mencapai 556 berarti mengalami kenaikan sebesar 74%.
17

Cakupan kunjungn rawat inap adalah 1,69%. Dibandingkan dengan indikator indonesia

sehat 2010 sebesar 1,5% berarti rawat inap Puskesmas Jatilawang lebih tinggi.

c. Sarana Laboratorium Kesehatan

Sarana kesehatan di Kecamatan Jatilawang ada dua sarana yaitu puskesmas dan RB

Istiqomah. Dari dua sarana tersebut hanya puskesmas yang memiliki sarana

laboratorium (50%).

B. Indikator Kinerja Standar Pelayanan Minimal

1. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Dasar

1.1 Pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi

1.1.1 Cakupan Kunjungan Ibu Hamil Ke-4 (K4)

Ibu hamil yang ada di Kecamatan Jatilawang pada tahun 2008 adalah

1.412 dan yang mendapat pelayanan K4 sebanyak 1.368 atau sebanyak

96,17%. Hal ini berarti cakupan kunjungan ibu hamil K4 Puskesmas

Jatilawang lebih tinggi dari target SPM tahun 2010 sebesar 95%

1.1.2 Pertolongan oleh Tenaga Kesehatan

Dari 1.283 ibu bersalin di Kecamatan Jatilawang, 1.156 atau sebesar

90,10% ditolong oleh tenaga kesehatan, ini berarti sudah memenuhi

target SPM tahun 2010 sebesar 90%

1.1.3 Ibu Hamil Resiko Tinggi

Selama tahun 2008, tercatat ada 113 ibu hamil resiko tinggi, 52 orang

diantaranya harus dirujuk ke rumah sakit, prosentase ibu hamil resiko

tinggi yang dirujuk ke rumah sakit adalah 46,02%. Bila dibandingkan

dengan tahun 2007 (26,78%) prosentase ibu hamil resiko tinggi yang

dirujuk mengalami kenaikan sebesar 19,28%

1.1.4 Kunjungan Neonatus


18

Kunjungan neonatus untuk mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai

standar (KN2) selama tahun 2008 sebanyak 1.156. prosentase

cakupan kunjungan neonatus mencapai 100%. Bila dibandingkan

dengan standar SPM tahun 2010 (90%) sudah melampaui.

1.1.5 Kunjungan Bayi

Dari 1.250 bayi selama tahun 2008, terdapat 1.250 kunjungan bayi.

Prosentase cakupan kunjungan bayi 100%. Angka ini sudah

melampaui SPM tahun 2010 yaitu 90%

1.1.6 Bayi BBLR

Selama tahun 2008 ada 25 bayi BBLR atau sebesar 2,16% dan 1.156

bayi lahir. Bayi BBLR yang ditangani sebanyak 25 bayi atau 100%.

Ini berarti target SPM tahun 2010 untuk penanganan bayi BBLR

100% telah terpenuhi.

1.2 Pelayanan Kesehatan Anak Pra Sekolah dan Usia Sekolah

1.2.1 Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak Balita dan Pra Sekolah

Selama tahun 2008 telah dilakukan pemeriksaan Deteksi dini tumbuh

kembang anak pada 748 anak balita dan pra sekolah dari 2.335 anak

(32,03%) ini berarti masih dibawah target SPM tahun 2010 sebesar

95%

1.2.2 Pemeriksaan Kesehatan Siswa SD

Pada tahun 2008 telah dilakukan kegiatan pemeriksaan kesehatan pada

3.501 siswa SD-MI dari 7.140 siswa yang ada. Prosentase pemeriksaan

Kesehatan Siswa SD adalah 49,03%. Bila dibandingkan dengan target

SPM tahun 2010 sebesar 100% angka tersebut masih dibawah.

1.2.3 Pemeriksaan Kesehatan Siswa SLTP, SLTA dan Setingkat


19

Pada tahun 2008 telah dilakukan pemeriksaan kesehatan pada 4.752

siswa SLTP-SLTA dari 6.042 siswa yang ada (78,65%). Angka

tersebut masih dibawah target SPM tahun 2010 sebesar 80%

1.3 Pelayanan Keluarga Berencana

Dalam tahun 2008, tercatat ada 9.827 peserta KB aktif dari 12.583 pasangan

usia subur atau sebesar 78,10%. Bila dibandingkan dengan target SPM tahun

2010 sebesar 80%, angka peserta KB aktif belum memenuhi target dan bila

dibandingkan dengan tahun 2007 (75,96%) mengalami kenaikan sebesar

2,14%

1.4 Pelayanan Imunisasi

Dari 11 desa di Kecamatan Jatilawang, semuanya telah berstatus sebagai desa

UCI ( Universal Child Immunization) atau sebesar 100%, ini berarti telah

sesuai dengan target SPM tahun 2010 dimana semua desa harus sudah UCI.

1.5 Pelayanan Pengobatan/ Perawatan

1.5.1 Rawat Jalan

Untuk kunjungan rawat jalan pasien baru selama tahun 2008 ada

9.128 pasien dari 30.424 pasien atau sebesar 30%. Cakupan ini lebih

besar bila dibandingkan dengan target SPM Kabupaten Banyumas

2010 yaitu sebesar 15% dan bila dibandingkan dengan tahun 2007

mengalami penurunan sebesar 4,75%.

1.5.2 Rawat Inap

Untuk kunjungan rawat inap pasien baru selama tahun 2008 sebesar

970 atau sebesar 1,69% dari jumlah penduduk. Ini berarti telah

melampaui target SPM tahun 2010 sebesar 1,5 %.


20

1.6 Pelayanan Kesehatan Jiwa

Berdasarkan register Rawat Jalan dan Rawat Inap, pelayanan

Gangguan Jiwa tahun 2008 sebanyak 141 kunjungan. Prosentase kunjungan

Gangguan Jiwa sebanyak 0,45%. Bila dibandingkan dengan target SPM

tahun 2010 dimana prosentase kunjungan gangguan jiwa sebesar 15%, maka

pelayanan kesehatan jiwa Puskesmas Jatilawang masih dibawah target. Hal

ini disebabkan kemampuan menegakkan diagnosa dari petugas kesehatan

yang masih kurang dan masih lemahnya sistem pencatatan dan pelaporan.

2. Penyelenggaraan Perbaikan Gizi Masyarakat

2.1 Pemantauan Pertumbuhan Balita

2.1.1 Balita Ditimbang

Selama tahun 2008, balita yang ada sebanyak 46.526 balita dan yang

ditimbang sebanyak 32.314 balita atau sebesar 69,45%. Angka ini masih di

bawah target SPM tahun 2010 yaitu 80%

2.1.2 Balita Naik Berat Badannya

Dari 46.526 balita yang ditimbang, ada 21.842 yang naik berat badannya

atau sebesar 67,59%. Angka ini jauh dari target SPM tahun 2010 yaitu

sebesar 80%

2.1.3 Balita Bawah Garis Merah (BGM)

Dari seluruh balita yang ada, terdapat 930 balita BGM atau sebesar 2,88%.

Berarti jauh dibawah SPM tahun 2010 yaitu < 15%.

2.2 Pelayanan Gizi

2.2.1 Bayi 6-11 bulan dapat kapsul Vitamin A


21

Dari 1.203 bayi umur 6-11 bulan yang ada, 1.218 bayi telah mendapatkan

kapsul vitamin A atau sebesar 101,25%. Cakupan ini berarti di atas SPM

tahun 2010 yaitu sebesar 95%

2.2.2 Balita 12-29 bulan dapat kapsul Vitamin A

Dari 7.028 balita usia 12-29 bulan yang ada, sebanyak 7.035 balita mendapat

kapsul Vitamin A sebanyak 2 kali yaitu pada bulan Februari dan Agustus.

Cakupan ini sudah diatas target SPM tahun 2010 yaitu sebesar 95%

2.2.3 Ibu Nifas dapat kapsul Vitamin A

Dari 1.156 ibu nifas, semua mendapat kapsul Vitamin A atau 100% berarti

sudah memenuhi target SPM tahun 2010 yaitu 90%

2.2.4 Ibu Hamil Mendapat 90 Tablet Fe

Dari 1.412 ibu hamil yang ada, sebanyak 991 mendapat 90 tablet Fe selama

masa kehamilannya atau sebesar 70,18%. Cakupan ini di bawah target SPM

tahun 2010 yaitu sebesar 90%

2.2.5 Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP ASI) pada Bayi BGM

Dari 99 bayi BGM, 95 diantaranya telah mendapatkan MP-ASI. Sehingga

prosentase bayi BGM yang mendapatkan MP-ASI adalah 95,96%. Ini berarti

masih dibawah target SPM tahun 2010, dimana semua bayi BGM harus

mendapatkan MP-ASI.

2.2.6 Balita Gizi Buruk mendapat Perawatan

Dalam tahun 2008, terdapat 48 balita gizi buruk, 7 balita mendapat

perawatan atau sebesar 14,58%. Berarti masih dibawah target SPM tahun

2010 yaitu sebesar 100%


22

3. Penyelenggaraan Pelayanaan Kesehatan Rujukan dan Penunjang

3.1 Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergensi Dasar dan Komprehensif (PONED)

3.1.1 Akses Ketersediaan darah untuk rujukan Bumil dan Neonatus

Di Puskesmas Jatilawang sampai dengan tahun 2008 belum memiliki

ketersediaan darah untuk rujukan bumil dan neonatus.

3.1.2 Ibu hamil Risti yang ditangani

Dari 113 ibu hamil resi tinggi, semua tertangan ini berarti sudah melampaui

target SPM tahun 2010 yaitu sebesar 90%.

3.1.3 Ibu hamil Risti dengan komplikasi yang ditangani

Dari 33 bumil risti dengan komplikasi semua tertangani, ini berarti sudah

melampaui target SPM tahun 2010 yaitu sebesar 90%.

c. Pelayanan Gawat Darurat

i. Sarana Kesehatan dengan Kemampuan Gawat Darurat

Dari dua sarana kesehatan yang ada di Kecamatan Jatilawang, Puskesmas, dan

RB. Istiqomah, keduanya mempunyai fasilitas pelayanan gawat darurat.

Prosentase sarana kesehatan dengan kemampuan pelayanan gawat darurat

yang bisa diakses masyarakat adalah 100%. Ini berarti meleihi target SPM

tahun 2010 sebesar 90%.

ii. Pemenuhan Darah di Rumah Sakit

Sampai dengan tahun 2008, di Kecamatan Jatilawang belum ada rumah sakit

baik rumah sakit pemerintah maupun swasta.

4. Penyelenggaraan Pemberantasan Penyakit Menular

4.1. Penyelenggaraan Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB dan gizi

buruk.
23

4.1.1 Desa mengalami KLB yang ditangani < 24 jam

Selama tahun 2008, terdapat 4 desa yang mengalami KLN, yaitu desa

Margasana, Adisara, Tinggar Jaya, dan Tunjung. Semua KLB yang terjadi

100% tertangani, ini berarti sudah sesuai dengan target SPM tahun 2010.

4.1.2 Kecamatan Bebas Rawan Gizi

Karena tidak ada desa di Kecamatan Jatilawang yang mempnyai prevalensi

kasus gizi buruk dan gizi kurang lebih dari 15% maka bisa dikatakan bahwa

Kecamatan Jatilawang termasuk kecamatan bebas rawan gizi.

4.2. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit TB paru

4.2.1. TB paru sembuh

Selama tahun 2008, dari 24 pasien TB paru yang diobati, 22 diantaranya

dinyatakan sembuh (91,67%). Ini berarti sesuai dengan target SPM tahun 2010

yaitu sebesar >85%.

4.2.2. TB paru positif

Dalam tahun 2009 ditemukan 14 penderita BTA + dari 64 penderita BTA +

perkiraan atau sebesar 21,87%. Cakupan ini masih di bawah target SPM tahun

2010 yaitu sebesar 70%. Bia dibandingkan dengan tahun 2008 (37,50%)

mengalami keaikan sebesar 15,63%. Hal ini dikarenakan penemuan penderita

yang dilakukan secara pasif yaitu menunggu pasien berobat di puskesmas.

4.3 Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Polio

Selama tahun 2006, tidak ditemukan kasus polio usia < 15 tahun. Ini berarti sudah

seusai dengan target SPM tahun 2010.

4.4 Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit ISPA

Pada tahun 2008, jumlah kasus pneumonia yang ditemukan dan ditangani sebesar

168 kasus dari 460 perkiraan kasus pneumonia balita yang ada. Angka
24

prosentasenya adalah 36,50%. Bila dibandingkan dengan target SPM tahun 2010

sebesar 100%, maka angka penemuan kasus pneumonia balita masih di bawah

target.

4.5 Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit HIV/AIDS

4.5.1 Penanganan HIV/AIDS

Selama tahun 2008, tidak ditemukan kasus HIV/AIDS.

4.5.2 IMS yang diobati

Selama tahun 2008, tidak ditemukan kasus infeksi menular seksual.

4.6 Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit DBD

4.6.1. Penderita DBD yang ditangani

Dari 17 penderita yang ada, 100% sudah ditangai berarti sudah sesuai target

SPM tahun 2010 yaitu sebesar 100%.

4.6.2. Insiden Rate DBD

Bila dihitung dari penderita DBD yang ada maka insiden rate DBD tahun 2008

adalah 3 per 10.000 penduduk berarti sesuai target SPM tahun 2010 yaitu

sebesar < 20 per 10.000 penduduk.

4.6.3. CFR DBD

Dengan tidak adanya kematian akibat DBD maka CFR DBD = 0% berarti

sudah sesuai dengan target SPM tahun 2010 yaitu sebesar < 1 %.

4.7 Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit diare

4.7.1 Balita dengan diare yang ditangani

Selama tahun 2008 terdapat 564 balita yang menderita diare dan 100% sudah

ditangani. Hal ini berarti sudah sesuai dengan target SPM tahun 2010.

4.7.2 Case Fatality Rate (CFR) Diare


25

Tidak ada kasus kematian akibat diare (0%). CFR diare sudah sesuai dengan

CFR/angka kematian diare pada SPM tahun 2010 yaitu < 1/10.000 penduduk.

5. Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan dan Sanitasi Dasar

5.1. Pelayanan Kesehatan Lingkungan

5.1.1 Institusi yang dibina

Jumlah institusi yang dibina dengan syarat kesehatan di lingkungan di

Kecamatan Jatilawang selama tahun 2008 hanya sebesar 60% atau 90

institusi dari 150 institusi yang ada bila dibandingkan dengan target SPM

tahun 2010 sebesar 80% masih kurang.

5.1.2 Rumah Sehat

Rumah sehat di Kecamatan Jatilawang mencapai 64,15% dari 4563 rumah

yang diperiksa. Besarnya cakupan rumah sehat ini belum sesuai dengan target

SPM tahun 2008 yaitu rumah sehat untuk daerah pedesaan sebesar 66%.

5.1.3 Penduduk yang memanfaatkan Jamban

Dari 4.345 jamban yang diawasi 89,97% memenuhi syarat kesehatan atau

sebanyak 4.101 jamban. Cakupan ini sesuai dengan target SPM tahun 2010

yaitu sebesar 80%.

5.1.4 Rumah yang memiliki SPAL

Karena tidak ada hasil pemeriksaan SPAL yang dilaporkan tahun 2008 maka

prosentase SPAL yang memenuhi syarat kesehatan juga tidak dapat

diketahui.

5.2 Pelayanan Pengendalian Vektor

Untuk kegiatan pengendalian vektor selama tahun 2008 hanya dilakukan pada 3

desa dengan kasus DBD yaitu Desa Margasana, Tinggar Jaya, dan Tunjung. Dari
26

440 rumah yang diperiksa semuanya tidak ditemukan jentik nyamuk Aedes.

Sehingga cakupan rumah bebas jentik nyamuk Aedes adalah 100%. Cakupan ini

sudah sesuai dengan target SPM tahun 2010 yaitu > 95%.

5.3 Pelayanan Higiene Sanitasi di Tempat Umum

Untuk tempat-tempat umum yang terdiri dari Hotel, toko, pasar, restoran/rumah

makan dan TUPM lainnya yang berjumlah 14 buah hanya ada 4 buah yang

memebuhi syarat kesehatan dari 10 TUPM yang diperiksa atau sebesar 40%. Ini

berarti masih di bawah target SPM tahun 2010 yaitu sebesar 80%.

6. Penyelenggaraan Promosi Kesehatan

6.1 Penyuluhan Perilaku Sehat

6.1.1. Rumah Tangga Sehat

Berdasarkan hasil kegiatan pendataan sanitasi dasar yang dilakukan pada

tahun 2008, diketahui jumlah rumah sehat di Kecamatan Jatilawang sebanyak

64,15% dari 4.563 rumah yang diperiksa. Ini berarti masih di bawah target

SPM tahun 2010 yang sebesar 65% untuk daerah pedesaan. Desa yang

tertinggi persentase rumah sehatnya adalah desa Gentawangi yaitu sebesar

92,59% dan desa yang terendah adalah desa Kedung Wringin yaitu sebesar

32,80%.

6.1.2. ASI Eksklusif

Dari 1.158 bayi usia 0-6 bulan yang mendapatkan ASI eksklusif adalah

sebanyak 965 bayi (83,48%). Ini berarti sudah sesuai dengan target SPM

tahun 2010 sebesar 80%.

6.1.3. Desa dengan Garam Beryodium yang baik

Untuk tahun 2008, wilayah Kecamatan Jatilawang idak mendapat program

survei garam dari Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas.


27

6.1.4. Keluarga Sadar Gizi

Dari 77 keluarga yang diperiksa, yang memenuhi 5 indikator Kadarzi ada 48

keluarga (62,34%).

6.1.5. Posyandu Purnama

Terdapat 28 posyandu dari 92 posyandu yang ada atau sebesar 30% berarti

masih berada di bawah target SPM tahun 2010 yaitu sebesar 40%.
28

III. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH

A. Daftar Permasalahan Kesehatan

Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan

sumber daya manusia (SDM) yang berkualtias, yaitu SDM yang memiliki fisik yang

tangguh, mental yang kuat dan kesehatan yang prima disamping penguasaan terhadap

ilmu pengetahuan dan teknologi. Kesehatan merupakan modal yang sangat berharga

dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Perbaikan mutu kesehatan masyarakat

berdampak pada meningkatnya kualitas hidup masyarakat dan juga meningkatkan

kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia yang baik dapat menjadi

modal untuk membangun bangsa ke arah yang lebih maju.

Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten yang

bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya.

Salah satu fungsi dari puskesmas adalah sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat dasar

(strata I) baik upaya kesehatan perorangan (private goods) dan upaya kesehatan

masyarakat (public goods). Pelaksanaan fungsi puskesmas ini tidak terlepas dari berbagai

permasalahan yang menyertainya. Berdasarkan data primer yang kami dapat dari

Puskesmas terdapat dua penyakit yang menjadi masalah karena terdapat gap antara data

primer dengan target SPM Puskesmas tahun 2010. Permasalahan-permasalahan yang

dihadapi oleh Puskesmas Jatilawang dalam program pemberantasan penyakit menular

diantaranya dalam tahun 2009 ditemukan 14 penderita BTA + dari 64 penderita BTA +

perkiraan atau sebesar 21,87%. Menurut petugas pemegang program tuberkulosi angka

kejadian tuberkulosis di Puskesmas Jatilawang sebenarnya lebih tinggi, karena data yang

diperoleh adalah data yang dilaporkan berdasarkan angka pelaporan pasien yang

sekaligus berobat ke Puskesmas Jatilawang.


29

B. Penentuan Prioritas Masalah

Masalah merupakan adanya kesenjangan antara harapan/tujuan yang ingin dicapai

dengan kenyataan yang sesungguhnya, sehingga menimbulkan rasa tidak puas. Untuk

memutuskan adanya masalah perlu tiga syarat yang harus dipenuhi yaitu adanya

kesenjangan, adanya rasa tidak puas, dan adanya rasa tanggung jawab untuk

menanggulangi masalah.

Dalam penetapan masalah harus diketahui keadaan sekarang dan keadaan yang

diinginkan, dari hasil membandingkan kedua keadaan tersebut kemudian dicari mana

yang belum/tidak memuaskan, dan ini merupakan kesenjangan/gap masalah. Untuk

mengetahui permasalahan dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya melakukan

penelitian, mempelajari laporan, dan berdiskusi dengan para ahli.

Dalam pemantauan secara langsung di Puskesmas Jatilawang, terdapat beberapa

permasalahan dalam bidang program pemberantasan penyakit menular yang menarik

untuk dikaji lebih lanjut dalam pelaksanaan kepaniteraan IKM/IKK ini, antara lain

permasalahan rendanya angka penemuan tuberkulosis dan tingginya angka kesakitan

pneumonia.

Pada pengalaman belajar lapangan ini, penetapan prioritas masalah digunakan

metode Hanlon kuantitatif. Prinsip dasar penetapan prioritas masalah ini adalah

membandingkan pentingnya masalah satu dengan yang lainnya, yaitu mencocokkan

(cross match) tiap-tiap masalah.

Beberapa kriteria yang digunakan dalam penetapan prioritas masalah

menggunakan metode Hanlon kuantitatif, diantaranya : (1) kelompok kriteria A, yaitu

besarnya masalah, (2) kelompok kriteria B, yaitu kegawatan masalah, (3) kelompok

kriteria C, yaitu kemudahan dalam penanggulangan, (4) kelompok kriteria D, yaitu

PEARL faktor ( Property, Economic, Acceptability, Resources availability and Legality).


30

Beberapa masalah program pemberantasan penyakit menular yang terdapat di Puskesmas

Jatilawang dalam kurun waktu 2009 diantaranya adalah:

1. Perilaku kepatuhan minum obat pada penderita tuberkulosis

2. Perilaku mencari pelayanan pengobatan pada pasien curiga tuberkulosis

Dari kedua masalah tersebut hanya ada satu masalah yang menjadi prioritas untuk

ditanggulangi. Pada pengalaman belajar lapangan ini, penetapan prioritas masalah

digunakan metode Hanlon kuantitatif.

Metode Hanlon

Berdasarkan hal tersebut diatas maka dibuat analisis menurut metode Hanlon yaitu:

1. Kriteria A

Kriteria A digunakan untuk menentukan besarnya masalah dan diukur dari jumlah

penduduk yang terkena efek langsung. Dari pengambilan data sekunder menggunakan

data profile Puskesmas Jatilawang tahun 2009, didapatkan masalah-masalah kesehatan

dan jumlah penduduk yang terkena di Kecamatan Jatilawang.

Tabel 3.1 Nilai untuk Kriteria A


Masalah Besarnya Masalah per 10000 penduduk Nilai
Kesehatan >500 499-100 93-50 49-10 9-5 <5
(10) (8) (6) (4) (2) (1)

Perilaku X 4
kepatuhan
minum obat
pada penderita
tuberkulosis
Perilaku X 6
mencari
pelayanan
pengobatan
pada pasien
curiga
tuberkulosis
31

2. Kriteria B

Kriteria B digunakan untuk menentukan kegawatan masalah. Skor yang digunakan adalah 1

untuk yang paling ringan sampai skor 5 untuk masalah yang paling gawat. Dari diskusi

kelompok, didapatkan nilai kriteria B untuk masing-masing masalah kesehatan.

Tabel 3.2 Nilai untuk Kriteria B


Masalah Keganasan Tingkat Urgensi Biaya yang Nilai
kesehatan Dikeluarkan
Perilaku 4 8 4 16
kepatuhan
minum obat pada
penderita
tuberkulosis
Perilaku mencari 4 6 2 12
pelayanan
pengobatan pada
pasien curiga
tuberkulosis

3. Kriteria C

Kriteria C digunakan untuk menilai kemudahan dalam penanggulangan masalah, maka

dinilai apakan sumber daya dan teknologi yang ada dapat menyelesaikan masalah. Skor

yang digunakan dari skala 1 sampai 5. Semakin sulit penanggulangan, skor yang

diberikan semakin kecil.

Tabel 3.3 Skor yang Diberikan Tiap-Tiap Anggota


Masalah Maya Hanif Jml N
Perilaku kepatuhan 3 3 6 3
minum obat pada
penderita
tuberkulosis
Perilaku mencari 2 2 4 2
pelayanan
pengobatan pada
pasien curiga
tuberkulosis

4. Kriteria D (PEARL factor)

Kriteria D terdiri dari beberapa faktor yang saling menentukan dapat tidaknya suatu

program dilaksanakan. Faktor-faktor tersebut adalah :


32

a. Kesesuaian (Propriety)

b. Murah (Economic)

c. Dapat diterima (Acceptability)

d. Tersedianya sumber (Resources Availability)

e. Legalitas terjamin (Legality)

Dari diskusi kelompok, didapatkan nilai PEARL untuk masing-masing masalah :

Tabel 3.4 Kriteria PEARL


Masalah Kesehatan P E A R L Hasil Perkalian
Perilaku kepatuhan minum 1 1 1 1 1 1
obat pada penderita
tuberkulosis
Perilaku mencari pelayanan 1 1 1 1 1 0
pengobatan pada pasien
curiga tuberkulosis

5. Penetapan nilai
Setelah kriteria kriteria A, B, C dan D didapatkan kemudian nilai tersebut dimasukkan ke

dalam formula sebagai berikut :

Nilai Prioritas Dasar (NPD) = (A + B) C

Nilai Prioritas Total (NPT) = (A + B) C x D

Tabel 3.5 Nilai Prioritas Dasar


Masalah Kesehatan A B C NPD
Perilaku kepatuhan minum obat pada 4 16 3 192
penderita tuberkulosis
Perilaku mencari pelayanan 6 12 2 144
pengobatan pada pasien curiga
tuberkulosis

Dengan mengalikan NPD dengan komponen kriteria D dari masing-masing masalah

maka didapat angka NPT sebagai berikut :

Tabel 3.6 Nilai Prioritas Total


Masalah NPD Nilai PEARL NPT Urutan Prioritas
Rendahnya angka 192 1 192 I
penemuan TB
Pneumonia 144 1 144 II
33

Berdasarkan hasil penentuan masalah dengan metode Hanlon kuantitatif diatas

dapat ditetapkan bahwa masalah yang diprioritaskan adalah masalah kepatuhan minum obat

pada penderita tuberkulosis paru.

Selain dari perhitungan tersebut kelompok kami juga berpendapat bahwa

tuberkulosis memiliki tingkat kesakitan yang cukup tinggi, dan bila hal ini tidak diketahui

oleh masyarakat awam dengan benar bagaimana penangganan atau tindakan pencegahan agar

tidak mengarah ke keadaan yang lebih buruk, sehingga kelompok kami tertarik untuk

mengangkat masalah pneumonia sebagai masalah yang harus ditanggulangi.

Untuk mengatahui latar belakang masalah yang timbul dari munculnya penyakit

tersebut di masyarakat Jatilawang. Melalui latar belakang masalah inilah dapat diketahui

masalah utama dan bagaimana cara memecahkannya untuk memutus mata rantai penyebab

masalah. Beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian tuberkulosis diantaranya perilaku

masyarakat sebagai host, lingkungan sekitar yang buruk, dan kurangnya promosi kesehatan

mengenai penyakit ini.


34

IV. KERANGKA KONSEPTUAL MASALAH

A. Tinjauan Pustaka

A.1 Definisi Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB

(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat

juga mengenai organ tubuh lainnya.

A.2 Cara penularan :

 Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif Pada waktu batuk atau bersin,

pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet

nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.

 Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada

dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara

sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan

selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.

 Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang

dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan

dahak, makin menular pasien tersebut.

 Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh

konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

A. 3. Risiko penularan

1. Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB

paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar

dari pasien TB paru dengan BTA negatif.


35

2. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of

Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi

TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000

penduduk terinfeksi setiap tahun.

3. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.

4. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negative menjadi

positif.

A. 4. Risiko menjadi sakit TB

a) Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.

b) Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000

terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap

tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif.

c) Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah

daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi

buruk).

d) HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi

sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh

seluler (cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi penyerta (oportunistic),

seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan

bisa mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka

jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat

akan meningkat pula.


36

Riwayat alamiah pasien TB yang tidak diobati. Pasien yang tidak diobati, setelah 5 tahun,

akan:

 50% meninggal

 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi

 25% menjadi kasus kronis yang tetap menular

A. 5. Upaya Penanggulangan TB

Pada awal tahun 1990-an WHO dan IUATLD telah mengembangkan strategi

penanggulangan TB yang dikenal sebagai strategi DOTS (Directly Observed


37

Treatment Short-course) dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang

secara ekonomis paling efektif (cost-efective). Strategi ini dikembangkan dari

berbagi studi, uji coba klinik (clinical trials), pengalaman-pengalaman terbaik (best

practices), dan hasil implementasi program penanggulangan TB selama lebih dari

dua dekade. Penerapan strategi DOTS secara baik, disamping secara cepat

menekan penularan, juga mencegah berkembangnya MDR-TB. Fokus utama

DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada

pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan penularan TB dan dengan

demkian menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan

pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB.

WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam

penanggulangan TB sejak tahun 1995. Bank Dunia menyatakan strategi DOTS

sebagai salah satu intervensi kesehatan yang paling efektif. Integrasi ke dalam

pelayanan kesehatan dasar sangat dianjurkan demi efisiensi dan efektifitasnya.

Satu studi cost benefit yang dilakukan oleh WHO di Indonesia menggambarkan

bahwa dengan menggunakan strategi DOTS, setiap dolar yang digunakan untuk

membiayai program penanggulangan TB, akan menghemat sebesar US$ 55 selama

20 tahun.

Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci:

1. Komitmen politis

2. Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya.

3. Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan

tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan.

4. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu.


38

5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap

hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan.

Strategi DOTS di atas telah dikembangkan oleh Kemitraan global dalam

penanggulangan tb (stop TB partnership) dengan memperluas strategi dots sebagai

berikut :

1. Mencapai, mengoptimalkan dan mempertahankan mutu DOTS

2. Merespon masalah TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya

3. Berkontribusi dalam penguatan system kesehatan

4. Melibatkan semua pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun

swasta.

5. Memberdayakan pasien dan masyarakat

6. Melaksanakan dan mengembangkan riset

A. 6. Visi dan Misi Penanggulangan TB

1. Visi

Masyarakat yang mandiri dalam hidup sehat di mana tuberkulosis tidak lagi

menjadi masalah kesehatan masyarakat.

2. Misi

a. Menjamin bahwa setiap pasien TB mempunyai akses terhadap pelayanan

yang bermutu, untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian karena

TB

b. Menurunkan resiko penularan TB

c. Mengurangi dampak sosial dan ekonomi akibat TB


39

A. 7. Tujuan dan Target Penanggulangan TB

a) Tujuan

Menurunkan angka kesakitan dan angka kematian TB, memutuskan rantai

penularan, serta mencegah terjadinya MDR TB.

b) Target

Target program penanggulangan TB adalah tercapainya penemuan pasien baru

TB BTA positif paling sedikit 70% dari perkiraan dan menyembuhkan 85%

dari semua pasien tersebut serta mempertahankannya. Target ini diharapkan

dapat menurunkan tingkat prevalensi dan kematian akibat TB hingga

separuhnya pada tahun 2010 dibanding tahun 1990, dan mencapai tujuan

millenium development goals (MDGs) pada tahun 2015.

A. 8. Kebijakan Penanggulangan TB

1. Penanggulangan TB di Indonesia dilaksanakan sesuai dengan azas

desentralisasi dengan Kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen program

dalam kerangka otonomi yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan, monitoring

dan evaluasi serta menjamin ketersediaan sumber daya (dana, tenaga, sarana

dan prasarana).

2. Penanggulangan TB dilaksanakan dengan menggunakan strategi DOTS

3. Penguatan kebijakan untuk meningkatkan komitmen daerah terhadap program

penanggulangan TB.

4. Penguatan strategi DOTS dan pengembangannya ditujukan terhadap

peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan dan


40

pengobatan sehingga mampu memutuskan rantai penularan dan mencegah

terjadinya MDR-TB.

5. Penemuan dan pengobatan dalam rangka penanggulangan TB dilaksanakan

oleh seluruh Unit Pelayanan Kesehatan (UPK), meliputi Puskesmas, Rumah

Sakit Pemerintah dan swasta, Rumah Sakit Paru (RSP), Balai Pengobatan

Penyakit Paru Paru (BP4), Klinik Pengobatan lain serta Dokter Praktek Swasta

(DPS).Penanggulangan TB dilaksanakan melalui promosi, penggalangan kerja

sama dan kemitraan dengan program terkait, sektor pemerintah, non

pemerintah dan swasta dalam wujud Gerakan Terpadu Nasional

Penanggulangan TB (Gerdunas TB).

6. Peningkatan kemampuan laboratorium diberbagai tingkat pelayanan ditujukan

untuk peningkatan mutu pelayanan dan jejaring.

7. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk penanggulangan TB diberikan kepada

pasien secara cuma-cuma dan dijamin ketersediaannya.

8. Ketersediaan sumberdaya manusia yang kompeten dalam jumlah yang

memadai untuk meningkatkan dan mempertahankan kinerja program.

9. Penanggulangan TB lebih diprioritaskan kepada kelompok miskin dan

kelompok rentan terhadap TB.

10. Penanggulangan TB harus berkolaborasi dengan penanggulangan HIV.

11. Pasien TB tidak dijauhkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya.

12. Memperhatikan komitmen internasional yang termuat dalam MDGs.

A. 9. Tatalaksana Pasien Tuberkulosis

Penatalaksanaan TB meliputi penemuan pasien dan pengobatan yang

dikelola dengan menggunakan strategi DOTS. Tujuan utama pengobatan pasien


41

TB adalah menurunkan angka kematian dan kesakitan serta mencegah penularan

dengan cara menyembuhkan pasien. Penatalaksanaan penyakit TB merupakan

bagian dari surveilans penyakit; tidak sekedar memastikan pasien menelan obat

sampai dinyatakan sembuh, tetapi juga berkaitan dengan pengelolaan sarana bantu

yang dibutuhkan, petugas yang terkait, pencatatan, pelaporan, evaluasi kegiatan

dan rencana tindak lanjutnya.

A. 10. Penemuan Kasus TB

Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis,

penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien. Penemuan pasien merupakan

langkah pertama dalam kegiatan program penanggulangan TB. Penemuan dan

penyembuhan pasien TB menular, secara bermakna akan dapat menurunkan

kesakitan dan kematian akibat TB, penularan TB di masyarakat dan sekaligus

merupakan kegiatan pencegahan penularan TB yang paling efektif di masyarakat.

A. 11. Pengobatan Tuberkulosis

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan

fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat

utama dan tambahan.

A.11.1 Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:

1. Rifampisin

2. INH

3. Pirazinamid

4. Streptomisin

5. Etambutol

Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)


42

· Kanamisin

· Amikasin

· Kuinolon

· Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam

klavulanat

· Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain :

o Kapreomisin

o Sikloserino PAS (dulu tersedia)

o Derivat rifampisin dan INH

o Thioamides (ethionamide dan prothionamide)

A.11.2 Kemasan Obat

a. Obat tunggal,

Obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH, Rifampisin, Pirazinamid

dan Etambutol.

b. Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination – FDC)

Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet

Tabel 4.1 Jenis dan dosis OAT

Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang

penting untuk menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug

resistant tuberculosis). Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi

TB merupakan prioriti utama WHO. International Union Against Tuberculosis

and Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarakan untuk menggantikan paduan
43

obat tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB primer pada

tahun 1998. Dosis obat tuberkulosis kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO

seperti terlihat pada tabel 4.1. Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain:

a) Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal

b) Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan

pengobatan yang tidak disengaja

c) Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar

dan standar

d) Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit

e) Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan

penggunaan monoterapi

Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan

rentang dosis yang telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif

atau masih termasuk dalam batas dosis terapi dan non toksik. Pada kasus yang

mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek samping

serius harus dirujuk ke rumah sakit / dokter spesialis paru / fasiliti yang

mampu menanganinya.

A.11.3 Efek Samping OAT :

Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek

samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu
44

pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan

selama pengobatan.Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat (terlihat

pada tabel 4 & 5), bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat

simtomatik maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.

1. Isoniazid (INH)

Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf

tepi, kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi

dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari atau dengan

vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan.

Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi piridoksin (syndrom pellagra)Efek

samping berat dapat berupa hepatitis imbas obat yang dapat timbul pada

kurang lebih 0,5% pasien. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik,

hentikan OAT dan pengobatan sesuai dengan pedoman TB pada keadaan

khusus

2. Rifampisin

a. Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan

pengobatan simtomatik ialah :

a. Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang

b. Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah

kadang-kadang diare

c. Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan

b. Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :

a. Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus

distop dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan

khusus.
45

b. Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila

salah satu dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan

dan jangan diberikan lagi walaupun gejalanya telah menghilang.

c. Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas.

d. Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat,

air mata, air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses

metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan

kepada pasien agar dimengerti dan tidak perlu khawatir.

3. Pirazinamid

Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai

pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri

aspirin) dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal

ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam

urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit

yang lain.

4. Etambutol

Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya

ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian

keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali

terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB yang

diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam

beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan

pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi.


46

5. Streptomisin

Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan

dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan

meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur pasien.

Risiko tersebut akan meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi

ginjal. Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga mendenging (tinitus),

pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat

segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan diteruskan

maka kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan

keseimbangan dan tuli).Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam

yang timbul tiba-tiba disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit.

Efek samping sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar

mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila

reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr Streptomisin dapat

menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada wanita hamil

sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.

A.12. Panduan Obat Anti Tuberkulosis

Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:

- TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas

Paduan obat yang dianjurkan :

2 RHZE / 4 RH atau

2 RHZE / 4R3H3 atau

2 RHZE/ 6HE

Paduan ini dianjurkan untuk

a. TB paru BTA (+), kasus baru


47

b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk

luluh paru)

Pada evaluasi hasil akhir pengobatan, bila dipertimbangkan untuk

memperpanjang fase lanjutan, dapat diberikan lebih lama dari waktu

yang ditentukan. (Bila perlu dapat dirujuk ke ahli paru. Bila ada fasiliti

biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji

resistensi

- TB Paru (kasus baru), BTA negatif, pada foto toraks: lesi minimal

Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZ / 4 RH atau

: 2 RHZ/ 4R3H3 atau

6 RHE

- TB paru kasus kambuh

Pada TB paru kasus kambuh menggunakan 5 macam OAT pada fase

intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan obat

sesuai hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 5 bulan atau

lebih, sehingga paduan obat yang diberikan : 2 RHZES / 1 RHZE / 5

RHE. Bila diperlukan pengobatan dapat diberikan lebih lama tergantung

dari perkembangan penyakit. Bila tidak ada / tidak dilakukan uji

resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5

R3H3E3 (P2 TB).

- TB Paru kasus gagal pengobatan

Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi dengan

menggunakan minimal 5 OAT (minimal 3 OAT yang masih sensitif),

seandainya H resisten tetap diberikan. Lama pengobatan minimal

selama 1 - 2 tahun. Sambil menunggu hasil uji resistensi dapat diberikan


48

obat 2 RHZES, untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji resistensi. Bila

tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan

paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3 (P2TB). Dapat pula

dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang optimal.

Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru

- TB Paru kasus putus berobat

Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali

sesuai dengan kriteria sebagai berikut :

a. Pasien yang menghentikan pengobatannya < 2 bulan, pengobatan

OAT dilanjutkan sesuai jadwal

b. Pasien menghentikan pengobatannya ³ 2 bulan:

a. Berobat ³ 4 bulan, BTA saat ini negatif , klinik dan radiologik

tidak aktif / perbaikan, pengobatan OAT STOP. Bila gambaran

radiologik aktif,lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan

diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga kemungkinan

penyakit paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai

dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu

pengobatan yang lebih lama. Jika telah diobati dengan kategori II

maka pengobatan kategori II diulang dari awal.

b. Berobat > 4 bulan, BTA saat ini positif : pengobatan dimulai dari

awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu

pengobatan yang lebih lama. Jika telah diobati dengan kategori II

maka pengobatan kategori II diulang dari awal.

c. Berobat < 4 bulan, BTA saat ini positif atau negatif dengan klinik

dan radiologik positif: pengobatan dimulai dari awal dengan


49

paduan obat yang sama. Jika memungkinkan sebaiknya diperiksa

uji kepekaan (kultur resistensi) terhadap OAT

- TB Paru kasus kronik

Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi,

berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan

hasil uji resistensi (minimal terdapat 3 macam OAT yang masih sensitif

dengan H tetap diberikan walaupun resisten) ditambah dengan obat lini 2

seperti kuinolon, betalaktam, makrolid. Jika tidak mampu dapat

diberikan INH seumur hidup. Pertimbangkan pembedahan untuk

meningkatkan kemungkinan penyembuhan. Kasus TB paru kronik perlu

dirujuk ke ahli paru. Catatan : TB diluar paru lihat TB dalam keadaan

khusus

A.13. Evaluasi Pengobatan

Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinik, bakteriologik, radiologik, dan efek

samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat. Evaluasi klinik yang

dilakukan :

a. Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan

selanjutnya setiap 1 bulan

b. Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta

ada tidaknya komplikasi penyakit

c. Evaluasi klinik meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisik.

Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9 bulan pengobatan)

1. Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak


50

2. Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik

a. Sebelum pengobatan dimulai

b. Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)

c. Pada akhir pengobatan

3. Bila ada fasiliti biakan : dilakukan pemeriksaan biakan dan uji

resistensi

Evaluasi radiologik (0 - 2 – 6/9 bulan pengobatan)

Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:

a) Sebelum pengobatan

b) Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan

kemungkinan keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan)

c) Pada akhir pengobatan

Evaluasi efek samping secara klinik

1) Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal

dan darah lengkap

2) Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin,

dan gula darah , serta asam urat untuk data dasar penyakit penyerta

atau efek samping pengobatan

3) Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid

4) Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol

(bila ada keluhan)

5) Pasien yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan

dan audiometri (bila ada keluhan)


51

6) Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan

awal tersebut. Hal yang paling penting adalah evaluasi klinik

kemungkinan terjadi efek samping obat. Bila pada evaluasi klinik

dicurigai terdapat efek samping, maka dilakukan pemeriksaan

laboratorium untuk memastikannya dan penanganan efek samping obat

sesuai pedoman

Evalusi keteraturan berobat

Hal yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan

berobat dan diminum / tidaknya obat tersebut. Dalam hal ini maka sangat

penting penyuluhan atau pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan

berobat. Penyuluhan atau pendidikan dapat diberikan kepada pasien,

keluarga dan lingkungannya. Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan

timbulnya masalah resistensi.

Evaluasi pasien yang telah sembuh

Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh tetap dievaluasi minimal

dalam 2 tahun pertama setelah sembuh, hal ini dimaksudkan untuk

mengetahui kekambuhan. Hal yang dievaluasi adalah mikroskopik BTA

dahak dan foto toraks. Mikroskopik BTA dahak 3,6,12 dan 24 bulan

(sesuai indikasi/bila ada gejala) setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto

toraks 6, 12, 24 bulan setelah dinyatakan sembuh. Kriteria Sembuh

diantaranya :
52

1) BTA mikroskopik negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir

pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang adekuat

2) Pada foto toraks, gambaran radiologik serial tetap sama/ perbaikan

3) Bila ada fasiliti biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif.

A.14. Kepatuhan Minum Obat

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997), kepatuhan diartikan

sebagai sikap yang sesuai dengan peraturan yang telah diberikan,

sedangkan menurut Azwar (2002) mengatakan bahwa kepatuhan adalah

suatu sikap yang merupakan respon yang hanya muncul apabila individu

tersebut dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi

individual. Berdasarkan teori tersebut maka dapat dikatakan bahwa

kapatuhan adalah suatu sikap yang akan muncul pada seseorang yang

merupakan suatu reaksi terhadap sesuatu yang ada dalam peraturan yang

harus dijalankan.Kepatuhan minum obat (medication compliance) adalah

mengkonsumsi obat-obatan yang diresepkan dokter pada waktu dan dosis

yang tepat. Pengobatan hanya akan efektif apabila penderita mematuhi

aturan dalam penggunaan obat (Kusbiyantoro, 2002). Menurut penelitian

Kartini (2001), ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat

kepatuhan seseorang untuk meminum obat, yaitu antara lain :

a. Usia

Dalam beberapa penelitian telah disebutkan bahwa pada beberapa

tingkatan usia menentukan kepatuhan terhadap sesuatu yang harus

dilakukan sesuai dengan peraturan yang telah dibuat. Dalam hal ini

kepatuhan minum obat pun dapat dikaitkan dengan usia, sebagai

contoh untuk usia yang kurang dari 5 tahun kepatuhan minum obat
53

untuk suatu penyakit akan lebih sulit dibandingkan dengan orang yang

lebih dewasa. Begitu pun pada seseorang yang mempunyai usia lanjut

akan mempunyai kesulitan dalam kepatuhan meminum obat.

b. Pekerjaan dan waktu luang

Suatu aktivitas rutin pada seseorang memungkinkan untuk

menghabiskan waktu dengan pekerjaannya sehingga waktu luangnya

pun terbatas. Bagi seseorang yang termasuk sibuk dalam pekerjaannya

akan sangat sulit untuk meluangkan waktu, walaupun sekedar untuk

meminum obatnya sendiri. Hal ini akan berbeda dengan seseorang

dengan pekerjaan yang mempunyai waktu luang yang cukup akan

memungkingkan untuk lebih teratur dalam meminum obat sesuai

waktunya.

c. Pengawasan

Pengawasan adalah tindakan untuk memperhatikan dan melihat

bagaimana suatu peraturan yang berlaku tersebut dijalankan atau tidak.

Pada kepatuhan minum obat, pengawasan dapat dilakukan oleh

petugas kesehatan atau keluarga dari pasien yang menderita sakit.

Pengawasan tersebut dapat berupa peringatan atau anjuran untuk selalu

mematuhi waktu dan dosis yang telah dianjurkan untuk meminum obat

tersebut

d. Jenis dan dosis obat

Jenis dan dosis obat pada seseorang menderita suatu penyakit akan

berbeda dalam jenis dan dosisnya, semakin parah suatu penyakit pada

seseorang makan jenis dan dosisnya akan semakin banyak atau besar.

Banyaknya jenis obat untuk diminum dalam suatu waktu akan


54

mengakibatkan seseorang sulit untuk mematuhi minum obat tersebut

dengan berbagai alasan.

e. Penyuluhan petugas kesehatan

Penyuluhan dari petugas kesehatan dalam mengatur waktu, jenis dan

dosis obat merupakan faktor dari luar diri si penderita. Penyuluhan

bertujuan untuk meyakinkan dan menambah wawasan penderita untuk

mematuhi aturan meminum obat yang telah diberikan. Dengan adanya

penyuluhan diharapkan dapat memberikan dukungan dan motivasi

yang positif bagi penderita untuk segera sembuh dari penyakitnya,

dengan patuh terhadap aturan minum obatnya.


55

B. Kerangka Konsep

Menurut metode H.L. Blum, maka faktor tersebut dinilai dari 4 (empat) aspek

meliputi: perilaku, lingkungan, genetik, dan pelayanan kesehatan. Berdasarkan

pengumpulan data yang dilakukan dengan wawancara dari masyarakat desa Jatilawang

didapat beberapa penyebab masalah yang dapat dilihat pada diagram di bawah ini.

GENETIK :

- Usia

PELAYANAN KESEHATAN:

- Kader desa kurang aktif LINGKUNGAN:


- Kurangnya promosi kesehatan/
informasi mengenai tuberkulosis - Kurangnya dukungan dari
- Petugas kesehatan kurang aktif Kepatuhan PMO
dalam menemukan kasus minum obat - Kurangnya peran serta dari
orang-orang yang berpengaruh
pasien
tuberkulosis

PERILAKU :

- Kurangnya pengetahuan
mengenai tuberculosis
- Sikap pasien terhadap
sakitnya
56

C. Hipotesis

1) Faktor pengetahuan penderita berhubungan terhadap kepatuhan minum obat pasien

tuberkulosis

2). Faktor sikap penderita berhubungan terhadap kepatuhan minum obat pasien

tuberkulosis

3). Faktor pengawas minum obat berhubungan terhadap kepatuhan minum obat pasien

tuberkulosis

4). Faktor tenaga kesehatan berhubungan terhadap kepatuhan minum obat pasien

tuberkulosis
57

V. METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitiaan

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan

Cross Sectional Study.

B. Ruang Lingkup Kerja

Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas

C. Populasi Sampel

1. Populasi

a. Populasi Terjangkau

Seluruh pasien TB di Kecamatan Jatilawang.

b. Populasi Target

Seluruh pasien kasus TB BTA (+) di Kecamatan Jatilawang periode 2008-2009

2. Sampel/ Responden

Sampel/responden adalah sebagain dari populasi yang akan dijadikan obyek

penelitiaan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Besar sampel

Penentuan besar sampel menggunakan total sampling, dengan jumlah sampel

minimal sebanyak 30 pasien.

b. Metode pengambilan sampel

Metode yang dipakai dalam pengambilan sampel adalah dengan metode Total

Sampling. Yaitu suatu metode pengambilan sampel dimana sampel diambil

seluruhnya dari populasi yang ada.


58

Kriterian inklusi :

1. Bersedia dijadikan responden

2. Penderita dengan riwayat TB BTA (+) yang berobat ke Puskesmas Jatilawang

pada tahun 2008-2009

3. Berdomisili di Kecamatan Jatilawang

Kriteria eksklusi :

1. Menolak memberikan data.

2. Penderita sudah meninggal dunia

3. Pasien pindah rumah

4. Pasien anak-anak

5. Pasien tua yang tidak kooperatif terhadap wawancara

D. Faktor yang diteliti

a. Faktor pengetahuan

1. Definisi Tuberkulosis

2. Penyebab Tuberkulosis

3. Cara penularan Tuberkulosis

4. Gejala-gejala tuberlulosis

5. Pengobatan

b. Faktor sikap

1. Sikap mengenai pemeriksaan sputum

2. Sikap mengenai pengobatan TB

c. Faktor Pengawas Minum Obat

a. Keberadaan PMO
59

b. Hubungan dengan PMO

c. Keaktifan PMO

d. Faktor petugas kesehatan

a) Keaktifan petugas kesehatan

b) Kepuasan pasien terhadap petugas

c) Kunjungan dari petugas kesehatan

E. Definisi Operasional
1. Pasien tuberkulosis
Adalah pasien yang menjalani pengobatan tuberkulosis di Puskesmas Jatilawang
periode 2008 – 2009.
2. Perilaku patuh minum obat
Adalah perilaku dimana pasien meminum obat tuberkulosis sesuai dengan aturan,
yakni setiap hari selama dua bulan dan dua hari sekali selama empat bulan
selanjutnya tanpa putus.
3. Faktor pengetahuan
a. Definisi tuberkulosis
Pasien dapat menyebautkan bahwa tuberkulosis adalah penyakit infeksi
yang disebabkan oleh kuman di udara yang masuk lewat jalan nafas
melalui percikan dahak atau air liur.
b. Gejala tuberkulosis paru
Minimal pasien dapat menyebutkan 3 dari gejala tuberkulosis yaitu batuk
berdahak lebih dari sebulan, penurunan berat badan, keringat dingin di
malam hari, badan lemas, tidak ada nafsu makan, demam.
c. Cara penularan tuberkulosis
Cara penularan penyakit tuberkulosis adalah cara penyakit tersebut
menulari orang lain melalui percikan dahak atau air liur
d. Pengobatan tuberkulosis
Pengobatan tuberkulosis adalah pengobatan 6 bulan yang dijalani pasien
dengan jenis obat Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Etambutol.
e. Kesembuhan tuberkulosis
60

Kesembuhan tuberkulosis dinyatakan dengan hasil negatif pada dua kali


pemeriksaan dahak, atau perbaikan pada hasil foto rongent.
f. Bahaya tuberkulosis
Bahaya tuberkulosis dinyatakan sebagai komplikasi yang mungkin dialami
oleh pasien akibat penyakit tuberkulosis. Yaitu gagal nafas, sesak nafas,
batuk darah, gagal jantung, meninggal.

4. Faktor sikap

Merupakan tanggapan pasien mengenai sikap mengenai pemeriksaan dahak, sikap


untuk berobat dan sikap terhadap keharusan minum obat setiap hari

5. Lingkungan

Faktor lingkungan yang dimaksud adalah ketersediaan PMO, hubungan pasien


dengan PMO, dukungan keluarga, keaktifan PMO dan jarak pengambilan obat

6. Pelayan Kesehatan
Pelayanan kesehatan meliputin keaktifakn promosi petugas kesehatan, kepuasan
pasien terhadap petugas, keterjangkauan obat dan efek samping obat dan
penanganannya.
61

Definisi operasional beserta skala variabelnya dijabarkan dalam table 4.1 dibawah ini.

Tabel 4.1. Tabel definisi operasional variable penelitian


No Variable Definisi Hasil ukur Alat ukur Skala
Operasional
1 Faktor Definisi Tuberkulosis a. Tahu (1); Tidak Kuesioner Nominal
Pengetahuan Penyebab Tuberkulosis tahu (0)
Cara penularan b. Sesuai kriteria
Tuberkulosis (1), tidak sesuai
Gejala-gejala tuberlulosis (0)
Pengobatan c. Pernah (0);
Tidak pernah (1)
d. BB meningkat
atau tetap (1), BB
turun (0)

2 Faktor sikap 1. sikap mengenai a. setuju (1) tidak Kuesioner Nominal


pemeriksaan sputum setuju (0)
2.sikap mengenai
pengobatan tb
3.sikap mengenai
penderita tb yang harus
berobat

3 Faktor Keberadaan PMO Ada (1), tidak ada Kuesioner Nominal


lingkungan Hubungan dengan PMO (0)
Keaktifan PMO Aktif (1), tidak
Dukungan keluarga aktif (0)
Jarak pengambilan obat

4. Faktor Keaktifan petugas Ada (1), tidak ada Kuesioner Nominal


petugas kesehatan (0)
kesehatan Kepuasan pasien terhadap Aktif (1), tidak
petugas aktif (0)
Keterjangkauan obat tb
Efek samping obat tb
Solusi yang diberikan
petugas kesehatan

F. Instrumen Pengambilan Data

Sumber data adalah primer yang diperoleh dari wawancara terstruktur dengan

menggunakan kuesioner. Wawancara dilakukan dengan kunjungan ke rumah responden.


62

G. Rencana Analisis Data

Data dianalisa dengan metode analisis deskriptif dengan menggunakan table

distribusi frekuensi tentang karakteristik sampel, tentang perilaku baik tingkat

pengetahuan dan sikap dari orangtua sebagai analisis univariat. Analisis Bivariat

menggunaka metode Chi-square untuk mengetahui hubungan antar variabel. Analisis

multivariate menggunakan metode uji regresi logistik untuk mengetahui variabel mana

yang paling berpengaruh.


63

VI. HASIL DAN ANALISIS PENYEBAB MASALAH

A. Karakteristik Responden

Jumlah populasi pasien tuberkulosis yang berobat di Puskesmas Jatilawang

periode 2008 – 2009 sebanyak 83 pasien. Jumlah responden yang terlibat dalam

penelitian ini sampai dengan akhir sebanyak 52 responden. Sebanyak 31 pasien

terekslusi karena meninggal dunia, pasien tidak kooperatif terhadap pertanyaan

peneliti, dan pasien adalah anak-anak. Hasil penelitian diperoleh gambaran

karakteristik responden penelitian berdasarkan jenis kelamin, dan usia dapat dilihat

pada Tabel 6.1.

Tabel 6.1. Distribusi Responden Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin, dan Usia.
Karakteristik Frekuensi Presentase (%)
Jenis Kelamin
Laki-laki 24 46,2
Perempuan 28 53,8
Usia
< 50 tahun 36 69,2
> 50 tahun 16 30,8
Pendidikan terakhir
Tidak tamat SD 6 11,5
SD 15 28,8
SMP 21 40,4
SMA 10 19,2
Perguruan Tinggi 0 0
Tahun berobat
2008 29 55,8
2009 23 44,2
Total 52 100.0
Sumber : data primer 2010

Berdasarkan Tabel 6.1 diatas, responden yang terbanyak adalah berjenis

kelamin perempuan (53,8%), usia kurang dari 50 tahun (69%) dengan pendidikan

terakhir SMP (40,4%), berobat pada tahun 2008 (55,8%).

B. Distribusi Frekuensi Variabel


64

Hasil wawancara dengan responden melalui instrument kuesioner, maka

didapatkan hasil yang disebutkan di bawah ini. Bahwa faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap kepatuhan minum obat penderita tuberkulosis yang berobat di Puskesmas

Jatilawang periode 2008-2009 adalah sebagai berikut :

Tabel 6.2. Distribusi Frekuensi Variabel


Karakteristik Frekuensi Presentase (%)
Faktor Pengetahuan
Baik 38 73,1%
Buruk 14 26,9%
Sikap
Sesuai 37 71,2%
Tidak sesuai 15 28,8%
Perilaku
Patuh minum obat 42 80,8%
Tidak patuh 10 19,2%
Lingkungan
Mendukung 21 40,4%
Tidak mendukung 31 49,6%
Tenaga Kesehatan
Dukungan baik 28 53,8%
Dukungan kurang 24 46,2%
Total 52 100.0
Sumber : data primer 2010

Tabel 6.2. menunjukkan bahwa sebagian besar responden sebanyak 38

orang atau 73,1 % memiliki faktor pengetahuan tentang tuberkulosis yang

buruk. Sedangkan sebanyak 14 orang mempunyai faktor pengetahuan tentang

tuberkulosis yang baik. sebagian besar responden sebanyak 37 orang atau

71,2% memiliki faktor sikap yang baik, sedangkan 15 orang atau 28,8%

memiliki sikap yang tidak sesuai. sebagian besar responden memiliki perilaku

yang patuh minum obat sebanyak 42 orang atau 80,8%. Sedangkan responden

yang memiliki perilaku baik sebanyak 10 orang atau 19,2%. 21 responden

mengaku bahwa lingkungan amat sangat mendukung perilakunya. Sebanyak

31 responden mengaku bahwa lingkunganya tidak mendukung keadaan

sakitnya. 24 responden mengaku mendapat dukungan yang baik dari


65

pelayanan kesehataan. Sementara 28 responden mengaku kurang mendapat

dukungan dari tenaga kesehatan.

C. Hubungan Antara Varibel Bebas dan Variabel Terikat

a. Hubungan Antara Faktor Jenis Kelamin dengan Kepatuhan

Untuk menilai adakah hubungan yang signifikan antara jenis kelamin

dan perilaku patuh minum obat pada pasien tuberkulosis paru di Puskesemas

Jatilawang Periode 2008 – 2009 dapat dilihitung menggunakan uji Chi Square

dengan hasil perhitungan pada tabel 6.3 dibawah ini.

Tabel 6.3. Hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku patuh minum obat

Perilaku Patuh Minum


Obat
Jenis Kelamin Total
Tidak
Patuh Patuh

Pria 23 5 24
9,6% 36,5% 46,2%
Wanita 19 5 28
9,6% 44,2% 53,8%
Total 42 10 52
19,2% 80,8% 100%
Chi square = 0,074 p = 0,786 OR : 1,21 (CI : 0,30-4,81)

Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan uji chi square

didapatkan p = 0,786 (p > 0,05), dengan demikian dapat dikatakan tidak

terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan perilaku patuh

minum obat pada pasien tuberkulosis paru di Puskesemas Jatilawang Periode

2008 – 2009.

b. Hubungan Antara Usia dengan Perilaku


66

Untuk menilai adakah hubungan yang signifikan antara usia pasein dan

perilaku patuh minum obat pada pasien tuberkulosis paru di Puskesemas

Jatilawang Periode 2008 – 2009 dapat dilihitung menggunakan uji Chi Square

dengan hasil perhitungan pada tabel 6.4 dibawah ini.

Tabel 6.4. Hubungan usia pasien dengan perilaku patuh minum obat
Perilaku Patuh Minum
Obat
Usia Total
Tidak
Patuh Patuh

< 50 tahun 7 29 36
13,5% 55,8% 69,2%
> 50 tahun 3 13 16
5,8% 25,0% 30,8%
Total 42 10 52
19,2% 80,8% 100%
Chi square = 0,003 p = 0,953 OR : 1,04 (CI : 0,23 - 4,69)

Berdasarkan tabel 6.4 di atas, terdapat satu buah kolom dengan nilai

kurang dari 5, sehingga perhitungan Chi Square tidak memenuhi syarat. Sebagai

alternatifnya dilakukan perhitungan Fisher test. analisis statistik dengan

menggunakan uji fisher didapatkan nilai exact sig 2 sided sebesar 1,0 exact sig 1

sided 0,636 dengan demikian dapat dikatakan tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara usia dengan perilaku patuh minum obat pada pasien tuberkulosis

paru di Puskesemas Jatilawang Periode 2008 – 2009.

c. Hubungan Antara tingkat Pendidikan

Untuk menilai adakah hubungan yang signifikan antara tingkat

pendidikan pasein dan perilaku patuh minum obat pada pasien tuberkulosis

paru di Puskesemas Jatilawang Periode 2008 – 2009 dapat dilihitung


67

menggunakan uji Chi Square dengan hasil perhitungan pada tabel 6.5 dibawah

ini.

Tabel 6.5. Hubungan tingkat pendidikan pasien dengan perilaku patuh minum obat

Perilaku Patuh Minum


Obat
Tingkat Pendidikan Total
Tidak
Patuh Patuh

Tidak Tamat SD 1 5 6
1,9% 9,6% 11,5%
SD 4 11 15
7,7% 21,2% 28,8%
SMP 4 17 21
7,7% 32,7% 40,4%
SMA 1 9 10
1,9% 17,3% 19,2%
Total 10 42 52
19,2% 80,8% 100%
Chi square = 1,108 p = 0,775 OR :

Berdasarkan tabel 6.5 di atas, terdapat empat buah kolom dengan nilai

kurang dari 5, sehingga perhitungan Chi Square tidak memenuhi syarat.

Sebagai alternatifnya dilakukan perhitungan Fisher test. analisis statistik

dengan menggunakan uji fisher didapatkan nilai exact sig 2 sided sebesar 1,0

exact sig 1 sided 0,636 dengan demikian dapat dikatakan tidak terdapat

hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan perilaku patuh

minum obat pada pasien tuberkulosis paru di Puskesmas Jatilawang Periode

2008 – 2009.
68

d. Hubungan Antara Faktor Pengetahuan

Untuk menilai adakah hubungan yang signifikan antara faktor

pengetahuan pasein mengenai tuberkulosis dan perilaku patuh minum obat

pada pasien tuberkulosis paru di Puskesemas Jatilawang Periode 2008 – 2009

dapat dilihitung menggunakan uji Chi Square dengan hasil perhitungan pada

tabel 6.6 dibawah ini.

Tabel 6.6. Hubungan pengetahuan pasien dengan perilaku patuh minum obat

Perilaku Patuh Minum


Obat
Pengetahuan Total
Tidak
Patuh Patuh

Baik 3 22 25
5,8% 42,3% 48,1%
Buruk 7 20 27
13,5% 38,4% 51,9%

Total 10 42 52
19,2% 80,8% 100%
Chi square = 1,621 p = 0,203 OR = 2,56 (CI: 0,58 – 11,29)

Berdasarkan tabel 6.6 di atas, terdapat satu buah kolom dengan nilai

kurang dari 5, sehingga perhitungan Chi Square tidak memenuhi syarat.

Sebagai alternatifnya dilakukan perhitungan Fisher test. analisis statistik

dengan menggunakan uji fisher didapatkan nilai exact sig 2 sided sebesar

0,296 exact sig 1 sided 0,179 dengan demikian dapat dikatakan tidak terdapat

hubungan yang signifikan antara pengetahuan pasien mengenai tuberkulosis

dengan perilaku patuh minum obat pada pasien tuberkulosis paru di

Puskesmas Jatilawang Periode 2008 – 2009.


69

e. Hubungan Antara faktor sikap dengan perilaku patuh minum obat

Untuk menilai adakah hubungan yang signifikan antara faktor sikap

pasein mengenai pengobatan tuberkulosis dan perilaku patuh minum obat pada

pasien tuberkulosis paru di Puskesemas Jatilawang Periode 2008 – 2009 dapat

dilihitung menggunakan uji Chi Square dengan hasil perhitungan pada tabel

6.7 dibawah ini.

Tabel 6.7. Hubungan sikap pasien dengan perilaku patuh minum obat

Perilaku Patuh Minum


Obat
Sikap Total
Tidak
Patuh Patuh

Sesuai 8 29 24
9,6% 36,5% 46,2%
Tidak Sesuai 2 13 28
9,6% 44,2% 53,8%

Total 10 42 52
19,2% 80,8% 100%
Chi square = 0,472 p = 0,492 OR = 0,55 (CI: 0,10 – 2,99)

Berdasarkan tabel 6.7 di atas, terdapat satu buah kolom dengan nilai

kurang dari 5, sehingga perhitungan Chi Square tidak memenuhi syarat.

Sebagai alternatifnya dilakukan perhitungan Fisher test. analisis statistik

dengan menggunakan uji fisher didapatkan nilai exact sig 2 sided sebesar

0,704 exact sig 1 sided 0,396, dengan demikian dapat dikatakan tidak terdapat

hubungan yang signifikan antara faktor sikap pasein mengenai pengobatan

tuberkulosis dan perilaku patuh minum obat pada pasien tuberkulosis paru di

Puskesemas Jatilawang Periode 2008 – 2009.


70

f. Hubungan Antara faktor lingkungan dengan perilaku patuh minum obat

Untuk menilai adakah hubungan yang signifikan antara faktor

lingkungan dan perilaku patuh minum obat pada pasien tuberkulosis paru di

Puskesemas Jatilawang Periode 2008 – 2009 dapat dilihitung menggunakan

uji Chi Square dengan hasil perhitungan pada tabel 6.8 dibawah ini.

Tabel 6.8. Hubungan daktor lingkungan dengan perilaku patuh minum obat

Perilaku Patuh Minum


Obat
Lingkungan Total
Tidak
Patuh Patuh

Mendukung 23 5 24
9,6% 36,5% 46,2%
Tidak Mendukung 19 5 28
9,6% 44,2% 53,8%

Total 42 10 52
19,2% 80,8% 100%

Chi square = 12,659 p = 0,000 OR = 22,5 (CI: 2,56 – 197,40)

Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan uji chi square

didapatkan p = 0,000 (p <0,05), dengan demikian dapat dikatakan terdapat

hubungan yang signifikan antara faktor lingkungan pasein mengenai

pengobatan tuberkulosis dan perilaku patuh minum obat pada pasien

tuberkulosis paru di Puskesemas Jatilawang Periode 2008 – 2009.

g. Hubungan Antara faktor Pelayanan Kesehatan dengan Perilaku Patuh

Minum Obat
71

Untuk menilai adakah hubungan yang signifikan antara faktor

pelayanan kesehatan dan perilaku patuh minum obat pada pasien tuberkulosis

paru di Puskesemas Jatilawang Periode 2008 – 2009 dapat dilihitung

menggunakan uji Chi Square dengan hasil perhitungan pada tabel 6.13

dibawah ini.

Tabel 6.9. Hubungan faktor pelayanan kesehatan dengan perilaku patuh

minum obat

Perilaku Patuh Minum


Obat
Pelayanan Kesehatan Total
Tidak
Patuh Patuh

Dukungan Baik 19 9 24
36,5% 17,3% 53,8%
Dukungan Buruk 23 1 28
44,2% 1,9% 46,2%

Total 42 10 52
19,2% 80,8% 100%
Chi square = 6,512 p = 0,01 OR : 0,09 (CI:0,01 – 0,79)

Berdasarkan tabel 6.9 di atas, terdapat satu buah kolom dengan nilai

kurang dari 5, sehingga perhitungan Chi Square tidak memenuhi syarat.

Sebagai alternatifnya dilakukan perhitungan Fisher test. analisis statistik

dengan menggunakan uji fisher didapatkan nilai exact sig 2 sided sebesar

0,014 exact sig 1 sided 0,011 dengan demikian dapat dikatakan terdapat

hubungan yang signifikan antara faktor pelayanan kesehatan pasein mengenai

pengobatan tuberkulosis dan perilaku patuh minum obat pada pasien

tuberkulosis paru di Puskesemas Jatilawang Periode 2008 – 2009.


72

Berdasarkan dari tabel diatas, bahwa faktor yang berhubungan secara signifikan

dengan perilaku patuh minum obat tuberkulosis adalah faktor lingkungan dan faktor

pelayanan kesehatan. Faktor lingkungan dalam hal ini adalah adanya pengawas minum obat,

dukungan keluarga dan faktor geografis. Faktor yang tidak berpengaruh secara signifikan

adalah faktor demografi (jenis kelamin, umur, pendidikan terakhir), faktor pengetahuan dan

faktor perilaku. Walaupun pada kenyataannya faktor pengetahuan mengenai tuberkulosis

pasien masih sangat rendah. Namun tidak berpengaruh dan tidak memiliki hubungan terhadap

perilaku patuh minum obat tuberkulosis pada pasien tuberkulosis paru di Puskesemas

Jatilawang Periode 2008 – 2009.


73

VII. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

A. Alternatif pemecahan masalah:

- Penyuluhan kepada keluarga pasien tuberkulosis tentang Pengawas Minum Obat


- Pembagian leaflet mengenai Pengawas Minum Obat
- Pengefektifan kader puskesmas dalam usaha meningkatkan kinerja program
pengwasan minum obat

B. Prioritas pemecahan masalah

Alternatif pemecahan masalah yang telah disusun tersebut tidak semua dapat
dilaksanakan, oleh karena harus memperhitungkan berbagai kemampuan yang
meliputi sarana, dana, dan waktu yang terbatas. Untuk itulah dilakukan langkah
pemilihan prioritas peemecahan masalah dengan menggunakan metode Reinke.
Metode ini menggunakan dua kriteria yaitu efektifitas dan efisiensi jalan keluar.
Efektifitas jalan keluar meliputi besarnya masalah yang dapatt diatasi, pentingnya
jalan keluar dan sensitivitas jalan keluar, sedangkan efisiensi jalan keluar dikaitkan
dengan biaya yang diperlukan untuk melakukan jalan keluar.

Kriteria efektifitas jalan keluar :

a. M (besarnya masalah yang dapat diatasi) :


1. Masalah yang dapat diatasi sangat kecil
2. Masalah yang dapat diatasi kecil
3. Masalah yang dapat diatasi cukup besar
4. Masalah yang dapat diatasi besar
5. Masalah yang dapat diatasi sangat besar
b. I (pentingnya jalan keluar) yang dikaitkan dengan kelanggengan selesainya
masalah :
1. Sangat tidak langgeng
2. Tidak langgeng
3. Cukup langgeng
4. Langgeng
74

5. Sangat langgeng
c. V (sensitivitas jalan keluar yang dikaitkan dengan kecepatan penyelesaian
masalah) :
1. Penyelesaian masalah sangat lambat
2. Penyelesaian masalah lambat
3. Penyelesaian cukup cepat
4. Penyelesaian masalah cepat
5. Penyelesaian masalah sangat cepat

Kriteria efeisiensi jalan keluar yang dikaitkan dengan biaya yang dikeluarkan dalam
menyelesaikan masalah (C) :

1. Biaya sangat mahal


2. Biaya mahal
3. Biaya cukup mahal
4. Biaya murah
5. Biaya sangat murah
Prioritas pemecahan masalah pada kasus Tuberkulosis di Puskesemas Jatilawang
Periode 2008 – 2009 dengan menggunakan metode Reinke adalah sebagai berikut :
75

Tabel 7.1. Prioritas pemecahan masalah dengan menggunakan metode Reinke

No Daftar alternatif jalan Efektifitas Efisiensi MxIxV Urutan


keluar M I V C prioritas
C
masalah

1. Penyuluhan kepada 3 3 3 4 6,75 II


masyarakat tentang
PMO

2. Pembagian leaflet 3 3 4 4 9 I
mengenai PMO

3. Pengefektifan kader 3 3 3 4 6,75 III


puskesmas dalam
usaha meningkatkan
kinerja program
pengawasan minum
obat pada pasien
tuberkulosis

Berdasarkan hasil perhitungan analisis prioritas pemecahan masalah dengan


menggunakan metode Reinke diperoleh prioritas pemecahan masalah, yaitu :

1. Pembagian leaflet mengenai pengawas minum obat

VIII. RENCANA KEGIATAN


76

A. Latar Belakang

Salah satu penyebab utama ketidakberhasilan pengobatan adalah karena tidak

teraturnya penderita minum obat. Ketidateraturan minum obat terutana sebagai akibat

dari peran pengawas minum obat (PMO) yang kurang efektif, disamping penyebab

lainnya misalnya timbulnya efek samping, menderita penyakit penyerta,

kerterjangkauan terhadap pelayanan kesehatan yang sulit, tingkat pengetahuan

penderita yang masih kurang sehingga kurang memahami pentingnya berobat secara

teratur dan sikap petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan yang diberikan oleh

fasilitas kesehatan. Rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai PMO menjadi

alasan utama adanya kegiatan penyuluhan mengenai tuberkulosis. Penyuluhan

kesehatan yang merupakan bagian dari promosi kesehatan adalah rangkaian kegiatan

yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan di mana

individu, kelompok, atau masyarakat secara keseluruhan dapat hidup sehat dengan

cara memelihara, melindungi, dan meningkatkan kesehatannya. Penyuluhan perlu

dilakukan karena masalah TB banyak berkaitan dengan masalah pengawasan oleh

PMO dan pelayanan kesehatan. Tujuan penyuluhan adalah untuk meningkatkan

kesadaran, kemauan dan peran serta masyarakat dalam penanggulangan TB melalui

adanya PMO. Penyuluhan PMO dapat dilaksanakan dengan menyampaikan pesan

penting secara langsung ataupun menggunakan media. Penyuluhan langsung bisa

dilakukan secara perorangan maupun kelompok. Penyuluhan tidak langsung dengan

menggunakan media, dalam bentuk bahan cetak seperti leaflet, poster, atau spanduk,

juga media massa yang dapat berupa media cetak seperti koran, majalah maupun

media elektronik seperti radio dan televisi.

B. Tujuan
77

Meningkatkan pengetahuan masyarakat khususnya keluarga pasien

tuberkulosis paru periode 2008 – 2009 mengenai PMO.

C. Bentuk Kegiatan

Pembagian leaflet dan diskusi bersama keluarga pasien tuberkulosis paru mengenai

PMO.

D. Sasaran

1. Keluarga pasien tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Jatilawang

E. Pelaksanaan

1. Peneliti melakukan kunjungan rumah pada pasien tuberculosis

2. Membagikan leaflet kepada keluarga pasien tuberculosis

3. Berdiskusi bersama keluarga pasien mengenai leaflet tersebut dan apabila ada hal

yang ingin ditanyakan pasien.

F. Rencana Anggaran

Fotokopi = Rp 15.000,00

Transport = Rp 25.000,00

Total = Rp 40.000,00

G. Rencana Monitoring dan Evaluasi

Pretest dan Postest mengenai pengetahuan PMO dilakukan sebagai dasar evaluasi hasil

kegiatan. Selain itu juga dilakukan evaluasi terhadap leaflet yang diberikan.

IX. PELAKSANAAN DAN EVALUASI KEGIATAN


78

A. Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan kesehatan yang dilakukan adalah pembagian leaflet dan berdiskusi

bersama keluarga pasien tuberkulosis paru mengenai PMO (pengawas minum obat).

Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan keluarga mengenai pentingnya

PMO bagi pasien tuberkulosis yang merupakan salah satu faktor yang berhubungan

dengan kepatuhan minum obat pasien tuberkulosis. Pelaksanaan kegiatan pembagian :

a. Tahap Persiapan
 Perijinan : penulis mendapatkan ijin secara lisan dari kepala Puskesmas

Jatilawang dan bidan pembina desa untuk mengadakan pembagian leaflet

mengenai PMO sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan sebelumnya.

 Materi : Materi yang disiapkan adalah materi tentang pengertian PMO, syarat

PMO, tugas PMO, hal-hal yang harus disampaikan PMO kepada pasien TB.

 Sarana : Sarana yang dipersiapkan berupa leaflet, alat tulis, kuesioner.


b. Tahap pelaksanaan
 Judul Kegiatan : pembagian leaflet dan diskusi mengenai PMO kepada

keluarga pasien tuberkulosis paru yang berobat di Puskesmas Jatilawang

periode 2008 - 2009

 Hari/Tanggal : Rabu – Kamis, 7 – 8 April 2010, pukul 09.00 – selesai.

 Tempat : Rumah penderita tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas

Jatilawang

 Penanggungjawab : dr. Zaenal Arifin (selaku Kepala Puskesmas Rawalo)

 Pembimbing : dr Yudhi Wibowo

 Pelaksana : Dokter Muda UNSOED (Maya Noor Fitriana,


79

 Peserta : keluarga pasien tuberkulosis paru yang berobat di Puskesmas

Jatilawang periode 2008 – 2009.

 Penyampaian materi : penyampaian materi dilakukan dengan lisan dan tulisan

tentang pengertian PMO, syarat PMO, tugas PMO, hal-hal yang harus

disampaikan PMO kepada pasien TB.

c. Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi adalah melakukan evaluasi mengenai 3 hal, yaitu evaluasi

sumber daya, evaluasi proses, evaluasi hasil. Berikut ini akan dijelaskan mengenai

hasil evaluasi masing-masing aspek.

1. Evaluasi sumber daya

Evaluasi sumber daya meliputi evaluasi terhadap 5 M yaitu man, money,

metode, material, machine.

a. Man: Secara keseluruhan sumber daya dalam pelaksanaan diskusi sudah

termasuk baik karena narasumber telah dibekali pengetahuan yang cukup

memadai mengenai materi yang disampaikan.

b. Money: Sumber dana juga cukup untuk menunjang terlaksananya diskusi

termasuk untuk menyiapkan sarana dan prasarana.

c. Metode: Metode diskusi adalah pemberian materi secara lisan dan tulisan

mengenai PMO. Evaluasi pada metode ini termasuk cukup baik dan sasaran

penyuluhan tertarik untuk mengikuti dan mendengarkan penjelasan

narasumber.

d. Material: Materi yang diberikan pada penyuluhan telah dipersiapkan dengan

baik, materi penyuluhan diperoleh dari buku ilmu penyakit paru, buku ajar

ilmu penyakit dalam, dan artikel kesehatan.


80

2. Evaluasi proses

Evaluasi proses mencakup evaluasi terhadap pelaksanaan pembagian

leaflet dan diskusi. Pembagian leaflet di laksanakan pada hari Rabu dan Kamis

pada tanggal 7 dan 8 April 2010 mulai pukul 09.00 sampai dengan selesai.

Peneliti mendatangi rumah pasien sebanyak 52 pasien kemudian dilakukan pretest

selama 5 menit. Pemberian materi leaflet selama 15 menit, diskusi 10 menit dan

postes selama 5 menit. Antusiasme keluarga pasien dinilai cukup antusias, terlihat

dari perhatian mereka terhadap materi yang diberikan. Secara kuantitatif, peserta

yang hadir 90%. Secara keseluruhan pelaksanaan pembagian leaflet berlangsung

baik.

3. Evaluasi Hasil

1. Pre test dilaksanakan dengan metode pengisian kuesioner kepada peserta

diskusi. Pertanyaan yang diajukan sebagai berikut:

a. Apakah itu PMO?

Jawaban : orang yang ditunjuk sebagai pengawas dalam memantau

keteraturan terapi minum obat pada pasien TB.

Jawaban benar : 20 orang / 44,5%

Jawaban salah : 25 orang / 55,5%

b. Apakah tugas dari PMO?

Jawaban :
 Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai
selesai pengobatan.
 Memberi dukunggan kepada pasien agar mau berobat teratur.
81

 Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang


telah ditentukan.
 Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang
mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera
memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan.

Jawaban benar : 15 orang / 33,5% (menjawab ≥2 tugas)

Jawaban salah : 30 orang / 66,5 % (menjawab <2 tugas)

c. Apakah yang harus disampaikan PMO kepada pasien TB?

a. TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan

b. TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur

c. Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara

pencegahannya

d. Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan)

e. Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur

f. Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera

meminta pertolongan ke UPK.

Jawaban benar : 10 orang / 22,3% (menjawab ≥3 hal)

Jawaban salah : 35 orang / 77,7 % (menjawab <3 hal)

2. Post test dilakukan dengan metode pengisian kuesioner kepada peserta diskusi.

Pertanyaan yang diajukan (sama dengan pertanyaan pre test) sebagai berikut:

Pertanyaan yang diajukan sebagai berikut:

a. Apakah itu PMO?


82

Jawaban : orang yang ditunjuk sebagai pengawas dalam memantau

keteraturan terapi minum obat pada pasien TB

Jawaban benar : 35 orang / 77,7%

Jawaban salah : 10 orang / 22,3%

b. Apakah tugas dari PMO?

Jawaban :
 Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai
selesai pengobatan.
 Memberi dukunggan kepada pasien agar mau berobat teratur.
 Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang
telah ditentukan.
 Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang
mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera
memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan.

Jawaban benar : 35 orang / 77,7% (menjawab ≥2 tugas)

Jawaban salah : 10 orang / 22,3% (menjawab <2 tugas)

c. Apakah yang harus disampaikan PMO kepada pasien TB?

a) TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan

b) TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur

c) Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara

pencegahannya

d) Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan)

e) Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur

f) Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera

meminta pertolongan ke UPK.

Jawaban benar : 25 orang / 55,5% (menjawab ≥3 hal)


83

Jawaban salah : 20 orang / 44,5% (menjawab <3 hal)

Tabel 9.1. Distribusi Hasil Pretest dan Posttest Diskusi Leaflet PMO

No. Pertanyaan Pretest Posttest


Benar Salah Benar Salah
∑ % ∑ % ∑ % ∑ %
1 Pengertian PMO 20 44,5 25 55,5 35 77,5 10 22,5
2 Tugas PMO 15 33,5 30 66,5 35 77,5 10 22,5
3 Materi PMO 10 22,5 35 77,5 25 55,5 20 44,5
Rerata 45 33,5 90 66,5 95 70,1 40 29,8

3. Evaluasi Leaflet ” Pengawas Minum Obat”

Evaluasi leaflet dilaksanakan dengan metode tanya jawab secara lisan kepada peserta

penyuluhan. Peserta penyuluhan yang diminta menjawab dipilih sebanyak 10 orang

secara acak. Pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawab berdasarkan skoring yang

telah ditentukan yaitu:

1: Sangat Jelek

2: Jelek

3: Cukup

4: Baik

5: Sangat Baik

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan adalah:

a. Apakah penampilan leaflet ini menarik?

8 responden memberi nilai 4 dan 2 responden memberi nilai 3

b. Apakah judul leaflet menarik dan mudah dipahami?

8 responden member nilai 4, dan 2 memberi nilai 3

c. Apakah bahasa di dalam leaflet jelas dan mudah dipahami?


84

8 responden memberi nilai 4 dan 2 responden memberi nilai 3

d. Apakah gambar di dalam leaflet ini cukup dan menarik?

8 responden memberi nilai 4 dan 2 responden memberi nilai 3

Kesimpulan:

Berdasarkan hasil pertanyaan dan skoring di atas, maka dapat disimpulkan bahwa leaflet ini

dinilai sudah cukup baik dengan skor rata-rata 3,8.

1. Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan

Tabel 9.2. Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan


Rencana Kegiatan Pelaksanaan Kegiatan Evaluasi
Tahap Persiapan Tahap Persiapan
Mempersiapkan perijinan penulis mendapatkan ijin secara lisan Waktu Perijinan telah
dari kepala Puskesmas Jatilawang dan dilaksanakan sesuai
bidan pembina desa untuk mengadakan dengan rencana.
pembagian leaflet mengenai PMO sesuai
dengan jadwal yang telah ditetapkan
sebelumnya
Pelaksanaan diskusi menggunakan undangan
yang ditujukan kepada ketua RT 01, 02,
03,dan 04 RW 06 sebagai perwakilan
masyarakat. Serta perwakilan kader desa
Rawalo.

Persiapan materi
Mempersiapkan materi Materi yang disiapkan adalah materi diskusi terlaksana
diskusi tentang pengertian PMO, syarat PMO, sesuai dengan rencana.
tugas PMO, hal-hal yang harus
disampaikan PMO kepada pasien TB

Mempersiapkan sarana Persiapan sarana


diskusi Sarana yang dipersiapkan berupa leaflet, diskusi terlaksana
alat tulis, kuesioner. sesuai dengan rencana.

Tahap Pelaksanaan Tahap Pelaksanaan Judul kegiatan sesuai


Judul Kegiatan : Judul Kegiatan : pembagian leaflet dan dengan rencana
pembagian leaflet dan
85

diskusi mengenai PMO diskusi mengenai PMO kepada keluarga


kepada keluarga pasien pasien tuberkulosis paru yang berobat di
tuberkulosis paru yang Puskesmas Jatilawang periode 2008 -
berobat di Puskesmas 2009
Jatilawang periode 2008 -
2009 Pelaksanaan diskusi
sesuai dengan rencana.
Hari/Tanggal : Rabu dan
Kamis, tanggal 7-8 April Hari/Tanggal : Rabu dan Kamis, tanggal 7-8
2010 April 2010

Pembagian leaflet di
laksanakan mulai pukul
Pukul: 09.00 s.d selesai 09.00 sampai dengan
Pukul: 09.00 s.d selesai selesai. Peneliti
mendatangi rumah pasien
sebanyak 52 pasien
kemudian dilakukan
pretest selama 5 menit.
Pemberian materi leaflet
selama 15 menit, diskusi
10 menit dan postes
selama 5 menit.

Tempat telah sesuai


Tempat : Rumah penderita dengan rencana
tuberkulosis di wilayah Tempat : Rumah penderita tuberkulosis di
Pelaksana sesuai
kerja Puskesmas wilayah kerja Puskesmas Jatilawang dengan rencana
Jatilawang Pelaksana : Dokter Muda UNSOED
Pelaksana : Dokter Muda (Ihwanudin Hanif, Maya Noor Fitriana)
UNSOED (Ihwanudin
Hanif, Maya Noor Fitriana)

Peserta yang hadir 90%


Peserta: keluarga pasien
Peserta: keluarga pasien tuberkulosis paru
tuberkulosis paru yang
berobat di Puskesmas yang berobat di Puskesmas Jatilawang
Jatilawang periode 2008 – periode 2008 – 2009.
2009.
Materi disampaikan
Penyampaian materi : sesuai dengan rencana.
dengan lisan dan tulisan.
: penyampaian materi dilakukan dengan
lisan dan tulisan tentang pengertian
PMO, syarat PMO, tugas PMO, hal-hal
yang harus disampaikan PMO kepada
pasien TB.
Tahap Evaluasi Pelaksanaan pretest
Pretest Tahap Evaluasi sesuai dengan rencana.
Pre test dilaksanakan dengan metode
pengisian kuesioner kepada peserta diskusi.
Pertanyaan yang diajukan sebagai berikut:
Apakah itu PMO?
86

Jawaban benar : 20 orang / 44,5%


Jawaban salah : 25 orang / 55,5%
Apakah tugas dari PMO?
Jawaban benar : 15 orang / 33,5%
(menjawab ≥2 tugas)
Jawaban salah : 30 orang / 66,5 %
(menjawab <2 tugas)
Apakah yang harus disampaikan PMO
kepada pasien TB?
Jawaban benar : 10 orang / 22,3%
(menjawab ≥3 hal)
Jawaban salah : 35 orang / 77,7 %
(menjawab <3 hal)

Post test Post test dilaksanakan


Post test dilakukan dengan metode pengisian dengan metode yang
kuesioner kepada peserta diskusi. Pertanyaan sama seperti pre test.
yang diajukan (sama dengan pertanyaan pre Hasil pretest dan post
test) sebagai berikut: test menunjukkan
Apakah itu PMO? bahwa warga sudah
Jawaban benar : 35 orang / 77,7% belum memiliki
Jawaban salah : 10 orang / 22,3% pengetahuan yang
Apakah tugas dari PMO? cukup tentang
Jawaban benar : 35 orang / 77,7% pengertian PMO
Jawaban salah : 10 orang / 22,3% setelah diadakan
Apakah yang harus disampaikan PMO diskusi, pengetahuan
kepada pasien TB? warga tentang PMO
Jawaban benar : 25 orang / 55,5% meningkat
(menjawab ≥3 hal)
Jawaban salah : 20 orang / 44,5%
(menjawab <3 hal)

X. KESIMPULAN DAN SARAN


87

A. Kesimpulan

1) Faktor pengetahuan penderita tidak berhubungan terhadap kepatuhan minum obat

pasien tuberkulosis

2). Faktor sikap penderita tidak berhubungan terhadap kepatuhan minum obat pasien

tuberkulosis

3). Faktor lingkungan berhubungan terhadap kepatuhan minum obat pasien tuberkulosis

4). Faktor pelayanan kesehatan berhubungan terhadap kepatuhan minum obat pasien

tuberkulosis

B. Saran

1. Bagi pihak puskesmas diharapkan dapat mengedukasikan mengenai PMO kepada

masyarakat.

2. Bagi kader desa diharapkan dapat membantu mengawasi keberadaan PMO pada

pasien tuberkulosis, jika perlu dilakukan pencatatan dan penunjukan resmi siapa

yang menjadi PMO bagi pasien.

3. Bagi perwakilan masyarakat diharapkan dapat ikut membantu mengawasi dan

memfasilitasi keberadaan PMO sehingga kinerja PMO dapat tetap aktif dalam

mengawasi pasien tuberkulosis paru.


88

DAFTAR PUSTAKA

Anonym. Tuberculosis. (2006). www.tbcindonesia.or.id. Diakses 18 November 2008


Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2007). Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Edisi 2. Cetakan Pertama. Indonesia

Nelwan. (2007) . Tuberculosis in Indonesia: Protection, Care and Cure Rumah Sakit
Ciptomangunkusumo, Indonesia. Indonesian medical journals.

Puskesmas Jatilawang. (2009). Profil Puskesmas Jatilawang Tahun 2008. Purwokerto.

World Health Organization. (2009) Global Tuberculosis Control: A Short Update to 2009
Report. World Health Organization.USA. hal 4.
89

LAMPIRAN
Jenis Kelamin * Perilaku patuh minum obat TB Crosstabulation

Perilaku patuh minum


obat TB Total

tidak patuh patuh tidak patuh


Jenis Kelamin perempuan Count 5 19 24
% of Total 9.6% 36.5% 46.2%
laki-laki Count 5 23 28
% of Total 9.6% 44.2% 53.8%
Total Count 10 42 52
% of Total 19.2% 80.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square .074(b) 1 .786
Continuity
.000 1 1.000
Correction(a)
Likelihood Ratio .074 1 .786
Fisher's Exact Test 1.000 .530
Linear-by-Linear
Association .072 1 .788
N of Valid Cases 52
a Computed only for a 2x2 table
b 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.62.

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper Lower


Odds Ratio for Jenis
Kelamin (perempuan / laki- 1.211 .304 4.814
laki)
For cohort Perilaku patuh
minum obat TB = tidak 1.167 .383 3.552
patuh
For cohort Perilaku patuh
minum obat TB = patuh .964 .737 1.260
N of Valid Cases 52
90

umur klas * Perilaku patuh minum obat TB Crosstabulation

Perilaku patuh minum


obat TB Total

tidak patuh patuh tidak patuh


umur bawah 50 Count
7 29 36
klas
% of Total 13.5% 55.8% 69.2%
sama dengan diatas 50 Count 3 13 16
% of Total 5.8% 25.0% 30.8%
Total Count 10 42 52
% of Total 19.2% 80.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square .003(b) 1 .953
Continuity
.000 1 1.000
Correction(a)
Likelihood Ratio .003 1 .953
Fisher's Exact Test 1.000 .636
Linear-by-Linear
Association .003 1 .954
N of Valid Cases 52
a Computed only for a 2x2 table
b 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.08.

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper Lower


Odds Ratio for umur klas
(bawah 50 / sama dengan 1.046 .233 4.699
diatas 50)
For cohort Perilaku patuh
minum obat TB = tidak 1.037 .307 3.504
patuh
For cohort Perilaku patuh
minum obat TB = patuh .991 .746 1.318
N of Valid Cases 52
91

Pendidikan terakhir pasien * Perilaku patuh minum obat TB Crosstabulation

Perilaku patuh minum


obat TB Total

tidak patuh patuh tidak patuh


Pendidikan tidak tamat Count
terakhir 1 5 6
pasien
% of Total 1.9% 9.6% 11.5%
sd Count 4 11 15
% of Total 7.7% 21.2% 28.8%
smp Count 4 17 21
% of Total 7.7% 32.7% 40.4%
sma Count 1 9 10
% of Total 1.9% 17.3% 19.2%
Total Count 10 42 52
% of Total 19.2% 80.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 1.108(a) 3 .775
Likelihood Ratio 1.157 3 .763
Linear-by-Linear
.435 1 .509
Association
N of Valid Cases
52

a 5 cells (62.5%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.15.

Symmetric Measures

Asymp.
Std. Approx.
Value Error(a) T(b) Approx. Sig.
Interval by Interval Pearson's R .092 .127 .656 .515(c)
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .103 .128 .730 .469(c)
N of Valid Cases 52
a Not assuming the null hypothesis.
b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c Based on normal approximation.
92

Tingkat pengetahuan TB * Perilaku patuh minum obat TB Crosstabulation

Perilaku patuh minum


obat TB Total

tidak patuh patuh tidak patuh


Tingkat pengetahuan pengetahuan rendah Count 7 20 27
TB % of Total 13.5% 38.5% 51.9%
pengetahuan tinggi Count 3 22 25
% of Total 5.8% 42.3% 48.1%
Total Count 10 42 52
% of Total 19.2% 80.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 1.621(b) 1 .203
Continuity
.848 1 .357
Correction(a)
Likelihood Ratio 1.664 1 .197
Fisher's Exact Test .296 .179
Linear-by-Linear
Association 1.590 1 .207
N of Valid Cases 52
a Computed only for a 2x2 table
b 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.81.

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper Lower


Odds Ratio for umur klas
(bawah 50 / sama dengan 1.046 .233 4.699
diatas 50)
For cohort Perilaku patuh
minum obat TB = tidak 1.037 .307 3.504
patuh
For cohort Perilaku patuh
minum obat TB = patuh .991 .746 1.318
N of Valid Cases 52
93

Tingkat sikap thd pengobatan TB * Perilaku patuh minum obat TB Crosstabulation

Perilaku patuh minum


obat TB Total

tidak patuh patuh tidak patuh


Tingkat sikap thd sikap tidak sesuai Count 2 13 15
pengobatan TB % of Total 3.8% 25.0% 28.8%
sikap sesuai Count 8 29 37
% of Total 15.4% 55.8% 71.2%
Total Count 10 42 52
% of Total 19.2% 80.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square .472(b) 1 .492
Continuity
.089 1 .765
Correction(a)
Likelihood Ratio .499 1 .480
Fisher's Exact Test .704 .396
Linear-by-Linear
Association .463 1 .496
N of Valid Cases 52
a Computed only for a 2x2 table
b 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.88.

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper Lower


Odds Ratio for Tingkat
sikap thd pengobatan TB
(sikap tidak sesuai / sikap .558 .104 2.998
sesuai)
For cohort Perilaku patuh
minum obat TB = tidak .617 .148 2.573
patuh
For cohort Perilaku patuh
minum obat TB = patuh 1.106 .852 1.435
N of Valid Cases 52
94

Aspek lingkungan thd kepatuhan * Perilaku patuh minum obat TB Crosstabulation

Perilaku patuh minum


obat TB Total

tidak patuh patuh tidak patuh


Aspek lingkungan lingkungan tidak Count 9 12 21
thd kepatuhan mendukung % of Total 17.3% 23.1% 40.4%
lingkungan mendukung Count 1 30 31
% of Total 1.9% 57.7% 59.6%
Total Count 10 42 52
% of Total 19.2% 80.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 12.659(b) 1 .000
Continuity
10.236 1 .001
Correction(a)
Likelihood Ratio 13.396 1 .000
Fisher's Exact Test .001 .001
Linear-by-Linear
Association 12.416 1 .000
N of Valid Cases 52
a Computed only for a 2x2 table
b 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.04.

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper Lower


Odds Ratio for Tingkat
sikap thd pengobatan TB
(sikap tidak sesuai / sikap .558 .104 2.998
sesuai)
For cohort Perilaku patuh
minum obat TB = tidak .617 .148 2.573
patuh
For cohort Perilaku patuh
minum obat TB = patuh 1.106 .852 1.435
N of Valid Cases 52
95

aspek yankes thd kepatuhan * Perilaku patuh minum obat TB Crosstabulation

Perilaku patuh minum


obat TB Total

tidak patuh patuh tidak patuh


aspek yankes thd dukungan kurang Count 1 23 24
kepatuhan % of Total 1.9% 44.2% 46.2%
dukungan baik Count 9 19 28
% of Total 17.3% 36.5% 53.8%
Total Count 10 42 52
% of Total 19.2% 80.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 6.512(b) 1 .011
Continuity
4.835 1 .028
Correction(a)
Likelihood Ratio 7.435 1 .006
Fisher's Exact Test .014 .011
Linear-by-Linear
Association 6.387 1 .011
N of Valid Cases 52
a Computed only for a 2x2 table
b 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.62.

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper Lower


Odds Ratio for aspek
yankes thd kepatuhan
(dukungan kurang / .092 .011 .791
dukungan baik)
For cohort Perilaku patuh
minum obat TB = tidak .130 .018 .951
patuh
For cohort Perilaku patuh
minum obat TB = patuh 1.412 1.080 1.847
N of Valid Cases 52
96

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2010

LEMBAR INFORMASI PENELITIAN

A. Tim Peneliti
1. Maya Noor Fitriana
2. M.Ihwanudin Hanif
B. Judul Penelitian
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepatuhan minum obat pasien
tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Jatilawang periode 2008-2009
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan kepatuhan minum obat penderita Tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas
Jatilawang pada tahun 2008-2009
D. Manfaat
Penelitian bermanfaat untuk memberi masukan kepada Puskesmas Jatilawang
mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat penderita
Tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Jatilawang pada tahun 2008-2009.

E. Keikutsertaan
Keikutsertaan responden dalam penelitian ini adalah secara sukarela. Identitas
dan jawaban responden dijamin kerahasiannya. Semua jawaban responden hanya akan
digunakan untuk kepentingan penelitian. Responden tidak mendapat imbalan dalam
penelitian ini. Tidak ada risiko yang akan terjadi pada responden dalam penelitian.
Tugas responden penelitian adalah menjawab pertanyaan tentang identitas, riwayat
penyakit tuberkulosis, pengetahuan mengenai tuberkulosis, pengawas minum obat,
promosi tenaga kesehatan. Waktu yang dibutuhkan responden dalam menjawab
pertanyaan adalah sekitar 15 menit. Responden memiliki hak untuk mengundurkan
diri dalam keikutsertaan sebagai responden dalam penelitian ini.
97

Responden yang membutuhkan informasi lebih lanjut tentang penelitian ini


dapat menghubungi Tim peneliti, Mahasiswa Jurusan Kedokteran FKIK UNSOED.
dapat dihubungi di nomor 085659395513 (Maya) dan 081808563397

Hormat kami,

Tim peneliti
98

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2010

LEMBAR PERSETUJUAN PENELITIAN


PENELITIAN TENTANG:

Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat penderita


Tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Jatilawang pada tahun 2008-2009

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama :
Usia :

Setelah membaca penjelasan di depan tentang penelitian ini, maka saya bersedia menjadi
responden pada penelitian yang dilakukan oleh Tim Peneliti, mahasiswa Jurusan Kedokteran
Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Jurusan Kedokteran Universitas Jenderal
Soedirman Purwokerto.

Jatilawang, 2010

Responden Peneliti,

(...................................) (...................................)

Nomor Responden: .....


99

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2010

KUESIONER PENELITIAN

Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat penderita


Tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Jatilawang pada tahun 2008-2009

Petunjuk Pengisian:
1. Bacalah pertanyaan dengan seksama sebelum memilih jawaban.
2. Isilah dengan memberi tanda silang (X) pada jawaban yang sesuai dengan keadaan
atau pendapat pribadi Saudara.
3. Kejujuran Saudara dalam menjawab pertanyaan sangat peneliti harapakan.

IDENTITAS RESPONDEN

Nomor :
Nama :
Alamat :
Jenis Kelamin :
Usia :
Pendidikan Terakhir : 1. Tidak Sekolah
2. SD, tamat / sampai kelas ……......
3. SLTP, tamat / sampai kelas …….
4. SLTA, tamat / sampai kelas …….
5. Perguruan Tinggi
100

PERTANYAAN
Berilah tanda silang (X) jawaban pada kolom yang tersedia pada setiap pernyataan di bawah
ini yang menurut Saudara paling sesuai.

I. Pengetahuan

1) Apakah anda mengetahui tentang tuberkulosis?

a. Ya b. Tidak

2) Apakah anda mengetahui gejala-gejala tuberkulosis?

a. Ya b. Tidak

3) Apakah anda mengetahui cara penularan tuberkulosis?

a. Ya b. Tidak

4) Apakah anda mengetahui pengobatan tuberkulosis?

a. Ya b. Tidak

5) Apakah anda mengetahui kapan tuberkulosis dinyatakan sembuh?

a. Ya b. Tidak

6) Apakah anda mengetahui bahaya yang timbul jika pengobatan tidak tuntas?

b. Ya b. Tidak

II. Sikap

1) Bagaimana sikap anda mengenai penderita tuberkulosis harus memeriksakan


dahaknya?

a. Setuju b. Tidak Setuju


101

2) Bagaimana sikap anda mengenai penderita tuberkulosis harus mengobati


penyakitnya ke pelayanan kesehatan?

a. Setuju b. Tidak Setuju

3) Bagaimana sikap anda mengenai penderita harus minum obat setiap hari sampai
dengan 6 bulan lamanya?

a. Setuju b. Tidak Setuju

III. Perilaku

1. Apakah dulu anda minum obat 2 bulan pertama setiap hari?

a. Ya

b. Tidak

2. Apakah anda diberikan obat sisipan selama satu bulan sebelum melanjutkan ke tahap

pengobatan selanjutnya???

a. Ya

b. Tidak

3. Apakah dulu anda minum obat bulan ke 3-6 berikutnya 2 hari sekali?

a. Ya

b. Tidak

IV. Pengawas Minum Obat

1) Apakah anda mempunyai pengawas minum obat (PMO) ?

a. Ya b. Tidak

2) Apakah PMO anda berasal dari keluarga anda?

a. Ya b. Tidak
102

3) Apakah keluarga mendukung anda dalam menjalani pengobatan tuberkulosis?


a. Ya b. Tidak
4) Apakah pengawas minum obat anda selalu aktif mengingatkan anda untuk minum
obat setiap harinya?
a. Ya b. Tidak
5) Apakah jarak pengambilan obat dapat dijangkau?
a. Ya b. Tidak

V. Petugas Kesehatan

1) Adakah petugas kesehatan yang aktif memberitahu anda mengenai penyakit


tuberkulosis?

a. Ya b. Tidak

2) Sudah cukup puaskah anda dengan kinerja dari petugas kesehatan dalam
melaksanakan promosi kesehatan?

a. Ya b. Tidak

3) Apakah anda mendapat obat TB secara gratis?

a. Ya b. Tidak

4) Apakah ada efek samping dari obat TB yang anda minum?

b. Ya b. Tidak

5) Jika ada efek samping apakah petugas kesehatan memberikan soliusi untuk
mengurangi efek samping?

c. Ya b. Tidak
103
104
PENGAWAS MINUM OBAT
(PMO) PASIEN TUBERKULOSIS
(TB)
PMO adalah orang yang ditunjuk sebagai pengawas dalam memantau
keteraturan terapi minum obat pada pasien TB

Siapa yang bisa jadi PMO ???? Persyaratan PMO


• Dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan
Bagaimana jika pasien lupa minum obat?
Bidan di Desa, Perawat, Pekarya, Sanitarian, Juru dihormati oleh pasien.
* PMO harus cepat bertindak jika pasien lupa atau
• Tinggal dekat dengan pasien.
Immunisasi, dan lain lain. Bila tidak ada petugas tidak minum obatnya (meskipun hanya terlambat 1
• Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal • Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan hari).
dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau bersama-sama dengan pasien
* Segera kunjungi rumah pasien dan tanyakan masalah
tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.
yang menjadi penyebab pasien tidak meminum
Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk
obatnya.
disampaikan kepada pasien dan keluarganya:
Tugas seorang PMO
• Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara * Hubungi Puskesmas dan minta bantuan mereka atas
• TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan
teratur sampai selesai pengobatan. atau kutukan keterlambatan tersebut.
• Memberi dukunggan kepada pasien agar mau
berobat teratur. • TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur
• Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak
pada waktu yang telah ditentukan. • Cara penularan TB, gejala-gejala yang
• Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien mencurigakan dan cara pencegahannya
TB yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB
untuk segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan • Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif
Kesehatan. dan lanjutan)

• Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat


secara teratur
Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti
• Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan
kewajiban pasien mengambil obat dari unit pelayanan
perlunya segera meminta pertolongan ke UPK.
kesehatan.
105

Pretest

Kuesioner evaluasi peningkatan pengetahuan bagi Pengawas minum obat

1. Apakah itu PMO?

a. benar b. salah

2. Apakah tugas dari PMO?

a. benar ( bila menyebutkan minimal 3) b. salah

3. Apakah yang harus disampaikan PMO kepada pasien TB?

a. benar ( bila menyebutkan minimal 3) b. Salah

Postest

Kuesioner evaluasi peningkatan pengetahuan bagi Pengawas minum obat

1. Apakah itu PMO?

a. benar b. salah

2. Apakah tugas dari PMO?

a. benar ( bila menyebutkan minimal 3) b. salah

3. Apakah yang harus disampaikan PMO kepada pasien TB?

a. benar ( bila menyebutkan minimal 3) b. salah


106

You might also like