Professional Documents
Culture Documents
PENGERTIAN
Secara umum motif seringkali diartikan dengan istilah dorongan. Dorongan atau tenaga
tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat. Jadi motif tersebut merupakan suatu
”driving force” yang menggerakkan manusia untuk bertingkah- laku, dan di dalam perbuatanya
itu mempunyai tujuan tertentu. Setiap tindakan yang dilakukan oleh manusia selalu di mulai
dengan motivasi (niat). Oleh karena itu, dilihat dari pendapat ini motivasi adalah merupakan
sejumlah proses- proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya, diarahkanya, dan terjadinya
persistensi kegiatan- kegiatan sukarela (volunter) yang diarahkan ke tujuan tertentu, baik yang
bersifat internal, atau eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap
antusiasme dan persistensi.
Hal yang sangat penting bagi manusia dalam sebuah organisasi adalah motivasi, karena
motivasi inilah yang akan menjadikan individu manusia lebih semangat dan kreatif dalam
menjalankan tugasnya sehingga dinilai berperestasi. Oleh karena itu, motivasi didalam organisasi
dapat didefinisikan sebagai konsep untuk menguraikan tentang kekuatan-kekuatan yang ada
dalam diri manusia (karyawan) yang memulai dan mengarahkan perilaku. Konsep ini merupakan
proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai
tujuannya. Tiga elemen utama dalam definisi kita adalah intensitas, arah, dan ketekunan.
Intensitas berhubungan dengan seberapa giat seseorang berusaha. Ini adalah elemen yang paling
banyak mendapat perhatian ketika kita membicarakan tentang motivasi. Intensitas adalah seberapa
kerasnya seseorang berusaha, intensitas yang tinggi sepertinya tidak akan menghasilkan prestasi
kerja yang memuaskan kecuali upaya tersebut dikaitkan dengan arah yang menguntungkan
organisasi. Dengan demikian, kita harus mempertimbangkan kualitas serta intensitas upaya
secara bersamaan. Upaya yang diarahkan ke, dan konsisten dengan tujuan-tujuan organisasi
merupakan jenis upaya yang seharusnya kita lakukan. Terakhir, motivasi memiliki dimensi
ketekunan. Dimensi ini merupakan ukuran mengenai berapa lama seseorang bisa
mempertahankan usahanya. Kita menggunakan konsep ini untuk menjelaskan perbedaan-
perbedaan dalam intensitas perilaku, dimana perilaku yang bersemangat adalah hasil dari tingkat
motivasi yang lebih kuat . Jadi Motivasi dapat didefinisikan sebagai proses yang
menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan usaha seorang individu untuk mencapai
tujuan.
Sejumlah teori-teori awal mengenai motivasi telah muncul sejak 1950-an. Ada tiga teori
spesifik pada masa itu yang, meskipun sekarang dipertanyakan kevaliditasnya, agaknya masih
penjelasan yang dikenal paling baik untuk motivasi karyawan. Meskipun banyak teori baru yang
lebih sahih, namun tiga teori lama ini akan dibahas karena mereka mewakili suatu pondasi
darimana teori kontemporer berkembang dan para manager mempraktekkan penggunaan dan
peristilahan teori-teori tersebut secara teratur dalam menjelaskan motivasi karyawan.
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada
pendapat mengenai konsep motivasi manusia dan mempunyai lima hierarki kebutuhan, yaitu:
Kebutuhan yang bersifat fisiologis (lahiriyah) Manifestasi kebutuhan ini terlihat
dalam tiga hal pokok, sandang, pangan dan papan. Bagi karyawan, kebutuhan akan
gaji, uang lembur, perangsang, hadiah-hadiah dan fasilitas lainnya seperti rumah,
kendaraan dll. Menjadi motif dasar dari seseorang mau bekerja, menjadi efektif dan
dapat memberikan produktivitas yang tinggi bagi organisasi.
Kebutuhan keamanan dan ke-selamatan kerja (Safety Needs) Kebutuhan ini
mengarah kepada rasa keamanan, ketentraman dan jaminan seseorang dalam
kedudukannya, jabatan-nya, wewenangnya dan tanggung jawabnya sebagai
karyawan. Dia dapat bekerja dengan antusias dan penuh produktivitas bila dirasakan
adanya jaminan formal atas kedudukan dan wewenangnya.
Kebutuhan sosial (Social Needs) Kebutuhan akan kasih sayang dan bersahabat
(kerjasama) dalam kelompok kerja atau antar kelompok. Kebutuhan akan
diikutsertakan, mening-katkan relasi dengan pihak-pihak yang diperlukan dan
tumbuhnya rasa kebersamaan termasuk adanya sense of belonging dalam organisasi.
Kebutuhan Penghargaan meliputi factor-faktor penghargaan interna seperti hormat
diri,otonomi, dan pencapaian; dan factor-faktor penghargaan eksternal seperti status,
pengakuan dan perhatian.
Kebutuhan Akutualisasi Diri (Self Actualization) Setiap orang ingin
mengembangkan kapasitas kerjanya dengan baik. Hal ini merupakan kebutuhan untuk
mewujudkan segala kemampuan (kebolehannya) dan seringkali nampak pada hal-hal
yang sesuai untuk mencapai citra dan cita diri seseorang. Dalam motivasi kerja pada
tingkat ini diperlukan kemampuan manajemen untuk dapat mensinkronisasikan antara
cita diri dan cita organisasi untuk dapat melahirkan hasil produktivitas organisasi
yang lebih tinggi.
Teori Maslow tentang motivasi secara mutlak menunjukkan perwujudan diri sebagai
pemenuhan (pemuasan) kebutuhan yang bercirikan pertumbuhan dan pengembangan individu.
Perilaku yang ditimbulkannya dapat dimotivasikan oleh manajer dan diarahkan sebagai subjek-
subjek yang berperan. Dorongan yang dirangsang ataupun tidak, harus tumbuh sebagai subjek
yang memenuhi kebutuhannya masing-masing yang harus dicapainya dan sekaligus selaku
subjek yang mencapai hasil untuk sasaran-sasaran organisasi.
Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan
berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia dalam
kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan, bahkan dikatakan
mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep
“hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai
tingkatan. Atau secara analogi berarti anak tangga.
Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang
pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan
kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,-
dalam hal ini keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan
terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman,
demikian pula seterusnya.
Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis,
namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang
berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.
Maslow menggambarkan manusia yang sudah mengaktualisasikan diri sebagai orang yang sudah
terpenuhi semua kebutuhannya dan melakukan apapun yang bisa mereka lakukan
Clayton Alderfer mengolah hierarki kebutuhan Maslow agar semakin dekat dengan
penelitian empiris, hierarki kebutuhannya disebut dengan teori ERG (ERG Theory). Alderfer
berpendapat bahwa terdapat 3 kelompok kebutuhan inti:
Dalam teori ERG tidak berasumsi bahwa kebutuhan tingkat rendah harus di penuhi dulu sebagai
syarat untuk menaiki tingkat selanjutnya, itulah perbedaan asumsi yang dapat dilihat bila
dibandingkan dengan teori Maslow.
1. Karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan, sebisa mungkin berusaha untuk
menghindarinya.
2. Karena tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dipaksa, dikendalikan atau diancam
dengan hukuman untuk mencapai tujuan-tujuan.
3. Karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari perintah formal bila mungkin.
4. Sebagian karyawan menempatkan keamanan di atas semua faktor lain terkait dengan
pekerjaan dan menunjukkan sedikit ambisi.
Bertentangan dengan hal diatas, McGregor menyebutkan 4 asumsi positif yang disebutkan pada
Teori Y:
1. Karyawan menganggap kerja sebagai hal yang menyenangkan, seperti halnya istirahat
atau bermain.
2. Karyawan akan berlatih mengendalikan diri dan emosi untuk mencapai berbagai tujuan.
3. Karyawan bersedia belajar untuk menerima, bahkan mencari, tanggung jawab.
4. Karyawan mampu membuat berbagai keputusan inovatif yang diedarkan ke seluruh
populasi, dan bukan hanya mereka yang menduduki posisi manajemen.
4. TEORI 2 FAKTOR
Untuk mengetahui kebutuhan mana yang dominan pada diri individu, beberapa metode
seperti kuisioner, tes proyektif dengan gambar dapat efektif. Perlu diperhatikan bahwa kebutuhan
untuk berprestasi tinggi tidak selalu berarti dapat menjadi manager yang baik, terutama dalam
organisasi-organisasi besar. Sementara kebutuhan akan afiliasi erat dikaitkan dengan sukses
manajerial. Manager terbaik tinggi dalam kenutuhan kekuasaan dan rendah dalam kebutuhan
afiliasinya.
6. TEORI EVALUASI KOGNITIF
Namun teori ini telah dipertanyakan diantara para spesialis kompensasi selama bertahun-
tahun bahwa jika upah atau ganjatan ekstrinsik lain harus merupakan motivator yang efektif,
ganjaran itu seharusnya dibuat bergantung pada kinerja seorang individu. Selain itu, teori ini juga
diserang dalam hal metodologi yang digunakan didalamnya dan dalam penafsiran dari
penemuan-penemuan itu. Teori ini mungkin relevan dengan perangkat pekerjaan organisasi yang
berada diantaranya, yaitu pekerjaan yang tidak luar biasa membosankan dan tidak luar biasa
menarik.
Menyatakan bahwa tujuan-tujuan yang spesifik dan sulit, denga umpan balik,
menghasilkan kinerja yang lebih tinggi. Ada beberapa factor yang mempengaruhi hubungan
tujuan-kinerja, yaitu umpan balik, komitmen tujuan, kefektifan diri yang memadai, dan budaya
nasional.
8. TEORI HARAPAN
Dikembangkan oleh Victor Vroom, yang meskipun banyak dikritik, banyak bukti riset yang
mendukungnya. Teori ini berargumen bahwa seorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan
tingkat upaya yang tinggi bila ia meyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja
yang baik; penilaian yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran organisasional seperti bonus,
kenaikan gaji, atau promosi; dan ganjaran itu akan memuaskan tujuan pribadi individu.
Oleh karenanya, teori ini memfokuskan pada tiga hubungan :
Teori harapan ini sangat membantu menjelaskan mengapa banyak sekali pekerja tidak
termotivasi pada pekerjaan mereka dan semata-mata melakukan yang minimum untuk
menyelamatkan diri. Namun, teori ini cenderung bersifat idealistis karena sedikit individu yang
mempersepsikan suatu korelasi yang tinggi antara kinerja dan ganjaran dalam pekerjaan mereka.
Jika organisasi benar-benasr mengganjar individu untuk kinerja, bukannya menurut kriteria
seperti senioritas, upaya, tingkat ketrampilan, dan sulitnya pekerjaan, maka validitas teori ini
mungkin lebih besar.
9. TEORI PENGUATAN
Teori yang bertentangan secara filosofis dengan teori penetuan tujuan, teori sebelumnya
adalah sebuah pendekatan kognitif, dimana tujuan-tujuan seorang individu mengarahkan
tindakannya. Dalam teori penguatan, mempunyai pendekatan perilaku, yang menunjukkan
bahwa penguatan mempengaruhi perilaku. Perilaku disebabkan oleh lingkungan
Teori penguatan mengabaikan keadaan batin individu dan hanya terpusat pada apa yang
terjadi pada seseorang ketika ia melakukan tindakan. Teori ini bukanlah teori motivasi karena
tidak berhubungan dengan apa yang melatar belakangi perilaku. Tetapi, hal ini memberikan satu
cara analisis mengenai apa yang mengendalikan perilaku, dank karena alasan inilah hal ini
dipertimbangkan dalam diskusi-diskusi motivasi.
10. TEORI KEADILAN
1. Diri –di dalam : membandingkan pengalaman seorang karyawan dengan posisi yang berbeda
didalam organisasi karyawan tersebut saat ini
2. Diri-di luar : membandingkan pengalaman seorang karyawan dengan posisi yang berbeda
diluar organisasi karyawan tersebut saat ini
3. Individu lain-didalam : Individu atau kelompok individu lain di dalam organisasi karyawan
tersebut
4. Individu lain – diluar : Individu atau kelompok individu lain di luar organisasi karyawan
tersebut.
Merupakan salah satu dari 3 bentuk utama keterlibatan karyawan, yang menyatakan suatu
proses di mana para bawahan berbagi suatu tingkat kekuatan pembuatan keputusan yang
signifikan dengan atasan-atasan langsung mereka.
Program ini dapat berfungsi dengan baik, bila persoalan-persoalan di mana para
karyawan terlibat harus relevan dengan minat-minat mereka sehingga mereka akan termotivasi,
dan karyawan harus memiliki kemampuan juga untuk berkontribusi. Penggunaan partisipasi
bukanlah cara pasti untuk meningkatkan kinerja karyawan.
BAB II
PERMASALAHAN
Sebelum kami membahas masalah motivasi yang ada di PT. Gamsaro Indonesia, kami
akan memaparkan latar belakang perusahaan tersebut.
Dalam anggaran dasarnya, PT. Gamsaro Indonesia terdiri dari 250.000 lembar saham
yang pada awalnya dipegang oleh 2 (dua) orang pemegang saham dan sebagaimana telah diubah
dalam Pernyataan Keputusan Rapat tanggal 16 Januari 2008 nomor 05 yang dibuat dihadapan
Rico Ramosan Silalahi, SH, Notaris yang berkedudukan di kota Tangerang menjadi 3 (tiga)
orang pemegang saham. Rencana perubahan pemegang saham tersebut juga sudah mendapat
persetujuan dari Kepala Badan Koordinasi Pemanaman Modal (BKPM) sebagaimana dalam
surat persetujuannya tertanggal 15 Januari 2008 nomor : 43/III/PMA/2008.
PT. Gamsaro Indonesia merupakan salah satu industri komponen alas kaki (sepatu dan
sandal) yang ada di wilayah tangerang dan saat ini perusahaan tersebut memiliki kurang lebih
350 tenaga kerja yang sebagian besar adalah wanita. Sebagai industri komponen sepatu PT.
Gamsaro Indonesia lebih cenderung menjadi perusahaan jasa, karena sifat usahanya yang hanya
menerima jasa pengerjaannya saja, sementara bahan bakunya disediakan oleh pemberi kerja,
hanya sebagian kecil dari bahan baku dan bahan pembantu produksi yang disediakan sendiri oleh
PT. Gamsaro Indonesia.
Dalam menjalankan usahanya PT. Gamsaro Indonesia membagi unit kerjanya menjadi
beberapa departemen, yang meliputi :
c. Departemen Produksi
Jam kerja yang berlaku di PT. Gamsaro Indonesia adalah non shift dan sesuai dengan
aturan normatif UU No.13 tentang ketenagakerjaan seperti yang terlihat dalam tabel 4.1. Namun
demikian sistem kerja yang diterapkan adalah sistem kerja target sehingga hasil produksinya
ditentukan oleh besarnya target per jam yang telah ditetapkan.
Visi dan misi perusahaan adalah merupakan suatu tujuan, harapan atau cita-cita yang
ingin dicapai sebuah perusahaan dimasa yang akan datang. Menentukan visi dan misi sama
artinya dengan menentukan mutu dalam bentuk program dalam setiap fungsi organisasi. Dengan
adanya visi dan misi perusahaan diharapkan mampu menjadi haluan kerja setiap departemen dan
memicu semangat seluruh karyawan perusahan untuk dapat mencapai tujuan organisasi dengan
lebih cepat, mudah dan tepat. Visi dan misi perusahaan juga berperan sebagai acuan atau
pedoman dalam setiap pengambilan keputusan dalam perusahaan. Dengan harapan setiap
keputusan dan tindakan dalam perusahaan memiliki satu tujuan yang jelas dan khusus seperti
yang tertuang dalam Visi dan Misi Perusahaan.
Adapun visi dan misi PT. Gamsaro Indonesia adalah sebagai berikut :
a. Visi : Menjadi perusahaan jasa pembuatan alas kaki yang besar dan bermutu.
Sesuai dengan tujuan awal PT. Gamsaro Indonesia dibuat adalah untuk menampung
kapasitas yang berlebih dari perusahaan induknya, sehingga perusahaan ini juga dapat
menampung order-order dari perusahaan lainnya baik yang kapasitas produksinya berlebih
maupun yang tidak berlebih.
2. PERMASALAHAN
Masalah pertama yang dihadapi yang mempengaruhi motivasi karyawan yaitu, karyawan
kurang diikutsertakan dalam memberikan usulan/ide, pengambilan keputusan, dan kurangnya
penekanan peranan penting karyawan di perusahaan.
Dan masalah yang terakhir adalah kurangnya peranan manajemen dalam menjalankan
peranannya untuk lebih memotivasi para staff karyawan yang mengarahkan usaha mereka dalam
pemenuhan harapan kinerja perusahaan.
BAB III
Usulan solusi untuk Pemecahan masalah yg berdampak pada motivasi ini dirasa cukup
penting, karena masalah tersebut ternyata mempengaruhi kinerja, yaitu tidak terpenuhinya target
produksi yang diharapkan
A. Masalah Pertama
Masalah pertama yang dapat diidentifikasi yaitu, karyawan kurang diikutsertakan dalam
memberikan usulan/ide, pengambilan keputusan, dan kurangnya penekanan peranan penting
karyawan di perusahaan. Dalam hal ini karyawan dirasakan kurang memberikan respon akan
kebijakan-kebijakan yg coba diimplementasikan serta tidak membangkitkan minat dan kreativitas para
karyawan, sehingga motivasi pun berkurang atau biasa biasa saja dlm menjalankan pekerjaan mereka.
Untuk masalah diatas secara keilmuan dalam perilaku organisasi, dapat dikaitkan dgn
bentuk keterlibatan karyawan Manajemen Partisipatif, yaitu Proses dimana para bawahan
berbagi suatu tingkat kekuatan pembuatan keputusan yang signifikan dengan atasan-atasan
langsung mereka.
Dan agar Manajemen partisipatif ini berfungsi dgn baik ,persoalan-persoalan dimana para
karyawan terlibat harus relevan dgn minat-minat mereka sehingga mereka termotivasi.
Karyawan juga harus memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk memberikan kontribusi yang
berguna , dan harus ada rasa percaya diri di antara para pihak yg terlibat.
Bentuk implementasi dari solusi bentuk manajemen partisipatif dan teori yang
terkandung didalamnya dapat dilaksanakan dengan beberapa cara, salah satunya adalah
menyediakan wadah/sarana utk menuangkan ide-ide dan masukan dari karyawan, seperti kotak
saran/ide atau suatu organisasi yg diprakarsai oleh perusahaan sendiri atau pimpinan langsung.
Untuk lebih menguatkan program ini bisa dikombinasikan dgn penghargaan secara ekstrinsik,
yaitu adanya imbalan bila suatu ide dirasakan baik dan dapat dilakukan, dan penghargaan yang
lebih tinggi bila ide tersebut ternyata dapat mendorong kinerja perusahaan.
B. Masalah Ke Dua
Dalam kehidupan para karyawan di perusahaan terbentuk kelompok-kelompok yang
justru mengarahkan pada perpecahan bukan kepada integritas dalam perusahaan,. Topik-topik
yang bisa menjadi issue dalam kelompok-kelompok tersebut salah satunya membicarakan
masalah gaji, baik jumlah rata2 yang mereka bandingkan dengan sesama pekerja ataupun di
tempat kerja lain.
Gaji yang tadi masih dibawah UMR sudah distandarkan, tambahan berupa insentif bonus
sudah diberikan. tapi kekuatannya untuk menaikkan kinerja masih kurang berpengaruh untuk
meningkatkan produktifitas.
C. Masalah Terakhir
1. Pujian pribadi , dimana individu senang ketika mereka merasa dibutuhkan dan bahwa
pekerjaan mereka dihargai,
Pujian atau pengakuan dapat diterapkan oleh manager untuk bisa menghargai dan
memotivasi kinerja karyawan, hal ini bisa diwujudkan dalam program pengakuan karyawan yang
termasuk dalam strategi perusahaan. Program ini berkisar dari ucapan “terima kasih” yang
spontan dan pribadi sampai program formal yang diumumkan secara luas dimana jenis-jenis
perilaku tertentu dianjurkan dan prosedur untuk mencapai pengakuan diidentifikasikan secara
jelas.
Contoh Program yang sudah pernah dilakukan oleh organisasi lain baik di restoran2,
perusahaan asuransi, dipabrik2 yaitu, Program pengakuan komprehensif. Terdapat “Papan
bulletin”, dimana prestasi-prestasi dari berbagai individu dan tim diperbaharui secara teratur.
Penghargaan bulanan bisa diberikan kepada individu-individu yang dinominasikan oleh teman-
teman atas usaha yang luar biasa dalam pekerjaan, dan dipilih pemenangnya dalam suatu acara
khusus sesuai keinginan perusahaan. Program ini disarankan untuk tidak di politisasi dengan
memanipulasinya, yaitu digunakan oleh atasan untuk mengakui atau mengakui hanya karyawan
favorit mereka. Ketika disalahgunakan, akan merusak nilai dari program pengakuan dan
menghilangkan semangat karyawan.
Secara informal dapat juga dilakukan secara personal, yaitu dalam penyampaian kritik
tentang pekerjaan atau bagaimana manager menghargai penyelesaian pekerjaan.
2. Waktu bersama manager mereka, Ketika manajer menghabiskan waktu dengan para
karyawan, ia memberikan pengakuan dan validasi. Kedua, manager memberikan dukungan
dengan mendengarkan kekhawatiran para karyawan, menjawab berbagai pertanyaan, dan
memberikan nasehat.