You are on page 1of 9

Contoh cara perhitungan Pajak terhutang

Penghasilan Amir (gaji, bonus,dll) Tahun Pajak 2009 sebesar Rp101.640.000,00. Amir
sudah menikah dan mempunyai 3 (tiga) orang anak, sedangkan isterinya tidak
mempunyai penghasilan sendiri. Penghitungan pajak Amir sbb. :
Penghasilan 1 tahun Rp120.000.000

di(-) Biaya jabatan 5% Rp 6.000.000

Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/3)

=15.840+1.320+ (3×1320) Rp. 21.120.000


Penghasilan Kena Pajak Rp 92.880.000
Pajak Penghasilan yang terutang :
5% x Rp50.000.000,00 Rp 2.500.000
15% x Rp42.880.000 Rp. 6.432.000

Jumlah PPh Rp 8.932.000


Contoh cara perhitungan Pajak terhutang

1. Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf b

Diterapkan bagi WP badan dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap, sebesar 28%. Tarif ini
dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak.

Contoh :

PT A,

Penghasilan Kena Pajak selama tahun 2009 Rp 4.500.000.000

PPh Terutang = 28% x Rp 4.500.000.000

= 1.260.000.000

Jika WP Badan dalam Negeri mempunyai peredaran bruto sampai dengan Rp. 50 milyar
maka penghitungan PPh terutangnya menggunakan tarif PPh Pasal 31E

2. Tarif PPh Pasal 17 ayat (2b)

Tarif ini diterapkan bagi WP badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang
paling sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa
efekdi Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya.WP tersebut dapat
memperoleh tarif sebesar 5% lebih rendah daripada tarif pada Pasal 17 ayat(1) huruf bdan
ayat(2a) UU Nomor 36 tahun 2008.

Contoh :

PT B,

Penghasilan Kena Pajak tahun 2009 Rp 1.000.000.000

PPh Terutang = (28%-5%) x Rp 1.000.000.000

= Rp 230.000.000

Catatan : lihat PP Nomor 81 tahun 2007 tentang penurunan tarif PPh bagi WP Badan
Dalam Negeri yang berbentuk Perseroan Terbuka.

3. Tarif PPh Pasal 31E

Wajib Pajak Badan negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50 milyar
mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif dalam pasal 17 ayat
(1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenapan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian
peredaran bruto sampai dengan Rp 4.8 Milyar

a. Jika Peredaran bruto sampai dengan Rp. 4,8 Milyar, maka penghitungan PPh
Terutang :

PPh Terutang = 50% x 28% x seluruh Penghasilan Kena Pajak

b. Jika Peredaran bruto lebih dari Rp. 4.8 milyar sampai dengan Rp. 50 milyar, maka
penghitungan PPh terutang sbb:

PPh Terutang= (50%x28%)xPKP dari peredaran bruto yg memperoleh fasilitas + 28% x


PKP dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasiltas.

• Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang


memperoleh fasilitas : Rp 4.8 milyar x Penghasilan Kena Pajak

• Peredaran bruto Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran


bruto yang tidak memperoleh fasilitas yaitu Penghasilan Kena Pajak –
Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas.
A. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak menjalankan kegiatan usaha/ pekerjaan
bebas.

A.1. WPOP Karyawan yang hanya memperoleh penghasilan dari satu pemberi kerja
dengan penghasilan bruto tidak lebih dari Rp 30 Juta setahun.

A.2. WPOP karyawan yang penghasilan brutonya lebih dari Rp 30 juta setahun

Bagi WP OP yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas (WPOP
karyawan) yang penghasilan brutonya lebih dari Rp 30 Juta setahun baik dari satu
pemberi kerja atau lebih, baik memperoleh penghasilan lain-nya atau tidak, dalam
mengisi SPT Tahunan menggunakan formulir 1770-S.

Singkatnya, formulir 1770-S ini merupakan SPT Tahunan yang digunakan oleh Wajib
Pajak orang Pribadi yang mempunyai Penghasilan dari :

• dari pekerjaan, baik dari satu pemberi kerja atau lebih


• penghasilan dalam negeri lainnya (bunga, dividen, royalti, sewa, hadiah,
keuntungan dari pengalihan harta dan penghasilan lainnya)
• yang dikenakan PPh final atau bersifat final.

Berbeda dengan formulir 1770-SS yang sangat sederhana dan hanya terdiri dari 1
halaman, untuk tahun 2007 formulir 1770-S ini terdiri dari :

1. Formulir 1770 S : Lembar Induk SPT 1770 S, secara singkat terdiri dari :

• Bagian Identitas Wajib Pajak;


• Rekapitulasi penghasilan netto ;
• Perhitungan penghasilan kena pajak; PPh terutang, Kredit pajak dan PPh
kurang/lebih bayar;
• Daftar lampiran;
• Serta bagian pernyataan dan tanda tangan Wajib Pajak.

2. Formulir 1770 S-I : Lembar Lampiran-I SPT 1770-S yang terdiri dari :

a. Bagian A : untuk melaporkan penghasilan netto dalam negeri lainnya yang bukan
merupakan obyek PPh final yaitu :

• Bunga,
• Dividen,
• Royalti,
• Sewa,
• hadiah/penghargaan lainnya,
• keuntungan dari pengalihan harta/capital gain,
• penghasilan dalam negeri lainnya (yang bukan merupakan obyek pph final).
b. Bagian B : untuk melaporkan penghasilan yang bukan merupakan obyek pajak yang
terdiri dari :

• Bantuan/Sumbangan/Hibah,
• Warisan,
• Bagian Laba Anggota perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas
saham; anggota Persekutuan, Perkumpulan, Firma, Kongsi
• Klaim Asuransi Kesehatan, Kecelakaan, jiwa, Dwiguna , beasiswa
• Penghasilan lain yang tidak termasuk obyek pajak.

c. Bagian C : untuk melaporkan daftar Pemotongan dan pemungutan PPh oleh pihak lain
dan PPh ditanggung Pemerintah.

Bagian ini untuk melaporkan PPh 21 yang telah dipotong pemberi kerja, PPh 22 yang
dipungut oleh pemungut, PPh 23 yang dipotong oleh pemberi penghasilan; kredit pajak
luar negeri (PPh pasal 24) serta PPh yang ditanggung pemerintah.

3. Formulir 1770 S-II : Lembar Lampiran-II SPT 1770-S yang terdiri dari :

a. Bagian A : untuk melaporkan daftar penghasilan yang dikenakan PPh final dan/atau
yang bersifat final, yaitu penghasilan dari :

• Bunga Deposito, Tabungan dan Diskonto SBI ;


• Bunga/Diskonto Obligasi yang perdagangannya dilaporkan di Bursa Efek
• Penjualan saham di bursa efek
• hadiah undian
• pesangon, tunjangan hari tua dan tebusan pensiun yang dibayarkan sekaligus
• honorarium atas beban APBN/APBD
• Pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan
• Sewa atas tanah dan atau bangunan
• Bangunan yang diterima dalam rangka bangun guna serah (BOT)
• Penghasilan istri dari satu pemberi kerja
• penghasilan anak (yg belum dewasa) dari pekerjaan
• penghasilan lain yang dikenakan PPh final dan/atau bersifat final.

b. Bagian B : Daftar Harta pada Akhir tahun

bagian ini digunakan untuk melaporkan harta pada akhir tahun pajak yang dimiliki oleh
wajib pajak (termasuk yang dimiliki istri, anak/anak angkat yang belum dewasa),
kecuali :

• harta yang dimiliki oleh istri yang telah hidup berpisah


• harta yang dimiliki istri yang memiliki perjanjian pemisahan harta dan
penghasilan.

yang harus dilaporkan dalam SPT Tahunan atas nama Istri tsb.
c. Bagian C : Daftar Kewajiban/Utang pada akhir tahun

Bagian ini digunakan untuk melaporkan setiap kewajiban / utang pada akhir tahun pajak
yang dimiliki Wajib Pajak (termasuk yang dimiliki isteri, anak/anak angkat yang belum
dewasa), kecuali kewajiban / utang yang dimiliki :

• isteri yang telah hidup berpisah;


• isteri yang melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan,

yang harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh isteri.


Bagaimana cara menghitung pajak yang terhutang?

Intinya pajak terhutang atas tambahan kekayaan. Dalam hal ini, penambah kekayaan kita adalah
penghasilan, seperti gaji, hasil usaha, baik usaha utama atau usaha sampingan, laba atas
penjualan barang, komisi, pemberian jasa seperti jasa perbaikan, jasa perantara, dll. (Tetapi ada
beberapa jenis penghasilan yang tidak terhutang pajak seperti pembayaran dari asuransi
kesehatan/jiwa/beasiswa, penerimaan dalam bentuk natura seperti makan minum, tamasya,dll .
Selain itu ada juga penghasilan yang tidak dihitung agi lpajaknya karena merupakan
penghasilan
yang sudah dipungut pajak final seperti bunga dan jual/beli saham yang ada di bursa ).

Kemudian tambahan kekayaan tersebut, dikurangi dengan biaya jabatan (maksimal 6 jt/thn atau
5% dari jumlah penghasilan) atau dikurangi dengan biaya pensiun (maks Rp. 2,4 jt/thn atau 5%
dari jumlah pensiun), dan dikurangi juga dengan iuran pensiun (bila ada, bagi pegawai).

Penghasilan yang sudah dikurangi biaya jabatan/biaya pensiun dikurangi lagi dengan

penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Jumlah PTKP ini bervariasi, perinciannya sbb.

- TK = tidak kawin = Rp. 15.840.000

- K/0/1/2/3 = kawin ditambah dengan banyaknya tanggungan , misal 0 sd 3 anak.PTKP status

kawin Rp. 1.320.000, PTKP tiap tanggungan = Rp. 1.320.000

- K/I/0/1/2/3 = kawin dan penghasilan isteri yang bekerja bukan sebagai pegawai, atau bekerja
pada bukan pemotong PPh, atau bekerja lebih dari 1 kantor, dan penghasilan istri ini digabung
ke
penghasilan suami, maka mendapat tambahan PTKP Rp. 15.840.000

- PH/0/1/2/3 = Wajib Pajak kawin yang pisah harta , PTKP = Rp. 15.840.000 di tambah
banyaknya tanggungan x Rp. 1.320.000
- HB/0/1/2/3 = Wajib Pajak kawin yang telah hidup berpisah, PTKP = Rp. 15.840.000 di
tambah
banyaknya tanggungan x Rp. 1.320.000

Sedangkan untuk menghitung berapa pajak penghasilan yang terhutang, maka penghasilan yang
sudah dikurangi biaya jabatan/pensiun dan PTKP, dihitung dengan tarif sesuai besaran lapisan
penghasilan sbb.

Lapisan Penghasilan Kena Pajak


Tarif pajak
sampai dengan Rp50.000.000,00
5%
Di atas Rp50.000.000,00 s.d. Rp250.000.000,00
15%
Di atas Rp250.000.000,00 s.d. Rp500.000.000,00
25%
Di atas Rp500.000.000,00
30%

Pajak yang masih harus dibayar di akhir tahun pajak adalah pajak yang terhutang dikurangi
kredit pajak, yaitu pajak yang sudah dipotong pihak lain misalnya perusahaan tempat kita
bekerja
(PPh pasal 21 atas gaji - Form 1721 A1) atau perusahaan yang kita berikan jasa/servis (bukti

potong PPh pasal 21)


M ari kita coba dengan contoh sbb

Penghasilan Amir (gaji, bonus,dll) Tahun Pajak 2009 sebesar Rp101.640.000,00. Amir sudah
menikah dan mempunyai 3 (tiga) orang anak, sedangkan isterinya tidak mempunyai penghasilan
sendiri. Penghitungan pajak Amir sbb. :
Penghasilan 1 tahun

Rp120.000.000
di(-) Biaya jabatan 5%
Rp 6.000.000
Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/3)
=15.840+1.320+ (3×1320)
Rp. 21.120.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp 92.880.000
Pajak Penghasilan yang terutang :
5% x Rp50.000.000,00
Rp 2.500.000
15% x Rp42.880.000
Rp. 6.432.000
Jumlah PPh
Rp 8.932.000

Kelihatannya rumit juga ya? tetapi sebenarnya selama seseorang bekerja sebagai pegawai di
satu
kantor saja, tidak punya tambahan penghasilan lain, baik dari dirinya sendiri atau dari anggota
keluarganya, maka penghitungan ini akan dilakukan oleh payroll officer. Pegawai tinggal
terima
beres, dan biasanya di akhir tahun atau paling lambat bulan Januari sudah menerima formulir
bukti potong PPh yang sudah dipotong oleh perusahaan setiap bulannya (Form 1721 A1).
Biasanya perhitungan mereka sudah benar, sehingga PPh yang terhutang tadi apabila dikurangi
dengan PPh yang sudah dipotong oleh kantor, tidak ada lagi pajak akhir tahun yang masih harus

disetor.
Seseorang harus menghitung ulang pajak penghasilannya bilamana mempunyai penghasilan di
luar gaji atau penghasilan dari istri yang bekerja sendiri/wiraswasta, dengan cara penghitungan
di
atas, dikurangi dengan penghasilan yang sudah dipungut perusahaan atau pihak lain.

Petunjuk untuk menghitung pajak ini selengkapnya juga dapat dilihat di www.pajak.go.id
Selamat menghitung dan melaporkan pajak anda!

You might also like