You are on page 1of 17

KEPERAWATAN GERONTIK

GANGGUAN PSIKOSOSIAL PADA LANSIA

OLEH:
NOFIAN ARFIAN DINATA
NPM: 07.01.0693

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN (STIKES)


MATARAM
2010
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan
hidayahnyalah kami dapat menyelesaiakan makalah ini tentang GANGGUAN PSIKOSOSIAL
PADA LANSIA sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik. Kami berharap
semoga makalah yang kami buat ini bisa bermanfaat bagi pembaca dan penulis.
Kami menyadari betul bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itulah kami mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan makalah
ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semuanya.
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
BAB II PEMBAHASAN
I. Aspek Psikososial
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
2. Penyebab
3. Faktor Predisposisi
4. Faktor Prespitasi
5. Tanda dan Gejala
6. Rentang Respon
7. Karakteristik Prilaku
B. Permasalahan
1. Permasalahan Umum
2. Permasalahan Khusus
II. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
B. Intervensi
C. Diagnosa
D. Evaluasi
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik,
psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung
berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus
pada lansia. Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas
pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari Gerontologi, yaitu
ilmu yang mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi aspek fisiologis, psikologis,
sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain. Menurut Setiawan (1973), timbulnya perhatian pada
orang-orang usia lanjut dikarenakan adanya sifat-sifat atau faktor-faktor khusus yang
mempengaruhi kehidupan pada usia lanjut.
Lansia merupakan salah satu fase kehidupan yang dialami oleh individu yang berumur
panjang. Lansia tidak hanya meliputi aspek biologis, tetapi juga psikologis dan sosial. Menurut
Laksamana (1983:77), perubahan yang terjadi pada lansia dapat disebut sebagai perubahan
`senesens` dan perubahan ’senilitas’. Perubahan `senesens’ adalah perubahan-perubahan normal
dan fisiologik akibat usia lanjut. Perubalian ’senilitas’ adalah perubahan¬-perubahan patologik
permanent dan disertai dengan makin memburuknya kondisi badan pada usia lanjut. Sementara
itu, perubahan yang dihadapi lansia pada amumnya adalah pada bidang klinik, kesehatan jiwa
dan problema bidang sosio ekonomi. Oleh karma itu lansia adalah kelompok dengan resiko
tinggi terhadap problema fisik dan mental.
Proses menua pada manusia merupakan fenomena yang tidak dapat dihindarkan.
Seinakin baik pelayanan kesehatan sebuah bangsa makin tinggi pula harapan hidup
masyarakatnya dan padan gilirannya makin tinggi pula jumlah penduduknya yang berusia lanjut.
Demikian pula di Indonesia. Dalam pendekatan pelayanan kesehatan pada kelompok lansia
sangat perlu ditekankan pendekatan yang dapat mencakup sehat fisik, psikologis, spiritual dan
sosial. Hal tersebut karena pendekatan dari satu aspek saja tidak akan menunjang pelayanan
kesehatan pada lansia yang membutuhkan suatu pelayanan yang komprehensif.
Usia lansia bukan hanya dihadapkan pada permasalahan kesehatan jasmaniah saja, tapi
juga permasalahan gangguan mental dalam menghadapi usia senja. Lansia sebagai tahap akhir
dari siklus kehidupan manusia, sering diwarnai dengan kondisi hidup yang tidak sesuai dengan
harapan. Banyak faktor yang menyebabkan seorang mengalami gangguan mental seperti menarik
diri.
Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa lansia. Faktor-
faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat menikmati hari tua
mereka dengan bahagia. Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat
mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut:
o Penurunan kondisi fisik
o Penurunan fungsi dan potensi seksual
o Perubahan aspek psikososial
o Perubahan yang berkaitan dengan pekcrjaan
o Perubahan dalam peran sosial di masyarakat
BAB II
PEMBAHASAN

I.Aspek psikososial pada lanjut usia


A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Menarik diri adalah penilaian yang salah tentang pencapaian diri dengan menganalisa
seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri pencapaian ideal diri /cita-cita /harapan langsung
menghasilkan perasaan berharga .Harga diri dapat diperoleh melalui penghargaan diri sendiri
maupun dari orang lain.Perkembangan harga diri juga ditentukan oleh perasaan
diterima,dicintai,dihormati oleh orang lain,serta keberhasilan yang pernah dicapai individu dalam
hidupnya (Hidayat,2006). Isolasi adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami
atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain
tetapi tidak mampu untuk membuat kontak ( Carpenito, 1998 )
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang
lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam(Towsend,1998)
Seseorang dengan perilaku menarik diri akan menghindari interaksi dengan orang lain. Individu
merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi
perasaan, pikiran dan prestasi atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara
spontan dengan orang lain, yang dimanivestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada
perhatian dan tidak sanggup membagi pengalaman dengan orang lain (DepKes, 1998).
Dari segi kehidupan sosial cultural, interaksi sosial adalah merupakan hal yang utama
dalam kehidupan bermasyarakat, sebagai dampak adanya kerusakan interaksi sosial : menarik
diri akan menjadi suatu masalah besar dalam fenomen kehidupan, yaitu terganggunya
komunikasi yang merupakan suatu elemen penting dalam mengadakan hubungan dengan orang
lain atau lingkungan disekitarnya.

2. Penyebab

Penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah yaitu perasaan negatif terhadap diri sendiri,
hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan, yang ditandai dengan adanya
perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri, gangguan hubungan
sosial, merendahkan martabat, percaya diri kurang, dan juga dapat mencederai diri
(Carpenito,L.J,1998:352)

3. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi terjadinya perilaku menarik diri adalah kegagalan perkembangan yang dapat
mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya orang lain, ragu takut salah, putus asa
terhadap hubungan dengan orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan
keinginan dan merasa tertekan. Berbagai teori telah diajukan untuk menjelaskan gangguan alam
perasaan yang parah. Teori ini menunjukkan rentang faktor-faktor penyebab yang mungkin
bekerja sendiri atau dalam kombinasi.

1. Faktor genetik, dianggap mempengaruhi tranmisi gangguan efektif melalui riwayat


keluarga atau keturunan.
2. Teori agresi menyerang kedalam menunjukkan bahwa depresi terjadi karena perasaan
marah yang ditujukan kepada diri sendiri.
3. Teori kehilangan objek, merujuk kepada perpisahan traumatik individu dengan benda
atau yang sangat berarti.
4. Teori organisasi kepribadian, menguraikan bagaimana konsep diri yang negatif dan harga
diri rendah mempengaruhi sistem keyakinan dan penilaian seseorang terhadap sesuatu
5. Model kognitif menyatakan bahwa defresi, merupakan masalah kognitif yang didominasi
oleh evaluasi negatif seseorang terhadap diri seseorang, dunia seseorang, dan masa depan
seseorang.
4. Faktor Presifitasi
Sedangkan faktor presipitasi dari faktor sosio-cultural karena menurunnya stabilitas
keluarga dan berpisah karena meninggal dan faktor psikologis seperti berpisah dengan orang
yang terdekat atau kegagalan orang lain untuk bergantung, merasa tidak berarti dalam keluarga
sehingga menyebabkan klien berespons menghindar dengan menarik diri dari lingkungan (Stuart
and sundeen, 1995).
5. Tanda dan Gejala
o Apatis, ekspresi, afek tumpul.
o Menghindar dari orang lain (menyendiri) klien tampak memisahkan diri dari
orang lain.
o Komunikasi kurang atau tidak ada.
o Tidak ada kontak mata, klien lebih sering menunduk.
o Berdiam diri di kamar/tempat berpisah – klien kurang mobilitasnya.
o Menolak hubungan dengan orang lain – klien memutuskan percakapan atau
pergi jika diajak bercakap-cakap.
o Tidak melakukan kegiatan sehari-hari, artinya perawatan diri dan kegiatan
rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan.
6. Rentang Respon
1. Menyendiri (solitude) merupakan respon yang dibutuhkan seseorang
untuk merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya
dan suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah
selanjutnya.
2. Otonomi merupakan kemampuan individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide-ide pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
3. Bekerjasama (mutualisme) adalah suatu kondisi dalam hubungan
interpersonal dimana individu tersebut mampu untuk saling memberi
dan menerima.
4. Saling tergantung (interdependen) adalah suatu kondisi saling
tergantung antara individu dengan orang lain dalam membina
hubungan interpersonal.
5. Menarik diri merupakan suatu keadaan dimana seseoramg menemukan
kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
6. Tergantung (dependen) terjadi bila seseorang gagal mengambangkan
rasa percaya diri atau kemampuannya untuk berfungsi secara sukses.
7. Manipulasi merupakan gangguan hubungan sosial yang terdapat pada
individu yang menganggap orang lain sebagai objek. Individu tersebut
tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
8. Curiga terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya
dengan orang lain. Kecurigaan dan ketidakpercayaan diperlihatkan
dengan tanda-tanda cembru, iri hati, dan berhati-hati. Perasaan
induvidu ditandai dengan humor yang kurang, dan individu merasa
bangga dengan sikapnya yang dingin dan tanpa emosi.
7. Karakteristik Perilaku
o Gangguan pola makan : tidak nafsu makan atau makan berlebihan.
o Berat badan menurun atau meningkat secara drastis.
o Kemunduran secara fisik.
o Tidur berlebihan.
o Tinggal di tempat tidur dalam waktu yang lama.
o Banyak tidur siang.
o Kurang bergairah.
o Tidak memperdulikan lingkungan.
o Kegiatan menurun.
o Immobilisasai.
o Mondar-mandir (sikap mematung, melakukan gerakan berulang).
o Keinginan seksual menurun.
B. Permasalahan
Berbagai permasalahan sosial yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan Lanjut Usia,
antara lain sebagai berikut:
1. Permasalahan Umum
a. Masih besarnya jumlah Lajut Usia yang berada dibawah garis kemiskinan.
b. Makin melemahnya nilai kekerabatan, sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut
kurang diperhatikan, dihargai dan dan dihormati, berhubung terjadi perkembangan pola
kehidupan keluarga yang secara fisik lebih mengarah pada bentuk kelurga kecil.
c. Lahirnya kelompok masyarakat industri, yang memiliki ciri kehidupan yang lebih
bertumpu kepada individu dan menjalankan kehidupan berdasarkan perhitungan untung
rugi, lugas dan efisien, yang secara tidak langsung merugikan kesejahteraan lanjut usia.
d. Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga profesional pelayanan lanjut usia dan
masih terbatasnnya sarana pelayanan dan fasilitas khusus bagi lanjut usia dengan
berbagai bidang pelayanan pembinaan kesejahteraan lanjut usia.
e. Belum membudaya dam melembaganya kegiatan pembinaan kesejateraan lanjut usia.
2. Permasalahan Khusus
Menurut Departemen Sosial Republik Indonesia (1998), berbagai permasalahan khusus yang
berkaitan dengan kesejahteraan lanjut usia adalah sebagai berikut:
a. Berlangsungnya proses menjadi tua, yang berakibat timbulnya masalah baik fisik, mental
maupun sosial. Mundurnya keadaan fisik yang menyebabkan penuaan peran sosialnya
dan dapat menjadikan mereka lebih tergantung kepada pihak lain.
b. Berkurangnya integrasi sosial Lanjut Usia, akibat produktivitas dan kegiatan Lanjut Usia
menurun. Hal ini berpengaruh negatif pada kondisi sosial psikologis mereka yang merasa
sudah tidak diperlukan lagi oleh masyarakat lingkungan sekitarnya.
c. Rendahnya produktivitas kerja lanjut usia dibandingkan dengan tenaga kerja muda dan
tingkat pendidikan serta ketrampilan yang rendah, menyebabkan mereka tidak dapat
mengisi lowongan kerja yang ada, dan terpaksa menganggur.
d. Banyaknya lanjut usia yang miskin, terlantar dan cacat, sehingga diperlukan bantuan dari
berbagai pihak agar mereka tetap mandiri serta mempunyai penghasilan cukup.
e. Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah kepada tatanan masyarakat
individualistik, sehingga Lanjut Usia kurang dihargai dan dihormati serta mereka tersisih
dari kehidupan masyarakat dan bisa menjadi terlantar. Di samping itu terjadi pergeseran
nilai budaya tradisional, dimana norma yang dianut bahwa orang tua merupakan bagian
dari kehidupan keluarga yang tidak dapat dipisahkan dan didasarkan kepada suatu ikatan
kekerabatan yang kuat, dimana orang tua dihormati serta dihargai, sehingga seseorang
anak mempunyai kewajiban untuk mengurus orang tuanya. Di pihak lain, dapat terjadi
sebagian generasi muda beranggapan bahwa para lanjut usia tidak perlu lagi aktif dalam
urusan hidup sehari-hari. Hal ini akan memperburuk integrasi sosial para lanjut usia
dengan masyrakatlingkungannya, sehingga dapat terjadi kesenjangan antara-generasi tua
dan muda. Dengan demikian, sulit untuk mempertahankan dan melestarikan budaya
bangsa ini secara terus-menerus dari generasi ke generasi selanjutnya.
f. f. Adanya dampak negatif dari proses pembangunan seperti dampak lingkungan, polusi
dan urbanisasiyang dapat mengganggu kesehatan fisik lanjut usia. Terkosentrasinya dan
penyebaran pembangunan yang belum merata menimbulkan ketimpangan antara
penduduk lanjut usia di kota dan di desa.
II. ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN MASALAH
PSIKOSOSIAL:MENARIK DIRI

A. Pengkajian
o Identitas Klien
Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan, agama, tangggal MRS ,
informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien.
o Orang-orang terdekat
Status perkawinan, kebiasaan pasien di dalam tugas-tugas keluarga dan fungsi-fungsinya,
pengaruh orang terdekat, proses interaksi dalam keluarga.
o Kultural
Latar belakang etnis, tingkah laku mengusahakan kesehatan (sistem
rujukan penyakit), nilai-nilai yang berhubungan dengan kesehatan dan
keperawatan, faktor-faktor kultural yang dihubungkan dengan penyakit
secara umum dan respons terhadap rasa sakit, kepercayaan mengenai
perawatan dan pengobatan.
o Keluhan Utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi kurang atau
tidak ada , berdiam diri dikamar ,menolak interaksi dengan orang lain, tidak melakukan
kegiatan sehari – hari , dependen.
o Faktor predisposisi
Kehilangan, perpisahan ,harapan orang tua yang tidak realistis ,kegagalan /frustasi berulang,
tekanan dari kelompok sebaya; perubahan struktur sosial. Terjadi trauma yang tiba tiba
misalnya harus dioperasi , kecelakaan dicerai suami ,putus sekolah ,PHK, perasaan malu
karena sesuatu yang terjadi ( korban perkosaan ,dituduh KKN, dipenjara tiba – tiba)
perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang
berlangsung lama.
o Aspek fisik / biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB) dan
keluhafisik yang dialami oleh klien.
a) Aspek Psikososial
1. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2. Konsep diri
Citra tubuh :
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak menerima
perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan
tubuh , persepsi negatip tentang tubuh. Preokupasi dengan bagia tubuh yang hilang ,
mengungkapkan keputus asaan, mengungkapkan ketakutan.
b) Identitas diri
Ketidakpastian memandang diri , sukar menetapkan keinginan dan
tidak mampu mengambil keputusan
c) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit ,
proses menua , putus sekolah, PHK.
d) Ideal diri
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya :
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
e) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri , rasa bersalah terhadap diri sendiri , gangguan
hubungan sosial , merendahkan martabat , mencederai diri, dan kurang percaya diri.
3. Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubunga sosialdengan orang lain
terdekat dalam kehidupan, kelempok yang diikuti dalam masyarakat.
4. kenyakinan klien terhadap tuhan dan kegiatan untuk ibadah ( spritual)
o Status Mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata , kurang dapat
memulai pembicaraan , klien suka menyendiri dan kurang mampu berhubungan denga
orang lain , Adanya perasaan keputusasaan dan kurang berharga dalam hidup.
o Kebutuhan persiapan pulang.
1. Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan
2. Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan
membersihkan WC, membersikan dan merapikan pakaian.
3. Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat
rapi
4. Klien dapat melakukan istirahat dan tidur , dapat
beraktivitas didalam dan diluar rumah
5. Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan
benar.
o Mekanisme Koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau
menceritakan nya pada orang orang lain ( lebih sering
menggunakan koping menarik diri)
o Aspek Medik
i.Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy
farmakologi ECT, Psikomotor,therapy
okopasional, TAK , dan rehabilitas.
ii.Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah identifikasi atau
penilaian pola respons baik aktual maupun
potensial (Stuart and Sundeen, 1995)
Masalah keperawatan yang sering muncul yang
dapat disimpulkan dari pengkajian adalah
sebagai berikut :
• Isolasi sosial : menarik diri
• Gangguan konsep diri: harga diri rendah
• Resiko perubahan sensori persepsi
• Koping individu yang efektif sampai dengan
ketergantungan pada orang lain
• Gangguan komunikasi verbal, kurang
komunikasi verbal.
• Intoleransi aktifitas.
• Kekerasan resiko tinggi.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Harga diri rendah berhubungan dengan
merasakan/mengantisipasi kegagalan pada
peristiwa-peristiwa kehidupan.
2. Koping individu tidak efektif berhubungan
dengan ketidakseimbangan sistem saraf;
kehilangan memori; ketidakseimbangan
tingkah laku adaptif dan kemampuan
memecahkan masalah.
3. Ansietas berhubungan dengan krisis
situasional/maturasional.
4. Ketidakpatuhan berhubungan dengan sistem
penghargaan pasien; keyakinan
kesehatan,nilai spiritual, pengaruh kultural.
C. Intervensi keperawatan
1. Intervensi Diagnosa 1:
a. Dorong pengungkapan perasaan, menerima apa yang dikatakannya.
Rasionalnya: membantu pasien/orang terdekat untuk memulai menerima perubahan dan
mengurangi ansietas mengenai perubahan fungsi/gaya hidup.
b. Bantu pasien dengan menjelaskan hal-hal yang diharapkan dan hal-hal tersebut mungkin
di perlukan untuk dilepaskan atau dirubah.
Rasionalnya: memberi kesempatan untuk mengidentifikasi kesalahan konsep dan mulai
melihat pilihan-pilihan; meningkatkan orientasi realita.
c. Berikan informasi dan penyerahan ke sumber-sumber komunitas.
Rasionalnya: memungkinkan pasien untuk berhubungan dengan grup yang diminati
dengan cara yang membantu dan perlengkapan pendukung, pelayanan dan konseling.
2. Intervensi Diagnosa 2:
a. Kaji munculnya kemampuan koping positif, misalnya penggunaan teknik
relaksasi keinginan untuk mengekspresikan perasaan.
Rasionalnya: jika individu memiliki kemampuan koping yang berhasil
dilakukan dimasa lampau, mungkin dapat digunakan sekarang untuk
mengatasi tegangan dan memelihara rasa kontrol individu.
b. Perbaiki kesalahan konsep yang mungkin dimiliki pasien
Rasionalnya: membantu mengidentifikasi dan membenarkan persepsi realita
dan memungkinkan dimulainya usaha pemecahan masalah.
3. Intervensi diagnosa 3:
a. Pahami rasa takut/ansietas
Rasionalnya: perasaan adalah nyata dan membantu pasien untuk terbuka sehingga dapat
mendiskusikan dan menghadapinya.
b. Kaji tingkat realita bahaya bagi pasien dan tingkat ansietas.
Rasionalnya: respon individu dapat bervariasi tergantung pada pola kultural yang
dipelajari. Persepsi yang menyimpang dari situasi mungkin dapat memperbesar perasaan.
c. Dorong pasien untuk berbicara mengenai apa yang terjadi saat ini dan apa yang telah
terjadi untuk mengantisipasi perasaan tidak tertolong dan ansietas.
Rasionalnya: menyediakan petunjuk untuk membantu pasien dalam mengembangkan
kemampuan koping dan memperbaiki ekuilibrium.
a. Intervensi diagnosa 4:
Tentukan kepercayaan kultural, spiritual dan kesehatan.
Rasionalnya: memberikan wawasan mengenai pemikiran/faktor-faktor yang
berhubungan dengan situasi individu. Kepercayaan akan meningkatkan
persepsi pasien tentang situasi dan partisipasi dalam regimen keperawatan.
b. Kaji sistem pendukung yang tersedia bagi pasien.
Rasionalnya: adanya keluarga/orang terdekat yang memperhatikan/peduli
dapat membantu pasien dalam proses penyembuhan.
D. Evaluasi
1. Pasien mampu mengidentifikasi adanya kekuatan dan pandangan diri
sebagai orang yang mampu mengatasi masalahnya.
2. Pasien mampu menunjukkan kewaspadaan dari koping
pribadi/kemampuan memecahkan maslah.
3. Pasien mampu melakukan relaksasi dan melaporkan berkurangnya
ansietas ke tingkat yang dapat diatasi.
4. Pasien dapat menunjukkan pengetahuan yang akurat akan penyakit
dan pemahaman regimen pengobatan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Menarik diri adalah penilaian yang salah tentang pencapaian diri dengan menganalisa
seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri pencapaian ideal diri /cita-cita /harapan langsung
menghasilkan perasaan berharga .Harga diri dapat diperoleh melalui penghargaan diri sendiri
maupun dari orang lain.Perkembangan harga diri juga ditentukan oleh perasaan
diterima,dicintai,dihormati oleh orang lain,serta keberhasilan yang pernah dicapai individu dalam
hidupnya.
B. Saran
1. Mengingat kondisi psikososial lansia yang tidak berbeda di antara lokasi pemukiman,
maka lansia dapat tinggal di mana saja asalkan tetap mendapatkan perhatian atau
dukungan, baik dari keluarga, masyarakat maupun pemerintah.
2. Dapat dibentuk wadah tempat lansia bersosialisasi bersama peer groupnya. Untuk
meningkatkan aktifitas fisik dan perilaku kesehatan, hendaknya difasilitasi dengan
memberi kesejahteraan berupa dukungan moril dan sprituil kepada kelompok lansia
berupa perbaikan ekonomi, kesehatan, transportasi, dan perumahan serta memberikan
gizi yang baik dan obat-obatan untuk mencegah terjadinya penyakit yang bisa
mempercepat proses penuaa.
3. Menghindari sikap menarik diri sebagai lansia.
4. Mengembangkan perspektif yang lebih jelas mengenai hidup lansia.
5. Menggantikan kepuasan-kepuasan yang hilang.
6. Mengembangkan hubungan yang bermakna.

DAFTAR PUSTAKA

Setiabudhi, Tony dan Hardywinoto. 2005. Panduan Gerontologi: Tinjauan dari Berbagai Aspek.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

E. Doenges, Marilyon. dkk. 1919. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

You might also like