You are on page 1of 19

BAB I

A. PENDAHULUAN

Daulah Abbasiyah adalah daulah yang melanjutkan kekuasaan Daulah Umayyah. Dinamakan
Daulah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Abbas
(Bani Abbas), paman Nabi Muhammad SAW.

“Sejak tahun 132 H/750 M ,Daulah Abbasiyah dinyatakan berdiri dengan khalifah
pertamanya Abu Abbas As-Saffah. Daulah ini berlangsung sampai tahun 656 H / 1258 M.
Masa ayang panjang itu dilaluinya dengan pola pemerintahan yang berubah-ubah sesuai
dengan perubahan politik, sosial, budaya dan penguasa. Berdasarkan perbedaan pola dan
perubahan politik itu, para sejarawan biasanya membagi masa yang dilalui Daulah Abbasiyah
dalam lima periode”.

Masa Daulah Abbasiyah adalah masa di mana umat Islam membangun sebuah pemerintahan,
yang ilmu adalah sebagai landasan utamanya, sebagai suatu keniscayaan yang harus
diwujudkan dalam membawa umat Ke suatu negeri idaman, suatu kehausan akan ilmu
pengetahuan yang belum pernah ada dalam sejarah.

B. LATAR BELAKANG KEMAJUAN PERADABAN

Selama beberapa dekade pasca berdirinya pada tahun 132H/750M, Dinasti Abbasiyah
berhasil melakukan konsolidasi internal dan memperkuat kontrol atas wilayah-wilayah yang
mereka kuasai. Era kepemimpinan khalifah kedua, Abū Ja`far ibn `Abdullāh ibn Muhamad
Al-Mansūr (137-158H/754-775M), menjadi titik yang cukup krusial dalam proses stabilisasi
kekuasaan ini ketika ia mengambil dua langkah besar dalam sejarah kepemimpinannya.
Yaitu; Pertama, menyingkirkan para musuh maupun bakal calon musuh (potential and actual
rivals) serta menumpas sejumlah perlawanan lokal di beberapa wilayah kedaulatan
Abbasiyah; Kedua, meninggalkan Al-Anbār dan membangun Baghdad sebagai ibukota baru,
yang beberapa saat kemudian menjadi lokus aktivitas ekonomi, budaya dan keilmuan dunia
Muslim saat itu.

1
Langkah-langkah penting yang diambil Al-Mansūr tersebut dan efek besar yang
ditimbulkannya terhadap perkembangan Dinasti Abbasiyah pada masa-masa berikutnya
menjadikan para sejarahwan kemudian menganggapnya sebagai pendiri Dinasti Abbasiyah
yang sebenarnya (al-muassis al-haqīqi li al-dawlah al-`Abbasiyah).  

            Selain figur politiknya yang begitu kuat dan dominan, Al-Mansūr juga dikenal
memiliki perhatian cukup besar terhadap ilmu pengetahuan, bahkan sejak masa mudanya atau
sebelum menjadi seorang khalifah. Gerakan penerjemahan yang kemudian menjadi salah satu
’ikon’ kemajuan peradaban Dinasti Abbasiyah juga tidak lepas dari peranan Al-Mansūr
sebagai khalifah pertama yang mempelopori gerakan penerjemahan sejumlah buku-buku
kuno warisan peradaban pra-Islam.

Demikian dengan gerakan pembukuan (tasnīf) dan kodifikasi (tadwīn) ilmu tafsir,
hadits, fiqh, sastra serta sejarah mengalami perkembangan cukup signifikan di era Al-Mansūr
pula. Konon, sebelum masa itu, para pelajar dan ulama dalam melakukan aktivitas keilmuan
hanya menggunakan lembaran-lembaran yang belum tersusun rapi, sehingga tidak
mengherankan jika Al-Qanūji secara tegas menyebut Al-Mansur sebagai khalifah pertama
yang memberikan perhatian besar terhadap ilmu-ilmu kuno pra-Islam, setelah sebelumnya
terabaikan oleh para khalifah Bani Umayyah.

Namun betapapun pentingnya peranan Al-Mansūr, kemajuan peradaban yang dicapai


oleh Dinasti Abbasiyah pada hakekatnya tidak datang dari ruang hampa, melainkan pada titik
yang paling penting merupakan buah dari pengaruh konsep-konsep dalam ajaran Islam itu
sendiri. Hal ini diakui pula oleh beberapa penulis Barat semisal Vartan Gregorian dalam
bukunya Islam: A Mosaic, Not a Monolith.

Kesimpulan tersebut jika ditilik dari perspektif kajian sejarah peradaban


berkesesuaian dengan teori yang menyatakan bahwa semangat yang dibawa oleh konsep
keagamaan (al-fikrah al-dīniyyah) merupakan élan vital dan menjadi unsur paling penting
terbangunnya sebuah peradaban.

Di samping itu, faktor lain yang secara lebih lanjut turut mempengaruhi kemajuan
peradaban Dinasti Abbasiyah adalah interaksi masif kaum muslimin era Abbasiyah dengan
komunitas-komunitas masyarakat di beberapa wilayah yang sebelumnya telah menjadi pusat

2
warisan pemikiran dan peradaban Yunani seperti Alexandria (Mesir), Suriah, serta wilayah
Asia Barat, khususnya Persia.

Singkat kata, tidak lama setelah berdirinya, Dinasti Abbasiyah dengan cepat telah
mampu menciptakan sebuah kemajuan ilmu dan peradaban yang menurut Dr. Ahmad Shalabi
terwujud dalam tiga sektor yaitu menggeliatnya gerakan penulisan buku (harakat al-tasnīf),
kodifikasi dan sistematisasi ilmu-ilmu keislaman, serta menjamurnya gerakan penerjemahan
(harakat al-tarjamah) secara  masif. Selain tiga hal di atas dapat ditambahkan pula
perkembangan ilmu sains yang melahirkan tokoh-tokoh ilmuwan legendaris yang diakui tidak
saja di dunia Muslim tetapi juga oleh kalangan akademisi Barat.

3
BAB II

PERADABAN ISLAM MASA DINASTI ABBASIYAH

1.      Ruang lingkup

Makalah ini membahas tentang peradaban Islam di masa Dinasti Abbasiyah. Seperti yang
diketahui bahwa Peradaban Islam Masa Dinasti Abbasiyah merupakan warisan sejarah dan
merupakan aset bagi peradaban Islam buat generasi setelah itu.

Sebagai warisan, Peradaban Isalam di masa Dinasti Abbasiyah merupakan amanat sejarah 
untuk diperlakukan dan dikembangkan oleh ummat Islam dari masa ke masa. Sedangkan
sebagai asset, Peradaban Islam di Masa Dinasti Abbasiyah telah membuka cakrawala bagi
para sejarawan untuk mengkaji perkembangan sejarah sebelum dan sesudah masa-masa itu.

Menulis Peradaban Islam di Masa Dinasti Abbasiyah tidak bisa lepas dari perhatian kepada
Peradaban Islam di Masa Dinasti Umayyah. Sebab sejarah panjang Peradaban Islam, sangat
dipengaruhi oleh kedua dinasti Umayah dan Abbasiyah.  

Bidang Politik

Dalam bidang politik, pada periode pemerintahan pertama Bani Abbasiyah mencapai puncak
keemasannya. Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat
kekuasaan politik dan agama sekaligus. Istilah khalifah yang dikembangkan pada zaman al-
Mansur, dengan julukan Innama Ana Sulthon Allah fi Ardhihi telah mengangkat citra baik di
mata rakyat.

Penempatan ibu kota negara ke Baghdad sangat strategis. Sebab dari situlah perluasan
wilayah dapat diwujudkan kembali, diantaranya dengan merebut kembali benteng-benteng di
Asia, kota Malatia, Wilayah Coppadocia dan Cicilia pada tahun 756-758 M. Bahkan dengan
kaisar Constantine V pada saat Khalifah Al-Mansur diadakan perdamaian gencatan senjata,
ini terjadi tahun 758-765 M. Sehingga Bizantium membayar upeti setiap tahun.

4
 Bidang Ekonomi

Setelah dinasti Abbasiyah berjalan seperempat abad lamanya,maka pada masa al-Mahdi
( 775-785 M ) perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan di sektor pertanian
melalui irigasi dan peningkatan hasil tambang pertambangan, seperti perak, emas, tembaga
dan besi. Terkecuali itu dagang transit antara Timur dan Barat juga banyak membawa
kekayaan. Bashrah menjadi pelabuhan yang penting saat itu.

Pada zaman al-Hadi pula reformasi digulirkan. Khalifah ini begitu disayangi oleh rakyat
semua golongan karena sebagai khalifah beliau telah mengadili semua pengaduan,
menghentikan pembunuhan, memberikan jaminan kepada pihak yang bimbang dan takut,
membela pihak yang teraniaya dan bersikap sopan santun, membagikan sebanyak 6 juta
dirham dan 14 juta dinar yang ditinggalkan oleh al-Mansur. Dan pada saat Baitul Maal
kosong, beliau menggalang kas negara dengan memungut pajak.

Tak dapat dipungkiri, bahwa kemajuan Islam bergerak dengan pesat pada masa-masa
pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Kurun waktu yang begitu lama (sekitar 542 Tahun),
memungkinkan untuk meninggalkan karya dan khazanah peradaban yang syarat akan
kemajuan dan keindahan seninya. 

“Popularitas daulat Abbasiyyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun Al-Rasyid


(786 – 809 M), dan putranya al-Ma’mun (813 – 833 M). Kekayaan yang banyak
dimanfaatkan oleh Harun Al-Rasyid untuk keperluan sosial, Rumah sakit, lembaga
pendidikan dokter dan farmasi didirikan. Pada masanya sudah terdapat paling tidak sekitar
800 orang dokter. Di samping itu pemandian-pemandian umum juga dibangun. Tingkat
kemakmuran yang paling tinggi terwujud pada zaman khalifah ini.

Kesejahteraan sosial, pendidikan ilmu pengetahuan dan kebudayan serta kesusastraan berada
pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai
negara terkuat dan tak tertandingi”.

Perkembangan yang begitu pesat pada zaman al-Mansur dan al-Rasyid ini banyak ditentukan
oleh peran pendidikan yang sangat dominan. Ketika itu lembaga pendidikan terdiri dari dua
tingkat :

5
1.1. Maktab/ Kuttab dan mesjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-
anak mengenal dasar-dasar bacaan, hitungan adan tulisan; dan tempat para remaja
belajar dasar-dasar ilmu agama, seperti tafsir, hadis , fikih dan bahasa.

1.2 Tingkat pendalaman. Para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi keluar
daerah menuntut ilmu kepada seorang atau beberapa orang ahli dalam bidangnya
masing-masing”. 

2.      Pendiri dan Penguasa Daulah Abbasiyah.

Seperti telah diterangkan di muka, bahwa Daulah Abbasiyah berlangsung selama lima
periode. Pada awalnya Abbasiyah dipimpin oleh pendirinya sendiri, yaitu Abu Abbas As-
Saffah, yang hanya berlangsung 5 (lima) tahun.

Secara periodesasi Daulah Abbasiyah dapat dilihat pada tabel berikut  ini.

PENGUASA ABBASIYAH DI IRAK

BANI ABBAS                                BERKUASA TAHUN

1. Abu Abbas Assafah              132–137 H/ 750–754 M

2. Abu Ja’far al-Mansur           137–159 H/ 754–775 M

3. Al-Mahdi                             159–169 H/ 775–785 M

4. Al-Hadi                                  169–170 H/ 785–786 M

5. Harun ar-Rasyid                  170–194 H/ 786–809 M

6. Al-Amin                               194–198 H/ 809–813 M

7. Al-Ma’mun                          198-218 H/ 813-833 M

8. Al-Mu’tasim                          218-228 H/ 833-842 M

9. Al-Wasiq                                228-232 H/ 842-847 M

10. Al-Mutawakkil                       232-247 H/ 847-861 M

11. Al-Muntasir                           247-248 H/ 861-862 M

12. Al-Musta’in                            248-252 H/ 862-866 M

13. Al-Mu’tazz                             252-256 H/ 866-869 M

6
14. Al-Muhtadi                            256-257 H/ 869-870 M

15. Al-Mu’tamid                         257-279 H/ 870-892 M

16. Al-Mu’tadid                           279-290 H/ 892-902 M

17. Al-Muktafi                             290-296 H/ 902-908 M

18. Al-Muqtadir                          296-320 H/ 908-932 M

BANI BUWAIHI

19. Al-Qahir                                320-323 H/ 932-934 M

20. Ar-Radi                                 323-329 H/ 934-940 M

21. Al-Muttaqi                             329-333 H/ 940-944 M

22. Al-Muktakfi                          333-335 H/ 944-946 M

23. Al-Muti                                335-364 H/ 946-947 M

24. At-Ta’I                                  364-381 H/ 974-991 M

25. Al-Qadir                                381-423 H/ 991-1031 M

26. Al-Qa’im                               423-468 H/ 1031-1075 M

BANI SALJUK

27. Al-Muqtadi                              468-487 H/ 1075-1094 M

28. Al-Mustazhir                            487-512 H/ 1094-1118 M 

29. Al-Mustarshid                          512-530 H/ 1118-1135 M

30. Ar-Rashid                                530-531 H/ 1135-1136 M

31. Al-Muqtafi                               531-555 H/ 1136-1160 M

32. Al-Mustanjid                            555-556 H/ 1160-1170 M

7
33. Al-Mustadi                               556-576 H/ 1170-1180 M

34. An-Nasir                                  576-622 H/ 1180-1225 M

35. Az-Zahir                                   622-623 H/ 1225-1226 M

36. Al-Mustansir                           623-640 H/ 1226-1242 M

37. Al-Mu’tasim                             640-656 H/ 1242-1258 M

8
BAB III

SEJARAH SOSIAL DAN INTLEKTUAL


1.      Sejarah Sosial
1.1. Mobilitas sosial
Yang dimaksud dengan sejarah sosial pada pembahasan ini, yaitu sejarah sosial yang hadir
antara masa-masa Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah. Pemerintahan Dinasti Umayyah
yang merupakan dinasti dari dua Dinasti Arab, tidak berlangsung lama. Kurun waktunya
hanya sekitar 90 (sembilan puluh) tahun.Sebanyak 14 orang Umayyah memerintah selama
periode tersebut.
“Para penguasa Umayyah melaksanakan sistem pemerintahan para penguasa yang mereka
gantikan, yakni penguasa Persia dan Roma. Pergantian dinasti, khalifah yang berkuasa penuh,
sistem sentralisasi, dan sistem perpajakan yang kompleks, serta kebijakan administrasi
pemerintahan memberi kesan betapa berbedanya keberbedaan Islam di luar jazirah Arab”.
Pengaruh masyarakat sekitar tempat hidup akan sangat mewarnai peradaban satu masyarakat.
Begitu juga peradaban masyarakat arab yang suka berpindah-pindah dari satu dataran ke
dataran lainnya.
“Ketahuilah , bahwa pada hakikatnya sejarah adalah catatan tentang masyarakat ummat
manusia. Sejarah itu sendiri identik dengan peradaban dunia; tentang perubahan yang terjadi
pada watak peradaban itu, seperti keliaran , keramah tamahan, dan solidaritas golongan
(ashabiah) ; tentang revolusi dan pemberontakan oleh segolongan rakyat  melawan golongan
yang lain dengan akibat timbulnya kerajaan-kerajaan dan negara-negara dengan berbagai
macam tingkatannya ; tentang kegiatan dan kedudukan orang, baik untuk mencapai
penghidupannya maupun dalam ilmu pengetahuan dan pertukangan; dan pada umumnya
tentang segala perubahan yang terjadi dalam peradaban karena watak peradaban itu sendiri”.
Perubahan masyarakat sangat tergantung pada Agent Social Change (pendorong perubahan
sosial), yaitu Sumber Daya Manusia. Dan perubahan iu satu keharusan yang bersifat alami.
“Oleh karena itu, organisasi masyarakat menjadi suatu keharusan bagi manusia (al-ijtimaa’
dharuuriyyun li an-naw’i al-insaani). Tanpa organisasi itu manusia tidak akan sempurna.
Keinginan Tuhan hendak memakmurkan dunia dengan makhluk manusia , dan menjadikan
mereka khalifah di permukaan bumi ini tentulah tidak akan terbukti “.
Dalam al-Qur’an telah ditegaskan tentang hal itu :

9
“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah
yang ada pada diri mereka sendiri“(S.13:11).
 
Situasi masyarakat ketika Daulah Dinasti Abbasiyyah muncul dalam percaturan politik
sebetulnya kurang kondusif. Dimana-mana ada pemberontakan dan pertempuran yang dipicu
oleh kepentingan elite politik di tingkat khalifah. Berawalnya pertikaian politik sudah muncul
sejak akhir pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan.
“Gerakan-gerakan politik dalam negara Islam pertama kali muncul pada akhir pemerintahan
Utsman Bin Affan Radhiallahu Anhu yang ditandai dengan kemunculan Abdullah Bin Saba’.
Ia mempengaruhi manusia untuk menyerang Utsman Bin  Affan, menyingkirkannya dari
jabatan khalifah dengan alasan Ali Bin Abi Thalib Karramallahu wajhahu lebih berhak
menjadi Khalifah”.
Itulah titik awal pemberontakan dalam Islam yang bernuansa politik. 
Disamping itu, pada pemerintahan Khalifah Hisyam Bin Abd.Malik (Khalifah ke-12 pada
Dinasti Umayyah), yang sebetulnya relatif cukup kondusif, ada percikan api yang menyulut
pemberontakan Zaid Bin Ali. Saat itu Hisyam Bin Abd.Malik berkata :
“Wahai Zaid aku mendapat informasi bahwa engkau mengungkit-ungkit jabatan khilafah dan
menginginkannya di luar pengetahuanku. Engkau anak budak!”. Zaid Bin Ali berkata
Sesungguhnya baginda Amirul Mukminin juga mempunyai kakek dari budak!      Hisyam Bin
Abdul Malik: Silahkan bicara !”
Zaid Bin Ali berkata : “Tidak ada yang lebih hebat selain Allah dan tidak ada kedudukan
yang tinggi di sisi-Nya selain kedudukan nabi yang telah diutus-Nya. Nabi Ismail termasuk
nabi terbaik kemudian dari nabi yang terbaik lahirnya Muhammad Shallallahu wa Salam.
Ismail adalah anak budak wanita dan saudaranya Ibnu Sharihah juga seperti Anda. Allah
memilihnya dan mengeluarkan daripadanya manusia terbaik, Jadi Ismail adalah kakek
Rasulullah Shallallahu wa Salam dan ibunya (Ismail) adalah budak wanita”.
 
Itulah awal perpecahan pada kepemimpinan khalifah ke-11 Dinasti Umayyah. Perpecahan
tersebut  menggiring ke jurang kehancuran bagi Hisyam Bin Abdul Malik dan juga bagi
Dinasti Umayyah. Pemberontak dari kelompok Alawi yang  digagas oleh Zaid Bin Ali
memang akhirnya dapat pupus setelah pemimpinnya tewas diterjang panah. Namun itu hanya
untuk sementara, sebab pada era berikutnya timbul pemberontakan dengan dengan cover
baru, yaitu dengan bungkus agama, panatik suku dan golongan.Seperti yang dihembuskan
secara tidak disadari oleh Hisyam Bin Abdul Malik terhadap Zaid Bin Ali .
10
Padahal Islam tidak pernah melihat kemulian seseorang pemimpin lewat  keturunannya,tapi
melaui kiprahnya dalam pengamalan agamanya dan partisipasinya dalam kegiatan sosial.
Ibnu Khaldun dalam Mukaddimahnya menegaskan :”Hanya orang yang punya andil
solidaritas sosialah yang memiliki kemulian dasar dan kemuliaan sejati. Apabila orang yang
memiliki soidaritas sosial menjadikan orang yang tidak seketurunan dengannya sebagai
anggota, atau apabila mereka menjadikan budak dan mawla sebagai hamba, atau mengadakan
hubungan dengan mereka, sebagaimana kita katakan, mawla dan anggota orang-orang yang
menjadi tanggungan itu akan menjadi orang yang turut memiliki andil dalam solidaritas sosial
tuan mereka, dan memiliki  solidaritas sosial itu seakan-akan solidaritas sosial itu milik
mereka sendiri”.
Rasulullah SAW menegaskan dalam khutbahanya :
“Wahai umat manusia , Allah SWT telah menghapuskan dari kalian semua aib jahiliyah dan
pengagungan mereka terhadap nenek moyang mereka.Maka manusia itu hanyalah terdiri dari
dua orang laki: orang laki-laki yang berbuat baik, bertakwa dan mulia di sisi Allah dan
seorang lagi ialah yang berbuat buruk, malang dan hina di sisi Allah. Sesungguhnya Allah
SWT berfirman : “ Hai manusia , sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling mengenal. Sesunguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah
orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha mengenal”. Kemudian Rasulullah SAW. Mengatakan, ‘Aku katakan ucapanku ini dan
aku memohon ampunan kepada Allah untukku dan untuk kamu semua”.
 
1.2. Kosmopolitanisme Peradaban
Dalam Kamus Lengkap Inggris-Indonesia, Prop.Drs. S. Wojowasito, menuliskan :
“Kosmopolitan ialah orang yang menganggap bahwa dunia ini sebagai tanah airnya”.
Jadi kosmopolitasime Peradaban, yaitu satu faham yang mendasari seluruh jagat raya
sebagai sumber peradaban.
“Dalam kosmologi Islam, kosmos atau alam semesta (al-alam) secara umum didefinisikan
sebagai  ‘segala sesuatu selain Allah. Definisi ini yang diterima secara Universal dalam Islam,
berdasarkan Al-Quran. Ditandaskan berulang-ulang dalam Al-Quran bahwa Allah adalah
Tuhan segenap alam dan bahwa milik Allahlah segala sesuatu di langit dan di bumi dan apa
yang terdapat diantara keduanya. Jumlah segala sesuatu selain Allah, yang merupakan seluruh
kosmos Muslim, dikenal sebagai apa yang oleh Al-Quran disebut sebagai alam semesta dan
segala yang ada di langit dan bumi.
11
Di zaman Abbasiyah ini bisa dijumpai konstribusi berbagai bangsa terhadap ilmu
pengetahuan. Orang Yunani menyumbang matematik dan kedokteran. Orang Cina
menyumbang dalam peradaban hubungan tulis melalui kertas. Dan bangsa Persia dalam
Filsafat..
Jadi pada zaman Abbasiyah sudah terjadi Globalisasi pertama. Ilmu-ilmu yang diambil dari
luar dikembangkan kepada ilmu yang berdimensi Islam. Kareana pada zaman Abbasiyah
aspek ekonomi mengalami kemajuan, maka ilmu juga maju. Ada penerjemah yang ditimbang
hasil bukunya dan diganti dengan uang.
Dengan meluasnya Islam pada zaman Daulah Abbasiyah mengakibatkan timbulnya
bermacam-macam corak kebudayaan yang berasal dari beberapa bangsa. Hal ini
disebabkan  :
 Warga negara terdiri dari berbagai unsur bangsa.
 Pergaulan yang intim dan perkawinan campuran
 Berbagai bangsa memeluk agama Islam
 Meningkatnya kemajuan yang membutuhkan ilmu pengetahuan luas dalam  Segala
bidang kehidupan.
       
1.3. Peranan Kaum Mawali dalam pembangunan
Para sejarawan telah mencatat bahwa sebagian besar orang yang berkecimpung dalam dunia
ilmu pengetahuan adalah kaum Mawali (Muslim bukan keturunan Arab atau bekas budak).
Terutama keturunan Persia.
“Bukan rahasia umum bahwa negara Bani Abbasiyah dalam rangka memantapkan
pengaruhnya sangat tergantung kepada orang-orang Persia. Sebab negara Bani Abbasiyah
melihat keikhlasan dalam diri mereka dan kesiapan berkorban untuk mencapai cita-cita. Oleh
karena itu negara Bani Abbasiyah menunjuk mereka  sebagai panglima perang, merekrut
tentara dari kalangan mereka serta selalu memandang baik mereka”.
Karena peranan mereka pula, kemajuan pada periode pertama  Daulah Abbasiyah dapat
dicapai, terutama pada zaman Harun Ar-Rasyid.
“Terdapat banyak faktor yang menyebabkan Daulah Abbasiyah pada periode pertama dapat
menacapai keemasan. Pertama, terjadinya asimilasi dalam Daulah Abbasiyah ini.
Berpartisipasinya unsur-unsur non-Arab (terutama bangsa Persia) dalam pembinaan
peradaban Islam telah mendatangkan kemajuan dalam banyak bidang. Kedua, kebijaksanaan 
Daulah Abbasiyah yang memang lebih berorioentasi kepada pembangunan peradaban
daripada perluasan wilayah kekuasaan”.
12
Daulah Abbasiyah telah memberi peluang yang sangat luas terhadap kaum mawali dalam
berperan menjalankan roda pemerintahan, begitu juga dalam dunia pengetahuan. Berbeda
dengan daulah Umayyah yang menutup rapat-rapat peluang untuk non arab apalagi mawali.
 
2.      Sejarah intlektual
Intelektual telah berkembang di zaman Abbasiyah melalui tiga hal :
2.1. Perkembangan ilmu-ilmu keagamaan
2.1.1. Ilmu Tafsir
Pada periode pertama pemerintahan Abbasiyah telah lahir ilmu tafsir dan terpisah dari ilmu
Hadist .Tafsir yang pertama kali disusun ialah tafsir Al-Farra’. Sesuai dengan nama
penyusunnya. Tafsir inilah sebagai perintis jalan penafsir-penafsir yang lahir sesudahnya. 
“Dalam bidang ilmu Tafsir sejak awal sudah dikenal dua metode penafsiran, pertama : Tafsir
bi al-ma’tsur yaitu interpretasi tradisional dengan mengambil interpretasi dari Nabi dan para
sahabat. Kedua, tafsir bi al ra’yi, yaitu metode rasional yang lebih banyak bertumpu kepada
pendapat dan pikiran dari pada hadist dan pendapat sahabat. Kedua metode ini memang
berkembang pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi jelas sekali bahwa tafsir
dengan metode bi al-ra’yi ( tafsir rasional ) sangat dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran
filsafat dan ilmu pengetahuan”.
 
2.1.2. Ilmu Hadits
Hadist adalah sumber hukum Islam kedua setelah al-Qur’an. Dalam zaman Daulah
Abbasiyah, muncullah ahli-ahli hadits ternama dengan kitab-kitab haditsnya yang besar. Ahli-
ahli hadits yang termashur di zaman ini :
1). Imam Bukhori,yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Abi Hasan Al-Bukhari lahir di
Bukhara 194 H dan Wafat di Baghdad 256 H . Kitabnya al-Jami’us Shahih yang dikenal
dengan Sahih Bukhari.
2).  Imam Muslim,Yaitu Imam Abu Muslim bin Al-Hajjaj al-Qushairy an-Naisabury, wafat
tahun 261 di Naisabur. Kitabnya al-Jami’us Shaih terkenal dengan Shaih Muslim
3). Ibnu Majah, yaitu Muhammad bin Yazid bin Majah al-Qazwany, wafat tahun 273 H.
Kitabnya yang bernama as-Sunan terkenal dengan nama Sunan Ibnu Majah.
4).   Abu Daud, yaitu Abu Daud Sulaiman bin Asy’as al-Sajastany , wafat di Bashrah tahun
275 H. Kitabnya yang bernama as-Sunan terkenal dengan nama Sunan Abu Daud
5). At-Tirmidzi yaitu al-Hafidh Abu isa Muhammad bin Isa Ad-Dhahak at-Tirmizi dengan
kitabnya as-Sunan yang terkenal dengan nama Sunan Tirmizi.
13
6).  An-Nasa’i yaitu Abu Bakar Rahman Ahmad bin Ali an-Nasa’I wafat di Mekkah tahun
303 H. Kitabnya yang bernama as-Sunan terkenal dengan nama Sunan Nasa’i.
7). Al-Hakim an-Naisabury, wafat tahun 405 H
8). Abdul Fatahsalim bin Aiyub ar-Razy, wafat tahun 447 H
9). Al-Ajiry, wafat tahun 360 H
10). Al-Baihaqi, wafat tahun 458 H
 
Dan masih banyak lagi Ulama-ulama Hadist yang menggeluti ilmu Hadits.
  
2.1.3. Ilmu Kalam
Ilmu Kalam adalah ilmu yang mempergunakan bukti-bukti logis dalam mempertahankan
akidah keimanan dan menolak pembaharu yang menyimpang  dalam dogma yang dianut
kaum muslimin.
Lahirnya Ilmu Kalam karena dua faktor :
1). Untuk membela Islam dengan bersenjatakan filsafat, seperti halnya musuh yang memakai
senjata itu.
2). Karena semua masalah, termasuk masalah agama  telah berkisar dari pola rasa kepada pola
akal dan ilmu.
 
Diantara pelopor dan ahli Ilmu Kalam yang terbesar yaitu Washil bin Atho’, Abu Huzail al-
Allaf adh-Dhaam, Abu Hasan al-Asy’ary dan Hujjatul Islam Imam Al-Ghozali.
Kaum muslimin salaf mengangkat tinggi dalil-dalil al-Qur’an  dan sunah yang berhubungan
dengan penyucian Tuhan (tanzih) karena jumlahnya dalil amat banyak dan gamblang.
Sedangkan ayat-ayat yang secara harfiahnya tidak menunjukkan pada dalil-dalil yang tegas
dan makna yang jelas, tidak akan mengandung tasybih apabila kita menerangkannya berdasar
referensi pada keterangan terinci seperti yang dikemukakan mazhab Asy’ariyah, yaitu
ahlussunah.
Pengikut syeh Abu Hasan Al-Asy’ari menjadi banyak. Murid-muridnya seperti Ibnu Mujahid
dan lain-lainnya, mengikuti jalan yang ditempuh gurunya, Al-Qadli Abu Bakar al-Baqilani
belajar dari murid-murid Al-Asy’ari.
  
2.1.4. Ilmu Tasawuf
Ilmu Tasawuf, yaitu salah satu Ilmu yang tumbuh dan matang dalam zaman Daulah
Abbasiyah. Ilmu Tasawuf adalah Ilmu Syari’at yang baru diciptakan , yang inti ajarannya :
14
tekun beribadat dengan sepenuhnya kepada Allah, meninggalkan kesenangan dan perhiasan
dunia dan bersembunyi diri beribadah.
Ilmu Tasawuf telah menanamkan pengaruh yang sangat berkesan dalam kebudayaan Islam. 
Perkembangan Ilmu Tasawuf dari abad kedua Hijriyah telah mengalami perubahan-
perubahan. Sehingga dengan demikian kelihatannya Tasawuf berkembang pada zaman
Abbasiyah II dan III dan demikian seterusnya.
Bersamaan dengan lahirnya Ilmu Tasawuf, muncul pula ahli-ahli dan ulama-ulama diantara
mereka itu adalah :
1). Al-Qusyairi, nama lengkapnya Abu Kasim abdul Karim bin Hawzin al-Qusyairi yang
wafat tahun 465 H, dengan kitabnya ar-Risalatul Qusyairiyah.
2). Syihabuddin Sahrawardy, wafat di Baghdad tahun 632 H, dengan kitabnya Awariful
Ma’aruf.
3). Imam Ghazali, satu diantara keturunan non Arab yang berasal dari Persia, nama
lengkapnya Muhammad bin Muhammad bin Ahmad al-Ghazali. Lahir di Thus abad 5 H.
Meninggal tahun 502 H. Kitab Tasawufnya Ihya Ulumuddin dengan mengawinkan ajaran
Tasawuf dengan ajaran hidup bermasyarakat”18. Sehingga jadilah ilmu Tasawuf ilmu
yang dibukukan setelah sebelumnya hanya sistem Ibadah saja. Kitab-kitab karangan Imam
Ghazali banyak sekali, baik mengenai Tasawuf atau lainnya.
       
2.1.5. Hukum Islam
Zaman Daulah Abbasiyah yang merupakan zaman keemasan tamaddun Islam, telah
melahirkan ahli-ahli ilmu hukum (Fiqih) yang terbesar adalam sejarah Islam, dengan kitab-
kitab Fiqihnya yeng terkenal sampai sekarang. 
Pada akhir abad pertama Hijriyah dan awal abad kedua mulai muncul aliran Fiqh. Imam-
imam mazhab hukum yang empat hidup pada masa pemerintahan Abbasiyah pertama. Abu
Hanifah (700-767 M) dalam pendapat-pendapat hukumnya  dipengaruhi oleh perkembangan
yang terjadi di Kufah, kota yang berada di tengah-tengah kebudayaan Persia yang kehidupan 
msayarakatnya telah mencapai tingkat kemajuan yang lebih tinggi.Karena itu mazhab ini
lebih rasional.
Berbeda dengan Abu Hanifah, Imam Malik (713-795 M) yang banyak menggunakan hadist
dan tradisi Madinah. Pendapat dua tokoh ini sering diteangahi oleh Imam Syafi’I (767-820 M)
.
Para Fuqoha yang lahir dalam zaman ini terbagi dalam dua aliran Ahlul Hadits dan Ahlul
Ra’yi.
15
1). Ahlul Hadits : Yaitu aliran yang mengarang fiqih berdasarkan al-Haidts. Pemuka aliran ini
yaitu Imam Malik dengan pengikut-pengikutnya, pengikut Imam Syafi’i  ,pengikut Imam
Hambali dan lain-lain muqallidin.
2). Ahlul Ra’yi ; Yaitu aliran yang mempergunakan akal dan fikiran dalam menggali hukum,
pemuka aliran ini yaitu Abu Hanifah dan teman-temannya Fuqoha Irak”19
 
2.2 Kebangkitan Sain dan Teknologi
Seperti diterangkan dimuka, bahwa perkembangan ilmu pengetahuan semakin cepat pada
zaman khalifah Harun ar-Rasyid, setelah mendirikan lembaga perpustakaan seperti Baitul
Hikmah dan Darul Hikmah dan mencapai puncaknya pada masa khalifah al-Makmun.
Perpustakaan ini lebih menyerupai sebuah Universitas dimana terdapat kitab-kitab secara
lengkap. Orang-orang datang ke perpustakaan itu untuk membaca, menulis dan berdiskusi. Di
samping itu, perpustakaan ini juga sebagai kantor penerjemahan, terutama karya-karya
kedokteran, filsafat, matematik, kimia , astronomi dan ilmu alam. Buku-buku yang
diterjamahkan didatangkan dari Bizantium dan daerah-daerah lain.
Kemudian para ilmuan Islam mengembangkan ilmu-ilmu yang diterjamahkan tersebut dan
mendapat temuan-temuan ilmiah yang baru.
    
2.2.1. Kedokteran
Diantara para Dokter yang sangat terkemuka adalah :
1). Al-Razi, yaitu orang pertama yang menyusun ilmu kedokteran anak. Dia juga tokoh
pertama yang membedakan antara penyakit cacar dengan measles.
2). Ibnu Sina, yang sekaligus juga seorang Filosof, yang telah menemukan sistem peredaran
darah pada mansia. Diantara karyanya ialah Al-Qanun Fi al-Thibb .
3). Abu Ali al-Hasan Ibn al-Haythami, yang di Eropa dikenal dengan nama al-Hazen, adalah
ahli Optik pertama..
4). Ibnu Wasiwalhi ( wafat 243 H ), yaitu Abu Zakaria Yuhana bin Wasiwalhi, ayahnya
seorang ahli farmasi di rumah sakit Yundisapur, mengarang banyak buku kedokteran.
5). Kimia dan Farmasi.  Para ahli di bidang ini antara lain adalah  : Jabir Ibn Hayyan, Tokoh
ini berpendapat bahwa logam seperti timah, besi dan tembaga dapat diubah menjadi emas
atau perak dengan mencampurkan satu zat tertentu. 
6). Ibnu Baitar  ( abad ke 7 H ). Tiga buah karangannya yang sangat penting yaitu al-Mughni
( tentang obat)obatan ),Jaami’ Mufradatul Adwiyah wal Aghziyah (tentang obat dan gizi )
 
16
2.2.2. Ilmu Falak dan Nujum ( Astronomi ) 
Ilmu bintang memegang peranan penting dalam menentukan garis politik oleh para khalifah
dan para amir, yang mendasarkan perhitungan kerjanya pada peredaran bintang.
Ilmu Nujum ( astronomi ) adalah ilmu yang mempelajari tentang gerakan bintang-bintang
yang tetap dan pelanet-pelanet. Dari cara gerakan itu berlangsung, astronomi menarik
kesimpulan berdasarkan metode geometris tentang adanya bentuk-bentuk  tertentu dan
bermacam posisi lingkaran yang mengharuskan terjadinya gerakan yang dapat dilihat dengan
indera.      
“Diantara sarjana ilmu Falak dan Bintang adalah : Abu Ma’syar al-Falaky yang terkenal
dengan nama Abu Ma’syur al-Falaky. Buku karangannya : Isbatul Ulum Hatatul Falak”.

17
BAB IV

PENUTUP

1. Kesimpulan

1.1.    Peradaban Islam di masa Bani Abbasiyah memperoleh kemajuan yang pesat
terutama dalam bidang :

1.1.1.     Politik, dengan meletakan dasar-dasar pemerintahan yang lebihmelalui


penanaman istilah khalifah dalam artian seperti yang dikatakan al-
Mansur « Innama anaa Sulthon Allah fi ardlihi » (Sesungguhnya saya
adalah kekuasaan Tuhan di bumi-Nya ).

1.1.2.     Ekonomi, dengan menggalakan potensi alam, seperti pertanian dan
pertambangan.

1.2.    Masyarakat Daulah Abbasiyah terbagi dari dua asal yaitu yang berasal dari
keturunan Arab ( langsung dari Nabi Muhammad SAW) dan bukan dari keturunan
Arab yaitu kaum Mawali. 

1.3.    Dalam Daulah Abbasiyah berkembang macam corak kebudayaan disebabkan


karena :

a.    Warga negara terdiri dari berbagai unsur bangsa.

b.    Pergaulan yang intim dan kawin campur

c.    Berbagai bangsa memeluk Islam.

d.    Meningkatnya kemajuan yang membutuhkan ilmu pengetahuan luas dalam


segala bidang kehidupan.

1.4.    Di zaman ini telah sampai kejayan Islam, zaman keemasan , zaman kemajuan ilmu-
ilmu agama , sains dan teknologi.

1.5.    Penerjemahan ilmu pengetahuan dilakukan dengan besar-besaran, danzaman ini


adalah zaman lahirnya ahli-ahli ilmu agama,sains dan teknologi.

1.6.    Terbukanya kesempatan bagi bangsa-bangsa non Arab untuk menduduki jabatan-
jabatan di Pemerintahan, dan di sektor-sektor lainnya.

18
DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Ahmad Syalabi, Prof. “ Sejarah dan Kebudayan Islam”,PT.Alhusna Zikra, Jakarta


Tahun 1995.
2. A. Hasyimi, Sejarah Kebudayaan Islam, PT Bulan Bintang, Jakarta
3. Ahmadie Thoha ( Penerjamah ) Muqqodimah Ibnu Khaldun, Pustaka Firdaus, Jakarta
2000
4. Badri Yatim, Dr. MA,” Sejarah Peradaban Islam” PT Raja Grafindo Persada, Jakarta
1997.
5. HAMKA, Prof. Dr. Sejarah Umat Islam,PT Bulan Bintang Jakarta
6. John L. Esposito,” Ensiklopedi Oxpord – Dunia Islam Modern”, Penerbit Mizan
7. Kafrawi Ridwan, Drs, MA dan kawan-kawan “Ensiklopedi Islam” PT Intermasa
Jakarta Tahun 1997.
8. Muhammad Sayyid Al-Wakil, Dr. Wajah Dunia Islam, ( Terjemah   oleh Fadhli
Bahri, LC ) Pustaka Al-Kautsar Jakarta 1989 
9. Muhammad Nasib Ar-Rifa’I Ringkasan Tafsir Ibnu Kasar Jilid 4, Terjamah oleh
Drs.Syihabuddin ,MA, Gema Insani Press, Jakarta 1989
10. Wojowasito Prof. Drs, DKK, Kamus Inggris – Indonesia,Penerbit Hasta, Bandung
1980

19

You might also like