Professional Documents
Culture Documents
disusun oleh :
Azhari Amarulloh 0908136
Fitria Kusuma P 0905698
M Kharis Fahmi 0901998
Puput Pujawati A 0905806
Rahmah Afrianti 0905852
Ristiani Hotimah 0905814
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan
makalah ini dapat diselesaikan.
Makalah ini disusun untuk diajukan sebagai tugas mata kuliah Bimbingan
dan Konseling dengan judul “Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Menengah” di Universitas Pendidikan Indonesia, jurusan Pendidikan Teknik
Arsitektur.
Terima kasih kami sampaikan kepada Bapak Dr. Ilfiandra, S.pd., M.pd,
selaku dosen mata kuliah Bimbingan dan Konseling yang telah memberikan
kuliah demi lancarnya tugas ini.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kemajuan berfikir dan kesadaran manusia akan diri dan dunianya, telah
mendorong terjadinya globalisasi. Situasi global membuat kehidupan semakin
kompetitif dan membuka peluang bagi manusia untuk mencapai status dan
tingkat kehidupan yang lebih baik. Dampak positif dari kondisi global telah
mendorong manusia untuk terus berfikir, meningkatkan kemampuan dan tidak
puas terhadap apa saja yang dicapai pada saat ini. Adapun dampak dari
globalisasi tersebut adalah :
• Pelarian masalah melalui jalan pintas yang bersifat sementara juga adiktif
seperti penggunaan obat-obatan terlarang.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penulisan makalah yang berjudul “Layanan
Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah” ini adalah :
A. Apa fungsi dari layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah?
B. Tujuan apa yang hendak dicapai dari Layanan Bimbingan dan Konseling di
Sekolah menengah?
C. Bagaimana fokus layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah?
D. Bagaimana Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling yang di laksanakan
di Sekolah Menengah?
E. Siapa saja Personil yang terlibat dalam kegiatan layanan Bimbingan dan
konseling di Sekolah Menengah?
BAB II
LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH MENENGAH
Pelaksanaan bimbingan dan konseling telah dirintis sejak tahun 1960-an dan
dilaksanakan secara serempak di sekolah sejak tahun 1975, yaitu saat
diberlakukannya kurikulum ’75. Pada saat itu istilah yang diperkenalkan dan
dipergunakan adalah Bimbingan dan Penyuluhan (BP). Istilah tersebut pada
akhirnya memunculkan suatu sebutan bagi pelaksanan bimbingan dan
penyuluhan di sekolah dengan sebutan guru BP.
Perkembangan dunia bimbingan dan konseling di Indonesia mengalami
proses yang berliku, hingga pada tahun 1994, melalui kurikulum 1994, istilah
Bimbingan dan Penyuluhan mulai diganti dengan istilah Bimbingan dan
Konseling (BK). Perubahan mendasar dari istilah “penyuluhan” menjadi
“konseling” didasari pada paradigma bahwa konselor tidak melakukan
penyuluhan yang mempunyai konotasi sebagai pekerja lapangan (misal :
penyuluh pertanian atau penyuluh KB), tetapi lebih pada usaha membantu
Konseli/siswa sesuai dengan karakter siswa yang bersangkutan. Siswa lebih
dihargai untuk dapat menyelesaikan masalahnya sendiri. Dengan demikian,
istilah guru BP dirubah menjadi guru BK.
SK Menpan no. 84/1993 tentang jabatan fungsional guru dan angka
kreditnya, pada pasal (3) disebutkan bahwa tugas pokok guru pembimbing
adalah menyusun program bimbingan, melaksanakan program bimbingan,
evaluasi pelaksanaan bimbingan, analisis hasil pelaksanaan bimbingan dan
tindak lanjut dalam program bimbingan terhadap peserta didik yang menjadi
tanggungjawabnya.
Pada tahun 2003, terjadi perubahan mendasar terhadap pelaksana
bimbingan dan konseling di Sekolah. Menurut Undang-undang nomor 20/2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I pasal 1 ayat (4) dinyatakan bahwa
Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen,
konselor. Dengan demikian penggunaan istilah guru BK di lingkungan sekolah
akan berubah menjadi konselor sekolah. Paradigma ini mengacu pada pelaksana
konseling adalah konselor. Dengan kata lain bahwa konselor termasuk salah satu
tenaga pendidik.
Bimbingan dan konseling di sekolah merupakan satu kesatuan (integral)
dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah (Munandir:1993). Dengan kata
lain bahwa pelaksanaan pendidikan atau pembelajaran di sekolah akan
mempunyai ketergantungan yang timbal balik antara proses belajar klasikal di
kelas dengan bantuan bimbingan dan konseling.
Kesatuan ini tampak dalam pelaksanaan pembelajaran di lapangan.
Pembelajaran yang berorientasi kognitif secara umum telah dilakukan oleh guru
bidang studi di kelas. Guru mata pelajaran memberikan bahan atau materi
pembelajaran kepada siswa dengan penekanan-penekanan pada bidang kognitif.
Peranan guru BK pada tahap ini adalah menyeimbangkan antara kekuatan
kognitif dan afektif yang dimiliki siswa.
Seringkali kita temui bahwa siswa mempunyai kemampuan untuk
menyelesaikan segala bentuk tugas yang diberikan oleh guru bidang studi.
Tetapi pada saat mereka dihadapkan untuk menentukan pilihan masa depan
atau mengambil keputusan tentang masa depannya, mereka mengalami
kesulitan yang luar biasa. Mereka dihadapkan pada banyak pilihan serta konflik-
konflik batin. Pada saat inilah peranan guru BK akan tampak semakin nyata.
Konselor sekolah akan membantu siswa dalam mengatasi masalah-masalah
yang timbul sesuai dengan karakteristik siswa yang bersangkutan.
Permasalahan yang dihadapi siswa tidak bisa diselesaikan dengan
mempergunakan kekuatan kognitif atau logika berpikir semata. Seringkali
permasalahan yang muncul adalah karena pertentangan emosi (afeksi) siswa.
Sebagai contoh, masalah penjurusan tidak bisa diselesaikan hanya dengan
melihat hasil kogitif siswa melalui nilai rapor, tetapi juga melihat kepribadian,
minat, bakat dan keadaan lingkungan siswa tersebut. Di sini terlihat
perspektrum yang semakin luas untuk dapat menyelesaikan masalah siswa
secara tuntas.
Layanan Responsif
Layanan responsif adalah layanan bimbingan yang bertujuan membantu
memenuhi kebutuhan yang dirasakan sangat penting oleh siswa pada saat ini.
Layanan ini lebih bersifat preventif, atau mungkin kuratif. Isi Layanan Responsif
adalah sebagai berikut :
1. Bidang pendidikan, topik-topiknya adalah pemilihan program studi di
sekolah menengah yang sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuann;
dan pemilihan program studi lanjutan di perguruan tinggi.
2. Bidang belajar, yaitu cara belajar efektif dan cara mengatasi kesulitan
belajar.
3. Bidang sosial, yaitu cara memilih teman yang baik, cara memelihara
persahabatan yang baik, cara mengatasi konflik dengan teman.
4. Bidang pribadi, yaitu pembetukan identitas karier, pengenalan
karakteristik dan lingkungan pekerjaan, dan pembentukan pola karier.
5. Bidang disiplin, yaitu pengenalan tata tertib sekolah dan pengembangan
sikap serta perilaku disiplin.
6. Bidang narkotika, yaitu pengenalan bahaya penggunaan narkotika dan
pencegahan terhadap bahaya narkotika.
7. Bidang perilaku seksual, yaitu penngenalan bahaya perilaku seks bebas,
cara berpacaran yang baik, serta pencegahan perilaku seks bebas.
8. Bidang kehidupan lainnya.
BAB III
KESIMPULAN