You are on page 1of 42

TUGAS

“BAHASA INDONESIA”

Disusun Oleh:

Nama : Sovian Laruzandi


NPM : 10020026
Jur : Sistem Komputer

Universitas Dehasen (UNIVED) Bengkulu


2010-2011
Materi Dari :

1. Ragam Bahasa
2. Ejaan
3. Pemakaian Huruf
4. Penulisan Kata
5. Bentuk dan Makna Kata
6. Kalimat
7. Alenia
8. Topik dan Tema
9. Teknik Penulisan Karya Ilmiah
Ragam Bahasa

A. RAGAM BAHASA BERDASARKAN MEDIA/SARANA

1. Ragam bahasa Lisan

Ragam bahasa lisan adalah bahan yang dihasilkan alat ucap (organ of speech)
dengan fonem sebagai unsur dasar. Dalam ragam lisan, kita berurusan dengan
tata bahasa, kosakata, dan lafal. Dalam ragam bahasa lisan ini, pembicara dapat
memanfaatkan tinggi rendah suara atau tekanan, air muka, gerak tangan atau
isyarat untuk mengungkapkan ide.

2. Ragam bahasa tulis

Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan
dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan
tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosa kata. Dengan
kata lain dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan unsur tata
bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata,
kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam
mengungkapkan ide.

Contoh :

Ragam bahasa lisan Ragam bahasa tulis

1. Putri bilang kita harus pulang 1. Putri mengatakan bahwa kita harus pulang

2. Ayah lagi baca koran 2. Ayah sedang membaca koran

3. Saya tinggal di Bogor 3. Saya bertempat tinggal di Bogor

B. RAGAM BAHASA BERDASARKAN PENUTUR

1. Ragam bahasa berdasarkan daerah disebut ragam daerah (logat/dialek).

Luasnya pemakaian bahasa dapat menimbulkan perbedaan pemakaian bahasa.


Bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang yang tinggal diJakarta berbeda
dengan bahasa Indonesia yang digunakan di Jawa Tengah, Bali, Jayapura, dan
Tapanuli. Masing-masing memilikiciri khas yang berbeda-beda. Misalnya logat
bahasa Indonesia orang Jawa Tengah tampak padapelafalan/b/pada posisiawal
saat melafalkan nama-nama kota seperti Bogor, Bandung, Banyuwangi, dll.
Logat bahasa Indonesia orang Bali tampak pada pelafalan /t/ seperti pada kata
ithu, kitha, canthik, dll.

2. Ragam bahasa berdasarkan pendidikan penutur.

Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan


berbeda dengan yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang
berasal dari bahasa asing, misalnya fitnah, kompleks,vitamin, video, film,
fakultas. Penutur yang tidak berpendidikan mungkin akan mengucapkan pitnah,
komplek, pitamin, pideo, pilm, pakultas. Perbedaan ini juga terjadi dalam bidang
tata bahasa, misalnya mbawa seharusnya membawa, nyari seharusnya mencari.
Selain itu bentuk kata dalam kalimat pun sering menanggalkan awalan yang
seharusnya dipakai.

Contoh :

1) Ira mau nulis surat  Ira mau menulis surat

2) Saya akan ceritakan tentang Kancil  Saya akan menceritakan tentang


Kancil.

3. Ragam bahasa berdasarkan sikap penutur.

Ragam bahasa dipengaruhi juga oleh setiap penutur terhadap kawan bicara (jika
lisan) atau sikap penulis terhadap pembawa (jika dituliskan) sikap itu antara lain
resmi, akrab, dan santai. Kedudukan kawan bicara atau pembaca terhadap
penutur atau penulis juga mempengaruhi sikap tersebut. Misalnya, kita dapat
mengamati bahasa seorang bawahan atau petugas ketika melapor kepada
atasannya. Jika terdapat jarak antara penutur dan kawan bicara atau penulis dan
pembaca, akan digunakan ragam bahasa resmi atau bahasa baku. Makin formal
jarak penutur dan kawan bicara akan makin resmi dan makin tinggi tingkat
kebakuan bahasa yang digunakan. Sebaliknya, makin rendah tingkat
keformalannya, makin rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang digunakan.

Bahasa baku merupakan ragam bahasa yang dipakai dalam situasi resmi/formal,
baik lisan maupun tulisan.

Bahasa baku dipakai dalam :

a. pembicaraan di muka umum, misalnya pidato kenegaraan, seminar, rapat dinas


memberikan kuliah/pelajaran;

b. pembicaraan dengan orang yang dihormati, misalnya dengan atasan, dengan


guru/dosen, dengan pejabat;

c. komunikasi resmi, misalnya surat dinas, surat lamaran pekerjaan, undang-undang;

d. wacana teknis, misalnya laporan penelitian, makalah, tesis, disertasi.

Segi kebahasaan yang telah diupayakan pembakuannya meliputi

a. tata bahasa yang mencakup bentuk dan susunan kata atau kalimat, pedomannya
adalah buku Tata Bahasa BakuIndonesia;

b. kosa kata berpedoman pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI);

c. istilah kata berpedoman pada Pedoman Pembentukan Istilah;

d. ejaan berpedoman pada Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan (EYD);

e. lafal baku kriterianya adalah tidak menampakan kedaerahan.


C. RAGAM BAHASA MENURUT POKOK PERSOALAN ATAU BIDANG
PEMAKAIAN

Dalam kehidupan sehari-hari banyak pokok persoalan yang dibicarakan.


Dalam membicarakan pokok persoalan yang berbeda-beda ini kita pun
menggunakan ragam bahasa yang berbeda. Ragam bahasa yang digunakan dalam
lingkungan agama berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan
kedokteran, hukum, atau pers. Bahasa yang digunakan dalam lingkungan politik,
berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan ekonomi/perdagangan,
olah raga, seni, atau teknologi. Ragam bahasa yang digunakan menurut pokok
persoalan atau bidang pemakaian ini dikenal pula dengan istilah laras bahasa.

Perbedaan itu tampak dalam pilihan atau penggunaan sejumlah


kata/peristilahan/ungkapan yang khusus digunakan dalam bidang tersebut,
misalnya masjid, gereja, vihara adalah kata-kata yang digunakan dalam bidang
agama; koroner, hipertensi, anemia, digunakan dalam bidang
kedokteran; improvisasi, maestro, kontemporer banyak digunakan dalam lingkungan
seni; pengacara, duplik, terdakwa, digunakan dalam lingkungan hukum; pemanasan,
peregangan, wasit digunakan dalam lingkungan olah raga. Kalimat yang digunakan
pun berbeda sesuai dengan pokok persoalan yang dikemukakan. Kalimat dalam
undang-undang berbeda dengan kalimat-kalimat dalam sastra, kalimat-kalimat
dalam karya ilmiah, kalimat-kalimat dalam koran/majalah, dll. Contoh kalimat yang
digunakan dalam undang-undang.

Sanksi Pelanggaran Pasal 44:

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta

1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak
suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00
(seratus jutarupiah).
EJAAN

Ejaan adalah penggambaran bunyi bahasa (kata, kalimat, dsb) dengan kaidah tulisan
(huruf) yang distandardisasikan. Ejaan biasanya memiliki tiga aspek yaitu:
1. Aspek fonologis yang menyangkut penggambaran fonem dengan huruf dan
penyusunan abjad.
2. Aspek morfologis yang menyangkut penggambaran satuan-satuan morfemis.
3. Aspek sintaksis yang menyangkut penanda ujaran berupa tanda baca.

Dasar yang paling baik dalam melambangkan bunyi-ujaran atau bahasa adalah satu
bunyi-ujaran yang mempunyai fungsi untuk membedakan arti harus dilambangkan
dengan satu lambang tertentu. Dengan demikian pelukisan atas bahasa lisan itu akan
mendekati kesempurnaan, walaupun kesempurnaan yang dimaksud itu tentulah dalam
batas-batas ukuran kemanusiaan, masih bersifat relatif. Walaupun begitu literasi
(penulisan) bahasa itu belum memuaskan karena kesatuan intonasi yang bulat yang
menghidupkan suatu arus-ujaran itu hingga kini belum dapat diatasi. Sudah diusahakan
bermacam-macam tanda untuk tujuan itu tetapi belum juga memberi kepuasan. Segala
macam tanda baca untuk menggambarkan perhentian antara, perhentian akhir, tekanan,
tanda tanya, dan lain-lain adalah hasil dari usaha itu. Tetapi hasil usaha itu belum dapat
menunjukkan dengan tegas bagaimana suatu ujaran harus diulang oleh yang
membacanya.

Segala macam tanda baca seperti yang disebut di atas disebut :

tanda baca atau pungtuasi.

Walaupun sistem ejaan sekarang didasarkan atas sistem fonemis, yaitu satu tanda untuk
satu bunyi, namun masih terdapat kepincangan-kepincangan. Ada fonem yang masih
dilambangkan dengan dua tanda (diagraf), misalnya ng, ny, kh, dan sy. Jika kita
menghendaki kekonsekuenan terhadap prinsip yang dianut, maka diagraf-diagraf
tersebut harus dirubah menjadi monograf (satu fonem satu tanda). Di samping itu masih
terdapat kekurangan lain yang sangat mengganggu terutama dalam mengucapkan kata-
kata yang bersangkutan, yaitu ada dua fonem yang dilambangkan dengan satu tanda saja
yakni e (pepet) dan e (taling). Ini menimbulkan dualisme dalam pengucapan.

Ejaan suatu bahasa tidak saja berkisar pada persoalan bagaimana melambangkan bunyi-
bunyi ujaran serta bagaimana menempatkan tanda-tanda baca dan sebagainya, tetapi
juga meliputi hal-hal seperti: bagaimana menggabungkan kata-kata, baik dengan
imbuhan-imbuhan maupun antara kata dengan kata. Pemotongan itu berguna terutama
bagaimana kita harus memisahkan huruf-huruf itu pada akhir suatu baris, bila baris itu
tidak memungkinkan kita menulils seluruh kata di sana. Apakah kita harus memisahkan
kata bunga menjadi bu – nga atau b – unga . Semuanya ini memerlukan suatu peraturan
umum, agar jangan timbul kesewenangan.

• Macam-Macam Ejaan

Perubahan yang paling penting dalam EYD adalah:

Lama Yang Disempurnakan


dj djalan j jalan
j pajung y payung
nj njonja ny nyonya
sj* sjarat sy syarat
tj tjakap c cakap
ch* tarich kh tarikh

* Kedua gabungan huruf ini sebenarnya tidak terdapat dalam ejaan lama. Di samping itu
diresmikan pula huruf-huruf berikut di dalam pemakaian:

f maaf, fakir
v valuta, universitas
z zeni, lezat
q, x huruf-huruf q dan x yang lazim digunakan dalam ilmu eksakta tetap dipakai.

Ejaan Baku Dan Ejaan Tidak Baku Dalam Bahasa Indonesia - Pengertian, Referensi
Dan Contoh
definisi atau pengertian ejaan baku dan ejaan tidak baku

Ejaan baku adalah adalah ejaan yang benar, sedangkan ejaan tidak baku adalah ejaan
yang tidak benar atau ejaan salah.Contoh ejaan baku dan ejaan tidak baku, di mana yang
sebelah kiri adalah salah dan yang sebelah kanan adalah betul :
- apotik : apotek
- atlit : atlet
- azas : asas
- azasi : asasi
- bis : bus
- do'a : doa
- duren : durian
- gubug : gubuk
- hadist : hadis
- ijin : izin
- imajinasi : imaginasi
- insyaf : insaf
- jaman : zaman

Ekstra ilmu pengetahuan ejaan yang disempurnakan / eyd :


- kreatifitas : kreativitas
- kreativ : kreatif
- aktifitas : aktivitas
- aktiv : aktif
- sportifitas : sportivitas
- sportiv : sportif
PEMAKAIAN HURUF
A. Huruf Abjad

Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas 26 huruf.
Berikut dapat dilihat dalam tabel.

Huruf Nama Huruf Nama Huruf Nama


A a a J j je S s es
B b be K k ka T t te
C c ce L l el U u u
D d de M m em V v ve
E e e N n en W w we
F f ef O o o X x eks
G g ge P p pe Y y ye
H h ha Q q ki Z z zet
I i i R r er

B. Huruf Vokal

Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas 5


huruf, yaitu: a, e, i, o, dan u.

Huruf Contoh Pemakaian dalam Kata


Vokal Awal Tengah Akhir
a api padi tua
e* enak gerak sore
emas kena tipe
i itu simpan murni
o oleh kota radio
u ulung bumi ibu

* Dalam pengajaran lafal kata, dapat digunakan tanda aksen jika ejaan kata
menimbulkan keraguan.
Misalnya:
Anak-anak bermain di teras (téras).
Upacara itu dihadiri pejabat teras pemerintahan.
Kami menonton film seri (séri).
Pertandingan itu berakhir seri.

C. Huruf Konsonan

Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas 21


huruf, yaitu: b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.

Huruf Contoh Pemakaian dalam Kata


Konsonan Awal Tengah Akhir
b badan sebut adab
c cantik kaca –
d dua adil abad
f fakir kafan maaf
g ganti tiga gudeg
h hari dahi sudah
j jalan manjur mikraj
k kami paksa politik
– rakyat* bapak*
l luka alas kesal
m maka kami diam
n nama anak daun
p padi apa siap
q* quran furqan –
r raih bara putar
s satu asli malas
t tali mata rapat
v virus lava –
w wanita hawa –
x* xenon – –
y yakin payung –
z zaitun lazim juz

* Huruf k di sini melambangkan bunyi hamzah.


** Khusus untuk nama dan keperluan ilmu.

D. Huruf Diftong

Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai,


au, oi.

Huruf Contoh Pemakaian dalam Kata


Diftong Awal Tengah Akhir
ai ain syaitan pandai
au aula saudara harimau
oi – boikot amboi

E. Gabungan–Huruf Konsonan

Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang


melambangkan satu bunyi konsonan, yaitu: kh, ng, ny, sy. Masing-masing
melambangkan satu bunyi konsonan.

Huruf Contoh Pemakaian dalam Kata


Vokal Awal Tengah Akhir
kh khusus akhir tarikh
ng ngilu bangun senang
ny nyata hanyut –
sy syarat isyarat –

F. Pemenggalan Kata

1. Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut.


a. Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan,
pemenggalan itu dilakukan di antara kedua huruf vokal itu.
Misalnya:
ma-in, sa-at, bu-ah
Huruf diftong ai, au, dan oi tidak pernah diceraikan sehingga pemenggalan
kata tidak dilakukan di antara kedua huruf itu.
Misalnya:
au-la bukan a-u-la
sau-dara bukan sa-u-da-ra
am-boi bukan am-bo-i
b. Jika di tengah kata ada huruf konsonan, termasuk
gabungan–huruf konsonan, di antara dua buah huruf vokal, maka
pemenggalan dilakukan sebelum huruf konsonan.
Misalnya:
ba-pak, ba-rang, to-koh, pe-rang, ji-ka, su-lit, la-wan, de-ngan, ke-
nyang, mu-ta-khir
c. Jika di tengah kata ada dua huruf konsonan yang
berurutan, maka pemenggalan dilakukan di antara kedua huruf konsonan itu.
Gabungan–huruf konsonan tidak pernah diceraikan.
Misalnya:
man-di, som-bong, bah-wa, tan-da, in-dah, sur-ya, in-tan, jan-ji, bang-
sa, makh-luk
d. Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan
atau lebih, maka pemenggalan dilakukan di antara huruf konsonan yang
pertama dan huruf konsonan yang kedua.
Misalnya:
in-stru-men, ul-tra, in-fra, bang-krut, ben-trok, sas-tra, ikh-las, ang-
grek
2. Imbuhan akhiran dan imbuhan awalan, termasuk awalan yang
mengalami perubahan bentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai
dengan kata dasarnya, dapat dipenggal pada pergantian baris.
Misalnya:
makan-an, me-rasa-kan, mem-bawa, pergi-lah
Catatan:
a. Bentuk dasar pada kata turunan sedapat-dapatnya
tidak dipenggal.
b. Akhiran –i tidak dipenggal.
c. Pada kata yang berimbuhan sisipan, pemenggalan
kata dilakukan sebagai berikut,
Misalnya: te-lun-juk, je-ma-ri, ge-ri-gi
3. Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu
unsur itu dapat bergabung dengan unsur lain, maka pemenggalan dapat
dilakukan (1) di antara unsur-unsur itu atau (2) pada unsur gabungan itu sesuai
dengan kaidah pemenggalan kata yang telah dijelaskan di atas.
Misalnya:
bio-grafi, bi-o-gra-fi
intro-speksi, in-tro-spek-si
kilo-gram, ki-lo-gram
pasca-panen, pas-ca-pa-nen
Keterangan
Nama orang, badan hukum, dan nama diri yang lain disesuaikan dengan Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan kecuali jika ada pertimbangan khusus.
PENULISAN KATA
A. Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Misalnya:
Ibu peraya bahwa engkau tahu.
Kantor pajak penuh sesak.
Buku itu sangat tebal.
Perempuan itu sangat cantik.

B. Kata Turunan
1. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
Misalnya:
bergeletar, dikelola, penetapan, menengok, mempermainkan
2. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai
dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya. (lihat juga
keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.)
Misalnya:
bertepuk tangan, garis bawahi, menganak sungai, sebarluaskan
3. Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran
sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai. (lihat juga keterangan
tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.)
Misalnya:
menggarisbawahi, menyebarluaskan, dilipatgandakan, penghancur-leburan
4. Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan
kata itu ditulis serangkai.
Misalnya:
adipati, aerodinamika, antarkota, anumerta, audiogram, awahama,
bikarbonat, biokimia, caturtunggal, dasawarsa, dekameter, demoralisasi,
dwiwarna, ekawarna, ekstrakurikuler, elektroteknik, infrastruktur,
inkonvensional, introspeksi, kolonialisme, kosponsor, mahasiswa,
mancanegara, multilateral, narapidana, nonkolaborasi, pancasila, panteisme,
paripurna, poligami, pramuniaga, prasangka, purnawirawan, reinkarnasi,
saptakrida, semiprofesional, subseksi, swadaya, telepon, transmigrasi,
tritunggal, ultramodern
Catatan:
1. Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya adalah huruf kapital, di
antara kedua unsur itu dituliskan tanda hubung (-).
Misalnya:
non-Indonesia, pan-Afrikanisme
2. Jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti oleh kata esa dan kata yang
bukan kata dasar, gabungan itu ditulis terpisah.
Misalnya:
Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Esa melindungi kita.
Marilah kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.

C. Kata Ulang
Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.
Misalnya:
anak-anak, buku-buku, kuda-kuda, mata-mata, hati-hati, undang-undang, biri-
biri, kupu-kupu, kura-kura, laba-laba, sia-sia, gerak-gerik, huru-hara, lauk-pauk,
mondar-mandir, ramah-tamah, sayur-mayur, centang-perenang, porak-poranda,
tunggang-langgang, berjalan-jalan dibesar-besarkan, menulis-nulis, terus-
menerus, tukar-menukar, hulubalang-hulubalang, bumiputra-bumiputra

D. Gabungan Kata
1. Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk,
termasuk istilah khusus, unsur-unsurnya ditulis terpisah.
Misalnya:
duta besar, kambing hitam, kereta api cepat luar biasa, mata pelajaran, meja
tulis, model linear, orang tua, persegi panjang, rumah sakit umum, simpang
empat
2. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin
menimbulkan kesalahan pengertian dapat ditulis dengan tanda hubunguntuk
menegaskan pertalian unsur yang bersangkutan.
Misalnya:
alat pandang-dengar, anak-istri saya, buku sejarah-baru, mesin-hitung
tangan, ibu-bapak kami, watt-jam, orang-tua muda
3. Gabungan kata berikut ditulis serangkai.
Misalnya:
acapkali, adakalanya, akhirulkalam, alhamdulillah, astagfirullah, bagaimana,
barangkali, bilamana, bismillah, beasiswa, belasungkawa, bumiputra,
daripada, darmabakti, darmasiswa, darmawisata, dukacita, halalbihalal,
hulubalang, kacamata, kasatmata, kepada, keratabasa, kilometer, manakala,
manasuka, mangkubumi, matahari, olahraga, padahal, paramasastra,
peribahasa, puspawarna, radioaktif, saptamarga, saputangan, saripati,
sebagaimana, sediakala, segitiga, sekalipun, silaturahmi, sukacita, sukarela,
sukaria, syahbandar, titimangsa, wasalam

E. Kata Ganti ku, kau, mu, dan nya


Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; ku, mu, dan
nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Apa yang kumiliki boleh kauambil.
Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.

F. Kata Depan di, ke, dan dari


Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya kacuali di
dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti kepada
dan daripada.
Misalnya:
Kain itu terletak di dalam lemari.
Bermalam sajalah di sini.
Di mana Siti sekarang?
Mereka ada di rumah.
Ia ikut terjun ke tengah kancah perjuangan.
Ke mana saja ia selama ini?
Kita perlu berfikir sepuluh tahun ke depan.
Mari kita berangkat ke pasar.
Saya pergi ke sana-sini mencarinya.
Ia datang dari Surabaya kemarin.
Catatan:
Kata-kata yang dicetak miring di bawah ini ditulis serangkai.
Si Amin lebih tua daripada si Ahmad.
Kami percaya sepenuhnya kepadanya.
Kesampingkan saja persoalan yang tidak penting itu.
Ia masuk, lalu keluar lagi.
Surat perintah itu dikeluarkan di Jakarta pada tanggal 11 Maret 1966.
Bawa kemari gambar itu.
Kemarikan buku itu.
Semua orang terkemuka di desa itu hadir dalam kenduri itu.

G. Kata si dan sang


Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Misalnya:
Harimau itu marah sekali kepada sang kancil.
Surat itu dikirimkan kembali kapada si pengirim.

H. Partikel
1. Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata
yang mendahuluinya.
Misalnya:
Bacalah buku itu baik-baik.
Apakah yang tersirat dalam surat itu?
Jakarta adalah ibukota Republik Indonesia.
Siapakah gerangan dia?
Apatah gunanya bersedih hati?
2. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang
mendahuluinya.
Misalnya:
Apa pun yang dimakannya, ia tetap kurus.
Handak pulang pun sudah tak ada kendaraan.
Jangankan dua kali, satu kali pun engkau belum pernah datang ke rumahku.
Jika ayah pergi, adik pun ingin pergi.
Catatan:
Kelompok yang lazim dianggap padu, misalnya adapun, andaipun, ataupun,
bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun, meskipun,
sekalipun, sungguhpun, walaupun ditulis serangkai.
Misalnya:
Adapun sebab-sebabnya belum diketahui.
Bagaimanapun juga akan dicobanya menyelesaikan tugas itu.
Baik para mahasiswa maupun mahasiswi ikut berdemonstrasi.
Sekalipun belum memuaskan, hasil pekerjaannya dapat dijadikan
pegangan.
Walaupun miskin, ia selalu gembira.
3. Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’ ditulis
terpisah dari bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya.
Misalnya:
Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per 1 April.
Mereka masuk ke dalam ruangan satu per satu.
Harga kain itu Rp2.000,00 per helai.

I. Singkatan dan Akronim

1. Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas


satu huruf atau lebih.
a.Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat diikuti
dengan tanda titik.
Misalnya:
A.S. Kramawijaya
Muh. Yamin
Suman Hs.
Sukanto S.A.
M.B.A. master of business administration
M.Sc. master of science
S.E. sarjana ekonomi
S.Pd. sarjana pendidikan
S.Sos. sarjana sosial
b. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan
atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata
ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
Misalnya:
DPR Dewan Perwakilan Rakyat
PGRI Persatuan Guru Republik Indonesia
GBHN Garis-Garis Besar Haluan Negara
c.Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda
titik.
Misalnya:
dll. dan lain lain
dsb. dan sebagainya
dst. dan seterusnya
Yth. (Sdr. Moh. Hasan) Yang terhormat (Sdr. Moh. Hasan)
Tetapi:
a.n. atas nama
d.a. dengan alamat
d. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata
uang tidak diikuti tanda titik.
Misalnya:
Cu kuprum
TNT trinitrotoluen
cm sentimeter
kVA kilovolt-ampere
l liter
2. Akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf
awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata
yang diperlakukan sebagai kata.
a. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis
seluruhnya dengan huruf kapital.
Misalnya:
ABRI Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
LAN Lembaga Administrasi Indonesia
PASI Persatuan Atletik Seluruh Indonesia
b. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf
dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital.
Misalnya:
Akabri Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
Bappenas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Iwapi Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia
c. Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata,
ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis
dengan huruf kecil.
Misalnya:
pemilu pemilihan umum
radar radio detecting and ranging
rapim rapat pimpinan
Catatan:
Jika dianggap perlu membentuk akronim, hendaknya diperhatikan syarat-syarat
berikut. (1) Jumlah suku kata akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang
lazim pada kata Indonesia. (2) Akronim dibentuk dengan mengindahkan
keserasian kombinasi vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata
Indonesia yang lazim.

J. Angka dan Lambang Bilangan

1. Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau


nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.
Angka Arab : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
Angka Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C (100),
D (500), M (1000), V (5.000), M (1.000.000)
Pemakaiannya diatur lebih lanjut dalam pasal-pasal yang berikut ini.
2. Angka digunakan untuk menyatakan (i) ukuran panjang,
berat, luas, dan isi, (ii) satuan waktu, (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas.
Misalnya:
0,5 sentimeter 1 jam 20 menit
5 kilogram pukul 15.00
4 meter persegi tahun 1928
10 liter 17 Agustus 1945
Rp5.000,00 50 dolar Amerika
US$3.50* 10 paun Inggris
* Tanda titik di sini merupakan tanda desimal.
3. Angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan,
rumah, apartemen, atau kamar pada alamat.
Misalnya:
Jalan Tanah Abang I No. 15
Hotel Indonesia, Kamar 169
4. Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan
dan ayat kitab suci.
Misalnya:
Bab X, Pasal 5, halaman 252
Surah Yasin: 9
5. Penulisan lambang bilangan yang dengan huruf dilakukan
sebagai berikut:
a. Bilangan utuh
Misalnya:
dua belas 12
b. Bilangan pecahan
Misalnya:
setengah 1/2
tiga perempat 3/4
6. Penulisan lambang bilangan tingkat dapat dilakukan
dengan cara yang berikut:
Misalnya:
Paku Buwono X; pada awal abad XX; pada awal abad ke-20 ini; lihat Bab II,
Pasal 5; dalam bab ke-2 buku itu; di daerah tingkat II itu; di tingkat kedua
gedung itu; di tingkat ke-2 itu; kantor di tingkat II itu.
7. Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran –an
mengikuti cara yang berikut. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab
V, Pasal E, Ayat 5.)
Misalnya:
tahun ’50-an atau tahun lima puluhan
uang 5000-an atau uang lima ribuan
8. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu
atau dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan
dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian dan pemaparan.
Misalnya:
Amir menonton drama itu sampai tiga kali.
Ayah memesan tiga ratus ekor ayam.
Di antara 72 anggota yang hadir, 52 orang setuju, 15 orang tidak setuju, dan
5 orang memberikan suara blangko.
Kendaraan yang ditempah untuk pengangkutan umum terdiri atas 50 bus,
100 helicak, 100 bemo.
9. Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan
huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat
dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat.
Misalnya:
Lima belas orang tewas dalam kecelakaan itu.
Pak Darmo mengundang 250 orang tamu.
Bukan:
15 orang tewas dalam kecelakaan itu.
Dua ratus lima puluh orang tamu diundang Pak Darmo.
10. Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat
dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca.
Misalnya:
Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 250 juta rupiah.
Penduduk Indonesia berjumlah lebih dari 120 juta orang.
11. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf
sekaligus dalam teks kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.
Misalnya:
Kantor kami mempunyai dua puluh orang pegawai.
Di lemari itu tersimpan 805 buku dan majalah.
Bukan:
Kantor kami mempunyai 20 (dua puluh) orang pegawai.
Di lemari itu tersimpan 805 (delapan ratus lima) buku dan majalah.
12. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf,
penulisannya harus tepat.
Misalnya:
Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp55.500,00 (lima puluh lima
ribu lima ratus rupiah).
Saya lampirkan tanda terima uang sebesar 55.500,00 (lima puluh lima ribu
lima ratus) rupiah.

BENTUK DAN MAKNA KATA


1. FONEM

Fonem adalah bunyi bahasa yang berbeda atau mirip kedengarannya. Ejaan merupakan
lambang bunyi yang diklasifikasikan dalam konsonan, vokal, dan diftong Dalam ilmu
bahasa fonem itu ditulis di antara dua garis miring: /..././p/ dan /b/ adalah dua fonem
karena kedua bunyi itu membedakan arti.

Contoh:
pola — /pola/ : bola — /bola/
parang — /paraŋ/ : barang — /baraŋ/
peras — /pras/ : beras — /bras/

Fonem dalam bahasa dapat mempunyai beberapa macam lafal yang bergantung pada
tempatnya dalam kata atau suku kata. Fonem /p/ dalam bahasa Indonesia, misalnya,
dapat mempunyai dua macam lafal. Bila berada pada awal suku kata, fonem itu
dilafalkan secara lepas. Pada kata /pola/, misalnya, fonem /p/ itu diucapkan secara lepas
untuk kemudian diikuti oleh fonem /o/. Bila berada pada akhir kata, fonem /p/ tidak
diucapkan secara lepas; bibir kita masih tetap rapat tertutup waktu mengucapkan bunyi
ini. Dengan demikian, fonem /p/ dalam bahasa Indonesia mempunyai dua variasi.
Variasi suatu fonem yang tidak membedakan arti dinamakanal ofon. Alofon dituliskan
di antara dua kurung siku [...]. Kalau [p] yang lepas kita tandai dengan [p] saja,
sedangkan [p] yang tak lepas kita tandai dengan [p>], maka kita dapat berkata bahwa
dalam bahasa Indonesia fonem /p/ mempunyai dua alofon, yakni [p] dan [p>].
Bunyi-bunyi yang dapat dikatakan mirip secara fonetis adalah sebagai berikut :
a) bunyi-bunyi yng lafalnya mirip dan seartikulasi. Misalnya, bunyi [p] dan [b].
b) bunyi-bunyi yang lafalnya mirip dan daerah artikulasinya berdekatan. Misalnya,
bunyi
[b] dan [d].
c) bunyi-bunyi yang lafalnya jauh berbeda dan seartikulasi. Misalnya, bunyi [b] dan
[m].
d) bunyi-bunyi yang lafalnya mirip dan daerah artikulasinya berjauhan. Misalnya, bunyi
[m] dan [n]

2. MORFEM

Kata dan Morfem adalah dua pengertian yang berbeda, perhatikan contoh berikut :
1.Rumah itu bermandikan cahaya (4 kata)
2.Rumah-itu-ber-mandi-kan-cahaya (6 morfem)
Jadi Kata merupakan unsur terkecil yang dapat berdiri sendiri dan berbentuk bebas, dan
dapat terdiri dari 1, 2 atau lebih morfem Sedangkan Morfem adalah satuan bentuk
terkecil dalam sebuah bahasa yang masih memiliki arti dan tidak bisa dibagi menjadi
satuan yang lebih kecil lagi.

Pembagian Morfem

• Berdasarkan posisi, yakni penempatannya terdiri atas


a. Morfem prefiks (awalan) : di, ber-, me-, ke-, ter-
b. Morfem infiks (sisipan) : -el, -er, -em
c. Morfem Sufiks (Akhiran) : -kan, -an, -I
d. Morfem gabungan : ber-an, di-kan, me-kan
e. Morfem Konfiks : per-an, ke-an
• Berdasarkan distribusi, terdiri atas
a. Morfem bebas : morfem yang terdiri dari kata yang bisa berdiri sendiri,dapat
diucapkan tersendiri, dan dapat diletakkan dalam hubungan kalimat
1 suku kata : tak, jin, jam, bus
2 suku kata : kapal, buku, pensil, guru, teman
3 suku kata : kemeja, celana, jendela
4 suku kata : kendaraan, kelelawar, distribusi
5 suku kata : partispasi, imajinasi
6 suku kata : rekapitulas
b. Morfem terikat : morfem yang tidak bisa berdiri sendiri, memerlukan ikatan
dengan imbuhan dalam kata atau dalam kalimat. ikatan dengan imbuhan dalam
kata atau dalam kalimat.
A.Keterikatan dengan imbuhan bayang = berbayang = berbayangan
B.Keterikatan dengan kata mete = jambu mete, sawit = kelapa sawit,
gurau = senda gurau
• Berdasarkan pemakaiannya ;
a.Morfem produktif (morfem terbuka) ; morfem tambahan yang pemakaiannya
lebih luas dan bisa diberi imbuhan lagi.
mis: me + ekor = mengekor
me + tatap = menatap
ter + dengar = terdengar
mem + beri + kan = memberikan
b.Morfem nonproduktif (morfem tertutup) ; morfem yang sangat terbatas
pemakaiannya terhadap kata.
misal : el + tapak = telapak
em + tali = temali
er + gigi = gerigi
c.Morfem asing ; morfem dari bahasa asingyang dipakai dalam bahasa Indonesia
karena kemampuan adaptasinya dalam perluasan pemakaiannya.
Misal : Non : nonproduktif, nonteknis, nonformal
Dwi : dwifungsi, dwiwarna
Awalan a : Amoral
Awalan re : reorganisasi
• Berdasarkan fonem yang membentuk
a. Morfem segmental ; morfem yang terdiri atas fonem-fonem konsonan dan
vokal atau diftong (ai,au, oi)
b. Morfem suprasegmental, morfem yang terlukis dari lagu atau lafal yang
membedakan arti kata
3. PEMBAGIAN KATA

1) Berdasarkan Bentuknya
• Kata Dasar ; kata yang belum mendapatkan imbuhanb.
• Kata Jadian ; kata yang sudah mendapatkan imbuhan.
• Kata ulang ; kata dasar atau jadian yang mengalami perulan
• Kata berklitika ; diawal atau diakhir kata
• Kata majemuk ; gabungan dua kata atau lebih yang menyatakan
makna khusus atau mempunyai arti baru
2) Berdasarkan Artinya
Menurut Aristoteles :
a. Kata benda (substantif)
b. Kata kerja (verba)
c. Kata sifat (Adjectiva)
d. Kata keterangan (Adverbia)
e. Kata ganti (pronomina)
f. Kata bilangan (numeralia)
g. Kata depan (preposisi)
h. Kata sambung (konjungsi)
i. Kata sandang (artikel)
j. Kata Seru (interjeksi)

 Pembagian menurut kebutuhan bahasa Indonesia


a. Kata Benda
-kongkret ; nama diri, nama jenis, nama zat, nama kumpulan
-abstrak ; nama keadaan, nama pekerjaan, nama sifat, nama ukuran, nama
pengertian.
b. Kata Kerja
Bentuknya : dasar, berimbuhan, ulang, majemuk; jalan, jalan-jalan, berjalan,
mencampur aduk
c. Kata Sifat
Bentuknya : dasar,, ulang,terbentuk dari frasa, dari kata serapan; baik, baik-
baik,
baik hati, produktif
d. Kata Keterangan ; menerangkan kata yang bukan kata benda
Pemabagiannya kata keterangan : waktu, tempat, modalitas(cara), tekanan,
sifat dan jumlah, dan bilangan.
e. Kata Ganti ; kata yang menggantikan benda atau sesuatu yang dibendakan ;
-Kata ganti orang
Orang I tunggal : aku, hamba, saya
Orang II jamak : kita, kami
Orang II tunggal : engkau, kamu, saudara
Orang II jamak: hadirin, kalian
Orang III tunggal : ia, dia, beliau
Orang III jamak : mereka, ia, sekalian
-Kata ganti kepunyaan ; aku, ku, mu, nya
-Kata ganti penunjuk, misal: buku ini, rumah itu
-Kata ganti penghubung ; kata yang menghubungkan suatu kata benda dengan
sifatnya atau dengan kata yang menerangkannya, mis :
buku yang mahal barang yang banyak diperebutkan
-Kata ganti penanya : menayakan benda atau sesuatu yang menerangkannya. :
apa, mana, siapa, apabila, bagaimana, manakala, berapa
f. Kata Depan
-Kata depan sejati (asli): di, ke, dari
-Kata depan tak sejati (tak asli) : akan, demi, daripada, tentang dsb
g. Kata Sambung atau kata penghubung : kata yang menghubungkan dua kata
dalam kalimat atau kata yang menghubungkan dua kalimat menjadi satu kalimat
yang utuh.
h.Kata Sandang ; digunakan untuk menjadikan kata atau bagian kalimat bersifat
kata benda serta memberi ketentuan kepada kepada kata benda, mis; si, sang,
para, yang
i. Kata Bilangan
K.B. utama : 1,2,3…
K.B. tingkat: kesatu, kedua, ketiga …
K.B. tak tentu: semua, beberapa, setiap
K.B. kumpulan: berdua, bertiga
K.B. bilangan: sebilah pisau, seutas tali
j.Kata Seru (interjeksi)
Kata seru yang berdiri sendiri : wah!, astagfirullah!
Kata seru yang kedudukannya terpisah : ah, hei
Kata seru yang mengikuti atau menyelinap di antara kalimat : eh, bukan,ampuni
kami, ya Tuhan….
Kata seru yang menyatakan luapan perasaan : aduh, sakit!, aduh, cantiknya

4. Frase

Frase atau kelompok kata adalah gabungan dua kata atau lebih yang membentuk
kesatuan dan merupakan unsur-unsur pembentuk kalimat Frase terbagi atas Frase
bertingkat (endosentrik) ; memilikipola inti, pola DM atau MD.
Mis. Penuh wibawa
M D (inti)
Gembira Sekali
D(inti) M
Frase setara (eksesentrik) ; tidak memiliki inti frase,unsur-unsurnya merupakan
kelompok kata yang setara
Mis; tanya jawab
Penggolongan frase berdasarkan Kelas kata;
a.Frase Nominal ; distribusinya sama dengan kata benda ;rumah mewah
b. Frase Verbal ; distribusinya sama dengan kata kerja ; belumpergi
c.Frase Sifat; distribusinya sama dengan kata sifat;juju r sekali
d. Frase bilangan ; distribusinya sama dengan kata bilangan ;tujuh helai
e. Frase Depan ; frase yang diawali katadepan dan diikuti dengan kata benda,kerja,
bilangan dan keterangan ;d ariterminal
f.Frase keterangan ; distribusinya sama dengan kata keterangan ;minggu depan

MENURUT POLANYA
a. Frase berpola DM
Misalnya : Mesin tangan
D M
b. Frase berpola MD
Misalnya : Seluruh negeri
M D
c. Frase berpola MDM
Misalnya : Keterangan Bapak Dokter
M D M

5. Perubahan Makna

 Meluas
Makna sekarang lebih luas daripada makna dahulu, Misalnya:
Dahulu : putera-puteri---- anak raja
Sekarang : putera-puteri---- semua anak laki-laki danperempuan
 Menyempit
Makna dahulu lebih luas daripada makna sekarang, Misalnya:
Dahulu : sarjana---- gelar kaum cendikiawan
Sekarang : sarjana---- gelar universitas/perguruan tinggi
 Amelioratif
Makna sekarang nilainya dirasakan lebih tinggi daripada dahulu, Misalnya :
istri lebih tinggi nilainya daripada bini.
 Peyoratif
Arti sekarang nilainya dirasakan lebih rendah daripada dahulu, Misalnya:
dahulu kaki tangan = pembantu, arti sekarang anak buah.
 Sinestesia
Perubahan makna akibat pertukaran tanggapan antara dua indera yang berlainan
Misalnya : senyumnyahamba r (hambar digunakan sebagai indera pengecap)
 Asosiasi
Perubahan makna yang terjadi akibat persamaan sifat Misalnya:dia menerima
amplop (menerima uang suap)
Kalimat

Kalimat adalah gabungan dari dua buah kata atau lebih yang menghasilkan suatu
pengertian dan pola intonasi akhir. Kalimat dapat dibagi-bagi lagi berdasarkan
jenis
dan fungsinya yang akan dijelaskan pada bagian lain. Contohnya seperti kalimat
lengkap, kalimat tidak lengkap, kalimat pasif, kalimat perintah, kalimat
majemuk, dan
lain sebagainya.

• Unsur Kalimat
Kalimat adalah gabungan dari dua buah kata atau lebih yang menghasilkan suatu
pengertian dan pola intonasi akhir. Kalimat dapat dibagi-bagi lagi berdasarkan jenis
dan fungsinya yang akan dijelaskan pada bagian lain. Contohnya seperti kalimat
lengkap, kalimat tidak lengkap, kalimat pasif, kalimat perintah, kalimat majemuk, dan
lain sebagainya.
Berikut ini adalah contoh kalimat secara umum :
- Joy Tobing adalah pemenang lomba Indonesian Idol yang pertama.
- Pergi!
Setiap kalimat memiliki unsur penyusun kalimat. Gabungan dari unsur-
unsur kalimat
akan membentuk kalimat yang mengandung arti. Unsur-unsur inti
kalimat antara lain
SPOK :
- Subjek / Subyek (S)
- Predikat (P)
- Objek / Obyek (O)
- Keterangan (K)

Kalimat adalah satuan bahasa terkecil yang mengungkapkan pikiran yang utuh, baik
dengan cara lisan maupun tulisan. Dalam wujud lisan, kalimat diucapkan dengan
suara naik turun dan keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir
yang diikuti oleh kesenyapan yang mencegah terjadinya perpaduan ataupun asimilasi
bunyi ataupun proses fonologis lain. Dalam wujud tulisan, kalimat dimulai dengan
huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda tanya (?), atau tanda seru (!);
dan di dalamnya dapat disertakan tanda baca seperti koma (,), titik dua (:), pisah (-),
dan spasi. Tanda titik, tanda tanya, dan tanda seru pada wujud tulisan sepadan dengan
intonasi akhir pada wujud lisan sedangkan spasi yang mengikuti mereka
melambangkan kesenyapan. Tanda baca lain sepadan dengan jeda.
Jenis-jenis Kalimat Kalimat adalah gabungan dari beberapa kata yang
mengungkapkan suatu maksud. Secara lisan, kalimat diiringi dengan nada bicara, jeda
dan intonasi. Secara tertulis, kalimat ditandai dengan huruf kapital dan tanda baca
yang sesuai.

JENIS-JENIS KALIMAT

Kalimat aktif adalah kalimat yang subjeknya melakukan Kalimat aktif Biasanya
memiliki predikatnya berupa kata kerja suatu pekerjaan.Contoh : Nina menulis surat
untuk nenek. berawalan me atau ber.

Kalimat pasif adalah kalimat yang subjeknya dikenai Kalimat Pasif Biasanya
memiliki predikat berupa kata kerja berawalan di-. pekerjaan.Contoh : Surat untuk
nenek ditulis oleh Nina.

Cara mengubah kalimat aktif menjadi kalimat pasif :

1) Subjek pada kalimat aktif dijadikan objek pada kalimat pasif.


2) Awalan me- diganti dengan di-.
3) Tambahkan kata oleh di belakang predikat. Contoh : Bapak memancing ikan.
(aktif) Ikan dipancing oleh bapak. (pasif)]
4) Jika subjek kalimat akrif berupa kata ganti maka awalan me- pada predikat
dihapus, kemudian subjek dan predikat dirapatkan. Contoh : Aku harus
memngerjakan PR.(aktif) PR harus kukerjakan. (pasif)

Kalimat langsung adalah kalimat yang secara cermat Kalimat Langsung Bagian
kutipan dalam kalimat langsung dapat menirukan ucapan orang. Biasanya ditandai
dengan berupa kalimat tanya atau kalimat perintah.Contoh : Ibu berkata, “Anis,
jangan tanda petik ( “....” )bermain-main saja, kamu harus belajar !”

Kalimat tidak langsung adalah kalimat yang Kalimat Tidak Langsung Bagian
kutipan pada kalimat menceritakan kembali ucapan orang lain. Contoh : Ibu
berkata bahwa langsung berubah menjadi kalimat berita.aku harus rajin belajar.

Kalimat berita adalah kalimat yang isinya Kalimat BeritaUmumnya mendorong orang
untuk memberikan memberitahukan sesuatu.tanggapan.

Macam-macam kalimat berita :

1. Kalimat berita kepastian Contoh : Nenek akan datang dari Bandung besok pagi.
2. Kalimat berita pengingkaran Contoh : Saya tidak akan datang pada acara ulang
tahunmu.
3. Kalimat berita kesangsian Contoh : Bapak mungkin akan tiba besok pagi.
4. Kalmat berita bentuk lainnya Contoh : Kami tidak tahu mengapa dia datang
terlambat.

Kalimat perintah adalah kalimat yang bertujuan Kalimat Perintah memberikan


perintah kepada orang lain untuk melakukan sesuatu. Dalam bentuk lisan,
kalimat Biasanya diakhiri dengan tanda seru (!). perintah ditandai dengan intonasi
tinggi.

Macam-macam kalimat perintah :


1. Kalimat perintah biasa, ditandai dengan partikel lah. Contoh : Gantilah bajumu !
2. Kalimat larangan, ditandai dengan penggunaan kata jangan. Contoh Jangan
membuang sampah sembarangan !
3. Kalimat ajakan, ditandai dengan kata mohon, tolong, silahkan. Contoh : Tolong
temani nenekmu di rumah !

Kalimat tanya adalah kalimat yang isinya menanyakan Kalimat Tanyasesuatu atau
seseorang sehingga diperoleh jawaban tentang suatu masalah.Secara lisan, kalimat
Biasanya diakhiri dengan tanda tanya (?). Contoh : Apakah kamu tanya ditandai
dengan intonasi yang rendah.sakit ? Siapa yang membeli buku ini ?
Kalimat efektif memiliki syarat :
1. Secara tepat Kalimat Efektifmewakili gagasan penulis atau pembicaranya.
2. Menimbulkan gambaran yang sama antara penulis dengan pembaca atau pembicara
dengan pendengar. Ciri-ciri : 1. Memiliki kesatuan gagasan atau ide pokok 2.
menggunakan kata atau frase imbuhan yang memiliki kesamaan. 3. Tidak menggunakan
kata-kata yang tidak perlu. 4. Memberikan penekanan pada bagian-bagian yang penting.

Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri dari Inti kalimat dibentuk oleh
subjek dan inti kalimat atau satu kalimat. Jenis-jenis kalimat tunggal predikat

1. Kalimat nominal adalah kalimat yang predikatnya berupa kata benda.


Contoh :Saya siswa kelas VI.
2. Kalimat verbal adalah kalimat yang predikatnya berupa kata kerja.
Contoh : Adik bernyanyi.

2. Kalimat Tanya

kalimat tanya berfungsi untuk menanyakan sesuatu. Kalimat ini memiliki polaintonasi
yang berbeda dari kalimat berita. Pola intonasi kalimat berita bertnada akhirturun,
sedanhkan pola intinasi kalimat tanya bernada akhir naik. Di samping itu, nadasukuj
aterakahir yang lebih tinggi sedikit dibandungkan dengan nada suku terakhirpola
intonasi kalimat berita.

a. Apa
Kata tanya apa digunakan untuk menanyakan benda, tumbuhan, hewan dan
identitas.
Contoh : – Petani itu membawa apa? - Kamu membaca buku apa?

b. SiapaKata tanya siapa digunakan untuk meenanyakan Tuhan, Malaikat dan manusia.
Contoh: – Anda mencari siapa? - Ini sepeda siapa?

c. Mengapa
Kata tanya mengapa digunakan untuk menanyakan perbuatan dan sebab.
Contoh: – Anak itu sedang mengapa? - Mengapa anak itu menangis?

d. Kenapa
kata tanya kenapa digunakan untuk menanyakan sebab.
Contoh: Kenapa anak itu menangis?
e. Bagaimana
Kata tanya bagaimana menanyakan keadaan dan cara.
Contoh: – Bagaimana nasibnya sekarang? - Bagaimana kecelakaan itu bisa terjadi?

f. Mana
Kata tanya mana menanyakan tempat, sesuatu dari suatu kumpulan dan
sesuatu yang dijanjikan sebelumnya.
Contoh: – Kamu orang mana?

Alenia/Paragraf dan Kalimat Topik

paragraf adalah serangkaian kalimat yang terorganisir dan koheren, dan semuanya
yang terkait dengan topik tunggal. Hampir setiap bagian tulisan yang Anda lakukan
yang lebih lama dari beberapa kalimat harus diatur ke dalam paragraf. Hal ini karena
ayat menunjukkan pembaca dimana subdivisi dari esai mulai dan akhir, dan dengan
demikian membantu pembaca melihat organisasi esai dan pegang utamanya poin.

Paragraf dapat berisi berbagai macam informasi. ayat A bisa berisi serangkaian contoh
ilustrasi singkat atau panjang satu titik umum. Ini mungkin menggambarkan tempat,
karakter, atau proses; menceritakan serangkaian peristiwa; membandingkan atau kontras
dua atau lebih hal; mengklasifikasikan item ke dalam kategori, atau menggambarkan
sebab dan akibat. Terlepas dari jenis informasi yang dikandungnya, semua paragraf
memiliki karakteristik tertentu. Salah satu yang paling penting dari ini adalah sebuah
kalimat topik.

KALIMAT TOPIK

ayat terorganisir dengan baik mendukung atau mengembangkan ide pengendalian


tunggal, yang dinyatakan dalam kalimat yang disebut kalimat topik. Sebuah kalimat
topik memiliki beberapa fungsi penting: ini substantiates atau mendukung tesis
pernyataan esai, melainkan menyatukan isi paragraf dan mengarahkan urutan kalimat,
dan menyarankan pembaca subyek yang akan dibahas dan bagaimana paragraf akan
membicarakannya . Pembaca umumnya melihat ke beberapa kalimat pertama dalam
paragraf untuk menentukan subjek dan perspektif paragraf. Itulah mengapa sering
terbaik untuk menaruh kalimat topik pada awal paragraf. Dalam beberapa kasus,
bagaimanapun, ini lebih efektif untuk menempatkan kalimat lain sebelum kalimat topik-
misalnya, kalimat menghubungkan paragraf tersebut ke yang sebelumnya, atau satu
memberikan informasi latar belakang.

Meskipun kebanyakan paragraf harus memiliki kalimat topik, ada beberapa situasi
ketika paragraf mungkin tidak membutuhkan kalimat topik. Misalnya, Anda mungkin
dapat menghilangkan suatu kalimat topik dalam sebuah paragraf yang menceritakan
serangkaian acara, jika paragraf terus mengembangkan sebuah ide yang Anda
diperkenalkan (dengan kalimat topik) pada paragraf sebelumnya, atau jika semua
kalimat dan rincian dalam ayat yang jelas lihat-mungkin secara tidak langsung-ke titik
utama. Sebagian besar paragraf Anda, bagaimanapun, harus memiliki kalimat topik.
PARAGRAF STRUKTUR

Kebanyakan paragraf dalam esai memiliki bagian struktur tiga-introduksi, tubuh, dan
kesimpulan. Anda dapat melihat struktur ini di paragraf apakah mereka menceritakan,
menggambarkan, membandingkan, kontras, atau menganalisis informasi. Setiap bagian
dari ayat memainkan peranan penting dalam berkomunikasi berarti Anda untuk
pembaca Anda.

Pendahuluan: bagian pertama dari sebuah paragraf, harus mencakup kalimat topik dan
kalimat-kalimat lain pada awal paragraf yang memberikan informasi latar belakang atau
menyediakan transisi.

Body: berikut pendahuluan; membahas ide pengendalian, menggunakan fakta,


argumen, analisis, contoh, dan informasi lainnya.

Kesimpulan: bagian akhir, meringkas hubungan antara informasi yang dibahas dalam
tubuh paragraf dan yang mengendalikan gagasan paragraf
Tema, Topik, dan Judul
• Tema merupakan persoalan utama yang diungkapkan oleh pengarang dalam
sesebuah karya kesusteraan seperti cerpen atau novel.
• Biasanya tema diolah berdasarkan sesuatu motif tertentu yang terdiri dari pada
objek, peristiwa kejadian dan sebagainya.
• Ada pendapat lain yang mengatakan bahawa tema sebagai satu gagasan, fikiran
atau persoalan utama yang mendasari sesebuah karya sastera dan terungkap
secara langsung (eksplisit) atau tidak langsung (implisit).
• Tema dalam sesebuah cerita tidak dapat dilihat sepenuhnya sehingga cerita itu
selesai dibaca.
• Selain itu, tema dapat dikesan melalui:

1. Perwatakan watak-watak dalam sesebuah cerita.


2. Peristiwa,kisah,suasana dan unsur lain seperti nilai-nilai kemanusian dan
kemasyarakatan yang terdapat dalam cerita.
3. Persoalan-persoalan yang disungguhkan dan kemudian mendapatkan pokok
persoalannya secara keseluruhan.
4. Plot cerita.

• Dalam novel dan cerpen, tema dapat dilihat melalui persoalan-persoalan yang
dikemukakan, cara-cara watak itu bertentangan antara satu sama lain, bagaimana
cerita diselesaikan, semuanya menentukan rupa tema yang dikemukakan oleh
pengarang.

Topik:

Topik adalah berasal dari bahasa Yunani “topoi” yang berarti tempat, dalam tulis
menulis bebarti pokok pembicaraan atau sesuatu yang menjadi landasan penulisan suatu
artikel.

Tema:

Tema berasal dari bahasa Yunani “thithenai”, berarti sesuatu yang telah diuraikan
atau sesuatu yang telah ditempatkan. Tema merupakan amanat utama yang disampaikan
oleh penulis melalui karangannya. Dalam karang mengarang, tema adalah pokok
pikiran yang mendasari karangan yang akan disusun. Dalam tulis menulis, tema adalah
pokok bahasan yang akan disusun menjadi tulisan. Tema ini yang akan menentukan
arah tulisan atau tujuan dari penulisan artikel itu. Menentukan tema berarti menentukan
apa masalah sebenarmya yang akan ditulis atau diuraikan oleh penulis.

Judul:
• Definisi Judul

Judul adalah nama yang dipakai untuk buku, bab dalam buku, kepala berita, dan
lain-lain; identitas atau cermin dari jiwa seluruh karya tulis, bersipat menjelaskan diri
dan yang manarik perhatian dan adakalanya menentukan wilayah (lokasi). Dalam artikel
judul sering disebut juga kepala tulisan.
Ada yang mendefinisikan Judul adalah lukisan singkat suatu artikel atau disebut
juga miniatur isi bahasan. Judul hendaknya dibuat dengan ringkas, padat dan menarik.
Judul artikel diusahakan tidak lebih dari lima kata, tetapi cukup menggambarkan isi
bahasan.

• Syarat-syarat pembuatan judul :

1. Harus relevan, yaitu harus mempunyai pertalian dengan temanya, atau ada
pertalian dengan beberapa bagian penting dari tema tersebut.

2. Harus provokatif, yaitu harus menarik dengan sedemikian rupa sehingga


menimbulkan keinginan tahu dari tiap pembaca terhadap isi buku atau
karangan.
3. Harus singkat, yaitu tidak boleh mengambil bentuk kalimat atau frasa yang
panjang, tetapi harus berbentuk kata atau rangklaian kata yang singkat.
Usahakan judul tidak lebih dari lima kata.

• Judul terbagi menjadi dua,yaitu :

1. Judul langsung :

Judul yang erat kaitannya dengan bagian utama berita, sehingga hubugannya dengan
bagian utama nampak jelas.
2. Judul tak langsung :
Judul yang tidak langsung hubungannya dengan bagian utama berita tapi tetap
menjiwai seluruh isi karangan atau berita.

• Fungsi Judul

1. Merupakan identitas/cermin dari jiwa seluruh karya tulis


2. Temanya menjelaskan diri dan menarik sehingga mengundang orang untuk
membacanya atau untuk mempelajari isinya.
3. Merupakan gambaran global tentang arah, maksud, tujuan, dan ruang
lingkupnya.
4. Relevan dengan isi seluruh naskah, masalah maksud,dan tujunnya.

Perbandingan antara Topik,Tema dan Judul :

Topik, tema, dan judul pada dasarnya hampir sama maknanya, yaitu pokok
pembicaraan dalam diskusi atau dialog, pokok pikiran suatu karangan, dan nama yang
digunakan untuk makalah atau buku atau gubahan sajak. Untuk jelasnya, marilah kita
kutip apa yang dikemukakan oleh Pusat Bahasa lewat Kamus Besar Bahasa Indonesia,
sbb.

Topik
1. Pokok pembicaraan dalam diskusi, ceramah, karangan, dsb; bahan diskusi.
2. Hal yang menarik perhatian umum waktu akhir-akhir ini; bahan pembicaraan.

Tema

Pokok pikiran, dasar cerita (yang dipercakapkan, dipakai sebagai dasar mengarang,
emnggubah sajak, dsb).

Judul

1. Nama yang dipakai untuk buku atau bab dalam buku yang dapat menyiratkan
secara pendek isi buku atau bab itu.

2. Kepala karangan (cerita, drama; tajuk). Berjudul berarti berkepala karangan;


bertajuk

Jelas terlihat bahwa apa yang dikemukakan Kamus Besar Bahasa Indonesia
menyiratkan bahwa arti ketiga kata yang kita bicarakan ini sama adanya.Jika kita
berdialog dengan seseorang, biasanya kita memperbincangkan satu masalah tertentu,
umpamanya tentang banjir, tentang narkoba, tentang sepak bola, dsb. Kalau yang kita
bicarakan hanya satu masalah saja, maka hal semacam itu topik tunggal.Akan tetapi,
kadangkala kita mula-mula membicarakan satu masalah saja, kemudian berkembang
kepada masalah lain, maka topiknya menjadi banyak. Topik semacam itu kita sebut
multitopik atau topik ganda.

Tidak saja topik yang dapat dipecahan menjadi subtopik, tema dapat pula menjadi
subtema, judul menjadi subjudul.Dialog dengan subtopik seperti contoh tadi,
merupakan komunikasi yang efektif. Hal semacam itu harus diahindari dengan
empathy, yaitu merasakan apa yang dirasakan lawan bicara kita. Sebuah dialog bisa
berhasil baik, jika keduanya berada dalam mood (suasana hati) yang sama.
Judul dapat dikatakan sebagai jabaran topik atau tema. Karena itu judul harus mempu
mencerminkan topik atau tema, tidk boleh menyimpang dari intinya. Itulah sebabnya
memilih judul tidak selalu gampang.Dalam percakapan sehari-hari yang kurang
penting, tidak biasa ditentukan topiknya. Namun,dalam pembicaraan atau dialog khusus
bisa saja ditentukan topiknya supaya pihak-pihak bisa mempersiapkan diri.
Teknik Penulisan Karya Ilmiah
1) Pendahuluan

Teknik penilisan karya ilmiah perlu mengikuti suatu aturan yang berlaku.
Terdapat dua cara yang dapat di¬ikuti, yaitu model Turabian (1973) dan model
American Psychological Association [APA] (1988). Model Turabian menggunakan
catatan kaki (footnote) untuk menunjukkan referensi, dan menggunakan istilah-
istilah ibid, op cit, dan loc cit. Apabila pengetikan masih menggunakan mesin tulis,
model Turabian lebih sulit dilaksanakan karena harus selalu menghitung jumlah
baris dari bawah yang harus disediakan untuk menulis catatan kaki. Akan tetapi,
pro-gram pengolah kata (word processor) tertentu, dapat membantu dan
memudahkan tugas pengetikan.
Cara yang lebih praktis, baik menggunakan mesin tulis biasa maupun pengolah kata,
adalah model yang ditetapkan oleh APA. Model ini digunakan dalam penulisan
artikel untuk jurnal-jurnal yang diterbitkan oleh lembaga ini. Jurnal-jurnal yang
diterbitkan oleh The National Association of Social Work¬ers (NASW) seperti
Social Work dan Social Work Research & Abstracts juga sudah menggunakan cara
ini.
Model APA tidak menggunakan catatan kaki seperti dalam model
Tura¬bian, tetapi setiap referensi ditunjukkan oleh nama penulis dan tahun
penerbit¬an. Jika kutipan merupakan kutipan langsung, artinya kata demi kata
diambil dari sumbernya, ditunjukkan juga nomor halaman sumbernya. Jika nama
penulis yang dikutip sudah termasuk dalam uraian, maka untuk menunjuk¬kan
referensi cantumkan tahun penerbitan dalam tanda kurung langsung se¬telah nama
penulis tersebut. Jika nama penulis tidak termasuk dalam uraian, maka referensi
ditunjukkan oleh nama penulis dan tahun dalam tanda kurung yang dibatasi oleh
koma. Pada akhir kutipan langsung, dicantumkan nomor halaman dalam tanda
kurung. jika nama penulis tidak disebutkan dalam uraian, pada akhir kutipan
langsung, referensinya ditunjukkan dengan me¬nyebut nama, tahun terbitan, dan
nomor halaman yang semuanya di dalam tanda kurung.
Dengan model APA ini, kunci referensinya adalah pada daftar pustaka. Oleh
karena itu, penunjukan referensi dalam uraian dan daftar pustaka harus bersesuaian.
Setiap nama yang merupakan referensi dalam uraian harus muncul pada daftar
pustaka, kecuali referensi sebagai hasil komunikasi pribadi. Cara penulisan sumber
referensi pada daftar pustaka membedakan sumber yang berbeda. Suatu bab dari
buku yang diedit dicantumkan secara berbeda dari buku yang ditulis oleh seorang
penulis. Demikian juga penulisan sumber suatu artikel dari suatu jurnal terlihat jelas
berbeda dengan penulisan sumber yang lain.

2) Tata Tulis
Penulisan ilmiah di samping harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik
dan benar, juga harus dapat menggunakan bahasa itu sebagai sarana komunikasi
ilmu. Penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar dalam tulis-menulis,
harus pula ditunjang oleh penerapan peraturan ejaan yang berlaku dalam bahasa
Indonesia, yaitu Ejaan Yang Disempurnakan.
Di samping penggunaan bahasa, penulis dituntut untuk memenuhi
persyaratan-persyaratan tertentu yang berhubungan dengan teknik penulisan ilmiah.
Persyaratan itu menyangkut cara mengutip, cara membuat catatan kaki, cara
menyingkat catatan kaki, dan cara menyusun sumber bacaan menjadi daftar bacaan.

2.1 Ejaan dan Tanda Baca

Gagasan yang disampaikan secara lisan atau tatap muka lebih mudah atau
lebih cepat dipahami daripada secara tertulis. Hal ini disebabkan, dalam baha¬sa
lisan faktor gerak-gerik, mimik, intonasi, irama, jeda, serta unsur-unsur nonbahasa
lainnya ikut memperlancar. Unsur-unsur nonbahasa tersebut tidak ter¬dapat di
dalam bahasa tulis. Ketiadaan itu menyulitkan komunikasi dan mem¬berikan
peluang untuk kesalahpahaman. Di sinilah ejaan dan pungtuasi (tanda¬tanda baca)
berperan sampai batas-batas tertentu, menggantikan beberapa unsur nonbahasa yang
diperlukan untuk memperjelas gagasan atau pesan. Perhatikanlah contoh berikut!
Contoh ini tidak menggunakan tanda baca dan huruf kapital.
kejahatan merupakan suatu peristiwa penyelewengan terhadap norma--
norma atau perilaku teratur yang menyebabkan terganggunya ketertiban dan
ketentraman kehidupan manusia perilaku yang dikualifikasikan sebagai kejahatan
biasanya dilakukan oleh sebagian terbesar warga masyarakat atau penguasa yang
menjadi wakil-wakil masyarakat seharusnya ada suatu keserasian pendapat antara
kedua unsur tersebut walaupun tidak mustahil terjadi perbedaan tersebut mungkin
timbul karena kedua unsur tadi tidak sepakat mengenai kepentingan-kepentingan
pokok yang harus dilindungi.

Dapatkah pembaca memahami tulisan di atas? Mungkin dapat, tetapi agak sulit.
Cobalah baca kembali!
Kejahatan merupakan suatu peristiwa penyelewengan terhadap norma atau
perilaku teratur yang menyebabkan terganggunya ketertiban dan ketentraman
kehidupan manusia. Perilaku yang dikualifikasikan sebagai kejahatan, biasanya
dilakukan oleh sebagian besar warga masyarakat atau pe¬nguasa yang menjadi
wakil-wakil masyarakat. Seharusnya ada suatu kese¬rasian pendapat antara kedua
unsur tersebut, walaupun tidak mustahil ter¬jadi perbedaan. Perbedaan-perbedaan
tersebut mungkin timbul, karena ke¬dua unsur tadi tidak sepakat mengenai
kepentingan-kepentingan pokok yang harus dilindungi.

Kita dapat melihat, tulisan yang sudah diberi pungtuasi dan diperbaiki ejaannya,
lebih mudah dan lebih cepat dipahami. Itulah sebabnya, kemam¬puan dalam
menerapkan ejaan dan pungtuasi sangat dituntut dalam tulis¬ menulis.

3) Teknik Penulisan Ilmiah


Teknik Penulisan ilmiah mempunyai dua aspek yaitu gaya penulisan dalam
membuat pernyataan ilmiah, serta teknik notasi dalam menyebutkan sumber dari
ilmu pengetahuan yang digunakan dalam penulisan. Dalam tulisan ini akan dibahas
tentang teknik notasi ilmiah. Di samping itu juga akan dijelaskan cara menyusun
sumber pustaka de¬ngan mentabulasikan semua sumber bahan yang dibaca, baik
yang sudah di¬publikasikan maupun yang belum dipublikasikan.
3.1 Kutipan dan Catatan Kaki

3.1.1 Kutipan

Menyisipkan kutipan-kutipan dalam sebuah tulisan ilmiah bukanlah


merupakan suatu keaiban. Tidak jarang pendapat, konsep, dan hasil pene-litian
dikutip kembali untuk dibahas, ditelaah, dikritik, dipertentangkan, atau diperkuat.
Dengan kutipan sebuah tulisan akan terkait dengan pene-muan-penemuan atau teori-
teori yang telah ada. Namun demikian, kita hanya mengutip kalau memang perlu.
Janganlah tulisan kita itu penuh dengan kutipan. Di samping itu kita harus
bertanggung jawab penuh ter-hadap ketepatan dan ketelitian kutipan, terutama
kutipan tidak langsung.
Dalam uraian sebelumnya sudah dipelajari bagaimana mencatat bahan¬-
bahan dari buku dalam kartu informasi. Bahan-bahan tersebut mungkin di-
cantumkan dalam tulisan sebagai kutipan. Kutipan ini dapat berfungsi se-bagai: a.
Landasan teori, b. Sebagai penjelasan, c. Penguat pendapat yang dikemukakan
penulis. Kutipan terdiri atas kutipan langsung dan kutipan tidak langsung. Yang
masing-masing dibagi lagi atas kutipan panjang dan kutipan pendek

1) Kutipan Langsung
a) Kutipan Langsung Panjang

Kutipan langsung yang lebih dari tiga baris ketikan disebut kutipan langsung
panjang. Kutipan semacam ini tidak dijalin dalam teks, tetapi diberi tempat
tersendiri. Kutipan langsung panjang diketik dengan jarak baris satu spasi
tunggal pada garis tepi baru yang jaraknya empat ketukan huruf dari garis
margin. Indensi dari kalimat pertama tujuh ketukan dari garis tepi (margin)
atau tiga ketukan dari garis tepi yang baru. Ingat, kutipan langsung panjang
tidak diapit dengan tanda kutip.
Contoh:
. . . Banyak batasan yang telah dikemukakan mengenai pengertian definisi.
Keraf, misalnya mengemukakan:
Definisi pada prinsipnya adalah suatu proses menempatkan suatu objek yang
akan dibatasi ke dalam kelas yang dimasukinya (berarti klasifikasi lagi),
dengan menyebutkan ciri-ciri yang membedakan objek tadi dari anggota-
anggota kelas lainnya.

b) Kutipan Langsung Pendek

Kutipan langsung dapat digolongkan ke dalam kutipan langsung pendek


kala,u tidak melebihi tiga baris ketikan. Kutipan ini cukup di¬jalin ke dalam
teks dengan meletakkannya di antara dua tanda petik.
Contoh:
Mengenai kalimat efektif Anton M. Moeliono mengemukakan, "Kalimat
yang efektif dapat dikenal karena ciri-cirinya yang ber¬ikut: keutuhan,
perpautan, pemusatan perhatian, dan keringkasan."

Mengutip Sanjak
Untuk kutipan langsung pendek, baris-baris dari sanjak d,ijalin ke dalam teks
dan diletakkan di antara dua tanda kutip. Apabila kutipan lebih dari dua
baris, tiap-tiap baris dipisahkan dengan garis miring
Contoh:
Putu Arya Tirtawirya dengan tanya yang sahaja menyiratkan juga sikap
religius, menyerah kepada-Nya. "Apa yang kau cari hatiku, si anak
penakut/Resah jemari menguak Kitab/yang memantulkan Spektra hati yang
paling dalam/Memancar dari Dia yang paling Kudus."
Kutipan langsung yang panjang untuk sanjak dengan sendirinya ti¬dak dapat
dijalin ke dalam teks. Sanjak dikutip seperti bentuk aslinya dan diletakkan di
tengah-tengah, tanpa tanda petik.
2) Kutipan Tidak Langsung
Seorang ilmuwan dituntut untuk mampu menyatakan pendapat orang lain
dalam bahasa ilmuwan itu sendiri yang mencerminkan ke¬pribadiannya.
Kutipan tidak langsung merupakan pengungkapan kembali maksud penulis
dengan kata-katanya sendiri. Jadi, yang dikutip hanyalah pokok-pokok
pikiran, atau ringkasan dan kesimpulan dari se¬buah tulisan, kemudian
dinyatakan dengan bahasa sendiri. Walaupun yang dikutip dari bahasa asing,
tetapi tetap dinyatakan dengan bahasa Indonesia.

a) Kutipan Tidak Langsung Panjang

Kutipan tidak langsung (parafrase) sebaiknya dilakukan sependek mungkin,


diperas sedemikian rupa sehingga tidak lebih dari satu pa¬ragraf. Namun,
karena sesuatu hal kutipan tidak langsung dapat melebihi satu paragraf.
Kutipan tidak langsung yang lebih dari satu paragraf inilah yang disebut
kutipan tidak langsung yang panjang.

Untuk parafrase yang lebih dari satu paragraf ini menimbulkan kesulitan
bagaimana mengidentifikasi bahwa paragraf-paragraf itu me¬rupakan
kutipan, karena gaya penulisannya sama dengan gaya.penulis. Untuk
mengatasi kesulitan ini, yaitu dengan menyebutkan nama penu¬lis yang
dikutip pada permulaan parafrase dan memberikan angka ca¬tatan kaki pada
akhir kalimat parafrase.
Contoh:
Bagaimana ujud penalaran ilmiah itu di dalam pelaksanaannya? Berikut ini
dikemukakan penjelasan Shurter dan Pierce.
Penalaran induktif merupakan proses penalaran untuk menarik suatu
prinsip/sikap yang berlaku umum atau suatu kesimpulan yang bersifat
khusus berdasarkan atas fakta-fakta khusus. Penalaran induk tif mungkin
merupakan generalisasi, analogi atau hubungan kausal. Ge¬neralisasi adalah
proses penalaran berdasarkan pengamatan atas sejum¬lah gejala dengan
sifat-sifat tertentu untuk menarik kesimpulan menge¬nai semua atau
sebagian dari gejala serupa itu. Di dalam analogi, infe¬rensi tentang
kebenaran suatu gejala khusus ditarik berdasarkan kebe¬naran gejala khusus
yang bersamaan. Hubungan kausal adalah hubungan ketergantungan antara
gejalagejala yang mengikuti pola sebab-akibat.
Penalaran deduktif adalah penalaran untuk menarik kesimpulan yang bersifat
individual/khusus dari suatu prinsip atau sikap yang ber¬laku umum.
Penalaran itu mencakup bentuk silogisme, yaitu bentuk penalaran deduktif
formal untuk menarik kesimpulan dari premis ma¬yor dan premis minor.
Kesimpulan di dalam silogisme selalu harus le¬bih khusus dari premis-
premisnya. Bentuk penalaran deduktif lainnva ialah entimem, yaitu bentuk
silogisme yang dihilangkan salah satu pre¬misnya. Di dalam kehidupan
sehari-hari bentuk inilah vang lebih ba¬nyak dipergunakan.
b) Kutipan Tidak Langsung Pendek

Parafrase yang terdiri dari satu paragraf disebut pendek. Sebaiknya parafrase
pendek ini disediakan tempat tersendiri, tidak dibaur dengar teks. Akan lebih
balk lagi parafrase itu diambil dari satu sumber. Akan tetapi jika ide,
pendapat, atau kesimpulan yang dikutip itu berasal dari bermacam-macam
sumber dan sangat mirip satu sama lain, lebih balk diparafrasekan dalam
satu paragraf dengan menvebutkan semua sum¬bernya dalam satu paragraf.
Contoh:
Muass(1975) mengadakan penelitian untuk menjawab masalah apakah
perkembangan pemikiran operasional formal tidak dapat dipercepat melalui
pengajaran seperti yang mula-mula dikemukakan Piaget. Dari penelitiannya
Ia menyimpulkan bahwa pemberian pengalaman-pengalaman belajar yang
terarah mempengaruhi struk¬tur pemikiran anak.
Di Indonesia perielitian perkembangan kognitif dengan menggunakan
perangkat tugas dari teori Piaget dan perangkat tugas dari Bruner, pernah
dilakukan oleh tim penelitian dari Universitas Kris-ten Satya Wacana dengan
menggunakan 144 orang sampel dari Sa-latiga.

3) Mengutip dari Kutipan

Mengutip dari kutipan harus dihindari. Tetapi dalam keadaan ter¬paksa,


misalnya sulitnva menemukan sumber aslinya, mengutip dari kutipan
bukanlah merupakan suatu pelanggaran. Apabila seorang penulis terpaksa
mengutip dari kutipan, Ia harus bertanggung jawab terhadap ketidaktepatan
dan ketidaktelitian kutip¬an yang dikutip. Selain itu pengutip wajib
mencantumkan dalam catatan kaki bahwa Ia mengutip sumber itu dari
sumber lain. Kedua sumber itu dituliskan dalam catatan kaki dengan
dibubuhi keterangan "dikutip dari".

3.1.2 Catatan Kaki

Pernvataan ilmiah yang kita pergunakan dalam tulisan kita harus mencakup
beberapa hal. Pertama kita harus dapat mengidentifikasikan orang yang
membuat pernyataan tersebut. Kedua, kita harus pula da¬pat
mengidentifikasikan media komunikasi ilmiah tempat pernyataan itu dimuat
atau disampaikan, misalnya buku, makalah, seminar, lokakarya, majalah,
dan sebagainya. Ketiga, harus pula dapat kita identifi¬kasikan lembaga yang
menerbitkan publikasi ilmiah tersebut serta tem¬pat dan itu tidak diterbitkan,
tetapi disampaikan dalam bentuk maka¬lah dalam seminar atau loka karya,
maka harus disebutkan tempat, waktu, dan lembaga yang melakukan
kegiatan tersebut.
Cara kita mencantumkan ketiga hal tersebut dalam tulisan ilmiah kita,
disebut teknik notasi ilmiah. Sebetulnya terdapat bermacam-¬macam teknik
notasi ilmiah yang pada dasarnya mencerminkan hakikat dan unsur yang
sama, meskipun dinyatakan dalam format dan simbol yang berbeda. Seorang
ilmuwan dapat memilih notasi ilmiah yang telah diakui, asalkan
dipergunakan secara konsisten. Jangan men-campuradukkan beberapa teknik
notasi ilmiah sekaligus, karena hal ini akan membingungkan pembaca.
Demikian pula halnya dengan daf¬tar pustaka.
Di bawah ini dapat dipelajari teknik notasi ilmiah yang mempergunakan
catatan kaki (footnote). Fungsi catatan kaki ini ialah menun¬jukkan sumber
informasi bagi pernyataan ilmiah yang terdapat dalam tulisan kita. Fungsi
lain dari catatan kaki ini sebagai tempat bagi catat¬an-catatan kecil yang
kalau disatukan dengan uraian akan mengganggu kelancaran penulisan. Jadi,
catatan kaki juga berfungsi untuk memberi keterangan tambahan. Tetapi
kalau keterangan tambahan ini panjang sekali, sebaiknya dipindahkan ke
belakang (lampiran).
Seperti yang sudah dijelaskan dalam uraian sebelumnya, semua kutipan,
langsung maupun tidak langsung, harus dijelaskan dari mana sumbernya.
Untuk makalah biasanya langsung dicantumkan sumbernya di belakang
kutipan dan dituliskan dalam tanda kurung, penga¬rang, tahun, halaman.
Sumber yang lengkap tercantum dalam daftar pustaka.
Contoh:
... Sahono Soebroto mengatakan bahwa tugas administrasi negara mencakup
semua aspek kehidupan nasional bangsa. (Sahono Soebroto, 1982: 7).

Untuk skripsi, disertasi, atau proyek paper dan buku, sumber di-nyatakan
dalam bentuk catatan kaki (footnote).
1) Fungsi
Catatan kaki dicantumkan sebagai pemenuhan kode etik yang
berlaku, sebagai penghargaan terhadap karya orang lain.
2) Pemakaian

Catatan kaki dipergunakan sebagai:

a) pendukung keabsahan penemuan atau pernyataan penulis yang


tercantum di dalam teks atau sebagai petunjuk sumber;
b) tempat memperluas pembahasan yang diperlukan tetapi tidak relevan
jika dimasukkan dalam teks, penjelasan ini dapat berupa kutipan pula.
c) referensi silang, yaitru petunjuk yang menyatakan pada bagian
mana/halaman berapa, hal yang sama dibahas dalam tulisan;
d) tempat menyatakan penghargaan atas karya atau data yang diterima
dari orang lain.
3) Penomoran

Penomoran catatan kaki dilakukan dengan menggunakan ang-ka Arab (l,


2, dan seterusnya) di belakang bagian yang diberi ca-tatan kaki, agak ke
atas sedikit tanpa memberikan tanda baca apapun. Nomor itu dapat
berurut untuk setiap halaman, setiap bab, atau seluruh tulisan. Namun
sebaiknya untuk lebih efektif berurut untuk seluruh tulisan.

4) Penempatan

Catatan kaki dapat ditempatkan langsung di belakang bagian yang diberi


keterangan (catatan kaki langsung) dan diteruskan de¬ngan teks,
Contoh:
Peranan dan tugas kaum pria berbeda dengan peranan tugas kaum
wanita. Sehubungan dengan hal itu, Margaret Mead (1935) berdasarkan
penelitiannya di beberapa masyarakat di Papua Nugini, menyatakan
bahwa perbedaan itu tidak semata¬mata berdasarkan perbedaan jenis
kelamin saja, melainkan ber¬hubungan erat dengan kondisi sosial
budaya lingkungannya.

Antara catatan kaki dengan teks dipisahkan dengan garis se-panjang


baris. Cara yang lebih banyak dilakukan ialah dengan meletakkannya
pada bagian bawah (kaki) halaman atau pada akhir setiap bab.

5) Unsur-Unsur Catatan Kaki

a) Untuk Buku
(1) Nama pengarang (editor, penerjemah), ditulis dalam
urutan diikuti koma (,).
(2) Judul buku, ditulis dengan huruf kapital (kecuali kata-
kata tugas) dan digarisbawahi.
(3) Nama atau nomor seri, kalau ada.
(4) Data publikasi:

(a) Jumlah jilid, kalau ada


(b) Nomor cetakan, kalau ada
(c) Kota penerbit, diikuti titik dua (:)
(d) Nama penerbit, diikuti koma (,)
(e) Tahun penerbitan c, d, e diletakkan diantara tanda
ku¬rung ( ... )
(5) Nomor jilid kalau perlu
(6) Nomor halaman, diikuti titik (.)
b) Untuk Artikel dalam Majalah Berkala

(1) Nama pengarang


(2) Judul artikel, di antara tanda kutip(")
(3) Nama majalah, digarisbawahi.
(4) Nomor majalah jika ada.
(5) Tanggal penerbitan.
(6) Nomor halaman.

6) Catatan Kaki Singkat

a) Ibid. (Singkatan dari Ibidum, artinya sama dengan di atas), untuk catatan
kaki yang sumbernya sama dengan catatan kaki yang tepat di atasnya.
Ditulis dengan huruf besar, digarisba¬wahi, diikuti titik ( . ) dan koma ( , )
lalu nomor halaman.

b) op. cit. (Singkatan dari opere citati, artinya dalam karya yang telah
dikutip), dipergunakan untuk catatan kaki dari sumber yang pernah dikutip,
tetapi telah disisipi catatan kaki lain dari sumber lain. Urutannya: nama
pengarang, op. cit, nomor hala¬man.

c) loc, cit. (Singkatan dari loco citati, artinya tempat yang telah dikutip),
seperti di atas tetapi dari halaman yang sama: nama pengarang loc. cit.
(tanpa nomor halaman). ,
7) Contoh-contoh
a) Dari Buku
2John Dewey, How We Think (Chicago: Henry Regnery
Com¬pany, 1974), p. 75.
3BP3K, Strategi Pengembangan Kekuatan Penalaran (Jakarta
Departemen P dan K, 1979), p. 81-95.
b) Dari Majalah
7Linus Simanjuntak, "Andaikan Kolam itu Bumi Kita", Suara
Alam No. 9 (1980), pp. 17-18.
c) Dari Surat Kabar
8Tajuk Rencana daiam Kompas (Jakarta), 7 Mei 1981.
9 Artikel dalam Sinar Harapan (Jakarta), 29 April 1981.
d) Dari Ensiklopedia
10John E. Bardach, "Fish”, "Encyclopedia Americana (New
York: Americana Corporation, 1973), 11, pp. 289-309.
e) Dari Internet
11 Kompas Cyber Media.htm, Jum’at 11 Agustus 2000, 13:32
wib Tips Memilih Nama Domain]
http://www.kompas.com/kcm/news/0008/11/0038.htm
f) Dari Sumber Yang Belum Dipublikasikan Seperti Tesis, Skrip¬si,
Disertasi.
3.2 Daftar Pustaka
3.2.1 Tujuan Daftar Pustaka

Daftar pustaka bermaksud mentabulasi atau mendaftarlcan semua


sumber bacaan baik yang sudah dipublikasikan seperti buku, majalah,
surat kabar, maupun yang belum dipublikasikan seperti paper, skripsi,
tesis, dan disertasi. Melalui daftar pustaka ini pembaca dapat mengetahui
sumber-sumber apa saja yang dipergunakan dalam penulisan karya
ilmiah itu tanpa membaca seluruh tulisan terlebih dahulu. Berdasarkan
daftar pustaka itu pembaca yang berpengalaman akan dapat mengira
mutu pembahasan tulisan tersebut, karena tujuan utama dari daftar
pustaka adalah untuk mengidentifikasikan karya ilmiah itu sendiri.

3.2.2 Mengklasifikasi Daftar Pustaka

Suatu karya ilmiah atau skripsi, atau tesis merupakan hasil karya yang
mengarah pada satu bidang terteritu. Dengan demikian sumber bahan
yang dipakai adalah yang ada hubungan dengan bidang yang dikupas.
Sumber semacam ini disebut sumber primer. Dalam karya ilmiah yang
menjurus pada satu bidang ini, hampir tidak ada sumber sekundernya.
Jadi daftar pustaka secara keseluruhan merupakan sumber primer.
Penggolong¬an terhadap daftar kepustakaan seperti ini disebut
penggolongan berdasar¬kan bidang, yaitu bidang masalah yang ditelaah.
Selain pembagian/klasifikasi berdasarkan bidang, daftar pustaka dapat
diklasifikasikan menurut jenis sumber ini didasarkan pada kelompok:
bu¬ku, majalah, surat kabar, jurnal, skripsi, tesis, disertasi. Tetapi
pengelom pokan menurut jenis sumber ini akan diperlukan bila daftar
pustaka me¬muat lebih dari dua puluh sumber referensi. Daftar pustaka
yang kurang dari dua puluh sumber referensi termasuk daftar pustaka
yang pendek. Untuk daftar pustaka yang pendek penggolongan sumber
referensi menu¬rut jenisnya tidak diperlukan,
3.2.3 Penyeleksian Sumber Referensi

Untuk mempersiapkan bahan dari satu topik tulisan ilmiah biasanya


banyak sekali sumber bacaan yang kita baca, terutama yang berhubungan
dengan masalah yang kita bahas. Dari semua buku yang kita baca tadi ti
dak harus semuanya kita masukkan ke dalam daftar pustaka. Hal ini
dise¬babkan karena: (1) Sumber-sumber bacaan ini belum tentu
semuanya ter¬masuk sumber bacaan yang baik. Sumber bacaan yang
kurang baik tidak akan membantu mutu tulisan ilmiah tadi. (2) Kadang-
kadang sumber ba¬caan mengemukakan pendapat atau ide serta
kesimpulan yang sama. Dari beberapa sumber bacaan yang sama ini
dipilih salah satu saja sebagai sum¬ber referensi dalam daftar pustaka.
Yang perlu diperhatikan dalam menyusun daftar pustaka ialah bahwa
semua referensi dari sumber bacaan yang telah dimuat ke dalam catatan
kaki harus dimasukkan ke dalam daftar pustaka. Hal ini berarti bahwa da
lam menyeleksi kutipan atau catatan kaki harusla.h yang betul-betul
rele¬van dengan masala.h yang akan dibahas. Dengan demikian daftar
pustaka yang disusun adala.h daftar pustaka pilihan karena kutipan atau
catatan kakinya merupakan hasil pilihan juga.

3.2.4 Cara Menyusun Daftar Pustaka


Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun
pustaka:
a. Daftar pustaka tidak diberi nomor urut.
b. Nama penulis diurut menurut abjad.
c. Gelar penulis tidak dicantumkan walaupun dalam buku yang dikutip
penulis mencantumkan gelar.
d. Daftar pustaka diletakkan pada bagian terakhir tulisan
e. Masing-masing sumber bacaan diketik dengan jarak baris satu spasi.
f. Jarak masing-masing sumber bacaan dua spasi.
g. Baris pertama diketik dari garis tepi (margin) tanpa indensi dan untuk
baris-baris berikutnya digunakan indensi empat ketukan.

Di samping hal-hal tersebut perhatikan pula:


1) Nama Penulis
Untuk penulis-penulis asing nama keluarga diletakkan paling de-
pan. Hal ini menentukan urutan huruf dalam daftar pustaka. Untuk
penulis Indonesia yang menentukan urutan alfabetisnya ialah huruf
pertama nama sendiri.
Jika penulis terdiri dari dua atau tiga orang, semua nama dican-tumkan.
Jika penulis lebih dari tiga orang ditulis singkatan et. al. (dan kawan-
kawan).
Jika dalam sumber bacaan terdapat beberapa tulisan yang ditulis oleh
penulis yang sama maka sumber bacaan itu disusun berurutan. Nama
penulis hanya ditulis pada karya urutan pertama. Karya urutan kedua dan
seterusnya tidak dituliskan nama, tetapi diganti dengan garis sepanjang
tujuh ketukan. Nama penulis maupun garis, diakhiri dengan titik.
Pada dasarnya cara menyingkat nama penulis pada daftar pustaka tidak
berbeda dengan cara menyingkat pada catatan kaki. Akan tetapi bila
penulisannya lebih dari satu orang, maka untuk penulis pertama cara
menyingkatnya agak berbeda yaitu: nama keluarga ditulis terlebih dahulu
dengan lengkap, diberi tanda koma, kemudian nama sendiri di¬singkat
atau tidak disingkat dan akhirnya (jika ada) disingkat.

2) Judul Tulisan/Artike

Cara menuliskan judul tulisan pada catatan kaki sama dengan cara
menuliskan pada daftar pustaka. Judul tulisan ketik dengan huruf
ka¬pital untuk setiap awal kata kecuali kata tugas. Judul tulisan
diletakkan di antara tanda kutip dan diakhiri dengan tanda koma. Judul
tulisan diketik dengan jarak dua ketukan dari tanda titik di belakang
nama penulis.

3) Nama Buku/Majalah

Dalam daftar pustaka nama buku atau nama majalah diketik de¬ngan
cara yang sama dengan judul tulisan yaitu dengan huruf kapital untuk
setiap awal kata dan diberi garis bawah. Nama buku diakhiri dengan
tanda titik, tetapi untuk nama majalah diakhiri dengan tanda koma.

4) Data Publikasi

Data publikasi dimulai dengan tempat penerbitan dan diakhiri de¬ngan


titik dua, kemudian dengan jarak satu sela ketukan dilanjutkan dengan
nama badan penerbit, ditutup dengan koma, sela satu ketukan kemudian
diikuti tahun penerbitan yang ditulis dengan angka Arab dan diakhiri
dengan titik. Jarak data publikasi dengan judul dua sela ketukan.
Agar lebih jelas marilah kita perhatikan penjelasan yang disertai contoh-
contoh berikut ini.

a) Buku
1. Contoh penulis buku 1 orang:
Robins, Adriane. 1980. The Writer's Practical Rhetoric. New
York: John Wiley & Sons.
2. Contoh penulisan buku lebih dari 1 orang.
Alexander, F., and RM. French. 1946. Psychoanalytic Therapy,
New York: Ronald Press Co.
3. Contoh penulisan buku terdiri dari 3 orang.
Charnes, A.W., W.W. Cooper, and A. Henderson. 1953. An
Introduction to Linear Programming. New York: John Wiley &
Sons, Inc.
4. Contoh penulis buku lebih dari 3 orang.
Johnston, C.H., et al. 1914. The Modern High School.
New York: Charles Scribner & Sons,
5. Contoh dua buku yang ditulis oleh seorang penulis.
De Vito, A, Joseph, 1994. Human Communication, The Basic
Course. New York: Harper Collin Cellege, Publisher.
_______, 1997. Komunikasi Antar Manusia, Kuliah Dasar, Edisi
kelima, diterjemahkan oleh Maulana Agus. Jakarta: Profesional
Book.
b) Majalah, Buletin
Untuk artikel yang dimuat dalam majalah atau pun buletin
cara menyusun daftar pustakanya seperti berikut:
Untuk artikel yang dimuat dalam majalah atau pun buletin
cara menyusun daftar pustakanya

(1} nama penulis/pengarang


(2) judul artikel di antara tanda kutip ("........ ")
(3) nama majalah, digarisbawahi
(4) nomor majalah jika ada
(5) tanggal dan tahun penerbitan
Contoh:
Parera, J.D. "Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah Dilihat Dari
Se¬gi Sosiopolitikolinguistik" Analisis Kebudayaan Depdikbud
tahun IV-No. 3. 1983/1984.

c) Surat Kabar
Tulisan seperti editorial, pojok, dan berita, nomor halaman
yang dicantumkan dalam catatan kaki tidak dicantumkan pada daftar
pustaka.
Contoh:

Komputek, edisi 187, Minggu ke-III Oktober 2000: 05). Tema:


“Kunci sukses berjualan di internet”

d) Karya yang Tidak Diterbitkan


Unsur-unsur pokok dari karya yang tidak diterbitkan untuk
daftar pustaka ialah:

(1) nama penulis (2) judul tulisan (3) untuk apa tulisan itu ditujukan
(4) lembaga yang menerima tulisan (5) tahun diajukannya karya.
Antara unsur pertama dan kedua diberi sela dua ketukan. Antara
unsur kedua dan ketiga juga diberi jarak dua ketukan. Te¬tapi antara
unsur-unsur selanjutnya hanya diberi jarak satu ketuk¬kan sela.
Contoh:
Sabarti Akhadiah, 1983. "Pengaruh Materi Pengajaran Bahasa
Indonesia, Lokasi Sekolah, dan Jenis Kelamin terhadap Kemampuan
Pe¬nalaran Ilmiah Siswa SMP." Disertasi, Fakultas Pasca Sarjana,
Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jakarta.
Sakura Hatamarrasjid, 1967. "Perbandingan Fonologi Bahasa Bangka
de¬ngan Bahasa Indonesia." Tesis Sarjana, Fakultas Ilmu
Pendi¬dikan, Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Bandung.
3.3 Format Penulisan
1) Kertas yang digunakan A4, berat 80 gram.
2) Ketikan
Menggunakan mesin ketik huruf Times New Roman dengan ketikan
spasi (rangkap). Batas pengetikan 4 cm dari pinggir kiri, 3 cm dari
pinggir kanan, dan 3 cm dari atas dan bawah kertas.
3) Paragraf
Paragraf dimulai pada ketukan kelima dari garis margin.
4) Karbon
Kertas karbon harus hitam.
5) Nomor halaman
Nomor halaman diletakkan di sebelah kanan atas, kecuali
nomor ha¬laman bagi bab baru, yang ditempatkan di tengah bawah.
Nomor halaman dengan angka Arab dimulai dengan tubuh utama
penulisan (Bab 1) sedangkan bagi hal-hal yang bersifat mengantar
dipergunakan angka latin dari alfabet dengan huruf kecil (seperti i,
iv, v, dan x) yang diletakkan di te¬ngah bagian bawah.
6) Margin
Luas margin pada sebelah kiri dan atas 4 cm dan pada sebelah
kanan dan bawah 2-3 cm. Margin sebelah kiri harus agak lebar
karena karangan ilmiah ini harus dijilid.
7) Halaman Baru
Halaman baru dipergunakan untuk kata pengantar, daftar isi,
daftar pustaka, dan lamp iran-lampiran. Kepala bagian-bagian yang
disebutkan tadi diketik seluruhnya dengan huruf besar tanpa titik
penutup.
8) KutipanKutipan lebih dari empat baris diketik berspasi satu, letaknya
empat ketukan dari garis margin. Tetapi pada umumnya baris
pertama biasanya dimulai tujuh ketukan ketik atau lima ketukan ketik
dari garis margin seperti memulai paragraf baru. Demikian juga dengan
nomor catatan kaki di¬mulai pada jarak yang sama dari garis margin
seperti memulai paragraf baru, yakni tujuh ketukan.
9) Catatan Kaki
Mengetik catatan kaki harus pada halaman yang sama dengan
kutipan-nya. Pengetikan catatan kaki harus dipisahkan dari teks oleh
garis sepan¬jang 14 ketukan dari garis margin, dan berjarak dua spasi
dari teks dan dari catatan kaki sendiri.

Contoh Daftar Pustaka berdasarkan Abjad.

Arnold, David. 1996. Pedoman Manajemen Merek (Judul asli: The


Handbook of Brand Management). Alih bahasa Marina Katherin.
Surabaya: Kentindo Soho.
Baran, Stanly J., & Dennis K. Davis, 2000. Mass Communication
Theory, Foundation, Ferment, and Future, (Second Edition) Canada:
Wadsworth
Cutlip, Scott & Allen H. Center, 1986. Effektive Public Relations, 6-th
Edition. USA: Prentice Hall, Inc.
De Vito, A, Joseph, 1994. Human Communication, The Basic Course.
New York: Harper Collin Cellege, Publisher
___________, 1997. Komunikasi Antar Manusia, Kuliah Dasar, Edisi
kelima, diterjemahkan oleh Maulana Agus. Jakarta: Profesional Book.

Khoe Yao Tung, 1996. Pemasaran dan Bisnis di Internet, Strategi


Memenangkan Persaingan. Jakarta: Gramedia.
Littlejohn, Stephen W., 1996. Theories of Human Communications, Fifth
Edition. New York: Wordsworth Publishing Company.
McQuail, Denis. 1994. Mass Communication Theory, An Intoduction.
London: Sage Publications.
Naisbitt, John, 1994. Megatrend 2000, Global Paradoks, Alih bahasa
Budijanto. Jakarta: Binarupa Aksara.
Pace, R. Wayne & Don F. Faules, 2000. Komunikasi Organisasi. (Editor:
Deddy Mulyana). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Rogers, M. Everret, Kincaid, Lawrence, D. 1980. Communication
Networks Toward a New Paradigm For Research. New York: The Free
Press A. Division of Macmillan Publishing.
Straubhaar, Josheph & Robert LaRose, 2000. Media Now:
Communications Media in the Information Age. (Edisi Kedua). USA:
Wadsworth

Soehartono, Irawan, 1998. Metode Penelitian Sosial. Suatu Teknik


Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya.
Bandung: Remaja Rosda Karya.
Wilcox, Denis L., et all. 1992. Public Relations : Strategies and Tactics.
(Third Edition). New York: HarperCollins Publisher Inc.

Majalah & Koran:

Komputek, Edisi 171, Minggu ke-IV Juni 2000 (halaman 04), Tema:
“Internet Gusur Media Cetak?”
Komputek, Edisi 183, Minggu ke-III, September 2000, (halaman 05)
Tema: “Masyarakat Mulai Update IT”

Internet:

Morris, Merrill & Christine Ogan. 1996, The Internet as Mass Medium.
Journal of Communication 46 (1), Winter 0021-9916/96) Copyright 1996
Journal of Communication 46(1). [online]

http://www.journalism.indiana.edu/memorris/index.html

Samuel Ebersole, 1 September 2000. Uses and Gratifications of the Web


among Students. Mass Communications and Center for New Media.
University of Southern Colorado. JCMC 6 (1) September 2000 [online]
http://www.ascusc.org/jcmc/vol6/issue1/, e-mail to ebersole@uscolo.edu

You might also like