You are on page 1of 19

REFERAT ILMU KEDOKTERAN FORENSIK

MANUAL STRANGULATION

Pembimbing :

AKBP Dr. Hery Wijatmoko. Sp.F, DMF

Disusun oleh :

Imelda Kusumaningrum 080300

Garley Rizal Wira W. 080300

M. Fadhol Romdhoni 08030032

Erdy Kuswandana 080300

Hanna Cakrawati 080300

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

RS BHAYANGKARA PORONG

2010
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

kemudahan bagi kami untuk menyelesaikan referat dengan judul “manual

strangulation”.

Keberhasilan ini tidak lepas dari kerjasama banyak pihak. Oleh karena itu

pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada AKBP dr. Hery

Wijatmoko, Sp.F, DMF selaku pembimbing makalah kami di bagian Ilmu Kedokteran

Forensik dan juga semua pihak yang turut membantu kelancaran pembuatan referat

ini.

Tugas referat ini masih belum sempurna dan banyak kekurangannya, yang tak

lepas dari kemampuan kami sebagai manusia biasa. Oleh sebab itu kami

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, untuk lebih sempurnanya

referat ini.

Akhirnya, semoga referat ini bias bermanfaat dan menambah pengetahuan

kami tentang “manual strangulation”, khususnya bagi rekan-rekan Dokter Muda dan

bagi seluruh kalangan medis serta masyarakat pada umumnya.

Hormat Kami,
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang

melalui pengamatan terhadap perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan itu

akan terjadi dari mulai terhentinya suplai oksigen. Manifestasinya akan dapat dilihat

setelah beberapa menit, jam dan seterusnya. Dalam kasus tertentu, salah satu

kewajiban dokter adalah membantu penyidik menegakan keadilan. Untuk itu dokter

sedapat mungkin membantu menentukan beberapa hal seperti saat kematian dan

penyebab kematian tersebut.

Dari kepustakaan yang ada, saat kematian seseorang belum dapat ditunjukan

secara tepat karena tanda - tanda dan gejala setelah kematian sangat bervariasi. Hal ini

karena tanda atau gejala yang ditunjukan sangat dipengaruhi oleh beberapa hal

diantaranya, umur, kondisi fisik pasien, penyakit sebelumnya, keadaan lingkungan

mayat, sebelumnya makanan maupun penyebab kematian itu sendiri.

Dalam era ini dibutuhkan penentuan saat kematian secara tepat. Untuk itu

akan telah dilakukan suatu penelitian dasar untuk mendapat suatu indikator bebas.

Indikator ini akan dipakai untuk dasar kerja sebuah slat banal yang mampu

mendeteksi perubahan yang hanya objektif dan akurat setelah kematian terjadi.

Otak sebagai organ yang relatif terlindung maksimal dengan batok kepala

diperkirakan mengalami proses kimiawi yang relatif cepat dan tidak dipengaruhi

lingkungan. Proses kimiawi akibat terhentinya suplai zat asam / oksigen

mengakibatkan jaringan otak yang sangat sensitif terhadap kekurangan zat asam itu
akan lebih cepat mengalami disintegrasi kimiawi, yang diamati melalui perubahan

konduktivitas listrik yang terjadi.

Asfiksia adalah kumpulan dari pelbagai keadaan dimana terjadi gangguan

dalam pertukaran udara pernafasan yang normal. Gangguan tersebut dapat disebabkan

karena adanya obstruksi pada saluran pernafasan dan gangguan yang diakibatkan

karena terhentinya sirkulasi. Gangguan ini akan menimbulkan suatu keadaan dimana

oksigen dalam darah berkurang yang disertai dengan peningkatan kadar

karbondioksida. Keadaan ini jika terus dibiarkan dapat menyebabkan terjadinya

kematian.

Asfiksia merupakan penyebab kematian terbanyak yang

ditemukan dalam kasus kedokteran forensik. Asfiksia yang diakibatkan oleh

karena adanya obstruksi pada saluran pernafasan disebut asfiksia mekanik. Asfiksia

jenis inilah yang paling sering dijumpai dalam kasus tindak pidana yang menyangkut

tubuh dan nyawa manusia. Mengetahui gambaran asfiksia, khususnya pada

postmortem serta keadaan apa saja yang dapat menyebabkan asfiksia, khususnya

asfiksia mekanik mempunyai arti penting terutama dikaitkan dengan proses

penyidikan.

Dalam penyidikan untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban

yang diduga karena peristiwa tindak pidana, seorang penyidik berwenang mengajukan

permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau

ahli lainnya. Seorang dokter sebagaimana pasal 179 KUHAP wajib memberikan

keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan di bidang

keahliannya demi keadilan. Untuk itu, sudah selayaknya seorang dokter perlu

mengetahui dengan seksama perihal ilmu forensik, salah satunya asfiksia.


Dalam referat ini akan dibahas mengenai salah satu jenis dari asfiksia mekanik

yaitu pencekikan (manual strangulation). Pencekikan (manual strangulasi) adalah

suatu strangulasi berupa tekanan pada leher korban yang dilakukan dengan

menggunakan tangan atau lengan bawah.

Korban kematian akibat asfiksia termasuk yang sering diperiksa oleh dokter.

Umumnya urutan ke-3 sesudah kecelakaan lalu – lintas dan trauma mekanik. Kasus

asfiksia yang umum dijumpai salah satunya adalah pencekikan. Pencekikan

menyebabkan penekanan dan penutupan pembuluh darah dan jalan napas oleh karena

tekanan eksternal (luar) pada leher. Hal ini menyebabkan hipoksia atau anoksia otak

sekunder menyebabkan perubahan atau terhentinya aliran darah dari dan ke otak.

Dengan hambatan komplit pada arteri karotis, kehilangan kesadaran dapat terjadi

dalam 10-15 detik.

I.2 Tujuan Penulisan

1. Sebagai bahan pembelajaran dokter muda dalam mengetahui macam – macam

jejas akibat manual strangulation

2. Sebagai bahan pembelajaran dokter muda dalam rangka membuat visum untuk

kasus manual stranguation


BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Asfiksia
II.1.1 Terminologi
Asfiksia berasal dari bahasaYunani, yaitu terdiri dari “a” yang berarti “tidak”,
dan “sphinx” yang artinya “nadi”. Jadi secara harfiah, asfiksia diartikan sebagai “tidak
ada nadi” atau “tidak berdenyut”. Pengertian ini sering salah dalam penggunaannya.
Akibatnya sering menimbulkan kebingungan untuk membedakan dengan status
anoksia lainnya.

II.1.2 Definisi
Asfiksia atau mati lemas adalah suatu keadaan berupa berkurangnya kadar
oksigen (O2) dan berlebihnya kadar karbon dioksida (CO2) secara bersamaan dalam
darah dan jaringan tubuh akibat gangguan pertukaran antara oksigen (udara) dalam
alveoli paru-paru dengan karbon dioksida dalam darah kapiler paru-paru. Kekurangan
oksigen disebut hipoksia dan kelebihan karbon dioksida disebut hiperkapnia.
Dalam kenyataan sehari-hari, hipoksia ternyata merupakan gabungan dari
empat kelompok, dimana masing-masing kelompok tersebut memang mempunyai ciri
tersendiri. Walaupun ciri atau mekanisme yang terjadi pada masing-masing kelompok
akan menghasilkan akibat yang sama bagi tubuh. Kelompok tersebut adalah:
1. Hipoksik hipoksia

Dalam keadaan ini oksigen gagal masuk dalam sirkulasi darah.

2. Anemic hipoksia

Yang tersedia tidak mampu membawa oksien yang cukup untuk metabolism
dalam jaringan.

3. Stagnan hipoksia
Suatu keadaan yang menggambarkan terjadinya suatu kegagalan dalam sirkulasi.

4. Histotoksik hipoksia

Keadaan yang menggambarkan oksigen yang terdapat di dalam darah, oleh karena
hal tertentu tidak dapat digunakan oleh jaringan, dibagi dalam 4 kelompok, antara
lain :
a. Histotoksik hipoksia ekstraselular

Enzim pernapasan jaringan (cytochrom oxydase) mengalami keracunan.


Misal: pada keracunan sianida dan CO.

b. Histotoksik hipoksia periselular

Oksigen tidak dapat masuk kedalam sel oleh karena terjadi penurunan
permeabilitas membrane sel.Misal : pada keracunan eter dan chloroform.

c. Substrate histotoksik hipoksia

Bahan makanan (substrat) untuk metabolism yang efisien tidak cukup tersedia.
Misal : Hipoglikemia

d. Metabolik histotoksik hipoksia

Hasil akhir dari pernapasan selular (end product) tidak dapat dieliminasi
sehinga metabolism berikutnya tidak dapat berlangsung karena gangguan
metabolism sel memakai oksigan. Misal : pada uremia dan keracunan gas
CO2.

II.1.3 Angka Kejadian

Korban kematian akibat asfiksia termasuk yang sering diperiksa oleh dokter.
Umumnya urutan ke-3 sesudah kecelakaan lalu - lintas dan trauma mekanik.
II.1.4 Etiologi

Penyebab asfiksia terbagi 2 yaitu, penyebab asfiksia wajar dan tidak wajar

1. Sebab wajar: Penyebab alamiah


a. Penyakit sumbatan saluran napas (Misal laringitis difteri)
b. Asma bronkhiale
c. Reaksi anafilatik
d. Pneumotoraks
e. Tumor laring
2. Sebab tidak wajar:
a. Trauma mengakibatkan emboli udara vena, emboli lemak.
b. Keracunan
c. Bahan/zat yang menimbulkan depresi pusat pernapasan (Misal narkotika,
barbiturat.)
d. Trauma mekanik : udara dipaksa dengan kekerasan terhambat masuk ke
jalan napas
• Strangulasi :
 Gantung (hanging)
 Pencekikan (manual strangulation)
 Jeratan (strangulation by ligature)
• Sufokasi (suffocation) :
• Pembekapan (smothering)
• Penyumpalan/Kesedak (Choking & gagging)
• Tenggelam, (drowning)
• Asfiksia traumatik/Crush asphyxia (external pressure on the chest)
• Inhalasi gas lemas (inhalation of suffocation gasses)
II.1.5 Patofisiologi

Dari pandangan patologi, kematian akibat asfiksia dapat dibagi dalam dua
golongan yaitu:
1. Primer ( akibat langsung dari asfiksia )
Kekurangan oksigen ditemukan di seluruh tubuh, tidak tergantung pada
tipe dari asfiksia. Sel - sel otak sangat sensitif terhadap kekurangan O2. Bagian
- bagian otak tertentu membutuhkan lebih banyak O2, dengan demikian bagian
tersebut lebih rentan terhadap kekurangan oksigen. Perubahan yang
karakteristik terlihat pada sel - sel serebrum, serebelum dan ganglia basalis. Di
sini sel - sel otak yang mati akan digantikan oleh jaringan glial, sehingga pada
organ tubuh yang lain yakni jantung, paru - paru, hati, ginjal dan yang lainnya
perubahan akibat kekurangan O2 langsung atau primer tidak jelas.
2. Sekunder (berhubungan dengan penyebab dan usaha kompensasi dari tubuh)
Jantung berusaha mengkompensasi keadaan tekanan oksigen yang
rendah dengan mempertinggi outputnya, akibatnya tekanan arteri dan vena
meninggi. Karena oksigen dalam darah berkurang terus dan tidak cukup untuk
kerja jantung maka terjadi gagal jantung dan kematian berlangsung dengan
cepat. Keadaan ini didapati pada :
a. Penutupan mulut dan hidung ( pembekapan )
b. Obstruksi jalan nafas seperti pada mati gantung, penjeratan,
pencekikan dan korpus alienum dalam saluran nafas atau pada tenggelam
karena cairan menghalangi udara masuk ke paru - paru
c. Gangguan gerakan pernafasan karena terhimpit atau berdesakan
(traumatic asphyxia )
d. Penghentian primer dari pernafasan akibat kegagalan pada pusat
pernafasan, misalnya pada luka listrik dan beberapa bentuk keracunan.

II.1.6 Stadium Asfiksia


Ada 4 stadium gejala / tanda dari asfiksia, yaitu :
1. Fase dispnu / sianosis
Fase dispnu / sianosis asfiksia berlangsung kira-kira 4 menit. Fase ini
terjadi akibat rendahnya kadar oksigen dan tingginya kadar karbon dioksida.
Tingginya kadar karbon dioksida akan merangsang medulla oblongata
sehingga terjadi perubahan pada pernapasan, nadi dan tekanan darah.
Pernapasan terlihat cepat, berat, dan sukar. Nadi teraba cepat. Tekanan darah
terukur meningkat.
2. Fase konvulsi
Fase konvulsi asfiksia terjadi kira-kira 2 menit. Awalnya berupa kejang
klonik lalu kejang tonik kemudian opistotonik. Kesadaran mulai hilang, pupil
dilatasi, denyut jantung lambat, dan tekanan darah turun.
3. Fase apnu
Fase apnu asfiksia berlangsung kira-kira 1 menit. Fase ini dapat kita
amati berupa adanya depresi pusat pernapasan (napas lemah), kesadaran
menurun sampai hilang dan relaksasi spingter.
4. Fase akhir / terminal / final
Fase akhir asfiksia ditandai oleh adanya paralisis pusat pernapasan
lengkap. Denyut jantung beberapa saat masih ada lalu napas terhenti kemudian
mati.

II.1.7 Pemeriksaan Otopsi


Masa dari saat asfiksia sampai timbul kematian sangat bervariasi. Umumnya
berkisar antara 4 - 5 menit, tergantung dari tingkat penghalangan oksigen, bila tidak
100% maka waktu kematian akan lebih lama dan tanda - tanda asfiksia akan lebih
jelas dan lengkap. Karena asfiksia merupakan mekanisme kematian, maka secara
menyeluruh untuk semua kasus akan ditemukan tanda-tanda umum yang hampir
sama.
Pemeriksaan jenazah ( autopsi ) pada kasus - kasus asfiksia akan mamberikan
gambaran:
1. Pemeriksaan luar
a. Dapat ditemukan sianosis pada bibir, ujung - ujung jari dan kuku.
Pembendungan sistemik maupun pulmoner dan dilatasi jantung kanan
merupakan tanda klasik pada kematian akibat asfiksia. Kematiaan biasanya
disebabkan kegagalan kerja jantung yang disebabkan oleh tekanan
mendadak pada leher. Mekanisme yang terjadi mirip dengan sinkop sinus
yaitu misalnya mengenakan pakaian dengan kerah yang ketat yang dapat
menyebabkan bradikardia dan hilangnya kesadaran. Tanda petekie dan
hemoragis dan tanda lain terkadamg tidak diketemukan pada kematian
asfiksia karena proses sirkulasi yang sangat cepat sehingga tidak memberi
waktu yang cukup terjadinya tahapan asfiksia pada umumnya.
b. Warna lebam mayat ( livor mortis ) merah - kebiruan gelap akan
terbentuk lebih cepat. Distribusi lebam lebih luas akibat kadar CO2 yang
tinggi dan aktivitas fibrinolisin dalam darah, sehingga darah sukar
membeku dan mudah mengalir. Tingginya fibrinolisin ini sangat
berhubungan dengan cepatnya proses kematian.
c. Terdapat busa halus pada hidung dan mulut yang timbul akibat
peningkatan aktivitas pernafasan pada fase 1 yang disertai sekresi selaput
lendir saluran nafas bagian atas. Keluar masuknya udara yang cepat dalam
saluran sempit akan menimbulkan busa yang kadang - kadang bercampur
darah akibat pecahnya kapiler.
d. Gambaran perbendungan pada mata berupa pelebaran pembuluh darah
konjungtiva bulbi dan palpebra yang terjadi pada fase 2, akibat tekanan
hidrostatik dalam pembuluh darah meningkat terutama dalam vena, venula
dan kapiler. Selain itu hipoksia dapat merusak endotel kapiler sehingga
dinding kapiler yang terdiri dari selapis sel akan pecah dan timbul bintik -
bintik perdarahan yang dinamakan sebagai tardeou’s spot.
2. Pemeriksaan dalam
a. Darah berwarna lebih gelap dan lebih encer, karena fibrinolisin darah yang
meningkat paska kematian.
b. Busa halus di dalam saluran pernafasan
c. Pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga
menjadi lebih berat, berwarna lebih gelap, dan pada pengirisan banyak
mengeluarkan darah
d. Petekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada
belakang jantung daerah aurikuloventrikular, subpleura viseralis paru
terutama di lobus bawah pars diafragmatika dan fissura interlobaris, kulit
kepala sebelah dalam terutama daerah otot temporal, mukosa epiglottis dan
daerah subglotis
e. Edema paru sering terjadi pada kematian yang berhubungan dengan
hipoksia
f. Kelainan - kelainan yang berhubungan dengan kekerasan, seperti fraktur
laring langsung atau tidak langsung, perdarahan faring terutama bagian
belakang rawan krikoid ( pleksus vena submukosa dengan dinding tipis )

II.2 Manual Strangulation

II.2.1 Definisi

Pencekikan (manual strangulasi) adalah suatu strangulasi berupa tekanan pada


leher korban yang dilakukan dengan menggunakan tangan atau lengan bawah.
Pencekikan dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:

1. Menggunakan 1 tangan dan pelaku berdiri di depan korban.

Gambar.1 Contoh manual strangulation dengan menggunakan 1 tangan


dan pelaku berada dari arah depan korban

2. Menggunakan 2 tangan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban.


3. Menggunakan 1 lengan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban.
Gambar.2 Contoh cara manual strangulation dengan menggunakan
lengan.

Apabila pelaku berdiri di belakang korban dan menarik korban ke arah pelaku maka
ini disebut mugging

II.2.2 Etiologi Kematian pada Pencekikan

Ada 3 penyebab kematian pada pencekikan, yaitu:

1. Asfiksia
2. Iskemia
3. Vagal reflex

II.2.3 Cara Kematian pada Pencekikan

Ada 2 cara kematian pada kasus pencekikan, yaitu:

1. Pembunuhan (hampir selalu).


2. Kecelakaan, biasanya mati karena vagal reflex.

Gambar.3 Salah satu situasi dimana bisa saja terjadi kecelakaan strangulasi

II.2.4 Gambaran Postmortem Pencekikan

1. Pemeriksaan Luar:
Yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan luar kasus pencekikan, antara lain:

a. Tanda asfiksia.

Tanda-tanda asfiksia pada pemeriksaan luar otopsi yang dapat


kita temukan antara lain adanya sianotik, petekie, atau kongesti daerah
kepala, leher atau otak. Lebam mayat akan terlihat gelap.

b. Tanda kekerasan pada leher.

Tanda kekerasan pada leher yang penting kita cari, yaitu bekas
kuku dan bantalan jari. Bekas kuku dapat kita kenali dari adanya
crescent mark, yaitu luka lecet berbentuk semilunar/bulan sabit.
Terkadang kita dapat menemukan sidik jari pelaku. Perhatikan pula
tangan yang digunakan pelaku, apakah tangan kanan (right handed)
ataukah tangan kiri (left handed). Arah pencekikan dan jumlah bekas
kuku juga tak luput dari perhatian kita.

Gambar. 4 Terdapat luka bekas kuku atau ujung-ujung jari pada


leher korban
Gambar.5 Terdapat gambaran bekas jari-jari tangan pada leher
korban

c. Tanda kekerasan pada tempat lain.

Tanda kekerasan pada tempat lain dapat kita temukan di bibir,


lidah, hidung, dan lain-lain. Tanda ini dapat menjadi petunjuk bagi kita
bahwa korban melakukan perlawanan.

2. Pemeriksaan Dalam:

Hal yang penting pada pemeriksaan dalam bagian leher kasus


pencekikan, yaitu:

• Perdarahan atau resapan darah.

Perdarahan atau resapan darah dapat kita cari pada otot, kelenjar tiroid,
kelenjar ludah, dan mukosa & submukosa pharing atau laring.

• Fraktur.

Fraktur yang paling sering kita temukan pada os hyoid. Fraktur lain
pada kartilago tiroidea, kartilago krikoidea, dan trakea.

• Memar atau robekan membran hipotiroidea.


• Luksasi artikulasio krikotiroidea dan robekan ligamentum pada
mugging.
Gambar. 6 Gambaran pemeriksaan dalam pada leher korban
manual strangulation

BAB III

KESIMPULAN

III.1 Pencekikan (Manual Strangulasi)

Pencekikan (manual strangulasi) adalah suatu strangulasi berupa tekanan pada

leher korban yang dilakukan dengan menggunakan tangan atau lengan bawah.

Pencekikan dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:

• Menggunakan 1 tangan dan pelaku berdiri di depan korban.

• Menggunakan 2 tangan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban.

• Menggunakan 1 lengan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban.

Apabila pelaku berdiri di belakang korban dan menarik korban ke arah pelaku

maka ini disebut mugging.

III.2 Etiologi Kematian pada Pencekikan

Ada 3 penyebab kematian pada pencekikan, yaitu :

• Asfiksia
• Iskemia
• Vagal reflex

III.3 Cara Kematian pada Pencekikan

Ada 2 cara kematian pada kasus pencekikan, yaitu


• Pembunuhan (hampir selalu).
• Kecelakaan, biasanya mati karena vagal reflex.

III.4 Gambaran Postmortem Pencekikan

1. Pemeriksaan Luar:

Yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan luar kasus pencekikan, antara lain :

• Tanda asfiksia.

Tanda-tanda asfiksia pada pemeriksaan luar otopsi yang dapat


kita temukan antara lain adanya sianotik, petekie, atau kongesti daerah
kepala, leher atau otak. Lebam mayat akan terlihat gelap.

• Tanda kekerasan pada leher.

Tanda kekerasan pada leher yang penting kita cari, yaitu bekas
kuku dan bantalan jari. Bekas kuku dapat kita kenali dari adanya
crescent mark, yaitu luka lecet berbentuk semilunar/bulan sabit.
Terkadang kita dapat menemukan sidik jari pelaku. Perhatikan pula
tangan yang digunakan pelaku, apakah tangan kanan (right handed)
ataukah tangan kiri (left handed). Arah pencekikan dan jumlah bekas
kuku juga tak luput dari perhatian kita.

• Tanda kekerasan pada tempat lain.

Tanda kekerasan pada tempat lain dapat kita temukan di bibir,


lidah, hidung, dan lain-lain. Tanda ini dapat menjadi petunjuk bagi kita
bahwa korban melakukan perlawanan.

2. Pemeriksaan Dalam

Hal yang penting pada pemeriksaan dalam bagian leher kasus pencekikan, yaitu :

• Perdarahan atau resapan darah.


Perdarahan atau resapan darah dapat kita cari pada otot,
kelenjar tiroid, kelenjar ludah, dan mukosa & submukosa pharing atau
laring.

• Fraktur.

Fraktur yang paling sering kita temukan pada os hyoid. Fraktur


lain pada kartilago tiroidea, kartilago krikoidea, dan trakea.

• Memar atau robekan membran hipotiroidea.


• Luksasi artikulasio krikotiroidea dan robekan ligamentum pada
mugging.
Daftar Pustaka

• Rizsa,. Asfiksia, 2008, Diakses dari Blog pada http://www.WordPress.com


• Kathryn Laughon,. Model of Physiology of Manual Strangulation,
Charlottesville, 2007. Diakses dari http://www. klc6e@virginia.edu
• Arnold Edwar. The Pathology Of Trauma, Chapter XVI. British Library
Cataloguing. USA. 1993. Diakses dari http://www.Google.com
• Leonardo,. Asfiksia Forensik, 2007. Diakses dari Blog: http://www.pewarta-
kabarindonesia.blogspot.com/
• Muhammad al-Fatih,. Asfiksia, Kendari, 2007, Diakses dari
http:// www.klinikindonesia.com
• Muhammad al-Fatih,. Pencekikan (Manual Strangulasi), Makasar,
2007, Diakses dari http:// www.klinikindonesia.com

You might also like