You are on page 1of 8

IMPLEMENTASI POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA BEBAS AKTIF

I. PENDAHULUAN

Politik luar negeri Indonesia semenjak pasca proklamasi kemerdekaan memang sudah
menganut politik luar negeri bebas aktif. Hal ini tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia 1945 alinia ke-empat yang intinya bebas aktif, anti imperialism dan
kolonialisme dalam segala bentuk manifestasinya dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Politik luar negeri suatu negara pada hakekatnya adalah hasil perpaduan dan refleksi dari politik
dalam negeri yang dipengaruhi oleh perkembangan situasi nasional maupun Internasional.
Berbagai perkembangan tersebut memberikan peluang sekaligus tantangan dalam formulasi
kebijakan dan implementasi politik luar negari Indonesia bebas aktif.

Pengalaman selama perjuangan merebut kemerdekaaan dari Belanda memperkuat landasan


politik luar negeri dengan tiga unsur utama, antara lain: nasionalisme yang tinggi, penolakan
terhadap intervensi politik baik dari domestic maupun internasional, dan kepercayaan diri yang
cukup kuat. Ketiga unsur ini lahir dari revolusi yang menegaskan kemerdekaan dan
memaksakan pengakuan kedaulatan Republik Indonesia sehingga melahirkan politik luar negeri
RI yang bebas dan aktif.

Prinsip politik luar negeri yang bebas aktif tersebut merupakan suatu acuan atau penunjuk arah
untuk membentuk atau mengembangkan pengertian, sikap, dan tingkah laku seluruh warga
negara Indonesia tentang politik luar negeri negaranya. Prinsip-prinsip ini selalu dilontarkan
dan digunakan secara konsisten oleh para diplomat Republik Indonesia, pejabat, anggota
Dewan Perwakilan Rakyat dan para analis dalam setiap pengambilan keputusan.

Dihat dari berbagai aspek, Indonesia berada pada posisi yang relative lemah sejak awal masa
kemerdekaan, namun kebijakan politik luar negerinya terus berusaha melaksanakan peranan
yang relative independen sesuai dengan prinsip idealnya yang bebas dan aktif. Arah politik
Indonesia yang bebas aktif dan berorientasi pada kepentingan nasional, menitikberatkan pada
solidaritas antarnegara berkembang, mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa, menolak
1
penjajahan dalam segala bentuk, serta meningkatkan kemandirian bangsa dan kerjasama
intemasional bagi kesejahteraan rakyat.

Politik luar negeri yang diterapkan oleh Indonesia mengacu pada sifat netralitas, yaitu seperti
penyelesaian permasalahan secara damai, penghormatan terhadap kemerdekaan dan
kedaulatan setiap bangsa, dan hubungan luar negeri yang berorientasi perdamaian.
Pelaksanaan politik luar negeri yang bebas aktif ini, Indonesia tetap mengabdikannya kepada
kepentingan nasional, khususnya pembangunan ekonomi.

Berdasarkan prinsip bebas aktif ini Indonesia selalu mengingatkan bahwa setiap negara
memiliki hak untuk memilih bentuk pemerintahannya sendiri dan mengikuti langkah-langkah
pembangunannya sesuai dengan proritas-prioritas pembangunan, latar belakang budaya dan
evolusi historisnya yang spesifik. Dalam makalah ini saya akan membahas mengenai bagaimana
pengimplementasian politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif khususnya semenjak
proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia Era Soekarno(Orde Lama) dan Era Soeharto(Orde
Baru) beserta tantangan-tantangan yang ditemui dalam pelaksanaannya.

2
II. PEMBAHASAN

Prinsip politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif dikemukakan pertama kali oleh
Mohammad Hatta dalam keterangnnya didepan badan pekerja KNIP pada 2 September 1948.
Menurut Hatta, bebas artinya menentukan jalan sendiri, tidak terpengaruh oleh pihak manapun
juga. Sedangkan aktif artinya menuju perdamaian dunia dan bersahabat dengan segala bangsa.
Sementara dalam pengertian scara universal maksudnya Bebas, artinya bahwa Indonesia tidak
akan memihak salah satu blok kekuatan-kekuatan yang ada di dunia ini. Aktif, artinya Indonesia
dalam menjalankan politik luar negerinya selalu aktif ikut menyelesaikan masalah-masalah
internasional. Misalnya, aktif memperjuangkan dan menghapuskan penjajahan serta
menciptakan perdamaian dunia. Berdasarkan politik luar negeri bebas dan aktif, Indonesia
mempunyai hak untuk menentukan arah, sikap, dan keinginannya sebagai negara yang
merdeka dan berdaulat. Oleh karena itu, pengambilan keputusan kebijakan Indonesia tidak
dapat dipengaruhi oleh kebijakan politik luar negeri negara lain.

II.1 Implementasi Politik Luar Negeri Bebas Aktif Era Orde Lama

Penerapan prinsip politik luar negeri bebas dan aktif dilatarbelakangi oleh terjadinya Perang
Dunia II yang menciptakan situasi persaingan yang tajam antara Blok Barat yang dihegemoni
oleh Amerika Serikat dan Blok Timur oleh Uni Soviet. Indonesia sebagai sebuah negara baru
yang sedang mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatannya tidak terlepas dari sasaran
kedua blok tersebut untuk menyebarkan pengaruhnya. Menurut A.H. Nasution, pada saat itu
posisi Indonesia seakan terjepit. Di satu pihak Indonesia merupakan negara baru yang sedang
menghadapi persoalan untuk mempertahankan kemerdekaan. Namun di pihak lain masalah
domestic sedang mengalami tekanan-tekanan yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia
pimpinan Amir Syarifuddin yang menentang kebijaksanaan pemerintah Indonesia. Menurut
pandangan PKI “pertentangan yang ada antara dua blok jadi rvolusi bagi Indonesia adalah
bagian dari revolusi dunia, maka Indonesia haruslah berada di pihak Uni Soviet barulah benar”.

Meskipun dalam situasi terjepit, saat itu pemimpin bangsa Indonesia berani menunjukkan sikap
dan orientasi politik luar negerinya yang independen. Indonesia berpendapat bahwa timbulnya
blok-blok raksasa di dunia ini dengan persekutuan-persekutuan militernya tidak akan
3
menciptakan perdamaian , malah sebaliknya akan menjadi ancaman terhadap perdamaian
dunia. Sikap tersebut dibuktikan oleh Mohammad Hatta dalam pidatonya berjudul “Mendayung
Dua Karang” yang merupakan penjelasan pertama kali tentang politik bebas aktif. Hatta
tidaklah secara definitive menyebutkan istilah bebas aktif. Dalam pertentangan dua blok ini
Indonesia tidak berada dalam kedua blok dan mempunyai jalannya sendiri untuk mengatasi
persoalan domestic maupun internasional.

Namun demikian Hatta menegaskan bahwa politik luar negeri Indonesia bukanlah politik
netral, disini maksudnya karena tidak dihadapkan pada suatu pilihan dalam hubungan negara-
negara yang sedang berperang. Sikap Indonesia tersebut lebih didasarkan atas pertimbangan
untuk memperjuangkan perdamaian. Politik luar negeri Indonesia selain tidak memihak pada
blok Amerika Serikat dan blok Uni Soviet , juga tidaklah bertujuan untuk berpartisipasi di blok
ketiga yang dimaksudkan sebagai bentuk perlawanan atas kedua blok besar tersebut. Hal ini
juga berarti bahwa Indonesia tidak memiliki keinginan untuk membentuk blok ketiga dengan
membangun kemitraan bersama negara-negara Asia dan Afrika.

Prinsip bebas aktif yang dianut Indonesia mengindikasikan keengganan Indonesia untuk
mengikatkan diri pada salah satu blok. Aspek ini secara universal kemudian dikenal dengan non-
allignment policy. Prinsip non-blok ini kemudian menjiwai politik luar negeri beberapa negara
Asia dan Afrika. Kesadaran itulah yang mendorong terselenggaranya Konfrensi Asia Afrika(KAA)
pada tahun 1955 di Bandung.

Pada era orde lama ini pemerintah berpendapat bahwa pendirian yang harus diambil adalah
agar Indonesia jangan sampai menjadi objek dalm pertarunga politik internasional melainkan
harus tetap menjadi subjek yang berhak menentukan sikap sendiri, berhak memprjuangkan
tujuan yang sebenarnya yaitu Indonesia Merdeka seutuhnya. Dalam pidato Hatta “Mendayung
Antara Dua Karang” telah termuat dasar fundamental dari politik bebas aktif . mendayung
artinya sama dengan upaya (aktif) dan antara dua karang berarti tidak terikat oleh dua
kekuatan adikuasa yang ada (bebas).

Menurut Hatta Republik Indonesia yang telah mengalami periode panjang kolonialisme setelah
menjadi negara merdeka sangat menginginkan terwujudnya dalam realitas slogan “liberty”,
4
“humanity”, “social justice”, “the brotherhood of nations” dan “lasting peace”. Alasan
ketidakberpihakan Indonesia dalam konflik kedua blok ini karena Hatta tidak mempercayai
bahwa aliansi Indonesia dengan salah satu kekuatan negara adidaya tersebut yang bersaing
ketat dalam bipolarisme ekonomi dan ideologi dunia pasca- perang dunia akan mampu
mewujudkan keinginan Indonesia tersebut. Hal ini akan dapat tercapai apabila Indonesia
mengedepankan kebijakan yang didasarkan pada perdamaian dan persahabatan dengan semua
bangsa atas dasar saling menghargai dan non-interference. Atas dasar prinsip-prinsip tersebut
Indonesia dapat melindungi diri dari ancaman eksternal, sehingga stabilitas politik dan
pembangunan untuk menyejahterakan rakyat dapat tercipta. Karena pertimbangan inilah
Indonesia tidak melakukan aliansi dengan salah satu blok apa itu Amerika Srikat atau Uni Soviet.

Kebijakan luar negeri yang membiarkan aliansinya dengan salah satu blok hanya akan
menyebabkan upaya untuk mwujudkan konsolidasi internal yang sangat penting untuk
mencapai tujuan nasional di atas mengalami kesulitan yang berkepanjangan. Tidaklah
mengherankan apabila penekanan pada prinsip bebas aktif menjadi acuan dasar politik luar
negeri Indonesia, tidak saja pada masa pasca-kemerdekaan namun juga masih berlaku sampai
saat ini karena erat terkait dalam landasan konstitusional Undang-Undang Dasar 1945. Selain
itu Indonesia juga mengimplementasikan politik bebas aktif ini dalam negara lainnya di
kawasan. Filipina dan Thailand misalnya, terlibat dalam aliansi militer dengan salah satu
kekuatan asing melalui The Southeast Asia Treaty Organization (SEATO). Pengikatan diri secara
ideal kebijakan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif juga dapat dilihat dari posisi
Indonesia atas konflik dua China. Indonesia mengakui Beijing dibanding Taipei yang didukung
oleh Amerika Serikat. Melihat kenyataan ini, tidak berlebihan bila dikatakan bahwa agenda
politik luar negeri Indonesia pada saat itu lebih banyak ditentukan oleh kepentingan politik
domestic, dari pada mengikuti tekanan lingkungan internasional yang pada saat itu didominasi
oleh dua kekuatan besar yang berseberangan secara ideologi yaiu Amerika Serikat dan Uni
Soviet.

5
II.2 Implementasi Politik Luar Negeri Bebas Aktif Era Orde Lama

Tahun 1966-1971 merupakan masa pemurnian politik luar negeri bebas aktif yang dilakukan
oleh Soeharto. Prinsip tersbut dianggap telah mengalami penyimpangan dalam pelaksanaan
pada masa Soekarno, dimana politik luar negeri terlalu aktif dan dilakukan dengan
mengorbankan sifat independennya. Berdasarkan hal tersebut Soeharto tidak melakukan
perubahan total kebijakan politik luar negeri yang digariskan oleh pendahulunya. Meskipun
demikian, Soeharto secara tegas menyatakan akan melakukan pemurnian pelaksanaan politik
yang bebas aktif.

Soeharto menyadari bahwa untuk mengangkat Indonesia dari krisis ekonomi akan menjadi
prioritas utamanya. Namun hal itu haruslah dibarengi dengan membangun sistem politik
internal yang stabil serta lingkungan eksternal yang damai. Jika pada masa orde lama lebih
menekankan pada kestabilan dan tujuan politik dalam urusan domestiknya, di era orde baru ini
Soeharto mencoba memperbaiki kestabilan ekonomi dengan memahami kedua prinsip
independen dan aktif. Indonesia berhak menentukan sendiri kebijakannya dalam mencapai
tujuan domestiknya, dalam hal ini Soeharto menekankan pada sistem perkonomian, karena
menurut Soeharto di era orde lama pemerintah terlalu menekankan pada sistem politik dan
lingkungan eksternal yang pada prinsipnya bersifat terlalu aktif. Hal ini menyebabkan sistem
perekonomian menjadi tidak stabil karena lebih focus kepada masalah politik internasional
ketimbangan memperbaiki kadaan perkonomian dalam negeri.

Di era orde baru pemerintah berupaya memprbaiki hubungan baik dengan pihak barat, dan hal
ini ditanggapi secara positif oleh negara-negara barat yaitu antara lain dengan
diselenggarakannya Konferensi Tokyo. Hal ini dimungkinkan karena adanya dua kesamaan
pandangan pada kedua pihak yaitu kedua belah pihak memiliki komitmen serius atas
pembangunan ekonomi Indonesia dan sama-sama anti komunis.

Tingginya kepercayaan diri Soeharto telah mempengaruhi Indonesia untuk lebih memainkan
peran aktif dalam masalas-masalah internasional. Ini ditunjukkan dalam peristiwa penting
seperti peran aktif Indonesia dalam peringatan 30 tahun Konferensi Asia Afrika (dalam konteks
politik), Indonesia menjadi Ketua Grakan Non-Blok dan penyelenggaraan pertemuan Asia Pasific
6
Economic Cooperation (APEC) di Bogor (dalam konteks ekonomi), sebagai penengah
konfrontasi Singapura dan Malaysia atas sengketa pulau dan memprakarsai pertemuan-
pertemuan di tingkat regional Asia Tenggara (ASEAN).

Dari peristiwa-peristiwa tersebut jelaslah Soeharto pada ra orde baru benar-benar berupaya
untuk memurnikan kembali politik bebas aktif tidak hanya dalam konteks internasional saja,
tetapi juga dalam konteks domestic dimana lebih menekankan pada kestabilan perkonomian
demi mennyejahterakan rakyatnya.

II.3 Tantangan dalam Pengimplementasian Politik Luar Negeri Bebas Aktif

Pengimplementasian politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif ini tidak selamanya dapat
berjalan sesuai yang diinginkan, berbagai tantangan yang tidak jarang ditemui dalam politik
bebas aktif ini karena dalam tatanan politik dunia kontemporer Indonesia juga sedang berada
dalam arus empat kecenderungan mendasar. Pertama, menguatnya gejala saling
ketergantungan antar negara dan saling keterkaitan antar-masalah global di berbagai bidang.
Seiring dengan itu, semakin menguatnya arus serta dampak globalisasi dengan segala
implikasinya, baik yang positif maupun yang negatif. Kedua, meningkatnya peranan aktor-aktor
non-pemerintah dalam tata-hubungan antar negara. Ketiga, menguatnya isu-isu baru dalam
agenda internasional, seperti a.l. masalah hak asasi manusia, intervensi humaniter, demokrasi
dan demokratisasi, “good governance”, lingkungan hidup, dan lain-lain.
Tantangan ini akan mempengaruhi bagaimana pelaksanaan politik luar negeri Indonesia yang
bebas aktif, tidak hanya dalam pertimbangan persoalan internasional saja tetapi juga dalam
pertimbangan persoalan-persoalan domestic yang ada.

7
III. PENUTUP

Politik bebas aktif Indonesia seharusnya menjadikan Indonesia dapat berperan besar dalam
rangka partispasinya di dunia Internasional di tengah-tengah arus globalisasi ini. Agar prinsip
bebas aktif ini dapat dioperasionalisasikan dalam politik luar negeri Indonesia maka setiap
periode pemerintahan hendaklah menetapkan landasan operasional politik luar negeri
Indonesia yang senantiasa berubah sesuai dengan kepentingan nasional. Arah politik bebas
aktif ini berorientasi pada kepentingan nasional, menitikberatkan pada solidaritas antar negara
berkembang, mendukung perjuangan mempertahankan kedaulatan bangsa, menolak segala
bentuk penjajahan serta meningkatkan kemandirian bangsa dan kerjasama internasional bagi
kesejahteraan rakyat.

Dalam pengimplementasian politik bebas aktif ini ada jurang antara aspirasi dan kemampuan
untuk merealisasikannya yang tidak jarang menimbulkan dilemma ketergantungan ekonomi
dan keinginan mempertahankan independensi. Walaupun terdapat perbedaan interpretasi
pada masa Soekarno dan Soeharto dalam penerapan prinsip bebas aktif ini, namun jiwa dan
komitmen atas prinsip-prinsip itu tidak berubah dan selalu memberi arah dan kesinambungan
pada penerapan politik luar negeri Republik Indonesia. Prinsip-prinsip ini selalu dilontarkan dan
digunakan secara konsisten oleh para diplomat Republik Indonesia, pejabat, anggota Dewan
Perwakilan Rakyat dan para analis baik pada masa Soekarno maupun Soeharto. Namun
demikian, penerapan dan interpretasi atas prinsip-prinsip dasar itu amat fleksibel sifatnya.

You might also like