You are on page 1of 4

KURIKULUM DAN OPTIMALISASI PERAN

GURU DINIYAH TAKMILIYAH


Oleh : H. E. Nadzier Wiriadinata

Lembaga Pendidikan Islam yang dikenal dengan nama Madrasah Diniyah, yang
berdasarkan PP 55 tahun 2007 kemudian berubah nama menjadi Diniyah Takmiliyah (DT),
telah lama diselenggarakan di Indonesia. Lembaga pendidikan ini telah ada bersamaan
dengan penyebaran agama Islam di Indonesia. Dimasa pemerintahan Hindia Belanda, hampir
disemua desa di Indonesia yang penduduknya mayoritas Islam terdapat madrasah dengan
berbagai nama atau bentuk seperti “Pengajian Anak-anak, Sekolah Kitab, Sekolah Agama”
dan lain-lain.
Diniyah Takmiliyah adalah Lembaga Pendidikan Islam yang secara signifikan ikut andil
dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Sesuai dengan namanya, Diniyah Takmiliyah
mengambil peran sebagai lembaga pendidikan yang berupaya untuk melengkapi materi
pendidikan agama Islam yang dirasa kurang pada sekolah-sekolah umum. Karena itu,
berdasarkan perannya, Diniyah Takmiliyah dikenal sebagai lembaga yang mampu
memperkuat serta memperkaya pendidikan Agama Islam bagi usia sekolah (7-15 tahun)
sehingga anak didik pada kategori usia emas ini memperoleh bekal pengetahuan, sikap serta
pemahaman yang memadai terhadap nilai-nilai dasar ajaran Islam. Hanya sayangnya, peran
DT yang begitu mulia tersebut tidak didukung dengan sarana prasarana, tenaga pendidik,
kurikulum, dan sistem manajemen pengelolaannya sangat sederhana, kalau tidak dikatakan
sangat kurang memadai. Kenyataan tersebut tentunya harus menjadi fokus perhatian kita.

Ada dua hal penting yang harus diprioritaskan dalam dunia pendidikan dilingkungan
Diniyah saat ini, yaitu penataan kurikulum dan optimalisasi peran guru dalam proses
pembelajaran. Hal ini bukan berarti bahwa aspek lain ( seperti sarana prasarana, dan yang
lainnya ) tidak penting. Hanya, menurut hemat penulis, fokus terhadap penataan kurikulum
dan optimalisasi peran guru dalam proses pembelajaran adalah langkah rasional yang bisa
kita lakukan dan mendesak untuk dikedepankan dalam rangka meningkatkan kualitas
pendidikan DT, sementara yang lainnya bisa dibenahi sambil jalan.
Kurikulum Diniyah Takmiliyah
BSNP (2006) mendefinisikan kurikulum sebagai seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Kurikulum merupakan salah satu komponen penting dalam sistem pendidikan. Seperti
kita ketahui, kurikulum memiliki 3 fungsi : (1) disamping sebagai pedoman penyelenggaraan
pendidikan pada lembaga Diniyah Takmiliyah dan untuk memungkinkan pencapaian tujuan
pendidikan Diniyah Takmiliyah tersebut, (2) juga bisa sebagai batasan dari suatu program
kegiatan (bahan pengajaran) yang akan dijalankan pada suatu semester, kelas, maupun pada
tingkat/jenjang pendidikan tertentu. (3) dan sebagai pedoman kyai/ustadz dalam
menyelenggarakan proses belajar mengajar, sehingga kegiatan yang dilakukan Kyai/ustadz
dan santri terarah pada tujuan yang telah ditentukan.

Alhamdulillah, Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama RI, telah menyusun dan
menetapkan kurikulum Diniyah Takmiliyah sesuai dengan jenjangnya. Bahkan beberapa
waktu yang lalu, Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat bekerja sama dengan FKDT
( Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah ) telah melakukan kajian terhadap kurikulum
tersebut dan kemudian melakukan beberapa pengembangan tertentu yang disesuaikan dengan
kebutuhan riil dilapangan. Dalam waktu dekat kurikulum tersebut insyaallah akan disebarkan
keseluruh Diniyah Takmiliyah se Jawa barat.

Langkah berikutnya adalah standarisasi kurikulum. Standarisasi kurikulum adalah hal


yang sangat mendesak dan rasional untuk segera diterapkan pada Diniyah Takmiliyah di
wilayah Provinsi Jawa Barat karena sangat bersentuhan langsung dengan kepentingan santri
dan Diniyah Takmiliyah itu sendiri sebagai bagian upaya peningkatan kualitas pendidikan,
relevansi serta daya saing Diniyah Takmiliyah. Disamping juga tuntutan dari Peraturan
Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Mengingat
pentingnya aspek kurikulum ini, maka sudah saatnya para pimpinan Diniyah Takmiliyah
lebih memusatkan perhatian pada upaya pembenahan aspek vital tersebut.

Optimalisasi Peran Guru

Kurikulum seperti diungkapkan di atas memang memiliki fungsi strategis dalam


pendidikan. Namun demikian, bukan satu-satunya perangkat tunggal penjabaran strategi
pendidikan. Fungsi kurikulum dalam peningkatan mutu pendidikan bagaimanapun sangat
tergantung dari kecakapan guru.

Guru pada Diniyah Takmiliyah dalam banyak hal tentunya sangat berbeda dengan guru-
guru mata pelajaran umum yang ada pada sekolah-sekolah formal, non formal, maupun
lembaga-lembaga kursus umum lainnya. Namun sayangnya, kita kurang menyadari
perbedaan tersebut, bahkan termasuk sang guru pada Diniyah Takmiliyah itu sendiri.
Ironisnya, guru-guru pada Diniyah Takmiliyah seringkali memposisikan diri mereka seperti
halnya guru-guru mata pelajaran umum dalam proses pembelajarannya. Akibatnya, fondasi
moralitas yang dibangun menjadi rapuh dan tidak cukup kuat untuk membentengi peserta
didik dari berbagai perilaku negatif karena peserta didik hanya dicekoki dengan hafalan-
hafalan materi pelajaran agama. Parahnya lagi, Guru-guru mata pelajaran agama pada
sekolah-sekolah umum pun menerapkan proses pembelajaran yang sama sekali tidak jauh
berbeda dengan guru-guru mata pelajaran umum yang secara kaku terikat dengan target-
target kurikulum baku, sehingga lengkaplah sudah kegagalan pendidikan agama dan
pendidikan keagamaan dalam membangun moralitas bangsa.

Untuk tidak terjebak kembali pada kegagalan yang sama , maka guru-guru pada Diniyah
Takmiliyah dan juga guru-guru agama pada sekolah umum hendaknya melakukan re-
introspeksi dan re-orientasi terhadap fungsi dan peran mereka. Hendaknya mereka menyadari
bahwa peran mereka begitu mulia, yaitu sebagai Sang pencerah Jiwa.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh seorang guru mata pelajaran agama dan
juga guru-guru pada Diniyah Takmiliyah apabila ingin berhasil dalam menjalankan perannya
selaku Sang Pencerah :
1. Mata pelajaran agama bukanlah mata pelajaran umum. Mata pelajaran agama harusnya
dipandang sebagai kumpulan pesan-pesan Ilahiah yang akan disampaikan kepada peserta
didik.
2. Kumpulan pesan-pesan Ilahiah hanya mungkin bisa ditangkap secara optimal oleh peserta
didik apabila guru memberdayakan potensi otak dan potensi qolb yang ada pada mereka.
Harus diingat bahwa potensi qolb inilah yang sebenarnya lebih berperan saat penanaman
nilai-nilai Ilahiah berproses dalam jiwa peserta didik.
3. Mengingat bahwa pesan-pesan Ilahiah ini sifatnya suci karena berasal dari Yang Maha
Suci, maka dalam proses pembelajarannya dibutuhkan upaya-upaya pengkondisian
tertentu, diantaranya :
a. Dibangun suasana khidmat didalam ruangan kelas ;
b. Guru hendaknya mampu membangun suasana hati yang terbebas dari dominasi
perasaan- perasaan negatif saat di ruangan kelas;
c. Guru hendaknya terus berupaya membangun kesadaran dalam hatinya bahwa Allah
hadir dan mengamati apapun yang dia sampaikan kepada peserta didik;
d. Guru senantiasa berupaya membangun suasana ikhlas saat proses pembelajaran
berlangsung;
4. Menjadikan doa sebagai bagian yang tak terpisahkan dari aktivitas sang guru dalam upaya
mengoptimalkan proses pencerahan jiwa peserta didik
5. Memberikan tauladan yang baik bagi peserta didik
6. Tidak terikat secara membabi buta dengan target-target kurikulum yang telah ditetapkan
7. Evaluasi hendaknya tidak terfokus pada aspek kognitif saja, melainkan juga aspek afektif
dan psikomotorik. Dalam prakteknya, di sekolah-sekolah umum, ranah kognitiflah yang
paling banyak dinilai oleh para guru disekolah karena berkaitan dengan kemampuan para
siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran. Namun, untuk materi pelajaran agama, baik
di sekolah umum maupun Diniyah Takmiliyah, aspek afektif dan psikomotorik adalah
sesuatu yang tidak boleh diabaikan, bahkan harus menjadi pokok perhatian kita juga
karena hal itu amat berkaitan dengan kualitas keberagamaan peserta didik kedepan.

Ketika point-point diatas bisa diaplikasikan dengan baik pada saat proses pembelajaran
berlangsung, maka insyaallah fondasi moralitas dapat dibangun dengan kokoh pada jiwa
peserta didik, sehingga kelak bisa dibanggakan sebagai generasi pelanjut yang tangguh.
Aamiin ya Robbal ‘alamin

You might also like