Professional Documents
Culture Documents
A KUNTANSI DAN
K EUANGAN
Jurnal Ilmiah Berkala Enam Bulanan, ISSN 1410 – 1831 Volume 12 No. 1, Januari 2007
DAFTAR ISI
ABSTRACT
The paper draw disclosure corporate social responsibility from annual report company
which go public at Jakarta Stock Exchange (JSX). Corporate Social Responsibility
(CSR) was identify, evaluate and measure effect of company and communicate to the
stock holder and saw how much the disclosure about social responsibility accounting in
annual report.
Its use coding process to annual report with use content analysis which specially for
indexing yes or no approach. There are 16 members of JSX for Multiple Industry Group
include High-Profile and Low Profile.
The research results show the significant different between High-Profile and Low-
profile for disclosure about corporate social responsibility in annual report. P-Value
0.035 < 0.05, so Ha avialable for explain for the difference which is significant ability
about Multiple Industry Group Hihg-Profile and Low-Profile
A. Latar Belakang
1
Dosen Jurusan Akuntansi, FE Unila;
DAFTAR ISI
CSR) dan advokat yang memperjuangkan kepentingan publik (public interest lawyers).
Dalam iklim reformasi dan demokrasi di Indonesia sekarang ini, keterbukaan dan
akuntabilitas sangat dipentingkan dan diperhatikan oleh publik. Peranan pengawasan
publik dilakukan melalui LSM , sebagai organisasi nir-laba yang pendukungnya
menyuarakan berbagai “public issues”, yang punya dampak besar pada penyelenggaraan
bisnis di indonesia. Perusahaan harus menyadari bahwa suara LSM ini mempunyai
pengaruh besar dan sangat diperhatikan oleh konsumen perusahaan dan karena itu tidak
dapat diabaikan. Mempunyai program CSR bukanlah hanya sekedar untuk tunduk pada
tekanan publik dan politik. Seperti terungkap dalam suatu survei di tahun 1999
terhadap ribuan responden di dunia (23 negara di 6 benua), maka antara lain:
(a) separuh responden “care about the social behaviour of companies”;
(b) duapertiga responden ingin perusahaan meninggalkan peranan perusahaan yang
hanya menekankan pada: membuat keuntungan, membayar pajak, dan menggunakan
tenaga kerja; mereka minta agar fokus perusahaan adalah juga bagaimana menyumbang
pada tujuan-tujuan masyarakat secara lebih luas (broader societal goals); dan
(c) perhatian masyarakat sekarang lebih pada “corporate citizenship”, ketimbang hanya
pada “brand reputation” dan “financial factors”. ( Reksodiputro, 2004)
Isu bagaimana tenaga kerja mempersepsikan suatu perusahaan juga akan berpengaruh
pada rekrutmen pegawai, memotivasi kerja mereka, dan mengusahakan mereka tidak
pindah ke perusahaan lain. Tenaga ahli yang cakap sekarang juga sudah mulai memilih
perusahaan yang dinilai baik dari segi kepemimpinannya dalam melaksanakan CSR
(CSR leadership). Karena itu “faktor pendukung daya saing” juga harus dilihat dari
program CSR yang dijalankan oleh perusahaan. Seperti dikutip Wineberg(9) dari suatu
survei CEO di Eropa tahun 2002: “.......78% of the chief executives agreed that
integrating responsible business practices makes a company more competitive”.
Perusahaan menarik dana dari berbagai individu dalam masyarakat umum, untuk itu
perusahaan ikut bertanggung jawab kepada kelompok masyarakat yang terdiri atas para
investor dan kreditor. Perusahaan dalam kegiatan operasi juga menggunakan sumber
daya alam yang menimbulkan polusi tanah, air, dan udara. Dalam situasi menyebabkan
perusahaan bertanggung jawab terhadap kualitas lingkungan alam dan sosial kepada
pemerintah dan masyarakat. Perusahaan juga mempunyai kewajiban untuk membayar
pajak sesuai dengan peraturan pemerintah, dengan demikian perusahaan bertanggung
jawab kepada pemerintah dan kelompok masyarakat yang mendapat manfaat dari
kegiatan pemerintah.
2
DAFTAR ISI
Dampak sosial perusahaan tergantung pada jenis atau karakteristik operasi perusahaan.
Karakteristik operasi perusahaan yang menghasilkan dampak sosial yang tinggi akan
menuntut pemenuhan tanggungjawab sosial yang lebih tinggi pula. Pelaksanaan
tanggungjawab sosial akan disosialisasikan kepada publik melalui pengungkapan soial
dalam laporan tahunan.
Praktek pengungkapan sosial di BEJ dan BES, dengan pola pengungkapan sosialnya
meliputi tema kemasyarakatan, tema produk dan konsumen, dan tema ketenagakerjaan,
tanpa memasukkan tema lingkungan, diperoleh hasil bahwa praktek pengungkapan
sosial kelompok industri high-profile lebih tinggi daripada kelompok industri low-
profile.(Utomo, Muslim 2000). Selanjutnya Khodijah, Dede (2006) meneliti
perbandingan antara industri hihg- profile dengan low-profile dengan memasukkan tema
lingkungan juga memperoleh hasil yang sama, dimana terdapat perbedaan yang
signifikan antara jumlah pengungkapan high profile dengan low- profile terhadap
keseluruhan kelompok perusahaan yang go publik di BEJ Tahun 2004.
Adapun perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pemilihan
sampel dan edisi laporan tahunan yang diteliti secara spesifik yaitu perusahaan yang
masuk dalam kelompok aneka industri. Yang menarik ada dua model dimana pada
kelompok ini terdapat kelompok industri high profile dan low profile. Tidak ada
penambahan klasifikasi kategori pengungkapan sosial dengan alasan semua ini di
dasarkan pada kelompok usaha yang termasuk dalam kategori industri yang terdaftar di
BEJ. Dan untuk pengukuran atas pengungkapan sosial tidak di bagi berdasarkan lokasi
pengungkapan. Hal ini sedikit banyak akan memberikan perbedaan antara penelitian ini
dengan penelitian sebelumnya. Hal terakhir yang memberikan perbedaan adalah
perkembangan Corporate Social Responsibility sendiri.
B. Permasalahan
1. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah disajikan, maka permasalahan yang akan dibahas adalah :
Apakah ada perbedaan jumlah penyajian pengungkapan informasi pertanggungjawaban
sosial antara perusahaan dalam kelompok aneka industri dasar yang tergolong industri
high-profile dan low-profile ?
3
DAFTAR ISI
2. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini, penulis membatasi pada penjelasan untuk mengetahui sejauh mana
perbedaan jumlah dan fokus perusahaan melakukan pengungkapan informasi
pertanggungjawaban sosial antara perusahaan dalam kelompok Aneka Industri yang
tergolong high-profile dan low-profile tanpa melihat secara detail kualitas
pengungkapan. Objek penelitian ini di batasi pada laporan tahunan periode tahun 2004.
1. Tujuan Penelitian
2. Manfaat Penelitian
D. Kerangka Pemikiran
Perusahaan dalam pandangan ini adalah alat dari para pemegang saham (pemilik
perusahaan), maka apabila perusahaan akan memberikan sumbangan sosial, hal itu akan
dilakukan oleh individu pemilik atau individu para pekerjanya, bukan oleh perusahaan
itu sendiri. Hal ini senada dengan pendapat Model Klasik yang menyatakan bahwa
usaha yang dilakukan perusahaan semata-mata hanya untuk memenuhi permintaan
pasar dan mencari untung yang akan dipersembahkan kepada pemilik modal (Harahap,
Sofyan Syafri, 1993).
“Ada satu dan hanya satu tanggung jawab perusahaan, yaitu menggunakan
kekayaan yang dimilikinya untuk meningkatkan laba sepanjang sesuai
dengan aturan main yang berlaku dalam suatu sistem persaingan bebas
tanpa penipuan dan kecurangan”.
4
DAFTAR ISI
Akuntansi Sosial Ekonomi (Socio Economic Accounting) atau sering disebut dengan
akuntansi sosial merupakan fenomena baru dalam ilmu akuntansi. Akuntansi sosial
memiliki perbedaan dengan akuntansi konvensional. Dalam akuntansi konvensional
yang menjadi fokus perhatian adalah pencatatan dan pengukuran terhadap kegiatan atau
dampak yang timbul akibat hubungan perusahaan dengan pelanggan, sedangkan
akuntansi sosial merupakan sub disiplin dari ilmu akuntansi yang melakukan proses
pengukuran dan pelaporan dampak-dampak sosial perusahaan. Jadi, dalam akuntansi
konvensional tidak sepenuhnya mengakomodasi unsur tanggung jawab sosial
perusahaan.
Seluruh pelaksanaan tanggung jawab sosial yang telah dilaksanakan oleh perusahaan
akan disosialisasikan kepada publik, salah satunya melalui pengungkapan sosial dalam
laporan tahunan perusahaan. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) secara implisit
menjelaskan bahwa laporan tahunan harus mengakomodasi kepentingan para pengambil
keputusan. Penjelasan tersebut ditulis dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) No. 1 tahun 2004, paragraf kesembilan :
5
DAFTAR ISI
E. Hipotesis
Dalam penelitian ini penulis merumuskan hipotesis untuk mendukung jawaban atas
permasalahan yang ada. Perumusan hipotesis tersebut adalah :
H0 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan jumlah pengungkapan sosial antara
perusahaan dalam kelompok Aneka Industri high-profile dan kelompok Aneka
Industri low-profile
F. Metodologi Penelitian
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode dokumentasi atau
kutipan langsung dari berbagai sumber. Data-data yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan data sekunder yang berasal dari :
2. Pemilihan Sampel
Metode pemilihan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode purposive
judgement sampling, yaitu tipe pemilihan sampel secara tidak acak yang informasinya
diperoleh dengan menggunakan pertimbangan tertentu. Adapun kriteria yang
digunakan dalam penentuan sampel adalah :
6
DAFTAR ISI
Kedua variabel tersebut bersifat independen dan memiliki hubungan yang simetris.
Hubungan antar-variabel disebut simetris apabila variabel yang satu tidak disebabkan
atau dipengaruhi oleh variabel yang lain (Hagul Manning and Singarimbun, 1989,
dalam Muslim Utomo, 2000). Masing-masing variabel tersusun atas empat kategori
yang ditetapkan dalam penelitian ini yaitu menyangkut kemasyarakatan, lingkungan,
ketenagakerjaan, dan konsumen.
4. Alat Analisis
a. Analisis Kualitatif
Dalam penyusunan skripsi ini metode yang digunakan adalah metode deskriptif, yaitu
metode yang menjelaskan dan menggambarkan karakteristik data agar hasil penelitian
dapat memberikan gambaran yang jelas. Laporan tahunan dianalisis dengan
menggunakan metode content analysis, yaitu metode pengumpulan data melalui teknik
observasi dan analisis terhadap isi atau pesan dari suatu dokumen untuk menghasilkan
deskripsi yang objektif dan sistematik, seperti kategori isi, telaah, pemberian kode
berdasarkan karakteristik kejadian atau transaksi yang terdapat dalam dokumen (Nur
Indriantoro dan B. Supomo, 1999).
b. Analisis Kuantitatif
7
DAFTAR ISI
Sedangkan teknik statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis komparatif adalah
dengan uji beda rata-rata. Dasar pengambilan keputusan adalah dengan membandingkan
t-tabel dan t-hitung:
• Jika t-hitung > t-tabel, maka H0 ditolak atau P-value < 0,05
• Jika t-hitung < t-tabel, maka H0 diterima atau P-value > 0,05
Dalam menguji hipotesis yang diteliti, peneliti menggunakan bantuan Software ststistik
MiniTab versi 13.
G. Analisis
Berdasarkan data yang tercatat di Bursa Efek Jakarta, terdapat 356 emiten yang
terdaftar. Dari jumlah populasi tersebut terdapat 32 emiten yang termasuk perusahaan
dalam Kelompok Aneka Industri. Berdasarkan kriteria penentuan sampel, yang
memenuhi untuk dijadikan sampel yaitu sebanyak 5 emiten yang termasuk dalam hihg-
profile dari populasi sejumlah 6.Sedangkan untuk kelompok aneka industri low-profile
dari populasi sejumlah 16 data yang tersedia sejumlah 11 emiten.
Dari hasil perhitungan pada lampiran output MiniTab (lampiran 5) dapat diketahui
bahwa pengungkapan sosial perusahaan dalam kelompok aneka industri high profile
mempunyai nilai minimum 6 (enam) dan maksimum 25 (dua puluh lima) dengan rata-
rata 16,1667 dan memiliki standar deviasi 7,46771. Sedangkan perusahaan dalam
kelompok aneka industri low-profile mempunyai nilai minimum 5 (lima) dan
maksimum 20 (dua puluh ) dengan rata-rata 9,63636 dan memiliki standar deviasi
4,27253. Jumlah pengungkapan sosialnya paling minimum yaitu INDR dan perusahaan
yang pengungkapan sosialnya paling tinggi yaitu ASII Sedangkan jumlah
pengungkapan sosial untuk perusahaan yang lainnya tersebar diantara 5 (lima) dan 25
(dua puluh lima).
8
DAFTAR ISI
Tabel 2. Hasil uji-t (Seluruh Tema) dengan tingkat keyakinan 95% dengan df=25.
TIPE STD. T P
MEAN KEPUTUSAN
PERUSAHAAN DEV. VALUE VALUE
H0 ditolak, Ha
High-Profile 16,17 7,47
2,32 0,035 diterima
Low-Profile 9,64 4,27
Berdasarkan tabel diatas, nilai P_Value. 0,035 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan yang cukup signifikan dalam penyajian jumlah pengungkapan sosial
antara perusahaan dalam kelompok aneka industri hihg profile dengan kelompok aneka
industri low-profile.
H. Simpulan
Penelitian ini menguji 16 sampel dari perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta.
Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan di atas , maka simpulan yang dapat
diambil adalah Pengujian hipotesis membuktikan bahwa terdapat perbedaan yang
cukup signifikan dalam penyajian jumlah pengungkapan sosial seluruh tema antara
perusahaan dalam kelompok aneka industri hihg-profile dengan perusahaan dalam
kelompok aneka industri low-profile. Hal ini menunjukkan bahwa banyaknya dampak
sosial yang muncul pada sebagian perusahaan dalam dua kelompok di atas yang
termasuk dalam type high-profile yang mendorong mereka untuk melakukan dan
mengungkapkan pertanggungjawaban sosial perusahaan.
9
DAFTAR ISI
I. Keterbatasan
Penelitian ini tidak terlepas dari keterbatasan. Keterbatasan tersebut antara lain :
J. Saran
Berdasarkan simpulan dan keterbatasan yang telah dikemukakan diatas, maka saran-
saran yang diajukan untuk penelitian selanjutnya antara lain :
DAFTAR PUSTAKA
Harahap, Sofyan Syafri. 1993, Teori Akuntansi, Edisi Revisi. PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
Mallen Baker. 2002. Corporate Social Responsibility: What Does It Mean? CSR
News and Resources on www.mallenbaker.net. San Fransisco. The United
States of America.
10
DAFTAR ISI
Parker et. Al., 1989. Accounting for Social Impact : Accounting for The Human
Factor. Prentice Hall
Santoso, Singgih. 2005 Menguasai Statiska di Era Informasi dengan SPSS 12. PT. Elex
Media Komputindo. Jakrta.
Zuhroh, Diana dan I Putu Pande Heri S. 2003. Analisis Pengaruh Pengungkapan
Sosial dalam Laporan Tahunan Perusahaan terhadap Reaksi Investor.
Makalah dipresentasikan dalam Simposium nasional Akuntansi VI
------- www.jsx.co.id
11
DAFTAR ISI
Oleh:
Kiagus Andi 2
Keywords :
PENDAHULUAN
Menurut Standar Akuntansi Keuangan No. 2 Tahun 1994, laporan arus kas merupakan
bagian integral yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan, dengan tujuan untuk
mengisi kesenjangan informasi dari laporan neraca, laporan laba rugi, dan laporan laba
2
Dosen Jurusan Akuntansi, FE Unila;
DAFTAR ISI
ditahan yaitu dalam menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas dan
setara kas serta kebutuhan perusahaan untuk menggunakan kas. Pertimbangan untuk
mengetahui apakah informasi arus kas dapat mempengaruhi kepercayaan investor dalam
pengambilan keputusan investasi didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh
Baridwan (1997), Fadjirah (2000) dan Husnan (2002) yang menyimpulkan bahwa
laporan arus dari kegiatan operasi, investasi dan pendanaan memberikan informasi
incremental bagi investor
Guna mengetahui apakah laporan arus kas memiliki kandungan informasi bagi investor
yang diinteraksikan dengan laporan laba rugi maka dapat dilihat dari reaksi pasar pada
saat pengumuman atau publikasi laporan laba rugi dan Laporan arus kas jika
pengumuman kedua lapoaran keuangan tersebut mengandung informasi maka
diharapkan pasar akan bereaksipada waktu pengumuman. Reaksi ini dapat diukur
dengan menggunakan Return atau menggunakan Abnormal Return.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan laporan di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini yaitu:
1. Apakah ada pengaruh interaksi laporan laba rugi dengan laporan arusk kas
operasi, inverstasi dan pendanaan terhadap Return saham ?
2. Apakah ada reaksi pasar dengan adanya publikiasi laporan laba rugi dan
laporan arus kas ?
TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh interaksi laporan laba rugi dengan laporan arus kas terhadap
return saham dan untuk mengetahui reaksi pasar dengan adanya publikasi laporan laba
rugi dan laporan arus kas di BEJ.
A. Landasan Teori
Studi Peristiwa (event study) merupakan studi yang mempelajari reaksi pasar terhadap
suatu peristiwa yang informasinya dipublikasikan sebagai pengumuman. Event Study
dapat digunakan untuk menguju kandungan informasi dari suatu pengumuman dan
dapat juga digunakan untuk menguju efisiensi pasar.
Reaksi pasar ditunjukkan dengan adanya perubahan harga saham dari sekuritas tersebut
dan diukur dengan mengunakan return sebagai nilai perubahaan harga atau dengan
menggunakan abnormal return kepada pasar dan sebaliknya.
14
DAFTAR ISI
Studi empiris yang dilakukan mengeani kandungan informasi arus kas bagi pengguna
pasar modal banyak dilakukan Baridwan (1997) menguji ada tidaknya atau
kecenderungan yang sama antara informasi dalam laporan arus kas dengan informasi
yang ada dalam laporan laba rugi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laporan aru kas
mempunyai hubungan dengan jumlah pembayaran dividen yang terjadi dalam satu
tahun setelah terbitnya laporan keuangan.
Penelitian yang dillakukan Fadjrih (2000) menunjukkan bahwa laporan arus kas
memberikan tambahan informasi terhadap laba mendatang yang tidak diperoleh dalam
rasio neraca dan laba rugi, akan tetapi rasio neraca dan laba rugi lebih tinggi daripada
arus kas.
3. Return Saham
Return saham merupakan hasil atau keuntungan yang diperoleh pemegang saham
sebagai hasil dari investasinya. Komposisi penghitungan return saham terdiri dari
capital gain (loss) dan dividen. Capital gain (loss) merupakan selisih laba rugi yang
dialami oleh pemegang saham karena harga saham relatif tinggi atau rendah
dibandingkan harga saham periode sebelumnya. Sedang dividen merupakan bagian dari
laba perusahaan yang dibagikan pada periode tertentu sesuai dengan keputusan
manajemen
Para investor membeli saham, berarti membeli prospek perusahaan. Bila prospek
perusahaan membaik, maka harga saham tersebut akan meningkat. Dengan naiknya
harga saham diharapkan return saham juga naik, karena return saham merupakan
selisih antara harga saham sekarang dikurangi dengan harga saham sebelumnya
(Husnan, 2002)
B. Pengembangna Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1 : Secara parsial interaksi laporan laba dengan laporan arus kas dari aktivitas
operasi, investasi dan pendanaan berpengaruh terhadap return saham
H2 : Rata-rata Abnormal return saham 10 hari sebelum jendela peristiwa arus kas
berbeda dengan rata-rata abnormal return saham 10 hari sesudah jendela
peristiwa arus kas
15
DAFTAR ISI
METODOLOGI PENELITIAN
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di BEJ sampai
dengan 2005 dari data BEJ tahun 2005 perusahaan yang terdaftar sebanyak 290
perusahaan. Sampel yang diambil sebanyak 80 perusahaan manufaktur yang relatif di
perdagangkan dan dikelompokkan menjadi perusahaan yang memiliki laba atau rugi dan
arus kas positif dan arus kas negatif.
Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling.
Sampel yang dipilih harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Perusahaan yang terdaftar di BEJ untuk perusahaan manufaktur selama tahun 2002
sampai 2005
2. Menunjukkan tanggal publikasi laporan keuangan pada tanggal 31 Desember oleh
emiten di media atau tanggal penyerahan laporan keuangan di BAPEPAM
3. Saham aktif diperdagangkan di BEJ
4. Mempunyai data keuangan yang lengkap
C. Periode Pengamatan
Event Study terhadap kegiatan perdagangan saham dilakukan pada laporan keuangan
tahun 2003 sampai 2005 yang dipublikasikan pada tahun 2004 sampai 2005 dengan
periode pengamatan 21 hari
E. Analisis Data
Pengujian Hipotesis I
Untuk menguji hipotesis pertama secara parsial interaksi laporan laba dengan laporan
arus kas dari aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan berpengaruh terhadap return
saham. Dapat dilihat pada tabel 1
16
DAFTAR ISI
Dari tabel 1 di atas menunjukkan bahwa laba mempunyai pengaruh yang signifikan
dengan return saham. Laba yang berinteraksi dengan arus kas operasi juga berpengaruh
signifikan dengan return saham. Laba yang berinteraksi dengan arus kas investasi tidak
berpengaruh terhadap return saham. Laba yang berinteraksi dengan arus kas pendanaan
tidak berpengaruh terhadap return saham.
Pengujian Hipotesis II
Rata-rata abnormal return saham 10 hari sebelum jendela peristiwa arus kas berbeda
dengan rata-rata abnormal return saham 10 hari sesudah jendela peristiwa arus kas. Ini
dapat dilihat dari tabel 2:
Rata-rata abnormal return 10 hari sebelum tanggal publikasi arus kas dengan rata-rata
abnormal return saham 10 hari setelah tanggal publikasi arus kas terdapat perbedaan
yang signifikan atau dengan kata lain terdapat publikasi arus kas memiliki kandungan
informasi yang segera diikuti oleh reaksi pasar atau akan memberikan abnormal return
kepada investor di BEJ
PEMBAHASAN
Dari hasil pengujian hipotesis pertama dapat diketahui interaksi laba dengan arus kas
dari aktivitas investasi dan pendanaan tidak berpengaruh terhadap return saham.
Penelitian ini tidak mendukung penelitian yang dilakukan oleh Baridwan, Husnan, dan
Fadjrih karena laporan arus kas dari aktivitas investasi dan pendanaan tidak
berpengaruh terhadap return saham sehingga mempunyai muatan informasi bagi
investor diluar informasi yang telah disajikan oleh laba akuntansi
17
DAFTAR ISI
Untuk Hipotesis II arus kas memberikan abnormal return (AR) kepada investor di BEJ
yaitu baik sebelum tanggal publikasi maupun setelah tanggal publikasi.
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut: variabel laba berpengaruh secara signifikan terhadap return saham.
Variabel interaksi laba dengan arus kas operasi berpengaruh secara signifikan terhadap
return saham. Variabel interaksi laba dengan arus kas investasi tidak berpengaruh
terhadap return saham. Variabel interaksi laba dengan arus kas pendanaan tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap return saham.
Dengan uji beda rata-rata penelitian ini menyatakan bahwa arus kas memberikan
abnormal return terhadap investor di bursa saham yang ditunjkkan dengan adanya
reaksi pasar pada saat informasi dipublikasikan. Dengan demikian publikasi arus kasi
ternyata cukup memberikan informasi yang relevan bagi investor yang memperoleh
abnormal return
Keterbatasan
Berdasarkan hasil analisis penelitian, keterbatasan yang terdapat pada penelitian ini
adalah:
1. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini hanya mendasarkan pda perusahaan
manufaktur. Sehingga hasil penelitian ini tidak dapat digunakan sebagai dasar
generalisasi.
2. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk memperhatikan spesifikasi model objek
pengamatan yang lebih spesifik
3. Bagi peneliti berikutnya perlu untuk mempertimbangkan faktor ekonomi seperti
tingkat suku bunga untuk perluasan penelitian.
Daftar Pustaka
Asyik, Nur Fadjrih, (2000) “Tambahan Kandungan Informasi Arus Kas”. Jurnal Riset
Akuntansi Indonesia. Vol No.2 Juli
Baridwan, Zaki (1977) “Analisis Nilai Tambah Informasi Laporan Arus Kas”. Jurnal
Ekonomi dan Bisnis Indonesia
Husnan, Suad (2003) “Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas”, Edisi Pertama
UPP-AMP YKPN, Yogyakarta
Ikatan Akuntan Indonesia (2002): Standar Akuntansi Keuangan: Salemba Empat Jkt
18
DAFTAR ISI
Oleh:
Nurdiono 3
ABSTRACT
Key words: non profit organization, PSAK No. 45, LAZ, Financial Statement.
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Undang-Undang RI Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat Bab III pasal 6
dan pasal 7 menyatakan bahwa lembaga pengelola zakat di Indonesia terdiri dari dua
macam, yaitu Badan Amil Zakat (BAZIS) dan Lembaga Amil Zakat (LAZIS). Badan
Amil Zakat dibentuk oleh pemerintah, sedangkan Lembaga Amil Zakat didirikan oleh
masyarakat. Selain itu, Undang - Undang tersebut juga menyiratkan tentang perlunya
BAZIS dan LAZIS meningkatkan kinerjanya sehingga menjadi amil zakat yang
3
Dosen Jurusan Akuntansi, FE Unila;
DAFTAR ISI
profesional, amanah, terpercaya, memiliki program kerja yang jelas dan terencana,
sehingga mampu mengelola zakat, baik pengambilan, maupun pendistribusiannya.
Sementara itu dari sisi akuntansi, Ikatan akuntan Indonesia (IAI) mengeluarkan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 45 untuk mengatur pelaporan
keuangan organisasi nirlaba. Dengan adanya standar pelaporan ini, diharapkan laporan
keuangan organisasi nirlaba dapat lebih mudah dipahami, memiliki relevansi, dan
memiliki daya banding yang tinggi (IAI, 2004).
Begitu banyaknya potensi dana masyarakat yang terlibat dalam organisasi nirlaba,
khususnya pada lembaga pengelola zakat menyebabkan organisasi - organisasi tersebut
membutuhkan banyak informasi mengenai bagaimana tata cara pengelolaannya, baik
dari segi akuntansi maupun manajemen keuangan. Di samping itu, masyarakat juga
sangat mebutuhkan informasi akuntansi mengenai pengelolaan zakat, infak dan sedekah
ini berkaitan dengan usaha untuk membangun kepercayaan mereka akan lembaga
pengelola zakat yang amanah dalam pengumpulan dan pendistribusian zakat, infak dan
sedekah secara lebih sistematis dan profesional dalam rangka turut dalam upaya
pengentaskan kemiskinan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Pada saat ini
literatur-literatur yang ada di dalam negeri maupun di luar negeri hanya sedikit yang
membahas mengenai perlakuan akuntansi dan laporan keuangan untuk organisasi
nirlaba, terutama yang berkaitan langsung dengan prakteknya pada organisasi nirlaba di
Indonesia. Sehingga dikhawatirkan kondisi ini membuat penerapan akuntansi dan
pelaporan keuangan pada sebagian besar organisasi nirlaba tidak sesuai dengan PSAK
Nomor 45 sebagai standar yang telah ditetapkan oleh IAI untuk mengatur pelaporan
keuangan organisasi nirlaba, karena sedikitnya sumber daya manusia yang menguasai
secara global penerapan dari PSAK Nomor 45 ataupun standar-standar pelaporan
lainnya yang berkaitan dengan organisasi nirlaba ini. Sehingga permasalahan yang
diangkat adalah bagaimana penerapan psak nomor 45 pada organisasi pengelola zakat.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Kemudian oleh IAI di dalam PSAK Nomor 45 tentang Pelaporan Keuangan Organisasi
Nirlaba (2004) pengertian ini diterjemahkan menjadi:
a. Sumber daya entitas berasal dari para penyumbang yang tidak mengharapkan
pembayaran kembali atau manfaaat ekonomi yang sebanding dengan jumlah
sumber daya yang diberikan.
b. Menghasilkan barang dan/atau jasa tanpa bertujuan memupuk laba, dan kalau suatu
entitas menghasilkan laba, maka jumlahnya tidak pernah dibagikan kepada para
pendiri atau pemilik entitas tersebut.
c. Tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis, dalam arti bahwa
kepemilikan dalam organisasi nirlaba tidak dapat dijual, dialihkan, atau ditebus
kembali, atau kepemilikan tersebut tidak mencerminkan proporsi pembagian
sumber daya entitas pada saat likuidasi atau pembubaran entitas.
20
DAFTAR ISI
Laporan Keuangan
Ikatan Akuntan Indonesia (2004) menjelaskan bahwa tujuan umum laporan keuangan
adalah untuk memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas
perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam
rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan
pertanggungjawaban (stewardship) manajemen atas penggunanan sumber-sumber daya
yang dipercayakan kepada mereka.
Tujuan utama laporan keuangan organisasi nirlaba pada dasarnya memiliki kesamaan
dengan tujuan laporan keuangan organisasi komersial, yaitu menyajikan informasi yang
relevan atas kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh organisasi tersebut. Namun,
dikarenakan adanya perbedaan tujuan organisasi, menyebabkan adanya perbedaan pada
kalangan pemakai laporan keuangan dan isi dari laporan keuangan tersebut.
Para pengguna laporan keuangan organisasi nirlaba juga memiliki kepentingan bersama
yang tidak berbeda dengan organisasi bisnis, yaitu untuk menilai :
a. Jasa yang diberikan oleh organisasi nirlaba dan kemampuannya untuk terus
memberikan jasa tersebut; dan
b. Cara manajer melaksanakan tanggung jawabnya dan aspek kinerja manajer.
Secara rinci, tujuan laporan keuangan , termasuk catatan atas laporan keuangan, adalah
untuk menyajikan informasi mengenai:
a. Jumlah dan sifat aktiva, kewajiban, dan aktiva bersih suatu organisasi;
b. Pengaruh transaksi, peristiwa dan situasi lainnya yang mengubah nilai dan sifat
aktiva bersih;
21
DAFTAR ISI
c. Jenis dan jumlah arus masuk dan arus keluar sumber daya dalam suatu periode dan
hubungan antara keduanya;
d. Cara suatu organisasi mendapatkan dan membelanjakan kas, memperoleh pinjaman
dan melunasi pinjaman, dan faktor lainnya yang berpengaruh pada likuiditasnya;
dan
e. Usaha jasa suatu organisasi.
IAI (2004) di dalam PSAK Nomor 45 menjelaskan bahwa komponen laporan keuangan
organisasi nirlaba meliputi :
Tujuan laporan posisi keuangan adalah untuk menyediakan informasi mengenai aktiva,
kewajiban, dan aktiva bersih dan informasi mengenai hubungan di antara unsur-unsur
tersebut pada waktu tertentu.
Informasi dalam laporan posisi keuangan yang digunakan bersama pengungkapan dan
informasi dalam laporan keuangan lainnya, dapat membantu para penyumbang, anggota
organisasi , kreditur, dan pihak-pihak lain untuk menilai:
2. Laporan Aktivitas
a. Pengaruh transaksi dan peristiwa lain yang mengubah jumlah dan sifat aktiva
bersih.
b. Hubungan antar transaksi, dan peristiwa lain.
c. Bagaimana penggunaan sumber daya dalam pelaksanaan berbagai program atau
jasa.
22
DAFTAR ISI
Laporan aktivitas menyajikan jumlah perubahan aktiva bersih terikat permanen, terikat
temporer, dan tidak terikat dalam suatu periode. Laporan aktivitas juga menyajikan
keuntungan dan kerugian yang diakui dari investasi dan aktiva lain (atau kewajiban)
sebagai penambah atau pengurang aktiva bersih tidak terikat, kecuali jika
penggunaannya dibatasi.
Laporan aktivitas atau catatan atas laporan keuangan harus menyajikan informasi
mengenai beban menurut klasifikasi fungsional, seperti menurut kelompok program jasa
utama dan aktivitas pendukung. Di samping itu, organisasi nirlaba dianjurkan untuk
menyajikan informasi tambahan mengenai beban menurut sifatnya. Misalnya,
berdasarkan gaji, sewa, listrik, bunga, penyusutan.
Tujuan utama laporan arus kas adalah menyajikan informasi mengenai penerimaan dan
pengeluaran kas dalam suatu periode.
Dalam penyajiannya, laporan arus kas organisasi nirlaba disajikan sesuai PSAK Nomor
2 tentang Laporan Arus Kas (IAI, 2004). Laporan arus kas harus melaporkan arus kas
selama periode tertentu dan diklasifikasi menurut aktivitas operasi, investasi, dan
pendanaan.
Perusahaan harus melaporkan arus kas dari aktivitas operasi dengan menggunakan salah
satu dari aktivitas operasi dengan menggunakan salah satu dari metode berikut ini:
a. Metode langsung: dengan metode ini kelompok utama dari penerimaan kas bruto
dan pengeluaran kas bruto diungkapkan.
b. Metode tidak langsung: dengan metode ini laba atau rugi bersih disesuaikan dengan
mengkoreksi pengaruh dari transaksi bukan kas, penangguhan (deferral) atau
akrual dari penerimaan atau pembayaran kas untuk operasi di masa lalu dan masa
depan, dan unsur penghasilan atau beban yang berkaitan dengan arus kas investasi
atau pendanaan.
Arus kas yang berasal dari transaksi dalam valuta asing harus dibukukan dalam mata
uang yang digunakan dalam pelaporan keuangan dengan menjabarkan jumlah mata
uang asing tersebut menurut kurs pada tanggal transaksi arus kas.
Selain hal-hal yang tercantum dalam PSAK Nomor 2 tersebut, laporan arus kas
organisasi nirlaba mendapat tambahan sebagui berikut:
a. Aktivitas pendanaan:
23
DAFTAR ISI
Biasanya Catatan atas Laporan Keuangan memuat hal-hal berikut (Widodo dan
Kustiawan, 2001):
- Informasi umum mengenai lembaga
- Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan
- Penjelasan dari setiap akun yang dianggap memerlukan rincian lebih lanjut
- Kejadian setelah tanggal neraca
- Informasi tambahan lainnya yang dianggap perlu, baik yang bersifat kuantitatif
maupun kualitatif.
Widodo dan Kustiawan (2001) menjelaskan bahwa secara umum laporan keuangan
Organisasi Pengelola Zakat (LAZ) dibuat dengan tujuan:
Karakteristik
24
DAFTAR ISI
Relevan, data yang diolah dan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan hanya
yang ada kaitannya dengan transaksi yang bersangkutan. Suatu informasi dikatakan
material atau tidak tergantung pada:
Untuk dapat dikatakan andal, laporan keuangan harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. Penyajian yang jujur
b. Substansi mengungguli bentuk
c. Netral
d. Pertimbangan yang sehat
e. Kelengkapan, informasi yang disajikan dalam laporan keuangan harus lengkap
f. Dapat Dibandingkan
g. Dapat diuji kebenarannya (Auditable)
Hafidhuddin dalam bukunya Panduan Praktis Tentang Zakat Infak Sedekah (2004)
menjelaskan bahwa zakat berasal dari bentukan kata zaka yang berarti ‘suci’, ‘baik’,
‘berkah’, ‘tumbuh’, dan ‘berkembang’ (Mu’jam Wasith dalam Hafidhuddin, 2002).
Menurut terminologi syari’at (istilah), zakat adalah nama bagi sejumlah harta tertentu
yang telah mencapai syarat tertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk dikeluarkan dan
diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula (Kifayatul
Akhyar dalam Hafidhuddin, 2002). Sedangkan BAZIS DKI (1999) mendefinisikan
zakat secara etimologi (lughoh) sebagai “membersihkan”, yakni membersihkan harta
penghasilan, baik hasil usaha maupun pertanian dengan mengeluarkan hak orang lain
yang terdapat pada harta tersebut.
Infak berasal dari kata anfaqa yang berarti ‘mengeluarkan sesuatu (harta) untuk
kepentingan sesuatu (Hafidhuddin, 2002). Termasuk ke dalam pengertian ini, infak
yang dikeluarkan orang-orang kafir untuk kepentingan agamanya. Sedangkan menurut
terminologi syariat, infak berarti mengeluarkan sebagian dari harta atau
pendapatan/penghasialan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam. Jika
zakat ada nisabnya, infak tidak mengenal nisab. Infak dikeluarkan oleh setiap orang
yang beriman, baik yang berpenghasilan tinggi maupun rendah, apakah ia di saat lapang
25
DAFTAR ISI
maupun sempit (Surat Ali Imran:134). Jika zakat harus diberikan pada mustahik tertentu
maka infak boleh diberikan kepada siapa pun juga.
Sedekah berasal dari kata shadaqa yang berarti ‘benar’ (Hafidhuddin, 2002). Orang
yang suka bersedekah adalah orang yang benar pengakuan imannya. Menurut
terminologi syariat, pengertian sedekah sama dengan pengertian infak, termasuk juga
hukum dan ketentuan-ketentuannya. Hanya saja, jika infak berkaitan dengan materi,
sedekah memiliki arti lebih luas, menyangkut hal yang bersifat non materiil.
Definisi wakaf menurut ulama yang bernama Abu Zahrah (Widodo dan Kustiawan,
2001) adalah menghalangi atau menahan tashorruf (berbuat) terhadap sesuatu yang
manfaatnya diberikan kepada pihak-pihak tertentu dengan tujuan berbuat kebaikan.
Berkaitan dengan masalah akuntansi, dana zakat dapat dibagi menjadi dua bagian.
Pertama, dana zakat umum, yaitu zakat yang diberikan oleh para muzakki kepada
Organisasi Pengelola Zakat (LAZ) tanpa permintaan tertentu. Dan kedua, dana zakat
dikhususkan, yaitu zakat yang diberikan oleh muzakki kepada LAZ dengan permintaan
tertentu. Misalnya permintaan untuk disalurkan kepada anak yatim, untuk program
beasiswa, dan lain-lain.
Begitu pula dengan dana infak dan sedekah. Sedekah dianggap sama dengan infak, baik
yang ditentukan penggunaannya maupun yang tidak. Sehingga dana infak dan sedekah
dibagi menjadi: dana infak/sedekah umum, yaitu infak/sedekah yang diberikan para
donatur kepada LAZ tanpa persyaratan tertentu dan dana infak/sedekah dikhususkan,
yaitu infak/sedekah yang diberikan para donatur kepada LAZ dengan berbagi
persyaratan tertentu.
Menurut peraturan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, seharusnya paling
tidak ada empat macam laporan keuangan yang dibuat, yaitu neraca, laporan aktivitas,
laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Dan laporan keuangan tersebut
berbeda dengan laporan keuangan untuk organisasi bisnis pada umumnya.
26
DAFTAR ISI
Organisasi Nirlaba
Laporan Posisi Keuangan
31 Desember 19X0 dan 19X1
(dalam jutaan)
19X1 19X0
Aktiva
Kas dan Setara Kas Rp 188,0 Rp 1.150,0
Piutang bunga 5.325,0 4.175,0
Persediaan dan biaya dibayar dimuka 1.525,0 2.500,0
Piutang lain-lain 7.562,0 6.750,0
Investasi Lancar 3.500,0 2.500,0
Aktiva terikat untuk investasi dalam tanah, bangunan, dan
peralatan 13.025,0 11.400,0
Tanah, bangunan dan peralatan 154.250,0 158.975,0
Investasi jangka penjang 545.175,0 508.750,0
Jumlah Aktiva Rp 730.550,0 Rp 696.200,0
Aktiva Bersih
Tidak terikat Rp 288.070,0 Rp 259.175,0
Terikat Temporer (Catatan B) 60.855,0 63.675,0
Terikat Temporer (catatan C) 355.050,0 342.500,0
Jumlah Aktiva Bersih 703.975,0 665.350,0
Jumlah Kewajiban dan Aktiva Bersih Rp 730.550,0 Rp 696.200,0
Sumber: IAI (2004)
27
DAFTAR ISI
Organisasi Nirlaba
Laporan Aktivitas
Untuk Tahun Berakhir pada Tanggal 31 Desember 19X1
(dalam jutaan rupiah)
Perubahan Aktiva Bersih Tidak Terikat:
Pendapatan dan Penghasilan
Sumbangan Rp 21.600,0
Jasa layanan 13.500,0
Penghasilan investasi jangka panjang (Catatan E) 14.000,0
Penghasilan investasi lain-lain (Catatan E) 2.125,0
Penghasilan bersih investasi jangka panjang belum direalisasi 20.570,0
Lain-lain 375,0
Jumlah Pendapatan dan Penghasilan Tidak Terikat 72.170,0
28
DAFTAR ISI
Laporan Aktivitas
Ada tiga bentuk laporan aktivitas yang disajikan sebagai contoh pada PSAK Nomor 45.
Setiap bentuknya memiliki keunggulan.
Organisasi Nirlaba
Laporan Aktivitas
Untuk Tahun Berakhir pada Tanggal 31 Desember 19X1
(dalam jutaan rupiah)
Terikat Terikat
Tidak Terikat Temporer Permanen Jumlah
Pendapatan, penghasilan, sumbangan lain
Rp Rp
Sumbangan Rp 21.600,0 20.275,0 Rp 700,0 42.575,0
Jasa layanan 13.500,0 13.500,0
Penghasilan investasi jangka panjang (Catatan E) 14.000,0 6.450,0 300,0 20.750,0
Penghasilan investasi lain (Catatan E) 2.125,0 2.125,0
Penghasilan bersih terealisasikan dan belum
terealisasikan
dari investasi jangka panjang (Catatan E) 20.570,0 7.380,0 11.550,0 39.500,0
Lain-lain 375,0
Aktiva Bersih Yang Berakhir Pembatasannya (Catatan D):
Pemenuhan program pembatasan 29.975,0 (29.975,0)
Pemenuhan pembatasan pemerolehan peralatan 3.750,0 (3.750,0)
Berakhirnya pembatasan waktu 3.125,0 (3.125,0)
Jumlah pendapatan, penghasilan dan
sumbangan 109.020,0 (2.745,0) 12.550,0 118.450,0
29
DAFTAR ISI
30
DAFTAR ISI
Organisasi Nirlaba
Laporan Perubahan Aktiva Bersih
Untuk Tahun Yang Berakhir Pada Tanggal 31 Desember 19X1
(dalam jutaan rupiah)
Aktiva Bersih Tidak Terikat:
Jumlah pendapatan dan penghasilan tidak terikat Rp 72.170,0
Aktiva bersih yang dibebaskan dari pembatasan (Catatan D) 36.850,0
Jumlah beban dan kerugian tidak terikat (80.125,0)
Kenaikan aktiva bersih tidak terikat (29.895,0)
31
DAFTAR ISI
Organisasi Nirlaba
Laporan Perubahan Aktiva Bersih
Untuk Tahun Yang Berakhir Pada Tanggal 31 Desember 19X1
(dalam jutaan rupiah)
Tidak Terikat Terikat
Jumlah
Terikat Temporer Permanen
Pendapatan, penghasilan, dan sumbangan lain:
Pendapatan, penghasilan,
dan sumbangan lain
terikat Rp 72.170,0 Rp 72.170,0
Pendapatan, penghasilan, dan
sumbangan lain tidak terikat sumbangan Rp 20.275,0 Rp 700,0 Rp 20.975,0
Penghasilan investasi jangka panjang
(Catatan E) 6.450,0 300,0 6.750,0
Penghasilan bersih terealisasikan dan
belum terealisasikan dari investasi jangka
panjang (Catatan E) 7.380,0 11.550,0 18.930,0
Aktiva bersih yang
dibebaskan
pembatasannnya (Catatan
D) 36.850,0 (36.850,0)
Jumlah pendapatan,
penghasilan, dan
sumbangan Rp 109.020,0 Rp (2.745,0) Rp 12.550,0 Rp 118.825,0
32
DAFTAR ISI
Organisasi Nirlaba
Laporan Arus Kas
Untuk Tahun yang Berakhir Pada Tanggal 31 Desember 19X1
(dalam jutaan rupiah)
Aliran Kas dari Aktivitas Operasi:
Kas dari pendapatan jasa Rp 13.050,0
Kas dari penyumbang 20.075,0
Kas dari piutang lain-lain 6.537,5
Bunga dan deviden yang diterima 21.425,0
Penerimaan lain-lain 375,0
Bunga yang dibayarkan (955,0)
Kas yang dibayarkan kepada karyawan dan suplier (59.520,0)
Hutang lain-lain yang dilunasi (1.062,5)
Kas bersih yang diterima (digunakan) untuk aktivitas operasi (75,0)
Aliran Kas dari Aktivitas Investasi:
Ganti rugi dari asuransi kebakaran 625,0
Pembelian peralatan (3.750,0)
Penerimaan dari penjualan investasi 190.250,0
Pembelian investasi (187.250,0)
Kas bersih yang diterima (digunakan) untuk aktivitas investasi (125,0)
Aliran Kas dari Aktivitas Pendanaan:
Penerimaan dari kontribusi terbatas dari:
Investasi dalam endowment 500,0
Investasi dalam endowment berjangka 175,0
Investasi bangunan 3.025,0
Investasi perjanjian tahunan 500,0
4200,0
Aktivitas pendanaan lain:
Bunga dan deviden terbatas untuk reinvestasi 750,0
Pembayaran kewajiban tahunan (362,5)
Pembayaran hutang wesel (2.850,0)
pembayaran kewajiban jangka panjang (2.500,0)
(4.962,5)
Kas bersih yang diterima (digunakan) untuk aktivitas pendanaan Rp (762,5)
Kenaikan (Penurunan) bersih dalam kas dan setara kas Rp (962,5)
Kas dan setara kas pada awal tahun 1.150,0
Kas dan Setara ka pada akhir tahun 187,5
Rekonsiliasi perubahan dalam aktiva bersih menjadi kas bersih yang digunakan untuk aktivitas
operasi
Perubahan dalam aktiva bersih 38.625,0
Penyesuaian untuk rekonsiliasi perubahan dalam aktiva bersih menjadi kas bersih yang
digunakan untuk aktivitas operasi:
Depresiasi 8.000,0
Kerugian akibat kebakaran 200,0
33
DAFTAR ISI
Organisasi Nirlaba
Laporan Arus Kas
Untuk Tahun yang Berakhir Pada Tanggal 31 Desember 19X1
(dalam jutaan rupiah)
Aliran Kas dari Aktivitas Operasi:
Rekonsiliasi perubahan dalam aktiva bersih menjadi kas bersih yang
digunakan untuk aktivitas operasi:
Perubahan dalam aktiva bersih Rp 38.625,0
Penyesuaian untuk rekonsiliasi perubahan dalam aktiva bersih
menjadi kas bersih yang digunakan untuk aktivitas operasi:
Depresiasi 8.000,0
Kerugian akibat kebakaran 200,0
Kerugian aktuarial pada kewajiban tahunan 75,0
Kenaikan piutang bunga (1.150,0)
Penurunan dalam persediaan dan biaya dibayar dimuka 975,0
Kenaikan dalam piutang lain-lain (812,5)
Kenaikan dalam hutang dagang 3.800,0
Penurunan dalam penerimaan dimuka yang dapat dikembalikan (1.625,0)
Penurunan dalam hutang lain-lain (1.062,5)
Sumbangan terikat untuk investasi jangka panjang (6.850,0)
Bunga dan deviden terikat untuk investasi jangka panjang (750,0)
Penghasilan bersih terealisasikan dari investasi jangka panjang (39.500,0)
Kas bersih diterima (digunakan) untuk aktivitas operasi (75,0)
34
DAFTAR ISI
Catatan A
Organisasi menyajikan hadiah atau wakaf berupa kas atau aktiva lain sebagai
sumbangan terikat jika hibah atau wakaf tersebut diterima dengan persyaratan yang
membatasi penggunaan aktiva tersebut. Jika pembatasan dari penyumbang telah
kadaluwarsa, yaitu pada saat masa pembatasan telah berakhir atau pembatasan tujuan
telah dipenuhi, aktiva bersih terikat temporer digolongkan kembali menjadi aktiva
bersih tidak terikat dan disajikan dalam laporan aktivitas sebagai aktiva bersih yang
dibebaskan dari pembatasan.
35
DAFTAR ISI
Organisasi menyajikan hibah atau wakaf berupa tanah, bangunan, dan peralatan sebagai
sumbangan tidak terikat kecuali jika ada pembatasan yang secara eksplisit menyatakan
tujuan pemanfaatan aktiva tersebut dari penyumbang. Hibah atau wakaf untuk aktiva
tetap dengan pembatasan eksplisit yang menyatakan tujuan pemanfaatan aktiva tersebut
dan sumbangan berupa kas atau aktiva lain yang harus digunakan untuk memperoleh
aktiva tetap disajikan sebagai sumbangan terikat. Jika tidak ada pembatasan eksplisit
dari pemberi sumbangan mengenai pembatasan jangka waktu penggunaan aktiva tetap
tersebut, pembebasan pembatasan dilaporkan pada saat aktiva tetap tersebut
dimanfaatkan.
Catatan B
Aktiva bersih terikat temporer untuk periode keuangan adalah sebagai berikut:
Aktivitas program A:
Pembelian peralatan Rp 7.650,0
Penelitian 10.640,0
Seminar dan pulikasi 3.800,0
Aktivitas program B
Perbaikan kerusakan peralatan 5.600,0
Seminar dan publikasi 5.395,0
Aktivitas program C
Umum 7.420,0
Bangunan dan peralatan 5.375,0
Perjanjian perwalian tahunan 7.125,0
Untuk periode setelah 31 Desember, 20X1 7.850,0
Rp 60.855,0
36
DAFTAR ISI
Catatan D
Aktiva bersih yang dibebaskan dari pembatasan penyumbang melalui terjadinya
beban tertentu atau terjadinya kondisi yang disyaratkan oleh penyumbang
Tujuan pembatasan yang tercapai
Beban program A Rp 14.500,0
Beban program B 11.500,0
Beban program C 3.975,0
Rp 29.975,0
Peralatan untuk program A yang dibeli dan dimanfaatkan 3.750,0
Pembatasan waktu yang telah terpenuhi:
Jangka waktu yang telah dipenuhi Rp 2.125,0
Kematian penyumbang tahunan 1.000,0
Rp 3.125,0
Rp 36.850,0
37
DAFTAR ISI
1 SUMBER DANA
1. Zakat Profesi xxx.xxx xxx.xxx
2. Zakat Maal xxx.xxx xxx.xxx
3. Zakat Perusahaan xxx.xxx xxx.xxx
4. Zakat Fitrah xxx.xxx xxx.xxx
Total Sumber Dana xxx.xxx xxx.xxx
2 PENGGUNAAN DANA
1. Fakir&Miskin xxx.xxx xxx.xxx
2. Gharimin xxx.xxx xxx.xxx
3. Ibnu Sabil xxx.xxx xxx.xxx
4. Riqab xxx.xxx xxx.xxx
38
DAFTAR ISI
Lihat Catatan atas Laporan Keuangan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Laporan ini
Sumber: Widodo dan Kustiawan (2001)
39
DAFTAR ISI
Lihat Catatan atas Laporan Keuangan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Laporan ini
Sumber: Widodo dan Kustiawan (2001)
PENAMBAHAN
Pemberian Piutang kepada
Fakir&Miskin xxx.xxx xxx.xxx
Pemberian Piutang kepada
Gharimin xxx.xxx xxx.xxx
Jumlah Penambahan xxx.xxx xxx.xxx
PENGURANGAN
Penerimaan Piutang dari
Fakir&Miskin xxx.xxx xxx.xxx
Penerimaan Piutang dari Gharimin xxx.xxx xxx.xxx
Jumlah Pengurangan xxx.xxx xxx.xxx
40
DAFTAR ISI
41
DAFTAR ISI
1 SUMBER DANA
1. Infaq/Shadaqah xxx.xxx xxx.xxx
2. Pengembalian Piutang xxx.xxx xxx.xxx
Total Sumber Dana xxx.xxx xxx.xxx
2 PENGGUNAAN DANA
1. Penyaluran Piutang Ekonomi xxx.xxx xxx.xxx
2. Penyaluran Bantuan Sosial xxx.xxx xxx.xxx
3. Penyaluran Piutang Pendidikan xxx.xxx xxx.xxx
4. Penyaluran untuk Investasi xxx.xxx xxx.xxx
Total Penggunaan Dana xxx.xxx xxx.xxx
Lihat Catatan atas Laporan Keuangan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Laporan ini
Sumber: Widodo dan Kustiawan (2001)
42
DAFTAR ISI
Lihat Catatan atas Laporan Keuangan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Laporan ini
Sumber: Widodo dan Kustiawan (2001)
43
DAFTAR ISI
PENAMBAHAN
Pemberian Piutang Pendidikan xxx.xxx xxx.xxx
Pemberian Piutang Ekonomi xxx.xxx xxx.xxx
Penyaluran Investasi xxx.xxx xxx.xxx
Jumlah Penambahan xxx.xxx xxx.xxx
PENGURANGAN
Penerimaan Piutang Pendidikan xxx.xxx xxx.xxx
Penerimaan Piutang Ekonomi xxx.xxx xxx.xxx
Jumlah Pengurangan xxx.xxx xxx.xxx
Lihat Catatan atas Laporan Keuangan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Laporan ini
Sumber: Widodo dan Kustiawan (2001)
Pada dasarnya, tidak ada perbedaan yang prinsip antara laporan keuangan yang disusun
oleh IAI dalam PSAK Nomor 45, dengan Laporan Keuangan modifikasi yang dibuat
oleh Widodo dan Kustiawan. Laporan keuangan modifikasi ini sudah mengakomodir
hal-hal yang sudah ditentukan dalam PSAK Nomor 45. Perbedaan yang terlihat adalah
pada contoh laporan keuangan pada PSAK Nomor 45 yang disusun oleh IAI, laporan
keuangan yang dibuat adalah laporan keuangan konsolidasi, sementara dalam laporan
keuangan modifikasi, laporan keuangan itu dibuat untuk setiap jenis dana yang ada di
dalam lembaga amil zakat, termasuk juga laporan konsolidasinya, sehingga lebih rigid.
Selain itu hal yang terlihat berbeda adalah nama dari rekening aktiva bersih, pada
laporan keuangan yang disusun oleh IAI, disebut sebagai aktiva bersih, sementara pada
laporan keuangan yang disusun Widodo dan Kustiawan disebut sebagai saldo dana.
Sementara untuk laporan aktivitas, laporan keuangan yang disusun oleh Widodo dan
Kustiawan menggunakan format Laporan Aktivitas Bentuk C dari IAI yang terdiri dari
dua bagian, dengan nama Laporan Sumber dan Penggunaan Dana, dan Laporan
Perubahan Dana Termanfaatkan. Dan untuk laporan arus kas, laporan keuangan yang
disusun oleh Widodo dan Kustiawan mengacu pada laporan arus kas metode langsung
44
DAFTAR ISI
yang telah disusun oleh IAI. Selain itu, hal yang terlihat berbeda adalah pada laporan
keuangan yang disusun oleh Widodo dan Kustiawan, akun-akun yang ada di laporan
keuangan tersebut sudah secara otomatis dipisahkan menurut aktiva bersih tidak terikat,
atau terikat dengan dipisahkannya dana berdasarkan jenisnya, yaitu dana zakat, dana
infaq/shadaqah, dan dana pengelola.
Kesimpulan
Mengacu pada kedudukannya sebagai lembaga publik, sudah selayaknya jika LAZ
menerapkan manajemen terbuka. Maksudnya, ada hubungan timbal balik antara amil
zakat selaku pengelola dengan masyarakat. Dengan ini maka akan terjadi sistem kontrol
yang melibatkan unsur luar, yaitu masyarakat itu sendiri. Dan hal ini bisa dilaksanakan
bila LAZ sebagai lembaga publik yang mengelola dana masyarakat memiliki sistem
akuntansi dan manajemen keuangan yang baik. Sehingga banyak hal bisa dirasakan,
antara lain akuntabilitas dan transparansi lebih mudah dilakukan karena berbagai
laporan keuangannya dapat lebih mudah dibuat dengan akurat dan tepat waktu,
keamanan dana relatif lebih terjamin karena terdapat sistem kontrol yang jelas, semua
transaksi relatif akan lebih mudah ditelusuri, dan efisiensi dan efektivitas relatif lebih
mudah dilakukan.
Agar dapat melakukan itu semua, tentu saja diperlukan skill khusus. SDM tersebut
setidaknya harus mengikuti pelatihan dan pengetahuan, serta memiliki pengetahuan dan
keahlian yang cukup. SDM tersebut setidaknya harus berlatar belakang atau mempunyai
pengalaman di bidang akuntansi dan manajemen keuangan. Pelatihan dan
pengembangan ini bisa didapatkan dengan cara mempelajari akuntansi baik secara
formal ataupun non formal, serta pernah mendapatkan pelatihan yang cukup tentang
bagaimana praktik akuntansi untuk organisasi nirlaba, khususnya untuk organisasi
nirlaba. Sehingga SDM tersebut mempunyai pengetahuan dan keahlian yang cukup
tentang hal-hal teknis yang berhubungan dengan praktek akuntansi di LAZ tersebut.
Saran
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan untuk penelitian-
penelitian selanjutnya baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif bagi Organisasi
Pengelola Zakat, sebaiknya mulai membuat laporan keuangan yang sudah sesuai
dengan ketentuan akuntansi yang berlaku, karena kedudukan LAZ sebagai sebuah
lembaga publik yang banyak mengelola dana masyarakat, LAZ dituntut untuk memiliki
sistem akuntansi dan manajemen keuangan yang baik. Sehingga akuntabilitas dan
transparansi lebih mudah dilakukan, karena berbagai laporan keuangan dapat lebih
mudah dibuat dengan akurat dan tepat waktu , keamanan dana relatif lebih terjamin
karena terdapat sistem kontrol yang jelas, dan semua transaksi relatif akan lebih mudah
45
DAFTAR ISI
ditelusuri sehingga efisiensi dan efektivitas relatif lebih mudah dilakukan. Selain itu,
perlu dibuat sistem pengelolaan yang baik dengan cara melakukan pengoptimalan
sumber daya manusia yang ada. Sehingga keberlangsungan lembaga tidak bergantung
kepada figur seseorang, tetapi kepada sistem. Jika terjadi pergantian SDM sekalipun,
aktivitas lembaga tidak akan terganggu karenanya. Selain itu, sebuah LAZ sangat
memerlukan SDM yang profesional, dalam artian sebuah LAZ sangat memerlukan
orang-orang yang mampu bekerja full time agar semua potensi yang dimiliki SDM
mampu secara total tercurah demi kepentingan pengembangan LAZ. Bagi Ikatan
Akuntan Indonesia sebaiknya mulai memikirk untuk membuat pedoman akuntansi
khusus untuk organisasi pengelola zakat, karena perkembangan LAZ yang sudah cukup
pesat di Indonesia. Adanya pedoman akuntansi yang khusus, memudahkan para
pengguna laporan keuangan baik pembuat, pembaca maupun auditor untuk
menggunakan laporan keuangan tersebut. Tak hanya itu, pedoman akuntansi yang sama
akan melahirkan tingginya tingkat komparasi antar organisasi pengelola zakat.
DAFTAR PUSTAKA
Aini, Asti, Evaluasi Penerapan Psak Nomor 45 Pada Organisasi Pengelola Zakat
(Studi Kasus pada Lazda Lampung Peduli Dan Laz Dompet Amal Insani),
Skripsi, FE Unila, 2004, tidak dipublikasi.
Badan Amil Zakat dan Infak/Sedekah (Bazis) DKI Jakarta. 1999. Pengelolaan Zakat
dan Infak / Sedekah di DKI Jakarta. Jakarta.
Hafidhuddin, Didin. 2002. Zakat dalam Perekonomoian Modern. Gema Insani Press,
Jakarta.
46
DAFTAR ISI
Ikatan Akuntan Indonesia. 2004. Standar Akuntansi Keuangan per 1 April 2004.
Penerbit Salemba Empat. Jakarta.
Indriantoro, Nur dan Supomo, Bambang. 1999. Metodologi Penelitian Bisnis Untuk
Akuntansi dan Manajemen. Edisi Pertama. BPFE. Yogyakarta.
Miles, Matthew B dan Huberman, A. Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku
Sumber tentang Metode-Metode Baru. Cetakan Pertama. UI Press. Jakarta
Nawawi, Hadari. 1993. Metode Penelitian Bidang Sosial. Cetakan ke-6. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Widodo, Hertanto dan Kustiawan, Teten. 2001. Akuntansi dan Manajemen Keuangan
untuk Organisasi Pengelola Zakat. Cetakan Pertama. IMZ. Jakarta.
http:://www.bazisdki.go.id
http://www.dompetdhuafa.or.id
http://www.forumzakat.or.id
47
DAFTAR ISI
Marselina Djayasinga4
ABSTRAK
APBD adalah amanah rakyat yang harus dilaksanakan oleh pemerintah untuk
mewujudkan kesejahteraannya sehingga APBD harus berpihak pada rakyat Oleh
karena itu pemerintah daerah harus mengupayakan agar APBD teralokasi dengan baik
dan mampu dimanfaatkan seoptimal mungkin , bila perlu bisa langsung menyentuh
kepada masyarakat., baik untuk pemenuhan kebutuhan dasarnya hingga kebutuhan
sekunder maupun tersier. Saat ini, sejak Otonomi Daerah digulirkan perubahan tingkat
kesejahteraan masyarakat kota Bandar Lampung ,berjalan sangat lambat bahkan
kesejahteraan rakyat ini semakin lama semakin menurun kuantitas maupun
kualitasnya.Hal ini ditandai dengan bertambahnya jumlah penduduk miskin kota,
banyak bermunculan kasus gizi buruk,meningkatnya jumlah anak
jalanan,pengemis,pendpataan perkapita yang rendah, mutu pelayanan yang buruk,
public area yang jorok dan tidak terawat dll. Namun ironisnya jumlah anggaran yang
dialokasikan dan diserap kota Bandar Lampung semakin besar dari tahun ke tahun .
Oleh karena itu ,penelitian ini bertujuan untuk menilai sejauhmana komitment, kemauan
dan keberpihakan pemerintah kota Bandar Lampung kepada masyarakatnya dalam
bentuk pengalokasian APBD selama ini. Sebab di era otonomi daerah saat ini ,peluang
untuk mewujudkan suatu system anggaran yang berpihak kepada rakyat sangat-sangat
terbuka dan sangat mungkin.
Hasil analisa menunjukkan bahwa, keberpihakan pemkot berupa anggaran untuk rakyat
masih rendah.Hal ini ditandai dari jumlah alokasi yang minim serta pengalokasian
dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang tidak fokus.Untuk itu diperlukan perubahan
paradigma pengelolaan keuangan daerah serta komitment yang kuat dari para
penyelenggaran pemerintah kota bahwa amanah mengelola APBD adalah semata-mata
untuk mensejahterakan masyarakat kota Bandar Lampung, tidak hanya pengalokasian
anggaran ke sector publik lebih besar namun bagaimana pengguna tersebut dapat
langsung bermanfaat dan dirasakan masyarakat .Sehingga disyaratkan pengelolaan
APBD harus dilakukan secara jujur dan tranparans,akuntabilitas, melalui partisipasi,
efisien, efektif dan ekonomi sehingga kesejahteraan rakyat meningkat.
4
Dosen jurusan Ekonomi Pembangunan FE Unila
DAFTAR ISI
A. PENDAHULUAN
Di era otonomi daerah saat ini ,maka peluang untuk mewujudkan suatu system
anggaran yang berpihak kepada rakyat sangat-sangat terbuka dan sangat mungkin.
Kata kuncinya hanyalah bagaimana komitmen, kemauan dan kemampuan pemerintah
daerah sendiri dalam hal ini pimpinan daerah hingga pimpinan /kepala satuan kerja (
dinas ) hingga staffnya untuk mulai menyadari bahwa penggunaan anggaran dalam
APBD adalah amanah yang harus ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Anggaran harus berpihak pada masyarakat.
B. Perumusan Masalah
Tingkat kesejahteraan masyarakat kota Bandar Lampung yang semakin menurun yang
ditandai dengan tidak terpenuhinya hak sebagian besar masyarakat untuk mengenyam
pendidikan yang berkualitas dan murah seperti diamanahkan dalam Undang-Undang,
derajad kesehatan yang semakin menurun, biaya berobat yang mahal dan tidak
terjangkau dengan pelayanan yang buruk, namun dilain sisi jumlah anggaran semakin
meningkat. Dengan sistem penyusunan anggaran yang bersifat desentraliasi seperti saat
ini maka usulan program-program/kegiatan pemerintah daerah sebeanrnya dapat lebih
mudah diarahkan untuk kepentingan dan menyentuh langsung pada rakyat. Namun
selama ini , alokasi anggaran disusun kurang dan tanpa prirotas yang belum berpihak
50
DAFTAR ISI
pada rakyat. Di pihak lain , anggaran yang ada tidak dimanfaatkan secara optimal
sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat.
C.Tujuan
D. TINJAUAN LITERATUR
Hikmah dari peristiwa krisis ekonomi yang menimpa bangsa ini dipertengahan tahun
1997 adalah tuntutan reformasi di semua bidang termasuk reformasi di bidang
pengelolaan anggaran. Kini masyarakat semakin sadar bahwa keterlibatannya dalam
pengelolaan anggaran me-rupakan suatu keharusan karena anggaran adalah hak publik.
Paradigma baru anggaran daerah tersebut menuntut adanya transparansi, partisipasi dan
akuntabilitas anggaran. Sistem anggaran yang mampu mengkover hal tersebut adalah
Sistem Anggaran Berbasis Kinerja (Performanced Budgeting) yang penggunaannya
dipayungi oleh UU. No. 17/2003, PP. No. 108/2000, PP No 105/2000 dan secara detil
diuraikan dalam Kepmendagri No 29 Tahun 2002. Landasan hukum ini dalam rangka
menjaga agar pengelolaan APBD lebih :
Definisi Anggaran
Berbagai definisi dan pengertian anggaran dari berbagai sumber banyak bermunculan
antara lain :
51
DAFTAR ISI
1. Bentuk kepedulian dan partisipasi publik dalam pembangunan akan terlihat kearah
mana pemerintah daerah akan membawa daerah tersebut.
2. Dengan melihat porsi pengeluaran pemerintah per sektor, per bidang atau lainnya
akan dapat dilihat prioritas kegiatan pemerintah antara lain:
a. Dalam keadaan perang, maka pengeluaran pemerintah akan besar di sektor
pertahananan dan keamanan yang menunjukkan bahwa prioritas kegiatan yang
dipilih adalah penyelamat-an negara selama perang.
b. Ketika keadaan paceklik, busung lapar, kekeringan, serangan hama, krisis
ekonomi dan lain-lain maka porsi pengeluaran pemerintah terbesar akan
dialokasikan untuk kesejahteraan sosial.
c. Demikian pula ketika wabah penyakit terjadi, maka alokasi terbesar
diperuntukkan pada sektor kesehatan. Dalam keadaan stabil, mapan, tenang
untuk menuju SDM yang tangguh dan kuat, maka sektor pendidikan akan
mendapat perhatian besar dari pemerintah.
Fungsi Anggaran
Secara fungsional APBD merupakan kontrak sosial antara pemerintah (daerah) dengan
rakyatnya tentang kewajiban untuk mensejahterakan dan memenuhi kebutuhan
warganya. Setiap pilihan program/kegiatan yang diambil dalam APBD harus
memperhatikan preferensi para pemilih (voters) yang memilih orang-orang yang duduk
di pemerintahan dan parlemen. Secara keseluruhan APBD menjalankan beberapa
fungsi penting:
52
DAFTAR ISI
Fungsi-fungsi APBD
1. Fungsi Alokasi
Fungsi
2. Fungsi Distribusi
Kebijaksanaan
3. Fungsi Stabilisasi Fiskal
(1) Fungsi Alokasi, yaitu, ketika APBD digunakan untuk mengatur alokasi belanja
untuk pengadaan barang-barang dan jasa-jasa publik (public goods and services)
berdasarkan skala prioritas yang diambil pemerintah.
(2) Fungsi Distribusi, yaitu melalui anggaran (APBD) pemerintah (daerah) dapat
mengusahakan agar kesenjangan pendapatan (ekonomi), pemanfaatan hasil-hasil
pembangunan lebih merata dalam masyarakat berkurang. Di dalam prakteknya,
seperti meningkatkan tarif pajak tertentu untuk golongan masyarakat kaya dan
mensubsidikannya ke golongan masyarakat miskin melalui pospos subsidi
didistribusikan untuk program-program sosial atau pengeluaran sektor-sektor
kesejahteraan sosial.
(3) Fungsi Stabilisasi, yaitu ketika anggaran (APBD) digunakan untuk memecahkan
masalah-masalah kesenjangan dan gejolak ekonomi dan sosial yang terjadi di
masyarakat seperti menekan laju inflasi dan tingginya angka pengangguran.
Misalkan:
a) Ketika suatu daerah mengalami pengangguran yang tinggi, maka diselesaikan
pemerintah dengan mengalokasikan sejumlah dana dalam APBD ke pemberian
kredit murah, bantuan kepada UKM, pembukaan lapangan kerja baru dan lain-
lain.
b) Akibat fuso/kekeringan yang menyebabkan gagal, panen, maka pemerintah
mengalokasi-kan sejumlah dana untuk mendatangkan beras impor, raskin,
subsidi beras.
c) Jika harga pupuk di pasar tinggi pemerintah mengalokasikan dana ke pos
subsidi pupuk untuk menjaga produksi padi dan agar kesejahteraan petani tetap
terjaga.
53
DAFTAR ISI
Menilai kinerja sebuah APBD dapat dilakukan dengan berbagai cara. Namun metode
yang sering digunakan biasanya menggunakan metode perbandingan atau komparasi.
Untuk menilai secara keseluruhan apakah pengelolaan APBD dilaksanakan secara baik,
professional, transparan, akuntabel, partisipatif dapat digunakan metode lain yang
digabungkan dengan metode komparasi.
Secara umum, strategi menilai kinerja anggaran dapat di-lakukan antara lain:
Untuk mengetahui apakah kinerja APBD suatu tahun lebih baik dari tahun lainnya maka
dapat dibandingkan dengan menggunakan beberapa ratio, antara lain:
54
DAFTAR ISI
Jika ingin menilai APBD 2006, apakah lebih baik atau lebih buruk kualitasnya dari
tahun-tahun sebelumnya, maka digunakan perbandingan dengan APBD tahun-tahun se-
belumnya dengan beberapa unsur. Adapun cara mem-bandingkan nilai-nilai tersebut
antara lain sebagai berikut:
Semakin banyak data APBD yang dimiliki, maka semakin mudah mengambil
kesimpulan akan APBD 2006 yang akan dinilai. Bila perlu gunakan trend
(perkembangan) untuk mengambil kesimpulan.
1. Tax Effort =
55
DAFTAR ISI
Retribusi “X”
x 100%
Total Penerimaan Retribusi
Penerimaan Lain-lain
x 100%
PAD
9. Derajad Desentralisasi =
Total bantuan Pusat, berupa pajak, non pajak SDO dan bantuan pembangunan/Total
Penerimaaan x 100 %
Sisi Pengeluaran
56
DAFTAR ISI
57
DAFTAR ISI
250
200
150 APBD
PAD
100 DEFISIT
50
0
2001 2002 2003 2004 2005 2006
Selain menghitung unsur-unsur tehnis dalam struktur atau format APBD, maka perlu
dilakukan juga penilaian atas beberapa faktor diluar format APBD, yaitu tentang budget
policy, yaitu antara lain:
58
DAFTAR ISI
(b) Berapa persen jumlah dan alokasi anggaran pembangunan untuk usaha
pelayanan kepada masyarakat, seperti penyediaan sarana obat-obatan, rehab
pasar, peningkatan jalan desa, pembukaan daerah terisolir, pembangunan
perumahan dan pemukiman penyediaan sarana dan prasarana permukiman,
wc umum dan lain-lain?
2. Porsi Pembangunan Non Fisik = Total Anggaran Untuk Pemb. Non Fisik x 100%
Total Belanja
Dari sisi perekonomian daerah
Dari Sisi Beban Masyarakat Dalam Partisipasi Pembangunan, Berapa persen volume
APBD kabupaten dibiayai oleh:
a. Ditarik langsung dari masyarakat: Pajak Daerah, retribusi daerah, PBB, BPHTB,
sisa lebih pendapat-an, lain-lain.
b. Ditarik secara tidak langsung dari masyarakat, perusahaan daerah, bagi hasil pajak
dan bukan pajak, SDO, bantuan pembangunan, penerimaan dinas.
Bandingkan antara target dan realisasi dari semua aspek baik sisi penerimaan maupun
pengeluaran, apakah target dan realisasi APBD terlampaui atau tidak, dengan batasan
(toleransi ) +/- 10 %, seperti Pajak, retribusi, BUMD, PAD, dana bagi hasil,
pengeluaran sektor
59
DAFTAR ISI
Cara lain pengukuran kinerja APBD adalah dengan membandingkan realisasi dengan
standar (target) yang direncanakan dari suatu kegiatan. Metode ini digunakan untuk
melihat sejauhmana perencanaan di unit kerja dilakukan dengan baik untuk dasar
menentukan penyusunan target APBD tahun berikutnya. Untuk memudahkan
penilaian, maka unsur yang akan dinilai dimasukkan dalam sebuah tabel sebagai
berikut :
Rencana Target
Kegiatan Bias (%) Rencana Target Bias (%)
Anggaran Anggaran
(1) …….
(2) …….
(3) ……
(4) ……
(5) ……
(6) ……
(7) ……
Selain unit kerja harus mampu menjelaskan mengapa target tidak tercapai, satuan kerja
juga harus mampu menjelaskan mengapa realisasi tercapai demikian tinggi bahkan
melebihi target secara signifikan. Suatu kegiatan perencanaan dianggap baik apabila
batas penyimpangan-nya, baik positif maupun negatif tidak lebih dari 10%. Jika
melebihi nilai itu, patut dipertanyakan bagaimana perencanaan dilakukan?
E. METODOLOGI PENELITIAN
Data
Data yang digunakan pada riset ini adalah data sekunder yaitu berupa terbitan terbitan
yang dikeluarkan pemerintah kota , berupa data APBD Tahun 2005 beserta dokumen
Daftar Anggaran Satuan Kerja (DASK ) per satuan kerja sebanyak 17 Dinas, 7 Kantor/
Badan , Walikota/Wakil, Sekretaris Kota, 13 Kecamatan serta DPRD . Karena
keterbatasan data yang tersedia , maka analisa hanya bisa dilakukan 1 tahun anggaran
yaitu tahun 2005.
Alat Analisis
Alat analisa yang digunakan pada riset ini adalah Analisa Deskriptif kualitatif yaitu
menggambarkan secara rinci tentang besarnya anggaran yang langsung bermanfaat
kepada masyarakat ( anggur ) serta kegiatan-kegiatan apa saja yang dilakukan dengan
anggaran tersebut.Anggur akan muncul pada pos Belanja Langsung yang bersifat
Pelayanan Publik di semua satker.Lalu dari porsi tersebut diambil suatu kesimpulan
60
DAFTAR ISI
bagaimana kepedulian dan keberpihakan anggaran untuk rakyat (anggur ) baik secara
sektoral (pe rdinas) maupun secara aggregate (menyeluruh ) .
1. Anggaran untuk rakyat (anggur) suatu dinas dibagi dengan total anggaran di
dinas tersebut.
2. Total Anggur di semua dinas dibandingkan dengan total APBD
3. Total Anggur dibagi dengan Total belanja langsung
4. Total Anggur dibagi dengan total belanja untuk pelayan publik
6. Demikian juga Anggur untuk sector kesehatan, tidak hanya anggaran yang
dialokasikan oleh dari Dinas Kesehatan semata, namun juga dari dinas-dinas lain
yang ikut terlibat dalam upaya mendukung peningkatan derajad kesehatan, seperti
61
DAFTAR ISI
pembangunan gedung Puskesmas , pemukiman yang sehat oleh Dinas Bina Marga
, upaya vaksinasi dari Dinas Peternakan, Dinas Perikanan dan Kelautan dll.
Sebelum membahas hasil riset APBD Kota Bandar Lampung perlu disampaikan hal hal
sebagai berikut yang merupakan kendala tehnis pada riset ini :
1. Dokumen APBD maupun Dokumen DASK sangat sukar sekali didapatkan. Hingga
detik-detik terakhir riset ini, tidak juga didapatkan data tentang APBD itu sendiri
secara total. Hal ini terkesan bahwa sampai saat inipun masih dianggap tabu jika
dokumen-dokumen tersebut ada dan dibahas oleh masyarakat. APBD serta RASK
danm DASK bukan merupakan konsumsi publik, tidak dapat perlu diketahui oleh
publik. Bagaimana mungkin masyarakat kota Bandar Lampung bisa berpartisipasi
dalam pembangunan kotanya jika dokumen-dokumen tersebut sangat sukar didapat.
2. Prinsip Transparansi Anggaran, mulai dari ketersediaan dokumen untuk publik
hingga rincian anggaran seharusnya menjadi prinsip dalam penyusunan anggaran ,
bila mengharapkan peran serta masyarakat dalam pembangunan, sekaligus sebagai
kontrol social.
3. Pelaksnaaan prinsip Transparansi Anggaran merupakan dorongan oleh untuk
melaksakana pertanggung jawaban kepada publik . Keterbukaan bisa terwujud jika
memang tidak ada yang ditutup-tutupi. Anggaran memang disusun dengan wajar,
jujur dan focus dengan maksud untuk mensejahterakan masyarakat kota Bandar
Lampung.
Anggaran untuk rakyat yang dimaksud dalam riset ini adalah anggaran yang bukan saja
ditujukan untuk rakyat dengan meletakkannya pada pos belanja pelayanan publik,
tetapi anggaran yang benar-benar ditujukan dan dimanfaat kan oleh rakyat, seperti
pemberian beasiswa pada anak sekolah, pembanguna gedung sekolah, pembelian buku
perpustakaan, penambahan modal untuk petani atau lekayan, ketrampilan kerja untuk
buruh dll.
Dari total anggaran APBD 2005 ternyata hanya Rp 55 .411. 426.000 yang dialokasikan
untuk rakyat ( anggur ) yang benar-benar sampai dan dirasakan oleh masyarakat.
Banyak program atau kegiatan yang dibungkus dengan program Pelayanan Publik,
namun setelah dibedah dan dianalisa lebih dalam, ternyata masih banyak persoalan yang
dihadapi sehingga nilai anggur tersebut memang sudah kecil akan bertambah kecil
dengan beberapa pelanggaran dalam menjalankan prinsip-prinsip
Anggur untuk sector pendidikan harus dapat ditingkatkan dengan kegiatan yang lebih
terarah bukan hanya untuk mengurangi jumlah anak putus sekolah atau wajar 9 tahun,
62
DAFTAR ISI
No Kegiatan
1 Alokasi anggaran sector pendidikan terutama untuk masyarakat harus
ditingkatkan
2. Pemberian beasiswa lebih banyak
3 Alokasi anggaran pendidikan yang seimbang antara sekolah negeri dan swasta,
dengan system progresif. Misal , bila ada sekolah yang sudah maju dalam
sarana prasarna , diberi bantuan tahap berikutnya dll Bila ada sekolah yang
prasarnanya masih “minim” , berikan prioritas sehingga prasrana memadai
dst..
4 Pemberian buku gratis serta alat-lat sekolah lainnya
5 Kegiatan-kegiatan di sector pendidikan lebih difocuskan untuk
“mencerdaskan “ bangsa , seperti :
• peningkatan kualitas guru-guru
• peningkatan sarana dan prasarna pembelajaran ( laboratorium bahasa,
komputer, lab kimia/IPA, perpustakaan dll )
• peningkatan kualitas kurikulum, melalui peninjauan buku-buku
pelajaran
• peninmgkatan kesejahteraan guru
6 Pembelian barang/ bahan untuk pelatihan kerja yang benar benar dapat
dimanfaatkan peserta pelatihan BLK
7 Peningkatan kuantitas dan kulaitas Makanan Tambahan Anak Sekolah
8 Peningkatan kualitas dan kuatitas pendidikan ketrampilan gratis untuk bekal
mata pencaharian para pengangguran
Anggaran untuk rakyat (anggur ) inipun jauh dari harapan untuk menuntaskan
persoalan yang ada ketika kegiatan yang dilakukan tidak focus pada ini persoalan, atau
bisa dikatakan hanya basa-basi, seperti :
1. Dinas Kesehatan
Dinas ini jelas-jelas merupakan dinas yang diharapakan mampu meningkatkan derajad
kesehatan masyarakat kota Bandar Lampung. Dari total anggaran yang terserap sebesar
Rp 17.408.248.890 , hanya mampu mengalokasikan angaran untuk publik sebesar Rp
3.096.737.620.
63
DAFTAR ISI
Persoalan sosial yang terjadi di kota Bandar Lampung sudah sangat kritis. Mulai dari
persoalan kemiskinan, anak jalanan, gepeng, PSK, anak putus sekolah, pemuda
pengangguran serta tindak kekerasan pada perempuan hingga persoalan pemelihraan
orang gila, jompo dll. Persoalan ini diharapkan sedikit banyak bisa dituntaskan oleh
Dinas Sosial dan Pemberdayaan perempuan. Pemkot telah mengalokasikan sebesar Rp
2.032.823.783 kepada dinas ini. Namun dinas ini belum mampu mengoptimalkan
anggaran yang ada untuk dialokasikan pada upaya penuntasan masalah social yang ada.
Total anggaran untuk publik dialokasikan sebesar Rp 906.732.350 atau sebesar 44,58
%.Namun kegiatan yang diusulkan masih mengambang dan tidak jelas kemana
tujuannya dan total anggaran yang langsung bermanfaat bagi masyarakat kota Bandar
Lampung yang termarjinalkan hanya Rp 248.045.000 atau hanya 12,20 %
64
DAFTAR ISI
Target
No Kegiatan Nilai (Rp) ANGGUR
Kinerja
1 Lomba Perempuan dalam P3KSS 95 orang 14.088.700 0
2 Pelatihan Tehnis Pendataan Data 111 orang 59.663.100 0
3 Pembinaan Anak Jalanan 50 orang 74.291.500 65.000.000
4 Pembinaan Qori dan Qoriah 75 orang 12.965.000 0
5 Penaggulangan Orang Gila 16 orang 15.250.000 13.070.000
6 Penrtiban PSK -- 98.860.000 70.000.000
7 Penertiban gelandangan 30 orang 38.458.000 11.820.000
8 Pengadaan Buku utk TPA, Risma 1 paket 66.001.500 60.000.000
9 Pengirimiman Kahfilah 64 orang 93.620.000 0
10 Pengiriman Tim Pembb Haji 60 orang 188.100.000 0
11 Penyelenggr MTQ 1 kali 170.874.500 0
12 PHBI 8 kali 40.965.000 0
13 Sosialisasi Tindak Kekerasan Pd 100 % 33.595.000 28.155.000
perempuan
Total Anggaran Dinas = Rp 906.732.350 248.045.000
Rp 2.032.823.783
65
DAFTAR ISI
Misal : Pada usulan dinas tenaga kerja, yang diharapkan bisa meyelesaikan masalah
lapangan kerja , namun selain kegiatan tidak menyentuh target kinerja sangat kecil
jumlahnya
Kegiatan Target
Kewirausahaan 15 org
Penempatan TK Sistem AKL 1000 org
Peningkatan Kualitas TK 16 org
Penelitian dan Sosisalisasi UMK 50 prshn
Pembinaan dan Penyuluhan Syarat Kerja ke prshn
Pembinaan dan Penyuluhan Keselamatan Kerja ke prshn
Sosialisasi Penyuluhan Per UU Ketenagakerjaa 150 orang
Pengadaan Sarana dan Prasarrana Kantor 1 paket
Penyusunan Profil Ke TK Kota BL 1paket
5. Bahkan untuk dinas yang memang bukan merupakan fungsi pelayanan publik ,
anggarannya 100 % untuk rutin dinas tersebut
6. Usulan program/kegiatan setiap dinas belum mampu menterjemahkans secara baik
i. Tupoksi Dinas masing-masing
ii. Visi/ Misi serta Prioritas Daerah yang akan dicapai, Akibatnya visi , misi
daerah kemungkinanannya sangat kecil bisa terwujud. Misal : Visi Kota
Bandar Lampung : “ Menjadikan Kota Bandar Lampung sebagai Pusat
Perdagangan”
Kegiatan Target
Kegiatan Pelatihan Peningkatan Pengemasan dan Yodisasi IKM Garam 20 org
Pelatihan Ketrampilan IK Pangan 30 org
Studi Banding peningktn Mutu Ikan ke Jateng 8 orang
Monitoring dan Informasi Harga 11 pasar
Pelatihan Service Elektronik/bengkel dan bantuan mesin Peralatan 120 org
Pelatihan Tehnis Motif dan design kerajinan tapis 60 org
Pelatihan ketrampilan Menjahit/Sablonn dan bantuan mesin 120 org
Pengawasan dan Pengujian Mutu Barang 15 kgtn
7. Duplikasi anggaran seperti ini sangat besar jumlahnya dan sangat tidak efisien,
tidak efektif, terkesan boros dan mubazir, mengingat dinas tersebut dalam Belanja
Rutinnya (Belanja Tidak Langsung) sudah menganggarkan pembelian ATK,
gaji/honor pegawai , biaya makan dan minum, perjalanan dinas
8. Anggur semakin jauh dari harapan ketika andaipun ada usulan yang berpihak pada
rakyat , namun bila ditelaah lagi ternyata kegiatan yang diusulkan banyak yang
tidak menyelesaikan masalah atau tidak memberikan solusi yang ada. Seperti
66
DAFTAR ISI
10. Demikian juga usulan- usulan pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan yang
sangat diharapkan sebagai suatu dinas yang mampu mewujudkan mimpi kota
Bandar Lampung yaitu sebagai Kota Perdagangan seiring dengan tumbuhnya
sentra-sentra industri kecil dan kerajinan yang ada, namun kegiatan yang diusulkan
jauh dari harapan untuk terwujudnya visi kota ini .
67
DAFTAR ISI
2. Dinas Pasar
Dinas ini sangat diharapkan dapat menertibkan dan menata pasar di Kota Bandar
Lampung yang semakin kumuh dan tidak beraturan. Ternyata dari total anggaran yang
diserapnya sebesar Rp 3.156.698.040 hanya mampu melakukan kegiatan langsung
untuk masyarakat yaitu Penyuluhan pedagang dan pembuatan plang, sebesar
Rp.27.598.500, atau sebesar 0,8 %
3. Dinas Kependudukan
Persoalan pengangguran merupakan masalah krusial di kota ini. Tekanan migrasi akibat
kedatangan para pemuda dari beberapa kabupaten/kecamatan di Propinsi Lampung
tanpa skill yang pasti. Pemutusan hubungan kerja dari beberap pabrik di Jawa Barat dan
Jakarta menyebabkan tekanan pengangguran sangat tinggi di kota ini.
68
DAFTAR ISI
Anggaran yang disediakan pemerintah kota Bandar Lampung untuk sector ini hanya
sebesar Rp 472.257.663 dari total angggaran disnaker Rp 1.917.428.805 ( 24.62 % ),
dengan kegiatan sbb :
Target
No Kegiatan Nilai (Rp) Anggur
Kinerja
1 Bintek Kewirausahaan 15 orang 65.000.000 65.000.000
2 Pelatihan TK Pemuda 15 orang 65.000.000 65.000.000
Mandiri
3 Penyuluhan KK kerja 30 orang 15.200.000 15.200.000
3 Penyuluhan Perselisihan 60 kali 15.056.463 15.056.463
Krj
4 Penempatan TK Sistem 1000 orang 40.000.000 40.000.000
AKL
5 Peningkatan Kualitas TK 16 orang 115.331.200 115.331.200
6 Sosialisasi Per UU 150 orang 21.025.000 21.025.000
Total Anggaran Disnaker 472.257.663 336.612.000
= Rp 1.917.428.805
Nilai ini jauh lebih kecil lagi ketika kegiatan yang diusulkan doibedah lagi ke dalam
anggaran yang lansgung menyentuh publik ( anggur ) yaitu hanya sebesar Rp
336.612.000 atau sebesar 17,52 % .
Bila kondisi seperti ini, jelas persoalan pengangguran, pekerja terampil tidak dapat
terwujud.
Kantor ini diharapkan mampu menjaga kestabilan jumlah penduduk serta kualitas
penduduk. Kantor yang merupakan limpahan dari wewenang pusat ini menyerap
anggaran cukup besar yaitu 3.849.519.060, namun belum optimal mengusulkan
kegiatan yang sesuai dengan fungsi dan perannya . Dari total anggaran yang diserap
hanya sebesar Rp 324.944.800 atau sebesar 8 ,41 % untuk pelayanan publik. Dari porsi
ini ternyata bila dibedah ke dalam kegiatan yang benar-benar benrmanfaat dan
dinikmati langung oleh publik hanya sebesar Rp 39.422.000 atau sebesar 1,02 %
Target
No Kegiatan Nilai (Rp) Anggur
Kinerja
1 Pembinaan KB dan Keluarga Pra sejahtera 38.000 PA 13.532.400 0
dan KS 1 dan 1800 PB
2 Pelayanan KB melalui bakti IBI 200 bidan 6.479.700 4..640.000
3 Pembentukan Bina keluarga Balita 5 klpk 14.602.500 5.850.000
4 Pembinaan dan Pelayanan KB keliling 8300 OUS 26.264.000 10.920.000
5 Pembentukan UPPKS 5 kelompok 5.365.000 0
6 Peningatan kualitas IMP dan petugas KB 2539 orang 77.845.000 1.500..000
69
DAFTAR ISI
Target
No Kegiatan Nilai (Rp) Anggur
Kinerja
7 TNI Manunggal KB Kesehatan 38.000 PUS 16.512.300 16.512.300
Total Anggaran Kantor KB = 324.944.800 39.422.000
3.849.519.060
Dari sekian Dinas/badan/kantor yang ada di lingkungan Pemkot Bandar Lampung yang
berfungsi untuk pelayanan publik , hanya ada 15 Dinas yang mengalokasikan anggaran
untuk rakyat ( anggur ) yaitu :
Dinas terbesar mengalokasikan anggarannya untuk rakyat (anggur) adalah dinas Bina
Marga yang memang secara fisik fungsi utamanya adalah pembangunan sarana dan
prasarana untuk publik. Dinas ini mengalokasikan sekitar 78 %, sedangkan sisanya
untuk belanja keperluan rutin dinas tersebut. Namun untuk dinas atau badan/.kantor
yang banyak mengalokasikan kegiatannya untuk publik namun lebih banyak
dialokasikan untuk kegiatan Non Fisik, ternyata kegiatannay kurang menyentuh publik.
Akibatnya banyak anggaran menjadi tidak focus, tidak efisien , tidak efektif dan tidak
ekonomis pada dinas-dinas ini.
Dinas yang terkecil alokasi anggaranyya untuk publik atau dibawah 10 % , sementara
fungsi utamanya juga adalah pelayanan pada publik yaitu :
70
DAFTAR ISI
Persoalannya adalah ketika anggaran untuk publik pada dinas-dinas ini suatu saat
ditingkatkan secara significant , mampukah tambahan anggaran tersebut dialokasikan
untuk kepentingan publik secara nyata terutama untuk kegiatan yang menyentuh
persoalan ?
1. Dinas kependudukan
2. Dinas Tata Kota
3. Dinas Perhubungan
4. Kantor Kesatuan PP
Di era Otda ini sangat dimunghkinkan untuk mengarahkan agar APBD berpihak pada
rakyat. Yang perlu dibanguna adalah seberapa besar komitmet penyelenggaran
pemerintahan terhadap hal ini. Komitmet bisa dibangun sepanjang penyelenggara
tersebut memahami dan mau mengetahui secara detil tentang persoalan yang ada dalam
masyarakat. Pemahaman dan pengetahuan ini kemudian dituangkan dalam
pengalokasian anggarannya yang berpihak pada rakyat.
1. Anggur sangat mungkin ditingkatkan sebesar 60 % drai total APBD Kota Bandar
Lampung yang saat ini baru rata-rata 14,74 % melalui implementasi secara
sungguh-sungguh prinsip-prinsip penyusunan anggaran, yaitu :
71
DAFTAR ISI
1. Efisiensi Anggaran
No Kegiatan Target
1 Belanja ATK pada setiap kegiatan dihapus krn sudah ada 25 %
pada pos belanja tidak langsung APBD
2 Belanja Upah/honor panitia disusun hanya untuk panitia 15 %
yang riil bekerja saja APBD
3 Ego dinas dihilangkan melalui koordinasi antar dinas/satker 10 %
untuk menyelenggarakn kegiatan bersama
4 Standarisasi Harga harus ditinjau ulang setiap 3 bulan oleh 60 %
Tim Independen
5 Perampingan Dinas yang kurang efektif ( SOTK ) yang 40 %
terlalu gemuk menyebabkan belanja rutin (belanja tidak
langsung ) satker membengkak bisa dihapuskan dan
dialokasikan ke Anggur serta birokrasi lebih pendek Æ
mengurangi high cost
No Kegiatan Target
1 Kepala Dinas harus bisa menterjemahkan secara baikVisi, 25 %
Misi Kota, Renstra Dinas, Tupoksinya terutama untuk
pelayanan pubik ke dalam oparsionalisasi
program/kegiatannya
2 Kepala Dinas harus bisa mengoperasionalisasikan
Visi/Misi serta Prioritas Daerah per tahun dan 5 tahun
3 Usulan kegiatan harus focus pada tujuan /pelayanan yang
akan diberikan dan menjadi tupoksinya
4 Porsi alokasi dana per kegiatan untuk publik missal:
pembelian bibit, bantuan modal, pembelian rumpon dll
harus lebih besar dari alokasi rutinnya seperti honor panitia,
uang saku panitia dll
5 Dana untuk perbaikan kantor, perbaikan gedung,pembelian
fasilitas kantor rutin dll yang banyak mengambil jatah
belanja publik harus dialihkan ke ke belanja langsung
kegiatan pelayanan publik
6 SOTK yang terlalu “gemuk “ dirampingkan sesuai dengan
kebutuhan dan penyusunan dan mengimplementasikan
system REWARD dan PUNISHMENT kepada PNS
7 Menyusun Kinerja yang terukur untuk setiap unit satuan
kerja, pimpinan, staf dan karyawan lainnya
72
DAFTAR ISI
3. Optimalisasi Anggaran
a. Penghitungan secara benar dan realistis dari target penerimaan yang sesuai
dengan potensi yang ada. Sebagai contoh, dinas pariwisata dalam tahun 2005
hanya mentargetkan penerimaan dari pajak hotel, restoran, RM, bilyard,
bowling dsb sebesar Rp 44.650.000. Sementara potensi yang ada jauh lebih
besar dari yang ditargetkan
b. Bila memang pihak swasta bisa meningkatkan penerimaan daerah lebih tinggi
dari target yang dibuat oleh dinas / UPTD terkait mengapa tidak diserahkan
saja ke swasta untuk mengelolanya sepanjang tariff pajak /pungutan tersebut
sesuai dengan aturan dengan kualitas pelayanan yang yang sama, bahkan
mungkin lebih baik. Hal ini juga bisa membuka lapangan kerja bagi para
pengangguran. Saat ini diperlukan tindakan – tindakan yang praktis danb
operasional sehingga kebijakan tersebut lebih realistis dan proporsional.
c. Pemberian sanksi bagi pengelap pajak, wajib pajak yang bandek, petugas yang
“nakal” serta pemberian penghargaan (reward) bagi pengumpul pajak terbesar,
petugas terdisiplin, wajib pajak yang patuh dll
d. Peninjauan kembali bahkan bila mungkin penghapusan bentuk-bentuk
pungutan-pungutan yang tidak ada dasar hukumnya, pungutan-pungutan yang
secara prinsip melanggar, dan pungutan-pungutan memberatkan masyarakat
dan investor dan terkesan mengada-ada. Seperti pungutan TPR di jalan-jalan
umum untuk mobil angkot, petugas parkir yang “liar”, pajak reklame untuk
semua promosi dll.
e. Demikian pula masalah cost and benefit. Ada beberapa dinas yang telah
bersusah payah memungut dana dari masyarakat , namun bila dibandingkanm
dengan upah pungutnya jauh lebih besar upah pungutnya . Belum lagi
ditambah dengan anggaran dinas tersebut yang sangat besar untuk membiayai
kegiatan rutinnya. Sehingga dana yang diperoleh itu sendiri sudah habis untuk
membiayai kegiatan rutinnya bahkan kurang .
4. Partisipasi Masyarakat
73
DAFTAR ISI
No Kegiatan
1 Menghidupkan dan memprioritaskan peran kelurahan dan kecamatan
2 TUPOKSI Kecamatan harus bisa dioperasionalisasikan dengan kosnekuensi
anggaran untuk kecamatan ditingkatkan
3 Efektivirtas anggaran kecamatan lebih kepada peningkatan pelayanan
sector publik
5. Transparansi Anggaran
Sektor Kesehatan
Sektor kesehatan yang dimotori oleh Dinas kesehatan ternyata masih belum mampu
meningkatkan derajad kesehatan masyarakat kota Bandar Lampung jika dilihat dari
porsi anggurnya.
No. Kegiatan
1 Alokasi anggaran sector kesehatan untuk masyarakat harus ditingkatkan
2. Peningkatan pelayanan kesehatan secara baik dan menyeluruh
3 Alokasi anggaran pendidikan yang seimbang antara sekolah negeri dan swasta,
dengan system progresif. Misal , bila ada sekolah yang sudah maju dalam
sarana prasarna , diberi bantuan tahap berikutnya dll Bila ada sekolah yang
prasarnanya masih “minim” , berikan prioritas sehingga prasrana memadai
dst..
4 Pemberian buku gratis serta alat-lat sekolah lainnya
74
DAFTAR ISI
No. Kegiatan
5 Kegiatan-kegiatan di sector pendidikan lebih difocuskan untuk “peningkatan
pelayanan kesehatan “ seperti :
• peningkatan kualitas paramedis
• peningkatan pelayanan paramedis
• peningkatan sarana dan prasarana kesehatan ( obat-obatan,
puskesma, Rumah sakit , dokter, perawat,
• Menghidupkan kembali Posyandu dengan program-program yang
menyentuh bukan ceremonial semata, seperti penimbangan bayi
secara teratur,m sosialisasi gizi baik, perkembangan balita, jenis dan
waktu imunisasi , penganjuran pemberian ASI exclusive, pendidikan
untuk ibu-ibu hamil
• Menghidupkan kembali BKIA serta
6 Peningkatan kuantitas dan kulaitas Makanan dan susu bagi bayi, para ibu
Hamil dll
7 Peningkatan kualitas dan kuatitas pendidikan ketrampilan gratis untuk PUS,
Ibu hamil dll
Sektor Kebutuhan Dasar Pangan , Tempat Tinggal untuk Kaum Miskin , UMP
No Kegiatan
1 Mengatasi masalah rawan pangan, busung lapar dan gizi buruk dengan
sesegera mungkin
2 Menyusun perda atau peraturan walikota untuk menganggarkan dan menyusun
juklak mengatasi busung lapar /gizi buruk
2 Menghidupkan kembali masjid, gereja serta sarana social lainnya untuk
memberikan makanan gratis untuk kaum anjal dan kaum miskin lainnya
3 Mengefektivkan dan mengoptimalkan kembali rumah-rumah singgah untuk
anjal dan kaum papa lainnya dengan pengawasan dan pembinaan yang ketat
4 Mengontrol fluktuasi harga secara kontinue serta mengambil langkah-langkah
antisipasi untuk mempertahnakan kesejahteraan rakyat miskin
5 Membuat Rumah-rumah susun/ rumah murah yang memang diperuntukkan
untuk orang miskin dan tidak mampu
6 Peninjauan secara kontinue UMP yang melibatkan semua stakeholders (
buruhm perusahaan, investor, pemerintah, PT )
75
DAFTAR ISI
KESIMPULAN
1. Masyarakat kota Bandar Lampung berhak atas APBD, dimana sumbangan terbesar
memang dari masyarakat untuk pembangunan kota ini.
2. Kepedulian dan keberpihakan pemerintah Kota Bandar Lampung terhadap
masyarakat Kota Bandar Lampung dapat dilihat dari jumlah anggaran yang
dialokasikan untuk masyarakat (anggur).
3. Keberpihakan ini dapat ditingkatkan sepanjang ada komitment yang kuat dari
penyelenggaran pemerintah kota bahwa amanah mengelola APBD adalah semata-
mata untuk mensejahterakan masyarakat kota Bandar LampunG
4. Bentuk komitment ini tidak hanya berupa pengalokasian anggaran ke sector publik
lebih besar namun bagaimana pengguna anggaran dalam hal ini Kepala Dinas
dapat mengarahkan staff nya untuk menyusun kegiatan yang langsung bermanfaat
bagi masyarakat dan mampu menuntaskan permasalahan baik secara bertahap
maupu langsung.
5. Walikota dan wakilnya harus visioner dengan konsep-konsep pengembangan kota
dan perekonomian yang jitu namun bisa diwujudkan sesuai dengan kemampuan
daerah
6. Walikota dan wakil harus melakukan upaya koordinasi yang sungguh-sungguh baik
secara vertical maupun horizontal secara maksimal
• Koordinasi dengan pemerintah pusat untuk menjaring dana-dana besar
• Koordinasi dengan pemerintah propinsi untuk melakukukan sharing
pembiayaan dan kegiatan bersama
• Koordinasi pimpinan dengan seluruh satuan kerja yang ada
• Koordinasi dengan PTN, PTS, Swastam BUMN, LSM, Ormas, Orpol,
masyarakat, Organisasi Profesi , Komite-Komite, Asisiasii dll untuk menyusun
konsep pengembangan kota bersama dan komprehenship
76
DAFTAR ISI
REKOMENDASI
77
DAFTAR ISI
3. Pariwisata
4. Kependudukan
5. Pendidikan
DAFTAR PUSTAKA
78
DAFTAR ISI
79
DAFTAR ISI
ABSTRACT
Financial statements informations will not missinterpretation since the financial
statements are completed by adequate disclose.
Based on the statement, the main topic of this research are to know corelation between
company characteristic and the scope of financial disclosure by using liquidity rate,
solvability, and company size and owner structure.
The analysis used in this research is linier regression and the samples are audited
financial company of manufacture companies.
The result shows that the average of companies’ index disclosure is 0.6644. This means
that the companies’ financial statement disclosure is very few.
Keywords :
1.Latar Belakang
Pengungkapan laporan keuangan (disclosure of financial statement) merupakan sarana
akuntabilitas publik mengingat arah perubahan sosial di Indonesia yang mendapatkan
momentum untuk bergerak menuju masyarakat yang semakin transparan dan
demokratis di berbagai bidang termasuk diantaranya bidang bisnis dan ekonomi.
Topik mengenai pengungkapan laporan keuangan menjadi menarik karena praktik
pengungkapan laporan keuangan berkaitan erat dengan kredibilitas, dan kepercayaan
pihak luar terhadap pasar modal dan peranaannnya mendukung pembangunan ekonomi
di Indonesia. Momentum pembangunan masyarakat yang semakin mengarah pada
keterbukaan menjadikan topik mengenai pengungkapan laporan keuangan perusahaan
publik semakin relevan untuk dikaji.
Sejumlah penelitian mengenai hal-hal seputar pengungkapan informasi, khususnya yang
mencatatkan diri di pasar modal telah dilakukan, baik di luar negeri maupun di
Indonesia. Ikhtisar beberapa hasil penelitian mengenai pengungkapan dapat dilihat pada
Tabel 1.
5
Dosen Jurusan Akuntansi, FE Unila;
6
Alumni Jurusan Akuntansi, FE Unsri
DAFTAR ISI
82
DAFTAR ISI
83
DAFTAR ISI
Karakteristik Perusahaan
• Tingkat likuiditas Tingkat Keluasan Pengungkapan
• Tingkat solvabilitas Laporan Keuangan
• Ukuran Perusahaan
• Struktur Kepemilikan
5 Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan adalah:
H1 = Tingkat likuiditas memiliki pengaruh positif dan signifikan dengan tingkat
keluasan pengungkapan laporan keuangan.
H2 = Tingkat solvabilitas memiliki pengaruh positif dan signifikan dengan tingkat
keluasan pengungkapan laporan keuangan.
H3 = Ukuran Perusahaan memiliki pengaruh positif dan signifikan dengan tingkat
keluasan pengungkapan laporan keuangan.
H4 = Struktur Kepemilikan memiliki pengaruh positif dan signifikan dengan tingkat
keluasan pengungkapan laporan keuangan.
6. Metode Penelitian
6.1 Penentuan Sampel
Penentuan sampel dalam penelitian ini dipilih dengan menggunakan metode Purposive-
Judgement Sampling. Metode ini merupakan tipe pemilihan sampel secara tidak acak
yang informasinya diperoleh dengan menggunakan pertimbangan tertentu. (Nur
Indriantoro dan B. Supomo, 1999:131). Pertimbangan tersebut adalah ingin
menghindari pengaruh perbedaan karakteristik butir-butir yang diungkapkan dalam
laporan keuangan antara sektor-sektor industri yang go public di BEJ, misalnya pada
industri keuangan tidak terdapat butir yang mengungkapkan aktiva lancar maupun
hutang lancar. Oleh karena itu, penulis mengambil sampel laporan keuangan auditan
perusahaan salah satu sektor industri manufaktur, yaitu industri barang konsumsi yang
terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 2000 yang memiliki laporan keuangan per
Desember 2000 beserta catatan dan penjelasan atas laporan keuangan tersebut, dengan
catatan tidak ada yang hilang. Ternyata sampel yang dapat dikumpulkan sebanyak 32
perusahan dari populasi 36 perusahaan dikarenakan tidak ditemukannya laporan
keuangan auditan pada box file perusahaan.
6.2 Teknik Pengambilan Data
Data yang digunakan dalam skripsi ini adalah jenis data sekunder, dengan menggunakan
sampel data cross-sectional yang dikumpulkan pada periode tertentu terhadap beberapa
subyek yang diteliti yaitu laporan keuangan auditan tahun 2000 yang tersedia di Pusat
Referensi Pasar Modal (PRPM) dan Indonesian Capital Market Directory 2001. Selain
84
DAFTAR ISI
itu untuk mendukung akurasi hasil penelitian ini, penulis juga melakukan riset
kepustakaan dengan cara mengumpulkan beberapa literatur yang berhubungan dengan
masalah yang diteliti.
6.3 Operasional Variabel
Variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel Dependen
Variabel dependen dinyatakan dengan notasi Y yaitu tingkat keluasan
pengungkapan laporan keuangan yang ditunjukkan dengan indeks disclosure.
Variabel ini mengukur seberapa banyak butir laporan keuangan material yang
diungkapkan oleh perusahaan meliputi yang bersifat wajib (mandatory) maupun
sukarela (voluntary).
2. Variabel Independen
Variabel independen yang akan digunakan dalam penelitian ini dinyatakan dengan
notasi X yaitu variabel karakteristik perusahaan. Variabel independen yang hendak
diuji dalam penelitian ini sehubungan dengan pengaruh yang diberikan terhadap
tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan perusahaan publik.
6.4 Alat Analisis
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda,
seperti yang telah diuraikan di atas bahwa untuk variabel dependen dinyatakan dengan
notasi Y dan variabel independen dinyatakan dengan notasi X, sehingga model analisis
regresi linier berganda dirumuskan sebagai berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2 + … + b4X4 + e1
Keterangan:
Y = Indeks disclosure (tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan)
a = Konstanta
b1-b4 = Koefisien regresi
X1 = Current ratio
X2 = Debt to total asset ratio
X3 = Total Aktiva
X4 = Saham Publik
ei = error
7. Pembahasan
7.1 Statistik Deskriptif
Berdasarkan hasil perhitungan yang terdapat pada lampiran 2 dapat diketahui bahwa
indeks disclosure mempunyai nilai minimum 0,57 dan maksimum 0,78 dengan rata-rata
0,6644 dan standar deviasi 0,062. Hal ini sesuai dengan penelitian-penelitian
sebelumnya yang menunjukkan bahwa tingkat pengungkapan laporan keuangan
perusahaan yang go public di BEJ masih relatif belum luas. Oleh karena itu Bapepam
85
DAFTAR ISI
perlu mengontrol laporan keuangan yang disampaikan oleh perusahaan, agar perusahaan
tersebut dapat memberikan pengungkapan yang lebih luas dan para pembaca laporan
keuangan tidak salah dalam pengambilan keputusan.
Rata-rata Current Ratio sebesar 1,9366 kali dengan nilai minimum dan maksimum
masing-masing 0,08 kali dan 5,59 kali. Untuk rata-rata Debt to Total Asset sebesar
69,5338% dengan nilai minimum dan maksimum 15,65% dan 319,16%. Sedangkan
untuk Total Aktiva rata-ratanya 1,6447 trilyun dengan nilai minimum dan maksimum
yaitu 0,05 trilyun dan 12,55 trilyun. Dan untuk saham publik rata-ratanya 27,6216%
dan nilai minimum serta maksimum adalah 3,41% dan 85,88%.
7.2 Makna Konstanta dan Koefisien Regresi
Dari hasil perhitungan diperoleh persamaan regesi linier berganda:
Y = 0,612 + 1,028 . 10-2 X1 + 1,354 . 10-4 X2 + 1,125 . 10-2 X3 + 1,816 . 10-4 X4 + ei
Berdasarkan persamaan tersebut, nilai konstanta sebesar 0,612 menyatakan bahwa
indeks disclosure yang ditetapkan sebagai variabel dependen mengalami kenaikan
sebesar 0,612, dengan asumsi semua variabel independen yaitu Current Ratio, Debt to
Total Asset Ratio, Total Aktiva dan Saham Publik tidak mengalami perubahan
(konstan).
Koefisien regresi b1 sebesar 1,028 . 10-2 menyatakan bahwa setiap penambahan variabel
X1 (Current Ratio) sebesar satu kali maka indeks disclosure akan mengalami
peningkatan sebesar 1,028 . 10-2 dengan asumsi bahwa variabel X2, X3, dan X4 konstan.
Demikian pula dengan koefisien b2 sebesar 1,354 . 10-4 menyatakan bahwa setiap
penembahan variabel X2 (Debt to Total Asset) sebesar 1% maka indeks disclosure akam
mengalami peningkatan sebesar 1,354 . 10-4 dengan asumsi bahwa variabel X1, X3, dan
X4 konstan. Pengertian yang sama juga terjadi pada koefisien regresi X3 sebesar 1,125
. 10-2 menyatakan bahwa setiap penambahan pada variabel X3 (Total Aktiva) sebesar 1
trilyun maka indeks disclosure mengalami peningkatan sebesar 1,125 . 10-2 dengan
asumsi bahwa variabel X1, X2, dan X4 konstan. Hal yang sama juga terjadi untuk
koefisien regresi b4 sebesar 1,816 .10-4 menyatakan bahwa setiap penambahan pada
variabel X4 (Saham Publik) sebesar 1% maka indeks disclosure akan mengalami
peningkatan sebesar 1,816 . 10-4 dengan asumsi bahwa variabel X1, X2 ,dan X3 konstan.
7.3 Kontribusi dan Hubungan Variabel Independen terhadap Variabel Dependen
Berdasarkan hasil dari analisis data yang dilakukan, diperoleh koefisien determinasi
(R2) sebesar 0,364. Koefisien determinasi menunjukkan besarnya pangaruh variabel
independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Dengan demikian
berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan bahwa kontribusi bersama dari variabel X1
(Current Ratio), X2 (Debt to Total Asset), X3 (Total Aktiva), dan X4 (Saham Publik)
terhadap indeks disclosure sebesar 36,4% dan sisanya sebesar 63,6% dipengaruhi oleh
variabel-variabel lain yang tidak diamati dalam penelitian ini.
Sedangkan kontribusi masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen
secara parsial dapat diketahui dari r2-parsial. Pada tabel 6 diperoleh r2 untuk variabel
86
DAFTAR ISI
X1 adalah 0,052 ini menunjukkan bahwa kontribusi dari variabel X1 terhadap variabel
dependen sebesar 5,2% dengan asumsi bahwa variabel X2, X3, dan X4 konstan. Untuk
variabel X2 koefisien r2 sebesar 0,021 angka tersebut berarti bahwa kontribusi X2
terhadap variabel dependen sebesar 2,1% dengan asumsi bahwa variabel X1, X3, dan X4
konstan. Sedangkan koefisien r2 untuk variabel X3 adalah 0,315 menunjukkan bahwa
kontribusi variabel X3 terhadap variabel dependen sebesar 31,5% dengan asumsi bahwa
variabel X1, X2, dan X4 konstan. Selanjutnya koefisien r2 variabel X4 sebesar 0,004
menunjukkan bahwa variabel X4 memberikan kontribusi terhadap variabel dependen
sebesar 0,4% dengan asumsi bahwa variabel X1, X2, dan X3 konstan.
Dari empat variabel independen yang diamati dalam penelitian ini, secara parsial
variabel X3 yaitu Total Aktiva memberikan kontribusi yang paling besar terhadap
indeks disclosure sebesar 31,5%. Sedangkan variabel yang memberikan kontribusi
yang terendah terhadap indeks disclosure adalah variabel X4 (Saham Publik) yaitu
sebesar 0,4%. Setelah pembahasan mengenai kontribusi dari variabel independen
terhadap variabel dependen maka selanjutnya akan dibahas mengenai hubungan antara
variabel independen terhadap variabel dependen baik secara parsial maupun secara
simultan. Koefisien korelasi parsial (r) berdasarkan hasil perhitungan seperti tercantum
pada tabel 6 yaitu untuk variabel X1 sebesar 0,227, variabel X2 adalah 0,146 dan
variabel X3 sebesar 0,561 serta untuk variabel X4 sebesar 0,064. Untuk koefisien
korelasi ganda (R) sebesar 0,603.
7.4.Tingkat Keluasan Pengungkapan Laporan Keuangan
Berdasarkan perhitungan pengungkapan faktor keuangan dalam laporan keuangan
auditan sektor industri barang konsumsi yang go public di BEJ dengan mengacu pada
hasil penelitian Wallace, maka dapat dilihat dari 16 item yang harus diungkapkan
dengan nilai interval 0 - 79, diperoleh hasil bahwa sekitar 53% dari total sampel (17
perusahaan) memiliki nilai pengungkapan di bawah nilai rata-rata tingkat
pengungkapan.
Dilihat dari berbagai sudut item dalam pengungkapan laporan keuangan antara lain, dari
sudut Fixed Asset, Depreciation and Amortization, dan Share Capital, semua
perusahaan sampel mengungkapkan seluruh subitem tersebut. Sedangkan
pengungkapan item Current Asset, Current Liabilities, Taxation, Turn Over, dan
Deffered Tax mempunyai nilai yang paling sering muncul 5 dari 5 subitem, 4 dari 4
subitem, 5 dari 5 subitem, 3 dari 3 subitem, dan 4 dari 4 subitem, artinya tidak semua
perusahaan sampel mengungkapkan seluruh subitem tersebut.
Begitu pula dengan Foreign Currencies, Investment, dan Operating Profit nilai yang
paling sering muncul 4 dari 7 subitem, 4 dari 6 subitem, dan 5 dari 8 subitem. Hasil
penelitian juga menunjukkan adanya item yang paling sedikit diungkapkan dalam
laporan keuangan antara lain extraordinary and exceptional item, reserves, dan dividen.
Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 7 yang menunjukkan frekuensi dari masing-
masing item yang diungkapkan dalam laporan keuangan auditan.
87
DAFTAR ISI
88
DAFTAR ISI
89
DAFTAR ISI
90
DAFTAR ISI
ABSTRACT
The main purposes of this paper is to explain some problems in e-commerce technology.
Various risk in auditing, the way to control them, the change of accountant roles, and
the auditing process in the context of the application of e-commerce are also discussed.
Rapidly emerging e-commerce technology and demands for more timely
communication of information requires auditors to be able to identify the risks, to
conduct internal control, and to invent new techniques that have ability to continuously
monitor, collect, and analyze audit evidences. This situation force auditors to update
their auditing techniques. Auditor need sufficient skills in auditing process (computer
information system auditor). The changes in business environment are a challenge for
accounting profession in the information era.
I. PENDAHULUAN
Sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahwa kemajuan teknologi komputer dan
telekomunikasi telah mengubah cara hidup masyarakat di dunia dalam menjalankan
aktivitas sehari-hari. Keberadaan dan peranan teknologi informasi di segala sektor
kehidupan tanpa sadar telah membawa dunia memasuki era baru globalisasi lebih cepat
dari yang dibayangkan semula. Dampaknya tidak hanya berpengaruh pada sisi makro
ekonomi dan politik, tetapi lebih jauh telah memasuki aspek-aspek sosial budaya
manusia.
Bagi perusahaan-perusahaan modern, sistem informasi dan teknologi tidak hanya
berfungsi sebagai sarana pendukung untuk meningkatkan kinerja perusahaan dari waktu
ke waktu, tetapi telah menjadi senjata utama dalam bersaing. Sektor organisasi atau
institusi berorientasi bisnis merupakan entitas yang paling banyak mendapatkan manfaat
dengan penggunaan teknologi electronic commerce (Indrajid, 2000).
Teknologi electronic commerce (e-commerce) telah mengubah dengan cepat cara
perusahaan menjual, membeli, dan berhubungan dengan konsumen dan mitra. E-
commerce telah menjadi alat yang penting sejak perusahaan menggunakan internet
7
Dosen Jurusan Akuntansi, FE Unila
DAFTAR ISI
92
DAFTAR ISI
dan waktu. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Nearon (2000) dinyatakan
bahwa penggunaan e-commerce mampu menghemat 20 persen biaya perusahaan.
2. Kecepatan
Informasi dan pengetahuan dapat bergerak bebas dalam perusahaan dan konsumen,
supplier, dan konstituennya. Manajer dapat mengimplementasikan keputusan lebih
cepat. E-commerce juga dapat mengurangi waktu untuk memasarkan dan waktu
siklus lainnya untuk merespon pelaksanaan atau mengantisipasi kebutuhan bisnis.
3. Kesempatan baru dan value creation
Bisnis melalui web dapat tumbuh dengan subur karena fleksibilitas, fokus, dan
prakarsa pengusaha melalui operasi global. Manfaat utama dari organisasi global
adalah kemampuan untuk mengimplementasikan strategi dalam skala yang lebih
luas, organisasi yang mengglobal.
Dalam lingkungan e-commerce yang paperless, kebutuhan akan bukti fisik berupa
kertas secara signifikan akan menurun. Disamping itu, ketika banyaknya transaksi-
transaksi bisnis yang dilakukan dan laporan keuangan tepat waktu yang diperlukan dan
disebarluaskan melalui internet, perusahaan harus mendesain sistem informasi akuntansi
baru yang tidak hanya mencatat dan menelusuri informasi transaksi secara cepat, tetapi
juga melakukan cross check dokumen internal dan eksternal secara otomatis. Masalah
penting lainnya adalah perlunya mendesain prosedur pengendalian internal baru untuk
memastikan bahwa integritas dan pengesahan bukti pada transaksi e-commerce untuk
melindungi private key, tanda tangan digital, sistem web, dan database secara
keseluruhan. Perubahan-perubahan ini mengenalkan tantangan baru bagi profesi
akuntansi.
Bagian ini membahas dampak e-commerce pada perubahan peran akuntan, penilaian
risiko-risiko audit, pengendalian internal, dan pengumpulan dan validasi bukti audit
elektronik. Konsep risiko audit harus digunakan pada tujuan perencanaan untuk
menentukan seberapa banyak bukti dikumpulkan pada masing-masing siklus transaksi.
SAS No. 78 selanjutnya mengindikasikan bahwa pengendalian internal merupakan
suatu proses yang didesain untuk memberikan keyakinan yang layak berkenaan dengan
pencapaian laporan keuangan yang dapat dipercaya, operasi yang efektif dan efisien,
dan kepatuhan pada hukum dan peraturan-peraturan.
III. PERUBAHAN PERAN AKUNTAN
Peranan auditor internal adalah memastikan bahwa fungsi kontrol internal pada
pelaksanaan penerapan e-commerce berjalan dengan baik. Fungsi auditor internal adalah
suatu aktivitas yang independen, memastikan tujuan dan mengkonsultasikan aktivitas-
aktivitas yang dirancang untuk menambah nilai dan memperbaiki operasi perusahaan.
Auditor internal membantu organisasi mencapai tujuannya dengan membawa
sistematik, pendekatan disiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektifitas
manajemen risiko, pengendalian dan proses penguasaan.
93
DAFTAR ISI
Dalam kaitannya dengan peranan diatas, auditor internal diperlukan oleh perusahaan
untuk memberikan pengawasan dan audit berkenaan dengan penerapan e-commerce.
Auditor internal mengevaluasi seberapa baik proses pengendalian yang dirancang oleh
manajer dapat berfungsi, yang dapat memberikan jaminan besarnya tingkat keyakinan
yang dimiliki manajer atas sasaran bisnis yang akan direalisasikan. Fungsi auditor
internal adalah melaporkan ke manajemen puncak dan mempunyai komunikasi
langsung dengan komite audit dan dewan redaksi.
Auditing e-commerce mendorong internal auditor untuk mengevaluasi efektifitas
prosedur audit tradisional, dan menyelidiki kemungkinan dan kesempatan dengan
menggunakan teknologi informasi dan software analisis data. Perbedaan penting antara
teknik audit konvensional dengan teknik yang menggunakan software analisis data
adalah kemampuan untuk mengakses dan menganalisis keseluruhan data. Pengganti
dalam mengevaluasi pengendalian pada sampel, auditor dapat melakukan investigasi
100 persen data menggunakan pendekatan analisis data untuk melakukan audit.
Burr et.al., (2002) menyatakan bahwa ketika bisnis telah mengadopsi teknologi e-
commerce, aplikasi dikembangkan dan disebarkan secara cepat, kadang-kadang
mengabaikan ukuran keamanan yang memadai. Sayangnya, banyak perusahaan yang
tidak memberikan perhatian serius pada nilai keamanan dan banyak menghabiskan
waktu selama mempertimbangkan biaya yang mencoba mengkompensasikannya setelah
implementasi. Karena itu, kepastian keamanan yang memadai dapat dilekatkan pada
pengembangan aplikasi dapat mengurangi kemungkinan dan biaya tambal sulam,
membantu menjaga kerahasiaan informasi konsumen, dan menjaga hak milik
intelektual. Secara umum, kebutuhan keamanan e-commerce dapat diungkapkan dalam
4 (empat) karakteristik yang menunjukkan nilai dari suatu informasi, yaitu (Burr et. al.,
2002):
1. Kerahasiaan
Meliputi berbagai sensitifitas bisnis, seperti akses yang benar, keleluasaan pribadi
atas sekitar data hubungan konsumen, dan melindungi berbagai informasi yang
berdampak langsung atau tidak langsung dengan pasar.
2. Integritas
Mengacu pada kebutuhan untuk memastikan keakuratan data kunci yang
dikompromikan dapat menghasilkan hilangnya keuangan langsung atau kewajiban
konsumen.
3. Ketersediaan
Meliputi proses kebutuhan bisnis dan sistem informasi yang membantu untuk
memastikan loyalitas konsumen dengan memberikan informasi yang dapat diakses
kapanpun apabila dibutuhkan dan melindungi dari kehilangan informasi.
4. Tanggung jawab
Meliputi kebutuhan untuk memelihara, membuktikan record of action dan
tanggung jawab bisnis yang dilakukan.
94
DAFTAR ISI
95
DAFTAR ISI
layak bagi pencapaian tujuan (a) pemenuhan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan
bagi operasi dan program, (b) penggunaan sumber daya secara ekonomis dan efisien, (c)
mengamankan sumberdaya, (d) informasi yang dapat dipercaya dan terintegritas, dan (e)
ketaatan pada kebijakan, perencanaan, prosedur, hukum dan peraturan.
Pengendalian utama pada e-commerce adalah masalah keamanan. Bidang ini meliputi
kebijakan dan prosedur-prosedur yang mengakses ke peralatan, software, dan data yang
dibatasi hanya pada pengguna yang memiliki wewenang. SAS no. 56 dan 78
menyediakan panduan umum bagi rerangka pengendalian internal dalam lingkungan
pemrosesan data elektronik (EDP). Menurut Chien-Chih Yu et al., (2000) rerangka
pengendalian internal pada pemrosesan data elektronik ada tiga komponen utama yaitu
pengendalian umum, pengendalian aplikasi, dan pengendalian on-line real time.
Pengendalian pada e-commerce secara lengkap dijelaskan sebagai berikut:
1. Pengendalian Keamanan pada Transfer Dokumen Elektronik
Pengendalian keamanan memastikan integritas, kerahasiaan, keleluasaan pribadi,
pengesahan, dan bukan penolakan hutang dari informasi transaksi untuk
menghindari ancaman keamanan seperti akses yang tidak resmi, sniffing,
eavesdropping, modifikasi, dan penolakan. Perusahaan perlu berhati-hati dalam
mempertimbangkan masalah-masalah berikut:
a. Bagaimana teknologi pengendalian keamanan yang sesuai (seperti password,
firewall, encryption data, tanda tangan digital, dan amplop digital) dapat diuji
dan digunakan.
b. Bagaimana protokol transaksi elektronik keamanannya tepat (seperti penetapan
standar bagi keamanan pembayaran internet, protokol S-HTTP dan S/MIME
bagi sesi lapisan keamanan aplikasi, dan protokol AH dan ESP bagi keamanan
lapisan jaringan) dapat diadopsi.
c. Bagaimana otoritas sertifikat (CA) seharusnya dipilih untuk memastikan
transaksi elektronik aman dan pertukaran dokumen elektronik aman.
2. Pengendalian untuk Menjaga Jejak Transaksi
Ketika jejak transaksi akan berubah dari dokumen fisik menjadi format elektronik,
suatu entitas bisnis harus lebih berkonsentrasi pada pemisahan tugas dan wewenang
dan harus mengembangkan aplikasi komputer untuk mencatat dan menjaga jejak
transaksi ini untuk mendukung penolakan dan cross check kedepan. Secara umum,
prosedur yang efektif pada pengendalian dan pemeliharaan jejak transaksi meliputi:
a. Menciptakan dan mendesain logs transaksi dalam format yang tepat untuk
memproses catatan dan transaksi yang gagal, pengakuan pembeli-penjual, dan
pemisahan waktu pemrosesan.
b. Menggunakan total pengendalian batch ketika transaksi diaktifkan atau
diterima dan mengembangkan selama pencatatan atau sistem monitoring
paralel untuk memastikan kelengkapan dan keakuratan jejak transaksi.
96
DAFTAR ISI
97
DAFTAR ISI
98
DAFTAR ISI
99
DAFTAR ISI
100
DAFTAR ISI
101
DAFTAR ISI
102
DAFTAR ISI
2. Mereplikasi simulasi paralel dari beberapa bagian sistem aplikasi klien untuk
mengakses efektivitas dari aktivitas-aktivitas pengendaliannya.
3. Concurrent processing audit modules dihubungkan langsung dengan aplikasi
komputer yang penting untuk menyeleksi dan memonitor processing data secara
berkelanjutan. Concurrent audit techniques seperti the snapshot approach and
systems control and audit review facilitiy (SCARF) diharapkan untuk menerima
perhatian yang meningkat dan penggunaan Continuous auditing dalam melakukan
pengujian atas efektifitas dari struktur pengendalian internal klien.
4. Continuous and intermittent simulation (CIS) digunakan untuk menseleksi
transaksi-transaksi selama proses untuk review audit dan menyediakan online
auditing capability.
Pada real-time accounting systems, the paper-based audit trail yang merupakan
dokumen dari suatu peristiwa dalam suatu proses transaksi sering tidak tersedia. Ketika
audit trail ini tidak tersedia, Continuous auditing mengumpulkan bukti secara
bersamaan dengan pemrosesan transaksi yang terjadi secara elektronik tersebut. CAATs
yang dapat digunakan pada Continuous auditing, seperti ITF, yang umum digunakan
pada lingkungan audit EDP dan dapat ditemukan pada literatur teknologi audit EDP
tradisional (misalnya: Warren et al. 1996; Kanter 2001). Pendekatan ITF mengharuskan
membuat subsistem kecil dengan file sistem aplikasi klien untuk membandingkan
proses audit pengujian data yang berlawanan dengan data klien sebagai maksud untuk
memverifikasi proses ke-ototentikan, akurasi dan kelengkapan. SCARF adalah metode
yang dibangun kedalam program pemrosesan data untuk membuat prosedur pengujian
yang berkelanjutan menurut kriteria audit yang diseleksi seperti batasan khusus dan
kelayakan. Tekhnik ini mengharuskan untuk membuat modul software audit terkait
dengan aplikasi klien untuk menyediakan monitoring yang berkelanjutan dari sistem
memrosesan transaksi.
Data captured pada aplikasi continuous auditing dapat diperoleh pada audit data mart
untuk menguji dan menganalisa. Data mart adalah konsep yang terkenal dalam
penggudangan data (data warehousing) dan data mining literature. Data warehousing
mengintegrasikan data dari semua sistem aplikasi yang ada pada organisasi. Data mart
adalah subjek kecil dari data warehousing yang berfokus hanya pada satu area
fungsional saja (misalnya: accounting atau marketing) dan kemudian mengintegrasi
data melalui jumlah yang terbatas dari sistem aplikasi (David dan Steinbart 1999).
Penggunaan model audit data warehousing, informasi tentang ekstrak data (misalnya:
hubungan ke tabel sumber, menseleksi kolom), transformasi data (misal: appending,
renaming, labeling, sorting), dan pengujian audit (misal: menerapkan skenario
pengujian), ditempatkan pada meta data audit.
Audit data mart dibuat untuk unit bisnis yang melakukan 3 fase umum yaitu: extract,
transform, dan load (ETL). Tahap terakhir dalam konstruksi automated continuous
auditing capability adalah membangun pengujian audit yang terstandarisasi yang
terletak dalam audit data mart. Pengujian ini dilakukan secara berkelanjutan atau sesuai
interval waktu (misalnya harian, mingguan, bulanan) dan secara otomatis bersamaan
103
DAFTAR ISI
dengan bukti audit dan melakukan laporan pengecualian untuk review auditor dan
pertimbangannya.
VIII. KESIMPULAN
E-commerce telah menjadi alat yang penting sejak perusahaan menggunakan internet
untuk melakukan bisnisnya. Perkembangan teknologi ini membawa perubahan pada
risiko-risiko audit, pengendalian internal, dan pelaksanaan audit pada laporan keuangan
suatu perusahaan. Perubahan-perubahan tersebut memberikan tantangan baru bagi
profesi akuntan baik auditor internal maupun auditor eksternal.
Perubahan dalam lingkungan bisnis dan audit, dimana laporan tahunan tradisional dan
laporan audit konvensional yang biasa diterbitkan, mungkin tidak lagi dapat memenuhi
kebutuhan users akan laporan keuangan organisasi. Sehingga, Real-time accounting
systems, electronic financial reports dan continuous auditing haruslah menjadi
perhatian oleh komunitas akuntansi dan bisnis.
Peningkatan teknologi menyarankan bahwa perubahan penyajian laporan keuangan
manual menjadi real-time pada sensitifitas pada data keuangan, akan memberikan
tekanan pada auditor untuk meng-up-date teknik auditnya dan dibutuhkan skill yang
memadai bagi para auditor-auditor (computer information system auditor) dalam
melakukan proses auditing, sehingga terlihat kemajuan teknologi juga diimbangi
dengan monitoring yang tepat untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi
pengguna laporan keuangan
DAFTAR PUSTAKA
Abu-Musa, Ahmad A. 2004. “Auditing E-Business: New Challenges for External
Auditor.” The Journal of American Academy of Business: hal. 28-41.
Albrecht, S., dan R. Sack. 2000. Accounting Education: Charting the Course through a
Perilous Future. Accounting Education Series. Sarasota, FL; American
Accounting Association.
Attaway Sr, Morris C. 2000. “What Every Auditor Needs to Know about E-
Commerce.” The Internal Auditor: hal. 56-60. Edisi Juni.
Burr, Tom., Michael Gandara, dan Kathy Robinson. 2002. “E-commerce: Auditing the
Rage.” The Internal Auditor: vol. 59, hal. 49-55.
Cavusgil, Tamer. 2002. “Extending the Reach of E-Business.” Marketing
Management: Chicago, Mar/Apr 2002, vol. 11, hal. 24-29.
David, J. S., dan P. J. Steinbart. 1999. “Drawing in Data.” Strategic Finance: hal. 30-
36.
Helms, Glenn L., dan Jane Mancino. 1998. “The Electronic Auditor.” Journal of
Accountancy: hal. 45-48. Edisi April.
Indrajit, Richardus Eko. 2000. Manajemen Sistem Informasi dan Teknologi Informasi.
Elex Media Komputindo: hal. 7-17.
104
DAFTAR ISI
105
DAFTAR ISI
ABSTRACT
PENDAHULUAN
Globalisasi ekonomi menuntut setiap perusahaan untuk meningkatkan daya saingnya.
Pada lingkungan bisnis yang kompetitif, daya saing perusahaan dapat dibangun jika
perusahaan memiliki keunggulan tertentu dibandingkan dengan pesaing. Keunggulan
daya saing perusahaan dapat dibangun salah satunya melalui produksi produk dan jasa
secara cost effective.
Untuk mendapatkan biaya produksi yang cost effective dan menghasilkan produk yang
bermutu tinggi, diperlukan suatu informasi biaya yang dapat menggambarkan konsumsi
sumber daya dalam proses pembuatan produk. Suatu proses disebut cost effective jika
dalam proses produksi, sumber daya hanya dikonsumsi untuk menjalankan value added
activities. Untuk mengurangi biaya, manajemen harus melakukan pengelolaan terhadap
8
Dosen Jurusan Akuntansi, FE Unsri
9
Dosen Jurusan Akuntansi, FE Unsri
10
Dosen Jurusan Akuntansi, FE Unila
DAFTAR ISI
108
DAFTAR ISI
Analisis Manufacturing Cycle Effectiveness ……. (Yulia Saftiana, Ermadiani, R. Weddie Andriyanto)
TINJAUAN PUSTAKA
Pergeseran ukuran kinerja ke cost effectiveness
Di lingkungan bisnis global, produsen tidak lagi mengendalikan bisnis. Kemampuan
perusahaan sekarang untuk melakukan improvement berkelanjutan terhadap proses
yang digunakan untuk menghasilkan produk dan jasa bagi customer menentukan
kelangsungan hidup perusahaan. Untuk itu perlu dilakukan pergeseran ukuran kinerja
dari efisiensi dan produktivitas ke cost effectiveness. Salah satu tujuan organisasi yaitu
institusi pencipta kekayaan. Menurut Mulyadi (2001:377), untuk mewujudkan tujuan
organisasi tersebut, ada tiga kegiatan utama yang harus ditempuh, yaitu :
1. Mendesain produk dan jasa yang menghasilkan value terbaik bagi customers.
2. Memproduksi produk dan jasa secara cost effective.
3. Memasarkan produk dan jasa secara efektif kepada customers.
Menurut Mulyadi (2003:47), “Perubahan kriteria pengukuran kinerja dalam bentuk
ukuran non finansial seperti kepuasan konsumen, sumber daya manusia, kualitas
produk, dan proses produksi merupakan tuntutan kondisi persaingan, dengan tujuan
agar perusahaan dapat bertahan dalam jangka panjang”. Pengukuran kinerja dapat pula
dilakukan terhadap data-data non finansial yang berhubungan dengan aktivitas-aktivitas
dalam menghasilkan kuantitas, kualitas produk dan kepuasan konsumen. Hal ini
dilakukan sebagai usaha untuk mencapai efektivitas biaya (cost effectiveness) produksi
melalui manajemen aktivitas.
Pengelolaan aktivitas ini telah mendorong perubahan pada alat ukur kinerja yang
dibangun berdasarkan konsep efektivitas biaya (cost effectiveness) yang melibatkan
pengukuran aktivitas-aktivitas manufaktur perusahaan dalam memenuhi kepuasan
konsumen. Pergeseran ukuran kinerja mengakibatkan dibutuhkannya informasi tentang
aktivitas yang memampukan personel dalam melakukan pengelolaan terhadap aktivitas
sehingga memberdayakan personel untuk meningkatkan cost effectiveness yang
digunakan untuk melayani customer.
109
DAFTAR ISI
Masuk
an Aktivitas Penambah Nilai
Aktivitas Bukan Penambah Nilai Keluaran Customer
110
DAFTAR ISI
Analisis Manufacturing Cycle Effectiveness ……. (Yulia Saftiana, Ermadiani, R. Weddie Andriyanto)
akan diterima oleh konsumen. Biaya-biaya yang ditimbulkan oleh aktivitas yang tidak
memberi nilai tambah hanya dianggap sebagai biaya yang inefektif (cost ineffectiveness)
bagi produsen.
Analisis Aktivitas
Dalam melakukan analisis efektivitas biaya (cost effectiveness) yang menjadi pokok
utama pembahasan yaitu aktivitas. Aktivitas yang efektif dalam suatu proses produksi
merupakan aktivitas yang menambah nilai (value added activity). Dengan analisis
aktivitas dapat diketahui apakah suatu aktivitas tergolong penambah atau bukan
penambah nilai. Analisis aktivitas yaitu mengidentifikasi dan mendeskripsikan
aktivitas-aktivitas dalam organisasi. Menurut Mulyadi (2001: 602) : ”Analisa aktivitas
mencakup penentuan aktivitas-aktivitas apa yang dilakukan dalam suatu departemen,
berapa banyak orang yang melaksanakan aktivitas, berapa banyakkah waktu yang orang
tersebut gunakan untuk melaksanakan aktivitas, sumber daya apa yang diperlukan untuk
melaksanakan aktivitas-aktivitas, data operasional apa yang paling baik merefleksikan
kinerja dari aktivitas dan nilai apa yang dimiliki aktivitas untuk organisasi”.
Identifikasi Aktivitas-Aktivitas
Aktivitas dalam proses produksi manufaktur pada umumnya terdiri dari lima kelompok
besar aktivitas, yaitu processing activity, inspection activity, moving activity, waiting
activity, serta storage activity. Dalam proses pembuatan produk diperlukan cycle time
yang merupakan keseluruhan waktu yang diperlukan untuk mengolah bahan baku
menjadi produk jadi. Cycle time ini terdiri dari :
• Waktu Proses (Processing Time)
Processing time merupakan seluruh waktu yang diperlukan dari setiap tahap yang
ditempuh oleh bahan baku, produk dalam proses hingga menjadi barang jadi.
Tidak semua waktu yang ditempuh dari bahan baku hingga ke produk jadi
tersebut mutlak merupakan processing time.
• Waktu Inspeksi (Inspection Time)
Menurut Mulyadi (2001:624), “Inspection time merupakan keseluruhan waktu
yang dikonsumsi oleh aktivitas yang bertujuan untuk menjaga seluruh produk
yang diproses tersebut dapat dihasilkan sesuai dengan standar yang ditetapkan”.
Aktivitas ini merupakan aktivitas pengawasan untuk menjamin bahwa proses
produksi telah dilakukan dengan benar walaupun kenyataannya tidak ada nilai
tambah terhadap produk yang akan diterima konsumen.
• Waktu Pemindahan (Moving Time)
Menurut Mulyadi (2001:624), “Waktu pemindahan adalah aktivitas yang
menggunakan waktu dan sumber daya untuk memindahkan bahan baku, produk
dalam proses, dan produk jadi dari satu departemen ke departemen yang lain”.
Waktu pindah tertentu dalam setiap proses produksi memang diperlukan, namun
pengurutan yang benar kegiatan-kegiatan dan tugas-tugas serta penerapan
teknologi otomasi dapat menghilangkan waktu pemindahan secara signifikan.
111
DAFTAR ISI
112
DAFTAR ISI
Analisis Manufacturing Cycle Effectiveness ……. (Yulia Saftiana, Ermadiani, R. Weddie Andriyanto)
113
DAFTAR ISI
Value added
Activity Non value added activity
114
DAFTAR ISI
Analisis Manufacturing Cycle Effectiveness ……. (Yulia Saftiana, Ermadiani, R. Weddie Andriyanto)
juga dimunculkan berbagai metode baru untuk mendukung tercapainya tujuan JIT yaitu
mengurangi waktu siklus proses.
Dengan JIT Manufacturing merupakan usaha untuk mengurangi waktu penyimpanan
(storage time) yang merupakan salah satu akibat dari aktivitas bukan penambah nilai
bagi konsumen. JIT mempunyai dampak signifikan terhadap tingkat persediaan, tata
letak pabrik (plant layout), dan penyediaan jasa pendukung. Dalam Cellular
Manufacturing, mesin yang memiliki fungsi yang sama ditempatkan bersama dalam
suatu daerah yang disebut departemen atau proses. Mesin-mesin ini disusun sehingga
dapat digunakan untuk melaksanakan berbagai operasi yang berurutan. Total Quality
Control (TQC) merupakan konsep pengendalian yang meletakkan tanggung jawab
pengendalian di pundak setiap karyawan yang terlibat dalam proses pembuatan produk.
Konsep pengendalian mutu modern menekankan pada orang, bukan proses, dan
karyawan didorong agar berusaha menghasilkan “zero defect” (tingkat kesalahan nol).
Dari segi pengendalian dan perencanaan biaya, untuk mendukung pengelolaan aktivitas-
aktivitas tersebut dapat diterapkan berbagai alternatif pengelolaan biaya, seperti :
Kaizen Costing, Product Life Cycle, Target Costing, dan Activity Based Costing.
PEMBAHASAN
Fungsi produksi menunjukkan sifat perkaitan di antara faktor-faktor produksi dan
tingkat produksi yang diciptakan. Tingkat produksi suatu barang tergantung kepada
jumlah modal, jumlah tenaga kerja, jumlah kekayaan alam dan tingkat teknologi yang
digunakan. Menurut Lalu Sumayang (2003:257), dalam usaha memproduksi barang,
ada masalah pokok yang harus dipecahkan, yaitu :
• Komposisi faktor produksi yang bagaimana perlu digunakan untuk menciptakan
tingkat produksi yang tinggi.
• Komposisi faktor produksi yang bagaimana akan meminimumkan ongkos
produksi yang dikeluarkan untuk mencapai satu tingkat produksi tertentu.
Bagi perkebunan kelapa sawit (PKS), alternatif kedua yang akan digunakan, yaitu
bagaimana meminimumkan ongkos produksi yang dikeluarkan yang digunakan untuk
mencapai satu tingkat produksi. Menurut Yasin (2005:IV-28), hal itu dikarenakan bahan
baku utama PKS adalah tandan buah segar (TBS) yang tidak memiliki substitusi dan
bahan baku yang berupa tandan buah segar (TBS) tersebut telah tersedia sedangkan
kapasitas terpasang pabrik telah ditentukan. Artinya produksi tertingginya telah
ditentukan. Untuk melihat seluk beluk kegiatan perusahaan dalam memproduksi
barangnya diperlukan analisa ke atas berbagai aspek kegiatan memproduksinya. Asal
tandan buah segar (TBS) kebun inti, kebun plasma di lingkungan perusahaan atau kebun
masyarakat di luar lingkungan kebun akan mempengaruhi harga tandan buah segar.
kondisi alam juga memiliki kecenderungan produksi tandan buah segar, yaitu pada
musim penghujan memiliki kecenderungan menuju puncak produksi sedangkan pada
musim kemarau akan mengalami penurunan sampai pada tingkat yang menyulitkan dan
itu juga tentunya akan mempengaruhi harga tandan buah segar.
115
DAFTAR ISI
Bahan Baku dan Produk yang Dihasilkan oleh Pabrik Kelapa Sawit
Hasil produksi kebun pengolahan kelapa sawit adalah berupa Tandan Buah Segar
(Fresh Fruit Bunch/FFB). Kapasitas terpasang PKS perkebunan besar seperti pada PT.
Aek Tarum berkisar antara 60 ton TBS/jam sampai 120 ton TBS/jam. Rencana operasi
pabrik PKS rata-rata satu tahun adalah : 20 jam/hari x 300 hari/tahun = 6.000 jam/tahun.
Dengan demikian rata-rata kebutuhan tandan buah segar untuk mencapai kapasitas
pabrik 100% adalah sebanyak 20 x 60 ton TBS/hari = 1.200 ton TBS atau 6.000 x 60
ton TBS/tahun = 360.000 ton TBS/tahun.
Ada dua macam produk atau keluaran dari hasil pengolahan pabrik yaitu minyak kelapa
sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) dan inti sawit (Kernel Palm/PK). Bahan baku
berupa tandan buah segar kelapa sawit yang akan diolah di pabrik PKS tidak semuanya
akan menjadi produk minyak sawit, melainkan sebagian hilang tercecer pada saat
perebusan, penebahan, penyulingan, pemisahan biji dan ampas serat, pengambilan inti
dan penyimpanan CPO.
Identifikasi dan Klasifikasi Aktivitas pengolahan
Dalam proses pengolahan kelapa sawit, aktivitas pengolahan dimulai dari pemasukkan
tandan buah segar ke dalam loading ramp kemudian masuk ke dalam proses produksi
pada setiap stasiun hingga akhirnya menjadi crude palm oil (CPO) dan Palm kernel
(PK). Dalam proses memperoleh kelapa sawit ini, terdapat berbagai aktivitas baik yang
menambah nilai maupun tidak menambah nilai produk.
Aktivitas yang menambah nilai pengolahan crude palm oil terdapat pada proses mulai
dari stasiun perebusan sampai dengan stasiun klarifikasi. Sedangkan aktivitas yang
menambah nilai pengolahan palm kernel terdapat pada proses mulai dari stasiun
perebusan sampai dengan pengeringan kernel. Aktivitas-aktivitas ini memiliki pengaruh
terhadap kualitas dan kuantitas crude palm oil dan palm kernel.
Dalam proses pengolahan kelapa sawit ini, aktivitas yang tidak menambah nilai terdapat
pada aktivitas di loading ramp, aktivitas pemindahan dari loading ramp ke proses
perebusan, aktivitas pemindahan pada proses perebusan ke proses penebahan, dan
aktivitas inspeksi/pengawasan yang dilakukan pada setiap proses. Karena aktivitas-
aktivitas ini tidak secara langsung mempengaruhi perubahan yang terjadi pada crude
palm oil dan palm kernel yang diolah baik kuantitas maupun kualitas yang bermanfaat
bagi konsumen. Aktivitas yang tidak menambah nilai ini tetap diperlukan dalam proses
pengolahan, karena tanpa aktivitas ini kelancaran proses pengolahan dapat terganggu.
Begitu juga dengan aktivitas inspeksi, aktivitas ini berperan sebagai pengawasan mutu
dan kelancancaran proses pengolahan.
Aktivitas dalam pengolahan kelapa sawit ini memiliki ketergantungan pada setiap
proses atau stasiun pengolahan. Aktivitas hanya dapat dilakukan jika bahan yang
diterimanya telah diproses pada stasiun sebelumnya. Begitu juga dengan aktivitas pada
setiap proses yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas crude palm oil (CPO) dan palm
kernel (PK).
116
DAFTAR ISI
Analisis Manufacturing Cycle Effectiveness ……. (Yulia Saftiana, Ermadiani, R. Weddie Andriyanto)
Dalam proses pengolahannya, kelapa sawit melalui beberapa stasiun pengolahan sampai
akhirnya menjadi crude palm oil dan palm kernel. Proses dimulai saat tandan buah
segar dari stasiun loading ramp dibawa ke stasiun perebusan dengan menggunakan lori.
Setelah masuk ke perebusan lori-lori tersebut ditarik dengan menggunakan capstand
dan dimasukkan ke stasiun penebahan dengan menggunakan hoisting crane. Lalu dari
stasiun penebahan ini, tandan buah segar akan dilumatkan pada stasiun pengadukan dan
dipress pada stasiun pengepresan. Dari stasiun pengepresan ini minyak akan masuk ke
dalam proses klarifikasi sampai akhirnya masuk ke dalam tangki timbun CPO,
sedangkan ampas dan biji akan masuk dalam stasiun pengolahan biji sampai akhirnya
disimpan di dalam Bulking silo. Proses pengolahan kelapa sawit ini secara singkat akan
digambarkan sebagai berikut :
Gambar 5 : Urutan Proses Pengolahan Crude Palm Oil dan Palm Kernel
Bulking Silo
Stasiun Klarifikasi Penyimpanan Palm Kernel
• Pemisahan Pasir
• Pemisahan Minyak Pertama
• Penyaringan Bahan Padat
• Pemisahan Minyak dengan
Sludge (kotoran) Tangki Timbun
• Pemurnian Minyak Crude Palm Oil (CPO)
• Pengeringan Minyak
Sumber : Hasil Olah Data
117
DAFTAR ISI
Dari skema proses pengolahan tersebut dapat dilihat bahwa proses pengolahan crude
palm oil (CPO) dan palm kernel (PK) mulai terpisah dari stasiun pengepresan.
Aktivitas-aktivitas pengolahan ini saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan.
Proses pengolahan dilakukan mengalir sesuai dengan rangkaian proses yang telah
ditetapkan. Sistem pengolahan seperti ini mengakibatkan total waktu yang dikonsumsi
oleh semua stasiun mencerminkan keseluruhan waktu. Proses produksi pabrik dilakukan
secara terus menerus sesuai dengan jumlah bahan baku yang tersedia setiap harinya. Hal
ini diakibatkan karena lamanya waktu untuk memproduksi tandan buah segar (TBS)
akan mempengaruhi rendemen (kandungan minyak) TBS tersebut. Jangka waktu
maksimum tandan buah segar untuk diolah agar mendapatkan hasil yang baik adalah 8
jam setelah panen. Persentase penurunan mutu buah kelapa sawit akan semakin parah
jika terjadi penumpukan buah di loading ramp terutama jika buah tersebut sampai
menginap.
Dalam pelaksanaan aktivitas proses pengolahan, konsumsi waktu yang diukur sebagai
processing time merupakan konsumsi waktu yang optimal, yaitu waktu yang diperlukan
oleh aktivitas-aktivitas di atas untuk mengolah 360.000 ton tandan buah segar (TBS) per
tahun hingga menjadi 82.200 ton crude palm oil (CPO) per tahun dan 18.000 ton palm
kernel (PK) per tahun. Konsumsi waktu optimal ini adalah konsumsi waktu yang timbul
dari kapasitas pabrik, yaitu mampu mengolah 1.200 ton setiap 20 jam atau 360.000 ton
setiap tahun.
Perhitungan dan Analisis Manufacturing cycle Effectiveness
Setelah aktivitas-aktivitas proses pengolahan kelapa sawit diidentifikasi dan dibedakan
menjadi aktivitas penambah nilai yang terukur sebagai processing time dan aktivitas
tidak menambah nilai yang terukur sebagai waiting time, inspection time, moving time,
dan storage time, maka perhitungan manufacturing cycle effectiveness (MCE) dapat
dilakukan dengan pembagian processing time dengan cycle time. Dari hasil perhitungan
ini dapat dilakukan analisis dan langkah yang dapat diambil untuk memanajemen
aktivitas. Manajemen aktivitas yang dapat dilakukan contohnya :
Pengurangan aktivitas dapat dilakukan pada stasiun loading ramp dengan cara
menambah pemakaian unit Sterilizer. Dengan penambahan ini akan mengurangi waktu
tunggu tandan buah segar (TBS) di loading ramp untuk diproses lebih lanjut. Semakin
lamanya waktu yang digunakan untuk memproduksi tandan buah segar (TBS) akan
mempengaruhi rendemen atau kandungan minyak TBS tersebut. Hal ini juga akan
memaksimalkan penggunaan tenaga kerja di loading ramp. Dengan manajemen
aktivitas ini, biaya pengolahan dapat lebih efektif dan mencerminkan biaya pengolahan
yang sebenarnya.
Untuk meningkatkan efektivitas biaya, faktor-faktor lain yang perlu diperhatikan adalah
mutu dari tandan buah segar (TBS). Mutu TBS mempengaruhi harga jual TBS tersebut
dan kualitas crude palm oil yang dihasilkan. Untuk mencapai hal ini maka diperlukan
proses produksi yang lancar dan pengawasan setiap proses secara berkesinambungan.
Lancarnya proses produksi sangat tergantung pada mesin peralatan dan tenaga kerja
yang beroperasi. Dari inspeksi proses ini, mutu dan biaya dari aktivitas yang merupakan
penyebab timbulnya biaya dapat dikelola dengan baik.
118
DAFTAR ISI
Analisis Manufacturing Cycle Effectiveness ……. (Yulia Saftiana, Ermadiani, R. Weddie Andriyanto)
Aktivitas inspeksi dilakukan oleh perusahaan dengan cara menempatkan tenaga kerja
operator yang sudah terlatih dalam bidang tersebut untuk mengawasi dan mengontrol
proses pengolahan yang berlangsung pada setiap stasiun pengolahan. Pengujian hasil
akhir crude palm oil (CPO) juga dilakukan di dalam laboratorium. Manajemen yang
telah diterapkan ini merupakan total quality control (TQC). Dengan konsep ini, tiap-tiap
pekerja bertanggung jawab untuk mengawasi mutu produk yang dihasilkannya ataupun
mutu bahan bakunya, jadi inspeksi mutu menjadi tanggung jawab setiap personil di
dalam perusahaan.
Pengaruh Fluktuasi Ketersediaan Bahan Baku Pada Efektivitas Biaya
Produksi perkebunan kelapa sawit berfluktuasi karena adanya musim penghujan dan
musim kemarau. Hal ini disebabkan karena pada musim kemarau kebun kelapa sawit
menghasilkan tandan buah segar (TBS) yang digunakan untuk memproduksi crude
palm oil (CPO) dan palm kernel (PK) lebih sedikit dibandingkan pada musim
penghujan. Menurut Zahri (2003), perbedaan produksi yang terjadi adalah 60% pada
musim penghujan dan 40% pada musim kemarau. Keadaan ini menyebabkan suplai
bahan baku tandan buah segar untuk pabrik bervariasi dan menyebabkan pabrik bekerja
di bawah kapasitasnya. Fluktuasi ketersediaan tandan buah segar (TBS) pada musim
penghujan dan musim kemarau akan berpengaruh pada biaya rata-rata dalam
memproduksi tandan buah segar. Pada musim kemarau biaya rata-rata menjadi lebih
besar, hal ini dapat disebabkan oleh :
• Kuantitas tersedianya tandan buah segar (TBS) pada musim kemarau yang lebih
sedikit. Dalam teori economic of scale, kuantitas produksi akan mempengaruhi
biaya variabel. Menurut Lalu Sumayang (2003:113), “economic of scale adalah
penghematan biaya yang disebabkan karena penggunaan sumber daya skala besar
atau produksi secara massal”. Pengurangan biaya ini terjadi bila semua faktor
produksi dikembangkan secara proporsional.
Pada batas kapasitas, biaya variabel meningkat sebagai akibat penggunaan lembur
dan subkontraktor. Di samping itu, bila volume bertambah maka biaya tetap per
unit akan turun. Menurut Lalu Sumayang (2003:118), ”Makin besar volume
kapasitas maka makin kecil biaya setiap unit (economic of scale), alasannya karena
biaya fasilitas dan biaya operasi tidak akan bertambah bila volume produksi
bertambah”. Apabila volume produksi bertambah maka biaya per unit akan turun.
Menurut Lalu Sumayang (2003:113), “Pengurangan biaya dapat dicapai dengan
menaikkan efisiensi aktivitas penambah nilai dengan meningkatkan aktivitas ke
tingkat skala ekonomi (economic of scale) tanpa disertai dengan kenaikan total
biaya aktivitas itu sendiri”. Contohnya pada saat pabrik memproduksi dengan
kapasitas yang tidak optimal biaya tetap seperti upah dan gaji karyawan masih
harus dibayar, sedangkan karyawan tidak bekerja secara maksimal. Begitu juga
dengan pemeliharaan mesin-mesin pabrik yang tetap harus dilakukan walaupun
kapasitas produksi sedikit.
• Sesuai dengan kondisi perusahaan, bahan baku yang tersedia lebih sedikit akan
mempengaruhi biaya rata-rata termasuk biaya bahan bakar, supply listrik dan air.
119
DAFTAR ISI
Pabrik menggunakan bahan bakar solar dan bahan bakar dari cangkang dan serabut
yang digunakan pada stasiun boiler. Aktivitas pabrik dalam mengolah kelapa sawit
dan supply listrik kantor dan perumahan biasanya menggunakan bahan bakar dari
stasiun boiler. Hal ini merupakan salah satu sumber penghematan biaya pabrik. Jika
pabrik sedang tidak memproduksi, supply listrik dan air menggunakan genset dan
solar. Hal ini membutuhkan biaya yang lebih besar untuk membeli solar.
Peningkatan biaya ini berdampak cukup besar pada harga per kg tandan buah segar
(TBS) seperti pada stasiun penerimaan tandan buah segar dan muatan. Sehingga
processing expenses dan general charges aktual dapat lebih kecil daripada budget
perusahaan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dengan analisis manufacturing cycle effectiveness dapat diketahui persentase value
added activities dalam suatu aktivitas yang digunakan oleh suatu perusahaan untuk
menghasilkan value bagi customers. Kinerja perusahaan dan efisiensi dapat ditingkatkan
melalui perbaikan aktivitas yang bertujuan untuk mencapai cost effective dan
menurunkan biaya produksi. Perbedaan jumlah produksi kelapa sawit antara realisasi
dengan kapasitas optimal pabrik salah satunya dapat disebabkan karena fluktuasi
ketersediaan tandan buah segar (TBS). Perbedaan jumlah produksi ini akan berpengaruh
terhadap efektivitas biaya perusahaan. Biaya rata-rata perusahaan akan cenderung
meningkat pada musim kemarau dibandingkan musim penghujan. Berdasarkan hasil
analisis MCE tersebut maka usaha yang dilakukan untuk memanajemen aktivitas
ditempuh dengan melibatkan semua bagian. Beberapa langkah yang dapat dipilih untuk
manajemen aktivitas tersebut antara lain adalah : pemilihan aktivitas, pengurangan
aktivitas, pembagian aktivitas, dan penghilangan aktivitas yang dapat diterapkan
terhadap aktivitas-aktivitas bukan penambah nilai. Dengan langkah-langkah tersebut
maka pihak perusahaan dapat memilih langkah yang relevan dan efektif untuk
memperbaiki aktivitas.
Saran-saran
Beberapa saran yang dapat diberikan atas hasil analisis yang dilakukan terhadap
aktivitas pabrik pengolahan kelapa sawit kepada pihak perusahaan adalah :
1. Perusahaan sebaiknya melakukan manajemen aktivitas pada proses pengolahan.
Perusahaan juga dapat menerapkan konsep manajemen biaya yang kompetitif
untuk mengelola aktivitas-aktivitas pabrik.
2. Perusahaan sebaiknya lebih memperhatikan masalah fluktuasi ketersediaan
tandan buah segar. Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan membuat ikatan jual
beli tandan buah segar dengan perkebunan kelapa sawit swasta skala menengah,
swasta skala kecil dan perkebunan rakyat pada waktu bahan baku yang tersedia
tidak memenuhi kapasitas pabrik.
120
DAFTAR ISI
Analisis Manufacturing Cycle Effectiveness ……. (Yulia Saftiana, Ermadiani, R. Weddie Andriyanto)
DAFTAR PUSTAKA
Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL) Perkebunan dan Pabrik Pengolahan
Kelapa Sawit Pola PIR-Trans. PT. Aek Tarum. 2005. Palembang.
Atkinson, Anthony A and Rajib D. Banker. 1997. Management Accounting. Prentice-
Hall. New Jersey.
Garrison dan Noreen. 2000. Akuntansi Manajemen Jilid 2 (Diterjemahkan oleh A.
Totok Budisantoso). Salemba Empat. Jakarta.
Garrison, Ray H. 1998. Akuntansi Manajemen : Konsep Untuk Perencanaan,
Pengendalian, dan Pengambilan Keputusan. ITB Bandung.
Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. 2002 Metodologi Penelitian Bisnis Untuk
Akuntansi dan Manajemen. BPFE Fakultas Ekonomi UGM. Yogyakarta.
Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Andi Offset. Yogyakarta.
Mulyadi. 1998. Pergeseran Ukuran Kinerja ke Cost Effectiveness. Media Akuntansi. No.
29/Th.V/September 1998. Hal. 2-6.
Mulyadi dan Johny Setyawan. 2001. Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen
: Sistem Pelipatganda Kinerja Perusahaan. Salemba Empat. Jakarta.
Mulyadi. 2003. Activity Based Cost System. UPP AMP YKPN. Yogyakarta.
Purwoto, Lucas. 1998. Mencapai Pabrikan yang Efisien Sekaligus Fleksibel Dengan
Cellular Manufacturing. Usahawan. No. 05/XXVII/Mei 1998. Hal. 26-31.
Simamora, Henry. 1997. Akuntansi Manajemen. Salemba Empat. Jakarta.
Sumayang, Lalu. 2003. Dasar-Dasar Manajemen Produksi & Operasi. Salemba Empat.
Jakarta.
Widjaja T, Amin. 2003. Activity Based Costing : Untuk Manufakturing dan Pemasaran.
Harvarindo. Jakarta.
Widjaja T, Amin. 2005. Target Costing dan Kaizen Costing. Harvarindo. Jakarta.
121
DAFTAR ISI
The purpose of this research to give a knowledge of the foreign exchange company
about tax income and Indonesian’s tax policy.the second purpose to know whether the
afection , social norm and the other factor influence to interest from foreign exchange
company for insert tax’s software of foreign exchange transaction
124
DAFTAR ISI
yang diterima atau di peroleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun
dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan
Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Selanjutnya salah satu penghasilan yang termasuk obyek pajak menurut pasal 4 huruf l
UU no 17 tahun 2000, adalah keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
Kemudian dalam ayat 2 dijelaskan bahwa penghasilan dari transaksi saham dan
sekuritas lainnya di bursa efek, pengenaan pajaknya diatur oleh Peraturan Pemerintah.
Walaupun dalam penjelasannya masih belum mencakup tentang transaksi pertukaran
valuta asing yang dilakukan oleh Wajib Pajak secara mendetail. Tetapi kita
mengasumsikan bahwa capital gains ataupun capital losses yang terjadi akibat transaksi
valuta asing tersebut tetap merupakan obyek pajak.
Penelitian ini mengadopsi kerangka teori yang telah dikemukakan oleh Triandis, dimana
dalam penelitiannya menyatakan bahwa kecenderungan manusia untuk berperilaku
dalam hal ini untuk megambil keputusan, dipengaruhi oleh afeksi, norma sosial dan
fasilitas yang mendukung.
B. Masalah
Apakah norma sosial, afeksi, dan fasilitas pendukung mempengaruhi pengambilan
keputusan pada perusahaan-perusahaan Foreign Exchange untuk menerapkan software
pengenaan pajak atas transaksi foreign exchange?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengetahuan perusahaan-perusahaan foreign exchange mengenai
tax income dan indonesian’s tax policy.
2. Untuk mengetahui apakah afeksi, norma sosial dan faktor pendukung berpengaruh
terhadap minat dari perusahaan-perusahaan foreign exchange untuk menyisipkan
software pengenaan pajak atas transaksi foreign exchange.
D. Kerangka Pemikiran
1. Transaksi Pertukaran Valuta Asing (Foreign Exchange)
Pasar kurs mata uang asing (forex exchange market) memulai keberadaannya pada
tahun 1971 setelah berakhirnya era perjanjian Bretton Woods, karena terdorong oleh
tingkat fluktuasi mata uang tertentu yang tajam terhadap mata uang lainnya.
Menurut survei tiga-tahunan 2001 oleh Bank of Internasional Settlement (BIS), jumlah
omset kurs mata uang asing global lebih dari $1,200 bilion per hari, di atas 50% di
antaranya diadakan di pasar tunggal London. Omset global meningkat pesat di atas
bilangan survai BIS 1978 sebesar $1,490 billion. BIS memnghubungkan hal ini dengan
peluncuran euro, penggabungan (merger) bank, pertumbuhan perdagangan elektronik
pada ongkos suara dan telepon dealing (menyebabkan lebih sedikit transaksi) dan
konsolidasi non bank yang sudah mengurangi keperluan untuk kurs mata uang asing.
125
DAFTAR ISI
Dengan jumlah transaksi hampir $1,5 billion Pasar Forex merupakan pasar terbesar di
dunia, dibandingkan dengan pasar futures seperti pasar komoditi yaitu $437,4 billion,
dan pasar ekuitas seperti pasar saham sebesar $ 191 billion.
2. Perlakuan Pajak atas Transaksi Valuta Asing
Menurut bab III pasal 4, UU no 14 th 2000, menyatakan bahwa yang menjadi obyek
pajak adalah setiap tambahan penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun
yang berasal dari luar Indonesia, yang dapat di pakai untuk konsumsi maupun untuk
menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk
apapun.
Termasuk ke dalam obyek pajak dalam huruf l, pasal 4, tadi adalah keuntungan karena
selisih kurs mata uang asing. Dengaqn penjelasan nya bahwa keuntungan karena selisih
kurs dapat disebabkan fluktuasi kurs mata uang asing atau adanya kebijakan pemerintah
di bidang moneter. Atas keuntungan yang di peroleh karena fluktuasi kurs mata uang
asing, pengenaan pajaknya dikaitkan dengan sistem pembukuan yang dianut oleh wajib
pajak dengan syarat dilakukan secara taat azas.
Menurut Robert L Simon dalam tulisannya “Taxation of Day Traders”, menyatakan
cara untuk menghitung pajak atas transaksi pertukaran mata uang adalah melalui
penghitungan netto akhir tahun, yaitu dengan cara menjumlahkan keuntungan dan
kerugiannya dalam satu tahun. Keuntungan yang diperoleh dari hasil selisih tersebut
akan dikenakan pajak dengan tarif pajak penghasilan pada umumnya.
3. Prinsip Pemungutan Pajak di Indonesia
Pada Current Payment System terdapat 2 unsur sistem pemotongan pajak, yaitu
Withholdig Tax System dan Estimated System. Untuk Withholdig Tax System
pemotongan atau pemungutan pajak mulai difokuskan pada sumbernya (levying tax at
source). Artinya setiap wajib pajak yang menerima penghasilan, misalnya pada waktu
menerima bonus, bunga, royalti, deviden dan sebagainya, maka pada saat itu pula
pemerintah melalui pemotong pajak (tax withholder) memotong pajak atas penghasilan
yang dibayarkan kepada Wajib Pajak penerima bonus, bunga, deviden dan royalti
tersebut.
Pemotongan pajak sistem ini disebut withholding Tax System, dimana pemotong pajak
yang disebut tax withholding berkedudukan sebagai pihak ketiga, sedang pihak pertama
adalah fiskus dan pihak kedua adalah Wajib Pajak , yaitu pihak yang menerima
penghasilan dari pihak ketiga. Contoh sistem ini adalah pada PPh pasal 23.
Berbeda dengan Estimated System dimana yang melaksanakan pemenuhan kewajiban
perpajakan dalam hal ini yang melaksanakan inisiatif dan sekaligus bertanggung jawab
atas pembayaran pajak adalah wajib pajak sendiri. Sistem ini disebut sebagai Self
Assessment System, yang di Indonesia diatur dalam pasal 25 UU PPh tahun 2000.
Sehingga di kenal sebagai PPh pasal 25.
126
DAFTAR ISI
1
2
Trader dan Bank
Investor Media
Internet
Perusahaan Foreign 4
Exchange
Keterangan:
1. Dirjen Pajak memantau transaksi-transaksi yang telah dilakukan oleh trader dan
investor.
2. Investor dan Trader melakukan transaksi foreign exchange melalui internet.
3. Perusahaan Foreign Exchange melakukan transaksi dengan para broker dan
investor melalui media internet.
4. Perusahaan Foreign Exchange setiap tahun memotong pajak pada para investor dan
trader atas keuntungan dari jumlah hasil transaksi foreign exchange dalam setahun
untuk disetorkan pada Dirjen Pajak melalui Bank yang ditunjuk.
5. Dirjen Pajak melakukan konfirmasi atas jumlah pajak yang di transfer oleh
perusahaan foreign exchange dengan hasil perhitungan pajak melalui internet.
127
DAFTAR ISI
Skema Sistem Pemotongan Pajak atas Transaksi Pertukaran Mata Uang Asing (Foreign
Exchange Trading)
5. Penelitian Triandis
Sesuai dengan hasil penelitian Triandis pada tahun 1980, yang meneliti tentang
penggunaan komputer dalam perusahaan. Konsep model yang diajukan oleh Triandis
adalah bahwa penggunaan PC di perusahaan dipengaruhi oleh perasaan individual
(afeksi) terhadap pemakaian PC, norma-norma sosial dalam lingkungan kerja,
kebiasaan yang berhubungan dengan penggunaan komputer, hasil yang diharapkan atas
penggunaan komputer, dan fasilitas pendukung dalam lingkungan komputerisasi.
Berangkat dari hasil penelitian Triandis tersebut maka dalam penelitian ini mengambil
model seperti bagan di bawah ini.
Norma-norma Sosial
Afeksi Kecenderungan
Kondisi yang
Mendukung
Norma sosial adalah pesan yang diterima dari orang lain yang merefleksikan tentang
apa yang akan dilakukan oleh seseorang. Lingkungan internal individu dalam budaya
subyektif kelompok tertentu dan hubungan interpersonal secara spesifik akan
membentuk hubungan satu individu dengan individu lainnya.
Kultur subyektif terbagi atas :
1. Norma (norm), yaitu instruksi pribadi untuk melakukan apa yang dianggapnya
benar dan dipengaruhi oleh para anggota masyarakat yang ada dalam situasi sosial
yang spesifik. Atau dengan kata lain adalah apa yang orang lain ingin kita lakukan.
2. Peraturan (role), merupakan perilaku individu yang lebih luas lagi karena
menyangkut keputusan seseorang yang berada pada suatu posisi tertentu dalam
kelompok, masyarakat, atau sistem sosial.
128
DAFTAR ISI
3. Nilai (value), merupakan suatu disposisi yang lebih luas dan sifatnya lebih
mendasar. Nilai berakar lebih dalam dan karenanya lebih stabil dibandingkan sikap
individu.
Dalam penelitian ini variabel norma sosial adalah pandangan individu terhadap
peraturan perpajakan di Indonesia.
Afeksi, komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap
suatu obyek sikap. Secara umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang
dimiliki terhadap sesuatu. Triandis menggunakan kata afeksi, untuk menggambarkan
perasaan seseorang yang berkaitan dengan perasaan senang, nyaman, dan nikmat, atau
tertekan, kesal, dan benci.
Variabel dalam kontruk afeksi adalah persepsi yang dipercaya akan berpengaruh jika
software sistem pemotongan pajak pada transaksi pertukaran mata uang (foreign
exchange) diterapkan dalam website mereka.
Fasilitas Pendukung, merupakan faktor obyektif di luar lingkungan. Menurut Triandis
perilaku tidak akan terlaksana jika kondisi obyektif dalam lingkungan tersebut tidak
mendukung.
Bentuk variabel fasilitas pendukung adalah keyakinan akan tersedianya sofware yang
simple dan pendukung sistem lainnya untuk operasionalisasi sistem.
E. Hipotesis Penelitian
1. Afeksi perusahaan foreign exchange terhadap penerapan software berpengaruh
positif terhadap minat mereka untuk menyisipkan software tersebut.
2. Norma sosial perusahaan foreign exchange terhadap penerapan software
berpengaruh positif terhadap minat mereka untuk menyisipkan software tersebut.
3. Faktor pendukung perusahaan foreign exchange terhadap penerapan software
berpengaruh positif terhadap minat mereka untuk menyisipkan software tersebut.
4. Afeksi, norma sosial dan faktor pendukung dari perusahaan foreign exchange
secara bersama-sama berpengaruh terhadap minat mereka untuk menyisipkan
software tersebut.
Metode pengumpulan data
Penelitian ini menggunakan data primer, dimana pengumpulan data dalam penelitian ini
dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner pada 70 perusahaan foreign exchange
yang berbasis internet melalui e-mail.
Pola penyebarannya dengan cara membuat satu jenis kuesioner online melalui website
www.formsite.com dan untuk mempercepat proses pengisisn serta pengiriman kembali
dari kuesioner tadi, kemudian kuesioner tadi di attach dan dikirimkan pada contact
person dari tiap perusahaan dan hasil jawaban dari perusahaan tersebut secara otomatis
langsung terkirim kembali ke e-mail peneliti.
129
DAFTAR ISI
Kerangka Penelitian
NORMA
SOSIAL
(X2)
MINAT
AFEKSI (Y)
(X1)
FAKTOR
PENDUKUNG
(X1)
130
DAFTAR ISI
atas transaksi foreign exchange lebih banyak terjadi pada kelompok perusahaan dengan
faktor pendukung positif yaitu sebesar 81,4 persen daripada kelompok perusahaan
dengan faktor pendukung negatif yaitu sebesar 18,6 persen.
Analisis Regresi logistik
Penghitungan regresi logistik dilakukan dengan menggunakan paket program SPSS 11.5
for windows dengan menggunakan metode Backward Wald. Dengan metode ini maka
setiap variabel yang tidak signifikan akan dikeluarkan dari model secara otomatis
melalui beberapa iterasi.
Berdasarkan hasil pengolahan dan perhitungan (Lihat output Omnibus Tests of Model
Coefficients), diketahui bahwa nilai statistik uji G2 adalah sebesar 14,268 dengan
signifikansi sebesar 0,001 sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis alternatif yang
menyatakan minimal ada satu variabel dari tiga variabel penjelas yang digunakan,
berpengaruh signifikan terhadap minat perusahaan untuk menyisipkan software
pengenaan pajak atas transaksi foreign exchange dapat diterima dan digunakan untuk
menjelaskan variabel respon.
Nilai-nilai statistik uji yang lain dapat dilihat pada tabel berikut ini yang menyajikan
nilai parameter statistik, statistik uji wald, nilai odds rasio.
Tabel 2. Parameter Statistik, Uji Wald dan Odds Rasio
131
DAFTAR ISI
Berdasarkan nilai estimasi koefisien regresi ( βˆ ) yang didapatkan pada tabel 2 di atas
terlihat bahwa nilai β̂ untuk variabel afeksi adalah 1,262 yang berarti bahwa ada
hubungan positif antara afeksi dengan minat perusahaan untuk menyisipkan software
pengenaan pajak atas transaksi foreign exchange. Hal ini dapat diartikan bahwa
kecenderungan perusahaan dengan afeksi positif untuk memiliki minat yang tinggi
untuk menyisipkan software pengenaan pajak atas transaksi foreign exchange lebih
besar dibandingkan perusahaan dengan afeksi negatif.
Variabel norma sosial juga memiliki hubungan positif dengan minat perusahaan untuk
menyisipkan software pengenaan pajak atas transaksi foreign exchange dengan nilai β̂
sebesar 1,103 . Hal ini dapat diartikan bahwa kecenderungan perusahaan dengan norma
sosial positif untuk memiliki minat yang tinggi untuk menyisipkan software pengenaan
pajak atas transaksi foreign exchange lebih besar dibandingkan perusahaan dengan
norma sosial negatif.
Untuk mengetahui tingkat kecenderungan dari variabel-variabel yang masuk ke dalam
model, maka digunakan nilai odds rasio yang ditunjukkan dengan nilai eksponensial
beta (exp β̂).
Sebagai kategori dasar (reference category) untuk variabel afeksi dalam analisis ini
adalah afeksi negatif. Sedangkan kategori dasar untuk variabel norma social adalah
norma sosial negatif.
Kategori dasar atau reference category merupakan kategori-kategori yang ada dalam
variabel penjelas yang digunakan sebagai pembanding pada tahapan analisis.
Berdasarkan nilai exp ( β̂ ) pada tabel 2 di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Nilai odds rasio untuk perusahaan dengan afeksi positif adalah sebesar 3,531. Nilai
ini berarti bahwa kecenderungan perusahaan dengan afeksi positif untuk memiliki
minat yang tinggi untuk untuk menyisipkan software pengenaan pajak atas
transaksi foreign exchange sebesar 3,531 kali daripada perusahaan dengan afeksi
negatif.
2. Nilai odds rasio untuk perusahaan dengan norma sosial positif adalah sebesar
3,014. Nilai ini berarti bahwa kecenderungan perusahaan dengan norma sosial
positif untuk memiliki minat yang tinggi untuk untuk menyisipkan software
pengenaan pajak atas transaksi foreign exchange sebesar 3,014 kali daripada
perusahaan dengan norma sosial negatif.
DAFTAR PUSTAKA
__________________, Indonesian Tax Laws 2000, Completed Compilation, Formasi
2001.
132
DAFTAR ISI
133
DAFTAR ISI
ABSTRACT
The main purpose of this journal is to provide information to the people who is
interesting in knowing Just In-Time system. The Just In-Time Inventory control system
was originally pioneered in Japan but has recently become a very popular control
system in The United States. The principle of Just In-Time (JIT) is to eliminate sources
of manufacturing waste by getting right quantity of raw materials and producing the
right quantity of products in the right place at the right time. Traditionally, incoming
raw materials were ordered in very large shipments and were then stored in warehouse
until they were needed for production or for providing a service. The Just In-Time
system, organizations make frequent smaller orders of raw materials. Just In-Time
system use a demand pull system because items are produced or ordered only when
there are customer order.
Key words : inventory control system, waste eliminating, demand pull system.
1. Pendahuluan
Perkembangan peradaban manusia menimbulkan adanya perkembangan teknologi yang
terarah kepada teknologi canggih dan peningkatan kebutuhan manusia. Perkembangan
ini menimbulkan tantangan untuk memenuhinya dengan meningkatkan kemampuan
menyediakan atau menghasilkan produk yang berkualitas dengan biaya yang rendah.
Peningkatan kemampuan penyediaan atau produksi barang dan jasa yang dibutuhkan
manusia merupakan usaha yang harus dilakukan oleh perusahaan atau organisasi untuk
dapat memenuhi permintaan akan kebutuhan-kebutuhan tersebut secara efisien dan
produktif.
Persaingan di antara perusahaan-perusahaan tersebut akan membawa keuntungan bagi
konsumen karena persaingan yang semakin intensif akan mendorong perusahaan untuk
menghasilkan produk dengan harga yang lebih rendah, kualitas menjadi lebih tinggi,
dan semakin banyak pilihan. Selain itu, perkembangan teknologi informasi seperti
internet, e-commerce, dll membuat konsumen lebih mudah melakukan akses terhadap
kualitas produk dan jasa yang akan mereka beli. Tentu saja produk dan jasa yang akan
11
Dosen Jurusan Akuntansi FE Unila
12
Dosen Jurusan Akuntansi FE Unila
13
Dosen Jurusan Akuntansi FE Unsri
DAFTAR ISI
mereka beli adalah produk dengan kualitas terbaik dan harga yang relatif murah.
Dengan demikian perusahaan yang mampu eksis didunia bisnis adalah perusahaan yang
dapat menghasilkan produk-produk tersebut. Untuk menghadapi masalah tersebut,
manajer harus mengetahui apa yang diinginkan konsumen dan kapan mereka
memerlukannya. Perusahaan harus mampu menciptakan suatu sistem yang dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan dengan mengeliminasi setiap
pemborosan yang ada. Dengan kata lain perusahaan harus dapat mengurangi atau
bahkan menghilangkan kegiatan-kegiatan yang tidak bernilai tambah (nonvalue added
activities) dan memaksimalkan kegiatan-kegiatan yang bernilai tambah (value added
activities). Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk mewujudkan
kondisi ini adalah dengan menerapkan sistem pengendalian persediaan dan produksi
Just In-Time. Sekarang, Sistem Just In-Time bukan hanya sekadar wacana saja tetapi
telah dapat diimplementasikan di beberapa perusahaan baik diperusahaan luar negeri
maupun perusahaan dalam negeri.
2. Pengertian Sistem Just In-Time
Ada banyak ahli yang telah memberikan pendapatnya mengenai sistem just in time ini.
Di antaranya yaitu :
a. William J. Stevenson dalam bukunya yang berjudul “Production/operations
Management” mendefinisikan sistem Just In Time sebagai “a repetitive production
system in which processing and movement of materials and goods occur just as
they are needed, usually in small batches” (Christine A.Swanson dan William M.
Kankford, 2005).
b. Schniederjans mendefinisikan Just In Time sebagai “The successful completion of
a product at each stage of production activity from vendor to customer just in time
for its use and at minimum cost. Just In Time can also be generally defined as a
strategy or guiding philosophy whose goal it is to seek manufacturing excellence”
(Bambang Tjahjadi, 2001).
c. Goetsch dan Davis (1998) mendefinisikan Just In Time sebagai “producing only
what is needed, when it is needed and in the quantity that is needed” (Bambang
Tjahjadi, 2001).
d. Ptak (1997) menyatakan bahwa Just In Time merupakan suatu filosofi yang
mendorong organisasi untuk meningkatkan produk dan proses produksinya dengan
mengeliminasi pemborosan-pemborosan (Christine A.Swanson dan William M.
Kankford, 2005).
Jadi dari definisi-definisi yang telah diberikan oleh para ahli tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa sistem Just In Time merupakan suatu filosofi yang berusaha untuk
mengeliminasi sumber-sumber pemborosan dengan memproduksi produk dengan
jumlah yang tepat, kualitas yang tepat, dan dalam waktu yang tepat guna meningkatkan
efisiensi dan produktivitas perusahaan.
136
DAFTAR ISI
Analisa Penerapan Sistem Just In Time ……. (Yenni Agustina, Dewi Sukmasari, Ermadiani R.)
137
DAFTAR ISI
Analisa Penerapan Sistem Just In Time ……. (Yenni Agustina, Dewi Sukmasari, Ermadiani R.)
dikurangi dengan memperhatikan rancangan alur produksi. Jika peralatan dan mesin
dirancang untuk satu jenis produk, maka tidak diperlukan lagi set up yang berulang-
ulang dan jumlah unit produksi dapat dipenuhi berapapun sesuai dengan yang
diinginkan.
4. Proses Produksi
Dalam sistem tradisional, pendekatan yang digunakan adalah push system. Bahan baku
dibeli dan disimpan kemudian di dorong masuk ke proses produksi, dari satu proses ke
proses berikutnya sampai menjadi produk jadi yang siap dipasarkan. Sedangkan dalam
sistem Just In Time, pendekatan yang digunakan adalah pull system. Proses produksi
akan ditentukan oleh permintaan dari konsumen. Kemudian order dari konsumen ini
akan menarik seberapa banyak barang yang dibutuhkan untuk diproses pada workstation
sebelumnya. (Garrison/
Berdasarkan uraian di atas, maka perbedaan utama antara sistem pengendalian
persediaan dan produksi tradisional dengan sistem just in time dapat diringkas sebagai
berikut :
Perbedaan utama antara sistem pengendalian persediaan dan produksi tradisional
dengan sistem just in time
Sistem Just in time Sistem Tradisional
Sistem tarik (pull system) Sistem dorong (push system)
Persediaan dalam jumlah kecil Persediaan dalam jumlah besar
Basis pemasok kecil Basis pemasok besar
Kontrak jangka panjang Kontrak jangka pendek
Struktur selular Struktur departemen
Tenaga kerja keahlian ganda Tenaga kerja terspesialisasi
Keterlibatan karyawan tinggi Keterlibatan karyawan rendah
Manajemen mutu terpadu Tingkat mutu yang dapat diterima
Pasar Pembeli Pasar Penjual
Fokus rantai-nilai Fokus nilai tambah
139
DAFTAR ISI
dalam jalur produksi. Selain itu, mereka juga diharapkan mampu untuk melakukan
pemeliharaan dan perbaikan kecil alat-alat yang menjadi tanggung jawabnya.
2. Cellular Layout
Dalam sistem Just In Time, mesin-mesin diatur sedemikian rupa menyerupai setengah
lingkaran atau ditata dengan pola selular untuk tujuan efisiensi sehingga dapat
mengurangi berbagai pemborosan. Setiap sel dirancang untuk memproduksi satu produk
tertentu. Produk dipindahkan dari satu mesin ke mesin lainnya dari awal hingga akhir.
Setiap sel merupakan miniatur pabrik secara keseluruhan.
3. Pull System
Dalam pull system, proses produksi akan ditentukan oleh adanya permintaan dari
konsumen. Ketika permintaan konsumen masuk, bagian akhir dari perakitan akan
memberikan tanda ke bagian sebelumnya untuk mengirimkan sejumlah partisi atau
bahan yang dibutuhkan pada bagian tersebut. Demikian seterusnya, bagian di
belakangnya akan mengirimkan tanda ke bagian yang ada di belakangnya lagi untuk
mengirimkan barang setengah jadi sesuai dengan kebutuhan.
customer
140
DAFTAR ISI
Analisa Penerapan Sistem Just In Time ……. (Yenni Agustina, Dewi Sukmasari, Ermadiani R.)
4. Quick Set up
Set up merupakan aktivitas yang terdiri dari menyiapkan bahan, mengubah setting
mesin, mempersiapkan peralatan, dan melakukan pengujian. Dalam sistem Just In Time,
set up yang berulang-ulang tidak diperlukan lagi karena mesin telah dirancang untuk
satu jenis produk.
5. Small-lot Production
Perusahaan yang menerapkan sistem Just In Time hanya akan berproduksi sesuai
dengan permintaan konsumen. Tidak seperti yang dilakukan dalam sistem tradisional
yang menerapkan sistem mass production. Produksi dalam jumlah yang kecil ini
dimaksudkan untuk mengurangi biaya-biaya yang tidak perlu seperti biaya gudang,
biaya pemeliharaan barang, dan lain-lain.
6. Quality at The Source
Barang cacat dapat menimbulkan masalah besar dalam lingkungan Just In Time. Jika
sejumlah unit produk jadi yang dihasilkan mengandung produk cacat, perusahaan tidak
dapat mengirimkan sejumlah barang yang diminta oleh konsumen dan perusahaan harus
mengulang kembali proses produksi hanya untuk membuat pengganti produk yang cacat
saja. Kondisi ini akan menimbulkan adanya penundaan dalam pengiriman barang
kepada konsumen dan menimbulkan kekecewaan konsumen. Jadi, dalam lingkungan
Just In Time kualitas merupakan suatu elemen yang sangat penting di samping elemen
yang lain.
7. Supplier Networks
Just In Time sangat membutuhkan hubungan khusus antara pemasok dengan perusahaan
pembeli. Pemasok diharapkan mampu mengirim barang dalam frekuensi yang lebih
banyak dengan jumlah yang lebih kecil. Kedua belah pihak dituntut untuk dapat bekerja
sama guna mencapai keberhasilan bersama di masa mendatang.
Sistem Just In-Time telah diterapkan oleh perusahaan-perusahaan yang ada di dunia,
seperti Toyota Motor Company di Jepang yang merupakan negara pencetus dari ide ini,
Dell Computer, Intel, Mc. Donald, Black and Decker, Goodyear, dan lain-lain. Sistem
ini tidak hanya bisa diterapkan di perusahaan manufaktur saja, tetapi juga dapat
diterapkan di jenis perusahaan lainnya, seperti perusahaan dagang maupun jasa. Di
Indonesia, ada beberapa perusahaan yang telah mencoba untuk menerapkan sistem Just
In Time, seperti PT Astra Daihatsu Motor, PT Triangle Motor, PT Ardi Indah, dan lain-
lain. Di antara perusahaan-perusahaan tersebut, ada beberapa perusahaan yang telah
berhasil menerapkan sistem ini, seperti PT Astra Daihatsu Motor, perusahaan ini telah
berhasil meningkatkan kualitas produknya, mengurangi biaya, dan meningkatkan
partisipasi dari pekerja-pekerjanya. Bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia, sistem ini
merupakan suatu hal yang baru karena hanya beberapa perusahaan yang mampu
menerapkannya dengan baik. Ada beberapa faktor yang menyebabkan sistem ini sulit
untuk diterapkan di Indonesia, seperti ketersediaan bahan baku, tenaga kerja, dan yang
paling penting adalah masalah dana.
141
DAFTAR ISI
142
DAFTAR ISI
Analisa Penerapan Sistem Just In Time ……. (Yenni Agustina, Dewi Sukmasari, Ermadiani R.)
secara berturut-turut. Tidak ada operasi yang dilakukan hingga adanya tanda dari proses
secara berturut-turut menunjukkan kebutuhan untuk memproduksi. Bahan baku tiba
tepat waktu untuk digunakan dalam produksi.
Elemen-elemen kunci Just In Time produksi mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. Lini produksi berjalan berdasarkan sistem tarik (pull system), sehingga aktivitas
setiap workstation mengikuti permintaan dari workstation berikutnya. Pada level
akhir perakitan, sinyal dikirim ke workstation di belakangnya. Sinyal tersebut
mengindikasikan sejumlah partisi dan bahan-bahan yang akan dikerjakan pada lini
atau workstation tersebut. Kemudian workstation di belakangnya tersebut
mengirimkan sinyal yang sama di workstation yang ada di belakangnya lagi,
sehingga arus barang tetap terpelihara dan berjalan dengan baik. Barang dalam
proses pada setiap workstation diharapkan dapat mencapai nol.
b. Mengurangi lead time produksi. Pengurangan lead time memungkinkan perusahaan
dapat berproduksi dengan waktu yang efisien dan efektif.
Menekankan pada penyederhanaan aktivitas pada lini produksi, sehingga nonvalue-
added activity dapat dieliminasi. Oleh karena itu, perusahaan yang menerapkan sistem
Just In Time merestrukturisasi tata letak pabrik atau dengan memperlancar aliran bahan
atau produk di antara workstation yang berurutan.
143
DAFTAR ISI
D. Inspeksi yang mengkonsumsi waktu dan sumber daya untuk menjamin produk yang
dihasilkan sesuai dengan spesifikasi kualitas yang ditetapkan.
E. Penyimpanan yang menggunakan waktu dan sumber daya, selama bahan baku dan
produk disimpan sebagai persediaan.
Dengan berkurangnya kegiatan-kegiatan yang tidak menambah nilai tersebut, maka
akan memberikan dampak terhadap pengurangan biaya, seperti biaya gudang, biaya
pemeliharaan persediaan, biaya penanganan bahan, biaya untuk negosiasi dengan
supplier, dan lain-lain. Walaupun penerapan sistem Just In Time ini akan menimbulkan
biaya-biaya baru, seperti biaya pemeliharaan jaringan dengan pemasok, akan tetapi tetap
akan mengurangi biaya produksi secara relatif. Sehingga dengan berkurangnya kegiatan
nonvalue-added dan biaya secara relatif, maka akan meningkatkan efisiensi perusahaan
dengan menghasilkan produk dengan harga yang rendah.
2. Adanya partisipasi dari karyawan
Dalam sistem Just In Time, peran dari semua pihak sangat dibutuhkan baik dari manajer
maupun dari karyawan atau pekerja yang bersangkutan. Pemberdayaan pekerja sangat
diperlukan untuk mencapai tujuan dari sistem ini yaitu peningkatan efisiensi dan
produktivitas perusahaan. Pekerja memiliki peran yang penting dalam proses produksi
sehingga memerlukan adanya kewenangan untuk mengambil keputusan-keputusan
sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Dengan adanya keterlibatan pekerja,
menimbulkan adanya perasaan memiliki dalam diri mereka sehingga akan mendorong
mereka untuk bekerja dengan sebaik-baiknya guna mencapai tujuan perusahaan.
3. Mengurangi atau bahkan menghilangkan produk cacat
Produk cacat dapat menimbulkan masalah bagi perusahaan karena dapat menimbulkan
penundaan dalam pengiriman barang dan memerlukan pengerjaan ulang untuk
mengganti produk tersebut yang pada akhirnya akan menimbulkan kekecewaan dari
konsumen. Produk yang dihasilkan akan semakin efisien karena tingkat kerusakan
produk akan ditekan sampai sekecil-kecilnya.
4. Meningkatkan produktivitas
Produktivitas merupakan rasio antara outputs dengan inputs. Dalam suatu
manufacturing cycle, dikenal istilah Manufacturing Cycle Efficiency (MCE).
Processing Time
MCE = -------------------------------------------------------------------------------------
Processing Time + Inspection Time + Waiting Time + Move Time
Just In Time purchasing dapat mengurangi bahkan menghilangkan inspection time,
waiting time, moving time sehingga dapat meningkatkan produktivitas akibat hilangnya
aktivitas tidak bernilai tambah. MCE yang ideal adalah sama dengan 1 atau mendekati
angka 1, yang berarti perusahaan dapat menghilangkan waktu dari aktivitas yang tidak
bernilai tambah (nonvalue added activities) dan mengoptimalkan waktu dari aktivitas
yang bernilai tambah (value added activities).
144
DAFTAR ISI
Analisa Penerapan Sistem Just In Time ……. (Yenni Agustina, Dewi Sukmasari, Ermadiani R.)
145
DAFTAR ISI
PENUTUP
Dalam situasi perekonomian saat ini, sistem pengendalian persediaan dan produksi
tradisional yang dikemukakan Henry Ford seperti produksi massa tidak sesuai lagi
untuk diterapkan. Dalam sistem Just In Time, perusahaan hanya akan memproduksi
produk sesuai dengan permintaan konsumen. Untuk itu, perusahaan perlu melakukan
beberapa perubahan dalam lingkungan perusahaannya diantara yaitu : perubahan dari
layout pabrik, rancangan proses, standar kualitas, dan persediaan. Keberhasilan dalam
penerapan sistem Just In Time ini sangat membutuhkan dukungan dari berbagai pihak,
baik dari manajer, pekerja perusahaan, maupun dari supplier. Dengan adanya kerja
sama dari pihak-pihak tersebut, maka penerapan sistem Just In Time akan memberikan
hasil yang maksimal dalam meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan
sehingga perusahaan dapat tetap bertahan di masa depan.
DAFTAR PUSTAKA:
Assauri, Sofjan. 1993. Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi 4. Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia. Jakarta.
Garisson, Ray H. dan Eric W. Norren. 2000. Managerial Accounting. (diterjemahkan
oleh Totok Budisantoso). Buku 1. Salemba Empat. Jakarta.
Hansen & Mowen. 2000. Manajemen Biaya. Buku 1. Salemba Empat. Jakarta.
Iffah, Rakhmania. 2005. Penafsiran Kesiapan Suatu Perusahaan Untuk Menerapkan
Sistem JIT. http://digilib.its.ac.Id/go.. 20 September 2005.
Nur Indriantoro,Dr,Msc,Ak dan Bambang Supomo,Drs,Msi,Ak. 2002. Metodologi
Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen. Yogyakarta: BPFE.
Russel, Roberta S. dan Bernard W. Taylor III. 2003. Operation Management. Fourth
Edition. Prentise Hall. New York.
Swanson, Christine A. dan William M. Kankford. 2005. Just In Time Manufacturing.
http://www.dushkin.com/text-data/article/22705/22705.mhtml. 20 September
2005.
Tjahjadi, Bambang. 2001. Just In Time Purchasing. JIT Production System:
Pengaruhnya Terhadap Kinerja Produktivitas. Majalah Ekonomi NO.3.
Universitas Airlangga. Surabaya.
146
DAFTAR ISI
Beberapa pertimbangan yang diharapkan dapat menjadi perhatian bagi penulis adalah
seperti yang tercantum di bawah ini :
1. Sistematika penulisan
Abstrak/Sinopsis. Bagian ini menyajikan ringkasan penelitian berupa masalah,
tujuan, analisis, serta hasil penelitian yang berkisar antara 150-350 kata (diharapkan
disajikan dalam Bahasa Inggris). Sertakan pula setidaknya tiga buah kata kunci
(keywords) pada bagian akhir abstrak/sinopsis.
Pendahuluan. Merupakan uraian latar belakang atau motivasi penelitian, rumusan
masalah penelitian, serta pernyataan tentang tujuan penelitian.
Untuk artikel research based
Kerangka penelitian dan pengembangan hipotesis. Bagian ini memaparkan
kerangka teoritis berdasarkan telaah literatur yang dapat dijadikan landasan logis
untuk mengembangkan hipotesis.
Metode riset. Menjelaskan metode analisis yang digunakan sehubungan dengan
masalah dan hipotesis yang diajukan, seleksi data, dan pengambilan contoh
(sample), serta pengukuran dan definisi operasional variabel.
Analisis data. Menyajikan dan menguraikan hasil metode analisis data dan
deskripsi statistik yang diperlukan.
Untuk artikel telaah literatur.
Pembahasan dan kesimpulan. Pembahasan penelitian yang didukung hasil
statistika atau hasil literatur yang cukup kuat, disajikan untuk memberikan suatu
kesimpulan tentang topik dan masalah penelitian.
Implikasi dan keterbatasan. Menjelaskan keterkaitan penelitian yang dilakukan
dengan penelitian sebelumnya, mengemukakan keterbatasan penelitian dan bila
perlu memberi saran untuk penelitian yang akan datang.
Daftar referensi. Memuat sumber-sumber yang dikutip langsung atau yang
menjadi acuan dalam penelitian.
Lampiran. Berisikan tabel, gambar, dan instrumen penelitian.
2. Artikel diketik dengan jarak baris dua, jenis huruf Times New Roman, ukuran
12pt, di atas kertas ukuran Quarto, antara 10-20 halaman.
3. Margin atas, bawah, kiri, dan kanan memakai ukuran standar satu (1) inchi.
4. Gambar atau tabel sebaiknya disajikan dalam halaman yang terpisah dengan diberi
nomor urut.
DAFTAR ISI
5. Kutipan dalam teks harus menyebutkan nama akhir penulis dan tahun (tanpa koma)
diantara kurung buka dan kurung tutup.
Contoh :
a. Satu sumber kutipan dengan satu penulis; (Hasan 1998), jika menggunakan
halaman; (Hasan 1998:321)
b. Satu sumber kutipan dengan lebih satu penulis; (Hasan dan Anwar 1990), jika
menggunakan halaman (Hasan dan Anwar 1990:432)
c. Satu sumber kutipan dengan lebih dari dua penulis; (Hasan dkk. 1992) atau
(Kennedy at al. 1998) jika menggunakan halaman; (Hasan dkk. 1992:265) atau
(Kennedy at al. 1998:612)
d. Dua sumber kutipan dengan penulis berbeda; (Hasan 1990; Kennedy 1997)
e. Dua sumber kutipan dengan penulis sama; (Hasan 1990, 1992), jika tahun
publikasi sama; (Hasan 1992a, 1992b)
f. Jika sumber kutipan merupakan institusi atau lembaga, sebaiknya ditulis
akronimnya, misalnya (Bappepam 2001)
6. Referensi yang menjadi sumber kutipan harus dicantumkan di dalam artikel dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. Daftar referensi diurutkan berdasarkan alfabetis sesuai dengan nama penulis
atau nama institusi.
b. Penulis diurutkan berdasarkan : Nama penulis. Tahun publikasi. Judul jurnal
atau buku teks. Nama jurnal atau penerbit. Dan nomor halaman.
Contoh :
American Accounting Association. Committee on Concepts and Standars for
External Financial Report. 1997. Statement on Accounting Theory
Acceptence. Sarasota. FL:AAA.
Bringham, E.F. dan I.C. Gapenski. 1996. Intermediate Financial
Management. 5th edition. The Dryen Press. New York.
Jensen, M. dan W. Mecking. 1976. Theory of The Firm : Managerial
Behavioral Agency Cost, and Ownership Structure. Journal of Financial
Economics. Vol.3. 305-306
Artikel diserahkan dalam bentuk disket 3,5”, atau CD, berikut satu eksemplar
hardcopy.