You are on page 1of 145

J URNAL

A KUNTANSI DAN
K EUANGAN
Jurnal Ilmiah Berkala Enam Bulanan, ISSN 1410 – 1831 Volume 12 No. 1, Januari 2007

Evaluasi Pengungkapan Informasi Pertanggungjawaban Sosial Pada Laporan


Tahunan Perusahaan Dalam Kelompok Aneka Industri Yang Go Publik di
BEJ
Edwin Mirfazli dan Nurdiono
Analisis Pengaruh Interaksi Laba Dengan Laporan Arus Kas Terhadap Return
Saham (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Di BEJ)
Kiagus Andi
Penerapan PSAK Nomor 45 Pada Organisasi Pengelola Zakat
Nurdiono
Riset Anggaran Untuk Rakyat Studi Kasus:APBD Kota Bandar Lampung
Marselina Djayasinga
Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Tingkat Keluasan
Pengungkapan Laporan Keuangan Pada Sektor Industri Barang Konsumsi Di
Bursa Efek Jakarta
Yuliansyah, Yenny Megawati
Auditing E-Commerce: Proses Pengumpulan Dan Validasi Bukti Audit
Saring Suhendro
Analisis Manufacturing Cycle Effectiveness Dalam Meningkatkan Cost
Effective Pada Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit
Yulia Saftiana, Ermadiani, R. Weddie Andriyanto
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Mengadopsi Sistem
Pemotongan Pajak Pada Perusahaan-Perusahaan Foreign Exchange Berbasis
Internet
Agus Zahron
Analisa Penerapan Sistem Just In Time Untuk Meningkatkan Efisiensi Dan
Produktivitas Pada Perusahaan Industri
Yenni Agustina, Dewi Sukmasari, Ermadiani

Jurnal Akuntansi Bandarlampung ISSN


Vol. 12 No.1 Hal. 01-146
dan Keuangan Januari 2007 1410 - 1831
JURNAL AKUNTANSI DAN KEUANGAN

Penanggung Jawab : Prof. Dr. Ir. Muhajir Utomo, M.Sc.


(Rektor Universitas Lampung)
Pembina : Prof. Dr. Ir. Tirza Hanum, M.Sc.
(Pembantu Rektor I Universitas Lampung)
Dr. John Hendri, M.Si.
(Ketua Lembaga Penelitian Universitas Lampung)
Toto Gunarto, S.E., M.Si.
(Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Lampung)
Pimpinan Umum : Ketua Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Lampung
Dewan Editor
Ketua : Prof. Dr. Zaki Baridwan, M.Sc., Akt.
Wakil Ketua : Farid Djahidin, S.E., Akt.
Sekretaris : Edwin Mirfazli, S.E., Akt.
Anggota 1. Prof. Dr. Bambang Sudibyo, M.B.A., Akt.
2. Dr. Gudono, S.E., M.B.A., Akt.
3. Nawawi Munaf, S.E., Akt.
4. Kiagus Andi, S.E., M.Si., Akt.
5. Farichah, S.E., M.Si., Akt.
6. Einde Evana, S.E., M.Si., Akt.
7. A. Zubaidi Indra, S.E., Akt.
8. R. Weddie Andriyanto, S.E., Akt.
9. Susi, S.E., M.B.A., Akt.
10. Tri Joko Prasetyo, S.E., M.Si.
Bendahara : Nurdiono, S.E., M.M., Akt.
Redaktur Produksi : 1. Lindrianasari, S.E., M.Si., Akt.
2. Fajar Gustiawaty Dewi, S.E., M.Si., Akt.
3. Reni Oktavia, S.E.
4. Ikhman Alhakki, S.E.
Tata Usaha dan Kearsipan : 1. Setteng
2. Legino
Distribusi dan Sirkulasi : Elvi Sukendri, S.E.
Alamat Redaksi : Gedung E Lantai 1, Fakultas Ekonomi
Universitas Lampung
Jl. Prof. Sumantri Brojonegoro no.1
Gedungmeneng- Bandarlampung, 35145
Telp./Fax. (0721) 786749
Jurnal Akuntansi dan Keuangan merupakan media komunikasi ilmiah, diterbitkan dua kali setahun
oleh Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Lampung, berisikan ringkasan hasil penelitian,
skripsi, tesis, dan disertasi.
JURNAL AKUNTANSI DAN KEUANGAN

DAFTAR ISI

Evaluasi Pengungkapan Informasi Pertanggungjawaban Sosial Pada Laporan


Tahunan Perusahaan Dalam Kelompok Aneka Industri Yang Go Publik di
BEJ
Edwin Mirfazli dan Nurdiono ……………………………………………………… 01-11

Analisis Pengaruh Interaksi Laba Dengan Laporan Arus Kas Terhadap


Return Saham (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Di BEJ)
Kiagus Andi …………………………………………………………………………… 13-18

Penerapan PSAK Nomor 45 Pada Organisasi Pengelola Zakat


Nurdiono ……………………………………………………………………………… 20-47

Riset Anggaran Untuk Rakyat Studi Kasus:APBD Kota Bandar Lampung


Marselina Djayasinga ………………………………………………………………… 49-79

Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Tingkat Keluasan


Pengungkapan Laporan Keuangan Pada Sektor Industri Barang Konsumsi Di
Bursa Efek Jakarta
Yuliansyah, Yenny Megawati ………………………………………………………… 81-90

Auditing E-Commerce: Proses Pengumpulan Dan Validasi Bukti Audit


Saring Suhendro ……………………………………………………………………… 91-105

Analisis Manufacturing Cycle Effectiveness Dalam Meningkatkan Cost


Effective Pada Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit
Yulia Saftiana, Ermadiani, R. Weddie Andriyanto ……………………………… 107-121

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Mengadopsi Sistem


Pemotongan Pajak Pada Perusahaan-Perusahaan Foreign Exchange Berbasis
Internet
Agus Zahron …………………………………………………..……………………… 123-133

Analisa Penerapan Sistem Just In Time Untuk Meningkatkan Efisiensi Dan


Produktivitas Pada Perusahaan Industri
Yenni Agustina, Dewi Sukmasari, Ermadiani …………………………………… 135-146
DAFTAR ISI

Evaluasi Pengungkapan Informasi Pertanggungjawaban


Sosial Pada Laporan Tahunan Perusahaan Dalam
Kelompok Aneka Industri Yang Go Publik di BEJ
Oleh:

Edwin Mirfazli 1 dan Nurdiono

ABSTRACT

The paper draw disclosure corporate social responsibility from annual report company
which go public at Jakarta Stock Exchange (JSX). Corporate Social Responsibility
(CSR) was identify, evaluate and measure effect of company and communicate to the
stock holder and saw how much the disclosure about social responsibility accounting in
annual report.

Its use coding process to annual report with use content analysis which specially for
indexing yes or no approach. There are 16 members of JSX for Multiple Industry Group
include High-Profile and Low Profile.

The research results show the significant different between High-Profile and Low-
profile for disclosure about corporate social responsibility in annual report. P-Value
0.035 < 0.05, so Ha avialable for explain for the difference which is significant ability
about Multiple Industry Group Hihg-Profile and Low-Profile

Keywords : corporate social responsibility, high-profile, low-profile , disclosure


and annual report

A. Latar Belakang

Dewasa ini, menghadapi dampak globaslisasi, kemajuan informasi teknologi, dan


ketebukaan pasar, perusahaan harus secara serius dan terbuka memperhatikan
Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility (CSR) ).
Kehilangan partner bisnis maupun risiko terhadap citra perusahaan (brand risk) tentu
akan memberi dampak pada kelangsungan hidup usaha yang telah berjalan. Salah satu
patner bisnis adalah masyarakat yang berada di lokasi maupun secara keseluruhan yang
secara langsung maupun tidak langsung mempunyai kepentingan dengan perusahaan
(korporasi). Tekanan secara nasional dan internasional sedang dan terus akan berlanjut
ikut serta mempengaruhi perilaku bisnis korporasi. Tekanan ini datang antara lain dari
para pemegang saham (yang sadar CSR), Lembaga Swadaya Masayarakat (LSM),
partner-partner bisnis (terutama dari negara yang komuniti bisnisnya peka terhadap

1
Dosen Jurusan Akuntansi, FE Unila;
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

CSR) dan advokat yang memperjuangkan kepentingan publik (public interest lawyers).
Dalam iklim reformasi dan demokrasi di Indonesia sekarang ini, keterbukaan dan
akuntabilitas sangat dipentingkan dan diperhatikan oleh publik. Peranan pengawasan
publik dilakukan melalui LSM , sebagai organisasi nir-laba yang pendukungnya
menyuarakan berbagai “public issues”, yang punya dampak besar pada penyelenggaraan
bisnis di indonesia. Perusahaan harus menyadari bahwa suara LSM ini mempunyai
pengaruh besar dan sangat diperhatikan oleh konsumen perusahaan dan karena itu tidak
dapat diabaikan. Mempunyai program CSR bukanlah hanya sekedar untuk tunduk pada
tekanan publik dan politik. Seperti terungkap dalam suatu survei di tahun 1999
terhadap ribuan responden di dunia (23 negara di 6 benua), maka antara lain:
(a) separuh responden “care about the social behaviour of companies”;
(b) duapertiga responden ingin perusahaan meninggalkan peranan perusahaan yang
hanya menekankan pada: membuat keuntungan, membayar pajak, dan menggunakan
tenaga kerja; mereka minta agar fokus perusahaan adalah juga bagaimana menyumbang
pada tujuan-tujuan masyarakat secara lebih luas (broader societal goals); dan
(c) perhatian masyarakat sekarang lebih pada “corporate citizenship”, ketimbang hanya
pada “brand reputation” dan “financial factors”. ( Reksodiputro, 2004)

Isu bagaimana tenaga kerja mempersepsikan suatu perusahaan juga akan berpengaruh
pada rekrutmen pegawai, memotivasi kerja mereka, dan mengusahakan mereka tidak
pindah ke perusahaan lain. Tenaga ahli yang cakap sekarang juga sudah mulai memilih
perusahaan yang dinilai baik dari segi kepemimpinannya dalam melaksanakan CSR
(CSR leadership). Karena itu “faktor pendukung daya saing” juga harus dilihat dari
program CSR yang dijalankan oleh perusahaan. Seperti dikutip Wineberg(9) dari suatu
survei CEO di Eropa tahun 2002: “.......78% of the chief executives agreed that
integrating responsible business practices makes a company more competitive”.

Perusahaan menarik dana dari berbagai individu dalam masyarakat umum, untuk itu
perusahaan ikut bertanggung jawab kepada kelompok masyarakat yang terdiri atas para
investor dan kreditor. Perusahaan dalam kegiatan operasi juga menggunakan sumber
daya alam yang menimbulkan polusi tanah, air, dan udara. Dalam situasi menyebabkan
perusahaan bertanggung jawab terhadap kualitas lingkungan alam dan sosial kepada
pemerintah dan masyarakat. Perusahaan juga mempunyai kewajiban untuk membayar
pajak sesuai dengan peraturan pemerintah, dengan demikian perusahaan bertanggung
jawab kepada pemerintah dan kelompok masyarakat yang mendapat manfaat dari
kegiatan pemerintah.

Pengakomodasian unsur tanggung jawab sosial belum di jalankan oleh perusahaan


dengan baik dan wajar dalam proses penilaian dampak sosial maupun dalam pelaporan.
Ini di buktikan dengan begitu banyak timbul berbagai konflik dan masalah pada
industrial seperti demonstrasi dan protes yang menyiratkan ketidakpuasan beberapa
elemen stakeholders pada manajemen perusahaan. Kasus yang lain sering muncul
adalah protes dari berbagai elemen masyarakat sekitar lokasi pabrik yang merasa
terganggu akibat limbah atau polusi yang timbul sehingga memberi dampak negative
terhadap lingkungan. Para buruh juga kerap kali melakukan demo dan mogok kerja

2
DAFTAR ISI

Evaluasi Pengungkapan Informasi ……. (Edwin Mirfazli dan Nurdiono)

akibat kebijakan upah dan pemberian fasilitas kesejahteraan yang diterapkan


perusahaan tidak mencerminkan rasa keadilan.

Dampak sosial perusahaan tergantung pada jenis atau karakteristik operasi perusahaan.
Karakteristik operasi perusahaan yang menghasilkan dampak sosial yang tinggi akan
menuntut pemenuhan tanggungjawab sosial yang lebih tinggi pula. Pelaksanaan
tanggungjawab sosial akan disosialisasikan kepada publik melalui pengungkapan soial
dalam laporan tahunan.

Praktek pengungkapan sosial di BEJ dan BES, dengan pola pengungkapan sosialnya
meliputi tema kemasyarakatan, tema produk dan konsumen, dan tema ketenagakerjaan,
tanpa memasukkan tema lingkungan, diperoleh hasil bahwa praktek pengungkapan
sosial kelompok industri high-profile lebih tinggi daripada kelompok industri low-
profile.(Utomo, Muslim 2000). Selanjutnya Khodijah, Dede (2006) meneliti
perbandingan antara industri hihg- profile dengan low-profile dengan memasukkan tema
lingkungan juga memperoleh hasil yang sama, dimana terdapat perbedaan yang
signifikan antara jumlah pengungkapan high profile dengan low- profile terhadap
keseluruhan kelompok perusahaan yang go publik di BEJ Tahun 2004.

Adapun perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pemilihan
sampel dan edisi laporan tahunan yang diteliti secara spesifik yaitu perusahaan yang
masuk dalam kelompok aneka industri. Yang menarik ada dua model dimana pada
kelompok ini terdapat kelompok industri high profile dan low profile. Tidak ada
penambahan klasifikasi kategori pengungkapan sosial dengan alasan semua ini di
dasarkan pada kelompok usaha yang termasuk dalam kategori industri yang terdaftar di
BEJ. Dan untuk pengukuran atas pengungkapan sosial tidak di bagi berdasarkan lokasi
pengungkapan. Hal ini sedikit banyak akan memberikan perbedaan antara penelitian ini
dengan penelitian sebelumnya. Hal terakhir yang memberikan perbedaan adalah
perkembangan Corporate Social Responsibility sendiri.

Akuntansi sebagai alat pertanggungjawaban mempunyai fungsi sebagai alat kendali


utama terhadap aktivitas perusahaan. Tanggung jawab manajemen tidak hanya terbatas
atas pengelolaan dana ke dalam perusahaan kepada investor dan kreditor, tetapi juga
meliputi dampak yang ditimbulkan oleh perusahaan terhadap lingkungan alam dan
sosial. Pengungkapan Social Responsibility Accounting menjadi hal yang sangat krusial
dan akan memberi dampak kepada kelangsungan hidup perusahaan di masa datang.

B. Permasalahan

1. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah disajikan, maka permasalahan yang akan dibahas adalah :
Apakah ada perbedaan jumlah penyajian pengungkapan informasi pertanggungjawaban
sosial antara perusahaan dalam kelompok aneka industri dasar yang tergolong industri
high-profile dan low-profile ?

3
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

2. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, penulis membatasi pada penjelasan untuk mengetahui sejauh mana
perbedaan jumlah dan fokus perusahaan melakukan pengungkapan informasi
pertanggungjawaban sosial antara perusahaan dalam kelompok Aneka Industri yang
tergolong high-profile dan low-profile tanpa melihat secara detail kualitas
pengungkapan. Objek penelitian ini di batasi pada laporan tahunan periode tahun 2004.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan secara empiris tentang jumlah


pengungkapan informasi pertanggungjawaban sosial yang diungkapkan dalam laporan
tahunan perusahaan dalam kelompok Aneka Industri baik high-profile maupun low
profile serta untuk mengetahui apakah perbedaan tipe kelompok perusahaan
mempengaruhi jumlah pengungkapan sosial dalam laporan tahunan perusahaan.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan memberikan beberapa manfaat seperti :


1) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan motivasi tentang
pentingnya pengungkapan informasi pertanggungjawaban sosial perusahaan.
2) Sebagai pertimbangan dan pendorong dalam pembuatan kebijaksanaan
perusahaan untuk lebih meningkatkan tanggung jawab dan kepeduliannya pada
lingkungan sosial.
3) Penelitian ini dapat menambah wawasan pengetahuan mengenai jumlah
pengungkapan informasi pertanggungjawaban sosial perusahaan.

D. Kerangka Pemikiran

Perusahaan dalam pandangan ini adalah alat dari para pemegang saham (pemilik
perusahaan), maka apabila perusahaan akan memberikan sumbangan sosial, hal itu akan
dilakukan oleh individu pemilik atau individu para pekerjanya, bukan oleh perusahaan
itu sendiri. Hal ini senada dengan pendapat Model Klasik yang menyatakan bahwa
usaha yang dilakukan perusahaan semata-mata hanya untuk memenuhi permintaan
pasar dan mencari untung yang akan dipersembahkan kepada pemilik modal (Harahap,
Sofyan Syafri, 1993).

Seorang fundamentalis dibidang ini, Milton Friedman, menyatakan :

“Ada satu dan hanya satu tanggung jawab perusahaan, yaitu menggunakan
kekayaan yang dimilikinya untuk meningkatkan laba sepanjang sesuai
dengan aturan main yang berlaku dalam suatu sistem persaingan bebas
tanpa penipuan dan kecurangan”.

4
DAFTAR ISI

Evaluasi Pengungkapan Informasi ……. (Edwin Mirfazli dan Nurdiono)

Sedangkan dalam pengertian luas, pertanggungjawaban sosial merupakan konsep yang


lebih “manusiawi”, dimana suatu organisasi dipandang sebagai agen moral. Oleh karena
itu, dengan atau tanpa aturan hukum, sebuah organisasi – termasuk di dalamnya
organisasi bisnis, wajib menjunjung tinggi moralitas. Dengan demikian, kendati tidak
ada aturan hukum atau etika masyarakat yang mengatur, tanggung jawab sosial bisa di
laksanakan dalam berbagai situasi dengan mempertimbangkan hasil terbaik atau yang
paling sedikit merugikan stakeholder-nya. Tindakan tepat yang dilakukan oleh
perusahaan akan memberikan manfaat bagi masyarakat.

Akuntansi Sosial Ekonomi (Socio Economic Accounting) atau sering disebut dengan
akuntansi sosial merupakan fenomena baru dalam ilmu akuntansi. Akuntansi sosial
memiliki perbedaan dengan akuntansi konvensional. Dalam akuntansi konvensional
yang menjadi fokus perhatian adalah pencatatan dan pengukuran terhadap kegiatan atau
dampak yang timbul akibat hubungan perusahaan dengan pelanggan, sedangkan
akuntansi sosial merupakan sub disiplin dari ilmu akuntansi yang melakukan proses
pengukuran dan pelaporan dampak-dampak sosial perusahaan. Jadi, dalam akuntansi
konvensional tidak sepenuhnya mengakomodasi unsur tanggung jawab sosial
perusahaan.

Seluruh pelaksanaan tanggung jawab sosial yang telah dilaksanakan oleh perusahaan
akan disosialisasikan kepada publik, salah satunya melalui pengungkapan sosial dalam
laporan tahunan perusahaan. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) secara implisit
menjelaskan bahwa laporan tahunan harus mengakomodasi kepentingan para pengambil
keputusan. Penjelasan tersebut ditulis dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) No. 1 tahun 2004, paragraf kesembilan :

“Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan


mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added
statement), khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup
memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap pegawai
sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting”.

Dalam proses pelaporan keuangan tahunan perusahaan, pengungkapan/disclosure


merupakan aspek pelaporan yang kualitatif, yang sangat diperlukan pemakai informasi
laporan keuangan. Karena sifatnya yang kualitatif sehingga formatnya tidak terstruktur,
yang dapat terjadi secara langsung dalam laporan keuangan tahunan perusahaan melalui
penjudulan yang tepat, catatan atas laporan keuangan ataupun berbagai sisipan seperti
catatan kaki.

Pengungkapan didefinisikan sebagai penyediaan sejumlah informasi yang di butuhkan


untuk pengoperasian secara optimal pasar modal efisien (Hendriksen, 1996, dalam
Zuhroh dan I Putu Pande, 2003). Pengungkapan ada yang bersifat wajib (mandatory),
yaitu pengungkapan informasi yang wajib dilakukan oleh perusahaan yang didasarkan
pada peraturan atau standar tertentu, dan ada yang bersifat sukarela (voluntary), yang
merupakan pengungkapan informasi melebihi persyaratan minimum dari peraturan yang

5
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

berlaku. Tujuan pengungkapan menurut Securities Exchange Comission (SEC)


dikategorikan menjadi dua, yaitu : 1) protective disclosure yang dimaksudkan sebagai
upaya perlindungan terhadap investor, dan 2) informative disclosure yang bertujuan
memberikan informasi yang layak kepada pengguna laporan (Wolk, Francis, dan
Tearney, dalam Utomo, 2000, dalam Zuhroh dan I Putu Pande, 2003).

Informasi mengenai pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan yang di uraikan


dalam laporan tahunan akan dapat dipahami dan tidak menimbulkan salah interpretasi
apabila laporan tahunan tersebut dilengkapi dengan pengungkapan sosial yang
memadai. Memberikan informasi yang memadai diharapkan akan dapat berguna bagi
pengambilan keputusan oleh pihak-pihak pengguna laporan keuangan.

E. Hipotesis

Dalam penelitian ini penulis merumuskan hipotesis untuk mendukung jawaban atas
permasalahan yang ada. Perumusan hipotesis tersebut adalah :
H0 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan jumlah pengungkapan sosial antara
perusahaan dalam kelompok Aneka Industri high-profile dan kelompok Aneka
Industri low-profile

Ha : Terdapat perbedaan yang signifikan jumlah pengungkapan sosial antara


perusahaan dalam kelompok Aneka Industri high-profile dan kelompok Aneka
Industri low-profile

F. Metodologi Penelitian

1. Metode Pengumpulan data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode dokumentasi atau
kutipan langsung dari berbagai sumber. Data-data yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan data sekunder yang berasal dari :

1) Pusat Referensi Pasar Modal di Bursa Efek Jakarta.


2) Bahan literatur pendukung lainnya, seperti buku-buku yang terkait dengan
Akuntansi Sosial, Corporate Social Responsibility, ataupun buku lain serta data-
data dari penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

2. Pemilihan Sampel

Metode pemilihan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode purposive
judgement sampling, yaitu tipe pemilihan sampel secara tidak acak yang informasinya
diperoleh dengan menggunakan pertimbangan tertentu. Adapun kriteria yang
digunakan dalam penentuan sampel adalah :

6
DAFTAR ISI

Evaluasi Pengungkapan Informasi ……. (Edwin Mirfazli dan Nurdiono)

1) Tercatat sebagai emiten di Bursa Efek Jakarta pada tahun 2004


2) Perusahaan telah menyelesaikan kewajibannya dalam menyerahkan laporan
tahunan periode tahun 2004
3) Laporan tahunan perusahaan sampel secara fisik tersedia dengan lengkap dan
utuh di PRPM.

3. Operasionalisasi Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :


1) Pengungkapan sosial yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang
terkategori dalam industri yang dalam kelompok Industri Dasar dan Kimia
2) Pengungkapan sosial yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang
terkategori dalam industri yang dalam kelompok Aneka Industri

Kedua variabel tersebut bersifat independen dan memiliki hubungan yang simetris.
Hubungan antar-variabel disebut simetris apabila variabel yang satu tidak disebabkan
atau dipengaruhi oleh variabel yang lain (Hagul Manning and Singarimbun, 1989,
dalam Muslim Utomo, 2000). Masing-masing variabel tersusun atas empat kategori
yang ditetapkan dalam penelitian ini yaitu menyangkut kemasyarakatan, lingkungan,
ketenagakerjaan, dan konsumen.

4. Alat Analisis

a. Analisis Kualitatif

Dalam penyusunan skripsi ini metode yang digunakan adalah metode deskriptif, yaitu
metode yang menjelaskan dan menggambarkan karakteristik data agar hasil penelitian
dapat memberikan gambaran yang jelas. Laporan tahunan dianalisis dengan
menggunakan metode content analysis, yaitu metode pengumpulan data melalui teknik
observasi dan analisis terhadap isi atau pesan dari suatu dokumen untuk menghasilkan
deskripsi yang objektif dan sistematik, seperti kategori isi, telaah, pemberian kode
berdasarkan karakteristik kejadian atau transaksi yang terdapat dalam dokumen (Nur
Indriantoro dan B. Supomo, 1999).

b. Analisis Kuantitatif

Kegiatan pengolahan data meliputi pengecekan dan perhitungan item-item


pengungkapan sosial yang ada dalam laporan tahunan. Proses kuantifikasi
menggunakan teknik indexing yes/no approach yang merupakan bentuk paling
sederhana dari metode content analysis. Pada teknik ini, angka 1 diberikan apabila suatu
sub kategori pengungkapan sosial diisi atau diungkapkan dalam laporan tahunan
perusahaan sampel, sedangkan angka 0 diberikan pada sub kategori yang tidak diungkap
perusahaan sampel.

7
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

Sedangkan teknik statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis komparatif adalah
dengan uji beda rata-rata. Dasar pengambilan keputusan adalah dengan membandingkan
t-tabel dan t-hitung:

• Jika t-hitung > t-tabel, maka H0 ditolak atau P-value < 0,05
• Jika t-hitung < t-tabel, maka H0 diterima atau P-value > 0,05

Dalam menguji hipotesis yang diteliti, peneliti menggunakan bantuan Software ststistik
MiniTab versi 13.

G. Analisis

Berdasarkan data yang tercatat di Bursa Efek Jakarta, terdapat 356 emiten yang
terdaftar. Dari jumlah populasi tersebut terdapat 32 emiten yang termasuk perusahaan
dalam Kelompok Aneka Industri. Berdasarkan kriteria penentuan sampel, yang
memenuhi untuk dijadikan sampel yaitu sebanyak 5 emiten yang termasuk dalam hihg-
profile dari populasi sejumlah 6.Sedangkan untuk kelompok aneka industri low-profile
dari populasi sejumlah 16 data yang tersedia sejumlah 11 emiten.

Tabel 1. Jumlah Perusahaan yang dijadikan Sampel Penelitian Kelompok Aneka


Industri.

TIPE PERUSAHAAN JML.POPULASI JML.SAMPEL %


Hihg-Profile 6 5 47,16%
Low-Profilei 16 11 35,41%
Jumlah 32 16 41,58%
Sumber : Pusat Referensi Pasar Modal (PRPM) BEJ (2006)

1. Hasil Analisis Statistik Deskriptif

Dari hasil perhitungan pada lampiran output MiniTab (lampiran 5) dapat diketahui
bahwa pengungkapan sosial perusahaan dalam kelompok aneka industri high profile
mempunyai nilai minimum 6 (enam) dan maksimum 25 (dua puluh lima) dengan rata-
rata 16,1667 dan memiliki standar deviasi 7,46771. Sedangkan perusahaan dalam
kelompok aneka industri low-profile mempunyai nilai minimum 5 (lima) dan
maksimum 20 (dua puluh ) dengan rata-rata 9,63636 dan memiliki standar deviasi
4,27253. Jumlah pengungkapan sosialnya paling minimum yaitu INDR dan perusahaan
yang pengungkapan sosialnya paling tinggi yaitu ASII Sedangkan jumlah
pengungkapan sosial untuk perusahaan yang lainnya tersebar diantara 5 (lima) dan 25
(dua puluh lima).

8
DAFTAR ISI

Evaluasi Pengungkapan Informasi ……. (Edwin Mirfazli dan Nurdiono)

2. Hasil Uji Normalitas

Pengujian normalitas distribusi data menggunakan uji Two Sample Kolmogorov-


Smirnov Test dengan tingkat keyakinan 95% dengan N=5 pada kelompok aneka
industri hihg profile serta N=11 untuk kelompok aneka indutri low profile. Dari hasil
proses pengolahan data dengan menggunakan software MiniTab ver 13, maka di
dapatkan hasil yang di gambarkan melalui grafik yang menunjukkan data berdistribusi
normal (lampiran 1 dan 2).

3. Hasil Uji Hipotesis

Pengujian hipotesa komparatif jumlah pengungkapan sosial antara perusahaan high-


profile dan low-profile dilakukan dengan menggunakan uji-z (uji-t) untuk komparasi
dua sampel independen pada tingkat keyakinan 95%, dengan ketentuan sebagai berikut :
• Apabila P_Value. < 0,05 : H0 ditolak dan Ha diterima.
• Apabila P_Value. > 0,05 : H0 diterima dan Ha ditolak.
Dari hasil lampiran output MiniTab (lampiran 3 ) diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 2. Hasil uji-t (Seluruh Tema) dengan tingkat keyakinan 95% dengan df=25.

TIPE STD. T P
MEAN KEPUTUSAN
PERUSAHAAN DEV. VALUE VALUE
H0 ditolak, Ha
High-Profile 16,17 7,47
2,32 0,035 diterima
Low-Profile 9,64 4,27

Berdasarkan tabel diatas, nilai P_Value. 0,035 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan yang cukup signifikan dalam penyajian jumlah pengungkapan sosial
antara perusahaan dalam kelompok aneka industri hihg profile dengan kelompok aneka
industri low-profile.

H. Simpulan

Penelitian ini menguji 16 sampel dari perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta.
Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan di atas , maka simpulan yang dapat
diambil adalah Pengujian hipotesis membuktikan bahwa terdapat perbedaan yang
cukup signifikan dalam penyajian jumlah pengungkapan sosial seluruh tema antara
perusahaan dalam kelompok aneka industri hihg-profile dengan perusahaan dalam
kelompok aneka industri low-profile. Hal ini menunjukkan bahwa banyaknya dampak
sosial yang muncul pada sebagian perusahaan dalam dua kelompok di atas yang
termasuk dalam type high-profile yang mendorong mereka untuk melakukan dan
mengungkapkan pertanggungjawaban sosial perusahaan.

9
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

I. Keterbatasan

Penelitian ini tidak terlepas dari keterbatasan. Keterbatasan tersebut antara lain :

1. Penyusunan daftar pengungkapan sosial cenderung bersifat subjektif dan


memungkinkan terlewatnya item-item tertentu yang seharusnya diungkap oleh
perusahaan.
2. Penggunaan teknik indexing yes/no approach mengakibatkan sulit membedakan
kualitas pengungkapan antara suatu perusahaan dengan perusahaan lain.
3. Perbandingan yang dilakukan hanya melihat secara keseluruhan tanpa merinci
terhadap masing-masing tema.

J. Saran

Berdasarkan simpulan dan keterbatasan yang telah dikemukakan diatas, maka saran-
saran yang diajukan untuk penelitian selanjutnya antara lain :

1. Menyempurnakan daftar pengungkapan sosial yang dipergunakan sebagai


instrumen penelitian. Ini dilakukan dengan mencari referensi terkini tentang
tema dan sub tema pengungkapan sosial
.
2. Bagi perusahaan supaya lebih memperhatikan lingkungan sosialnya,
mengingat antara perusahaan dan masyrakat saling memiliki kepentingan.
Perilaku perusahaan yang mengabaikan pertanggungjawaban sosialnya akan
merugikan perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA

Freedman, Martin. “Social Accounting” dalam Siegel & Ramanauskan. 1989.


Behavioral Accounting. Ohio. South Western Publishing Co.

Harahap, Sofyan Syafri. 1993, Teori Akuntansi, Edisi Revisi. PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta.

Ikantan Akuntan Indonesia. 2002. Standar Akuntansi Keuangan. Salemba Empat.


Jakarta

Indriantoro, Nur, dan Bambang Supomo. 1999. Metodologi Penelitian Bisnis


Untuk Akuntansi dan Manajemen. Edisi Pertama BPFE. Yogyakarta

Mallen Baker. 2002. Corporate Social Responsibility: What Does It Mean? CSR
News and Resources on www.mallenbaker.net. San Fransisco. The United
States of America.

10
DAFTAR ISI

Evaluasi Pengungkapan Informasi ……. (Edwin Mirfazli dan Nurdiono)

Nursahid, Fajar. 2006. Praktik Kedermawanan Sosial BUMN: Analisis terhadap


Model Kedermawanan PT. Krakatau Steel, PT.Pertamina dan PT.
Telekomunikasi Indonesia. Riset dipresentasikan dalam Jurnal
GALANG. Vol. 1 No. 2 Penerbit PIRAC. Depok

Parker et. Al., 1989. Accounting for Social Impact : Accounting for The Human
Factor. Prentice Hall

Parsa, Kouhy.2000. Disclosure of Social Information by UK Companies ( A Case


of Legitimacy Theory). Internet Publications of Working Papers Series of
Midlesex University Businesss School and Dundee University. United
Kingdom

Santoso, Singgih. 2005 Menguasai Statiska di Era Informasi dengan SPSS 12. PT. Elex
Media Komputindo. Jakrta.

Suwardjono.2005. Teori Akuntansi : Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Edisi


Ketiga BPFE Yogyakarta.

Utomo, Muhammad Muslim. 2000. Praktek Pengungkapan Sosial Pada Laporan


Tahunan Perusahaan di Indonesia. Makalah diprsentasikan dalam
Simposium Nasional Akuntansi III

Zuhroh, Diana dan I Putu Pande Heri S. 2003. Analisis Pengaruh Pengungkapan
Sosial dalam Laporan Tahunan Perusahaan terhadap Reaksi Investor.
Makalah dipresentasikan dalam Simposium nasional Akuntansi VI

------- www.jsx.co.id

11
DAFTAR ISI

Analisis Pengaruh Interaksi Laba Dengan


Laporan Arus Kas Terhadap Return Saham
(Studi Pada Perusahaan Manufaktur Di Bej)

Oleh:

Kiagus Andi 2

Keywords :

PENDAHULUAN

Pada setiap pengambilian keputusan investasi, investor dihadapkan pada keadaan


ketidakpastian. Hal ini mendorong investor yang rasional untuk selalu
mempertimbangkan risiko dan tingkat pengembalian yang diharapkan dari setiap
sekuritas. Untuk analisis investasi, para analisis keuangan lebih banyak menggunakan
informasi yang berkaitan dengan penerimaan dan pengeluaran kas yang lebih
menceriminkan likuiditas inofrmasi ini dapat ditemukan dalam laporan arus kas yang
sudah menjadi bagian integral dari laporan keuangan perusahaan publik sejak
dikeluarkannya pernyataan standar akuntansi keuangan No. 2 tahun 1994 dan
berlakunya mulai tanggal 1 Januari 1995.

Menurut Standar Akuntansi Keuangan No. 2 Tahun 1994, laporan arus kas merupakan
bagian integral yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan, dengan tujuan untuk
mengisi kesenjangan informasi dari laporan neraca, laporan laba rugi, dan laporan laba

2
Dosen Jurusan Akuntansi, FE Unila;
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

ditahan yaitu dalam menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas dan
setara kas serta kebutuhan perusahaan untuk menggunakan kas. Pertimbangan untuk
mengetahui apakah informasi arus kas dapat mempengaruhi kepercayaan investor dalam
pengambilan keputusan investasi didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh
Baridwan (1997), Fadjirah (2000) dan Husnan (2002) yang menyimpulkan bahwa
laporan arus dari kegiatan operasi, investasi dan pendanaan memberikan informasi
incremental bagi investor

Guna mengetahui apakah laporan arus kas memiliki kandungan informasi bagi investor
yang diinteraksikan dengan laporan laba rugi maka dapat dilihat dari reaksi pasar pada
saat pengumuman atau publikasi laporan laba rugi dan Laporan arus kas jika
pengumuman kedua lapoaran keuangan tersebut mengandung informasi maka
diharapkan pasar akan bereaksipada waktu pengumuman. Reaksi ini dapat diukur
dengan menggunakan Return atau menggunakan Abnormal Return.

RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan laporan di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini yaitu:

1. Apakah ada pengaruh interaksi laporan laba rugi dengan laporan arusk kas
operasi, inverstasi dan pendanaan terhadap Return saham ?
2. Apakah ada reaksi pasar dengan adanya publikiasi laporan laba rugi dan
laporan arus kas ?

TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh interaksi laporan laba rugi dengan laporan arus kas terhadap
return saham dan untuk mengetahui reaksi pasar dengan adanya publikasi laporan laba
rugi dan laporan arus kas di BEJ.

LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

A. Landasan Teori

1. Studi Peristiwa (Event Studi)

Studi Peristiwa (event study) merupakan studi yang mempelajari reaksi pasar terhadap
suatu peristiwa yang informasinya dipublikasikan sebagai pengumuman. Event Study
dapat digunakan untuk menguju kandungan informasi dari suatu pengumuman dan
dapat juga digunakan untuk menguju efisiensi pasar.

Reaksi pasar ditunjukkan dengan adanya perubahan harga saham dari sekuritas tersebut
dan diukur dengan mengunakan return sebagai nilai perubahaan harga atau dengan
menggunakan abnormal return kepada pasar dan sebaliknya.

14
DAFTAR ISI

Analisis Pengaruh Interaksi ……. (Kiagus Andi)

2. Studi Empiris Mengenai Arus Kas

Studi empiris yang dilakukan mengeani kandungan informasi arus kas bagi pengguna
pasar modal banyak dilakukan Baridwan (1997) menguji ada tidaknya atau
kecenderungan yang sama antara informasi dalam laporan arus kas dengan informasi
yang ada dalam laporan laba rugi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laporan aru kas
mempunyai hubungan dengan jumlah pembayaran dividen yang terjadi dalam satu
tahun setelah terbitnya laporan keuangan.

Penelitian yang dillakukan Fadjrih (2000) menunjukkan bahwa laporan arus kas
memberikan tambahan informasi terhadap laba mendatang yang tidak diperoleh dalam
rasio neraca dan laba rugi, akan tetapi rasio neraca dan laba rugi lebih tinggi daripada
arus kas.

3. Return Saham

Return saham merupakan hasil atau keuntungan yang diperoleh pemegang saham
sebagai hasil dari investasinya. Komposisi penghitungan return saham terdiri dari
capital gain (loss) dan dividen. Capital gain (loss) merupakan selisih laba rugi yang
dialami oleh pemegang saham karena harga saham relatif tinggi atau rendah
dibandingkan harga saham periode sebelumnya. Sedang dividen merupakan bagian dari
laba perusahaan yang dibagikan pada periode tertentu sesuai dengan keputusan
manajemen

Para investor membeli saham, berarti membeli prospek perusahaan. Bila prospek
perusahaan membaik, maka harga saham tersebut akan meningkat. Dengan naiknya
harga saham diharapkan return saham juga naik, karena return saham merupakan
selisih antara harga saham sekarang dikurangi dengan harga saham sebelumnya
(Husnan, 2002)

B. Pengembangna Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

H1 : Secara parsial interaksi laporan laba dengan laporan arus kas dari aktivitas
operasi, investasi dan pendanaan berpengaruh terhadap return saham
H2 : Rata-rata Abnormal return saham 10 hari sebelum jendela peristiwa arus kas
berbeda dengan rata-rata abnormal return saham 10 hari sesudah jendela
peristiwa arus kas

15
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

METODOLOGI PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di BEJ sampai
dengan 2005 dari data BEJ tahun 2005 perusahaan yang terdaftar sebanyak 290
perusahaan. Sampel yang diambil sebanyak 80 perusahaan manufaktur yang relatif di
perdagangkan dan dikelompokkan menjadi perusahaan yang memiliki laba atau rugi dan
arus kas positif dan arus kas negatif.

B. Teknik Penarikan Sampel

Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling.
Sampel yang dipilih harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Perusahaan yang terdaftar di BEJ untuk perusahaan manufaktur selama tahun 2002
sampai 2005
2. Menunjukkan tanggal publikasi laporan keuangan pada tanggal 31 Desember oleh
emiten di media atau tanggal penyerahan laporan keuangan di BAPEPAM
3. Saham aktif diperdagangkan di BEJ
4. Mempunyai data keuangan yang lengkap

C. Periode Pengamatan

Event Study terhadap kegiatan perdagangan saham dilakukan pada laporan keuangan
tahun 2003 sampai 2005 yang dipublikasikan pada tahun 2004 sampai 2005 dengan
periode pengamatan 21 hari

D. Variabel Tergantung atau Dependent Variabel (Y)

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adaah:


Dependent Variabel : return saham
Independent variabel : Laba (X1), Arus Kas operasi (X2), arus kas
Investasi (X3), dan arus kas pendanaan (X4)
Variabel bebas diukur berdasarkan jumlah Nominal

E. Analisis Data

Pengujian Hipotesis I

Untuk menguji hipotesis pertama secara parsial interaksi laporan laba dengan laporan
arus kas dari aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan berpengaruh terhadap return
saham. Dapat dilihat pada tabel 1

16
DAFTAR ISI

Analisis Pengaruh Interaksi ……. (Kiagus Andi)

Variabel t-hit t-sig B Keterangan


Laba 6,098 0,000 0,026 Ha Diterima
Laba berinteraksi dengan 3,576 0,000 0,226 Ha Diterima
arus kas operasi
Laba berinteraksi dengan 1,742 0,083 0,112 Ha Ditolak
arus kas investasi
Laba berinteraksi dengan -0,766 0,445 -0,050 Ha Ditolak
arus kas pendanaan
Sumber: Data Sekunder yang diperoleh (2005)

Dari tabel 1 di atas menunjukkan bahwa laba mempunyai pengaruh yang signifikan
dengan return saham. Laba yang berinteraksi dengan arus kas operasi juga berpengaruh
signifikan dengan return saham. Laba yang berinteraksi dengan arus kas investasi tidak
berpengaruh terhadap return saham. Laba yang berinteraksi dengan arus kas pendanaan
tidak berpengaruh terhadap return saham.

Pengujian Hipotesis II

Rata-rata abnormal return saham 10 hari sebelum jendela peristiwa arus kas berbeda
dengan rata-rata abnormal return saham 10 hari sesudah jendela peristiwa arus kas. Ini
dapat dilihat dari tabel 2:

Variabel RAR 10 hari RAR 10 hari Sesudah t-hit t-sig


Sebelum Tanggal Tanggal publikasi
publikasi
Arus Kas Operasi,
Investasi, dan 0,003293 0,01108 3,502 0,001
Pendanaan
Sumber: data sekunder yang diolah (2005)

Rata-rata abnormal return 10 hari sebelum tanggal publikasi arus kas dengan rata-rata
abnormal return saham 10 hari setelah tanggal publikasi arus kas terdapat perbedaan
yang signifikan atau dengan kata lain terdapat publikasi arus kas memiliki kandungan
informasi yang segera diikuti oleh reaksi pasar atau akan memberikan abnormal return
kepada investor di BEJ

PEMBAHASAN

Dari hasil pengujian hipotesis pertama dapat diketahui interaksi laba dengan arus kas
dari aktivitas investasi dan pendanaan tidak berpengaruh terhadap return saham.
Penelitian ini tidak mendukung penelitian yang dilakukan oleh Baridwan, Husnan, dan
Fadjrih karena laporan arus kas dari aktivitas investasi dan pendanaan tidak
berpengaruh terhadap return saham sehingga mempunyai muatan informasi bagi
investor diluar informasi yang telah disajikan oleh laba akuntansi

17
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

Untuk Hipotesis II arus kas memberikan abnormal return (AR) kepada investor di BEJ
yaitu baik sebelum tanggal publikasi maupun setelah tanggal publikasi.

SIMPULAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut: variabel laba berpengaruh secara signifikan terhadap return saham.
Variabel interaksi laba dengan arus kas operasi berpengaruh secara signifikan terhadap
return saham. Variabel interaksi laba dengan arus kas investasi tidak berpengaruh
terhadap return saham. Variabel interaksi laba dengan arus kas pendanaan tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap return saham.

Dengan uji beda rata-rata penelitian ini menyatakan bahwa arus kas memberikan
abnormal return terhadap investor di bursa saham yang ditunjkkan dengan adanya
reaksi pasar pada saat informasi dipublikasikan. Dengan demikian publikasi arus kasi
ternyata cukup memberikan informasi yang relevan bagi investor yang memperoleh
abnormal return

Keterbatasan

Berdasarkan hasil analisis penelitian, keterbatasan yang terdapat pada penelitian ini
adalah:

1. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini hanya mendasarkan pda perusahaan
manufaktur. Sehingga hasil penelitian ini tidak dapat digunakan sebagai dasar
generalisasi.
2. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk memperhatikan spesifikasi model objek
pengamatan yang lebih spesifik
3. Bagi peneliti berikutnya perlu untuk mempertimbangkan faktor ekonomi seperti
tingkat suku bunga untuk perluasan penelitian.

Daftar Pustaka

Asyik, Nur Fadjrih, (2000) “Tambahan Kandungan Informasi Arus Kas”. Jurnal Riset
Akuntansi Indonesia. Vol No.2 Juli
Baridwan, Zaki (1977) “Analisis Nilai Tambah Informasi Laporan Arus Kas”. Jurnal
Ekonomi dan Bisnis Indonesia
Husnan, Suad (2003) “Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas”, Edisi Pertama
UPP-AMP YKPN, Yogyakarta
Ikatan Akuntan Indonesia (2002): Standar Akuntansi Keuangan: Salemba Empat Jkt

18
DAFTAR ISI

Penerapan PSAK Nomor 45 Pada Organisasi


Pengelola Zakat

Oleh:

Nurdiono 3

ABSTRACT

Ones of the prime characteristic the nonprofit organization is Receipt of significant


amounts of resources from providers who do not expect to receive either repayment or
economic benefit proportionate to the resources provided. Financial statement from IAI
in PSAK No. 45 no difference in apply with financial statement version Widodo and
Kustiawan. The differences in PSAK No. 45 in financial statement from LAZ are the
consolidation financial statement and net asset.

Key words: non profit organization, PSAK No. 45, LAZ, Financial Statement.

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Indonesia telah mengeluarkan Undang-Undang yang berkaitan dengan pengelolaan


zakat yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1999, Keputusan
Menteri Agama RI Nomor 581 Tahun 1999 tentang pelaksanaan Undang – Undang
Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, Keputusan Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji Nomor D-291 Tahun 2000 tentang
Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat, serta Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000
tentang Perubahan Ketiga Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan.

Undang-Undang RI Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat Bab III pasal 6
dan pasal 7 menyatakan bahwa lembaga pengelola zakat di Indonesia terdiri dari dua
macam, yaitu Badan Amil Zakat (BAZIS) dan Lembaga Amil Zakat (LAZIS). Badan
Amil Zakat dibentuk oleh pemerintah, sedangkan Lembaga Amil Zakat didirikan oleh
masyarakat. Selain itu, Undang - Undang tersebut juga menyiratkan tentang perlunya
BAZIS dan LAZIS meningkatkan kinerjanya sehingga menjadi amil zakat yang

3
Dosen Jurusan Akuntansi, FE Unila;
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

profesional, amanah, terpercaya, memiliki program kerja yang jelas dan terencana,
sehingga mampu mengelola zakat, baik pengambilan, maupun pendistribusiannya.

Sementara itu dari sisi akuntansi, Ikatan akuntan Indonesia (IAI) mengeluarkan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 45 untuk mengatur pelaporan
keuangan organisasi nirlaba. Dengan adanya standar pelaporan ini, diharapkan laporan
keuangan organisasi nirlaba dapat lebih mudah dipahami, memiliki relevansi, dan
memiliki daya banding yang tinggi (IAI, 2004).

Begitu banyaknya potensi dana masyarakat yang terlibat dalam organisasi nirlaba,
khususnya pada lembaga pengelola zakat menyebabkan organisasi - organisasi tersebut
membutuhkan banyak informasi mengenai bagaimana tata cara pengelolaannya, baik
dari segi akuntansi maupun manajemen keuangan. Di samping itu, masyarakat juga
sangat mebutuhkan informasi akuntansi mengenai pengelolaan zakat, infak dan sedekah
ini berkaitan dengan usaha untuk membangun kepercayaan mereka akan lembaga
pengelola zakat yang amanah dalam pengumpulan dan pendistribusian zakat, infak dan
sedekah secara lebih sistematis dan profesional dalam rangka turut dalam upaya
pengentaskan kemiskinan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Pada saat ini
literatur-literatur yang ada di dalam negeri maupun di luar negeri hanya sedikit yang
membahas mengenai perlakuan akuntansi dan laporan keuangan untuk organisasi
nirlaba, terutama yang berkaitan langsung dengan prakteknya pada organisasi nirlaba di
Indonesia. Sehingga dikhawatirkan kondisi ini membuat penerapan akuntansi dan
pelaporan keuangan pada sebagian besar organisasi nirlaba tidak sesuai dengan PSAK
Nomor 45 sebagai standar yang telah ditetapkan oleh IAI untuk mengatur pelaporan
keuangan organisasi nirlaba, karena sedikitnya sumber daya manusia yang menguasai
secara global penerapan dari PSAK Nomor 45 ataupun standar-standar pelaporan
lainnya yang berkaitan dengan organisasi nirlaba ini. Sehingga permasalahan yang
diangkat adalah bagaimana penerapan psak nomor 45 pada organisasi pengelola zakat.

B. TINJAUAN PUSTAKA

Kemudian oleh IAI di dalam PSAK Nomor 45 tentang Pelaporan Keuangan Organisasi
Nirlaba (2004) pengertian ini diterjemahkan menjadi:
a. Sumber daya entitas berasal dari para penyumbang yang tidak mengharapkan
pembayaran kembali atau manfaaat ekonomi yang sebanding dengan jumlah
sumber daya yang diberikan.
b. Menghasilkan barang dan/atau jasa tanpa bertujuan memupuk laba, dan kalau suatu
entitas menghasilkan laba, maka jumlahnya tidak pernah dibagikan kepada para
pendiri atau pemilik entitas tersebut.
c. Tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis, dalam arti bahwa
kepemilikan dalam organisasi nirlaba tidak dapat dijual, dialihkan, atau ditebus
kembali, atau kepemilikan tersebut tidak mencerminkan proporsi pembagian
sumber daya entitas pada saat likuidasi atau pembubaran entitas.

20
DAFTAR ISI

Penerapan PSAK No. 45 ……. (Nurdiono)

Laporan Keuangan

Ikatan Akuntan Indonesia (2004) menyatakan bahwa laporan keuangan merupakan


bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya
meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan yang dapat
disajikan dalam berbagai cara misalnya, sebagai laporan arus kas, atau laporan arus
dana, catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral
dari laporan keuangan. Di samping itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan
yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya, informasi keuangan segmen industri
dan geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga.

Ikatan Akuntan Indonesia (2004) menjelaskan bahwa tujuan umum laporan keuangan
adalah untuk memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas
perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam
rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan
pertanggungjawaban (stewardship) manajemen atas penggunanan sumber-sumber daya
yang dipercayakan kepada mereka.

Laporan Keuangan Organisasi Nirlaba

Tujuan utama laporan keuangan organisasi nirlaba pada dasarnya memiliki kesamaan
dengan tujuan laporan keuangan organisasi komersial, yaitu menyajikan informasi yang
relevan atas kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh organisasi tersebut. Namun,
dikarenakan adanya perbedaan tujuan organisasi, menyebabkan adanya perbedaan pada
kalangan pemakai laporan keuangan dan isi dari laporan keuangan tersebut.

PSAK Nomor 45 (IAI, 2004) memberikan pengertian tujuan laporan keuangan


organisasi nirlaba adalah untuk menyediakan informasi yang relevan untuk memenuhi
kepentingan para penyumbang, anggota organisasi, kreditur, dan pihak lain yang
menyediakan sumber daya bagi organisasi nirlaba.

Para pengguna laporan keuangan organisasi nirlaba juga memiliki kepentingan bersama
yang tidak berbeda dengan organisasi bisnis, yaitu untuk menilai :

a. Jasa yang diberikan oleh organisasi nirlaba dan kemampuannya untuk terus
memberikan jasa tersebut; dan
b. Cara manajer melaksanakan tanggung jawabnya dan aspek kinerja manajer.

Secara rinci, tujuan laporan keuangan , termasuk catatan atas laporan keuangan, adalah
untuk menyajikan informasi mengenai:

a. Jumlah dan sifat aktiva, kewajiban, dan aktiva bersih suatu organisasi;
b. Pengaruh transaksi, peristiwa dan situasi lainnya yang mengubah nilai dan sifat
aktiva bersih;

21
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

c. Jenis dan jumlah arus masuk dan arus keluar sumber daya dalam suatu periode dan
hubungan antara keduanya;
d. Cara suatu organisasi mendapatkan dan membelanjakan kas, memperoleh pinjaman
dan melunasi pinjaman, dan faktor lainnya yang berpengaruh pada likuiditasnya;
dan
e. Usaha jasa suatu organisasi.

Komponen Laporan Keuangan Organisasi Nirlaba

IAI (2004) di dalam PSAK Nomor 45 menjelaskan bahwa komponen laporan keuangan
organisasi nirlaba meliputi :

1. Laporan Posisi Keuangan

Tujuan laporan posisi keuangan adalah untuk menyediakan informasi mengenai aktiva,
kewajiban, dan aktiva bersih dan informasi mengenai hubungan di antara unsur-unsur
tersebut pada waktu tertentu.

Informasi dalam laporan posisi keuangan yang digunakan bersama pengungkapan dan
informasi dalam laporan keuangan lainnya, dapat membantu para penyumbang, anggota
organisasi , kreditur, dan pihak-pihak lain untuk menilai:

a. Kemampuan organisasi untuk memberikan jasa secara berkelanjutan; dan


b. Likuiditas, fleksibilitas keuangan, kemampuan untuk memenuhi kewajibannya, dan
kebutuhan pendanaan eksternal.
Laporan posisi keuangan, termasuk catatan atas laporan keuangan, menyediakan
informasi yang relevan mengenai likuiditas, fleksibilitas keuangan, dan hubungan
antara aktiva dan kewajiban. Informasi tersebut umumnya disajikan dengan
pengumpulan aktiva dan kewajiban yang memiliki karakteristik serupa dalam suatu
kelompok yang relatif homogen. Laporan keuangan mencakup organisasi secara
keseluruhan dan harus menyajikan total aktiva, kewajiban, dan aktiva bersih.

2. Laporan Aktivitas

Tujuan utama laporan aktivitas adalah menyediakan informasi mengenai:

a. Pengaruh transaksi dan peristiwa lain yang mengubah jumlah dan sifat aktiva
bersih.
b. Hubungan antar transaksi, dan peristiwa lain.
c. Bagaimana penggunaan sumber daya dalam pelaksanaan berbagai program atau
jasa.

Informasi dalam laporan aktivitas, yang digunakan bersama dengan pengungkapan


informasi dalam laporan keuangan lainnya, dapat membantu para penyumbang, anggota
organisasi kreditur dan pihak lainnya untuk:

22
DAFTAR ISI

Penerapan PSAK No. 45 ……. (Nurdiono)

a. Mengevaluasi kinerja dalam suatu periode.


b. Menilai upaya, kemampuan dan kesinambungan organisasi dan memberikan jasa
c. Menilai pelaksanaan tanggung jawab dan kinerja manajer.

Laporan aktivitas menyajikan jumlah perubahan aktiva bersih terikat permanen, terikat
temporer, dan tidak terikat dalam suatu periode. Laporan aktivitas juga menyajikan
keuntungan dan kerugian yang diakui dari investasi dan aktiva lain (atau kewajiban)
sebagai penambah atau pengurang aktiva bersih tidak terikat, kecuali jika
penggunaannya dibatasi.

Laporan aktivitas atau catatan atas laporan keuangan harus menyajikan informasi
mengenai beban menurut klasifikasi fungsional, seperti menurut kelompok program jasa
utama dan aktivitas pendukung. Di samping itu, organisasi nirlaba dianjurkan untuk
menyajikan informasi tambahan mengenai beban menurut sifatnya. Misalnya,
berdasarkan gaji, sewa, listrik, bunga, penyusutan.

3. Laporan Arus Kas

Tujuan utama laporan arus kas adalah menyajikan informasi mengenai penerimaan dan
pengeluaran kas dalam suatu periode.

Dalam penyajiannya, laporan arus kas organisasi nirlaba disajikan sesuai PSAK Nomor
2 tentang Laporan Arus Kas (IAI, 2004). Laporan arus kas harus melaporkan arus kas
selama periode tertentu dan diklasifikasi menurut aktivitas operasi, investasi, dan
pendanaan.

Perusahaan harus melaporkan arus kas dari aktivitas operasi dengan menggunakan salah
satu dari aktivitas operasi dengan menggunakan salah satu dari metode berikut ini:

a. Metode langsung: dengan metode ini kelompok utama dari penerimaan kas bruto
dan pengeluaran kas bruto diungkapkan.
b. Metode tidak langsung: dengan metode ini laba atau rugi bersih disesuaikan dengan
mengkoreksi pengaruh dari transaksi bukan kas, penangguhan (deferral) atau
akrual dari penerimaan atau pembayaran kas untuk operasi di masa lalu dan masa
depan, dan unsur penghasilan atau beban yang berkaitan dengan arus kas investasi
atau pendanaan.

Arus kas yang berasal dari transaksi dalam valuta asing harus dibukukan dalam mata
uang yang digunakan dalam pelaporan keuangan dengan menjabarkan jumlah mata
uang asing tersebut menurut kurs pada tanggal transaksi arus kas.

Selain hal-hal yang tercantum dalam PSAK Nomor 2 tersebut, laporan arus kas
organisasi nirlaba mendapat tambahan sebagui berikut:

a. Aktivitas pendanaan:

23
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

1. Penerimaan kas dari penyumbang yang penggunaannya dibatasi untuk jangka


panjang;
2. Penerimaan kas dari sumbangan dan penghasilan investasi yang
penggunaannya dibatasi untuk pemerolehan, pembangunan dan pemeliharaan
aktiva tetap, atau peningkatan dana abadi (endowment).
3. Bunga dan dividen yang dibatsai penggunaannya untuk jangka panjang.

b. Pengungkapan informasi mengenai aktivitas investasi dan pendanaan nonkas:


sumbangan berupa bangunan atau aktiva investasi.

4. Catatan atas Laporan Keuangan

Adalah penjelasan yang dilampirkan besama-sama dengan laporan keuangan dan


menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan neraca, perhitungan laba/rugi, laporan
perubahan modal, laporan perubahan posisi keuangan.

Biasanya Catatan atas Laporan Keuangan memuat hal-hal berikut (Widodo dan
Kustiawan, 2001):
- Informasi umum mengenai lembaga
- Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan
- Penjelasan dari setiap akun yang dianggap memerlukan rincian lebih lanjut
- Kejadian setelah tanggal neraca
- Informasi tambahan lainnya yang dianggap perlu, baik yang bersifat kuantitatif
maupun kualitatif.

Laporan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat

Widodo dan Kustiawan (2001) menjelaskan bahwa secara umum laporan keuangan
Organisasi Pengelola Zakat (LAZ) dibuat dengan tujuan:

1. Menyajikan informasi apakah LAZ dalam melakukan kegiatannya telah sesuai


dengan ketentuan syari’ah Islam.
2. Untuk menilai manajeman LAZ dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya
3. Untuk menilai pelayanan atau program yang diberikan oleh LAZ dan
kemampuannya untuk terus memberikan pelayanan atau program tersebut.

Karakteristik

Laporan keuangan untuk LAZ seharusnya memiliki karakteristik sebagai berikut


(Widodo dan Kustiawan, 2001):

1. Ketaatan pada prinsip-prinsip dan ketentuan syari’ah Islam


2. Keterikatan pada Keadilan
3. Menghasilkan pelaporan yang berkualitas

24
DAFTAR ISI

Penerapan PSAK No. 45 ……. (Nurdiono)

Relevan, data yang diolah dan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan hanya
yang ada kaitannya dengan transaksi yang bersangkutan. Suatu informasi dikatakan
material atau tidak tergantung pada:

a. Besarnya nilai pos/transaksi


b. Kesalahan, yang dapat terjadi karena:
ƒ Kelalaian dalam mencantumkan
ƒ Kesalahan dalam mencatat
• Andal, suatu informasi yang tercantum dalam laporan keuangan harus
memiliki kualitas andal, yaitu bebas dari pengertian yang menyesatkan,
kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang
tulus dan jujur (faithful representation) dari yang seharusnya disajikan atau
yang secara wajar diharapkan dapat disajikan.

Untuk dapat dikatakan andal, laporan keuangan harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. Penyajian yang jujur
b. Substansi mengungguli bentuk
c. Netral
d. Pertimbangan yang sehat
e. Kelengkapan, informasi yang disajikan dalam laporan keuangan harus lengkap
f. Dapat Dibandingkan
g. Dapat diuji kebenarannya (Auditable)

Zakat, Infak, Sedekah dan Wakaf

Hafidhuddin dalam bukunya Panduan Praktis Tentang Zakat Infak Sedekah (2004)
menjelaskan bahwa zakat berasal dari bentukan kata zaka yang berarti ‘suci’, ‘baik’,
‘berkah’, ‘tumbuh’, dan ‘berkembang’ (Mu’jam Wasith dalam Hafidhuddin, 2002).
Menurut terminologi syari’at (istilah), zakat adalah nama bagi sejumlah harta tertentu
yang telah mencapai syarat tertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk dikeluarkan dan
diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula (Kifayatul
Akhyar dalam Hafidhuddin, 2002). Sedangkan BAZIS DKI (1999) mendefinisikan
zakat secara etimologi (lughoh) sebagai “membersihkan”, yakni membersihkan harta
penghasilan, baik hasil usaha maupun pertanian dengan mengeluarkan hak orang lain
yang terdapat pada harta tersebut.

Infak berasal dari kata anfaqa yang berarti ‘mengeluarkan sesuatu (harta) untuk
kepentingan sesuatu (Hafidhuddin, 2002). Termasuk ke dalam pengertian ini, infak
yang dikeluarkan orang-orang kafir untuk kepentingan agamanya. Sedangkan menurut
terminologi syariat, infak berarti mengeluarkan sebagian dari harta atau
pendapatan/penghasialan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam. Jika
zakat ada nisabnya, infak tidak mengenal nisab. Infak dikeluarkan oleh setiap orang
yang beriman, baik yang berpenghasilan tinggi maupun rendah, apakah ia di saat lapang

25
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

maupun sempit (Surat Ali Imran:134). Jika zakat harus diberikan pada mustahik tertentu
maka infak boleh diberikan kepada siapa pun juga.

Sedekah berasal dari kata shadaqa yang berarti ‘benar’ (Hafidhuddin, 2002). Orang
yang suka bersedekah adalah orang yang benar pengakuan imannya. Menurut
terminologi syariat, pengertian sedekah sama dengan pengertian infak, termasuk juga
hukum dan ketentuan-ketentuannya. Hanya saja, jika infak berkaitan dengan materi,
sedekah memiliki arti lebih luas, menyangkut hal yang bersifat non materiil.

Definisi wakaf menurut ulama yang bernama Abu Zahrah (Widodo dan Kustiawan,
2001) adalah menghalangi atau menahan tashorruf (berbuat) terhadap sesuatu yang
manfaatnya diberikan kepada pihak-pihak tertentu dengan tujuan berbuat kebaikan.

Konsep penerimaan dan Penyaluran ZIS

Berkaitan dengan masalah akuntansi, dana zakat dapat dibagi menjadi dua bagian.
Pertama, dana zakat umum, yaitu zakat yang diberikan oleh para muzakki kepada
Organisasi Pengelola Zakat (LAZ) tanpa permintaan tertentu. Dan kedua, dana zakat
dikhususkan, yaitu zakat yang diberikan oleh muzakki kepada LAZ dengan permintaan
tertentu. Misalnya permintaan untuk disalurkan kepada anak yatim, untuk program
beasiswa, dan lain-lain.

Begitu pula dengan dana infak dan sedekah. Sedekah dianggap sama dengan infak, baik
yang ditentukan penggunaannya maupun yang tidak. Sehingga dana infak dan sedekah
dibagi menjadi: dana infak/sedekah umum, yaitu infak/sedekah yang diberikan para
donatur kepada LAZ tanpa persyaratan tertentu dan dana infak/sedekah dikhususkan,
yaitu infak/sedekah yang diberikan para donatur kepada LAZ dengan berbagi
persyaratan tertentu.

C. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Menurut peraturan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, seharusnya paling
tidak ada empat macam laporan keuangan yang dibuat, yaitu neraca, laporan aktivitas,
laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Dan laporan keuangan tersebut
berbeda dengan laporan keuangan untuk organisasi bisnis pada umumnya.

26
DAFTAR ISI

Penerapan PSAK No. 45 ……. (Nurdiono)

Gambar 1. Contoh Laporan Posisi Keuangan

Organisasi Nirlaba
Laporan Posisi Keuangan
31 Desember 19X0 dan 19X1
(dalam jutaan)
19X1 19X0
Aktiva
Kas dan Setara Kas Rp 188,0 Rp 1.150,0
Piutang bunga 5.325,0 4.175,0
Persediaan dan biaya dibayar dimuka 1.525,0 2.500,0
Piutang lain-lain 7.562,0 6.750,0
Investasi Lancar 3.500,0 2.500,0
Aktiva terikat untuk investasi dalam tanah, bangunan, dan
peralatan 13.025,0 11.400,0
Tanah, bangunan dan peralatan 154.250,0 158.975,0
Investasi jangka penjang 545.175,0 508.750,0
Jumlah Aktiva Rp 730.550,0 Rp 696.200,0

Kewajiban dan Aktiva Bersih


Hutang dagang Rp 6.425,0 Rp 2.625,0
Pendapatan diterima di muka yang dapat dikembalikan 1.625,0
Hutang lain-lain 2.187,0 3.250,0
Hutang wesel 2.850,0
Kewajiban tahunan 4.213,0 4.250,0
Hutang jangka panjang 13.750,0 16.250,0
Jumlah Kewajiban Rp 26.575,0 Rp 30.850,0

Aktiva Bersih
Tidak terikat Rp 288.070,0 Rp 259.175,0
Terikat Temporer (Catatan B) 60.855,0 63.675,0
Terikat Temporer (catatan C) 355.050,0 342.500,0
Jumlah Aktiva Bersih 703.975,0 665.350,0
Jumlah Kewajiban dan Aktiva Bersih Rp 730.550,0 Rp 696.200,0
Sumber: IAI (2004)

27
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

Gambar 2. Contoh Laporan Aktivitas Bentuk A

Organisasi Nirlaba
Laporan Aktivitas
Untuk Tahun Berakhir pada Tanggal 31 Desember 19X1
(dalam jutaan rupiah)
Perubahan Aktiva Bersih Tidak Terikat:
Pendapatan dan Penghasilan
Sumbangan Rp 21.600,0
Jasa layanan 13.500,0
Penghasilan investasi jangka panjang (Catatan E) 14.000,0
Penghasilan investasi lain-lain (Catatan E) 2.125,0
Penghasilan bersih investasi jangka panjang belum direalisasi 20.570,0
Lain-lain 375,0
Jumlah Pendapatan dan Penghasilan Tidak Terikat 72.170,0

Aktiva Bersih yang Berakhir Pembatasannya (Catatan D):


Pemenuhan program pembatasan 29.975,0
Pemenuhan pembatasan pemerolehan peralatan 3.750,0
Berakhirnya pembatasan waktu 3.125,0
Jumlah aktiva yang telah berakhir pembatasannya 36.850,0
Jumlah pendapatan, Penghasilan dan Sumbangan Lain 109.020,0

Beban dan Kerugian


Program A 32.750,0
Program B 21.350,0
Program C 14.400,0
Manajemen dan Umum 6.050,0
Pencarian Dana 5.375,0
Jumlah Beban (Catatan F) 79.925,0
Kerugian akibat kebakaran 200,0
Jumlah Beban dan Kerugian 80.125,0
Kenaikan Jumlah Aktiva Bersih Tidak Terikat Rp 28.895,0

Perubahan Aktiva Bersih Terikat Temporer


Sumbangan Rp 20.275,0
Penghasilan investasi jangka panjang (Catatan E) 6.450,0
Penghasilan bersih terealisasikan dan belum terealisasikan dari investasi jangka panjang
(Catatan E) 7.380,0
Investasi jangka panjang (Catatan E)
Kerugian actuarial untuk kewajiban tahunan (75,0)
Aktiva bersih terbebaskan dari pembatasan (Catatan D) (36.850,0)
Penurunan Aktiva Bersih Terikat Temporer (2.820,0)
Perubahan Dalam Aktiva Bersih Terikat Permanen
Sumbangan 700,0
Penghasilan dari investasi jangka panjang (Catatan E) 300,0
Penghasilan bersih terealisasikan dan belum terealisasikan dari investasi jangka panjang
(Catatan E) 11.550,0
Kenaikan Aktiva Bersih Terikat Permanen 12.550,0
Kenaikan Aktiva Bersih 38.625,0
Aktiva Bersih Pada Awal Tahun 665.350,0
Aktiva Bersih Pada Akhir Tahun Rp 703.975,0
Sumber: IAI (2004)

28
DAFTAR ISI

Penerapan PSAK No. 45 ……. (Nurdiono)

Laporan Aktivitas

Ada tiga bentuk laporan aktivitas yang disajikan sebagai contoh pada PSAK Nomor 45.
Setiap bentuknya memiliki keunggulan.

1. Bentuk A menyajikan informasi dalam kolom tunggal. Bentuk A ini memudahkan


penyusunan laporan aktivitas komparatif.
2. Bentuk B menyajikan informasi sesuai dengan klasifikasi aktiva bersih, satu kolom
untuk setiap klasifikasi dengan tambahan satu kolom untuk jumlah. Bentuk B
menyajikan pembuktian dampak berakhirnya pembatasan penyumbang aktiva
tertentu terhadap reklasifikasi aktiva bersih. Bentuk B memungkinkan penyajian
informasi agregat mengenai sumbangan dan penghasilan dari investasi.
3. Bentuk C menyajikan informasi dalam dua laporan dengan jumlah ringkasan dari
laporan pendapatan, beban, dan perubahan terhadap aktiva bersih tidak terikat
disajikan dalam laporan perubahan aktiva bersih. Pendekatan bentuk C ini
menitikberatkan perhatian pada perubahan aktiva bersih yang tidak terikat. Bentuk
ini sesuai untuk organisasi nirlaba yang memandang aktivitas operasi sebagai
aktivitas yang terpisah dari penerimaan pendapatan terikat dari sumbangan dan
investasi.

Gambar 3 Contoh Laporan Aktivitas Bentuk B

Organisasi Nirlaba
Laporan Aktivitas
Untuk Tahun Berakhir pada Tanggal 31 Desember 19X1
(dalam jutaan rupiah)
Terikat Terikat
Tidak Terikat Temporer Permanen Jumlah
Pendapatan, penghasilan, sumbangan lain
Rp Rp
Sumbangan Rp 21.600,0 20.275,0 Rp 700,0 42.575,0
Jasa layanan 13.500,0 13.500,0
Penghasilan investasi jangka panjang (Catatan E) 14.000,0 6.450,0 300,0 20.750,0
Penghasilan investasi lain (Catatan E) 2.125,0 2.125,0
Penghasilan bersih terealisasikan dan belum
terealisasikan
dari investasi jangka panjang (Catatan E) 20.570,0 7.380,0 11.550,0 39.500,0
Lain-lain 375,0
Aktiva Bersih Yang Berakhir Pembatasannya (Catatan D):
Pemenuhan program pembatasan 29.975,0 (29.975,0)
Pemenuhan pembatasan pemerolehan peralatan 3.750,0 (3.750,0)
Berakhirnya pembatasan waktu 3.125,0 (3.125,0)
Jumlah pendapatan, penghasilan dan
sumbangan 109.020,0 (2.745,0) 12.550,0 118.450,0

Beban dan kerugian


Program A 32.750,0 32.750,0
Program B 21.350,0 21.350,0
Program C 14.400,0 14.400,0
Manajemen dan Umum 6.050,0 6.050,0
Pencarian Dana 3.375,0 3.375,0

29
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

Jumlah Beban (Catatan F) 79.925,0 79.925,0


Kerugian akibat kebakaran 200,0 200,0
Kerugian aktuarial dari kewajiban tahunan 75,0 75,0
80.125,0 75,0 80.200,0

Perubahan Aktiva Bersih 28.895,0 (2.820,0) 12.550,0 38.625,0


Aktiva Bersih Awal Tahun 259.175,0 63.675,0 342.500,0 665.350,0
Aktiva Bersih Akhir Tahun 288.070,0 60.855,0 355.050,0 703.975,0
Sumber: IAI (2004)

Gambar 4 Contoh Laporan Aktivitas Bentuk C


(Bagian 1 dari 2 bagian)
Organisasi Nirlaba
Laporan Pendapatan, Beban, dan Perubahan Aktiva Bersih Tidak Terikat
Untuk Tahun Yang Berakhir Pada Tanggal 31 Desember 19X1
(dalam jutaan rupiah)
Pendapatan dan Penghasilan Tidak Terikat:
Sumbangan Rp 21.600,0
Jasa layanan 13.500,0
Penghasilan dari Investasi jangka panjang (Catatan E) 14.000,0
Penghasilan dari investasi lain-lain (Catatan E) 2.125,0
Penghasilan bersih dari investasi jangka panjang yang telah terealisasikan
dan belum terealisasikan (Catatan E) 20.570,0
Lain-lain 375,0
Jumlah Pendapatan dan Penghasilan Tidak Terikat 72.170,0

Aktiva Bersih yang Dibebaskan dari Pembatasan


Penyelesaian program pembatasan 29.975,0
Penyelesaian pembatasan pemerolehan peralatan 3.750,0
Berakhirnya waktu pembatasan 3.125,0
Jumlah aktiva bersih yang dibebaskan dari pembatasan 36.850,0
Jumlah pendapatan, penghasilan, dan sumbangan lain yang
tidak terikat 109.020,0

Beban dan Kerugian


Program A 32.750,0
Program B 21.350,0
Program C 14.400,0
Manajemen dan Umum 6.050,0
Pencarian Dana 5.375,0
Jumlah Beban (Catatan F) 79.925,0
Kerugian akibat kebakaran 200,0
Jumlah beban dan kerugian tidak terikat 80.125,0
Kenaikan aktiva bersih tidak terikat Rp 28.895,0
Sumber:IAI (2004)
(Bagian 2 dari 2 bagian)

30
DAFTAR ISI

Penerapan PSAK No. 45 ……. (Nurdiono)

Organisasi Nirlaba
Laporan Perubahan Aktiva Bersih
Untuk Tahun Yang Berakhir Pada Tanggal 31 Desember 19X1
(dalam jutaan rupiah)
Aktiva Bersih Tidak Terikat:
Jumlah pendapatan dan penghasilan tidak terikat Rp 72.170,0
Aktiva bersih yang dibebaskan dari pembatasan (Catatan D) 36.850,0
Jumlah beban dan kerugian tidak terikat (80.125,0)
Kenaikan aktiva bersih tidak terikat (29.895,0)

Aktiva Bersih Terikat Temporer:


Sumbangan 20.275,0
Penghasilan dari investasi jangka panjang (Catatan E) 6.450,0
Penghasilan bersih dari investasi jangka panjang yang telah
terealisasikan dan belum terealisasikan (Catatan E) 7.380,0
Kerugian aktuarial dari kewajiban tahunan (75,0)
Aktiva bersih yang dibebaskan dari pembatasan (Catatan D) (36.850,0)
Penurunan aktiva bersih terikat temporer (2.820,0)

Aktiva Bersih Terikat Permanen


Sumbangan 700,0
Penghasilan dari investasi jangka panjang (Catatan E) 300,0
Penghasilan bersih dari investasi jangka panjang yang telah
terealisasikan dan belum terealisasikan (Catatan E) 11.550,0
Kenaikan aktiva bersih terikat permanen 12.550,0

Kenaikan Aktiva Bersih 38.625,0


Aktiva Bersih Pada Awal Tahun 665.350,0
Aktiva Bersih Pada Akhir Tahun Rp 703.975,0
Sumber: IAI (2004)

31
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

(Bagian 2 dari 2 bagian: Alternatif)

Organisasi Nirlaba
Laporan Perubahan Aktiva Bersih
Untuk Tahun Yang Berakhir Pada Tanggal 31 Desember 19X1
(dalam jutaan rupiah)
Tidak Terikat Terikat
Jumlah
Terikat Temporer Permanen
Pendapatan, penghasilan, dan sumbangan lain:
Pendapatan, penghasilan,
dan sumbangan lain
terikat Rp 72.170,0 Rp 72.170,0
Pendapatan, penghasilan, dan
sumbangan lain tidak terikat sumbangan Rp 20.275,0 Rp 700,0 Rp 20.975,0
Penghasilan investasi jangka panjang
(Catatan E) 6.450,0 300,0 6.750,0
Penghasilan bersih terealisasikan dan
belum terealisasikan dari investasi jangka
panjang (Catatan E) 7.380,0 11.550,0 18.930,0
Aktiva bersih yang
dibebaskan
pembatasannnya (Catatan
D) 36.850,0 (36.850,0)
Jumlah pendapatan,
penghasilan, dan
sumbangan Rp 109.020,0 Rp (2.745,0) Rp 12.550,0 Rp 118.825,0

Beban dan Kerugian:


Beban dan kerugian tidak terikat 80.125,0 80.125,0
Kerugian aktuarial dari
kewajiban tahunan 75,0 75,0
Jumlah beban dan
kerugian 80.125,0 75,0 80.200,0
Perubahan Aktiva Bersih 28.895,0 (2.820,0) 12.550,0 38.625,0
Aktiva Bersih Awal Tahun 259.175,0 63.675,0 342.500,0 665.350,0
Aktiva Bersih Akhir Tahun Rp 288.070,0 Rp 60.855,0 Rp 355.050,0 Rp 703.975,0
Sumber: IAI (2004)

32
DAFTAR ISI

Penerapan PSAK No. 45 ……. (Nurdiono)

Gambar 5 Contoh Laporan Arus Kas Metode Langsung

Organisasi Nirlaba
Laporan Arus Kas
Untuk Tahun yang Berakhir Pada Tanggal 31 Desember 19X1
(dalam jutaan rupiah)
Aliran Kas dari Aktivitas Operasi:
Kas dari pendapatan jasa Rp 13.050,0
Kas dari penyumbang 20.075,0
Kas dari piutang lain-lain 6.537,5
Bunga dan deviden yang diterima 21.425,0
Penerimaan lain-lain 375,0
Bunga yang dibayarkan (955,0)
Kas yang dibayarkan kepada karyawan dan suplier (59.520,0)
Hutang lain-lain yang dilunasi (1.062,5)
Kas bersih yang diterima (digunakan) untuk aktivitas operasi (75,0)
Aliran Kas dari Aktivitas Investasi:
Ganti rugi dari asuransi kebakaran 625,0
Pembelian peralatan (3.750,0)
Penerimaan dari penjualan investasi 190.250,0
Pembelian investasi (187.250,0)
Kas bersih yang diterima (digunakan) untuk aktivitas investasi (125,0)
Aliran Kas dari Aktivitas Pendanaan:
Penerimaan dari kontribusi terbatas dari:
Investasi dalam endowment 500,0
Investasi dalam endowment berjangka 175,0
Investasi bangunan 3.025,0
Investasi perjanjian tahunan 500,0
4200,0
Aktivitas pendanaan lain:
Bunga dan deviden terbatas untuk reinvestasi 750,0
Pembayaran kewajiban tahunan (362,5)
Pembayaran hutang wesel (2.850,0)
pembayaran kewajiban jangka panjang (2.500,0)
(4.962,5)
Kas bersih yang diterima (digunakan) untuk aktivitas pendanaan Rp (762,5)
Kenaikan (Penurunan) bersih dalam kas dan setara kas Rp (962,5)
Kas dan setara kas pada awal tahun 1.150,0
Kas dan Setara ka pada akhir tahun 187,5
Rekonsiliasi perubahan dalam aktiva bersih menjadi kas bersih yang digunakan untuk aktivitas
operasi
Perubahan dalam aktiva bersih 38.625,0
Penyesuaian untuk rekonsiliasi perubahan dalam aktiva bersih menjadi kas bersih yang
digunakan untuk aktivitas operasi:
Depresiasi 8.000,0
Kerugian akibat kebakaran 200,0

33
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

Kerugian aktuarial pada kewajiban tahunan 75,0


Kenaikan piutang bunga (1.150,0)
Penurunan dalam persediaan dan biaya dibayar dimuka 975,0
Kenaikan dalam piutang lain-lain (812,5)
Kenaikan dalam hutang dagang 3.800,0
Penurunan dalam penerimaan dimuka yang dapat dikembalikan (1.625,0)
Penurunan dalam hutang lain-lain (1.062,5)
Sumbangan terikat untuk investasi jangka panjang (6.850,0)
Bunga dan deviden terikat untuk investasi jangka panjang (750,0)
Penghasilan bersih terealisasikan dan belum terealisasikan dari
investasi jangka panjang (39.500,0)
Kas bersih diterima (digunakan) untuk aktivitas
operasi Rp (75,0)

Data tambahan untuk aktivitas investasi dan pendanaan nonkas:


Peralatan yang diterima sebagai hibah
Pembebasan premi asuransi kematian, nilai kas yang diserahkan
Sumber: IAI (2004)

Gambar 6 Contoh Laporan Arus Kas Metode Tidak


Langsung

Organisasi Nirlaba
Laporan Arus Kas
Untuk Tahun yang Berakhir Pada Tanggal 31 Desember 19X1
(dalam jutaan rupiah)
Aliran Kas dari Aktivitas Operasi:
Rekonsiliasi perubahan dalam aktiva bersih menjadi kas bersih yang
digunakan untuk aktivitas operasi:
Perubahan dalam aktiva bersih Rp 38.625,0
Penyesuaian untuk rekonsiliasi perubahan dalam aktiva bersih
menjadi kas bersih yang digunakan untuk aktivitas operasi:
Depresiasi 8.000,0
Kerugian akibat kebakaran 200,0
Kerugian aktuarial pada kewajiban tahunan 75,0
Kenaikan piutang bunga (1.150,0)
Penurunan dalam persediaan dan biaya dibayar dimuka 975,0
Kenaikan dalam piutang lain-lain (812,5)
Kenaikan dalam hutang dagang 3.800,0
Penurunan dalam penerimaan dimuka yang dapat dikembalikan (1.625,0)
Penurunan dalam hutang lain-lain (1.062,5)
Sumbangan terikat untuk investasi jangka panjang (6.850,0)
Bunga dan deviden terikat untuk investasi jangka panjang (750,0)
Penghasilan bersih terealisasikan dari investasi jangka panjang (39.500,0)
Kas bersih diterima (digunakan) untuk aktivitas operasi (75,0)

34
DAFTAR ISI

Penerapan PSAK No. 45 ……. (Nurdiono)

Aliran Kas dari Aktivitas Investasi:


Ganti rugi dari asuransi kebakaran 825,0
Pembelian peralatan (3.750,0)
Penerimaan dari penjualan investasi 190.250,0
Pembelian investasi (187.250,0)
Kas bersih yang diterima (digunakan) untuk aktivitas investasi Rp (125,0)
Aliran Kas dari Aktivitas Pendanaan:
Penerimaan dari sumbangan terikat dari:
Investasi dalam endowment 500,0
Investasi dalam endowment berjangka 175,0
Investasi dalam bangunan 3.025,0
Investasi perjanjian tahunan 500,0
Rp 4.200,0
Aktivitas Pendanaan lain:
Bunga dan dividen terikat untuk reinvestasi 750,0
Pembayaran kewajiban tahunan (363,0)
Pembayaran hutang wesel (2.850,0)
Pembayaran kewajiban jangka panjang (2.500,0)
(4.963,0)
Kas bersih yang diterima (digunakan) untuk aktivitas pendanaan (763,0)
Penurunan bersih dalam kas dan setara kas (963,0)
Kas dan setara kas pada awal tahun 1.050,0
Kas dan setara kas pada akhir tahun 185,0
Data tambahan:
Aktivitas investasi dan pendanaan nonkas:
Peralatan yang diterima sebagai hibah 350,0
Pembebasan premi asuransi kematian, nilai kas yang diserahkan 200,0
Bunga yang dibayarkan Rp 955,0
Sumber: IAI (2004)

Catatan Atas Laporan Keuangan


Ilustrasi Catatan A pada PSAK Nomor 45 menguraiakn kebijakan pengungkapan yang
diwajibkan yang menyebabkan Catatan B dan Catatan C wajib disajikan. Catatan D, E,
dan F menyediakan informasi yang dianjurkan untuk diungkapkan oleh organisasi
nirlaba.

Catatan A
Organisasi menyajikan hadiah atau wakaf berupa kas atau aktiva lain sebagai
sumbangan terikat jika hibah atau wakaf tersebut diterima dengan persyaratan yang
membatasi penggunaan aktiva tersebut. Jika pembatasan dari penyumbang telah
kadaluwarsa, yaitu pada saat masa pembatasan telah berakhir atau pembatasan tujuan
telah dipenuhi, aktiva bersih terikat temporer digolongkan kembali menjadi aktiva
bersih tidak terikat dan disajikan dalam laporan aktivitas sebagai aktiva bersih yang
dibebaskan dari pembatasan.

35
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

Organisasi menyajikan hibah atau wakaf berupa tanah, bangunan, dan peralatan sebagai
sumbangan tidak terikat kecuali jika ada pembatasan yang secara eksplisit menyatakan
tujuan pemanfaatan aktiva tersebut dari penyumbang. Hibah atau wakaf untuk aktiva
tetap dengan pembatasan eksplisit yang menyatakan tujuan pemanfaatan aktiva tersebut
dan sumbangan berupa kas atau aktiva lain yang harus digunakan untuk memperoleh
aktiva tetap disajikan sebagai sumbangan terikat. Jika tidak ada pembatasan eksplisit
dari pemberi sumbangan mengenai pembatasan jangka waktu penggunaan aktiva tetap
tersebut, pembebasan pembatasan dilaporkan pada saat aktiva tetap tersebut
dimanfaatkan.

Gambar 7 Contoh Catatan B pada Catatan atas Laporan Keuangan

Catatan B
Aktiva bersih terikat temporer untuk periode keuangan adalah sebagai berikut:
Aktivitas program A:
Pembelian peralatan Rp 7.650,0
Penelitian 10.640,0
Seminar dan pulikasi 3.800,0
Aktivitas program B
Perbaikan kerusakan peralatan 5.600,0
Seminar dan publikasi 5.395,0
Aktivitas program C
Umum 7.420,0
Bangunan dan peralatan 5.375,0
Perjanjian perwalian tahunan 7.125,0
Untuk periode setelah 31 Desember, 20X1 7.850,0
Rp 60.855,0

Gambar 8 Contoh Catatan C pada Catatan atas Laporan Keuangan


Catatan C
Aktiva bersih terikat permanen dibatasi untuk:
Investasi tahunan, penghasilannya dibelanjakan untuk mendukung:
Aktivitas program A Rp 68.810,0
Aktivitas program B 34.155,0
Aktivitas program C 34.155,0
Kegiatan lain organisasi 204.930,0
Rp 342.050,0
Dana yang penghasilannya untuk ditambahkan pada jumlah sumbangan mula-mula
hingga mencapai nilai Rp 2.500 5.300,0
Polis asuransi kematian yang penerimaan ganti rugi asuransi atas kematian pihak yang
diasuransikan tersedia untuk mendanai aktivitas umum 200,0
Tanah yang harus digunakan untuk area rekreasi 7.500,0
Rp 355.050,0

36
DAFTAR ISI

Penerapan PSAK No. 45 ……. (Nurdiono)

Gambar 9 Contoh Catatan D pada Catatan atas Laporan Keuangan

Catatan D
Aktiva bersih yang dibebaskan dari pembatasan penyumbang melalui terjadinya
beban tertentu atau terjadinya kondisi yang disyaratkan oleh penyumbang
Tujuan pembatasan yang tercapai
Beban program A Rp 14.500,0
Beban program B 11.500,0
Beban program C 3.975,0
Rp 29.975,0
Peralatan untuk program A yang dibeli dan dimanfaatkan 3.750,0
Pembatasan waktu yang telah terpenuhi:
Jangka waktu yang telah dipenuhi Rp 2.125,0
Kematian penyumbang tahunan 1.000,0
Rp 3.125,0
Rp 36.850,0

Sementara Widodo dan Kustiawan dalam bukunya Akuntansi dan Manajemen


Keuangan untuk Organisasi Pengelola Zakat (2001) menyebutkan bahwa jenis-jenis
laporan keuangan yang harus disusun oleh sebuah Organisasi Pengelola Zakat adalah
Neraca, Laporan Sumber dan Penggunaan Dana, Laporan Arus Kas, Laporan Perubahan
Dana Termanfaatkan, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Kemudian, dalam buku
yang banyak dijadikan acuan bagi LAZ (termasuk LAZDa Lampung Peduli) dalam
membuat laporan keuangan ini menerangkan bahwa untuk Neraca, Laporan Sumber dan
Penggunaan Dana, Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan Dana Termanfaatkan,
LAZ harus membuat laporan keuangan untuk setiap dana yang dimiliki, serta laporan
konsolidasinya. Jika sebuah LAZ memiliki 5 jenis dana, maka dia harus membuat 5x4
laporan atau 20 ditambah laporan konsolidasi, sehingga totalnya berjumlah 24 laporan.

37
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

Gambar 10. Format Neraca Dana Zakat


BAZ / LAZ "ABC"
DANA ZAKAT
NERACA
Per Tanggal 31 Desember 2000 dan 1999
31 Des 31Des KEWAJIBAN & SALDO 31 Des 31 Des
AKTIVA 2000 1999 DANA 2000 1999
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
KEWAJIBAN JANGKA
AKTIVA LANCAR PENDEK xxx.xxx xxx.xxx
Kas xxx.xxx xxx.xxx
KEWAJIBAN JANGKA
Bank xxx.xxx xxx.xxx PANJANG xxx.xxx xxx.xxx
Total Aktiva
Lancar xxx.xxx xxx.xxx
SALDO DANA
Dana Zakat xxx.xxx xxx.xxx
Dana Termanfaatkan xxx.xxx xxx.xxx
Jumlah Saldo Dana xxx.xxx xxx.xxx
TOTAL KEWAJIBAN
TOTAL AKTIVA xxx.xxx xxx.xxx &SALDO DANA xxx.xxx xxx.xxx
Lihat Catatan atas Laporan Keuangan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Laporan ini

Gambar 11 Format Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat

BAZ / LAZ "ABC"


DANA ZAKAT
LAPORAN SUMBER DAN PENGGUNAAN DANA
Tahun yang Berakhir 31 Desember 2000 dan 1999

31 Des 2000 31 Des 1999


(Rp) (Rp)

1 SUMBER DANA
1. Zakat Profesi xxx.xxx xxx.xxx
2. Zakat Maal xxx.xxx xxx.xxx
3. Zakat Perusahaan xxx.xxx xxx.xxx
4. Zakat Fitrah xxx.xxx xxx.xxx
Total Sumber Dana xxx.xxx xxx.xxx

2 PENGGUNAAN DANA
1. Fakir&Miskin xxx.xxx xxx.xxx
2. Gharimin xxx.xxx xxx.xxx
3. Ibnu Sabil xxx.xxx xxx.xxx
4. Riqab xxx.xxx xxx.xxx

38
DAFTAR ISI

Penerapan PSAK No. 45 ……. (Nurdiono)

5. Fi Sabilillah xxx.xxx xxx.xxx


6. Muallaf xxx.xxx xxx.xxx
Total Penggunaan Dana xxx.xxx xxx.xxx

3 SURPLUS (DEFISIT) xxx.xxx xxx.xxx


4 TRANSFER DANA
a. Transfer Masuk
Pinjaman dari Dana…… xxx.xxx xxx.xxx
Hibah dari Dana………. xxx.xxx xxx.xxx
b. Transfer Keluar
Penyaluran kepada Dana Pengelola xxx.xxx xxx.xxx
Pinjaman kepada Dana…….. xxx.xxx xxx.xxx
5 SALDO AWAL DANA ZAKAT xxx.xxx xxx.xxx
6 SALDO AKHIR DANA ZAKAT xxx.xxx xxx.xxx

Lihat Catatan atas Laporan Keuangan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Laporan ini
Sumber: Widodo dan Kustiawan (2001)

Gambar 12 Format Laporan Arus Kas Dana Zakat

BAZ / LAZ "ABC"


DANA ZAKAT
LAPORAN ARUS KAS
Tahun yang Berakhir 31 Desember 2000 dan 1999

31 Des 2000 31 Des 1999


(Rp) (Rp)
ARUS KAS DARI AKTIVITAS OPERASI
Penerimaan Zakat xxx.xxx xxx.xxx
Penyaluran kepada Fakir dan Miskin (xxx.xxx) (xxx.xxx)
Penyaluran kepada Gharimin (xxx.xxx) (xxx.xxx)
Penyaluran kepada Dana Pengelola (Amilin) (xxx.xxx) (xxx.xxx)
Arus Kas Bersih dari Aktivitas Operasi xxx.xxx xxx.xxx

ARUS KAS DARI AKTIVITAS INVESTASI


Penjualan Aktiva Tetap xxx.xxx xxx.xxx
Pembelian Aktiva Tetap (xxx.xxx) (xxx.xxx)
Arus Kas Bersih dari Aktivitas Investasi xxx.xxx xxx.xxx

ARUS KAS DARI AKTIVITAS PENDANAAN


Pinjaman Jangka Panjang xxx.xxx xxx.xxx
Pembayaran Pinjaman Jangka Panjang (xxx.xxx) (xxx.xxx)
Arus Kas dari Aktivitas Pendanaan xxx.xxx xxx.xxx

KENAIKAN (PENURUNAN) BERSIH KAS DAN SETARA KAS xxx.xxx xxx.xxx

39
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

KAS DAN SETARA KAS PADA AWAL PERIODE xxx.xxx xxx.xxx


KAS DAN SETARA KAS PADA AKHIR PERIODE xxx.xxx xxx.xxx

DATA TAMBAHAN UNTUK AKTIVITAS NON-KAS


Zakat yang Diterima dalam Bentuk Barang xxx.xxx xxx.xxx
Jumlah Aktivitas Non-Kas xxx.xxx xxx.xxx

Lihat Catatan atas Laporan Keuangan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Laporan ini
Sumber: Widodo dan Kustiawan (2001)

Gambar 13 Format Laporan Perubahan Dana Termanfatkan Dana Zakat

LAZ / LAZ "ABC"


DANA ZAKAT
LAPORAN PERUBAHAN DANA TERMANFAATKAN
Tahun yang Berakhir 31 Desember 2000 dan 1999

31 Des 2000 31 Des 1999


(Rp) (Rp)
SALDO AWAL xxx.xxx xxx.xxx

PENAMBAHAN
Pemberian Piutang kepada
Fakir&Miskin xxx.xxx xxx.xxx
Pemberian Piutang kepada
Gharimin xxx.xxx xxx.xxx
Jumlah Penambahan xxx.xxx xxx.xxx

PENGURANGAN
Penerimaan Piutang dari
Fakir&Miskin xxx.xxx xxx.xxx
Penerimaan Piutang dari Gharimin xxx.xxx xxx.xxx
Jumlah Pengurangan xxx.xxx xxx.xxx

SALDO AKHIR xxx.xxx xxx.xxx


Lihat Catatan atas Laporan Keuangan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Laporan ini
Sumber: Widodo dan Kustiawan (2001)

40
DAFTAR ISI

Penerapan PSAK No. 45 ……. (Nurdiono)

Gambar 14 Format Neraca Dana Infaq / Shadaqah

BAZ / LAZ "ABC"


DANA INFAQ / SHADAQAH
NERACA
Per Tanggal 31 Desember 2000 dan 1999
31 Des 31Des KEWAJIBAN & SALDO 31 Des 31 Des
AKTIVA 2000 1999 DANA 2000 1999
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
KEWAJIBAN JANGKA
AKTIVA LANCAR PENDEK xxx.xxx xxx.xxx
Kas xxx.xxx xxx.xxx
KEWAJIBAN JANGKA
Bank xxx.xxx xxx.xxx PANJANG xxx.xxx xxx.xxx
Piutang
Ekonomi xxx.xxx xxx.xxx
Piutang
Pendidikan xxx.xxx xxx.xxx
Persediaan xxx.xxx xxx.xxx
Total Aktiva
Lancar xxx.xxx xxx.xxx SALDO DANA
Dana
Infaq/Shadaqah xxx.xxx xxx.xxx
Dana
INVESTASI xxx.xxx xxx.xxx Termanfaatkan xxx.xxx xxx.xxx
Jumlah Saldo
Dana xxx.xxx xxx.xxx
TOTAL KEWAJIBAN
TOTAL AKTIVA xxx.xxx xxx.xxx &SALDO DANA xxx.xxx xxx.xxx
Lihat Catatan atas Laporan Keuangan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Laporan ini
Sumber: Widodo dan Kustiawan (2001)

41
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

Gambar 15 Format Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Infaq / Shadaqah

BAZ / LAZ "ABC"


DANA INFAQ/SHADAQAH
LAPORAN SUMBER DAN PENGGUNAAN DANA
Tahun yang Berakhir 31 Desember 2000 dan 1999

31 Des 2000 31 Des 1999


(Rp) (Rp)

1 SUMBER DANA
1. Infaq/Shadaqah xxx.xxx xxx.xxx
2. Pengembalian Piutang xxx.xxx xxx.xxx
Total Sumber Dana xxx.xxx xxx.xxx

2 PENGGUNAAN DANA
1. Penyaluran Piutang Ekonomi xxx.xxx xxx.xxx
2. Penyaluran Bantuan Sosial xxx.xxx xxx.xxx
3. Penyaluran Piutang Pendidikan xxx.xxx xxx.xxx
4. Penyaluran untuk Investasi xxx.xxx xxx.xxx
Total Penggunaan Dana xxx.xxx xxx.xxx

3 SURPLUS (DEFISIT) xxx.xxx xxx.xxx


4 TRANSFER DANA
a. Transfer Masuk
Pinjaman dari Dana…… xxx.xxx xxx.xxx
Hibah dari Dana………. xxx.xxx xxx.xxx
b. Transfer Keluar
Penyaluran kepada Dana Pengelola xxx.xxx xxx.xxx
Pinjaman kepada Dana…….. xxx.xxx xxx.xxx
5 SALDO AWAL DANA INFAQ/SHADAQAH xxx.xxx xxx.xxx
6 SALDO AKHIR DANA xxx.xxx xxx.xxx

Lihat Catatan atas Laporan Keuangan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Laporan ini
Sumber: Widodo dan Kustiawan (2001)

42
DAFTAR ISI

Penerapan PSAK No. 45 ……. (Nurdiono)

Gambar 16 Format Laporan Arus Kas Dana Infaq / Shadaqah

BAZ / LAZ "ABC"


DANA INFAQ / SHADAQAH
LAPORAN ARUS KAS
Tahun yang Berakhir 31 Desember 2000 dan 1999

31 Des 2000 31 Des 1999


(Rp) (Rp)

ARUS KAS DARI AKTIVITAS OPERASI


Penerimaan Infaq/Shodaqoh xxx.xxx xxx.xxx
Penyaluran Pinjaman Ekonomi (xxx.xxx) (xxx.xxx)
Penyaluran Bantuan Sosial (xxx.xxx) (xxx.xxx)
Penyaluran Pinjaman Pendidikan (xxx.xxx) (xxx.xxx)
Penyaluran ke Dana Pengelola (Amilin) (xxx.xxx) (xxx.xxx)
Arus Kas Bersih dari Aktivitas Operasi xxx.xxx xxx.xxx

ARUS KAS DARI AKTIVITAS INVESTASI


Penerimaan Bagi Hasil dari Investasi xxx.xxx xxx.xxx
Penarikan Investasi xxx.xxx xxx.xxx
Investasi (xxx.xxx) (xxx.xxx)
Arus Kas Bersih dari Aktivitas Investasi xxx.xxx xxx.xxx

ARUS KAS DARI AKTIVITAS PENDANAAN


Pinjaman Jangka Panjang xxx.xxx xxx.xxx
Pembayaran Pinjaman Jangka Panjang (xxx.xxx) (xxx.xxx)
Arus Kas dari Aktivitas Pendanaan xxx.xxx xxx.xxx

KENAIKAN (PENURUNAN) BERSIH KAS DAN SETARA


KAS xxx.xxx xxx.xxx
KAS DAN SETARA KAS PADA AWAL PERIODE xxx.xxx xxx.xxx
KAS DAN SETARA KAS PADA AKHIR PERIODE xxx.xxx xxx.xxx

DATA TAMBAHAN UNTUK AKTIVITAS NON-KAS


Infaq/Shadaqah yang Diterima dalam Bentuk Barang xxx.xxx xxx.xxx
Jumlah Aktivitas Non-Kas xxx.xxx xxx.xxx

Lihat Catatan atas Laporan Keuangan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Laporan ini
Sumber: Widodo dan Kustiawan (2001)

43
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

Gambar 17 Format Laporan Perubahan Dana Termanfaatkan Dana Infaq /


Shadaqah

BAZ / LAZ "ABC"


DANA INFAQ / SHADAQAH
LAPORAN PERUBAHAN DANA TERMANFAATKAN
Tahun yang Berakhir 31 Desember 2000 dan 1999

31 Des 2000 31 Des 1999


(Rp) (Rp)

SALDO AWAL xxx.xxx xxx.xxx

PENAMBAHAN
Pemberian Piutang Pendidikan xxx.xxx xxx.xxx
Pemberian Piutang Ekonomi xxx.xxx xxx.xxx
Penyaluran Investasi xxx.xxx xxx.xxx
Jumlah Penambahan xxx.xxx xxx.xxx

PENGURANGAN
Penerimaan Piutang Pendidikan xxx.xxx xxx.xxx
Penerimaan Piutang Ekonomi xxx.xxx xxx.xxx
Jumlah Pengurangan xxx.xxx xxx.xxx

SALDO AKHIR xxx.xxx xxx.xxx

Lihat Catatan atas Laporan Keuangan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Laporan ini
Sumber: Widodo dan Kustiawan (2001)

Pada dasarnya, tidak ada perbedaan yang prinsip antara laporan keuangan yang disusun
oleh IAI dalam PSAK Nomor 45, dengan Laporan Keuangan modifikasi yang dibuat
oleh Widodo dan Kustiawan. Laporan keuangan modifikasi ini sudah mengakomodir
hal-hal yang sudah ditentukan dalam PSAK Nomor 45. Perbedaan yang terlihat adalah
pada contoh laporan keuangan pada PSAK Nomor 45 yang disusun oleh IAI, laporan
keuangan yang dibuat adalah laporan keuangan konsolidasi, sementara dalam laporan
keuangan modifikasi, laporan keuangan itu dibuat untuk setiap jenis dana yang ada di
dalam lembaga amil zakat, termasuk juga laporan konsolidasinya, sehingga lebih rigid.
Selain itu hal yang terlihat berbeda adalah nama dari rekening aktiva bersih, pada
laporan keuangan yang disusun oleh IAI, disebut sebagai aktiva bersih, sementara pada
laporan keuangan yang disusun Widodo dan Kustiawan disebut sebagai saldo dana.
Sementara untuk laporan aktivitas, laporan keuangan yang disusun oleh Widodo dan
Kustiawan menggunakan format Laporan Aktivitas Bentuk C dari IAI yang terdiri dari
dua bagian, dengan nama Laporan Sumber dan Penggunaan Dana, dan Laporan
Perubahan Dana Termanfaatkan. Dan untuk laporan arus kas, laporan keuangan yang
disusun oleh Widodo dan Kustiawan mengacu pada laporan arus kas metode langsung

44
DAFTAR ISI

Penerapan PSAK No. 45 ……. (Nurdiono)

yang telah disusun oleh IAI. Selain itu, hal yang terlihat berbeda adalah pada laporan
keuangan yang disusun oleh Widodo dan Kustiawan, akun-akun yang ada di laporan
keuangan tersebut sudah secara otomatis dipisahkan menurut aktiva bersih tidak terikat,
atau terikat dengan dipisahkannya dana berdasarkan jenisnya, yaitu dana zakat, dana
infaq/shadaqah, dan dana pengelola.

D. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Mengacu pada kedudukannya sebagai lembaga publik, sudah selayaknya jika LAZ
menerapkan manajemen terbuka. Maksudnya, ada hubungan timbal balik antara amil
zakat selaku pengelola dengan masyarakat. Dengan ini maka akan terjadi sistem kontrol
yang melibatkan unsur luar, yaitu masyarakat itu sendiri. Dan hal ini bisa dilaksanakan
bila LAZ sebagai lembaga publik yang mengelola dana masyarakat memiliki sistem
akuntansi dan manajemen keuangan yang baik. Sehingga banyak hal bisa dirasakan,
antara lain akuntabilitas dan transparansi lebih mudah dilakukan karena berbagai
laporan keuangannya dapat lebih mudah dibuat dengan akurat dan tepat waktu,
keamanan dana relatif lebih terjamin karena terdapat sistem kontrol yang jelas, semua
transaksi relatif akan lebih mudah ditelusuri, dan efisiensi dan efektivitas relatif lebih
mudah dilakukan.

Agar dapat melakukan itu semua, tentu saja diperlukan skill khusus. SDM tersebut
setidaknya harus mengikuti pelatihan dan pengetahuan, serta memiliki pengetahuan dan
keahlian yang cukup. SDM tersebut setidaknya harus berlatar belakang atau mempunyai
pengalaman di bidang akuntansi dan manajemen keuangan. Pelatihan dan
pengembangan ini bisa didapatkan dengan cara mempelajari akuntansi baik secara
formal ataupun non formal, serta pernah mendapatkan pelatihan yang cukup tentang
bagaimana praktik akuntansi untuk organisasi nirlaba, khususnya untuk organisasi
nirlaba. Sehingga SDM tersebut mempunyai pengetahuan dan keahlian yang cukup
tentang hal-hal teknis yang berhubungan dengan praktek akuntansi di LAZ tersebut.

Saran

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan untuk penelitian-
penelitian selanjutnya baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif bagi Organisasi
Pengelola Zakat, sebaiknya mulai membuat laporan keuangan yang sudah sesuai
dengan ketentuan akuntansi yang berlaku, karena kedudukan LAZ sebagai sebuah
lembaga publik yang banyak mengelola dana masyarakat, LAZ dituntut untuk memiliki
sistem akuntansi dan manajemen keuangan yang baik. Sehingga akuntabilitas dan
transparansi lebih mudah dilakukan, karena berbagai laporan keuangan dapat lebih
mudah dibuat dengan akurat dan tepat waktu , keamanan dana relatif lebih terjamin
karena terdapat sistem kontrol yang jelas, dan semua transaksi relatif akan lebih mudah

45
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

ditelusuri sehingga efisiensi dan efektivitas relatif lebih mudah dilakukan. Selain itu,
perlu dibuat sistem pengelolaan yang baik dengan cara melakukan pengoptimalan
sumber daya manusia yang ada. Sehingga keberlangsungan lembaga tidak bergantung
kepada figur seseorang, tetapi kepada sistem. Jika terjadi pergantian SDM sekalipun,
aktivitas lembaga tidak akan terganggu karenanya. Selain itu, sebuah LAZ sangat
memerlukan SDM yang profesional, dalam artian sebuah LAZ sangat memerlukan
orang-orang yang mampu bekerja full time agar semua potensi yang dimiliki SDM
mampu secara total tercurah demi kepentingan pengembangan LAZ. Bagi Ikatan
Akuntan Indonesia sebaiknya mulai memikirk untuk membuat pedoman akuntansi
khusus untuk organisasi pengelola zakat, karena perkembangan LAZ yang sudah cukup
pesat di Indonesia. Adanya pedoman akuntansi yang khusus, memudahkan para
pengguna laporan keuangan baik pembuat, pembaca maupun auditor untuk
menggunakan laporan keuangan tersebut. Tak hanya itu, pedoman akuntansi yang sama
akan melahirkan tingginya tingkat komparasi antar organisasi pengelola zakat.

DAFTAR PUSTAKA

Aini, Asti, Evaluasi Penerapan Psak Nomor 45 Pada Organisasi Pengelola Zakat
(Studi Kasus pada Lazda Lampung Peduli Dan Laz Dompet Amal Insani),
Skripsi, FE Unila, 2004, tidak dipublikasi.

Badan Amil Zakat dan Infak/Sedekah (Bazis) DKI Jakarta. 1999. Pengelolaan Zakat
dan Infak / Sedekah di DKI Jakarta. Jakarta.

Eriyanto, 1999. Metodologi Polling Memberdayakan Suara Rakyat., Cetakan Pertama.


PT Remaja Rosdakarya. Bandung.

Freeman, Robert J. and Shoulder, Craigh D. 1999. Governmental and NonProfit


Accounting Theory and Practice. Sixth Edition. Prentice Hall, Inc. Upper
Saddle River. New Jersey.

Departemen Agama RI. 2002. Peraturan Perundang - Undangan Pengelolaan Zakat.


Jakarta.

Hafidhuddin, Didin. 2002. Zakat dalam Perekonomoian Modern. Gema Insani Press,
Jakarta.

------------------------ 2002. Panduan Praktis Tentang Zakat Infak Sedekah. Cetakan


Keempat. Gema Insani Press. Jakarta.

Henke, Emerson O. 1992. Introduction to Nonprofit Organization Accounting. Fourth


Edition. College Division South Western Publishing Co. Cincinnati Ohio.

46
DAFTAR ISI

Penerapan PSAK No. 45 ……. (Nurdiono)

Ikatan Akuntan Indonesia. 2004. Standar Akuntansi Keuangan per 1 April 2004.
Penerbit Salemba Empat. Jakarta.
Indriantoro, Nur dan Supomo, Bambang. 1999. Metodologi Penelitian Bisnis Untuk
Akuntansi dan Manajemen. Edisi Pertama. BPFE. Yogyakarta.

Larsen, E. John. 1997. International Edition Modern Advanced Accounting. Seventh


Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc. New York St. Louis San Fransisco
Auckland Bogota Caracas Lisbon London Madrid Mexico City Milan
Montreal New Delhi San Juan Sydney Tokyo Toronto.

Miles, Matthew B dan Huberman, A. Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku
Sumber tentang Metode-Metode Baru. Cetakan Pertama. UI Press. Jakarta

Mursyidi. 2003. Akuntansi Zakat Kontemporer. Cetakan Pertama. PT Remaja Rosda


Karya. Bandung.

Nawawi, Hadari. 1993. Metode Penelitian Bidang Sosial. Cetakan ke-6. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.

--------------. 2003. Mendayagunakan Ziswaf. Majalah Berita Mingguan Tempo. Edisi 23


– 30 November 2003.

Widodo, Hertanto dan Kustiawan, Teten. 2001. Akuntansi dan Manajemen Keuangan
untuk Organisasi Pengelola Zakat. Cetakan Pertama. IMZ. Jakarta.

http:://www.bazisdki.go.id

http://www.dompetdhuafa.or.id

http://www.forumzakat.or.id

47
DAFTAR ISI

Riset Anggaran Untuk Rakyat


Studi Kasus:APBD Kota Bandar Lampung
Oleh:

Marselina Djayasinga4

ABSTRAK

APBD adalah amanah rakyat yang harus dilaksanakan oleh pemerintah untuk
mewujudkan kesejahteraannya sehingga APBD harus berpihak pada rakyat Oleh
karena itu pemerintah daerah harus mengupayakan agar APBD teralokasi dengan baik
dan mampu dimanfaatkan seoptimal mungkin , bila perlu bisa langsung menyentuh
kepada masyarakat., baik untuk pemenuhan kebutuhan dasarnya hingga kebutuhan
sekunder maupun tersier. Saat ini, sejak Otonomi Daerah digulirkan perubahan tingkat
kesejahteraan masyarakat kota Bandar Lampung ,berjalan sangat lambat bahkan
kesejahteraan rakyat ini semakin lama semakin menurun kuantitas maupun
kualitasnya.Hal ini ditandai dengan bertambahnya jumlah penduduk miskin kota,
banyak bermunculan kasus gizi buruk,meningkatnya jumlah anak
jalanan,pengemis,pendpataan perkapita yang rendah, mutu pelayanan yang buruk,
public area yang jorok dan tidak terawat dll. Namun ironisnya jumlah anggaran yang
dialokasikan dan diserap kota Bandar Lampung semakin besar dari tahun ke tahun .
Oleh karena itu ,penelitian ini bertujuan untuk menilai sejauhmana komitment, kemauan
dan keberpihakan pemerintah kota Bandar Lampung kepada masyarakatnya dalam
bentuk pengalokasian APBD selama ini. Sebab di era otonomi daerah saat ini ,peluang
untuk mewujudkan suatu system anggaran yang berpihak kepada rakyat sangat-sangat
terbuka dan sangat mungkin.

Hasil analisa menunjukkan bahwa, keberpihakan pemkot berupa anggaran untuk rakyat
masih rendah.Hal ini ditandai dari jumlah alokasi yang minim serta pengalokasian
dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang tidak fokus.Untuk itu diperlukan perubahan
paradigma pengelolaan keuangan daerah serta komitment yang kuat dari para
penyelenggaran pemerintah kota bahwa amanah mengelola APBD adalah semata-mata
untuk mensejahterakan masyarakat kota Bandar Lampung, tidak hanya pengalokasian
anggaran ke sector publik lebih besar namun bagaimana pengguna tersebut dapat
langsung bermanfaat dan dirasakan masyarakat .Sehingga disyaratkan pengelolaan
APBD harus dilakukan secara jujur dan tranparans,akuntabilitas, melalui partisipasi,
efisien, efektif dan ekonomi sehingga kesejahteraan rakyat meningkat.

Keywords: APBD, kesejahteraan rakyat, anggaran untuk rakyat

4
Dosen jurusan Ekonomi Pembangunan FE Unila
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

A. PENDAHULUAN

Peran Pemerintah di dalam masyarakat adalah berfungsi sebagai fasiltator untuk


mensejahterakan masyarakat melalui pemberian pelayanan seoptimal mungkin kepada
masyarakat melalui pengalokasian anggaran (APBD ) yang langsung menyentuh
kepada masyarakat., baik untuk pemenuhan kebutuhan dasar hingga kebutuhan
sekunder maupun tersier. Saat ini, sejak Otonomi Daerah digulirkan yang bersamaan
dengan dampak krisis ekonomi dan moneter yang terus berlanjut, ternyata perubahan
tingkat kesejahteraan masyarakat ke arah peningkatan berjalan sangat lambat bahkan
semakin lama semakin menurun kuantitas maupun kualitasnya. Hal ini ditandai
dengan kemiskinan yang semakin meningkat , yang dapat terindikasi dari semakin
tingginya jumlah penduduk miskin, tekanan pengangguran yang semakin berat,
rendahnya pendapatan perkapita masyarakat riil , tingginya jumlah anak putus sekolah,
munculnya kasus gizi buruk, meningkatnya jumlah anak jalanan,pengemis serta
penyakit-penyakit social masyarakat lainnya. Salah satu penyebabnya adalah
kurangnya keberpihakan pemerintah dalam hal ini Pemerintah Kota kepada masyarakat
terutama masyarakat miskin. Lebih parah lagi bila dilihat dari mutu pelayanan
pemerintah kepada masyarakat, semakin buruk kualitasnya, mulai dari jalan-jalan utama
yang buruk dan Pedagang Kaki Lima (PKL ) yang menambah sumber kemacetan,
public area yang jorok dan tidak terawat , kekurangan pasokan air bersih, keterbatasan
ketenagalistrikan hingga bentuk pelayanan umumnya.Namun ironisnya jumlah
anggaran yang dialokasikan dan diserap semakin besar dari tahun ke tahun . Semakin
besar jumlah anggaran yang diserap namun keberpihakan anggaran pada masyarakat
sangat rendah.

Di era otonomi daerah saat ini ,maka peluang untuk mewujudkan suatu system
anggaran yang berpihak kepada rakyat sangat-sangat terbuka dan sangat mungkin.
Kata kuncinya hanyalah bagaimana komitmen, kemauan dan kemampuan pemerintah
daerah sendiri dalam hal ini pimpinan daerah hingga pimpinan /kepala satuan kerja (
dinas ) hingga staffnya untuk mulai menyadari bahwa penggunaan anggaran dalam
APBD adalah amanah yang harus ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Anggaran harus berpihak pada masyarakat.

B. Perumusan Masalah

Tingkat kesejahteraan masyarakat kota Bandar Lampung yang semakin menurun yang
ditandai dengan tidak terpenuhinya hak sebagian besar masyarakat untuk mengenyam
pendidikan yang berkualitas dan murah seperti diamanahkan dalam Undang-Undang,
derajad kesehatan yang semakin menurun, biaya berobat yang mahal dan tidak
terjangkau dengan pelayanan yang buruk, namun dilain sisi jumlah anggaran semakin
meningkat. Dengan sistem penyusunan anggaran yang bersifat desentraliasi seperti saat
ini maka usulan program-program/kegiatan pemerintah daerah sebeanrnya dapat lebih
mudah diarahkan untuk kepentingan dan menyentuh langsung pada rakyat. Namun
selama ini , alokasi anggaran disusun kurang dan tanpa prirotas yang belum berpihak

50
DAFTAR ISI

Riset Anggaran Untuk Rakyat ……. (Marselina Djayasinga)

pada rakyat. Di pihak lain , anggaran yang ada tidak dimanfaatkan secara optimal
sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat.
C.Tujuan

Dengan hasil analisa ini, bertujuan untuk :

1. Mengetahui seberapa besar derajad kepedulian dan keberpihakan pemerintah kota


Bandar Lampung terhadap masyarakat kota Bandar Lampung yang dibuktikan
dengan berapa persen anggaran untuk rakyat (anggur) diakolasikan dari
keseluruhan total APBD yang ada.
2. Hasil analisa dan rekomendasi penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk
memberikan gambaran yang jelas tentang posisi keberpihakan pemerintah kota
Bandar Lampung saat ini terhadap masyarakat ,
3. Hasil riset ini juga sekaligus juga dapat memberikan tekanan kepada Pemerintah
Kota Bandar Lampung yang baru yang dipilih melalui Pilkada 2005 ini agar lebih
berpihak dan peduli pada masyarakat terutama pemenuhan di bidang kebutuhan
dasar yaitu pendidikan , kesehatan dan pemnberdayaan masyarakat.
4. Dengan rekomendasi yang ada dapat memberikan masukan kepada Pemerintah
bagaimana menyusun dan memilih program atau kegiatan yang lebih prioritas
bukan hanya merupakan kegiatan rutin semata (as usual) tanpa tahu akan
menuntaskan apa. Sesuatu yang sangat muibazir dan sia-sia.

D. TINJAUAN LITERATUR

Hikmah dari peristiwa krisis ekonomi yang menimpa bangsa ini dipertengahan tahun
1997 adalah tuntutan reformasi di semua bidang termasuk reformasi di bidang
pengelolaan anggaran. Kini masyarakat semakin sadar bahwa keterlibatannya dalam
pengelolaan anggaran me-rupakan suatu keharusan karena anggaran adalah hak publik.
Paradigma baru anggaran daerah tersebut menuntut adanya transparansi, partisipasi dan
akuntabilitas anggaran. Sistem anggaran yang mampu mengkover hal tersebut adalah
Sistem Anggaran Berbasis Kinerja (Performanced Budgeting) yang penggunaannya
dipayungi oleh UU. No. 17/2003, PP. No. 108/2000, PP No 105/2000 dan secara detil
diuraikan dalam Kepmendagri No 29 Tahun 2002. Landasan hukum ini dalam rangka
menjaga agar pengelolaan APBD lebih :

1. Efisien, Efektif dan Ekonomis.


2. Optimal,
3. Prinsip Kehati-hatian,
4. Rasionalitas Dalam Pengeluaran dan Penerimaan.

Definisi Anggaran

Berbagai definisi dan pengertian anggaran dari berbagai sumber banyak bermunculan
antara lain :

51
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

(1) APBD menggambarkan segala bentuk kegiatan pemerintah (daerah) dalam


mencari sumber-sumber penerimaan dan kemudian bagaimana dana-dana tersebut
digunakan untuk mencapai tujuan pemerintah.
(2) APBD menggambarkan perkiraan dan pengeluaran daerah yang diharapkan terjadi
dalam 1 tahun ke depan yang didasarkan atas realisasinya masa yang lalu.
(3) APBD merupakan rencana kerja operasional pemerintah daerah yang akan
dilaksanakan 1 tahun ke depan dalam satuan angka rupiah. APBD ini merupakan
terjemahan secara moneteris dari dokumen perencanaan daerah yang ada dan
disepakati yang akan dilaksanakan selama setahun.

Guna Analisa Anggaran

1. Bentuk kepedulian dan partisipasi publik dalam pembangunan akan terlihat kearah
mana pemerintah daerah akan membawa daerah tersebut.
2. Dengan melihat porsi pengeluaran pemerintah per sektor, per bidang atau lainnya
akan dapat dilihat prioritas kegiatan pemerintah antara lain:
a. Dalam keadaan perang, maka pengeluaran pemerintah akan besar di sektor
pertahananan dan keamanan yang menunjukkan bahwa prioritas kegiatan yang
dipilih adalah penyelamat-an negara selama perang.
b. Ketika keadaan paceklik, busung lapar, kekeringan, serangan hama, krisis
ekonomi dan lain-lain maka porsi pengeluaran pemerintah terbesar akan
dialokasikan untuk kesejahteraan sosial.
c. Demikian pula ketika wabah penyakit terjadi, maka alokasi terbesar
diperuntukkan pada sektor kesehatan. Dalam keadaan stabil, mapan, tenang
untuk menuju SDM yang tangguh dan kuat, maka sektor pendidikan akan
mendapat perhatian besar dari pemerintah.

Fungsi Anggaran

Secara fungsional APBD merupakan kontrak sosial antara pemerintah (daerah) dengan
rakyatnya tentang kewajiban untuk mensejahterakan dan memenuhi kebutuhan
warganya. Setiap pilihan program/kegiatan yang diambil dalam APBD harus
memperhatikan preferensi para pemilih (voters) yang memilih orang-orang yang duduk
di pemerintahan dan parlemen. Secara keseluruhan APBD menjalankan beberapa
fungsi penting:

52
DAFTAR ISI

Riset Anggaran Untuk Rakyat ……. (Marselina Djayasinga)

Fungsi-fungsi APBD

1. Fungsi Alokasi
Fungsi
2. Fungsi Distribusi
Kebijaksanaan
3. Fungsi Stabilisasi Fiskal

4. Sebagai Pedoman Kerja/


Arah Kebijakan
Fungsi
5. Sebagai Alat
Manajemen
Kontrol Masyarakat

6. Sebagai Alat Ukur


Kinerja Pemerintah

(1) Fungsi Alokasi, yaitu, ketika APBD digunakan untuk mengatur alokasi belanja
untuk pengadaan barang-barang dan jasa-jasa publik (public goods and services)
berdasarkan skala prioritas yang diambil pemerintah.
(2) Fungsi Distribusi, yaitu melalui anggaran (APBD) pemerintah (daerah) dapat
mengusahakan agar kesenjangan pendapatan (ekonomi), pemanfaatan hasil-hasil
pembangunan lebih merata dalam masyarakat berkurang. Di dalam prakteknya,
seperti meningkatkan tarif pajak tertentu untuk golongan masyarakat kaya dan
mensubsidikannya ke golongan masyarakat miskin melalui pospos subsidi
didistribusikan untuk program-program sosial atau pengeluaran sektor-sektor
kesejahteraan sosial.
(3) Fungsi Stabilisasi, yaitu ketika anggaran (APBD) digunakan untuk memecahkan
masalah-masalah kesenjangan dan gejolak ekonomi dan sosial yang terjadi di
masyarakat seperti menekan laju inflasi dan tingginya angka pengangguran.
Misalkan:
a) Ketika suatu daerah mengalami pengangguran yang tinggi, maka diselesaikan
pemerintah dengan mengalokasikan sejumlah dana dalam APBD ke pemberian
kredit murah, bantuan kepada UKM, pembukaan lapangan kerja baru dan lain-
lain.
b) Akibat fuso/kekeringan yang menyebabkan gagal, panen, maka pemerintah
mengalokasi-kan sejumlah dana untuk mendatangkan beras impor, raskin,
subsidi beras.
c) Jika harga pupuk di pasar tinggi pemerintah mengalokasikan dana ke pos
subsidi pupuk untuk menjaga produksi padi dan agar kesejahteraan petani tetap
terjaga.

53
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

Prinsip-Prinsip Penyusunan Anggaran

1. Prinsip Disiplin Anggaran, artinya ketika RAPBN sudah disyahkan menjadi


APBN maka seharusnya tidak ada lagi revisi yang significant. Revisi program/
proyek/kegiatan di tengah jalan tidak boleh dilakukan lagi sepanjang tidak ada
kejadian yang ekstra ordinary (luar biasa) terjadi. Revisi dapat dilakukan ketika
rencana penerimaan negara melampaui target atau mengalami under target,
sehingga perlu penyesuaian. Penyesuaian itupun tidak berarti dapat mengganti
beberapa kegiatan atau memunculkan kegiatan yang baru yang tidak direncanakan
semula dan seterusnya.
2. Prinsip dinamis, artinya RAPBN sepanjang tahun diusahakan nilainya senantiasa
meningkat yang lebih banyak diakibatkan karena peningkatan penerimaan. Oleh
karena itu, diusahakan sedapat mungkin dilakukan intensifikasi penerimaan negara
di-bandingkan usaha ekstensifikasi.
3. Prinsip Value of Money; Dalam proses penyusunan RAPBN harus dilandasi
semangat untuk melakukan efisiensi, ekonomis dan efekif. Sehingga dana yang
sedikit ini dapat memperoleh hasil/manfaat yang maksimal.

Menilai kinerja sebuah APBD dapat dilakukan dengan berbagai cara. Namun metode
yang sering digunakan biasanya menggunakan metode perbandingan atau komparasi.
Untuk menilai secara keseluruhan apakah pengelolaan APBD dilaksanakan secara baik,
professional, transparan, akuntabel, partisipatif dapat digunakan metode lain yang
digabungkan dengan metode komparasi.

Secara umum, strategi menilai kinerja anggaran dapat di-lakukan antara lain:

 membandingkan antara kinerja yang aktual (realisasi) pendapatan dengan target


pendapatan 1 periode.
 membandingkan antara kinerja yang aktual (realisasi) belanja dengan target
belanja 1 periode.
 membandingkan antara kinerja yang aktual (realisasi) indikator kinerja dengan
target indikator kinerja 1 periode.
 membandingkan kinerja yang aktual (realisasi) tahun ini dengan realisasi tahun-
tahun sebelumnya.
 membandingkan kinerja yang aktual (realisasi) satu organisasi/unit kerja dengan
unit kerja lainnya dalam satu daerah.
 membandingkan kinerja yang aktual (realisasi) satu organisasi/unit kerja dengan
unit kerja lainnya pada Kabupaten/Kota atau Propinsi lainnya.

Membandingkan Kinerja APBD

Untuk mengetahui apakah kinerja APBD suatu tahun lebih baik dari tahun lainnya maka
dapat dibandingkan dengan menggunakan beberapa ratio, antara lain:

54
DAFTAR ISI

Riset Anggaran Untuk Rakyat ……. (Marselina Djayasinga)

1. Membandingkan jumlah penerimaan APBD tahun ini serta trendnya dengan


periode yang lalu atau rata-rata beberapa periode lalu.
2. Membandingkan jumlah pengeluaran dalam APBD tahun ini serta trend nya
dengan periode yang lalu atau rata-rata beberapa periode lalu atau rata-rata
beberapa periode lalu.
3. Membandingkan pos belanja dengan metode Ratio.

Menilai APBD dengan Metode Ratio dan Cara Penyajiannya

Jika ingin menilai APBD 2006, apakah lebih baik atau lebih buruk kualitasnya dari
tahun-tahun sebelumnya, maka digunakan perbandingan dengan APBD tahun-tahun se-
belumnya dengan beberapa unsur. Adapun cara mem-bandingkan nilai-nilai tersebut
antara lain sebagai berikut:

DAU/APBD = DAU tahun 2006/Total APBD x 100 %


PAD/APBD = PAD tahun 2006 / Total APBD x 100 %

Semakin banyak data APBD yang dimiliki, maka semakin mudah mengambil
kesimpulan akan APBD 2006 yang akan dinilai. Bila perlu gunakan trend
(perkembangan) untuk mengambil kesimpulan.

Ratio-ratio Dalam Mengkritisi APBD Satu Tahun Anggaran:

Dari sisi penerimaan

1. Tax Effort =

Penerimaan suatu pajak misalkan pajak z


x 100%
PDRB
2. a Kontribusi Pajak =

Kontribusi suatu pajak terhadap total pajak


x 100%
Total Penerimaan Pajak

b. Kontribusi Penerimaan Pajak Terhadap PAD =

Kontribusi penerimaan pajak terhadap PAD


x 100%
PAD

55
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

3. a Kontribusi Jenis-Jenis Retribusi =

Retribusi “X”
x 100%
Total Penerimaan Retribusi

b. Kontribusi Penerimaan Retribusi Terhadap PAD =


Penerimaan Retribusi
x 100%
PAD

4. Kontribusi penerimaan BUMD dan hasil kekayaan daerah Laba BUMD/PAD

5. Kontribusi Penerimaan Asli Daerah lain-lain =

Penerimaan Lain-lain
x 100%
PAD

6. Kontribusi PAD untuk membiayai pembangunan =


PAD
x 100%
Total Penerimaan Daerah

7. Tingkat Kemandirian Daerah =

(Sisa Lebih Anggaran + PAD + Dana Bagi Hasil


x 100%
Total Belanja

8. Ketergantungan Daerah thd Dana perimbangunan =

Total DAU dan DAK x 100 %


x 100%
Total Penerimaan Daerah

9. Derajad Desentralisasi =
Total bantuan Pusat, berupa pajak, non pajak SDO dan bantuan pembangunan/Total
Penerimaaan x 100 %

Sisi Pengeluaran

1. Belanja Aparatur = Belanja Aparatur x 100 %


Total Belanja

56
DAFTAR ISI

Riset Anggaran Untuk Rakyat ……. (Marselina Djayasinga)

2. Belanja Publik = Belanja Publik x 100 %


Total Belanja

3. Belanja Non Pegawai = Belanja Non Pegawai x 100%


Total Pengeluaran Rutin

4. Pengembalian Pinjaman = Pokok dan Cicilan x 100%


Total Belanja

5. Peranan Per Sektor = Jumlah Pengeluaran Per Sektor x 100%


Total Pengeluaran

Indikator Keberhasilan Sebuah Anggaran, Beberapa Unsur Menilai APBD

Unsur-Unsur Tahun Perbandingan ( %)


Total APBD 2001 2002 2003 2004 2005 2006
DAU /APBD
Total Pajak/PAD
Total Retribusi /PAD
Laba BUMD/PAD
Pajak “x’ / Total Pajak
Retribusi “y” / Total Retribusi
Belanja Langsung/ Total Belanja
Belanja Tidak Langsung/Total Belanja
Belanja Publik/Total Belanja
Belanja Aparatur/Total Belanja
- Anggaran untuk rakyat
Total Belanja
- Anggaran untuk
pendidikan/Total Belanja
- Anggaran untuk
kesehatan/Total Belanja
- Anggaran untuk
kesejahteraan social/
Total Belanja
Anggaran Belanja Utk Gender/Total Belanja
Anggaran DPRD/Total Belanja
Anggaran Sektor Prioritas/Total APBD
Perekonomian Daerah :
- Defiisit / PDRB
- Pertumbuhan Ekonomi
- PDRB
- Pengangguran
- Jumlah KK Miskin
- Pendapatan Perkapita
Laju Perkembangan APBD
(Total penerimaan APBD tahun x - Total
penerimaan APBD tahun x-1 ) x 100 %

57
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

Setelah nilai ratio tersebut diperoleh, maka untuk me-mudahkan mengambil


kesimpulan data tersebut kemudian disajikan dengan cara penampilan yang berbeda
melalui diagram. Melalui program excel dapat dibuat diagram perkembangan unsur-
unsur APBD, sehingga lebih mudah bagi kita semua untuk mengambil kesimpulan dari
perkembangan data yang ada. Misalkan disajikan data tentang Total APBD, Total PAD
dan Total Defisit Anggaran. Terlihat bahwa perkembangan ketiganya hampir
mempunyai trend yang sama.

Grafik Perkembangan Unsur APBD

PERKEMBANGAN UNSUR APBD

250

200

150 APBD
PAD
100 DEFISIT

50

0
2001 2002 2003 2004 2005 2006

Selain menghitung unsur-unsur tehnis dalam struktur atau format APBD, maka perlu
dilakukan juga penilaian atas beberapa faktor diluar format APBD, yaitu tentang budget
policy, yaitu antara lain:

1. Apakah dalam mengalokasikan anggaran telah menerap-kan prinsip-prinsip


anggaran: efisien dan efektif, dinamis, transparan, keadilan anggaran dan
akuntabilitas (SK Mendagri, tanggal 17 Nopember Tahun 2000)?
2. Apakah lokasi proyek atau kegiatan sudah mengandung unsur pemerataan atau
prioritas?
3. Apakah nilai proyek sudah adil dan proporsional untuk setiap wilayah?
4. Apakah alokasi anggaran lebih banyak untuk pe-menuhan pemerintah daerah dan
aparatnya atau keber-pihakan kepada rakyat (pengadaan kebutuhan dasar)?
5. Apakah Belanja Aparatur dan Publik sudah sesuai dengan Prioritas Pembangunan?
6. Apakah Belanja-Belanja DPRD dan Kepala Daerah dan Wakilnya sudah
mengisyaratkan sense of crisis, apakah sudah sesuai dengan PP no 108/109 tahun
2000 dan SK Mendagri tentang pedoman penyusunan dan pelaksana-an APBD?
7. Bagaimana Keberpihakan Anggaran pada Masyarakat ?
(a) Berapa persen Jumlah dan Alokasi anggaran untuk usaha penanggulangan
kemiskinan, seperti bantuan modal kepada UKM, bantuan peralatan, subsidi alat-
lalat pertanian, bantuan untuk anak terlantar, PMTAS, JPS, IDT, dan lain-lain?

58
DAFTAR ISI

Riset Anggaran Untuk Rakyat ……. (Marselina Djayasinga)

(b) Berapa persen jumlah dan alokasi anggaran pembangunan untuk usaha
pelayanan kepada masyarakat, seperti penyediaan sarana obat-obatan, rehab
pasar, peningkatan jalan desa, pembukaan daerah terisolir, pembangunan
perumahan dan pemukiman penyediaan sarana dan prasarana permukiman,
wc umum dan lain-lain?

Dari sisi Pembangunan Fisik dan Non Fisik

1. Porsi Pembangunan Fisik = Total Anggaran Untuk Pembangunan Fisik x 100%


Total Belanja

2. Porsi Pembangunan Non Fisik = Total Anggaran Untuk Pemb. Non Fisik x 100%
Total Belanja
Dari sisi perekonomian daerah

1. Defisit anggaran = penerimaan – pengeluaran

2. Beban PDRB Mengatasi Defisit = Defisit Anggaran x 100%


PDRB

Dari Sisi Beban Masyarakat Dalam Partisipasi Pembangunan, Berapa persen volume
APBD kabupaten dibiayai oleh:

a. Ditarik langsung dari masyarakat: Pajak Daerah, retribusi daerah, PBB, BPHTB,
sisa lebih pendapat-an, lain-lain.
b. Ditarik secara tidak langsung dari masyarakat, perusahaan daerah, bagi hasil pajak
dan bukan pajak, SDO, bantuan pembangunan, penerimaan dinas.

Dari sisi pengelolaan APBD

 apakah APBD disusun dengan menggunakann prinsip-prinsip anggaran yang berlaku


(transparan, akuntabel, partisipatif, value of money, money follow function dsb)?
 apakah APBD sesuai dengan siklus anggaran dan tepat waktu?
 apakah dokumen yang dibuat atau diusulkan untuk dibahas sesuai dengan ketentuan
yang berlaku?
 apakah APBD senantiasa meningkat dan dinamis setiap tahunnya?
 apakah peninmgkatan pendapatan selama ini karena upaya intensifikasi atau
ekstensifikasi?
 apakah APBD yang disusun mampu menarik investor ke dalam daerah?
 apakah APBD mampu memberdayakan Sumber Daya Lokal?.

Bandingkan antara target dan realisasi dari semua aspek baik sisi penerimaan maupun
pengeluaran, apakah target dan realisasi APBD terlampaui atau tidak, dengan batasan
(toleransi ) +/- 10 %, seperti Pajak, retribusi, BUMD, PAD, dana bagi hasil,
pengeluaran sektor

59
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

Perbandingan Realisasi dengan Target

Cara lain pengukuran kinerja APBD adalah dengan membandingkan realisasi dengan
standar (target) yang direncanakan dari suatu kegiatan. Metode ini digunakan untuk
melihat sejauhmana perencanaan di unit kerja dilakukan dengan baik untuk dasar
menentukan penyusunan target APBD tahun berikutnya. Untuk memudahkan
penilaian, maka unsur yang akan dinilai dimasukkan dalam sebuah tabel sebagai
berikut :

Unsur Penilaian Perbandingan Realisasi dan Target

Rencana Target
Kegiatan Bias (%) Rencana Target Bias (%)
Anggaran Anggaran
(1) …….
(2) …….
(3) ……
(4) ……
(5) ……
(6) ……
(7) ……

Selain unit kerja harus mampu menjelaskan mengapa target tidak tercapai, satuan kerja
juga harus mampu menjelaskan mengapa realisasi tercapai demikian tinggi bahkan
melebihi target secara signifikan. Suatu kegiatan perencanaan dianggap baik apabila
batas penyimpangan-nya, baik positif maupun negatif tidak lebih dari 10%. Jika
melebihi nilai itu, patut dipertanyakan bagaimana perencanaan dilakukan?

E. METODOLOGI PENELITIAN

Data

Data yang digunakan pada riset ini adalah data sekunder yaitu berupa terbitan terbitan
yang dikeluarkan pemerintah kota , berupa data APBD Tahun 2005 beserta dokumen
Daftar Anggaran Satuan Kerja (DASK ) per satuan kerja sebanyak 17 Dinas, 7 Kantor/
Badan , Walikota/Wakil, Sekretaris Kota, 13 Kecamatan serta DPRD . Karena
keterbatasan data yang tersedia , maka analisa hanya bisa dilakukan 1 tahun anggaran
yaitu tahun 2005.

Alat Analisis

Alat analisa yang digunakan pada riset ini adalah Analisa Deskriptif kualitatif yaitu
menggambarkan secara rinci tentang besarnya anggaran yang langsung bermanfaat
kepada masyarakat ( anggur ) serta kegiatan-kegiatan apa saja yang dilakukan dengan
anggaran tersebut.Anggur akan muncul pada pos Belanja Langsung yang bersifat
Pelayanan Publik di semua satker.Lalu dari porsi tersebut diambil suatu kesimpulan

60
DAFTAR ISI

Riset Anggaran Untuk Rakyat ……. (Marselina Djayasinga)

bagaimana kepedulian dan keberpihakan anggaran untuk rakyat (anggur ) baik secara
sektoral (pe rdinas) maupun secara aggregate (menyeluruh ) .

Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan beberapa formulasi Rasio atau


perbandingan , yaitu :

1. Anggaran untuk rakyat (anggur) suatu dinas dibagi dengan total anggaran di
dinas tersebut.
2. Total Anggur di semua dinas dibandingkan dengan total APBD
3. Total Anggur dibagi dengan Total belanja langsung
4. Total Anggur dibagi dengan total belanja untuk pelayan publik

Rasio X = Total Anggur di dinas A x 100 %


Total Anggaran di dinas A

Rasio Y= Total Anggur di semua dinas x 100 %


Total APBD

Rasio Z = Total Anggur di semua dinas x 100 %


Total Belanja Pelayanan Publik

Rasio Y= Total Anggur di semua dinas x 100 %


Total Belanja Langsung

5. Untuk melihat kepedulian dan keberpihakan Pemkot terhadap pendidikan, total


anggur diperoleh tidak hanya dari Dinas Pendidikan tetapi diseleksi lagi mana
yang benar-benar anggur untuk pendidikan ditambah dengan pendidikan di sector
lain.Kegiatan tersebut mulai dari pembangunan gedung pendidikan, Diklat,
pelatihan, pembinaan missal di dinas Bina Marga , Badan Kepegawaian Daerah
(BKD) , Dinas Sosial, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Koperasi dan
UKM, Dinas Kesehatan dll

6. Demikian juga Anggur untuk sector kesehatan, tidak hanya anggaran yang
dialokasikan oleh dari Dinas Kesehatan semata, namun juga dari dinas-dinas lain
yang ikut terlibat dalam upaya mendukung peningkatan derajad kesehatan, seperti

61
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

pembangunan gedung Puskesmas , pemukiman yang sehat oleh Dinas Bina Marga
, upaya vaksinasi dari Dinas Peternakan, Dinas Perikanan dan Kelautan dll.

F. HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

Sebelum membahas hasil riset APBD Kota Bandar Lampung perlu disampaikan hal hal
sebagai berikut yang merupakan kendala tehnis pada riset ini :

1. Dokumen APBD maupun Dokumen DASK sangat sukar sekali didapatkan. Hingga
detik-detik terakhir riset ini, tidak juga didapatkan data tentang APBD itu sendiri
secara total. Hal ini terkesan bahwa sampai saat inipun masih dianggap tabu jika
dokumen-dokumen tersebut ada dan dibahas oleh masyarakat. APBD serta RASK
danm DASK bukan merupakan konsumsi publik, tidak dapat perlu diketahui oleh
publik. Bagaimana mungkin masyarakat kota Bandar Lampung bisa berpartisipasi
dalam pembangunan kotanya jika dokumen-dokumen tersebut sangat sukar didapat.
2. Prinsip Transparansi Anggaran, mulai dari ketersediaan dokumen untuk publik
hingga rincian anggaran seharusnya menjadi prinsip dalam penyusunan anggaran ,
bila mengharapkan peran serta masyarakat dalam pembangunan, sekaligus sebagai
kontrol social.
3. Pelaksnaaan prinsip Transparansi Anggaran merupakan dorongan oleh untuk
melaksakana pertanggung jawaban kepada publik . Keterbukaan bisa terwujud jika
memang tidak ada yang ditutup-tutupi. Anggaran memang disusun dengan wajar,
jujur dan focus dengan maksud untuk mensejahterakan masyarakat kota Bandar
Lampung.

Anggaran Untuk Rakyat Kota Bandar Lampung

Anggaran untuk rakyat yang dimaksud dalam riset ini adalah anggaran yang bukan saja
ditujukan untuk rakyat dengan meletakkannya pada pos belanja pelayanan publik,
tetapi anggaran yang benar-benar ditujukan dan dimanfaat kan oleh rakyat, seperti
pemberian beasiswa pada anak sekolah, pembanguna gedung sekolah, pembelian buku
perpustakaan, penambahan modal untuk petani atau lekayan, ketrampilan kerja untuk
buruh dll.

Dari total anggaran APBD 2005 ternyata hanya Rp 55 .411. 426.000 yang dialokasikan
untuk rakyat ( anggur ) yang benar-benar sampai dan dirasakan oleh masyarakat.
Banyak program atau kegiatan yang dibungkus dengan program Pelayanan Publik,
namun setelah dibedah dan dianalisa lebih dalam, ternyata masih banyak persoalan yang
dihadapi sehingga nilai anggur tersebut memang sudah kecil akan bertambah kecil
dengan beberapa pelanggaran dalam menjalankan prinsip-prinsip

Anggaran Untuk Rakyat Bidang Pendidikan

Anggur untuk sector pendidikan harus dapat ditingkatkan dengan kegiatan yang lebih
terarah bukan hanya untuk mengurangi jumlah anak putus sekolah atau wajar 9 tahun,

62
DAFTAR ISI

Riset Anggaran Untuk Rakyat ……. (Marselina Djayasinga)

tetapi lebih kepada upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Evaluasi kurikulum,


peningkatan pendidikan dan ketrampilan pendidik, kesejahteraan guru, laboratorium dan
perpustakaan yang memadai dll.

No Kegiatan
1 Alokasi anggaran sector pendidikan terutama untuk masyarakat harus
ditingkatkan
2. Pemberian beasiswa lebih banyak
3 Alokasi anggaran pendidikan yang seimbang antara sekolah negeri dan swasta,
dengan system progresif. Misal , bila ada sekolah yang sudah maju dalam
sarana prasarna , diberi bantuan tahap berikutnya dll Bila ada sekolah yang
prasarnanya masih “minim” , berikan prioritas sehingga prasrana memadai
dst..
4 Pemberian buku gratis serta alat-lat sekolah lainnya
5 Kegiatan-kegiatan di sector pendidikan lebih difocuskan untuk
“mencerdaskan “ bangsa , seperti :
• peningkatan kualitas guru-guru
• peningkatan sarana dan prasarna pembelajaran ( laboratorium bahasa,
komputer, lab kimia/IPA, perpustakaan dll )
• peningkatan kualitas kurikulum, melalui peninjauan buku-buku
pelajaran
• peninmgkatan kesejahteraan guru
6 Pembelian barang/ bahan untuk pelatihan kerja yang benar benar dapat
dimanfaatkan peserta pelatihan BLK
7 Peningkatan kuantitas dan kulaitas Makanan Tambahan Anak Sekolah
8 Peningkatan kualitas dan kuatitas pendidikan ketrampilan gratis untuk bekal
mata pencaharian para pengangguran

Anggaran Untuk Rakyat Bidang Kesehatan

Anggaran untuk rakyat (anggur ) inipun jauh dari harapan untuk menuntaskan
persoalan yang ada ketika kegiatan yang dilakukan tidak focus pada ini persoalan, atau
bisa dikatakan hanya basa-basi, seperti :

1. Dinas Kesehatan

Dinas ini jelas-jelas merupakan dinas yang diharapakan mampu meningkatkan derajad
kesehatan masyarakat kota Bandar Lampung. Dari total anggaran yang terserap sebesar
Rp 17.408.248.890 , hanya mampu mengalokasikan angaran untuk publik sebesar Rp
3.096.737.620.

63
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

No Kegiatan Target Kinerja Nilai (Rp) ANGGUR


1 Bulan Imunisasi Anak sekolah 300 SD 59.680.000 40.000.000
2 Imunisasi Dasar 22 PDA 42.068.000 33.000.000
3 Intervensi Gizi Burruk 50 orang 75.360.000 72.810.000
4 Lomba Gerakan Sayang Ibu 110 kader 20.628.000 20.628.000
5 Lomba Balita 13 kec 32.452.750 32.452.750
6 Pelatihan Hyge Sanitasi 45 psrt 20.000.000 7.965.000
7 Kemandirian Posyandu 13 kec 41.153.620 21.473.000
8 Pemeriksaan Jentik Berkala 98 kelurahan 50.000.000 48.000.000
9 Penanganan Lumpuh Layuh 3 Ks 35.079.000 23,450.000
10 Penagnggulanagn dan Pencegahan 25 PMS, 8 HIV 99.998.750 90.873.000
PMS, HIV, AIDS
11 Pelatihan bidan utk menolong Ibu 71 bidan 49.669.000 49.669.000
hamil
12 Penanggulanagn DBD 100 fokus 145.075.000 145.075.000
13 Pencegahan Diare (Pelatihan) 100 % 29.560.000 29.560.000
14 Pencegahan penyakit TBC 45.645.250 25.960.000
15 Pengadaan OBAT 22Puskes 2.000.000.000 2.000.000.000
16 Pengadaan Alat di PSI 18 kel 115.060.000 103.060.000
17 Perbaikan Gizi Balita 1800 balita 50.000.000 50.000.000
18 Surveilance Epidemologi 100 % 26.135.000 15.735.000
Total Anggaran Dinas = Rp 3.096.737.620 2.810.253.000
17.408.248.890

Anggaran Untuk Rakyat Bidang Pemberdayaan Masyarakat

1. Dinas Sosial dan Pemberdayaan Perempuan

Persoalan sosial yang terjadi di kota Bandar Lampung sudah sangat kritis. Mulai dari
persoalan kemiskinan, anak jalanan, gepeng, PSK, anak putus sekolah, pemuda
pengangguran serta tindak kekerasan pada perempuan hingga persoalan pemelihraan
orang gila, jompo dll. Persoalan ini diharapkan sedikit banyak bisa dituntaskan oleh
Dinas Sosial dan Pemberdayaan perempuan. Pemkot telah mengalokasikan sebesar Rp
2.032.823.783 kepada dinas ini. Namun dinas ini belum mampu mengoptimalkan
anggaran yang ada untuk dialokasikan pada upaya penuntasan masalah social yang ada.
Total anggaran untuk publik dialokasikan sebesar Rp 906.732.350 atau sebesar 44,58
%.Namun kegiatan yang diusulkan masih mengambang dan tidak jelas kemana
tujuannya dan total anggaran yang langsung bermanfaat bagi masyarakat kota Bandar
Lampung yang termarjinalkan hanya Rp 248.045.000 atau hanya 12,20 %

64
DAFTAR ISI

Riset Anggaran Untuk Rakyat ……. (Marselina Djayasinga)

Target
No Kegiatan Nilai (Rp) ANGGUR
Kinerja
1 Lomba Perempuan dalam P3KSS 95 orang 14.088.700 0
2 Pelatihan Tehnis Pendataan Data 111 orang 59.663.100 0
3 Pembinaan Anak Jalanan 50 orang 74.291.500 65.000.000
4 Pembinaan Qori dan Qoriah 75 orang 12.965.000 0
5 Penaggulangan Orang Gila 16 orang 15.250.000 13.070.000
6 Penrtiban PSK -- 98.860.000 70.000.000
7 Penertiban gelandangan 30 orang 38.458.000 11.820.000
8 Pengadaan Buku utk TPA, Risma 1 paket 66.001.500 60.000.000
9 Pengirimiman Kahfilah 64 orang 93.620.000 0
10 Pengiriman Tim Pembb Haji 60 orang 188.100.000 0
11 Penyelenggr MTQ 1 kali 170.874.500 0
12 PHBI 8 kali 40.965.000 0
13 Sosialisasi Tindak Kekerasan Pd 100 % 33.595.000 28.155.000
perempuan
Total Anggaran Dinas = Rp 906.732.350 248.045.000
Rp 2.032.823.783

3.2 Beberapa Penyimpangan Anggur Kota Bandar Lampung Tahun 2005

1. Walaupun di dalam usulan program / kegiatannya jelas-jelas pos belanja publik


(diletakkan dalam Pos Pelayanan Publik), namun kegiatannya adalah
pembangunan fisik untuk dinas tersebut, seperti pembangunan sarana dan prasarana
kantor. Akibatnya alokasi kepada anggur berkurang.
2. Nilai ini ternyata jauh lebih berkurang lagi ketika item usulan kegiatan yang ada
ternyata lebih besar dialokasikan untuk honorarium petugas, honor panitia , honor
penasehat dll yang nota bene adalah kepala dinas, pegawai di satkler tersebut yang
sudah digaji bulanannya. Bila dirata-rata sebesar 40 % - 60 % dari total anggaran
per kegiatan disimpangkan untuk hal ini.
3. Demikian pula nilai ini semakin terkikis lagi ketika jelas-jelas untuk (Belanja
Operasional Pemeliharaan) dari suatu kegiatan dibelanjakan untuk pembelian
barang dan jasa (ATK) yang sebenarnya dalam kegiatan tersebut tidak diperlukan.
Total anggaran BOP per kegiatan per dinas yang digunakan untuk ATK ini rata-
rata sebesar 15 % – 30 % dari BOP yang ada.
4. Anggaran seluruh dinas 70- 80 % habis untuk kegiatan rutin internal semata atau
sehari-hari dinas. Sedangkan sisa 20 % - 30 % yang disalurkan untuk kepentingan
publik (belanja langsung) disalurkan ke dalam program/kegiatan yang tidak/kurang
menyentuh langsung pada persoalan dan dimanfaatkan publik seperti masalah
pengangguran, kemiskinan, lapangan kerja , bantuan modal serta mendorong
perekonomian dan usaha – usaha di masyarakat dengan target kinerja yang sangat-
sangat kecil .

65
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

Misal : Pada usulan dinas tenaga kerja, yang diharapkan bisa meyelesaikan masalah
lapangan kerja , namun selain kegiatan tidak menyentuh target kinerja sangat kecil
jumlahnya

Kegiatan Target
Kewirausahaan 15 org
Penempatan TK Sistem AKL 1000 org
Peningkatan Kualitas TK 16 org
Penelitian dan Sosisalisasi UMK 50 prshn
Pembinaan dan Penyuluhan Syarat Kerja ke prshn
Pembinaan dan Penyuluhan Keselamatan Kerja ke prshn
Sosialisasi Penyuluhan Per UU Ketenagakerjaa 150 orang
Pengadaan Sarana dan Prasarrana Kantor 1 paket
Penyusunan Profil Ke TK Kota BL 1paket

5. Bahkan untuk dinas yang memang bukan merupakan fungsi pelayanan publik ,
anggarannya 100 % untuk rutin dinas tersebut
6. Usulan program/kegiatan setiap dinas belum mampu menterjemahkans secara baik
i. Tupoksi Dinas masing-masing
ii. Visi/ Misi serta Prioritas Daerah yang akan dicapai, Akibatnya visi , misi
daerah kemungkinanannya sangat kecil bisa terwujud. Misal : Visi Kota
Bandar Lampung : “ Menjadikan Kota Bandar Lampung sebagai Pusat
Perdagangan”

Usulan Dinas Perindustrian dan Perdagangan , antara lain:

Kegiatan Target
Kegiatan Pelatihan Peningkatan Pengemasan dan Yodisasi IKM Garam 20 org
Pelatihan Ketrampilan IK Pangan 30 org
Studi Banding peningktn Mutu Ikan ke Jateng 8 orang
Monitoring dan Informasi Harga 11 pasar
Pelatihan Service Elektronik/bengkel dan bantuan mesin Peralatan 120 org
Pelatihan Tehnis Motif dan design kerajinan tapis 60 org
Pelatihan ketrampilan Menjahit/Sablonn dan bantuan mesin 120 org
Pengawasan dan Pengujian Mutu Barang 15 kgtn

7. Duplikasi anggaran seperti ini sangat besar jumlahnya dan sangat tidak efisien,
tidak efektif, terkesan boros dan mubazir, mengingat dinas tersebut dalam Belanja
Rutinnya (Belanja Tidak Langsung) sudah menganggarkan pembelian ATK,
gaji/honor pegawai , biaya makan dan minum, perjalanan dinas
8. Anggur semakin jauh dari harapan ketika andaipun ada usulan yang berpihak pada
rakyat , namun bila ditelaah lagi ternyata kegiatan yang diusulkan banyak yang
tidak menyelesaikan masalah atau tidak memberikan solusi yang ada. Seperti

66
DAFTAR ISI

Riset Anggaran Untuk Rakyat ……. (Marselina Djayasinga)

upaya untuk membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya dilakukan dengan


sosialisasi perundang-undangan, pernyuluhan perselisihan kerja, penyuluhan
keselamatan kerja. Demikian juga pda dinas social yang diharapkan dapat
meningkatkan derajad social masyarakat ternyata kegiatan yang diusulkan baru
sebatas

Lomba peningkatan peranan perempuan


Pembinaan Anak Jalanan Melalui Panti
Penanggulangan Orang Gila
Penertiban dan pembinaan PSK
Penertiban gelandangan dan pengemis
Pengadaan buku perpustakaan mesjid, TPA, Risma*)
Sosialisasi Tindak kekerasan pd perempuan

9. Dinas Pariwisata yang diharapkan dapat meningkatkan, mempromosikan dan


membawa nama harum kota Bandar Lampung,yang pada akhirnya juga diharapkan
dapat menumbuhkembangkan usaha-usaha perhotelan, rumah makan dan restoran,
travel dll ternyata hanya mengusulkan kegiatan yang kurang berdampak pada hal
itu. Dengan total anggaran yang terserap sebesar Rp 1.488.315.867, hanya mampu
mengusulkan sebesar Rp 579.013.500 dengan kegiatan sbb :

Pembinaan usaha kepariwisataan


Perbaikan Taman Dipangga 1 paket
Begawi Bandar lampung
Partisipasi pada event Festival Krakatau
Pembuatan bahan promosi cetak
Pengadaan Sarana kantor dinas
Penyusunan Rencana Induk Parwst
Promosi di Tkt Internasional

10. Demikian juga usulan- usulan pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan yang
sangat diharapkan sebagai suatu dinas yang mampu mewujudkan mimpi kota
Bandar Lampung yaitu sebagai Kota Perdagangan seiring dengan tumbuhnya
sentra-sentra industri kecil dan kerajinan yang ada, namun kegiatan yang diusulkan
jauh dari harapan untuk terwujudnya visi kota ini .

67
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

Pelatihan ketrampilan IK pangan


Pelatihan Ketrampilan Sablon
Pelatihan Ketrampilan Pengemasan
Pelatihan Service Elektronik
Pelatihan teknis Motif tapis
Studi banding olah ikan
Monitoring dan Informasi Harga Pasar
Partsispasi Pameran
Penataan Sekretariat Dekranasda
Pengadaan Sarana kantor
Pengawasan dan Pengujian Mutu barang

2. Dinas Pasar

Dinas ini sangat diharapkan dapat menertibkan dan menata pasar di Kota Bandar
Lampung yang semakin kumuh dan tidak beraturan. Ternyata dari total anggaran yang
diserapnya sebesar Rp 3.156.698.040 hanya mampu melakukan kegiatan langsung
untuk masyarakat yaitu Penyuluhan pedagang dan pembuatan plang, sebesar
Rp.27.598.500, atau sebesar 0,8 %

3. Dinas Kependudukan

Dinas Kependudukan melayani fungsi pengaturan masalah fungsi kependudukan dan


ketertiban penduduk. Anggaran yang terserap untuk dinas ini sebesar Rp Rp
1.564.055.347 namun yang langsung menyentuh kepada publik hanya sebesar Rp
60.874.000 ( 3,89% ) dengan kegiatan yang kurang operasional dan sama sekali tidak
menyentuh langsung masyarakat ( anggur = 0 % )

No Kegiatan Nilai Anggur *)


1 Pelatihan Program SIAK 37.964.000 0
2 Pelayanan Penertiban KTP dan Akta Cat 10.060.000 0
Sipil
3 Pembinaan dan Razia KTP 12.850.000 0
Total Anggaran Dinas = Rp 60.874.000 0
1.564.055.347

4. Dinas Tenaga Kerja

Persoalan pengangguran merupakan masalah krusial di kota ini. Tekanan migrasi akibat
kedatangan para pemuda dari beberapa kabupaten/kecamatan di Propinsi Lampung
tanpa skill yang pasti. Pemutusan hubungan kerja dari beberap pabrik di Jawa Barat dan
Jakarta menyebabkan tekanan pengangguran sangat tinggi di kota ini.

68
DAFTAR ISI

Riset Anggaran Untuk Rakyat ……. (Marselina Djayasinga)

Anggaran yang disediakan pemerintah kota Bandar Lampung untuk sector ini hanya
sebesar Rp 472.257.663 dari total angggaran disnaker Rp 1.917.428.805 ( 24.62 % ),
dengan kegiatan sbb :

Target
No Kegiatan Nilai (Rp) Anggur
Kinerja
1 Bintek Kewirausahaan 15 orang 65.000.000 65.000.000
2 Pelatihan TK Pemuda 15 orang 65.000.000 65.000.000
Mandiri
3 Penyuluhan KK kerja 30 orang 15.200.000 15.200.000
3 Penyuluhan Perselisihan 60 kali 15.056.463 15.056.463
Krj
4 Penempatan TK Sistem 1000 orang 40.000.000 40.000.000
AKL
5 Peningkatan Kualitas TK 16 orang 115.331.200 115.331.200
6 Sosialisasi Per UU 150 orang 21.025.000 21.025.000
Total Anggaran Disnaker 472.257.663 336.612.000
= Rp 1.917.428.805

Nilai ini jauh lebih kecil lagi ketika kegiatan yang diusulkan doibedah lagi ke dalam
anggaran yang lansgung menyentuh publik ( anggur ) yaitu hanya sebesar Rp
336.612.000 atau sebesar 17,52 % .

Bila kondisi seperti ini, jelas persoalan pengangguran, pekerja terampil tidak dapat
terwujud.

5. Kantor Keluarga Berencana

Kantor ini diharapkan mampu menjaga kestabilan jumlah penduduk serta kualitas
penduduk. Kantor yang merupakan limpahan dari wewenang pusat ini menyerap
anggaran cukup besar yaitu 3.849.519.060, namun belum optimal mengusulkan
kegiatan yang sesuai dengan fungsi dan perannya . Dari total anggaran yang diserap
hanya sebesar Rp 324.944.800 atau sebesar 8 ,41 % untuk pelayanan publik. Dari porsi
ini ternyata bila dibedah ke dalam kegiatan yang benar-benar benrmanfaat dan
dinikmati langung oleh publik hanya sebesar Rp 39.422.000 atau sebesar 1,02 %

Target
No Kegiatan Nilai (Rp) Anggur
Kinerja
1 Pembinaan KB dan Keluarga Pra sejahtera 38.000 PA 13.532.400 0
dan KS 1 dan 1800 PB
2 Pelayanan KB melalui bakti IBI 200 bidan 6.479.700 4..640.000
3 Pembentukan Bina keluarga Balita 5 klpk 14.602.500 5.850.000
4 Pembinaan dan Pelayanan KB keliling 8300 OUS 26.264.000 10.920.000
5 Pembentukan UPPKS 5 kelompok 5.365.000 0
6 Peningatan kualitas IMP dan petugas KB 2539 orang 77.845.000 1.500..000

69
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

Target
No Kegiatan Nilai (Rp) Anggur
Kinerja
7 TNI Manunggal KB Kesehatan 38.000 PUS 16.512.300 16.512.300
Total Anggaran Kantor KB = 324.944.800 39.422.000
3.849.519.060

Dinas /Badan/Kantor yang Mengalokasikan Untuk Anggur

Dari sekian Dinas/badan/kantor yang ada di lingkungan Pemkot Bandar Lampung yang
berfungsi untuk pelayanan publik , hanya ada 15 Dinas yang mengalokasikan anggaran
untuk rakyat ( anggur ) yaitu :

No DINAS/BADAN/KANTOR Total Anggaran ANGGUR %


1 Dinas Kesehatan 17.408.248.890 2.810.253.000 16,14
2 Dinas Pendidikan 169.449.953.433 2.066.539.700 1,21
3 Dinas Sosial dan PP 2.032.823.783 248.045.000 `12,20
4 Dinas KB 3.849.519.060, 39.422.000 1,02
5 Dinas Pertanian dan Peternakan 2. 527.346.773 261.442.000 10,34
6 Dinas Koperindag 2. 023. 984. 379 485.937.060 24
7 Dinas Pasar 3.156.698.040 27.598.000 0,87
8 Dinas Pariwisata 1.488.315.867 86.345.000 5.80
9 Dinas Kebersihan dan Lingkungan 8.321.318.957 1.609.837.000 19,34
Hidup
10 Dispenda 5.401.809.413 117.475.000 2,17
11 Dinas Bina Marga 60.793.466.513 47.000.000.000 78
12 Dinas Perikanan dan Kelautan 1.595.573.050 229.529.000 14,38
13 Dinas Perindustrian dan Perdag 2. 299..502..584 396.184.000 17,22
14 Dinas Tenaga Kerja 1.917.428.805 336.612.000 17
15 Dinas Kesbang dan Linmas 2.324.351.805 32.840.000 1,41
Rata-Rata 14,74

Dinas terbesar mengalokasikan anggarannya untuk rakyat (anggur) adalah dinas Bina
Marga yang memang secara fisik fungsi utamanya adalah pembangunan sarana dan
prasarana untuk publik. Dinas ini mengalokasikan sekitar 78 %, sedangkan sisanya
untuk belanja keperluan rutin dinas tersebut. Namun untuk dinas atau badan/.kantor
yang banyak mengalokasikan kegiatannya untuk publik namun lebih banyak
dialokasikan untuk kegiatan Non Fisik, ternyata kegiatannay kurang menyentuh publik.
Akibatnya banyak anggaran menjadi tidak focus, tidak efisien , tidak efektif dan tidak
ekonomis pada dinas-dinas ini.

Dinas yang terkecil alokasi anggaranyya untuk publik atau dibawah 10 % , sementara
fungsi utamanya juga adalah pelayanan pada publik yaitu :

70
DAFTAR ISI

Riset Anggaran Untuk Rakyat ……. (Marselina Djayasinga)

1. Dinas Pendidikan ( 1,21 % )


2. Dinas Keluarga Berencana (1,02 %)
3. Dinas Pasar ( 0.87%)
4. Dispenda ( 2,17 %)
5. Dinas Kesbang Linmas (1,41%)
6. Dinas Pariwisata (5.80 % )

Persoalannya adalah ketika anggaran untuk publik pada dinas-dinas ini suatu saat
ditingkatkan secara significant , mampukah tambahan anggaran tersebut dialokasikan
untuk kepentingan publik secara nyata terutama untuk kegiatan yang menyentuh
persoalan ?

Dinas /Badan/Kantor yang Sama Sekali Tidak Mengalokasikan Untuk Anggur

Terdapat 4 dinas/badan/kantor yang tidak mengalokasikan anggarannya untuk rakyat


(anggur) walaupun sebenarnya peran dan fungsinya juga bersinggungan untuk
memberikan pelayanan langsung publik. Dinas – dinas ini telah menganggarkan pos
untuk pelayanan publik, namun teryata kegiatan yang diusulkan sama sekali tidak
menyentuh kepada kepentingan publik . Dinas-dinas itu adalah :

1. Dinas kependudukan
2. Dinas Tata Kota
3. Dinas Perhubungan
4. Kantor Kesatuan PP

Solusi Agar Anggaran Berpihak Pada Rakyat

Di era Otda ini sangat dimunghkinkan untuk mengarahkan agar APBD berpihak pada
rakyat. Yang perlu dibanguna adalah seberapa besar komitmet penyelenggaran
pemerintahan terhadap hal ini. Komitmet bisa dibangun sepanjang penyelenggara
tersebut memahami dan mau mengetahui secara detil tentang persoalan yang ada dalam
masyarakat. Pemahaman dan pengetahuan ini kemudian dituangkan dalam
pengalokasian anggarannya yang berpihak pada rakyat.

1. Anggur sangat mungkin ditingkatkan sebesar 60 % drai total APBD Kota Bandar
Lampung yang saat ini baru rata-rata 14,74 % melalui implementasi secara
sungguh-sungguh prinsip-prinsip penyusunan anggaran, yaitu :

71
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

1. Efisiensi Anggaran

No Kegiatan Target
1 Belanja ATK pada setiap kegiatan dihapus krn sudah ada 25 %
pada pos belanja tidak langsung APBD
2 Belanja Upah/honor panitia disusun hanya untuk panitia 15 %
yang riil bekerja saja APBD
3 Ego dinas dihilangkan melalui koordinasi antar dinas/satker 10 %
untuk menyelenggarakn kegiatan bersama
4 Standarisasi Harga harus ditinjau ulang setiap 3 bulan oleh 60 %
Tim Independen
5 Perampingan Dinas yang kurang efektif ( SOTK ) yang 40 %
terlalu gemuk menyebabkan belanja rutin (belanja tidak
langsung ) satker membengkak bisa dihapuskan dan
dialokasikan ke Anggur serta birokrasi lebih pendek Æ
mengurangi high cost

2. Efektivitas Anggaran Æ Usulan Kegiatan yang Llebih Focus

No Kegiatan Target
1 Kepala Dinas harus bisa menterjemahkan secara baikVisi, 25 %
Misi Kota, Renstra Dinas, Tupoksinya terutama untuk
pelayanan pubik ke dalam oparsionalisasi
program/kegiatannya
2 Kepala Dinas harus bisa mengoperasionalisasikan
Visi/Misi serta Prioritas Daerah per tahun dan 5 tahun
3 Usulan kegiatan harus focus pada tujuan /pelayanan yang
akan diberikan dan menjadi tupoksinya
4 Porsi alokasi dana per kegiatan untuk publik missal:
pembelian bibit, bantuan modal, pembelian rumpon dll
harus lebih besar dari alokasi rutinnya seperti honor panitia,
uang saku panitia dll
5 Dana untuk perbaikan kantor, perbaikan gedung,pembelian
fasilitas kantor rutin dll yang banyak mengambil jatah
belanja publik harus dialihkan ke ke belanja langsung
kegiatan pelayanan publik
6 SOTK yang terlalu “gemuk “ dirampingkan sesuai dengan
kebutuhan dan penyusunan dan mengimplementasikan
system REWARD dan PUNISHMENT kepada PNS
7 Menyusun Kinerja yang terukur untuk setiap unit satuan
kerja, pimpinan, staf dan karyawan lainnya

72
DAFTAR ISI

Riset Anggaran Untuk Rakyat ……. (Marselina Djayasinga)

3. Optimalisasi Anggaran

Anggaran yang ada terutama sisi penerimaan dioptimalkan secara penggaliannya .


Dibandingkanmenciptakan pajak-pajak baru, pungutan-pungutan baru yang nota
bene malah membuat distrorsi dalam perekonomian , menambah beban pengusaha (
high cost economy membebankan masyarakat umumnya dan pengusaha khususnya
serta menambah peluang korupsi dan kebocoran lainnya lebih baik meningkatkan
potensi yang ada dengan mengurangi moral hazards disisi penerimaan daerah,
yaitu antara lain :

a. Penghitungan secara benar dan realistis dari target penerimaan yang sesuai
dengan potensi yang ada. Sebagai contoh, dinas pariwisata dalam tahun 2005
hanya mentargetkan penerimaan dari pajak hotel, restoran, RM, bilyard,
bowling dsb sebesar Rp 44.650.000. Sementara potensi yang ada jauh lebih
besar dari yang ditargetkan
b. Bila memang pihak swasta bisa meningkatkan penerimaan daerah lebih tinggi
dari target yang dibuat oleh dinas / UPTD terkait mengapa tidak diserahkan
saja ke swasta untuk mengelolanya sepanjang tariff pajak /pungutan tersebut
sesuai dengan aturan dengan kualitas pelayanan yang yang sama, bahkan
mungkin lebih baik. Hal ini juga bisa membuka lapangan kerja bagi para
pengangguran. Saat ini diperlukan tindakan – tindakan yang praktis danb
operasional sehingga kebijakan tersebut lebih realistis dan proporsional.
c. Pemberian sanksi bagi pengelap pajak, wajib pajak yang bandek, petugas yang
“nakal” serta pemberian penghargaan (reward) bagi pengumpul pajak terbesar,
petugas terdisiplin, wajib pajak yang patuh dll
d. Peninjauan kembali bahkan bila mungkin penghapusan bentuk-bentuk
pungutan-pungutan yang tidak ada dasar hukumnya, pungutan-pungutan yang
secara prinsip melanggar, dan pungutan-pungutan memberatkan masyarakat
dan investor dan terkesan mengada-ada. Seperti pungutan TPR di jalan-jalan
umum untuk mobil angkot, petugas parkir yang “liar”, pajak reklame untuk
semua promosi dll.
e. Demikian pula masalah cost and benefit. Ada beberapa dinas yang telah
bersusah payah memungut dana dari masyarakat , namun bila dibandingkanm
dengan upah pungutnya jauh lebih besar upah pungutnya . Belum lagi
ditambah dengan anggaran dinas tersebut yang sangat besar untuk membiayai
kegiatan rutinnya. Sehingga dana yang diperoleh itu sendiri sudah habis untuk
membiayai kegiatan rutinnya bahkan kurang .

4. Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat dalam penyusunan dan pelaksanaan APBD di Kota


Bandar Lampung masih belum optimal bahkan dapat dikatakan rendah.
Walaupun sudah dibentuk Forum Kota, Musrenbangkel, UDKP, dsb namun
usulan tinggal usulan. Dinas/Kantor/badan tetap menggunakan “kegiatan”
menurut versinya . Hal ini karena :

73
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

a. Dinas terkait tidak mampu mengoperasionalisaiskan usulan-usulan masyarakat


ke dalam program/kegiatannya
b. Dinas /Badan/Kantor tidak semuanya memilki target yang akan dicapai
c. Visi dan Misi Kota Bandar Lampung tidak dapat dan sangat sulit
dioperasionalisasikan oleh Kepala Dinas/kantor/badan maupun staffnya ke
dalam kegiatan langsungnya yang mensupprot visi dan misi tersebut
d. Kegiatan yang diusulkan oleh sebagian besar dinas “ just as usual” dan tidak
ada evaluasi program, kurang kreative
e. Bappeda dan dinas terkait lainnya kurang bisa berfungsi mengkoordinasikan,
menginformasikan dan mengoprasionaolisasikan visi , renstrada kota serta
rencana kota lainnnya.

Adapun kegiatan yang berkaitan dengan partisipasi masyarakat antara lain :

No Kegiatan
1 Menghidupkan dan memprioritaskan peran kelurahan dan kecamatan
2 TUPOKSI Kecamatan harus bisa dioperasionalisasikan dengan kosnekuensi
anggaran untuk kecamatan ditingkatkan
3 Efektivirtas anggaran kecamatan lebih kepada peningkatan pelayanan
sector publik

5. Transparansi Anggaran

No Kegiatan Target / Ket


1 Dokumen yang menyangkut alokasi ( APBD ) harus mudah 100 %
didapat publik secara luas dan mudah ( dokumen
APBD,RASK dan DASK )

Sektor Kesehatan

Sektor kesehatan yang dimotori oleh Dinas kesehatan ternyata masih belum mampu
meningkatkan derajad kesehatan masyarakat kota Bandar Lampung jika dilihat dari
porsi anggurnya.

No. Kegiatan
1 Alokasi anggaran sector kesehatan untuk masyarakat harus ditingkatkan
2. Peningkatan pelayanan kesehatan secara baik dan menyeluruh
3 Alokasi anggaran pendidikan yang seimbang antara sekolah negeri dan swasta,
dengan system progresif. Misal , bila ada sekolah yang sudah maju dalam
sarana prasarna , diberi bantuan tahap berikutnya dll Bila ada sekolah yang
prasarnanya masih “minim” , berikan prioritas sehingga prasrana memadai
dst..
4 Pemberian buku gratis serta alat-lat sekolah lainnya

74
DAFTAR ISI

Riset Anggaran Untuk Rakyat ……. (Marselina Djayasinga)

No. Kegiatan
5 Kegiatan-kegiatan di sector pendidikan lebih difocuskan untuk “peningkatan
pelayanan kesehatan “ seperti :
• peningkatan kualitas paramedis
• peningkatan pelayanan paramedis
• peningkatan sarana dan prasarana kesehatan ( obat-obatan,
puskesma, Rumah sakit , dokter, perawat,
• Menghidupkan kembali Posyandu dengan program-program yang
menyentuh bukan ceremonial semata, seperti penimbangan bayi
secara teratur,m sosialisasi gizi baik, perkembangan balita, jenis dan
waktu imunisasi , penganjuran pemberian ASI exclusive, pendidikan
untuk ibu-ibu hamil
• Menghidupkan kembali BKIA serta
6 Peningkatan kuantitas dan kulaitas Makanan dan susu bagi bayi, para ibu
Hamil dll
7 Peningkatan kualitas dan kuatitas pendidikan ketrampilan gratis untuk PUS,
Ibu hamil dll

Sektor Pemberdayaan Ekonomi Rakyat

Sektor Kebutuhan Dasar Pangan , Tempat Tinggal untuk Kaum Miskin , UMP

No Kegiatan
1 Mengatasi masalah rawan pangan, busung lapar dan gizi buruk dengan
sesegera mungkin
2 Menyusun perda atau peraturan walikota untuk menganggarkan dan menyusun
juklak mengatasi busung lapar /gizi buruk
2 Menghidupkan kembali masjid, gereja serta sarana social lainnya untuk
memberikan makanan gratis untuk kaum anjal dan kaum miskin lainnya
3 Mengefektivkan dan mengoptimalkan kembali rumah-rumah singgah untuk
anjal dan kaum papa lainnya dengan pengawasan dan pembinaan yang ketat
4 Mengontrol fluktuasi harga secara kontinue serta mengambil langkah-langkah
antisipasi untuk mempertahnakan kesejahteraan rakyat miskin
5 Membuat Rumah-rumah susun/ rumah murah yang memang diperuntukkan
untuk orang miskin dan tidak mampu
6 Peninjauan secara kontinue UMP yang melibatkan semua stakeholders (
buruhm perusahaan, investor, pemerintah, PT )

75
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

G. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KESIMPULAN

1. Masyarakat kota Bandar Lampung berhak atas APBD, dimana sumbangan terbesar
memang dari masyarakat untuk pembangunan kota ini.
2. Kepedulian dan keberpihakan pemerintah Kota Bandar Lampung terhadap
masyarakat Kota Bandar Lampung dapat dilihat dari jumlah anggaran yang
dialokasikan untuk masyarakat (anggur).
3. Keberpihakan ini dapat ditingkatkan sepanjang ada komitment yang kuat dari
penyelenggaran pemerintah kota bahwa amanah mengelola APBD adalah semata-
mata untuk mensejahterakan masyarakat kota Bandar LampunG
4. Bentuk komitment ini tidak hanya berupa pengalokasian anggaran ke sector publik
lebih besar namun bagaimana pengguna anggaran dalam hal ini Kepala Dinas
dapat mengarahkan staff nya untuk menyusun kegiatan yang langsung bermanfaat
bagi masyarakat dan mampu menuntaskan permasalahan baik secara bertahap
maupu langsung.
5. Walikota dan wakilnya harus visioner dengan konsep-konsep pengembangan kota
dan perekonomian yang jitu namun bisa diwujudkan sesuai dengan kemampuan
daerah
6. Walikota dan wakil harus melakukan upaya koordinasi yang sungguh-sungguh baik
secara vertical maupun horizontal secara maksimal
• Koordinasi dengan pemerintah pusat untuk menjaring dana-dana besar
• Koordinasi dengan pemerintah propinsi untuk melakukukan sharing
pembiayaan dan kegiatan bersama
• Koordinasi pimpinan dengan seluruh satuan kerja yang ada
• Koordinasi dengan PTN, PTS, Swastam BUMN, LSM, Ormas, Orpol,
masyarakat, Organisasi Profesi , Komite-Komite, Asisiasii dll untuk menyusun
konsep pengembangan kota bersama dan komprehenship

7. Untuk itu perlu dilaksanakan prinsip-prinsip pengelolaan APBD yaitu :


• Jujur dan Tranparansi
• Akuntabilitas
• Partisipasi
• Efisien, Efektif dan Ekonomi ( value of money)
• Optimalisasi
a. Penghitungan target sumber-sumber pendapatan sesuai dengan potensi
yang ada. Misal : Pendapatan dari dinas pariwisata hanya sebesar Rp
64.000.000 dari sector hotel, RM, restoran, Taman hiburan, Pizza dll )
Padahal bila dihitung dari RM Begadang I, II, III, IV sudah sangat besar
jauh melebihi realisasi Rp 64 juta tersebut. Belum dari sector lainnya ??

76
DAFTAR ISI

Riset Anggaran Untuk Rakyat ……. (Marselina Djayasinga)

b. Upaya peningkatan pendapatan dapat dilakukan dengan system tender,


selama pihak lain ( swasta ) bisa memberi sumber pendapatan lebih besar
dari target yang bisa diperoleh pemda
c. Mengatasi tingkat kebocoran pendapatan yang begitu besar

Menghentikan pungutan-pungutan yang tidak jelas dasar hukumnya dan membertakan


masyarakat , missal TPR di berbagai tempat ( Kemiling, Sisingamagaraja, dll) BAB III

REKOMENDASI

1. Untuk meningkatkan agar masyarakat kecil lebih berdaya, ketergantungan pada


modal berkurang maka perlu suntikana wal yaitu berupa bantuan modal dan
manajemen untuk petani / nelayan ditingkatkan . Selama ini mereka dapatkan
sangat kecil hanya Rp 35.500.000 , bila mengingkan Anggur lebih besar maka nilai
ini harus ditingkatkan dengan target sasaran yang jelas.
2. Disnaker
• Setiap kegiatan msh terlalu besar honor panitia kegiatan ( honor monitoring,
pimp kegtn dll )
• ATK menjadi boros manakaala di unit kerja itu sendiri (Belanja ADUM )
membeli keperluan yang sama, sehingga ATK double
• SAB perlu ditinjau ulang sesuaikan dengan output yang akan dicapai ,
demikian juga kurikulum yang akan dicapai untuk anak didik
• Sewa tempat, sewa alat tidak diperlukan lagi bila sudah ada kantor Balai
Latihan Kerja. OKI, Disnaker perlu menganggarkan untuk membeli saja
Laptop, LCD dll utk penyuluhan/pelatihan sehingga tidak perlu ada biaya sewa
alat setiap saat
• Sosialisasi, penyuluhan kepada prshn sudah menajdi tugas melekat dinas ybs
tidak perlu diproyekkan , andaipun harus penyuluhan dalam beberapa materri
• Setiap kegiatan msh terlalu besar honor panitia kegiatan ( honor monitoring,
pimp kegtn dll
• ATK menjadi boros manakaala di unit kerja itu sendiri (Belanja ADUM )
membeli keperluan yang sama, sehingga ATK doubl
• SAB perlu ditinjau ulang sesuaikan dengan output yang akan dicapai ,
demikian juga kurikulum yang akan dicapai untuk anak didik
• Sewa tempat, sewa alat tidak diperlukan lagi bila sudah ada kantor Balai
Latihan Kerja. OKI, Disnaker perlu menganggarkan untuk membeli saja
Laptop, LCD dll utk penyuluhan/pelatihan sehingga tidak perlu ada biaya sewa
alat setiap saa
• Sosialisasi, penyuluhan kepada prshn sudah menajdi tugas melekat dinas ybs
tidak perlu diproyekkan , andaipun harus penyuluhan dalam beberapa materri

77
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

3. Pariwisata

a. Perlu ditingkatkan alokasi untuk pengembangan sector pariwisata dengan


program-program yang terarah dan fokus
b. Pembinaan kepada usaha kepariwisataan sebanyak 150 usaha kepariwisataan
ttp nilainya sangat kecil tanpa jelas pembinaan bid apa
c. Setiap kegiatan msh terlalu besar honor panitia kegiatan ( honor monitoring,
pimp kegtn dll )
d. ATK menjadi boros manakala di unit kerja itu sendiri (Belanja ADUM )
membeli keperluan yang sama, sehingga ATK double
e. SAB perlu ditinjau ulang sesuaikan dengan output yang akan dicapai
f. Kegiatan belum mengarah pada upaya sadar wisata ( penyuluhan, pelatihan ,
sosialisasi dll )
g. Duplikasi Anggaran masih ada, antara lain :
h. Belanja Prasaarna Kantor seharuysnya menjandi belanja Aparatur , modal ,
bukan masuk di belanja publik

4. Kependudukan

a. Dinas ini terlalu banyak menghabiskan anggaran, dibandingkan pendapatan


yang diperolehnya Rp 1.206.409.200. Namun kegiatan yang langsung
menyentuh pada publik seperti pembinaan, dll sangat kurang.dimana kegiatan
pembinaan tidak jelas.
b. Perlu dilakukan efisiensi dan efektifitas anggaran pada dinas kependudukan
ini dengan kegiatan yang focus disertai target kinerja yang terukur .
c. Dengan anggaran yang cukup dan besar , maka dinas kependudukan harus
lebih memerinci lagi opearsionalisasi dari TUPOKSI nya yang khusu memberi
pelayanan kependudukan kepada masyarakat

5. Pendidikan

a. Masih banyak kegiatan yang seharusnya diperuntukkan untuk publik


dialokasikan untuk ATK , honor dll
b. Setiap kegiatan mempunyai honorarium untuk tim ( PNS )

DAFTAR PUSTAKA

Pemerintah Kota Bandar Lampung.2005. APBD Kota Bandar Lampung TA 2005


Badan Pusat Statistik. Statistik Keuangan Daerah Propinsi Lampung. Lampung : BPS
Bank Indonesia. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, Beberapa Edisi. Jakarta:BI
Deddy. Peta Kemampuan Keuangan Provinsi Dalam Era Otonomi Daerah : Tinjauan
atas Kinerja PAD Dan Apa Yang Dilakukan Pemerintah. Direktorat
Pengembangan Otonomi Daerah. Deddyk@Bappenas.go.id

78
DAFTAR ISI

Riset Anggaran Untuk Rakyat ……. (Marselina Djayasinga)

Djayasinga, Marselina. 2005. Bedah Anggaran Daerah. Universitas Lampung. Bandar


Lampung
Hadiyanto. A. 2002. Bunga Rampai Kebijakan Fiskal. Badan Analisa Fiskal
Departemen Keuangan. Jakarta
Mardiasmo. 2002. Otonomi & Manajemen Keuangan Daerah. Andi Yogyakarta.
Yogyakarta.
Pramana, Ricky. 2003. Analisis Kemandirian Fiskal Kabupaten Dan Kota Di Propinsi
Lampung. Skripsi. Universitas Lampung.
Prosiding Workshop Internasional. 2002. Implementasi Desentralisasi Fiskal Sebagai
Upaya Memberdayakan Daerah Dalam Membiayai Pembangunan Daerah.
FISIP UNIKA Parahiyangan. Bandung.
Pemerintah Kota Bandar Lampung, 2005. Rencana Anggaran Satuan Kerja (RASK)
Dinas seluruh Kota di Bandar Lampung
Republik Indonesia. 2002. Penjelasan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002
Tentang anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2001.
Republik Indonesia. 2003. UU No 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara
Republik Indonesia. 2005. PP No 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuanganm
Daerah
Republik Indonesia. 2005. Permendagri No 13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan
Keuanganm Daerah
Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang No.33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan
Keuangan Pusat Dan Daerah
Suparmoko, M. 2002. Ekonomi Publik Untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah.
Andi Yogyakarta. Yogyakarta.

79
DAFTAR ISI

Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Tingkat


Keluasan Pengungkapan Laporan Keuangan Pada Sektor
Industri Barang Konsumsi Di Bursa Efek Jakarta
Oleh
5
Yuliansyah , Yenny Megawati6

ABSTRACT
Financial statements informations will not missinterpretation since the financial
statements are completed by adequate disclose.
Based on the statement, the main topic of this research are to know corelation between
company characteristic and the scope of financial disclosure by using liquidity rate,
solvability, and company size and owner structure.
The analysis used in this research is linier regression and the samples are audited
financial company of manufacture companies.
The result shows that the average of companies’ index disclosure is 0.6644. This means
that the companies’ financial statement disclosure is very few.

Keywords :

1.Latar Belakang
Pengungkapan laporan keuangan (disclosure of financial statement) merupakan sarana
akuntabilitas publik mengingat arah perubahan sosial di Indonesia yang mendapatkan
momentum untuk bergerak menuju masyarakat yang semakin transparan dan
demokratis di berbagai bidang termasuk diantaranya bidang bisnis dan ekonomi.
Topik mengenai pengungkapan laporan keuangan menjadi menarik karena praktik
pengungkapan laporan keuangan berkaitan erat dengan kredibilitas, dan kepercayaan
pihak luar terhadap pasar modal dan peranaannnya mendukung pembangunan ekonomi
di Indonesia. Momentum pembangunan masyarakat yang semakin mengarah pada
keterbukaan menjadikan topik mengenai pengungkapan laporan keuangan perusahaan
publik semakin relevan untuk dikaji.
Sejumlah penelitian mengenai hal-hal seputar pengungkapan informasi, khususnya yang
mencatatkan diri di pasar modal telah dilakukan, baik di luar negeri maupun di
Indonesia. Ikhtisar beberapa hasil penelitian mengenai pengungkapan dapat dilihat pada
Tabel 1.

5
Dosen Jurusan Akuntansi, FE Unila;
6
Alumni Jurusan Akuntansi, FE Unsri
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

Tabel 1. Ikhtisar Beberapa Hasil Penelitian Mengenai Pengungkapan


No Peneliti, Tahun Hasil Penelitian
1 Djoko Susanto, 1994 Luas ungkapan sukarela pada laporan tahunan
lebih besar untuk perusahaan berbasis asing
dan waktu terdaftarnya saham di BEJ. Dan
tidak berkaitan dengan tingkat leverage dan
rate of return.
2 Wallace, Kamal Naser, Pengungkapan secara signifikan berhubungan
Areceli Mora, 1994 positif dengan besar perusahaan dan status
pendaftaran.
3 Russell Craig dan Joselito Tingkat pengungkapan laporan tahunan di
Diga, 1998 ASEAN berhubungan positif dengan ukuran
perusahaan, tingkat leverage, operasi di luar
negeri.
Tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan adalah salah satu bentuk kualitas
pengungkapan. Banyak penelitian yang menggunakan indeks disclosure methodology
mengemukakan bahwa kualitas pengungkapan dapat diukur dan digunakan untuk
menilai manfaat potensial dari isi suatu laporan keuangan.
Penelitian tentang pengungkapan laporan keuangan dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya merupakan hal yang penting untuk dilakukan karena akan
memberikan gambaran tentang sifat perbedaan keluasan pengungkapan antar
perusahaan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pengetahuan tentang hubungan
antara karakteristik perusahaan dan keluasan pengungkapan laporan keuangan akan
berguna dalam analisis laporan keuangan, yaitu memberikan gambaran tentang tipe dan
jumlah informasi yang disediakan perusahaan dengan karakteristik tertentu. (Marwata,
2001).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan
mengambil judul:" Pengaruh Karakteristik perusahaan terhadap Tingkat Keluasan
Pengungkapan Laporan Keuangan pada Sektor Industri Barang Konsumsi yang Go
Public di Bursa Efek Jakarta (BEJ)".
2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
Apakah karakteristik perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap
tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan pada sektor industri barang
konsumsi yang go public di BEJ?
3. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan pada
sektor industri barang konsumsi yang go public di Bursa Efek Jakarta (BEJ).
b. Untuk mengetahui hubungan antara karakteristik perusahaan dengan tingkat
keluasan pengungkapan laporan keuangan.

82
DAFTAR ISI

Pengaruh Karakteristik Perusahaan ……. (Yuliansyah, Yenny Megawati)

c. Memenuhi salah satu persyaratan guna mencapai gelar Sarjana Ekonomi


Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Lampung.
4 Kerangka Pemikiran
Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan akan dapat dipahami dan tidak
menimbulkan salah interpretasi apabila laporan keuangan dilengkapi dengan
pengungkapan (disclosure) yang memadai. Memberikan informasi yang memadai
diharapkan akan berguna bagi pembuatan keputusan oleh pihak-pihak pengguna
laporan. Pihak di luar perusahaan merupakan pihak yang kurang diuntungkan
berkenaan dengan akses informasi karena mereka hanya dapat mengandalkan informasi
yang diumumkan secara publik oleh perusahaan. Dalam kondisi tersebut ada kalanya
ketidaktahuan pihak luar atas kondisi perusahaan akan merugikan perusahaan itu sendiri
karena investor akan menganggap perusahaan buruk dan menawar lebih rendah dari
harga pasar saham sehingga merupakan dorongan bagi perusahaan untuk melakukan
pengungkapan yang memadai. (Prihatin Assih, 2000).
Terdapat dua jenis pengungkapan dalam hubungannya dengan persyaratan yang
ditetapkan oleh standar. Yang pertama adalah pengungkapan wajib (mandatory
disclosure) yaitu pengungkapan minimum yang diharuskan oleh standar akuntansi yang
berlaku, dalam hal ini peraturan yang dikeluarkan oleh BAPEPAM dan IAI. Jika
perusahaan tidak bersedia untuk mengungkapkan informasi secara sukarela,
pengungkapan wajib akan memaksa perusahaan untuk mengungkapkannya. Kedua
adalah pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) yaitu pengungkapan butir-butir
yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh peraturan yang
berlaku. Salah satu cara bagi manajer untuk meningkatkan kredibilitas perusahaan
adalah melalui pengungkapan sukarela secara lebih luas. Pengungkapan sukarela dapat
membantu investor dalam memahami strategi bisnis manajemen. Perusahaan dapat
lebih menarik perhatian lebih banyak analis, meningkatkan akurasi ekspektasi pasar dan
menurunkan ketidaksimetrisan informasi pasar. (Ainun Na'im dan Fu'ad Rakhman,
2000).
Penyajian dan pengungkapan laporan keuangan emiten dalam rangka keterbukaan di
pasar modal sangat penting untuk membangkitkan kembali minat dan kepercayaan
masyarakat internasional untuk berinvestasi di Indonesia yang beberapa tahun ini
mengalami krisis ekonomi. Kualitas ungkapan dalam laporan keuangan dikenal dengan
berbagai konsep, antara lain kelengkapan (comprehensiveness) (Barret, 1976),
informatif (informativeness) (Alford et.al., 1993), dan tepat waktu (time lines) (Courtis,
1976); Berbagai penelitian tentang topik ini pada prinsipnya kurang lebih sama,
meskipun menggunakan konsep yang berbeda-beda. Dalam penelitian ini kualitas
ungkapan didefinisikan dalam pengertian luasnya ungkapan laporan keuangan yang
dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah variasi tingkat keluasan pengungkapan
laporan keuangan pada sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di BEJ berkaitan
dengan perbedaan karakteristik perusahaan.

83
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

Karakteristik Perusahaan
• Tingkat likuiditas Tingkat Keluasan Pengungkapan
• Tingkat solvabilitas Laporan Keuangan
• Ukuran Perusahaan
• Struktur Kepemilikan

5 Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan adalah:
H1 = Tingkat likuiditas memiliki pengaruh positif dan signifikan dengan tingkat
keluasan pengungkapan laporan keuangan.
H2 = Tingkat solvabilitas memiliki pengaruh positif dan signifikan dengan tingkat
keluasan pengungkapan laporan keuangan.
H3 = Ukuran Perusahaan memiliki pengaruh positif dan signifikan dengan tingkat
keluasan pengungkapan laporan keuangan.
H4 = Struktur Kepemilikan memiliki pengaruh positif dan signifikan dengan tingkat
keluasan pengungkapan laporan keuangan.
6. Metode Penelitian
6.1 Penentuan Sampel
Penentuan sampel dalam penelitian ini dipilih dengan menggunakan metode Purposive-
Judgement Sampling. Metode ini merupakan tipe pemilihan sampel secara tidak acak
yang informasinya diperoleh dengan menggunakan pertimbangan tertentu. (Nur
Indriantoro dan B. Supomo, 1999:131). Pertimbangan tersebut adalah ingin
menghindari pengaruh perbedaan karakteristik butir-butir yang diungkapkan dalam
laporan keuangan antara sektor-sektor industri yang go public di BEJ, misalnya pada
industri keuangan tidak terdapat butir yang mengungkapkan aktiva lancar maupun
hutang lancar. Oleh karena itu, penulis mengambil sampel laporan keuangan auditan
perusahaan salah satu sektor industri manufaktur, yaitu industri barang konsumsi yang
terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 2000 yang memiliki laporan keuangan per
Desember 2000 beserta catatan dan penjelasan atas laporan keuangan tersebut, dengan
catatan tidak ada yang hilang. Ternyata sampel yang dapat dikumpulkan sebanyak 32
perusahan dari populasi 36 perusahaan dikarenakan tidak ditemukannya laporan
keuangan auditan pada box file perusahaan.
6.2 Teknik Pengambilan Data
Data yang digunakan dalam skripsi ini adalah jenis data sekunder, dengan menggunakan
sampel data cross-sectional yang dikumpulkan pada periode tertentu terhadap beberapa
subyek yang diteliti yaitu laporan keuangan auditan tahun 2000 yang tersedia di Pusat
Referensi Pasar Modal (PRPM) dan Indonesian Capital Market Directory 2001. Selain

84
DAFTAR ISI

Pengaruh Karakteristik Perusahaan ……. (Yuliansyah, Yenny Megawati)

itu untuk mendukung akurasi hasil penelitian ini, penulis juga melakukan riset
kepustakaan dengan cara mengumpulkan beberapa literatur yang berhubungan dengan
masalah yang diteliti.
6.3 Operasional Variabel
Variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel Dependen
Variabel dependen dinyatakan dengan notasi Y yaitu tingkat keluasan
pengungkapan laporan keuangan yang ditunjukkan dengan indeks disclosure.
Variabel ini mengukur seberapa banyak butir laporan keuangan material yang
diungkapkan oleh perusahaan meliputi yang bersifat wajib (mandatory) maupun
sukarela (voluntary).
2. Variabel Independen
Variabel independen yang akan digunakan dalam penelitian ini dinyatakan dengan
notasi X yaitu variabel karakteristik perusahaan. Variabel independen yang hendak
diuji dalam penelitian ini sehubungan dengan pengaruh yang diberikan terhadap
tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan perusahaan publik.
6.4 Alat Analisis
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda,
seperti yang telah diuraikan di atas bahwa untuk variabel dependen dinyatakan dengan
notasi Y dan variabel independen dinyatakan dengan notasi X, sehingga model analisis
regresi linier berganda dirumuskan sebagai berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2 + … + b4X4 + e1
Keterangan:
Y = Indeks disclosure (tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan)
a = Konstanta
b1-b4 = Koefisien regresi
X1 = Current ratio
X2 = Debt to total asset ratio
X3 = Total Aktiva
X4 = Saham Publik
ei = error
7. Pembahasan
7.1 Statistik Deskriptif
Berdasarkan hasil perhitungan yang terdapat pada lampiran 2 dapat diketahui bahwa
indeks disclosure mempunyai nilai minimum 0,57 dan maksimum 0,78 dengan rata-rata
0,6644 dan standar deviasi 0,062. Hal ini sesuai dengan penelitian-penelitian
sebelumnya yang menunjukkan bahwa tingkat pengungkapan laporan keuangan
perusahaan yang go public di BEJ masih relatif belum luas. Oleh karena itu Bapepam

85
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

perlu mengontrol laporan keuangan yang disampaikan oleh perusahaan, agar perusahaan
tersebut dapat memberikan pengungkapan yang lebih luas dan para pembaca laporan
keuangan tidak salah dalam pengambilan keputusan.
Rata-rata Current Ratio sebesar 1,9366 kali dengan nilai minimum dan maksimum
masing-masing 0,08 kali dan 5,59 kali. Untuk rata-rata Debt to Total Asset sebesar
69,5338% dengan nilai minimum dan maksimum 15,65% dan 319,16%. Sedangkan
untuk Total Aktiva rata-ratanya 1,6447 trilyun dengan nilai minimum dan maksimum
yaitu 0,05 trilyun dan 12,55 trilyun. Dan untuk saham publik rata-ratanya 27,6216%
dan nilai minimum serta maksimum adalah 3,41% dan 85,88%.
7.2 Makna Konstanta dan Koefisien Regresi
Dari hasil perhitungan diperoleh persamaan regesi linier berganda:
Y = 0,612 + 1,028 . 10-2 X1 + 1,354 . 10-4 X2 + 1,125 . 10-2 X3 + 1,816 . 10-4 X4 + ei
Berdasarkan persamaan tersebut, nilai konstanta sebesar 0,612 menyatakan bahwa
indeks disclosure yang ditetapkan sebagai variabel dependen mengalami kenaikan
sebesar 0,612, dengan asumsi semua variabel independen yaitu Current Ratio, Debt to
Total Asset Ratio, Total Aktiva dan Saham Publik tidak mengalami perubahan
(konstan).
Koefisien regresi b1 sebesar 1,028 . 10-2 menyatakan bahwa setiap penambahan variabel
X1 (Current Ratio) sebesar satu kali maka indeks disclosure akan mengalami
peningkatan sebesar 1,028 . 10-2 dengan asumsi bahwa variabel X2, X3, dan X4 konstan.
Demikian pula dengan koefisien b2 sebesar 1,354 . 10-4 menyatakan bahwa setiap
penembahan variabel X2 (Debt to Total Asset) sebesar 1% maka indeks disclosure akam
mengalami peningkatan sebesar 1,354 . 10-4 dengan asumsi bahwa variabel X1, X3, dan
X4 konstan. Pengertian yang sama juga terjadi pada koefisien regresi X3 sebesar 1,125
. 10-2 menyatakan bahwa setiap penambahan pada variabel X3 (Total Aktiva) sebesar 1
trilyun maka indeks disclosure mengalami peningkatan sebesar 1,125 . 10-2 dengan
asumsi bahwa variabel X1, X2, dan X4 konstan. Hal yang sama juga terjadi untuk
koefisien regresi b4 sebesar 1,816 .10-4 menyatakan bahwa setiap penambahan pada
variabel X4 (Saham Publik) sebesar 1% maka indeks disclosure akan mengalami
peningkatan sebesar 1,816 . 10-4 dengan asumsi bahwa variabel X1, X2 ,dan X3 konstan.
7.3 Kontribusi dan Hubungan Variabel Independen terhadap Variabel Dependen
Berdasarkan hasil dari analisis data yang dilakukan, diperoleh koefisien determinasi
(R2) sebesar 0,364. Koefisien determinasi menunjukkan besarnya pangaruh variabel
independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Dengan demikian
berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan bahwa kontribusi bersama dari variabel X1
(Current Ratio), X2 (Debt to Total Asset), X3 (Total Aktiva), dan X4 (Saham Publik)
terhadap indeks disclosure sebesar 36,4% dan sisanya sebesar 63,6% dipengaruhi oleh
variabel-variabel lain yang tidak diamati dalam penelitian ini.
Sedangkan kontribusi masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen
secara parsial dapat diketahui dari r2-parsial. Pada tabel 6 diperoleh r2 untuk variabel

86
DAFTAR ISI

Pengaruh Karakteristik Perusahaan ……. (Yuliansyah, Yenny Megawati)

X1 adalah 0,052 ini menunjukkan bahwa kontribusi dari variabel X1 terhadap variabel
dependen sebesar 5,2% dengan asumsi bahwa variabel X2, X3, dan X4 konstan. Untuk
variabel X2 koefisien r2 sebesar 0,021 angka tersebut berarti bahwa kontribusi X2
terhadap variabel dependen sebesar 2,1% dengan asumsi bahwa variabel X1, X3, dan X4
konstan. Sedangkan koefisien r2 untuk variabel X3 adalah 0,315 menunjukkan bahwa
kontribusi variabel X3 terhadap variabel dependen sebesar 31,5% dengan asumsi bahwa
variabel X1, X2, dan X4 konstan. Selanjutnya koefisien r2 variabel X4 sebesar 0,004
menunjukkan bahwa variabel X4 memberikan kontribusi terhadap variabel dependen
sebesar 0,4% dengan asumsi bahwa variabel X1, X2, dan X3 konstan.
Dari empat variabel independen yang diamati dalam penelitian ini, secara parsial
variabel X3 yaitu Total Aktiva memberikan kontribusi yang paling besar terhadap
indeks disclosure sebesar 31,5%. Sedangkan variabel yang memberikan kontribusi
yang terendah terhadap indeks disclosure adalah variabel X4 (Saham Publik) yaitu
sebesar 0,4%. Setelah pembahasan mengenai kontribusi dari variabel independen
terhadap variabel dependen maka selanjutnya akan dibahas mengenai hubungan antara
variabel independen terhadap variabel dependen baik secara parsial maupun secara
simultan. Koefisien korelasi parsial (r) berdasarkan hasil perhitungan seperti tercantum
pada tabel 6 yaitu untuk variabel X1 sebesar 0,227, variabel X2 adalah 0,146 dan
variabel X3 sebesar 0,561 serta untuk variabel X4 sebesar 0,064. Untuk koefisien
korelasi ganda (R) sebesar 0,603.
7.4.Tingkat Keluasan Pengungkapan Laporan Keuangan
Berdasarkan perhitungan pengungkapan faktor keuangan dalam laporan keuangan
auditan sektor industri barang konsumsi yang go public di BEJ dengan mengacu pada
hasil penelitian Wallace, maka dapat dilihat dari 16 item yang harus diungkapkan
dengan nilai interval 0 - 79, diperoleh hasil bahwa sekitar 53% dari total sampel (17
perusahaan) memiliki nilai pengungkapan di bawah nilai rata-rata tingkat
pengungkapan.
Dilihat dari berbagai sudut item dalam pengungkapan laporan keuangan antara lain, dari
sudut Fixed Asset, Depreciation and Amortization, dan Share Capital, semua
perusahaan sampel mengungkapkan seluruh subitem tersebut. Sedangkan
pengungkapan item Current Asset, Current Liabilities, Taxation, Turn Over, dan
Deffered Tax mempunyai nilai yang paling sering muncul 5 dari 5 subitem, 4 dari 4
subitem, 5 dari 5 subitem, 3 dari 3 subitem, dan 4 dari 4 subitem, artinya tidak semua
perusahaan sampel mengungkapkan seluruh subitem tersebut.
Begitu pula dengan Foreign Currencies, Investment, dan Operating Profit nilai yang
paling sering muncul 4 dari 7 subitem, 4 dari 6 subitem, dan 5 dari 8 subitem. Hasil
penelitian juga menunjukkan adanya item yang paling sedikit diungkapkan dalam
laporan keuangan antara lain extraordinary and exceptional item, reserves, dan dividen.
Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 7 yang menunjukkan frekuensi dari masing-
masing item yang diungkapkan dalam laporan keuangan auditan.

87
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

7.5 Penjelasan Pengujian Hipotesis


Karakteristik perusahaan yaitu Tingkat Likuiditas (Current Ratio) berpengaruh positif
tetapi tidak signifikan terhadap tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan
sehingga Ha ditolak karena setelah dilakukan uji-t dengan signifikansi di bawah 5%
terhadap variabel X1 ternyata t~hitung lebih kecil dari t~tabel. Hal ini sesuai dengan
penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian Yuniati Gunawan (2000), Marwata (2001).
Diduga signifikansi di atas 5% dikarenakan olah variance yang sangat tinggi yang
terjadi pada keseluruhan sampel dengan nilai minimum 0,08 kali sedangkan nilai
maksimum 5,59 kali. sedangkan indeks disclosure mempunyai interval 0 - 1 dan tidak
memberikan pembobotan terhadap item yang secara nyata menjelaskan tingkat
likuiditas, sehingga dimungkinkan indeks disclosure yang dipakai terlalu luas untuk
menangkap hubungan Current Ratio (sebagai salah satu karakteristik perusahaan).
Diduga terdapat variabel lain yang lebih dominan.
Karakteristik perusahaan yaitu Tingkat Solvabilitas (Debt to Total Asset) berpengaruh
positif tetapi tidak signifikan terhadap tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan
sehingga Ha ditolak karena setelah dilakukan uji~t dengan signifikansi di bawah 5%
terhadap variabel X2 diketahui bahwa t~hitung lebih kecil dari t~tabel. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitriany (2001). Diduga signifikansi di atas 5%
dikarenakan olah variance yang sangat tinggi yang terjadi pada keseluruhan sampel
dengan nilai minimum 15,65% dan nilai maksimum 319,16% sedangkan indeks
disclosure mempunyai interval 0 - 1 dan tidak memberikan pembobotan terhadap item
yang secara nyata menjelaskan tingkat solvabilitas, sehingga dimungkinkan indeks
disclosure yang dipakai terlalu luas untuk menangkap hubungan Debt to Total Asset
(sebagai salah satu karakteristik perusahaan). Diduga terdapat variabel lain yang lebih
dominan.
Selanjutnya berdasarkan hasil uji-t yang dilakukan terhadap variabel X3 diperoleh
bahwa t~hitung lebih besar dari t~tabel, ini membuktikan bahwa variabel X3
berpengaruh signifikan terhadap indeks disclosure. Sehingga hipotesis yang
dikemukakan bahwa karakteristik perusahaan yaitu Ukuran Perusahaan (Total Aktiva)
berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat keluasan pengungkapan laporan
keuangan dapat diterima. Penelitian-penelitian sebelumnya baik penelitian Wallace et.al
(1994), Russell Craig (1998), dan Yuniati Gunawan (2000), Marwata (2001)
menemukan bahwa ukuran perusahaan merupakan variabel yang paling konsisten
berhubungan positif dan signifikan dengan pengungkapan laporan keuangan.
Kemudian untuk variabel X4 berdasarkan hasil uji-t yang dilakukan diketahui bahwa
t~hitung lebih kecil dari t~tabel. Struktur Kepemilikan (Saham Publik) berpengaruh
positif tetapi tidak signifikan sehingga Ha ditolak. Hal tersebut konsisten dengan
penelitian sebelumnya, yaitu penelitian Ainun Na'im (2000), Fitriany (2001). Besarnya
kepemilikan publik tidak secara signifikan mempengaruhi luas pengungkapan mungkin
karena relatif kecilnya proporsi kepemilikan publik, selain itu juga kepemilikan publik
tersebar kepada banyak investor, sehingga masing-masing investor menjadi sangat kecil
untuk dapat mempengaruhi kebijakan perusahaan (termasuk pengungkapan informasi).

88
DAFTAR ISI

Pengaruh Karakteristik Perusahaan ……. (Yuliansyah, Yenny Megawati)

Secara simultan berdasarkan hasil uji-F diketahui bahwa variabel independen


(karakteristik perusahaan) berpengaruh signifikan terhadap tingkat keluasan
pengungkapan laporan keuangan. Sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa
karakteristik perusahaan khususnya Tingkat Likuiditas, Tingkat Solvabilitas, Ukuran
Perusahaan, dan Struktur Kepemilikan berpengaruh signifikan terhadap tingkat keluasan
pengungkapan laporan keuangan secara simultan dapat diterima. Diduga signifikansi
ini terjadi karena masing-masing variabel independen saling menutupi satu sama lain
sehingga distribusinya menjadi lebih baik.
8. Simpulan dan Saran
8.1 Simpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan mengenai pengaruh
karakteristik perusahaan terhadap tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan
sektor industri barang konsumsi yang go public di BEJ, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Tingkat Likuiditas (Current Ratio) memiliki pengaruh positif terhadap tingkat
keluasan pengungkapan laporan keuangan (indeks disclosure) sektor industri
barang konsumsi yang go public di BEJ, tetapi pengaruh tersebut tidak signifikan.
2. Tingkat Solvabilitas (Debt to Total Asset) memiliki pengaruh positif terhadap
tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan (indeks disclosure) sektor
industri barang konsumsi yang go public di BEJ, tetapi pengaruh tersebut tidak
signifikan\
3. Ukuran Perusahaan (Total Aktiva) memiliki pengaruh positif dan signifikan
terhadap tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan (indeks disclosure)
sektor industri barang konsumsi yang go public di BEJ.
4. Struktur Kepemilikan (Saham Publik) memiliki pengaruh positif terhadap tingkat
keluasan pengungkapan laporan keuangan (indeks disclosure) sektor industri
barang konsumsi yang go public di BEJ, tetapi pengaruh tersebut tidak signifikan.
5. Secara simultan variabel yang diamati yaitu Tingkat Likuidatas, Solvabilitas,
Ukuran Perusahaan, dan Struktur Kepemilikan berpengaruh signifikan terhadap
tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan sektor industri barang konsumsi
yang go public di BEJ.
8.2 Saran
Penelitian berikutnya perlu mempertimbangkan penggunaan pembobotan dalam
pengukuran tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan dengan melibatkan
beberapa peneliti dalam menilai laporan keuangan suatu perusahaan sampel sehingga
dapat mengurangi masalah subyektivitas dalam penilaian tingkat keluasan uangkapan
yang hanya dilakukan oleh seorang peneliti.

89
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

Penggunaan sampel dapat diperbanyak sehingga diharapkan bisa memperbaiki dan


menajamkan hasil penelitian ini serta mencari variabel independen lain yang secara
signifikan dapat mempengaruhi tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan.
DAFTAR PUSTAKA
Assih, Prihatin, 2000, “Pengungkapan Untuk meningkatkan Kualitas Laporan Keuangan
dalam rangka memenuhi criteria Decision Usefulness”. Jurnal Akuntansi dan
Manajemen. STIE YKON. Yogyakarta.
Craig Russel dan Joselito Diga. 1998 “ Corporate Accounting Disclosure in Asean”
Jurnal of International Financial Management and Accounting.
Fitriany. 2001, “Signifikansi perbedaan tingkat kelengkapan pengungkapan wajib dan
sukarela pada laporan keuangan perusahaan public yang terdaftar di Bursa
Efek Jakarta. Simposium Nasional Akuntani IV. Bandung.
Gunawan, Yuniati. 2000 “ Analisis Pengungkapan Informasi Laporan Tahunan Pada
Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta. Simposium nasional
Akuntansi III, Bandung.
Indrianto, Nur dan Bambang Supomo, 1999, Metodologi Penelitian Bisnis untuk
Akuntansi Dan Manajemen, BPFE Yogyakarta.
Ikbal Hasan. M, 1999, Pokok-Pokok Materi Statistik 2 (Statistik Inferensi). Bumi
Aksara, Jakarta.
Marwata, 2001, Hubungan antara karateristik di Perusahaan dan Kualitas Ungkapan
Sukarela dalam Laporan tahunan perusahaan Publik di Indonesia. Simposium
Nasional Akuntansi IV. Bandung.
Wallace, R.S.O, Kamar Naser, and Areceli Mora. 1994, The Relationship Between the
comprehensivenees of corporate annual report and firm characteristics in
spain”. Accounting and Business Research.

90
DAFTAR ISI

Auditing E-Commerce: Proses Pengumpulan Dan Validasi


Bukti Audit
Oleh:
Saring Suhendro7

ABSTRACT
The main purposes of this paper is to explain some problems in e-commerce technology.
Various risk in auditing, the way to control them, the change of accountant roles, and
the auditing process in the context of the application of e-commerce are also discussed.
Rapidly emerging e-commerce technology and demands for more timely
communication of information requires auditors to be able to identify the risks, to
conduct internal control, and to invent new techniques that have ability to continuously
monitor, collect, and analyze audit evidences. This situation force auditors to update
their auditing techniques. Auditor need sufficient skills in auditing process (computer
information system auditor). The changes in business environment are a challenge for
accounting profession in the information era.

Key Words: e-commerce dan audit

I. PENDAHULUAN
Sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahwa kemajuan teknologi komputer dan
telekomunikasi telah mengubah cara hidup masyarakat di dunia dalam menjalankan
aktivitas sehari-hari. Keberadaan dan peranan teknologi informasi di segala sektor
kehidupan tanpa sadar telah membawa dunia memasuki era baru globalisasi lebih cepat
dari yang dibayangkan semula. Dampaknya tidak hanya berpengaruh pada sisi makro
ekonomi dan politik, tetapi lebih jauh telah memasuki aspek-aspek sosial budaya
manusia.
Bagi perusahaan-perusahaan modern, sistem informasi dan teknologi tidak hanya
berfungsi sebagai sarana pendukung untuk meningkatkan kinerja perusahaan dari waktu
ke waktu, tetapi telah menjadi senjata utama dalam bersaing. Sektor organisasi atau
institusi berorientasi bisnis merupakan entitas yang paling banyak mendapatkan manfaat
dengan penggunaan teknologi electronic commerce (Indrajid, 2000).
Teknologi electronic commerce (e-commerce) telah mengubah dengan cepat cara
perusahaan menjual, membeli, dan berhubungan dengan konsumen dan mitra. E-
commerce telah menjadi alat yang penting sejak perusahaan menggunakan internet

7
Dosen Jurusan Akuntansi, FE Unila
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

untuk melakukan bisnisnya. Perkembangan teknologi membawa perubahan pada risiko-


risiko, pengendalian, dan lingkungan audit pada laporan keuangan suatu perusahaan.
Paper ini akan membahas penggunaan e-commerce yang oleh banyak pihak dipandang
dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Berbagai risiko dan cara pengendaliannya, dan
pelaksanaan audit dalam penerapan e-commerce juga akan dibahas, sehingga
diharapkan diperoleh pemahaman yang memadai untuk mengatasi masalah-masalah
yang timbul dalam penerapan e-commerce. Bagian akhir dari tulisan ini akan membahas
tentang continuous auditing berkaitan dengan real-time accounting system dan
paperless.”
II. E-COMMERCE
E-commerce dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan transaksi antara
dua pihak atau lebih dengan menggunakan komputer yang terhubung secara bersama-
sama dalam jaringan. Jaringan ini dapat dibangun dengan saluran telepon, saluran tv
kabel, land-radio atau satelit radio (Kalakota, 1996). E-commerce meliputi elektronic
data interchange (EDI), electronic funds transfer (EFT), automated teller machines
(ATMs), dan bisnis yang dilakukan menggunakan internet.
E-commerce, electronic data interchange (EDI), dan internet secara dramatis telah
mengubah praktek-praktek bisnis dan proses pencatatan. Pelaksanaan bisnis pada the
World Wide Web (WWW) telah membuat organisasi dapat berhubungan dengan dunia
luar secara on-line dan meningkatkan semua aspek dari bisnis mereka. Transaksi bisnis
pada lingkungan teknologi tinggi sepenuhnya dilakukan dengan electronic form.
Teknologi dengan kos yang rendah, transmisi data secara digital dengan kecepatan
tinggi ini, menggunakan hardware yang dapat menghasilkan informasi secara cepat dan
mudah, dan menggunakan software yang dapat menurunkan, bahkan dalam banyak
kasus dapat menghemat waktu, menghilangkan keterbatasan ruang dan keterbatasan lain
dalam memperoleh informasi. Teknologi informasi ini, selain dapat menurunkan kos
transaksi dan masalah asymmetric information, juga dapat meningkatkan skala dan
lingkup ekonomi dalam semua sektor bisnis (Albrecht dan Sack, 2000).
E-commerce telah menjadi media dalam meningkatkan efisiensi berbagai bidang,
meliputi (a) penjualan produk dan pemrosesan pemesanan, (b) mengubah kebiasaan
pembelian konsumen, (c) menyajikan prospektus dan katalog-katalog produk kepada
konsumen, (d) menyajikan laporan keuangan kepada investor, (e) menyediakan
informasi persediaan kepada konsumen, (f) menyediakan pesan database bagi karyawan
dan staf, dan (g) pemrosesan order pembelian dan invoice dari pemasok (Attaway,
2000).
Penerapan e-commerce dalam perusahaan memiliki beberapa keuntungan kompetitif,
yaitu (Cavusgil, 2002):
1. Produktifitas dan pengurangan biaya
E-commerce membantu perusahaan melaksanakan aktivitas value chain lebih
efektif dengan membantu melibatkan perusahaan dalam integrasi penjualan
keseluruhan, produksi, dan proses pengiriman secara elektronik menembus batas

92
DAFTAR ISI

Auditing E-Commerce: ……. (Saring Suhendro)

dan waktu. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Nearon (2000) dinyatakan
bahwa penggunaan e-commerce mampu menghemat 20 persen biaya perusahaan.
2. Kecepatan
Informasi dan pengetahuan dapat bergerak bebas dalam perusahaan dan konsumen,
supplier, dan konstituennya. Manajer dapat mengimplementasikan keputusan lebih
cepat. E-commerce juga dapat mengurangi waktu untuk memasarkan dan waktu
siklus lainnya untuk merespon pelaksanaan atau mengantisipasi kebutuhan bisnis.
3. Kesempatan baru dan value creation
Bisnis melalui web dapat tumbuh dengan subur karena fleksibilitas, fokus, dan
prakarsa pengusaha melalui operasi global. Manfaat utama dari organisasi global
adalah kemampuan untuk mengimplementasikan strategi dalam skala yang lebih
luas, organisasi yang mengglobal.
Dalam lingkungan e-commerce yang paperless, kebutuhan akan bukti fisik berupa
kertas secara signifikan akan menurun. Disamping itu, ketika banyaknya transaksi-
transaksi bisnis yang dilakukan dan laporan keuangan tepat waktu yang diperlukan dan
disebarluaskan melalui internet, perusahaan harus mendesain sistem informasi akuntansi
baru yang tidak hanya mencatat dan menelusuri informasi transaksi secara cepat, tetapi
juga melakukan cross check dokumen internal dan eksternal secara otomatis. Masalah
penting lainnya adalah perlunya mendesain prosedur pengendalian internal baru untuk
memastikan bahwa integritas dan pengesahan bukti pada transaksi e-commerce untuk
melindungi private key, tanda tangan digital, sistem web, dan database secara
keseluruhan. Perubahan-perubahan ini mengenalkan tantangan baru bagi profesi
akuntansi.
Bagian ini membahas dampak e-commerce pada perubahan peran akuntan, penilaian
risiko-risiko audit, pengendalian internal, dan pengumpulan dan validasi bukti audit
elektronik. Konsep risiko audit harus digunakan pada tujuan perencanaan untuk
menentukan seberapa banyak bukti dikumpulkan pada masing-masing siklus transaksi.
SAS No. 78 selanjutnya mengindikasikan bahwa pengendalian internal merupakan
suatu proses yang didesain untuk memberikan keyakinan yang layak berkenaan dengan
pencapaian laporan keuangan yang dapat dipercaya, operasi yang efektif dan efisien,
dan kepatuhan pada hukum dan peraturan-peraturan.
III. PERUBAHAN PERAN AKUNTAN
Peranan auditor internal adalah memastikan bahwa fungsi kontrol internal pada
pelaksanaan penerapan e-commerce berjalan dengan baik. Fungsi auditor internal adalah
suatu aktivitas yang independen, memastikan tujuan dan mengkonsultasikan aktivitas-
aktivitas yang dirancang untuk menambah nilai dan memperbaiki operasi perusahaan.
Auditor internal membantu organisasi mencapai tujuannya dengan membawa
sistematik, pendekatan disiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektifitas
manajemen risiko, pengendalian dan proses penguasaan.

93
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

Dalam kaitannya dengan peranan diatas, auditor internal diperlukan oleh perusahaan
untuk memberikan pengawasan dan audit berkenaan dengan penerapan e-commerce.
Auditor internal mengevaluasi seberapa baik proses pengendalian yang dirancang oleh
manajer dapat berfungsi, yang dapat memberikan jaminan besarnya tingkat keyakinan
yang dimiliki manajer atas sasaran bisnis yang akan direalisasikan. Fungsi auditor
internal adalah melaporkan ke manajemen puncak dan mempunyai komunikasi
langsung dengan komite audit dan dewan redaksi.
Auditing e-commerce mendorong internal auditor untuk mengevaluasi efektifitas
prosedur audit tradisional, dan menyelidiki kemungkinan dan kesempatan dengan
menggunakan teknologi informasi dan software analisis data. Perbedaan penting antara
teknik audit konvensional dengan teknik yang menggunakan software analisis data
adalah kemampuan untuk mengakses dan menganalisis keseluruhan data. Pengganti
dalam mengevaluasi pengendalian pada sampel, auditor dapat melakukan investigasi
100 persen data menggunakan pendekatan analisis data untuk melakukan audit.
Burr et.al., (2002) menyatakan bahwa ketika bisnis telah mengadopsi teknologi e-
commerce, aplikasi dikembangkan dan disebarkan secara cepat, kadang-kadang
mengabaikan ukuran keamanan yang memadai. Sayangnya, banyak perusahaan yang
tidak memberikan perhatian serius pada nilai keamanan dan banyak menghabiskan
waktu selama mempertimbangkan biaya yang mencoba mengkompensasikannya setelah
implementasi. Karena itu, kepastian keamanan yang memadai dapat dilekatkan pada
pengembangan aplikasi dapat mengurangi kemungkinan dan biaya tambal sulam,
membantu menjaga kerahasiaan informasi konsumen, dan menjaga hak milik
intelektual. Secara umum, kebutuhan keamanan e-commerce dapat diungkapkan dalam
4 (empat) karakteristik yang menunjukkan nilai dari suatu informasi, yaitu (Burr et. al.,
2002):
1. Kerahasiaan
Meliputi berbagai sensitifitas bisnis, seperti akses yang benar, keleluasaan pribadi
atas sekitar data hubungan konsumen, dan melindungi berbagai informasi yang
berdampak langsung atau tidak langsung dengan pasar.
2. Integritas
Mengacu pada kebutuhan untuk memastikan keakuratan data kunci yang
dikompromikan dapat menghasilkan hilangnya keuangan langsung atau kewajiban
konsumen.
3. Ketersediaan
Meliputi proses kebutuhan bisnis dan sistem informasi yang membantu untuk
memastikan loyalitas konsumen dengan memberikan informasi yang dapat diakses
kapanpun apabila dibutuhkan dan melindungi dari kehilangan informasi.
4. Tanggung jawab
Meliputi kebutuhan untuk memelihara, membuktikan record of action dan
tanggung jawab bisnis yang dilakukan.

94
DAFTAR ISI

Auditing E-Commerce: ……. (Saring Suhendro)

Auditor internal harus memeriksa pengendalian otomasi yang diimplementasikan pada


aplikasi untuk meminimalisir risiko yang data dan transaksi yang tidak memiliki
otorisasi, data dan transaksi yang tidak valid, data dan transaksi yang tidak lengkap, atau
data dan transaksi yang tidak akurat. Auditor internal seharusnya memiliki pengetahuan
yang memadai tentang computer information system untuk merencanakan,
mengarahkan, mengawasi, dan mereview pelaksanaan tugas.
Perubahan dalam lingkungan bisnis dan audit, dimana laporan tahunan tradisional dan
laporan audit konvensional yang diterbitkan, mungkin tidak lagi dapat memenuhi
kebutuhan users akan laporan keuangan organisasi. Sehingga, real-time accounting
systems, electronic financial reports dan continuous auditing haruslah menjadi
perhatian oleh komunitas akuntansi dan bisnis. Perubahan lingkungan perusahaan
sebagai dampak dari penerapan e-commerce menuntut perubahan peran akuntan
eksternal (auditor independen) melalui proses audit tradisional dengan cara, yaitu
pertama meningkatkan pengetahuan auditor pada keyakinan reliabilitas dan relevansi
dari dokumen, catatan, dan data elektronik pada bisnis dan industri klien.
Kedua, auditor perlu memahami aliran transaksi dan aktivitas pengendalian yang
berhubungan, memberikan jaminan validitas dan reliabilitas informasi yang lebih baik
dalam paperless, real-time accounting system. Pada real-time accounting system,
transaksi ditransmisi, diproses, dan diakses secara elektronik sehingga dibutuhkan
seorang auditor yang dapat memberikan jaminan bahwa traksaksi yang terjadi tidak
dirubah. AICPA (1997) menyatakan bahwa “kompetensi dari bukti secara elektronik
biasanya tergantung pada efektivitas pengendalian internal yang melebihi validitas dan
kompleksitasnya.
Ketiga, auditor dalam menggunakan control-risk-oriented audit plan secara umum
memfokuskan pada aktivitas pengendalian internal yang memadai dan efektif dari real-
time accounting system ketika ada beberapa bagian yang sedikit menyolok pada
pengujian substantive dari dokumen dan transaksi elektronik.
Keempat, auditor harus mengembangkan software audit tools-nya yang mampu
melakukan audit komputer atau menggunakan software yang tersedia secara komersial.
Salah satunya adalah Continuous Audit Tools and Techniques (CATTs), yaitu suatu
tools dan techniques yang dapat digunakan oleh auditor dalam menetapkan resiko,
mengevaluasi pengendalian internal, dan kinerja secara elektronik dari prosedur audit
yang beragam, termasuk ekstrak data, download informasi untuk review analitis, footing
buku besar, penyimpanan perhitungan, menyeleksi sampel untuk pengujian
pengendalian dan pengujian substantive, mengidentifikasi pengecualian-pengecualian
dan transaksi yang tidak biasa, dan konfimasi kinerja (Rezaee et al., 2001)
IV. PENGENDALIAN INTERNAL
Pengendalian internal merupakan bagian dari proses manajemen. Definisi berikut
berasal dari Institute of Internal Auditors’ Standards for the Professional Practice of
Internal Auditing dan menyediakan dasar bagi pekerjaan audit komputer sebagai auditor
internal. Tindakan ini dilakukan oleh manajemen untuk merencanakan, mengorganisasi,
dan mengarahkan kinerja untuk tindakan yang memadai yang memberikan jaminan

95
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

layak bagi pencapaian tujuan (a) pemenuhan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan
bagi operasi dan program, (b) penggunaan sumber daya secara ekonomis dan efisien, (c)
mengamankan sumberdaya, (d) informasi yang dapat dipercaya dan terintegritas, dan (e)
ketaatan pada kebijakan, perencanaan, prosedur, hukum dan peraturan.
Pengendalian utama pada e-commerce adalah masalah keamanan. Bidang ini meliputi
kebijakan dan prosedur-prosedur yang mengakses ke peralatan, software, dan data yang
dibatasi hanya pada pengguna yang memiliki wewenang. SAS no. 56 dan 78
menyediakan panduan umum bagi rerangka pengendalian internal dalam lingkungan
pemrosesan data elektronik (EDP). Menurut Chien-Chih Yu et al., (2000) rerangka
pengendalian internal pada pemrosesan data elektronik ada tiga komponen utama yaitu
pengendalian umum, pengendalian aplikasi, dan pengendalian on-line real time.
Pengendalian pada e-commerce secara lengkap dijelaskan sebagai berikut:
1. Pengendalian Keamanan pada Transfer Dokumen Elektronik
Pengendalian keamanan memastikan integritas, kerahasiaan, keleluasaan pribadi,
pengesahan, dan bukan penolakan hutang dari informasi transaksi untuk
menghindari ancaman keamanan seperti akses yang tidak resmi, sniffing,
eavesdropping, modifikasi, dan penolakan. Perusahaan perlu berhati-hati dalam
mempertimbangkan masalah-masalah berikut:
a. Bagaimana teknologi pengendalian keamanan yang sesuai (seperti password,
firewall, encryption data, tanda tangan digital, dan amplop digital) dapat diuji
dan digunakan.
b. Bagaimana protokol transaksi elektronik keamanannya tepat (seperti penetapan
standar bagi keamanan pembayaran internet, protokol S-HTTP dan S/MIME
bagi sesi lapisan keamanan aplikasi, dan protokol AH dan ESP bagi keamanan
lapisan jaringan) dapat diadopsi.
c. Bagaimana otoritas sertifikat (CA) seharusnya dipilih untuk memastikan
transaksi elektronik aman dan pertukaran dokumen elektronik aman.
2. Pengendalian untuk Menjaga Jejak Transaksi
Ketika jejak transaksi akan berubah dari dokumen fisik menjadi format elektronik,
suatu entitas bisnis harus lebih berkonsentrasi pada pemisahan tugas dan wewenang
dan harus mengembangkan aplikasi komputer untuk mencatat dan menjaga jejak
transaksi ini untuk mendukung penolakan dan cross check kedepan. Secara umum,
prosedur yang efektif pada pengendalian dan pemeliharaan jejak transaksi meliputi:
a. Menciptakan dan mendesain logs transaksi dalam format yang tepat untuk
memproses catatan dan transaksi yang gagal, pengakuan pembeli-penjual, dan
pemisahan waktu pemrosesan.
b. Menggunakan total pengendalian batch ketika transaksi diaktifkan atau
diterima dan mengembangkan selama pencatatan atau sistem monitoring
paralel untuk memastikan kelengkapan dan keakuratan jejak transaksi.

96
DAFTAR ISI

Auditing E-Commerce: ……. (Saring Suhendro)

3. Pengendalian Keamanan Tandatangan Elektronik


Tandatangan elektronik tidak hanya melayani yang memastikan validitas jejak
transaksi, tetapi juga sebagai bukti transaksi antara penjual dan pembeli. Karena
pentingnya hal itu bagi transaksi bisnis, public dan private key untuk tandatangan
elektronik harus menjaga dengan cara yang berbeda dari aset umum. Lebih khusus
lagi, perlindungan private key harus terpisah dari proses persetujuan dan
pengesahan keseluruhan karena private key seharusnya hanya digunakan untuk
menandai dokumen digital atau membuka amplop digital ketika transaksi telah
disetujui dan disyahkan. Oleh karena itu, berdasarkan prinsip pemisahan tugas,
perlindungan private key seharusnya terpisah dari pencatatan dan pelaksanaan
transaksi. Secara umum, tanggung jawab manajemen kunci dapat dibagi menjadi
cara-cara berikut:
a. Manajer yang berwenang pada persetujuan transaksi harus bertanggung jawab
untuk melindungi private key
b. Manajer yang berwenang pada pelaksanaan transaksi harus bertanggung jawab
mengamankan algoritma encryption dan decryption.
4. Pengendalian Keamanan pada Program Aplikasi dan Software
Untuk mengatasi keamanan aplikasi transaksi pada internet, perusahaan
mengadopsi teknik pengendalian seperti firewall atau pengendalian end-to-end lain
untuk menghindari pelaksanaan yang tidak tepat atau perusakan program dan
software aplikasi ini. Sedangkan untuk masalah pengendalian akses, banyak
aplikasi yang providers gunakan yaitu Java applets atau program eksternal lainnya
dengan common gateway interface (CGI). Secara umum, prosedur pengendalian
kunci dalam sistem pemrosesan transaksi perusahaan dan sistem informasi
manajemen harus meliputi:
a. Pengendalian software/hardware, pengendalian manajemen jaringan, dan
pengendalian akses ke database
b. Perangkat firewall, virus check
c. Pengujian software dan aplikasi yang didistribusikan dalam internet
5. Pengendalian Internet Service Providers (ISP)
Kebanyakan ISP menyediakan pengendalian otomatis dalam recovery kerusakan
data, perlindungan atas data yang hilang, dan pengecekan kesalahan. Tergantung
pada luasnya jasa yang disediakan oleh ISP, dua pertimbangan yang harus diambil
ke dalam akun:
a. Auditor harus mempertimbangkan menyediakan format laporan dari spesialis
pihak ketiga yang memastikan kecukupan dan validitas pengendalian jaringan
pada sistem ISP.
b. Auditor harus memperhatian pada jasa keberlanjutan ISP seperti kasus bencana
alam dan ketetapan kerahasiaan.

97
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

6. Point Pengendalian Preventive Awal


Dalam lingkungan EC, pengendalian preventive seperti pada pengendalian deteksi
tradisional harus melekat pada sistem pemrosesan transaksi. Yang lebih penting
lagi, EC menyebabkan poin pengendalian terjadi lebih awal dari sebelumnya.
Dalam perusahaan perdagangan, sebagai contoh, pengendalian pada pembayaran
akun utang harus dipenuhi dengan rekonsiliasi invoice pemasok secara otomatis
dengan voucher yang dihasilkan oleh sistem acquisition perusahaan. Perusahaan
lalu membayar didasarkan pada persetujuan mitra dagang yang telah dibangun
dalam aplikasi komputer yang pada gilirannya pemberian tanda ‘PAID’ secara
otomatis pada voucher.
V. PENGUMPULAN BUKTI AUDIT
Selama mengaudit laporan keuangan dalam lingkungan e-commerce, auditor
menghadapi masalah tentang perolehan jejak transaksi elektronik dengan tandatangan
digital dari banyak sumber (misalnya remote download dalam arsitek server klien).
Dalam menentukan transmisi dan keontetikan transaksi elektronik dan permintaan untuk
laporan keuangan yang tepat waktu memerlukan teknik dan alat yang membantu dalam
proses pelaksanaan pengumpulan bukti audit.
Pengumpulan bukti yang dapat dipercaya pada sistem komputer lebih kompleks
daripada pengumpulan bukti yang dapat dipercaya pada sistem manual. Auditor
membandingkan perbedaan dan tingkat kompleksitas teknologi pengendalian internal
yang tidak ada pada sistem manual. Kesulitan bagi auditor untuk memahami teknologi
pengendalian adalah tidak mudah karena hardware dan software berkembang dengan
cepat. Kondisi tersebut membuat auditor sulit dalam mengumpulkan bukti yang dapat
dipercaya dari pengendalian. Setelah menilai risiko pengendalian, auditor
mengumpulkan bukti yang cukup untuk mendukung pendapatnya.
Jejak dalam kertas dan kontrol check point menjadi standar untuk sebuah perusahaan
audit yang sekarang menggunakan formulir elektronik. Jika metode tradisional dalam
menguji kontrol secara terus menerus yang digunakan, risiko signifikan mungkin tidak
diketahui. Ketika persetujuan terjadi dengan sistem informasi lanjutan, auditor mungkin
tidak bisa mengurangi risiko deteksi awal ke level yang bisa diterima untuk substantive
test. Standar auditing meminta ketika klien menggunakan teknologi untuk memproses
data pada infrastruktur teknologinya untuk diaudit. Pengujian pengendalian yang
mendalam meliputi firewalls, encrypsi pada informasi yang sensitif, password dan
keontetikan pada gambar elektronik (Helms dan Mancino, 1998).
Pada saat pelaksanaan auditing, auditor dapat menggunakan alat bantu berupa software
audit. Software audit mampu memeriksa, menganalisa, dan menyeleksi sangat banyak
data dan kapabel mengembangkan efektifitas audit dan efisien. Software audit yang
dapat digunakan oleh akuntan publik adalah sebagai berikut:
a. Accounting software
Meliputi ABS accounting, ACCPAC 2000 business works, CYMA accounting,
CYMA PAS +, DAC Easy, Great plains dynamics, LIBRA signature, LIBRA

98
DAFTAR ISI

Auditing E-Commerce: ……. (Saring Suhendro)

perspektive, Macola progression series, M>A>S 90 evaluation/2, one-write plus,


Peachtree, Platinum series accounting, ready-to-run accounting, real world
accounting, SBT pro series, Solomon series.
b. Spreadsheet software
Mencakup program-program seperti commander prism, DS LAB, Excel, Improv,
Express, Focus, IFPS, Javelin plus, SAS, Statistic SPSS.
c. Data-Base Management system software
Mencakup program-program Acces, Dbase, Fox Pro, Oracle, Paradox.
d. Expert system software
Mencakup program-program EXSYS, KDS, Level-5, OPS 5, Personal consultant,
Visual expert, VP-expert, First class fusion.
e. Neural network software
Terdiri dari program-program model quest, autonet, brainmaker, neural works
professional.
f. Wordprocessing software
Terdiri dari program-program MS word, professional write plus, word perfect, word
pro.
VI. VALIDASI BUKTI AUDIT ELEKTRONIK
Komite praktik audit internasional (1991) dalam Chien-Chih Yu et al.(2000)
menyebutkan bahwa penggunaan komputer akan menghasilkan rancangan sistem yang
memberikan bukti yang kurang kelihatan daripada menggunakan prosedur manual.
Sistem ini mungkin dapat diakses oleh sejumlah orang dalam jumlah yang lebih banyak.
Karakteristik sistem yang merupakan hasil dari sifat pemrosesan computer information
system meliputi:
a. Tidak adanya dokumen masukan.
Data dimasukkan secara langsung kedalam sistem komputer tanpa adanya dokumen
pendukung. Dalam beberapa sistem transaksi on-line, bukti tertulis dari data
individual masuk dengan otorisasi (seperti persetujuan untuk entry pemesanan)
mungkin diganti dengan prosedur lain, seperti pengendalian otorisasi yang diisi
dalam program komputer (contoh: pemgesahan batas kredit).
b. Tidak adanya jejak traksaksi (transaction trail)
Data tertentu dijaga hanya pada file komputer. Dalam sistem manual, data secara
normal mengikuti transaksi melalui sistem dengan dokumen sumber, books of
account, records, file dan laporan-laporan. Dalam lingkungan computer
information system jejak transaksi terpisah dalam bentuk mesin yang dapat dibaca,
dan hanya ada pada periode waktu yang terbatas.

99
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

c. Tidak adanya keluaran yang dapat dilihat dengan mata


Transaksi atau hasil pemrosesan tertentu tidak dicetak. Dalam sistem manual, dan
dalam computer information system secara normal dilakukan secara visual hasil
pemrosesan. Dalam computer information system, hasil pemrosesan tidak dicetak,
atau hanya ringkasan data yang dicetak. Jadi, kurangnya output yang kelihatan
merupakan hasil dalam perlunya akses data dipertahankan dalam file yang dapat
dibaca oleh komputer.
d. Kemudahan mengakses data dan program komputer
Data dan program komputer dapat diakses dan dirubah pada komputer melalui
penggunaan peralatan komputer dari jarak jauh. Karena itu, dengan tidak adanya
pengendalian yang memadai, akan meningkatkan potensi akses-akses yang tidak
terotorisasi yang mengubah data dan program oleh seseorang yang berada di dalam
maupun yang berada di luar perusahaan.
Masalah bukti audit, dalam lingkungan elektronik masalah dasar akuntansi dalam
lingkungan elektronik adalah validitas, kelengkapan, dan integritas catatan akuntansi.
Konsep audit dan pengendalian internal yang relevan adalah pemisahan tugas,
keamanan informasi, dan teknik untuk memperbaiki kesalahan. Dalam lingkungan e-
commerce tujuan yang diinginkan dalam bukti audit tidak berbeda dari bentuk bukti
tradisional, tetapi yang dibedakan adalah perlunya pengendalian internal atas
validitasnya. Kompetensi bukti elektronik biasanya tergantung pada efektivitas
pengendalian internal terhadap validitas dan kelengkapannya (Nearon, 2000).
Auditing Procedure Study memberikan kepada auditor dengan non-authoritative
guidance untuk menerapkan SAS No. 80. Pada tabel 1 disajikan perbandingan antara
bukti audit tradisional dengan bukti audit elektronis. Auditor internal harus melakukan
evaluasi atas masalah-masalah kunci berkenaan dengan hal-hal berikut, yaitu:
a. Informasi elektronis sebagai bukti yang kompeten
Untuk memverifikasi kompetensi bukti, auditor harus mempertimbangkan validitas,
kelengkapan, dan atribut lainnya. Apabila ditemui adanya pengendalian yang
lemah, auditor harus mempertimbangkan untuk menggunakan pendekatan
tradisional.
b. Keberadaan bukti elektronis
Penyajian informasi elektronis yang sama dapat mengambil bentuk yang berbeda,
disini auditor harus melakukan prosedur yang sesuai untuk meyakinkan konsistensi
penyajian dan mempertimbangkan gambaran yang lebih luas, karena semua
informasi mungkin tidak tersedia pada satu tampilan. Auditor harus memahami
bagaimana bukti elektronis diperoleh dan menguji konsistensi penyajiannya.

100
DAFTAR ISI

Auditing E-Commerce: ……. (Saring Suhendro)

c. Kompetensi alat yang digunakan untuk mengakses bukti elektronis


Alat yang digunakan untuk mengakses bukti elektronik harus diuji dengan baik dan
diperiksa kemungkinan adanya logical error. Teknik audit berbantuan komputer
dapat memperluas kemampuan dalam menganalisis data dan mengenali pola.
d. Definisi kesalahan
Bukti elektronis memungkinkan bagi perubahan yang tidak terdeteksi yang
meningkatkan audit risk termasuk kesalahan pengiriman atau adanya manipulasi
data yang disengaja.
e. Capaian atas pengendalian yang melekat
Deteksi kesalahan ditujukan pada perubahan yang diharapkan tidak yang terjadi
pada data. Pengujian tradisional atau alternatif atas pengendalian dapat dilakukan
untuk bukti yang tidak timbul dengan transaksi.

Tabel 1. Perbandingan antara bukti tradisional dan bukti elektronis

Atribut Bukti Tradisional Bukti elektronis


Kesulitan untuk Sulit dirubah dan dimungkinkan untuk Lebih mudah untuk dilakukan
dirubah mendeteksi perubahan ini dalam perubahan dan lebih sulit dideteksi.
pekerjaan audit normal Oleh karena itu, efektifitas internal
control memainkan peranan yang
penting dalam mendeteksi perubahan
tertentu dalam bukti elektronis
Kekuatan Paper document mempunyai tingkat Kredibilitas bukti elektronis tergantung
kredibilitas kredibilitas yang tinggi efektifitas struktur pengendalian intern
Kelengkapan Paper evidence memasukkan semua Pemrosesan elektronik dapat
dokumen persyaratan transaksi penting menyembunyikan bukti-bukti dengan
kode atau dengan cross refference ke
data fields lainnya
Bukti Pengesahan pada paper evidence Pengesahan bukti elektronis mungkin
pengesahan adalah penting dan jelas ditampilkan tidak jelas dan dapat dilakukan dengan
(approval) pada dokumen original menekan salah satu tombol pada
keyboard
Kemudahan Paper evidence tidak memerlukan alat Bukti elektronis mungkin memerlukan
untuk digunakan khusus untuk digunakan dalam pengetahuan tentang teknik data
mengevaluasi dan memahami bukti extraction untuk mengevaluasi dan
memahami bukti
Kejelasan Paper evidence biasanya jelas dan akan Bukti elektronis tidak jelas dan dapat
menghasilkan kesimpulan yang sama mengakibatkan kesimpulan yang
apabila digunakan oleh pembaca yang berbeda oleh beberapa auditor
berbeda tergantung pada prosedur yang
digunakan dan pengendalian yang
diimplementasikan

101
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

VII. CONTINUOUS AUDITING


7.1 Definisi Continuous Auditing
Rezaee et al. (2001) mendefinisikan Continuous auditing sebagai “proses yang
sistematis dari pengumpulan bukti audit elektronik sebagai dasar yang reasonable untuk
mengeluarkan opini tentang kewajaran pelaporan keuangan yang disiapkan dengan real-
time accounting system dan paperless.”
Helms dan Mancino (1996, 21) menyatakan, “continuous auditing secara historis berarti
penggunaan software untuk mendeteksi eksepsi yang spesifikasi dari seorang auditor
untuk semua transaksi yang diproses secara real-time atau pada lingkungan yang real-
time. Eksepsi ini mungkin diinvestigasi segera atau ditulis pada log auditor untuk
pekerjaan berikutnya.”
7.2 Membangun Kapabilitas Continuous auditing
Secara imperative, software dan tool auditing digunakan untuk perolehan data,
transformasi data, dan pengujian audit dan pelaporan yang dapat digunakan oleh semua
pihak yang membutuhkan. Untuk membangun continuous auditing capability maka
perlu mengembangkan aplikasi yang menggunakan beberapa tipe software untuk
menangani perolehan data yang beragam.
Continuous auditing flow dimana dalam fase ini dibedakan dalam beberapa fase yang
beragam dalam mengembangkan continuous auditing capability, yaitu: (1) menentukan
tujuan audit dan deskripsi pengendalian internal, (2) memahami aturan bisnis yang
tersedia untuk data. Setiap meningkatnya teknologi informasi dan penggunaan
electronic commerce mengharuskan seorang auditor untuk memperoleh bukti-bukti
secara elektronik dan termasuk, mendorong profesi akuntan untuk membuat konsep
bersama dari bukti-bukti audit menjadi standar yang profesional (3) mengidentifikasi
bisnis kunci manajer data dari grup sistem (4) memperoleh definisi data/struktur file (5)
mengidentifikasi elemen data yang akan diaudit (6) menetapkan akses data/otorisasi (7)
mengekstrak data berdasarkan atas tujuan audit (8) menentukan audit meta data (9)
loading data audit dan kos audit dan (10) eksekusi tes-tes audit/membuat pengecualian
pelaporan (Rezaee et al., 2001)
Auditor independen harus mempertimbangkan ketersediaan data dalam electronic form
dan implikasinya untuk menentukan keluasan pengendalian pengujian dan kewajaran,
waktu, dan keluasan substantive test. Setiap peningkatan teknologi informasi dan
penggunaan e-commerce mengharuskan seorang auditor untuk memperoleh bukti-bukti
secara elektronik dan mendorong profesi akuntan untuk membuat konsep bersama dari
bukti-bukti audit menjadi standar yang profesional.
Hal yang paling umum digunakan pada CATTs untuk melakukan pengujian atas
efektivitas dari struktur pengendalian internal, yaitu (Rezaee et al., 2001):
1. Tes data atau fasilitas tes yang terintegrasi (integrated test facilities –ITF) yang
menentukan apakah RTA system telah melakukan proses dari transaksi yang valid
dan invalid secara benar dan memverifikasi proses dengan benar dan lengkap.

102
DAFTAR ISI

Auditing E-Commerce: ……. (Saring Suhendro)

2. Mereplikasi simulasi paralel dari beberapa bagian sistem aplikasi klien untuk
mengakses efektivitas dari aktivitas-aktivitas pengendaliannya.
3. Concurrent processing audit modules dihubungkan langsung dengan aplikasi
komputer yang penting untuk menyeleksi dan memonitor processing data secara
berkelanjutan. Concurrent audit techniques seperti the snapshot approach and
systems control and audit review facilitiy (SCARF) diharapkan untuk menerima
perhatian yang meningkat dan penggunaan Continuous auditing dalam melakukan
pengujian atas efektifitas dari struktur pengendalian internal klien.
4. Continuous and intermittent simulation (CIS) digunakan untuk menseleksi
transaksi-transaksi selama proses untuk review audit dan menyediakan online
auditing capability.
Pada real-time accounting systems, the paper-based audit trail yang merupakan
dokumen dari suatu peristiwa dalam suatu proses transaksi sering tidak tersedia. Ketika
audit trail ini tidak tersedia, Continuous auditing mengumpulkan bukti secara
bersamaan dengan pemrosesan transaksi yang terjadi secara elektronik tersebut. CAATs
yang dapat digunakan pada Continuous auditing, seperti ITF, yang umum digunakan
pada lingkungan audit EDP dan dapat ditemukan pada literatur teknologi audit EDP
tradisional (misalnya: Warren et al. 1996; Kanter 2001). Pendekatan ITF mengharuskan
membuat subsistem kecil dengan file sistem aplikasi klien untuk membandingkan
proses audit pengujian data yang berlawanan dengan data klien sebagai maksud untuk
memverifikasi proses ke-ototentikan, akurasi dan kelengkapan. SCARF adalah metode
yang dibangun kedalam program pemrosesan data untuk membuat prosedur pengujian
yang berkelanjutan menurut kriteria audit yang diseleksi seperti batasan khusus dan
kelayakan. Tekhnik ini mengharuskan untuk membuat modul software audit terkait
dengan aplikasi klien untuk menyediakan monitoring yang berkelanjutan dari sistem
memrosesan transaksi.
Data captured pada aplikasi continuous auditing dapat diperoleh pada audit data mart
untuk menguji dan menganalisa. Data mart adalah konsep yang terkenal dalam
penggudangan data (data warehousing) dan data mining literature. Data warehousing
mengintegrasikan data dari semua sistem aplikasi yang ada pada organisasi. Data mart
adalah subjek kecil dari data warehousing yang berfokus hanya pada satu area
fungsional saja (misalnya: accounting atau marketing) dan kemudian mengintegrasi
data melalui jumlah yang terbatas dari sistem aplikasi (David dan Steinbart 1999).
Penggunaan model audit data warehousing, informasi tentang ekstrak data (misalnya:
hubungan ke tabel sumber, menseleksi kolom), transformasi data (misal: appending,
renaming, labeling, sorting), dan pengujian audit (misal: menerapkan skenario
pengujian), ditempatkan pada meta data audit.
Audit data mart dibuat untuk unit bisnis yang melakukan 3 fase umum yaitu: extract,
transform, dan load (ETL). Tahap terakhir dalam konstruksi automated continuous
auditing capability adalah membangun pengujian audit yang terstandarisasi yang
terletak dalam audit data mart. Pengujian ini dilakukan secara berkelanjutan atau sesuai
interval waktu (misalnya harian, mingguan, bulanan) dan secara otomatis bersamaan

103
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

dengan bukti audit dan melakukan laporan pengecualian untuk review auditor dan
pertimbangannya.
VIII. KESIMPULAN
E-commerce telah menjadi alat yang penting sejak perusahaan menggunakan internet
untuk melakukan bisnisnya. Perkembangan teknologi ini membawa perubahan pada
risiko-risiko audit, pengendalian internal, dan pelaksanaan audit pada laporan keuangan
suatu perusahaan. Perubahan-perubahan tersebut memberikan tantangan baru bagi
profesi akuntan baik auditor internal maupun auditor eksternal.
Perubahan dalam lingkungan bisnis dan audit, dimana laporan tahunan tradisional dan
laporan audit konvensional yang biasa diterbitkan, mungkin tidak lagi dapat memenuhi
kebutuhan users akan laporan keuangan organisasi. Sehingga, Real-time accounting
systems, electronic financial reports dan continuous auditing haruslah menjadi
perhatian oleh komunitas akuntansi dan bisnis.
Peningkatan teknologi menyarankan bahwa perubahan penyajian laporan keuangan
manual menjadi real-time pada sensitifitas pada data keuangan, akan memberikan
tekanan pada auditor untuk meng-up-date teknik auditnya dan dibutuhkan skill yang
memadai bagi para auditor-auditor (computer information system auditor) dalam
melakukan proses auditing, sehingga terlihat kemajuan teknologi juga diimbangi
dengan monitoring yang tepat untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi
pengguna laporan keuangan
DAFTAR PUSTAKA
Abu-Musa, Ahmad A. 2004. “Auditing E-Business: New Challenges for External
Auditor.” The Journal of American Academy of Business: hal. 28-41.
Albrecht, S., dan R. Sack. 2000. Accounting Education: Charting the Course through a
Perilous Future. Accounting Education Series. Sarasota, FL; American
Accounting Association.
Attaway Sr, Morris C. 2000. “What Every Auditor Needs to Know about E-
Commerce.” The Internal Auditor: hal. 56-60. Edisi Juni.
Burr, Tom., Michael Gandara, dan Kathy Robinson. 2002. “E-commerce: Auditing the
Rage.” The Internal Auditor: vol. 59, hal. 49-55.
Cavusgil, Tamer. 2002. “Extending the Reach of E-Business.” Marketing
Management: Chicago, Mar/Apr 2002, vol. 11, hal. 24-29.
David, J. S., dan P. J. Steinbart. 1999. “Drawing in Data.” Strategic Finance: hal. 30-
36.
Helms, Glenn L., dan Jane Mancino. 1998. “The Electronic Auditor.” Journal of
Accountancy: hal. 45-48. Edisi April.
Indrajit, Richardus Eko. 2000. Manajemen Sistem Informasi dan Teknologi Informasi.
Elex Media Komputindo: hal. 7-17.

104
DAFTAR ISI

Auditing E-Commerce: ……. (Saring Suhendro)

Kalakota, R. 1996. “Manager’s Guide to Electronic Commerce: Addison-Wesley.


Defining Electronic Commerce.” EDICAST: periode Februari/Maret: hal. 5.
Nearon, Bruce H. 2000. “Auditing E-business.” The CPA Journal: Vol. 70, hal. 22-26.
Rezaee, Zabihollah., Ahmad Sharbatoghlie, Rick Elam, dan Peter L. McMikle. 2002
“Continuous auditing: Building Automated Auditing Capability.” A Journal of
Practice and Theory: Vol. 21. No.1
Wilkinson, Joseph W., Michael J. Cerullo., Vasant Raval, dan Bernard Wong-on-Wing.
2000. Accounting Information System: Essential Concepts and Application.
Fourth Edition. John Wiley & Sons Inc., New York.
Yu, Chien-Chih., Hung-Chao Yu, dan Chi-Chun Chou. 2000. “The Impact of Electronic
Commerce on Auditing Practice: An Auditing Process Model for Evidence
Collection and Validation.” International Journal of Intelligent System in
Accounting, Finance & Management: hal. 195-214.

105
DAFTAR ISI

Analisis Manufacturing Cycle Effectiveness Dalam


Meningkatkan Cost Effective Pada Pabrik Pengolahan
Kelapa Sawit
Oleh :
Yulia Saftiana , Ermadiani9, R. Weddie Andriyanto10
8

ABSTRACT

Nowadays, in global business, company’s capability in doing advance improvement to


create goods and services to satisfy customers will affect company’s existence. In order
to do advance improvement, the company has to connect their activities to customers
needs. So, the performance measurement should be changed from efficiency and
productivity to cost effectiveness. Cost effectiveness is a measurement to see the
effectiveness of organization’s sources that use to do value added activities that supply
out put needed by the customers. Cost effectiveness is counted by using Manufacturing
Cycle Effectiveness (MCE). MCE is a measurement that shows the percentage of value
added activities in an activity that held to create a value for the customers. Using
MCE, user will find out the way to decrease the production cost. Finally, company’s
effectiveness and performance can be increased trough activity improvement to reach
cost effectiveness.

Keywords : Manufacturing cycle effectiveness, cost effective.

PENDAHULUAN
Globalisasi ekonomi menuntut setiap perusahaan untuk meningkatkan daya saingnya.
Pada lingkungan bisnis yang kompetitif, daya saing perusahaan dapat dibangun jika
perusahaan memiliki keunggulan tertentu dibandingkan dengan pesaing. Keunggulan
daya saing perusahaan dapat dibangun salah satunya melalui produksi produk dan jasa
secara cost effective.
Untuk mendapatkan biaya produksi yang cost effective dan menghasilkan produk yang
bermutu tinggi, diperlukan suatu informasi biaya yang dapat menggambarkan konsumsi
sumber daya dalam proses pembuatan produk. Suatu proses disebut cost effective jika
dalam proses produksi, sumber daya hanya dikonsumsi untuk menjalankan value added
activities. Untuk mengurangi biaya, manajemen harus melakukan pengelolaan terhadap

8
Dosen Jurusan Akuntansi, FE Unsri
9
Dosen Jurusan Akuntansi, FE Unsri
10
Dosen Jurusan Akuntansi, FE Unila
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

penyebab timbulnya biaya. Aktivitas merupakan penyebab timbulnya biaya. Manajemen


harus melakukan penilaian seberapa besar cost effective berbagai aktivitas yang
digunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan value bagi customer.
Cost effectiveness ini dihitung dengan membandingkan processing time dengan cycle
time yang dikenal dengan istilah Manufacturing Cycle Effectiveness (MCE). MCE
merupakan ukuran yang menunjukkan persentase value added activities yang terdapat
dalam suatu aktivitas yang digunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan value bagi
customer. Dengan MCE dapat diukur seberapa besar non value added activities
dikurangi dan dihilangkan dari proses pembuatan produk. Dengan analisis MCE, kinerja
perusahaan dan efektivitas ditingkatkan melalui perbaikan aktivitas yang bertujuan
untuk mencapai cost effectiveness. Dengan analisis MCE, keputusan dibuat sebagai
langkah untuk menurunkan biaya produksi (cost reduction).
Di Sumatera Selatan terdapat berbagai jenis perusahaan yang menghasilkan produk, dan
perusahaan yang bergerak dalam bidang agroindustri pengolahan kelapa sawit yang
menghasilkan Crude Palm Oil (CPO) mendominasi jumlah perusahaan yang ada.
Potensi kelapa sawit di Sumatera Selatan terus berkembang, di era tahun 1990
perusahaan besar yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit terus tumbuh di
provinsi ini karena potensi lahan dan kesuburan tanah yang cocok untuk habitat kelapa
sawit.
Bahan baku yang digunakan dalam menghasilkan crude palm oil (CPO) dan palm
kernel (PK) adalah tandan buah segar (TBS) yang dihasilkan oleh perkebunan kelapa
sawit. Dalam proses produksi, Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit (PKS) membutuhkan
bahan baku utama yang berupa tandan buah segar yang didapat dari kebun kelapa sawit
milik perusahaan sendiri (inti) dan kebun kelapa sawit rakyat binaan perusahaan
(plasma) maupun kebun kelapa sawit masyarakat umum. Asal bahan baku (TBS) dan
kondisi musim mempengaruhi harga tandan buah segar. Namun harga tandan buah
segar (TBS) juga dipengaruhi oleh rendemen (kandungan minyak) hasil produksi TBS
menjadi crude palm oil (CPO) di PKS tersebut. Komponen lain yang mempengaruhi
adalah biaya produksi yang berupa biaya operasional dan tenaga kerja serta harga CPO
di pasar.
Produksi kelapa sawit di Indonesia rata-rata berkisar antara 14-16 ton TBS/ha/tahun.
Produksi perkebunan kelapa sawit berfluktuasi karena adanya musim penghujan dan
musim kemarau. Keadaan ini menyebabkan suplai bahan baku untuk pabrik bervariasi
dan menyebabkan pabrik bekerja di bawah kapasitasnya dan biaya untuk memproduksi
TBS pada musim kemarau menjadi lebih besar. Lamanya waktu yang digunakan untuk
memproduksi TBS akan mempengaruhi kualitas yang dihasilkan. Berdasarkan uraian di
atas, maka penulis tertarik untuk melakukan analisis seberapa efektif aktivitas yang
digunakan dalam kegiatan proses produksi kelapa sawit sehingga dapat mencapai cost
effective dengan mengangkat judul “ANALISIS MANUFACTURING CYCLE
EFFECTIVENESS DALAM MENINGKATKAN COST EFFECTIVE PADA PABRIK
PENGOLAHAN KELAPA SAWIT”.

108
DAFTAR ISI

Analisis Manufacturing Cycle Effectiveness ……. (Yulia Saftiana, Ermadiani, R. Weddie Andriyanto)

TINJAUAN PUSTAKA
Pergeseran ukuran kinerja ke cost effectiveness
Di lingkungan bisnis global, produsen tidak lagi mengendalikan bisnis. Kemampuan
perusahaan sekarang untuk melakukan improvement berkelanjutan terhadap proses
yang digunakan untuk menghasilkan produk dan jasa bagi customer menentukan
kelangsungan hidup perusahaan. Untuk itu perlu dilakukan pergeseran ukuran kinerja
dari efisiensi dan produktivitas ke cost effectiveness. Salah satu tujuan organisasi yaitu
institusi pencipta kekayaan. Menurut Mulyadi (2001:377), untuk mewujudkan tujuan
organisasi tersebut, ada tiga kegiatan utama yang harus ditempuh, yaitu :
1. Mendesain produk dan jasa yang menghasilkan value terbaik bagi customers.
2. Memproduksi produk dan jasa secara cost effective.
3. Memasarkan produk dan jasa secara efektif kepada customers.
Menurut Mulyadi (2003:47), “Perubahan kriteria pengukuran kinerja dalam bentuk
ukuran non finansial seperti kepuasan konsumen, sumber daya manusia, kualitas
produk, dan proses produksi merupakan tuntutan kondisi persaingan, dengan tujuan
agar perusahaan dapat bertahan dalam jangka panjang”. Pengukuran kinerja dapat pula
dilakukan terhadap data-data non finansial yang berhubungan dengan aktivitas-aktivitas
dalam menghasilkan kuantitas, kualitas produk dan kepuasan konsumen. Hal ini
dilakukan sebagai usaha untuk mencapai efektivitas biaya (cost effectiveness) produksi
melalui manajemen aktivitas.
Pengelolaan aktivitas ini telah mendorong perubahan pada alat ukur kinerja yang
dibangun berdasarkan konsep efektivitas biaya (cost effectiveness) yang melibatkan
pengukuran aktivitas-aktivitas manufaktur perusahaan dalam memenuhi kepuasan
konsumen. Pergeseran ukuran kinerja mengakibatkan dibutuhkannya informasi tentang
aktivitas yang memampukan personel dalam melakukan pengelolaan terhadap aktivitas
sehingga memberdayakan personel untuk meningkatkan cost effectiveness yang
digunakan untuk melayani customer.

Definisi Cost Effectiveness


Menurut Mulyadi (2003:245), “Cost Effectiveness adalah ukuran seberapa efektif
sumber daya organisasi dimanfaatkan untuk melaksanakan value added activities dalam
menghasilkan keluaran yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan customer”.
Menurut Mulyadi (1998:3) konsep tersebut adalah sebagai berikut :
“Konsep cost effectiveness dilandasi oleh customer value mindset. Mindset ini
memfokuskan usaha manajemen untuk menghasilkan keluaran yang mampu
memuaskan kebutuhan customer. Dalam customer value mindset, kebutuhan
customer-lah yang memicu berbagai aktivitas yang digunakan oleh perusahaan
untuk menghasilkan keluaran. Konsep cost effectiveness memasukkan
komponen customer dalam hubungan antara masukan, proses, dan keluaran. Di

109
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

samping itu, konsep cost effectiveness dilandasi oleh continuous improvement


mindset, sehingga proses dapat dianalisis dan dilakukan improvement
terhadapnya.”

Gambar 1 : Konsep Cost Effectiveness

Cost Effectiveness Cost Effectiveness


Proses

Masuk
an Aktivitas Penambah Nilai
Aktivitas Bukan Penambah Nilai Keluaran Customer

Cost Ineffectiveness Cost Ineffectiveness

Sumber : Mulyadi, Sistem perencanaan & pengendalian manajemen, 2001, h.381.

Menurut Mulyadi (2001:615), “Efektifitas biaya dipandang sebagai suatu rencana


jangka panjang untuk menekan biaya produksi dengan jalan melakukan analisa
aktivitas, perbaikan value added activity, dan menghilangkan non value added activity
yang dilakukan secara terus menerus sepanjang perusahaan masih melakukan kegiatan
usaha”. Manajemen harus dapat mengidentifikasikan value added activities dan non
value added activities dalam pembuatan produk, sehingga memungkinkan manajemen
melakukan pengelolaan aktivitas untuk menghasilkan pengurangan biaya secara
signifikan bagi kepentingan customer.
Menurut Mulyadi (2001:379), “Value added activities merupakan aktivitas yang
ditinjau dari pandangan customer menambah nilai dalam proses pengolahan masukan
menjadi keluaran”. Value added activities tidak dapat dihilangkan tanpa mengurangi
kuantitas atau kualitas. Menurut Lalu Sumayang (2003:325), “Value added merupakan
sebuah metode pabrikasi yang berusaha menghilangkan pemborosan pada proses”.
Sedangkan menurut Mulyadi (2001:379), “Non value added activity adalah aktivitas
yang dari pandangan customer tidak menambah nilai dalam proses pengolahan masukan
menjadi keluaran. Suatu falsafah operasi yang berlaku di seluruh perusahaan untuk
menghilangkan pemborosan adalah mengidentifikasi dan mengeliminasi aktivitas yang
tidak bernilai tambah”. Aktivitas yang tidak memberi nilai tambah ini merupakan
peluang bagi perusahaan untuk mengurangi biaya tanpa mengurangi kepuasan yang

110
DAFTAR ISI

Analisis Manufacturing Cycle Effectiveness ……. (Yulia Saftiana, Ermadiani, R. Weddie Andriyanto)

akan diterima oleh konsumen. Biaya-biaya yang ditimbulkan oleh aktivitas yang tidak
memberi nilai tambah hanya dianggap sebagai biaya yang inefektif (cost ineffectiveness)
bagi produsen.
Analisis Aktivitas
Dalam melakukan analisis efektivitas biaya (cost effectiveness) yang menjadi pokok
utama pembahasan yaitu aktivitas. Aktivitas yang efektif dalam suatu proses produksi
merupakan aktivitas yang menambah nilai (value added activity). Dengan analisis
aktivitas dapat diketahui apakah suatu aktivitas tergolong penambah atau bukan
penambah nilai. Analisis aktivitas yaitu mengidentifikasi dan mendeskripsikan
aktivitas-aktivitas dalam organisasi. Menurut Mulyadi (2001: 602) : ”Analisa aktivitas
mencakup penentuan aktivitas-aktivitas apa yang dilakukan dalam suatu departemen,
berapa banyak orang yang melaksanakan aktivitas, berapa banyakkah waktu yang orang
tersebut gunakan untuk melaksanakan aktivitas, sumber daya apa yang diperlukan untuk
melaksanakan aktivitas-aktivitas, data operasional apa yang paling baik merefleksikan
kinerja dari aktivitas dan nilai apa yang dimiliki aktivitas untuk organisasi”.
Identifikasi Aktivitas-Aktivitas
Aktivitas dalam proses produksi manufaktur pada umumnya terdiri dari lima kelompok
besar aktivitas, yaitu processing activity, inspection activity, moving activity, waiting
activity, serta storage activity. Dalam proses pembuatan produk diperlukan cycle time
yang merupakan keseluruhan waktu yang diperlukan untuk mengolah bahan baku
menjadi produk jadi. Cycle time ini terdiri dari :
• Waktu Proses (Processing Time)
Processing time merupakan seluruh waktu yang diperlukan dari setiap tahap yang
ditempuh oleh bahan baku, produk dalam proses hingga menjadi barang jadi.
Tidak semua waktu yang ditempuh dari bahan baku hingga ke produk jadi
tersebut mutlak merupakan processing time.
• Waktu Inspeksi (Inspection Time)
Menurut Mulyadi (2001:624), “Inspection time merupakan keseluruhan waktu
yang dikonsumsi oleh aktivitas yang bertujuan untuk menjaga seluruh produk
yang diproses tersebut dapat dihasilkan sesuai dengan standar yang ditetapkan”.
Aktivitas ini merupakan aktivitas pengawasan untuk menjamin bahwa proses
produksi telah dilakukan dengan benar walaupun kenyataannya tidak ada nilai
tambah terhadap produk yang akan diterima konsumen.
• Waktu Pemindahan (Moving Time)
Menurut Mulyadi (2001:624), “Waktu pemindahan adalah aktivitas yang
menggunakan waktu dan sumber daya untuk memindahkan bahan baku, produk
dalam proses, dan produk jadi dari satu departemen ke departemen yang lain”.
Waktu pindah tertentu dalam setiap proses produksi memang diperlukan, namun
pengurutan yang benar kegiatan-kegiatan dan tugas-tugas serta penerapan
teknologi otomasi dapat menghilangkan waktu pemindahan secara signifikan.

111
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

• Waktu Tunggu (Waiting Time)


Menurut Mulyadi (2001:624), “Waktu tunggu adalah aktivitas yang di dalamnya
bahan baku dan produk dalam proses menggunakan waktu dan sumber daya
dalam menanti proses berikutnya”. Apabila dalam waktu menunggu ini
memerlukan sumber daya maka biaya yang ditimbulkan akibat penggunaan
sumber daya tersebut merupakan biaya bukan penambah nilai karena manfaatnya
tidak dirasakan oleh konsumen.
• Waktu Penyimpanan (Storage Time)
Menurut Mulyadi (2001:624), “Penyimpanan adalah aktivitas yang menggunakan
waktu dan sumber daya, selama produk dan bahan baku disimpan sebagai
sediaan”. Waktu penyimpanan ini diakibatkan proses penyimpanan baik itu
bahan baku sebelum akhirnya dimulai proses produksi ataupun barang jadi yang
disimpan di dalam gudang sebagai persediaan.
Definisi Manufacturing Cycle Effectiveness
Ukuran efektivitas proses produksi dihitung dengan membandingkan processing time
dengan cycle time yang dikenal dengan istilah Manufacturing Cycle Effectiveness
(MCE). Menurut Mulyadi (2003:245), Manufacturing Cycle Effectiveness (MCE)
adalah : “Alat analisis atas aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan oleh perusahaan dalam
melakukan proses produksi. MCE merupakan ukuran yang menunjukkan persentase
value added activities yang terdapat dalam suatu aktivitas yang digunakan oleh
perusahaan untuk menghasilkan value bagi customer. Dengan MCE dapat diukur
seberapa besar non value added activities dikurangi dan dihilangkan dari proses
pembuatan produk”.
MCE merupakan alat analisis terhadap aktivitas-aktivitas produksi, misalnya berapa
lama waktu yang dikonsumsi oleh suatu aktivitas mulai penanganan bahan baku, produk
dalam proses hingga produk jadi (cycle time). Manufacturing Cycle Effectiveness
dihitung dengan memanfaatkan data cycle time atau throughput time yang telah
dikumpulkan. Pemilah-milahan cycle time dapat dilakukan dengan melakukan activity
analysis. Cycle time ini terdiri dari value added activities dan non value added activity.
Value added activity yaitu processing time dan non value added activities yang terdiri
dari inspection time, moving time, waiting time, dan storage time.
Menurut Amin Widjaja T (2000:16), formula cycle time yang digunakan untuk
menghitung cycle effectiveness adalah :
Cycle time = processing time + waiting time + moving time + inspection time +
strorage time

Manufacturing Cycle Effectiveness = Processing Time


Cycle Time

112
DAFTAR ISI

Analisis Manufacturing Cycle Effectiveness ……. (Yulia Saftiana, Ermadiani, R. Weddie Andriyanto)

Dengan analisis Manufacturing Cycle Effectiveness (MCE), kinerja perusahaan dan


efisiensi ditingkatkan melalui perbaikan aktivitas yang bertujuan untuk mencapai cost
effectiveness. Dengan MCE, analisis dilakukan langsung terhadap aktivitas-aktivitas
perusahaan yang diformulasikan dalam bentuk data waktu yang dikonsumsi oleh setiap
aktivitas. Waktu aktivitas tersebut mencerminkan berapa banyak sumber daya dan biaya
yang dikonsumsi oleh aktivitas tersebut dan dapat dijadikan sebagai dasar untuk menilai
kinerja dan efektivitas pada perusahaan. Dengan analisis MCE, keputusan dibuat
sebagai langkah untuk menurunkan biaya produksi (cost reduction).
Proses produksi yang ideal akan menghasilkan cycle time sama dengan processing time.
Jika proses pembuatan produk menghasilkan cycle effectiveness sebesar 100%, maka
aktivitas bukan penambah nilai telah dapat dihilangkan dalam proses pengolahan
produk, sehingga customer produk tersebut tidak dibebani dengan biaya-biaya untuk
aktivitas bukan penambah nilai. Sebaliknya, jika proses pembuatan produk
menghasilkan cycle effectiveness kurang dari 100%, berarti proses pengolahan produk
masih mengandung aktivitas bukan penambah nilai bagi customer.
Langkah-langkah Untuk Mewujudkan Efektifitas Biaya
Langkah yang dilakukan untuk mengeliminasi aktivitas bukan penambah nilai dan
memperbaiki aktivitas bukan penambah nilai ditempuh dengan konsep continuous
improvement. Hal ini dilakukan dengan Total Quality Management (TQM) dan Activity
Based Management (ABM). Tujuan kedua konsep ini adalah pengembangan yang
berkelanjutan (continuous improvement) atas aktivitas-aktivitas baik yang merupakan
penambah nilai maupun bukan penambah nilai. Tujuan ini merupakan perencanaan
jangka panjang yang harus ditempuh secara bertahap.
Pengelolaan Aktivitas Bukan Penambah Nilai
Menurut Mulyadi (2001:625), cara yang ditempuh untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas pelaksanaan aktivitas penambah nilai dan mengurangi serta menghilangkan
aktivitas bukan penambah nilai dalam pengelolaan aktivitas adalah :
1. Pemilihan aktivitas (Activity selection)
Pengurangan biaya dapat dicapai dengan melakukan pemilihan aktivitas dari
serangkaian aktivitas yang diperlukan untuk melaksanakan berbagai strategi yang
kompetitif. Manajemen sebaiknya memilih strategi yang memerlukan lebih
sedikit aktivitas dengan biaya terendah.
2. Pembagian aktivitas (Activity sharing)
Pembagian aktivitas terutama ditujukan untuk mengelola aktivitas penambah
nilai. Dengan mengidentifikasi aktivitas penambah nilai yang masih belum
dimanfaatkan secara penuh dan kemudian memanfaatkan aktivitas tersebut untuk
menghasilkan berbagai cost object yang lain, perusahaan akan meningkatkan
produktivitas pemanfaatan aktivitas tersebut dalam menghasilkan cost object.

113
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

3. Pengurangan aktivitas (Activity reduction)


Pengurangan biaya dapat dicapai dengan mengurangi aktivitas bukan penambah
nilaiPengurangan aktivitas merupakan strategi jangka pendek yang ditempuh
dalam melakukan improvement terhadap aktivitas.
4. Penghilangan aktivitas (Activity elimination)
Pengurangan biaya dapat dicapai dengan melakukan penghilangan aktivitas
bukan penambah nilai. Penghilangan aktivitas merupakan strategi jangka panjang
yang ditempuh dalam melakukan improvement terhadap aktivitas.

Tindak Lanjut Analisis MCE Untuk Menghilangkan Aktivitas Bukan Penambah


Nilai
Dengan hasil analisis MCE yang dilakukan, maka dapat diketahui persentase dari
aktivitas penambah nilai dan aktivitas bukan penambah nilai. Untuk mengendalikan
biaya bukan penambah nilai dan penambah nilai tersebut dapat ditempuh dengan
perencanaan dan pengendalian terhadap biaya-biaya tersebut. Keberhasilan tersebut
dapat dicerminkan pada penurunan biaya-biaya dalam suatu periode tertentu. Menurut
Mulyadi (2001:623), ”Untuk mengurangi atau menghilangkan aktivitas bukan
penambah nilai, Inspection time dapat dikurangi dengan mengembangkan total quality
control dan zero defect manufacturing. Moving time dikurangkan dengan
mengembangkan cellular manufacturing. Waiting/storage time dikurangkan dengan
mengembangkan just in time inventory system.”
Gambar 2 : Konsep JIT Sebagai Tindak Lanjut Analisa MCE
untuk Menghilangkan Non Value Added Activity

JIT Manufacturing TQC Cellular JIT


Zero Defect Manufacturing Zero
inventory

Cycle time = Processing time + Inspection + Moving time+ Waiting time

Value added
Activity Non value added activity

Sumber : Mulyadi, Sistem Pengendalian dan Perencanaan Manajemen, 2001, h.


623.
Menurut Mulyadi (2001:623), untuk menghilangkan aktivitas-aktivitas bukan penambah
nilai (non value added activity) dalam siklus produksi suatu produk, berbagai
perusahaan telah mengaplikasikan konsep baru yaitu Just In Time (JIT). Dalam JIT ini

114
DAFTAR ISI

Analisis Manufacturing Cycle Effectiveness ……. (Yulia Saftiana, Ermadiani, R. Weddie Andriyanto)

juga dimunculkan berbagai metode baru untuk mendukung tercapainya tujuan JIT yaitu
mengurangi waktu siklus proses.
Dengan JIT Manufacturing merupakan usaha untuk mengurangi waktu penyimpanan
(storage time) yang merupakan salah satu akibat dari aktivitas bukan penambah nilai
bagi konsumen. JIT mempunyai dampak signifikan terhadap tingkat persediaan, tata
letak pabrik (plant layout), dan penyediaan jasa pendukung. Dalam Cellular
Manufacturing, mesin yang memiliki fungsi yang sama ditempatkan bersama dalam
suatu daerah yang disebut departemen atau proses. Mesin-mesin ini disusun sehingga
dapat digunakan untuk melaksanakan berbagai operasi yang berurutan. Total Quality
Control (TQC) merupakan konsep pengendalian yang meletakkan tanggung jawab
pengendalian di pundak setiap karyawan yang terlibat dalam proses pembuatan produk.
Konsep pengendalian mutu modern menekankan pada orang, bukan proses, dan
karyawan didorong agar berusaha menghasilkan “zero defect” (tingkat kesalahan nol).
Dari segi pengendalian dan perencanaan biaya, untuk mendukung pengelolaan aktivitas-
aktivitas tersebut dapat diterapkan berbagai alternatif pengelolaan biaya, seperti :
Kaizen Costing, Product Life Cycle, Target Costing, dan Activity Based Costing.
PEMBAHASAN
Fungsi produksi menunjukkan sifat perkaitan di antara faktor-faktor produksi dan
tingkat produksi yang diciptakan. Tingkat produksi suatu barang tergantung kepada
jumlah modal, jumlah tenaga kerja, jumlah kekayaan alam dan tingkat teknologi yang
digunakan. Menurut Lalu Sumayang (2003:257), dalam usaha memproduksi barang,
ada masalah pokok yang harus dipecahkan, yaitu :
• Komposisi faktor produksi yang bagaimana perlu digunakan untuk menciptakan
tingkat produksi yang tinggi.
• Komposisi faktor produksi yang bagaimana akan meminimumkan ongkos
produksi yang dikeluarkan untuk mencapai satu tingkat produksi tertentu.
Bagi perkebunan kelapa sawit (PKS), alternatif kedua yang akan digunakan, yaitu
bagaimana meminimumkan ongkos produksi yang dikeluarkan yang digunakan untuk
mencapai satu tingkat produksi. Menurut Yasin (2005:IV-28), hal itu dikarenakan bahan
baku utama PKS adalah tandan buah segar (TBS) yang tidak memiliki substitusi dan
bahan baku yang berupa tandan buah segar (TBS) tersebut telah tersedia sedangkan
kapasitas terpasang pabrik telah ditentukan. Artinya produksi tertingginya telah
ditentukan. Untuk melihat seluk beluk kegiatan perusahaan dalam memproduksi
barangnya diperlukan analisa ke atas berbagai aspek kegiatan memproduksinya. Asal
tandan buah segar (TBS) kebun inti, kebun plasma di lingkungan perusahaan atau kebun
masyarakat di luar lingkungan kebun akan mempengaruhi harga tandan buah segar.
kondisi alam juga memiliki kecenderungan produksi tandan buah segar, yaitu pada
musim penghujan memiliki kecenderungan menuju puncak produksi sedangkan pada
musim kemarau akan mengalami penurunan sampai pada tingkat yang menyulitkan dan
itu juga tentunya akan mempengaruhi harga tandan buah segar.

115
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

Bahan Baku dan Produk yang Dihasilkan oleh Pabrik Kelapa Sawit
Hasil produksi kebun pengolahan kelapa sawit adalah berupa Tandan Buah Segar
(Fresh Fruit Bunch/FFB). Kapasitas terpasang PKS perkebunan besar seperti pada PT.
Aek Tarum berkisar antara 60 ton TBS/jam sampai 120 ton TBS/jam. Rencana operasi
pabrik PKS rata-rata satu tahun adalah : 20 jam/hari x 300 hari/tahun = 6.000 jam/tahun.
Dengan demikian rata-rata kebutuhan tandan buah segar untuk mencapai kapasitas
pabrik 100% adalah sebanyak 20 x 60 ton TBS/hari = 1.200 ton TBS atau 6.000 x 60
ton TBS/tahun = 360.000 ton TBS/tahun.
Ada dua macam produk atau keluaran dari hasil pengolahan pabrik yaitu minyak kelapa
sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) dan inti sawit (Kernel Palm/PK). Bahan baku
berupa tandan buah segar kelapa sawit yang akan diolah di pabrik PKS tidak semuanya
akan menjadi produk minyak sawit, melainkan sebagian hilang tercecer pada saat
perebusan, penebahan, penyulingan, pemisahan biji dan ampas serat, pengambilan inti
dan penyimpanan CPO.
Identifikasi dan Klasifikasi Aktivitas pengolahan
Dalam proses pengolahan kelapa sawit, aktivitas pengolahan dimulai dari pemasukkan
tandan buah segar ke dalam loading ramp kemudian masuk ke dalam proses produksi
pada setiap stasiun hingga akhirnya menjadi crude palm oil (CPO) dan Palm kernel
(PK). Dalam proses memperoleh kelapa sawit ini, terdapat berbagai aktivitas baik yang
menambah nilai maupun tidak menambah nilai produk.
Aktivitas yang menambah nilai pengolahan crude palm oil terdapat pada proses mulai
dari stasiun perebusan sampai dengan stasiun klarifikasi. Sedangkan aktivitas yang
menambah nilai pengolahan palm kernel terdapat pada proses mulai dari stasiun
perebusan sampai dengan pengeringan kernel. Aktivitas-aktivitas ini memiliki pengaruh
terhadap kualitas dan kuantitas crude palm oil dan palm kernel.
Dalam proses pengolahan kelapa sawit ini, aktivitas yang tidak menambah nilai terdapat
pada aktivitas di loading ramp, aktivitas pemindahan dari loading ramp ke proses
perebusan, aktivitas pemindahan pada proses perebusan ke proses penebahan, dan
aktivitas inspeksi/pengawasan yang dilakukan pada setiap proses. Karena aktivitas-
aktivitas ini tidak secara langsung mempengaruhi perubahan yang terjadi pada crude
palm oil dan palm kernel yang diolah baik kuantitas maupun kualitas yang bermanfaat
bagi konsumen. Aktivitas yang tidak menambah nilai ini tetap diperlukan dalam proses
pengolahan, karena tanpa aktivitas ini kelancaran proses pengolahan dapat terganggu.
Begitu juga dengan aktivitas inspeksi, aktivitas ini berperan sebagai pengawasan mutu
dan kelancancaran proses pengolahan.
Aktivitas dalam pengolahan kelapa sawit ini memiliki ketergantungan pada setiap
proses atau stasiun pengolahan. Aktivitas hanya dapat dilakukan jika bahan yang
diterimanya telah diproses pada stasiun sebelumnya. Begitu juga dengan aktivitas pada
setiap proses yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas crude palm oil (CPO) dan palm
kernel (PK).

116
DAFTAR ISI

Analisis Manufacturing Cycle Effectiveness ……. (Yulia Saftiana, Ermadiani, R. Weddie Andriyanto)

Dalam proses pengolahannya, kelapa sawit melalui beberapa stasiun pengolahan sampai
akhirnya menjadi crude palm oil dan palm kernel. Proses dimulai saat tandan buah
segar dari stasiun loading ramp dibawa ke stasiun perebusan dengan menggunakan lori.
Setelah masuk ke perebusan lori-lori tersebut ditarik dengan menggunakan capstand
dan dimasukkan ke stasiun penebahan dengan menggunakan hoisting crane. Lalu dari
stasiun penebahan ini, tandan buah segar akan dilumatkan pada stasiun pengadukan dan
dipress pada stasiun pengepresan. Dari stasiun pengepresan ini minyak akan masuk ke
dalam proses klarifikasi sampai akhirnya masuk ke dalam tangki timbun CPO,
sedangkan ampas dan biji akan masuk dalam stasiun pengolahan biji sampai akhirnya
disimpan di dalam Bulking silo. Proses pengolahan kelapa sawit ini secara singkat akan
digambarkan sebagai berikut :
Gambar 5 : Urutan Proses Pengolahan Crude Palm Oil dan Palm Kernel

Stasiun Penimbunan TBS


(Loading ramp)

Stasiun Perebusan TBS


(Sterilizer)

Stasiun Penebahan TBS


(Thresher)

Stasiun Pengadukan TBS


(Digester)
Ampas Stasiun Pengolahan Biji
Biji • Pemisahan Ampas & Biji
Stasiun Pengepresan • Pemecahan Biji
Bubur Buah TBS • Pemisahan Inti dengan cangkang
(Screw Press) Minyak • Pengeringan Inti/kernel

Bulking Silo
Stasiun Klarifikasi Penyimpanan Palm Kernel
• Pemisahan Pasir
• Pemisahan Minyak Pertama
• Penyaringan Bahan Padat
• Pemisahan Minyak dengan
Sludge (kotoran) Tangki Timbun
• Pemurnian Minyak Crude Palm Oil (CPO)
• Pengeringan Minyak
Sumber : Hasil Olah Data

117
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

Dari skema proses pengolahan tersebut dapat dilihat bahwa proses pengolahan crude
palm oil (CPO) dan palm kernel (PK) mulai terpisah dari stasiun pengepresan.
Aktivitas-aktivitas pengolahan ini saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan.
Proses pengolahan dilakukan mengalir sesuai dengan rangkaian proses yang telah
ditetapkan. Sistem pengolahan seperti ini mengakibatkan total waktu yang dikonsumsi
oleh semua stasiun mencerminkan keseluruhan waktu. Proses produksi pabrik dilakukan
secara terus menerus sesuai dengan jumlah bahan baku yang tersedia setiap harinya. Hal
ini diakibatkan karena lamanya waktu untuk memproduksi tandan buah segar (TBS)
akan mempengaruhi rendemen (kandungan minyak) TBS tersebut. Jangka waktu
maksimum tandan buah segar untuk diolah agar mendapatkan hasil yang baik adalah 8
jam setelah panen. Persentase penurunan mutu buah kelapa sawit akan semakin parah
jika terjadi penumpukan buah di loading ramp terutama jika buah tersebut sampai
menginap.
Dalam pelaksanaan aktivitas proses pengolahan, konsumsi waktu yang diukur sebagai
processing time merupakan konsumsi waktu yang optimal, yaitu waktu yang diperlukan
oleh aktivitas-aktivitas di atas untuk mengolah 360.000 ton tandan buah segar (TBS) per
tahun hingga menjadi 82.200 ton crude palm oil (CPO) per tahun dan 18.000 ton palm
kernel (PK) per tahun. Konsumsi waktu optimal ini adalah konsumsi waktu yang timbul
dari kapasitas pabrik, yaitu mampu mengolah 1.200 ton setiap 20 jam atau 360.000 ton
setiap tahun.
Perhitungan dan Analisis Manufacturing cycle Effectiveness
Setelah aktivitas-aktivitas proses pengolahan kelapa sawit diidentifikasi dan dibedakan
menjadi aktivitas penambah nilai yang terukur sebagai processing time dan aktivitas
tidak menambah nilai yang terukur sebagai waiting time, inspection time, moving time,
dan storage time, maka perhitungan manufacturing cycle effectiveness (MCE) dapat
dilakukan dengan pembagian processing time dengan cycle time. Dari hasil perhitungan
ini dapat dilakukan analisis dan langkah yang dapat diambil untuk memanajemen
aktivitas. Manajemen aktivitas yang dapat dilakukan contohnya :
Pengurangan aktivitas dapat dilakukan pada stasiun loading ramp dengan cara
menambah pemakaian unit Sterilizer. Dengan penambahan ini akan mengurangi waktu
tunggu tandan buah segar (TBS) di loading ramp untuk diproses lebih lanjut. Semakin
lamanya waktu yang digunakan untuk memproduksi tandan buah segar (TBS) akan
mempengaruhi rendemen atau kandungan minyak TBS tersebut. Hal ini juga akan
memaksimalkan penggunaan tenaga kerja di loading ramp. Dengan manajemen
aktivitas ini, biaya pengolahan dapat lebih efektif dan mencerminkan biaya pengolahan
yang sebenarnya.
Untuk meningkatkan efektivitas biaya, faktor-faktor lain yang perlu diperhatikan adalah
mutu dari tandan buah segar (TBS). Mutu TBS mempengaruhi harga jual TBS tersebut
dan kualitas crude palm oil yang dihasilkan. Untuk mencapai hal ini maka diperlukan
proses produksi yang lancar dan pengawasan setiap proses secara berkesinambungan.
Lancarnya proses produksi sangat tergantung pada mesin peralatan dan tenaga kerja
yang beroperasi. Dari inspeksi proses ini, mutu dan biaya dari aktivitas yang merupakan
penyebab timbulnya biaya dapat dikelola dengan baik.
118
DAFTAR ISI

Analisis Manufacturing Cycle Effectiveness ……. (Yulia Saftiana, Ermadiani, R. Weddie Andriyanto)

Aktivitas inspeksi dilakukan oleh perusahaan dengan cara menempatkan tenaga kerja
operator yang sudah terlatih dalam bidang tersebut untuk mengawasi dan mengontrol
proses pengolahan yang berlangsung pada setiap stasiun pengolahan. Pengujian hasil
akhir crude palm oil (CPO) juga dilakukan di dalam laboratorium. Manajemen yang
telah diterapkan ini merupakan total quality control (TQC). Dengan konsep ini, tiap-tiap
pekerja bertanggung jawab untuk mengawasi mutu produk yang dihasilkannya ataupun
mutu bahan bakunya, jadi inspeksi mutu menjadi tanggung jawab setiap personil di
dalam perusahaan.
Pengaruh Fluktuasi Ketersediaan Bahan Baku Pada Efektivitas Biaya
Produksi perkebunan kelapa sawit berfluktuasi karena adanya musim penghujan dan
musim kemarau. Hal ini disebabkan karena pada musim kemarau kebun kelapa sawit
menghasilkan tandan buah segar (TBS) yang digunakan untuk memproduksi crude
palm oil (CPO) dan palm kernel (PK) lebih sedikit dibandingkan pada musim
penghujan. Menurut Zahri (2003), perbedaan produksi yang terjadi adalah 60% pada
musim penghujan dan 40% pada musim kemarau. Keadaan ini menyebabkan suplai
bahan baku tandan buah segar untuk pabrik bervariasi dan menyebabkan pabrik bekerja
di bawah kapasitasnya. Fluktuasi ketersediaan tandan buah segar (TBS) pada musim
penghujan dan musim kemarau akan berpengaruh pada biaya rata-rata dalam
memproduksi tandan buah segar. Pada musim kemarau biaya rata-rata menjadi lebih
besar, hal ini dapat disebabkan oleh :
• Kuantitas tersedianya tandan buah segar (TBS) pada musim kemarau yang lebih
sedikit. Dalam teori economic of scale, kuantitas produksi akan mempengaruhi
biaya variabel. Menurut Lalu Sumayang (2003:113), “economic of scale adalah
penghematan biaya yang disebabkan karena penggunaan sumber daya skala besar
atau produksi secara massal”. Pengurangan biaya ini terjadi bila semua faktor
produksi dikembangkan secara proporsional.
Pada batas kapasitas, biaya variabel meningkat sebagai akibat penggunaan lembur
dan subkontraktor. Di samping itu, bila volume bertambah maka biaya tetap per
unit akan turun. Menurut Lalu Sumayang (2003:118), ”Makin besar volume
kapasitas maka makin kecil biaya setiap unit (economic of scale), alasannya karena
biaya fasilitas dan biaya operasi tidak akan bertambah bila volume produksi
bertambah”. Apabila volume produksi bertambah maka biaya per unit akan turun.
Menurut Lalu Sumayang (2003:113), “Pengurangan biaya dapat dicapai dengan
menaikkan efisiensi aktivitas penambah nilai dengan meningkatkan aktivitas ke
tingkat skala ekonomi (economic of scale) tanpa disertai dengan kenaikan total
biaya aktivitas itu sendiri”. Contohnya pada saat pabrik memproduksi dengan
kapasitas yang tidak optimal biaya tetap seperti upah dan gaji karyawan masih
harus dibayar, sedangkan karyawan tidak bekerja secara maksimal. Begitu juga
dengan pemeliharaan mesin-mesin pabrik yang tetap harus dilakukan walaupun
kapasitas produksi sedikit.
• Sesuai dengan kondisi perusahaan, bahan baku yang tersedia lebih sedikit akan
mempengaruhi biaya rata-rata termasuk biaya bahan bakar, supply listrik dan air.

119
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

Pabrik menggunakan bahan bakar solar dan bahan bakar dari cangkang dan serabut
yang digunakan pada stasiun boiler. Aktivitas pabrik dalam mengolah kelapa sawit
dan supply listrik kantor dan perumahan biasanya menggunakan bahan bakar dari
stasiun boiler. Hal ini merupakan salah satu sumber penghematan biaya pabrik. Jika
pabrik sedang tidak memproduksi, supply listrik dan air menggunakan genset dan
solar. Hal ini membutuhkan biaya yang lebih besar untuk membeli solar.
Peningkatan biaya ini berdampak cukup besar pada harga per kg tandan buah segar
(TBS) seperti pada stasiun penerimaan tandan buah segar dan muatan. Sehingga
processing expenses dan general charges aktual dapat lebih kecil daripada budget
perusahaan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dengan analisis manufacturing cycle effectiveness dapat diketahui persentase value
added activities dalam suatu aktivitas yang digunakan oleh suatu perusahaan untuk
menghasilkan value bagi customers. Kinerja perusahaan dan efisiensi dapat ditingkatkan
melalui perbaikan aktivitas yang bertujuan untuk mencapai cost effective dan
menurunkan biaya produksi. Perbedaan jumlah produksi kelapa sawit antara realisasi
dengan kapasitas optimal pabrik salah satunya dapat disebabkan karena fluktuasi
ketersediaan tandan buah segar (TBS). Perbedaan jumlah produksi ini akan berpengaruh
terhadap efektivitas biaya perusahaan. Biaya rata-rata perusahaan akan cenderung
meningkat pada musim kemarau dibandingkan musim penghujan. Berdasarkan hasil
analisis MCE tersebut maka usaha yang dilakukan untuk memanajemen aktivitas
ditempuh dengan melibatkan semua bagian. Beberapa langkah yang dapat dipilih untuk
manajemen aktivitas tersebut antara lain adalah : pemilihan aktivitas, pengurangan
aktivitas, pembagian aktivitas, dan penghilangan aktivitas yang dapat diterapkan
terhadap aktivitas-aktivitas bukan penambah nilai. Dengan langkah-langkah tersebut
maka pihak perusahaan dapat memilih langkah yang relevan dan efektif untuk
memperbaiki aktivitas.
Saran-saran
Beberapa saran yang dapat diberikan atas hasil analisis yang dilakukan terhadap
aktivitas pabrik pengolahan kelapa sawit kepada pihak perusahaan adalah :
1. Perusahaan sebaiknya melakukan manajemen aktivitas pada proses pengolahan.
Perusahaan juga dapat menerapkan konsep manajemen biaya yang kompetitif
untuk mengelola aktivitas-aktivitas pabrik.
2. Perusahaan sebaiknya lebih memperhatikan masalah fluktuasi ketersediaan
tandan buah segar. Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan membuat ikatan jual
beli tandan buah segar dengan perkebunan kelapa sawit swasta skala menengah,
swasta skala kecil dan perkebunan rakyat pada waktu bahan baku yang tersedia
tidak memenuhi kapasitas pabrik.

120
DAFTAR ISI

Analisis Manufacturing Cycle Effectiveness ……. (Yulia Saftiana, Ermadiani, R. Weddie Andriyanto)

3. Untuk mengurangi waktu dan aktivitas inspeksi atau pengawasan, perusahaan


dapat menggunakan teknologi komputerisasi untuk menjalankan dan mengawasi
proses pengolahan kelapa sawit.

DAFTAR PUSTAKA
Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL) Perkebunan dan Pabrik Pengolahan
Kelapa Sawit Pola PIR-Trans. PT. Aek Tarum. 2005. Palembang.
Atkinson, Anthony A and Rajib D. Banker. 1997. Management Accounting. Prentice-
Hall. New Jersey.
Garrison dan Noreen. 2000. Akuntansi Manajemen Jilid 2 (Diterjemahkan oleh A.
Totok Budisantoso). Salemba Empat. Jakarta.
Garrison, Ray H. 1998. Akuntansi Manajemen : Konsep Untuk Perencanaan,
Pengendalian, dan Pengambilan Keputusan. ITB Bandung.
Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. 2002 Metodologi Penelitian Bisnis Untuk
Akuntansi dan Manajemen. BPFE Fakultas Ekonomi UGM. Yogyakarta.
Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Andi Offset. Yogyakarta.
Mulyadi. 1998. Pergeseran Ukuran Kinerja ke Cost Effectiveness. Media Akuntansi. No.
29/Th.V/September 1998. Hal. 2-6.
Mulyadi dan Johny Setyawan. 2001. Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen
: Sistem Pelipatganda Kinerja Perusahaan. Salemba Empat. Jakarta.
Mulyadi. 2003. Activity Based Cost System. UPP AMP YKPN. Yogyakarta.
Purwoto, Lucas. 1998. Mencapai Pabrikan yang Efisien Sekaligus Fleksibel Dengan
Cellular Manufacturing. Usahawan. No. 05/XXVII/Mei 1998. Hal. 26-31.
Simamora, Henry. 1997. Akuntansi Manajemen. Salemba Empat. Jakarta.
Sumayang, Lalu. 2003. Dasar-Dasar Manajemen Produksi & Operasi. Salemba Empat.
Jakarta.
Widjaja T, Amin. 2003. Activity Based Costing : Untuk Manufakturing dan Pemasaran.
Harvarindo. Jakarta.
Widjaja T, Amin. 2005. Target Costing dan Kaizen Costing. Harvarindo. Jakarta.

121
DAFTAR ISI

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan


Mengadopsi Sistem Pemotongan Pajak Pada Perusahaan-
Perusahaan Foreign Exchange Berbasis Internet
Oleh :
Agus Zahron
ABSTRACT
This research adapt theory framework that was told by Triandis, where in his research
said that human tendency to behaviour ini this case for take the decision, influence by
afection social norm and the other facility.

The purpose of this research to give a knowledge of the foreign exchange company
about tax income and Indonesian’s tax policy.the second purpose to know whether the
afection , social norm and the other factor influence to interest from foreign exchange
company for insert tax’s software of foreign exchange transaction

Keywords : framework, interest from foreign exchange, tax income

A. Latar Belakang Masalah


Foreign exchange adalah pertukaran satu mata uang dengan mata uang lainnya, di mana
dalam pasar ini mata uang diperdagangkan baik jual maupun beli secara bebas. Pasar ini
merupakan pasar persaingan sempurna. Selain itu juga merupakan pasar finansial
terbesar dan terliquid, dengan perputaran uang antara 1 sampai 1,5 trilliun dolar perhari
dalam 24 jam sehari dari senin sampai jumat.
Dengan berkembangnya teknologi internet, para broker company dan perusahaan yang
memberikan fasilitas untuk bertransaksi (firm that conduct foreign trade transaction)
dengan bebasnya bisa merambah pasar dunia secara bebas
Baik langsung maupun tidak langsung pelayanan transaksi ini telah masuk ke Indonesia.
Saat ini Perusahaan Foreign Exchange yang websitenya ada di internet sebanyak 70
perusahaan. Yang tergambar dalam tabel di bawah ini
Tabel 1. daftar nama forex dealer
No. Forex Broker No. Forex Broker
1 abwatley.com 36 fxlinks.com
2 ac-markets.com 37 fxpowercourse.com
3 aforex.com 38 fxsol.com
4 amazon.com 39 fxstreet.com
5 analyticfx.com 40 gaincapital.com
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

No. Forex Broker No. Forex Broker


6 ApexForex.com 41 gcitrading.com
7 aspenforex.com 42 gftforex.com
8 cambridgefx.com 43 global-view.com
9 cfoasia.com 44 goldbergforeignexchange.com
10 cftc.gov 45 hantecforex.com
11 charterfx.com 46 ifxmarkets.com
12 cms-forex.com 47 igforex.com
13 commoditytrader.net 48 intellexonline.com
14 DayTradeForex.com 49 interbankfx.com
15 enetspeculation.com 50 investorlinks.com
16 esignal.com 51 investormap.com/global-forex.htm
17 eurosupport.com 52 keystone-web.com
18 fairlot.com 53 kshitij.com
19 findbrokers.com 54 learnforex.com
20 foreign-trade.com 55 ltgFX.com
21 foresight-investment.com 56 mdicorps.com
22 forex.com 57 oanda.com
23 forex-ats.com 58 ozforex.com.au
24 forexcapital.com 59 pro-forex.com
25 forex-cmc.co.uk 60 pronetanalytics.com
26 forex-day-trading.com 61 quotewatch.com
27 forexfunds.com 62 realtimeforex.com
28 forex-mg.com 63 refcofx.com
29 Forex-Millenium.com-switzerland 64 refcopro.com
30 forex-pro.com.ua 65 saxobank.com
31 Forextrading.Com - Saxo Bank 66 shieldfx.com
32 fortunetraders.com 67 stockk.com
33 fxcm.com 68 thefinancials.com
34 fxdd.com 69 traders.com
35 fxfirst.com 70 wellsfargo.com

Walaupun demikian Indonesia masih belum mampu untuk mengimbangi kemajuan


teknologi ini, sebagai contoh dalam pengaruhnya dalam kebijakan perpajakan dei
Indonesia, dimana masih belum adanya teknik atau metode pemungutan pajak untuk
laba atas transasi pertukaran mata uang asing yang dihasilkan dalam transaksi yang
berbasis internet.
Dalam Undang-Undang Perpajakan di Indonesia, yang termasuk obyek Pajak
Penghasilan (PPh) adalah Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis

124
DAFTAR ISI

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan ……. (Agus Zahron Idris)

yang diterima atau di peroleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun
dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan
Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Selanjutnya salah satu penghasilan yang termasuk obyek pajak menurut pasal 4 huruf l
UU no 17 tahun 2000, adalah keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
Kemudian dalam ayat 2 dijelaskan bahwa penghasilan dari transaksi saham dan
sekuritas lainnya di bursa efek, pengenaan pajaknya diatur oleh Peraturan Pemerintah.
Walaupun dalam penjelasannya masih belum mencakup tentang transaksi pertukaran
valuta asing yang dilakukan oleh Wajib Pajak secara mendetail. Tetapi kita
mengasumsikan bahwa capital gains ataupun capital losses yang terjadi akibat transaksi
valuta asing tersebut tetap merupakan obyek pajak.
Penelitian ini mengadopsi kerangka teori yang telah dikemukakan oleh Triandis, dimana
dalam penelitiannya menyatakan bahwa kecenderungan manusia untuk berperilaku
dalam hal ini untuk megambil keputusan, dipengaruhi oleh afeksi, norma sosial dan
fasilitas yang mendukung.
B. Masalah
Apakah norma sosial, afeksi, dan fasilitas pendukung mempengaruhi pengambilan
keputusan pada perusahaan-perusahaan Foreign Exchange untuk menerapkan software
pengenaan pajak atas transaksi foreign exchange?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengetahuan perusahaan-perusahaan foreign exchange mengenai
tax income dan indonesian’s tax policy.
2. Untuk mengetahui apakah afeksi, norma sosial dan faktor pendukung berpengaruh
terhadap minat dari perusahaan-perusahaan foreign exchange untuk menyisipkan
software pengenaan pajak atas transaksi foreign exchange.
D. Kerangka Pemikiran
1. Transaksi Pertukaran Valuta Asing (Foreign Exchange)
Pasar kurs mata uang asing (forex exchange market) memulai keberadaannya pada
tahun 1971 setelah berakhirnya era perjanjian Bretton Woods, karena terdorong oleh
tingkat fluktuasi mata uang tertentu yang tajam terhadap mata uang lainnya.
Menurut survei tiga-tahunan 2001 oleh Bank of Internasional Settlement (BIS), jumlah
omset kurs mata uang asing global lebih dari $1,200 bilion per hari, di atas 50% di
antaranya diadakan di pasar tunggal London. Omset global meningkat pesat di atas
bilangan survai BIS 1978 sebesar $1,490 billion. BIS memnghubungkan hal ini dengan
peluncuran euro, penggabungan (merger) bank, pertumbuhan perdagangan elektronik
pada ongkos suara dan telepon dealing (menyebabkan lebih sedikit transaksi) dan
konsolidasi non bank yang sudah mengurangi keperluan untuk kurs mata uang asing.

125
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

Dengan jumlah transaksi hampir $1,5 billion Pasar Forex merupakan pasar terbesar di
dunia, dibandingkan dengan pasar futures seperti pasar komoditi yaitu $437,4 billion,
dan pasar ekuitas seperti pasar saham sebesar $ 191 billion.
2. Perlakuan Pajak atas Transaksi Valuta Asing
Menurut bab III pasal 4, UU no 14 th 2000, menyatakan bahwa yang menjadi obyek
pajak adalah setiap tambahan penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun
yang berasal dari luar Indonesia, yang dapat di pakai untuk konsumsi maupun untuk
menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk
apapun.
Termasuk ke dalam obyek pajak dalam huruf l, pasal 4, tadi adalah keuntungan karena
selisih kurs mata uang asing. Dengaqn penjelasan nya bahwa keuntungan karena selisih
kurs dapat disebabkan fluktuasi kurs mata uang asing atau adanya kebijakan pemerintah
di bidang moneter. Atas keuntungan yang di peroleh karena fluktuasi kurs mata uang
asing, pengenaan pajaknya dikaitkan dengan sistem pembukuan yang dianut oleh wajib
pajak dengan syarat dilakukan secara taat azas.
Menurut Robert L Simon dalam tulisannya “Taxation of Day Traders”, menyatakan
cara untuk menghitung pajak atas transaksi pertukaran mata uang adalah melalui
penghitungan netto akhir tahun, yaitu dengan cara menjumlahkan keuntungan dan
kerugiannya dalam satu tahun. Keuntungan yang diperoleh dari hasil selisih tersebut
akan dikenakan pajak dengan tarif pajak penghasilan pada umumnya.
3. Prinsip Pemungutan Pajak di Indonesia
Pada Current Payment System terdapat 2 unsur sistem pemotongan pajak, yaitu
Withholdig Tax System dan Estimated System. Untuk Withholdig Tax System
pemotongan atau pemungutan pajak mulai difokuskan pada sumbernya (levying tax at
source). Artinya setiap wajib pajak yang menerima penghasilan, misalnya pada waktu
menerima bonus, bunga, royalti, deviden dan sebagainya, maka pada saat itu pula
pemerintah melalui pemotong pajak (tax withholder) memotong pajak atas penghasilan
yang dibayarkan kepada Wajib Pajak penerima bonus, bunga, deviden dan royalti
tersebut.
Pemotongan pajak sistem ini disebut withholding Tax System, dimana pemotong pajak
yang disebut tax withholding berkedudukan sebagai pihak ketiga, sedang pihak pertama
adalah fiskus dan pihak kedua adalah Wajib Pajak , yaitu pihak yang menerima
penghasilan dari pihak ketiga. Contoh sistem ini adalah pada PPh pasal 23.
Berbeda dengan Estimated System dimana yang melaksanakan pemenuhan kewajiban
perpajakan dalam hal ini yang melaksanakan inisiatif dan sekaligus bertanggung jawab
atas pembayaran pajak adalah wajib pajak sendiri. Sistem ini disebut sebagai Self
Assessment System, yang di Indonesia diatur dalam pasal 25 UU PPh tahun 2000.
Sehingga di kenal sebagai PPh pasal 25.

126
DAFTAR ISI

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan ……. (Agus Zahron Idris)

4. Pengembangan Sistem Pemotongan Pajak Atas Transaksi Forex Online.


Fungsi sistem informasi sendiri terbagi menjadi tiga subfungsi yaitu Analisis Sistem,
Perancangan Sistem, dan implementasi (operasi).
Perancangan sistem pemotongan pajak yang efisien dan efektif adalah melalui
penyisipan software sistem ke dalam sistem transaksi foreign exchange dalam sistem
internet yang di jalankan oleh perusahaan-perusahaan foreign exchange. Seperti dalam
skema di bawah.
6 Dirjen Pajak 5

1
2
Trader dan Bank
Investor Media
Internet

Perusahaan Foreign 4
Exchange

Keterangan:
1. Dirjen Pajak memantau transaksi-transaksi yang telah dilakukan oleh trader dan
investor.
2. Investor dan Trader melakukan transaksi foreign exchange melalui internet.
3. Perusahaan Foreign Exchange melakukan transaksi dengan para broker dan
investor melalui media internet.
4. Perusahaan Foreign Exchange setiap tahun memotong pajak pada para investor dan
trader atas keuntungan dari jumlah hasil transaksi foreign exchange dalam setahun
untuk disetorkan pada Dirjen Pajak melalui Bank yang ditunjuk.
5. Dirjen Pajak melakukan konfirmasi atas jumlah pajak yang di transfer oleh
perusahaan foreign exchange dengan hasil perhitungan pajak melalui internet.

127
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

6. Trader dan Investor melakukan konfirmasi pemotongan pajaknya kepada Dirjen


Pajak.

Skema Sistem Pemotongan Pajak atas Transaksi Pertukaran Mata Uang Asing (Foreign
Exchange Trading)
5. Penelitian Triandis
Sesuai dengan hasil penelitian Triandis pada tahun 1980, yang meneliti tentang
penggunaan komputer dalam perusahaan. Konsep model yang diajukan oleh Triandis
adalah bahwa penggunaan PC di perusahaan dipengaruhi oleh perasaan individual
(afeksi) terhadap pemakaian PC, norma-norma sosial dalam lingkungan kerja,
kebiasaan yang berhubungan dengan penggunaan komputer, hasil yang diharapkan atas
penggunaan komputer, dan fasilitas pendukung dalam lingkungan komputerisasi.
Berangkat dari hasil penelitian Triandis tersebut maka dalam penelitian ini mengambil
model seperti bagan di bawah ini.

Norma-norma Sosial

Afeksi Kecenderungan

Kondisi yang
Mendukung

Norma sosial adalah pesan yang diterima dari orang lain yang merefleksikan tentang
apa yang akan dilakukan oleh seseorang. Lingkungan internal individu dalam budaya
subyektif kelompok tertentu dan hubungan interpersonal secara spesifik akan
membentuk hubungan satu individu dengan individu lainnya.
Kultur subyektif terbagi atas :
1. Norma (norm), yaitu instruksi pribadi untuk melakukan apa yang dianggapnya
benar dan dipengaruhi oleh para anggota masyarakat yang ada dalam situasi sosial
yang spesifik. Atau dengan kata lain adalah apa yang orang lain ingin kita lakukan.
2. Peraturan (role), merupakan perilaku individu yang lebih luas lagi karena
menyangkut keputusan seseorang yang berada pada suatu posisi tertentu dalam
kelompok, masyarakat, atau sistem sosial.

128
DAFTAR ISI

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan ……. (Agus Zahron Idris)

3. Nilai (value), merupakan suatu disposisi yang lebih luas dan sifatnya lebih
mendasar. Nilai berakar lebih dalam dan karenanya lebih stabil dibandingkan sikap
individu.
Dalam penelitian ini variabel norma sosial adalah pandangan individu terhadap
peraturan perpajakan di Indonesia.
Afeksi, komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap
suatu obyek sikap. Secara umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang
dimiliki terhadap sesuatu. Triandis menggunakan kata afeksi, untuk menggambarkan
perasaan seseorang yang berkaitan dengan perasaan senang, nyaman, dan nikmat, atau
tertekan, kesal, dan benci.
Variabel dalam kontruk afeksi adalah persepsi yang dipercaya akan berpengaruh jika
software sistem pemotongan pajak pada transaksi pertukaran mata uang (foreign
exchange) diterapkan dalam website mereka.
Fasilitas Pendukung, merupakan faktor obyektif di luar lingkungan. Menurut Triandis
perilaku tidak akan terlaksana jika kondisi obyektif dalam lingkungan tersebut tidak
mendukung.
Bentuk variabel fasilitas pendukung adalah keyakinan akan tersedianya sofware yang
simple dan pendukung sistem lainnya untuk operasionalisasi sistem.

E. Hipotesis Penelitian
1. Afeksi perusahaan foreign exchange terhadap penerapan software berpengaruh
positif terhadap minat mereka untuk menyisipkan software tersebut.
2. Norma sosial perusahaan foreign exchange terhadap penerapan software
berpengaruh positif terhadap minat mereka untuk menyisipkan software tersebut.
3. Faktor pendukung perusahaan foreign exchange terhadap penerapan software
berpengaruh positif terhadap minat mereka untuk menyisipkan software tersebut.
4. Afeksi, norma sosial dan faktor pendukung dari perusahaan foreign exchange
secara bersama-sama berpengaruh terhadap minat mereka untuk menyisipkan
software tersebut.
Metode pengumpulan data
Penelitian ini menggunakan data primer, dimana pengumpulan data dalam penelitian ini
dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner pada 70 perusahaan foreign exchange
yang berbasis internet melalui e-mail.
Pola penyebarannya dengan cara membuat satu jenis kuesioner online melalui website
www.formsite.com dan untuk mempercepat proses pengisisn serta pengiriman kembali
dari kuesioner tadi, kemudian kuesioner tadi di attach dan dikirimkan pada contact
person dari tiap perusahaan dan hasil jawaban dari perusahaan tersebut secara otomatis
langsung terkirim kembali ke e-mail peneliti.

129
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

Kerangka Penelitian

NORMA
SOSIAL
(X2)

MINAT
AFEKSI (Y)
(X1)

FAKTOR
PENDUKUNG
(X1)

ANALISIS DAN PEMBAHASAN


Analisis Deskriptif
Gambaran Umum
Dari 70 perusahaan yang terpilih menjadi sampel, keseluruhan perusahaan (responden)
mengetahui mengenai Income tax. Tetapi sebagian besar perusahaan yakni sebesar 62,8
persen tidak mengetahui mengenai Indonesian’s tax policy, sedangkan sisanya sebesar
37,2 persen mengetahui mengenai Indonesian’s tax policy.
Persentase terbesar perusahaan yakni sebesar 42,3 persen menyatakan sangat setuju
mengenai pengenaan pajak pada transaksi foreign exchange.
Variabel-variabel Penelitian
Persentase terbesar dari perusahaan yang memiliki minat tinggi untuk menyisipkan
software tersebut terjadi pada kelompok perusahaan dengan afeksi positif yaitu sebesar
81,4 persen dan yang terkecil terjadi pada kelompok perusahaan dengan afeksi negatif
yaitu sebesar 18,6 persen.
Norma sosial dibedakan menjadi dua yaitu positif dan negatif. Persentase perusahaan
yang memiliki minat tinggi untuk menyisipkan software pengenaan pajak atas
transaksi foreign exchange terjadi pada kelompok perusahaan dengan norma sosial
positif yaitu sebesar 67,4 persen. Dan persentase ini menurun pada kelompok
perusahaan dengan norma sosial negatif yaitu sebesar 32,6 persen.
Berdasarkan faktor pendukung yang dibedakan menjadi positif dan negatif, persentase
perusahaan yang memiliki minat tinggi untuk menyisipkan software pengenaan pajak

130
DAFTAR ISI

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan ……. (Agus Zahron Idris)

atas transaksi foreign exchange lebih banyak terjadi pada kelompok perusahaan dengan
faktor pendukung positif yaitu sebesar 81,4 persen daripada kelompok perusahaan
dengan faktor pendukung negatif yaitu sebesar 18,6 persen.
Analisis Regresi logistik
Penghitungan regresi logistik dilakukan dengan menggunakan paket program SPSS 11.5
for windows dengan menggunakan metode Backward Wald. Dengan metode ini maka
setiap variabel yang tidak signifikan akan dikeluarkan dari model secara otomatis
melalui beberapa iterasi.
Berdasarkan hasil pengolahan dan perhitungan (Lihat output Omnibus Tests of Model
Coefficients), diketahui bahwa nilai statistik uji G2 adalah sebesar 14,268 dengan
signifikansi sebesar 0,001 sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis alternatif yang
menyatakan minimal ada satu variabel dari tiga variabel penjelas yang digunakan,
berpengaruh signifikan terhadap minat perusahaan untuk menyisipkan software
pengenaan pajak atas transaksi foreign exchange dapat diterima dan digunakan untuk
menjelaskan variabel respon.
Nilai-nilai statistik uji yang lain dapat dilihat pada tabel berikut ini yang menyajikan
nilai parameter statistik, statistik uji wald, nilai odds rasio.
Tabel 2. Parameter Statistik, Uji Wald dan Odds Rasio

Variabel βˆ SE ( βˆ ) Wald Sig Exp( βˆ )


(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Afeksi
Positif (1) 1,262 0,541 5,428 0,020 3,531
Norma Sosial
Positif (1) 1,103 0,508 4,714 0,030 3,014
Konstan -1,195 0,480 6,207 0,013
Sumber: diolah dari data primer, 2004
Berdasarkan statistik uji wald yang di dapat, jika dilihat secara parsial dapat ditarik
kesimpulan bahwa ada dua variabel yang berpengaruh nyata terhadap minat perusahaan
untuk menyisipkan software pengenaan pajak atas transaksi foreign exchange yaitu
variabel afeksi dan norma sosial.
Model yang di peroleh adalah sebagai berikut:
exp(-1,195 + 1,262D1 + 1,103D 2 )
πˆ x =
1 + exp(-1,195 + 1,262D1 + 1,103D 2 )
Model persamaan linier yang dihasilkan dari transformasi logit adalah sebagai berikut:
g(x) = -1,195+1,262D1+1,103D2 , dimana:
D1 = Afeksi (Positif)
D2 = Norma sosial (Positif)

131
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

Berdasarkan nilai estimasi koefisien regresi ( βˆ ) yang didapatkan pada tabel 2 di atas
terlihat bahwa nilai β̂ untuk variabel afeksi adalah 1,262 yang berarti bahwa ada
hubungan positif antara afeksi dengan minat perusahaan untuk menyisipkan software
pengenaan pajak atas transaksi foreign exchange. Hal ini dapat diartikan bahwa
kecenderungan perusahaan dengan afeksi positif untuk memiliki minat yang tinggi
untuk menyisipkan software pengenaan pajak atas transaksi foreign exchange lebih
besar dibandingkan perusahaan dengan afeksi negatif.
Variabel norma sosial juga memiliki hubungan positif dengan minat perusahaan untuk
menyisipkan software pengenaan pajak atas transaksi foreign exchange dengan nilai β̂
sebesar 1,103 . Hal ini dapat diartikan bahwa kecenderungan perusahaan dengan norma
sosial positif untuk memiliki minat yang tinggi untuk menyisipkan software pengenaan
pajak atas transaksi foreign exchange lebih besar dibandingkan perusahaan dengan
norma sosial negatif.
Untuk mengetahui tingkat kecenderungan dari variabel-variabel yang masuk ke dalam
model, maka digunakan nilai odds rasio yang ditunjukkan dengan nilai eksponensial
beta (exp β̂).

Sebagai kategori dasar (reference category) untuk variabel afeksi dalam analisis ini
adalah afeksi negatif. Sedangkan kategori dasar untuk variabel norma social adalah
norma sosial negatif.
Kategori dasar atau reference category merupakan kategori-kategori yang ada dalam
variabel penjelas yang digunakan sebagai pembanding pada tahapan analisis.
Berdasarkan nilai exp ( β̂ ) pada tabel 2 di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Nilai odds rasio untuk perusahaan dengan afeksi positif adalah sebesar 3,531. Nilai
ini berarti bahwa kecenderungan perusahaan dengan afeksi positif untuk memiliki
minat yang tinggi untuk untuk menyisipkan software pengenaan pajak atas
transaksi foreign exchange sebesar 3,531 kali daripada perusahaan dengan afeksi
negatif.
2. Nilai odds rasio untuk perusahaan dengan norma sosial positif adalah sebesar
3,014. Nilai ini berarti bahwa kecenderungan perusahaan dengan norma sosial
positif untuk memiliki minat yang tinggi untuk untuk menyisipkan software
pengenaan pajak atas transaksi foreign exchange sebesar 3,014 kali daripada
perusahaan dengan norma sosial negatif.

DAFTAR PUSTAKA
__________________, Indonesian Tax Laws 2000, Completed Compilation, Formasi
2001.

132
DAFTAR ISI

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan ……. (Agus Zahron Idris)

__________________, Undang-Undang Pajak Tahun 2000, Penerbit Salemba Empat,


Jakarta, 2001.
Azwar, Saifuddin, Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2003.
Bodnar, George H, William S Hoopwood, Accounting Information Systems, Prentice
Hall, Inc, Englewood Clift, New Jersey, 1994.
Coyle, Brian, Hedging Currency Exposures, Glenlake and Amacom, 2000.
Goode Richard, The Individual Income Tax, Studies of Government Finance, Princeton
University Press, 1964.
Hull, John C. Option, Futures and Other Derivative, Simon and Schuster, 1997.
Lindsay, John and Michael Lloyd, Taxation and Accounting for Financial Instruments,
Thouche Ross and Co. 1995.
Musgrave, Richard A, Peggy R. Musgrave, Keuangan Negara dalam Teori dan
Praktek, Terjemahan, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1993.
Nurmantu Safri, Pengantar Perpajakan, Institut Fiskal Indonesia, 2002.
Sommers, Robert L, Taxation of Day Traders, The San Fransisco Examiner Newspaper,
April 25, 1999.
Soemitro, Rochmat, Pajak Penghasilan, PT Eresco Bandung, 1993.
The Committee of Fiscal Affairs of OECD, Personal Income Tax Systems, Under
Changing Economic Conditions, Organization Economic for Co-operation
Development, 1986.
Thompson, Ronald L, Christopher A. Higgins, Jane M. Howell, Personal Computing:
Toward a Conceptual Model of Utilization, MIS QuarterlyVolume 15 No.1,
March 1991.

133
DAFTAR ISI

Analisa Penerapan Sistem Just In Time Untuk


Meningkatkan Efisiensi Dan Produktivitas Pada
Perusahaan Industri
Oleh :
Yenni Agustina , Dewi Sukmasari12, Ermadiani13
11

ABSTRACT
The main purpose of this journal is to provide information to the people who is
interesting in knowing Just In-Time system. The Just In-Time Inventory control system
was originally pioneered in Japan but has recently become a very popular control
system in The United States. The principle of Just In-Time (JIT) is to eliminate sources
of manufacturing waste by getting right quantity of raw materials and producing the
right quantity of products in the right place at the right time. Traditionally, incoming
raw materials were ordered in very large shipments and were then stored in warehouse
until they were needed for production or for providing a service. The Just In-Time
system, organizations make frequent smaller orders of raw materials. Just In-Time
system use a demand pull system because items are produced or ordered only when
there are customer order.
Key words : inventory control system, waste eliminating, demand pull system.

1. Pendahuluan
Perkembangan peradaban manusia menimbulkan adanya perkembangan teknologi yang
terarah kepada teknologi canggih dan peningkatan kebutuhan manusia. Perkembangan
ini menimbulkan tantangan untuk memenuhinya dengan meningkatkan kemampuan
menyediakan atau menghasilkan produk yang berkualitas dengan biaya yang rendah.
Peningkatan kemampuan penyediaan atau produksi barang dan jasa yang dibutuhkan
manusia merupakan usaha yang harus dilakukan oleh perusahaan atau organisasi untuk
dapat memenuhi permintaan akan kebutuhan-kebutuhan tersebut secara efisien dan
produktif.
Persaingan di antara perusahaan-perusahaan tersebut akan membawa keuntungan bagi
konsumen karena persaingan yang semakin intensif akan mendorong perusahaan untuk
menghasilkan produk dengan harga yang lebih rendah, kualitas menjadi lebih tinggi,
dan semakin banyak pilihan. Selain itu, perkembangan teknologi informasi seperti
internet, e-commerce, dll membuat konsumen lebih mudah melakukan akses terhadap
kualitas produk dan jasa yang akan mereka beli. Tentu saja produk dan jasa yang akan

11
Dosen Jurusan Akuntansi FE Unila
12
Dosen Jurusan Akuntansi FE Unila
13
Dosen Jurusan Akuntansi FE Unsri
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

mereka beli adalah produk dengan kualitas terbaik dan harga yang relatif murah.
Dengan demikian perusahaan yang mampu eksis didunia bisnis adalah perusahaan yang
dapat menghasilkan produk-produk tersebut. Untuk menghadapi masalah tersebut,
manajer harus mengetahui apa yang diinginkan konsumen dan kapan mereka
memerlukannya. Perusahaan harus mampu menciptakan suatu sistem yang dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan dengan mengeliminasi setiap
pemborosan yang ada. Dengan kata lain perusahaan harus dapat mengurangi atau
bahkan menghilangkan kegiatan-kegiatan yang tidak bernilai tambah (nonvalue added
activities) dan memaksimalkan kegiatan-kegiatan yang bernilai tambah (value added
activities). Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk mewujudkan
kondisi ini adalah dengan menerapkan sistem pengendalian persediaan dan produksi
Just In-Time. Sekarang, Sistem Just In-Time bukan hanya sekadar wacana saja tetapi
telah dapat diimplementasikan di beberapa perusahaan baik diperusahaan luar negeri
maupun perusahaan dalam negeri.
2. Pengertian Sistem Just In-Time
Ada banyak ahli yang telah memberikan pendapatnya mengenai sistem just in time ini.
Di antaranya yaitu :
a. William J. Stevenson dalam bukunya yang berjudul “Production/operations
Management” mendefinisikan sistem Just In Time sebagai “a repetitive production
system in which processing and movement of materials and goods occur just as
they are needed, usually in small batches” (Christine A.Swanson dan William M.
Kankford, 2005).
b. Schniederjans mendefinisikan Just In Time sebagai “The successful completion of
a product at each stage of production activity from vendor to customer just in time
for its use and at minimum cost. Just In Time can also be generally defined as a
strategy or guiding philosophy whose goal it is to seek manufacturing excellence”
(Bambang Tjahjadi, 2001).
c. Goetsch dan Davis (1998) mendefinisikan Just In Time sebagai “producing only
what is needed, when it is needed and in the quantity that is needed” (Bambang
Tjahjadi, 2001).
d. Ptak (1997) menyatakan bahwa Just In Time merupakan suatu filosofi yang
mendorong organisasi untuk meningkatkan produk dan proses produksinya dengan
mengeliminasi pemborosan-pemborosan (Christine A.Swanson dan William M.
Kankford, 2005).
Jadi dari definisi-definisi yang telah diberikan oleh para ahli tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa sistem Just In Time merupakan suatu filosofi yang berusaha untuk
mengeliminasi sumber-sumber pemborosan dengan memproduksi produk dengan
jumlah yang tepat, kualitas yang tepat, dan dalam waktu yang tepat guna meningkatkan
efisiensi dan produktivitas perusahaan.

136
DAFTAR ISI

Analisa Penerapan Sistem Just In Time ……. (Yenni Agustina, Dewi Sukmasari, Ermadiani R.)

e. Perbedaan Sistem Pengendalian Persediaan dan Produksi Tradisional dengan


Sistem Just In-Time.
Garrison/Noreen (2000:10) menyatakan bahwa Pendekatan Just in time (JIT) dapat
digunakan baik untuk perusahaan perdagangan maupun manufaktur. Sistem Just In
Time akan menimbulkan dampak yang signifikan pada operasi perusahaan manufaktur
yang memiliki 3 kelas persediaan, yaitu persediaan bahan baku, persediaan barang
dalam proses, dan persediaan barang jadi. Bahan baku adalah material atau bahan dasar
yang digunakan untuk membuat suatu produk. Barang dalam proses merupakan
persediaan barang yang proses produksinya baru diselesaikan sebagian dan masih
membutuhkan proses yang lebih lanjut sebelum siap untuk dilempar ke konsumen.
Sedangkan barang jadi adalah unit produk yang telah selesai diproses secara penuh,
tetapi belum dijual kepada konsumen.
Dalam sistem tradisional, perusahaan harus memiliki ketiga kelas persediaan tersebut
dalam jumlah yang besar sebagai penyangga sehingga operasi dapat berjalan dengan
mulus tanpa ada gangguan. Bahan baku dalam jumlah yang besar diperlukan untuk
mengantisipasi jika pemasok terlambat mengantar bahan yang diminta. Barang dalam
proses diperlukan untuk mengantisipasi jika ada workstation yang tidak beroperasi
normal. Sedangkan barang jadi diperlukan untuk mengantisipasi jika ada fluktuasi
permintaan.
Berbeda dengan sistem tradisional, perusahaan yang menerapkan sistem Just In Time
akan membeli bahan baku hanya untuk kebutuhan saat itu saja. Perusahaan tidak
memiliki persediaan barang dalam proses dan semua barang jadi yang telah diselesaikan
langsung dikirimkan kepada konsumen. Jadi, just in time berarti bahwa bahan baku
diterima segera masuk ke proses produksi, bahan tersebut kemudian diproses, dan
produk yang telah jadi segera dikirimkan kepada konsumen.
Di samping perbedaan dalam hal persediaan, perbedaan lainnya yang dapat dilihat
adalah sebagai berikut :
1. Layout produksi
Layout dapat didefinisikan sebagai susunan dari mesin-mesin dan peralatan produksi di
suatu pabrik. Masalah layout merupakan masalah yang tetap dihadapi oleh perusahaan
baik perusahaan besar maupun perusahaan kecil. Semua fasilitas untuk produksi baik
mesin-mesin, pekerja, maupun fasilitas-fasilitas lainnya harus disediakan pada
tempatnya masing-masing agar dapat bekerja dengan efisien dan efektif.
Dalam sistem pengendalian persediaan dan produksi tradisional, layout pabrik dibuat
secara terspesialisasi. Maksudnya adalah semua mesin dan peralatan yang sama
ditempatkan atau dikelompokkan dalam suatu area atau departemen yang sama.
Perusahaan merancang pabrik dengan mengelompokkan mesin dan peralatan sesuai
dengan tipe dan jenisnya. Pendekatan ini mengharuskan pekerjaan dilaksanakan dari
sekelompok mesin tertentu ke kelompok mesin yang lain, meskipun terpaksa harus
dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain atau bahkan ke gedung lain. Akibatnya

137
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

biaya penanganan bahan menjadi tinggi, pekerjaan dalam pengurusan persediaan


menjadi terlalu banyak, dan penundaan-penundaan yang tidak perlu.
Sedangkan Untuk penerapan Just In Time dengan tepat, perusahaan harus memperbaiki
rancangan alur produksi dalam pabrik yang merupakan tahapan-tahapan fisik suatu
produk mulai dari bahan mentah sampai menjadi barang jadi. Seluruh mesin yang
digunakan untuk memproses produk tertentu disatukan dalam suatu lokasi tertentu.
Pendekatan ini menjadikan layout pabrik menjadi pabrik mini untuk masing-masing
produk sehingga biasa disebut pabrik di dalam pabrik (factory within a factory).
Rancangan alur produksi dapat berbentuk garis lurus atau dapat berbentuk U.
Rancangan alur produksi dapat juga berbentuk sel. Dalam rancangan sel, seorang
pekerja menangani beberapa mesin sehingga mulai dari bahan mentah sampai produk
jadi diselesaikan olehnya. kuncinya adalah bahwa semua mesin berada dalam satu lini
produksi dikelompokan menjadi satu sehingga tidak untuk produk setengah jadi yang
harus dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain dalam suatu pabrik..
2. Pengelompokan dan Pemberdayaan Karyawan
Dalam sistem tradisional, seorang pekerja hanya melaksanakan pekerjaan tunggal dan
pemeliharaan dilakukan oleh pekerja khusus. Selain itu, pekerja juga tidak memiliki
wewenang untuk menghentikan proses produksi. Hal ini sangat berbeda dengan sistem
Just In Time. Dalam sistem Just In Time, pekerja atau karyawan dituntut untuk memiliki
kemampuan ganda dan fleksibel. Pekerja perlu mengetahui dan bisa melakukan
pekerjaan-pekerjaan lain di luar pekerjaannya. Hal ini diperlukan agar pekerja dapat
saling menggantikan bila ada pekerja lain yang absen sehingga tidak mengganggu
proses produksi. Pekerja diharapkan dapat mengoperasikan seluruh peralatan yang ada
dalam jalur produksi, dan juga mampu untuk melakukan pemeliharaan dan perbaikan
kecil alat-alat yang menjadi tanggung jawabnya. Sedangkan dalam hal pemberdayaan
pekerja, partisipasi dari pekerja sangat diharapkan dalam sistem Just In Time ini.
Pekerja memiliki peran yang sangat penting dalam proses produksi sehingga pekerja
perlu untuk diberi kewenangan dalam mengambil keputusan-keputusan sesuai dengan
batasan tugas dan tanggung jawabnya. Pekerja memiliki wewenang untuk menyatakan
pendapatnya mengenai bagaimana pabrik sebaiknya dioperasikan dan juga untuk
menghentikan proses produksi jika mereka menemukan adanya masalah.
3. Set up Mesin
Set up berisi aktivitas menyiapkan bahan, mengubah setting mesin, mempersiapkan
peralatan, dan melakukan pengujian. Set up harus sering dilakukan apabila akan beralih
dari pemrosesan unit produksi tertentu ke jenis produk yang lain. Dalam sistem
tradisional, set up harus sering dilakukan dalam memproduksi produk. Sebagai contoh,
bukan hal sederhana untuk mengubah dari layout produksi untuk mengahasilkan sekrup
dengan ukuran ½ inci menjadi ¾ inci, apalagi untuk mesin-mesin yang masih ditangani
secara manual. Serangkaian langkah persiapan harus dibuat dan aktivitas ini dinilai
cukup memakan waktu dan harus dihindari dan oleh karenanya setiap jenis produk
harus diproduksi dalam jumlah besar, akibatnya adalah menumpuknya barang sehingga
tertumpuk sampai berhari-hari atau bahkan sampai beberapa bulan sebelum masuk ke
workstation berikutnya. Berbeda dengan sistem Just In Time, waktu set up dapat
138
DAFTAR ISI

Analisa Penerapan Sistem Just In Time ……. (Yenni Agustina, Dewi Sukmasari, Ermadiani R.)

dikurangi dengan memperhatikan rancangan alur produksi. Jika peralatan dan mesin
dirancang untuk satu jenis produk, maka tidak diperlukan lagi set up yang berulang-
ulang dan jumlah unit produksi dapat dipenuhi berapapun sesuai dengan yang
diinginkan.
4. Proses Produksi
Dalam sistem tradisional, pendekatan yang digunakan adalah push system. Bahan baku
dibeli dan disimpan kemudian di dorong masuk ke proses produksi, dari satu proses ke
proses berikutnya sampai menjadi produk jadi yang siap dipasarkan. Sedangkan dalam
sistem Just In Time, pendekatan yang digunakan adalah pull system. Proses produksi
akan ditentukan oleh permintaan dari konsumen. Kemudian order dari konsumen ini
akan menarik seberapa banyak barang yang dibutuhkan untuk diproses pada workstation
sebelumnya. (Garrison/
Berdasarkan uraian di atas, maka perbedaan utama antara sistem pengendalian
persediaan dan produksi tradisional dengan sistem just in time dapat diringkas sebagai
berikut :
Perbedaan utama antara sistem pengendalian persediaan dan produksi tradisional
dengan sistem just in time
Sistem Just in time Sistem Tradisional
Sistem tarik (pull system) Sistem dorong (push system)
Persediaan dalam jumlah kecil Persediaan dalam jumlah besar
Basis pemasok kecil Basis pemasok besar
Kontrak jangka panjang Kontrak jangka pendek
Struktur selular Struktur departemen
Tenaga kerja keahlian ganda Tenaga kerja terspesialisasi
Keterlibatan karyawan tinggi Keterlibatan karyawan rendah
Manajemen mutu terpadu Tingkat mutu yang dapat diterima
Pasar Pembeli Pasar Penjual
Fokus rantai-nilai Fokus nilai tambah

Sumber : Hansen & Mowen ”Manajemen Biaya” (2000:392)


f. Elemen Penting Sistem Just in Time
Untuk menjamin keberhasilan dalam penerapan sistem Just In Time ini dibutuhkan
adanya kerja sama dari beberapa elemen penting. Elemen-elemen tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Flexible Resources
Karyawan dalam lingkungan Just In Time harus memiliki kemampuan ganda dan
fleksibel. Karyawan diharapkan dapat mengoperasikan seluruh peralatan dan mesin

139
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

dalam jalur produksi. Selain itu, mereka juga diharapkan mampu untuk melakukan
pemeliharaan dan perbaikan kecil alat-alat yang menjadi tanggung jawabnya.
2. Cellular Layout
Dalam sistem Just In Time, mesin-mesin diatur sedemikian rupa menyerupai setengah
lingkaran atau ditata dengan pola selular untuk tujuan efisiensi sehingga dapat
mengurangi berbagai pemborosan. Setiap sel dirancang untuk memproduksi satu produk
tertentu. Produk dipindahkan dari satu mesin ke mesin lainnya dari awal hingga akhir.
Setiap sel merupakan miniatur pabrik secara keseluruhan.
3. Pull System
Dalam pull system, proses produksi akan ditentukan oleh adanya permintaan dari
konsumen. Ketika permintaan konsumen masuk, bagian akhir dari perakitan akan
memberikan tanda ke bagian sebelumnya untuk mengirimkan sejumlah partisi atau
bahan yang dibutuhkan pada bagian tersebut. Demikian seterusnya, bagian di
belakangnya akan mengirimkan tanda ke bagian yang ada di belakangnya lagi untuk
mengirimkan barang setengah jadi sesuai dengan kebutuhan.

Pendekatan Pull Just In Time Untuk Aliran Barang


Workstation final mendorong
terjadinya kebutuhan akan bahan
dan komponen secukupnya

Order JIT untuk Order JIT untuk


Order JIT untuk komponen dibagian komponen dibagian Order JIT untuk
bahan baku pemotongaan penggilingan barang jadi

Cutting Milling Assembly Sales


PEMASOK
workstation Workstation Workstation Department

Order konsumen dan


batas waktu
pengiriman

customer

Sumber: Garrison/Noreen “Akuntansi Manajerial” (2000:12)

140
DAFTAR ISI

Analisa Penerapan Sistem Just In Time ……. (Yenni Agustina, Dewi Sukmasari, Ermadiani R.)

4. Quick Set up
Set up merupakan aktivitas yang terdiri dari menyiapkan bahan, mengubah setting
mesin, mempersiapkan peralatan, dan melakukan pengujian. Dalam sistem Just In Time,
set up yang berulang-ulang tidak diperlukan lagi karena mesin telah dirancang untuk
satu jenis produk.
5. Small-lot Production
Perusahaan yang menerapkan sistem Just In Time hanya akan berproduksi sesuai
dengan permintaan konsumen. Tidak seperti yang dilakukan dalam sistem tradisional
yang menerapkan sistem mass production. Produksi dalam jumlah yang kecil ini
dimaksudkan untuk mengurangi biaya-biaya yang tidak perlu seperti biaya gudang,
biaya pemeliharaan barang, dan lain-lain.
6. Quality at The Source
Barang cacat dapat menimbulkan masalah besar dalam lingkungan Just In Time. Jika
sejumlah unit produk jadi yang dihasilkan mengandung produk cacat, perusahaan tidak
dapat mengirimkan sejumlah barang yang diminta oleh konsumen dan perusahaan harus
mengulang kembali proses produksi hanya untuk membuat pengganti produk yang cacat
saja. Kondisi ini akan menimbulkan adanya penundaan dalam pengiriman barang
kepada konsumen dan menimbulkan kekecewaan konsumen. Jadi, dalam lingkungan
Just In Time kualitas merupakan suatu elemen yang sangat penting di samping elemen
yang lain.
7. Supplier Networks
Just In Time sangat membutuhkan hubungan khusus antara pemasok dengan perusahaan
pembeli. Pemasok diharapkan mampu mengirim barang dalam frekuensi yang lebih
banyak dengan jumlah yang lebih kecil. Kedua belah pihak dituntut untuk dapat bekerja
sama guna mencapai keberhasilan bersama di masa mendatang.
Sistem Just In-Time telah diterapkan oleh perusahaan-perusahaan yang ada di dunia,
seperti Toyota Motor Company di Jepang yang merupakan negara pencetus dari ide ini,
Dell Computer, Intel, Mc. Donald, Black and Decker, Goodyear, dan lain-lain. Sistem
ini tidak hanya bisa diterapkan di perusahaan manufaktur saja, tetapi juga dapat
diterapkan di jenis perusahaan lainnya, seperti perusahaan dagang maupun jasa. Di
Indonesia, ada beberapa perusahaan yang telah mencoba untuk menerapkan sistem Just
In Time, seperti PT Astra Daihatsu Motor, PT Triangle Motor, PT Ardi Indah, dan lain-
lain. Di antara perusahaan-perusahaan tersebut, ada beberapa perusahaan yang telah
berhasil menerapkan sistem ini, seperti PT Astra Daihatsu Motor, perusahaan ini telah
berhasil meningkatkan kualitas produknya, mengurangi biaya, dan meningkatkan
partisipasi dari pekerja-pekerjanya. Bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia, sistem ini
merupakan suatu hal yang baru karena hanya beberapa perusahaan yang mampu
menerapkannya dengan baik. Ada beberapa faktor yang menyebabkan sistem ini sulit
untuk diterapkan di Indonesia, seperti ketersediaan bahan baku, tenaga kerja, dan yang
paling penting adalah masalah dana.

141
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

g. Penerapan sistem Just In-Time


Sistem Just In Time dalam perusahaan dapat diterapkan dalam dua kegiatan, yaitu
kegiatan pembelian dan produksi. Penerapan sistem Just In Time adalah sebagai berikut:
1. Sistem pembelian Just In Time
Sistem pembelian Just In Time merupakan bagian yang sangat kritis dalam keseluruhan
sistem Just In Time karena melibatkan pihak luar, yaitu pemasok. Pemasok dalam
sistem Just In Time dituntut untuk memiliki komitmen tinggi dalam mengirimkan
barang dengan kualitas, kuantitas, dan waktu yang telah disepakati. Perusahaan harus
mencari pemasok terpercaya yang dapat mengirimkan barang sesuai dengan kebutuhan.
Oleh karena itu, dalam Sistem pembelian Just In Time akan melibatkan kontrak jangka
panjang yang telah dinegosiasi antara kedua belah pihak. Dalam kontrak tersebut akan
memuat beberapa hal penting seperti jumlah pesanan, frekuensi pengiriman, tingkat
kualitas, dan harga yang disepakati. Kontrak yang telah disepakati oleh pihak pemasok
dengan perusahaan masih memiliki kemungkinan untuk direvisi tergantung dari situasi
dan kondisi yang sedang dihadapi.
Dalam lingkungan Just In Time, pembelian akan dilakukan dengan sistem penjadwalan
pengadaan barang sehingga penyerahan dapat dilakukan dengan segera untuk
memenuhi permintaan baik dari pembeli maupun dari tahapan proses berikutnya.
Pembelian Just In Time dapat mengurangi waktu dan biaya yang berhubungan dengan
aktivitas pembelian dengan cara sebagai berikut :
a. Mengurangi jumlah supplier, sehingga perusahaan dapat mengurangi sumber-
sumber yang dicurahkan dalam negosiasi dengan supplier.
b. Mengurangi atau mengeliminasi waktu dan biaya negosiasi melalui kontrak
kerja jangka panjang dengan supplier, menyangkut persyaratan pembelian,
kualitas bahan dan harga yang wajar.
c. Memiliki pembeli atau konsumen dengan program pembelian yang mapan
Rencana pembelian yang mapan oleh pembeli atau konsumen, dapat
memberikan informasi bagi supplier mengenai persyaratan kualitas bahan dan
saat penyerahan dengan tenggang waktu tertentu sesuai rencana produksi.
d. Mengeliminasi dan mengurangi kegiatan dan biaya yang tidak menambah nilai
bagi produk, seperti kegiatan dan biaya penyimpanan atau biaya pemindahan
bahan dari gudang ke pabrik.
e. Mengurangi waktu dan biaya program pemeriksaan kualitas. Pemilihan
supplier yang dapat menjamin ketepatan waktu, jumlah dan kualitas barang
yang dibeli dapat mengurangi waktu dan biaya pemeriksaan.
2. Sistem produksi Just In Time
Dalam sistem produksi Just In Time, pendekatan yang digunakan dalam sistem ini
adalah pull system. Permintaan menarik produk melalui proses produksi. Tiap operasi
hanya memproduksi apa yang diperlukan untuk memenuhi permintaan dari operasi

142
DAFTAR ISI

Analisa Penerapan Sistem Just In Time ……. (Yenni Agustina, Dewi Sukmasari, Ermadiani R.)

secara berturut-turut. Tidak ada operasi yang dilakukan hingga adanya tanda dari proses
secara berturut-turut menunjukkan kebutuhan untuk memproduksi. Bahan baku tiba
tepat waktu untuk digunakan dalam produksi.
Elemen-elemen kunci Just In Time produksi mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. Lini produksi berjalan berdasarkan sistem tarik (pull system), sehingga aktivitas
setiap workstation mengikuti permintaan dari workstation berikutnya. Pada level
akhir perakitan, sinyal dikirim ke workstation di belakangnya. Sinyal tersebut
mengindikasikan sejumlah partisi dan bahan-bahan yang akan dikerjakan pada lini
atau workstation tersebut. Kemudian workstation di belakangnya tersebut
mengirimkan sinyal yang sama di workstation yang ada di belakangnya lagi,
sehingga arus barang tetap terpelihara dan berjalan dengan baik. Barang dalam
proses pada setiap workstation diharapkan dapat mencapai nol.
b. Mengurangi lead time produksi. Pengurangan lead time memungkinkan perusahaan
dapat berproduksi dengan waktu yang efisien dan efektif.
Menekankan pada penyederhanaan aktivitas pada lini produksi, sehingga nonvalue-
added activity dapat dieliminasi. Oleh karena itu, perusahaan yang menerapkan sistem
Just In Time merestrukturisasi tata letak pabrik atau dengan memperlancar aliran bahan
atau produk di antara workstation yang berurutan.

h. Pengaruh Penerapan Sistem Just In Time Terhadap Efisiensi dan


Produktivitas Perusahaan.
Sistem Just In Time yang diterapkan perusahaan ternyata dapat memberikan manfaat
dalam peningkatan efisiensi dan produktivitas perusahaan sehingga dapat bersaing di
pasar global. Manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan sistem ini adalah sebagai
berikut :
1. Mengeliminasi pemborosan
Sistem Just In Time yang diterapkan oleh perusahaan berusaha untuk menghilangkan
kegiatan-kegiatan yang tidak bernilai tambah (nonvalue-added activity) bagi produk.
Dalam perusahaan manufaktur, ada lima golongan kegiatan yang sering disebut sebagai
sumber pemborosan dan tidak menambah nilai yang harus dieliminasi dalam kegiatan
produksi. Kelima golongan kegiatan tersebut adalah
A. Penyusunan skedul untuk menentukan kapan berbagai produk yang berbeda harus
dimasukkan ke dalam proses produksi.
B. Pemindahan bahan baku, barang dalam proses, dan barang jadi dari satu tempat ke
tempat lain.
C. Penantian yang merupakan kegiatan menunggu bahan baku dan barang dalam
proses untuk proses berikutnya.

143
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

D. Inspeksi yang mengkonsumsi waktu dan sumber daya untuk menjamin produk yang
dihasilkan sesuai dengan spesifikasi kualitas yang ditetapkan.
E. Penyimpanan yang menggunakan waktu dan sumber daya, selama bahan baku dan
produk disimpan sebagai persediaan.
Dengan berkurangnya kegiatan-kegiatan yang tidak menambah nilai tersebut, maka
akan memberikan dampak terhadap pengurangan biaya, seperti biaya gudang, biaya
pemeliharaan persediaan, biaya penanganan bahan, biaya untuk negosiasi dengan
supplier, dan lain-lain. Walaupun penerapan sistem Just In Time ini akan menimbulkan
biaya-biaya baru, seperti biaya pemeliharaan jaringan dengan pemasok, akan tetapi tetap
akan mengurangi biaya produksi secara relatif. Sehingga dengan berkurangnya kegiatan
nonvalue-added dan biaya secara relatif, maka akan meningkatkan efisiensi perusahaan
dengan menghasilkan produk dengan harga yang rendah.
2. Adanya partisipasi dari karyawan
Dalam sistem Just In Time, peran dari semua pihak sangat dibutuhkan baik dari manajer
maupun dari karyawan atau pekerja yang bersangkutan. Pemberdayaan pekerja sangat
diperlukan untuk mencapai tujuan dari sistem ini yaitu peningkatan efisiensi dan
produktivitas perusahaan. Pekerja memiliki peran yang penting dalam proses produksi
sehingga memerlukan adanya kewenangan untuk mengambil keputusan-keputusan
sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Dengan adanya keterlibatan pekerja,
menimbulkan adanya perasaan memiliki dalam diri mereka sehingga akan mendorong
mereka untuk bekerja dengan sebaik-baiknya guna mencapai tujuan perusahaan.
3. Mengurangi atau bahkan menghilangkan produk cacat
Produk cacat dapat menimbulkan masalah bagi perusahaan karena dapat menimbulkan
penundaan dalam pengiriman barang dan memerlukan pengerjaan ulang untuk
mengganti produk tersebut yang pada akhirnya akan menimbulkan kekecewaan dari
konsumen. Produk yang dihasilkan akan semakin efisien karena tingkat kerusakan
produk akan ditekan sampai sekecil-kecilnya.
4. Meningkatkan produktivitas
Produktivitas merupakan rasio antara outputs dengan inputs. Dalam suatu
manufacturing cycle, dikenal istilah Manufacturing Cycle Efficiency (MCE).
Processing Time
MCE = -------------------------------------------------------------------------------------
Processing Time + Inspection Time + Waiting Time + Move Time
Just In Time purchasing dapat mengurangi bahkan menghilangkan inspection time,
waiting time, moving time sehingga dapat meningkatkan produktivitas akibat hilangnya
aktivitas tidak bernilai tambah. MCE yang ideal adalah sama dengan 1 atau mendekati
angka 1, yang berarti perusahaan dapat menghilangkan waktu dari aktivitas yang tidak
bernilai tambah (nonvalue added activities) dan mengoptimalkan waktu dari aktivitas
yang bernilai tambah (value added activities).

144
DAFTAR ISI

Analisa Penerapan Sistem Just In Time ……. (Yenni Agustina, Dewi Sukmasari, Ermadiani R.)

5. Manfaat dari segi akuntansi


Penerapan sistem Just In Time ini akan memberikan manfaat dari segi akuntansi
manajemen perusahaan yang menerapkannya. Manfaat-manfaat tersebut adalah :
a. Ketelusuran langsung atas biaya produk
Pada dasarnya ada 3 metode yang dapat digunakan untuk membebankan biaya pada
produk, yaitu penelusuran secara langsung, penelusuran pendorong, dan alokasi. Di
antara ketiga metode tersebut, penelusuran langsung merupakan metode yang paling
akurat. Dalam sistem tradisional, metode yang lebih sering digunakan adalah metode
penelusuran pendorong dan alokasi. metode ini dipilih karena dalam lingkungan
tradisional mesin dan peralatan pabrik disusun berdasarkan departemen-departemen dan
digunakan untuk menghasilkan berbagai macam produk, sehingga biaya yang timbul
merupakan biaya umum dari produk-produk tersebut. Perusahaan akan menggunakan
metode penelusuran pendorong atau alokasi untuk membebankan biaya umum tersebut
kepada produk.
Perusahaan yang menerapkan sistem Just In Time akan menggunakan metode
penelusuran secara langsung yang sulit untuk dapat diterapkan dalam sistem tradisional.
Dalam sistem Just In Time, layout pabrik akan disusun sedemikian rupa, sehingga
mesin dan peralatan pabrik hanya akan digunakan untuk menghasilkan satu jenis produk
saja. Dengan demikian, biaya-biaya yang timbul adalah biaya-biaya dari produk yang
bersangkutan, sehingga akan lebih mudah untuk ditelusuri secara langsung.
b. Perhitungan harga pokok produk
Penerapan sistem Just In Time memang memungkinkan perusahaan untuk
menggunakan metode penelusuran langsung. Akan tetapi, tidak semua biaya dapat
dibebankan secara langsung ke produk. Ada beberapa biaya yang tetap merupakan biaya
umum, seperti biaya penyusutan pabrik, biaya asuransi dan pajak, dan lain-lain. Untuk
biaya-biaya tersebut, perusahaan akan tetap menggunakan metode alokasi. Satu
konsekuensi dari meningkatnya biaya yang dapat dibebankan secara langsung tersebut
adalah meningkatnya keakuratan perhitungan harga pokok produk.
c. Penyederhanaan pencatatan sistem akuntansi
Penerapan Just In Time dalam perusahaan akan memberikan peluang untuk
menyederhanakan akuntansi untuk arus biaya produksi yang disebut perhitungan biaya
backflush (backflush accounting). Dalam sistem tradisional, perusahaan memiliki akun
persediaan bahan baku, barang dalam proses, dan persediaan barang jadi dalam laporan
keuangannya. Akan tetapi, dalam perusahaan yang menerapkan sistem Just In Time,
laporan keuangannya tidak akan memuat akun persediaan bahan baku, barang dalam
proses, dan barang jadi. Bahan baku yang datang akan langsung masuk ke dalam proses,
kemudian setelah diproses dan menjadi barang jadi akan langsung dikirim ke
konsumen. Backflush accounting akan menghilangkan akun persediaan bahan baku dan
barang dalam proses dan memunculkan akun baru yaitu raw material and in process
(RIP). Demikian juga untuk akun tenaga kerja langsung dan biaya overhead akan
digabung menjadi akun pengendali biaya konversi.

145
DAFTAR ISI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

PENUTUP
Dalam situasi perekonomian saat ini, sistem pengendalian persediaan dan produksi
tradisional yang dikemukakan Henry Ford seperti produksi massa tidak sesuai lagi
untuk diterapkan. Dalam sistem Just In Time, perusahaan hanya akan memproduksi
produk sesuai dengan permintaan konsumen. Untuk itu, perusahaan perlu melakukan
beberapa perubahan dalam lingkungan perusahaannya diantara yaitu : perubahan dari
layout pabrik, rancangan proses, standar kualitas, dan persediaan. Keberhasilan dalam
penerapan sistem Just In Time ini sangat membutuhkan dukungan dari berbagai pihak,
baik dari manajer, pekerja perusahaan, maupun dari supplier. Dengan adanya kerja
sama dari pihak-pihak tersebut, maka penerapan sistem Just In Time akan memberikan
hasil yang maksimal dalam meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan
sehingga perusahaan dapat tetap bertahan di masa depan.

DAFTAR PUSTAKA:
Assauri, Sofjan. 1993. Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi 4. Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia. Jakarta.
Garisson, Ray H. dan Eric W. Norren. 2000. Managerial Accounting. (diterjemahkan
oleh Totok Budisantoso). Buku 1. Salemba Empat. Jakarta.
Hansen & Mowen. 2000. Manajemen Biaya. Buku 1. Salemba Empat. Jakarta.
Iffah, Rakhmania. 2005. Penafsiran Kesiapan Suatu Perusahaan Untuk Menerapkan
Sistem JIT. http://digilib.its.ac.Id/go.. 20 September 2005.
Nur Indriantoro,Dr,Msc,Ak dan Bambang Supomo,Drs,Msi,Ak. 2002. Metodologi
Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen. Yogyakarta: BPFE.
Russel, Roberta S. dan Bernard W. Taylor III. 2003. Operation Management. Fourth
Edition. Prentise Hall. New York.
Swanson, Christine A. dan William M. Kankford. 2005. Just In Time Manufacturing.
http://www.dushkin.com/text-data/article/22705/22705.mhtml. 20 September
2005.
Tjahjadi, Bambang. 2001. Just In Time Purchasing. JIT Production System:
Pengaruhnya Terhadap Kinerja Produktivitas. Majalah Ekonomi NO.3.
Universitas Airlangga. Surabaya.

146
DAFTAR ISI

PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL

Beberapa pertimbangan yang diharapkan dapat menjadi perhatian bagi penulis adalah
seperti yang tercantum di bawah ini :
1. Sistematika penulisan
Abstrak/Sinopsis. Bagian ini menyajikan ringkasan penelitian berupa masalah,
tujuan, analisis, serta hasil penelitian yang berkisar antara 150-350 kata (diharapkan
disajikan dalam Bahasa Inggris). Sertakan pula setidaknya tiga buah kata kunci
(keywords) pada bagian akhir abstrak/sinopsis.
Pendahuluan. Merupakan uraian latar belakang atau motivasi penelitian, rumusan
masalah penelitian, serta pernyataan tentang tujuan penelitian.
Untuk artikel research based
Kerangka penelitian dan pengembangan hipotesis. Bagian ini memaparkan
kerangka teoritis berdasarkan telaah literatur yang dapat dijadikan landasan logis
untuk mengembangkan hipotesis.
Metode riset. Menjelaskan metode analisis yang digunakan sehubungan dengan
masalah dan hipotesis yang diajukan, seleksi data, dan pengambilan contoh
(sample), serta pengukuran dan definisi operasional variabel.
Analisis data. Menyajikan dan menguraikan hasil metode analisis data dan
deskripsi statistik yang diperlukan.
Untuk artikel telaah literatur.
Pembahasan dan kesimpulan. Pembahasan penelitian yang didukung hasil
statistika atau hasil literatur yang cukup kuat, disajikan untuk memberikan suatu
kesimpulan tentang topik dan masalah penelitian.
Implikasi dan keterbatasan. Menjelaskan keterkaitan penelitian yang dilakukan
dengan penelitian sebelumnya, mengemukakan keterbatasan penelitian dan bila
perlu memberi saran untuk penelitian yang akan datang.
Daftar referensi. Memuat sumber-sumber yang dikutip langsung atau yang
menjadi acuan dalam penelitian.
Lampiran. Berisikan tabel, gambar, dan instrumen penelitian.
2. Artikel diketik dengan jarak baris dua, jenis huruf Times New Roman, ukuran
12pt, di atas kertas ukuran Quarto, antara 10-20 halaman.
3. Margin atas, bawah, kiri, dan kanan memakai ukuran standar satu (1) inchi.
4. Gambar atau tabel sebaiknya disajikan dalam halaman yang terpisah dengan diberi
nomor urut.
DAFTAR ISI

5. Kutipan dalam teks harus menyebutkan nama akhir penulis dan tahun (tanpa koma)
diantara kurung buka dan kurung tutup.

Contoh :
a. Satu sumber kutipan dengan satu penulis; (Hasan 1998), jika menggunakan
halaman; (Hasan 1998:321)
b. Satu sumber kutipan dengan lebih satu penulis; (Hasan dan Anwar 1990), jika
menggunakan halaman (Hasan dan Anwar 1990:432)
c. Satu sumber kutipan dengan lebih dari dua penulis; (Hasan dkk. 1992) atau
(Kennedy at al. 1998) jika menggunakan halaman; (Hasan dkk. 1992:265) atau
(Kennedy at al. 1998:612)
d. Dua sumber kutipan dengan penulis berbeda; (Hasan 1990; Kennedy 1997)
e. Dua sumber kutipan dengan penulis sama; (Hasan 1990, 1992), jika tahun
publikasi sama; (Hasan 1992a, 1992b)
f. Jika sumber kutipan merupakan institusi atau lembaga, sebaiknya ditulis
akronimnya, misalnya (Bappepam 2001)
6. Referensi yang menjadi sumber kutipan harus dicantumkan di dalam artikel dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. Daftar referensi diurutkan berdasarkan alfabetis sesuai dengan nama penulis
atau nama institusi.
b. Penulis diurutkan berdasarkan : Nama penulis. Tahun publikasi. Judul jurnal
atau buku teks. Nama jurnal atau penerbit. Dan nomor halaman.
Contoh :
American Accounting Association. Committee on Concepts and Standars for
External Financial Report. 1997. Statement on Accounting Theory
Acceptence. Sarasota. FL:AAA.
Bringham, E.F. dan I.C. Gapenski. 1996. Intermediate Financial
Management. 5th edition. The Dryen Press. New York.
Jensen, M. dan W. Mecking. 1976. Theory of The Firm : Managerial
Behavioral Agency Cost, and Ownership Structure. Journal of Financial
Economics. Vol.3. 305-306
Artikel diserahkan dalam bentuk disket 3,5”, atau CD, berikut satu eksemplar
hardcopy.

Design & Presented by alhakki


presented by alhakki@plasa.com
e-mail :alhakki@yahoo.co.id

You might also like