You are on page 1of 22

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam jumlah yang

berlebihan di dalam rongga pleura, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara


pembentukan dan pengeluaran cairan pleura. Dalam keadaan normal, jumlah cairan dalam
rongga pleura sekitar 10-200 ml. Cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma,
kecuali pada cairan pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl.

Etiologi terjadinya efusi pleura bermacam-macam, yaitu: tuberkulosis paru (merupakan


penyebab yang palng sering di Indonesia), penyakit primer pada pleura, penyakit penyakit
sistemik dan keganasan baik pada pleura maupun diluar pleura.

ANATOMI PLEURA

Pleura adalah membra tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura visceralis dan parietalis. Secara
histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesothelial, jaringaan ikat, dan dalam keadaan
normal, berisikan lapisan cairan yang sangat tipis. Membran serosa yang membungkus parekim
paru disebut pleura viseralis, sedangkan membran serosa yang melapisi dinding thorak,
diafragma, dan mediastinum disebut pleura parietalis. Rongga pleura terletak antara paru dan
dinding thoraks. Rongga pleura dengan lapisan cairan yang tipis ini berfungsi sebagai pelumas
antara kedua pleura. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hillus paru. Dalam hal ini, terdapat
perbedaan antara pleura viseralis dan parietalis, diantaranya :

·    Pleura visceralis :

-     Permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesothelial yang tipis < 30mm.

-     Diantara celah-celah sel ini terdapat sel limfosit

-     Di bawah sel-sel mesothelial ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit

-     Di bawahnya terdapat lapisan tengah berupa jaringan kolagen dan serat-serat elastik

-     Lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial subpleura yang banyak mengandung


pembuluh darah kapiler dari a. Pulmonalis dan a. Brakhialis serta pembuluh limfe

-     Menempel kuat pada jaringan paru

-     Fungsinya. untuk mengabsorbsi cairan. pleura

·    Pleura parietalis

-     Jaringan lebih tebal terdiri dari sel-sel mesothelial dan jaringan ikat (kolagen dan elastis)

-     Dalam jaringan ikat tersebut banyak mengandung kapiler dari a. Intercostalis dan a. Mamaria
interna, pembuluh limfe, dan banyak reseptor saraf sensoris yang peka terhadap rasa sakit dan
perbedaan temperatur. Keseluruhan berasal n. Intercostalis dinding dada dan alirannya sesuai
dengan dermatom dada

-     Mudah menempel dan lepas dari dinding dada di atasnya

-     Fungsinya untuk memproduksi cairan pleura

 
PATOFISIOLOGI

Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura melalui kapiler pada
pleura parietalis tetapi cairan ini segera direabsorpsi oleh saluran limfe, sehingga terjadi
keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi, tiap harinya diproduksi cairan kira-kira 16,8 ml
(pada orang dengan berat badan 70 kg). Kemampuan untuk reabsorpsinya dapat meningkat
sampai 20 kali. Apabila antara produk dan reabsorpsinya tidak seimbang (produksinya
meningkat atau reabsorpsinya menurun) maka akan timbul efusi pleura.

Diketahui bahwa cairan masuk kedalam rongga melalui pleura parietal dan selanjutnya keluar
lagi dalam jumlah yang sama melalui membran pleura parietal melalui sistem limfatik dan
vaskular. Pergerakan cairan dari pleura parietalis ke pleura visceralis dapat terjadi karena adanya
perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan koloid osmotik. Cairan kebanyakan diabsorpsi oleh
sistem limfatik dan hanya sebagian kecil yang diabsorpsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang
memudahkan penyerapan cairan pada pleura visceralis adalah terdapatnya banyak mikrovili di
sekitar sel-sel mesothelial.

Akumulasi cairan pleura dapat terjadi bila:

1.   Meningkatnya tekanan intravaskuler dari pleura meningkatkan pembentukan cairan pleura


melalui pengaruh terhadap hukum Starling.Keadaan ni dapat terjadi pada gagal jantung kanan,
gagal jantung kiri dan sindroma vena kava superior.

2.   Tekanan intra pleura yang sangat rendah seperti terdapat pada atelektasis, baik karena
obstruksi bronkus atau penebalan pleura visceralis

3.   Meningkatnya kadar protein dalam cairan pleura dapat menarik lebih banyak cairan masuk
ke dalam rongga pleura

4.   Hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal bisa menyebabkan transudasi cairan
dari kapiler pleura ke arah rongga pleura

5.   Obstruksi dari saluran limfe pada pleum parietalis. Saluran limfe bermuara pada vena untuk
sistemik. Peningkatan dari tekanan vena sistemik akan menghambat pengosongan cairan limfe.

ETIOLOGI

A.  Berdasarkan Jenis Cairan

Kalau seorang pasien ditemukan menderita efusi pleura, kita harus berupaya untuk menemukan
penyebabnya. Ada banyak macam penyebab terjadinya pengumpulan cairan pleura. Tahap yang
pertama adalah menentukan apakah pasien menderita efusi pleura jenis transudat atau eksudat.
Efusi pleura transudatif terjadi kalau faktor sistemik yang mempengaruhi pembentukan dan
penyerapan cairan pleura mengalami perubahan.

Efusi pleura eksudatif terjadi jika faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan
cairan pleura mengalami perubahan. Efusi pleura tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif
melalui pengukuran kadar Laktat Dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan, pleura.
Efusi pleura eksudatif memenuhi paling tidak salah satu dari tiga kriteria berikut ini, sementara
efusi pleura transudatif tidak memenuhi satu pun dari tiga kriteria ini :

1.   Protein cairan pleura / protein serum > 0,5

2.   LDH cairan pleura / cairan serum > 0,6


3.   LDH cairan pleura melebihi dua per tiga dari batas atas nilai LDH yang normal di dalam
serum.

PARAMETER TRANSUDAT EKSUDAT


Warna Jernih Jernih, keruh,
berdarah
BJ < 1,016
< 1,016
Jumlah set Sedikit
Banyak (> 500
Jenis set PMN < 50% sel/mm2)

Rivalta Negatif PMN < 50%

Glukosa 60 mg/dl (= GD Negatif


plasma)
Protein 60 mg/dl
< 2,5 g/dl (bervariasi)
Rasio protein T-
E/plasma < 0,5 < 2,5 g/dl

LDH < 200 IU/dl < 0,5

Rasio LDH T- < 0,6 < 200 IU/dl


E/plasma
< 0,6

Efusi pleura berupa:

a.   Eksudat, disebabkan oleh :

1.   Pleuritis karena virus dan mikoplasma : virus coxsackie, Rickettsia, Chlamydia. Cairan efusi
biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-6000/cc. Gejala penyakit dapat dengan keluhan
sakit kepala, demam, malaise, mialgia, sakit dada, sakit perut, gejala perikarditis. Diagnosa dapat
dilakukan dengan cara mendeteksi antibodi terhadap virus dalam cairan efusi.

2.   Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri yang berasal
dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara hematogen. Bakteri penyebab dapat merupakan
bakteri aerob maupun anaerob (Streptococcus paeumonie, Staphylococcus aureus, Pseudomonas,
Hemophillus, E. Coli, Pseudomonas, Bakteriodes, Fusobakterium, dan lain-lain).
Penatalaksanaan dilakukan dengan pemberian antibotika ampicillin dan metronidazol serta
mengalirkan cairan infus yang terinfeksi keluar dari rongga pleura.

3.   Pleuritis karena fungi penyebabnya: Aktinomikosis, Aspergillus, Kriptococcus, dll. Efusi


timbul karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap organisme fungi.

4.   Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi melalui focus
subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening, dapat juga secara hemaogen dan
menimbulkan efusi pleura bilateral. Timbulnya cairan efusi disebabkan oleh rupturnya focus
subpleural dari jaringan nekrosis perkijuan, sehingga tuberkuloprotein yang ada didalamnya
masuk ke rongga pleura, menimbukan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Efusi yang disebabkan
oleh TBC biasanya unilateral pada hemithoraks kiri dan jarang yang masif. Pada pasien pleuritis
tuberculosis ditemukan gejala febris, penurunan berat badan, dyspneu, dan nyeri dada pleuritik.

5.   Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru-paru, mammae,
kelenjar linife, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi bilateral dengan ukuran jantung yang tidak
membesar. Patofisiologi terjadinya efusi ini diduga karena :

Ø  Infasi tumor ke pleura, yang merangsang reaksi inflamasi dan terjadi kebocoran kapiler.

Ø  Invasi tumor ke kelenjar limfe paru-paru dan jaringan limfe pleura, bronkhopulmonary, hillus
atau mediastinum, menyebabkan gangguan aliran balik sirkulasi.

Ø  Obstruksi bronkus, menyebabkan peningkatan tekanan-tekanan negatif intra pleural, sehingga


menyebabkan transudasi. Cairan pleura yang ditemukan berupa eksudat dan kadar glukosa dalam
cairan pleura tersebut mungkin menurun jika beban tumor dalam cairan pleura cukup tinggi.
Diagnosis dibuat melalui pemeriksaan sitologik cairan pleura dan tindakan blopsi pleura yang
menggunakan jarum (needle biopsy).

6.   Efusi parapneumoni adalah efusi pleura yang menyertai pneumonia bakteri, abses paru atau
bronkiektasis. Khas dari penyakit ini adalah dijumpai predominan sel-sel PMN dan pada
beberapa penderita cairannya berwarna purulen (empiema). Meskipun pada beberapa kasus efusi
parapneumonik ini dapat diresorpsis oleh antibiotik, namun drainage kadang diperlukan pada
empiema dan efusi pleura yang terlokalisir. Menurut Light, terdapat 4 indikasi untuk
dilakukannya tube thoracostomy pada pasien dengan efusi parapneumonik:

Ø  Adanya pus yang terlihat secara makroskopik di dalam kavum pleura

Ø  Mikroorganisme terlihat dengan pewarnaan gram pada cairan pleura

Ø  Kadar glukosa cairan pleura kurang dari 50 mg/dl

Ø  Nilai pH cairan pleura dibawah 7,00 dan 0,15 unit lebih rendah daripada nilai pH bakteri

Penanganan keadaan ini tidak boleh terlambat karena efusi parapneumonik yang mengalir bebas
dapat berkumpul hanya dalam waktu beberapa jam saja.

7.   Efusi pleura karena penyakit kolagen: SLE, Pleuritis Rheumatoid, Skleroderma

8.   Penyakit AIDS, pada sarkoma kapoksi yang diikuti oleh efusi parapneumonik.

b.   Transudat, disebabkan oleh :

1.   Gangguan kardiovaskular

Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan penyebab lainnya adalah


perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena kava superior. Patogenesisnya adalah akibat
terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik dan tekanan kapiler dinding dada sehingga terjadi
peningkatan filtrasi pada pleura parietalis. Di samping itu peningkatan tekanan kapiler pulmonal
akan menurunkan kapasitas reabsorpsi pembuluh darah subpleura dan aliran getah bening juga
akan menurun (terhalang) sehingga filtrasi cairan ke rongg pleura dan paru-paru meningkat.
Tekanan hidrostatik yang meningkat pada seluruh rongga dada dapat juga menyebabkan efusi
pleura yang bilateral. Tapi yang agak sulit menerangkan adalah kenapa efusi pleuranya lebih
sering terjadi pada sisi kanan.

Terapi ditujukan pada payah jantungnya. Bila kelainan jantungnya teratasi dengan istirahat,
digitalis, diuretik dll, efusi pleura juga segera menghilang. Kadang-kadang torakosentesis
diperlukan juga bila penderita amat sesak.

2.   Hipoalbuminemia

Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura dibandingkan dengan
tekanan osmotik darah. Efusi yang terjadi kebanyakan bilateral dan cairan bersifat transudat.
Pengobatan adalah dengan memberikan diuretik dan restriksi pemberian garam. Tapi pengobatan
yang terbaik adalah dengan memberikan infus albumin.

3.   Hidrothoraks hepatik

Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui lubang kecil yang ada
pada diafragma ke dalam rongga pleura. Efusi biasanya di sisi kanan dan biasanya cukup besar
untuk menimbulkan dyspneu berat. Apabila penatalaksanaan medis tidak dapat mengontrol asites
dan efusi, tidak ada alternatif yang baik. Pertimbangan tindakan yang dapat dilakukan adalah
pemasangan pintas peritoneum-venosa (peritoneal venous shunt, torakotomi) dengan perbaikan
terhadap kebocoran melalui bedah, atau torakotomi pipa dengan suntikan agen yang menyebakan
skelorasis.

4.   Meig’s Syndrom

Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita dengan tumor
ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan sindrom serupa : tumor ovarium
kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor ovarium ganas yang berderajat rendah tanpa adanya
metastasis. Asites timbul karena sekresi cairan yang banyak oleh tumornya dimana efusi
pleuranya terjadi karena cairan asites yang masuk ke pleura melalui porus di diafragma.
Klinisnya merupakan penyakit kronis.

5.   Dialisis Peritoneal

Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi terjadi unilateral ataupun
bilateral. Perpindahan cairan dialisat dari rongga peritoneal ke rongga pleura terjadi melalui
celah diafragma. Hal ini terbukti dengan samanya komposisi antara cairan pleura dengan cairan
dialisat.

c.   Darah

Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut hemothoraks. Kadar Hb pada hemothoraks
selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah hemothorak yang baru diaspirasi tidak
membeku beberapa menit. Hal ini mungkin karena faktor koagulasi sudah terpakai sedangkan
fibrinnya diambil oleh permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera membeku, maka biasanya
darah tersebut berasal dari trauma dinding dada.
B.  Berdasarkan Kuman Penyebab

1.   Mycobacterium Tuberculosis

a.    Bakteriologi

Penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini adalah sejenis kuman berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4 mm dan tebal 03-0,6 mm. Kuman ini tahan terhadap asam
dikarenakan kandungan asam lemak (lipid) di dindingnya. Kuman ini dapat hidup pada udara
kering maupun dingin. Hal ini karena kuman berada dalam sifat dormant yang suatu saat kuman
dapat bangkit kembali dan aktif kembali.

Kuman ini hidup sebagai parasit intraseluter didalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang
semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid. Sifat
lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang
tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih
tinggi daripada bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan predileksi penyakit
tuberkulosis.

b.   Patogenesis

·    Tuberkulosis Primer

Penularan terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersihkan keluar menjadi droplet nudei dalam
udara bebas selama 1-2 jam, tergantung dari ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang baik
dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap, kuman dapat tahan berhari-hari sampai
berbulan-bulan. Bila partikel infeksi terhisap oleh oang sehat, ia akan menempel pada jalan
napas atau paru-paru. Kuman dapat masuk lewat luka pada kulit atau mukosa tapi hal ini sangat
jarang terjadi.

Kuman yang menetap di jaringan paru, ia tumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma
makrofag. Di sini ia dapat terbawa ke organ tubuh lain. Kuman yang bersarang tadi akan
membentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer.
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju illus (limfangitis lokal),
dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hillus (limfadenitis regional). Sarang primer +
limfangitis lokal + limfadenitis regional = kompleks primer. Kompleks primer ini selanjutnya
dapat menjadi :

1)    Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat

2)    Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas, berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di hillus
atau kompleks (sarang) Ghon

3)    Berkomplikasi dan menyebar secara:

-     Per kontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya

-     Secara bronkogen pada paru ysng bersangkutan maupun paru yang di sebelahnya. Dapat juga
kuman tertelan bersama tertelan besama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus

-     Secara limfogen, ke organ tubuh lainnya

-     Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya


Semua kejadian diatas tergolong ke dalam perjalanan tuberklosis primer.

·    Tuberkulosis Post-Primer

Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai
infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (Post-Primer). Tuberkulosis Post-Primer ini
dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru-paru (bagian apikal posterior lobus
superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiller
paru. Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu
sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel Datia-
Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan bermacam-
macam jaringan ikat.

Bergantung dari imunitas penderita, virulensi, jumlah kuman, sarang dapat menjadi :

1)    Diresorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan jaringan parut

2)    Sarang yang mula-mula meluas, tapi segera menyembuh dan menimbulkan jaringan fibrosis.
Ada yang membungkus diri menjadi lebih keras, menimbulkan perkapuran dan akan sembuh
delam bentuk perkapuran.

3)    Sarang dini yang meluas dimana granuloma berkembang menghancurkan jaringan


sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis, dan menjadi lembek membentuk jaringan
keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula
berdinding tipis, lama-lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblas dalam
jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik.

Kavitas dapat :

-     Melus kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Sarang ini selanjutnya mengikuti
perjalanan seperti yang disebutkan terdahulu.

-     Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma. Tuberkuloma ini dapat
mengapur dan menyembuh atau dapat aktif kembali menjadi cair dan jadi kavitas lagi.

-     Bersih dan menyembuh, disebut open heated cavity. Dapat juga menyembuh dengan
membungkus diri dan menjadi kecil. Kadang-kadang berakhir sebagai kavitas yang terbungkus,
menciut dan berbentuk seperti bintang disebut stellate shaped.

Pada penvakit TBC paru, efusi pleura diduga disebabkan oleh rupturnya fokus subpleural dari
jarngan nerotik perkijuan sehingga tuberkuloprotein yang ada didalamnya masuk ke rongga
pleura, menimbulkan reaksi hipersensitif tipe lambat. Hal ini didukung dengan ditemukannya
limfossit T, Interleukin-2 dan Interleukin reseptor pada cairan pleura.

Cara penyebaran lainnya diduga secara hematogen dan secara perkontinuitatum dari kelenjar-
kelenjar getah bening servikal,  rnediastinal, dan dari abses di vertebrae.

Efusi pleura yang disebabkan oleh TBC dapat juga berupa empyema, yaitu buila terjadi infeksi
sekunder karena adanya fitula bronchopulmonal, atau berupa chylothoraxs yaitu bila terdapat
penekanan kelenjar atau tarikan fibrin pada duktus thoracicus. Efusi yang disebabkan oleh TBC
biasanya unilateral pada hemithoraxs kiri, jarang yang masif. Pada thoraxosentesis ditemukan
cairan berwarna kuning jernih, mengandung > 3 gr protein/ 100 ml, bila cairan berupa darah,
serosanguineous atau merah muda diagnosis TBC harus diragukan.

c.    Gejala-gejala Tuberculosis

·    Batuk berdahak 3 minggu atau lebih

·    Sering disertai darah, sesak nafas, nyeri dada.

·    Gejala umum: badan lemah, nafsu makan turun, berat badan turun, malaise, berkeringat
malam, demam hilang timbul tidak terlalu tinggi.

·    Bisa muncul gejala TBC ekstra paru: pembesaran kelenjar, gibus, osteomielitis, meningitis.

d.   Diagnosis Tuberculosis pada orang dewasa

Dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil
pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga spesimen SPS BTA hasilnya
positif.

Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen
dada atau pemeriksaan dahak SPS diulang.

·      Kalau hasil rontgen mendukung TBC, maka penderita didiagnosa sebagai penderita TBC
BTA positif.

·      Kalau hasil rontgen tidak mendukung TBC, maka pemeriksaan dahak SPS diulangi.

Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif, diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya
Kontrimoksazol atau Amoksisillin) selama 1-2 minggu. Bila tidak ada perubahan, namun gejala
klinis tetap mencurigakan TBC, ulangi pemeriksaan dahak SPS.

·      Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita TBC BTA positif.

·      Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk mendukung
diagnosis TBC.

·      Bila hasil rontgen mendukung TBC, didiagnosis sebagai penderita TBC BTA negatif,
Rontgen positif.

·      Bila hasil rontgen tidak mendukung TBC, penderita tersebut bukan TBC.

e.    Pemeriksaan Fisik

·    Tanda-tanda infiltrat : redup, bronkial

·    Dahak di saluran napas : ronki basah, ronki kering

·    Penyempitan : wheezing, penarikan, pendorongan, kaviitas, atelektase


·    Efusi, pnemotoraks dan schwarte

·    Tanda-tanda kelainan ekstra paru seperti scrofuloderma, gibus, osteomiditis, meningitis dan
lain-lain.

f.    Komplikasi TBC

·      Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat menglakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.

·      Kolaps dini lobus akibat retraksi broakial

·      Bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada


proses pemulihan atau reahtif) pada paru.

·      Pneumothorax (adanya udara didalam ronaga pleura) spontan kolaps spontan karena


kerusakan jaringan paru.

·      Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.

·      Insufislensi Kardiopulmoner (Cardiopulmonary Insuficiency).

·      Efusi pleura

g.    Tujuan Pengobatan

·    Menyembuhkan penderita

·    Mencegah kematian

·    Mencegah kekambuhan

·    Menurunkan tingkat penularan

h.   Prinsip Pengobatan

·    Kombinasi beberapa jenis dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya
semua kuman dapat dibunuh.

·    Dosis tahap intensif dan tahap lanjutan ditelan sebagau dosis tunggal, sebaiknya pada saat
perut kosong. Apablia panduan obat ayang digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan jangka
waktu pengobatan), kuman akan berkembang menjadi resisten.

·    Pengobatan dilakukan dengan pengawasan langsung untuk menjamin kepatuhan penderita


menelan obat. (DOTS = Directly Observed Treatment Short Course) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO).
 

i.     Cara Pengobatan TBC

Pengobatan diberikai dalam 2 tahap, yaitu :

·      Intensif

Obat yang diberikan setiap hari. Bila diberikan secara tepat biasanya penderita yang menular
menjadi tidak menular dalam jangka waktu 2 minggu. Sebagian penderita dengan BTA (+)
menjadi (-) pada akhir pengobatan tahap intensif

·      Lanjutan

Jenis obat lebih sedikit namun dalam jangka waktu lebih lama.

j.     Jenis dan Dosis OAT

·      Isoniazid/INH (H)

Bakterisid. Efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif.

Dosis harian = 5 mg/kgBB

Dosis intermitten 3 kali seminggu 10 mg/kgBB

·      Rimfampisin (R)

Bakterisida, membunuh kuman semi dormant yang tidak dapat dibunuh oleh Isoniazid. Dosis
harian maupun dosis intermitten 3 kali seminggu = 10 mg/kgBB

·      Pirazinamid (Z)

Bakterisida, membunuh kuman di dalam sel dengan suasana asam. Dosis harian = 25 mg/kgBB,
dosis intermitten 3 kali seminngu 35 mg/kgBB

·      Etambutol (E)

Bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kgBB

Dosis intermiten 3 kali seminggu = 30 mg/kgBB

·      Streptomisin (S)

Bakterisida. Dosis harian ataupun dosis intermitten 3 kali seminggu = 15 mg/kgBB. Penderita
berumur sampai 60 tahun, dosisnya 0,75 mg/kgBB. Penderita berumur > 60 tahun dosisnya 0,5
mg/kgBB.

k.   Panduan OAT di Indonesia


Kategori I :  2R7H7E7Z7/4H3R3

Tahap Intensif : 2 bulan: Isomazid                    1 x 300 mg setiap hari

                                         Rifampsin           1 x 450 mg setiap hari

                                                       Pirazinamid            3 x 500 mg setiap hari

                                                       Ethambutol            3 x 250 mg setiap hari

Tahap lanjutan : 4 bulan: Isoniazid                        2 x 300 mg 3 x seminggu

       Rifampisin            1 x 450 mg.3 x seminggu

Diberikan untuk :

·      Penderita baru TBC paru BTA (+)

·      Penderita TBC paru BTA (-) Rontgen (+) yang sakit berat

·      Penderita TBC ekstra paru berat

Kategori II : 2R7117E7Z7S7/IR7H7E7Z7/5R3H3E3

Tahap intensif : 2 bulan: Isoniazid                     1 x 300 mg setiap hari

      Rifampisin             1 x 450 mg setiap hari

      Pirazinamid             3 x 500 mg setiap hari

      Ethambutol             3 x 250 mg setiap hari

      Streptomisin Inj.             0,75 gr setiap hari

    1 bulan  Isonlazid                        1 x 300 mg setiap hari

                  Rifampisin                        1 x 450 mg setiap hari

                                                      Pirazinamid            3 x 500 mg setiap hari

                                                      Ethambutol            3 x 250 mg setiap hari

Tahap lanjutan: 5 bulan: Isoniazid                        2 x 300 mg 3 x seminggu

      Rifampisin                        1 x 450 mg 3 x seminggu

      Ethambutol             3 x 250 mg 3 x seminggu

Diberikan untuk :

·      Penderita kambuh
·      Penderita gagal

·      Penderita dengan pengobatan setelah lalai

Kategori III: 2R7H7Z7/4R3H3

Tahap intensif: 2 bulan:  Isoniazid                     1 x 300 mg setiap hari

      Rifampisin                        1 x 450 mg setiap hari

      Pirazinamid            3 x 500 mg setiap hari

Tahap lanjutan: 4 bulan: Isoniazid                        2 x 300 mg 3 x seminggu

      Rifampisin             1 x 450 mg 3 x seminggu

Diberikan untuk :

·      BTA (-) dan Rontgen (+) sakit ringan

·      Penderita TBC ekstra ringan, yaitu TBC kelenjar limfe, pleuritis exudativa unilateral, TBC
kulit, TBC tulang (kecuali tulang belakang). sendi dan kelenjar adrenal.

Obat Sisipan (HRZE)

Bila pada akhirnya tahap intensif pengobatan penderita baru BTA dengan kategori I atau BTA
pengobatan ulang dengan kategori II, hasil dahak masih BTA (+), berikan obat sisipan (RHEX)
setiap hari selama 1 bulan.

2.   Non Myobacterium Tubercualaosis

Bisa dikarenakan :

a.    Staphylococcus aureus, Haemophilus influenza

b.   Clostridium perringens, Bacteroides fragilis

c.    Jamur : Histoplasma siscovidiodomycosis, Aspergillus

d.   Virus dan Mycoplasma pneumoni

e.    Parasit, Amoeba

f.    Hydatul disease

g.    SLE

h.   Penyakit rheumatoid
i.     Asbestosis

j.     Obat-obatan: Bromocriptine, methysergide, dan trolene sodium, nitrofuratoin

k.   Neoplasma

l.     Dekompensasi jantung

m.  Trauma

n.   Idiopatik

Pada beberapa efusi pleura, walaupun telah dilakukan prosedur diagnostik secara berulang-ulang
(pemeriksaan radiologis, analisis cairan, biopsi pleura, dll), kadang-kadang masih belum bisa
didapatkan diagnosis yang pasti. Keadaan ini dapat digolongkan dalam efusi pleura idiopatik.
Hasil pemeriksaan dengan operasi pun kadang-kadang hanya menunjukkan pleura yang menebal
karena pleuritis yang non spesifik.

Cairan pleuranya kebanyakan bersifat eksudatif dan berisi beberapa jenis sel. Penyebab efusi
pleura ini banyak yang beluam jelas, tapi diperkirakan karena adanya infeksi, reaksi
hipersensitivitas, kontaminasi dengan asbestos, dll.

Pada daerah-daerah dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi (negara-negara yang sedang
barkembang), efusi pleura idiopatik ini  kebanyakan dianggap sebagai pleuritis tuberkulosa,
sedangkan pada negara-negara yang maju sering dianggap sebagai pleuritis karena penyakit
kolagen atau neoplasma.

GEJALA EFUSI PLEURA

Dan anamnesa didapatkan :

1.   Sesak nafas

2.   Rasa berat pada dada

3.   Berat badan menurun pada neoplasma

4.   Batuk berdarah pada karsinoma bronchus atau metastasis

5.   Demam subfebris pada TBC, dernarn menggigil pada empilema

6.   Ascites pada sirosis hepatis

Dari pemeriksaan fisik didapatkan (pada sisi yang sakit)

1.   Dinding dada lebih cembung dan gerakan tertinggal

2.   Vokal fremitus menurun

3.   Perkusi dull sampal flat


4.   Bunyi pernafasan menruun sampai menghilang

5.   Pendorongan mediastinum ke sisi yang sehat dapat dilihat atau diraba pada treakhea

Nyeri dada pada pleuritis :

Simptom yang dominan adalah sakit yang tiba-tiba seperti ditikam dan diperberat oleh bernafas
dalam atau batuk. Pleura visceralis tidak sensitif, nyeri dihasilkan dari pleura parietalis yang
inflamasi dan mendapat persarafan dari nervus intercostal. Nyeri biasanya dirasakan pada
tempat-tempat terjadinya pleuritis, tapi bisa menjalar ke daerah lain :

1.   Iritasi dari diafragma pleura posterior dan perifer yang dipersarafi oleh G. Nervuis intercostal
terbawah bisa menyebabkan nyeri pada dada dan abdomen.

2.   Iritasi bagian central diafragma pleura yang dipersarafi nervus phrenicus menyebabkan nyeri
menjalar ke daerah leher dan bahu.

PENGOBATAN EFUSI PLEURA

1.   Pengobatan Kausal

·    Pleuritis TB diberi pengobatan anti TB. Dengan pengobatan ini cairan efusi  dapat diserap
kembali untuk menghilangkan dengan cepat dilakukan thoraxosentesis.

·    Pleuritis karena bakteri piogenik diberi kemoterapi sebelum kultur dan sensitivitas bakteri
didapat, ampisilin 4 x 1 gram dan metronidazol 3 x 500 mg. Terapi lain yang lebih penting
adalah mengeluarkan cairan efusi yang terinfeksi keluar dari rongga pleura dengan efektif.

2.   Thoraxosentesis, indikasinya :

·    Menghilangkan sesak yang ditimbulkan cairan

·    Bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau gagal

·    Bila terjadi reakumulasi cairan

·    Kerugiannya: hilangnya protein, infeksi, pneumothoraxs.

3.   Water Sealed Drainage

Penatalaksanaan dengan menggunakan WSD sering pada empyema dan efusi maligna.

Indikasi WSD pada empyema :

·    Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi

·    Nanah terus terbentuk setelah 2 minggu

·    Terjadinva piopneumothoraxs

4.   Pleurodesis
Tindakan melengketkan pleura visceralis dengan pleura parietalis dengan menggunakan zat
kimia (tetrasiklin, bleomisin, thiotepa, corynebacterium, parfum, talk) atau tindakan
pembedahan. Tindakan dilakukan bila cairan amat banyak dan selalu terakumulasi kembali.

PENCEGAHAN

Lakukan pengobatan yang adekuat pada penyakit-penyakit dasarnya yang dapat menimbulkan
efusi pleura. Merujuk penderita ke rumah sakit yang lebih lengkap bila diagnosa kausal belum
dapat ditegakkan

A.     Definisi
Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit
primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat
berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah
atau pus (Baughman C Diane, 2000)
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural
mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga
pleura. (Price C Sylvia, 1995)
 
B.     Etiologi

1. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada
dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor
ovarium) dan sindroma vena kava superior.
2. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus),
bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor
dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis.

Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik,
tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat
mekanisme dasar :
        Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
        Penurunan tekanan osmotic koloid darah
        Peningkatan tekanan negative intrapleural
        Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
C.     Tanda dan Gejala
        Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan
cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.
        Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat,
batuk, banyak riak.
        Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan
pleural yang signifikan.
        Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan
akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan,
fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan
duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
        Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas
garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan
mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler
melemah dengan ronki.
        Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
 
D.    Patofisiologi
Didalam rongga pleura terdapat + 5ml cairan yang cukup untuk membasahi seluruh
permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura
parietalis karena adanya tekanan hodrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian
cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-
20%) mengalir kedalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter
seharinya.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila
keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia akibat
inflamasi, perubahan tekanan osmotic (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal
jantung). Atas dasar kejadiannya efusi dapat dibedakan atas transudat dan eksudat pleura.
Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai peningkatan
tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatic karena tekanan osmotic koloid yang menurun.
Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan keluar langsung dari
kapiler sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung
banyak sel darah putih. Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah sekali atau nihil
sehingga berat jenisnya rendah.
 
E.     Pemeriksaan Diagnostik
        Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati menghilangnya sudut
kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak cairan dengan permukaan
melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum.
        Ultrasonografi
        Torakosentesis / pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan tampilan,
sitologi, berat jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela
iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak), berdarah (hemotoraks), pus
(piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil
bendungan) atau eksudat (hasil radang).
        Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam (untuk
TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase, laktat
dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH.
        Biopsi pleura mungkin juga dilakukan
 
F.      Penatalaksanaan medis
     Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah
penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta dispneu.
Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (co; gagal jantung kongestif,
pneumonia, sirosis).
      Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen guna
keperluan analisis dan untuk menghilangkan disneu.
     Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari tatau
minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit, dan
kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan pemasangan selang
dada dengan drainase yang dihubungkan ke system drainase water-seal atau pengisapan
untuk mengevaluasiruang pleura dan pengembangan paru.
     Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan kedalam ruang
pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih lanjut.
     Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada, bedah
plerektomi, dan terapi diuretic.
 
G.    Water Seal Drainase (WSD)
1.      Pengertian
WSD adalah suatu unit yang bekerja sebagai drain untuk mengeluarkan udara dan cairan
melalui selang dada.
 
2.      Indikasi
a.       Pneumothoraks karena rupture bleb, luka tusuk tembus
b.      Hemothoraks karena robekan pleura, kelebihan anti koagulan, pasca bedah toraks
c.       Torakotomi
d.      Efusi pleura
e.       Empiema karena penyakit paru serius dan kondisi inflamasi
 
3.      Tujuan Pemasangan
        Untuk mengeluarkan udara, cairan atau darah dari rongga pleura
        Untuk mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura
        Untuk mengembangkan kembali paru yang kolap dan kolap sebagian
        Untuk mencegah reflux drainase kembali ke dalam rongga dada.
 
4.      Tempat pemasangan
a.       Apikal
      Letak selang pada interkosta III mid klavikula
      Dimasukkan secara antero lateral
      Fungsi untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura
b.      Basal
      Letak selang pada interkostal V-VI atau interkostal VIII-IX mid aksiller
      Fungsi : untuk mengeluarkan cairan dari rongga pleura
 
5.      Jenis WSD
        Sistem satu botol
Sistem drainase ini paling sederhana dan sering digunakan pada pasien dengan simple
pneumotoraks
        Sistem dua botol
Pada system ini, botol pertama mengumpulkan cairan/drainase dan botol kedua
adalah botol water seal.
        System tiga botol
Sistem tiga botol, botol penghisap control ditambahkan ke system dua botol. System
tiga botol ini paling aman untuk mengatur jumlah penghisapan.
 
H.    Pengkajian
1.      Aktifitas/istirahat
Gejala : dispneu dengan aktifitas ataupun istirahat
2.      Sirkulasi
Tanda : Takikardi, disritmia, irama jantung gallop, hipertensi/hipotensi, DVJ
3.      Integritas ego
Tanda : ketakutan, gelisah
4.      Makanan / cairan
Adanya pemasangan IV vena sentral/ infus
5.      nyeri/kenyamanan
Gejala tergantung ukuran/area terlibat : Nyeri yang diperberat oleh napas dalam,
kemungkinan menyebar ke leher, bahu, abdomen
Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi
6.      Pernapasan
Gejala : Kesulitan bernapas, Batuk, riwayat bedah dada/trauma,
Tanda : Takipnea, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, retraksi interkostal,
Bunyi napas menurun dan fremitus menurun (pada sisi terlibat), Perkusi dada :
hiperresonan diarea terisi udara dan bunyi pekak diarea terisi cairan
Observasi dan palpasi dada : gerakan dada tidak sama (paradoksik) bila trauma atau
kemps, penurunan pengembangan (area sakit). Kulit : pucat, sianosis,berkeringat,
krepitasi subkutan
 
I.       Diagnosa Keperawatan
1.      Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan), gangguan
musculoskeletal, nyeri/ansietas, proses inflamasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh : dispneu, takipneu, perubahan kedalaman pernapasan,
penggunaan otot aksesori, gangguan pengembangan dada, sianosis, GDA taknormal.
Tujuan : pola nafas efektif
Kriteria hasil :
-         Menunjukkan pola napas normal/efektif dng GDA normal
-         Bebas sianosis dan tanda gejala hipoksia
Intervensi :
        Identifikasi etiologi atau factor pencetus
        Evaluasi fungsi pernapasan (napas cepat, sianosis, perubahan tanda vital)
        Auskultasi bunyi napas
        Catat pengembangan dada dan posisi trakea, kaji fremitus.
        Pertahankan posisi nyaman biasanya peninggian kepala tempat tidur
        Bila selang dada dipasang :
a.       periksa pengontrol penghisap, batas cairan
b.      Observasi gelembung udara botol penampung
c.       Klem selang pada bagian bawah unit drainase bila terjadi kebocoran
d.      Awasi pasang surutnya air penampung
e.       Catat karakter/jumlah drainase selang dada.
        Berikan oksigen melalui kanul/masker
 
2.      Nyeri dada b.d factor-faktor biologis (trauma jaringan) dan factor-faktor fisik
(pemasangan selang dada)
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
-         Pasien mengatakan nyeri berkurang  atau dapat dikontrol
-         Pasien tampak tenang
Intervensi :
        Kaji terhadap adanya nyeri, skala dan intensitas nyeri
        Ajarkan pada klien tentang manajemen nyeri dengan distraksi dan relaksasi
        Amankan selang dada untuk membatasi gerakan dan menghindari iritasi
        Kaji keefektifan tindakan penurunan rasa nyeri
        Berikan analgetik sesuai indikasi
3.      Resiko tinggi trauma/henti napas b.d proses cidera, system drainase dada, kurang
pendidikan keamanan/pencegahan
Tujuan : tidak terjadi trauma atau henti napas
Kriteria hasil :
-         Mengenal kebutuhan/mencari bantuan untuk mencegah komplikasi
-         Memperbaiki/menghindari lingkungan dan bahaya fisik
Intervensi :
        Kaji dengan pasien tujuan/fungsi unit drainase, catat gambaran keamanan
        Amankan unit drainase pada tempat tidur dengan area lalu lintas rendah
        Awasi sisi lubang pemasangan selang, catat kondisi kulit, ganti ulang kasa penutup
steril sesuai kebutuhan
        Anjurkan pasien menghindari berbaring/menarik selang
        Observasi tanda distress pernapasan bila kateter torak lepas/tercabut.
 
4.      Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan
Tujuan : Mengetahui tentang kondisinya dan aturan pengobatan
Kriteria hasil :
-         Menyatakan pemahaman tentang masalahnya
-         Mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup untuk
mencegah terulangnya masalah
Intervensi :
        Kaji pemahaman klien tentang masalahnya
        Identifikasi  kemungkinan kambuh/komplikasi jangka panjang
        Kaji ulang praktik kesehatan yang baik, nutrisi, istirahat, latihan
        Berikan informasi tentang apa yang ditanyakan klien
        Berikan reinforcement atas usaha yang telah dilakukan klien .
 
 
 
DAFTAR PUSTAKA
 

1. Baughman C Diane, Keperawatan medical bedah, Jakrta, EGC, 2000.


2. Doenges E Mailyn, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Ed3. Jakarta, EGC. 1999
3. Hudak,Carolyn M. Keperawatan kritis : pendekatan holistic. Vol.1, Jakarta.EGC. 1997
4. Purnawan J. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Ed2. Media Aesculapius. FKUI.1982.
5. Price, Sylvia A, Patofisiologi : Konsep klinis proses-pross penyakit, Ed4. Jakarta. EGC.
1995.
6. Smeltzer c Suzanne, Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and Suddarth’s,
Ed8. Vol.1, Jakarta, EGC, 2002.
7. Syamsuhidayat, Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Jakarta, EGC, 1997.
8. Susan Martin Tucker, Standar perawatan Pasien: proses keperawatan, diagnosis, dan
evaluasi. Ed5. Jakarta EGC. 1998.

 
 
 
EFUSI PLEURA
A. Pengertian

Effusi pleura adalah penimbunan cairan pada rongga pleura (Price & Wilson
2005).Pleura merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis
yang melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan menyelubungi paru (pleura
visceralis). Diantara pleura parietalis dan pleura visceralis terdapat suatu rongga yang
berisi cairan pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan bergerak
selama pernafasan. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfer,
sehingga mencegah kolaps paru. Bila terserang penyakit, pleura mungkin mengalami
peradangan atau udara atau cairan dapat masuk ke dalam rongga pleura menyebabkan
paru tertekan atau kolaps.

Cairan dalam keadaan normal dalam rongga pleura bergerak dari kapiler
didalam pleura parietalis ke ruang pleura dan kemudian diserap kembali melalui
pleura visceralis. Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura visceralis
lebih besar daripada selisih perbedaan pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan
permukaan pleura visceralis lebih besar daripada pleura parietalis sehingga pada
ruang pleura dalam keadaan normal hanya terdapat beberapa mililiter cairan.

 
 
 
 
 
 

You might also like