You are on page 1of 4

KEDUDUKAN HUKUM ADAT DALAM TATA HUKUM NASIONAL INDONESIA

MARIA, SH
Fakultas Hukum
Bagian Hukum Keperdataan
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
Hukum adat berlaku diseluruh kepulauan Indonesia semenjak dahulu kala.
Yang mula pertama memakai istilah hukum adat ialah seorang sarjana Belanda
bernama Prof.C.Snouck Hurgronye dalam bukunya berjudul De Atjehers pada tahun
1893. Kemudian istilah itu menjadi lazim dalam kalangan SH. Sebelumnya istilah
yang dipakai didalam ilmu hukum bukanlah hukum adat, melainkan adat istiadat
terutama di Minangkabau. Kata Adat berasal dari bahasa Arab yang artinya
kebiasaan.
Hukum adat ialah bagian hukum yang tidak tertulis, hidup dan tumbuh
didalam jiwa rakyat dan berlaku turun-temurun dari nenek moyang dahulu kala
sampai pada zaman sekarang. Yang menjadi sumber hukum adat ialah keyakinan
rakyat akan keyakinan, yang dinyatakan antara lain dalam bentuk kebiasaan,
putusan-putusan kepala-kepala rakyat.
Sumber hukum adat Indonesia yang penting adalah masyarakat sendiri;
kadangkala ada keinginan dan percobaan dari pihak orang Indonesia untuk menulis
tentang hukum adat kita, yang sesungguhnya hanya mencatat saja. Dalam hal ini
kita harus berhati-hati oleh karena dalam catatan- catatan itu terdapat kaedahkaedah
yang sudah kuno, yang tak berlaku lagi didalam masyarakat, dengan
kemungkinan bahwa adat-adat itu tidak hidup lagi dalam rakyat; ada juga yang
dipengaruhi oleh agama, sehingga memberi tempat utama pada agama daripada
hukum adat asli; ada juga yang dipengaruhi oleh hukum barat, sehingga pencatatan
tentang hukum adat tidak dapat dipercaya. Gejalanya dapat dilihat pada upacaraupacara
perkawinan orang-orang Indonesia asli yang beragama Islam, Nasrani,
Hindu, Budha, dan lain-lain.
Wilayah Indonesia merupakan satu kesatuan, adat didaerah satu tidak sama
dengan yang didaerah lainnya. Conton : Adat di Jawa tidak sama dengan adat di
Sumatera. Perbedaan-perbedaan itu antara lain disebabkan oleh susunan
masyarakat yang berbeda-beda. Ada yang susunan masyarakatnya berdasarkan
toritorial, genealogis atau darah keturunan. Susunan masyarakat genealogis dapat
bersifat patrilineal, matrilineal atau parental.
Perbedaan dalam hukum adat dapat pula ditimbulkan oleh perbedaan agama
yang dianut oleh masing-masing golongan rakyat, adapula oleh perbedaan kemajuan
golongan-golongan tertentu.
©2003 Digitized by USU digital library 2
BAB II
PERMASALAHAN
Hukum adat bukanlah bagian hukum yang dikodifikasikan dan hidup serta
tumbuh dalam jiwa masyarakat, maka dengan berubahnya susunan masyarakat,
berubah pulalah hukum adat itu. Dengan demikian hukum adat dikatakan bersifat
dinamis. Tiap ada perubahan besar dalam masyarakat, berubah pula adatnya.
Perubahan dalam susunan masyarakat dapat disebabkan oleh beberapa faktor
sosiaal yang terdapat dalam masyarakat itu sendiri dan dapat pula yang datang dari
luar. Pertumbuhan desa menjadi kota adalah salah satu contoh perubahan karena
faktor sosial yan,g terdapat dalam masyarakat itu sendiri. Contohnya adalah
perdagangan modern.
Jadi yang akan dibahas disini adalah:
a. Bagaimana kedudukan hukum adat dalam tata hukum nasional Indonesia ?
b. Bagaimana kedudukan hukum adat ini dikemudian hari ?
c. Bagaimana peranan politik hukum adat tersebut dalam pembaharuan hukum
nasionai di Indonesia.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Tentang Hukum Adat Dalam Tata Hukum Nasional Indonesia.
Prof. Dr. Suripto dalam “Hukum Adat dan Pancasila dalam Undang-Undang
Pokok Kekuasaan Kehakiman” menyatakan sebagai berikut:
Pada tanggal 17 Agustus 1945 kita bangsa Indonesia hidup dalam perumahan
bangsa sendiri, bebas dari segala ikatan asing, Ikatan Politik, Ekonomi, Sosial,
Kebudayaan dan Mental. Kita hidup sesuai dengan kepribadian/jiwa kita sendiri.
Zaman baru telah tahir, salah satu manifestasi dari zaman baru, hidup baru
ini adalah pengesahan Undang-Undang Dasar 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945.
Undang-Undang Dasar 1945 adalah asli cerminan kepribadian (Identity) bangsa
Indonesia. Dengan disyahkannya UUD 1945 tersebut diatas, bangsa Indonesia
mempunyai dasar-dasar daripada tertib hukum baru, hukum yang mencerminkan
kepribadian bangsa Indonesia untuk mengatur tata tertib hidup bangsa dan
masyarakat Indonesia baru. Tertib hukum baru ini disebut Tata Hukum Nasional.
Dalam lampiran A dari ketetapan MPRS No.II/MPRS/1960 pada paragraf 402
No. 34 dan 35 : diantaranya terdapat ketentuan-ketentuan yang mengenai
pembinaan hukum nasional kita yang baru.
Di dalam lampiran A dari ketetapan MPRS No.II/MPRS/1960 pada paragraf
tersebut diatas disebut dengan jelas azas-azas yang harus diperhatikan oleh para
Pembina Hukum Nasional yaitu :
a. Pembangunan hukum nasional haryus diarahkan kepada homogenitet hukum
dengan memperhatikan kenyataan-kenyataan yang hidup di Indonesia.
b. Harus sesuai dengan Haluan Negara dan berlandaskan hukumadat yang tidak
menghambat perkembangan masyarakat adil dan makmur.
©2003 Digitized by USU digital library 3
Lembaga Pembinaan Hukum Nasional yang diadakan dengan keputusan
presiden nomor 107 tahun 1958 diberi tugas : Melaksanakan Pembinaan Hukum
Nasional sesuai yang dikehendaki ketetapan MPRS No.II/MPRS/1960 (berlandaskan
hukurn adat) dengan tujuan mencapai Tata Hukum Nasional yang sebagai berikut :
A. Menyiapkan rancangan-rancangan peraturan perundang-undangan
1. Untuk meletakkan dasar-dasar Tata Hukum Nasional.
2. Untuk mengganti peraturan-peraturan yang tidak sesuai dengan Tata Hukum
Nasional.
3. Untuk masalah-masalah yang belum diatur dalam suatu peraturan
perundangundangan
B. Menyelenggarakan segala sesuatu yang diperlukan untuk menyusun keaturan
dalam keadaan perundang-undangan.
Dasar-dasar dan azas-azas Tata Hukum Nasional atas persetujuan Wakil
Menteri Pertama bidang dalam Negeri/Menteri Kehakiman Saharjo dirumuskan oleh
Lembaga Pembinaan Hukum Nasional sebagai berikut :
1. Dasar Pokok Hukum Nasional Republik Indonesia ialah Pancasila
2. Hukum Nasional bersifat :
a. Pengayoman
b. Gotong royong
c. Kekeluargaan
d. Toleransi
e. Anti "Kolonialisme, Imperialisme, Feodalisme".
3. Semua hukum sebanyak mungkin diberi bentuk tertulis.
4. Selain hukum tertulis diakui berlaku hukum tidak tertulis sepanjang tidak
menghambat terbentuknya masyarakat sosialis Indonesia.
5. Hakim membimbing perkembangan hukum tidak tertulis melalui yurispondensi
kearah keseragaman hukum (homogenitet) yang seluas-luasnya dan dalam
bidang hukum kekeluargaan kearah sistemi parental.
6. Hukum tertulis mengenai bidang-bidang hukum tertentu sedapat mungkin
dihimpun dalam bentuk kodifikasi (hukum perdata, hukum pidana, hukum
dagang, hukum acara perdata).
7. Untuk pembangunan masyarakat sosialis Indonesia diusahakan unifikasi hukum.
8. Dalam perkara pidana:
a. Hakim berwenang sekaligus memutuskan aspek perdatanya baik karena
jabatannya maupun atas tuntutan pihak yang berkepentingan.
b. Hakim berwenang mengambil tindakan yang dianggap patut dan adil
disamping atau tanpa pidana.
9. Sistem pidana harus bersikap memberikan pendidikan kepada terhukum untuk
menjadi warga yang bermanfaat bagi masyarakat.
1O. Dalam hukum Acara Perdata diadakan jaminan supaya peradilan berjalan
sederhana, cepat dan murah.
11. Dalam Hukum Acara Pidana diadakan ketentuan yang merupakan jaminan kuat
untuk mencegah :
a. Seseorang tanpa dasar hukum yang cukup kuat ditahan atau ditahan lebih
lama dari yang benar-benar diperlukan.
b. Penggeledahan, penyitaan, pembukaan surat-surat dilakukan sewenangwenang
(lihat pidato Menteri Saharjo tersebut diatas yang memuat dalam
hukum dan masyarakat tahun 1962 No.4/5/6 halaman 194,195, Dan 196)
pun Hukum dan Masyarakat No.Kongres I-1961 halaman 224-227.
©2003 Digitized by USU digital library 4
Dimuka telah kami kemukakan bahwa bukum adat itu adalah hukum yang
mencerminkan kepribadian/jiwa bangsa lndonesia. Hukum adat yang tidak
menghambat segera tercapainya Masyarakat Sosialis Pancasila yang dari dulu
sampai sekarang menjadi pengatur-pengatur hidup masyarakat kita, harus menjadi
dasar-dasar, elemen, unsur-unsur, hukum yang kita masukkan dalam hukum
Nasional kita yang baru.
B. Bagaimanakah Kedudukan Hukum Adat ini Dikemudian Hari ?
Tentang masalah ini Prof. Soepomo didalam pidato Dies Natalis di Universitas
Gajah Mada Yogyakarta pada tanggal 17 Maret 1947 menegaskan sebagai berikut:
a. Bahwa dalam lapangan hidup kekeluargaan, hukum adat masih akan
menguasai masyarakat Indonesia.
b. Bahwa hukum pidana dari sesuatu negara wajib sesuai dengan corak dan sifatsifat
bangsanya atau rnasyarakatnya itu sendiri. Oleh karena itu, maka hukum
adat pidana akan memberi bahan-bahan yang sangat berharga dalam
pembentukan KUHPidana baru untuk negara kita.
c. Bahwa hukum adat sebagai hukum kebiasaan yang tak tertulis akan tetap
menjiadi sumber hukum baru dalam hal-hal yang belum/tidak ditetapkan oleh
Undang-Undang.
Memang pada hakekatnya didalam negara hukum Indonesia keadilan dan
kebenaran yang hendak dituju oleh hukum itu wajib merupakan kebenaran dan
merupakan keadilan yang dicerminkan oleh perasaan keadilan, dan kebenaran yang
hidup didalam hati nurani rakyat. Memperhatikan akan hal ini, maka kiranya
kaedahkaedah
adat istiadatlah yang senantiasa timbul, berkembang serta hidup didalam
masyarakat itu sendiri, yang merupakan satu-satunya sumber hukum baru yang
dapat memenuhi kebutuhan rakyat.
Lain daripada itu kiranya pantas pula diperhatikan penegasan Prof. M.
Nasrun, SH. Dalam buku beliau "'Dasar Falsafah Adat Minangkabau" halaman 197
dan seterusnya yang menyatakan, bahwa justru adat itulah yang menentukan sifat
dan corak ke-Indonesiaan dari kepribadian bangsa Indonesia. Justru adat itulah yang
merupakan salah satu penjelmaan jiwa Indonesia dari abad ke abad.
Jadi mangingat penegasan Prof.Nasrun ini, maka sesungguhnya adat itu
merupakan salah satu petunjuk identitas bangsa. Oleh karenanya, maka bahanbahan
yang akan memberi dasar dan jiwa ke-Indonesiaan asli kepada negara
Republik lndonesja tidak mungkin diperdapat selain dari bahan-bahan yang telah
dimiliki oleh bangsa itu sendiri.
C. Peranan Politik Hukum Adat tersebut dalam Pembaharuan Hukum Adat di
Indonesia
Dalam kertas kerja dikemukakan in pemrasan tentang hukum adat sebagai
berikut :
Dicantumkannya hukum adat dalam dokumen Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928
sebagai alat perjuangan yang menjadi salah satu dasar pemersatu bangsa Indonesia
menuju kemerdekaannya, adalah suatu petunjuk akan keinginan yang kuat dari
bangsa Indonesia untuk hidup dalam negara Indonesia yang merdeka dibawah satu
hukum nasional untuk semua warganya.
Sejarah perjuangan bangsa pada saat itu dengan politik apa yang disebut
:”devide et impera” sehingga dalil tersebut ada benarnya, ialah dipertajamnya
pertentangan antara golongan adat dengan golongan agama dan berpuncak pada
suatu sistem hukum yang disebut Theorie Receptie.
©2003 Digitized by USU digital library 5
Dalam ketetapan MPRS No. II/1960 menetapkan Garis-garis Pola
Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahap I 1961-1969, dalam lampiran A
sub a :
“Azas-azas pembinaan hukum nasional itu sesuai dengan hukum negara dan
berlandaskan pada hukum adat yang tidak menghambat perkembangan masyarakat
adil dan makmur".
Jadi sampai dengan Tap MPRS No.II/1960 hukum adat masih dicantumkan
sebagai azas pembinaan hukum nasional. Tetapi sesudah itu seolah-olah tidak lagi
dijadikan azas hukum nasional. Dalam kertas kerja pemrasan masih mengemukakan
perIu dipikirkan : “adat reaksi” daIam penyusunan hukum pidana.
Demikian peranan politik hukum adat dalam pembaharuan hukum nasional di
Indonesia.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dalam hukum di Indonesia terdapat sedikit hukum jurus, yang terbanyak
adalah hukum rakyat. Dilihat dari mata seorang ahli hukum yang memegang teguh
Kitab UU memang “hukum keseluruhannya di Indonesia tidak teratur, tidak
sempurna, tidak tegas”. Akan tetapi, apabila mereka sungguh-sungguh
memperdalam pengetahuannya mengenai hukum adat, tidak hanya dengan pikiran
tetapi dengan penuh perasaan pula, mereka melihat suatu sumber yang
mengagumkan, adat istiadat yang dahulu dan sekarang, adat istiadat yang hidup,
yang dapat berkembang dan berirama.
Kita adalah orang Indonesia yang hidup dalam suasana adat kita sendiri.
Memang kita sesungguhnya tidak usah menemukan adat kita sendiri.
B. Saran-saran
1. Adalah seharusnya menjadi tanggung jawab serta kewajiban kita untuk
menyesuaikan adat itu dengan kehendak dan keadaan jaman.
2. Adalah seharusnya pembahasan isi kertas dari pemrasaan mencakup gagasan
yang patut diperhatikan terutama bagaimana melancarkan roda pembinaan
hukum nasional dalam Pelita III agar pemrataan jalur kedelapan dapat segera
menjadi kenyataaan.
©2003 Digitized by USU digital library 6

You might also like