You are on page 1of 5

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Janin

Oleh: Anggi P N Pohan, 0906487695

Pada keadaan kehamilan yang multipel seperti kembar dua atau tiga biasanya berat badan
bayinya lebih ringan jika dibandingkan pada kehamilan yang tunggal. Memang terdapat bukti bahwa
kebutuhan total untuk dua atau lebih fetus melebihi ketersediaan suplai nutrisi dari plasenta selama
semester ketiga.1
Plasenta memiliki banyak fungsi yang sangat penting bagi pertumbuhan janin normal. Misalnya,
plasenta menggunakan lebih dari 50% oksigen dan glukosa dari sirkulasi uterin. Ketika ketersediaan
nutrien menurun, plasenta pun mengurangi konsumsi oksigen dan glukosa namun meningkatkan
pengambilan asam amino (Owens et al, 1989), 1
Sirkulasi plasenta maternal dapat berkurang saat kondisi aliran darah uterus menurun (contoh :
pembuluh korion yang kecil, hipertensi yang berat, dan penyakit ginjal). Reduksi aliran darah korion
uterus dapat menyebabkan kelaparan fetus yang seringkali berakhir dengan BBLR. Disfungsi atau
kelainan pada plasenta seperti infark dapat menyebabkan BBLR juga. Efek dari abnormalitas plasenta
ini adalah reduksi total area pertukaran nutrisi antara fetus dengan aliran darah maternal. Berikut
adalah faktor-faktor yang akan dibahas lebih dalam yaitu : 2

A. Faktor Genetik
Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang
anak. Melalui instruksi genetik yang tergandung di dalam sel telur yang telah dibuahi, dapat
ditentukan kualitas dan kuantits pertumbuhan. Ditandai dengan intensitas dan kecepatan
pembelahan, derajat sensitivitas jaringan terhadap ransangan, umur pubertas dan berhentinya
pertumbuhan tulang. Termasuk faktor genetik antara lain berbagai faktor bawaan yang normal dan
patologik, jenis kelamin, suku bangsa. Gangguan pertumbuhan di negara maju lebih sering
diakibatkan oleh faktor genetik, sedangkan di negara berkembang selain diakibatkan oleh faktor
genetik, juga faktor lingkungan yang kurang memadai untuk tumbuh kembang anak yang optimal.
Disamping itu, banyak penyakit keturunan yang disebabkan oleh kelainan kromosom, seperti
sindrom Down, sindrom Turner, dll. 3

B. Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan.
Lingkungan yang cukup baik akan memungkinkan tercapainya potensi bawaan, sedangkan yang
kurang baik akan menghambatnya. Lingkungan ini merupakan lingkungan “bio-fisiko-psiko-sosial”
yang mempengaruhi individu setiap hari, mulai dari konsepsi sampai akhir hayat. Adapun faktor
lingkungan :

1. Gizi ibu pada waktu hamil


Kenaikan berat badan wanita hamil selama kehamilan adalah sekitar 10-12,5 kg, agar tidak
terjadi kelahiran bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Untuk mencapai itu, maka kepada ibu
yang dianjurkan untuk meningkatkan kalori yang dimakan dengan tambahan 300kkal/hari, atau
sekitar satu porsi makanan lebih banyak daripada sebelum hamil. Pada saat ini telah dikembangkan
KMS ibu hamil, yang berguna untuk memonitor kenaikan berat badan ibu hamil, sehingga sedapat
mungkin dicegah kelahiran bayi BBLR. Karena morbiditas dan mortalitas BBLR lebih tinggi dari pada
bayi dengan berat lahir cukup. Sedangkan akibat jangka panjang terhadap kembang anak akan lebih
buruk, bila kekurangan gizi intrauterin pada bayi KMK (kecil untuk masa kehamilan) terus berlanjut
sampai 2 tahun setelah lahir. Hal ini disebabkan proses proliferasi sel-sel otak masih terus
berlangsung sampai umur anak sekitar 2 tahun, sehingga berdampak buruk pada struktur dan fungsi
otak anak. Akibatnya gangguan bukan hanya pada pertumbuhan fisik anak saja, tetapi juga pada
perkembangan intelektual anak dimasa mendatang. Disamping itu dapat pula menyebabkan
hambatn pertumbuhan otak janin, anemia pada bayi baru lahir, bayi lahir mudah terkena infeksi,
abortus, dan sebagainya1
Beberapa nutrisi yang harus dipenuhi oleh ibu hamil :
a. Glukosa
Glukosa merupakan senyawa karbohidrat terpenting untuk ditransportasikan ke fetus melalui
plasenta. Smith et al (1992) melaporkan bahwa transpor ini difasilitasi oleh GLUT1 yang sifatnya
spesifik terhadap glukosa. Sedangkan Simmons et al (1979) menunjukkan gradien konsentrasi
glukosa dalam plasma arteri dari ibu ke janin yang menentukan pengambilan glukosa tersebut
melalui pertukaran di plasenta dan kapiler ibu. Kapasitas transfer oleh plasenta ke janin
meningkat seiring pertambahan masa kehamilan (Molina et al, 1991, Figure 1), tentunya juga
bagi konsentrasi transporter GLUT1 (Morris et al, 1985). Jika terdapat tekanan/stress
hipoksik/hipertensi atau hipoglikemi plasenta persistent terjadi, sekresi katekolamin janin
mengawali proses terjadinya glukogenesis dan daapat menurunkan konsentrasi insulin janin yang
berguna untuk proses metabolisme glukosa. Keadaan hipoksia atau hipoglikemi pada janin
seperti itu akan meningkatkan resiko terjadinya BBLR. 2
b. Asam Amino
Nitrogen disuplai ke janin melalui transport asam amino. Transport Asam amino terjadi karena
proses bergantung energi mellaui trasporter protein. (Yudilevich and Sweiry, 1985). Plasenta tak
hanya berfungsi untuk memompa asam amino untuk masuk ke janin, namun juga dapat
memetabolisme setiap asam amino Carter et al, 1991). Kebanyakan asam amino, konsentrasinya
di dalam plasma janin lebih tinggi dibandingkan di plasma ibu didasarkan pada terjadinya kondisi
yang bergantung energi. Namun terdapat kondisi dimana transport asam amino ini ke janin
berkurang. Hal tersebut dapat disebabkan karena aliran darah uterin berkurang secara kronik,
yang mungkin merupakan efek dari hipertensi selama kehamilan (Lang et al, 1994), atau ketika
ibu mengalami hipoglikemi kronik (Carver et al, 1993).2
c. Lipid
Plasenta juga dapat mentransfer lipid ke janin dengan dibantu oleh transporter asam lemak
spesifik. Di dalam Jalur transpor tersebut terjadi pemecahan lipoprotein, pengambilan lipase dan
metabolisme trigliserida (Coleman, 1986). Lipid dikeluarkan ke dalam plasma janin dalam bentuk
asam lemak bebas atau lipoprotein. Konsentrasinya bergantung pada diet maternal. 2
d. Tiamin
Defisiensi tiamin pada kehamilan menyebabkan BBLR ynag parah (Fournier and Butterworth,
1990; Heinze and Weber, 1990). Hal tersebut dikarenakan bnyak enzim yang bekerja yang
bergantung tiamin untuk proses metabolisme energi selular, sintesis lipid, dan nukleotida pada
pembentukan otak.2

2. Radiasi
ada 3 prinsip efek biologisnya yaitu :
1. Kematian sel yang mempengaruhi embryogenesis.
2. Karsinogenesis.
3. Efek terhadap generasi selanjutnya dan mutasi sel germinal
Sebelum fase oragnogenesi, radiasi dengan dosis 10 rad dapat menyebabkan kematian janin. 1
Efek teratogen pengion telah diketahui sejak bertahun-tahun lalu, dan telah diketahui benar bahwa
mikrosefali, cacat tengkorak, spina bifida, kebutaan, celah palatum, dan cacat anggota badan dapat
terjadi karena pengobatan wanita hamil dengan sinar-x atau radium dosis tinggi. Sifat kelainan
tergantung pada dosis radiasi dan tingkat perkembangan janin pada saat penyinaran. Selain akibat
radiasi langsung pada mudigah, akibat tak langsung terhadap sel-sel benih patut dipertimbangkan.
Bahkan dosis yang relatif kecil dapat menyebabkan mutasi yang selanjutnya menimbulkan kelainan
kongenital pada generasi berikutnya.3
3. Obat-obatan, toksin, atau zat-zat kimia
Pengaruh obat yang diberikan kepda ibu hamil terhadap janin sangat tergantung pada umur
kehamilan, jumlah obat, waktu dan lama pemberian. Bila pada kehamilan trimester I (masa
organogenesis) ibu minum obat teratogenik, maka akan terjadi keguguran atau cacat bawaan.
Beberapa obat yang mempunyai efek sinergistik dengan yang lainnya mungkin akan mempunyai
teratogenik. Obat tertentu yang diberikan pada beberapa minggu terakhir kehamilan atau pada
waktu persalinan, dapat mempengaruhi fungsi organ atau sistem enzim tertentu pada bayi baru
lahir. Berhubung masih terbatasnya pengetahuan mengenai efek obat yang diberikan pada ibu
hamil terhadap janin/neonatus, maka hati-hati memberikan obat pada ibu hamil terutama pada
trimester I dan pada beberapa minggu sebelum lahir/pada waktu persalinan. Contoh obat-obatan
yang bersifat teratogenik antara lain talidomit, aminopterin, anti kejang difenilhidantoin (fenitoin),
asam valproat, dan trimetadion, zat-zat antiansietas meprobamat, klordiazepoksid, dan diazepam,
antikoa gulan warfarin, kokain, rokok.3

4. Hormon Sintetik
Faktor hormon terdiri dari :
a. Agen-agen androgenik : progestin sintetik sering digunakan selama kehamilan untuk
mencegah abortus. Progestin etisteron dan norethisteron mempunyai kegiatan androgenik
yang besar sekali, dan banyak dilaporkan kasus mskuliniasi alat kelamin pada mudigah
wanita. Kelainan yang ditimbulkan antara lain pembesaran klitoris yang erat berkaitan
dengan derajat-derajat penyatuan lipatan labioskrotal.
b. Dietilstilbestrol : dietilbestrol, suata estrogen sintetik yang sering digunakan pada tahun
1940-an dan 1950-an untuk mencegah abortus.
c. Kontrasepsi oral : pil-pil pengendali kelahiran yang mengandung estrogen dan progesteron,
tampaknya mempunyai potensi teratogenik yang kecil. Tetapi, karena hormon-hormon lain,
seperti dietilstilbestrol, menimbulkan kelainan, penggunaan kontrasepsi oral hendaknya
dihentikan kalau dicurigai terjadi kehamilan.
d. Kortison : Percobaan telah berulang kali memperlihatkan bahwa kortison yang disuntikkan
pada mencit dan kelinci pada tingkat kehamilan tertentu dapat menyebabkan palatoskisis
pada keturunannya. Akan tetapi, belumlah mungkin menuduh kortison sebagai faktor
lingkungan yang menyebabkan palatoksis pada manusia. 4

5. Penyakit ibu
a. Infeksi
Hampir semua penyakit berat yang diderita ibu pada waktu hamil, dapat mengakibatkan
keguguran, lahir mati, atau BBLR. Beberapa mikroorganisme tertentu dapat menyebabkan
infeksi pada janin, gangguan pertumbuhan janin, bahkan cacat bawaan. Infeksi yang sering
mengakibatkan cacat bawaan, yang terkenal adalah TORCH (toxoplasmosis, Rubella,
Cytomegalovirus, Herpes simplex). Infeksi lain pada ibu hamil yang dapat menimbulkan
penyakit pada janin atau neonatus, misalnya penyakit Chagas, varisela, herpes zoster, cirus
Coxsackie-B, hepatitis, listerosis, malaria (abortus), poliomielitis (keguguran, paralisis
bawaan, atau poliomeileitis), campak (keguguran, KMK, campak janin, mungkin juga cacat
bawaan), sifilis, HIV, dll. Untuk mencegah tetanus neonatorum pada bayi, dianjurkan pada
semua wanita usia 15-44 tahun untuk mendapat vaksinasi terhadap tetanus.
b. Bukan infeksi 
Ibu yang menderita hipertensi tidak diobati, akan mengakibatkan retardasi pertumbuhan
intrauterin dan lahir mati. Ibu menderita goiter endemik, bayinya bisa menderita hipertiroid
kongenital. Fenilketonuria pada ibu hamil yang tidak diobati akan mengakibatkan keguguran,
cacat bawaan, atau cedera otak pada janin yang tidak menderita fenilketonuria. 3
6. Mekanis
Kelainan posisi janin dan kekurangan cairan ketuban dapat mengakibatkan cacat bawaan,
misalnya kelainan talipes, mikrognatia, dislokasi panggul, tortikikolis kongenital, palsi fasialis, kranio
tabes, dll. Kesalahan implantasi dari ovum dapat mengakibatkan gangguan nutrisi sehingga terjadi
retardasi.3

7. Imunitas
Rhesus atau ABO inkomtabilitas sering menyebabkan abortus, hidrops fetalis, kern ikterus, atau
lahir mati. Pada rhesus dan ABO antagonisme sering mengakibatkan hydrops foetalis, bayi lahir mati.
Pada umumnya terjadi setelah plasenta terbentuk yaitu trimester II kehamilan. Pada rhesus
antagonisme antibodi yang terbetntuk ukuran kecil 7 S-globulin sehingga mudah menembus
plasenta dengan akbiat terjadi “erythroblastosis foetalis”. Pada ABO antagonisme antibodi yang
terbentuk berukuran 19 S-globulin ukurannya lebih besar untuk menembus plasenta yang utuh
sehingga reaksi pada bayi tidak terlalu berat. 3

8. Anoksia
Menurunnya oksigenasi janin melalui gangguan pada plasenta dan tali pusat, dapat
mengakibatkan BBLR. Keadaan ini terdapat pada ibu hamil dengan hipertensi, kehamilan serotinus,
kehamilan dengan penyakit jantung, ginjal, asma, diabetes melitus, dll. 3

9. Stres
Keadaan kejiwaan ibu selama hamil dapat mempengaruhi janin yang dikandungnya. Suatu
kehamilan sebaiknya dalah kehamilan yang benar-benar dikehendaki. 3

10. Endokrin
Hormon-hormon yang mungkin berperan pada pertumbuhan janin adalah somatotropin,
hormon plasenta, hormon tiroid, insulin dan peptida-peptida lain dengan aktivitas mirip insulin
(Insulin-like groeth factor/IGFs). Hormon plasenta (human placental lactogen = hormon chorionic
somatromammotropic), disekresi oleh plasenta di pihak ibu dan tidak dapat masuk ke janin.
Keguanaannya mungkin dalam fungsi nutrisi plasenta. Hormon-hormon tiroid seperti TRH (Thyroid
Releasing Hormon), TSH (Thyroid Stimulating Hormon), T3 dan T4 diproduksi oelh janin sejak minggu
ke-12. Pengaturan oleh hipofisis sudah terjadi pada minggu ke-13. Kadar hormon ini makin
meningkat sampai minggu ke-24, lalu konstan. Perannya belum jelas, tetapi jika terdapat defisiensi
hormon tersebut, dapat terjadi gengguan pada pertumbuhan susunan saraf pusat yang dapat
mengakibatkan retardasi mental. Insulin mulai diproduksi oleh janin pada minggu ke-11, lalu
meningkat sampai bulan ke-6 dan kemudian konstan. Berfungsi untuk pertumbuhan janin melalui
pengaturan keseimbangan glukosa darah, sintesa protein janin, dan pengaruhnya pada pembesaran
sel sesudah minggu ke—30. Sedangkan fungsi IGFs pada janin belum diketahui dengan jelas. 3
IGF-1, IGF-2, dan insulin maternal tidak dapat menembus plasenta dan tidak berhubungan
langsung dengan efek pada pertumbuhan janin, namun memungkinkan dapat memberikan efek tak
langsung pada fungsi plasenta yaitu dapat merubah pertukaran nutrien antara plasenta dengan
janin. Plasenta merupakan organ endokrin yang aktif, dapat mengeluarkan hormon steroid dan
polipeptida. Plasenta dapat mensintesis estrogen dan progresteron (Simpson and MacDonald, 1981)
dan beberapa hormon lain yang berhubungan dengan mekanisme autokrin dan parakrin pada
perkembangan janin. Baru-baru ini, plasenta juga terlibat dalam proses pengekspresian gen GH-V
yang berperan dalm produksi hormon pertumbuhan plasenta (Chen et al, 1989).1
Daftar Pustaka
1. Moore KL. The developing human, clinically oriented embryology. Seventh edition, Philadelphia:
WB Saunders Company, 2003; 1-123.
2. Biological mechanisms of environmentally induced causes of IUGR. Diunduh dari www. Biological
mechanisms of environmentally induced causes of IUGR.htm pada 30 agustus 2010 pukul
06.30 WIB.
3. Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak. Denpasar: Penerbit Buku Kedokteran;1995. p. 1-4, 129-
132.
4. Sadler TW. Langman Embriologi Kedokteran. Ed 7. 2000. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
p. 124-40.

You might also like