You are on page 1of 5

Antar ekosistem yang ada di wilayah pesisir juga terdapat keterkaitan dan interaksi satu

sama lain, sehingga saling mempengaruhi. Pada gambar di bawah diperlihatkan keterkaitan
antar ekosistem mangrove, padang lamun dan terumbu karang. Ada 5 (lima) tipe keterkaitan
antara ketiga ekosistem tersebut, yakni: fisik, bahan organik terlarut, bahan organik partikel,
migrasi fauna dan dampak manusia (Ogden dan Gladfelter,1983 dalam Bengen, 2001). Sebagai
contoh tipe keterkaitan ekosistem adalah: pembukaan hutan mangrove besar-besaran
mengakibatkan mangrove kehilangan fungsi sebagai perangkap sedimen sehingga sedimen
masuk ke ekosistem padang lamun dan terumbu karang dan mengganggu fungsi kedua
ekosistem tersebut (Bengen, 2002).

Gambar . Tipe interaksi antara ekosistem padang lamun dengan ekosistem mangrove
dan terumbu karang (Ogden dan Gladfelter, 1983 dalam Bengen, 2001)

A. Perubahan Fisik Lingkungan Wilayah Pesisir Akibat Aktivitas Manusia


Seperti dikatakan bahwa wilayah pesisir merupakan lingkungan yang dinamis, unik, dan
rentan terhadap perobahan lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan pesisir
antara lain adalah: .pertumbuhan penduduk, perobahan iklim, peningkatan permintaan akan
ruang dan sumberdaya serta dinamika pantai (Rais, 2000b). Pertumbuhan penduduk yang
mengalami peningkatan setiap tahunnya dan sebagian hidup di wilayah pesisir mengakibatkan
meningkatnya aktivitas manusia di wilayah pesisir terutama dalam pemanfaatan sumberdaya
alam dan ekosistem pesisir. Berbagai macam aktivitas manusia yang dilakukan baik di daratan
maupun di lautan mendorong terjadinya perobahan lingkungan wilayah pesisir. . Menurut
Dahuri et al. (2001), setiap perobahan bentang alam daratan dan dampak negatif lainnya seperti
pencemaran, erosi dan perubahan secara drastis regim aliran air tawar yang terjadi di ekosistem
daratan (lahan atas) pada akhirnya akan berdampak terhadap ekosistem pesisir. Beberapa
kerusakan akibat aktivitas manusia yang menyebakan perobahan lingkungan wilayah pesisir
adalah sebagai berikut:
1. Kerusakan Mangrove
Sebagai suatu ekosistem khas wilayah pesisir, hutan mangrove memiliki beberapa fungsi
ekologis penting antara lain: (1) sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung pantai
dari abrasi, penahan lumpur, dan perangkap sedimen yang diangkut oleh aliran permukaan, (2)
penghasil detritus dan mineral-mineral yang dapat menyuburkan perairan, (3) sebagai daerah
nursery ground, feeding ground dan spawning ground bermacam biota perairan (Bengen,
2001).
Seiring dengan peningkatan jumlah dan aktivitas penduduk maka hutan mangrove
banyak dimanfaatkan antara lain: dikonversi menjadi lahan perikanan, pertanian dan
pemukiman, penebangan untuk dijadikan kayu. Hal ini menyebabkan mangrove tidak
berfungsi dengan baik sehingga memberikan dampak negatif terhadap lingkungan pesisir
seperti: peningkatan salinitas hutan mangrove karena kurangnya aliran air tawar, menurunnya
tingkat kesuburan, mengancam regenerasi stok ikan dan udang di perairan, pendangkalan
perairan pantai, erosi garis pantai dan intrusi garam, terjadinya pencemaran laut, sedimentasi
dan lain-lain (Bengen, 2001).
Akibat pemanfaatan mangrove oleh aktivitas manusia ini menyebabkan luas hutan
mangrove di Indonesia mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Pada tahun 1982 luas
ekosistem hutan mangrove adalah 5.209.543,16 ha, dan tahun 1990 mengalami penurunan
menjadi 2.500.000 ha (Dahuri et al., 2001)
2. Kerusakan Terumbu karang
Kegiatan penduduk yang dilakukan pada terumbu karang antara lain: penambangan
karang dengan atau tanpa bahan peledak, penangkapan ikan menggunakan racun sianida dan
bahan peledak dan penambatan jangkar perahu Kegiatan ini memberikan dampak negatif
terhadap ekosistem terumbu karang antara lain: kerusakan habitat dan kematian massal hewan
terumbu, mematikan karang dan biota avertebrata dan rusaknya pelindung pantai dari terpaan
ombak dan gelombang. Kerusakan terumbu karang juga diakibatkan oleh adanya sedimentasi
akibat meningkatnya erosi dari lahan daratan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suharsono dan Sukarno (1992), dalam
Dahuri, et al. (2001), menyatakan bahwa pada 24 lokasi yang tersebar di perairan Indonesia,
kondisi terumbu karang 6% berada dalam kondisi sangat baik, 22% baik, 33,5% sedang dan
39,5% dalam keadaan rusak.
3. Kerusakan Padang Lamun
Berbagai aktivitas penduduk juga menyebabkan rusaknya ekosistem padang lamun,
seperti pengerukan dan pengurugan yang berkaitan dengan pembangunan pemukiman pinggir
laut yang menyebabkan perusakan total padang lamun, meningkatnya kekeruhan air dan
terlapisnya insang hewan air oleh sedimen. Penyebab kerusakan padang lamun lainnya adalah
pembuangan sampah rumah tangga dan pencemaran oleh limbah pertanian yang menyebabkan
terjadinya penurunan kandungan oksigen terlarut, eutrofikasi, kekeruhan dan matinya hewan-
hewan air yang berasosiasi dengan padang lamun (Bengen, 2001).
4. Pemanfaatan Sumberdaya Laut secara Berlebihan
Banyak sumberdaya alam di wilayah pesisir dan lautan mengalami over eksploitasi,
diantaranya adalah sumberdaya perikanan laut. Secara agregat nasional pemanfaatan
sumberdaya perikanan laut pada tahun 1997 baru mencapai 58,5% dari potensi lestarinya, akan
tetapi pada beberapa wilayah di Indonesia sudah mengalami kondisi tangkap lebih (over
fishing). Jenis stok sumberdaya ikan yang telah mengalami tangkap lebih adalah ikan-ikan
komersial seperti udang dan ikan karang. Udang mengalami over fishing hampir di seluruh
perairan Indonesia kecuali Laut Seram sampai Teluk Tomini, Laut Sulawesi, Samudera Fasifik
dan Samudera Hindia. Sedangkan ikan karang mengalami over fishing di perairan Laut Jawa,
Selat Makasar dan Laut Flores (Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, 2001).
5. Pencemaran Laut
Berbagai aktifitas manusia dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir seperti pembukaan
lahan untuk pertanian, pengembangan kota dan industri, penebangan kayu dan penambangan di
daerah aliran sungai (DAS) mengakibatkan terjadinya pencemaran dan perobahan lingkungan
wilayah pesisir. Dampak negatif dari pencemaran tidak hanya membahayakan kehidupan biota
dan lingkungan laut, tetapi juga dapat membahayakan kesehatan manusia atau bahkan
menyebabkan kematian, mengurangi atau merusak nilai estetika lingkungan pesisir dan lautan
dan menimbulkan kerugian secara sosial ekonomi (Dahuri et al. 2001).
6. Erosi Pantai
Erosi pantai merupakan salah satu masalah serius degradasi garis pantai.
Selain proses-proses alami, seperti angin, arus, hujan dan gelombang, aktivitas manusia juga
menjadi penyebab penting erosi pantai. Aktivitas manusia yang menyebabkan erosi pantai
adalah pembukaan hutan mangrove untuk kepentingan pemukiman, pembangunan infrastuktur
dan perikanan tambak, sehingga sangat mengurangi fungsi perlindungan terhadap pantai. Di
samping itu aktivitas penambangan terumbu karang di beberapa lokasi untuk kepentingan
konstruksi jalan dan bangunan, telah memberikan kontribusi penting terhadap erosi pantai,
karena berkurangnya atau hilangnya perlindungan pantai dari hantaman gelombang dan badai
(Bengen, 2001).
B. Perobahan Lingkungan Wilayah Pesisir karena Faktor Alami
Perobahan lingkungan wilayah pesisir juga dapat disebabkan karena adanya proses-
proses alami. Erosi pantai yang menyebabkan perjadinya perubahan garis pantai bisa
disebabkan oleh karena adanya pengaruh angin, hujan dan gelombang. Wiryawan (2002)
menyatakan bahwa ada 4 (empat) kelompok faktor alami yang menjadikan kawasan pesisir
begitu dinamis sehingga menyebabkan terjadinya perobahan lingkungan wilayah pesisir yaitu:
1. Angin, Gelombang, Pasang Surut, Arus dan Transport Sedimen
Bentuk-bentuk lahan pesisir terbentuk dan berubah dari waktu ke waktu mengikuti
masukan energi dan material ke dalam lingkungan wilayah pesisir. Masukan energi dapat
berupa gelombang, pasang surut dan angin. Sedangkan masukan material berupa sedimen,
partikel dan pollutant melalui aliran sungai dan pembentukan landform secara biologis.
Salah satu sifat gelombang yang sangat berpengaruh adalah ketajaman gelombang yang
biasanya terjadi pada saat angin kencang atau badai yang mengakibatkan banyaknya terjadi
erosi pantai.
2. Angin Topan dan Badai
Badai dan topan merupakan fenomena yang normal di lingkungan pesisir, dan juga
faktor utama dalam memodifikasi bentuk lahan dan ekosistem pesisir. Akan tetapi seiring
dengan meningkatnya tekanan pesisir karena aktivitas penduduk, maka bencana alam berupa
badai, topan dan tsunami merupakan ancaman berat terhadap penduduk.
Daya atau kekuatan yang menyertai badai dan topan termasuk gelombang besar dan
banjir, aksi gelombang yang meninggi dan menguat dan angin kencang. Banjir akibat
badai/topan dapat mengakibatkan erosi pantai secara substansial, pengikisan/penghancuran
pulau penghalang, dan pemecahan lahan pesisir sehingga membentuk ceruk atau teluk kecil
(inlet).
3. Peningkatan Muka/Paras Laut (sea level rise)
Pemanasan global akibat peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (CO, CH4 dan lain-
lain) dapat meningkatkan paras/permukaan perairan laut karena dua alasan yaitu: (1) ekspansi
panas dan (2) mencairnya es kutub. Perkiraan tentang dampak pemanasan global sangat
bervariasi tetapi kisarannya antara 0,5 – 2 meter pada tahun 2100. Dampak dari peningkatan
permukaan laut ini adalah banjir, kehilangan/kerusakan biodiversity, kerusakan bangunan dan
infrastruktur.
4 Siklus Hidrologi
Perairan pesisir dipengaruhi oleh interaksi dinamis antara masukan air dari lautan
(ocean waters) dan air tawar (freshwater). Aliran air tawar ke laut merupakan fungsi dari
karakteristik daerah aliran sungai, aliran air permukaan dan aliran air tanah. Selanjutnya neraca
air atau keseimbangan air tawar dan laut dipengaruhi oleh laju presipitasi dan evapotranspirasi.
Presipitasi mempengaruhi air permukaan melalui aliran air permukaan atau “runoff” dan
mempengaruhi air tanah melalui perkolasi dan infiltrasi.

You might also like