You are on page 1of 17

TUGAS AKHIR SEMESTER

MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA


“PEMAHAMAN SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA
BESERTA PERMASALAHANNYA ”

DISUSUN OLEH :
1. MUHAMMAD YUSUF (31.2008.001)
2. HENDRA SAPUAN (31.2008.002)
3. FERDIANSYAH (31.2008.003)
4. SETYO UTOMO (31.2008.004)
5. MUKHTAR RIANSYAH (31.2008.005)

FAKULTAS PERIKANAN
PROGRAM STUDI PENGOLAHAN SUMBERDAYA PERIKANAN
UNIVERSITAS ISLAM OKI (UNISKI)
KAYUAGUNG
2009
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah S.W.T. karena
atas ridho-Nyalah Makalah Pendidikan Pancasila yang kami beri judul ” Pemahaman
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa Beserta Permasalahannya” dapat diselesaikan.
Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas akhir semester Mata Kuliah
Pendidikan Pancasila.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kami ucapkan kepada :
1. Orang Tua kami yang telah memberi semangat, baik moril maupun materiil.
2. Dosen Pengajar Mata Kuliah Pendidikan Pancasila, Bapak H. Harun Marzuk,
S.H, M.M, M.Hum. dan Bapak Irsan, S.H, M.Hum.
3. Rekan-rekan se-almameter.
Kami sadar bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat keku-
rangan, baik dari isi maupun cara penulisannya. Hali ini disebabkan oleh keterbatasan
wawasan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa yang akan datang.
Atas segala bantuan yang telah diberikan saya mengucapkan terima kasih
semoga Allah memberikan balasan yang setimpal. Mudah-mudahan Allah S.W.T.
meridhoi sehingga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Kayuagung, Januari 2009

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR …………………………………………………… i

DAFTAR ISI …………………………………………………………….. ii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1

1.1.1. Arti Penting Keberadaan Pancasila .................................... 1

1.1.2. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ......................................... 2

1.1.3. Butir-Butir Pancasila Sila Pertama ..................................... 4

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1. Kontroversi Pancasila Ditinjau Dari Sila Ketuhanan Yang

Maha Esa ........................................................................... 4

1.2.2. Kasus Ahmadiyah .............................................................. 6

BAB II. PEMBAHASAN

2.1. Pemahaman dan Pelanggaran Terhadap Pancasila ...................... 8

2.2. Kasus Ahmadiyah

2.2.1. Tinjauan Pustaka ................................................................. 9

2.2.2. Analisis ................................................................................ 10

BAB III. KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan .................................................................................. 12

3.2. Saran ............................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 14


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Pancasila adalah dasar filsafat Negara Republik Indonesia yang secara resmi
disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan tercantum dalam Pembukaan
UUD 1945, diundangkan dalam Berita Republik Indonesia tahun II No. 7 bersama-
sama dengan batang tubuh UUD 1945.
Pancasila merupakan pandangan hidup, dasar negara, dan pemersatu bangsa
Indonesia yang majemuk. Mengapa begitu besar pengaruh Pancasila terhadap bangsa
dan negara Indonesia? Kondisi ini dapat terjadi karena perjalanan sejarah dan kom-
pleksitas keberadaan bangsa Indonesia seperti keragaman suku, agama, bahasa dae-
rah, pulau, adat istiadat, kebiasaan budaya, serta warna kulit jauh berbeda satu sama
lain tetapi mutlak harus dipersatukan.
Sejarah Pancasila adalah bagian dari sejarah inti negara Indonesia. Sehingga
tidak heran bagi sebagian rakyat Indonesia, Pancasila dianggap sebagai sesuatu yang
sakral yang harus kita hafalkan dan mematuhi apa yang diatur di dalamnya. Ada pula
sebagian pihak yang sudah hampir tidak mempedulikan lagi semua aturan-aturan
yang dimiliki oleh Pancasila. Namun, di lain pihak muncul orang-orang yang tidak
sepihak atau menolak akan adanya Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.
1.1.1. Arti Penting Keberadaan Pancasila
Pancasila sebagai dasar negara memang sudah final. Menggugat Pancasila
hanya akan membawa ketidakpastian baru. Bukan tidak mungkin akan timbul chaos
(kesalahan) yang memecah-belah eksistensi negara kesatuan. Akhirnya Indonesia a-
kan tercecer menjadi negara-negara kecil yang berbasis agama dan suku. Untuk
menghindarinya maka penerapan hukum-hukum agama (juga hukum-hukum adat)
dalam sistem hukum negara menjadi urgen untuk diterapkan. Sejarah Indonesia yang
awalnya merupakan kumpulan Kerajaan yang berbasis agama dan suku memperkuat
kebutuhan akan hal ini. Pancasila yang diperjuangkan untuk mengikat agama-agama
dan suku-suku itu harus tetap mengakui jati diri dan ciri khas yang dimiliki setiap a-
gama dan suku.
1.1.2. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung makna adanya keyakinan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa Tunggal, yang menciptakan alam semesta beserta isinya. Dan
diantara makhluk ciptakan Tuhan Yang Maha Esa yang berkaitan dengan sila ini ia-
lah manusia. Sebagai Maha Pencipta, kekuasaan Tuhan tidaklah ter-batas, sedang-kan
selainNya adalah terbatas.
Dalam memahami dan mengamalkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa tak da-
pat dikotak-kotakkan dengan keempat sila lainnya karena Hakikat manusia sebagai
mahluk Tuhan yang Maha Esa (sebagai sebab) (hakikat sila I dan II) yang memben-
tuk persatuan mendirikan negara dan persatuan manusia dalam suatu wilayah disebut
rakyat (hakikat sila III dan IV) dan yang ingin mewujudkan suatu tujuan bersama yai-
tu keadilan dalam suatu persekutuan hidup masyarakat negara (keadilan sosial) (haki-
kat sila V).
Negara Indonesia didirikan atas landasan moral luhur, yaitu berdasarkan Ke-
tuhanan Yang Maha Esa yang sebagai konsekuensinya, maka negara menjamin kepa-
da warga negara dan penduduknya untuk memeluk dan untuk beribadah sesuai de-
ngan agama dan kepercayaannya, seperti pengertiannya terkandung dalam:
a. Pembukaan UUD 1945 aline ketiga, yang antara lain berbunyi:
“Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa .... “
Dari bunyi kalimat ini membuktikan bahwa negara Indonesia tidak menganut
paham maupun mengandung sifat sebagai negara sekuler. Sekaligus menunjukkan
bahwa negara Indonesia bukan merupakan negara agama, yaitu negara yang didiri-
kan atas landasan agama tertentu, melainkan sebagai negara yang didirikan atas
landasan Pancasila atau negara Pancasila.
b. Pasal 29 UUD 1945
1. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya.
Oleh karena itu di dalam negara Indonesia tidak boleh ada pertentangan da-
lam hal Ketuhanan Yang Maha Esa, dan sikap atau perbuatan yang anti terhadap Tu-
han Yang Maha Esa, anti agama. Sedangkan sebaliknya dengan paham Ketuhanan
Yang Maha Esa ini hendaknya diwujudkan dan dihidup suburkan kerukunan hidup
beragama, kehidupan yang penuh doleransi dalam batas-batas yang diizinkan oleh
atau menurut tuntunan agama masing-masing, agar terwujud ketentraman dan ke-
sejukan di dalam kehidupan beragama.
Untuk senantiasa memelihra dan mewujudkan 3 model kerukunan hidup yang
meliputi :
1. Kerukunan hidup antar umat seagama
2. Kerukunan hidup antar umat beragama
3. Kerukunan hidup antar umat beragama dan Pemerintah.
Tri kerukunan hidup tersebut merupakan salah satu faktor perekat kesatuan
bangsa. Di dalam memahami sila I Ketuhanan Yang Maha Esa, hendaknya para pe-
muka agama senantiasa berperan di depan dalam menganjurkan kepada pemeluk a-
gama masing-masing untuk menaati norma-norma kehidupan beragama yang dia-
nutnya.
Sebagai negara yang bermayoritas penduduk agama Islam, Pancasila sendiri
yang sebagai dasar negara Indonesia tidak bisa lepas dari pengaruh agama yang tertu-
ang dalam sila pertama yang berbunyi sila “Ketuhanan yang Maha Esa”. yang pada
awalnya berbunyi “… dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi
pemeluknya” yang sejak saat itu dikenal sebagai Piagam Jakarta.
Namun dua ormas Islam terbesar saat itu dan masih bertahan sampai sekarang
yaitu Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah menentang penerapan Piagam Jakarta
tersebut, karena dua ormas Islam tersebut menyadari bahwa jika penerapan syariat
Islam diterapkan secara tidak langsung namun pasti akan menjadikan Indonesia se-
bagai negara Islam dan secara “fair” hal tersebut dapat memojokkan umat beragama
lain. Yang lebih buruk lagi adalah dapat memicu disintegrasi bangsa terutama bagi
provinsi yang mayoritas beragama nonislam. Karena itulah sampai detik ini bunyi sila
pertama adalah “ketuhanan yang maha esa” yang berarti bahwa Pancasila mengakui
dan menyakralkan keberadaan Agama, tidak hanya Islam namun termasuk juga Kris-
ten, Katolik, Budha dan Hindu sebagai agama resmi negara pada saat itu.
1.1.3. Butir-Butir Pancasila Sila Pertama
Searah dengan perkembangan, sila Ketuhanan yang Maha Esa dapat dijabar-
kan dalam beberapa point penting atau biasa disebut dengan butir-butir Pancasila.
Diantaranya:
 Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaanya kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
 Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai
dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab.
 Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antra pemeluk
agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang
Maha Esa.
 Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa
 Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
 Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah
sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing
 Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa kepada orang lain.
Dari butir-butir tersebut dapat dipahami bahwa setiap rakyat Indonesia wajib
memeluk satu agama yang diyakini. Tidak ada pemaksaan dan saling toleransi antara
agama yang satu dengan agama yang lain.

1.2. RUMUSAN MASALAH


1.2.1. Kontroversi Pancasila Ditinjau Dari Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Sebagai dasar negara RI, Pancasila juga bukanlah perahan murni dari nilai-ni-
lai yang berkembang di masyarakat Indonesia. Karena ternyata, sila-sila dalam Pan-
casila, sama persis dengan asas Zionisme dan Freemasonry. Seperti Monoteisme (Ke-
tuhanan YME), Nasionalisme (Kebangsaan), Humanisme (Kemanusiaan yang adil
dan beradab), Demokrasi (Musyawarah), dan Sosialisme (Keadilan Sosial). Tegas-
nya, Bung Karno, Yamin, dan Soepomo mengadopsi (baca: memaksakan) asas Zionis
dan Freemasonry untuk diterapkan di Indonesia.
Selain alasan di atas, agama-agama yang berlaku di Indonesia tidak hanya Is-
lam, tetapi ada Kristen Protestan dan Katolik, Hindu, Budha, bahkan Konghucu. Ke-
semua agama itu, menganut paham atau konsep bertuhan banyak, bahkan pengikut a-
nimisme. Hanya agama Islam saja yang memiliki konsep Berketuhanan Yang Maha
Esa (Allahu Ahad).
Sejak awal, Pancasila agaknya tidak dimaksudkan sebagai alat pemersatu, a-
palagi untuk mengakomodir ke-Bhinekaan yang menjadi ciri bangsa Indonesia. Te-
tapi untuk menjegal peluang berlakunya Syari’at Islam. Para nasionalis sekuler, ter-
utama Non Muslim, hingga kini menjadikan Pancasila sebagai senjata ampuh untuk
menjegal Syariat Islam, meski konsep Ketuhanan yang terdapat dalam Pancasila ber-
beda dengan konsep bertuhan banyak yang mereka anut. Mereka lebih sibuk menye-
rimpung orang Islam yang mau menjalankan Syariat agamanya, ketimbang dengan
gigih memperjuangkan haknya dalam menjalankan ibadah dan menerapkan ketentuan
agamanya. Bagaimana toleransi bisa dibangun di atas konstruksi filsafat yang meng-
hasilkan anarkisme ideologi seperti ini?
Dalam memperingati hari lahir Pancasila, 4 Juni 2006, di Bandung, muncul
sejumlah tokoh nasional berupaya memperalat isu Pancasila untuk kepentingan zio-
nisme. Celakanya, mereka menggunakan cara yang tidak cerdas dan manipulatif. De-
ngan berlandaskan asas Bhineka Tunggal Ika, mereka memosisikan agama seolah-
olah perampas hak dan kemerdekaan bangsa Indonesia. Segala hal yang berkaitan
dengan agama dianggap membelenggu kebebasan. Kebencian pada agama, pada gi-
lirannya, menyebabkan parameter kebenaran porak-poranda, kemungkaran akhlak
merajalela. Kesyirikan, aliran sesat, dan perilaku menyesatkan membawa epidemi
kerusakan dan juga bencana.
Anehnya, peristiwa bencana gempa bumi yang menewaskan lebih dari 6000
jiwa di Jogjakata, 27 Mei 2006, malah yang disalahkan Islam dan umat Islam. Seo-
rang paranormal mengatakan,”Bencana gempa di Jogjakarta, terjadi akibat pendu-
kung RUU APP yang kian anarkis.” Lalu, pembakaran kantor Bupati Tuban, cap
jempol atau silang darah di Jatim, yang dilakukan anggota PKB dan PDIP, dan meny-
atroni aktivis FPI, Majelis Mujahidin, dan Hizbut Tahrir. Apakah bukan tindakan a-
narkis? Jangan lupa, Bupati Bantul, Idham Samawi, yang daerahnya paling banyak
korban gempa bumi berasal dari PDIP.
Tidak itu saja. Upaya penyeragaman budaya, maupun moral atas nama agama,
juga dikritik pedas. “Bhineka Tunggal Ika sebagai landasan awal bangsa Indonesia
harus dipertahankan. Masyarakat Indonesia beraneka ragam, sehingga tindakan
menyeragamkan budaya itu tidak dibenarkan,” kata Megawati. Penyeragaman yang
dimaksud, sebagaimana dikatakan Akbar Tanjung,”Keberagaman itu tidak dirusak
dengan memaksakan kehendak. Pihak yang merongrong Bhineka, adalah kekuatan-
kekuatan yang ingin menyeragamkan.”
Padahal, justru Bung Karno pula orang pertama yang mengkhianati Pancasila.
Dengan memaksakan kehendak, ia berusaha menyeragamkan ideologi, budaya, dan
seni. Ideologi NASAKOM (Nasionalisme, agama, dan komunis) dipaksakan berlaku
secara despotis. Demikian pula, seni yang boleh dipertunjukkan hanya seni gaya Le-
kra. Sementara yang berjiwa keagamaan dinyatakan sebagai musuh revolusi. Begitu
pun Soeharto, berusaha menyeragamkan ideologi melalui asas tunggal Pancasila.
Hasilnya, kehancuran.
1.2.2. Kasus Ahmadiyah
Dari berbagai aliran keagamaan Islam di Indonesia, Ahmadiyah merupakan
kasus yang paling kontroversional. Hal ini disebabkan oleh tiga faktor utama.
Yang pertama, dari sudut pandang hukum Islam, Ahmadiyah telah divonis
sebagai aliran sesat dan dinyatakan sebagai kelompok di luar Islam melalui fatwa
MUI, dan didukung kuat oleh kelompok Islam beraliran keras.
Kedua,munculnya sebagian aktivis kemanusiaan yang menganggap Ahmad-
iyah sebagai gerakan keagamaan yang melakukan tafsir keagamaan, yang meskipun
berbeda dan bertentangan dengan keyakinan Islam mainstream, tapi harus dihargai
sebagai bentuk keyakinan yang dijamin oleh konstitusi.
Ketiga, di satu sisi, Ahmadiyah merupakan organisasi yang sah dan resmi se-
cara hukum. Tapi di sisi lain, Ahmadiyah juga dianggap melanggar undang-undang
lain yang populer dengan pasal-pasal penodaan agama. Ketiga faktor inilah yang
saling berbenturan dan seakan masing-masing berusaha mendapatkan simpatik pu-
blik.
Puncak titik klimaksnya adalah pada tragedi Monas pada tanggal 1 Juli 2008,
dimana sekelompok orang yang mengatasnamakan diri mereka Komando Laskar Is-
lam, menyerang kelompok massa AKKBB (Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan
Beragama dan Berkeyakinan), yang berbaur dengan massa Ahmadiyah. Insiden ini
sempat menjadi Headline di beberapa media cetak maupun elektronik. Insiden ini
berujung pada ditangkapnya beberapa anggota FPI (Front Pembela Islam),yang
diyakini sebagai motor penggerak dalam penyerangan tersebut.
Dari segi keamanan sendiri, Ahmadiyah sebenarnya tidak bermasalah. Perso-
alan muncul justru dari penentang Ahmadiyah, yang cenderung bersikap anarkis, se-
hingga perhatian publik tidak hanya tertuju pada penyimpangan Ahmadiyah, tetapi
juga kosekuensi yang muncul akibat penentangan yang bersifat anarkis itu.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. PEMAHAMAN DAN PELANGGARAN TERHADAP PANCA-


SILA
Ideologi Pancasila merupakan dasar negara yang mengakui dan mengagung-
kan keberadaan agama dalam pemerintahan. Sehingga kita sebagai warga negara In-
donesia tidak perlu meragukan konsistensi atas Ideologi Pancasila terhadap agama.
Tidak perlu berusaha mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi berbasis agama
dengan alasan bahwa ideologi Pancasila bukan ideologi beragama. Ideologi Pancasila
adalah ideologi beragama.
Sesama umat beragama seharusnya kita saling tolong menolong. Tidak perlu
melakukan permusuhan ataupun diskriminasi terhadap umat yang berbeda agama,
berbeda keyakinan maupun berbeda adat istiadat.
Hanya karena merasa berasal dari agama mayoritas tidak seharusnya kita me-
rendahkan umat yang berbeda agama ataupun membuat aturan yang secara langsung
dan tidak langsung memaksakan aturan agama yang dianut atau standar agama terten-
tu kepada pemeluk agama lainya dengan dalih moralitas.
Hendaknya kita tidak menggunakan standar sebuah agama tertentu untuk dija-
dikan tolak ukur nilai moralitas bangsa Indonesia. Sesungguhnya tidak ada agama
yang salah dan mengajarkan permusuhan.
Sebuah kesalahan fatal bila menjadikan salah satu agama sebagai standar to-
lak ukur benar salah dan moralitas bangsa. Karena akan terjadi chaos dan timbul ge-
sekan antar agama. kalaupun penggunaan dasar agama haruslah mengakomodir stan-
dar dari Islam, Kristen, Katolik, Budha dan Hindu bukan berdasarkan salah satu aga-
ma entah agama mayoritas ataupun minoritas.
2.2. KASUS AHMADIYAH
2.2.1. Tinjauan Pustaka
Keyakinan warga Ahmadiyah bahwa Mirza Ghulam Ahmad mendapat status
kenabian merupakan persoalan kunci, yang memicu kontroversi dengan umat Islam
mainstream, bukan hanya di Indonesia, tapi juga di negara Muslim di dunia. Selain
itu, hasil pengalaman spiritual Mirza Ghulam Ahmad yang kemudian dikompilasi
oleh pengikutnya dalam buku ’Tadzkirah’, diposisikan sebagai ’kitab suci’.
Dalam rapat kerja nasional (RAKERNAS) 4-6 November 2007 Majelis Ula-
ma Indonesia menetapkan sepuluh kriteria aliran sesat, salah satunya adalah Meng-
ingkari salah satu dari rukun Iman dan rukun Islam. Juga apabila ada yang meleceh-
kan dan atau merendahkan Nabi dan Rasul.
Selain mengaku sebagai rasul, beberapa paham Amadilla yang dianggap sesat, antara
lain:
1. Pengakuan Mirza Ghulam Ahmad sebagai Tuhan. “Engkau dariku dan Aku
darimu, punggungmu hádala punggung-Ku” (Tadzkirah 700)
2. Sikap Mirza Ghulam Ahmad terhadap Muhammad SAW. “Sesungguhnya Nabi
saw memiliki tiga ribu mukjizat” (Kitab Tuhfan Kolrawiyah 67, RK 17/153). Dan
sesungguhnya mukjizatku lebih dari satu juta mukjizat.” (Tadzkirah asy-
Syahadatain 41, RK20/43)
3. Hujatan Mirza Ghulam Ahmad terhadap nabi Isa a.s. “Ya, dialah (Yesus Al-
Masih) yang terbiasa banyak memaki dan Sangay jelek akhlaknya.” (RK 11/289,
lampiran Injam Atiham 5 (foot note)).
4. Iuran wajib organisasi. “Candah (iuran) yang dinyatakan wajib oleh hazrat aqdas
masih mau’ud a.s. (Mirza Ghulam Ahmad, pen) lepada setiap ahmadi untuk
membayarnya dan siapa-siapa yang sampai tiga bulan berturut-turut tidak
membayar, dikatakan keluar dari jemaat beliau. Itu sama sekali lain dan terpisah
dari zakat”
5. Sakralisasi desa Qadian. “Sesungguhnya bumi Al-Qadian berhak untuk dihargai,
karena menyerang dia sama dengan menyerang tanah haram.” (Durr Tsami 52)
2.2.2. Analisis
Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Esensinya adalah Tuhan. Berhu-
bungan dengan Agama. Bagaimana agama memandang Ahmadiyah?
1. Ahmadiyah bukan beda dalam masalah furu’ (khilafiyah) tapi sudah beda dalam
hal Aqidah. Sedangkan dalam hal Aqidah itu mutlak harus diikuti. Barangsiapa
yang berbeda, berarti dia telah murtad atau kafir.
2. Ahmadiyah tidak memiliki platform ajaran sendiri, tidak seperti agama lain yang
memiliki platform ajarannya masing-masing. Jadi lebih baik ahmadiyah
mendirikan agama sendiri, tanpa membawa-bawa Islam beserta segala
atributnya.
3. Kitab-kitab karangan Mirza Ghulam Ahmad beserta tadzkirahnya menyebutkan
bahwa setiap orang yang mengingkari kenabian Mirza Ghulam Ahmad (tidak
mengakuinya) dianggap KAFIR oleh kalangan Ahmadiyah. Jadi bagi setiap umat
Islam yang membela Ahmadiyah, pelajarilah dulu semuanya. Padahal jelas-jelas
mereka menganggap setiap orang yang tidak mengakui kenabian Mirza Ghulam
Ahmad dianggap KAFIR.
4. Setiap umat beragama yang mempelajari agamanya dengan baik dan benar, dia
akan merasakan nikmatnya beribadah dan menjalani ajaran agama tersebut. Dan
akan menjadi sakit sekali bila agamanya itu dinodai. jadi bila ada umat Islam
yang justru malah membela Ahmadiyah, berarti dia tidak mempelajari Islam
dengan baik dan benar (lihat juga poin-poin di atas).
5. Ahmadiyah juga telah membajak kitab suci Al-Qur’an. Tapi (juga) dibiarkan o-
leh pemerintah dan para aparatnya. Tapi bila lagu ‘Indonesia Raya’ dibajak atau
‘Indonesia’ dinodai langsung ditangkap dan ditindak tegas.
6. Dalam buku karangan nabi palsu tersebut juga ada yang isinya menghina Nabi
Isa a.s.
7. Mirza Ghulam Ahmad tidak hanya mengaku dirinya nabi, tapi juga mengaku di-
rinya itu malaikat, juga mengaku sebagai tuhan pencipta langit dan bumi (baca
tadzkirah).
Jadi sudah jelas bahwa Ahmadiyah itu tidak sesuai dengan ajaran agama
Islam yang telah diakui, tidak pantas menganggap diri-nya Islam. Wajar bila ba-nyak
umat Islam yang melakukan berbagai aksi. Ini karena agama mereka telah dinodai.
Dan juga dipandang dari Pancasila, Ahmadiyah jelas melanggar karena setiap
umat beragama yang mempelajari agamanya dengan baik dan benar, dia akan merasa-
kan nikmatnya beribadah dan menjalani ajaran agama tersebut. Dan akan menjadi sa-
kit sekali bila agamanya itu dinodai, seperti yang dijelaskan diatas. Hal ini berten-
tangan dengan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan juga Sila Kemanusiaan Yang Adil
dan Beradab.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan yaitu :
1. Pancasila adalah ideologi yang sangat baik untuk diterapkan di negara Indonesia
yang terdiri dari berbagai macam agama, suku, ras dan bahasa karena Pancasila
mengakui adanya pluralitas.
2. Dengan mempertahankan ideologi Pancasila sebagai dasar negara, jika melak-
sanakannya dengan baik, maka perwujudan untuk menuju negara yang aman dan
sejahtera pasti akan terwujud.
3. Dalam memahami sila Ketuhanan Yang Maha Esa tak dapat dipisahkan dari ke-
empat sila lainnya.
4. Ditinjau dari Pancasila Sila Ketuhanan Yang Maha Esa kasus Ahmadiyah meru-
pakan suatu pelanggaran karena Pancasila mengajarkan kebebasan memeluk aga-
ma dan keyakinan masing-masing bukan kebebasan mengubah ajaran suatu aga-
ma yang dalam hal ini agama Islam.

3.2. SARAN
Berdasarkan pembahasan diatas, ada beberapa saran yang perlu untuk diper-
timbangkan untuk lebih meningkatkan pemahaman terhadap nilai Pancasila, yaitu :
1. Untuk semakin memperkokoh rasa bangga terhadap Pancasila, maka perlu ada-
nya peningkatan pengamalan butir-butir Pancasila khususnya sila ke-1. Salah
satunya dengan saling menghargai antar umat beragama.
2. Untuk menjadi sebuah negara Pancasila yang nyaman bagi rakyatnya, diperlukan
adanya jaminan keamanan dan kesejahteraan setiap masyarakat yang ada di da-
lamnya. Khususnya jaminan keamanan dalam melaksanakan kegiatan beribadah.
3. Pemerintah sebaiknya melakukan pendekatan yang persuasif untuk membawa
pengikut Ahmadiyah kembali pada koridor Islam.
4. Jika pengikut Ahmadiyah tetap bersikukuh dengan keyakinannya, sebaiknya me-
reka mendirikan agama baru tanpa membawa-bawa Islam beserta atributnya un-
tuk menghindari keresahan dan ketegangan di dalam masyarakat. Hal ini sesuai
dengan butir sila Ketuhanan Yang Maha Esa yaitu membina kerukunan hidup di
antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
DAFTAR PUSTAKA

Kaelan, M.S. 2003. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta : Paradigma.

http://jangkrik-muda.blog.friendster.com/

http://lasonearth.wordpress.com/makalah/makalah-pancasila-pancasila-vs-agama/

http://lets-belajar.blogspot.com/2007/09/sila-ketuhanan-yang-maha-esa.html

You might also like