You are on page 1of 20

Pengadopsian IFRS ke Indonesia

IFRS: Beyond the Standards


BY GEORGE T. TSAKUMIS, DAVID R.
CAMPBELL SR. AND TIMOTHY S.
DOUPNIK
FEBRUARY 2009
Since the European Union’s 2002 regulation
mandating IFRS for EU public companies and
the execution of the Norwalk Agreement by
FASB and the International Accounting
Standards Board (IASB), momentum has been
building for global standards convergence.
Currently, more than 100 countries have
adopted IFRS, and a number of other
economically important countries, including
Japan and the United States, have programs
in place to converge their national standards
with IFRS. IASB Chairman Sir David Tweedie
has said that by December 2011, U.S. GAAP
and IFRS “should be pretty much the same.”
At that point, about 150 countries would be
using very similar accounting standards,
though some countries have adopted versions
of IFRS that vary from IFRS as published by
the IASB. In 2007 the SEC extended the
question beyond mere convergence by
accepting the English language version of
IFRS by foreign issuers without reconciliation.
And in November the SEC released a
proposed road map that could require a
phased adoption of IFRS by U.S. issuers
beginning in 2014, dependent in part on
whether seven milestones are achieved. In
the road map, which has a comment period
ending Feb. 19, it is noted that, “The
Commission has long expressed its support
for a single set of high-quality global
accounting standards as an important means
of enhancing comparability.”
This article points out that even among
countries that have adopted the same version
of IFRS, recent accounting research suggests
that two factors—national culture and
language translation—could undermine the
rigorous interpretation and application of IFRS
and lead to a lack of comparability across
countries. The objective of this article is to
highlight two significant hurdles that impede
the consistent interpretation and application
of converged standards: the influence of
national culture on the interpretation of
standards and the difficulty of translating
standards into other languages.
Pengertian IFRS
IFRS merupakan standar akuntansi
internasional yang diterbitkan
oleh International Accounting Standard
Board (IASB). Standar Akuntansi
Internasional (International Accounting
Standards/IAS) disusun oleh empat organisasi
utama dunia yaitu Badan Standar Akuntansi
Internasional (IASB), Komisi Masyarakat Eropa
(EC), Organisasi Internasional Pasar Modal
(IOSOC), dan Federasi Akuntansi
Internasioanal (IFAC).
Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB)
yang dahulu bernama Komisi Standar
Akuntansi Internasional (AISC), merupakan
lembaga independen untuk menyusun
standar akuntansi. Organisasi ini memiliki
tujuan mengembangkan dan mendorong
penggunaan standar akuntansi global yang
berkualitas tinggi, dapat dipahami dan dapat
diperbandingkan (Choi et al., 1999 dalam
Intan Immanuela, puslit2.petra.ac.id)
Natawidnyana (2008), menyatakan bahwa
Sebagian besar standar yang menjadi bagian
dari IFRS sebelumnya merupakan
International Accounting Standards (IAS). IAS
diterbitkan antara tahun 1973 sampai dengan
2001 oleh International Accounting Standards
Committee (IASC). Pada bulan April 2001,
IASB mengadospsi seluruh IAS dan
melanjutkan pengembangan standar yang
dilakukan.
Struktur IFRS
International Financial Reporting Standards
mencakup:
• International Financial Reporting
Standards (IFRS) – standar yang
diterbitkan setelah tahun 2001
• International Accounting Standards (IAS) –
standar yang diterbitkan sebelum tahun
2001
• Interpretations yang diterbitkan oleh
International Financial Reporting
Interpretations Committee (IFRIC) –
setelah tahun 2001
• Interpretations yang diterbitkan oleh
Standing Interpretations Committee (SIC)
– sebelum tahun 2001
(www.wikipedia.org)
Secara garis besar ada empat hal pokok yang
diatur dalam standar akuntansi. Yang
pertama berkaitan dengan definisi
elemen laporan keuangan atau informasi
lain yang berkaitan. Definisi digunakan
dalam standar akuntansi untuk menentukan
apakah transaksi tertentu harus dicatat dan
dikelompokkan ke dalam aktiva, hutang,
modal, pendapatan dan biaya. Yang kedua
adalah pengukuran dan penilaian.
Pedoman ini digunakan untuk menentukan
nilai dari suatu elemen laporan keuangan baik
pada saat terjadinya transaksi keuangan
maupun pada saat penyajian laporan
keuangan (pada tanggal neraca). Hal ketiga
yang dimuat dalam standar adalah
pengakuan, yaitu kriteria yang
digunakan untuk mengakui elemen
laporan keuangan sehingga elemen
tersebut dapat disajikan dalam laporan
keuangan. Yang terakhir adalah
penyajian dan pengungkapan laporan
keuangan. Komponen keempat ini digunakan
untuk menentukan jenis informasi dan
bagaimana informasi tersebut disajikan dan
diungkapkan dalam laporan keuangan. Suatu
informasi dapat disajikan dalam badan
laporan (Neraca, Laporan Laba/Rugi) atau
berupa penjelasan (notes) yang menyertai
laporan keuangan (Chariri, 2009).
Konverjensi ke IFRS di Indonesia
Indonesia saat ini belum mewajibkan bagi
perusahaan-perusahaan di Indonesia
menggunakan IFRS melainkan masih
mengacu kepada standar akuntansi
keuangan lokal. Dewan Pengurus Nasional
IAI bersama-sama dengan Dewan Konsultatif
SAK dan Dewan SAK merencanakan tahun
2012 akan menerapkan standar akuntansi
yang mendekati konvergensi penuh kepada
IFRS.
Dari data-data di atas kebutuhan Indonesia
untuk turut serta melakukan program
konverjensi tampaknya sudah menjadi
keharusan jika kita tidak ingin tertinggal.
Sehingga, dalam perkembangan penyusunan
standar akuntansi di Indonesia oleh Dewan
Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) tidak
dapat terlepas dari perkembangan
penyusunan standar akuntansi internasional
yang dilakukan oleh International Accounting
Standards Board (IASB). Standar akuntansi
keuangan nasional saat ini sedang dalam
proses secara bertahap menuju konverjensi
secara penuh dengan International Financial
Reporting Standards yang dikeluarkan oleh
IASB. Adapun posisi IFRS/IAS yang sudah
diadopsi hingga saat ini dan akan diadopsi
pada tahun 2009 dan 2010 adalah seperti
yang tercantum dalam daftar- daftar berikut
ini.
Tabel 1:
IFRS/IAS yang Telah Diadopsi ke
dalam PSAK hingga 31 Desember
2008
1. IAS 2 Inventories
2. IAS 10 Events after balance
sheet date
3. IAS 11 Construction contracts
4. IAS 16 Property, plant and
equipment
5. IAS 17 Leases
6. IAS 18 Revenues
7. IAS 19 Employee benefits
8. IAS 23 Borrowing costs
9. IAS 32 Financial instruments:
presentation
10. IAS 39 Financial instruments:
recognition and measurement
11. IAS 40 Investment propert
Tabel 2:
IFRS/IAS yang Akan Diadopsi ke
dalam PSAK pada Tahun 2009
1. IFRS 2 Share-based payment
2. IFRS 4 Insurance contracts
3. IFRS 5 Non-current assets held
for sale and discontinued
operations
4. IFRS 6 Exploration for and
evaluation of mineral resources
5. IFRS 7 Financial instruments:
disclosures
6. IAS 1 Presentation of financial
statements
7. IAS 27 Consolidated and
separate financial statements
8. IAS 28 Investments in associates
9. IFRS 3 Business combination
10. IFRS 8 Segment reporting
11. IAS 8 Accounting policies,
changes in accounting estimates
and errors
12. IAS 12 Income taxes
13. IAS 21 The effects of changes in
foreign exchange rates
14. IAS 26 Accounting and
reporting by retirement benefit
plans
15. IAS 31 Interests in joint
ventures
16. IAS 36 Impairment of assets
17. IAS 37 Provisions, contingent
liabilities and contingent assets
18. IAS 38 Intangible assets
Tabel 3:
IFRS/IAS yang Akan Diadopsi ke
dalam PSAK pada Tahun 2010
1. IAS 7 Cash flow statements
2. IAS 20 Accounting for
government grants and disclosure
of government assistance
3. IAS 24 Related party disclosures
4. IAS 29 Financial reporting in
hyperinflationary economies
5. IAS 33 Earning per share
6. IAS 34 Interim financial
reporting
7. IAS 41 Agriculture
Dan untuk hal-hal yang tidak diatur standar
akuntansi internasional, DSAK akan terus
mengembangkan standar akuntansi
keuangan untuk memenuhi kebutuhan nyata
di Indonesia, terutama standar akuntansi
keuangan untuk transaksi syariah, dengan
semakin berkembangnya usaha berbasis
syariah di tanah air. Landasan konseptual
untuk akuntansi transaksi syariah telah
disusun oleh DSAK dalam bentuk Kerangka
Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan
Keuangan Syariah. Hal ini diperlukan karena
transaksi syariah mempunyai karakteristik
yang berbeda dengan transaksi usaha
umumnya sehingga ada beberapa prinsip
akuntansi umum yang tidak dapat diterapkan
dan diperlukan suatu penambahan prinsip
akuntansi yang dapat dijadikan landasan
konseptual. Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan untuk transaksi syariah akan
dimulai dari nomor 101 sampai dengan 200.
(SY)
Indonesia harus mengadopsi standar
akuntansi internasional (International
Accounting Standard/IAS) untuk memudahkan
perusahaan asing yang akan menjual saham
di negara ini atau sebaliknya. Namun
demikian, untuk mengadopsi standar
internasional itu bukan perkara mudah karena
memerlukan pemahaman dan biaya
sosialisasi yang mahal.

Membahas tentang IAS saat ini lembaga-


lembaga yang aktif dalam usaha harmonisasi
standar akuntansi ini antara lain adalah
IASC (International Accounting Standard
Committee), Perserikatan Bangsa-Bangsa
dan OECD (Organization for Economic
Cooperation and Development). Beberapa
pihak yang diuntungkan dengan adanya
harmonisasi ini adalah perusahaan-
perusahaan multinasional, kantor akuntan
internasional, organisasi perdagangan,
serta IOSCO (International Organization of
Securities Commissions)

Iqbal, Melcher dan Elmallah (1997:18)


mendefinisikan akuntansi internasional
sebagai akuntansi untuk transaksi antar
negara, pembandingan prinsip-prinsip
akuntansi di negara-negara yang berlainan
dan harmonisasi standar akuntansi di seluruh
dunia. Suatu perusahaan mulai terlibat
dengan akuntansi internasional adalah pada
saat mendapatkan kesempatan melakukan
transaksi ekspor atau impor. Standard
akuntansi internasional (IAS) adalah standard
yang dapat digunakan perusahaan
multinasional yang dapat menjembatani
perbedaan-perbedaan antar Negara, dalam
perdagangan multinasional.

IASC didirikan pada tahun 1973 dan


beranggotakan anggota organisasi profesi
akuntan dari sepuluh negara. Di tahun 1999,
keanggotaan IASC terdiri dari 134 organisasi
profesi akuntan dari 104 negara, termasuk
Indonesia. Tujuan IASC adalah (1)
merumuskan dan menerbitkan standar
akuntansi sehubungan dengan pelaporan
keuangan dan mempromosikannya untuk bisa
diterima secara luas di seluruh dunia, serta
(2) bekerja untuk pengembangan dan
harmonisasi standar dan prosedur akuntansi
sehubungan dengan pelaporan keuangan.

IASC memiliki kelompok konsultatif yang


disebut IASC Consultative Group yang terdiri
dari pihak-pihak yang mewakili para
pengguna laporan keuangan, pembuat
laporan keuangan, lembaga-lembaga
pembuat standar, dan pengamat dari
organisasi antar-pemerintah. Kelompok ini
bertemu secara teratur untuk membicarakan
kebijakan, prinsip dan hal-hal yang berkaitan
dengan peranan IASC.

IFRS (Internasional Financial Accounting


Standard) adalah suatu upaya untuk
memperkuat arsitektur keungan global dan
mencari solusi jangka panjang terhadap
kurangnya transparansi informasi keuangan.

Tujuan IFRS adalah :memastikan bahwa


laporan keungan interim perusahaan untuk
periode-periode yang dimaksukan dalam
laporan keuangan tahunan, mengandung
informasi berkualitas tinggi yang :
1. transparansi bagi para pengguna dan dapat
dibandingkan sepanjang peiode yang
disajikan
2. menyediakan titik awal yang memadai
untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS
3. dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak
melebihi manfaat untuk para pengguna

Manfaat dari adanya suatu standard global:


1. Pasar modal menjadi global dan modal
investasi dapat bergerak di seluruh dunia
tanpa hambatan berarti. Stadart pelaporan
keuangan berkualitas tinggi yang digunakan
secara konsisten di seluruh dunia akan
memperbaiki efisiensi alokasi lokal
2. investor dapat membuat keputusan yang
lebih baik
3. perusahaan-perusahaan dapat
memperbaiki proses pengambilan keputusan
mengenai merger dan akuisisi
4. gagasan terbaik yang timbul dari aktivitas
pembuatan standard dapat disebarkan dalam
mengembangkan standard global yang
berkualitas tertinggi.

Hamonisasi telah berjalan cepat dan efektif,


terlihat bahwa sejumlah besar perusahaan
secara sukarela mengadopsi standard
pelaporan keuangan Internasional (IFRS).
Banyak Negara yang telah mengadopsi IFRS
secara keseluruhan dan menggunakan IFRS
sebagai dasar standard nasional. Hal ini
dilakukan untuk menjawab permintaan
investor institusional dan pengguna laporan
keuangan lainnya.

Usaha-usaha standard internasional ini


dilakukan secara sukarela, saat standard
internasional tidak berbeda dengan standard
nasional, maka tidak akan ada masalah, yang
menjadi masalah, apabila standard
internasional berbeda dengan standard
nasional. Bila hal ini terjadi, maka yang
didahulukan adalah standard nasional
(rujukan pertama).

Banyak pro dan kontra dalam penerapan


standard internasional, namun seiring waktu,
Standard internasional telah bergerak maju,
dan menekan Negara-negara yang kontra.
Contoh : komisi pasar modal AS, SEC tidak
menerima IFRS sebagai dasar pelaporan
keuangan yang diserahkan perusahaan-
perusahaan yang mencatatkan saham pada
bursa efek AS, namun SEC berada dalam
tekanan yang makin meningkat untuk
membuat pasar modal AS lebih dapat diakses
oleh para pembuat laporan non-AS. SEC telah
menyatakan dukungan atas tujuan IASB untuk
mengembangkan standard akuntansi yang
digunakan dalam laporan keuangan yang
digunakan dalam penawaran lintas batas.
>> Dengan pengadopsian IFRS memang
diperuntukkan sebagai contoh bahwa dalam
hidup kita memang mengalami perubahan,
dan perubahan ini terjadi akibat adanya
perkembangan dari segala aspek. Namun
dalam mengadopsi IFRS , sayangnya masih
terdapat pihak-pihak yang mungkin
menentangnya, contoh alasannya adalah
pemahaman yang mungkin masih dirasa
kurang. Mengapa tidak, IFRS ini dalam
penjelasannya masih menggunakan bahasa
Inggris yang berarti kita harus
menerjemahkannya kedalam bahasa yang
sesuai dengan Negara yang akan
menganutnya. Dengan ini, permasalahannya
adalah kita memerlukan banya waktu untuk
menerjemahkan. Serta anggapan bahwa
dengan pengubahan ini menimbulkan biaya
yang lumayan besar. Karena inilah
pengadopsian IFRS di Indonesia belum
berjalan.
Akuntansi merupakan satu-satunya bahasa bisnis utama di
pasar modal. Tanpa standar akuntansi yang baik, pasar
modal tidak akan pernah berjalan dengan baik pula karena
laporan keuangan merupakan produk utama dalam
mekanisme pasar modal. Efektivitas dan ketepatan waktu
dari informasi keuangan yang transparan yang dapat
dibandingkan dan relevan dibutuhkan oleh semua
stakeholder (pekerja, suppliers, customers, institusi
penyedia kredit, bahkan pemerintah). Para stakeholder ini
bukan sekadar ingin mengetahui informasi keuangan dari
satu perusahaan saja, melainkan dari banyak perusahaan
(jika bisa, mungkin dari semua perusahaan) dari seluruh
belahan dunia untuk diperbandingkan satu dengan
lainnya.
Pertanyaannya, bagaimana kebutuhan ini dapat terpenuhi
jika perusahaan-perusahaan masih menggunakan bentuk
dan prinsip pelaporan keuangan yang berbeda-beda?
International Accounting Standards, yang lebih dikenal
sebagai International Financial Reporting Standards
(IFRS), merupakan standar tunggal pelaporan akuntansi
berkualitas tinggi dan kerangka akuntasi berbasiskan
prinsip yang meliputi penilaian profesional yang kuat
dengan disclosures yang jelas dan transparan mengenai
substansi ekonomis transaksi, penjelasan hingga mencapai
kesimpulan tertentu, dan akuntansi terkait transaksi
tersebut. Dengan demikian, pengguna laporan keuangan
dapat dengan mudah membandingkan informasi keuangan
entitas antarnegara di berbagai belahan dunia.
Implikasinya, mengadopsi IFRS berarti mengadopsi
bahasa pelaporan keuangan global yang akan membuat
suatu perusahaan dapat dimengerti oleh pasar global.
Suatu perusahaan akan memiliki daya saing yang lebih
besar ketika mengadopsi IFRS dalam laporan
keuangannya. Tidak mengherankan, banyak perusahaan
yang telah mengadopsi IFRS mengalami kemajuan yang
signifikan saat memasuki pasar modal global.
Di dunia internasional, IFRS telah diadopsi oleh banyak
negara, termasuk negara-negara Uni Eropa, Afrika, Asia,
Amerika Latin dan Australia. Di kawasan Asia, Hong
Kong, Filipina dan Singapura pun telah mengadopsinya.
Sejak 2008, diperkirakan sekitar 80 negara mengharuskan
perusahaan yang telah terdaftar dalam bursa efek global
menerapkan IFRS dalam mempersiapkan dan
mempresentasikan laporan keuangannya.
Dalam konteks Indonesia, konvergensi IFRS dengan
Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
merupakan hal yang sangat penting untuk menjamin daya
saing nasional. Perubahan tata cara pelaporan keuangan
dari Generally Accepted Accounting Principles (GAAP),
PSAK, atau lainnya ke IFRS berdampak sangat luas.
IFRS akan menjadi “kompetensi wajib-baru” bagi
akuntan publik, penilai (appraiser), akuntan manajemen,
regulator dan akuntan pendidik. Mampukah para pekerja
accounting menghadapi perubahan yang secara terus-
menerus akan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
pasar global terhadap informasi keuangan? Bagaimanakah
persiapan Indonesia untuk IFRS ini?
Sejak 2004, profesi akuntan di Indonesia telah melakukan
harmonisasi antara PSAK/Indonesian GAAP dan IFRS.
Konvergensi IFRS diharapkan akan tercapai pada 2012.
Walaupun IFRS masih belum diterapkan secara penuh
saat ini, persiapan dan kesiapan untuk menyambutnya
akan memberikan daya saing tersendiri untuk entitas
bisnis di Indonesia.
Dengan kesiapan adopsi IFRS sebagai standar akuntansi
global yang tunggal, perusahaan Indonesia akan siap dan
mampu untuk bertransaksi, termasuk merger dan akuisisi
(M&A), lintasnegara. Tercatat sejumlah akuisisi
lintasnegara telah terjadi di Indonesia, misalnya akuisisi
Philip Morris terhadap Sampoerna (Mei 2005), akuisisi
Khazanah Bank terhadap Bank Lippo dan Bank Niaga
(Agustus 2005), ataupun UOB terhadap Buana (Juli
2005). Sebagaimana yang dikatakan Thomas Friedman,
“The World is Flat”, aktivitas M&A lintasnegara
bukanlah hal yang tidak lazim. Karena IFRS dimaksudkan
sebagai standar akuntansi tunggal global, kesiapan
industri akuntansi Indonesia untuk mengadopsi IFRS akan
menjadi daya saing di tingkat global. Inilah keuntungan
dari mengadopsi IFRS.
Bagi pelaku bisnis pada umumnya, pertanyaan dan
tantangan tradisionalnya: apakah implementasi IFRS
membutuhkan biaya yang besar? Belum apa-apa,
beberapa pihak sudah mengeluhkan besarnya investasi di
bidang sistem informasi dan teknologi informasi yang
harus dipikul perusahaan untuk mengikuti persyaratan
yang diharuskan. Jawaban untuk pertanyaan ini adalah
jelas, adopsi IFRS membutuhkan biaya, energi dan waktu
yang tidak ringan, tetapi biaya untuk tidak
mengadopsinya akan jauh lebih signifikan. Komitmen
manajemen perusahaan Indonesia untuk mengadopsi
IFRS merupakan syarat mutlak untuk meningkatkan daya
saing perusahaan Indonesia di masa depan.

You might also like