You are on page 1of 10

Artikel 1

Masalah Pengangguran
dan Kemiskinan
Oleh Ragiman

Selasa, 3 Agustus 2010


Pengangguran dan kemiskinan merupakan momok di banyak negara, termasuk negara
maju seperti Amerika Serikat (AS) sekalipun. Ternyata tercatat 15 juta tenaga kerja atau
sekitar 8 persen lebih menganggur. Apalagi, di negara-negara berkembang seperti
Indonesia.
Pemerintah sendiri selama ini selalu memfokuskan program pembangunannya pada
penanganan kedua masalah ini. Hasilnya memang belum sepenuhnya memuaskan
berbagai pihak meski indikator-indikator sosial yang ada telah menunjukkan
perbaikan dalam pengurangan tingkat pengangguran dan kemiskinan.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk Indonesia pada Juni
2010 sebesar 234,2 juta jiwa dengan laju pertumbuhan 1,33 persen per tahun. Dari
jumlah itu, jumlah angkatan kerja kini mencapai 116 juta orang. Sebanyak 107,41
juta orang adalah penduduk yang bekerja. Sedangkan jumlah penganggur sebanyak
8,59 juta orang atau penganggur terbuka sebesar 7,41 persen. Memang itu
mengalami penurunan apabila dibanding 2009 yang sebesar 8,14 persen. Penduduk
miskin tahun 2010 berjumlah 31,02 juta orang atau sebesar 13,33 persen,
mengalami penurunan 1,51 juta jiwa dibandingkan dengan tahun 2009 (sebanyak
32,53 juta) atau 14,15 persen.
Banyak kalangan menginginkan percepatan dan keseriusan penanganan masalah
pengangguran dan kemiskinan ini. Sebab, pada hakikatnya, hasil-hasil pembangunan
diperuntukkan bagi manusia itu sendiri, termasuk rakyat miskin dan para
penganggur. Tidak ada seorang pun menginginkan menjadi miskin atau
menganggur. Logikanya, apabila kemiskinan dan pengangguran akan dikurangi
dengan drastis, tentu anggaran untuk itu pun mesti ditambah-hubungan yang
berbanding terbalik.
Oleh karena itu, jika perlu, pemerintah dapat memplot anggaran pendapatan dan
belanja negara (APBN) khusus untuk pengentasan kemiskinan dan pengangguran,
sebagaimana pemerintah memplot 20 persen APBN-nya untuk sektor pendidikan. Di
sisi lain, pemerintah dapat juga meningkatkan stimulus fiskalnya khusus untuk
mengurangi atau mengentaskan kemiskinan dan pengangguran.
Memang, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2010-2014,
tersurat pemerintah akan terus melanjutkan tiga strategi pembangunan ekonomi,
yaitu pro growth, pro job dan pro poor. Termasuk di dalamnya mewujudkan
pertumbuhan disertai pemerataan (growth with equity). Ketiga strategi itu
diharapkan sebagai pendorong percepatan laju pertumbuhan ekonomi yang dapat
memberikan lebih banyak kesempatan kerja. Dengan demikian, makin banyak
keluarga Indonesia dapat menikmati hasil-hasil pembangunan dan dapat keluar dari
kemiskinan.
Prioritas pembangunan nasional yang dijabarkan dalam RPJM 2010-2014 terdapat 11
butir, antara lain penanggulangan kemiskinan serta peningkatan kesejahteraan
rakyat. Yang disebut terakhir menuntut tidak hanya pertumbuhan ekonomi tinggi,
namun juga pertumbuhan ekonomi berkualitas (inklusif) dan berkeadilan. Tantangan
utama pembangunan ke depan tentu menciptakan pertumbuhan ekonomi yang
berkeadilan, yang mampu menciptakan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan.
Bagaimanapun, pembangunan ekonomi yang pro growth, pro job, dan pro poor perlu
terus dilaksanakan. Cara yang ditempuh adalah dengan memperluas cakupan
program pembangunan berbasis masyarakat, serta meningkatkan akses masyarakat
miskin terhadap pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, air bersih, dan juga
lembaga keuangan. Komitmen ini hendaknya tidak sebatas rencana dan wacana,
namun benar-benar harus dapat direalisasikan dan diimplementasikan.
Sebenarnya, kondisi perekonomian dunia yang terus membaik sebagai akibat krisis
finansial global mempunyai pengaruh terhadap kinerja perekonomian domestik. Ini
terindikasi dari meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi. Dengan dukungan
kebijakan pemerintah yang ekspansif, peningkatan laju pertumbuhan ekonomi
seharusnya dapat memperluas terciptanya lapangan kerja baru.
Sejak 2005, rata-rata setiap satu persen pertumbuhan ekonomi dapat menyerap
tenaga kerja baru sekitar 400.000 orang. Penyerapan tenaga kerja ini diperkirakan
makin meningkat sejalan dengan program dan kebijakan pemerintah dalam
meningkatkan investasi melalui perbaikan infrastruktur dan berbagai kebijakan
lainnya.
Implementasi program-program ini terus dilakukan untuk memberikan akses yang
lebih luas kepada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, agar dapat
menikmati hasil-hasil pembangunan. Dilanjutkannya berbagai langkah antara lain
melalui pemberian subsidi, bantuan sosial, program keluarga harapan (PKH), PNPM
Mandiri, dan dana penjaminan kredit/pembiayaan bagi usaha mikro, kecil, menengah
(UMKM) dan koperasi melalui program kredit usaha rakyat (KUR). Program ini,
apabila dilaksanakan dengan benar dan tepat sasaran, dapat membantu pemenuhan
kebutuhan dasar masyarakat yang tidak atau belum mampu dipenuhi dari
kemampuan mereka sendiri.
Jika target pertumbuhan ekonomi berkisar 5,3 persen tahun 2010, diperkirakan
pertumbuhan lapangan kerja baru akan tercapai lebih dari 2 persen. Sementara itu,
jumlah penduduk yang masuk angkatan kerja setiap tahun diperkirakan juga
meningkat rata-rata sebesar 1,76 persen. Tentu saja peningkatan lapangan kerja
baru yang lebih tinggi dibanding pertumbuhan angkatan kerja akan berdampak pada
makin menurunnya tingkat pengangguran.
Selama ini tingkat pengangguran menurun karena didukung makin tingginya
angkatan kerja yang bekerja di luar negeri sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI).
Pada awal tahun 2010 tingkat pengangguran terbuka diperkirakan berada pada
kisaran 7,41 persen.
Demikian pula tingkat kemiskinan tahun 2010, diharapkan terus mengalami
penurunan. Tercatat jumlah penduduk miskin awal 2010 sebesar 31,02 juta orang
atau sebesar 13,33 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Di antaranya di daerah
pedesaan, penduduk miskin berkurang 0,69 juta orang, dari 20,62 juta menjadi
19,93 juta. Sedangkan di daerah perkotaan berkurang 0,81 juta orang dari 11,91
juta menjadi 11,10 juta orang.
Berbagai program dan upaya harus terus dilaksanakan pemerintah, seperti perluasan
kesempatan kerja, pemberian subsidi, bantuan sosial dan lain-lain. Ini penting untuk
menurunkan tingkat kemiskinan tahun 2010 yang berada pada kisaran 12-13,5
persen. Begitu juga untuk menciptakan pembangunan ekonomi berkualitas dan
berkeadilan, berbagai langkah perlu dilakukan untuk menciptakan lapangan kerja
dan mengurangi kemiskinan. Tentu untuk merealisasikannya diperlukan
penyempurnaan peraturan mengenai ketenagakerjaan, pelaksanaan negosiasi
tripartit, serta penyusunan standar kompetensi, penempatan, perlindungan, dan
pembiayaan tenaga kerja ke luar negeri. ***
Penulis adalah peneliti Pusat Kebijakan Ekonomi Makro
Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu
Artikel 2

Dolar Melemah Tertekan Masalah


Pengangguran
Jumat, 6 Agustus 2010 08:08 WIB

New York (ANTARA News) - Dolar Amerika Serikat melemah terhadap mata uang utama
lainnya pada Kamis, di tengah kekhawatiran tentang pasar tenaga kerja yang tetap menjadi duri
dalam sisi pemulihan ekonomi terbesar di dunia.

Euro berpindah tangan pada 1,3190 dolar di New York pada sekitar 2100 GMT, lebih tinggi dari
1,3155 dolar pada Rabu malam.

Dolar juga turun terhadap mata uang Jepang, menjadi 85,82 yen dari 86,26 yen pada Rabu.

Sentimen untuk dolar telah berkurang oleh data pemerintah Kamis yang menunjukkan klaim
baru untuk memanfaatkan anggaran pengangguran AS minggu lalu secara tak terduga naik ke
tingkat tertinggi sejak April, menyoroti keprihatinan pengangguran bisa menggelincirkan
pemulihan.

Klaim awal naik 4,1 persen menjadi 479.000 pada pekan yang berakhir 31 Juli, Departemen
Tenaga Kerja mengatakan, membingungkan banyak analis yang memperkirakan klaim turun
menjadi 455.000.

Data pengangguran terbaru datang menjelang laporan utama pemerintah AS Jumat, yang
sebagian besar ekonom mengatakan diperkirakan menunjukkan pengangguran sudah tinggi
karena perusahaan tetap enggan untuk merekrut pekerja dalam jumlah besar.

Mereka percaya Juli memperlihatkan upah sektor non-pertanian turun 87.000 dan tingkat
pengangguran naik tipis menjadi 9,6 persen, meningkatkan keraguan lebih lanjut tentang
pemulihan ekonomi yang rapuh.

"Dolar AS sekali lagi dirusak oleh data pekerjaan lemah di pagi hari karena pelaku pasar
menunggu data kunci upah non-pertanian pada besok," kata analis Samarjit Shankar dari Bank of
New York Mellon.
"Itu sekali lagi mengingatkan investor bahwa pasar tenaga kerja AS tetap seimbang dengan
nyaman," katanya.

Sentimen dolar melemah dalam beberapa pekan terakhir di tengah kekhawatiran bahwa
berlanjutnya melambannya pemulihan AS bisa mendorong Bank Sentral AS atau Federal
Reserve untuk meningkatkan "pelonggaran kuantitatif" - memompa uang ke dalam ekonomi
melalui pembelian aset.

"Untuk menjadi penyelamat untuk dolar, gaji swasta perlu meningkat lebih dari 90.000," kata
analis Kathy Lien dari Global Forex Trading, jelang data upah non-pertanian Jumat yang
mengukur keduanya baik sektor pemerintah maupun swasta.

"Jika tidak, ketakutan pasar tentang pemulihan lambat akan diverifikasi, memberikan pedagang
alasan kuat untuk membuang dolar," katanya dikutip AFP.

Sektor swasta diperkirakan telah menciptakan sekitar 82.500 pekerjaan pada Juli tapi pekerjaan
pemerintah diyakini telah jatuh 169.500.

Sebagian besar pekerjaan pemerintah yang hilang diyakini pekerjaan sementara yang dibuat
untuk pelaksanaa sensus.

Terhadap mata uang utama lainnya Kamis, dolar turun menjadi 1,0453 franc Swiss dari 1,0530
pada Rabu, sedangkan pound Inggris naik menjadi 1,5893 dolar dari 1,5878.
Artikel 3
Pengangguran 2010 Turun Tipis
Pengangguran terbuka untuk lulusan SMA dan Universitas masih tinggi karena lapangan kerja
yang semakin sempit.

JAKARTA- Pemerintah memperkirakan angka pengangguran pada 2010 turun menjadi 7,6
persen dari 7,87 persen pada 2009. Angka pengangguran yang menurun disebabkan oleh
kegiatan ekonomi yang mulai pulih.Demikian dikemukakan Direktur Tenaga Kerja dan
Pengembangan Kesempatan Kerja Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)
Rahma Iryanti di Jakarta, Kamis (7/1).

"Kondisi ketenagakerjaan pada periode 2005-2009 terus mengalami perbaikan. Tren tersebut
diperkirakan berlanjut pada 2010," kata Rahma.Kondisi ketenagakerjaan, lanjut Rahma,
menunjukkan perbaikan yang konsisten. Angka pengangguran terbuka terus menurun dari 11,24
persen (11,9 juta jiwa) pada 2005
menjadi 7,87 persen (8,96 juta jiwa) pada 2009. Selain itu, kesempatan kerja juga meningkat
rata-rata 2,78 persen per tahun selama periode 2005-2009. Dalam periode tersebut lapangan kerja
bertambah 10,91 juta.

Tren perbaikan tersebut, tambah Rahma, diperkirakan terus berlanjut pada 2010, dengan
penurunan angka pengangguran menjadi 7,6 persen. "Sektor yang diharapkan mampu
menciptakan kesempatan kerja yang besar adalah industri," ujar dia.Masing-masing sektor usaha,
menurut Rahma, memiliki tingkat sensitivitas yang berbeda dalam hal menyerapan tenaga kerja.
Dalam periode 2005-2009, sektor jasa kemasyarakatan memiliki angka elastisitas penciptaan
lapangan kerja yang paling tinggi.

Pertumbuhan kesempatan kerja, kata Rahma, juga diiringi oleh perbaikan penyerapan tenaga
kerja di sektor formal. Sampai Agustus 2009, penyerapan tenaga kerja masih didominasi oleh
sektor informal, yaitu 67,86 juta jiwa (69,35 persen). "Sasaran kami adalah meningkatkan
keterampilan dan keahlian pencari kena," kata dia.Akan tetapi, kata Rahma, tingkat
pengangguran terbuka untuk lulusan SMA dan perguruan tinggi masih cukup besar, yaitu
mencapai 4,66 juta jiwa (4,4 persen). "Kasus yang memprihatinkan bagi pemerintah adalah
pengangguran terbuka untuk lulusan SMA dan universitas yang masih tinggi. Semakin tinggi
pendidikan, maka semakin tinggi tingkatan pengangguran karena lapangan kerja yang semakin
sempit," kata dia.

Salah satu cara agar tidak terjadi ledakan angka pengangguran, lanjut Rahma, adalah dengan
mempertahankan penduduk berusia 15,16, dan 17 tahun di bangku pendidikan. "Ini dilakukan
untuk mengurangijumlah penawaran dalam pasar tenaga kerja," ujar dia.

Respons Lambat
Pengamat ekonomi Universitas Indonesia Ninasapti Triaswati mengatakan respons pemerintah
dalam mengurangi angka pengangguran lambat. Sektor pertanian, tambah Ninasapti, selalu
menjadi bantaian penyerapan tenaga kerja, terutama pada masa panen."Namun, kualitas
pekerjaan di sektor pertanian dapat dikatakan rendah karena hanya bekerja satu jam atau tujuh
jam setiap pekan. Ini sering disebut sebagai non full employment" papar Ninasapti.

Ke depan, menurut Ninasapti, sektor pertanian harus menyesuaikan dengan perkembangan


zaman. "Memang ada negara yang sepenuhnya bergantung kepada pertanian tradisional. Namun,
negara tersebut cenderung miskin," ujar dia.Oleh karena itu, kata Ninasapti, sektor pertanian
harus bersentuhan dengan pendekatan industrial. "Pertanian ha-
rus menjadi basis bagi industri pengolahan. Dengan begitu, terjadi penciptaan nilai tambah dan
lapangan kerja," jelas dia.

Selain itu. Indonesia juga harus mengembangkan sektor jasa. "Negara tetangga seperti Malaysia
sudah berhasil mengembangkan sektor jasa Itulah mengapa mereka saat ini mengalami kemajuan
pesat," ujar dia.Untuk mengembangkan sektor jasa, lanjut Ninasapti, pendidikan harus dibenahi.
"Kalau hanya wajib belajar sampai SMP, maka tidak akan bisa. Sektor jasa membutuhkan
sumber daya manusia yang kompeten, tidak hanya lulusan SMP/" kata dia.

Dengan peralihan sektor pertanian ke industri dan pengembangkan sektor jasa, tambah
Ninasapti, maka upaya pengurangan pengangguran akan lebih berjangka panjang. "Namun
sampai saat ini, upaya ke arah sana belum terlihat," ujar dia. ajl/E-S
Artikel 4

Pengangguran Masih Suram hingga Tahun 2008

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional memperkirakan dalam lima tahun ke depan


gambaran soal angka pengangguran di Indonesia masih akan suram karena tidak tersedianya
lapangan kerja.

Dalam kaitan itu, negara masih harus mengembangkan industri padat pekerja dan sangat tidak
mungkin beralih ke teknologi modern mengingat struktur angkatan kerja, pekerja, dan
pengangguran terbuka menurut pendidikan masih didominasi oleh tamatan sekolah dasar ke
bawah.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) juga memperkirakan pada tahun 2004
jumlah angkatan kerja akan mencapai 102,88 juta orang, termasuk angkatan kerja baru 2,10 juta
orang. Tambahan lapangan kerja yang tercipta hanya 10,83 juta orang.

Penciptaan lapangan kerja yang tak mampu mengimbangi pertumbuhan angkatan kerja baru itu
menyebabkan angka pengangguran terbuka tahun 2004 meningkat menjadi 10,83 juta orang
(10,32 persen dari angkatan kerja), dari tahun sebelumnya 10,13 juta orang (9,85 persen dari
angkatan kerja).

Peningkatan angka pengangguran terbuka ini diperkirakan masih akan berlanjut tahun 2005, di
mana angka pengangguran terbuka diproyeksikan menjadi 11,19 juta orang atau 10,45 persen
dari angkatan kerja (lihat tabel). Proyeksi ini dibuat dengan asumsi pertumbuhan ekonomi
Indonesia tahun 2004 dan 2005 masing-masing 4,49 persen dan 5,03 persen.

Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Kwik Kian Gie


mengatakan, dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,03 persen pada tahun 2005,
lapangan kerja yang tercipta hanya 1,75 juta orang dan pengangguran terbuka mencapai 11,19
juta orang atau 10,45 persen dari jumlah angkatan kerja.

Pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan 4,49 persen pada tahun 2004 dan 5,03 persen pada
tahun 2005 dinilai sama sekali tidak menjamin terbukanya lapangan kerja. Sebab, investasi baru
cenderung menggunakan mesin modern dan canggih sehingga tidak memerlukan banyak pekerja.

Kwik mengungkapkan hal itu pada seminar “Pasar Kerja yang Ramah Pasar” di Hotel
Borobudur, Jakarta, Selasa (9/9). Pembicara lain dalam seminar itu antara lain Direktur
Ketenagakerjaan dan Analisis Ekonomi Bappenas Bambang Widianto, ekonom dari Universitas
Nasional Australia (ANU) Chris Manning, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo)
Soedjai Kartasasmita, dan Ketua Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI)
Rekson Silaban.

Menurut Kwik, tantangan utama yang dihadapi pemerintah adalah terus membesarnya jumlah
pengangguran. Data tahun 2002 menunjukkan, jumlah pengangguran terbuka mencapai 9,13 juta
orang atau 9,06 persen dari keseluruhan angkatan kerja. Jumlah ini dua kali lipat lebih dari
jumlah pengangguran terbuka sebesar 4,3 juta jiwa atau 4,86 persen tahun 1996, atau setahun
sebelum krisis.

Data itu belum termasuk setengah penganggur, yakni orang yang bekerja kurang dari 35 jam per
minggu, yang jumlahnya mencapai 28,9 juta orang pada tahun 2002.

Yang lebih memprihatinkan adalah terus menurunnya kesempatan kerja formal, baik di pedesaan
maupun di perkotaan. Jumlah pekerja formal di pedesaan yang mempunyai upah tetap atau
waged worker tahun 2001 berkurang sebanyak 3,3 juta orang. Tahun 2002, jumlah pekerja
formal di perkotaan berkurang 469.000 orang dan di pedesaan berkurang 1,1 juta orang.

“Indikator ini menunjukkan, kesempatan kerja yang tercipta selama tahun 2001 dan 2002
memiliki kualitas rendah karena lebih banyak kesempatan kerja tercipta di sektor informal,”
katanya.

Sementara itu, ada kecenderungan di perusahaan besar ada peningkatan upah yang lebih tinggi
dari pertumbuhan nilai tambahnya. “Jika hal ini benar, ini sebagai tanda bahwa daya saing tenaga
kerja Indonesia makin menurun, padahal sangat dibutuhkan menghadapi persaingan global,” ujar
Kwik menjelaskan.

Menurut dia, supaya bisa menambah lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi harus bisa mencapai
enam sampai tujuh persen. Padahal, untuk mencapai pertumbuhan tujuh persen sangat sulit,
karena mengandalkan investasi baru. Sementara itu, investor tidak akan memilih Indonesia
sebagai tempat menanam modal karena biaya ekonomi sangat tinggi, akibat masih kuatnya
praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

“Kalau ingin investor datang ke Indonesia, KKN harus benar-benar diberantas, tidak cukup
dengan ngomong, tetapi pelakunya harus benar-benar dihukum tanpa pandang bulu,” ucap Kwik
tegas.

Peredam

Dengan kondisi seperti sekarang ini, menurut Kwik, investasi yang diutamakan adalah sektor
yang tidak terlalu modern dan tanpa menggunakan mesin canggih. Dikatakannya pula, selama ini
sektor informal dinilai sangat membantu menyerap orang-orang yang menganggur, tetapi kreatif
dan menjadi peredam di tengah pasar global. Namun, bukan berarti sektor formal diabaikan.

Direktur Ketenagakerjaan dan Analisis Ekonomi Bappenas Bambang Widianto memaparkan,


lima tahun ke depan negara ini masih harus mengembangkan industri padat pekerja dan sangat
tidak mungkin beralih ke teknologi modern.

Alasannya, struktur angkatan kerja, pekerja, dan pengangguran terbuka menurut pendidikan
masih didominasi oleh tamatan sekolah dasar (SD) ke bawah. Untuk angkatan kerja tahun 2002,
yang berpendidikan SD ke bawah mencapai 59,05 juta orang atau sekitar 58,6 persen dari
angkatan kerja.
Perkembangan yang dinilai memprihatinkan oleh Bambang adalah kecenderungan menciutnya
sektor informal periode 2001-2002, yang dibarengi dengan perbedaan upah yang makin lebar
antara pekerja di sektor formal dan informal. Faktor lain adalah menurunnya produktivitas di
sektor industri pengolahan serta meningkatnya pengangguran usia muda, yakni 15-19 tahun.

Sementara itu, ada beberapa aturan main yang berpotensi menyebabkan infleksibilitas pasar
kerja. Misalnya, peraturan yang berkaitan dengan perlindungan di tempat kerja, menyangkut
pemutusan hubungan kerja (PHK), dan yang berkaitan dengan upah minimum.

Sumber : (Eta) Harian Kompas, Jakarta


Artikel 5

Fenomena Kemiskinan dan pengangguran di Indonesia

Rupanya fenomena pertambahan pengangguran dan kemiskinan lebih mudah


terjadi ketimbang dicegah apalagi diturunkan jumlahnya. Kepekaan atau
elastisitasnya terhadap pertumbuhan ekonomi relatif tinggi. Pemerintah
memperkirakan pada tahun ini, akibat krisis ekonomi global, jumlah tambahan
pengangguran atau pemutusan hubungan kerja (PHK) mencapai 200 ribu orang.
PHK ini dipengaruhi oleh menurunnya perumbuhan ekonomi dari prakiraan sebesar
5.5% menjadi 4.5% saja. Pelambatan pertumbuhan ekonomi ini karena
pertumbuhan ekspor yang juga menurun. Semula ekspor diproyeksikan tumbuh 5%
namun kini hanya diprakirakan mencapai 2.5%. Akibatnya produktifitas nasional
pun menurun. Akibat turunannya apabila prakiraan proyeksi pertumbuhan ekonomi
mencapai 5.5% jumlah penduduk miskin akan mencapai 28 juta atau 12,68% dari
total penduduk. Namun kalau hanya 4.5% disamping timbulnya pengangguran baru
maka juga diikuti dengan meningkatnya penduduk miskin menjadi 30,24 juta jiwa
atau 13,34% dari total penduduk.

Program penanggulangan kemiskinan yang pernah dilaksanakan:

1. Proyek Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil (P4K),


2. Kelompok Usaha Bersama (KUBE);
3. Tempat Pelayanan Simpan Pinjam Koperasi Unit Kawasan Terpadu (TPSP-KUD)
4. Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UEDSP)
5. Pengembangan Kawasan Terpadu (KPT)
6. Inpres Desa Tertinggal (IDT)
7. Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT)
8. Program Pengembangan Kecamatan (PPK)
9. Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP)
10. Pemberdayaan Daerah Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (PDMDKE)
11. Proyek Pembangunan Masyarakat dan Pemerintah Daerah (P2MPD)

You might also like