Professional Documents
Culture Documents
Segala puji bagi ALLah SWT, yang telah memberikan kenikmatan kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan penulisan diktat kuliah ini. Diktat ini digunakan oleh
penulis sebagai bahan mengajar untuk mata kuliah Matematika Teknik II. Materi yang
terdapat pada diktat ini ditujukan bagi mahasiswa Diploma 3 Jurusan Teknik Elektro
yang sedang mengambil mata kuliah Matematika Teknik II pada Program Perkuliahan
Dasar dan Umum di STT Telkom.
Diktat ini terdiri dari lima bab, yaitu Matriks dan Sistem Persamaan Linear,
Persamaan Diferensial Biasa, Fungsi Dua Peubah, Barisan dan Deret, serta Peubah
Kompleks. Semua materi terbut merupakan bahan kuliah yang sesuai dengan kurikulum
2004 yang berlaku di STT Telkom.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang tulus kepada
berbagai pihak atas segala bantuan dan dukungannya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan diktat ini. Akhirnya, penulis mohon maaf jika dalam tulisan ini
masih banyak kekurangan. Sumbangan ide, saran, dan kritik yang membangun untuk
perbaikan diktat ini sangat penulis harapkan.
Penulis,
i
DAFTAR ISI
ii
1
Matematika Teknik II
BAB I
MATRIKS DAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR
1.1.1 Pendahuluan
Matriks adalah kumpulan bilangan yang berbentuk segi empat yang tersusun dalam
baris dan kolom.
Contoh : ┌ ┐
│ a11 a12 ... a1n │
A = │ a21 a22 ... a2n │
│ : : : │
│ am1 am2 ... amn │
└ ┘
aij untuk setiap i = 1, 2,…, m dan j = 1, 2,…, n dinamakan unsur /entri / elemen matriks
yang terletak pada baris ke-i dan kolom ke-j. aij dinamakan unsur diagonal jika i = j.
Ukuran suatu matriks (ordo matriks) yaitu jumlah baris kali jumlah kolom.
Contoh : A berorde m x n
Misal A dan B adalah matriks berorde sama, maka dapat dikatakan bahwa A = B,
jika unsur-unsur matriks yang seletak pada kedua matriks tersebut adalah sama.
Contoh : ┌ ┐ ┌ ┐
A = │ a11 a12 a13 │ B = │ b11 b12 b13 │
│ a21 a22 a23 │ │ b21 b22 b23 │
└ ┘ └ ┘
A = B jika aij = bij, untuk setiap i = 1, 2 dan j = 1, 2, 3
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
2
Matematika Teknik II
┌ ┐ ┌ ┐ ┌ ┐
│1 2│ + │5 6│ = │6 8│
│3 4│ │7 8│ │ 10 12 │
└ ┘ └ ┘ └ ┘
2. Perkalian Matriks
a. dengan skalar ┌ ┐
Contoh : C elemen Real dan A = │p q│
│r s│
└ ┘
┌ ┐ ┌ ┐
C x A = C │ p q │ = │ Cp Cq │
│r s│ │ Cr Cs │
└ ┘ └ ┘
b. dengan matriks lain
Misal : Amxn dan Bpxq
Maka : - A x B bisa dilakukan jika n = p dan hasilnya berorde m x q
- B x A bisa dilakukan jika q = m dan hasilnya berorde p x n
Contoh : ┌ ┐ ┌ ┐
A = │ a b c│ B = │ p s│
│d e f│ │q t│
└ ┘2x3 │r u│
└ ┘3x2
┌ ┐
Maka : A x B = │ ap + bq + cr as + bt + cu │
│ dp + eq + fr ds + et + fu │
└ ┘2x2
Perhatikan bahwa unsur baris ke-2 kolom ke-1 dari AB merupakan jumlah dari hasil
kali unsur-unsur pada baris ke-2 matriks A dengan unsur-unsur pada kolom ke-1
matriks B.
3 5 4
5 6 6
7 8 9
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
3
Matematika Teknik II
2. Matriks Diagonal
Matriks bujur sangkar dimana unsur selain unsur diagonalnya adalah 0.
Contoh :
3 0 0
0 2 0
0 0 1
3. Matriks Identitas
Matriks diagonal yang unsur diagonalnya adalah 1
Contoh :
1 0 0
0 1 0
0 0 1
Contoh :
2 0 0
5 1 0
3 0 2
6. Matriks Nol
Matriks yang semua unsurnya bernilai Nol
Contoh :
0 0
0 0
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
4
Matematika Teknik II
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
5
Matematika Teknik II
Contoh :
┌ ┐
│ 1 -1 0 -1 │
A= │0 2 1 7│
│ 2 -1 1 3 │
└ ┘
Tentukan Matriks Esilon Baris Tereduksi ?
Jawab :
┌ ┐
│1 -1 0 -1 │
-2b1 + b3 ~ │0 2 1 7│
│0 1 1 5│
└ ┘
┌ ┐
│1 -1 0 -1 │
b2 ↔ b3 ~ │0 1 1 5│
│0 2 1 7│
└ ┘
┌ ┐
│1 -1 0 -1 │
-2b2 + b3 ~ │0 1 1 5│
│0 0 -1 -3 │
└ ┘
┌ ┐
│1 -1 0 -1 │
-b3 ~ │0 1 1 5│
│0 0 1 3│
└ ┘
┌ ┐
│1 0 1 4│
b2 + b1 ~ │ 0 1 1 5│
│0 0 1 3│
└ ┘
┌ ┐
-b3 + b2 │1 0 0 1│
-b3 + b1 ~ │ 0 1 0 2│
│0 0 1 3│
└ ┘
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
6
Matematika Teknik II
Contoh :
2 1 0
Tentukan matriks invers ( jika ada ) dari A = 1 2 1
0 1 2
Jawab :
2 1 0 1 0 0 1 2 1 0 1 0
1 2 1 0 1 0 ~ 2 1 0 1 0 0
0 1 2 0 0 1 0 1 2 0 0 1
2 1 0 0 10
~ 0 − 3 − 2 1 − 2 0
0 1 2 0 0 1
1 2 1 0 1 0
~0 1 2 0 0 1
0 − 3 − 2 1 − 2 0
1 0 − 3 0 1− 2
~ 0 1 2 0 0 1
0 − 3 − 2 1 − 2 0
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
7
Matematika Teknik II
1 0 − 3 0 − 2
1
~0 1 2 0 0 1
0 0 4 1 − 2 3
1 0 − 3 0 1 −2
~ 0 1 2 0 0 1
0 0 1 1/ 4 − 1/ 2 3 / 4
1 0 0 3/ 4 −1/ 2
1/ 4
~0 1 0 − 1/ 2 1 − 1/ 2
0 0 1 1 / 4 − 1 / 2 3 / 4
3 / 4 − 1/ 2 1/ 4
-1
Jadi A = − 1 / 2 1 − 1/ 2
1/ 4 − 1/ 2 3 / 4
Untuk memeriksa apakah A-1 sudah benar atau belum, maka dapat dilakukan dengan
mengalikan A . A-1 = I
2 1 0 3 / 4 − 1/ 2 1/ 4
-1
A = 1 2 1 dan A = − 1 / 2 1 − 1/ 2
0 1 2 1/ 4 1/ 2 3 / 4
maka
2 1 0 3 / 4 − 1/ 2 1/ 4
-1
A . A = 1 2 1 . − 1/ 2 1 − 1/ 2
0 1 2 1/ 4 − 1/ 2 3 / 4
3 / 2 − 1/ 2 + 0 −1+1+ 0 1/ 2 − 1/ 2 + 0
= 3 / 4 − 1 + 1/ 4 − 1/ 2 + 2 − 1/ 2 1/ 4 − 1 + 3 / 4
0 − 1/ 2 + 1/ 2 0 +1−1 0 − 1 / 2 + 3 / 2
1 0 0
= 0 1 0
0 0 1
= I3x3 (terbukti)
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
8
Matematika Teknik II
Determinan merupakan suatu fungsi riil dengan domain matriks bujur sangkar.
Misalkan,
┌ ┐
│ a11 a12 ... a1n │
A = │ a21 a22 ... a2n │
│ : : : │
│ an1 an2 ... ann │
└ ┘
Contoh :
A= 2 1 maka |A| = 3
-1 1
2) Jika B berasal dari A denagn perkalian sebuah baris dengan konstanta tak nol
k maka Det (B) = k . Det (A)
Contoh : matriks B berasal dari matriks A dengan perkalian dengan 2 pada baris
kedua
A= 2 1
-1 1
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
9
Matematika Teknik II
B= 2 1
-2 2
3) Jika matriks B berasal dari matriks A dengan perkalian sebua baris dengan
konstanta tak nol k lalu dijumlahkan pada baris lain maka Det (B) = Det (A)
Contoh : 1 3 = 1 3 = -12
2 -6 0 -12
Contoh :
Tentukan determinan matriks berikut :
2 1 0
A= 1 2 1
0 1 2
Jawab :
det( A) = A
2 1 0
= 1 2 1
0 1 2
1 2 1
=− 2 1 0 pertukaran baris ke-1 dan ke-2
0 1 2
1 2 1
=− 0 −3 −2 -2b1 + b2
0 1 2
1 2 1
= 0 1 2 Pertukaran baris ke-2 dan ke-3
0 −3 −2
1 2 1
= 0 1 2 3b2 + b3
0 0 4
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
10
Matematika Teknik II
Misalkan ,
Beberapa definisi :
(i) Mij disebut Minor- ij yaitu determinan matriks A dengan menghilangkan baris ke_i
dan kolom ke-j matriks A.
Contoh :
2 1 0 1 2
1 2 1 maka M13 = =1
0 1 2 0 1
1 0
C21 = (-1)2+1 = (-1)3 .2 = -2
1 2
Contoh :
Hitunglah determinan matrik
2 1 0
A= 1 2 1
0 1 2
Jawab :
Misalkan , kita akan menghitung det (A) dengan ekspansi kofaktor sepanjang baris ke-3
3
det( A) = ∑ a3 j c3 j
j =1
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
11
Matematika Teknik II
2 0 2 1
= 0 +1 (-1) 3+2 + 2 (-1) 3+3 =0–2+6=4
1 1 1 2
3
det (A) = ∑ aj3 cj3
j =1
2 1 2 1
= 0 +1 (-1) 3+2 + 2 (-1) 3+3 =0–2+6=4
0 1 1 2
Contoh :
Tentukan determinan matriks berikut :
1 0 1
A = 1 -1 0
0 2 1
Jawab :
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
12
Matematika Teknik II
-1 0 1 -1
det ( A ) = 1 + 0 + 1
2 1 0 2
= ( -1 ) + 0 + 2
=1
contoh :
2x+y+3z =0
y = x2
Pada sistem persamaan di atas peubah x mengandung pangkat, jadi sistem di atas
bukan merupakan Sistem Persamaan Linier.
Sistem Persamaan Linier dapat ditulis dengan perkalian matrik sebagai berikut .:
a 11 a 12 … a 1n x1 b1
a 21 a 22 … a 2n x2 b2
: .: : = : = : (*)
. . . . .
a m1 a m2 … a mn xn bm
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
13
Matematika Teknik II
atau
AX = B
dimana :
A dinamakan matriks koefisien
X dinamakan matriks peubah
B dinamakan matriks konstanta
Contoh :
Misalkan, berikut merupakan sistem persamaan linier, yaitu :
2x–y+3z =0
4p+2q–z =2
maka sistem persamaan linier dalam bentuk perkalian matriks berikut:
x
2 -1 0 0 3 y = 0
0 0 4 2 -1 p 2
q
z
Contoh :
3x–y=5
x+3y=5
Misal S = { 2, 1 } maka S merupakan solusi sistem persaman linier tersebut.
Menentukan solusi persamaan linier dapat dilakukan dengan menggunakan operasi baris
elementer (OBE). Sistem persamaan linier ditulis dalam bentuk matrik yang diper besar,
yaitu :
3 -1 5 b1+ b2 3 -1 5 -3b1+ b2
1 3 5 ~ 1 3 5 ~
1 3 5 - 1/10 b2 1 3 5 -3 b2+ b1
0 -10 -10 ~ 0 1 1 ~
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
14
Matematika Teknik II
1 0 2
0 1 1
1 0 x 2
0 1 y = 1
Jika determinan A tidak sama dengan nol, maka untuk menentukan solusi peubah x1, kita
dapat menggunakan aturan cramer, yaitu :
( i ) Tulis Ai yaitu matrik A dengan mengganti seluruh anggota kolom ke-i dengan
konstanta b1… bn
( ii ) Hitung det(A) dan det(Ai)
( iii ) Solusi peubah xi = det(Ai) / det( A)
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
15
Matematika Teknik II
Jawab :
a -1 2 1 4
b = -1 1 1 - 1
c 2 - 2 - 1 7
1
= 2
3
1 0 1
A = 1 -1 0
0 2 1
=1
sehingga
det ( Aa )
a=
det ( A )
4 0 1
= -1 -1 0
7 2 1
-1 0 -1 -1
= 4 + 0 +1
2 1 7 2
= 4 ( - 1 - 0 ) + 1 ( - 2 - (-7) )
=- 4 + 0 + 5
=1
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
16
Matematika Teknik II
SPL homogen merupakan SPL yang konsisten, yaitu ia selalu mempunyai. Solusi SPL
homogen dikatakan tunggal jika solusi itu adalah {x1 = x 2 = Κ = x n = 0}.
Jika tidak demikian, artinya SPL homogen mempunya solusi tak hingga banyak. Ini
biasanya ditulis dalam bentuk parameter.
Contoh:
Tentukan SPL homogen berikut
2p + q – 2r - 2s = 0
p - q + 2r – s = 0
-p + 2q - 4s + s = 0
3p - 3s =0
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
17
Matematika Teknik II
Sistem persamaan diatas dapat ditulis dalam bentuk matriks sebagai berikut :
2 1 −2 −2 0
1 −1 2 −1 0
− 1 2 − 4 1 0
3 0 0 −3 0
dengan melakukan OBE diperoleh :
1 0 0 −1 0
0 1 − 2 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
Dengan demikian solusi SPL homogen tersebut adalah :
p = a,
q = 2b ,
s = a, dan
r = b,
dimana a, b merupakan parameter.
Latihan :
1. Tentukan determinan matriks berikut dengan menggunakan OBE dan ekspansi
kofaktor (membandingkan kedua metode) :
2 1 1
P = 1 2 1
a.
1 1 2
3 − 2 0
b. Q = 0 1 0
− 4 4 1
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
18
Matematika Teknik II
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
19
Matematika Teknik II
BAB II
PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA
Contoh :
Diketahui persamaan diferensial y’ + 2 sinx = 0
f(x) = 2 cos x + C merupakan solusi persamaan diferensial diatas,
dimana C adalah konstanta yang bergantung pada syarat awal persamaan
diferensial tersebut.
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
20
Matematika Teknik II
Beberapa metode untuk menyelesaikan persamaan diferensial orde satu, antara lain :
a. Peubah Terpisah
Bentuk umum :
dy f ( x)
=
dx g ( y )
atau
dy g ( y )
=
dx f ( x)
Cara penyelesaian dengan integral biasa dari kedua ruas di bawah ini :
∫ g ( y)dy = ∫ f ( x)dx
Contoh :
Tentukan solusi umum dari persamaan diferensial
dy y
=
dx 1 + x
Jawab :
dy y
=
dx 1 + x
dy dx
⇒ =
y 1+ x
⇒ ln y = ln(1 + x) + C
⇒ y = C (1 + x)
Dengan demikian, solusi umum dari persamaan diferensial tersebut adalah
b. Faktor Integrasi
Bentuk umum merupakan persamaan diferensial linear, yaitu :
y’ + p(x) y = q(x)
(*)
Solusi persamaan diferensial diatas adalah berbentuk :
1
y=
u ( x) ∫
u ( x)q( x)dx + C ,
dimana u ( x) = e ∫
p ( x ) dx
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
21
Matematika Teknik II
Bukti :
Kalikan persamaan diferensial (*) dengan u(x) sehingga menjadi :
u(x) y’ + u(x) p(x) y = u(x) q(x)
u(x) y’ + u’(x) y - [ u’(x) y - u(x) p(x) y ] = u(x) q(x)
Misalkan
u’(x) y - u(x) p(x) y = 0
(**)
Sehingga u(x) y’ + u’(x) y = u(x) q(x)
[ u(x) y ]’ = u(x) q(x)
1
y= ∫ u ( x)q( x)dx + C
u ( x)
Dari (**) kita mempunyai u’(x) y - u(x) p(x) y = 0
Dengan metode peubah terpisah diperoleh :
p ( x) dx
u ( x) = e ∫ ΘΘΘ
Contoh :
dy y 1
Tentukan solusi umum dari persamaan diferensial + =
dx x x 2
Jawab :
Tulis p(x) = 1/x
1
Sehingga u(x) = exp ∫ dx = x
x
Dengan demikian solusi dari persamaan diferensial tersebut adalah :
1 1
y = ∫x dx
x x2
1
= ( ln x + C )
x
f(x, y) dinamakan fungsi homogen jika f(kx, ky) = kn f(x, y), untuk k ∈ skalar riil dan n
merupakan orde dari fungsi tersebut.
Beberapa persamaan diferensial orde satu tak linear yang dapat ditulis
dy S( x, y )
= ,
dx T( x, y )
dimana S, T merupakan fungsi homogen berderajat sama. Maka solusi persamaan
diferensial dapat dicari dengan menggunakan metode substitusi sehingga menjadi
bentuk persamaan diferensial dengan peubah terpisah. Misal, kita dapat mensubstitusi
peubah tak bebas y dengan ux, yaitu : y = ux dimana u = u(x), sehingga y’ = u’x + u.
Contoh :
Tentukan Solusi umum dari persamaan diferensial
dy x + y
=
dx x
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
22
Matematika Teknik II
Jawab :
Misal y = ux, dimana u = u(x)
Oleh karena itu y’ = u’ x + u
Dengan mensubstitusi pada persamaan diferensial di atas ke persamaan
diferensial, di peroleh :
x + ux
u'x + u =
x
u ' x + u =1 + u
1
u' =
x
u = ln x + C
maka
y = x lnx + cx
Contoh :
Tentukan trayektori ortogonal dari keluarga kurva
x2 + y2 = C
Jawab :
Turunan implisit dari fungsi di atas adalah :
2x + 2y y‘ = 0
x
Sehingga Df(x,y) = −
y
Trayektori ortogonal akan memenuhi persamaan diferensial :
dy 1 dy y
=− =
dx Df ( x, y ) dx x
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
23
Matematika Teknik II
Latihan
Tentukan solusi umum dari persamaan diferensial orde satu berikut :
dy
1. = 1 + y2
dx
dy x 2 + 3xy + y 2
2. =
dx x2
dy
3. + 2 y = 6x
dx
dy y cos x
4. =
dx 1 + 2 y 2
dy
5. x − 2 y = x 3e x
dx
dy y x
6. − − =0
dx 2 x 2 y
9. y = C e −2 x
10. x2 − y2 = C
11. y = C x2
12. x 2 + ( y − c )2 = C 2
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
25
Matematika Teknik II
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
26
Matematika Teknik II
Contoh :
Tentukan solusi umum persamaan diferensial berikut :
a. y” + y’ – 2y = 0
b. y” + 4y‘ + 4y = 0
c. y” + 9y = 0
Jawab :
a. Persamaan karakteristik yang sesuai adalah
r2 + r – 2 = 0
(r – 1) (r + 2) = 0
mempunyai dua akar real berbeda, yaitu : 1 dan -2
Sehingga solusi umumnya :
y ( x) = c1e x + c2 e − 2 x
b. Persamaan karakteristik yang sesuai adalah
r2 + 4r + 4 = 0
(r – 2) 2 = 0
mempunyai dua akar real kembar, yaitu : 2
Sehingga solusi umumnya :
y ( x) = c1e 2 x + c2 xe 2 x
c. Persamaan karakteristik yang sesuai adalah
r2 + 9 = 0
r2 = – 9
r=3i
mempunyai akar kompleks, yaitu : 3i
Sehingga solusi umumnya :
y ( x) = c1 sin 3x + c2 cos 3x
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
27
Matematika Teknik II
f (x) yp
Cxn bnxn + ….+ b1x + b0
Ceax Aeax
Cxeax Aeax + Bxeax
Csin ax A sin ax + Bcos ax
Ccos ax A sin ax + Bcos ax
Contoh :
Tentukan solusi umum persamaan diferensial berikut :
d2y dy
−3 − 4 y = 2 sin x
dx 2 dx
Jawab :
Kita mempunyai solusi umum homogen
yh = c1e − x + c2e 4 x
Untuk menentukan solusi pelengkap, kita pilih :
yp = Asinx + B cosx
Substitusikan ke persamaan diferensial, sehingga diperoleh :
(– A + 3B – 4A) sinx + (– B – 3A – 4B) cosx = 2 sinx
Maka ada dua persamaan yaitu :
– 5A + 3B = 2
– 5B – 3A = 0
Oleh karena itu
A = – 5/17
dan
B = 3/17
Solusi umum dari persamaan diferensial diatas adalah :
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
28
Matematika Teknik II
5 3
y ( x) = c1e − x + c2e 4 x − sin x + cos x
17 17
Metode Variasi Parameter
Metode ini lebih umum dari metode sebelumnya, artinya jika kondisi persamaan
diferensial seperti di atas, metode ini dapat digunakan dalam menentukan solusinya.
Jika f (x) tidak sama dengan fungsi-fungsi pada kolom pertama tabel maupun
penjumlahannya, bisa berupa perkalian atau pembagian dari fungsi-fungsi tersebut,
kondisi ini mendorong kita untuk menggunakan metode variasi parameter.
Solusi pelengkap dari persamaan diferensial dengan menggunakan metode variasi
parameter adalah :
yp = v1u1 + v2u2
dimana u1, u2 merupakan solusi homogen yang bebas linear, sedangkan
− u 2 f ( x)
v1 = ∫ dx
[u1u2 '−u2u1']
dan
u1 f ( x)
v2 = ∫ dx
[u1u2 '−u2u1']
Bukti :
Misal yp = v1u1 + v2u2 solusi persamaan diferensial.
Substitusikan sehingga diperoleh:
v1’u1’ + v2’u2’ + v1u1” + v2u2” + a (v1’u1 + v2’u2 + v1u1’+ v2u2’)
+ b(v1u1+ v2u2)= f (x)
v1’u1’ + v2’u2’ + a (v1’u1 + v2’u2)
+ v1u1” + v2u2” + a(v1u1’+ v2u2’) + b(v1u1+ v2u2)= f (x)
v1’u1’ + v2’u2’ + a (v1’u1 + v2’u2)
+ v1(u1” + au1’+ bu1) + v2 (u2” + au2’ + bu2)= f (x)
u1, u2 merupakan solusi homogen, oleh karena itu :
v1’u1’ + v2’u2’ + a (v1’u1 + v2’u2) = f (x)
Ambil v1’u1 + v2’u2 = 0, sehingga v1’u1’ + v2’u2’ = f (x)
Dengan memperhatikan dua persamaan terakhir, yaitu :
v1’u1 + v2’u2 = 0
v1’u1’ + v2’u2’ = f (x)
Dapat ditulis dalam bentuk perkalian matriks berikut :
u1 u 2 v1 ' 0
u ' u ' v ' = f ( x)
1 2 2
Dengan aturan Cramer diperoleh :
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
29
Matematika Teknik II
0 u2
f ( x) u2 '
v1' =
u1 u2
u1' u2 '
dan
u1 0
u ' f ( x)
v2 ' = 1
u1 u2
u1' u2 '
Dengan jaminan bahwa u1, u2 merupakan solusi homogen yang bebas linear maka
u1 u2
W (u1, u2)= ≠0 ΘΘΘ
u1' u2 '
Contoh :
Tentukan solusi umum persamaan diferensial
y “ + y = sec x
Jawab :
Kita mempunyai solusi umum homogen
yh = c1 sin x + c2 cos x
Untuk menentukan solusi pelengkap, kita menghitung wronskian terlebih
dahulu, yaitu :
cos sin x
W (u1 , u 2 ) =
− sin x cos x
= cos 2 x + sin 2 x
=1
oleh karena itu
− sin x sec x
v1 = ∫ dx = ln cos x
1
dan
cos x sec x
v2 = ∫ 1
dx = x
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
30
Matematika Teknik II
Latihan
Tentukan solusi umum (khusus) persamaan diferensial berikut :
1. y ” + 4y = 3sin2x ; y(0) = 2 dan y’(0) = -1
2. y ” + 2y’ + y = 2e-x
3. y “ + 9y = sinx + e2x
4. y ” + 2y’ = 3 + 4 sin2x
5. y ” + y = csc x
6. y ” + 2y’ + y = e-x cosx
7. y “ + 2y’ + y = 4e-x ln x ; y(1) = 0 dan y’(1) =-e-1
8. y ” + 4y’ + 4y = x-2 e-2x
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Teknologi Telkom
30
Matematika Teknik II
BAB III
FUNGSI DUA PEUBAH
Pada bagian awal, bab ini menjelaskan tentang beberapa permukaan pada ruang tiga
dimensi (R3), dengan penekanan pada cara menggambar permukaan tersebut secara
bertahap. Selanjutnya, kami mengetengahkan pengertian dari fungsi dua peubah, dari
mulai memahami daerah definisi fungsi tersebut sampai pengertian turunan parsial dan
vektor gradien dari fungsi tersebut baik secara geometris maupun analisis. Pada bagian
akhir, kami menjelaskan tentang titik kritis dan bagaimana cara menentukan nilai ekstrim
dari suatu fungsi dua peubah.
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Tekonologi Telkom
31
Matematika Teknik II
x2 y2
Jejak di bidang XOY, z = 0 + = 1, berupa ellips
a2 b2
x2 z2
Jejak di bidang XOZ, y = 0 + = 1, berupa ellips
a2 c2
y2 z2
Jejak di bidang YOZ, x = 0 + = 1, berupa ellips
b2 c2
x2 y2
Jejak di bidang XOY, z = 0 + = 1, berupa ellips
a2 b2
x2 z2
Jejak di bidang XOZ, y = 0 2
− = 1, berupa hiperbol
a c2
y2 z2
Jejak di bidang YOZ, x = 0 − = 1, berupa hiperbol
b2 c2
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Tekonologi Telkom
32
Matematika Teknik II
y2 z2 x2
+ = −1 maka terdefinisi saat x ≤ - a atau x ≥ a
b2 c2 a2
x2 y2
Jejak di bidang XOY, z = 0 − = 1, berupa hiperbol
a2 b2
x2 z2
Jejak di bidang XOZ, y = 0 − = 1, berupa hiperbol
a2 c2
Cara membuat sketsa di ruang, dengan menelusuri setiap jejak di bidang yaitu :
Jejak di bidang z = k (konstanta positif), berupa ellips
x2 z
Jejak di bidang XOZ, y = 0 2
= , berupa parabol
a c
y2 z
Jejak di bidang YOZ, x = 0 2
= , berupa parabol
b c
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Tekonologi Telkom
33
Matematika Teknik II
y2 z
Jejak di bidang YOZ, x = 0 2
= , berupa parabol
b c
Sehingga sketsa dari paraboloida hiperbolik, adalah
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Tekonologi Telkom
34
Matematika Teknik II
x2 y2 k2
Jejak di bidang XOY, z = k (konstanta) ≠ 0 + = , berupa ellips
a2 b2 c2
x2 z2
Jejak di bidang XOZ, y = 0 = , berupa garis
a2 c2
y2 z2
Jejak di bidang YOZ, x = 0 = , berupa garis
b2 c2
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Tekonologi Telkom
35
Matematika Teknik II
Contoh :
Tentukan dan gambarkan daerah definisi fungsi :
ln(2 + x)
f ( x, y ) =
y −1
Jawab :
Syarat f(x,y) terdefinisi :
• ln (2 + x) terdifinisi jika (2 + x) > 0 ,
oleh karena itu x > - 2
• y − 1 tedefinisi jika (y - 1) ≥ 0,
tapi karena penyebut tidak boleh sama dengan nol maka (y - 1) ≥ 0, oleh
karena itu y > 1
Sehingga daerah definisi (Df) dari fungsi diatas adalah :
Df = { (x, y) | x > -2 dan y > 1, x, y ∈ℜ}
Sketsa daerah definisi pada kartesius adalah :
Df
y=1
x
x=2
Kurva ketinggian dari suatu fungsi f(x,y) adalah proyeksi dari perpotongan permukaan
f(x,y) dengan bidang z = k (konstanta) pada bidang XOY.
Contoh :
Tentukan dan gambarkan kurva ketinggian dari fungsi
f(x,y) = x2 + y2
untuk z = 0, 1, 4
Jawab :
z = 0 0 = x2 + y2 , kurva ketinggian berupa titik di (0, 0, 0)
z = 1 1 = x2 + y2 , kurva ketinggian berupa lingkaran dengan jari-jari satu
z = 4 4 = x2 + y2 , kurva ketinggian berupa lingkaran dengan jari-jari dua
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Tekonologi Telkom
36
Matematika Teknik II
z=1
z=0 x
z=4
Latihan :
Tentukan dan gambarkan daerah definisi fungsi berikut :
1. f ( x, y ) = 1 − x 2 − y 2
x
2. f ( x, y ) =
1− y
xy 2
3. f ( x, y ) =
x2 − y2
x2
6. z = f ( x, y ) = , untuk z = -4, -1, 0, 1, 4
y
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Tekonologi Telkom
37
Matematika Teknik II
(a,b)
Secara analog dengan cara di atas, kita dapat memperoleh turunan parsial f(x,y) terhadap
peubah y.
Contoh :
Tentukan turunan parsial pertama, kedua, dan campuran terhadap masing-masing
peubah fungsi f(x,y) = 2x2y + 3x2y3
Jawab :
fx (x, y) = 4xy + 6xy3
fy (x, y) = 2x2 + 9x2y2
fxx (x, y) = 4y + 6y3
fyy (x, y) = 18 x2y
fxy (x, y) = 4x + 18x y2 ; fyx (x, y) = 4x + 18x y2 fxy = fyx
fxy dan fyx dinamakan turunan parsial campuran.
Latihan :
Tentukan turunan parsial pertama, kedua, dan campuran dari fungsi berikut :
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Tekonologi Telkom
38
Matematika Teknik II
xy
1. f(x, y) = e–
Contoh :
Tentukan turunan berarah dari fungsi
f(x,y) =2x2 + xy – y2
di titik (3, – 2) dalam arah vector a = iˆ − ˆj !
Jawab :
fx (x, y) = 4x + y fx (3, – 2) = 10
fy (x, y) = x – 2y fy (3, – 2) = 7
oleh karena itu :
∇ f ( x, y ) = (4 x + y )iˆ + ( x − 2 y ) ˆj sehingga ∇ f (3,−2) = 10iˆ + 7 ˆj
sedangkan
a
u =
a
sehingga
1 ˆ 1 ˆ
u= i− j
2 2
Maka turunan berarah dititik tersebut adalah
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Tekonologi Telkom
39
Matematika Teknik II
Du f (3,−2) = ∇ f (3,−2) • u
10 7
= −
2 2
3
=
2
Andaikan z = f(x, y), dengan f suatu fungsi yang dapat didiferensialkan, dan andaikan
dx dan dy (disebut diferensial dari x dan y) berupa peubah. Difenesial total dari peubah
tak bebas (dz) disebut juga diferensial total f (df (x, y)), didefinisikan oleh :
dz = df (x, y) = fx (x, y) dx + fy (x, y) dy
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Tekonologi Telkom
40
Matematika Teknik II
Latihan :
Tentukan turunan parsial pertama, kedua, dan campuran dari fungsi berikut :
1. f(x,y) = e− xy
2. f(x,y) = y cos( x 2 + y 2 )
( x + y)
3. f(x,y) = ln
( x − y)
Untuk no. 4 dan no. 5, tentukan vektor gradien dan turunan berarah dari fungsi berikut :
4. f(x,y) = e − x cos y di titik P( 0, π/3) dalam arah menuju ke titik asal !
5. f(x,y) = 2 x 2 + xy − y 2 di titik P(3, – 2 ) dalam arah vektor yang membentuk sudut
300 dengan arah sumbu – x positif !
3y
6. Tentukan persamaan bidang singgung permukaan z = 2 e cos 2x di titik
P(π/3, 0, -1) !
Jadi fungsi f(x, y) yang mempunyai turunan parsial, pada titik kritis, bidang singgung
terhadap f (x, y) adalah sejajar dengan bidang XOY.
Jenis titik kritis, antara lain :
• Titik batas
• Titik stasioner
• Titik singular
Misal (a, b) suatu titik pada daerah asal f(x, y) maka (a, b) dinamakan titik stasioner jika
ρ ρ
dan hanya jika ∇f ( x , y) = 0
Dengan kata lain :
∂f (a, b) ∂f (a, b)
= 0 dan =0
∂x ∂y
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Tekonologi Telkom
41
Matematika Teknik II
Definisi yang sama berlaku dengan kata global digantikan oleh kata lokal jika
pertidaksamaan di atas hanya berlaku pada suatu hmpunan bagian S. Jika f(a, b)
merupakan nilai maksimum atau nilai minimum maka f(a, b) dinamakan nilai ekstrim
pada S.
Diketahui f(x, y) fungsi dua peubah yang mempunyai turunan kedua kontinu di
suatu lingkungan dari (a, b). Misal (a,b) merupakan titik kritis dari f(x, y), dan
D = fxx(a,b)fyy(a,b) - [fxy(a,b)]2
Maka :
Jika D > 0 dan
fxx > 0 maka f(a, b) merupakan nilai minimum
fxx < 0 maka f(a, b) merupakan nilai maksimum
Jika D < 0 maka titik (a,b, f(a,b)) merupakan titik pelana (sadel)
Jika D = 0, pengujian gagal, titik kritis yang demikian disebut titik kritis trivial.
Contoh :
Tentukan nilai ekstrim dan jenisnya dari fungsi
f(x,y) = 2x 4 − x 2 + 3y 2 !
Jawab :
Turunan parsial dari fungsi tersebut adalah :
3
fx (x, y) = 8x – 2x
dan
fy (x, y) = 6y
Sedangkan
2
fxx (x, y) = 24x – 2,
fyy (x, y) = 6,
fxy(x, y) = 0
Karena fungsi di atas merupakan fungsi polinom yang berarti bahwa
terdiferensialkan di daerah definisinya, maka titik kritisnya merupakan titik
ρ ρ
stasioner yang memenuhi ∇f ( x , y) = 0 , sehingga titik kritis dari fungsi tersebut
adalah : (0, 0), ( ½ , 0), dan ( – ½ , 0)
Untuk (0, 0) D = – 12 < 0
Untuk ( ½ , 0) D = 24 > 0 dan fxx ( ½ , 0) = 4 > 0
Untuk ( – ½ , 0) D = 24 > 0 dan fxx (– ½ , 0) = 4 > 0
Jadi nilai ekstrim untuk fungsi di atas adalah :
f ( ½ , 0) = f (– ½ , 0) = – 1/8
merupakan minimum lokal, sehingga titik minimumnya adalah ( ½ , 0, – 1/8)
dan (– ½ , 0, – 1/8).
Sedangkan (0, 0, 0) merupakan titik pelana (sadel).
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Tekonologi Telkom
42
Matematika Teknik II
Latihan :
Tentukan titik kritis, nilai ekstrim dan jenisnya (jika ada) dari fungsi berikut :
1. f(x,y) = xy 2 − 6x 2 − 3y 2
2 2
2. f(x,y) = xy + +
x y
− x 2 + y 2 − 4 y
3. f(x,y) = e
1 2
4. f(x,y) = x 3 − 3xy + y
2
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Tekonologi Telkom
43
Matematika Teknik II
BAB IV
BARISAN DAN DERET
Pada bab ini akan dijelaskan tentang pengertian barisan dan deret yang disertai
dengan pengertian kekonvergenan dari suatu barisan atau deret. Selain itu, kami pun
menyampaikan beberapa teknik untuk menguji apak suatu deret adalah konvergen atau
divergen.
4.1 Barisan
Barisan bilangan tak hingga merupakan suatu fungsi riil dengan domain bilangan
asli (N). Notasi barisan ditulis dalam bentuk :
{an }∞n =1 = a1, a2 , a3 , ...,
Contoh :
∞
1 1 1
1. Barisan 2 = 1, , , ...,
n n =1 4 9
maka barisan tersebut dikatakan konvergen ke L. Sebaliknya, jika tidak, barisan tersebut
disebut divergen.
lim a n
an
(v) lim = n→∞
n → ∞ bn lim bn
n→∞
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Tekonologi Telkom
44
Matematika Teknik II
Contoh :
Periksa apakah barisan
2 3 4
{an }∞n =1 = 1, , , , ...
3 5 7
adalah konvergen !
Jawab :
Tulis :
n
an =
2n − 1
Sehingga
n
lim an = lim
n →∞ n →∞ 2 n − 1
1
= lim
n →∞ 2 − 1 n
1
=
2
Jadi barisan tersebut adalah konvergen.
Contoh :
Buktikan bahwa barisan
5
{an } = cos n
n
adalah konvergen menuju nol
Jawab :
Perhatikan bahwa − 1 ≤ cos5 n ≤ 1 , untuk setiap n ≥ 1 , sehingga kita peroleh :
1 cos5 n 1
− ≤ ≤ .
n n n
1 1
Karena lim − = lim = 0 , dengan menggunakan teorema apit maka barisan
n → ∞ n n → ∞ n
{an } adalah konvergen menuju nol.
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Tekonologi Telkom
45
Matematika Teknik II
Suatu barisan {an } dikatakan monoton tak turun jika an ≤ an +1 , untuk setiap bilangan asli
n. Sedangkan, Suatu barisan {an } dikatakan monoton tak naik jika an ≥ an +1 , untuk setiap
bilangan asli n.
Pernyataan berikut, yang dikenal sebagai Teorema Barisan Monoton memberikan
penjelasan tentang kekonvergenan dari barisan tak naik dan narisan tak turun, yaitu :
• Misalkan, barisan {an } merupakan suatu barisan tak turun dan U merupakan suatu batas
atas dari suku-suku dalam barisan tersebut, maka barisan ini konvergen menuju suatu
nilai A (kurang dari atau sama dengan U).
• Sementara itu, jika barisan {bn } merupakan suatu barisan tak naik dan L merupakan
suatu batas atas dari suku-suku dalam barisan tersebut, maka barisan ini konvergen
menuju suatu nilai B (kurang dari atau sama dengan L).
4.2 Deret
Diketahui suku suatu barisan adalah a k (untuk k = 1,2,3, …), maka jumlah parsial
dari setiap suku dalam barisan tersebut, ditulis dalam bentuk
S n = a1 + a 2 + a3 + ...+ a n .
Sementara itu, jika jumlah semua suku dalam barisan {a n } dinamakan deret tak hingga,
dengan notasi :
∞
{S n } = ∑ ak .
k =1
Suatu deret tak hingga dikatakan konvergen dan mempunyai jumlah S, jika barisan jumlah
parsial {S n } adalah konvergen menuju S. Sebaliknya, jika barisan {S n } divergen maka
deret tersebut adalah divergen.
Misalkan, deret yang berbentuk :
∞
∑ ar k −1 = a + ar + ar 2 + ar 3 + ... ,
k =1
dimana a ≠ 0, dinamakan deret geometri dengan rasio r.
Contoh :
Buktikan bahwa deret geometri adalah konvergen untuk | r | < 1 dan deret tersebut
divergen saat | r | ≥ 1.
Jawab :
Misalkan, S n adalah jumlah parsial ke-n dari deret tersebut,
maka
S n − rS n = a + ar + ar 2 + ... + ar n −1 − ar + ar 2 + ar 3 + ... + ar n
= a − ar n
sehingga
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Tekonologi Telkom
46
Matematika Teknik II
a − ar n
Sn =
1− r
a ar n
= −
1− r 1− r
Jelas bahwa :
a
o Jika | r | < 1 maka lim S n =
n →∞ 1− r
Jadi, S n konvergen.
o Jika | r | ≥ 1 maka S n divergen.
Contoh :
Tunjukan bahwa deret harmonik yang berbentuk :
∞
1 1 1 1
∑ n = 1 + 2 + 3 + 4 + ...
n =1
merupakan deret yang divergen.
Jawab :
Tulis :
1 1 1 1 1 1 1 1
Sn = 1 + + + + + + + + ... +
2 3 4 5 6 7 8 n
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Tekonologi Telkom
47
Matematika Teknik II
1 1 1 1 1 1 1 1
=1+ + + + + + + + ... +
2 3 4 5 6 7 8 n
1 2 4 1
> 1 + + + + ... +
2 4 8 n
1 1 1 1
= 1 + + + + ... +
2 2 2 n
Jelas bahwa lim a n = 0 . Tetapi jika diperhatikan penjumlahan diatas adalah tak
n →∞
Hingga, sehingga deret tersebut adalah divergen.
∞ ∞
Misalkan, ∑ ak dan ∑ bk merupakan deret yang konvergen dan c adalah suatu konstanta,
k =1 k =1
maka kedua deret tersebut bersifat linear, artinya :
∞ ∞
(i) ∑ c ak = c ∑ ak , dan
k =1 k =1
∞ ∞ ∞
(ii) ∑ ak + bk = ∑ ak + ∑ bk
k =1 k =1 k =1
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Tekonologi Telkom
48
Matematika Teknik II
Contoh :
Periksa apakah deret
∞ 1
∑
2 k ln k
konvergen atau divergen
Jawab :
Tulis :
1
f ( x) = dengan x ∈ [2, ∞).
x ln x
Perhatikan bahwa :
∞ 1 t 1
∫ dx = lim ∫ d (ln x)
2 x ln x t →∞ 2 ln x
t
= lim (ln ln x 2
t →∞
=∞
∞ 1
Dengan demikian, deret ∑ adalah divergen.
2 k ln k
c. Uji Banding
∞ ∞
Misalkan suku-suku dari deret ∑ ak dan ∑ bk memenuhi
k =1 k =1
0 ≤ ak ≤ bk
untuk suatu k > N, maka berlaku :
∞ ∞
a. Jika deret ∑ bk konvergen maka deret ∑ ak juga konvergen
k =1 k =1
∞ ∞
b. Jika deret ∑ ak divergen maka deret ∑ bk juga divergen
k =1 k =1
Contoh :
Periksa apakah deret
∞ n
∑ n
n =1 2 ( n + 2)
konvergen atau divergen !
Jawab :
Perhatikan bahwa :
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Tekonologi Telkom
49
Matematika Teknik II
n
n 1 n
=
n
2 (n + 2) 2 n + 2
n
1
< , untuk setiap n
2
n
1
Karena merupakan deret geometri dengan rasio ½ yang konvergen, maka
2
∞ n
dengan menggunakan uju banding di atas, deret ∑ adalah konvergen.
n
n =1 2 ( n + 2)
Contoh :
Tentukan apakah deret berikut :
∞ 3n − 2
a. ∑
3 2
n =1 n − 2n + 11
∞ 1
b. ∑
n =1 n 2 + 19n
Jawab :
a. Dengan memperhatikan derajat penyebut dan pembilang terbesar maka kita
∞ 3
dapat memilih suatu deret ∑ , sehingga
2
k =1 n
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Tekonologi Telkom
50
Matematika Teknik II
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Tekonologi Telkom
51
Matematika Teknik II
Contoh :
Periksa apakah deret
∞2n
∑
n =1 n !
konvergen atau divergen !
Jawab :
2n 2n +1
Suku ke– n adalah , maka suku ke– (n+1) adalah .
n! (n + 1) !
Sehingga
a
ρ = lim n +1
n →∞ an
2n +1 n !
= lim
n →∞ ( n + 1) ! 2 n
2
= lim
n →∞ ( n + 1)
=0
∞ 2n
Jadi, menurut uji hasil bagi, deret ∑ merupakan deret yang konvergen.
n =1 n !
Contoh :
Tentukan apakah deret berikut merupakan deret yang konvergen :
∞ 1
a. ∑ (−1) n
n =1 2n + 1
∞ 1
b. ∑ (−1) n +1
n =1 n
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Tekonologi Telkom
52
Matematika Teknik II
Jawab :
∞ 1
a. Menentukan kekonvergenan deret ∑ (−1) n :
n =1 2n + 1
1 1
(i) > , ini menunjukan bahwa un ≥ un +1
2n + 1 2n + 3
1
(ii) lim = 0 , ini menunjukan bahwa lim un = 0
n →∞ 2 n + 1 n →∞
Jadi deret tersebut merupakan deret alternatif yang konvergen.
∞ 1
b. Menentukan kekonvergenan deret ∑ (−1) n +1 :
n =1 n
1 1
(i) > , ini menunjukan bahwa un ≥ un +1
n n +1
1
(ii) lim = 0 , ini menunjukan bahwa lim un = 0
n →∞ n n →∞
Jadi, deret tersebut merupakan deret divergen .
∞
Misalkan, suatu deret ∑ un , maka deret dengan suku-sukunya tak negatif yang
n =1
berbentuk :
∞
∑ un = u1 + u2 + u3 + ...
n =1
dinamakan deret mutlak (absolut).
Jika deret mutlak merupakan deret konvergen maka deret aslinya adalah konvergen juga.
∞ ∞ ∞
Tetapi, jika deret ∑ un konvergen sedangkan ∑ un adalah divergen maka deret ∑ un
n =1 n =1 n =1
dinamakan deret konvergen bersyarat. Deret mutlak merupakan deret positif, sehingga
dalam menguji kekonvergenannya dapat digunakan uji banding atau uji yang lainnya
seperti yang telah dibicarakan sebelumnya.
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Tekonologi Telkom
53
Matematika Teknik II
a. Satu titik x = 0
b. Selang (-R,R), mungkin ditambah salah satu atau kedua titik ujungnya
c. Seluruh himpunan bilangan Riil
Setiap deret pangkat merupakan deret yang konvergen mutlak pada bagian dalam selang
kekonvergenannya.
Contoh :
Tentukan himpunan kekonvergenan deret
∞
∑ n! xn
n =1
Jawab :
ρ = lim
(n + 1) ! x n +1
n →∞ n ! xn
= lim (n + 1) x
n→∞
0 jika x = 0
=
∞ jika x ≠ 0
Teorema ketunggalan
Andaikan f memenuhi uraian
f ( x) = c0 + c1( x − a ) + c2 ( x − a ) 2 + c3 ( x − a )3 + ...
untuk semua x dalam suatu selang sekitar a. Maka,
f ( n) (a )
cn = .
n!
Jadi, suatu fungsi dapat digambarkan oleh dua deret pangkat dari (x – a).
Deret pangkat tersebut dinamaka deret Taylor. Jika a = 0, maka deret ini dinamakan deret
Maclaurin.
Misalkan, f merupakan suatu fungsi yang memiliki turunan dari semua tingkatan
dalam sutu selang (a – r , a + r). Syarat perlu dan cukup agar deret Taylor
f ' ' (a ) f (3) (a)
f (a ) + f ' (a)( x − a) + ( x − a )2 + ( x − a)3 + ...
2! 3!
menggambarkan fungsi f pada selang itu, adalah :
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Tekonologi Telkom
54
Matematika Teknik II
lim Rn ( x) = 0
n →∞
dengan Rn (x) merupakan sisa dalam rumus Taylor, yaitu :
f ( n +1) (c)
Rn ( x) = ( x − a) n +1 ,
(n + 1)!
dimana c merupakan suatu bilagan dalam selang (a – r , a + r).
Contoh :
Tentukan deret Maclaurin untuk fungsi
f(x) = cos x
Jawab :
Dengan memperhatikan turunan ke-n dari fungsi tersebut,
f(x) = cos x, f(0) = 1
f’(x) = –sin x, f’(0) = 0
f’’(x) = –cos x, f’’(0) = –1
f’’’(x) = sin x, f’’’(0) = 0
dst …
Sehingga diperoleh bahwa :
x2 x 4 x6
cos x = 1 − + − + ...
2! 4! 6!
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Tekonologi Telkom
55
Matematika Teknik II
Latihan :
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Tekonologi Telkom
56
Matematika Teknik II
5. Periksa apakah deret berikut ini adalah konvergen mutlak, konvergen bersyarat atau
divergen :
∞
1
a. ∑ (− 1)n +1 5n
n =1
∞
n
b. ∑ (− 1)n +1 10n + 1
n =1
∞
k4
c. ∑ (− 1)k +1 2k
k =1
6. Tentukan deret Maclaurin dari untuk fungsi berikut sampai suku ke-5 :
a. f ( x) = tan x
b. f ( x) = e x sin x
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Tekonologi Telkom
57
Matematika Teknik II
BAB V
PEUBAH KOMPLEKS
Contoh :
Tentukan solusi dari persamaan :
a. x2 – 25 = 0
b. x2 + 2x +10 = 0
Jawab :
a. Diketahui x2 – 25 = 0,
ini memberikan x2 = – 25 atau x = ± 25 x (−1)
sehingga x =±5i
b. Deketahui x2 + 2x +10 = 0,
− b ± b 2 − 4ac
Dengan menggunakan rumus x1, 2 = maka
2a
− 2 ± 4 − 40 − 2 ± 36 x (−1)
x1, 2 = = = −1 ± 3 − 1 = −1 ± 3 i
2 2
sehingga solusi dari persamaan tersebut adalah :
x1 = –1+3 i atau x2 = –1– 3 i
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Tekonologi Telkom
58
Matematika Teknik II
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Tekonologi Telkom
59
Matematika Teknik II
Im
Z = x+ y i
y
θ
Re
x
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Tekonologi Telkom
60
Matematika Teknik II
Sementara itu,
π
arg( z1 ) + arg( z2 ) = π +
2
3π
=
2
Definisi.
Sebuah S ⊆ C pada bidang kompleks dinamakan domain buka jika untuk setiap z0
∈ S , ada δ > 0 sedemikian sehingga setiap unsur dalam area |z - z0 | < δ merupakan
anggota S.
Beberapa definisi :
Definisi limit :
lim f ( z ) = w0
z − z0
jika, untuk setiap ε > 0, ada sebuah δ > 0 sedemikian hingga f ( z ) − w0 < ε untuk
setiap z yang memenuhi 0 < z − z0 < δ
Definisi Kekontinuan
Fungsi f(z) dikatakan kontinu pada titik z0 jika lim f ( z ) = f ( z0 )
z − z0
Sementara itu, fungsi f(z) dikatakan kontinu pada suatu daerah S jika ia kontinu pada
setiap titik di S.
Definisi turunan
Jika f(z) merupakan fungsi bernilai tunggal dalam sutu daerah S pada bidang
kompleks, turunan f(z) adalah
f ( z + ∆z ) − f ( z )
f ' ( z ) = lim .
∆z − 0 ∆z
Suatu fungsi dikatakan terdiferensialkan jika limitnya ada dan sama.
f(z) dikatakan analitik di titik z0 jika f(z) terdiferensialkan di z0 dan juga pada setiap
titik dilingkungan z0. f(z) dikatakan analitik dalam suatu daerah S jika f(z) terdefinisi dan
terdiferensialkan pada semua titik di S.
Misalkan f ( z ) = u ( x, y ) + iv( x, y ) , maka persamaan u x = v y dan u y = −vx dinamakan
persamaan Cauchy-Riemann.
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Tekonologi Telkom
61
Matematika Teknik II
Teorema :
Andaikan f ( z ) = u ( x, y ) + iv( x, y ) terdefinisi dan kontinu pada suatu lingkungan
titik z = x + y i dan terdiferensialkan pada titik tersebut, maka pada titik tersebut,
turunan– turunan parsial pertama dari u dan v ada dan memenuhi persamaan Cauchy-
Riemann.
Jadi, f ( z ) = u ( x, y ) + iv( x, y ) merupakan fungsi analitik jika dan hanya jika f(z)
memenuhi persamaan Cauchy-Riemann.
Contoh :
Latihan :
1. Sederhanakan bilangan kompleks yang berada pada ruas kiri sehingga memenuhi
kesamaan dengan bilangan kompleks yang berada pada ruas kanan pada kesamaan
berikut :
a. ( 2 − i ) − i (1 − 2i ) = −2i
1 + 2i 2 − i −2
b. + =
3 − 4i 5i 5
5 i
c. =
(1 − i )(2 − i )(3 − i ) 2
d. (1 − i )4 = −4
2. Misalkan z = x + y i , tunjukan bahwa :
(1 + z )2 = 1 + 2 z + z 2
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Tekonologi Telkom
62
Matematika Teknik II
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Tekonologi Telkom
63
Matematika Teknik II
DAFTAR PUSTAKA
[1] Anton, H., Elementary Linear Algebra, 5th edition, John Willey & Sons, New York,
1991
[2] Boyce, W. E., Di Prima, R.C., Elementary Differential Equations and Boundary
Value Problems, 5th edition, John Willey & Sons, Singapore, 1992
[3] Brown, J.W., Churchill, R.V., Complex Variables and Applications, 6th edition,
McGraw-Hill Inc., Singapore, 1996
[4] Martono, K., Kalkulus Diferensial, Alvagracia, Bandung, 1987
[5] Purcell, E.J., Varberg, D., Kalkulus dan Geometri Analitis Jilid 2, Terjemahan
Nyoman Susila dkk., edisi 5, Erlangga, 1992
Adiwijaya
Sekolah Tinggi Tekonologi Telkom