You are on page 1of 10

Pragmatik dan Keterampilan Berbahasa

Oleh Ade Heryawan, S. Pd.

A. Pendahuluan
Seperti kompetensi kebahasaan, kompetensi keterampilan berbahasa pun memiliki keterkaitan
yang sangat erat dengan pragmatik. Keterkaitan ini didasari suatu kenyataan yang menunjukkan
bahwa kesuksesan dalam memaknai suatu kalimat atau wacana secara pragmatik harus didukung
oleh penguasaan kompetensi keterampilan berbahasa. Kompetensi keterampilan berbahasa yang
harus dikuasai ada empat, yaitu 1) keterampilan menyimak (listening skills), 2) keterampilan
berbicara (speaking skills), 3) keterampilan membaca (reading skills), dan 4) keterampilan
menulis (writing skills).

Keempat kompetensi keterampilan berbahasa ini pun tidak akan diuraikan secara mendalam.
Oleh karena itu, sangat disarankan untuk mengkajinya dalam berbagai sumber yang membahas
keempat keterampilan berbahasa tersebut.

B. Kompetensi Keterampilan Menyimak


Menyimak merupakan “suatu proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan
penuh perhatian, pemahaman, apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi,
menangkap isi atau pesan serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan oleh sang
pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan” (Tarigan, 1994: 28).

Kompetensi keterampilan menyimak yang perlu diperhatikan karena sangat erat kaitannya
dengan pragmatik adalah kemampuan yang berkaitan dengan proses menyimak, faktor-faktor
yang mempengaruhi kegiatan menyimak, jenis-jenis menyimak, dan ciri-ciri penyimak yang
sukses.

1. Proses Menyimak
Keterampilan menyimak memiliki suatu proses yang mencakup lima tahap, yaitu: 1) tahap
mendengar, 2) tahap memahami, 3) tahap menginterpretasi, 4) tahap mengevaluasi, dan 5) tahap
menanggapi.

Tahap pertama adalah tahap mendengar (hearing). Dalam tahap ini, penyimak baru mendengar
segala sesuatu yang dikemukakan pembicara dalam bentuk ujaran atau pembicaraannya.

Tahap kedua adalah tahap memahami (understanding). Setelah penyimak mendengar, maka
muncul keinginan untuk mengerti atau memahami dengan baik isi pembicaraan yang
disampaikan pembicara.

Tahap ketiga adalah tahap menginterpretasi (interpreting). Penyimak yang baik, yang cermat,
dan yang teliti, belum puas bila hanya mendengar dan memahami isi ujaran pembicara, ia pasti
ingin menafsirkan atau menginterpretasikan isi, butir-butir pendapat yang terdapat dan tersirat
dalam ujaran itu.
Tahap keempat adalah tahap mengevaluasi (evaluating). Setelah mendengar, memahami, dan
menginterpretasi, penyimak mulai menilai atau mengevaluasi pendapat dan gagasan pembicara,
terutama yang berkaitan dengan keunggulan, kelemahan, dan manfaatnya.

Dan tahap kelima yang merupakan tahap terakhir adalah tahap menanggapi (responding). Dalam
tahap ini, penyimak akan menyambut, mencamkan, menyerap, dan menerima, atau menolak
gagasan yang dikemukakan pembicara.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kegiatan Menyimak


Faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan menyimak ada delapan faktor, yaitu: 1) faktor fisik,
2) faktor psikologis, 3) faktor pengalaman, 4) faktor sikap, 5) faktor motivasi, 6) faktor jenis
kelamin, 7) faktor lingkungan, dan 8) faktor peranan dalam masyarakat.

Faktor pertama adalah faktor fisik. Faktor ini terdiri atas kondisi fisik penyimak dan lingkungan
fisik sekitar penyimak. Kondisi fisik merupakan modal penting yang sangat menentukan bagi
setiap penyimak, karena dengan kondisi fisik yang prima, keefektifan dan kualitas aktivitas
penyimak akan prima pula. Dan kondisi lingkungan fisik pun merupakan modal yang tak kalah
penting karena turut menentukan efektivitas dan kualitas aktivitas yang dilakukan penyimak.

Faktor kedua adalah faktor psikologis. Faktor ini melibatkan sikap-sikap dan sifat-sifat pribadi
yang mencakup beberapa masalah, antara lain:
1. prasangka dan kurangnya rasa simpati terhadap pembicara dengan berbagai sebab dan alasan;
2. keegosentrisan dan keasyikan terhadap minat pribadi serta masalah pribadi;
3. kepicikan yang menyebabkan munculnya pandangan yang kurang luas;
4. kebosanan dan kejenuhan yang menyebabkan tidak adanya perhatian terhadap pokok
pembicaraan; dan
5. sikap yang tidak layak terhadap pokok pembicaraan, atau terhadap pembicaranya.

Faktor ketiga adalah faktor pengalaman. Faktor ini merupakan hasil pertumbuhan dan
perkembangan pengalaman yang dapat menguntungkan atau merugikan bagi penyimak itu
sendiri.

Faktor keempat adalah faktor sikap. Faktor ini merupakan faktor yang muncul sebagai dampak
dari faktor fisik, psikologis, dan pengalaman penyimak, sehingga dalam kegiatan menyimak,
penyimak dapat memiliki dua sikap yang melahirkan dampak positif atau negatif, yaitu sikap
menerima dan menolak.

Faktor kelima adalah faktor motivasi. Motivasi merupakan salah satu faktor yang sangat
menentukan keberhasilan seseorang. Bila motivasi untuk mengerjakan sesuatu kuat, maka
kemungkinan untuk berhasil meraih tujuan lebih mudah terwujud. Demikian pula halnya dengan
menyimak.

Faktor keenam adalah faktor jenis kelamin. Berdasarkan hasil penelitian, laki-laki dan
perempuan pada umumnya memiliki perhatian yang berbeda, dan cara memusatkan perhatian
pada sesuatu pun berbeda. Misalnya pendapat Julian Silverman dalam Attentional Styles and the
Study of Sex Differences menemukan beberapa fakta bahwa “gaya menyimak laki-laki pada
umumnya bersifat objektif, aktif, keras hati, analitik, rasional, keras kepala, atau tidak mau
mundur, menetralkan, intrinsif (bersifat mengganggu), berdikari/mandiri, sanggup mencukupi
kebutuhan sendiri (swasembada), dapat menguasai/mengendalikan emosi; sedangkan gaya
menyimak perempuan cenderung lebih subjektif, pasif, ramah/simpatik, difusif (menyebar),
sensitif, mudah dipengaruhi, mudah mengalah, reseptif, bergantung (tidak berdikari), dan
emosional” (Silverman, 1970: 139).

Faktor ketujuh adalah faktor lingkungan. Faktor lingkungan ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
1) lingkungan fisik, dan 2) lingkungan sosial. Lingkungan fisik merupakan berbagai
benda/sarana yang perlu diatur dan ditata sedemikian rupa sehingga memungkinkan setiap
penyimak memiliki kesempatan yang sama untuk menyimak dan disimak. Dan lingkungan sosial
merupakan berbagai suasana yang dapat mendorong penyimak untuk mengalami,
mengekspresikan, dan mengevaluasi ide-ide penting yang disampaikan pembicara.

Dan faktor kedelapan adalah faktor peranan dalam masyarakat. Faktor ini merupakan faktor
penting yang dapat mempengaruhi kegiatan menyimak. Misalnya, sebagai seorang pendidik yang
memerlukan berbagai informasi yang berkaitan dengan pendidikan, ia akan menyimak ceramah,
kuliah, atau siaran radio dan televisi dengan penuh perhatian.

3. Jenis-jenis Menyimak
Kegiatan menyimak terbagi menjadi dua jenis, yaitu
1) menyimak ekstensif (extensive listening), dan
2) menyimak intensif (intensive listening).
Menyimak ekstensif ini terbagi lagi menjadi empat jenis, yaitu:
1) menyimak sosial,
2) menyimak sekunder,
3) menyimak estetik,
dan 4) menyimak pasif.
Dan menyimak intensif pun terbagi lagi menjadi enam jenis, yaitu:
1) menyimak kritis (critical listening),
2) menyimak konsentratif (concentrative listening),
3) menyimak kreatif (creative listening),
4) menyimak eksplorasif (exploratory listening),
5) menyimak interogatif (interrogative listening),
dan 6) menyimak selektif (selective listening).

Jenis menyimak pertama adalah menyimak ekstensif (extensive listening). Menyimak ekstensif
merupakan “sejenis kegiatan menyimak mengenai hal-hal yang lebih umum dan lebih bebas
terhadap suatu ujaran, tidak perlu di bawah bimbingan langsung dari seorang guru” (Tarigan,
1994: 35). Menyimak ekstensif ini dapat digunakan untuk dua tujuan yang berbeda, yaitu: 1)
untuk menangkap atau mengingat kembali hal-hal yang telah dikenal atau diketahui dalam suatu
lingkungan baru dengan cara baru; dan 2) memberi kesempatan dan kebebasan dalam menyimak
hal-hal baru yang terdapat dalam arus ujaran yang berada dalam jangkauan dan kapasitas untuk
menanganinya.
Menyimak ekstensif ini terbagi lagi menjadi empat jenis, yaitu:
1) menyimak sosial,
2) menyimak sekunder,
3) menyimak estetik, dan
4) menyimak pasif.
Menyimak sosial ini mencakup dua hal, yaitu:
1) menyimak secara sopan santun dengan penuh perhatian terhadap ujaran dalam situasi-situasi
sosial dengan suatu maksud; dan
2) menyimak dengan melibatkan diri dalam proses komunikasi.
Menyimak sekunder merupakan sejenis kegiatan menyimak secara kebetulan (casual listening)
dan secara ekstensif (extensive listening).
Menyimak estetik atau menyimak apresiatif merupakan fase terakhir dari kegiatan menyimak
kebetulan dan termasuk ke dalam menyimak ekstensif yang mencakup dua kegiatan, yaitu
1) menyimak musik, puisi, pembacaan bersama, drama radio, dan rekaman;
2) menikmati cerita, puisi, lakon-lakon yang dilakukan aktor.
Dan menyimak pasif merupakan penyerapan suatu ujaran tanpa upaya sadar yang biasanya
menandai upaya-upaya pada saat belajar dengan kurang teliti, tergesa-gesa, menghafal luar
kepala, berlatih santai, dan menguasai suatu bahasa.

Jenis menyimak kedua adalah menyimak intensif (intensive listening). Menyimak intensif
merupakan dikotomi dari menyimak ekstensif, karena “menyimak intensif diarahkan pada suatu
kegiatan yang jauh lebih diawasi, dikontrol terhadap suatu hal tertentu” (Tarigan, 1994: 40).
Menyimak intensif ini terbagi menjadi enam jenis, yaitu: 1) menyimak kritis (critical listening),
2) menyimak konsentratif (concentrative listening), 3) menyimak kreatif (creative listening), 4)
menyimak eksplorasif (exploratory listening), 5) menyimak interogatif (interrogative listening),
dan 6) menyimak selektif (selective listening). Menyimak kritis merupakan sejenis kegiatan
menyimak untuk mencari kesalahan atau kekeliruan, dan hal-hal yang baik dan benar dari ujaran
seorang pembicara, dengan alas an kuat yang dapat diterima akal sehat. Menyimak konsentratif
merupakan sejenis telaah dengan cara mengikuti petunjuk, mencari hubungan, mencari
informasi, memperoleh pemahaman, menghayati ide-ide, memahami urutan ide-ide, dan
mencatat fakta-fakta. Menyimak kreatif merupakan sejenis kegiatan dalam menyimak yang dapat
mengakibatkan kesenangan rekonstruksi imajinatif penyimak terhadap bunyi, penglihatan,
gerakan, dan perasaan kinestetik yang disarankan atau dirangsang oleh hal-hal yang disimaknya.
Menyimak eksplorasif merupakan sejenis kegiatan menyimak intensif dengan maksud dan tujuan
menyelidiki sesuatu, lebih terarah, dan lebih sempit. Menyimak interogatif merupakan sejenis
kegiatan menyimak intensif yang menuntut lebih banyak konsentrasi dan seleksi, pemusatan
perhatian dan pemilihan butir-butir ujaran pembicara, demi kepentingan untuk mengajukan
sebanyak mungkin pertanyaan. Dan menyimak selektif merupakan sejenis kegiatan menyimak
pasif yang lebih baik dan digunakan dalam mempelajari bahasa asing dengan cara
memperhatikan nada suara, bunyi-bunyi asing, bunyi-bunyi yang bersamaan, kata dan frase,
serta bentuk-bentuk ketatabahasaan bahasa asing tersebut.
4. Ciri-ciri Penyimak yang Sukses
Penyimak yang sukses atau penyimak yang baik (a good listener) memiliki beberapa ciri, antara
lain: “1) berperilaku sopan santun, 2) memperoleh fakta-fakta, 3) benar-benar memusatkan
perhatian, 4) menyimak dengan pertimbangan sehat, dan 5) dapat memanfaatkan hal-hal yang
disimaknya” (Anderson, 1972: 73).

C. Kompetensi Keterampilan Berbicara


Berbicara merupakan “salah satu aspek keterampilan berbahasa berwujud ujaran bertekanan dan
berintonasi yang dihasilkan oleh alat ucap dan dilengkapi dengan paralinguistik berupa mimik
dan dramatisasi, serta digunakan untuk mengungkapkan kreatifitas perasaan, maupun pikiran
sesuai dengan situasi pemakaiannya” (Natasasmita, 1995: 20). Kompetensi keterampilan
berbicara yang perlu diperhatikan karena sangat erat kaitannya dengan pragmatik adalah
kemampuan yang berkaitan dengan ragam berbicara, dan faktor-faktor pendukung keterampilan
berbicara.

1. Ragam Berbicara
Keterampilan berbicara dapat dibedakan berdasarkan beberapa sudut pandang pengkajian, antara
lain berdasarkan kesempatan menjadi penutur, dan berdasarkan situasi pembicaraan.

Berdasarkan kesempatan sebagai penutur, keterampilan berbicara dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu 1) berbicara satu arah, dan 2) berbicara dua arah. Berbicara satu arah merupakan
keterampilan berbicara yang hanya melibatkan penutur sebagai pembicara, tanpa pemberian
kesempatan kepada lawan tuturnya untuk berperan sebagai pembicara, artinya lawan tutur hanya
berperan sebagai penyimak. Sebaliknya, berbicara dua arah merupakan keterampilan berbicara
yang memberikan kesempatan kepada penutur dan lawan tutur untuk menjadi pembicara secara
bergantian.

Berdasarkan situasi pembicaraan, keterampilan berbicara dapat dibedakan menjadi dua ragam,
yaitu 1) berbicara dalam situasi kekeluargaan, dan 2) berbicara dalam situasi resmi. Berbicara
dalam situasi kekeluargaan merupakan keterampilan berbicara yang tidak memerlukan
penggunaan kaidah kebahasaan yang baku, misalnya digunakan dalam obrolan keluarga,
perkenalan, dan perpisahan. Sedangkan berbicara dalam situasi resmi merupakan keterampilan
berbicara yang memerlukan penggunaan kaidah kebahasaan yang baik dan benar, formal, atau
baku.

Keterampilan berbicara dalam situasi resmi itu, memiliki jenis yang beragam, antara lain: 1)
ceramah, 2) diskusi, 3) diskusi panel, 4) seminar, 5) simposium, 6) santiaji, dan 7) kongres.

Ceramah merupakan “pidato oleh seseorang di hadapan banyak pendengar, yang membicarakan
suatu hal atau pengetahuan tertentu” (Depdikbud, 1996: 185). Oleh karena itu, ceramah
memerlukan kekhususan yang diorientasikan kepada tema, tujuan, materi, sistematika, teknik,
dan penampilan.

Diskusi merupakan pembicaraan bersama mengenai suatu masalah yang menyangkut


kepentingan bersama yang dilakukan secara musyawarah dan mufakat. Maka suatu diskusi hanya
akan dilangsungkan bila: 1) ada masalah yang khusus, baru, hangat, menarik, dan menyangkut
kepentingan bersama; 2) adanya orang-orang yang terlibat dan menyumbangkan buah
pikirannya; dan 3) ada keragaman bersama untuk mencari dan menemukan cara pemecahan
masalah yang terbaik.

Diskusi panel merupakan “diskusi yang dilakukan oleh sekelompok orang (yang disebut panel)
yang membahas suatu topik yang menjadi perhatian umum di hadapan khalayak, pendengar
(siaran radio), atau penonton (siaran televisi), khalayak diberi kesempatan untuk bertanya atau
memberikan pendapat” (Depdikbud, 1996: 238). Oleh karena itu, dalam diskusi panel terdapat:
1) panitia panel yang terdiri atas ketua, sekretaris, bendahara, dan beberapa pembantu yang
diperlukan; 2) adanya peserta panel yang disebut panelis, terdiri atas para pakar disiplin ilmu
tertentu; 3) adanya peminat yang mengikuti panel; dan 4) peninjau yang diundang panitia.

Seminar merupakan “pertemuan atau persidangan untuk membahas suatu masalah di bawah
pimpinan ahli (guru besar, pakar, dsb)” (Depdikbud, 1996: 907). Simposium merupakan
“pertemuan dengan beberapa pembicara yang mengemukakan pidato singkat tentang topik
tertentu atau tentang beberapa aspek dari topik yang sama” (Depdikbud, 1996: 942).

Santiaji merupakan “pemberian petunjuk atau pengarahan mengenai strategi kerja yang
terkadang disertai peragaan atau pelatihan” (Depdikbud, 1996: 878). Dan Kongres merupakan
“pertemuan besar para wakil organisasi (politik, sosial, profesi) untuk mendiskusikan dan
mengambil keputusan mengenai pelbagai masalah” (Depdikbud, 1996: 519).

2. Faktor-faktor Pendukung Keterampilan Berbicara


Berbicara dengan baik akan mudah dipahami lawan tutur. Oleh karena itu, dalam berbicara harus
memperhatikan kaidah-kaidah kebahasaan. Selain itu, berbicara pun harus mudah dimengerti
maksudnya, sehingga diperlukan pemahaman terhadap beberapa faktor pendukung keterampilan
berbicara, antara lain: 1) pembicara, 2) pendengar, 3) alat yang digunakan dalam berbicara, 4)
kesamaan pembicaraan, dan 5) pesan yang disampaikan.

D. Kompetensi Keterampilan Membaca


Membaca merupakan “salah satu aspek keterampilan berbahasa yang bersifat aktif reseptif dan
tidak langsung, melalui pengalihkodean lambang-lambang grafemik atau tulisan menjadi ujaran
yang bertekanan, berintonasi, dan berlagu, untuk menyerap makna-makna, ide-ide, gagasan-
gagasan, sebagaimana yang dimaksud oleh pengucapnya” (Natasasmita, 1995: 28). Kompetensi
keterampilan membaca yang perlu diperhatikan karena sangat erat kaitannya dengan pragmatik
adalah kemampuan yang berkaitan dengan aspek-aspek membaca, dan jenis-jenis membaca.

1. Aspek-aspek Membaca
Keterampilan membaca tidak dapat diperoleh secara sekaligus, melainkan berlangsung melalui
penguasaan kemampuan dan keterampilan dua aspek, yaitu: 1) aspek gerak, dan 2) aspek
pemahaman.

Aspek gerak mencakup dua penguasaan kemampuan dan keterampilan, yaitu: 1) mengalih
lambang bunyi ujar menjadi ujaran yang sesuai dengan kaidah pengejaannya; dan 2) mengalih
lambang-lambang tanda baca menjadi tekanan, intonasi, dan lagu ujar yang sesuai dengan kaidah
pengejaannya.

Sedangkan aspek pemahaman yang merupakan akibat langsung dari penguasaan kemampuan dan
keterampilan aspek gerak, mencakup sembilan tahap pemahaman, yaitu: 1) pemahaman
sederhana, seperti pemahaman makna-makna leksikal, gramatikal, dan retorika sederhana; 2)
pemahaman signifikan, yaitu pemahaman nilai-nilai yang terkandung dalam tulisan; 3)
pemahaman analisis, yaitu pemahaman yang menghasilkan rincian-rincian detail yang
terkandung dalam tulisan; 4) pemahaman aplikatif, yaitu pemahaman yang menghasilkan
berbagai penerapan tulisan dengan penggunaannya; 5) pemahaman korelatif, yaitu pemahaman
kandungan tulisan dalam hubungannya dengan pemahaman lain yang telah dikuasai; 6)
pemahaman apresiasif, yaitu pemahaman kandungan tulisan dengan kemungkinan mengajukan
penilaian atau penghargaan; 7) pemahaman evaluasi, yaitu pemahaman kandungan tulisan
dengan kemungkinan memperoleh kesimpulan; 8) pemahaman komparatif, yaitu pemahaman
kandungan isi tulisan dengan kemungkinan mengemukakan perbandingan antar bagian, maupun
perbandingan dengan pemahaman yang telah dikuasai; dan 9) pemahaman situasi yang
melatarbelakangi kandungan tulisan.

2. Jenis-jenis Membaca
Keterampilan membaca pun dapat dibedakan berdasarkan beberapa sudut pandang pengkajian,
antara lain berdasarkan adanya suara yang dikeluarkan, dan berdasarkan sifatnya.

Berdasarkan adanya suara yang dikeluarkan, membaca dibedakan menjadi dua jenis, yaitu 1)
membaca nyaring; dan 2) membaca dalam hati. Membaca nyaring merupakan kegiatan membaca
yang diikuti oleh gerak bibir, suara yang keras atau nyaring, dan gerak tubuh lain. Sedangkan
membaca dalam hati merupakan kegiatan membaca yang hanya diikuti oleh gerakan mata, tanpa
gerakan lain, apalagi suara yang nyaring.

Dan berdasarkan sifatnya, membaca dibedakan menjadi dua jenis pula, yaitu 1) membaca
ekstensif; dan 2) membaca intensif. Membaca ekstensif merupakan kegiatan membaca yang
dilakukan secara cepat dan bertujuan untuk memperoleh gambaran umum, misalnya membaca
survey dan membaca sekilas. Membaca survey biasanya dilakukan untuk kepentingan studi agar
mendapatkan gambaran garis-garis besar kandungan tulisan, seperti judul, bab-bab, dan pasal-
pasal. Membaca sekilas atau skimming biasanya dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang
kesan umum kandungan tulisan, atau mengenali bagian-bagian tertentu.

Sedangkan membaca intensif merupakan “tingkat membaca utama yang dilakukan dengan cara:
(a) teliti, sebab bertujuan menyerap isi dengan cepat, cermat, efektif, dan efisien; (b) kritis, sebab
bertujuan menyerap ide-ide dan gagasan-gagasan pokok yang logis, rasional, dan objektif; (c)
seksama, sebab bertujuan menelaah struktur isi yang dituangkan dalam tulisan; (d) membaca
telaah bahasa, sebab bertujuan memperoleh gambaran detail bahasa sebagai objek ilmu”
(Natasasmita, 1995: 29).

E. Kompetensi Keterampilan Menulis


Menulis merupakan “menurunkan atau melukiskan lambing-lambang grafik yang
menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang-orang lain dapat
membaca lambing-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik
itu” (Tarigan, 1982: 21). Kompetensi keterampilan menulis yang perlu diperhatikan karena
sangat erat kaitannya dengan pragmatik adalah kemampuan yang berkaitan dengan jenis-jenis
tulisan, dan penulis yang sukses.

1. Jenis-jenis Tulisan
Jenis-jenis tulisan telah banyak dikemukakan beberapa para ahli dengan menggunakan berbagai
sudut pandang yang berbeda sebagai dasar pengklasifikasian-nya. Pada bagian ini, jenis-jenis
tulisan hanya akan dilihat berdasarkan tiga dasar pengklasifikasian, yaitu berdasarkan
penyampaian isi, berdasarkan nada, dan berdasarkan penggunaan fakta.

a. Berdasarkan Penyampaian Isi


Berdasarkan penyampaian isi, tulisan diklasifikasikan menjadi lima jenis. Kelima jenis tulisan ini
adalah: 1) tulisan narasi, 2) tulisan deskripsi, 3) tulisan eksposisi, 4) tulisan persuasi, dan 5)
tulisan argumentasi.

Tulisan narasi merupakan “semacam bentuk wacana yang berusaha menyajikan suatu peristiwa
atau kejadian, sehingga peristiwa itu tampak seolah-olah dialami sendiri oleh para pembaca”
(Keraf, 1993: 17). Tulisan narasi ini terbagi lagi menjadi dua jenis, yaitu: 1) narasi ekspositoris,
dan 2) narasi sugestif. Narasi ekspositoris merupakan tulisan narasi yang mempersoalkan tahap-
tahap kejadian atau rangkaian-rangkaian perbuatan kepada pembaca, sehingga dapat memperluas
pengetahuan atau pengertian pembaca. Dan narasi sugestif pun merupakan tulisan narasi yang
mempersoalkan tahap-tahap kejadian atau rangkaian-rangkaian perbuatan kepada pembaca,
tetapi tujuan atau sasarannya bukan memperluas pengetahuan atau pengertian pembaca,
melainkan berusaha memberi makna atas peristiwa atau kejadian itu sebagai suatu pengalaman,
sehingga tulisan narasi sugestif ini selalu melibatkan daya khayal atau imajinasi.

Tulisan deskripsi merupakan “semacam bentuk wacana yang berusaha menyajikan suatu objek
atau hal sedemikian rupa, sehingga objek itu seolah-olah berada di depan mata kepala pembaca,
seakan-akan pembaca melihat sendiri objek itu” (Keraf, 1995: 16).

Tulisan eksposisi merupakan “suatu bentuk wacana yang berusaha menguraikan suatu objek,
sehingga memperluas pandangan atau pengetahuan pembaca” (Keraf, 1995: 7).

Tulisan persuasi merupakan “karangan yang bertujuan untuk meyakinkan seseorang agar
melakukan sesuatu yang dikehendaki pengarang pada waktu ini atau pada waktu yang akan
datang” (Keraf, 1987: 118). Oleh karena itu, untuk mengadakan persuasi, Aristoteles dalam
Rhetorica mengajukan tiga syarat yang harus dipenuhi, yaitu: 1) watak dan kredibilitas
pembicara, 2) kemampuan pembicara mengendalikan emosi hadirin, dan 3) bukti-bukti atau
fakta-fakta yang diperlukan untuk membuktikan suatu kebenaran.

Tulisan argumentasi merupakan “suatu bentuk retorika yang berusaha untuk mempengaruhi
sikap dan pendapat orang lain, agar mereka itu percaya dan akhirnya bertindak sesuai dengan apa
yang diinginkan oleh penulis atau pembicara” (Keraf, 2001: 3). Melalui argumentasi, penulis
berusaha merangkaikan berbagai fakta sedemikian rupa, sehingga ia mampu menunjukkan
bahwa suatu pendapat atau suatu hal itu benar atau tidak.

b. Berdasarkan Nada
Berdasarkan nada, tulisan diklasifikasikan menjadi enam jenis. Keenan jenis tulisan ini adalah:
1) tulisan bernada akrab, 2) tulisan bernada informatif, 3) tulisan bernada penjelasan, 4) tulisan
bernada argumentasi, 5) tulisan bernada mengkritik, dan 6) tulisan bernada otoritatif.

Tulisan bernada akrab merupakan tulisan yang berbentuk tulisan pribadi. “Tulisan pribadi adalah
suatu pernyataan dari gagasan-gagasan serta perasaan-perasaan kita mengenai pengalaman-
pengalaman kita sendiri yang ditulis baik bagi kesenangan kita sendiri ataupun bagi kepentingan
dan kenikmatan sanak keluarga atau sahabat karib” (Tarigan, 1982: 30). Tulisan bernada pribadi
ini dapat berupa catatan harian, cerita otobiografis, lelucon otobiografis, dan esei pribadi.

Tulisan bernada informatif atau tulisan bernada penerangan merupakan tulisan deskripsi yang
mengajak pembaca untuk bersama-sama menikmati, merasakan, dan memahami beberapa objek,
kegiatan, atau suasana hati yang telah dialami penulis. Tulisan ini dapat berbentuk pemerian
faktual dan pemerian pribadi.

Tulisan bernada penjelasan atau tulisan penyingkapan merupakan tulisan yang memiliki tujuan
utama untuk menjelaskan sesuatu kepada pembaca melalui pengklasifikasian, pembatasan,
penganalisisan, penjelajahan, penafsiran, dan penilaian. Tulisan ini dapat berbentuk klasifikasi,
definisi, analisis, dan opini.

Tulisan bernada argumentasi merupakan tulisan yang bersifat argumen-tatif atau mendebat,
sehingga tulisan ini bersifat meyakinkan. Oleh karena itu, tulisan bernada argumentasi ini dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu persuasi logis dan persuasi emosional.

Tulisan bernada mengkritik merupakan tulisan yang menghasilkan tulisan mengenai sastra.
Tulisan ini biasanya berupa analisis kritis yang mengkaji unsur-unsur instrinsik dan ekstrinsik
pada karya sastra.

Dan tulisan bernada otoritatif merupakan tulisan yang menghasilkan karya ilmiah. Tulisan ini
biasanya melalui beberapa tahapan, yaitu memilih topik, membaca pendahuluan, menentukan
bibliografi pendahuluan, membuat kerangka pendahuluan, membuat catatan, menyusun kerangka
akhir, menyusun naskah pertama, mengadakan revisi, menyusun naskah akhir, dan mengoreksi
cetakan percobaan.

c. Berdasarkan Penggunaan Fakta


Berdasarkan penggunaan fakta, tulisan diklasifikasikan menjadi dua, yaitu tulisan ilmiah dan
tulisan non-ilmiah. Tulisan ilmiah dapat berupa esei, resensi, artikel, makalah, laporan ilmiah,
paper, kertas kerja, buku ilmiah, buku pelajaran, naskah ilmiah, skripsi, tesis, dan disertasi. Dan
tulisan non-ilmiah dapat berupa puisi, novel, cerita pendek, dan drama.

2. Penulis yang Sukses


Penulis yang sukses merupakan penulis yang dapat menyajikan tulisan yang baik. Dan tulisan
yang baik ini merupakan komunikasi pikiran dan perasaan yang efektif. Semua tulisan dapat
dikatakan efektif atau tepat guna jika penulis:
1. benar-benar mengetahui hal-hal yang menjadi pokok pembicaraannya;
2. menguasai cara memberi struktur terhadap gagasan-gagasannya; dan
3. mengetahui cara mengekspresikan dirinya dengan baik, yaitu menguasai gaya yang serasi.

You might also like