You are on page 1of 8

1

MAKNA DAN PADANAN DALAM TERJEMAHAN

Oleh : Ismail Musa S.S.

Alumni Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin 2005

Semantik atau makna merupakan salah satu bidang linguistik yang paling

sulit diterangkan. Semantik berasal dari „semantics‟ (Inggris) yang berasal pula dari

„sema‟ atau „samaino‟ atau „semeion‟ (Yunani Kuno) berarti tanda (mark atau sign)

dan simbol (symbols) – sehingga dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna serta

pemaknaannya (Yusuf, 1994; 86), atau oleh pakar bahasa disebut “ilmu bahasa yang

mempelajari makna” dan merupakan bagian dari tiga tataran ilmu bahasa; meliputi

fonologi, tata bahasa (morfologi – sintaksis ) dan semantik itu sendiri

(Djajasudarma, 1999; 1). Dengan demikian semantik adalah satu cabang ilmu

bahasa yang menekankan pengertian atas makna dari kata-kata dimana satu kata

bisa mempunyai beberapa makna hal mana dipengaruhi oleh sintaksis dan konteks

penggunaan kata-kata tersebut (Hasibuan, 1991; 77)

Terdapat beberapa pendapat mengenai jenis makna. Palmer (dalam Pateda,

2001:96) mengemukakan: (i) makna kognitif (cognitive meaning); (ii) makna

ideasional (ideasional meaning); (iii) makna denotasi (denotasional meaning);

(iv)makna proposisi (propositional meaning). Sedangkan Shipley (masih dalam

Pateda, 2001: 96) mengemukakan tujuh jenis makna yakni : (i) makna emotif

(emotive meaning); (ii) makna kognitif (kognitive meaning) atau makna deskriptif

(descriptive meaning); (iii) makna referensial (referential meaning); (iv) makna


2

piktorial (pictorial meaning); (v) makna kamus (dictionary meaning); (vi) makna

samping (fringe meaning); (vii) dan makna inti (core meaning). Bloomfield (dalam

Djajasudarma(2), 1999; 6) hanya mengemukakan dua yaitu makna sempit (narrowed

meaning) dan makna luas (widened meaning).

Sementara itu Larson mengemukakan dua jenis makna ditinjau dari segi

asalnya, yakni makna primer dan makna sekunder. Makna primer ialah makna

yang muncul di dalam pikiran kita jika kita mendengar kata tersebut diucapkan

secara terpisah; tidak dalam konteks (Simatupang, 2000; 45). Makna ini oleh pakar

lain disebut juga makna referensial atau makna kamus atau makna denotatif.

Misalnya kata „tangan‟, jika kita menjumpai kata tersebut, yang terlintas dalam

pikiran kita adalah bagian dari tubuh yaitu tangan..

Sedangkan makna sekunder adalah makna kata yang bergantung pada

konteksnya. Makna ini disebut juga makna konotatif. Makna ini muncul pada saat

digunakan bersama kata lain. Misalnya, tangan hampa (bare hands). Simatupang

(2000; 46) menyebutkan bahwa dengan adanya makna primer dan sekunder dalam

bahasa mengharuskan penerjemah untuk memeriksa terlebih dulu apakah suatu kata

dipakai dengan makna primer atau sekunder agar terjemahannya tepat.

Selain kedua makna ini ada pula yang disebut makna figuratif. Makna

figuratif (figurative meaning) disebut juga makna kiasan, biasanya ditemukan pada

penerjemahkan teks-teks karya sastra. Makna ini dapat diketegorikan pula sebagai

gaya bahasa dalam menulis/mengarang, dan dapat digolongkan dalam beberapa jenis

lagi, yang paling sering misalnya :


3

a. Idiom (Idioms) atau Ungkapan, yaitu kata-kata yang tidak bisa dimengerti dan

diterjemahkan secara harfiah dan biasanya menyimpang dari kaidah gramatika

yang umum (Suryawinata, 2003; 116). Contoh kalimat :

BSu : Ia adalah seorang kuli tinta yang handal


BSa : He is a reliable journalist

BSu : You can‟t fly off the handel here


BSa : Anda tidak boleh marah-marah di sini.

Contoh dalam ungkapan : „To kicked the bucket‟, tidak boleh diartikan

„menendang ember‟ melainkan „meninggal‟.

b. Eufemisme (Eupemism) yaitu penggunaan kata-kata untuk mengganti kata-kata

atau ungkapan tertentu yang dianggap kasar atau dianggap dapat menyinggung

perasaan. Misalnya dalam bahasa Indonesia; meninggal dipakai untuk mengganti

kata „mati‟. Dalam kalimat bahasa Inggris-nya : „Your daughter‟s eyes are

closed‟ sebagai pengganti dari „Your daughter is dead‟. Makna jenis ini sering

ditemukan pada text media massa.

Selain makna-makna tersebut di atas, ada pula makna yang ditinjau dari segi

hubungannya dengan kata lain seperti makna leksikal, gramatikal, kontekstual, dan

tekstual. Istilah-istilah makna ini sering muncul pada Metode Penerjemahan. Oleh

sebab itu perlu diuraikan secara ringkas sebagai berikut :

a. Makna Leksikal dalam terjemahan disebut juga sebagai makna kamus atau

makna referensial atau makna primer.. Makna leksikal tidak akan diketahui

sebelum padanannya berada dalam suatu kalimat. Misalnya „run‟ selain berarti

berlari atau melarikan diri juga bisa berarti berlaku, meluncur, menyala,
4

mengalir, menuang, menjadi dan sebagainya. Jadi makna leksikal dari run akan

kita ketahui bila berada dalam kalimat seperti :

Run some hot coffe into my cup (Tuangkan)


This treaty contract has six months to run (Berlaku)
Bill Gates now runs a software-made company (Mengelola)

b. Makna Gramatikal (grammatical meaning) atau disebut juga makna fungsional

(functional meaning) atau makna struktural/internal (structural meaning; internal

meaning) ialah hubungan antara unsur-unsur bahasa dalam satuan-satuan yang

lebih besar; misalnya hubungan antara kata dengan kata lain dalam frase atau

klausa (Kridalaksana, 2001:132). Jadi bisa dikatakan makna ini kebalikan dari

makna leksikal yang lepas dari konteksnya. „Run‟ dalam kalimat Bill Gates now

runs a software-made company berfungsi sebagai predikat dalam bentuk kata

kerja.

c. Makna Kontekstual (Situasional) ialah hubungan antara ujarana dan situasi

dimana ujaran itu dipakai (Kridalaksana, 2001:133). Dengan kata lain makna

kontekstual ialah makna suatu kata yang dikaitkan dengan penggunaan situasi

penggunaan bahasa (Nababan, 1999:49). Ucapan „Good Morning‟ tidak

selamanya „Selamat Pagi‟. Jika ucapan ini dituturkan oleh seorang pimpinan

yang sedang marah kepada bawahannya yang datang sangat telat menghadiri

rapat penting, maka harus diartikan „Selamat Siang!‟ (sebagai sindiran) bahkan

jika pimpinan itu mengucapkannya sambil menunjuk ke arah pintu maka artinya

„Silahkan Keluar!‟.

d. Makna Tekstual ialah makna yang berkaitan dengan isi suatu teks atau wacana.

Makna ini dapat diketahui setelah seseorang membaca teks secara keseluruhan.
5

Makna tekstual lebih berhubungan dengan bahasa tertulis. Perbedaan bidang atau

subjek terjemahan menimbulkan makna suatu kata berbeda meski tertulis sama.

Misalnya „Translation‟ dalam bidang linguistik berarti terjemahan

penerjemahan. Tetapi dalam bidang genetika, matematika dan kinematika :1

(genetics) the process whereby genetic information coded in messenger RNA directs
the formation of a specific protein at a ribosome in the cytoplasm
(mathematics) a transformation in which the origin the the coordinate system is moved
to another position but the direction of each axis remains the same
(kinematics) Motion in which all the points of the moving body have at any instant the
same velocity and direction of motion – opposed to rotation.

2.1.2.1. Masalah Makna dan Padanan dalam Penerjemahan

Nida dan Taber (dalam Yusuf, 1994; 9) mengemukakan padanan terjemah

yang disebut padanan dinamis (dynamic equivalence); Dynamic equivalence is

therefore to be defined in terms of the degree to which the receptors of the message

in the receptor language respond to it subtantially the same manner as the receptors

in the source language. Dialihbahasakan: tanggapan yang diberikan oleh para

pembaca naskah terjemahan bahasa sasaran sedapat mungkin sama dengan

tanggapan mereka terhadap bahasa sumbernya, sehingga tidak berkesan bahwa

naskah itu merupakan terjemahan.

Dalam menerjemahkan, seorang penerjemah pastilah akan menghadapi

masalah umum seperti pengambilan keputusan, kata yang tidak terdapat dalam

kamus dan sebagainya. Hasibuan (1991; 8) mengatakan bahwa yang menjadi

masalah dalam menerjemahkan bahasa Indonesia ke bahasa Inggris oleh mahasiswa

atau pelajar yang setingkat adalah kelemahan mereka untuk mengenal pola kalimat

1
Webnox Corp. 2004. Meaning of Translation. http://www.hyperdictionary.com/dictionary/translation. p.1
6

bahasa Inggris. Untuk mengenal pola kalimat tersebut kita bisa mempelajarinya dari

berbagai buku tatabahasa (English Grammar). Jadi masalahnya terletak pada

tatabahasa. Hasibuan (1991:77) mengatakan bahwa :

Tatabahasa perlu dikuasai oleh penerjemah agar teks yang dihasilkan dari satu
bahasa ke bahasa lain atau pemindahan makna‟ perlu mengikuti kaedah-kaedah
bahasa itu sendiri. Dalam pemindahan makna pada metode penerjemahan tidak
langsung, penerjemah harus menggunakan pola-pola kalimat yang telah ada
karena tiap-tiap bahasa mempunyai sintaksis, keistimewaan dan aturan-aturan
tertentu.

Hasibuan (1991:125) kembali menambahkan :

Dalam penerjemahan adakalanya terjadi perubahan tata bahasa. Hal tersebut


disebabkan pertama, adanya kebiasaan-kebiasaan tertentu dari pola bahasa
masing-masing. Umpamanya bahasa Indonesia sering menggunakan kalimat-
kalimat pasif; sedangkan dalam bahasa Inggris kalimat-kalimat pasif adalah
kalimat-kalimat yang lemah. Kalimat aktif lebih dianjurkan penggunaannya.
Dalam menerjemahkan teks dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris, bentuk-
bentuk kalimat pasif sebaiknya dikuasai oleh penerjemah karena disinilah sering
letak kesalahan sintaksisnya.

Selain tatabahasa, makna kata juga perlu mendapat perhatian karena makna

sebuah kosa kata bisa berbeda apabila digunakan dalam konteks atau suasana

berbeda pula. Makna suatu kata tidak hanya dipengaruhi oleh posisinya dalam

kalimat tetapi juga oleh bidang ilmu yang menggunakan kata itu. Dari segi makna

kita biasanya menghadapi empat masalah yang diistilahkan sebagai korelasi

kesepadanan makna sebagaimana berikut (disadur dari Yassi, 1998; 3)2:

a. One-to-one-correspondence

Makna kata dalam bahasa sumber dan bahasa sasaran yang

berkolerasi satu atau dengan kata lain satu kata memiliki hanya satu arti harfiah

saja. Misalnya dog, machine, knife dan lain-lain. Meski „Dog‟ hanya memiliki
2
Abd. Hakim Yassi. 1998. Seputar Kendala Dalam Menerjemahkan. Fak. Sastra – UNHAS.
Makalah dipresentasikan dalam Pelatihan Penerjemahan Perhimpunan Mahasiswa Sastra Inggris
(PERISAI) di UNHAS pada 25-26 April 1998.
7

satu makna, yakni „anjing‟, namun karena adanya perbedaan kultural antara

Eropa (Barat) dan Indonesia maka dog atau anjing ini berbeda pemaknaannya. Di

barat, „Dog‟ merupakan binatang kesayangan, sedangkan di Indonesia „Anjing‟

kadang dianggap binatang najis/kotor. Jadi untuk benar-benar memahami makna

kata, penerjemah perlu mengetahui latar budaya masyarakat pemakai bahasa

yang tidak selalu tercermin di dalam kamus (Simatupang: 2000; 129) seperti kata

dog tersebut.

b. One-to-many-correspondence

Satu kata dalam BSu memiliki lebih dari satu arti/makna pada BSa.

Misalnya „rice‟ dalam bahasa Indonesia bisa berarti beras, nasi, padi, gabah dan

sebagainya. Bahkan kata „You‟ yang kelihatannya mudah disepadankan ternyata

berkorespondensi sebanyak 52 kata dalam bahasa Indonesia (dinyatakan dalam

salah satu paper berjudul “52 Words for „You‟ in Indonesian”. Ditulis oleh

mahasiswa di Australia yang meneliti penerjemahan ke dalam bahasa

Indonesia).3 Kata „roti‟ jika diterjemahkan juga akan berkorespondensi menjadi

bread dan sandwich.

c. One-to-part-correspondence

Kata dalam BSu bermakna sebahagian saja pada BSa. Misalnya, „witch‟ hanya

berkorelasi setengah dalam bahasa Indonesia karena dalam kultur bahasa

Indonesia tukang sihir (witch) bagi pria dan wanita [nenek sihir], sedangkan

dalam kultur bahasa Inggris tidak terdapat [padanan bagi] penyihir laki-laki.

3
George Quinn. 2004. On Translating Indonesia. http://www.anu.edu.au./asianstudies/on_tran_indon.html p.3
8

d. One-to-nil-correspondence

Kata dalam BSu tidak mempunyai makna dalam BSa. Penerjemah bisa saja

memberi definisi lain atau menerangkan kata-kata tersebut atau bahkan tidak

melakukan perubahan sama sekali. Contoh : Leo AFI sedang makan coto.

Diterjemahkan : Leo AFI is eating coto (a kind of Makassar‟s traditional food).

Contoh lain : tempe → a kind of food made from fermented soybeans 4

4
Peter Salim. 2001. Salim’s Ninth Collegiate English-Indonesian Dictionary. Jakarta: MEP. Hal.
1177

You might also like