Professional Documents
Culture Documents
a) Kejernihan (T%)
Kejernihan air sangat berpengaruh karena jika air tersebut keruh maka kotoran
yang dibawa dapat menyebabkan baud an rasa yang tidak sedap.
b) Temperature
c) Warna
e) Electrical Konductivity
Kuantitas substansi terlarut didalam air tanah dapat cepat ditemukan dengan
penentuan spesifik conductance dan besarnya berbanding terbalik ductance dari
larutan. Conductance menggambarka kemampuan substansi untuk memindahkan arus
listrik dan besarnya bebanding terbalik dengan resistance.
a) pH
b) Kesadahan
• Kehadiran unsure Arsen (As) pada dosis yang rendah sudah merupakan
racun terhadap manusia sehingga perlu pembatasan yang agak ketat (± 0.05 mg/l).
• Kehadiran besi (Fe) dalam air bersih akan menyebabkan timbulnya rasa
dan bau logam, menimbulkan warna koloid merah (karat) akibat oksidasi oleh
oksigen terlarut yang dapat menjadi racun bagi manusia.
d) Alkalinity
Dalam air normal alkalinity (CO32-) umunya tidak lebih dari 10 ppm. Pada air
dengan sodium tinggi kemungkinan sampai 50 ppm dan air alkali (pH lebih dari 4.5)
kemungkinan menpunyai nilai setinggi 250 ppm.
Bahan baku yang digunakan dalam proses produksi pada unit water treatment (WT)
adalah air yang berasal dari air sungai yang diperoleh dari hasil pemompaan dengan
aliran “over flow” dari DAM Banyu Biru. Pada proses pemompaan air sungai ini
menggunakan satu unit pompa berupa pompa deep well yaitu pompa bawah tanah dan
level air sungai yang masuk diatur dengan pintu air. Untuk mengetahui level air sungai
digunakan control level. Apabila level air sungai < 36 – 40, maka perlu ditambahkan
dengan membuka pintu air cadangan. Syarat –syarat air sungai yang digunakan untuk
bahan baku proses Water Treatment Plant adalah sebagai berikut:
1. Tidak membawa limbah plastik, rantik pohon, kaleng-kaleng bekas dan barang-
barang bekas yang berukuran besar.
3. Tidak membawa kerikil yang massa jenisnya lebih besar dari air.
Air sungai yang masuk disupply menuju bak sediment yang berfungsi sebagai bak
pengendapan dengan ditambahkan PAC (Poly Aluminium Chloride). Pada bak sediment
1, 2, dan 3 didesain berliku-liku dengan tujuan untuk memperlambat aliran air sehingga
lebih banyak partikel-partikel yang akan mengendap. Untuk mencegah terjadinya banjir,
maka disediakan pompa pengendalian banjir dua buah pompa dengan kapasitas masing-
masing, yaitu:
• Pompa 1 dengan kapasitas 240 m3/jam yang dapat dioperasikan baik secara
otomatis maupun manual.
Air yang masuk ke Water Treatment Plant (WT) terlebih dahulu harus dihilangkan
pengotor-pengotornya sebelum dipergunakan sebagai air sumber pengolahan (proses)
pada industri. Air yang berasal dari alam selalu mengandung pengotor-pengotor yang
dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu:
a) Dissolved solid gas, yaitu kotoran yang terlarut berupa ion-ion terlarut.
b) Suspended solid, yaitu kotoran yang tidak terlarut berupa lumpur, debu, dll.
Kedua jenis pengotor tersebut merupakan pengotor-pengotor yang mempunyai partikel
sangat kecil atau disebut juga dengan koloid dan umumnya bermuatan negative.
Pemberian PAC (Poly Aluminium Chloride) pada raw water dilakukan dengan
cara:
c) Data (T%) berdasarkan musim kemarau sekitar 85-95 dan musim penghujan 10-5.
2. Proses pelarutan
a) Volume PAC yang dibutuhkan saat data T% menunjukkan angka 85-95 antara
100-200L., kemudian dicampur dengan air dalam tangki dengan volume akhir
16500L.
b) Volume PAC yang dibutuhkan saat data T% menunjukkan angka 10-5 antara 300-
600L, kemudian dicampur dengan air dalam tangki dengan volume akhir 16500L.
c) Valve butterfly pipa feeding PAC di bak sedimen 1 dan 2 dibuka sesuai
kebutuhan proses filter water.
Rumus factor
= (1/16500) x (volume PAC pekat (L)) x SPGR x kadar PAC (%) x 1.000.000
1. Jika T% air sungai 30 – 40% maka digunakan Poly Aluminium Chloride (PAC)
sebanyak 40 – 60 ppm.
4.1.3 Sedimentasi
1. Koagulasi yaitu suatu mekenisme dimana partikel-partikel yang sangat kecil (koloid) dan
memiliki muatan akan dinetralkan muatannya agar partikel-partikel tersebut bisa saling
berdekatan dan menempel, sehingga akan terbentuk flok kecil (pin flok) dan ditambahkan
bahan kimia berupa primary coagulant (koagulan) yang berfungsi untuk menetralkan
koloid yang bermuatan negative sehingga dapat saling mendekat dan menempel satu
sama lainnya. Ada beberapa jenis koagulan:
a) Inorgarnic koagulant
Bahan kimia organic seperti Aluminium sulfat, sodium aluminat, dan ferric
sulfat.
b) Organic koagulant
Kedua jenis koagulant tersebut mempunyao fungsi yang sama, yaitu untuk
destabilasi atau menetralkan muatan partikel; yang dalam aplikasinya proses
koagulasi ini dapat menggunakan inorganic koagulant, organic koagulant atau
kombinasi dari keduanya yang tergantung pada turbidity dari air yang digunakan.
Berikut ini adalah factor-faktor yang mempengaruhi koagulasi :
a) Dosis koagulant
• Ada inout energy yang cukup untuk tumbukan antar partikel dari
partikel-partikel yang telah netral, sehingga terbentuk pin flok.
c) Suhu
Suhu mempengaruhi waktu reaksi. Pada suhu yang lebih rendah diperlukan
waktu reaksi yang lebih lama. Kecepatan reksi berkurang setengahnya setiap
penurunan suhu sebesar 10°C. salah satu cara mengatasi pengaruh penurunan
suhu adalah dengan penambahan dosis koagulan.
d) pH
pengaruh pH sangat penting terutama apabila menggunakan morganic
koagulant seperti alum, ferric, sulfur, dsb.
2. Flokulasi adalah penggabungan flo-flok kecil menjadi flok besar, sehingga mudah
mengendap. Merupakan proses lanjutan dari proses koagulasi karena pin flok yang
dihasilkan pada proses koagulasi belum cukup besar untuk pengendapan yang baik.
Penggabungan ini dilakukan oleh suatu flokulan (koagulan), yaitu suatu polimer berantai
panjang yang mempunyai berat molekul tinggi dan biasanya tidak bermauatan kation
ataupun sedikit anionic. Rantai yang panjang dan banyak cabangnya (berat molekulnya)
adalah persyaratan utama bagi flokulan, karena rantai yang panjang merupakan jembatan
penghubung bagi flok kecil yang besar.
3. Sedimentasi adalah suatu mekanisme dimana flok yang telah cukup besar mengendap dan
turun kebawah permukaan air. Sedimentasi dalam teknik kimia adalah suatu mekanisme
dimana partikel-partikel yang terdapat didalam air akan mengendap sehingga akan
dihasilkan permukaan air yang jernih karena kotoran-kotorannya turun kebawah., untuk
mempercepat turunnya partikel-partikel kotoran biasanya ditambahkan zat-zat kimia yang
dapat memperbesar partikel tersebut sehingga partikel akan lebih cepat mengendap
karena berat yang lebih besar terbentuknya partikel tersebut dinamakan flok.
Pada proses sedimentasi di PT. SASA INTI menggunakan desain berliku-liku yang
bertujuan untuk memperlambat aliran air sehingga flok-flok yang terbentuk akan lebih
banyak mengendap.
a) Warna
Warna adalah zat-zat organic yang berasal dari daun-daun dan yang lain. Partikel-
partikel warna tersebut adalah zat koloid organik yang bermuatan negatif. Adanya
warna dalam air membutuhkan dosis koagulan lebih banyak. Untuk menhilangkan
warna tersebut perlu dilakukan chlorinasi dan netralisasi muatan dengan koagulant
pada kondisi pH yang rendah. Pada kondisi pH rendah banyak ion H yang akan
membantu membuat partikel-partikel warna menjadi tidak larut sehingga dapat
dikoagulasikan. pH yang baik untuk menghilangkan warna belum tentu baik untuk
penghilangan turbidity.
Aliran air yang masuk clarifier mempunyai kecepatan naik keatas (rise rate)
sedangkan ukuran dan berat flok yang dihasilkan pada tahap flokulasi menghasilkan
kecepatan sedimentasi (kecepatan mengendap) tertentu sehingga didalam clarifier
akan terjadi keseimbangan antara kecepatan naik keatas dengan kecepatan
sedimentasi yang akan menentukan letaknya interface antara air dan endapan lumpur
didalam clarifier tersebut, sehingga apabila posisi lumpur terlalu tinggi maka akan
menyebabkan terjadinya carry over yang dapat mengakibatkan naiknya turbidity
karena rise rate yang terlalu rendah. Sedangkan apabila posisi lumpur telalu rendah
maka filtrasi menjadi kurang baik sehingga turbidity akan naik karena rise rate yang
terlalu rendah.
c) Rake speed
a. Pendorong lumpur kearah daerah blow down dan selanjutnya dibuang secara
periodik.
d) Blow down
a. Jika proses blow down kurang maka dapat menyebabkan sludge bed menjadi
tinggi yang akan menyebabkan carry over.
b. Jika proses blow down rendah maka sludge bed akan terlalu rendah sehingga
filtrasi kurang sempurna dan menyebabkan naiknya turbidity.
Pasir
Batu Koral
Batu Kerikil
Kotoran halus yang masih lolos dari proses klarifikasi kemudian disaring pada rapid sand
filter. Setelah proses penyaringan selama periode tertentu maka sand filter akan menjadi
jenuh , hal ini dapat dilihat dari indikasi perbedaan inlet dan outlet dari rapid sand filter
(ΔP > dari batas yang ditentukan), sehingga harus dilakukan regenerasi pencucian dengan
arah yang berlawanan pada saat beroperasi (back washing). Tujuannya adalah untuk
membuang kotoran-kotoran yang mengendap. Fungsi dari media penyaring atau berpori
adalah untuk menyaring dan menjernihkan air. Hasil dari proses filter water berfungsi
untuk :
Demineral adalah proses pertukaran ion dalam air (dissolved solid) diman ion positif atau
kation ditukar dengan ion H+ sedangka ion negtif atau anion ditukar dengan ion OH_
menggunakan media penukar ion yang disebut resin. Proses operasi demineralisasi dari
kation exchanger dan anion excahanger:
1. Service
Air mengalir melalui bed resin, sehingga terjadi pertukaran ion sampai kapasitas resin
menjadi jenuh.
2. Back wash
Air mengalir dari bawah untuk membersihkan kotoran yang terdapat dipermukaan
resin, kotoran(suspended water) ini terbawa air selama proses service.
3. Regenerasi
Apabila kapasitas resin sudah jenu sehingga tidak mampu untuk menangkap ion-ion
yang terkandung dalam air, maka perlu dilakukan regenerasi dengan menginjeksikan
bahan kimia.
a) Kation
Bahan kimia yang ditangkap kation dan diganti dengan ion H+ dari reagen.
Reaksi yang terjadi adalah:
Ca2+ CaCl2
Na+ NaCl
b) Anion
Bahan kimia yang ditangkap anion dan diganti dengan ion OH- dari
regenerant. Reaksi yang terjadi adalah:
SO4 -2 Na2SO4
Cl- 2NaCl
Sio3-2 2NaNo3
Na2SiO3
4. Displacement
Pencucian resin dengan air melalui distributor dibagian atas bed resin dengan laju
alir rendah.
5. Rinse
Pencucian resin dengan laju alir yang besar berfungsi untuk menghilangkan sisa
chemical regenerant.
Degasser Tower
V10
V2 V4
Flow meter
V7 V3 V5
HCl V8 V6
FW V9
Limbah
Flow meter
Blower
FW
V1
Keterangan gambar :
2. Valve in proses
3. Valve in washing
6. Valve settling/down
7. Valve in regenerasi
8. Valve in HCl
Prosedur regenerasi
1. Up washing
Langkah kerja:
a) Buka V10, V4, V3 dan V1 dengan flow rate 35 m3/jam selama 1.5 jam
b) Setelah itu V4, V3 dan V1 ditutup agar resin tertata kembali
2. Settling
Langkah kerja:
Buka V10 dan V6 hingga air sampai dipermukaan resin, kemudian V6 ditutup.
3. Regenerasi
Tujuan: mencuci resin yang daya ikatnya sudah lemah dengan menggunakan HCl,
sehingga resin dapat mengikat logam-logam lagi.
Langkah kerja:
b) Buka V8 dan V7 kemudian V9 buka dengan flow rate 8 m3/jam dan diimbangi
dengan masuknya larutan HCl dan air
4. Press out
Langkah kerja:
a) Buka V1, V2, dan V10 sampai penuh dengan tekanan 0.5-1 kg/cm3
b) Buka V6 dan V10, setelah ada tekanan pada pressure gauge dengan flow rate 50-
60 m3/jam sampai mencapai traces.
Setelah melewati cation tower air masuk kedalam anion tower yang merupakan suatu unit
yang berfungsi untuk pembuatan demineral water.
Prosedur pengoperasian kation tower:
2. Lakukan down washing pada awal pengoperasian dengan flow rate 50-60 m3/jam sampai
mendapatkan hasil proses yang µS nya 3-4 S/cm.
Setelah melewati cation tower, air masuk kedalam anion tower yang merupakan
suatu unit yang berfungsi untuk pembuatan demineralized water. Pada anion tower
menggunakan resin SA 10A dan yang menjadi feed water adalah hasil dari cation
tower, sedangkan regenerannya adalah NaOH.
ANION TOWER
V9
V2 V4
Flow meter V3 V5
Demineralized
water
V6
V8
NaOH
V1 Limbah
Keterngan gambar:
2. Valve in proses
3. Valve in washing
7. Valve udara
8. Valve NaOH 4%
9. Valve In NaOH 4%
Prosedur regenerasi :
1. Up washing
Langkah kerja:
a) Buka V7, V4. V3 dan V1 dengan flow rate 50-60 m3/jam selama 1 jam.
2. Settling
Tujuan: menurunkan air diperkirakan sampai 15-20 cm dari atas prmukaan resin
Langkah kerja:
3. Regenerasi
Tujuan: mencuci resin yang daya ikatnya sudah lemah dengan menggunakan regeneran
NaOH sehingga resin dapat mengikat logam-logam lagi
Langkah kerja:
b) Buka V8 dan V9 kemudian V6 juga dibuka dengan laju alir 35 m3/jam dan jaga
volume air sampai constant.
4. Press out
Langkah kerja:
Buka V2, V1 dan V6 jaga volume air tetap konstan dengan flow rate 35-40
m3/jam selama 1 jam.
5. Down washing
Tujuan: mencuci sisa NaOh sampai mendapatkan hasil proses dengan EC kurang dari 3
µS/cm
Langkah kerja:
a) Buka V7, V2, dan V1 sampai penuh dengan tekanan 0.5-1 kg/cm2
b) Buka V6,V2, dan V1, setelah penuh valve dibuka sampai penuh sampai mencapai
traces atau EC kurang dari 3-4 S/cm dengan flow rate 50-60 m3/jam, dan tekanan
0.5-1 kg/cm2
Cara pengoperasian :
2. Lakukan down washing pada awal pengoperasian denagan flow rate 50-60 m3/jam
sampai mendapatkan EC dibawah 3-4 S/cm.
Resin
Setelah proses penyaringan menggunakan media filter, proses selanjutnya adalah
penghilangan ion-ion didalam air. Penukaran ion dapat dilakukan dengan menggunakan resin.
Resin penukar ion pada proses pembuatan air bebas mineral berfungsi untik mengambil pengotor
air dengan cara pertukaran anion yang sama. Kation yang ada dalam air akan ditukar/diambil
dengan kation resin sedangkan anion dalam air akan ditukar dengan anion resin. Resin adalah
senyawa hidrokarbon terpolimerisasi sampai tingkat yang tinggi yang mengandung ikatan-ikatan
hubungan silang (Cross-Linking) serta gugusan yang mengandung ion-ion yang dapat bertukar.
Berdasarkan gugus fungsionalnya, resin penukar ion terbagi menjadi dua yaitu resin penukar
kation (mengandung kation yang dapat bertukar) dan resin penukar anion (mengandung anion
yang dapat bertukar). Berdasarkan sifat dari gugus aktif maka resin dibagi menjadi:
a) Strong Acid Cation Resin (SAC) dengan regeneran H2SO4, HCl, dan NaCl.
c) Strong Base Anion Resin (SBA) dengan regeneran NaOH dan Cl-.
d) Week Base Anion Resin (WBA) dengan regeneran Na2CO3 dan NH4OH.
Secara umum rumus struktur resin penukar ion yang dapat merupakan resin penukar
kation (gambar 1) dan resin penukar anion (gambar 2). (Diyah Erlina Lestari dkk,2007).
2. Selektivitas
Sifat ini merupakan suatu sifat resin penukar ion yang menunjukkan aktifitas
pilihan atas ion tertentu. Hal ini disebabkan karena penukar ion merupakan suatu proses
stoikiomtri dan dapat balik (reversible) dan memenuhi hukum kerja massa. Faktor yang
menentukan selektifitas terutama adalah gugus ionogenik dan derajad ikat silang. Secara
umum selektifitas penukaran oin dipengaruhi oleh muatan ion dan jari-jari ion.
Selektifitas resin penukar ion akan menentukan dapat atau tidaknya suatu ion dipisahkan
dalam suatu larutan apabila dalam larutan tersebut terdapat ion-ion bertanda mautan
sama, demikian juga dapat atau tidaknya ion yang telah terikat tersebut dilepaskan.
Sifat ini menunjukkan konsentrasi jembatan yang ada didalam polimer. Derajad
ikat silang tidak hanya mempengaruhui kelarutan tetapi juga kapasitas pertukaran,
perilaku mekaran, perubahan volume, selektifitas, ketahan kimia, dan oksidasi.
4. Porositas
5. Kestabilan resin
Kestabilan penukar ion ditentukan juga oleh mutu produk sejak dibuat. Kestabilan
fisik dan mekanik terutama menyangkut kekuatan dan ketahanan gesekan. Ketahanan
terhadap pengaruh osmotik, baik saat pembebanan maupun regenerasi, juga terkait jenis
monomernya. Kestabilan termal jenis makropori biasanya lebih baik daripada yang gel,
walaupun derjad ikat silang serupa. Akan tetapi lakuan panas penukar kation makropori
agak mengubah struktur kisi ruang dan porositasnya. (Diyah Erlina Lestari dkk,2007).
a) Sebab mekanis
b) Sebab kimia
• Terdapat senyawa kimia seperti besi (Fe), perak (Cu), aluminium (Al),
calsium sulfat (CaSO4), calsium carbonat (CaBr4), magnesium hidroksida
(MgOH).