You are on page 1of 25

Pembahasan

4.1 Proses pengolahanair polisher pada unit water treatment

Air yang terdapat dialam mengandung bahan-bahan terlarut maupun bahan-bahan


tersuspensi (Suprihatin, 2002), sehingga perlu dilakukan proses lebih lanjut terhadap air
agar dapat digunakan sesuai kebutuhan. Pada suatu industri pengolahan air diperlukan agar
kotoran-kotoran dan kandungan mineral didalamnya dapat dikurangi sehingga dapat
digunakan dalam proses. Adanya kandungan mineral di dalam air dapat dihilangkan dengan
cara menukar ion, sehingga akan didapat air yang bebas dari ion tersebut. Sedangkan untuk
menghilangkan untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang terkandung didalam air
dilakukan proses koagulasi, sedimentasi, dan filtrasi, sedangkan untuk menghilangkan
mikroorganisme yang terkandung didalam air biasanya ditambahkan bahan kimia pembunuh
mikroorganisme. Air memilki dua karakteristik, yaitu:

1. Karakteristik fisik air

a) Kejernihan (T%)

Kejernihan air sangat berpengaruh karena jika air tersebut keruh maka kotoran
yang dibawa dapat menyebabkan baud an rasa yang tidak sedap.

b) Temperature

Kenaikan temperature air menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut. Kadar


oksigen terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat
degradasi anaerobic yang mungkin saja terjadi.

c) Warna

Warna air dapat ditimbulkan oleh kehadiran organism, bahan-bahan tersuspensi


yang berwarna dan oleh ekstrak senyawa-senyawa organic serta tumbuhan-tumbuhan.

d) Solid (zat padat)


Kandungan air dapat menimbulkan bau busuk, juga dapat menyebabkan turunnya
kadar oksigen terlarut. Zat padat dapat menghalangi penetrasi sinar matahari ke dalam
air.

e) Electrical Konductivity

Kuantitas substansi terlarut didalam air tanah dapat cepat ditemukan dengan
penentuan spesifik conductance dan besarnya berbanding terbalik ductance dari
larutan. Conductance menggambarka kemampuan substansi untuk memindahkan arus
listrik dan besarnya bebanding terbalik dengan resistance.

2. Karakteristik kimia air

a) pH

Konsentrasi ionhidrogen air tanah, dinyataka sebagai nilai pH yang menghasilkan


pengukuran acidity atau alkalinity air tanah. Symbol pH menunjukkan negatif dari
kebalikan log konsentrasi ion hydrogen. Air murni terdisosiasi menjadi ion hydrogen
positif (H+) dan ion hidroksil negative (OH-).

Pembatasan ph dilakuakn karena akan mempengaruhi rasa, korosifitas air dan


efisiensi klorinasi. Beberapa senyawa asam dan basa lebih toksid dalam bentuk
moleculer, dimana disosiasi senyawa-senyawa tersebut dipengaruhi oleh pH.

b) Kesadahan

Kesadahan air yang tinggi akan mempengaruhi efektifitas pemakaian sabun,


namun sebaliknya dapat memberikan rasa yang segar. Didalm pemakaian industry (air
ketel, air pendingin, atau pemanas) adanya kesadahan dalam air tidaklah dikehendaki.
Kesadahan yang tinggi bisa disebabkan oleh adanya kadar residu terlarut yang tinggi
dalam air.

Kesadahan adalah air yang mengandung garam-garam mineral seperti garam


kalsium dan magnesium. Kesadahan dalam air terutama disebabkan oleh io-ion Ca2+,
Mg2+, Mn2+, Fe2+, dan semua kation yang bermuatan dua.
Hardness adalah bentuk umum yang sering dipakai untuk melukiskan impurities
yang ada didalam air tanah, dan juga menunjukkan besarnay kehilangan sejumlah
sabun yang dipakai sebelum terbentuk air sabun (yang berbuih). Hardness yang
banyak mengkonsumsi sabun ini sebagian besar disebabkan oleh kalsium dan
magnesium, melalui asam bebas, logam berat dan alkali tanah lainnya menghasilkan
produk insoluble (tidak mudah larut) pada reaksi dengan sabun.

c) Senyawa-senyawaa kimia yang beracun

• Kehadiran unsure Arsen (As) pada dosis yang rendah sudah merupakan
racun terhadap manusia sehingga perlu pembatasan yang agak ketat (± 0.05 mg/l).

• Kehadiran besi (Fe) dalam air bersih akan menyebabkan timbulnya rasa
dan bau logam, menimbulkan warna koloid merah (karat) akibat oksidasi oleh
oksigen terlarut yang dapat menjadi racun bagi manusia.

d) Alkalinity

Alkalinity adalah kemampuan untuk menetralkan asam dan disebabkan oleh


asam yang berdisosiasi lemah dilarutkan dan karenanya masuk ke reaksi hidrolisis.
Pada air tanah netral alkalinity umumnya karena karbonat dan bikarbonat, ada air dari
kapur atau deposit concrete yang mungkin disebabkan oleh hidrokside.

Dalam air normal alkalinity (CO32-) umunya tidak lebih dari 10 ppm. Pada air
dengan sodium tinggi kemungkinan sampai 50 ppm dan air alkali (pH lebih dari 4.5)
kemungkinan menpunyai nilai setinggi 250 ppm.

Alkalinity merupakan kapasitas air untuk menentuka asam tanpa penurunan


nilai ph larutan. Alkalinity dalam air yaitu ion karbonat (CO32-), ion bikarbonat
(HCO32-), ion fosfat (PO32-), ion silikat (Sio2-) dan ion borat (BO32-).

4.1.1 Raw water

Bahan baku yang digunakan dalam proses produksi pada unit water treatment (WT)
adalah air yang berasal dari air sungai yang diperoleh dari hasil pemompaan dengan
aliran “over flow” dari DAM Banyu Biru. Pada proses pemompaan air sungai ini
menggunakan satu unit pompa berupa pompa deep well yaitu pompa bawah tanah dan
level air sungai yang masuk diatur dengan pintu air. Untuk mengetahui level air sungai
digunakan control level. Apabila level air sungai < 36 – 40, maka perlu ditambahkan
dengan membuka pintu air cadangan. Syarat –syarat air sungai yang digunakan untuk
bahan baku proses Water Treatment Plant adalah sebagai berikut:

1. Tidak membawa limbah plastik, rantik pohon, kaleng-kaleng bekas dan barang-
barang bekas yang berukuran besar.

2. Tidak membawa kotoran hewan dan manusia.

3. Tidak membawa kerikil yang massa jenisnya lebih besar dari air.

Air sungai yang masuk disupply menuju bak sediment yang berfungsi sebagai bak
pengendapan dengan ditambahkan PAC (Poly Aluminium Chloride). Pada bak sediment
1, 2, dan 3 didesain berliku-liku dengan tujuan untuk memperlambat aliran air sehingga
lebih banyak partikel-partikel yang akan mengendap. Untuk mencegah terjadinya banjir,
maka disediakan pompa pengendalian banjir dua buah pompa dengan kapasitas masing-
masing, yaitu:

• Pompa 1 dengan kapasitas 240 m3/jam yang dapat dioperasikan baik secara
otomatis maupun manual.

• Pompa 2 dengan kapasitas 600 m3/jam dioperasikan secara manual.

4.1.2 PAC (Poly Aluminium Chloride)

Air yang masuk ke Water Treatment Plant (WT) terlebih dahulu harus dihilangkan
pengotor-pengotornya sebelum dipergunakan sebagai air sumber pengolahan (proses)
pada industri. Air yang berasal dari alam selalu mengandung pengotor-pengotor yang
dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu:

a) Dissolved solid gas, yaitu kotoran yang terlarut berupa ion-ion terlarut.

b) Suspended solid, yaitu kotoran yang tidak terlarut berupa lumpur, debu, dll.
Kedua jenis pengotor tersebut merupakan pengotor-pengotor yang mempunyai partikel
sangat kecil atau disebut juga dengan koloid dan umumnya bermuatan negative.

Kotoran-kotoran yang terkandung di dalam air dihilangkan dengan cara


menambahkan zat kimia agar kotoran yang berbentuk koloid dan sebagian besar
bermuatan negative tersebut dapat mengikat satu sama lain. Sehingga massa jenis koloid
tersebut lebih berat dari pada sebelumnya sehingga koloid-koloid tersebut dapat dengan
cepat mengendap kebawah. Biasanya suspended solid dihilangkan dengan cara diberi
campuran PAC (Poly Aluminium Chloride). PAC adalah bahan flokulan yang berfungsi
untuk mempercepat terjadinya flokulasi yaitu pembentukan flok dengan diameter yang
lebih besar sehingga lebih mudah mengendap.

Pemberian PAC (Poly Aluminium Chloride) pada raw water dilakukan dengan
cara:

1. Pengambilan sample air sungai

a) Sample air sungai diambil sebelum masuk ke bak sedimen 1.

b) Air sungai dianalisa tingkat kejernihannya (T%).

c) Data (T%) berdasarkan musim kemarau sekitar 85-95 dan musim penghujan 10-5.

2. Proses pelarutan

a) Volume PAC yang dibutuhkan saat data T% menunjukkan angka 85-95 antara
100-200L., kemudian dicampur dengan air dalam tangki dengan volume akhir
16500L.

b) Volume PAC yang dibutuhkan saat data T% menunjukkan angka 10-5 antara 300-
600L, kemudian dicampur dengan air dalam tangki dengan volume akhir 16500L.

3. Feeding PAC air sungai

a) Setelah dituang dilakukan pelarutan dengan menghidupkan agitator pada tangki 5-


10 menit.
b) Pompa pengiriman pada tangki PAC dihidupkan.

c) Valve butterfly pipa feeding PAC di bak sedimen 1 dan 2 dibuka sesuai
kebutuhan proses filter water.

4. Perhitungan kadar PAC (ppm)

Rumus factor

= (1/16500) x (volume PAC pekat (L)) x SPGR x kadar PAC (%) x 1.000.000

Rumus PAC (ppm) = ((volume yang di feeding x factor)/produk)

Keterangan SPGR = 1.2

Pemakaian PAC tergantung dari tingkat kekeruhan air sungai:

1. Jika T% air sungai 30 – 40% maka digunakan Poly Aluminium Chloride (PAC)
sebanyak 40 – 60 ppm.

2. Dalam keadaan jernih pemakaian Poly Aluminium Chloride (PAC) rata-rata 4 – 8


ppm dengan T% air sungai sebesar 70 – 8-%.

Pengecekan kualitas diukur dengan T%:

1. T%= 40-80 maka PAC= 2-6 ppm

2. T%= 20-40 maka PAC= 30-50 ppm

4.1.3 Sedimentasi

Sedimentasi merupakan proses penghilangan senyawa-senyawa yang tersuspensi dalam


air baku yang melalui 4 proses:

1. Koagulasi yaitu suatu mekenisme dimana partikel-partikel yang sangat kecil (koloid) dan
memiliki muatan akan dinetralkan muatannya agar partikel-partikel tersebut bisa saling
berdekatan dan menempel, sehingga akan terbentuk flok kecil (pin flok) dan ditambahkan
bahan kimia berupa primary coagulant (koagulan) yang berfungsi untuk menetralkan
koloid yang bermuatan negative sehingga dapat saling mendekat dan menempel satu
sama lainnya. Ada beberapa jenis koagulan:

a) Inorgarnic koagulant

Bahan kimia organic seperti Aluminium sulfat, sodium aluminat, dan ferric
sulfat.

b) Organic koagulant

Senyawa yang memiliki muatan positif dan mempunyai rantai pendek.


Keuntungan dari penggunaan organic koagulant adalah:

• Tidak sensitive terhadap pH, sehingga range pH dapat lebih besar.

• Kemungkinan adanya carry over soluble alum yang dapat


menimbulkan masalah pada cooling water dapat dihilangkan.

• Dissolved solid dalam air berkurang sehingga beban dari unit


demineralisasi lebih ringan.

• Control lebih mudah.

Kedua jenis koagulant tersebut mempunyao fungsi yang sama, yaitu untuk
destabilasi atau menetralkan muatan partikel; yang dalam aplikasinya proses
koagulasi ini dapat menggunakan inorganic koagulant, organic koagulant atau
kombinasi dari keduanya yang tergantung pada turbidity dari air yang digunakan.
Berikut ini adalah factor-faktor yang mempengaruhi koagulasi :

a) Dosis koagulant

Secara umum air dengan tingkat kekeruhan tinggi memerlukan dosis


koagulan yang lebih banyak. Air yang mempunyai tingakat kekeruha tinggi,
kemungkinan terjadi tumbukan antara partikel menjadi lebih besar, sehingga
dosis koagulan per satuan unit tingkat kekeruhan (ppm koagulan/ppm
turbidity) untuk air dengan tingakt kekeruhan tinggi, akan lebih kecil
dibandingakan dengan dosis persatuan unit untuk air dengan tingkat
kekeruhan rendah.

• Dosis koagulan kurang

Tumbukan antar partikel berkurang netralisasi muatan tidak


sempurna , terjadinya pin flok sedikit sekali.

• Dosis koagulan berlebih

Netralisasi mautan berlebih, partikel kembali menjadi timbul efek


disperse, turbidity naik.

Untuk memperoleh dosis koagulan yang tepet adalah dengan melakukan


jar test untuk bermacam-macam tingkat kekeruhan dan diusahakan agar
kondisi jar test (rpm mixing, tahap penambahan bahan kimia, dsb)
mendapatkan kondisi operasi yang sebenarnya dilapangan.

b) Pengadukan (Rapid mixing)

Rapid mixing diperlukan agar:

• Probability tumbukan antar partikel untuk netralisasi cukup besar


sehingga netralisasi sempurna.

• Distribusi koagulan dalam air cukup baik dan merata.

• Ada inout energy yang cukup untuk tumbukan antar partikel dari
partikel-partikel yang telah netral, sehingga terbentuk pin flok.

c) Suhu

Suhu mempengaruhi waktu reaksi. Pada suhu yang lebih rendah diperlukan
waktu reaksi yang lebih lama. Kecepatan reksi berkurang setengahnya setiap
penurunan suhu sebesar 10°C. salah satu cara mengatasi pengaruh penurunan
suhu adalah dengan penambahan dosis koagulan.

d) pH
pengaruh pH sangat penting terutama apabila menggunakan morganic
koagulant seperti alum, ferric, sulfur, dsb.

Dua aspek penting sehubungan dengan pH:

• Aspek kelarutan (solubility) koagulan

Range pH sangat penting terutama range pH dimana kelarutan dari


koagulan yang dipakai haruslah yang paling kecil. Untuk alum
misalnya, kelarutan terkecil pada range pH 5.5-7.8. hal ini berarti
diluar range tersebut akan terjadi carry over dari soluble alum yang
nantinya akan menimbulkan masalah pada treatment selanjutnya.

• Aspek efektivitas koagulan

Setioap koagulasi mempunyai range pH tertentu agar setiap proses


koagulasi berlangsung efektif missal untuk alum, range pH yang
efektif untuk koagulasi adalah 6.5-7.5 pengaruh pH koagulasi lebih
besar pada morganic koagulant disbanding organic koagulan. Tetapi
pada pH tinggi terdapat banayak ion. Yang akan menetralkan muatan
positif dari polimer tersebut, sehingga jumlah muatan positif per
satuannya menjadi berkurang. Untuk setiap jenis koagulan, baik
organic, anorganik, pH netral 7 adalah pH yang terbaik untuk
koagulasi.

2. Flokulasi adalah penggabungan flo-flok kecil menjadi flok besar, sehingga mudah
mengendap. Merupakan proses lanjutan dari proses koagulasi karena pin flok yang
dihasilkan pada proses koagulasi belum cukup besar untuk pengendapan yang baik.
Penggabungan ini dilakukan oleh suatu flokulan (koagulan), yaitu suatu polimer berantai
panjang yang mempunyai berat molekul tinggi dan biasanya tidak bermauatan kation
ataupun sedikit anionic. Rantai yang panjang dan banyak cabangnya (berat molekulnya)
adalah persyaratan utama bagi flokulan, karena rantai yang panjang merupakan jembatan
penghubung bagi flok kecil yang besar.
3. Sedimentasi adalah suatu mekanisme dimana flok yang telah cukup besar mengendap dan
turun kebawah permukaan air. Sedimentasi dalam teknik kimia adalah suatu mekanisme
dimana partikel-partikel yang terdapat didalam air akan mengendap sehingga akan
dihasilkan permukaan air yang jernih karena kotoran-kotorannya turun kebawah., untuk
mempercepat turunnya partikel-partikel kotoran biasanya ditambahkan zat-zat kimia yang
dapat memperbesar partikel tersebut sehingga partikel akan lebih cepat mengendap
karena berat yang lebih besar terbentuknya partikel tersebut dinamakan flok.

Pada proses sedimentasi di PT. SASA INTI menggunakan desain berliku-liku yang
bertujuan untuk memperlambat aliran air sehingga flok-flok yang terbentuk akan lebih
banyak mengendap.

4. Klarifikasi adalah penghilangan senyawa-senyawa yang tersuspensi dengan cara


koagulasi, flokulasi, sedimentasi. Beberapa factor yang mempengaruhinya adalah:

a) Warna

Warna adalah zat-zat organic yang berasal dari daun-daun dan yang lain. Partikel-
partikel warna tersebut adalah zat koloid organik yang bermuatan negatif. Adanya
warna dalam air membutuhkan dosis koagulan lebih banyak. Untuk menhilangkan
warna tersebut perlu dilakukan chlorinasi dan netralisasi muatan dengan koagulant
pada kondisi pH yang rendah. Pada kondisi pH rendah banyak ion H yang akan
membantu membuat partikel-partikel warna menjadi tidak larut sehingga dapat
dikoagulasikan. pH yang baik untuk menghilangkan warna belum tentu baik untuk
penghilangan turbidity.

b) Letak interface lumpur

Aliran air yang masuk clarifier mempunyai kecepatan naik keatas (rise rate)
sedangkan ukuran dan berat flok yang dihasilkan pada tahap flokulasi menghasilkan
kecepatan sedimentasi (kecepatan mengendap) tertentu sehingga didalam clarifier
akan terjadi keseimbangan antara kecepatan naik keatas dengan kecepatan
sedimentasi yang akan menentukan letaknya interface antara air dan endapan lumpur
didalam clarifier tersebut, sehingga apabila posisi lumpur terlalu tinggi maka akan
menyebabkan terjadinya carry over yang dapat mengakibatkan naiknya turbidity
karena rise rate yang terlalu rendah. Sedangkan apabila posisi lumpur telalu rendah
maka filtrasi menjadi kurang baik sehingga turbidity akan naik karena rise rate yang
terlalu rendah.

c) Rake speed

Rake (pengumpulan lumpur) berfungsi sebagai:

a. Pendorong lumpur kearah daerah blow down dan selanjutnya dibuang secara
periodik.

b. Membantu untuk mengontroltinggi rendahnya sludge bed (interface lumpur).


Jika rake speed tinggi hal itu berarti posisi sludge bed akan naik, jika rake
speed rendah maka posisi sludge bed turun. Jiak rake speed terlalu tinggi
maka sludge bed bisa rusak dan akan terjadi carry over, sebaliknya jika rake
speed terlalu rendah maka sludge bed terlalu rendah dan dapat menyebabkan
filtrasi berjalan kurang sempurna dan akan menyebabkan naiknay turbidity.

d) Blow down

Pembuangan endapan lumpur untuk menjaga solid balance (keseimbangan lumpur


masuk dan keluar). Frekuensi blow down sangat penting karena:

a. Jika proses blow down kurang maka dapat menyebabkan sludge bed menjadi
tinggi yang akan menyebabkan carry over.

b. Jika proses blow down rendah maka sludge bed akan terlalu rendah sehingga
filtrasi kurang sempurna dan menyebabkan naiknya turbidity.

5. Filtrasi merupakan proses penyaringan air untuk menghilangkan kotoran, warna,


turbidity, dan suspended solid lainnya menggunakan suatu media penyaring berupa
bejana yang disebut rapid sand filter. Air dari proses penyaringan disebut filter water
(RF) proses penyaringan air atau pemisahan padatan dalam air dilakukan menggunakan
rapid sand filter yaitu suatu unit fitrasi untuk memisahkan sisa-sisa flok yang tidak
mengendap pada bak sedimen 3 dengan mengalirkan air tersebut melalui media berpori.
Media penyaring yang digunakan adalah:

 Pasir

 Batu Koral

 Batu Kerikil

Kotoran halus yang masih lolos dari proses klarifikasi kemudian disaring pada rapid sand
filter. Setelah proses penyaringan selama periode tertentu maka sand filter akan menjadi
jenuh , hal ini dapat dilihat dari indikasi perbedaan inlet dan outlet dari rapid sand filter
(ΔP > dari batas yang ditentukan), sehingga harus dilakukan regenerasi pencucian dengan
arah yang berlawanan pada saat beroperasi (back washing). Tujuannya adalah untuk
membuang kotoran-kotoran yang mengendap. Fungsi dari media penyaring atau berpori
adalah untuk menyaring dan menjernihkan air. Hasil dari proses filter water berfungsi
untuk :

 Untuk pencucian dan kebersihan di pabrik.

 Sebagai bahan baku pembuatan soft water (SW)

 Sebagi bahan baku pembuatan dealkali soft water (DSW)

 Sebgai bahan baku pembuatan demineral water

Demineral adalah proses pertukaran ion dalam air (dissolved solid) diman ion positif atau
kation ditukar dengan ion H+ sedangka ion negtif atau anion ditukar dengan ion OH_
menggunakan media penukar ion yang disebut resin. Proses operasi demineralisasi dari
kation exchanger dan anion excahanger:

1. Service

Air mengalir melalui bed resin, sehingga terjadi pertukaran ion sampai kapasitas resin
menjadi jenuh.
2. Back wash

Air mengalir dari bawah untuk membersihkan kotoran yang terdapat dipermukaan
resin, kotoran(suspended water) ini terbawa air selama proses service.

3. Regenerasi

Apabila kapasitas resin sudah jenu sehingga tidak mampu untuk menangkap ion-ion
yang terkandung dalam air, maka perlu dilakukan regenerasi dengan menginjeksikan
bahan kimia.

a) Kation

Bahan kimia yang ditangkap kation dan diganti dengan ion H+ dari reagen.
Reaksi yang terjadi adalah:

Ca2+ CaCl2

2R Mg2+ + HCl → 2RH+ + MgCl2

Na+ NaCl

b) Anion

Bahan kimia yang ditangkap anion dan diganti dengan ion OH- dari
regenerant. Reaksi yang terjadi adalah:

SO4 -2 Na2SO4

Cl- 2NaCl

2R Co3-2 + 2NaOH → 2 ROH- + 2Na2CO3

Sio3-2 2NaNo3

Na2SiO3

4. Displacement
Pencucian resin dengan air melalui distributor dibagian atas bed resin dengan laju
alir rendah.

5. Rinse

Pencucian resin dengan laju alir yang besar berfungsi untuk menghilangkan sisa
chemical regenerant.

Proses demineralisasi berlangsung pada cation tower kemudian dilanjutkan ke


anion tower. Cation tower adalah suatu unit yang berfungsi sebagai pembuatan
demineralized water, tetapi hasil proses dari cation exchanger ini terlebih dahulu di
supply terlebih dahulu menuju anion tower. Di dalam H dan kation exchanger
terdapat resi SK 1B dan regeneran yang digunakan adalah HCl. Hasil proses dari
cation exchanger sebelum di supply ke anion tower harus melalui tangki degassed
yang digunakan untuk melepas CO2 menggunakan blower.
CATION TOWER

Degasser Tower

V10

V2 V4

Flow meter

V7 V3 V5

HCl V8 V6
FW V9

Limbah
Flow meter
Blower

FW

V1

Keterangan gambar :

1. Valve filter water

2. Valve in proses

3. Valve in washing

4. Valve out washing

5. Valve out proses

6. Valve settling/down

7. Valve in regenerasi

8. Valve in HCl

9. Valve in filter water regenerasi

10. Valve udara

Prosedur regenerasi

1. Up washing

Tujuan: mencucu atau mengaduk resin dari bawah

Langkah kerja:

a) Buka V10, V4, V3 dan V1 dengan flow rate 35 m3/jam selama 1.5 jam
b) Setelah itu V4, V3 dan V1 ditutup agar resin tertata kembali

2. Settling

Tujuan: menurunkan air diperkiraka 15-20 cm dari atas permukaan resin.

Langkah kerja:

Buka V10 dan V6 hingga air sampai dipermukaan resin, kemudian V6 ditutup.

3. Regenerasi

Tujuan: mencuci resin yang daya ikatnya sudah lemah dengan menggunakan HCl,
sehingga resin dapat mengikat logam-logam lagi.

Langkah kerja:

a) Masukkan larutan HCl dengan flow rate 4m3/jam

b) Buka V8 dan V7 kemudian V9 buka dengan flow rate 8 m3/jam dan diimbangi
dengan masuknya larutan HCl dan air

c) Tutup V8 setelah HCl mencapai volume 350L.

d) Bilas dengan filter water

4. Press out

Tujuan: mencuci sisa HCl yang masih berada di resin

Langkah kerja:

a) Buka V1, V2, dan V10 sampai penuh dengan tekanan 0.5-1 kg/cm3

b) Buka V6 dan V10, setelah ada tekanan pada pressure gauge dengan flow rate 50-
60 m3/jam sampai mencapai traces.

Setelah melewati cation tower air masuk kedalam anion tower yang merupakan suatu unit
yang berfungsi untuk pembuatan demineral water.
Prosedur pengoperasian kation tower:

1. Buka V5 dan V2 kemudian dilanjutkan dengan Valve inlet filter water(V1)

2. Lakukan down washing pada awal pengoperasian dengan flow rate 50-60 m3/jam sampai
mendapatkan hasil proses yang µS nya 3-4 S/cm.

Setelah melewati cation tower, air masuk kedalam anion tower yang merupakan
suatu unit yang berfungsi untuk pembuatan demineralized water. Pada anion tower
menggunakan resin SA 10A dan yang menjadi feed water adalah hasil dari cation
tower, sedangkan regenerannya adalah NaOH.
ANION TOWER

V9

V2 V4

Flow meter V3 V5

Demineralized
water

V6

V8

NaOH

ASW Flow meter

V1 Limbah

Keterngan gambar:

1. Valve pompa ASW

2. Valve in proses

3. Valve in washing

4. Valve out washing

5. Valve out proses


6. Valve out settling/down

7. Valve udara

8. Valve NaOH 4%

9. Valve In NaOH 4%

Prosedur regenerasi :

1. Up washing

Tujuan: mencuci resin dari arah bawah

Langkah kerja:

a) Buka V7, V4. V3 dan V1 dengan flow rate 50-60 m3/jam selama 1 jam.

b) Tutup V3, V4 dan V1 agar resin tertata kembali

2. Settling

Tujuan: menurunkan air diperkirakan sampai 15-20 cm dari atas prmukaan resin

Langkah kerja:

Buka V6 dan V7 hingga air sampai dipermukaan resin, kemudian tutup V6

3. Regenerasi

Tujuan: mencuci resin yang daya ikatnya sudah lemah dengan menggunakan regeneran
NaOH sehingga resin dapat mengikat logam-logam lagi

Langkah kerja:

a) Menyiapkan larutan NaOH 4% dengan suhu 40-42°C dan sirkulasi sampai


volume 26000 L.

b) Buka V8 dan V9 kemudian V6 juga dibuka dengan laju alir 35 m3/jam dan jaga
volume air sampai constant.
4. Press out

Tujuan: mencuci sisa NaOH yang masih menempel diresin.

Langkah kerja:

Buka V2, V1 dan V6 jaga volume air tetap konstan dengan flow rate 35-40
m3/jam selama 1 jam.

5. Down washing

Tujuan: mencuci sisa NaOh sampai mendapatkan hasil proses dengan EC kurang dari 3
µS/cm

Langkah kerja:

a) Buka V7, V2, dan V1 sampai penuh dengan tekanan 0.5-1 kg/cm2

b) Buka V6,V2, dan V1, setelah penuh valve dibuka sampai penuh sampai mencapai
traces atau EC kurang dari 3-4 S/cm dengan flow rate 50-60 m3/jam, dan tekanan
0.5-1 kg/cm2

Cara pengoperasian :

1. Buka V5,V2, dan V1 dengan pressure gauge 0.5-1 kg/cm2

2. Lakukan down washing pada awal pengoperasian denagan flow rate 50-60 m3/jam
sampai mendapatkan EC dibawah 3-4 S/cm.

Hasil analisa lab WT.

Resin
Setelah proses penyaringan menggunakan media filter, proses selanjutnya adalah
penghilangan ion-ion didalam air. Penukaran ion dapat dilakukan dengan menggunakan resin.
Resin penukar ion pada proses pembuatan air bebas mineral berfungsi untik mengambil pengotor
air dengan cara pertukaran anion yang sama. Kation yang ada dalam air akan ditukar/diambil
dengan kation resin sedangkan anion dalam air akan ditukar dengan anion resin. Resin adalah
senyawa hidrokarbon terpolimerisasi sampai tingkat yang tinggi yang mengandung ikatan-ikatan
hubungan silang (Cross-Linking) serta gugusan yang mengandung ion-ion yang dapat bertukar.
Berdasarkan gugus fungsionalnya, resin penukar ion terbagi menjadi dua yaitu resin penukar
kation (mengandung kation yang dapat bertukar) dan resin penukar anion (mengandung anion
yang dapat bertukar). Berdasarkan sifat dari gugus aktif maka resin dibagi menjadi:

a) Strong Acid Cation Resin (SAC) dengan regeneran H2SO4, HCl, dan NaCl.

b) Week Acid Cation Resin (WAC) dengan regeneran NH3SO4.

c) Strong Base Anion Resin (SBA) dengan regeneran NaOH dan Cl-.

d) Week Base Anion Resin (WBA) dengan regeneran Na2CO3 dan NH4OH.

Secara umum rumus struktur resin penukar ion yang dapat merupakan resin penukar
kation (gambar 1) dan resin penukar anion (gambar 2). (Diyah Erlina Lestari dkk,2007).

Gambar kation dan anion resin, tapi blm nyari.

Sifat-sifat penting resin penukar ion adalah sebagai berikut:

1. Kapasitas penukar ion

Sifat ini menggambarkan ukuran kuantitatif jumlah ion-ion yang dapat


dipertukarkan dan dinyatakan dalam meq (mili ekuivalen) per gram resin kering dalam
bentuk hydrogen atau kloridanya atau dinyatakan dalam mili ekuivalen tipa mili liter
resin (meq/ml).

2. Selektivitas

Sifat ini merupakan suatu sifat resin penukar ion yang menunjukkan aktifitas
pilihan atas ion tertentu. Hal ini disebabkan karena penukar ion merupakan suatu proses
stoikiomtri dan dapat balik (reversible) dan memenuhi hukum kerja massa. Faktor yang
menentukan selektifitas terutama adalah gugus ionogenik dan derajad ikat silang. Secara
umum selektifitas penukaran oin dipengaruhi oleh muatan ion dan jari-jari ion.
Selektifitas resin penukar ion akan menentukan dapat atau tidaknya suatu ion dipisahkan
dalam suatu larutan apabila dalam larutan tersebut terdapat ion-ion bertanda mautan
sama, demikian juga dapat atau tidaknya ion yang telah terikat tersebut dilepaskan.

3. Derajad ikatan silang (cross lingking)

Sifat ini menunjukkan konsentrasi jembatan yang ada didalam polimer. Derajad
ikat silang tidak hanya mempengaruhui kelarutan tetapi juga kapasitas pertukaran,
perilaku mekaran, perubahan volume, selektifitas, ketahan kimia, dan oksidasi.

4. Porositas

Nilai porositas menunjukkan ukuran pori-pori saluran kapiler. Ukuran saluran-


saluran ini biasanya tidak seragam. Porositas berbanding langsung dengan derajad ikat
silang, walaupun ukuran saluran-saluran kapilernya tidak seragam. Jalinan resin penukar
mengandung rongga-rongga, tempat air terserap masuk. Porositas mempengaruhi
kapasitas dan keselektifan. Bila tanpa pori, hanya gugus ionogenik di permukaan saja
yang aktif.

5. Kestabilan resin

Kestabilan penukar ion ditentukan juga oleh mutu produk sejak dibuat. Kestabilan
fisik dan mekanik terutama menyangkut kekuatan dan ketahanan gesekan. Ketahanan
terhadap pengaruh osmotik, baik saat pembebanan maupun regenerasi, juga terkait jenis
monomernya. Kestabilan termal jenis makropori biasanya lebih baik daripada yang gel,
walaupun derjad ikat silang serupa. Akan tetapi lakuan panas penukar kation makropori
agak mengubah struktur kisi ruang dan porositasnya. (Diyah Erlina Lestari dkk,2007).

Adapun indikasi resin mengalami kejenuhan adalah jika konduktivitas air


keluaran kolom resin penukar anion minimum 5 µs/cm. Resin pada sistem air bebas
mineral bisa diregenerasi bila sudah jenuh, untuk resin penukar kation diregenerasi
dengan menggunakan larutan HCl 33%, sedangkan untuk resin penukar anion dengan
NaOH 40% (Diyah Erlina Lestari dkk,2007). Hal tersebut juga sesuai dengan proses yang
berlangsung di PT.SASA INTI Gending-Probolinggo, dimana regenerasi dilakukan jika
hasil analisa konduktivitas melalui air melebihi 5 µs/cm dan regenerasi dilakukan dengan
menggunakan HCl 33% untuk akation resin dan NaOH 40% untuk anion resin.
Regenerasi bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang berupa ion-ion yang
menempel pada permukaan resin, agar resin dapat bekerja secara efektif.

Masalah-masalah yang dapat mengakibatkan kerusakan resin:

a) Sebab mekanis

• Press drpo yang berlebihan

• Flowrate yang tinggi

b) Sebab kimia

• Oksidasi oleh klorine dan oksigen

• Terdapat senyawa kimia seperti besi (Fe), perak (Cu), aluminium (Al),
calsium sulfat (CaSO4), calsium carbonat (CaBr4), magnesium hidroksida
(MgOH).

• Tingginya kandunga oli

• Sisa-sisa mikrobiologi dan senyawa organik.


Versi lain senyawa hidrokarbon rantai panjang (polimer) yang mempunyai banyak cabang yang
terbuat dari divinil benzene (cross linking) yang mengikat rangka resin (plastic backbone) yang
terbuat dari polystyrene dan pada ujung2 resin terdapat gugus aktif yang berfungsi sbg ggus
penukar ion.

You might also like