Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
Asep Yusup Hudayat
Fakultas Satra
Universitas Padjadjaran
Bandung
2007
DAFTAR ISI
iii
3.4 Pendekatan Sastra: Pengertian ……………………………………… 37
iv
4.6.2.2 Levi’Strauss ………………………………………… 78
Masalah.. ......................................................................................... 95
v
KATA PENGANTAR
masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian,
Materi yang disajikan dalam modul ini bersumber dari beberapa buku
Sasaran utama penulisan modul ini adalah para mahasiswa yang akan
objek formalnya.
i
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang secara
langsung atau tidak langsung telah ikut serta mewujudkan penyusunan modul
filsafat ilmu, teori, dan metode dalam ruang lingkup penelitian sastra. Dengan
demikian, penyusun berhadap modul ini dapat membuka jalan bagi tercapainya
memadai.
Penyusun
ii
BAB I
PENDAHULUAN
2. Metode berasal dari kata methods yang akar katanya adalah meta yang
jalan, cara, arah. Dalam pengertian yang lebih luas, metode dianggap
3. Teknik berasal dari kata teknikos, yang berarti alat, atau seni
menggunakan alat.
1
filsafat keilmuan yang kita anut yang berkorelasi dengan metodologi penelitian
itu sendiri.
pemikiran penelitian. Yang memberi cap tersebut lupa atau tidak tahu bahwa
ada metodologi penelitian yang berbeda yang menggunakan dasar filsafat ilmu
beberapa hal: (1) sadar filsafati, artinya dia sadar menggunakan pendekatan
filsafat ilmu yang mana; (2) sadar teoritik, artinya dia sadar teori penelitian
atau model mana yang digunakan; dan (3) sadar teknis, artinya dia mampu
2
Dengan prosedur kerja yang baik, kualitas kebenaran yang diperoleh
tampil dalam wujud kebenaran tesis dan lebih jauh berupa kebenaran teori
yang pada gilirannya akan disanggah oleh tesis lain atau teori lain. Gerak dari
tesis dan teori yang satu ke tesis dan teori yang lain merupakan proses
sejumlah metode yang sudah sangat umum penggunaannya, baik dalam ilmu
3
Berbeda dengan metode, metodologi tidak berkaitan dengan teknik-
digunakan dalam kedua bidang ilmu, tetapi dasar dan cara pemahamannya,
4
Pada pembicaraan yang berbeda, metode dapat menjadi teori.
menjadi metode atau teori tergantung dari tujuan dan cara pandang
peneliti.
pemakaiannya
pengertian yang sama. Metode yang baik adalah metode yang selalu
bersifat teknik.
5
Dalam penelitian sastra terdapat dua macam penelitian, yaitu penelitian
digunakan adalah kartu data primer maupun sekunder dengan metode yang
disejajarkan dengan metode kualitatif, analisis isi, dan etnografi. Metode lain
bawah ini:
a. metode hermeneutik
Metode ini dianggap sebagai metode ilmiah paling tua yang sudah
6
berfungsi untuk menafsirkan kitab suci. Hermeneutik modern baru
fenomenologi.
Metode ini ini tidak mencari makna yang benar melainkan makna
b. metode formal
7
dengan totalitasnya.. Metode ini sama dengan metode struktural
c. metode dialektika
Prinsip dasarnya adalah unsur yang satu tidak harus lebur ke dalam
8
atau berubah menjadi kualitas fakta yang lebih tinggi, yaitu sintesis
deskriptif induktif.
tujuan penelitian.
9
BAB II
PENELITIAN ILMIAH
tertentu. Kata penelitian yang merupakan bentuk pembendaan dari kata kerja
kegiatan yang diarahkan pada kerja pencarian ulang, atau pencarian kembali
atas suatu objek, yaitu kegiatan yang memerlukan ketelitian, kecermatan, dan
keberadaan kehidupan ilmu yang bersifat kumulatif. Ilmu tidak selalu dalam
10
berkembang, dan menjadi tajam berkat penelitian yang dilakukan secara terus
menerus.
memerlukan metode yang bersifat ilmiah. Oleh karena itu pula, kegiatan
mendapatkan jawaban secara ilmiah atas suatu masalah (Nazir, 1985: 9-15).
diinterpretasi dua macam, yaitu kegiatan yang dilakukan secara ilmiah dan
11
dengan pemanfaatan teori dan metode. Penelitian ilmiah merupakan
sesuai dengan objeknya, yaitu sifat-sifat yang ada pada ilmu. Penelitian yang
dikaitkan dengan ilmu yang disebut penelitian ilmiah- inilah yang menjadi
sasaran dalam mata kuliah ini. Kaitannya dengan kehidupan ilmu, kegiatan
Sesuai dengan sasaran kerja penelitian yang dibahas dalam mata kuiah
ilmu sastra. Ilmu sastra sebagai satu disiplin akan berkembang berkat
penelitian sastra. Dapat juga dilihat perlunya ilmu sastra dan penelitian sastra
hubungan fungsional antara kegiatan yang dilakukan. Urutan umum dari proses
12
sistematis penelitian adalah: perumusan masalah, penelaahan informasi,
kebenaran. Oleh karena itu, manusia mencari tahu dan mencari makna. Usaha
mencari tahu dan menemukan makna tidak pernah padam karena manusia
yang dihadapi, ia ingin tahu pula tentang masalah yang dihadapi orang lain.
Semua itu merupakan rangkaian rangsangan, baik yang muncul dari dalam
dirinya maupun muncul dari luar dirinya. Rasa ingin tahu itulah yang
data, fakta, dan pengetahuan yang tersusun berupa konsep atau gagasan yang
persepsi serta kemampuan berpikir manusia secara logis yang sering disebut
13
penalaran yang mengarah kepada keilmuan tertentu. Ilmu mencakup lapangan
yang sangat luas, menjangkau semua aspek tentang kemajuan manusia secara
sistematis melalui pengamatan dan percobaan yang terus menerus yang telah
diperoleh dengan ilmu itu adalah pengetahuan yang telah teruji dengan metode-
metode ilmiah. Sifat ingin tahu yang diperoleh melalui ilmu ini dimulai dengan
kebenaran yang lebih sahih dan lebih diyakini. Untuk memverifikasi keabsahan
ilmu yang sudah ada atau menjajaki teori baru, atau memperkaya teori yang
14
Di dalam melakukan kegiatan penelitian itu terdapat dua kemungkinan
bertolak dari teori yang telah ada sebelumnya. Penelitian dengan menggunakan
teori itu mungkin bersifat memperkaya teori itu dengan contoh-contoh atau
menunjukkan dalam kondisi apa teori tersebut kurang tepat dan perlu
sendiri dengan jalan mencari dan menemukan teori-teori baru yang sesuai atau
mengkaji latar belakang dan proses lahirnya suatu teori. Ia harus memperlajari
penemuan teori itu sendiri. Dalam hal ini, para ilmuwan tentunya berupaya
ilmuwan akan selalu tidak puas dengan setiap kesimpulan sementara. Oleh
karena itu, para ilmuwan selalu berusaha menemukan kesimpulan baru yang
15
berhubungan), rumusan-rumusan dan preposisi yang menyajikan suatu
memprediksi gejala.
mendasarkan kerjanya atas sifat ideal ilmu, yaitu interrelasi yang sistematis dan
16
ilmiah. Metode ilmiah bertolak dari kesangsian yang sistematis. Suatu kerja
yang didasarkan pada metode ilmiah memiliki empat nilai dasar: universalitas,
terorganisir.
dapat dijabarkan dalam kriteria: (1) berdasarkan fakta, (2) bebas prasangka, (3)
menggunakan prinsip analisis, (4) menggunakan hipoteisis apabila ada, dan (5)
memerlukan landasan kerja yang ilmiah pula. Landasan kerja yang dimaksud
oleh Chamamah (2001: 14) yang sejalan dengan pemahaman Muhajir (2002:
17
menginterpretasi, (8) membuat generalisasi sesuai sifatnya, (9) menarik
latar penciptaan sosial dan word view yang berbeda-beda melahirkan persoalan
produk yang tercipta dari proses transformasi karya “asing” menimbulkan pula
dengan pergeseran makna. Dalam hal inilah pemilihan teori dan metode yang
kesastraannya.
18
2.3 Asas-asas Dasar Penelitian
1. sistematis
serupa.
19
2.4 Penggolongan Penelitian
mendesak.
dalam kehidupan praktis. Salah satu tipe dari penelitian terapan adalah
20
membandingkan dan mencari hubungan sebab akibat. Karena itu
masalah di mana peneliti menggali data yang telah terjadi pada masa
lampau.
21
dokumen yang dijadikan data penelitian di antaranya: karangan tertulis,
Wilhlem Dilthey (Ratna, 2004: 47-49). Objek sosial bukan gejala sosial
22
3. tidak ada jarak antara subjek peneliti dengan objek penelitian, subjek
antaranya;
bersifat terbuka;
masing-masing.
sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran
ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sakarang. Tujuan dari penelitian
deskriptif ini adalah untuk membuat dekripsi, gambaran atau lukisan secara
23
mengadakan klasifikasi serta penelitian terhadap fenomena-fenomena dengan
menetapkan suatu standar atau suatu norma tertentu sehingga banyak ahli
fenomena atau faktor dan melihat hubungan antara satu faktor dengan faktor
adalah:
A. kriteria umum:
1. masalah yang dirumuskan harus patut, ada nilai ilmiah serta tidak
terlalu luas
2. tujuan penelitian harus dinyatakan dengan tegas dan tidak terlalu umum
merupakan opini
mempunyai validitas
24
5. harus ada deskripsi yang terang tentang tempat serta waktu penelitian
dilakukan
6. hasil penelitian harus berisi secara detil yang digunakan baik dalam
B. kriteria khusus
(value)
masalah status.
3. sifat penelitian adalah ex post facto, karena itu tidak ada kontrol
ada
25
3. memberi limitasi dari area atau scope atau sejauh mana penelitian
akan dijangkau
telah dikumpulkan
yang ingin diselidiki dan data yang diperoleh serta referensi khas
26
hal-hal yang telah dikerjakan orang dalam menangani situasi atau
yang kemudian dari sifat-sifat khas di atas akan dijadikan suatu hal
27
Peneliti dapat melihat akibat dari suatu fenomena dan menguji
28
BAB III
konvensi budaya dan konvensi sastra. Secara cermat Teeuw masalah sistem
sastra dipakai untuk menyebut gejala budaya yang dapat dijumpai pada semua
tidak merupakan keharusan. Hal ini berarti bahwa sastra meupakan gejala yang
universal. Akan tetapi suatu fenomena pula bahwa gejala yang universal itu
tidak mendapat konsep yang universal pula. Kriteria kesastraaan yang ada
dalam suatu masyarakat tidak selalu cocok dengan kriteria kesastraan yang ada
pada masyarakat lain. Sastra mengandung sifat umum dan khusus. Pengertian
umum dan khusus di sini dapat diperjelas dengan memahami terlebih dahulu
tidak mudah. Hal ini disadari juga oleh para kitikus dan teoretis sastra.
29
Pertanyaan yang berhubungan dengan penjelasan tentang konsep sastra selalu
dilakukan.
dari sisi bahannya, yaitu berupa bahasa. Pemakaian bahasa pada kegiatan
Perbedaan ini memberi kesan akan adanya sifat yang spesial yang dalam
banyak hal tidak mengikuti tata aturan bahasa sehingga sering disebut
yang diangkat dari corak bahasanya mewujudkan sastra sebagai satu sistem.
yang pertama maka sastra merupakan sistem yang kedua, secondary modelling
system.
Sebagai satu sistem, sastra merupakan satu kebulatan dalam arti dapat
dilihat dari berbagai sisi, di antaranya dari sisi bahan. Sastra tidak ditentukan
oleh bentuk strukturnya tetapi oleh bahasa yang digunakan dalam macam cara
30
Bahasa yang dipergunakan secara istimewa dalam ciptaan sastra pada
maksimal. Dengan demikian, visi dan fungsi sastra terwujud sebagai sarana
antara ciptaan sastra dengan penelitinya, yaitu pembacanya. Dalam hal ini,
bukanlah proses yang berjalan satu arah, dari pembaca saja, tetapi satu bentuk
interaksi dinamis antara teks dan pembacanya. Sastra dipahami sebagai satu
Dalam hal ini penelitian harus memilih metode dan langkah-langkah kerja yang
tepat dan sesuai dengan karakteristik objek kajiannya. Salah satu yang menarik
distansi, kerja yang objektif, dan terhindar dari unsur prasangka dari
31
perspektif. Gejala dengan situasi kesastraan inilah yang sering menuntut
perhatian tersendiri.
sekaligus khusus atau unik. Gejala universal pada sastra membuat sastra
memiliki sifat-sifat yang umum. Karya sastra adalah wujud kreativitas manusia
bahkan keunikan suatu ciptaan sastra, membuat sastra memiliki sifat-sifat yang
khusus. Dalam hal ini, generalisasi sebagaimana yang dianjurkan oleh suatu
metode penelitian (positivistik) tentu saja tidak dapat dilakukan. Langkah yang
berbagai strata yang berbeda-beda pada tempatnya yang betul. Karena karya
orang terdahulu tentang masalah atau berbagai hal yang berkaitan dengan
32
3.3 Pemanfaatan Teori bagi Penelitian Sastra
pada sebuah penelitian (Ratna, 2004: 21). Paradigma berasal dari bahasa Latin:
paradigma di sini dibicarakan dalam kaitannya dengan teori dan metode di satu
pihak, dan di pihak lain berhubungan dengan sifat-sifat dasar karya sastra
sebagai objek. Kaitan paradigma dengan teori dan metode tidak banyak
33
yang relatif sama, konsep-konsep dasar yang memungkinkan subjek untuk
apabila paradigma dikaitkan dengan objek karya sastra. Di satu pihak, sebagai
kerja yang berupa teori. Teori sebagai hasil perenungan yang mendalam,
memberikan sumbangannya bagi teori. Jadi, antara teori dan penelitian pun
Sesuai dengan beraneka ragam ilmu, maka teori pun juga beraneka
ragam. Dalam penelitian sastra, pemilihan macam teori diarahkan oleh masalah
yang akan dijawab oleh penelitian dan oleh tujuan yang akan dicapai oleh
34
Ritzer (dalam Ratna: 2004:26) mengemukakan empat faktor yang
adalah:
konsep yang mendasari pandangan dunia ilmuwan sastra, baik dalam kaitannya
apa yang akan diberikan. Pada gilirannya, baik secara eksplisit maupun implisit
35
generasi, aliran, dan berbagai paham yang lain. Dengan kalimat lain, teori dan
kualitas imajinasi dan kreativitas. Para ilmuwan sastra sejak semula telah
unsur, termasuk tokoh-tokoh, latar tempat dan waktu, bahkan juga nama dan
tahun yang sama dengan sejarah umum adalah unsur yang diciptakan. Karya
sastra tidak menyediakan referensi apa pun yang dapat dijadikan pedoman
karya sastra hanya berfungsi dalam totalitas karya, bukan totalitas alam
yang ditunjuknya dengan pertimbangan bahwa ada dunia lain yang seolah-olah
hakikat imajinasi. Puisi, novel, dan drama, puisi, drama bersajak, dll
36
Penjelajahan terhadap konsep-konsep paradigma sama pentingnya
dengan teori, tetapi dalam penelitian konsep paradigma tidak muncul secara
sehingga berbeda dengan peneliti lain dengan paradigma dan metodologi yang
oleh teori dengan mempertimbangkan cara yang sudah disepakati, yaitu metode
dan teknik.
berasal dari kata appropio, approach, yang diartikan sebagai jalan dan
merupakan kegiatan ilmiah yang tersusun secara sistematis dan metodis, maka
37
Pendekatan pada dasarnya memiliki tingkat abstraksi yang lebih tinggi
sebab yang jauh lebih penting adalah tujuan yang hendak dicapai sehingga
adalah pengakuan terhadap hakikat ilmiah objek ilmu pengetahuan itu sendiri.
38
3.4.2.1 Pendekatan Ekspresif
terhadap bagaimana karya itu diciptakan tetapi bentuk-bentuk apa yang terjadi
dalam karya sastra yang dihasilkan. Wilayah studi pendekatan ini adalah diri
karya sastra sebagai curahan, ucapan, dan proyeksi pikiran dan perasaan
secara sadar atau tidak telah membukakan dirinya dalam karyanya tersebut.
dunia pengarang. Secara metodis, langkah kerja yang dapat dilakukan melalui
39
perasaan pengarang yang hadir secara langsung atau tidak di dalam karyanya,
diperoleh pada tahap (1) dan (2) ke dalam fakat-fakta khusus menyangkut
watak, pengalaman hidup, dan ideologi pengarang secara faktual luar teks (data
yaitu karya sastra itu sendiri yang tidak bisa mewakili kenyataan yang
Kenyataan di sini dipakai dalam arti yang seluas-luasnya, yaitu segala sesuatu
yang berada di luar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra, seperti
Melalui pandangan ini, secara hierarkis karya seni berada di bawah kenyataan.
Akan tetapi Marxis dan sosiologi sastra memandang karya seni dianggap
sebagai dokumen sosial; karya seni sebagai refleksi dan kenyataan di dalamnya
40
Sehubungan dengan pendekatan mimesis, Segers (2000, 91-94)
konsep imitasi harus menjadi norma dasar telaah. Kritik Marxist menyatakan
dalam teks sastra tidak merujuk secara langsung pada dunia kita, tetapi pada
bahwa mimesis adalah hubungan dinamis yang berlanjut antara suatu seni
karya yang baik dengan alam semesta moral yang nyata atau masuk akal.
berbeda. Tiruan, menyiratkan sesuatu yang statis, suatu copy, suatu produk
akhir; mimesis melibatkan sesuatu yang dinamis, suatu proses, suatu hubungan
menafsirkan semesta yang diterima secara riil. Proses tidak berhenti hanya
rentang batas yang riil dengan yang dihadirkan dapat dikhayalkan walaupun
hanya sesaat dalam kondisi riil, atau suatu perspektif pada aspek yang riil yang
41
tidak bisa dijangkau jika tidak dilihat. Kenyataan kadang-kadang digambarkan
Oleh karena itu, kenyataan tidak dapat dihadirkan dalam karya dalam cakupan
yang ideal. Mimesis sama dan sebangun dengan apa yang Coleridge sebut
sebagai 'imajinasi yang utama, ' yang oleh Whalley disebut sebagai hasil dari
kesadaran tertinggi.
kenyataan di dalamnya tidak dapat dihadirkan dalam cakupan yang ideal, dan
(4) produk imajinasi yang utama dengan kesadaran tertinggi atas kenyataan.
data yang mengarah pada kenyataan yang ditemukan secara tekstual, (2)
dengan kenyataan fakta realita, dan (4) menelusuri kesadaran tertinggi yang
terkandung dalam teks karya sastra yang berhubungan dengan kenyataan yang
42
3.4.2.3 Pendekatan Pragmatik
pembaca tertentu terhadap sebuah karya sastra, baik dalam kerangka sinkronis
maupun diakronis.
dalam studi sastra karena berpandangan bahwa sebuah teks sastra seharusnya
yaitu (1) konsep umum estetika resepsi, (2) penerapan praktis estetika resepsi,
memuat konsep-konsep dasar seperti yang dikemukanan Jauss dan Iser. Kata
43
kondisi demikianlah yang mampu menentukan nasib dan peranannya dari segi
sejarah sastra dan estetika. Resepsi sebuah karya dengan pemahaman dan
penilaiannya tidak dapat diteliti lepas dari rangka sejarahnya seperti yang
Tujuh bagian penting yang menjadi dasar dari teori estetika resepsi Jauss,
yaitu: (1) pengalaman pembaca, (2) horison harapan, (3) nilai estetik, (4)
semangat zaman, (5) rangkaian sastra, (6) perspektif sinkronik dan diakronik,
berbeda akan menunjukkan efek yang berbeda pula. Pengalaman pembaca akan
hal ini, kesejarahan sastra tidak bergantung pada organisasi fakta-fakta literer
pengalaman sebelumnya.
atas ganre, dari bentuk dan tema karya yang telah dikenal, dan dari oposisi
antara puisi dan bahasa praktis. Karya sastra tidak berada dalam kekosongan
44
informasi. Dengan kondisi tersebut, teks karya sastra mampu menstimulus
proses psikis pembaca dalam meresepsi teks karya sastra yang dibacanya
harapan yang diberinya dan tampilan suatu karya baru akan mengarahkan
Kondisi yang mengindikasikan adanya jarak estetik ini dapat menjadi objektif
kritiknya.
suatu karya yang telah diciptakan dan diterima di masa lalu memungkinkan
Teori estetik resepsi tidak hanya memahami bentuk suatu karya sastra
45
bahwa sesuatu karya individu menjadi bagian rangkaian karya lain untuk
kesastrannya. Pada tahapan sejarah resepsi karya sastra terhadap sejarah sastra
berlawanan dan teratur sehingga diperoleh sistem hubungan yang umum dalam
dan kediakronisan di dalam rangkaian sistemnya, tetapi juga melihat seperti '
ini tidak berakhir dengan fakta yang beragam, diidealkan, satirik, atau
46
memanifetasikan dirinya di dalam kemungkinan riil hanya jika pengalaman
sebagai respon estetik sebab walaupun pusat perhatiannya sekitar teks, tetapi
penyesuaian dan bahkan membedakan fokusnya. Teori ini melihat bahwa karya
sastra sebagai suatu yang diformukasikan kembali dari sesuatu yang telah
diformukasikan dalam realita. Karya sastra ini melahirkan sesuatu yang tidak
diproses dan dipahami. Asumsi dasar dari teori ini adalah teks hanya bisa hadir
saat dibaca dan perlu pengujian atas teks tersebut melalui pembaca.
literary strategies Implied reader merupakan model, rol, dan standpoint yang
merupakan seperangkat norma sosial, historis, dan budaya yang dipakai untuk
membaca yang dihadirkan oleh teks dan merupakan semua wilayah familiar
dalam teks berupa acuan kepada karya-karya yang ada lebih dahulu. Strategi
47
pembacanya tanpa mendeterminasikannya. Melalui strategi ini disajikan
bahwa terdapat interaksi antara teks dan pembaca dalam proses pembacaan.
Teks hanya bisa hadir saat dibaca dan perlu pengujian atas teks tersebut
melalui pembaca. Deskripsi tentang teks tidak lebih dari pengalaman pembaca
menandai adanya kualitas yang khusus atas teks sastra yang mencirikan adanya
perbedaan dengan teks lainnya dan (2) memerikan dan meneliti unsur-unsur
48
Pemahaman dipusatkan pada analisis terhadap unsur-unsur dengan
Konsep dasar pendekatan ini (Hawkes dalam Pradopo, 2002: 21) adalah
dalam sebuah situasi. Makna unsur-unsur karya sasatra itu hanya dapat
dipahami sepenuhnya atas dasar tempat dan fungsi unsur itu dalam keseluruhan
karya sastra.
sebagai sebuah sistem dan nilai yang diberikan kepada sistem itu amat
Analisis karya sastra melalui pendekatan ini tergantung pada jenis sastranya.
Analisis sajak berbeda dengan analisis prosa. Analisis yang digunakan terhadap
saja misalnya penelusuran lapis norma, mulai dari lapir bunyi sampai ke lapis
dengan sifat fiksi yang merupakan struktur cerita, analisisnya diarahkan pada
pembentuknya berupa: tema, fakta cerita (tokoh, alur, dan latar), dan sarana
49
Pada analisis prosa, tema dan fakta-fakta cerita dipadukan menjadi satu
dikemukakan hubungan dan fungsi tiap-tiap unsur. Tema berjalin erat dengan
50
BAB IV
STRUKTURALISME
sesuatu yang ada di dunia ini mempunyai struktur (Pieget, 1995: 4-12; Hawkes,
1978: 17-18; dan Faruk: 1994: 17-18; Faruk, 1999: 1-9; dan Teeuw, 1984: 120-
kualitatif. Artinya, apabila suatu bagian dihilangkan, keutuhan sesuatu itu tidak
dirinya, fungsi utama yang menjadi tujuan atau pusat strukturasinya. Sesuatu
51
berbagai kemungkinan pengaruh dari luar. Sesuatu dipahami sebagai kekuatan
Karena itu, strukturalisme dalam ilmu sastra akan memperlakukan karya sastra
atau kesastraan sebagai sesuatu yang mandiri pula, sesuatu yang berstruktur,
Amerika, Formalisme di Rusia, percaya bahwa teks sastra dapat dipahami dan
Strukturalisme percaya bahwa sastra dapat dipahami dan dijelaskan atas dasar
karya sastra.
Artinya, unsur-unsur sebagai ciri khas teori tersebut dapat berperan secara
arti dalam dirinya sendiri. Unsur dapat dipahami semata-mata dalam proses
fundamental, yaitu dari struktur yang otonom ke arah relevansi fungsi karya
52
sebagai sistem komunikasi. Karya dengan demikian tidak dipahami melalui
realita sosial. Karya tidak dapat diisolasi. Karya harus dikondisikan sebagai
setiap unsur sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan unsur-unsur yang lain.
hanya meneliti salah satu unsur tertentu yang pada gilirannya berarti
tidak mungkin dilakukan secara terpisah dari unsur-unsur yang lain. Dengan
53
4.2 Teori Formalisme
2004: 80-87) adalah studi ilmiah tentang sastra dengan cara meneliti unsur-
konsep struktur.
psikologi.
paradigma baru bahwa karya sastra tidak dapat dipahami secara terisolir
54
semata-mata melalui akumulasi perangkat-perangkat intrinsiknya, tetapi
berpikir, (2) sebagai metode, dan (3) sebagai teori. Lahirnya strukturalisme
304); Pradopo 2002: 46; dan Ratna, 2003: 88-96;) mencermati bahwa
Menurutnya, karya sastra adalah proses komunikasi, fakta semiotik, terdiri atas
tanda, struktur, dan nilai-nilai. Karya seni adalah petanda yang memperoleh
makna dalam kesadaran pembaca. Oleh karena itulah, karya seni harus
55
Perbedaan unsur-unsur karya sastra untuk jenis yang berbeda-beda
terjadi akibat proses resepsi pembaca. Setiap penilaian akan memberikan hasil
yang berbeda. Unsur-unsur yang terdapat pada ketiga jenis sastra (prosa, puisi,
dan drama) akan membutuhkan pemusatan analisis yang berbeda pula. Unsur-
unsur prosa, misalnya mengarah pada tema, peristiwa atau kejadian, latar atau
setting, penokohan, alur, sudut pandang, dan gaya bahasa. Unsur-unsur puisi,
di antaranya tema, stilistika, imajinasi, ritme atau irama, rima atau persajakan,
diksi atau pilihan kata, simbol, nada, dan enjambemen. Unsur-unsur (teks)
drama di antaranya tema, dialog, peristiwa, latar, penokohan, alur, dan gaya
bahasa.
Atas dasar hakikat otonom karya sastra, maka tidak ada aturan yang
tergantung dari dominasi unsur-unsur karya di satu pihak, tujuan analisis di lain
pihak. Dalam analisis akan selalu terjadi tarik menarik antara struktur global,
yaitu totalitas karya itu sendiri dengan unsur-unsur yang diadopsi ke dalam
menyeluruh sebab struktur global bersifat tidak terbatas. Akan tetapi analisis
Prosa, puisi, dan drama dan sastra jenis klasiknya tidak semata-mata dianalisis
56
sebagai teks tetapi juga dimungkinkan dalam kaitannya dengan pementasan
langsung sebagai performing art. Dalam hubungan ini, analisis struktur akan
melibatkan paling sedikit tiga komponen utama, yaitu pencerita, karya sastra,
penelitian lapangan.
hakikatnya memiliki ciri khas yaitu sebagai tanda (sign). Tanda baru mendapat
ada pengaruh timbal balik antara tanda dan pembacanya. Pembaca dalam
dengan kerangka semiotik itu dapat diproduksi makna dalam karya sastra yang
57
4.4 Semiotik
struktur karya sastra dalam jalinan dengan keseluruhan karya yang harus
Dalam lapangan semiotik, pengertian tanda ada dua prinsip, yaitu (1)
penanda (signifier) atau yang menandai, yang merupakan bentuk tanda, dan (2)
pertanda (signified) atau yang ditanda yang merupakan arti tanda. Ada tiga
jenis tanda yang pokok, yaitu ikon, indeks, dan simbol. Ikon dan indeks
persamaan dan sebab akibat, antara penanda dan petanda. Simbol adalah tanda
tanda yang utama yang menggunakan simbol adalah bahasa. Arti simbol
kedua. Arti bahasa tingkat pertama disebut arti (meaning), arti bahasa dalam
58
sastra sebagai sistem tanda tingkat kedua biasa disebut makna (significance)
yang merupakan arti dari arti (meaning of meaning). Dalam kaya sastra, arti
Oleh karena itu yang dimaksud makna (bahasa) sastra itu bukan semata-mata
arti bahasanya. Jadi, yang dimaksud makna karya sastra itu meliputi arti
bahasa, suasana, perasaan, intensitas, arti tambahan (konotasi), daya liris, dan
Menurut Pradopo (2002: 272) studi sastra bersifat semiotik itu adalah
usaha untuk menganalisis karya sastra sebagai suatu sistem tanda-tanda dan
memberikan makna dan efek-efek lain dari arti yang diberikan oleh
penggunaan bahasa biasa. Oleh karena memberi makna karya itu dengan jalan
luar dirinya itu dimungkinkan, sesuai dengan tanda bahasa yang bermakna,
yang pemakaiannya tidak lepas dari konvensi dan hal-hal di luar strukturnya.
Berhubungan dengan hal ini, dalam metode sastra semiotik dikenal metode
59
karya sastra daripada jika karya sastra hanya dianalisis secara struktural murni.
Prinsip hubungan antarteks ini disebabkan oleh kenyataan bahwa karya sastra
itu tidak lahir dalam kekosongan budaya, termasuk sastra. Sebuah karya sastra
merupakan aktualisasi atau realisasi tertentu dari sebuah sistem konvensi atau
sastra merupakan jawaban terhadap karya sastra yang lain yang lahir
konvensi ataupun konsep estetik, atau yang lain. Untuk memberikan makna
triadik tersebut bersifat dinamisme internal. Dilihat dari segi cara kerjanya,
hubungan tanda dengan tanda-tanda yang lain, (2) semantik semiotik, studi
dengan memberikan perhatian pada hubungan tanda dan acuannya, dan (3)
pengirim dan penerima. Dilihat dari faktor yang menentukan adanya tanda,
60
1. representamen, ground, tanda itu sendiri sebagai perwujudan gejala
umum:
lintas,
b. indeks, hubungan tanda dan objek karena sebab akibat: asap dan
api,
deskriptif,
diulas adalah object. Menurut Aart van Zoet (Ratna, 2004: 102) di antara ikon,
61
indeks, dan simbol, yang terpenting adalah ikon. Alasannya, di satu pihak
segala sesuatu merupakan ikon karena segala sesuatu dapat dikaitkan dengan
sesuatu yang lain; di lain pihak, sebagai tanda agar dapat mengacu pada
sesuatu yang lain di luar dirinya agar ada hubungan yang representatif, maka
sastra secara semiotik. Cara yang paling umum adalah dengan menganalisis
karya melalui dua tahapan sebagai mana ditawarkan oleh Wellek dan Warren
(1993) yaitu (a) analisis intrinsik (analisis mikrostruktur, dan (b) analisis
Abrams (1958: 6-29) dilakukan dengan menggabungkan empat aspek, yaitu (a)
Kellner dalam makaryk, 1993: 95-99; dan Faruk, 1994: 1-21) merupakan
karya sastra, sebagai struktur. Karena itu, usaha strukturalisme genetik untuk
memahami karya sastra secara niscaya terarah pada usaha untuk menemukan
62
Marxisme tidak pernah percaya bahwa teks maupun sistem sastra
merupakan sesuatu yang otonom. Bagi paham ini sastra merupakan suatu
sama dengan manusia lain. Dalam proses produksi yang demikian terbangunlah
produksi. Pengelompokan sosial atas dasar seperti itulah yang disebut sebagai
63
itu. Persaingan itu menjadikan hubungan antarkelompok sosial yang telah
yang sedang melakukan reproduksi atas hubungan sosial yang berlaku, yang
menempatkan dirinya dalam posisi kekuasaan dan kelompok lain dalam posisi
produksi, melainkan dalam berbagai situs sosial yang lainnya, dalam berbagai
politik, agama, dan kesenian. Berbagai lingkungan atau institusi sosial yang
menjadi situs reproduksi sosial yang ada di luar lingkungan produksi itu
Karena itu, pemahaman terhadap karya sastra tidak dapat hanya berhenti pada
arti dari struktur itu berarti usaha menemukan alasan, faktor-faktor yang
64
menjadi penyebab dari struktur yang besangkutan. Pertanyaan seperti “kenapa
suatu karya mempunyai struktur yang begini, tidak begitu”, tidak lagi dapat
dijawab hanya dengan mendasarkan diri pada karya sastra itu sendiri,
kemanusiaan bukan fakta alamiah. Bila fakta alamiah cukup dipahami hanya
sampai pada batas strukturnya, fakta kemanusiaan harus sampai pada batas
artinya. Sebuah karya sastra tidak diciptakan begitu saja, melainkan untuk
yang mendorong diciptakannya karya sastra itu, seperti halnya segala ciptaan
manusiawinya.
65
selalu cenderung menyesuaikan lingkungan sekitar dengan skema pikirannya.
Akan tetapi, apabila lingkungan itu menolak atau tidak dapat disesuaikan
dengan skema pikiran itu, manusia menempuh jalan yang sebaliknya, yaitu
kolektif yang besar dengan tindakan kolektif yang mungkin tidak setara dengan
tindakan pertama itu. Tindakan kolektif yang besar tidak hanya terarah untuk
tindakan kolektif yang besar itu dapat pula berpengaruh luas, melampaui batas
subjek dan tindakan kolektif yang besar tersebut adalah kelas sosial dalam
66
pengertian marxis yang sudah dikemukakan, bukan kelompok sosial lain dalam
kultural yang besar, yang di dalamnya termasuk karya-karya filsafat dan karya-
karya sastra yang besar, merupakan hasil tindakan tidak hanya subjek kolektif,
melainkan kelas sosial. Karena itu, karya-karya itu ikut pula berperan dalam
Sebagai produk dari tindakan kolektif yang berupa kelas sosial di atas,
sama, anggota-anggota dari suatu kelas sosial mempunyai pengalaman dan cara
Cara pemahaman dan pengalaman yang sama itu pada gilirannya menjadi
67
pengikat yang mempersatukan para anggota itu menjadi suatu kelas yang sama
dan sekaligus membedakan mereka dari kelas sosial yang lain. Cara
implisit yang tidak semua individu anggota kelas sosial pemiliknya dapat
sendiri. Para pemikir dan sastrawan yang besar termasuk individu yang
kesadaran kelas pada para individu yang menjadi anggota kelas sosialnya itu.
dunia imajiner karya sastra ataupun struktur konseptual karya filsafat yang
yang tidak hanya diperlukan untuk menjadi model struktur bagi pemahaman
68
terhadap struktur karya sastra atau karya filsafat yang diteliti, melainkan juga
langsung melalui pandangan dunia yang bersifat ideologis. Karya sastra tidak
69
semantik pula, dekat dengan konsep struktur semantik Barthes ataupun
Yang tampak amat dekat dengan konsep struktur karya sastra dari
ini berpusat pada konsep oposisi biner atau oposisi berpasangan. Levi’Strauss
melihat bangunan dunia sosial dan kultural manusia sebagai sesuatu yang
yang saling beroposisi satu sama lain. Di antara pasangan yang beroposisi itu
pandangan dunia tragis yang berpikir secara dialektik, yang tidak memutlakkan
marxis. Atas dasar teori sosial ini jelas bahwa dunia sosial dipahami sebagai
struktur yang terbangun atas dasar dua kelas sosial yang saling bertentangan.
Kesatuan dunia sosial terbangun karena adanya dominasi dari satu kelas sosial
terhadap kelas sosial yang lain. Dominasi itu dipelihara dan dipertahankan
70
beroperasi dalam lembaga sosial yang ada di dalam masyarakat termasuk karya
sastra. Namun, dominasi itu tidak sepenuhnya menutup peluang bagi terjadinya
membangun suatu struktur sosial yang baru yang sesuai dengan lingkungannya
struktur keseluruhan karya sastra itu. Struktur karya sastra itu hanya dapat
dipahami dengan baik dengan cara dialektik, yaitu dengan bergerak secara
keseluruhan yang lebih besar, yang juga berstruktur, yaitu dunia sosial tempat
karya sastra itu berasal. Seperti pemahaman terhadap struktur karya sastra,
pemahaman terhadap struktur dunia sosial itu pun dapat dilakukan secara
71
dialektik, dari karya sastra sebagai bagian dunia sosial, atau sebaliknya.
Gerakan bolak-balik itu pun baru dianggap selesai jika telah dibangun
4.6 Naratologi
Naratologi bersal dari kata narratio dan logos (bahasa Latin). Narratio
berarti cerita, perkataan, kisah, hikayat; logos berarti ilmu. Naratologi juga
disebut teori wacan (teks) naratif. Baik naratologi maupun teori wacana (teks)
juga dengan wacana dan teks, berbeda-beda sesuai dengan para penggagasnya.
representasi paling sedikit dua peristiwa faktual atau fiksional dalam urutan
waktu. Narator atau agen naratif (Mieke Bal dalam Ratna, 2004: 128)
72
person, bukan pengarang. Kajian wacana naratif dalam hubungan ini dianggap
telah melibatkan bahasa, sastra, dan budaya yang dengan sendirinya sangat
memiliki identitas yang sama baik dengan wacana atau teks. Bal menyebutkan
bahwa pembaca membaca wacana dan teks yang berbeda dari cerita yang
cerita Jaka Tarub, tetapi tidak semua orang menikmati cerita tersebut melalui
teks yang sama sebab teks tidak diceritakan dalam bahasa, melainkan melalui
ekonomi, tetapi juga melalui kata-kata, semboyan, dan wacana. Pada pahan
pascastruktural, naratologi tidak membatasi diri pada teks sastra saja melainkan
yang dengan sendirinya dapat dianalisis sesuai dengan ciri-ciri teks. Visi sastra
73
bahwa di satu pihak ceritalah yang menampilkan keseluruhan unsur karya;
cerita sebagai tulang punggung karya. Di pihak lain, dalam kaitannya dengan
berikutnya. Tanpa cerita, tanpa adanya kekuatan wacana dan teks, kebudayaan
pun tidak ada. Dalam hubungan inilah dikatakan bahwa dunia kehidupan itu
sendiri dianggap sebagai teks yang dengan sendirinya dapat dipahami melalui
ke dalam fiksi memanfaatkan unsur cerita dan penceritaan. Dalam karya sastra,
unsur penceritaanlah yang lebih utama dalam wujud plot. Tanpa plot, wacana,
dan teks, karya sastra hanya berfungsi sebagai fakta mengingat dunia faktual
latar, tema, sudut pandang, dan gaya bahasa. Dilihat dari media yang tersedia,
novel juga merupakan objek yang paling memadai, paling luas, sehingga segala
sendiri di mana manusia, baik sebagai penulis, pembaca, dan peneliti dapat
sangat tepat dalam kaitannya dengan hakikat manusia sebagai homo faber.
74
Teori sastra kontemporer memberikan wilayah yang sangat luas
roman, cerpen, puisi naratif, gongeng, biografi, lelucon, mitos, epik, catatan
harian, dan sebagainya. Naratif tidak dibatasi pada genre sastra, tetapi juga
1993: 110- 114) menyebutkan bahwa naratologi dapat dibagi menjadi tiga
periode, yaitu:
dan teks); Henry James (tokoh dan cerita); Forster (tokoh bundar dan datar);
Percy Lubbock (teknik naratif), dan Vladimir Propp (peran dan fungsi). Pada
mitos), Tzvetan Todorov (historie dan discours), Claude Bremond (struktur dan
fungsi), Mieke Bal (fabula, story, text). Greimas (tata bahasa naratif dan
parole dan langue, fabula, dan sjuzhet dengan ciri-ciri naratif nonliterer,
antaranya: Gerard Gennet (urutan, durasi, frequensi, modus, dan suara), Gerald
75
Prince (struktur narratee), Seymoeur Chatman (struktur naratif), Jonathan
Pratt (tindak kata), Umberto Eco (wacana dan kebohongan), Jacques Derrida
fabula dan sjuzhet. Objek penelitian Propp adalah cerita rakyat, seratus
dongeng Rusia yang dilakukan tahun 1928 dan baru dibicarakan secara luas
tahun 1958. Propp (1987: 93-98) menyimpulkan bahwa semua cerita yang
diselidiki memiliki struktur yang sama. Artinya, dalam sebuah cerita para
sama. Oleh karena itu, penelitian Propp disebut sebagai usaha untuk
menemukan pola umum plot dongeng Rusia bukan dongeng pada umumnya.
dianalisis adalah motif (elemen), unit terkecil yang membentuk tema. Propp
76
memandang sjuzhet sebagai tema bukan plot seperti yang dipahami oleh kaum
unsur tetap (perbuatan) dan unsur yang berubah (pelaku dan penderita). Dalam
hubungan ini yang penting adalah unsur yang tetap (perbuatan) yaitu fungsi itu
sendiri.
tujuh ruang tindakan atau peranan, yaitu: (1) penjahat, (2) donor, (3) penolong,
(4) putri dan ayahnya, (5) orang yang menyuruh, (6) pahlawan, dan (7)
pahlawan palsu. Menurut Propp (1987: 93-94) dan Teeuw (1985: 290-294),
tujuan Propp bukan tipologi struktur tetapi melalui struktur dasar dapat
77
4.6.2.2 Levi-Strauss
pada mitos. Levi-Strauss menilai cerita sebagai kualitas logis bukan estetis. Ia
terhadap mitos yang terkandung dalam setiap dongeng, baik secara bulat
logis memaksa manusia untuk mencari pasangan di luar keluarga yang pada
78
Berhubungan dengan pembicaraan strukturalisme, Levi-Strauss
Struktur dipahaminya sebagai realitas empiris itu sendiri yang tampil sebagai
organisasi logis yang disebut sebagai isi. Oleh karena itulah, disebutkan bahwa
aspek, yaitu (1) aspek sintaksis, meneliti urutan peristiwa secara kronologis dan
logis, (2) aspek semantik, berkaitan dengan makna dan lambang, meneliti tema,
tokoh, dan latar, dan (4) aspek verbal, meneliti sarana-sarana seperti sudut
menyatakan hubungan yang salah satu faktornya tidak hadir, sebagai hubungan
79
antarhubungan adalah kausalitas. Tokoh menunjukkan tokoh lain sebagai
antitesis (in praesentia). Sebaliknya tokoh juga dapat menunjuk sesuatu yang
lain di luar struktur naratif (in absentia). Todorov membedakan antara sastra
sebagai ilmu mengenai sastra (puitika) dan sastra dalam kaitannya dengan
disiplin yang lain, sastra sebagai proyeksi, seperti: psikologi sastra, sosiologi
4.6.2.4 Greimas
yang hampir sama, Greimas (dalam Abdullah, 1999: 11-13; Ratna: 2004: 137-
140) memberikan perhatian pada relasi, menawarkan konsep yang lebih tajam
dengan tujuan yang lebih universal, yaitu tata bahasa naratif universal. Greimas
balik wacana. Yang ada hanyalah subjek, manusia semu yang dibentuk oleh
memberikan apel kepada Mary. John dan Paul adalah dua acteurs tetapi satu
actans. John dan Paul juga merupakan pengirim. Mary sebagai penerima. Apel
adalah sebagai objek. Dalam kalimat John membelikan dirinya sendiri sebuah
baju, John adalah satu acteu yang berfungsi sebagai dua actans, baik sebagai
80
Kemampuan Greimas dalam mengungkap struktur actas dan acteurs
menganalisis teks sastra melainkan juga filsafat, religi, dan ilmu sosial lainnya.
Tiga puluh satu fungsi dasar analisis Propp disederhanakan menjadi dua puluh
menjadi tig pasangan oposisi biner, yaitu subjek dengan objek, kekuasaan
dengan orang yang dianugerahi atau pengirim dan penerima, dan penolong
dengan penentang.
sedangkan struktur actans menentukan genre tententu. Acteurs yang sama pada
kritik sastra Indonesia istilah fabula dan sjuzet sebagai konsep dasar dari
identitas yan hampir sama dengan wacana, tek, dan plot. Cerita adalah bahan
81
kasar, perangkat peristiwa, seperti ringkasan cerita atau sinopsis. Wacana
adalah cerita yang telah disusun kembali tetapi lebih banyak berkaitan dengan
unsur bahasa , sebagai model pertama. Adapun teks adalah susunan peristiwa
82
BAB V
TINJAUAN KRITIS
Dewey (dalam Nazir, 1983:73), yaitu: (1) mengetahui adanya masalah, (2)
masalah, seperti teori, (4) inventarisasi dari pengolahan data sebagai bukti, dan
penyimpulan.
mengapa penelitian itu perlu dilaksanakan, (2) relevansi penelitian itu dengan
serupa yang telah dilaksanakan, dan (4) informasi lain apa yang berkaitan
83
Hal pertama di atas yang menyangkut alasan mengapa penelitian itu
lain yang berhubungan erat dengan masalah dan tujuan penelitian itu,
84
Hal yang menyangkut penelitian sebelumnya, diarahkan kepada
pembicaraan:
atau multimedia
85
dimaksud adalah uraian yang relevan dengan kepentingan penelitian
penelitian dan merupakan langkah penting yang cukup sulit dalam penelitian
peneliti terhadap satu hal atau fenomena, (2) kemenduaan arti (ambiguity), dan
(3) dan adanya halangan dan rintangan yang menunjukkan terdapatnya celah
sistematis sejumlah masalah yang akan diangkat dalam penelitian sastra untuk
dijabarkan dalam tujuan penelitian secara tepat, (b) pemusatan penelitian atas
86
untuk memecahkan beberapa penemuan penelitian sebelumnya atau dasar
Menurut Nazir (1985: 134-135), ciri-ciri masalah yang baik adalah: (1)
masalah yang dipilih harus mempunyai nilai penelitian, (2) masalah yang
dipilih harus mempunyai fisible, dan (3) masalah yang dipilih harus sesuai
adalah: (1) masalah harus mempunyai keaslian, (2) masalah harus menyatakan
suatu hubungan antara dua atau lebih variabel (hubungan antarfenomena), (3)
masalah harus merupakan hal penting, (4) masalah harus dapat duji, hubungan
di dalamnya harus dapat diukur berdasarkan pendekatan yang sesuai, dan (5)
dipecahkan. Arinya: (1) data serta metode harus tersedia untuk memecahkan
masalah, (2) masalah yang akan dipecahkan harus sesuai dengan batas-batas
kemampuan peneliti dalam hal tenaga, pikiran, waktu, serta dana, dan (3)
bagi peneliti serta sesuai dengan derajat ilmiah yang dimiliki peneliti.
87
Setelah masalah diidentifikasi dan dipilih, maka kegiatan selanjutnya
masalah
merupakan salah satu sebuah metode yang tepat digunakan untuk mengungkap
88
Tujuan penelitian merupakan penjabaran rill dari rumusan masalah
yang akan dipecahkan melalui kegiatan analisis data. Secara ideal, tujuan
penelitian harus mewadahi seluruh masalah yang telah dipilih dan dirumuskan.
masalah, jangkauan ke arah teknik kajian yang ideal (runut). Demikian pula
dengan penerapan teori dan metodologinya sehingga antara tujuan yang satu
dengan tujuan yang lainnya memiliki hubungan yang erat dan bersifat
89
Dengan demikian, tahapan penyusunan landasan teori dalam rancangan
usulan penelitian menjadi penting. Karena teori berfungsi sebagai alat untuk
memecahkan masalah, maka teori harus dipilih sesuai dengan tujuan penelitian.
Dalam uraian landasan teori, teori harus dijelaskan secara konseptual dengan
teori tidak harus dipahami secara kaku. Teori tidak harus dan tidak mungkin
konsep dasar itu sendiri sesudah dikaitkan dengan hakikat objeknya. Konsep
inilah yang berubah secara terus menerus, sehingga penelitian yang satu
Sebagai suatu cara pemahaman, baik sebagai teori maupun metode, cir-
90
mengarah kepada keteraturan, pusat yang akan melahirkan saluran-saluran
oleh para kritikus sastra.. Sebaliknya, dalam analisis sastra kontemporer jelas
model analisis yang dimaksud tidak sesuai dan tidak diperlukan sebab prinsip-
5.1.5 Metodologi
penelitian dan menjadi bagian dari tahap penyusunan tersebut terbagi ke dalam
dua wilayah pengertian, yaitu (1) metode yang digunakan sebagai alat,
bahwa metode kajian adalah cara kerja yang bersistem di dalam bahasa dengan
91
(pendekatan) linguistik. Metode kajian memerikan bagaimana data dipilah dan
Penentuan data berdasarkan perilaku, ciri, dan hubungan antarunsur, dsb. demi
Sejalan dengan uraian di atas, maka metode dalam kajian sastra pun
kategori secara metodis yang memadai, yaitu: (1) kategori harus dibuat sesuai
dengan masalah dan tujuan masalah, (2) kategori harus lengkap, (3) kategori
harus bebas dan terpisah, (4) kategori harus berasal dari satu kaidah klasifikasi;
tiap variabel harus dipisahkan dalam desain analisis, dan (5) tiap kategori
harus berada dalam satu level dengan mempertimbangkan mana variabel utama
1. hubungan simetris
92
Hubungan ini adalah hubungan antarvariabel yang tidak disebabkan
atau dipengaruhi oleh variabel yang lain. Hubungan ini dapat terjadi
karena (1) kedua variabel merupakan akibat dari suatu faktor yang
sama, (2) kedua variabel merupakan indikator dari sebuah konsep yang
sama, atau (3) hubungan yang terjadi bersifat kebetulan saja. Hubungan
2. hubungan asimetris
mendeskripsikan secara jelas perihal metode sebagai teknik pupuan data dan
metode sebagai teknik kajian, (2) menjabarkan secara tepat dan jelas masing
masing metode sesuai dengan esensi dan fungsinya yang dibatasi oleh tujuan
93
penelitiannya, (3) mengurutkan langkah-langkah pengumpulan, pemilahan, dan
pengolahan data secara sistematis, dan (5) bila perlu gunakan pula skema dan
dan metodologi.
masalah
disusun
94
dan tujuan penelitian, dan mampu menggunakan teori tersebut untuk
yang ditemukan setelah proses membaca dan memahami objek material (karya
Tidak mudah bagi peneliti yang kurang peka secara literer dan teoretis
singkat landasan teoretis dan metode yang dimungkinkan dapat dijadikan alat
95
yang mendasari pengolahan dan penganalisisan data. Tentunya pembicaraan di
tentang latar belakang masalah, di antaranya: (1) apa saja yang menjadi
dijabarkan, (3) mengapa pilihan alat pemecahannya jatuh pada landasan teori
dengan proses pembacaan secara cermat dan utuh. Langkah ini dimaksudkan
usulan penelitiannya.
sistematis yang pada akhirnya dapat dijabarkan dalam tujuan penelitin secara
96
masalah dari seluruh masalah yang telah dihimpun untuk dijadikan dasar
97
fungsi pendekatan struktural objektif yang tepat guna. Logika masalah yang
1. Masalah apa saja yang menjadi dasar penceritaan kedua novel tersebut?
Hal yang tampak menonjol dan mudah dicermati dari latar belakang
Namun demikian, jika dijajaki uraian pembatasan masalah secara rinci, tampak
98
penyusunan identifikasi masalah bukan lagi berdasarkan pemanfaatan latar
sistematis, mulai dari masalah (bahan tematik) yang menjadi dasar penceritaan,
tema dan amanat. Akan tetapi esensi latar belakang yang seharusnya
struktural objektif
dalam teks.
99
Berdasarkan upaya tersebut, seyogyanya latar belakang masalah dan
penelitian.
Contoh usulan penelitian subbab tujuan penelitian berikut belum memadai jika
Penjabaran tujuan penelitian di atas tampak terlalu umum dan belum mengarah
100
menyebutkan masalah-masalah yang bersumber dari peristiwa-peristiwa
atau seluruh cerita. Hal ini secara tidak langsung telah mengarahkan
latar dari kedua novel (jika kajian diarahkan pada struktural objektif).
antar hubungan, dan totalitas harus dihubungkan dengan luar teks (aspek
cerita dan penceritaan; antara struktur naratif karya sastra dan naratornya.
101
(3) Tujuan ketiga yang menyangkut pengungkapan keterjalinan antarunsur
perjalanan alur cerita, (3) pemetaan latar dalam perjalanan alur cerita, dll.
teori yang tepat guna beserta penyusunan langkah kerja, pemilihan data,
102
tingkat kepekaan literer, teoretis, dan metodologis. Keterbatasan tersebut
dan fungsional.
kasus yang telah dibahas). Peneliti mampu memilih dan menyajikan landasan
103
identifikasi masalah dan tujuan penelitian, kurang memadai. Cermati uraian
Contoh utuh di atas jelas tampak berdiri sendiri dengan atau tanpa
menyeluruh yang dimiliki oleh sebuah usulan penelitian dengan judul tertentu,
latar belakang masalah dan identifikasi masalah tertentu, dan tujuan penelitian
pasti fungsi landasan teori struktural objektif dalam sebuah penelitian dengan
tergambarkan dalam uraian subbab landasan teori secara aplikatif. Begitu juga
104
terpisah dan tidak fungsional karena tidak dihubungkan langsung dengan
memahami konsep atau asumsi dasar (premis) dari teori yang digunakannya.
a. metode deskriptif
bagaimana metode ini akan dijalankan dalam penelitian dan pencapaian yang
105
1.1 Metode Penelitian
106
b. metode kajian
107
mampu mengejawantahkan tujuan penelitiannya ke dalam pembahasan yang
tentunya dibatasi dan diarahkan secara metodis oleh teori yang digunakan.
Pada langkah ini penyusun tidak memberikan langkah nyata yang akan
data tertentu dipilih dan ditetapkan sebagai data yang mengandung masalah.?
peristiwa penting dari keseluruhan jalan cerita yang memiliki hubungan sebab
Pada tahap ini, penyusun tidak memerikan tiap unsur cerita (tokoh dan
Misalnya saja, penyusun yang memilih teori teknik pelukisan dramatik tokoh
108
menurut Altenbernd & Lewis tentunya akan berbeda dengan pemilihan teori
kriteria urutan waktu, jumlah, kepadatan, atau isi? Pemilihan di dalamnya akan
menentukan cara kerja yang relevan untuk dilakukan dalam kerja analisis.
ditempuh secara teknis dalam uraian subbab metode kajian? Langkah apa yang
secara tepat dapat mengarahkan penelusuran latar waktu, tempat, dan sosial?
unsur yang dimaksud? Jalinan apa saja atau bentuk jalinan yang bagaimana
mengetahui tema dan amanat, tetapi teknik penjabaran riil pemanfaatan hasil
109
penelusuran tersebut dengan kepentingan pencarian tema dan amanat? Model
penelusuran tema?
maupun minor dan sebagainya sesuai dengan batasan teori yang digunakan
dalam penelitian.
nuansa amat cerita untuk kemudian ditentukan secara memadai amanat yang
paling relevan dengan kandungan cerita dari seluruh analisis yang telah
dikerjakan.
persetujuan dari tim penguji. Jalan terbaik untuk mencapai hasil rancangan
110
penyusunan rancangan penelitian yang dimaksud. Dengan demikian, selalu
terbuka solusi selama kedua belah pihak (peneliti dan pembimbing) sama-sama
*******
111
DAFTAR PUSTAKA
Abrams, M.H. The Mirror and lamp: Romantic Theory and the Critical
Tradition. New York: The Norton Library; W.W. Norton & Company
Inc.
Iser, Wlfgang. 1987. The Act of Reading. Baltimore and London: The Johns
Luxemburg, Jan van, dkk. 1989. Pengantar Ilmu Sastra. Diterjemahkan oleh
112
Muhadjir, Noeng. 2002. Metodologi penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake
Sarasin
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Penelitian Sastra: Teori, Metode, dan Teknik.
Gama Media
Todorov, Tzvetan. 1985. Tata Sastra. Diterjemahkan oleh Okke K.S. Zaimar,
113
114
115