Professional Documents
Culture Documents
Dosen Pembimbing:
MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
TAHUN 2010
BAB I
PENDAHULUAN
Sepanjang kehidupan yang kita jalani, kita selalu mengalami proses belajar.
Disetiap aktivitas yang kita lakukan, kita selalu belajar, belajar bagaimana caranya
menghormati dan menghargai orang lain, belajar tentang syukur kepada Allah, belajar
menyayangi orang lain dan lain sebagainya. Tanpa kita sadari, ternyata dalam proses
belajar yang kita lalui selama ini tidak terlepas dari masalah kejiwaan dan perasaan kita.
Bahkan belajar merupakan masalah pokok dari psikologi pendidikan. Bahkan
sebelum psikologi pendidikan tumbuh dan berkembang sebagai ilmu pengetahuan yang
berdiri sendiri, masalah belajar sudah menjadi bagian dari studi tentang kejiwaan dan
pendidikan pada umumnya. Bersamaan dengan perkembangan psikologi pada umumnya,
dan khususnya psikologi pendidikan, maka muncullah berbagai macam teori tentang
belajar.
Dalam makalah ini, akan dibahas teori-teori belajar yang harus kita pelajari agar
pemahaman mengenai hakikat belajar yang sesungguhnya dapat tercapai secara
maksimal, sehingga proses belajar mengajar yang kita jalani berhasil.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Belajar
Belajar dapat diartikan sebagai “perubahan prilaku yang relatif tetap sebagai
hasil adanya pengalaman”. Menurut Witherington dalam buku Educational
Psychology mengemukakan bahwa “Belajar adalah suatu perubahan di dalam
kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang
berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian atau suatu pengertian ”. Sedangkan
menurut Syaiful Bahri Djamarah, belajar adalah “serangkaian kegiatan jia raga untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman individu dalam
interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, efektif dan psiomotor ”
Jadi, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah berubahnya kemampuan
seseorang untuk melihat, berpikir, merasakan, serta mengerjakan sesuatu, melalui
berbagai pengalaman-pengalaman yang dialaminya.
1. Teori Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu
hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan
kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan
individu dalam belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks
sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini,
diantaranya :
a. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.
Teori ini menyatakan bahwa belajar merupakan proses pembentukan koneksi-
koneksi atau hubungan antara stimulus dan respon. Thorndike mendasarkan teorinya
atas hasil penelitiannya terhadap tingkah laku berbagai binatang antara lain kucing,
dan tingkah laku anak-anak serta orang dewasa. Obyek penelitian dihadapkan kepada
suatu situasi dan membiarkan obyek melakukan berbagai pola aktivitas untuk
merespon situasi tersebut. Penelitian ini menghasilkan hukum-hukum belajar,
diantaranya:
• Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang
memuaskan, maka hubungan Stimulus dan Respons akan semakin kuat.
Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin
lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus dan Respons.
• Law of Readiness; artinya jika reaksi terhadap stimulus didukung oleh
kesiapan untuk bertindak atau bereaksi, maka reaksi itu menjadi memuaskan.
Namun sebaliknya, jika reaksi terhadap stimulustidak didukung oleh kesiapan
untuk bereaksi, atau dipaksa untuk beraksi, maka tidak aka nada kepuasan.
• Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan
Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin
berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
1
Drs. Tadjab, M.A., Ilmu Jiwa Pendidikan, 1991, hal. 64
c. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner
Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya
terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
• Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan
stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
• Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah
diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka
kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
2
Drs. Tadjab, M.A., Ilmu Jiwa Pendidikan, 1991, hal. 72
C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Belajar
Faktor internal
1) Faktor biologis (jasmaniah)
Keadaan jasmani yang perlu diperhatikan, pertama kondisi fisik yang normal atau
tidak memiliki cacat sejak dalam kandungan sampai sesudah lahir. Kondisi fisik
normal ini terutama harus meliputi keadaan otak, panca indera, anggota tubuh.
Kedua, kondisi kesehatan fisik. Kondisi fisik yang sehat dan segar sangat
mempengaruhi keberhasilan belajar. Di dalam menjaga kesehatan fisik, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain makan dan minum yang teratur,
olahraga serta cukup tidur.
2) Faktor Psikologis
Faktor psikologis yang mempengaruhi keberhasilan belajar ini meliputi segala hal
yang berkaitan dengan kondisi mental seseorang. Kondisi mental yang dapat
menunjang keberhasilan belajar adalah kondisi mental yang mantap dan stabil.
Faktor psikologis ini meliputi hal-hal berikut. Pertama, intelegensi. Intelegensi
atau tingkat kecerdasan dasar seseorang memang berpengaruh besar terhadap
keberhasilan belajar seseorang. Kedua, kemauan. Kemauan dapat dikatakan faktor
utama penentu keberhasilan belajar seseorang. Ketiga, bakat. Bakat ini bukan
menentukan mampu atau tidaknya seseorang dalam suatu bidang, melainkan lebih
banyak menentukan tinggi rendahnya kemampuan seseorang dalam suatu bidang.
Faktor Eksternal
Faktor lingkungan rumah atau keluarga ini merupakan lingkungan pertama dan
utama pula dalam menentukan keberhasilan belajar seseorang. Suasana
lingkungan rumah yang cukup tenang, adanya perhatian orangtua terhadap
perkembangan proses belajar dan pendidikan anak-anaknya maka akan
mempengaruhi keberhasilan belajarnya.
1. Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar
seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya,
yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi
belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang
bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi
yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras
seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam
belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.
2. Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan
siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak
menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan
psikologis lainnya. Contoh : siswa yang yang memiliki postur tubuh yang tinggi
atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah
dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat menguasai permainan volley
dengan baik.
3. Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat
potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya
tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan
menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140),
namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat rendah.
4. Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar,
sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok
siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
5. Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana
siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di
bawah potensi intelektualnya.
Siswa yang mengalami kesulitan belajar seperti tergolong dalam pengertian di atas
akan tampak dari berbagai gejala yang dimanifestasikan dalam perilakunya, baik aspek
psikomotorik, kognitif, konatif maupun afektif . Beberapa perilaku yang merupakan
manifestasi gejala kesulitan belajar, antara lain :
1. Menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh
kelompoknya atau di bawah potensi yang dimilikinya.
2. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Mungkin
ada siswa yang sudah berusaha giat belajar, tapi nilai yang diperolehnya selalu
rendah
3. Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalu tertinggal
dari kawan-kawannya dari waktu yang disediakan.
4. Menunjukkan sikap-sikap yang tidak wajar, seperti: acuh tak acuh, menentang,
berpura-pura, dusta dan sebagainya.
5. Menunjukkan perilaku yang berkelainan, seperti membolos, datang terlambat,
tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam atau pun di luar kelas,
tidak mau mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, dan
sebagainya.
6. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti : pemurung, mudah
tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi
tertentu. Misalnya dalam menghadapi nilai rendah, tidak menunjukkan perasaan
sedih atau menyesal, dan sebagainya.
7. Sementara itu, Burton (Abin Syamsuddin. 2003) mengidentifikasi siswa yang
diduga mengalami kesulitan belajar, yang ditunjukkan oleh adanya kegagalan
siswa dalam mencapai tujuan-tujuan belajar. Menurut dia bahwa siswa dikatakan
gagal dalam belajar apabila :
8. Dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat
keberhasilan atau tingkat penguasaan materi (mastery level) minimal dalam
pelajaran tertentu yang telah ditetapkan oleh guru (criterion reference).
9. Tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi semestinya, dilihat berdasarkan
ukuran tingkat kemampuan, bakat, atau kecerdasan yang dimilikinya. Siswa ini
dapat digolongkan ke dalam under achiever.
10. Tidak berhasil tingkat penguasaan materi (mastery level) yang diperlukan sebagai
prasyarat bagi kelanjutan tingkat pelajaran berikutnya. Siswa ini dapat
digolongkan ke dalam slow learner atau belum matang (immature), sehingga
harus menjadi pengulang (repeater).
Pemeriksaan Psikologis
Pemeriksaan psikologis dilaksanakan bukan hanya sekedar untuk menilai
kemampuan seseorang, tetapi juga untuk membantu memperoleh diagnosa (pemeriksaan)
yang tepat mengenai masalah dan keluhan-keluhan yang ada pada diri seseorang dan
cara-cara bagaimana sebaiknya untuk menanggulanginya.
Pada umumnya dalam pemeriksaan digunakan beberapa macam tes yang
disesuaikan dengan masalah dan usia kasus. Disamping itu pencatatan riwayat
perkembangan dan obervasi (pemeriksaan) yang teliti selama pemeriksaan, memegang
peranan yang penting pula.
Sesuai dengan usia kasus, maka terdapat beberapa tes khusus untuk :
• Intellegensi/kemampuan (IQ)
• Bakat/arah minat
• Kepribadian
• Pengetahuan umum
• Pengertian sosial
• Kemampuan mengolah angka/kecepatan dan ketepatan berhitung, daya
konsentrasi dan daya tangkap
• Kemampuan konseptualisasi verbal abstrak
• Daya ingat mekanistik, daya tangkap dan konsentrasi
• Ketelitian dan ketajaman daya persepsi
• Daya logika dan kemampuan interprestasi situasi sosial
• Kemampuan menganalisa dan membentuk suatu bentuk abtsrak sesuai contoh
• Kemampuan menganalisa dan mensintesakan suatu bentuk konkrit tanpa contoh
• Ketelitian, kecepatan menulis dan proses belajar
• Dalam menilai kemampuan verbal, performance (penampilan) dan kemampuan
umum (general intelligence) digunakan istilah IQ.
• Untuk kasus anak yang menghadapi masalah kurang kematangan fisik, mental
atau emosi, ia harus mengikuti remedial teaching. Anak memperoleh latihan-
latihan khusus sesuai dengan kelemahan yang ada.
• Untuk kasus anak yang menghadapi hambatan fisik atau kelainan organik, ia
harus memperoleh pemeriksaan atau pengobatan dari seorang dokter atau
neurolog, dan bila perlu menggunakan alat serta memperoleh latihan-latihan.
• Untuk anak yang kemampuannya kurang, bila perlu ia harus mengikuti
pendidikan disekolah luar biasa golongan C. Dan bagi mereka yang
kemampuannya tinggi, supaya kemampuannya disalurkan pada kegiatan-kegiatan
lain di luar sekolah, bila perlu anak dan orang tuanya berkonultasi dengan
psikiater atau psikolog.
• Sedangkan untuk anak yang mengalami hambatan emosi, ia bersama orang tuanya
perlu berkonsultasi atau memperoleh terapi (pengobatan psikologik) dari seorang
psikiater atau psikolog.
Masalah sekolah biasanya baru mulai dirasakan setelah adanya suatu rangkaian kejadian.
Maka dalam hal ini, usaha preventif (berjaga-jaga) yang dapat dilakukan yaitu :
• Para pendidik terutama orang tua dan para guru supaya memberikan perhatian
yang cukup kepada anak didiknya, sehingga kekurangan atau kelemahan-
kelamahan mereka secepatnya diketahui dan diatasi dengan berkonsultasi sesuia
denga keluhan-keluhan yang ada kepada ahli-ahli yang bersangkutan.
• Supaya orang tua jangan segan-segan memeriksakan anaknya pada seorang ahli
jika nampak adanya kekurangan-kekurangan tertentu. Kalau ada kekurangan-
kekurangan, walaupun sedikit, tetapi jika sudah mengakibatkan gangguan bagi
kelancaran berlajar anak, seperti tidak dapat membaca atau menulis, maka
sebaiknya memperoleh "remedial teaching".Tetapi seandainya disarankan ke
sekolah luar biasa, maka janganlah menunggu-nunggu, karena ini justru akan
menambah parah keadaan anak.
• Para guru, bila mengetahui adanya kemunduran atau siswa tidak dapat mengikuti
pelajaran disekolah, supaya segera memberitahukan kepada orang tuanya dan
jangan membiarkan anak terlunta-lunta dikelas. Jadi seandainya anak perlu di
sekolah luar biasa, supaya disalurkan dan jangan dipertahankan asal orang tuanya
senang, seperti dengan cara menaikkannya setiap tahun meskipun tanpa ada
prestasi.
• Bila mungkin, bentuklah suatu tim ahli di sekolah. Hingga anak-anak, para guru
dan orang tua siswa secara teratur dapat berkonsultasi.
Dengan adanya pengertian dan kerja sama yang baik antara para orang tua, guru
dan para ahli (pedagog, psikolog, psikiater, dan neurolog) yang dengan mudah dapat
dihubungi, maka kemungkinan-kemungkinan timbulnya keluhan-keluhan dalam hal
kesulitan belajar pada anak-anak dan remaja khususnya, serta keluhan-keluhan lain
pada umumnya, dapat kita hindari dengan cara sebaik mungkin. Insya Allah...
BAB III
KESIMPULAN
Dari beberapa pendapat di atas, dapat dikemukakan adanya beberapa elemen yang
penting yang mencirikan pengertian tentang belajar, yaitu:
1. Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku.
2. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman.
3. Perubahan yan terjkadi harus relatif mantap.
Teori-teori belajar merupakan salah satu pokok pembahasan yang sangat penting
dalam psikologi belajar. Teori-teori belajar yang telah dikemukan oleh beberapa tokoh
diatas telah menunjukan bahwa belajar harus mempunyai hasi akhir berupa pemahaman.
Pada dasarnya semua anak memiliki kemampuan, walaupun mungkin saja
kemampuan yang dimiliki berbeda satu dengan yang lainnya. pada tingkat pendidikan
dasar berbagai kemampuan tersebut masih memiliki relasi yang kuat, membaca, menulis,
serta berhitung. Masalah yang mungkin ada pada pada salah satu kemampuan tersebut
dapat menggangu kemampuan yang lain. Dengan demikian apa yang kita sering lakukan
baik sebagai seorang orang tua, ataupun seorang guru dengan mengatakan seorang anak
yang mendapatkan nilai yang rendah merupakan anak yang bodoh dan gagal perlu
menjadi perhatian kita. Karena sebagaimana kita ketahui bahwa mungkin saja anak hanya
mengalami gangguan pada salah satu kemampuan tadi, dan ia tidak tahu bagaimana
mengatasi masalah tersebut.
Untuk itu, yang terpenting bagi kita adalah dapat menelaah dengan baik
perkembangan anak kita. Diagnosis terhadap permasalahan sesungguhnya yang dialami
anak mutlak harus dilakukan. Dengan demikian kita akan mengetahui kesulitan belajar
apa yang dialami anak, sehingga kita dapat menentukan alternatif pilihan bantuan
bagaimana mengatasi kesulitan tersebut.
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN .............................................................................. 1
BAB II
PEMBAHASAN ........................................................................... 2
BAB III
PENUTUP .............................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Universitas terbuka.
Senjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Parabola
hubungan kuadrat dan aplikasi adalah bagian besar dari matematika dunia di sekitar kita.
Setiap masalah umum yang melibatkan daerah adalah masalah kuadratik. Gaya gravitasi,
yang pada dasarnya memegang alam semesta seperti yang kita tahu bersama-sama, dapat
dimodelkan dengan fungsi kuadrat.
Grafik fungsi kuadrat adalah parabola, salah satu bagian kerucut diketahui oleh orang
Yunani, dan telah dipelajari secara ekstensif selama lebih dari dua ribu tahun. Ketika
geometri analitik ditemukan pada abad 16-17, salah satu yang menggunakan pertama
adalah untuk menerapkan aljabar (x, y) titik pada grafik untuk mempelajari parabola.
Definisi: parabola adalah lokus (koleksi) dari titik-titik tersebut bahwa: Untuk
setiap titik P (x, y) pada parabola, jarak ke F titik tertentu (fokus) sama dengan
Lokasi relatif fokus dan direktori menentukan titik-titik pada parabola. verteks adalah
parabola di bawah ini memiliki fokus pada p F (0’2)dan direktori garis y=-2
vertex ini.(0’0)
Jarak ke fokus dan direktori sama untuk setiap titik P pada kurva.]
Fokus dan direktori menemukan titik-titik pada parabola. verteks adalah titik terdekat
untuk fokus, atau, titik tengah antara fokus dan direktori.
Jarak dari fokus ke titik (atau simpul untuk directrix) adalah dikenal sebagai radius fokus.
The Parabola - Persamaan Dasar, dan Nilai Konstanta
Vertex(0’0)
Persamaan:
4py-X kuadrat