You are on page 1of 22

TEORI BELAJAR

Disusun oleh kelopok IV:


Baidillah (09221008)
Hannie Juliany (09221024)
Mad Robi (09221037)
Martinus (09221038)
Martiroh Fitriani (09221039)
Nia Permatasari (09221043)

Dosen Pembimbing:

Indah Wigati, M.Pd

MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
TAHUN 2010
BAB I
PENDAHULUAN

Sepanjang kehidupan yang kita jalani, kita selalu mengalami proses belajar.
Disetiap aktivitas yang kita lakukan, kita selalu belajar, belajar bagaimana caranya
menghormati dan menghargai orang lain, belajar tentang syukur kepada Allah, belajar
menyayangi orang lain dan lain sebagainya. Tanpa kita sadari, ternyata dalam proses
belajar yang kita lalui selama ini tidak terlepas dari masalah kejiwaan dan perasaan kita.
Bahkan belajar merupakan masalah pokok dari psikologi pendidikan. Bahkan
sebelum psikologi pendidikan tumbuh dan berkembang sebagai ilmu pengetahuan yang
berdiri sendiri, masalah belajar sudah menjadi bagian dari studi tentang kejiwaan dan
pendidikan pada umumnya. Bersamaan dengan perkembangan psikologi pada umumnya,
dan khususnya psikologi pendidikan, maka muncullah berbagai macam teori tentang
belajar.
Dalam makalah ini, akan dibahas teori-teori belajar yang harus kita pelajari agar
pemahaman mengenai hakikat belajar yang sesungguhnya dapat tercapai secara
maksimal, sehingga proses belajar mengajar yang kita jalani berhasil.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Belajar
Belajar dapat diartikan sebagai “perubahan prilaku yang relatif tetap sebagai
hasil adanya pengalaman”. Menurut Witherington dalam buku Educational
Psychology mengemukakan bahwa “Belajar adalah suatu perubahan di dalam
kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang
berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian atau suatu pengertian ”. Sedangkan
menurut Syaiful Bahri Djamarah, belajar adalah “serangkaian kegiatan jia raga untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman individu dalam
interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, efektif dan psiomotor ”
Jadi, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah berubahnya kemampuan
seseorang untuk melihat, berpikir, merasakan, serta mengerjakan sesuatu, melalui
berbagai pengalaman-pengalaman yang dialaminya.

B. Macam-macam Teori Belajar


Jika menelaah literatur psikologi, kita akan menemukan banyak teori belajar yang
bersumber dari aliran-aliran psikologi itu sendiri. Adapun diantaranya sebagai berikut:

1. Teori Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu
hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan
kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan
individu dalam belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks
sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini,
diantaranya :
a. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.
Teori ini menyatakan bahwa belajar merupakan proses pembentukan koneksi-
koneksi atau hubungan antara stimulus dan respon. Thorndike mendasarkan teorinya
atas hasil penelitiannya terhadap tingkah laku berbagai binatang antara lain kucing,
dan tingkah laku anak-anak serta orang dewasa. Obyek penelitian dihadapkan kepada
suatu situasi dan membiarkan obyek melakukan berbagai pola aktivitas untuk
merespon situasi tersebut. Penelitian ini menghasilkan hukum-hukum belajar,
diantaranya:
• Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang
memuaskan, maka hubungan Stimulus dan Respons akan semakin kuat.
Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin
lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus dan Respons.
• Law of Readiness; artinya jika reaksi terhadap stimulus didukung oleh
kesiapan untuk bertindak atau bereaksi, maka reaksi itu menjadi memuaskan.
Namun sebaliknya, jika reaksi terhadap stimulustidak didukung oleh kesiapan
untuk bereaksi, atau dipaksa untuk beraksi, maka tidak aka nada kepuasan.
• Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan
Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin
berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.

b. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov


teori ini sering disubut juga sebagai teori reflex bersyarat. 1Dari eksperimen
yang dilakukan Pavlov terhadap gerak reflex seekor anjing pada saat mendengar bel
berbunyi tanda makanan telah datang menghasilkan hukum-hukum belajar,
diantaranya :
• Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika
dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi
sebagai reinforce atau penguat), maka refleks dan stimulus lainnya akan
meningkat.
• Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika
refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan
kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.

1
Drs. Tadjab, M.A., Ilmu Jiwa Pendidikan, 1991, hal. 64
c. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner
Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya
terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
• Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan
stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
• Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah
diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka
kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.

Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan


operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap
lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh
stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri
pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah
respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya
seperti dalam classical conditioning.

d. Social Learning menurut Albert Bandura


Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah
sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar
lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang
Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond),
melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan
dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini,
bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi
melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini
juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan
punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana
yang perlu dilakukan.
2. Teori Belajar Kognitif menurut Piaget
Piaget adalah seorang psikolog developmental, karena penelitiannya mengenai
tahap-tahap perkembangan pribadi serta perubahan umur yang mempengaruhi
kemampuan belajar individu. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak
digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif atau
perkembangan intelektual individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan kognitif
individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi tiga tahap
yaitu :
1) Pra operational
Pada taraf ini, anak belum dapat membedakan antara perasaan dan motif
pibadinya dengan realitas dunia luar. Misalnya, ia mengatakan bahwa matahari
bergerak karena didorong Tuhan dsb. Pada taraf ini, kemungkinan untuk
menyampaikan konsep-konsep tertentu kepada anak sangat terbatas.
2) Concrete operational
Pada taraf ini, peserta didik hanya dapat menyelesaikan masalah yang
dihadapinya secara nyata. Ia belum mampu menyelesaikan masalah yang tidak
dihadapinya secara nyata atau yang belum pernah ia alami sebelumnya.
3) Formal operational
Pada taraf ini, anak sudah sanggup beroperasi berdasarkan kemungkinan
hipotesis dan tidak lagi dibatasi oleh apa yang telah ia alami sebelumnya.
Dari uraian di atas, ternyata kemampuan peserta didik dalam belajar juga
dipengaruhi oleh usianya. Belajar akan lebih efektif apabila disesuaikan dengan tahap
perkembangan kognitif peserta didik.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran yang
diuraikan diatas adalah :
a. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena
itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir
anak.
b. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan
dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan
lingkungan sebaik-baiknya.
c. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
d. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling
berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.

3. Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne


Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan
faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Menurut Gagne bahwa dalam
pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga
menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi
terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal
individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk
mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan
kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu
dalam proses pembelajaran.

4. Teori Belajar Gestalt


Menurut psikologi Gestalt, inti dari proses belajar adalah proses insight
(pemahaman).2 Proses belajar terjadi jika seseorang dihadapkan pada suatu
masalah/persoalan, kemudian mengerti dan memahami permasalahannya, serta
mendapatkan pemecahannya. Jadi, dalam proses belajar, yang terpenting bukan
menghafal atau mengulang-ulang hal yang dipelajari, tetapi mengertinya, atau
mendapatkan insight atu pemahaman.

2
Drs. Tadjab, M.A., Ilmu Jiwa Pendidikan, 1991, hal. 72
C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Belajar
Faktor internal
1) Faktor biologis (jasmaniah)
Keadaan jasmani yang perlu diperhatikan, pertama kondisi fisik yang normal atau
tidak memiliki cacat sejak dalam kandungan sampai sesudah lahir. Kondisi fisik
normal ini terutama harus meliputi keadaan otak, panca indera, anggota tubuh.
Kedua, kondisi kesehatan fisik. Kondisi fisik yang sehat dan segar sangat
mempengaruhi keberhasilan belajar. Di dalam menjaga kesehatan fisik, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain makan dan minum yang teratur,
olahraga serta cukup tidur.

2) Faktor Psikologis
Faktor psikologis yang mempengaruhi keberhasilan belajar ini meliputi segala hal
yang berkaitan dengan kondisi mental seseorang. Kondisi mental yang dapat
menunjang keberhasilan belajar adalah kondisi mental yang mantap dan stabil.
Faktor psikologis ini meliputi hal-hal berikut. Pertama, intelegensi. Intelegensi
atau tingkat kecerdasan dasar seseorang memang berpengaruh besar terhadap
keberhasilan belajar seseorang. Kedua, kemauan. Kemauan dapat dikatakan faktor
utama penentu keberhasilan belajar seseorang. Ketiga, bakat. Bakat ini bukan
menentukan mampu atau tidaknya seseorang dalam suatu bidang, melainkan lebih
banyak menentukan tinggi rendahnya kemampuan seseorang dalam suatu bidang.

Faktor Eksternal

1) Faktor lingkungan keluarga

Faktor lingkungan rumah atau keluarga ini merupakan lingkungan pertama dan
utama pula dalam menentukan keberhasilan belajar seseorang. Suasana
lingkungan rumah yang cukup tenang, adanya perhatian orangtua terhadap
perkembangan proses belajar dan pendidikan anak-anaknya maka akan
mempengaruhi keberhasilan belajarnya.

2) Faktor lingkungan sekolah


Lingkungan sekolah sangat diperlukan untuk menentukan keberhasilan belajar
siswa. Hal yang paling mempengaruhi keberhasilan belajar para siswa disekolah
mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa
dengan siswa, pelajaran, waktu sekolah, tata tertib atau disiplin yang ditegakkan
secara konsekuen dan konsisten.

3) Faktor lingkungan masyarakat


Seorang siswa hendaknya dapat memilih lingkungan masyarakat yang dapat
menunjang keberhasilan belajar. Masyarakt merupkan faktor ekstern yang juga
berpengruh terhadap belajar siswa karena keberadannya dalam masyarakat.
Lingkungan yang dapat menunjang keberhasilan belajar diantaranya adalah,
lembaga-lembaga pendidikan nonformal, seperti kursus bahasa asing, bimbingan
tes, pengajian remaja dan lain-lain.
Dengan meperhatikan faktor-faktor tersebut diharapkan dapat
meningkatkan hasil belajar seseorang dan dapat mencegah siswa dari penyebab-
penyebab terhambatnya pembelajaran.

C. Kesulitan Dalam Belajar


Menurut Burton, seorang siswa dapat juga diduga mengalami kesulitan belajar
kalau yang bersangkutan menunjukan kegagalan tertentu dalam mencapai tujuan
belajarnya. Kegagalan belajar ini, seperti siswa dalam batas tertentu tidak mencapai
ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan minimal dalam pengajaran tertentu,
siswa tidak dapat mencapai prestasi yang semenstinya sesuai dengan potensinya, siswa
gagal kalau tidak dapat mewujudkan tugas –tugas perkembangannya, dan lain –lain.
Siswa atau peserta didik merupakan unsur terpenting dalam suatu proses kegiatan
belajar mengajar. Setiap guru berkeingingan agar siswa memperoleh hal yang optimal
dari hasil belajarnya. Namun pada kenyataannya tidak semua siswa mendapatkan hasil
yang diharapakan. Orang tua, masyarakat dan siswa sendiri kurang mengetahui mengapa
dan apa yang terjadi sehingga siswa mendapatkan hasil yang rendah.
Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, kita dihadapkan dengan sejumlah
karakterisktik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan
belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak
sedikit pula siswa yang justru dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan. Kesulitan
belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil
belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada
akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah
semestinya.
Kesulitan belajar siswa mencakup pengetian yang luas, diantaranya :

1. Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar
seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya,
yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi
belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang
bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi
yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras
seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam
belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.
2. Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan
siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak
menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan
psikologis lainnya. Contoh : siswa yang yang memiliki postur tubuh yang tinggi
atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah
dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat menguasai permainan volley
dengan baik.
3. Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat
potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya
tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan
menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140),
namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat rendah.
4. Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar,
sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok
siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
5. Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana
siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di
bawah potensi intelektualnya.

Siswa yang mengalami kesulitan belajar seperti tergolong dalam pengertian di atas
akan tampak dari berbagai gejala yang dimanifestasikan dalam perilakunya, baik aspek
psikomotorik, kognitif, konatif maupun afektif . Beberapa perilaku yang merupakan
manifestasi gejala kesulitan belajar, antara lain :

1. Menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh
kelompoknya atau di bawah potensi yang dimilikinya.
2. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Mungkin
ada siswa yang sudah berusaha giat belajar, tapi nilai yang diperolehnya selalu
rendah
3. Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalu tertinggal
dari kawan-kawannya dari waktu yang disediakan.
4. Menunjukkan sikap-sikap yang tidak wajar, seperti: acuh tak acuh, menentang,
berpura-pura, dusta dan sebagainya.
5. Menunjukkan perilaku yang berkelainan, seperti membolos, datang terlambat,
tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam atau pun di luar kelas,
tidak mau mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, dan
sebagainya.
6. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti : pemurung, mudah
tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi
tertentu. Misalnya dalam menghadapi nilai rendah, tidak menunjukkan perasaan
sedih atau menyesal, dan sebagainya.
7. Sementara itu, Burton (Abin Syamsuddin. 2003) mengidentifikasi siswa yang
diduga mengalami kesulitan belajar, yang ditunjukkan oleh adanya kegagalan
siswa dalam mencapai tujuan-tujuan belajar. Menurut dia bahwa siswa dikatakan
gagal dalam belajar apabila :
8. Dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat
keberhasilan atau tingkat penguasaan materi (mastery level) minimal dalam
pelajaran tertentu yang telah ditetapkan oleh guru (criterion reference).
9. Tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi semestinya, dilihat berdasarkan
ukuran tingkat kemampuan, bakat, atau kecerdasan yang dimilikinya. Siswa ini
dapat digolongkan ke dalam under achiever.
10. Tidak berhasil tingkat penguasaan materi (mastery level) yang diperlukan sebagai
prasyarat bagi kelanjutan tingkat pelajaran berikutnya. Siswa ini dapat
digolongkan ke dalam slow learner atau belum matang (immature), sehingga
harus menjadi pengulang (repeater).

D. Mengatasi Kesulitan dalam Belajar

Pemeriksaan Psikologis
Pemeriksaan psikologis dilaksanakan bukan hanya sekedar untuk menilai
kemampuan seseorang, tetapi juga untuk membantu memperoleh diagnosa (pemeriksaan)
yang tepat mengenai masalah dan keluhan-keluhan yang ada pada diri seseorang dan
cara-cara bagaimana sebaiknya untuk menanggulanginya.
Pada umumnya dalam pemeriksaan digunakan beberapa macam tes yang
disesuaikan dengan masalah dan usia kasus. Disamping itu pencatatan riwayat
perkembangan dan obervasi (pemeriksaan) yang teliti selama pemeriksaan, memegang
peranan yang penting pula.

Sesuai dengan usia kasus, maka terdapat beberapa tes khusus untuk :

• Anak-anak pra sekolah


• Anak-anak usia sekitar 6-15 tahun
• Anak-anak usia 15 tahun keatas – dewasa
Sesuai dengan masalahnya, maka terdapat tes-tes untuk menilai :

• Intellegensi/kemampuan (IQ)
• Bakat/arah minat
• Kepribadian

Adapun aspek-aspek yang dinilai pada masing-masing tes, yaitu :

• Pengetahuan umum
• Pengertian sosial
• Kemampuan mengolah angka/kecepatan dan ketepatan berhitung, daya
konsentrasi dan daya tangkap
• Kemampuan konseptualisasi verbal abstrak
• Daya ingat mekanistik, daya tangkap dan konsentrasi
• Ketelitian dan ketajaman daya persepsi
• Daya logika dan kemampuan interprestasi situasi sosial
• Kemampuan menganalisa dan membentuk suatu bentuk abtsrak sesuai contoh
• Kemampuan menganalisa dan mensintesakan suatu bentuk konkrit tanpa contoh
• Ketelitian, kecepatan menulis dan proses belajar
• Dalam menilai kemampuan verbal, performance (penampilan) dan kemampuan
umum (general intelligence) digunakan istilah IQ.

Usaha Mengatasi Kesulitan Belajar


Sesuai dengan 4 faktor penyebab timbulnya masalah belajar, maka tindakan-tindakan
untuk mengatasinya adalah sebagai berikut :

• Untuk kasus anak yang menghadapi masalah kurang kematangan fisik, mental
atau emosi, ia harus mengikuti remedial teaching. Anak memperoleh latihan-
latihan khusus sesuai dengan kelemahan yang ada.
• Untuk kasus anak yang menghadapi hambatan fisik atau kelainan organik, ia
harus memperoleh pemeriksaan atau pengobatan dari seorang dokter atau
neurolog, dan bila perlu menggunakan alat serta memperoleh latihan-latihan.
• Untuk anak yang kemampuannya kurang, bila perlu ia harus mengikuti
pendidikan disekolah luar biasa golongan C. Dan bagi mereka yang
kemampuannya tinggi, supaya kemampuannya disalurkan pada kegiatan-kegiatan
lain di luar sekolah, bila perlu anak dan orang tuanya berkonultasi dengan
psikiater atau psikolog.
• Sedangkan untuk anak yang mengalami hambatan emosi, ia bersama orang tuanya
perlu berkonsultasi atau memperoleh terapi (pengobatan psikologik) dari seorang
psikiater atau psikolog.

Masalah sekolah biasanya baru mulai dirasakan setelah adanya suatu rangkaian kejadian.
Maka dalam hal ini, usaha preventif (berjaga-jaga) yang dapat dilakukan yaitu :

• Para pendidik terutama orang tua dan para guru supaya memberikan perhatian
yang cukup kepada anak didiknya, sehingga kekurangan atau kelemahan-
kelamahan mereka secepatnya diketahui dan diatasi dengan berkonsultasi sesuia
denga keluhan-keluhan yang ada kepada ahli-ahli yang bersangkutan.
• Supaya orang tua jangan segan-segan memeriksakan anaknya pada seorang ahli
jika nampak adanya kekurangan-kekurangan tertentu. Kalau ada kekurangan-
kekurangan, walaupun sedikit, tetapi jika sudah mengakibatkan gangguan bagi
kelancaran berlajar anak, seperti tidak dapat membaca atau menulis, maka
sebaiknya memperoleh "remedial teaching".Tetapi seandainya disarankan ke
sekolah luar biasa, maka janganlah menunggu-nunggu, karena ini justru akan
menambah parah keadaan anak.
• Para guru, bila mengetahui adanya kemunduran atau siswa tidak dapat mengikuti
pelajaran disekolah, supaya segera memberitahukan kepada orang tuanya dan
jangan membiarkan anak terlunta-lunta dikelas. Jadi seandainya anak perlu di
sekolah luar biasa, supaya disalurkan dan jangan dipertahankan asal orang tuanya
senang, seperti dengan cara menaikkannya setiap tahun meskipun tanpa ada
prestasi.
• Bila mungkin, bentuklah suatu tim ahli di sekolah. Hingga anak-anak, para guru
dan orang tua siswa secara teratur dapat berkonsultasi.

Dengan adanya pengertian dan kerja sama yang baik antara para orang tua, guru
dan para ahli (pedagog, psikolog, psikiater, dan neurolog) yang dengan mudah dapat
dihubungi, maka kemungkinan-kemungkinan timbulnya keluhan-keluhan dalam hal
kesulitan belajar pada anak-anak dan remaja khususnya, serta keluhan-keluhan lain
pada umumnya, dapat kita hindari dengan cara sebaik mungkin. Insya Allah...
BAB III
KESIMPULAN

Dari beberapa pendapat di atas, dapat dikemukakan adanya beberapa elemen yang
penting yang mencirikan pengertian tentang belajar, yaitu:
1. Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku.
2. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman.
3. Perubahan yan terjkadi harus relatif mantap.
Teori-teori belajar merupakan salah satu pokok pembahasan yang sangat penting
dalam psikologi belajar. Teori-teori belajar yang telah dikemukan oleh beberapa tokoh
diatas telah menunjukan bahwa belajar harus mempunyai hasi akhir berupa pemahaman.
Pada dasarnya semua anak memiliki kemampuan, walaupun mungkin saja
kemampuan yang dimiliki berbeda satu dengan yang lainnya. pada tingkat pendidikan
dasar berbagai kemampuan tersebut masih memiliki relasi yang kuat, membaca, menulis,
serta berhitung. Masalah yang mungkin ada pada pada salah satu kemampuan tersebut
dapat menggangu kemampuan yang lain. Dengan demikian apa yang kita sering lakukan
baik sebagai seorang orang tua, ataupun seorang guru dengan mengatakan seorang anak
yang mendapatkan nilai yang rendah merupakan anak yang bodoh dan gagal perlu
menjadi perhatian kita. Karena sebagaimana kita ketahui bahwa mungkin saja anak hanya
mengalami gangguan pada salah satu kemampuan tadi, dan ia tidak tahu bagaimana
mengatasi masalah tersebut.
Untuk itu, yang terpenting bagi kita adalah dapat menelaah dengan baik
perkembangan anak kita. Diagnosis terhadap permasalahan sesungguhnya yang dialami
anak mutlak harus dilakukan. Dengan demikian kita akan mengetahui kesulitan belajar
apa yang dialami anak, sehingga kita dapat menentukan alternatif pilihan bantuan
bagaimana mengatasi kesulitan tersebut.
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................. i

DAFTAR ISI .......................................................................................... ii


BAB I

PENDAHULUAN .............................................................................. 1

BAB II

PEMBAHASAN ........................................................................... 2

BAB III

PENUTUP .............................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA

Tadjab. 1994. Ilmu Jiwa Pendidikan. Surabaya: Karya Abditama.

Hamzah. 2007. Model Pembelajaran. Gorontalo: Bumi Aksara.

Syamsudin Makmun, Abdin. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya.

Udin S. Winataputra. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Pusat Penerbitan

Universitas terbuka.

Senjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Parabola
hubungan kuadrat dan aplikasi adalah bagian besar dari matematika dunia di sekitar kita.
Setiap masalah umum yang melibatkan daerah adalah masalah kuadratik. Gaya gravitasi,
yang pada dasarnya memegang alam semesta seperti yang kita tahu bersama-sama, dapat
dimodelkan dengan fungsi kuadrat.
Grafik fungsi kuadrat adalah parabola, salah satu bagian kerucut diketahui oleh orang
Yunani, dan telah dipelajari secara ekstensif selama lebih dari dua ribu tahun. Ketika
geometri analitik ditemukan pada abad 16-17, salah satu yang menggunakan pertama
adalah untuk menerapkan aljabar (x, y) titik pada grafik untuk mempelajari parabola.

Definisi suatu Parabola

Definisi: parabola adalah lokus (koleksi) dari titik-titik tersebut bahwa: Untuk

setiap titik P (x, y) pada parabola, jarak ke F titik tertentu (fokus) sama dengan

jarak terpendek ke baris tertentu ( yang directrix).

Lokasi relatif fokus dan direktori menentukan titik-titik pada parabola. verteks adalah

titik terdekat untuk fokus dan direktori.


Sebuah aktual Parabola

parabola di bawah ini memiliki fokus pada p F (0’2)dan direktori garis y=-2

vertex ini.(0’0)
Jarak ke fokus dan direktori sama untuk setiap titik P pada kurva.]

Bagian dari suatu Parabola

Fokus dan direktori menemukan titik-titik pada parabola. verteks adalah titik terdekat
untuk fokus, atau, titik tengah antara fokus dan direktori.

Jarak dari fokus ke titik (atau simpul untuk directrix) adalah dikenal sebagai radius fokus.
The Parabola - Persamaan Dasar, dan Nilai Konstanta

Vertex(0’0)

Vertikal Axis of Symmetry

(Membuka atas / bawah)

Persamaan:

4py-X kuadrat

You might also like