You are on page 1of 20

3.3.

5 Rembesan pada Struktur Bendungan

Hukum Darcy dapat digunakan untuk menghitung debit rembesan yang melalui struktur
bendungan. Dalam merencanakan sebuah bendungan, perlu diperhatikan stabilitasnya
terhadap bahaya longsoran, erosi lereng dan kehilangan air akibat rembesan yang melalui
tubuh bendungan. Beberapa cara diberikan untuk menentukan besarnya rembesan yang
melewati bendungan yang dibangun dari tanah homogeny. Berikut ini disajikan beberapa cara
untuk menentukan debit rembesan.

3.3.5.1 Cara Dupuit

Potongan melintang sebuah bendungan ditunjukan Gambar 3.42. garis AB adalah garis
permukaan freatis, yaitu garis rembesan paling atas. Besarnya rembesan per satuan lebar arah
tegak lurus bidang gambar yang diberikan oleh Darcy, adalah q = kiA. Dupuit (1863),
mengganggap bahwa gradient hidrolik (i) adalah sama dengan kemiringan permukaan freatis
dan besarnya konstan dengan kedalamannya yaitu i = dz/αx. Maka,

dz
q=k z
dx

d H1

∫ q dx = ∫ kz.dz
0 H2

k
q= (H 21−¿ H 22 ) ( 3.122)
2d

Persamaan (3.122) memberikan permukaan garis freatis dengan bentuk parabolis . Akan tetapi ,
derivative dari persamaanya tidak mempertimbangkan kondisi masuk dan keluarnya air
rembesan pada tubuh bendungan.lagi pula ,jika H 2= 0 ,garis freatis akan memotong permukaan
kedap air .
3.3.5.2 Cara Schaffernak

Untuk menghitung rembesan yang lewat bendungan , schaffernak (1917) menganggap


bahwa permukaan freatis akan merupakan garis ab dalam gambar 3.43,yang memotong garis
kemiringan hilir pada jarak a dari dasar lapisan kedap air.Rembesan persatuan panjang bending
dapat di tentukan dengan memperhatikan bentuk segitiga bcd dalam gambar 3.43.

Debit rembesan q = kiA

Luas aliran ; A = BD x 1 = a sin a

Dari anggapan dupuit,gradient hidrolik i = dz/dx =tg a.maka

dz
q= = k a sin α tg α (3.123)
dx

atau
H d

∫ z dz=¿ ¿ ∫ asin atg a dx


a sin a a cos a

1 2 2
( H -a sin a ( tg α ) (d – a cos α ) (3.124)
2

Dari persamaan (3.124) akan diperoleh :

[4 d 2−4 {(H 2 cos2 ¿ α )/sin 2 α }]


a = 2d± √ ¿
2cos α

di peroleh ,

d d H
a= – √¿ ¿ - ) (3.125)
cos α sin2 α
2
cos α

setelah nilai a diketahui,debit rembesan dapat ditentukan dari persamaan

q = ka sin α tg α (3.126)

3.3.5.3 cara a.casagrande

A.Casagrande (1937)mengusulkan cara untuk menghitung rembesan lewat tubuh


bendungan yang di dasarkan pada pengujian model.parabola AB ( gambar 3.44a ) berawal dari
titik A’ seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 3.44a, dengan A’A = 0,3(AD). Pada medifikasi
ini,nilai d yang digunakan dalam Persamaan (3.125) akan merupakan jarak horizontal antara
titik E dan C.

Persamaan (3.126) diperoleh berdasarkan anggapan cara Dupuit dimana gradien


hidrolik (i) sama dengan dz/dx. A. Casagrande (1932) menyarankan hubungan secara
pendekatan yang didasarkan pada kondisi kenyataannya. Dalam kenyataan (gambar 3.44b),

dz
i= ( 3.127)
ds

Untuk kemiringan lereng hilir α yang lebih besar dari 30 ,deviasi dari anggapan Dupuit
menjadi kenyataan. Didasarkan pada persamaan (3.127), debit rembesan: q=kiA. Pada segitiga
BCF Gambar 3.44b,

dz ´ x 1 = a sin α
i= = α ; A = BF
ds

Maka

dz
q= k z ka sin 2 α
ds

atau
H s

∫ z.dz = ∫ a sin 2 α .ds


a sin α a

Dimana s adalah panjang dari kurva A’BC

Penyelesaian dari persamaan (3.128) akan menghasilkan

2 H2
a - 2as + (3.129)
sin 2 α

Diperoleh;

a = s−
(√ s ²− sinH²²α ❑❑) (3.130)

Dengan kesalahan sebesar kira-kira 4-5%, s dapat dianggap merupakan garis lurus A’C. Maka,
s= √ (d ¿ ¿ 2+ H 2 ¿)¿ ¿ (3.131)

Kombinasi Persamaan (3.130) dan (3.131), diperoleh:

a ¿ √(d ¿ ¿ 2+ H 2 ¿ )−√ ¿ ¿ ¿ ¿ ¿ (3.132)

Besarnya debit rembesan, dapat ditentukan dengan persamaan:

q=k a sin 2 α (3.133)

Dalam penggunaan Persamaan (3.132), Taylor (1948) memberikan penyelesaian dalam bentuk
grafik, seperti yang diperlihatkan pada

Gambar 3.45.

Gambar 3.45 Grafik untuk hitungan rembesan ( Taylor, 1948 )

Prosedur untuk mendapatkan debit rembesan, adalah sebagai berikut :

1. Tentukan nilai banding d/H


2. Dengan nilai pada butir (1) dan α, tentukan nilai m
3. Hitunglah panjang a = mH/sin α
4. Hitunglah debit rembesan, dengan q=k a sin 2 α

Contoh soal 3.31:


Tampang melintang sebuah bendungan diperlihatkan pada Gambar C3.21. Hitung debit
rembesan yang lewat tubuh bendungan dalam m³/hari, dengan cara: (a) dupuit, (b)
Schaffernak, (c) Casagrande.

Penyelesaian :

(a) Cara Dupuit.

k
q= ¿² - H 2²)
2d

dengan H 1 = 35 m dan H 2 = 0 m

d = 15 + 10 + 80 = 105 m

halaman 274-275
Posisi fokus F dari parabola, biasanya dipilih pada perpotongan batas terendah garis aliran
(yang dalam hal ini adalah garis horizontal) dan permukaannya. Perlu diperhatikan bahwa
sebelum parabola dapat digambarkan, parameter p harus di ketahui lebih dulu. Dan geometri

Gambar 3.46:

FV = HV = p dan HC = 2p + x

Jadi,

√(x ²+ z ²) = x + 2p (3.134)
dan

p = 1 / 2 { √ (x ²+ z ²) – x }

Pada x = d dan z = H, maka

P = 1 / 2 { √ (d ²+ H ²) – d }

Dari persamaan (3,136), p dapat di hitung. Untuk menggambar parabola dasar, Persamaan
(3.134) dapat diubah menjadi :

z ²−4 p ²
x=
4p

Dengan p yang diketahui , nilai x untuk berbagai nilai z dapat dihitung dengan menggunakan
Persamaan (3.137).

1. Penggambaran parabola dasar untuk kemiringan sudut hilir α¿ 30 °

Perpotongan parabola dasar dengan permukaan hilir bendungan, yaitu titik R (Gambar
3.46), dihitung menurut cara Casagrande, yaitu sebesar (α + ∆α) dengan α = FS.

Perhatikan bahwa panjang ∆α, adalah panjang SR, dengan :

RS ∆α
= =c
RF α + ∆ α

Adalah fungsi dari α, dimana α adalah sudut kemiringan bendungan bagian hilir.

Pada bendungan Gambar 3.46, air dapat keluar melalui sisi luar hilir bendungan. Bila
dibagian hilir dibangun sistem drainase pada kakinya, seperti yang diperlihatkan dalam Gambar
3.47a dan 3.47b maka besarnya sudut kemiringan α dari permukaan air keluar berturut-turut
akan sama sama dengan 90° dan 135°. Bila bangunan drainase seperti dalam Gambar 3.47c,
sudut kemiringan diukur searah jarum jam. Perhatikan bahwa , titik F adalah fokus dari
parabola.
Nilai c untuk berbagai macam α diberikan oleh Casagrande untuk sembarangan
kemiringan α dari 30° sampai 180°. Dengan diketahuinya sudut α yang berasal dari gambar
penampang potongan bendungan, nilai c dapat ditentukan dari Gambar 3.48. Adapun
persamaan untuk menghitung ∆α adalah :

Δa=( a+ Δa)c

Dari ∆a yang telah diperoleh ini, kemudian dapat ditentukan posisi titik S, dengan tinggi ordinat
S=a sin α .
2. Penggambaran parabola dasar untuk sudut kemiringan hilir α< 30°

Untuk α< 30° , positif titik S dapat ditentukan secara grafis yang didasarkan pada
Persamaan (3.125). menurut Schaffernak, untuk menentukan panjang a dilakukan langkah-
langkah sebagai berikut ini (lihat Gambar 3.49).

1) Gambarkan kemiringan hilir bendungan ke arah atas.


2) Gambarkan garis vertical AC lewat titik B.
3) Gambarkan setengah lingkaran OJC dengan diameter OC.
4) Gambarkan garis horizontal BG.
5) Dengan O sebagai pusat dan CJ sebagai jari-jari, gambarkan bagian lingkaran GJ.
6) Dengan C sebagai pusat dan CJ sebagai jari-jari, gambarkan bagian lingkaran JS.
7) Ukur panjang OS yang merupakan panjang a.
8)
Contoh soal 3.32

Suatu bendungan homogen, diperlihatkan dalam Gambar C3.22. jika koefisien permeabilitas
tanah bahan bendungan 0,4 mm/det, hitung debit rembesan yang lewat tubuh bendungan.
Diketahui lebar bendungan 210 m (tegak lurus bidang gambar).
Penyelesaian :

Untuk menentukan debit rembesan, lebih dahulu digambar jaring arus pada Gambar C3.22 :

AB = garis eksponensial

AC = lapisan kedap air yang juga merupakan garis aliran.

BD ditentukan denga cara Casagrande.

Pada BE, gambarkan jarak BF = 0,3 BG. Titik G terletak vertical di atas A. sebuah parabola
kemudian digambar lewat F dengan focus C menurut hubungan :

z 2 −4 p 2
x=
4p
1
2
{√( d 2 + z 2 )−d }
dengan p =

parabola dihubungkan dengan titik B, dengan mengingat pertemuan garis parabola dengan
garis AB harus tegak lurus.

BF = 0,30 x 68 = 20.4 m

dari sini dapat ditentukan jarak F’C = d = 88,4 m

dengn z = H = 34 m

1
{√ ( 88 , 4 2 +34 2 )−88 , 4 }
p= 2 = 3,16 m = CD

diperoleh persamaan parabola :

z 2 −(6 ,32 )2
x=
12 ,64

Setelah parabola digambarkan, kemudian jaring arus dapat ditentukan dengan cara coba-coba.
Gari gambar jaring arus (Gambar C3.22.), dapat dihitung debit rembesan.
N f =3; N d =16
−3
0,4×10 ×3600×24×34×3
=khN f / N d = ×210
16

= 46267 m3/hari, selebar 210 m.

Contoh soal 3.33

Tampang melintang sebuah bendungan diperlihatkan dalam Gambar C3.22. gambarkan garis
freatis pada tubuh bendungan tersebut dengan menanggap tanah bahan bendungan homogen
isotropis.

Penyelesaian :

Sudut kemiringan hilir α = arc tg (15/22) = 34,29

DE = 2 x 12 = 24 m ; AE1 = 0,3 x 24 = 7,2 m ; H = 12 m.

d = 7,2 + 6 +18 + 22 = 53,2 m

{√ (d 2 + H 2 )−d }= 12 {√ (53 , 22 +122 )−53 , 2}=0 , 67


p=½ m

Persamaan parabola rembesan :

2 2
z −4 p
x=
4p

z 2 −1,8
x=
2 , 68
Dari persamaan diatas, hubungan z dan x dapat dihitung (Tabel. C3.4) dan parabola rembesan
dapat digambarkan (Gambar C3.18).

Menentukan titik potong parabola rembesan dengan lereng hilir, dilakukan sebagai berikut :

Persamaan garis BC : z/x = 15/22 atau

z= 0,68 x

Dari persamaan (1) dan (2):

0,465 x 2−1,8
X=
2,68

0,465 x 2 -2,68 x -1,8 = 0

Dari sini diperoleh x = 6,37 m

Table C3.4

Z (m) x (m)
12 53,20
10 36,64
8 23,21
6 12,76

CB’ = x /cos α = 6,37/cos 34,29˚ = 7,71 m = a + ∆a

Dari grafik Casagrande Gambar 3.40, diperoleh c = 0,35

∆a = 0,35 X 7,71 = 2,7 m

A = (a + ∆a) - ∆a = 7,71 - 2,7 = 5,01 m

Jadi BC = 5,01 m

Parabola rembesan ditunjukkan oleh kurva ABC.

3.3.5.5 Debit Rembesan pada Bendungan Tanah Anisotropis

Jika permeabilitas tanah bahan bendungan anisotropis. Untuk menghitung debit rembesan,
maka penampang bendungan harus lebih dulu ditransformasi. Seperti yang telah dipelajari
sebelumnya, nilai xt transformasi adalah

xt=
(√ kxkz ) x
Maka, seluruh hitungan harus didasarkan pada gambar transformasinya, demikian juga untuk
koefisien permeabilitas ekivalen :

K’ = √ ¿ ¿)

Contoh soal 3.34:

Sebuah bendungan urugan tanah memunyai koefisien permeabilitas dalam arah x :k x 4,5 x 10-8
m/det dan arah z : kz = 1,6 x 10-8 (Gambar C3.24). gambarkan jarring arus dan hitung debit
rembesan lewat tubuh bendungan. Anggaplah tanah dibawah bendungan kedap air. Hitung
pula tekanan pori pada titik A, 3m dari permukan lapisan kedap air.

Penyelesaian :

Karena permeabilitas dalam arah x dan z berlainan, maka gambar bendungan harus
ditransformasikan dengan skala yang baru. Dalam hal ini, semua ukuran panjang arahnya x
dikalikan dengan faktor

√ ¿ ¿)= √ 1,6 x 10−8 /4,5 x 10−8 = 0,60

Permeabilitas ekivalen (k’) bila tanah bendungan dianggap isotropis :

K’ = √ ¿ ¿) = √ 4,5 x 10−8 /1,6 x 10−8 = 2,7 x10-8m/det.

Gambar bendungan setelah ditransformsi, diperlihatkan dalam Gambar C3.24b. dari gambar
tersebut dapat ditentukan :

Nf = 4 ; Nd = 18

Nf 4
q= kh
'
( )Nd
-8 -7
= 2,7 x 10 x 9 x =0,54 x 10 m ³/det.
18

Ketinggian garis PQ dianggap sebagai elevasi referensi.

Gambarkan garis ekipotensial lewat A.

Penurunan tinggi energi hidrolik di A = 2,4 x 9/18 = 1,2 m.

Jadi, tinggi energi tekanan di A = 9 – 3 – 1,2 = 4,8 m

Atau u A = 4,8 γ w = 4,8 x 9,81 = 47,09 kN/m².

Penurunan muka air di A juga dapat ditentukan dengan mengukur jarak vertikal RS secara
langsung dari gambar yang diskala.
3.3.5.6 Kondisi Aliran Masuk, Keluar, dan Kondisi Transfer.

Kondisi-kondisi aliran air masuk, keluar, dan kondisi transfer dari garis rembesan melalui
badan bendungan, telah dianalisis oleh Casagrande (1937). Maksud dari kondisi aliran air
masuk, adalah bila aliran rembesan berasal dari daerah bahan tanah dengan koefisien
permeabilitas sangat besar atau k 1=∞ , menuju bahan dengan permeabilitas k 2. Dengan
pengertian yang sama, untuk kondisi sebaliknya, yaitu dari bahan dengan koefisien
permeabilitas k 1, menuju ke bahan dengan k 2=∞ , kondisi ini disebut dengan kondisi aliran
air keluar. Kondisi-kondisi tersebut diperlihatkan dalam gambar 3.50. Dalam gambar ini,
kondisi transfer terjadi bila rembesan melewati bahan dengan nilai k yang berbeda.
Dengan menggunakan Gambar 3.50, dapat ditentukan kelakuan garis freatis untuk
berbagai macam potongan melintang bendungan.

3.3.5.7 Cara Menggambar Jaring Arus pada Struktur Bendungan Tanah.

Setelah kondisi-kondisi aliran air masuk, keluar, dan kondisi transfer diketahui,
kemudian dapat digambarkan jaring arus pada penampang tubuh bendungan. Gambar
3.51 memperlihatkan potongan tubuh bendungan dengan koefisien permeabilitas yang
homogen pada seluruh penampangnya. Untuk menggambarkan jarring arus, maka
prosedur berikut ini dapat diikuti.
(1) Gambarkan garis freatis, dengan cara yang telah dipelajari. Perhatikan bahwa garis AB
merupakan garis ekipotensial dan BC garis aliran. Tinggi energi tekanan pada
sembarang titik pada garis freatis adalah nol. Jadi, selisih tinggi energi total antara dua
garis ekipotensial, harus sama dengan selisih elevasi antara titik-titik dimana garis
ekipotensial, harus sama dengan sellisih elevasi antara titik –titik dimana garis
ekipotensial berpotongan dengan garis freatis. Karena kehilangan tinggi tekanan antara
dua garis ekipotensial berdekatan sama, maka dapat ditentukan penurunan
ekipotensialnya ( N d ). Lalu dihitung nilai ∆ h=h /N d.
(2) Gambarkan garis tinggi tekanan pada penampang melintang bendungan. Titik-titik
potong dari garis-garis tinggi tekanan dan garis freatis merupakan titik kedudukan garis
ekipotensial.
(3) Gambarkan garis jaring arus, dengan mengingat garis ekipotensial dan garis aliran
berpotongan tegak lurus.
(4) Debit rembesan yang lewat tubuh bendungannya, ditentukan dengan menggunakan
persamaan :
Nf
q=kh
Nd

Dalam Gambar 3.51, jumlah lajur aliran (Nf), sama dengan 2,33 (Das, 1985). Dua lajur
aliran sebelah atas mempunyai bentuk elemen aliran bujursangkar, dan bagian bawah lajur
aliran sebelah bawah elemen yang lebar dibagi panjang 1/3. Nilai Nd dalam hal ini adalah 10.

Gambar 3.50 kondisi aliran rembesan pada bendungan (Casagrande, 1937)


Bila permeabilitas ara horizontal tidak sama dengan permeabilitas vertikal (tanah
anisotropis), potongan transformasi harus digunakan dengan cara seperti yang telah dipelajari
sebelumnya. Kemudian jaringan arus dapat digambar pada pada kondisi transformasinya.

Debit rembesan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :

Nf
q=h √ k x k z
Nd

Gambar 3. 51 Penggambaran jaring arus pada bendungan (Das, 1985).

Gambar 3. 52 dan Gambar 3. 53 memperlihatkan beberapa contoh gambar jaring arus


pada penampang bendungan. Sedang gambar jaring arus pada penampang bendungan. Sedang
gambar jaring arus pada penampang bendungan yang mempunyai dua lapisan nilai k yang
berada pada lapisannya diperlihatkan dalam Gambar 3. 54. Pada sisi sebelah hulu mempunyai
koefisien permeabilitas k1 dan sebelah hilirnya k2, dengan k2 = 5 k1. garis freatis yang telah
digambar merupakan hasil coba – coba . Dari persamaan yang telah dipelajari sebelumnya :

Nf

q=h k x k z
Nd

Gambar 3. 51 Jaring arus untuk bendungan dengan filter


b2 1
Jika b 1 = I 1 dan k 2=5 k j , maka = . Dengan demikian, elemen jarring arus berbentuk
I2 5
bujursangkar digambarkan dalam setengah bagian badan bendungan, dan pada setengah
bagian lain (bagian hilir badan bendungan) , elemen jaring arus mempunyai lebar dibagi
panjang = 1/5 (Das, 1985). Debit rembesan dihitung dengan persamaan :

h h
q=k 1 N =k N
N d f (1) 2 N d f (2)

Dimana N f (1)adalah jumlah lajur aliran pada tanah dengan permeabilitas k 1 , dan N f (2)adalah
jumlah lajur aliran pada tanah dengan permeabilitas k 2.

Gambar 3.53 Jaring arus pada bendungan dengan drainase tegak

Gambar 3.54 jaring arus pada bendungan dengan k2=5 k1 (Das, 1985)

Jika b1 = l1 k2=5 k1, maka b2/l2=1/5. Dengan demikian elemen jarring arus berbentuk bujursangkar
digambarkan dalam setengah bagian badan bendungan, dan pada setengah bagian yang lain
(bagian hilir badan bendungan), elemen jaring arus mempunyai lebar dibagi panjang = 1/5 (Das,
1985). Debit rembesan dihitung dengan persamaan:
h h
q=k 1 N f (1 )=k 2 N
Nd N d f ( 2)

Dimana N f (1) adalah jumlah lajur aliran pada tanah dengan permeabilitas k 1, dan N f (2) adalah
jumlah lajur aliran dengan tanah dengan permeabilitas k 2.

Contoh soal 3.35:

Diketahui bendungan pada Gambar C3.25 yang dibangun di atas tanah kedap air. Tanah bahan
bendungan homogeny dan isotropis dengan k =2 ×10−7 m/det. Selisih tinggi muka air di hulu
dan di hilir adalah 19 m. Gambarkan jaringan arus dan hitung debit rembesan permeter panjang
bendungan.

Penyelesaian :

Garis freatis (parabola rembesan) digambar seperti cara yang telah dipelajari. Untuk
menggambarkan jarring arus, maka prosedur berikut ini dapat diikuti.

1. Gambarkan parabola rembesan atau garis freatis dengan skala sesuai garis yang
ditunjukkan pada Gambar C3.25. Tinggi energy tekanan pada sembarang titik pada garis
freatis adalah nol. Jadi, selisih tinggi energy total antara dua garis ekipotensial, harus sama
dengan selisih elevasi antara titik-titik di mana garis ekipotensial berpotongan dengan garis
freatis. Karena kehilangan tinggi tekanan antara dua garis ekipotensial berdekatan sama,

maka dapat ditentukan penurunan ekipotensial (( N d =19 ) . Lalu dihitung nilai

h 19
∆ h= = =1 m
N d 19
2. Gambarkan garis tinggi tekanan pada penampang melintang bendungan. Titik-titik potong
dari garis-garis tinggi tekanan dan garis freatis merupakan titik kedudukan garis
ekipotensial.
3. Gambarkan jarring arusnya, dengan mengingat garis ekuipotensial dan garis aliran
berpotongan tegak lurus.

Debit rembesan dihitung dengan cara sebagai berikut :

Dari gambar jarring arus pada gambar C3.25:

N d =19 ; N f =7

h 19
∆ h= = =1 m
N d 19

Debit rembesan:

q=k h N f / N d =2× 10−7 ×19 ×7 /19

¿ 14 ×10−7 m3 /det per meter panjang


Atau debit rembesan dihitung dengan persamaan :

q=2 pk =z 0 k

Dengan

p=1 /2 { √( x 2 + z 2 )−x }=1/2 {√ 0 2+7 2−0 }=3,5 m


z 0=7 m ( menurut skala )= jarak vertikal FA

q=2 pk =2 ×3,5 ×2 ×10−7=14 ×10−7 m3 /det atau


q=z 0 k=7 × 2× 10−7=14 ×10−7 m3 /det (sama)

3.3.6. Filter
Bila air rembesan tetap mengalir dari lapisan berbutir lebih halus menuju lapisan yang
lebih kasar, kemungkinan terangkutanya butiran lebih halus lolos melewati bahan yang lebih
kasar tersebut dapat terjadi. Pada waktu yang lama, proses ini dapat menyumbat ruang pori di
dalam bahan kasarnya, atau juga, dapat terjadi piping pada bagian butiran halusnya.
Erosi butiran ini mengakibatkan turunnya tahanan aliran air dan naiknya gradient hidrolik.
Bila kecepatan aliran membesar akibat dari pengurangan tahanan aliran yang berangsur-angsur
turun, akanterjadi erosi butiran yang lebih besar lagi, sehingga membentuk pipa-pipa di dalam
tanah yang dapat mengakibatkan keruntuhan pada bendungan.
Contohnya, jika bahan timbunan yang berupa batuan dari bendungan berhubungan
langsung dengan bagian bahan bendungan yang berbutir halus, maka air rembesan akan dapat
mengangkut butiran halusnya. Guna mencegah bahaya ini, harus diadakan suatu lapisan filter
yag diletakkan di antara lapisan yang halus dan kasar tersebut (Gambar 3.55).
Filter atau drainase untuk mengendalikan rembesan, harus memenuhi dua persyaratan:
1. Ukuran pori-pori harus cukup untuk encegah butir-butir tanah terbawa aliran.
2. Permeabilitas harus cukup tinggi untuk mengizinkan kecepatan drainase yang besar dari
air yang masuk filternya.

Persyaratan yang harus dipenuhi untuk merencanakan bahan filter seperti yang
disarankan oleh Bertram (1940), adalah sebagai berikut ini:
Untuk memenuhi criteria piping, nilai banding ukuran diameter D 15 filter tidak dapat lebih
dari empat atau lima kali ukuran diameter D 85 dari tanah yang dilindungi, atau,

D15 f
≤ 4 sampai 5 (3.143)
D85 s
Kriteria selanjutnya, untuk meyakinkan permeabilitas bahan filter mempunyai kemampuan
drainase yang cukup tinggi, ukuran butiran D 15 dari tanah filter harus lebih dari 4 atau 5 ukuran
butiran D15 dari tanah yang dilindungi.
D 15 f
≥ 4 sampai 5 (3.144)
D 15 s
Kelompok teknisi Amerika (U.S Corps of Engineers) menambahkan persyaratan, bahwa
nilai banding D50 dari tanah filter dan tanah yang dilindungi maksimum harus 25.
D50 f
≤ 25 (3.145)
D50 s
Ketebalan dari lapisan filter dapat ditentukan dari hokum Darcy. Filter yang terdiri dari
dua lapisan atau lebih dengan gradasi yang berbeda, dapat juga digunkan dengan lapisan
terhalus diletakkan pada daerah hulu daru susunan filternya.

You might also like