You are on page 1of 27

ANESTESIA INHALASI (GENERAL ANESTESIA)

Obat-obat anestesia inhalasi adalah obat-obat anestesia yang berupa gas atau cairan
mudah menguap, yang diberikan melalui pernafasan pasien.Campuran gas atau uap obat
anestesia dan oksigen masuk mengikuti udara inspirasi, mengisi seluruh rongga paru,
selanjutnya mengalami difusi dari alveoli ke kapiler sesuai dengan sifat fisik masing-masing
gas.
Anestesi inhalasi adalah obat yang paling sering digunakan pada anestesia umum.
Penambahan sekurang-kurangnya 1% anestetik volatil pada oksigen inspirasi dapat
menyebabkan keadaan tidak sadar dan amnesia, yang merupakan hal yang penting dari
anestesia umum. Bila ditambahkan obat intravena seperti opioid atau benzodiazepin, serta
menggunakan teknik yang baik, akan menghasilkan keadaan sedasi/hipnosis dan analgesi
yang lebih dalam. Kemudahan dalam pemberian (dengan inhalasi sebagai contoh) dan efek
yang dapat dimonitor membuat anestesi inhalasi disukai dalam praktek anestesia umum.
Tidak seperti anestetik intravena, kita dapat menilai konsentrasi anestesi inhalasi pada
jaringan dengan melihat nilai konsentrasi tidal akhir pada obat-obat ini. Sebagai tambahan,
penggunaan gas volatil anestesi lebih murah penggunaanya untuk anestesia umum. Hal yang
harus sangat diperhatikan dari anestesi inhalasi adalah sempitnya batas dosis terapi dan dosis
yang mematikan. Sebenarnya hal ini mudah diatasi,dengan memantau konsentrasi jaringan
dan dengan mentitrasi tanda-tanda klinis dari pasien.
Obat anestesi inhalasi biasanya dipakai untuk pemeliharaan pada anestesi umum, akan
tetapi juga dapat dipakai sebagai induksi, terutama pada pasien anak-anak. Gas anestesi
inhalasi yang banyak dipakai adalah isofluran dan dua gas baru lainnya yaitu sevofluran dan
desfluran. sedangkan pada anak-anak, halotan dan sevofluran paling sering dipakai.
Walaupun dari obat-obat ini memiliki efek yang sama (sebagai contoh : penurunan tekanan
darah tergantung dosis), namun setiap gas ini memiliki efek yang unik, yang menjadi
pertimbangan bagi para klinisi untuk memilih obat mana yang akan dipakai. Perbedaan ini
harus disesuaikan dengan kesehatan pasien dan efek yang direncanakan sesuai dengan
prosedur bedah.
Berdasarkan kemasannya, obat anestesia umum inhalasi ada 2 macam, yaitu :
1. Obat anestesia umum inhalasi yang berupa cairan yang mudah menguap :
a. Derivat halogen hidrokarbon.
- Halothan
- Trikhloroetilen
- Khloroform
b. Derivat eter.
- Dietil eter
- Metoksifluran
- Enfluran
- Isofluran
2. Obat anestesia umum yang berupa gas
a. Nitrous oksida (N2O)

b. Siklopropan
Sejarah Anestesia Inhalasi
Anestesi inhalasi pertama digunakan di Kekaisaran Islam, yang terdiri dari spons
direndam dalam persiapan narkotika. Spons tersebut diletakkan di atas wajah dari individu
yang menjalani operasi.
Anestesi inhalasi modern yang pertama adalah karbon dioksida dan asam nitrat. Akan
tetapi, karbon dioksida tidak pernah benar-benar digunakan secara teratur sebagai anestesi
inhalansi. Sedangkan asam nitrat lebih sering digunakan, dan masih digunakan sampai
sekarang.
Keberhasilan oksida nitrat sebagai anestesi umum inhalansi pertama kali dicatat oleh
ahli kimia Inggris, Humphrey Davy, yang menerbitkan sebuah makalah tentang subjek pada
tahun 1800-an. Salah satu pemakaian oksida nitrat pertama yang sukses adalah ekstraksi gas
gigi tanpa rasa sakit yang dilakukan oleh William Thomas Green Morton pada tahun 1846.
Selama tahun 1800-an, ada beberapa anestesi volatil yang telah digunakan untuk
kepentingan klinis akan tetapi mengandung gas-gas yang mudah terbakar, seperti dietil eter,
cyclopropane dan divinyl eter. Beberapa gas yang tidak mudah terbakar juga ada, seperti
kloroform dan trikloroetilen, namun gas-gas ini dihubungkan dengan kejadian keracunan
hepar (hepatotoksik) dan meracuni saraf (neurotoksik). Pada awal tahun 1930-an penelitian
tentang turunan dari zat kloroform yang mengandung halogen mengindikasikan bahwa zat
yang tidak mudah terbakar dapat dibuat dengan menggunakan bahan fluoride organik.
Kemajuan pengetahuan tentang kimia fluorin pada tahun 1940-an, menghasilkan
penggabungan molekul fluorin dengan biaya yang masih dapat diterima. Kemajuan tentang
fluorin pada awalnya didorong oleh ketertarikan terhadap peran fluorin dalam produksi bahan
bakar aviasi beroktan tinggi dan pengayaan uranium-235.
Kemajuan-kemajuan ini merupakan hal yang sangat penting bagi pengembangan
anestesi modern saat ini. Pada masa itu, setidaknya ada 46 senyaawa yang mengandung
fluorin disintesis oleh dr.Earl McBee dalam penelitian yang didukung oleh secret Manhattan
project dan oleh the mallinkrodt company. Walaupun tidak ada satupun dari zat ini yang
secara pasti teruji manfaatnya pada manusia, beberapa zat ini memiliki kedekatan struktur
dengan zat yang saat ini kita kenal dengan nama halotan. Fluorin adalah halogen yang
memiliki berat atom yang paling rendah. Penggantian gas halogen lain pada molekuk eter
dengan fluorin, akan menghasilkan penurunan titik didih, peningkatan stabilitas, dan secara
umum, mengurangi toksisitas. Ion fluoride juga mengurangi hidrokarbobon yang mudah
terbakar dari kerangka molekul eter.
pada tahun 1951, halotan disintesis dan di uji coba secara luas kepada hewan oleh
Suckling di laboratorium ICI di Inggris. Halotan diperkenalkan pada praktek klinik pada
tahun 1956 dan secara cepat meluas pemakaiannya, dikarenakan sifatnya yang tidak mudah
terbakar dan memeliki solubilitas yang rendah terhadap jaringan. Halotan relatif memiliki
ketajaman (pungency) yang rendah dan potensi yang tinggi, sehingga dapat diberikan pada
konsentrasi insipirasi yang tinggi untuk menghasilkan anestesia. Halotan terbukti dapat
diterima melalui jalur inhalasi baik pada orang dewasa maupun pada anak-anak. Keuntungan
lain yang dimiliki halotan adalah insiden nausea dan muntah yang lebih rendah dari gas-gas
volatil pendahulunya.
Walaupun halotan memiliki keuntungan-keuntungan, namun kekurangan tetap ada.
Efek halotan yang paling dapat dipantau adalah mensensitisasi miokardium terhadap
katekolamin, dan kemudian, terungkap bahwa metabolit intermediet dari halotan, berperan
dalam nekrosis hepar. Hal ini menyebabkan tuntutan untuk mencari gas-gas anestesi yang
lebih baik.
Antara tahun 1959 dan 1966, Terrel dan para koleganya di ohio medical products
(sekarang baxter) mensintesis lebih dari 700 senyawa senyawa ke 347 dan 469 secara
berturut-turut adalah metil etil eter enfluran dan isofluran yang di-halogenasi dengan fluorin
dan clron. Uji coba klinis dari enfluran dan isofluran dilaksanakan hampir secara paralel,
melibatkan baik relawan manusia dan studi pada pasien. Bertahun-tahun kemudian, beberapa
senyawa yang dilakukan oleh terrel diperiksa ulang. Salah satu senyawa, yaitu senyawa ke
653, sangat sulit untuk di sintesis karena sifatnya yang mudah meledak dan juga karena
senyawa ini tekanan yang mendekati 1 atm, sehingga tidak mungkin untuk memberikannya
pada pasien dangen alat vaporizer standar. Bagaimanapun juga, senyawa ini secara utuh
terhalogenisasi oleh fluoran, sehingga dipredikis memiliki solubilitas yang rendah pada
darah. Setelah masalah sintesis dan pemberian pada pasien dapat dipecahkan, senyawa ini
kemudian diperkenalkan dengan nama desfluran, dan mulai digunakan pada praktek klinik
pada tahun 1993.
Senyawa lain yang di jelaskan pada awal tahun 1970 oleh Wallin dan para koleganya
di travenol laboratories yang sedang mengevaluasi isopropil eter terfluorinisasi. Salah satu
senyawa ini memiliki potensi menjadi agen anestetik, yang sekarang kita kenal dengan nama
sevofluran. Seperti dersfluran, senyawa ini memiliki solubilitas yang rendah karena adanya
fluoronasi dari molekul eter. Laporan menyebutkan bahwa sevofluran melepaskan fluoride
organik dan nonorganik baik pada hewan maupun pada manusia, sehingga obat ini tidak
terlalu dikembangkan dan dipasarkan. Pada saat hak paten di pindahkan ke ohio medical
products, uji coba lebih lanjut mengungkap kerusakan yang significant oleh soda lime,
meningkatkan kewaspadaan terhadap keamanan, sehingga tidak dilakukan evaluasi lebih
lanjut.
Setelah hak paten kadaluarsa, maruishi pharmaceutical di jepang mengambil alih uji
coba dan pengembangan sevofluran, kemudian menyebarkan pemakaiannya secara umum di
jepang pada bulan juli 1990. Karena cepatnya sevofluran diterima dan catatan keamanan
yang baik di Jepang, Abboi laboratories memulai percobaan laboratorium dan klinik dengan
sevofluran di Amerika Serikat. Setelah keamanan terjamin, sevofluran kemudian
diperkenalkan pada prakte klinik di Amerika Serikat pada tahun 1995.
Perbedaan yang paling penting antara dua anestetik baru, yaitu sevofluran dan
desfluran, dengan isofluran, adalah pada farmakokinetiknya. Keduanya memiliki solubilitas
pada darah yang rendah, sehingga meningkatkan bersihan dari tubuh dan mudahnya mengatur
kedalaman anestesi. Karakteri dari kedua obat inilah yang membuat mereka sesuai untuk
anestesi ambulatori pada praktik anestesi modern.
Dalam praktek anestesiogi masa kini, obat-obatan anestetik inhalasi yang umum
digunakan untuk praktek klinik ialah N2O, halotan, enfluran, isofluran, desfluran, dan
sevofluran. Obat-obatan lain sudah ditnggalkan, karena efek sampingnya yang tidak
dikehendaki, misalnya :
1. Eter : kebakaran, peledakan, sekresi bronkus berlebihan, mual munatah,
kerusakan hepar, baunya yang merangsang.
2. Kloroform : aritmia, kerusakan hepar.
3. Etil-klorida : kebakaran, peledakan, deresi jantung, indeks terapi yang sempit, dan
mudah dirusak kapur soda.
4. Triklor-etilen : dirusak kapur soda, bradi-aritmia, mutagenik
5. Metoksifluran : toksis terhadap ginjal, kerusakan hepar dan kebakaran.

Prinsi Farmakokinetik
Farmakokinetik sebagai suatu cabang ilmu dimulai dengan mempelajari obat-obatan
noninhalasi sebelum konsep tersebut diterapkan pada anestesi inhalasi. Kety pada tahun 1950
adalah orang pertama yang meneliti farmakokinetik dari agen inhalasi secara sistemik. Obat
anestesi inhalasi berbeda secara substansial dari obat lainnya karena wujudnya yang berupa
gas dan diberikan secara inhalasi. Ini membuat farmakokinetiknya menjadi unik.
Farmakologi obat dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu farmakokinetik dan
farmakodinamik. Farmakodinamik dapat diartikan dengan apa yang dilakukan obat terhadap
tubuh. Termasuk di dalamnya efek yang diingikan dan efek samping dari obat, serta
perubahan di tingkat molekul dan sel untuk mencapai efek tersebut. Sedangkan
farmakokinetik adlah apa yang dilakukan tubuh terhadap obat, yang meliputi bagaimana
perjalanan obat, bagaimana obat ini bertransformasi, dan mekanisme seluler dan molekuler
yang mendasari proses ini.
Farmakokinetik obat sistemik terdiri dari empat fase yaitu absorpsi, distribusi,
metabolisme, dan ekskresi. Absorbsi adalah fase dimana obat masuk dari port d’entry (contoh
: traktus digestivus, paru-paru, otot) samapai ke aliran darah. Obat intravena tidak memiliki
fase absorpsi karena obat ini langsung dimasukkan ke dalam aliran darah. Distribusi adalah
fase dimana obat dibawa dari jaringan tempatnya masuk ke tubuh. Metabolisme merupakan
suatu proses fisiokimia dimana suatu zat di dalam tubuh organisme hidup disintesis
(anabolisme) atau dirombark (katabolisme); tetapi dalam knteks obat anestesi, hanya
perombakan obat yang lebih diutamakan. Dan terakhir, ekskresi adalah fase dimana obat
yang telah berubah atau pun belum dibawa keluar dari jaringan atau darah ke berbagai sistem
ekskresi (seperti empedu, udara ekspirasi, urin) untuk dikeluarkan dari tubuh.
Dalam pembahasan obat anestetik inhalasi, ada beberapa perubahan dalam
penyampaian terminologinya. Fase absorpsi biasa disebut ambilan, fase metabolisme disebut
biotransformation, dan fase ekskresi dikenal dengan eliminasi.
Keistimewaan dari anestesi inhalasi
Kecepatan, bentuk gas, dan cara pemberian
Obat anestesi inhalasi oadalh obat yang paling cepat mulai kerjanya, dan dalam
pemakaian anestesi umum tetap dalam batas aman. kecepatan juga berarti efixien. Induksi
dan pemulihan yang cepat akan memberikan bebrapa keuntungan diantranya meminimalkan
waktu di kamar operasi dan di ruang pemulihan, serta pasien akan lebih cepat pulang.
Secara teknis, satu-satunya anestesi inhalasi yang berwujud gas murni adalah nitrous
oksida, sementara anestesi inhlasi yang poten itu berupa uap dari cairan volatil. Akan tetapi
untuk kemudahan, semuanya disebut gas karena ketika masuk ke dalam paru-paru berada
dalam fase gas. Dalam bentuk gas, tidak perbedaan yang signifikan dari sifat-sifat ideal gas.
Obat-obat ini semuanya tidak terionisasi dan memiliki berat molekul yang rendah. Dengan
begitu akan memudahkan untuk berdifusi dengan cepat tanpa memerlukan bantuan untuk
berdifusi atau zat aktif untuk membawanya dari aliran darah menuju ke jaringa. Keuntungan
lainya dari gas ialah dapat dihantarkan ke dalam aliran darah melalui rute khusus yang
tersedia pada semua pasien, yaitu paru-paru.
Kecepatan, bentuk gas, dan paru-paru sebagai tempat masuk merupakan kombinasi
yang sangat menguntungkan dari anestesi inhalasi, yaitu kemampuan untuk menurunkan
konsentrasi dalam plasma semudah dan secepat meningkatkan konsentrasinya.
Mekanisme kerja
Mekanisme kerja obat anestetik inhlasi sangat rumit, dan masih merupakan misteri
dalam farmakologi modern. Pemberian anestetik inhalasi melalui pernapasan menuju organ
sasaran yang jauh merupakan suatu hal yang unik dalam dunia anestesiologi.
Ambilan alveolus gas atau uap anestetik inhalasi ditentukan oleh sifat fisiknya :
1. Ambilan alveolus.
2. Difusi gas dari paru ke darah.
3. Distribusi oleh darah ke otak dan organ lainnya.

Hiperventilasi akan menaikkan ambilan alveolus dan hipoventilasi akan menurunkan


ambilan alveolus. Dalam praktek, kelarutan zat inhalasi dalam darah adalah faktor utama
yang penting dalam menentukan kecepatan induksi dan pemulihannya. Induksi dan
pemulihan berlangsung cepat pada zat yang tidak larut dan lambat pada yang larut.
Kecepatan induksi anestesi, seperti yang telah disebutkan di atas dipengaruhi salah
satunya oleh kelarutan zat anestesi di dalam darah, yang tergantung dari potensi masing=-
masing zat anestesi. Derajat potensi ini ditentukan oleh Kadar alveolus minimal (KAM) atau
MAC (minimum alveolar concentration). MAC ialah kadar minimal zat tersebut dalam
alveolus pada tekanan satu atmosfir yang diperlukan untuk mencegah gerakan pada 50%
pasien yang dilakukan insisi standar. Pada umumnya imobilisasi tercapai pada 95% pasien,
jika kadarnya dinaikkan di atas 30% nilai MAC. Makin tinggi MAC, maka makin rendah
potensi zat anestesi tersebut. Dalam keadaan seimbang, tekanan parsial zat anestetik dalam
alveoli sama dengan tekanan zat dalam darah dan otak tempat kerja obat.
Konsentrasi uap anestetik dalam alveoli selama induksi ditentukan oleh :
1. Konsentrasi inspirasi
Teoritis kalau saturasi uap anestetik di dalam jaringan sudah penuh, maka ambilan
paru berhenti dan konsentrasi uap inspirasi sama dengan alveoli. Hal ini dalam
praktek tak pernah terjadi. Induksi makin cepat kalau konsentrasi makin tinggi,
asalkan tak terjadi depresi nafas atau kejang laring. Induksi makin cepat jika disertai
oleh N2O (efek gas kedua).
2. Ventilator alveolar
Ventilasi alveolar meningkat, konsentrasi alveolar makin tinggi dan sebaliknya.
3. Koefisien darah/gas
Makin tinggi angkanya, makin cepat larut dalam darah, makin rendah konsentrasi
dalam alveoli dan sebaliknya.
4. Curah jantung atau aliran darah paru
Makin tinggi curah jantung, makin cepat uap diambil darah.
5. Hubungan ventilasi-perfusi
Gangguan hubungan ini memperlambat ambilan gas anestesi.
Jumlah uap dalam mesin anestesi bukan merupakan gambaran yang sebenarnya,
karena sebagian uap tersebut hilang dalam tabung sirkuit anestesi atau ke atmosfir sekitar
sebelum mencapai pernapasan.
Konsentrasi zat anestesi yang tinggi, ventilasi alveolus yang meningkat, serta
koefisien partisi darah/gas dan koefisien partisi darah / jaringan yang rendah dari suatu zat
anestesi, akan menyebabkan peningkatan tekanan parsial zat anestesi dalam alveolus, darah
dan jaringan. Otak merupakan organ yang banyak mendapat aliran darah, sehingga tekanan
parsial zat anestesi di dalam otak akan cepat meningkat dan pasien cepat kehilangan
kesadaran. Hal tersebut di atas dapat berfungsi dengan baik, apabila fungsi paru-paru baik.
Fungsi paru-paru dapat diketahui antara lain dengan mengukur volume paru-paru. Dalam
klinis, pengukuran yang sering dilakukan dan berguna adalah kapasitas vital, kapasitas paru
total, kapasitas reidu fungsional, dan volume residual. Nilai normal volume tersebut bisa
berbeda-beda, tergantung oleh umur, tinggi badan, berat badan, jenis kelamin, posisi dan
fisik seseorang. Laki-laki dewasa muda (kira-kira 4,6 L) mempunyai kapasitas vital lebih
besar dibandingkan dengan wanita dewasa muda (kira-kira 3,1 L), orang tinggi biasanya
mempunyai kapasitas vital yang lebih besar dibandingkan dengan orang pendek, seorang atlet
terlatih mempunyai kapasitas vital yang lebih besar daripada orang biasa, pada obesitas
terjadi penurunan kapasitas vital, kapasitas residu fungsional, dan kapasitas paru total.
Penderita penyakit paru-paru, volume-volume tersebut dapat menurun maupun
meningkat.
1. HALOTAN (F3C-CHBrCl)

Halotan disintesis pertama kali oleh CW Suckling di laboratorium “Imperial


Chemical industries” Manchester pada tahun 1951. Digunakan pertama kali oleh M.
johnstone di klinik Manchester. Selanjutnya diikuti oleh Bryce-smith dan O’Brian di
Oxford.
Sifat Fisik Dan Kimiawi
Halotan atau disebut dengan nama kimia 2,bromo-2-khloro-1,1,1-trifluoroetan,
mempunyai berat molekul 197, berat jenis 1,18 (pada suhu 25 derajat celcius) dan titik
didih 50 derajat celcius dan mempunyai MAC 0,87%.
Secara fisik, halotan adalah cairan yang tidak berwarna, berbau harum tidak mudah
terbakar atau meledak, tidak iritatif dan tidak tahan terhadap sinar matahari. Apabila kena
sinar matahari, akan mengalami dekomposisi menjadi HCl, HBr, klorin, Bromin dan
Fosgen bebas, disi timol 0,01% sebagai pengawet.
Halotan bisa diserap oleh karet sirkuit anestesia, tetapi kurang larut dalam polietilen
dan tidak mengalami dekompisisi bila melewati karbon absorben.
Efek Farmakologi
Terhadap susunan saraf pusat
Halotan menimbulkan depresi pada sistem saraf pusat di semua komponen otak.
Depresi di pusat kesadaran akan menimbulkan efek hipnotik, depresi pada pusat sensorik
menimbulkan khasiat analgesia dan depresi pada pusat motorik akan menimbulkan
relaksasi otot. Tingkat depresinya tergantung dari dosis yang diberikan.
Terhadap pembuluh darah otak, halotan menyebabkan vasodilatasi, sehingga aliran
darah otak meningkat dan hal ini menyebabkan tekanan intrakranial meningkat, dan oleh
karena itu tidak dipilih untuk anestesi pada kraniotomi.

Terhadap sistem kardiovaskuler


Halotan menimbulkan depresi langsung pada “S-A Node” dan otot jantung, relaksasi
otot polos dan inhibisi baroreseptor. Keadaan ini akan menyebabkan hipotensi yang
derajatnya tergantung dari dosis dan adanya interaksi dengan obat lain, misalnya dengan
tubokurarin.
Gangguan irama jantung sering kali terjadi, seperti bradikardi, ekstrasistol ventrikel,
takikatrdi ventrikel, bahkan bisa terjadi fibrilasi ventrikel. Hal ini disebabkan karena
peningkatan eksitagen maupun eksogen serta adanya retensi CO2.
Batas keamanan halotan terhadap kardiovaskuler sangat sempit, maksudnya,
konsentrasi obat untuk mencapai efek farmakologi yang diharapkan sangat dekat dengan
efek depresinya.
Terhadap sistem respirasi
Pada konsentrasi tinggi, halotan akan menimbulkan depresi pusat nafas, sehingga pola
nafas menjadi cepat dan dangkal, volume tidal dan volume nafas semenit menurun dan
menyebabkan dilatasi bronkus.
Terhadap ginjal
Halotan pada dosis lazim secara langsung akan menurunkan aliran darah ke ginjal dan
laju filtrasi glomerulus, tetapi efek ini hanya bersifat sementara dan tidak mempengaruhi
autoregulasi aliran darah ginjal. Hasil metabolitnya terutama bromidnya akan
diekskresikan melalui ginjal dan apabila terdapat gangguan fungsi ginjal, ekskresinya akan
terhambat sehingga akan terjadi akumulasi.
Terhadap otot rangka
Halotan akan berpotensiasi dengan obat pelumpuh otot golongan non depolarisai,
sehingga pada pemakaian kombinasi kedua obat ini, perlu dilakukan modifikasi dosis,.
Pada saat persalinan normal, begitu juga pada seksio sesaria.
Terhadap hati
Pada konsentrasi 1,5 vol%, halotan akan menurunkan aliran darah pada lobulus
sentral hati sampai 25-30%. Faktor-faktor yang lain disamping halotan yang ikut
berpengaruh terhadap aliran darah, antara lain aktivitas sistem saraf simpatis, tindakan
pembedahan, hipoksia, hiperkarbia dan refleks splangnik. Penurunan aliran darah pada
lobulus sentral ini menimbulkan nekrosis sel pada sentral hati yang diduga sebagai
penyebab dari “hepatitis post-halothane”. Kejadian ini akan lebih bermanifes, apabila
diberikan halotan berulang dalam waktu yang relatif singkat.
Kejadian “hepatitis post-halotane”, pertama kali dilaporkan di USA pada tahun 1958,
selanjutnya pada tahun 1966 diadakan penelitian besar-besaran untuk membuktikan
laporan tersebut. Dilakukan evaluasi pada 850.000 kasus pasien yang diberikan anestesi
halotan. Ternyata penelitian ini menyangkal anggapan bahwa halotan menimbulkan
nekrosis sel hati. Selanjutnya beberapa percobaan laboratorium juga gagal membuktikan
efek toksik langsung halotan pada hepar. Jadi sikap yang disepakati pada saat ini adalah
bahwa mungkin saja terjadi nekrosis sel hati setelah anestesia dengan halotan, tetapi
mekanismenya masih belum jelas.
Terhadap suhu tubuh
Induksi dengan halotan akan segera menurunkan suhu sentral tubuh sebesar 1 derajat
celcius, tetapi akan meningkatkan suhu permukaan tubuh akibat redistribusi panas tubuh
ke permukaan. Selanjutnya pada periode pemeliharaan anestesia, suhu permukaan pun
akan turun akibat dilatasi pembuluh darah seehingga terjadi pelepasan panas tubuh.
Penggunaan Klinik
Halotan digunakan terutama sebagai komponen hipnotik dalam pemeliharaan
anestesia umum. Disamping efek hipnotik, halotan juga mempunyai efek analgetik ringan
dan relaksasi otot ringan. Pada bayi dan anak-anak yang tidak kooperatif, halotan
digunakan untuk induksi bersama-sama dengan N2O secara inhalasi.
Untuk mengubah cairan halotan menjadi uap, diperlukan alat penguap (vaporizer)
khusus halotan, misalnya fluotec, halomix, copper kettle, dragger dan lain-lainnya.
Dosis
1. Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah 2,0-3,0%
bersama-sama N2O.
2. Untuk pemeliharaan dengan pola nafas sponata, konsentrasinya berkisar anatara 1,0-
2,5%, sedangkan untk nafas kendali, berkisar antara 0,5-1,0%.

Kontra indikasi
Penggunaan halotan tidak dianjurkan pada pasien :
1. Menderita gangguan fungsi hati dan gangguan irama jantung.
2. Operasi kraniotomi.

Keuntungan Dan Kelemahan


1. Keuntungannya adalah induksi cepat dan lancar, tidak intattif terhadap mukosa jalan
nafas, pemulihannya relatif cepat, tidak menimbulkan mual muntah dan tidak meledak
atau cepat terbakar.
2. Kelemahannya adalah batas keamanannya sempit (mudah terjadi kelebihan dosis),
analgesia dan relaksasinya kurang sehingga harus dikombinasikan dengan obat lain.
Selain itu juga menimbulkan hipotensi, gangguan irama jantung dan hepatotoksik,
serta menimbulkan menggigil pasca anestesia.

2. ETER (CH3-CH2-O-CH2-CH3)

Eter merupakan obat anestesia inhalasi yang awalnya dibuat oleh Valerius Cardus
pada tahun 1540 dengan cara memanaskan etil alkohol bersama-sama dengan asam sulfur
di bawah suhu 130 derajat celcius.
Pertama kali digunakan untuk anestesia oleh Crawford Long dan WE Clarke pada
tahun1842, tetapi tidak dipublikasikan, kemudian pada tanggal 6 Oktober 1846 di Boston,
WTG Morton mempopulerkan pemakaian eter untuk anestesia.
Sifat Fisik Dan Kimiawi
Merupakan cairan yang tidak berwarna, mudah menguap, berbau khas, sangat iritatif
dan mudah terbakar/meledak. Berat molekulnya 74, berat jenis cairannya 0,719, berat jenis
uapnya 2,6 dan titik didihnya 35 derajat celcius. Tidak bereaksi dengan kapur soda, terurai
oleh udara, cahaya dan panas menjadi perioksida eter dan asetaldehida, karena itu harus
disimpan di tempat gelap dan dingin.
Efek Farmakologi
Terhadap susunan saraf pusat
Eter merupakan obat anestesia inhalasi yang digunakan oleh AE Guedel untuk
memformulasikan gambaran stadium anestesia yang klasik pada saraf pusat yang dibagi
menjadi empat stadium anestesia yaitu :
Stadium I : disebut juga stadium analgesia
Stadium II : disebut juga stadium eksitasi
Stadium III : disebut juga stadium anestesia yang berlangsung 4 (empat) plana
Stadium IV : disebut juga stadium paralisis

Terhadap sistem saraf otonom


Eter merupakan obat anestesia yang bersifat simpatomimetik. Efek ini akan
meningkatkan denyut jantung, menimbulkan glikogeolisis, kontraksi lien, dilatasi usus,
dilatasi bronkus, dilatasi arteria koronaria, dialtasi pupil dan meningkatkan laju nafas.
Sebaliknya, terhadap parasimpatis, eter bersifat depresan.
Terhadap sistem kardiovaskuler
Pada stadium awal, denyut jantung meningkat dan terjadi vasokonstriksi pembuluh
darah, kemudian pada stadium lanjut, terjadi vasodilatasi akibat depresi pada pusat
vasomotor. Pada stadium awal, terjadi perubahan minimal pada curah jantung dan tekanan
darah, kemudian pada sadium lanjut, terjadi depresi pusat vasomotor pada batang otak
sehingga hal ini bisa menimbulkan kegagalan sirkulasi. Pemakaian adrenalin oleh operator
untuk tujuan tertentu selama pembedahan dilaporkan tidak menimbulkan penyulit yang
serius.
Terhadap sistem respirasi
Pada stadiium awal terjadi peningkatan aktivitas respirasi akibat stimulasi pusat nafas
oleh uap eter. Kemudian dengan semakin dalamnya stadium anestesia, depresi nafas
emakin jelas sampai pada stadium III plana 4 nafas akan berhenti akaibat depresi pusat
nafas. Uap eter sangat iritatif terhadap mukosa jalan nafas. Sekresi kelenjar mukosa jalan
nafas meningkat, timbul reaksi batuk, bisa timbul spasme laring dan spasme bronkus. Pada
kpemberian uap eter dengan dosis tinggi dan cepat bisa terjadi refleks henti hafas. Hal ini
dapat dihambat dengan premedikasi sulfas atropin.
Terhadap sistem alimentarius
Sekresi air liur cairan lambung meningkat, disertai mual muntah, baik pada stadium
awal maupun pada fase pemulihan. Tonus atau peristaltik usus menurun dan fungsi hati
mengalami depresi, tetapi akan pulih dalam waktu 24 jam.
Terhadap sistem urinarius
Pada fungsi ginjal normal, produksi urin menurun akibat penrunan aliran darah ke
ginjal. Pada dungis ginjal yang telah menurun, pemberian eter akan menambah berat
insufisiensi yang terjadi, sehingga tidak dianjurkan mempergunakan eter.
Terhadap uterus dan kehamilan
Pada stadium awal tonus otot uterus tidak mengalami perubahan, kemudian pada
stadium lanjut, terjadi relaksasi otot uterus. Eter juga dapat melewati barrier plasenta,
ehingga berpengaruh pada janin.
Terhadap metabolisme
Eter menyebabkan mobilisasi glikogen pada hati, sehingga terjadi hiperglikemia. Hal
ini terjadi karenameningkatnya pelepasan katekolamin. Asidosis metabolik sering
dijumpai akibat penurunan perfusi ke jaringan kurang.
Eliminasi
Sekitar 80-90% dikeluarkan secarautuh lewat paru-paru dan sisanya kira-kira 15%
dipecah dihati menjadiair dan CO2.
Penggunaan Klinik
Eter bisa digunakan sebagai obat tunggal dalam anestesia, karena mempunyai khasiat
yang lengkap pada trias anestesia. Untuk mengurangi dosis yang diberikan, bisa
dikombinasikan dengan obat pelumpuh otot non depolarisasi sebagai komponen relaksasi
otot, sehingga stadium yang diperlukan cukup sampai stadium analgesia.
Untuk mengubah cairan eter menjadi uap, diperlukan alat penguap (vaporizer) khusus
eter, seperti sungkup muka Schimmelbusch (untuk metode tetes terbuka), E.M.O inhaler
dan lainnya.
Pada saat ini,eter tidak digunakan lagi secara luas di instalasi bedah sentral karena
beberapa alasan antara lain, eter mudah meledak, bau yang menyengat dan tersedianya
banyak pilihan obat-obat anestesia. Eter hanya digunakan di beberapa pusat pendidikan
sebagai pelengkap dalam proses belajar-mengajar.
Dosis
Untuk pemeliharaan dengan pola nafas sponatan, konsentrasinya berkisar antara 10-
15 vol%, sedangkan untuk nafas kendali, berkisar antara 2,0-4,0 vol% pada alat penguap
E.M.O inhaler.
Kontra indikasi
Eter tidak dianjurkan pada :
1. Pasien yang menderita gangguan fungsi respirasi, hati, gangguan irama jantung dan
kencing manis.
2. Operasi yang menggunakan termokauter.

Keuntungan Dan Kelemahan


1. Keuntungannya adalah produksinya di dalam negeri, mudah diperoleh, murah,
memenuhi “trias anestesia” dan batas keamanannya luas.
2. Kelemahannya adalah mudah meledak sehingga tidak bisa digunakan dalam operasi
yang menggunakan termokauter, polusi kamar opersasi,menimbulkan hipersekresi,
gangguan irama jantung dan hepatotoksisk serta menimbulkan mual muntah pasca
anestesia.

3. ENFLURANE (2 kloro-1,1,2-trifluoroethyl ether)


Enfluran merupakan obat anestesia inhalasi yang termasuk turunan eter. Dikemas
dalam bentuk cair, tidak berwarna, tidak iritatif, berbau agak harum, tidak eksplosif, lebih
stabil dibandingkan dengan halotan dan induksinya lebih cepat dibandingkan dengan
halotan. Pertama kali diperkenalkan oleh Dobkin dkk pada tauhn 1968.
Efek Farmakologi
Terhadap sistem saraf pusat
Pada dosis tinggi menimbulkan “twitching” (tonik-klonik) pada otot muka dan
anggota gerak. Hal ini terutama dapat terjadi bila pasien mengalami hipokabnia. Kejadian
ini bisa dihindari dengan mengurangi dosis obat dan mencegah terjadinya hipokabnia.
Obat ini tidak dianjurkan pemakaiannya pada pasien yang mempunyai riwayat epilepsi
walaupun pada penelitian taerbukti bahwa enfluran tidak menimbulkan bangkitan epilepsi.
Walaupun menimbulkan vasodilatasi serebral, tetapi pada dosis kecil dapat
dipergunakan untuk operasi intrakranial karena tidak menimbulkan peningkatan tekanan
intrakranial.
Terhadap sistem kardiovaskuler
Secara kualitatif efeknya sama dengan halotan. Walaupun enfluran meningkatkan
kepekaan otot jantung terhadap katekolamin, tetapi pemakaian adrenalin sangat jarang
menimbulkan disritmia. Enfluran menghambat pelepasan katekolamin sehingga
konsentrasinya pada plasma rendah, pada saat anestesia dengan enfluran.
Terhadap sistem respirasi
Menimbulkan depresi respirasi sesuai dengan dosis yang diberikan. Volume tidal
berkurang tetapi frekuensi nafas hampir tidak berubah. Tidak menimbulkan iritasi pada
mukosa jalan nafas sehingga bisa menimbulkan komplikasi batuk, laringospasme dan
peningkatan sekresi kelenja jalan nafas tidak terjadi.
Terhadap ginjal
Enfluran menurunkan aliran darah ginjal, menurunkan laju filtrasi glomerolus dan
akhirnya menurunkan diuresis. Pemecahan enfluran menghasilkan metabolit fluorida
anorganik, tetapi konsentrasi dalam plasma tidka pernah menccapai konsentrasi yang
nefrotoksik. Walaupun demikian harus berhati-hati menggunakan enfluran pada pasien
yang mempunyai gangguan fungsi ginjal.
Terhadap otot rangka
Menurunkan tonus otot rangka melalui mekanisme depresi pusat motorik pada
serebrum, sehingga dengan demikian berpotensisasi dengan obat pelumpuh otot non
depolarisasi. Walupun demikian, masih diperlukan obat pelumpuh otot untuk
mendapatkan keadaan relaksasi otot yang optimal terutama pada operasai laparotomi.
Terhadap uterus
Menimbulkan depresi tonus otot uterus, namun respon uterus terhadap oksitosin tetap
baik selama dosis enfluran rendah.
Terhadap hati
Dilaporkan bahwa terjadi gangguan fungsi hati yang ringan setelah pemakaian
enfluran yang sifatnya reversibel.
Biotransformasi
Hanya sekitar 2-8% dari dosis yang diberikan mengalami metabolisme di hati,
sebagian besar keluar secara utuh lewat respirasi. Rendahnya daya larut dalam lemak
menyebabkan pemulihannya sangat cepat asal pasien tidak mengalami depresi nafas.
Produk metabolit enfluran berupa fluorida organik dan anorganik.
Penggunaan Klinik
Sama seperti halotan, enfluran digunakan terutama sebagai komponen hipnotik dalam
pemeliharaan anestesi umum. Disamping efek hipnotik, juga mempunyai efek analgetik
ringan dan relaksasi otot ringan. Pada bayi dan anak-anak yang tidak kooperatif, sangat
baik digunakan untuk induksi bersama-sama dengan N2O.
Untuk mengubah cairan enfluran menjadi uap, diperlukan alat penguap (vaporizer)
khusus enfluran.
Dosis
1. Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah 2-3% bersama-
sama dengan N2O.
2. Untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan, konsentrasinya berkisar antara 1-
2,5%, sedangkan untuk nafas kendali berkisar antara 0,5-1%.

Kontra Indikasi
Hati-hati pada gangguan fungsi ginjal. Akhir-akhir ini penggunaan enfluran relatif
jarang karena efeknya terhadap ginjal dan hati tersebut, seperti telah diuraikan di atas.
Keuntungan Dan Kelemahan
1. Keuntungannya adalah induksi cepat dan lancar, tidak iritatif terhadap mukosa jalan
nafas, pemulihannya lebih cepat dari halotan, tidak menimbulkan mual muntah, dan
tidak menimbulkan menggigil serta tidak mudah meledak atau terbakar.
2. Kelemahannya adalah batas keamanan sempit (mudah terjadi kelebihan dosis),
analgesia dan relaksasinya kurang, sehingga harus dikombinasikan dengan obat lain
dan bisa menimbulkan hipotensi.
4. ISOFLURAN
Isofluran merupakan halogenasi eter, dikemas dalam bentuk cairan, tidak berwarna,
tidak eksplosif, tidak mengandung zat pengawet, dan relatif tidak ralut dalam darah tapi
cukup iritatif terhadap jalan nafas sehingga pada saat induksi inhalasi sering menimbulkan
batuk dan tahanan nafas. Proses induksi dan pemulihannya relatif cepat dibandingkan
dengan obat-obat anestesi inhalasi yang ada pada saat ini tapi masih lebih lambat
dibandingkan dengan sevofluran.
Efek Farmakologi
Terhadap sistem saraf pusat
Efek depresinya terhadap SSP sesuai dengan dosis yang diberikan. Isofluran tidak
menimbulkan kelainan EEG seperti yang ditimbulkan oleh enfluran. Pada dosis anestesi
tidak menimbulkan vasodilatasi dan perubahan sirkulasi serebrum serta mekanisme
autoregulasi aliran darah otak tetap stabil. Kelebihan lain yang dimiliki oleh isofluran
adalah penurunan konsumsi oksigen otak. Sehingga dengan demikian isofluran merupakan
obat pilihan untuk anestesi pada kraniotomi, karena tidak berperngaruh pada tekanan
intrakranial, mempunyai efek proteksi serebral dan efek metaboliknya yang
menguntungkan pada tekhnik hipotensi kendali.
Terhadap sistem kardiovaskuler
Efek depresinya pada otot jantung dan pembuluh darah lebih ringan dibanding dengan
obat anesetesi volatil yang lain. Tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil selama
anestesi. Dengan demikian isofluran merupakan obat pilihan untuk obat anestesi pasien
yang menderita kelainan kardiovaskuler.
Terhadap sistem respirasi
Seperti halnya obat anestesi inhalasi yang lain, isofluran juga menimbulkan depresi
pernafasan yang derajatnya sebanding dengan dosis yang diberikan.
Terhadap otot rangka
Menurunkan tonus otot rangka melalui mekanisme depresi pusat motorik pada
serebrum, sehingga dengan demikian berpotensiasi dengan obat pelumpuh otot non
depolarisasi. Walaupun demikian, masih diperlukan obat pelumpuh otot untuk
mendapatkan keadaan relaksasi otot yang optimal terutama pada operasai laparatomi.
Terhadap ginjal
Pada dosis anestesi, isofluran menurunkan aliran darah ginjal dan laju fitrasi
glomerulus sehingga produksi urin berkurang, akan tetapi masih dalam batas normal.
Terhadap hati
Isofluran tidak menimbulkan perubahan fungsi hati. Sampai saat ini belum ada
laporan hasil penelitian yang menyatakan bahwa isofluran hepatotoksik.
Biotransformasi
hampir seluruhnya dikeluarkan melalui udara ekspirasi, hanya 0,2% dimetabolisme di
dalam tubuh. Konsentrasi metabolitnya sangat rendah, tidak cukup untuk menimbulkan
gangguan fungsi ginjal.
Penggunaan Klinik
Sama seperti halotan dan enfluren, isofluren digunakan terutama sebagai komponen
hipnotik dalam pemeliharaan anestesi umum. Disamping efek hipnotik, juga mempunyai
efek analgetik ringan dan relaksasi ringan.
Untuk mengubah cairan isofluran menjadi uap, diperlukan alat penguap (vaporizer)
khusus isofluran.
Dosis
1. Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah 2-3% bersama-
sama dengan N2O.
2. Untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan konsentrasinya berkisar antara 1-2,5%,
sedangkan untuk nafas kendali berkisar antara 0,5-1%.
Kontra Indikasi
Tidak ada kontra indikasi yang unik. Hati-hati pada hipovolemik berat.
Keuntungan Dan Kelemahan
1. Keuntungannya adalah induksi cepat dan lancar, tidak iritatif terhadap mukosa jalan
nafas, pemulihannya lebih cepat dari halotan, tidak menimbulkan mual muntah, dan
tidak menimbulkan menggigil serta tidak mudah meledak atau terbakar. Penilaian
terhadap pemakaian isofluran saat ini adalah bahwa isofluran tidak menimbulkan
guncangan terhadap fungsi kardiovskuler, tidak megubah sensitivitas otot jantung
terhadap katekolamin, sangat sedikit yang mengalami pemecahan dalam tubuh dan
tidak menimbulkan efek eksitasi SSP.
2. Kelemahannya adalah batas keamanan sempit (mudah terjadi kelebihan dosis),
analgesia dan relaksasinya kurang, sehingga harus dikombinasikan dengan obat lain.
5. SEVOFLURAN
Sevofluran merupakan halogenasi eter, hasil dari fluorisasi isopropil metil eter dengan
nama kimia 1-1-1-3-3-3-hexa fluoro 2-propil fluoro-metil-eter atau fluorometil 2-2-2
trifluoro-1-(trifluorometil) eter-eter dan memilki berat molekul 200,053.
Sevofluran dikemas dalam bentuk cairan, tidak berwarna, tidak eksplosif, tidak
berbau, stabil di tempat biasa (tidak perlu tempat gelam), dan tidak terlihat adanya
degradasi sevofluran dengan asam kuat atau panas. Obat ini tidak bersifat iritatif terhadap
jalan nafas sehingga baik untuk induksi inhalasi.
Proses induksi dan pemulihannya paling cepat dibandingkan dengan obat-obat
anestesi inhalasi yang ada pada saat ini. Sevofluran dapat dirusak oleh kapur soda tetapi
belum ada laporan yang membahayakan.
Efek Farmakologi
Terhadap sistem saraf pusat
Efek depresinya pada SSP hampir sama dengan isofluran. Aliran darah otak sedikit
meningkat sehingga sedikit meningkatkan tekanan intrakranial. Laju metabolisme otak
menurun cukup bermakna sama dengan isofluran. Tidak pernah dilaporkan kejadian
kejang akibat sevofluran.
Terhadap sistem kardiovaskuler
Sevofluran relatif stabil dan tidak menimbulkan aritmia. Nilai mabang arimogenik
epinefrin terhadap sevofluran terletak antara isofluran dan enfluran.
Tahanan vaskuler dan curah jantung sedikit menurun, sehingga tekanan darah sedikit
menurun. Pada 1,2-2 MAC sevofluran menyebabkan penurunan tahanan vaskuler sistemik
kira-kira 20% dan tekanan darah arteri kira-kira 20%-40%. Curah jantung akan menurun
20% pada pemakaian sevofluran lebih dari 2 MAC. Diabndingkan dengan isofluran,
sevofluran menyebabkan penurunan tekanan darah lebih sedikit.
Sevofluran tidak atau sedikit meyebabkan perubahan pada aliran darah koroner.
Dilatasi arresi koroner yang terjadi akibat sevofluran lebih kecil dibanding isofluran dan
tidak menimbulkan efek coronary steal, sehingga sevofluran aman dipakai untuk penderita
penyakit jantung koroner atau yang mempunyai resiko penyakit jantung iskemik, tetapi
penelitian pada orang tua di atas 60 tahun, disebutkan bahawa sebaiknya berhati-hati
dlaam memberikan sevofluran konsentrasi tinggi (8%) pada penderita hipertensi dan
riwayat penyakit jantung 9penyakit jantung koroner dan iskemik).
Sevofluran menyebabkan penurunan laju jantung. Mekanisme ini belum jelas,
kemungkinan disebabkan oleh karenna penurunan aktifitas simpatis tanpa perubahan
aktifitas parasimpatis. Penelitian-penelitian menyebutkan bahwa penurunan laju jantung
tidak sampai menyebabkan bradikardi, tetapi kejadian bradikardi pernah dilaporkan pada
bayi.
Terhadap sistem respirasi
Seperti halnya dengan obat anestesi inhalasi yang lain sevofluran juga menimbulkan
depresi pernapasan yang derajatnya sebanding dengan dosis yang diberikan sehingga
volume tidal akan menurun, tapi frekuensi nafas sedikit meningkat. Pada manusia, 1,1
MAC sevofluran menyebabkan tingkat depresi pernafasan hampir sama dengan halotan
dan pada 1,4 MAC tingkat depresinya lebih dalam daripada halotan. Sevofluran
menyebabkan relaksasi otot polos bronkus, tetapi tidak sebaik halotan.
Terhadap otot rangka
Efeknya terhadap otot rangka lebih lemah dibandingkan dengan isofluran. Relaksasi
otot dapat terjadi pada anestesi yang cukup dalam denga sevofluran. Proses induksi,
laringoskopi dan intubasi dapat dikerjakan tanpa bantuan obat pelemas otot.
Terhadap hepar dan ginjal
tidak ada laporan tentang hepatotoksisitas klinis pada manusia setelah penggunaan
sevofluran oleh lebih dari dua jua orang sejak tahun 1988. Sevofluran menurunkan aliran
darah ke hepar paling kecil dibandingkan dengan enfluran dan halotan.
Ada beberapa bukti, sevofluran menurunkan aliran darah ke ginjal dan meningkatkan
konsentrasi fluoride plasma, tetapi tidak ada bukti hal ini menyebabkan gangguan fungsi
ginjal pada manusia.
Terhadap uterus
Kontraksi uterus spontan dapat dipertahankan dengan baik dan kehilangan darah
minimal. Tidak terjadi efek buruk pada bayi dan ibu. Penelitian Sharma dkk, menunjukkan
bahwa efek terhadap bayi, perubahan hemodinamik ibu dan efek samping pasca bedah
adalah sebanding antara sevofluran dan isofluran.
Biotransformasi
Hampir seluruhnya dikeluarkan untuk melalui udara ekspirasi, hanya sebagian kecil
2-3% dimetabolisme dalam tubuh. Konsentrasi metabolitnya sangat rendah, tidak cukup
untuk menimbulkan gangguan fungsi ginjal.
Eleminasi
Eleminasi sevofluran oleh paru-paru kurang cepat dibanding desfluran, tetapi masih
lebih cepat dibanding isofluran,enfluran, dan halotan. Sevofluran mengalami metabolisme
di hati (defluoronisasi) kurang dari 5%, membentuk senyawa fluorine, kemudian oleh
enzim glucuronyl tansferase diubah menjadi fluoride inorganik dan fluoride organik
(hexafluoro isopropanol), dan dapat dideteksi dalamdarah serta uruin. Hexafluoro
isopropanol akan terkonjugasi menjadi produk tidak aktif, kemudian diekskresikan lewat
urin. Tidak ada pengaruh nyata pada fungsi ginjal dan tidak bersifat nefrotoksik.
Penggunaan Klinik
Sama seperti agen volatil lainnya, sevofluran digunakan terutama sebagai komponen
hipnotik dalam pemeliharaan anestesia umum. Disamping efek hipnotik, juga mempunyai
efek analgetik rignan dan relaksasi otot ringan. Pada bayi dan anak-anak yang tidak
kooperatif, sangat baik digunakan untuk induksi.
Untuk mengubah cairan sevofluran menjadi uap, diperlukan alat penguap (vaporizer)
khusus sevofluran.
Dosis
1. Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah 3,0-5,0%
bersama-sama dengan N2O.
2. Untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan, konsentrasinya berkisar antara 2,0-
3,0%, sedangkan untuk nafas kendali berkisar antara 0,5-1%.
Kontra Indikasi
Hati-hati pada pasien yang sensitif terhadap “drug induced hyperthermia”,
hipovolemik berat dan hipertensi intrakranial.

Keunggulan Dan Kelemahan


1. Keuntungannya adalah induksi cepat dan lancar, tidak iritatif terhadap mukosajalan
nafas, pemulihannya paling cepat dibandingkan dengan agen volatil lain.
2. Kelemahannya adalah batas keamanan sempit (mudah terjadi kelebihan dosis),
analgesia dan relaksasinya kurang sehingga harus dikombinasikan dengan obat lain.

6. DESFLURAN
Desfluran merupakan halogenasi eter yang rumus bangun dan efek klinisnya sama
dengan isofluran. Desfluran sangat mudah menguap dibandingkan dengan agen volatil
yang lain. Memerlukan alat penguap khusus (TEC-6) dengan saran elektrik tidak seperti
agen yang lain.
Efek Farmakologi
Efek klinisnya hampir sama dengan isofluran. Hanya efeknya terhadap respirasi dapat
menimbulkan rangsangan jalan nafas sehingga tidak dapat digunakan untuk induksi.
Bersifat simpatomimetik sehingga mengakibatkan takikardi, akan tetapi tidak bermakna
dalam meningkatkan tekanan darah. Efek terhadap hepar dan ginjal sama dengan
sevofluran.
Biotransformasi
hampir seluruhnya dikeluarkan melalui udara ekspirasi, hanya <0,1% dimetabolisme
oleh tubuh.
Penggunaan Klinik
Sama seperti agen volatil lainnya, desfluran digunakan terutama sebagai komponen
hipnotik dalam pemeliharaan anestesia umum. Disamping efek hipnotik, desfluran juga
mempunyai efek analgetik yang ringan dan relaksasi otot ringan.
dosis
1. Untuk induksi, disesuaikan dengan kebutuhan
2. Untuk pemeliharaan tergantung dengan racikan obat yang lain dan disesuaikan dengan
kebutuhan.
Kontra Indikasi
Hati-hati pada pasien yang sensitif terhadap “drug induced hyperthermia”,
hipovolemik berat dan hipertensi intrakranial.
Keuntungan Dan Kelemahan
1. Keuntungannya hampir sama dengan isofluran.
2. Kelemahannya adalah batas keamanannya sempit (mudah terjadi kelebihan dosis),
analgesia dan relaksasinya kurang sehingga harus dikombinasikan dengan obat lain.
7. NITROUS OKSIDA (N2O)
Nitrous oksida ditemukan oleh Priestley pada tahun 1772, kemudian pada tahun 1779,
oleh Humphrey Davy menyatakan bahwa N2O mempunyai efek anestesia. Pada tahun
1844 Cotton dan Wells mempergunakannya dalam praktik klinik. Nitrous oksida lebih
populer dengan nama gas gelak. N2O adalah satu-satunya gas inorganik yang masih
dipakai dalam praktek anestesia.
N2O adalah anestesi lemah dan harus diberikan dengan konsentrasi besar (lebih dari
65%) agar efektif. Paling sedikit 20%atau 30% oksigen harus diberikan sebagai campuran,
karena konsentrasi N2O lebih besar dari 70-80% dapat menyebabkan hipoksia. N2O tidak
dapat menghasilkan anestesia yang adekuat kecuali dikombinasikan dengan zat anestesi
yang lain, meskipun demikian, karakteristik tertentu membuatnya menjadi zat anestesi
yang menarik, yaitu koefisien partisi darah / gas yang rendah, efek anagesi pada
konsentrasi subanestetik, kecilnya efek kardiovaskuler yang bermakna klinis, toksisitasnya
minimal dan tidak mengiritasi jalan napas sehingga ditoleransi baik untuk induksi dengan
masker.
Efek anestesi N2O dan zat anestesi lain bersifat additif, sehingga pemberian N2O
dapat secara substansial mengurangi jumlah zat anestesi lain yang seharusnya digunakan.
Pemberian N2O akan menyebabkan peningkatan konsentrasi alveolar dari zat anestesi lain
dengan cepat, oleh karana sifat “efek gas kedua” dan “efek konsentrasi” dari N2O. Efek
konsentrasi terjadi saat gas diberikan dengan konsentrasi tinggi. Semakin tinggi
konsentrasi gas diinhalasi, maka semakin cepat peningkatan tekanan arterial gas tersebut.
Seorang pasien menerima 70-75% N2O akan menyerap sampai 1.000 ml/menit N2O saat
fase awal induksi. Pemindahan volume N2O dari paru ke darah, menyebabkan aliran gas
segar seperti disedot masuk dari mesin anestesi ke dalam paru-paru, sehingga
meningkatkan laju gas lain. Pasien menerima hanya 10-25% N2O, pengambilan N2O oleh
darah hanya 150 ml/menit, hal ini tidak menghasilkan perubahan yang signifikan pada laju
penyerapan agen/gas lain. Efek gas kedua terjadi saat agen inhalasi kedua diberikan
bersama dengan N2O. efek ini berkaiatan dengan pengambilan N2O yang cepat, sekitar
1.000 ml/menit saat induksi anestesi. Pengambilan cepat volume N2O yang besar,
menmbulkan suat keadaan vakum di alveolus, sehingga memaksa lebih banyak gas segar
(N2O bersama dengan agen inhalasi lain) masuk ke dalam paru-paru.
MAC bangun N2O adalah 65% diatas konsentrasi tersebut pasien tidak sadar atau
lupa terhadap tindakan pembedahan. Analgesia yang dihasilakan oleh 50% N2O kira-kira
sama dengan 10 mg morfin.
Kemasan Dan Sifat Fisik
N2O dibuat dengan cara mereaksikan besi (Fe) dengan asam nitrat, terbentuk nitrit
oksida (NO), kemudian bereaksi kemablidngan besi sehingga terbentuk N2O. Secara
komersial, N2O dihasilkan dari pemanasan kristal amonium nitrat pada suhu 240oC dan
akan terurai menjadi N2O dan H2O, dimana gas yang dihasilkan ditampung, dipurifikasi
dan dekompresi ke dalam silinder metal warna biru pada tekanan 51 atm.
N2O merupakan gas yang tidak bewarna, berbau harum manis, tdaik bersifat iritasi,
tidak mudah terbakar dan tidak mudah meledak tetapi membantu proses kebakaran akibat
gas lain meskipun tidak ada oksigen. N2O mempunyai berat molekul 44, titik didih 89oC
dan umumnya disimpan dalam bentuk cair serta tekanan kritis 71,7 atm, suhu kritis
36,5oC, berat jenis 1,5 (udara 1).
N2O tidak bereaksi dengan soda lime, obat anestesi lain dan bagian metal peralatan
tetapi bisa meresap dan berdifusi melalui peralatan dari karet. Kelarutan N2O 15 kali lebih
larut dibandingkan dengan oksigen, mempunyai koefisien partisi darah / gas 0,47 dan
koefisen partisi darah / otak 1,0.
Absorpsi, Distribusi Dan Eliminasi
Absorbsi dan eliminasi nitorus oksida relatif lebih cepat dibandingkan dengan obat
anestesi inhalasi lainnya, hal ini terutama disebabkan oleh koefisien partisi gas darah yang
rendah dari N2O. total ambilan N2O oleh tubuh manusia diteliti oleh Severinghause. Pada
menit pertama, N2O (75%) dengan cepat akan diabsorbsi kira-kira 1.000 ml/menit. Setelah
5 menit, tingkat absorbsi turun menjadi 600 ml/menit, setelah 10 menit turun menjadi 350
ml/menit dan setelah 50 menit tingkat absorbsinya kira-kira 100 ml/menit, kemudian
pelan-pelan menurn dan akhirnya mencapi nol. Konsentrasi N2O yang diabsorbsi
tergantung antara lain oleh konsentrasi inspirasi gas, ventilasi alveolar dan ambilan oleh
sirkulasi, seperti koefisien partisi darah/gas dan aliran darah (curah jantung).
N2O akan didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh. Konsentrasi di jaringan adalah
berbanding lurus dengan perfusi per unit volume dari jaringan, lamanya paparan dan
koefisien partisi darah / jaringan zat tersebut. Jaringan dengan aliran darah besar/banyak
seperti otak, jantung, hati dan ginjal akan menerima N2O lebih banyak sehingga akan
menyerap volume gas yang lebih besar. Jaringan lain dengan suplai darah sedikit seperti
jaringan lemak dan otot menyerap hanya sedikit N2O, ambilan dan penyerapan yang cepat
menyebabkan tidak terdapatnya simpanan N2O dalam jaringan tersebut sehingga tidak
menghalangi pulihnya pasien saat pemberian N2O dihentikan.
N2O tidak atau sedikit mengalami biotransformasi dalam tubuh, namun telah
ditemukan bakteri anaerob yang memetabolisir N2O dan menghasilkan radikal-radikal
bebas meskipun tidak terdapat bukti bahwa radikal-radikal bebas tersebut menimbulkan
kerusakan organ yang spesifik. N2O dieliminasi melalui paru-paru dan sebagian kecil
diekskresikan lewat kulit.
Pada saat N2O dihentikan pemberiannya, N2O berdifusi keluar dari darah dan masuk
ke alveoli secepat difusinya ke dalam darah saat induksi. Jika pasien dibiarkan menghirup
udara atmosfir saja pada saat tersebut akan mengalami hipoksia difusi. Selama beberapa
menit pertama pasien menghirup udara atmosfir, sejumlah besar volume N2O berdifusi
melalui darah ke dalam paru-paru dan dikeluarkan lewat paru-paru. Kira-kira sebanyak
1500 ml N2O dikeluarkan pada menit pertama oleh pasien yang menerima N2O : O2
dengan rasio 75% : 25%. Jumlah tersebut menurun menjadi 1.200 ml pada menit ke dua
dan 1.000 ml pada menit ke tiga. Difusi N2O yang cepat dan dalam jumlah besar ke dalam
alveoli akan menyebabkna pengenceran dan mendesak O2 keluar dari alveoli., sehingga
mudah terjadi hipoksia dan juga menyebabkan terjadinya pemindahan volume CO2 yang
lebih besar dari darah, sehinga akan menurunkan tekanan CO2 dalam darah dan akan
memperberat hipoksia. Efek hipoksia difusi dapat dicegah dengan pemberian 100% O2
selam minimal 3-5 menit pada akhir operasi.
Efek Farmakologi
Terhadap sistem saraf pusat
Berkhasiat analgesia dan tidak mempunyai khasiat hipnotik. Khasiat analgesianya
relatif lemah akibat kombinasinya dengan oksigen. Pada konsentrasi 25% N2O
menyebabkan sedasi ringan. Peningkatan konsentrasi menyebabkan penurunan sensasi
perasaan khusus seperti ketajaman, penglihatan, pendengaran, rasa, bau dan diikuti
penurunan respon sensasi somatik seperti sentuhan, temperatur, tekanan dan nyeri.
Penurunan perasaan membuat agen ini cocok untuk induksi sebelum pemberian agen lain
yang lebih iritatif. N2O menghasilkan analgesi sesuai besarrnya dosis. N2O 50% efek
analgesinya sama dengan morfin 10 mg. Bukti menunjukkan bahwa N2O memiliki efek
agonis pada reseptor opioid atau mengaktifkan sistem opioid endogen. Area pusat muntah
pada medula tidak dipengaruhi oleh N2O kecuali jika terdapat hipoksia.
Nitrous oksida tidak mengikuti klasifikasi stadium anestesi dari guedel dalam
kombinasinya dengan oksigen dan sangat tidak mungkin mencoba memakai nitrous
oksigen tanpa oksigen hanya karena ingin tahu gambaran stadium anestesi dari guedel.
Efeknya terhadap tekanan intrakranial sangat kecil bila dibandingkan dengan obat anestesi
yang lain.
Dalam konsentrasi lebih dari 60%, N2Odapat menyebabkan amnesia, walaupun masih
diperlukan penelitian yang lebih lanjut.
Terhadap susunan saraf otonom, nitrous oksida merangsang reseptor alfa saraf
simpatis, tetapi tahanan perifer pembuluh darah tidak mengalami perubahan.
Terhadap sitem kardiovaskuler
Depresi ringan kontraktilitas miokard terjadi pada rasio N2O : O2 = 80% : 20%. N2O
tidak menyebabkan perubahan laju jantung dan curah jantung secara langsung. Tekanan
darah tetap stabil dengan sedikit penurunan yang tidak bermakna.
terhadap sistem respirasi
pengaruh terhadap sistem pernapasan minimal. N2O tidak mengiritasi epitel paru
sehingga dapat diberikan pada pasien dengan asma tanpa meningkatkan resiko terjadinya
spasme bronkus. Perubahan laju dan kedalaman pernapasan (menjadi lebih lambat dan
dalam) lebih disebabkan karena efek sedasi dan hilangnya ketegangan.
Terhadap sistem gastrointestinal
N2O tidak mempengaruhi tonus dan motilitas saluran cerna. Distensi dapat terjadi
akibat masuknya N2O ke dalam lumen usus. Pada gangguan fungsi hepar, N2O tetap dapat
digunakan.
Terhadap ginjal
N2O tidak mempunyai pengaruh yang signifikan pada ginjal maupun pada komposisi
urin.
Terhadap otot rangka
N2O tidak menyebabkan relaksasi otot rangka. Karena tonus otot tetap tidak berubah
sehingga dalam penggunaannya mutlak memerlukan obat pelumpuh otot.
Terhadap uterus dan kehamilan
Kontraksi uterus tidak terpengaruh baik pada kekuatan maupun frekuensinya. N2O
melewati barrier plasenta dengan mudah masuk ke dalam sirkulasi fetus yang dapat
mengakibatkan konsentrasi O2 di darah fetus turn dengan drastis bila kurang dari 20% O2
diberikan bersama dengan N2O. kehamilan bukan merupakan kontra indikasi penggunaan
N2O – O2 sebagai sedasi inhalasi.
terhadap sistem hematopoeitik
Dilaporkan pada pemakaian jangka panjang secara terus menerus lebih dari 24 jam
bisa menimbulkan depresi pada fungsi hemato-poietik. Anemia megaloblastik sebagai
salah satu efek samping pada pemakaian nitrous oksida jangka lama.
Efek Samping
Walaupun nitrous oksida dikatakan sebagai obat anestetik non toksik dan mempunyai
pengaruh yang sangat minimal pada sistem organ seperti tersebut di atas, kadang-kadang
terjadi juga efek samping seperti berikut
1. Nitrous oksida akan meningkatkan efek depresi nafas dari obat tiopenton terutama
setelah diberikan premedikasi narkotik.
2. Kehilangan pendengaran pasca anestesia, hal ini disebabkan adanya perbedaan
solubilitas antara N2O dan N2 sehingga terjadi perubahan tekanan pada rongga
telinga tengah.
3. Pemanjangan proses pemulihan anestesia akibat difusinya ke rongga tubuh seperti
pneumotorak.
4. Pemakaian jangka panjang menimbulkan depresi sumsum tulang sehingga
menyebabkan anemia aplastik.
5. Mempunyai efek teratogenik pada embrio terutama pada umur 8 hari – 6 minggu,
yang dianggap periode kritis.
6. Hipoksia difusi pasca anestesia. Hal ini terjadi sebagai akibat dari sifat difusinya
yang luas sehingga proses evaluasinya terlambat. Oleh karena itu pada akhir
anestesia, oksigenasinya harus diperhatikan.
Penggunaan Klinik
Dalam praktik anestesia, N2O digunakan sebagai obat dasar dari anestesia umum
inhalasi dan selalu dikombinasikan dengan oksigen dengan perbandingan
N2O : O2 = 70 : 30 (untuk pasien normal), 60 : 40 (untuk pasien yang memerlukan
tunjangan oksigen yang lebih banyak), atau 50 : 50 (untuk pasien yan gberesiko tinggi).
Oleh karena N2O hanya bersifat analgesia lemah, maka dalam penggunaannya selalu
dikombinasikan degnan obat lain yang berkhasiat sesuai dengan target “trias anestesia”
yang ingin dicapai.
Kecelakaan Dalam Penggunaan N2O
Kecelakaan dalam praktik anestesia mempergunakan N2O sering kali terjadi. Hal ini
disebabkan oleh faktor alat atau mesin anestesia yang digunakan dan faktor manusianya
akibat kelalaian. Seperti telah diuraikan di atas, pemakaian N2O harus selalu diberikan
bersama-sama dengan oksigen. Kecelakaan bisa terjadi pada saat induksi, pada saat
pemeliharaan atau pada saat akhir anestesia. Pada saat induksi, petugas anestesia ingin
memberikan oksigen, tetapi yang dialirkan justru N2O. pada saat pemeliharaan, persediaan
oksigen habis dan petugas tidak waspada. Pada saat akhir anestesia, petugas anestesia
bermaksud memberikan oksigen, tetapi yang dialirkan ternyata N2O.
Untuk megurangi resiko kecelakaan dalam penggunaan N2O, dilakukan modifikasi
dan penyempurnaan sarana sistem perpipaan gas di rumah sakit dan mesin anestesia.
Kemasan tabung gas diberi tanda / warna / label tertentu, sistem perpipaan dilengkapi
dengan alat pengaman dan mesin anestesia dibuat sedemikian rupa sehingga tanpa aliran
oksigen, gas N2O tidak bisa mengalir.
Perbedaan anestetik inhalasi
Perbandingan anestetik inhalasi baik secara fisik –kima maupun secara klinik
farmakologi dapat dilihat pada tabel 1 dan tabel 2.
Tabel 1. Perbandingan sifat fisik dan kimia anestetik inhalasi

Anesetetik Nitrous
Halotan Enfluran Isofluran Desfluran Sevofluran
inhlasi Oksida
Berat molekul 44 197 184 184 168 200
Titik didih (oC) -68 50-50,2 56,6 48,5 22,8-23,5 58,5
Tekanan uap 5200 243-244 172-174,5 238-240 669-673 160-170
(mmHg 20oC)
Bau Manis Organik Eter Eter Eter Eter
Turunan eter Bukan Bukan Ya Ya Ya Ya
Pengawet - Perlu - - - -
Koef. Partisi
0,47 2,4 1,9 1,4 0,42 0,65
darah/gas
Dengan kapur
Stabil Tidak Stabil Stabil Stabil Tidak
soda 40oC
MAC 37oC
usia 30-55
104-105 0,75 1,63-1,70 1,15-1,20 6,0-6,6 1,80-2,0
tahun (tekanan
760 mmHg)

Tabel 2. Farmakologi klinik anestetik inhalasi

Anestetik Nitrous Isofluran/


Halotan Enfluran Sevofluran
inhalasi Oksida Desfluran
CO 0 -* --* 0 0
HR 0 0 ++* + 0
BP 0 -* --* --* --
Kontraktilitas -* ---* --* --* --
SVR 0 0 - -- -
PVR + 0 0 0 0
TIK + ++ ++ + +
CBF + ++ + + +
Kejang - - + - -
Aliran Darah
- -- -- - -
Hepar
RR + ++ ++ + +
VT - - - - -
PaCO2 0 + ++ + +
*=Dose Dependent; 0=No Change; -=Decrease; +=Increase
CO=cardiac output; HR=heart rate; BP=blood preasure; SVR=systemic vasculer resistence;
PVR=pulmonary vasculer resistance; TIK=tekanan intrakranial; CBF=cerebral blood flow;
RR=respiratory rate; VT=volume tidal

MESIN DAN ALAT ANESTESI


Fungsi mesin anestesi adalah menyalurkan gas atau campuran gas anestetik yang
aman ke rangkaian sirkuit anestetik yang kemudian dihisap oleh pasien dan membuang sisa
campuran gas dari pasien. Rangkaian mesin anestesi sangat banyak ragamnya, mulai dari
yang sangat sederhana sampai yang diatur oleh komputer. Mesin yang aman dan ideal ialah
mesin yangmemenuhi persyaratan berikut :
1. Dapat menyalurkan gas anestetik dengan dosis tepat
2. Ruang rugi minimal
3. Mengeluarkan CO2 dengan efisien
4. Bertekanan rendah
5. Kelembaban terjaga dengan baik
6. Penggunaannya sangat mudah dan aman
Mesin anestetik adalah teman akrab anestetis atau anestesiologist yang harus selalu siap
pakai, kalau akan dipergunakan. Mesin anestetik modern dilengkapi langsung dengan
ventilator mekanik alat pantau.
Komponen dasar mesin anestetik terdiri dari :
1. Sumber O2, N2O dan udara tekan
Sumebr O2 dan N2O dapat tersedia secara individual menjadi satu kesatuan mesin
anestetik atau dari sentral melalui pipa-pipa. Rumah sakit besar biasanya
menyediakan O2, N2O dan udara tekan secara sentral untuk disalurkan ke kamar bedah
sentral, kamar bedah rawat jalan, ruang obstetri dan lain-lainnya.
2. Alat pantau tekanan gas
Alat pantau tekanan gas untuk mengetahui tekanan gas pasok. Kalau tekanan gas O2
berkurang maka akan ada bunyi tanda bahaya.
3. Katup penurun tekanan gas
Katup penurun tekanan gas untuk menurunkan tekanan gas pasok yang masih tinggi,
sesuai karakteristik mesin anestesi.
4. Meter aliran gas
Meter aliran gas dari tabung kaca untuk mengatur aliran gas setiap menitnya.
5. Satu atau lebih penguap cairan anestetik
Penguap cairan anestetik dapat tersedia satu, dua, tiga sampai empat.
6. Lubang keluar campuran gas
Lubang keluar campuran gas biasanya berdiameter standar.
7. Kendali O2 darurat
Kendali O2 darurat untuk keadan yang dalpat mengalirkan O2 murni sampai 35-37
liter/menit tanpa melalui meter aliran gas.
Sumber O2 Sumber N2O Sumber gas
lain

Alat pantau Alat pantau Alat pantau


tekanan tekanan tekanan

Katup penurun
tekanan

Meter aliran gas

Penguap anestetik
volatil
Lubang campuran
penguap gas

Kendalli oksigen darurat

Gambar 1. Rangkaian mesin


anestetik
Tabung gas dan tambahannya dan penguap diberi warna khusus untuk menghidari
kecelakaan yang mungkin timbul. Kode warna yang telah disepakati ialah seperti tabel 3.
Tabel 3. Kode warna internasional

Oksigen N2O Udara CO2 Halotan Enfluran Isofluran Desfluran Sevofluran


Putih- Abu-
Putih* Biru Merah Jingga Ungu Biru Kuning
Hitam** abu
*USA : hijau, **kuning
Mesin anestesi sebelum digunakan harus diperiksa apakah berfungsi denganbaik atau
tidak. Beberapa petunjuk di bawah ini perlu diperhatikan :
1. Periksa mesin dan peralatan kaitannya secara visual apakah ada kerusakan atau tidak,
apakah rangkaian sambungannya seduah benar.
2. Periksa alat penguap apakah sudah terisi obat dan penutupnya tidak longga atau
bocor.
3. Periksa apakah sambungan silinder gas atau pipa gas ke mesin sudah benar.
4. Periksa meter aliran gas apakah berfungsi baik.
5. Periksa aliran gas O2 dan N2O.

SISTEM ATAU SIRKUIT ANESTESIA


Sistem penghantar gas atau sistem anestesia atau sirkuit anestesia adalah alat yang
bukan saja menghantarkan gas atau uap anestetik dan oksigen dari mesin ke jalan napas atau
pasien, tetapi juga harus sanggup membuang CO2 dengan mendorongnya dengan aliran gas
segar atau dengan mengisapnya dengan kapur soda.
Sirkuit anestesia umumnya terdiri dari :
1. Sungkup muka, sungkup laring atau pipa trakea.
2. Katup ekspirasi dengan per atau pegas.
3. Pipa ombak, pipa cadang. Bahan karet hitam atau plastik tansparan anti statik, anti
tekuk.
4. Kantong cadang.
5. Tempat masuk campuran gas anestetik dan O2. Untuk mencegah terjadinya
barotrauma akibat naiknya tekanan gas yang mendadak tinggi, katup membatasi
tekanan samapai 50 cmH2O.
Sirkuit anestesi yang populer sampai saat ini ialah sirkuit lingkar (cicle system),
sirkuit magill, sirkuit Bain dan sistem pipa T atau pipa Y dari Ayre.
Tehnik pemberian
Pemberian anestetika inhalasi dibagi menjadi 3 cara, yaitu:
• Sistem terbuka, yaitu dengan penetesan langsung keatas kain kasa yang
menutupi mulut atau hidung penderita, contohnya eter dan trikloretilen.
• Sistem tertutup, yaitu dengan menggunakan alat khusus yang menyalurkan
campuran gas dengan oksigen dimana sejumlah CO2 yang dikeluarkan dimasukan
kembali (bertujuan memperdalam pernafasan dan mencegah berhentinya pernafasan atau
apnea yang dapat terjadi bila diberikan dengan sistem terbuka). Karena pengawasan
penggunaan anestetika lebih teliti maka cara ini banyak disukai, contohnya siklopropan,
N2O dan halotan.
• Insuflasi gas, yaitu uap atau gas ditiupkan kedalam mulut, batang tenggorokan
atau trachea dengan memakai alat khusus seperti pada operasi amandel.
SISTEM INSUFLASI
Sistem ini diartikan sebagai penghembusan gas anestetik degan sungkup muka
melalui salah satu sistem ke wajah pasien tanpa menyentuhnya. Biasanya dikerjakan pada
bayi atau anak kecil yang takut disuntik atau pada mereka yang sedang tidur supaya tidak
terbangun (induksi mencuri, steal induction). Untuk menghindari penumpukan gas CO2,
alliran gas harus cukup tinggi sekitar 8-10 liter/menit. Sistem ini dapat mencemari udara
sekitarnya.
Ada yang mengartikan, bahwa sistem ini adalah penghembusan campuran gas
anestetik melalui lubang hidung dengan menggunakan pipa nasofaring. Seperti melalui
sungkup, aliran campuran gas juga harus tinggi sekitar 8-10 liter/menit.
TATALAKSANA ANESTESI UMUM INHALASI SUNGKUP MUKA
Indikasi :
1. Pada operasi kecil dan sedang di daerah permukaan tubuh dan berlangsung singkat
denga posisi telentang, tanpa membuka rongga perut.
2. Keadaan umum pasien cukup baik (status fisik I atau II).
3. Lambung dalam keadaan kosong.
Kontra indikasi :
1. Operasi di daerah kepala dan jalan napas.
2. Operasi dengan posisi miring atau tertelungkup.
Tatalaksana :
1. Pasien telah disiapkan sesuai dengan pedoman
2. Pasang alat pantauu yang diperlukan
3. Siappkan alat-alat dan obat resusitasi
4. Siapkan mesin anestesi dengan sistem sirkuitnya dan gas anestesi yang digunakannya
5. Induksi dengan pentothal atau dengan obat hipnotik yang lain
6. Berikan salah satu kombinasi obat inhalasi
7. Awasi pola nafas pasien, bial tampak tanda-tanda hipoventilasi berikan nafas bantuan
secara sinkron sesuai dengan irama pasien
8. Pantau denyut nadi dan tekanan darah
9. Apabila operasi sudah selasai, hentikan aliran gas / obat anestesi inhalasi dan berikan
oksigen 100% (4-8 liter/menit) selama 2-5 menit
Daftar pustaka
Hurford - Clinical Anesthesia Procedures of the Massachusetts General Hospital 6th ed
P.G.Barash, B.F.Cullen, R.K.Stoelting - Clinical Anesthesia. 4th edition

You might also like