You are on page 1of 27

BAB 1

PENDAHULUAN

11 Latar Belakang Masalah


India merupakan sebuah wilayah yang memiliki latar belakang historis
nilai-nilai realigi cukup panjang, disini lahir berbagai macam aliran filsafat dan
agama. Seperti pada umumnya masyarakat tradisional dahulu sistem kepercayaan
awal yang berkembang di India adalah animisme dinamisme yang kemudian
berkembang menjadi agama-agama yang kita kenal sebagai Veda, Hindu, Budha,
dan Jainisme. Periode ini dikenal juga sebagai periode klasik pembabakan agama
di India, adapun masuknya Islam dan Kristen merupakan babak baru dalam
sejarah perkembangan agama di India atau sering disebut sebagai periode modern.
Agama-agama klasik di India mengalami perkembangan yang unik
melalui tahapan-tahapan tertentu yang saling berkesinambungan. Veda merupakan
kitab pegangan masyarakat India Kuno yang disinyalir berasal dari bangsa Arya,
yaitu bangsa pendatang dari luar India dan kemudian menyingkirkan bangsa asli
India suku Dravida. Dalam Veda ini tercantum berbagai pedoman tata kelakuan
masyarakat juga tentang mantra-mantra dalam upacara keagamaan yang dipimpin
oleh Brahmana, sehingga keberadaan Brahmana pada masa Veda cukup menonjol.
Setelah mengalami masa kejayaannya Veda mengalami pergeseran-pergeseran
dan kemudian melahirkan sebuah agama baru yaitu Hindu. Ajaran-ajaran Hindu
tidak jauh berbeda dari ajaran yang tercantum dalam Veda hanya mengalami
beberapa penambahan saja.
Agama Budha dan Jainisme sendiri lahir sebagai antitesis dari ajaran
Veda, kedua agama ini muncul sebagai sebuah “protes” terhadap dominasi sosial
kaum Brahmana yang memandang kaum ksatria maupun waisya menjadi warga
masyarakat kelas dua dan tiga. Keduanya lahir dari pemikiran filsafat pendirinya
yaitu Budha oleh Sidharta Gautama dan Jainisme oleh Vardhamana Mahavira,
pemikirannya berupa hasil perenungan mengenai kekacauan sosial yang terjadi
pada masa itu. Keduanya menganggap terdapat beberapa ajaran dalam Veda yang
kurang tepat kemudian terdapat situasi dimana terlalu mendominasinya peranan
kaum Brahmana. Karena agama ini lahir dari protes terhadap ajaran Hindu maka

1
tentunya terdapat perbedaan-perbedaan signfikan dalam ajaran-ajarannya.
Perbedaan ajaran yang dibawa oleh masing-masing agama tersebut
memberikan corak tersendiri bagi kondisi masyarakat penganutnya. Dengan
ajaran yang berbeda terjadi pula perbedaan karakteristik kehidupan sosial budaya
masyarakat penganutnya, karena kehidupan masyarakat India Kuno sangat
dipengaruhi oleh agama yang dianutnya. Masyarakat menjalankan kehidupan
sehari-harinya dengan berpedoman pada kitab suci masing-masing agama, dengan
mengamalkan ajaran dalam kitab itulah masyarakat India kuno menjadi
masyarakat yang “religius” seperti tuntutan dalam agamanya. Maka tidak dapat
disangkal bahwa agama sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan sosial
budaya masyarakat India kuno.
Peranan agama yang begitu penting dalam kehidupan sosial budaya
masyarakat India kuno telah banyak dikaji secara terpisah berdasarkan masing-
masing agama. Sayangnya pengkajian secara terpisah ini kurang representatif
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul mengenai perbedaan
ataupun bahkan keterkaitan antara ajaran agama-agama tersebut. Oleh karena itu
untuk mendapatkan jawaban yang lebih jelas mengenai perkembangan agama di
India Kuno dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial budaya masyarakatnya,
maka kami menyusun makalah ini yang berjudul “Sistem Religi dan Budaya India
Kuno : Tinjauan Terhadap Inti Ajaran Veda, Hindu, Budha, Jainisme dan
Pengaruhnya Terhadap Kehidupan Sosial-Budaya Masyarakat India Kuno”.
Kami berharap lewat makalah ini kami dapat menganalisis secara komparatif
mengenai empat ajaran agama tersebut.

12 Rumusan Masalah

2
Dalam penulisan makalah ini kami membuat beberapa rumusan masalah
yang menjadi pokok pembahasan. Adapun Rumusan masalah yang kami tetapkan
adalah:
1. Bagaimana kemunculan dan perkembangan ajaran Veda, Hindu, Budha,
dan Jainisme?
2. Bagaimana perbandingan inti ajaran dari Veda, Hindu, Budha, dan
Jainisme?
3. Bagaimana pengaruh dari ajaran Veda, Hindu, Budha, dan Jainisme
terhadap kehidupan sosial-budaya masyarakat India Kuno?

13 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin di capai dari penulisan makalah ini adalah untuk
menjawab rumusan masalah diatas, yakni:
1. Mendskripsikan awal mula kemunculan ajaran Veda, Hindu, Budha,
dan Jainisme beserta ajarannya. Pembahasannya meliputi sejarah
kemunculan, pendiri, dan perkembangan pada periode-periode
selanjutnya.
2. Menguraikan perbandingan inti ajaran dari Veda, Hindu, Budha, dan
Jainisme. Pembahasannya meliputi inti ajaran yang terkandung
dalam masing-masing agama, perbedaan-perbedaan yang ada dari
keempat ajaran tersebut, dan faktor-faktor terjadinya perbedaan
dalam ajaran-ajaran tersebut.
3. Mengidentifikasi pengaruh dari ajaran Veda, Hindu, Budha, dan
Jainisme terhadap kehidupan sosial-budaya masyarakat India Kuno.
Didalamnya dikaji mengenai pengaruh dalam bidang sosial berupa
pembagian stratifikasi sosial, mobilitas sosial, dan pembagian
hierarkis dalam sistem politik dan organisasi kemasyarakatan.
Adapun pengaruh terhadap kebudayaan dibahas tentang pengaruh
agama-agama india kuno terhadap seni arsitektur, seni patung, ritual
keagamaan, dan lain-lain.

3
14 Sistematika Penulisan
Untuk menguraikan isi dari makalah ini, kami membuat sistematika
penulisan untuk mempermudah pembaca dalam memahami isi makalah. Dimulai
dengan kata pengantar kemudian dilanjutkan dengan Bab 1 Pendahuluan, Bab 2
Pembahasan, Bab 3 Kesimpulan dan Saran, dan terahir Daftar pustaka.
Dalam Bab 1 Pendahuluan berisi latar belakang masalah yang menjadi
pendorong dibuatnya makalah ini, rumusan masalah sebagai batasan kajian, tujuan
penulisan makalah yang ingin dicapai dari penulisan, dan sistematika penulisan.
Dalam Bab 2 pembahasan, berisi tentang Periodisasi Agama di India
Kuno yaitu Zaman Weda (1500-800 SM) yang meliputi Zaman Weda Kuno (Reg
Weda), Zaman Weda Baru, Zaman Brahmana (800-300 SM), Zaman Kejayaan
Hindu (800-600 SM), dan Zaman Kemunduran Hindu (600-300 SM); Inti Ajaran
Agama India Kuno (Veda, Hindu, Budha, Jainisme); Pengaruh Agama Terhadap
Kehidupan Sosial-Budaya Masyarakat India Kuno yaitu pengaruh terhadap
khidupan sosial meliputi adanya Pembagian Stratifikasi Sosial, Pembatasan
Mobilitas Sosial, serta Pembagian Hierarkhis Dalam Sistem Politik dan
Organisasi Kemasyarakatan; Pengaruh dalam aspek budaya yaitu Pengaruh Aspek
Artifact (Seni Arsitektur Bangunan, Seni Patung) dan pengaruh terhadap aspek
Mentifact meliputi Ritual Keagamaan dan lain-lain.
Dalam Bab 3 Penutup, merupakan bab penutup dalam makalah ini. Pada
bagian ini, tim penulis menyimpulkan uraian sebelumnya dan mengambil makna
dari kajian yang telah tim penulis bahas dalam bab sebelumnya.

4
BAB 2
SISTEM RELIGI DAN BUDAYA INDIA KUNO :
Tinjauan Terhadap Inti Ajaran Veda, Hindu, Budha, Jainisme dan
Pengaruhnya Terhadap Kehidupan Sosial-Budaya Masyarakat India Kuno

2.1. Periodisasi Agama di India Kuno


Dalam perjalanan sejarah India kuno beberapa kali dalam kurun waktu
yang berbeda terjadi perubahan maupun perkembangan dalam bidang keagamaan
maupun filsafat, hal tersebut terjadi sebagai akibat dari perubahan-perubahan
yang terjadi dalam masyarakat itu sendiri. Adanya wahyu maupun adanya sebuah
gagasan atau pemikiran dari satu tokoh atau kelompok menjadi satu dari sekian
penyebab terjadinya perubahan maupun perkembangan dalam suatu masyarakat,
dalam hal ini termasuk juga perkembangan dan perubahan dalam bidang agama
maupun filsafat. Di India sendiri terjadi perkembangan maupun perubahan dalam
bidang agama dan filsafat dalam beberapa kurun waktu. Berikut adalah penjelasan
yang akan dimulai dari zaman Weda hingga munculnya Jainisme dan Budha.
2.1.1 Zaman Weda (1500-800 SM)
Dalam peradaban India, Lembah Sungai Indus merupakan tempat di mana
kebudayaan dan kepercayaan India berkembang. Ketika bangsa Arya datang ke
daerah tersebut dan menetap di sana, bangsa Arya mempunyai kepercayaan
terhadap para dewa yang diantaranya adalah penyembahan terhadap Dewa Langit.
Kata Veda berasal dari kata Vid yang artinya adalah pengetahuan atau
kebijaksanaan. orang-oarang Hindu menganggap Veda sebagai yang abadi
diturunkan oleh para Rsi (Suud, 1988: 46). Reg Veda merupakan yang tertua,
zaman Weda ini sendiri dibagi dalam dalam dua periodisasi yaitu :
1. Zaman Weda Kuno (Reg Weda)
Seperti yang telah disebutkan, pada zaman ini bangsa Arya tinggal dan
menetap di daerah sungai Indus, mereka mendiami daerah sebelah timur sungai

5
Indus tepatnya antara sungai Sultej dan sungai Yamuna, yang kemudian dikenal
sebagai Brahmanavatara atau Aryavatara yang berarti tempat-tempat Brahmana
dan tempat tinggal Arya. Mereka mempunyai kepercayaan menyembah beberapa
dewa, diantaranya dalam masa ini dikenal dengan adanya Dewa Dyauspitar yang
dianggap sebagai Dewa Cahaya dan merupakan Dewa Angkasa yang bersemayam
di kayangan, oleh bangsa Arya dewa ini dianggap sebagai kepala dari seluruh
dewa. Kemudian dalam perkembangannya muncul Dewa Varuna sebagai dewa
tertinggi dan dianggap dewa yang paling mulia, Dewa Varuna merupakan dewa
penguasa alam semesta, dipercayai oleh bangsa Arya sebagai dewa yang maha
tahu dan dewa ini pula yang menggantikan Dewa Dyauspitar. Selain Varuna
terdapat dewa-dewa lain seperti Surya, Mitra, Indra,Agni, dll. Jumlah dewa pada
periode ini adalah 33 dewa. Namun dalam dalam Reg Weda pemujaan tersebut
paling banyak ditujukan kepada Dewa Indra, hampir 25% syair nyanyian pujian
dtujukan kepadanya. Selain itu pada masa ini, dalam agama Reg Weda sama
sekali tidak diajarkan mengenai penyembahan atau pembuatan patung maupun
pembuatan kuil dalam pelaksanaan ibadah atau penyembahan dilakukan di sebuah
areal terbuka atau lapang.
2. Zaman Weda Baru
Pada zaman ini muncul Sama Veda yang meupakan kelanjutan dari Reg
Veda sebagai wahyu dari Tuhan, dimana syair nyanyian dari Sama Veda ini
digunakan dalam upacara Yajna (korban suci). Setelah itu muncul juga Yayyur
Veda, pada masa ini upacara Yajna menjadi sangat penting sebab Yajna ini
dianggap sebagai satu-satunya jalan menuju moksa. Dalam upacara yang
dilakukan mantra dan nyanyian dari Reg Veda, Sama Veda, maupun Yayyur Veda
harus dilakukan oleh Brahmana dan pelaksanaannya harus sesuai ajaran Yayyur
Veda, maka peran Brahmana mulai dianggap penting. Pada masa selanjutnya
bangsa Arya juga menemukan mantra-mantra gaib untuk melawan sihir atau
penyakit serta tata cara pemakaman jenazah yang dikenal sebagai zaman Atharwa
Veda.
2.1.2. Zaman Brahmana (800-300 SM)
Pada masa ini bangsa Arya sudah mulai menjelajah dan menyebar ke

6
wilayah timur. Pada masa ini juga pengkodifikasian kitab-kitab suci Veda sudah
selesai, sehingga pada masa ini para Rsi pun sudah tidak lagi mendapatkan wahyu
dalam bentuk lagu sehingga tidak lagi terdapat wahyu lagu yang diturunkan
kepada para Rsi, maka para Rsi pada masa ini mulai menafsikan isi dari Catur
Weda tersebut yang kemudian dari tafsiran kitab-kitab Veda itu menghasilkan
beberapa kitab yang disebut kitab Brahmana. Masa ini juga warna diartikan
sebagai kasta dan sistem kasta ini mulai berkembang dalam kepercayaan yang
dianut, aturan kasata menjadi ketat dan kini para bangsawan mulai menguasai
tanah-tanah yang ada untuk memperkuat posisinya dalam tingkatan kasta tertentu.
Kemudian para bangsawan ini sering melakukan upacara keagamaan yang besar,
megah dan mahal serta berkembang pesat pada masa tersebut sehingga dengan
adanya upacara yang besar dan mewah ini posisi Brahmana menjadi kian penting
dan memperkuat legitimasi terhadap ketatnya sistem kasta. Zaman Brahmana ini
sendiri dibagi dalam beberapa periodisasi yaitu:
1. Zaman Kejayaan Hindu ( 800-600 SM)
Spirit keagamaan mengalami perubahan, tidak ada lagi upacara2 kecil,
melainkan upacara Yajna yang besar dan rumit, sehingga golongan Brahmana
memiliki kekuasaan dan mendapat perlakuan istimewa. Upacara yang dilakukan
meliputi: mulai dari manusia dalam kandungan sampai meninggal, bahkan sampai
Yajna yang berhubungan dengan roh yang telah meninggal. Upacara yang terbesar
adalah Aswamedhayajna, korban kuda, memakai ratusan Brahmana, serta
mengorbankan binatang dalam jumlah banyak.
Pada zaman Aranyaka muncul ajaran bertapa atau meditasi dalam usaha
menguak misteri semesta. Pada zaman Upanisad muncul ajaran yang berdasarkan
filsafat dan logika. Ajaran dituangkan dalam kitab-kitab Upanisad. Ada beberapa
konsepsi penting yang ditemukan para Rsi yang membaca kitab-kitab suci di
hutan:
 Alam semesta diciptakan dari Yajna dan dipelihara dengan Yajna.
 Konsep Brahman – Atman, Samsara (punarbhawa).
 Karma, samsara (punarbhawa), dan moksa.
2. Zaman Kemunduran Hindu (600-300 SM)

7
Pada zaman ini muncul protes dan perlawanan yang menentang ajaran
Brahmana, yang mengajarkan upacara Yajna, berbagai ritual serta pembunuhan
bermacam-macam binatang dalam jumlah yang tidak sedikit, dengan biaya mahal.
Gerakan perlawanan ini dipimpin oleh para penganut Buddha, Jaina, Carwaka, dll,
yang menolak wewenang dan otoritas kaum Brahmana. Mereka menentang ritual-
ritual yang bersumber pada Weda. Sebaliknya mengajarkan, mengagungkan etika
tapa-brata, dan penebusan dosa dengan disiplin ketat untuk mencapai moksa
(bebas dari kelahiran dan kematian). Agama Buddha begitu cepat meluas, ke
seluruh masyarakat yang beragama Brahmana. Yang masih taat agama Hindu
kebanyakan kaum Brahmana.
Pada zaman ini Hindu pecah menjadi 2 (dua) yaitu:
1. Golongan Heterodoks/rasionalis: penganut Buddha, Jaina, Carwaka dsb
2. Golongan Orthodoks: penganut Brahmana.

2.2. Inti Ajaran Agama India Kuno (Veda, Hindu, Budha, Jainisme)
2.2.1. Inti Ajaran Veda
Veda adalah tradisi sastra yang merupakan hasil perjumpaan antara
kebudayaan bangsa. Arya yang berbahasa Indo-Eropa kebudayaan Dravida. Veda
dinyayikan, diucapkan, dan ditulis dalam bahasa Vedik, yakni bahasa kuno Indo-
Arya. Vedik merupakan induk dari bahasa Sansakerta.
Veda terdiri dari empat kumpulan (Samhitha) yakni:
1. Reg Veda yaitu kumpulan puji-pujian yang diresitasi
2. Sama Veda yaitu kumpulan himne yang dinyanyikan
3. Yaajur Veda yaitu kumpulan rumusan-rumusan untuk kurban
4. Atharva Veda yaitu kumpulan rumusan-rumusan magis.
Dimasa ini diwariskan pula tiga kitab lain yang penting kedudukannya
dalam Hinduisme, yakni:
1. Brahmana yaitu kitab yang berisi spekulasi tentang kurban dan
kedudukan imam-imam
2. Aranyaka yaitu naskah-naskah esoteris yang merupakan hasil
refleksi kaum vanaprastha (penghuni hutan). Kitab ini menekankan

8
arti batiniah dan simbolis dari kurban
3. Upanishad yaitu merupakan kelanjutan dari Aranyaka. Jadi,
merupakan penutup dari Veda. Terakhir secara kronologis maupun
teologis. Segala revelasi Hindu mencapai kesempurnaannya pada
Upanishad. Itulah sebabnya Upanishad sering juga disebut
Vedanta (akhir atau pemenuhan veda, baik secara temporal
maupun teleologis.
Metode dalam Upanishad adalah introspektif, dengan titik tolak
pengalaman berpikir manusia dan fakta kesadaran manusia. Tema pokok
Upanishad adalah hakekat keakuan dan hubungannya dengan kesadaran.
Tuhan dalam Upanishad dilukiskan sebagai penguasa batin yang tidak
dapat mati atau sebagai benang yang melewati segala benda dan mengikat mereka
bersama. Dialah kebenaran sentral dari eksistensi bernyawa dan tidak bernyawa,
dan karenanya. Dialah pencipta dunia, tetapi ia munculkan dunia itu dari dirinya
sendiri sebagai labah-labah membuat jaringan sarangnya.
Upanishad bukan semata-mata hasil dari para brahmana, tetapi sudah
dipengaruhi oleh unsur luar Brahamana. Ajaran dalam Upanishad tak boleh
disampaikan kepada sembarang orang, kecuali orang arya dan mereka yang telah
maju di bidang agama.
2.2.2. Inti Ajaran Hindu
Hinduisme adalah bentuk keyakinan hidup yang bermula dari ajaran Veda,
yang karena perkembangan sejarah para pemeluknya telah mengalami perubahan
sebagai perpaduan antara Brahmanisme yang berdasarkan Veda dengan Budhisme
maupun Jainisme (Abu Su’ud, 1988: 105). Berikut adalah inti ajaran Hindu .
1. Agama Hindu percaya pada sistem keTuhanan atau Dewa.
2. Menekankan pemujaan pada tiga Dewa, yaitu Dewa Brahma,
Dewa Wisnu dan Siwa atau yang dikenal dengan Trimurti (tiga
bentuk). Dimana Dewa Brahma sebagai kepala karena
kedudukannya sebagai dewa pencipta jagad raya, sementara Dewa
Wisnu sebagai dewa pemelihara, sedangkan Dewa Siwa menjadi
dewa perusak Jagad raya.

9
3. Terjadinya pergeseran dalam pemahaman orang mengenai para
Dewa. Banyak dewa yang pada masa veda dianggap penting dan
perlu dipuja kemudian dalam ajaran Hindu kedudukannya bergeser
ke bawah atau dianggap kurang penting. Bagi agama hindu, dewa
bukan lagi gejala alam seperti dewa matahari, bulan, api ataupun
angin namun dewa digambarkan sebagai manusia (antropomorfis).
4. Dalam agama Hindu ada lima keyakinan dan kepercayaan yang disebut
dengan Pancasradha. Pancasradha merupakan keyakinan dasar umat Hindu.
Kelima keyakinan tersebut, yakni:
1). Widhi Tattwa – percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan segala
aspeknya. Agama Hindu yang berlandaskan Dharma menekankan ajarannya
kepada umatnya agar meyakini dan mengakui keberadaan Tuhan yang Maha
Esa.
2). Atma Tattwa – percaya dengan adanya jiwa dalam setiap makhluk. Dalam
ajaran Hinduisme, jiwa yang terdapat dalam makhluk hidup merupakan
percikan yang berasal dari Tuhan dan disebut Atman.
3). Karmaphala Tattwa – percaya dengan adanya hukum sebab-akibat dalam
setiap perbuatan. Dalam ajaran Karmaphala, setiap perbuatan manusia pasti
membuahkan hasil, baik atau buruk.
4). Punarbhawa Tattwa – percaya dengan adanya proses kelahiran kembali
(reinkarnasi). Dalam ajaran Punarbhawa, reinkarnasi terjadi karena jiwa harus
menanggung hasil perbuatan pada kehidupannya yang terdahulu. Apabila
manusia tidak sempat menikmati hasil perbuatannya seumur hidup, maka
mereka diberi kesempatan untuk menikmatinya pada kehidupan selanjutnya.
5). Moksa Tattwa – percaya bahwa kebahagiaan tertinggi merupakan tujuan
akhir manusia. Moksa merupakan suatu keadaan di mana jiwa merasa sangat
tenang dan menikmati kebahagiaan yang sesungguhnya karena tidak terikat
lagi oleh berbagai macam nafsu maupun benda material.
5. Hinduisme mengajarkan tiga jalan pembebasan yakni karma-marga, jnana dan
bhakti. Berikut diuraikan secara singkat
a. Karma-marga artinya askese, ketaatan kepada aturan-aturan agama.

10
Askese Brahmanik pada mulanya terdiri dari kurban-kurban dan upacara.
Pelaksana kurban merupakan bentuk komunikasi dengan dewa-dewa.
Tapas (askese batin) bertujuan untuk mencapai kesatuan dengan alam
dewa-dewa.
Bhagavadgita mengajarkan bahwa tindakan itu sendiri tidak
membeleggu manusia, tapi kelekatan kepada tindakan dan hasil perbuatan
itulah yang membelenggu. Bila suatu tindakan dilakukan tanpa rasa lekat
sama sekali, maka tindakan itu tidak mengikat orang pada dunia. Tindakan
yang benar akan membawa orang kepada tahap spiritual yang lebih tinggi,
dan dengan demikian menuju pembebasan.
b. Jnana artinya mistisme pengetahuan. Misalnya, dalam Yogasutra dari
Pantanji, kebaktian kepada Tuhan bersama dengan disiplin badaniah dan
ucapan-ucapan doa dianggap sebagai langkah efektif menuju pembebasan
terakhir yakni pemisahan sempurna diri manusia individual dari semua
yang bukan merupakan dirinya.
Mistisisme advaita menganjurkan metode mistik lain; pengetahuan
transcendental tentang diri batiniah manusia (atman). Pengetahuan diri
adalah visi diri sendiri, suatu kesadaran akan identitas dengan Brahman
dalam pengertian intuisi mistik. Kesadaran ini tak dapat diproduksi, tak
dapat dipikirkan, karena bukan suatu kerja.
c. Bhakti, merupakan mistisme cinta kasih. Bhakti adalah cinta anugerah
Tuhan kepada seorang religius dalam penyerahan diri total. Ini tercetus
dalam kebaktian penuh cinta kepada seorang guru dimana, Tuhan hadir
dan kepada Tuhan sendiri. Ini mencakup partisipasi efektif dari orang yang
berbakti kepada ilahi.
2.2.3. Inti Ajaran Budha
Salah satu ciri khas agama Budha adalah pesimisme. Inti ajarannya ialah
bahwa segalanya adalah duka (sarvam dukham). Tapi bukan berarti ajaran Budha
mengajarkan keputusasaan. Penderitaan karena samsara adalah suatu yang riil,
oleh karena itu manusia harus melepaskan diri dari kesengsaraan (Bhikku Bodhi,
2006: 22).

11
1. Budha mengajarkan empat kebenaran utama (empat aryasatyani), yaitu:
a. Hidup adalah sengsara (dukha)
b. Penderitaan itu timbul karena keinginan (samudaya). Keinginan mencoba
untuk meraih sesuatu yang diinginkan itu, seolah-olah keinginan itu bias
diraih. Namun ketika keinginan itu tidak dapat diraih maka kita akan
merasa sedih dan kecewa. Bukan dunia, tapi kita sendiri yang
menimbulkan penderitaan.
c. Penderitaan dapat diakhiri dan dicapai nirvana dimana segala kehidupan
berakhir. Nirvana bukan sorga, bukan pula keadaan kemana kita masuk.
Nirvana dicapai dengan menghentikan semua keinginan.
d. Hal ini hanya dapat terlaksana engan perbuatan-perbuatan dan disiplin
(marga), yang berpuncak pada konsentrasi dan meditasi.
2. Sementara itu terdapat tiga tingkat penderitaan dalam ajaran Budha, yaitu:
a. penderitaan yang berkaitan dengan proses kehidupan manusia (kelahiran,
sakit, usia tua, mati).
b. penderitaan sebagai akibat dari kesadaran adanya kesenjangan dan distansi
antara apa yang kita inginkan dan apa yang kita peroleh, serta kesadaran
akan kesementaraan.
c. penderitaan sebagai akibat dari hakekat kondisi kemanusiaan.
3. Titik awal ajaran Budha adalah pikiran yang belum tercerahkan, di dalam
genggaman penderitaan, kesusahan, kesengsaraan, titik akhirnya adalah pikiran
yang tercerahkan, bahagia, cemerlang, dan bebas.
4. Untuk mencapai tujuan akhir tadi terdapat beberapa jalan yang dikenal dengan
delapan jalan mulia.
1). Pandangan yang tepat tentang kebenaran-kebenaran mendasar tentang
kehidupan
2). Kehendak yang tepat untuk menjalani latihan
3). Ucapan benar
4). Perbuatan benar
5). Mata pencaharian benar
6). Daya upaya benar

12
7). Perhatian benar
8). Konsentrasi benar

2.2.4. Inti Ajaran Jainisme


Jainisme merupakan agama yang lahir dan berkembang di India dan
dibawa oleh seorang tokoh bernama Vardhamana Mahavira. Agama Jainisme
merupakan agama yang berangkat dari aliran filsafat yang lahir sebagai reaksi dari
pandangan Weda yang dianggap tidak tepat. Selain itu Jainisme lebih merupakan
sebagai protes sosial yang menggunakan jalur kerohanian yaitu suatu gerakan
protes terhadap dominasi sosial kaum Brahmana yang memandang kaum ksatria
maupun waisya menjadi warga masyarakat kelas dua dan tiga (Abu Su’ud, 1988:
62).
1. Inti ajaran dari Jainisme adalah menolak seluruh otoritas
Weda. Setiap pendapat adalah sah. Hal itu bukan berarti
mereka tidak mengakui adanya kontradiksi-kontradiksi,
tetapi mereka melihat adanya suatu kompleksitas realitas.
Sehingga mereka berpendapat bahwa tidak mungkin ada
pengetahuan absolute. Pengetahuan dinyatakan sah hanya
dalam hubungannya dengan titik tolak yang digunakan.
2. Dalam Jainisme dikenal tujuh titik tolak dalam memandang
realitas, yaitu:
a. Ada
b. Tiada
c. Tak dapat dilukiskan
d. Ada dan tak dapat dilukiskan
e. Tiada dan tak dapat dilukiskan
f. Ada dan Tiada
g. Ada, tiada, dan tak dapat dilukiskan
3. Ada lima macam pengetahuan menurut Jainisme, yaitu:
a. Mati: pengetahuan sehari-hari, meliputi ingatan, pemahaman, dan

13
induksi
b. Sruti: pengetahuan yang diturunkan dari tanda-tanda, symbol,
kata.
c. Avadhi: pengetahuan langsung atas benda-benda
d. Manahparyaya: pengetahuan langsung akan apa yang
dipikirkan orang.
e. Kevala: pengetahuan sempurna
4. Jainisme tidak mengakui adanya Atman yang merupakan asal dari seluruh jiwa
dan merupakan tempat segala ruh kembali dan menyatu dengannya. Sehingga
tujuan akhir dari pengembaraan jiwa-jiwa manusia ini adalah nirwana, yaitu
tempat segala kebahagiaan.
5. Bersifat atheistik, dalam arti Jainisme tidak menolak adanya dewa-dewa tapi
tidak mengakui campur tangan mereka dalam kegiatan jagad raya karena jagad
raya berfungsi dengan sendirinya karena hukum alam.
6. Jainisme tetap percaya pada hukum karma, yang selalu membelenggu jiwa
manusia untuk memasuki nirwana. Tujuan manusia itu adalah melepaskan
jiwanya dari belenggu hukum karma itu dengan sejumlah perbuatan baik,
bukan agar dapat kembali menyatu kepada hakekat Atman.
7. Jainisme percaya bahwa alam semesta ini abadi, tidak mengenal hari kiamat
yang memusnahkan alam semesta. Keberadaan alam semesta terbagi ke dalam
sebuah siklus, yaitu masa-masa perkembangan (utsarpini) dan masa
kehancuran (avasarpini).
8. Hakikat diri atau jiwa adalah kesadaran. Tujuan tertinggi adalah realisasi
kondisi murni, mengembalikan jiwa kepada hakikatnya, yakni poengetahuan
tak terbatas (ananta jnan), persepsi tidak terbatas (ananta darsana), kekuatan
tidak terbatas (ananta virya), dan kebahagiaan tidak terbatas (ananta virya).
9. Jiwa memiliki keutamaan-keutamaan, yaitu ahimsa (tanpa kekerasan),
menghargai hidup, harta dan benda, bicara yang benar, tidak mencuri,
kemurnian, dan ketidaklekatan pada hal-hal duniawi.

Perbandingan Antara Agama Veda, Hindu, Budha dan Jainisme

14
No Weda Hindu Budha Jainisme
1. Mengenal banyak Menegenal banyak Tidak mengenal Tidak mengenal
Dewa. Dewa yang dewa. Dewa dewa dewa
dipuja merupakan berwujud manusia.
gejala alam dan
tidak berwujud
manusia.

2 Percaya hari akhir. Tidak percaya hari


Dimana terdapat akhir yang
Dewa Siwa yang memusnahkan jagad
merupakan dewa raya, sebab bersifat
pemusnah. abadi tidak
diciptakan dan tidak
di musnahkan oleh
dewa apapun.

3. Weda mendukung Hindu mendukung Menolak sistem Menolak sistem


sistem Kasta. sistem kasta kasta kasta

4
Tidak mengenal Mengenal adanya Mengenal adanya Mengenal adanya
adanya reinkarnasi dalam reinkarnasi renkarnasi dalam
reinkarnasi kehidupan. dalam kehidupan kehidupan

5
Tujuan akhirnya Tujuan akhirnya Tujuan akhirnya
adalah Mokhsa adalah Nirwana adalah Nirwana

6.
Bunuh diri tidak Bunuh diri untuk
dibenarkan. mendukung
keperluan dianggap
benar

7.

15
Tidak semua Semua mahluk
bernyawa, sehingga
mahluk itu
berusaha tidak
bernyawa dan membuatnya mati
hanya
menganjurkan
untuk menahan
diri

2.3. Pengaruh Agama Terhadap Kehidupan Sosial-Budaya Masyarakat


India Kuno
Jika berbicara tentang pengaruh agama terhadap kehidupan sosial-budaya
masyarakat India Kuno, maka kita tidak akan pernah bisa lepas dari peranan
pemuka-pemuka agama dan isi dari ajaran agama itu sendiri. Pemuka agama
dalam hal ini kaum Brahmana ataupun kaum pendeta memegang peranan cukup
penting dalam pengembangan empat agama yang berkembang di India kuno,
mereka banyak menentukan arah yang akan dituju dalam sebuah agama termasuk
juga dalam menentukan ajaran-ajaran yang ada dalam agama itu sendiri. Para
kaum Brahmana atau kaum pendeta banyak campur tangan dalam mengelola
ajaran-ajaran dalam agama baik sejak masa Veda, Hindu, Budha, maupun masa
Jainisme.
Unsur selanjutnya yang berpengaruh dalam agama India kuno adalah isi
dari ajaran agama itu sendiri. Masyarakat India kuno dalam menjalani seluruh
aspek kehidupannya banyak dipengaruhi oleh kandungan-kandungan ajaran yang
ada dalam agama yang berkembang disana. Kandungan ajaran ini meliputi dasar
filsafat, ketuhanan, pedoman hidup yang tercantum dalam kitab suci, ritual
upacara, aturan hubungan antara manusia dengan dewa dan manusia dengan
sesama manusia lainnya, dan lain-lain. Adapun diantara unsur-unsur ajaran yang
telah disebutkan, maka pedoman hidup baik yang tercantum dalam kitab suci atau
berupa ucapan-ucapan dari kaum pendeta dan brahmana menjadi unsur ajaran
agama yang paling mempengaruhi kehidupan masyarakat india kuno dari masa ke
masa.

16
Pembahasan selanjutnya dalam mengkaji pengaruh agama terhadap
kehidupan sosial-budaya masyarakat india kuno adalah mengenai objek-objek
yang dipengaruhi. Secara umum telah terungkap bahwa objek yang dipengaruhi
adalah kehidupan sosial-budaya masyarakat India kuno sejak zaman Veda sampai
masuk Jainisme. Namun secara lebih khusus dapat dijelaskan kembali unsur
kehidupan sosial yang dipengaruhi oleh agama india kuno adalah mengenai
stratifikasi sosial, mobilitas sosial, serta sistem politik dan organisasi
kemasyarakatan. Adapun unsur kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama india
kuno, kelompok mengambil dua garis besar unsur kebudayaan yaitu mentifact
wujud kebudayaan tidak nampak secara fisik dan artifact wujud kebudayaan yang
nampak secara fisik.
Pernyataan penulis ini didasarkan pada pendapat Capra (2008) yang
menyatakan bahwa betapa agama di India kuno sangat mempengaruhi seluruh
aspek kehidupan masyarakatnya. Agama tidak hanya dijadikan bagian dalam
kehidupan spiritual masyarakatnya, melainkan menjadi acuan pedoman kehidupan
dalam seluruh aspek mulai dari pembagian stratifikasi masyarakat sampai pada
kehidupan yang lebih kompleks dalam bidang politik. Dinyatakan sebagai berikut:
Mistisme India, khususnya Hinduisme menyelimuti berbagai
pernyataannya dalam bentuk mitos, menggunakan perumpaman dan
simbol, gambaran puitis, kiasan dan alegori. Bahasa Mitos tidak terlalu
dibatasi logika dan akal sehat. Bahasa ini penuh keajaiban dan situasi
paradok, kaya akan citra sugestif dan tak pernah terlalu persis, sehingga
bisa membawakan jalan pengalaman para mistikus atas realitas secara jauh
lebih baik ketimbang bahasa faktual. Mitos mewujudkan pendekatan
paling akurat terhadap kebenaran mutlak ketimbang yang bisa dinyatakan
dalam kata-kata (Capra, 2008 dalam Bagus Suryada Bagus Idedhyana,
2009: 76-77)

Selain itu dinyatakan pula oleh Michael Keene dalam bukunya yang
berjudul “Agama-Agama Dunia” sebagai berikut:
Agama ini menjadi bagian paling penting dan pada
pengalamapengalaman hidup. Merayakan kelahiran, menandai pergantian
jenajng masa dewasa, mengesahkan perkawinan serta kehidupan keluarga,
dan melapangkan jalan (Michael Keene, 2006: 6)

Dari pernyataan diatas maka dapat dilihat bahwa memang benar agama

17
sangat berpengaruh besar terhadap kehidupan sosial-budaya masyarakat India
Kuno. Untuk lebih jelasnya maka kami bahas pengaruh agama satu persatu
meliputi pengaruh agama terhadap kehidupan sosial yang meliputi stratifikasi
sosial, mobilitas sosial, dan pembagian hierarkis dalam organisasi
kemasyarakatan. Pengaruh dalam aspek budaya jenis artifact dibahas tentang
pengaruh pada seni arsitektur bangunan, seni patung, dan artefak-artefak
peninggalan masa india kuno. Sedangkan pengaruh budaya jenis mentifact
difokuskan pada bahasan tentang ritual keagamaan, selain itu dibahas tentang
pengaruh agama terhadap sistem politik dan terakhir pengaruhnya terhadap aspek
kehidupan yang lainnya.

2.3.1. Pengaruh Agama India Kuno Terhadap Aspek Sosial


1) Pembagian Stratifikasi Sosial
Masyarakat tradisional India memiliki hirarki sosial yang relatif ketat,
sejak usia dini anak-anak diajari tentang peran dan kedudukan mereka dalam
masyarakat. Stratifikasi sosial di India dikenal dengan sistem kasta yang menjadi
pembatasan status seseorang dalam kehidupan sosial masyarakat. Kelas-kelas
sosial ini dibentuk sejak masa Veda yang dibawa oleh bangsa Arya, yaitu
membagi masyarakat kedalam beberapa kelompok Brahmana, Ksatria, Waisya,
dan Sudra. Masyarakat India lebih mengenalnya sebagai varna/warna karena dasar
pengelompokan tersebut adalah warna kulit dan ciri-ciri fisik, pembedaan ini
muncul ketika orang-orang Arya mulai membedakan kualitas fisik mereka dengan
kualitas pribumi (Abu Su’ud, 1988: 19).
Posisi teratas diduduki oleh kaum Brahmana yaitu para pemikir, ahli
filsafat dan para rohaniawan agama Hindu, selanjutnya disusul oleh kaum Ksatria
para bangsawan atau pengelola keduniawian seperti raja, tentara, maupun pejabat
negara. Posisi selanjutnya adalah kaum waisya yang terdiri dari kaum pedagang
dan petani kaya yang menguasai sektor produksi dan distribusi kebutuhan
ekonomi masyarakat. Kelas terakhir diduduki kaum sudra yang terdiri dari kaum
pekerja dan petani penggarap yang memiliki kedudukan kurang terhormat.
Adapun kaum paria disebut sebagai golongan yang lebih rendah dari kaum sudra

18
yang tidak memiliki hak tetapi hanya kewajiban saja dan disebut kaum yang
berada diluar kasta.
Pembagian sistem seperti ini tidak terlepas dari ajaran yang tercantum
dalam kitab Veda yang diyakini oleh bangsa Arya sebagai acuan kepercayaan
mereka. Dalam kitab Veda dinyatakan bahwa Manu sebagai manusia pertama
telah melahirkan keturunannya melalui berbagai cara. Mereka yang dilahirkan
lewat kepala manu mendapatkan kedudukan sosial sebagai brahmana, yang
dilahirkan lewat tangan merupakan golongan ksatria, mereka yang dilahirkan
lewat paha manu terlahir sebagai kaum sudra, serta terahir yang dilahirkan manu
lewat kaki memperoleh kedudukan sosial yang sangat rendah atau dikenal sebagai
kaum paria.
Pada perkembangannya ketika Hindu sebagai kelanjutan dari Veda
menjadi sebuah agama, sistem kasta ini masih tetap berlaku di masyarakat India
kuno khususnya India utara karena berdasarkan referensi dari Abu Su’ud juga
menyatakan bahwa sistem kasta ini tidak ditemukan di India Selatan. Baru setelah
masa Budha dan Jainisme sistem kasta ini mulai digugat karena dalam ajaran
kedua agama ini tidak dikenal pengelompokan masyarakat, setiap orang dikenal
setara yang sama-sama bertujuan mencapai “Anuttara Samyak Sambhody”.
Disebabkan alasan penolakan terhadap sistem kasta inilah periode Budhisme dan
Jainisme disebut juga sebagai periode reaksi (M. Sastrapratedja, 1990: 28).

2) Pembatasan Mobilitas Sosial


Ajaran dalam kitab Veda, agama Hindu, Budha, dan Jainisme memiliki
keunikan tersendiri yang berbeda dari ajaran agama lainnya di dunia. Menurut
Max Weber etos budhisme dan hinduisme kuno lebih banyak memperhatikan
kehidupan spiritual daripada kehidupan ekonomi maupun materiil sehingga
tingkat mobilitas sosial mereka kurang mengalami perkembangan berarti (Weber,
1967: 242). Orientasi kehidupan yang memperhatikan kehidupan akhirat dan
mengabaikan segala kesenangan di dunia karena hidup adalah “samsara” sangat
mempengaruhi mobilitas sosial masyarakat India kuno tidak berjalan. Kebanyakan
dari mereka stagnan dalam status sosial yang dimiliki sejak lahir, hanya sedikit

19
yang melakukan mobilitas sosial vertikal ke arah yang lebih baik karena mereka
tidak memikirkan hal tersebut.
Selain itu faktor yang menonjol adanya keterhambatan dalam perubahan
status sosial seseorang adalah karena adanya sistem kasta yang mengakibatkan
mobilitas sosial menjadi tertutup. Sistem kasta mencirikan kehidupan dan struktur
sosial yang stagnan dan menjadi faktor stabilisasi masyarakat yang kuat,
menimbulkan regionalisme yang masih kuat dan sulitnya berkembang masyarakat
yang dinamis (Weber, 1967: 29 dan 33). Terhambatnya mobilitas sosial karena
adanya sistem kasta banyak dialami oleh umat Hindu, adapun umat Budha atau
Jainisme juga mengalami kemandegan mobilitas sosial karena doktrin melepaskan
kesenangan duniawi tadi.

3) Pembagian Hierarkhis Dalam Sistem Politik dan Organisasi


Kemasyarakatan
Sistem organisasi kemasyarakatan di India Kuno terbagi berdasarkan
sistem kasta dimana kaum brahmana dan kaum ksatria menduduki posisi-posisi
penting di masyarakat. Kedua kaum ini yang menentukan jalannya organisasi
kenegaraan dalam lingkup yang besar dan organisasi kemasyarakatan dalam
lingkup yang lebih kecil. Kaum waisya tidak memiliki peranan yang cukup
signifikan dalam pengaturan sistem organisasi sosial di masyarakat, apalagi kaum
sudra dan paria mereka tidak memiliki wewenang untuk turut serta menentukan
arah yang akan dicapai dalam masyarakat.
Adapun dalam sistem politik pada masa india kuno, kaum pendeta dan
brahmana memegang peranan cukup penting dalam pengaturan sistem politik
kerajaan. Pada masa brahmana kaum brahman memegang peranan penting dalam
perpolitikan kerajaan yaitu sebagai “penentu” keputusan raja secara tidak
langsung. Pada perkembangannya kaum brahmana/pendeta tetap memegang
peranan penting dalam perpolitikan kerajaan dengan berperan sebagai penasihat
raja dan badan legislatif. Selanjutnya posisi raja tidak memiliki fungsi legislatif
untuk membuat peraturan atau undang-undang karena fungsi ini dijalankan oleh
pusat-pusat pendidikan (Makalah sistem Politik dan Kekuasaan India Kuno,

20
2010). Secara tidak langsung dibalik lembaga pendidikan ini ada peranan
brahmana yang memang menjadi golongan kasta penguasa bidang ilmu
pengetahuan.

2.3.2. Pengaruh Agama India Kuno Terhadap Aspek Budaya


1) Pengaruh Terhadap Aspek Artifact
 Seni Arsitektur Bangunan
Arsitektur India yang ada pada saat ini sangat melambangkan
keberagaman kebudayaan India kuno yang berasal dari berbagai ajaran agama.
Vastu Sastra adalah pengetahuan suci tentang arsitektur di India yang telah ada
dalam tradisi lisan sejak sebelum Vedic Umurnya adalah 5000 tahun lalu (3000
SM). Vastu Sastra sangat erat hubungannya dengan Kosmologi dan energi
kosmic, mitos dan Astrologi maupun Geometri. Bagian terpenting dari Vastu
(Vaastu) Sastra adalah Vastu (Vaastu) Purusha Mandala, yang terbagi menjadi 81
Pitha disebut dengan Paramasaayika Phita (Bagus Suryadha dan Bagus
Idedhiyana, 2009: 82).
Pada Era Vedic pengaruh Hinduisme makin kuat, namunVastu Sastra
merupakan Sastra yang lahir dari pengetahuan Hiduisme yang sudah ada sejak
3000 SM. Pada Era Vedic inilah Vastu Sastra yang merupakan teori suci arsitektur
India mulai benar-benar dipelajari dan diterapkan dalam rancangan bangunan
terutama untuk bangunan suci India. Bagi manusia India kuno seluruh semesta
raya yang serba banyak ragam, banyak rupa, sering saling bertentangan dan
simpang siur, yang dilihat, diraba, dan ditangkap pancaindera pada hakikatnya
hanyalah semu belaka tipuan atau maya sehingga seni bangunan candi pun
dipenuhi hiasan serba ragam.
Penghayatan dwi tunggal prinsip lelaki dan prinsip perempuan yang
mengejawantah keseluruh alam raya termasuk alam manusia dirasakan sebagai

21
prinsip mendasar sumber keberlanjutan kehidupan dan kesuburan. Dalam
arsitektur India secara ekspresif mencitrakan penghayatan kosmik manusia
tentang misteri dwitunggal semesta, gua dibentuk serupa gua garbha atau lubang
rahim dan di ujung bagunan diletakkan bangunan bernama lingga sebagai
simbolik laki-laki yang menjadi energi syiwa (Mangunwijaya , 1988 : 122).
Berdasarkan Vastu Sastra bentuk suci sebuah Vastu (arsitektur) selalu
ditandai sebagai kebenaran, tetap, dan kekal. Dalam kondisi fisik bangunan
dimulai oleh rancangan persegi literal mendasar, kemudian diperluas menuju
bentuk lingkaran dari pusat. Dari persegi semua bentuk yang diperlukan dapat
diturunkan menjadi bentuk segitiga, hexagon, segi delapan, dan lain-lain menuju
lingkaran. Penurunan bentuk ini disebut sebagai vastupurushamandala atau vastu
yang nyata dan purusha yang menjadi kosmik. Pengetahuan mendalam tentang
astrologi adalah kunci untuk memahami Vastu Purusha Mandala (Trisulowati dan
Santoso, 2008).

 Seni Patung
Agama-agama di India kuno turut mempengaruhi perkembangan seni
patung, seni patung yang dibuat kebanyakan merupakan perwujudan dari dewa-
dewa yang disembah atau perwujudan dari Budha. Selain candi atau temapt
ibadah yang dibangun, umat Hindu membuat banyak patung perwujudan dari
dewa-dewa yang terdapat dalam keyakinan mereka tentang trimurti. Selain itu
mereka juga membuat patung dewa-dewa lain yang mereka puja selain dari tiga
dewa yang paling diagungkan dalam konsep trimurti. Adapun umat Budha lebih
banyak membuat patung yang menjadi perwujudan dari “Yang Tercerah Sang
Budha Mulia”. Untuk umat jainisme kelompok belum menemukan sumber yang
menerangkan tentang seni patung yang berkembang.

2) Pengaruh Terhadap Aspek Mentifact


 Ritual Keagamaan
Kebudayaan India penuh dengan sinkretisme dan pluralisme budaya
dengan terus menyerap adat istiadat, tradisi, dan pemikiran masyarakatnya.

22
Sebagai contoh dalam agama Hindu yang didahului masa Veda, antara agama dan
adat-budaya terjalin hubungan yang selaras antara satu dengan yang lainnya dan
saling mempengaruhi. Prinsip-prinsip ajaran agama itu tidak pernah berubah yaitu
bertujuan menghayati Ida Sang Hyang Widi Wasa. Kepercayaan terhadap Ida
Sang Hyang Widi Wasa menjadi sumber utama untuk tumbuh dan
berkembangnya budaya agama dan ini pula yang melahirkan variasi bentuk
budaya agama. Variasi bentuk itu disesuaikan dengan kemampuan daya nalar dan
daya penghayatan umat pada waktu itu dan dilahirkan dalam bentuk “upacara
keagamaan”.
Begitu pula dalam ajaran agama Budha dan Jainisme tidak dikenal dengan
ritual penyembahan kepada Dewa-dewa karena mereka menolak realitas dewa.
Seperti yang telah disebutkan pada pembahasan sebelumnya bahwa Budhisme dan
Jainisme bersifat atheistik, meskipun mereka mengakui adanya dewa tapi mereka
menolak bahwa dewa turut campur dalam kehidupan manusia. Adapun ritual
keagamaan yang dilakukan memiliki tujuan yang berbeda yaitu mencapai
ketenangan jiwa untuk meraih pencerahan. Salah satu contoh ritual keagamaan
yang dilaksanakan dalam agama Budha adalah meditasi atau samadhi, yaitu ritual
seseorang untuk konsentrasi dan menenangkan diri untuk mencapai pencerahan
(Bhikku Khantipalo, 2008:5).

3). Pengaruh Terhadap Aspek Lainnya


Pengaruh agama india kuno terhadap aspek kehidupan lainnya
dicontohkan dalam bidang sastra dan musik. Dalam bidang sasta india kuno pada
awalnya berbentuk sastra lisan yang kemudian dijadikan sastra tertulis.
Kesusastraan India mencakup karya-karya sastra Sanskerta seperti bentuk awal
Weda, epos Mahabharata dan Ramayana, drama Sakuntala, puisi-puisi seperti
Mahākāvya, sastra Sangam dalam bahasa Tamil, dan lain-lain. Kemudian
terdapat pengaruh Veda dalam bidang musik klasik India, yaitu dipengaruhi oleh
empat tradisi kitab Veda: (1) Reg Veda, dengan tiga nada. (2) Yayur Veda, lima
nada. (3) Sama Veda, tujuh nada, dan (4) Atharva Veda. Berdasarkan kitab-kitab
inilah lahirlah apa yang dinamakan dengan Musik Vedik yang merupakan latar

23
belakang sejarah musik klasik yang telah ada di India semenjak tahun 1500 tahun
sebelum masehi.

BAB 3
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Sistem religi di India kuno baik itu agama maupun filsafat mengalami
perkembangan dan perubahan dalam beberapa kurun waktu, perubahan tersebut
berkaitan dengan adanya wahyu maupun gagasan atau pemikiran baru dari satu
tokoh atau kelompok yang pada akhirnya menjadi agama yang dianut. Adapun
ajaran agama yang pernah berkembang pada masa India Kuno adalah Veda,
Hindu, Budha, dan Jainisme. Veda berkembang pada 1500-800 SM di Lembah
Sungai Indus dibawa oleh suku Arya bangsa luar India yang datang ke daerah
tersebut. Hindu merupakan kelanjutan dari ajaran Veda yang mengalami
perkembangan dan penambahan-penambahan dalam ajarannya. Adapun Budha
dan Jainisme muncul protes dan perlawanan yang menentang ajaran Brahmana
yang mengajarkan upacara Yajna, berbagai ritual, serta pembunuhan bermacam-
macam binatang dalam jumlah yang tidak sedikit dengan biaya mahal.
Ajaran Veda menekankan pada pemujaan terhadap dewa-dewa khususnya
Dewa Indra, adanya syair nyanyian dalam upacara Yajna (korban suci), muncul
pembagian kasta, dan Brahmana memegang peranan penting dalam aspek
keagamaan. Hindu sendiri merupakan pengembangan dari ajaran Veda, bedanya
dalam Hindu mengenal adanya reinkarnasi dan ajaran-ajaran dari brahmanisme
yang telah mengalami perpaduan dengan ajaran lainnya. Adapun dalam ajaran
Budha dan Jainisme tidak mengenal dewa, menolak sistem kasta, dan percaya
adanya reinkarnasi. Perbedaan antara Budha dan Jainisme salah satunya terletak

24
pada cara pandang mereka tentang makhluk hidup antara yang bernyawa dan
tidak.
Pengaruh ajaran-ajaran agama terhadap kehidupan sosial-budaya
masyarakat India Kuno sangat besar, pengaruh ini datang dari dua aspek yaitu
pemuka-pemuka agama dan isi dari ajaran agama itu sendiri. Pemuka agama
berperan sebagai tokoh yang mempengaruhi para pengikut agama tersebut,
kemudian isi kandungan ajaran-ajaran yang mempengaruhi masyarakat meliputi
dasar filsafat, ketuhanan, pedoman hidup yang tercantum dalam kitab suci, ritual
upacara, hubungan antara manusia dengan dewa, manusia dengan sesama manusia
lainnya, dan lain-lain. Adapun aspek yang dipengaruhi oleh agama dalam
kehidupan sosial masyarakat India kuno adalah mengenai stratifikasi sosial,
mobilitas sosial, serta sistem politik dan organisasi kemasyarakatan. Unsur
kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama india kunoterbagi kedalam dua garis
besar unsur kebudayaan yaitu mentifact wujud kebudayaan tidak nampak secara
fisik dan artifact wujud kebudayaan yang nampak secara fisik.
Pengaruh agama terhadap bidang sosial yaitu adanya stratifikasi sosial
yang membatasi status seseorang dalam kehidupan sosial masyarakat, ini
didasarkan keyakinan pada ajaran Veda yang menyatakan bahwa Manu sebagai
manusia pertama telah melahirkan keturunannya melalui berbagai cara. Pada masa
Budha dan Jainisme sistem kasta ini mulai digugat karena setiap orang dikenal
setara yang sama-sama bertujuan mencapai “Anuttara Samyak Sambhody”.
pembatasan status seseorang dalam kehidupan sosial masyarakat. Dalam sistem
organisasi dan kemasyarakatan pemuka-pemuka agama menduduki posisi paling
tuinggi mengingat mereka dijadikan sentral dan panutan masyarakat.
Pengaruh agama dalam bidang budaya terbagi dua yaitu pengaruh terhadap
aspek mentifact (tidak nampak secara fisik) dan artifact (nampak secara fisik).
Pengaruh agama terhadap wujud budaya artifact adalah perkembangan seni
patung dan arsitektur. Dalam seni arsitektur dikenal Vastu Sastra atau
pengetahuan suci tentang arsitektur di India yang erat hubungannya dengan
kosmologi, energi kosmik, mitos, Astrologi, dan Geometri. Dalam seni patung,
patung yang dibuat kebanyakan merupakan perwujudan dari dewa-dewa yang

25
disembah atau perwujudan dari Budha. Selanjutnya dampak terhadap wujud
budaya mentifact nampak pada uapacara-upacara keagamaan dan sastra-sastra
yang ditulis oleh kaum brahmana maupun pendeta.

DAFTAR PUSTAKA

Bodhi, Bhikku. (2006). Budha Dan Pesannya. Jakarta: Dian Dharma

Hadiwidjono, Harun. (2008). Agama Hindu dan Budha. Jakarta: Gunung Mulia.

Keene, Michael. (2006). Agama-Agama Dunia. Yogyakarta: Kanisius.

Khantipalo, Bhikkhu. (2008). Nasihat Praktis Bagi Mediotator. Yogyakarta:

KAMADHIS UGM

Mangunwijaya, Y. B. (1988). Wastu Citra. Jakarta : PT. Gramedia

Sastrapratedja, M. (1990). Filsafat Timur. Jakarta: STF Driyarkara

Suryada, Bagus dan Idedhyana, Bagus. (2009). “Serpihan Teori Arsitektur India

Purba”. Jurnal Dinamika Kebudayaan. 21, (2), 73-82.

Su’ud Abu. (1988). Memahami Sejarah Bangsa-Bangsa Di Asia Selatan: Sejak

Masa Purba Sampai Kedatangan Islam. Jakarta: Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan Direktorat Pendidikan Tinggi.

Trisulowati dan Santoso. 2008. Pengaruh Religi Terhadap Perkembangan

Arsitektur, IndiaCina, dan Jepang.Yogyakarta : Graha Ilmu.

Weber, M. (1967). The Sociology Of Religion. Boston: Beacon Press.

Sumber Internet :

26
Waskito, Adi. (2010). Hindu Sebagai Landasan Budaya Bali. [Online]. Tersedia:

http://www.WaskitoeGendz.blogspot.com/2010/01/Hindu-sebagai-landas

an-budaya-bali/. [18 April 2010]

27

You might also like