You are on page 1of 42

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOGNOSI

Disusun oleh:
KELOMPOK 1 A
1. SARTIKA (G1F009001)
2. NURUL LAYYIN HARIROH (G1F009002)
3. AYU FITRYANITA (G1F009003)
4. TRI AYU APRIYANI (G1F009004)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PURWOKERTO
2010
PERCOBAAN 1
PEMBUATAN SIMPLISIA

I. Tujuan Percobaan
Mampu membuat simplisia dengan kandungan zat berkhasiat tidak
mengalami kerusakan dan dapat disimpan dalam waktu yang lama.

II. Dasar Teori


Obat tradisional bukan hal yang baru bagi masyarakat Indonesia. Sebelum
obat-obat kimia berkembang secara modern, nenek moyang kita umumnya
menggunakan obat-obatan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan untuk
mengatasi problem kesehatannya. Dari tumbuhan obat tersebut dapat dibuat
berbagai produk yang sangat bermanfaat dalam menunjang industri obat
tradisional, farmasi, makanan dan minuman. Ragam bentuk hasil olahannya,
antara lain berupa simplisia.
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah
dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi :
1. Simplisia nabati, yaitu simplisia yang berasal dari tanaman, dan
kebanyakan simplisia berasal dari tanaman yang dapat berupa tanaman
utuh, bagian tanaman atau eksudat (isi sel) tanaman.
2. Simplisia hewani, yaitu simplisia yang berasal dari hewan, dapat berupa
madu, lemak atau bisa.
3. Simplisia pelikan (mineral), yaitu simplisia yang berasal dari mineral
(Anonim,1985).
Teknik pembuatan simplisia melalui tahapan sebagai berikut :
1. Pengumpulan bahan baku
2. Sortasi basah
Penyortiran harus segera dilakukan setelah bahan selesai dipanen.
3. Pencucian
Setelah disortir bahan harus segera dicuci sampai bersih. Pencucian
harus menggunakan air bersih, seperti : air dari mata air, sumur atau PAM.
4. Perajangan
Perajangan pada bahan dilakukan untuk mempermudah proses
selanjutnya seperti pengeringan, pengemasan, penyulingan minyak atsiri
dan penyimpanan. Perajangan biasanya hanya dilakukan pada bahan yang
ukurannya agak besar dan tidak lunak seperti akar rimpang, batang, buah
dan lain-lain.
5. Penirisan dan Pengeringan
Pengeringan bertujuan mendapatkan simplisia yang tidak mudah
rusak sehingga dapat disimpan untuk jangka waktu yang lama. Selain itu
menghindari terurainya kandungan kimia karena pengaruh enzim.
6. Sortasi Kering
Penyortiran dilakukan bertujuan untuk memisahkan benda-benda
asing yang terdapat pada simplisia, misalnya akar-akar, pasir, kotoran
unggas atau benda asing lainnya.
7. Pengemasan
Pengemasan dapat dilakukan terhadap simplisia yang sudah di-
keringkan. Jenis kemasan yang di-gunakan dapat berupa plastik, kertas
maupun karung goni.
8. Penyimpanan
9. Pengolahan
Dalam pengolahan tanaman obat perlu diperhatikan teknik
pengolahan yang baik karena menyangkut standar mutu. Hal ini ada
hubungannya dengan masalah kebersihan maupun bahan aktif. (Anonim
1985).

III. Alat dan Bahan


1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah timbangan,
pisau dapur, gunting, alumunium foil, tampah, plastik, label atau etiket dan
kertas.

2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini meliputi
rimpang, daun, biji, buah, kulit buah, bunga, batang, dan ranting.

IV. Cara Kerja


1. Alat dan bahan disiapkan.
2. Bahan baku simplisia yang telah disiapkan lalu ditimbang dengan seksama
sebanyak kurang lebih 50 gram (catat beratnya).
3. Bahan baku simplisia ditempatkan diatas tampah/nampan.
4. Dilakukan sortasi basah.
5. Bahan baku simplisia dicuci.
6. Bahan baku simplisia dirajang (rimpang, daun, herba), dikupas (buah, biji),
dan dipotong (akar, batang, ranting).
7. Bahan baku simplisia ditempatkan kembali ke tampah.
8. Dikeringkan dengan cara yang sesuai berdasarkan jenis bagian tanaman
dan kandungan zat aktifnya.
9. Dilakukan sortasi kering.
10. Ditimbang kembali dengan seksama.
11. Dicatat beratnya
12. Bahan baku simplisia dikepak dan dimasukkan kedalam kertas.
13. Disimpan.
14. Laporan dibuat.

V. Hasil
Bobot awal : 50 gram
Bobot akhir : 4,6 gram
Bobot awal × 100 %
Bobot awal
4,6 gram×100 %
¿ =9,2 %
50 gram
Simplisia Bunga Sepatu (Hibiscus
Rosa Sinensis L)

Pada umumnya bahan (simplisia) yang sudah kering memiliki kadar air ±
8-10%. Dengan jumlah kadar air tersebut kerusakanbahan dapat ditekan baik
dalam pengolahan maupun waktu penyimpanan

VI. Pembahasan
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa
bahan yang dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi simplisia nabati,
simplisia hewani dan simplisia pelican (mineral). Simplisia nabati adalah
simplisia yang berupa tumbuhan utuh,bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan.
Simplisia sebagai produk hasil pertanian atau pengumpulan tumbuhan liar (wild
crop) tentu saja kandungan kimianya tidak dapat dijamin selalu ajeg (konstan)
karena disadari adanya variable bibit, tempat tumbuh, iklim, kondisi (umum
dan cara) panen, serta proses pascapanen dan preparasi akhir. Walaupun ada
juga yang berpendapat bahwa variable tersebut tidak berakibat besar pada mutu
ekstrak nantinya. Variabel tersebut juga dapat dikompensasi dengan
penambahan/pengurangan bahan setelah sedikit prosedur analisis kimia dan
sentuhan inovasi teknologi farmasi lanjutan sehingga tidak berdampak banyak
pada khasiat produksi. Usaha untuk menjaga variabel tersebut dianggap sebagai
usaha untuk menjaga mutu simplisia. Dalam hal simplisia sebagai bahan baku
(awal) dan produk siap dikonsumsi langsung, dapat dipertimbangkan tiga
konsep untuk menyusun parameter standar mutu yaitu sebagai berikut :
1. Bahwa simplisia sebagai bahan kefarmasian seharusnya mempunyai tiga
parameter mutu umum suatu bahan (material), yaitu kebenaran jenis
(identifikasi), kemurnian (bebas dari kontaminasi kimia dan biologis), serta
aturan penstabilan (wadah, penyimpanan dan transportasi).
2. Bahwa simplisia sebagai bahan dan produk konsumsi manusia sebagai obat
tetap diupayakan memiliki tiga paradigma seperti produk kefarmasian
lainnya, yaitu Quality-Safety-Efficacy (mutu-aman-manfaat).
3. Bahwa simplisia sebagai bahan dengan kandungan kimia yang bertanggung
jawab terhadap respon s biologis untuk mempunyai spesifikasi kimia, yaitu
informasi komposisi (jenis dan kadar) senyawa kandungan (Anonim, 2000)

1. Pembuatan Simplisia
a. Bahan Baku
Sebagai sumber simplisia, tanaman obat dapat berupa tumbuhan
liar atau berupa tumbuhan budidaya. Tumbuhan liar adalah tumbuhan
yang tumbuh dengan sendirinya di hutan atau di tempat lain, atau
tanaman yang sengaja ditanam dengan tujuan lain, misalnya sebagai
tanaman hias, tanaman pagar, tetapi bukan dengan tujuan untuk
memproduksi simplisia. Tanaman budidaya adalah tanaman tanaman
yang sengaja ditanam untuk tujuan produksi simplisia.

b. Dasar Pembuatan
1) Simplisia Dibuat dengan Cara Pengeringan
Pembuatan simplisia dengan cara ini pengeringannya
dilakukan dengan cepat, tetapi pada suhu yang tidak terlalu tinggi.
Pengeringan dengan waktu lama akan mengakibatkan simplisia
yang diperoleh ditumbuhi kapang. Pengeringan yang dilakukan
pada suhu terlalu tinggi akan mengakibatkan perubahan kimia
pada kandungan senyawa aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut,
bahan simplisia yang memerlukan perajangan perlu diatur
perajangannya sehingga diperoleh tebal irisan yang pada
pengeringannya tidak mengalami kerusakan.
2) Simplisia Dibuat dengan Proses Fermentasi
Proses fermentasi dilakukan dengan saksama agar proses
tersebut tidak berkelanjutan kearah yang tidak diinginkan.
3) Simplisia Dibuat dengan Proses Khusus
Pembuatan simplisia dengan cara penyulingan, pengentalan
eksudat nabati, pengeringan sari air dan proses khusus lainnya
dilakukan dengan berpegang pada prinsip bahwa simplisia yang
dihasilkan harus memiliki mutu sesuai dengan persyaratan.
4) Simplisia pada Proses Pembuatan Memerlukan Air
Pati, talk, dan sebagainya pada proses pembuatannya
memerlukan air. Air yang digunakan harus bebas dari pencemaran
racun serangga, kuman patogen, logam berat, dan lain-lain
(Anonim,1985)

2. Tahap Pembuatan
a. Pengumpulan Bahan Baku
Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda–beda antara
lain tergantung pada :
1) Bagian tanaman yang digunakan
2) Umur tanaman atau bagian tanaman pada saat panen
3) Waktu panen
4) Lingkungan tempat tumbuh
Waktu panen sangat erat hubunganya dengan pembentukan
senyawa aktif di dalam bagian tanaman yang akan dipanen. Waktu
panen yang tepat pada saat bagian tanaman tersebut mengandung
senyawa aktif dalam jumlah yang terbesar. Senyawa aktif tersebut
secara maksimal di dalam bagian tanaman atau tanaman pada umur
tertentu. Di samping waktu panen yang dikaitkan dengan umur, perlu
diperhatikan pula saat panen dalam sehari. Dengan demikian untuk
menentukan waktu panen dalam sehari perlu dipertimbangkan
stabilitas kimia dan fisik senyawa aktif dalam simplisia terhadap panas
sinar matahari. Cara pengambilan bagian tanaman untuk pembuatan
simplisia dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Bagian Tanaman dan Cara Pengumpulan


No Bagian
Cara pengambilan
. Tanaman
1. Kulit batang Dari batang utama dan cabang, dikelupas
dengan ukuran panjang dan lebar tertentu;
untuk kulit batang mengandung minyak atsiri
atau golongan senyawa fenol digunakan alat
pengelupas bukan logam.
2. Batang Dari cabang, dipotong-potong dengan
panjang tertentu dan dengan diameter cabang
tertentu
3. Kayu Dari batang atau cabang, dipotong kecil atau
diserut (disugu) setelah dikelupas kulitnya.
4. Daun Tua atau muda (daerah pucuk), dipetik
dengan tangan satu persatu.
5. Bunga Kuncup atau bunga mekar atau mahkota
bunga, atau daun bunga, dipetik dengan
tangan.
6. Pucuk Pucuk berbunga; dipetik dengan tangan
(mengandung daun muda dan bunga).
7. Akar Dari bawah permukaan tanah, dipotong-
potong dengan ukuran tertentu.
8. Rimpang Dicabut, dibersihkan dari akar; dipotong
melintang dengan ketebalan tertentu
9. Buah Masak, hampir masak; dipetik dengan tangan
10. Biji Buah dipetik; dikupas kulit buahnya dengan
mengupas menggunakan tangan, pisau, atau
menggilas, biji dikupas dan dicuci.
11. Kulit buah Seperti biji, kulit buah dikumpulkan dan
dicuci.
12. Bulbus Tanaman dicabut, bulbus dipisah dari daun
dan akar dengan memotongnya, dicuci.

b. Sortasi Basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau
bahan-bahan asing lainya dari bahan simplisia sehingga tidak ikut
terbawa pada proses selanjutnya yang akan mempengaruhi hasil akhir..
Misalnya pada simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman obat,
bahan-bahan seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang
telah rusak, serta pengotor lainya harus dibuang.

c. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran
lainya yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan
dengan air bersih, misalnya air dari mata air, air dari sumuratau air
PAM. Cara pencucian pada simplisia rimpang dapat dilakukan dengan
cara merendam sambil disikat menggunakan sikat yang halus.
Perendaman tidak boleh terlalu lama karena zat-zat tertentu yang
terdapat dalam bahan dapat larut dalam air sehingga mutu bahan
menurun. Penyikatan diperbolehkan karena bahan yang berasal dari
rimpang pada umumnya terdapat banyak lekukan sehingga perlu
dibantu dengan sikat. Tetapi untuk bahan yang berupa daun-daunan
cukup dicuci dibak pencucian sampai bersih dan jangan sampai
direndam berlama-lama.

d. Perajangan
Perajangan tidak harus selalu dilakukan. Pada dasarnya proses
ini untuk mempermudah proses pengeringan. Jika ukuran simplisia
cukup kecil/tipis, maka proses ini dapat diabaikan. Beberapa jenis
bahan simplisia perlu mengalami proses perajangan. Perajangan bahan
simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan,
pengepakan dan penggilingan. Tanaman yang baru diambil jangan
langsung dirajang tetapi dijemur dengan keadaan utuh selama 1 hari.
Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin perajang
khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan dengan ukuran
yang dikehendaki.
e. Pengeringan
Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang
tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih
lama. Pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengeringan
secara alami dan secara buatan. Pengeringan alami dilakukan dengan
memanfaatkan sinar matahari baik secara langsung maupun ditutupi
dengan kain hitam. Sedangkan pengeringan secara buatan dilakukan
dengan oven. Suhu pengeringan bergantung pada simplisia dan cara
pengeringan. Pengeringan dapat dilakukan antara suhu 30-900 C.
Dengan menurunkan kadar air hal tersebut dapat menurunkan reaksi
enzimatik sehingga dapat di cegah terjadinya penurunan mutu atau
pengrusakan simplisia.

f. Sortasi kering
Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir
pembuatan simplisia. Tujuan sortasi untuk memisahkan benda-benda
asing seperti bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan
pengotr-pengotor lain yang masih ada dan tertinggal pada simplisia
kering.

g. Pengepakan dan penyimpanan


Pada penyimpaan simplisia perlu diperhatikan beberapa hal yang
dapat mengakibatkan kerusakan simplisia, yaitu cara pengepakan,
pembungkusan dan pewadahan, persyaratan gudang simplisia, cara
sortasi dan pemeriksaan mutu, serta cara pengawetanya. Penyebab
kerusakan pada simplisia yang utama adalah air dan kelembaban. Cara
pengemasan simplisia tergantung pada jenis simplisia dan tujuan
penggunaan pengemasaan. Bahan dan bentuk pengemasan harus
sesuai, dapat melindungi dari kemungkinan kerusakan simplisia, dan
dengan memperhatikan segi pemanfaatan ruang untuk keperluan
pengangkutan maupun penyimpananya. Jika belum diolah bahan dapat
dikemas dengan menggunakan jala plastik, kertas maupun karung goni
yang terbuat dari bahan yang tidak berracun/tidak bereaksi dengan
bahan yang disimpan. Pada kemasan jangan lupa beri label dan
cantumkan nama bahan, bagian tanaman yang digunakan, no/kode
produksi, nama/alamat penghasil dan berat bersih.Hal-hal yang perlu
diperhatikan untuk ruang penyimpanan, yaitu gudang harus bersih,
ventilasi udara cukup baik, tidak bocor, suhu gudang maksimal 30°C,
kelembaban udara serendah mungkin 65% dan gudang bebas dari
hewan, serangga maupun tikus dll. Pengepakan simplisia dapat
menggunakan wadah yang inert, tidak beracun, melindungi simplisia
dari cemaran serta mencegah adanya kerusakan.Sedangka
penyimpanan simplisia sebaiknya di tempat yang kelembabannya
rendah, terlindung dari sinar matahari, dan terlindung dari gangguan
serangga maupun tikus.

3. Pemeriksaan Mutu
Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan pada waktu penerimaan atau
pembelian dari pengumpul atau pedagang simplisia. Simplisia yang
diterima harus berupa simplisia murni dan memenuhi persyaratan umum
untuk simplisia seperti yang disebutkan dalam Buku Farmakope Indonesia,
Ekstra Farmakope Indonesia ataupum Materia Medika Indonesia Edisi
terakhir.(Anonim,1985).
Kontrol kualitas merupakan parameter yang digunakan dalam proses
standarisai suatu simplisia . Parameter standardisasi simplisia meliputi
parameter non spesifik dan spesifik. Parameter nonspesifik lebih terkait
dengan factor lingkungan dalam pembuatan simplisia sedangkan parameter
spesifik terkait langsung dengan senyawa yang ada di dalam tanaman.
Penjelasan lebih lanjut mengenai parameter standardisasi simplisia sebagai
berikut:
a. Kebenaran Simplisia
Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan dengan cara organoleptik,
makroskopik dan mikroskopik. Pemeriksaan organoleptik dan
makroskopik dilakukan dengan menggunakan indera manusia dengan
memeriksa kemurnian dan mutu simplisia dengan mengamati bentuk
dan ciri-ciri luar serta warna dan bau simplisia. Sebaiknya pemeriksaan
mutu organoleptik dilanjutkan dengan mengamati ciri-ciri anatomi
histologi terutama untuk menegaskan keaslian simplisia.
b. Parameter non spesifik, meliputi uji terkait dengan pencemaran yang
disebabkan oleh pestisida, jamur, aflatoxin, logam berat, dll.
1) Penetapan kadar abu
Penentuan kadar abu dilakukan untuk memberikan
gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal
dari proses awal sampai diperoleh simplisia dan ekstrak baik yang
berasal dari tanaman secara alami maupun kontaminan selama
proses, seperti pisau yang digunakan telah berkarat). Jumlah kadar
abu maksimal yang diperbolehkan terkait dengan kemurnian dan
kontaminasi. Prinsip penentuan kadar abu ini yaitu sejumlah
bahan dipanaskan pada temperatur dimana senyawa organik dan
turunannya terdestruksi dan menguap sehingga tinggal unsur
mineral dan anorganik yang tersisa.
Bobot ak h ir
Kadar abu= ×100 %
Bobot awal
Tinggi rendahnya kadar abu didipengaruhi oleh :
a) cemaran logam
b) cemaran tanah

2) Penetapan susut pengeringan


Susut pengeringan adalah persentase senyawa yang
menghilang selama proses pemanasan (tidak hanya
menggambarkan air yang hilang, tetapi juga senyawa menguap
lain yang hilang).Pengukuran sisa zat dilakukan dengan
pengeringan pada temperatur 105°C selama 30 menit atau sampai
berat konstan dan dinyatakan dalam persen (metode gravimetri).
( Bobot awal−Bobot ak h ir )
Su sut pengeringan= ×100 %
Bobot awal
Untuk simplisia yang tidak mengandung minyak atsiri dan sisa
pelarut organik menguap, susut pengeringan diidentikkan dengan
kadar air, yaitu kandungan air karena simplisia berada di atmosfer
dan lingkungan terbuka sehingga dipengaruhi oleh kelembaban
lingkungan penyimpanan.

3) Kadar air
Tujuan dari penetapan kadar air adalah untuk mengetahui
batasan maksimal atau rentang tentang besarnya kandungan air di
dalam bahan. Hal ini terkait dengan kemurnian dan adanya
kontaminan dalam simplisia tersebut. Dengan demikian,
penghilangan kadar air hingga jumlah tertentu berguna untuk
memperpanjang daya tahan bahan selama penyimpanan. Simplisia
dinilai cukup aman bila mempunyai kadar air kurang dari 10%.
Penetapan kadar air dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu :
a) Metode Titrimetri
Metode ini berdasarkan atas reaksi secra kuantitatif air
dengan larutan anhidrat belerang dioksida dan iodium dengan
adanya dapar yang bereaksi dengan ion hidrogen.Kelemahan
metode ini adalah stoikiometri reaksi tidak tepat dan
reprodusibilitas bergantung pada beberapa faktor seperti kadar
relatif komponen pereaksi, sifat pelarut inert yang digunakan
untuk melarutkan zat dan teknik yang digunakan pada
penetapan tertentu. Metode ini juga perlu pengamatan titik
akhir titrasi yang bersifat relatif dan diperlukan sistem yang
terbebas dari kelembaban udara (Anonim, 1995).

b) Metode Azeotropi ( Destilasi Toluena)


Metode ini efektif untuk penetapan kadar air karena
terjadi penyulingan berulang kali di dalam labu dan
menggunakan pendingin balik untuk mencegah adanya
penguapan berlebih. Sistem yang digunakan tertutup dan tidak
dipengaruhi oleh kelembaban (Anonim, 1995).
Volume air yang terukur
Kadar air ( v /b )= ×100 %
Bobot awal simplisia

c) Metode Gravimetri
Dengan menghitung susut pengeringan hingga tercapai
bobot tetap(Anonim, 1995).
4) Kadar Minyak Atsiri
Tujuan dari penetapan kadar minyak atsiri adalah untuk
mengukur berapa banyak kadar minyak atsiri yang terdapat dalam
simplisia. Penetapan dengan destilasi air dapat dilakukan karena
minyak atsiri tidak dapat bercampur dengan air, sehingga batas
antara minyak dan air dapat terlihat dan diukur berapa banyak
kadar minyak atsiri yang ada pada simplisia tersebut.
Volume yang terukur
Kadar minyak atsiri= ×100 %
Bobot sampel

5) Uji cemaran mikroba


2. Uji aflatoksin, untuk mengetahi cemaran aflatoksin yang
dihasilkan oleh jamur Aspergillus flavus.
3. Uji angka lempeng total, untuk mengetahui jumlah mikroba/
bakteri dalam sampel. Batasan angka lempeng total yang
ditetapkan oleh Departemen kesehatan yaitu 10^6 CFU/ gram.
4. Uji angka kapang, untuk mengetahui adanya cemaran kapang.
Batasan angka lempeng total yang ditetapkan oleh
Departemen kesehatan yaitu 10^4 CFU/ gram.
5. Most probably number (MPN), untuk mengetahui seberapa
banyak cemaran bakteri coliform (bakteri yang hidup di
saluran pencernaan).

c. Parameter Spesifik
Parameter ini digunakan untuk mengetahui identitas kimia dari
simplisia.Uji kandungan kimia simplisia digunakan untuk menetapkan
kandungan senyawa tertentu dari simplisia. Biasanya dilkukan dengan
analisis kromatografi lapis tipis.
Simplisia yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu
Kembang Sepatu yang mempunyai nama ilmiah Hibiscus Rosa
Sinensis L. Kembang Sepatu berupa perdu tegak, bercabang, tinggi
bisa mencapai 1-4 meter, tempat  tumbuh di daerah dataran rendah
atau dataran tinggi / pegunungan. Kembang sepatu biasa ditanam
dipekarangan rumah yang berfungsi sebagai tanaman hias atau sebagai
tanaman pagar. Bunga kembang sepatu digunakan dalam pembuatan
simplisia. Bunga kembang sepatu berbentuk lonceng dengan tangkai
sari panjang. Bunga dari berbagai jenis kultivar dan hibrida biasanya
berupa bunga tunggal (daun mahkota selapis) atau bunga ganda (daun
mahkota berlapis). Mahkota bunganya dapat berwarna putih, merah
jambu, merah tua, kuning, ungu, atau campuran. Bunganya berukuran
besar dan tidak berbau. Bunga berbentuk terompet dengan diameter
bunga sekitar 5 cm. hingga 20 cm. Putik (pistillum) menjulur ke luar
dari dasar bunga. Bunga bisa mekar menghadap ke atas, ke bawah,
atau menghadap ke samping. Kandungan bunga sepatu berupa
flavonoida dan polifenol. Kegunaannya, baik  yang masih segar atau
yang telah dikeringkan mempunyai efek farmakologis sebagai obat
anti radang, anti viral, peluruh kencing, peluruh dahak, dan
menormalkan siklus haid. Bunganya sering digunakan untuk
pengobatan batuk, mimisan, disentri, infeksi saluran kencing dan haid
tidak teratur. Daunnya juga digunakan untuk obat bisul, radang kulit,
gondongan dan mimisan.

VII. Kesimpulan
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai bahan obat,
kecuali dipergunakan sebagai bahan obat, kecuali dinyatakan lain berupa bahan
yang telah dinyatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia
terdiri dari simplsiia dikeringkan. Simplisia terdiri dari simplsiia nabati, hewani
dan mineral. nabati, hewani dan mineral. Untuk menjamin keseragaman
senyawa aktif, keamanan maupun kegunaan simplisia harus memenuhi
persyaratan minimal. Ada beberapa faktor yang berpengaruh antara lain bahan
baku simplisia, proses pembuatan simplisia termasuk cara penyimpanan bahan
baku simplisia, cara pengepakan simplisia.

VIII. Daftar Pustaka


Anonim. 1985. Cara Pembuatan Simplisia. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Anonim. 2000. Simplisia. http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?
id=jkpkbppk-gdl-res-2000-drs-1263-simplisia. Diakses 15 Mei 2010.
Anonim. 2002. Kembang Sepatu. http://tanamanobat.org/396/kembang-sepatu/.
Diakses 15 Juni 2010.
Anonim. 2004. Simplisia. http://agribisnis.deptan.go.id//. Diakses 15 Mei 2010
Anonim. 2006. Hibiscus rosa sinensis.
http://toiusd.multiply.com/journal/item/62/Hibiscus_rosa-sinensis.
Diakses 15 Juni 2010.
Anonim. 2009. Teknologi Pembuatan Simplisia.
http://prezz507.blogspot.com/2009/09/teknologi-penyiapan-
simplisia.html. Diakses 15 Mei 2010.
Siskhana. 2010. Pembuatan dan Penetapan Kontrol Kualitas Simplisia.
http://siskhana.blogspot.com/2010/01/pembuatan-dan-penetapan-
kontrol.html. Diakses tanggal 13 Mei 2010.

PERCOBAAN 2
PERCOBAAN 2
PEMERIKSAAN MAKROSKOPIK, ORGANOLEPTIK, DAN KADAR AIR
I. Tujuan Percobaan
1. Mampu membedakan simplisia secara makroskopik (bentuk,ukuran,dan
keadaan fisik lain yang spesifik) dan organoleptik (warna, bau, dan rasa).
2. Dapat melakukan standarisasi mutu dengan menentukan kadar air
simplisia.

II. Dasar Teori


Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat,kecuali
dipergunakan sebagai bahan obat,kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang
telah dikeringkan. Simplisia yang akan dipergunakan untuk obat sebagai bahan
baku harus memenuhi persyaratan yang tercantum dalam monografi Materia
Medika Indonesia dan Farmakope Indonesia.
Kontrol kualitas merupakan parameter yang digunakan dalam proses
standarisasi suatu simplisia. Pemeriksaan mutu bertujuan agar simplisia
memenuhi syarat FI, EFI, MMI dan buku resmi yang disetujui pemerintah.
Bermaksud agar adanya keseragaman komponen aktif, aman, berguna/
berkhasiat dan obat/ sediaan selalu tetap mutunya. Serangkaian parameter,
prosedur dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsur-unsur terkait
paradigma mutu kefarmasian, mutu dalam artian memenuhi syarat standar
(kimia, biologi, dan farmasi). Tujuannya menjamin bahwa produk akhir
(obat,ekstrak, atau produk ekstrak) mempunyai nilai parameter tertentu yang
konstan (ajeg) menjadi bahan obat yang berkualitas, aman, dan bermanfaat.
Usaha menjaga keajegan mutu simplisia harus dilakukan control terhadap :
1. Genetik (bibit)
2. Lingkungan ( tempat tumbuh, iklim)
3. Rekayasa agronomi (pemupukan, perlakuan selama masa tumbuh)
4. Panen (waktu dan pasca panen )
Syarat daripemeriksaan mutu simplisia yaitu :
1. Simplisia harus memenuhi persyaratan umum edisi terakhir dari buku-buku
resmi Depkes RI ( FI, EFI, MMI )
2. Tersedianya contoh simplisia pembanding yang diperbaharui secara
periodik.
3. Harus dilakukan pemeriksaan mutu fisis secara tepat (kadar air, termakan
serangga atau hewan lain, ada tidaknya pertumbuhan kapang / jamur ,
perubahan warna /bau).
4. Pemeriksaan lengkap ( Organoleptik, makroskopik,dan mikroskopik,
pemeriksaan kimiawi fisika dan uji biologi ).
5. Parameter standart simplisia meliputi parameter non spesifik dan spesifik.
Parameter nonspesifik lebih terkait dengan faktor lingkungan dalam
pembuatan simplisia, sedangkan parameter spesifik terkait langsung
dengan senyawa yang ada dalam tanaman ( Anonim, 2009 ).
Beberapa penjelasan mengenai parameter spesifik misalnya ;
1. Pemeriksaan Makroskopik
Pemeriksaan makroskopik biasanya menggunakan kaca pembesar
atau dengan mata telanjang, dilakukan untuk mencari kekhususan
morfologi, ukuran dan warna simplisia uji.

2. Pemeriksaan Organoleptik
Pemeriksaan organoleptik dilakukan dengan menggunakan panca
indera, untuk mengetahui kekhususan baud an rasa simplisia.

Parameter nonspesifik meliputi uji yang terkait dengan pencemaran yang


disebabkan oleh pestisida, jamur, alfatoksin, logam berat, dan lain-lain. Tetapi
disini hanya akan dijelaskan mengenai kadar air. Tujuan dari penetapan kadar
air adalah untuk mengetahui batasan maksimal atau rentang tentang besarnya
kandungan air didalam bahan. Hal ini terkait dengan kemurnian dan adanya
kontaminan dalam simplisia tersebut. Dengan demikian, penghilangan kadar air
hingga jumlah tertentu berguna untuk memperpanjang daya tahan bahan selama
penyimpanan. Simplisia dinilai culup aman bila mempunyai kadar air kurang
dari 10 % (Anonim, 1995 ) .
Penetapan kadar air dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu :
1. Metode Titrimetri
Metode ini berdasarkan atas reaksi secara kuantitatif air dengan
larutan anhidrat belerang dioksida dan iodium dengan adanya dapar yang
bereaksi dengan ion hydrogen. Kelemahan metode ini yaitu stoikiometri
reaksi tidak tepat dan reprodusibilitas bergantung pada beberapa factor
seperti kadar relative komponen pereaksi, sifat pelarut inert yang
digunakan untuk melarutkan zat dan teknik yang digunakan pada
penetapan tertentu. Metode ini juga perlu pengamatan titik akhir titrasi
yang bersifat relatif dan diperlukan system yang terbebas dari kelembaban
udara ( Anonim, 1995).

2. Metode Azeotropi
Metode ini efektif untuk menetapkan kadar air karena penyulingan
berulang kali di dalam labu dan menggunakan pendingin balik untuk
mencegah adanya penguapan berlabihan. System yang digunakan tertutup
dan tidak dipengaruhi oleh kelembabankadar air.

3. Metode Grafimetri
Dengan menghitung susut pengeringan hingga tercapai bobot tetap
(Anonim, 2009).

III. Alat dan Bahan


1. Alat
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu adalah penggaris,
neraca, oven dan nampan.

2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah simplisia
yang telah dibuat pada percobaan 1.

IV. Cara Kerja


1. Pemeriksaan Makroskopik
a. Simplisia yang telah dibuat pada percobaan I disiapkan.
b. Simplisia diamati warna dan bentuknya, dan dilakukan pengukuran
terhadap simplisia tersebut.
c. Hasilnya dicatat dalam tabel laporan percobaan II

2. Pemeriksaan Organoleptik
a. Simplisia yang telah disiapkan diperiksa dengan membau dan
merasakan dengan lidah.
b. Hasilnya dicatat dalam tabel laporan percobaan II.
3. Uji Kadar Air
a. Sebanyak 10 g ekstrak yang telah disiapkan dan ditimbang dalam
wadah yang telah ditara, dimasukkan ke dalam chamber.
b. Dikeringkan pada suhu 105˚C selama 5 jam, dan ditimbang.
c. Pengeringan dilanjutkan dan ditimbang pada jarak 1 jam sampai
perbedaan antara dua penimbang berturut-turut tidak lebih dari 0,25 %.

V. Hasil
1. Pemeriksaan Makroskopik
Panjang : 6,5 cm
Lebar : 2,5 cm
Bentuk : lonjong membulat
Tepi mahkota bunga : bergelombang
Ujung mahkota bunga : membulat

Gambar mahkota bunga sepatu


(Hibiscus rosa-sinensis L.)

2. Pemeriksaan Organoleptik
a. Rasa : sepat
b. Bau : menyengat
c. Warna : kecoklatan kecuali di bagian pangkal berwarna ungu.

3. Pemeriksaan Kadar Air


Bobot awal = 4,8 gr
Bobot akhir = 4 gr
Bobot awal – Bobot ak h ir
% Kadar air= ×100 %
Bobot awal
4,8−4,0 0,8
% Kadar air= × 100 %= ×100 %=16,67 %
4,8 4,8

VI. Pembahasan
Kebanyakan simplisia adalah berasal dari tumbuh-tumbuhan atau disebut
dengan simplisia nabati. Simplisia sebagai bahan baku (awal) dan produk siap
konsumsi langsung harus memenuhi parameter mutu bahan, yaitu :
1. Kebenaran jenis (identifikasi)
2. Kemurnian (bebas kontaminasi kimia & biologi)
3. Stabilitas (wadah, penyimpanan, transportasi)
a. Trilogy produk kefermasian : Quality-Safety-Efficacy
b. Spesifikasi kimia : komposisi (jenis & kadar) senyawa.
Standarisasi (secara kefarmasian) adalah serangkaian parameter, prosedur
dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsur-unsur terkait paradigm
mutu kefarmasian, mutu dalam artian memenuhi syarat standart (kimia,biologi,
dan farmasi). Tujuan dari standarisasi yaitu untuk menjamin bahwa produk
akhir (obat, ekstrak atau produk ekstrak) mempunyai nilai parameter tertentu
yang konstan (ajeg), agar menghasilkan bahan obat yang berkualitas , aman,
dan bermanfaat.
Simplisia harus memenuhi persyaratan umum edisi terakhir dari buku-
buku resmi Departmen Kesehatan RI, seperti Farmakope Indonesia, Ekstra
Farmakope Indonesia, dan Materia Medika Indonesia (MMI). Untuk memenuhi
persyaratan umum tersebut harus dilakukan pemeriksaan mutu fisis secara
tepat, yaitu :
1. Kurang kering atau mengandung air
2. Termakan serangga atau hewan lain
3. Ada atau tidak pertumbuhan kapang
4. Perubahan warna atau bau
Selain itu, perlu juga dilakukan pemeriksaan secara lengkap, meliputi
pemeriksaan organoleptik, mikroskopik, makroskopik, pemeriksaan kimiawi ±
fisika, dan uji biologi.
Beberapa persyaratan simplisia yang terdapat pada Farmakope Indonesia
yaitu :
1. Tidak boleh mengandung organisme pathogen.
2. Harus bebas dari cemaran mikroorganisme, serangga & binatang lainnya
maupun kotoran hewan.
3. Tidak boleh ada penyimpangan bau & warna.
4. Tidak boleh mengandung lender atau menunjukkan adanya kerusakan.
5. Kadar abu yang tidak larut dalam asam tidak boleh lebih dari 2%, kecuali
dinyatakan lain.
Pemeriksaan makroskopik, dilakukan dengan mata telanjang mengamati
keadaan morfologi dari simplisia uji yaitu daun kembang sepatu (Hibiscus
rosa-sinensis L.) untuk mencari kekhususan morfologi ,ukuran dan warna
simplisia. Pada percobaan yang telah dilakukan mendapatkan hasil , panjang
6,5 cm, lebar 2,5 cm, bentuk lonjong membulat, tepi mahkota bunga
bergelombang, dan ujung mahkota bunga membulat. Hasil ini hamper sesuai
dengan pustaka yang menyebutkan bahwa Bunga Hibiscus rosa-sinensis L.
berbentuk terompet dengan diameter bunga sekitar 5 cm (Anonim,2009).
Sedangkan pada pemeriksaan organoleptik yang telah dilakukan, mendapatkan
hasil, rasa sepat, bau menyengat, warna kecoklatan kecuali daerah pangkalnya.
Penetapan kadar air diperlukan untuk mengetahui batasan maksimal atau
rentang tentang besarnya kandungan air didalam bahan. Hal ini terkait dengan
kemurnian dan adanya kontaminan dalam simplisia tersebut. Dengan demikian
penghilangan kadar air hingga jumlah tertentu berguna untuk memperpanjang
daya tahan bahan selama penyimpanan. Simplisia dinilai cukup aman bila
mempunyai kadar air kurang dari 10% (Anonim,1985).
Hasil dari percobaan uji kadar air yang dilakukan tidak sesuai dengan
pustaka yang ada, beberapa faktor yang menyebabkan hal ini diantaranya yaitu :
1. Waktu yang digunakan untuk pengeringan kurang lama, sehingga
kandungan air di dalam bahan tidak menguap dengan maksimal.
2. Ketika pengepakan atau penyimpanan kurang teliti dan hati-hati, sehingga
udara di dalam wadah simplisia tersebut menjadi lembab dan kadar air
simplisia kembali naik.

VII. Kesimpulan
1. Setiap simplisia mempunyai karakteristik dan sifat spesifik yang berbeda-
beda mencakup morfologi serta bau dan rasanya.
2. Pemeriksaan mutu bertujuan agar simplisia memenuhi syarat FI, EFI, MMI
dan buku resmi yang disetujui pemerintah. Bermaksud agar adanya
keseragaman komponen aktif, aman, berguna/ berkhasiat dan obat/ sediaan
selalu tetap mutunya
3. Simplisia dinilai culup aman bila mempunyai kadar air kurang dari 10%.
VIII. Daftar Pustaka
Anonim. 1985. Cara Pembuatan Simplisia. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Anonim. 2009. Teknologi Pembuatan Simplisia.
http://prezz507.blogspot.com/2009/09/teknologi-penyiapan-
simplisia.html. Diakses 15 Mei 2010.
Bayu, Abang. 2010. Teknologi Pengolahan Simplisia Hingga Menjadi Suatu
Produk Farmasi.
http://lembarabangbayu.blogspot.com/2010/02/teknologi-pengolahan-
simplisia-hingga.html. Diakses tanggal 13 Mei 2010.
Siskhana. 2010. Pembuatan dan Penetapan Kontrol Kualitas Simplisia.
http://siskhana.blogspot.com/2010/01/pembuatan-dan-penetapan-
kontrol.html. Diakses tanggal 13 Mei 2010.
PERCOBAAN 3
PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK BAHAN NABATI

I. Tujuan Percobaan
1. Mengetahui anatomi (irisan melintang dan membujur) bagian tumbuhan
(akar, batang, daun, buanga, buah dan biji) termasuk isi sel yang memiliki
bentuk tertentu (sebelum melakukan praktikum)
2. Mampu mengidentifikasi simplisia dengan menggunakan mikroskop serta
meyebutkan ciri khas simpleks yang diperiksa (setelah melakukan
praktikum)

II. Dasar Teori


Seperti yang kita ketahui setiap makhluk hidup, termasuk tumbuhan
tersusun atas organ-organ yang dibuntuk oleh jaringan. Sedangakan jaringan
disusun oleh sel, yaitu bagian terkecil dari suatu organisme. Pada praktikum
kali ini akan akan dilakukan pemeriksaan mikroskopik dari simplisia, terhadap
fragmen pengenal antara lain stomata, sel batu, kristal Ca-oksalat, lapisan
gabus, kelenjar minyak, kelenjar rambut dan berkas pengangkut
(Anonim,1986).
Anatomi tumbuhan biasanya di bagi menjadi tiga bagian berdasarkan
hierarki dalam kehidupan, yaitu :
1. Organologi
Organologi mengkaji bagaimana struktur dan fungsi suatu organ.
Berikut adalah jaringan-jaringan dasar yang menyusun tiga organ pokok
tumbuhan :
a. Akar
Akar tersusun dari jaringan-jaringan seperti, epidermis,
parenkim, endodermis, kayu, pembuluh (pembuluh kayu dan
pembuluh tapis) dan kambium pada tumbuhan dikotil. Permukaan
seringkali terlindung oleh lapisan gabus tipis. Bagiaan ujung akar
memiliki jaringan tambahan yaitu tudung akar. Ujung akar juga
diselimuti oleh lapisan mirip lender yang disebut misel yang berperan
penting dalanm perrtukaran hara serta interaksi dengan organism
(mikroba) lain.
b. Batang
Susunan batang tidak banyak berbeda dengan akar. Batang
tersusun dari jaringan berikut, yaitu epidermis, parnkim, endodermis,
kayu, jaringan pembuluh dan cambium pada yumbuhan dikotil.
Struktur ini tidak bayak berubah, baik di batang utama, cabang,
maupun ranting. Permukaan batang berkayu atau tumbuhan berupa
pohon seringkali dilindungi oleh lapisan gabus (suber) dan kutikula
yang berminyak (hidrofobik). Jaringan kayu pada batang dikotil atau
monokotil tertentu dapat mengalami proses lignifikasi yang sangat
lanjut sehingga kayu menjadi sangat keras.

c. Daun
Daun lengkap terdiri dari pelepah daun, tangkai daun serta helai
daun. Helai daun sendiri memiliki urat daun yang tidak lain adalah
kelanjutan dari jaringan penyusun batang yang berfungsi menyalurkan
hara atau produk fotosintesis. Helai daun sendiri tersusun dari
jaringan-jaringan dasar berikut: epidermis, jaringan tiang, jaringan
bunga karang dan jaringan pembuluh.Permukaan epidermis seringkali
terlapisi oleh kutikula atau rambut halus (pilus) untuk melindungi daun
dari serangga pemangsa, spora jamur, ataupun tetesan air hujan.

2. Histologi
Histologi tumbuhan mengkaji jenis-jenis sel (berdasarkan bentuk dan
fungsi) yang menyusun suatu jaringan.Jaringan penyusun tumbuhan antara
lain, kodo (jaringan pelindung), kolenkim (jaringan penyokong),
sklerenkim (jaringan penyokong), parenkim (jaringan dasar), xilem
(jaringan pembuluh/pengangkut), floem (jaringan pembuluh/pengangkut).

3. Sitologi
Sitologi mengkaji fungsi berbagai sel dan organel-organel khas
pendukung fungsi tersebut (Campbell,1999).

Jaringan adalah sekumpulan sel yang mempunyai bentuk, fungsi dan


sifat-sifat yang sama. Secara garis besar jaringan dibedakan sebagai berikut :
1. Jaringan Muda
a. Jaringan muda primer berkembang dari protomeristem berbentuk:
1) Protoderm : sistem epidermis.
2) Prokambium : sistem jaringan pengangkut primer.
3) Meristerm dasar : jariangan dasr parenkim.
b. Jaringan muda sekunder, jaringan dewasa yang meristemsatis lagi .
1) Kambium
2) Kambium gabus (felogen), terdiri dari felem (kearah dalam) dan
feloderm (kearah luar).

2. Jaringan Dewasa
a. Jaringan pelindung (epidermis), merupakan jaringan terluar yang
melindungi organ dalam, ukuranya sama, dilapisi kutikula dan dapat
selapis atau berlapis. Derivatnya :
1) Stomata, ada 6 tipe yaitu :
a) Anomositik, jumlah sel tetangga tiga atau lebih, satu sama
lain sukar dibedakan.
b) Anisositik, jumlah sel tetangga tiga atau lebeih, satu sel jelas
lebih kecil dari sel lainya.
c) Diasitik, jumlah sel tetangga dua, bidang persekutuaan
meyilang celah stomata.
d) Parasitik, jumlah sel tetangga dua, bidang perskutuaan segaris
dengan celah stomata.
e) Aktinositik, sel tetangga berbentuk pipih dan mengelilingi
stomata dalam susunan berbentuk lingkaran.
2) Trikoma, ada 2 macam, yaitu :
a) Non glanduler (tidak berkelenjar), tidak bersekresi.
b) Glanduler (berkelenjar), rambutnya bersekresi tipenya :
 Asteraceae, terdiri dari satu deret sel tangkai dan dua
baris sel kelenjar.
 Labiataea, terdiri dari satu sel pangkal yang lebar, satu
atau beberapa sel tangkai dan sebaris mendatar sel
kelenjar sebanyak4, 8, 12 atau lebih sel.
3) Sel motor (sel kipas)
4) Sel silica dan sel gabus
b. Jaringan dasar (parenkim), merupakan jaringan yang terdapat di
seluruh bagian tumbuhan, tepatnya di sebelah dalam jaringan
epidemis. Pada daun disebut jaringan mesofil yang terdiri dari :
1) Jaringan palisade, berbentuk segiempat atau lonjong, tersusun
rapat dan mengandung klorofil. Tipenya :
a) Dorsiventaral, hanya terdapat pada satu sisi epidermis.
b) Isolateral, terdapat pada kedua sisi epidemis.
2) Jaringan bunga karang, mempunya ruang antar sel , terdapat
berkas pembuluh, bentuk dan ukuran tidak beraturan. Berdasarkan
fungsinya ada 2 macam yaitu :
a) Parenkim asimilasi, untuk fotosintesis.
b) Parenkim penyimpan, untuk menyimpan makanan, air dan
udara.

c. Jaringan penguat, berfungsi untuk member kekuatan dan perimbangan


tumbuhan. Jaringan ini ada dua macam, yaitu :
1) Kolenkim, tersusn oleh sel-sel hidup yang plastis. Tipenya:
a) Anguler, penebalan dinding terdapat pada bagian sudut sel.
b) Lameler, penebalan dinding terdapat pada daerah tangensial.
c) Lakuner, penebalan dinding terdapat pada daerah-daerang
yang berbatasan dengan ruang antar sel.
2) Sklerenkim, tersusun oleh sel-sel berdinding tebal dank eras
karena mengalami lignifikasi (penebalan sekumder) dan tidak
berkloroplas. Sklerenkim terdiri dari sklereida dan serabut
sklerenkim.

d. Jaringan Pengangkut
1) Xilem, berfungsi untuk mengangkut air dan zat hara dari akar
kedaun untuk proses fotosintesis. Xilem terdiri atas unsure trakeal
atau vassal yang tersusun atas trakea, trakeida, serabut trakeida
dan parenkim kayu. Xilem ada dua macam yaitu protoxilem dan
metaxilem.
2) Floem, berfungsi untuk mengangkut hasil asimilasi dari daun
keseluruh tubuh tumbuhan. Floem terdiri atas unsure tapis atau
kribal yang tersusun oleh sklereida, serabut sklereida dan sel-sel
parenkim.

e. Jaringan sekretori, merupakan jaringan yang digunakan unruk proses


penyisihan zat-zat hasil sekresi, rekresi dan eksresi (Campbell,1999).

Pati atau amylum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air,
berwujud putih bubuk, tawar dan tidak berbau. Jenis-jenis amylum meliputi:
1. Amylum manihot (pati singkong)
2. Amylum maydis (pati jagung)
3. Amylum oryzae (pati beras)
4. Amylum solani (pati kentang) (Riyanthi.2009).

III. Alat dan Bahan


1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah mikroskop,
gelas objek, gelas penutup, lampu spritus, kertas saring.

2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Amylum
serbuk yaitu : Amylum maizena, Amylum Tritici dan Amylum Mannihot.
Serbuk simplisia yang terdiri dari : Guazuma Folium, Glycyrrhizae Radix,
Kaempfreriae Rhizoma, Cardomoni Fructus dan Caryophyli Flos serta
menggunakn larutan Kloralhidrat 70% LP.

IV. Cara Kerja


1. Pengamatan Amylum
a. Sedian amylum diletakkan di atas kaca kaca objek dan ditetesi dengan
air.
b. Amati di bawah mikroskop dengan perbesaran lemah (10 x 10) dan
perbesaran kuat (10 x 40).
c. Amylum yang nampak di bawah mikroskop lalu digambar.
2. Pengamatan Serbuk Simplisia
a. Serbuk simplisia diletakan di atas kaca kaca objek dan ditetesi dengan
kloralhidrat 70% LP.
b. Kaca objek dipanaskan di atas lampu bunsen atau lampu spritus dijaga
jangan sampai kering kemudian tutup dengan gelas penutup.
c. Tambahkan dengan larutan klorohidrat jika perlu, apabila berlebih
dihisap dengan kertas saring.
d. Setelah dingin diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran lemah
(10 x 10) dan jika perlu dengan perbesaran kuat (10 x 40).
e. Serbuk simplisia yang nampak di bawah mikroskop lalu digambar.

V. Hasil
1. Pengamatan Amylum
No Jenis Amylum dan
Gambar
. Perbesarannya
1. Amylum Mannihot
Perbesaran : 10 x 10

2. Amylum Maizena
Perbesaran : 10 x 40
3. Amylum Tritici
Perbesaran : 10 x 40

2. Pengamatan Serbuk Sinplisia


No Jenis Serbuk Simplisia
Gambar
. dan Perbesarannya
1. Guazumae Folium
Perbesaran : 10 x 10

2. Glycyrrhizae Radix
Perbesaran : 10 x 40
3 Kaempferiae Rhizoma
Perbesaran : 10 x 10

4 Cardomomi Fructus
Perbesaran : 10 x 40

5 Caryophylli Flos
Perbesaran : 10 x 10

VI. Pembahasan
Dari hasil pengamatan amylum dan serbuk simplisia di bawah mikroskop
maka di dapatakan ciri-ciri mikroskopik dari masing-masing amylum dan sebuk
simplisia.
1. Amylum (Pati)
a. Amylum Manihot (Pati Singkong)
Amylum manihot adalah pati yang diperoleh dari umbi akar
Manihot utilissima, Pohl (familia Euphorbiaceae) yang berupa serbuk
sangat halus dan putih, secara mikroskopik berupa butir tunggal, agak
bulat atau bersegi banyak butir kecil dengan diameter 5µm sampai 10
µm, butir besar bergaris tengah 20 µm sampai 35 µm, hilus tengah
berupa titik, garis lurus atau bercabang tiga, lamela tidak jelas,
konsentris, butir majemuk sedikit, terdiri dari 2 atau 3 butir tunggal
yang tidak sama bentuknya. Identifikasi kimiawi yaitu dengan Iodium
dimana akan terjadi biru tua yang hilang pada pemanasan dan timbul
kembali pada pendinginan (Riyanthi,2009).

b. Amylum Maizena (Pati Jagung)


Amylum maizena adalah pati yang diperoleh dari biji Zea mays,
L. (familia Poaceae) yang berupa serbuk sangat halus dan putih. Secara
mikroskopik yaitu berupa butir bersegi banyak, bersudut, ukuran 2 µm
sampai 23 µm atau butir bulat dengan diameter 25 µm sampai 32 µm,
hilus ditengah berupa rongga yang nyata atau celah berjumlah 2
sampai 5, tidak ada lamela. Jika diamati dibawah cahaya terpolarisasi,
tampak bentuk silang berwarna hitam, memotong pada hilus. Untuk
identifikasi secara kimiawi sama dengan amylum manihot
(Riyanthi,2009).

c. Amylum Oryzae (Pati Beras)


Amylum Oryzae adalah amylum yang diperoleh dari biji Oryza
sativa, L. (familia Poaceae) yang berupa serbuk sangat halus dan putih.
Secara mikroskopik yaitu berupa butir bersegi banyak ukuran 2 µm
sampai 5 µm, tunggal atau majemuk bentuk bulat telur ukuran 10 µm
sampai 20 µm. hilus di tengah tidak terlihat jelas, tidak ada lamela
konsentris. Jika diamati dibawah cahaya terpolarisasi tampak bentuk
silang berwarna hitam, memotong pada hilus (Riyanthi,2009).
2. Serbuk Simplisia
a. Guazumae Folium
Daun jati Belanda adalah daun Guazuma ulmifolia Lamk., suku
Sterculiaceae, berbau aromatic lemah, rasa agak kelat. Secara
mikroskopik yaitu serbuk berwarna hijau tua kecoklatan. Mempunya
fragmen pengenal yaitu :
1) Rambut penutup berbentuk bintang, terdiri dari beberapa rambut
bersel tunggal yang berimpit pada bagian pangkalnya, dinding
tebal tidak berwarna, panjang berbeda-beda, ruang rambut
berwarna coklat.
2) Rambut kelnjar terdiri dari 2 sampai 3 tangkai dan 3 sel kepala, sel
kepala lebih besar dari dua sel lainya.
3) Hablur kasium oksalat berbentuk prisma.
4) Fragmen epidermis atas dan epidermis bawah.
5) Pembuluh kayu dengan penebalan tangga (Tampubolon,1981).

b. Liquiritiae Radix/Glycyrrhizae Radix


Akar manis adalah akar dan batang di bawah tanah dari
tumbuhan Glycyrrhiza glabra var. trpica Reg. Et Hard atau
Glycyrrhiza glabra Linn. var. glandulifera Wald. et Kit., suku
Leguminosae, bau khas, rasa manis agak tajam, warna coklat
kekuningan atau coklat tua. Secara mikroskopik mempunyai beberapa
fragmen pengenal yaitu :
1) Fragmen serat kayu dan serat kulit dengan hablur kalsium oksalat
bentuk monoklin yang menempel padanya.
2) Fragmen parenkim berdinding jernih, sering kali terdapat hablur
kalsium coklat di dalamnya.
3) Fragmen trachea berwarna kuning dengan diameter mencapai 200
µm, pori berbatasan. Kadang-kandang terdapat trachea berbentuk
jala dengan tracheid pendamping (Tampubolon,1981).

c. Kaempferiae Rhizoma
Rimpang dari tumbuhan kencur (Kaempferia ga’anga L.), suku
Zingiberaceae, bau khas tebal pada lidah. Warna putih kecoklatan,
secara mikroskopik mempunyai fragmen pengenal antara lain :
1) Butir pati, umumnya tunggal, besar berbentuk bulat telur/tidak
beraturan, salah satu ujung mempunyai putin. Lamela dan hilus
tidak jelas.
2) Fragmen periderm dengan parenkim.
3) Fragmen parenkim dengan sel-sel minyak berwarna putih semu
kuning.
4) Fragmen periden dengan sel berbentuk hampir persegi panjang,
berlapis-lapis (Tampubolon,1981).

d. Cardomomi Fructus
Buah kapulaga adalah buah tumbuhan Amomun cardomomun
Auct. non L. (Amomum compactum Soland. ex Maton), suku
Zingiberaceae, bau khas aromatic, rasa agak pedas. Serbuk berwarna
kelabu kekuningan, secara mikroskopik mempunya fragmen-fragmen
pengenal yaitu :
1) Fragmen epidermis kulit biji berdinding tebal bebentuk
memanjang.
2) Fragmen lapisan sel yang mengandung minyak atsiri.
3) Fragmen sklerenkim palisade yang terlihat tangansial berbentuk
polygonal.
4) Fragmen farisperm yang penuh dengan butir pati kecil.
5) Fragmen serabut sklerenkim dari berkas pembuluh pada
mesokarp.
6) Fragmen sel batu pada masokarp.
7) Fragmen selaput biji.
8) Sel endoderm dengan hablur kalsium oksalat berbentuk prisma
(Heyney,1997).

e. Caryophylli Flos
Bunga cengkeh adalah kumncup bunga tumbuhan Eugenia
caryophyllata Thunb., suku Myrtceae, warna coklat, bau aromatic
kuat, rasa khas pedas diikuti oleh rasa tebal pada lidah. Secara
mikroskopik mempunya fragmen-fragmen pengenal sebagai berikut :
1) Fragmen tangkai sari dengan kristal kalsium oksalat berbentuk
roset.
2) Fragmen kepala sari.
3) Kelenjar skizolisigen, lepas atau dalam jaringan.
4) Pollen berbentuk tetrahedral, garis tengah.
5) 15 sampai 20 µm
6) Trakhea mempunyai penebalan spiral, diding tebal berlignin.
7) Fragmen serabut dengan lumen yang tebal.
8) Parenkim mempunyai sel batu dengan bentuk yang khas
(Heyney,1997).

VII. Kesimpulan
1. Menurut teori sel, semua organisme terdiri dari sel atau sekumpulan sel
yang merupakan satuan struktural, fungsional dan penentu faktor genetik
dari organisme.
2. Jaringan yakni sekumpulan sel yang mempunyai bentuk, fungsi dan sifat-
sifat yang sama.
3. Pati atau amilum adalah karbohidrat komplek yang tidak larut dalam air,
berwujud putih bubuk, tawar dan tidak berbau.
4. Setiap semplisia baik itu dari akar, rhizom, batang, kulit batang, daun, biji,
kulit biji, buah maupun bunga. Simplisia tersebut menpunyai ciri yang khas
baik dari segi mikroskopik maupun organoleptiknya.
5. Uji mikroskopik dilakukan dengan menggunakan mikroskop yang derajat
perbesaranya disesuikan dengan keperluaan. Simplisia yang di uji
merupakan simplisia nabati, dapat berupa sayatan melinyang, radial,
paradermal maupun membujur atau berupa serbuk.

VIII. Daftar Pustaka


Anonim. 1986. Sediaan Galenik. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
Campbell. 1999. Biologi Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Heyney, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia II. Jakarta : Badan Penelitian
dan Pengembangan Departemen Kesehatan RI.
Riyanthi. 2009. Praktikum Identifikasi Amylum dan Simplisia. http://riyanthi-
kedokteran.blogspot.com/. Diakses tanggal 8 Mei 2010.
Tampubolon, O.T. 1981. Tumbuhan Obat Bagi Pecinta Alam. Jakarta : Penerbit
Bharata Karya Aksara.
Tjitrosoepomo, G. 2003. Morfologi Tumbuhan .Yogyakarta : UGM Press.
PERCOBAAN 4
IDENTIFIKASI KANDUNGAN KIMIA SECARA KLT

I. Tujuan Praktikum
1. Mengetahui cara melakukan kromatografi lapis tipis.
2. Mengidentifikasi kandungan kimia dari bahan alam dengan menggunakan
metode kromatografi lapis tipis (KLT).

II. Dasar Teori


Kromatografi merupakan pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa
murninya dan mengetahui kuantitasnya. Pemilihan teknik kromatografi
sebagian besar bergantung pada sifat kelarutan senyawa yang akan dipisahkan.
Metode kromatografi planar dibagi menjadi tiga, yaitu kromatografi lapis tipis,
kromatografi kertas dan elektrokromatografi. Ketiganya menggunakan material
tipis yang dilapisi gelas, plastik atau permukaan logam. Fase gerak bergerak
melalui fase stasioner dengan kapilaritas, terkadang dibantu oleh gravitasi atau
tegangan listrik ( Skoog et al., 2004 ).
Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran
senyawa menjadi senyawa murninya dengan menggunakan sebuah lapis tipis
silica atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau
plastik yang keras. KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa
yang sifatnya hidrofobik seperti lipida-lipida dan hidrokarbon yang sukar
dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga berguna untuk mencari eluen
untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi
kolom, identifikasi senyawa kimia secara kromatografi dan isolasi senyawa
murni dalam skala kecil (Rohman, 2007).
Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan atau
kombinasi padatan-cairan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak
mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat
dalam campuran pada laju yang berbeda. Fase diam akan menahan komponen
campuran sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran.
Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal. Sedangkan
komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat (Clark,
2007).
Gel silica (alumina) merupakan fase diam. Fase diam untuk KLT
seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendarflour dalam
sinar UV. Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai.
Pelaksanaan ini biasanya dalam pemisahan warna yang merupakan gabungan
dari beberapa zat pewarna atau pemisahan dan isolasi pigmen tanaman yang
berwarna hijau dan kuning (Rohman, 2007).
Data yang diperoleh dari KLT adala nilai Rf yang sangat berguna untuk
identifikasi senyawa. Rf atau Retention Factor atau Retardation Factor
didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa dibagi jarak yang
ditempuh oleh pelarut pada kromatografi. Senyawa yang memiliki Rf besar
pasti memiliki polaritas yang rendah, karena interaksinya dengan fase gerak
lebih besar dari fase stasioner. Sebaliknya senyawa yang memiliki Rf kecil pasti
memiliki polaritas yang tinggi, karena interaksinya dengan fase stasioner lebih
besar dari fase gerak (Laurent, 2009). Setiap warna akan selalu sama. Namun,
jika terdapat perubahan akibat pengaruh suhu, komposisi pelarutan dan
sebagainya, maka nilai Rf tersebut akan berubah (Anonim, 2007).
Jarak yang ditempu h ole h komponen
Rf =
Jarak yang ditempu h oleh pelarut
Namun, jika kromatografi lapis tipis yang akan dideteksi pada substansi
tidak berwarna dilakukan dengan cara pendarflour dan bercak secara kimia.
Seperti yang telah disebutkan diatas, fase diam pada sebuah lempengan tipis
seringkali memiliki substansi yang ditambahkan ke dalamnya supaya
menghasilkan pendaran flour ketika diberikan sinar UV. Untuk membuat
bercak-bercak menjadi tampak dengan jalan mereaksikannya dengan zat kimia
sehingga menghasilkan produk yang berwarna (Anonim, 2009).

III. Alat Dan Bahan


1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah gel silica GF
254, chamber, hair dryer, sinar UV 254, penggaris, pensil, pipet ukur,
filler, mikropipet, tabung reaksi, gelas ukur, oven.

2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah asam asetat
15% : aquades (3 : 17), kloroform : etil asetat (1 : 1), dan ekstrak simplisia.
IV. Cara Kerja
1. Isi chamber1 dengan eluen campuran dari 0,75 ml asam asetat 15% dan 4,25
ml aquades.
2. Isi chamber2 dengan eluen campuran dari 2,5 ml kloroform dan 2.5 ml etil
asetat.
3. Tutup rapat chamber1 dan chamber2 kemudian tunggu hingga jenuh. Untuk
mengidentifikasinya jepit kertas saring di antara tutupnya. Apabila kertas
saring sedikit berembun/basah berarti larutan sudah jenuh.
4. Masukkan dua buah lempengan silica gel GF254 ke dalam oven selama
beberapa menit.
5. Buat garis start dari tepi bawah dengan pensil pada masing-masing
lempeng.
6. Buat dua buah titik dengan jarak tertentu pada garis start.
7. Buat garis front di atas garis start dengan jarak 8 cm.
8. Tetesi titik-titik pada garis start dengan ekstrak simplisia , tunggu sampai
kering. Apabila warnanya masih pudar ulangi point di atas sampai
warnanya terlihat jelas.
9. Apabila eluen sudah jenuh keluarkan kertas saring dari chamber1 dan
chamber2.
10. Masukkan lempeng silica gel masing-masing satu ke dalam chamber1 dan
chamber2 kemudian tutup rapat. Biarkan hingga eluen naik sampai ke garis
front.
11. Setelah eluen sampai di garis front angkat lempeng silica gel kemudian
deteksi dengan sinar UV
12. Ukur jarak yang terbentuk oleh bercak simplisia dari garis start kemudian
hitung Rf-nya.

V. Hasil
1. Fase gerak1
Asam asetat 15% : aquades
0,75 ml : 4,25 ml
Jarak yang ditempu h ole h komponen
Rf =
Jarak yang ditempu h oleh pelarut

875
2. Fase gerak2
Kloroform : etil asetat
2,5 ml : 2,5 ml
Jarak y ang ditempu h ole h komponen
Rf =
Jarak yang ditempuh ole h pelarut

VI. Pembahasan
Kromatografi merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi
kertas dan elektroforesis. Meskipun demikian, kromatografi planar ini dapat
dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom. Fase gerak yang
dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena
pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik (ascending) atau karena
pengaruh gravitasi pada pengembanngan secara menurun (descending)
(Rohman, 2007).
Fase diam yang digunakan dalam percobaan ini adalah gel silica yang
memiliki mekanisme sorpsi adsorbsi. Gel silica dapat digunakan pada senyawa-
senyawa yang mengandung asam amino, hidrokarbon, vitamin, dan alkaloid.
Kebanyakan fase diam dikontrol keajegan ukuran partikel dan luas
permukaannya (Rohman, 2007).
Gel silica adalah bentuk dari silikon dioksida (silica). Atom silikon
dihubungkan oleh atom oksigen dalam struktur kovalen yang besar. Namun,
pada permukaan gel silica terdapat ikatan Si-OH selain Si-O-Si. Permukaannya
sangat polar dan karenanya gugus –OH dapat membentuk ikatan hidrogen
dengan senyawa-senyawa yang sesuai di sekitarnya, sebagaimana halnya gaya
van der Waals dan atraksi dipol-dipol (Clark, 2007).
Eluen adalah fase gerak yang berperan penting pada proses elusi bagi
larutan umpan (feed) untuk melewati fase diam (adsorbent). Interaksi antara
adsorbent dengan eluen sangat menentukan terjadinya pemisahan komponen.
Eluen dapat digolongkan menurut ukuran kekuatan teradsorbsinya pelarut atau
campuran pelarut tersebut pada adsorben dan dalam hal ini yang banyak
digunakan adalah jenis adsorben alumina atau sebuah lapis tipis silica. Suatu
pelarut yang bersifat larutan relatif polar, dapat mengusir pelarut yang relatif
tak polar dari ikatannya dengan alumina (gel silica) (Rohman, 2007).
Sistem fase gerak KLT yang paling sederhana ialah campuran dua pelarut
organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur
sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Fase gerak
harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik
yang sangat sensitif. Daya elusinya pun harus diatur sedemikian rupa sehingga
harga Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan (Rohman,
2007).
Percobaan diatas dapat menghasilkan kesimpulan bahwa percobaan
dengan menggunakan fase gerak1 yang merupakan campuran dari asam asetat
15% dan aquades kurang optimal, sedangkan percobaan dengan menggunakan
fase gerak2 yang merupakan campuran dari kloroform dan aetil asetat lebih
optimal. Hal ini dikarenakan fase gerak1 memiliki nilai Rf lebih dari 0,8,
sementara fase gerak2 memiliki nilai Rf diantara 0,2-0,8.
Penotolan sampel yang tidak tepat akan menyebabkan bercak yang
menyebar dan puncak ganda. Untuk memperoleh reprodusibilitas, volume
sampel yang ditotolkan paling sedkit 0,5 µl. Jika volume sampel yang
ditotolkan lebih besar dari 2-10 µl maka penotolan harus dilakukan secara
bertahap dengan dilakukan pengeringan antartotolan. Penotolan ini lebih baik
menggunakan pensil. Karena jika penotolan dilakukan dengan menggunakan
tinta, pewarna dari tinta akan bergerak selayaknya kromatogram dibentuk
(Rohman, 2007).
Ketika bercak dari campuran itu mengering, gel silica ditempatkan dalam
sebuah chamber bertutup berisi eluen. Alasan untuk menutup chamber adalah
untuk meyakinkan bahwa kondisi dalam chamber terjenuhkan oleh uap dari
pelarut. Karena pelarut bergerak lambat pada gel silica, komponen-komponen
yang berada dari campuran warna akan bergerak pada kecepatan yang berbeda
dan akan tampak sebagai perbedaan bercak warna. Pelarut dapat mencapai
sampai pada bagian atas dari gel silica akan memberikan pemisahan maksimal
dari komponen-komponen yang berwarna untuk kombinasi tertentu dari pelarut
dan fase diam.
Bercak pemisahan pada KLT umumnya merupakan bercak yang tidak
berwarna. Untuk penentuannya dapat dilakukan secara kimia, fisika, maupun
biologi.
1. Penunjukkan Bercak Secara Kimia
Membuat bercak-bercak menjadi tampak gelas dalam beberapa kasus
dimungkinkan dengan jalan mereaksikannya dengan zat kimia sehingga
menghasilkan produk yang berwarna. Misalnya adalah kromatogram yang
dihasilkan dari campuran asam amino.

2. Penunjukkan Bercak Secara Fisika Menggunakan Pendarflour


Fase diam pada sebuah lempengan tipis seringkali memiliki substansi
yang ditambahkan ke dalamnya., supaya menghasilkan pendaran flour
ketika diberikan sinar UV. Pendaran ini ditutupi pada posisi dimana bercak
pada kromatogram berada, meskipun bercak-bercak itu tidak tampak
berwarna jika dilihat dengan mata. Itu berarti bahwa jika lempengan
disinari sinar UV, akan timbul pendaran dari posisi yang berbeda dengan
posisi bercak-bercak. Bercak tampak sebagai bidak kecil yang gelap.
Sementara UV tetap disinarkan pada lempengan, tandai posisi-posisi dari
bercak-bercak dengan menggunakan pensil dan melingkari daerah bercak-
bercak itu. Setelah sinar UV dimatikan, bercak-bercak tersebut tidak
tampak kembali (Rohman, 2007).

Reagen yang digunakan sebagai penampak bercak dalam KLT dapat


dibedakan menjadi 2, yaitu reagen umum (yang berlaku untuk hampir semua
senyawa organik) dan reagen selektif (yang hanya mendeteksi jenis atau
golongan senyawa tertentu). Cepat lambatnya senyawa-senyawa dibawa
bergerak ke atas pada lempengan tergantung pada :
1. Bagaimana kelarutan senyawa dalam pelarut. Hal ini bergantung pada
bagaimana besar atraksi antara molekul-molekul senyawa dengan pelarut.
2. Bagaimana senyawa melekat pada fase diam, misalnya gel silica. Hal ini
bergantung pada bagaimana besar atraksi antara senyawa dengan gel silica
(Haqiqi, 2008).
Senyawa yang dapat membentuk ikatan hidrogen akan melekat pada gel
silica lebih kuat dibanding senyawa lainnya. Kita mengatakan bahwa sneyawa
ini terjerap lebh kuat dari senyawa yang lainnya. Penjerapan merupakan
pembentukan suatu ikatan dari satu substansi pada permukaan. Penjerapan
bersifat tidak permanen, terdapat pergerakan yang tetap dari molekul antara
yang terjerap pada permukaan gel silica dan yang kembali pada larutan dalam
pelarut (Anonim, 2009).
Senyawa hanya dapat bergerak ke atas pada lempengan selama waktu
terlarut dalam pelarut. Ketika senyawa dijerap pada gel silica _untuk sementara
waktu proses penjerapan berhenti- dimana pelarut bergerak tanpa senyawa. Itu
berarti bahwa semakin kuat senyawa dijerap, semakin kurang jarak yang
ditempuh ke atas lempengan. Senyawa yang dapat membentuk ikatan hidrogen
akan menjerap lebih kuat daripada yang hanya tergantung pada interaksi van
der Waals sehingga bergerak lebih jauh pada lempengan (Clark, 2007).
Terdapat perbedaan bahwa ikatan hidrogen pada tingkatan yang sama dan
dapat larut dalam pelarut pada tingkatan yang sama pula. Ini tidak hanya
merupakan atraksi antara senyawa dengan gel silica. Atraksi antara senyawa
dan pelarut juga merupakan hal akan mempengaruhi bagaimana mudahnya
senyawa ditarik pada larutan keluar dari permukaan gel silica. Bagaimanapun,
hal ini memungkinkan senyawa-senyawa tidak terpisahkan dengan baik ketika
membuat kromatogram. Dalam kasus itu, perubahan pelarut dapat membantu
dengan baik termasuk memungkinkan perubahan pH pelarut (Clark, 2007).
Beberapa keuntungan KLT adalah :
1. KLT banyak digunakan untuk tujuan analisis.
2. Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna
fluoresensi, atau dengan radiasi menggunakan sinar UV.
3. Dapat dilakukan elusi secara menaik (ascending), menurun (descending),
atau dengan cara elusi dua dimensi.
4. Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan
ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak (Rohman, 2007).

VII. Kesimpulan
1. KLT merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa
murninya dengan menggunakan sebuah lapis tipis silica atau alumina yang
seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras.
2. Fase diam dapat berupa padatan atau kombinasi padatan-cairan dan bersifat
menahan komponen canpuran. Sedangkan fase gerak dapat berupa cairan
atau gas dan bersifat melarutkan zat komponen campuran.
3. Daya pemisahan pada percobaan dengan menggunakan fase gerak 1 kurang
optimal karena nilai Rf >0,8. Sedangkan pada fase gerak 2 cukup optimal
karena 0,2<nilai Rf<0,8.
4. Apabila KLT tidak berwarna dapat dideteksi dengan cara pendarflour dan
bercak secara kimia.

VIII. Daftar Pustaka


Anonim. 2009. Kromatografi Lapis Tipis.
http://greenhati.blogspot.com/2009_01_23_archive.html. Diakses tanggal
26 Mei 2010.
Clark, Jim. 2007. Kromatografi Lapis Tipis. http://www.chem-is-
try.org/materi_kimia/instrumen_analisis/kromatografi1/kromatografi_lapi
s_tipis/. Diakses tanggal 26 Mei 2010.
Haqiqi, S.H. 2008. Kromatografi Lapis Tipis.
http://d4him.files.wordpress.com/2009/02/paper-kromatografi-lapis-
tipis.pdf. Diakses tanggal 18 Juni 2010.
Laurent. Danny. 2009. Laporan Kimia Organik Kromatografi Lapis Tipis.
http://www.scribd.com/doc/22942198/Kromatografi-Lapis-Tipis. Diakses
tanggal 18 Mei 2010.
Rohman, Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Skoog, DA, West, DM, Holler, FJ, Crouch, SR. 2004. Fundamentals of
Analytical Chemistry. Thomson: United States of America.

You might also like