You are on page 1of 14

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

DAUR KARBON

Nama : Dina Anggraini


NIM : 108095000020
Kelompok : 2 (Dua)
Asisten : Adeng Hudaya
Tanggal Pengumpulan : 22 April 2010

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Praktikum kali ini yaitu Daur Karbon dilatar belakangi dengan ingin mengetahui siklus
karbon yang terjadi pada suatu ekosistem. Praktikum kali ini dlakukan pada ekosistem
aquatik dengan menggunakan Hydrilla sp. yang bertindak sebagai produsen dan Lymnea
sp. yang bertindak sebagai konsumen. Daur karbon merupakan salah sutu siklus yang
terjadi pada ekosistem aquatik. Daur karbon merupakan aliran energi yang berpindah dari
satu makhluk hidup ke makhluk hidup dalam suatu ekosistem. Siklus karbon merupakan
salah satu siklus yang penting dalam ekosistem aquatik karena carbon merupakan unsur
penting penyusun bahan makanan organisme u tuk kelangsungan hidupnya. Selain itu
praktikum kali ini karena ingin megetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
aliran energi pada suatu ekosistem khususnya siklus karbon.

I.2 TUJUAN
• Mempelajari daur biogeokimia pada ekosistem khususnya daur karbon.
• Mengetahui pengaruh kadar oksigen terlarut dalam daur karbon pada ekosistem
aquatik.
• Mengetahui pengaruh cahaya terhadap daur karbon.
• Mengetahui peran dari masing-masing organisme pada ekosistem aquatik.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 DAUR BIOGEOKIMIA
Biogeokimia adalah pertukaran atau perubahan yang terus menerus, antara
komponen biosfer yang hidup dengan tak hidup. Dalam suatu ekosistem, materi pada
setiap tingkat trofik tidak hilang. Materi berupa unsurunsur penyusun bahan organik
tersebut didaur ulang. Unsur-unsur tersebut masuk ke dalam komponen biotik melalui
udara, tanah, dan air. Daur ulang materi tersebut melibatkan makhluk hidup dan batuan
(geofisik) sehingga disebut Daur Biogeokimia. Jika aliran energi merupakan arus satu
arah yang diperbarui terus dari pasokan SS, aliran materi yang diperlukan dunia
kehidupan pada dasarnya bersifat dua arah karena bahan-bahan kimia terbatas
persediaannya hingga harus digunakan lagi melalui proses pertukaran (siklus). Karena
proses siklus materi tidak hanya terjadi dalam tubuh organisme(biota), tetapi berlangsung
juga dalam lingkungan abiotik maka proses ini disebut siklus biogeokimia.
Semua yang ada di bumi baik makluk hidup maupun benda mati tersusun oleh
materi. Materi ini tersusun oleh antara lain: karbon (C), Oksigen (O), Nitrogen (N),
Hidrogen (H), Belerang atau sulfur (S) dan Fosfor (P). Unsur-unsur kimia tersebut
dimanfaatkan oleh produsen untuk membentuk bahan organic dengan bantuan energi
matahari atau energi yang berasal dari reaksi kimia. Bahan organik yang dihasilkan
adalah sumber bagi organisme.(Fitra,2008)
Proses makan atau dimakan pada rantai makanan mengakibatkan aliran materi
dari mata rantai yang lain. Walaupun makluk dalam satu rantai makanan mati, aliran
materi masih tetap berlangsung terus. Karena mahluk hidup yang mai tadi diuraikan oleh
decomposer yang ahkirnya akan masuk lagi ke rantai makanan berikutnya. Begitu
selanjutnya terus-menerus sehingga membentuk suatu aliran energi dan daur materi.
Aliran bahan-bahan kimia dalam biota terjadi melalui rantai-rantai pakan
mengikuti arus aliran oksigen dalam organisme yang bagi beberapa elemen sudah
merupakan siklus lengkap, tetapi bagi elemen lain belum karena masih harus mengikuti
siklus ke lingkungan abiotik. Siklus bahan kimia dalam biota disebut fase organik, di luar
biota disebut fase abiotik.

3
II.2 DAUR KARBON

Di atmosfer terdapat kandungan CO2 sebanyak 0.03%. Sumber-sumber CO2 di


udara berasal dari respirasi manusia dan hewan, erupsi vulkanik, pembakaran batubara,
dan asap pabrik.
Karbon dioksida di udara dimanfaatkan oleh tumbuhan untuk berfotosintesis dan
menghasilkan oksigen yang nantinya akan digunakan oleh manusia dan hewan untuk
berespirasi.
Hewan dan tumbuhan yang mati, dalam waktu yang lama akan membentuk
batubara di dalam tanah. Batubara akan dimanfaatkan lagi sebagai bahan bakar yang juga
menambah kadar CO2 di udara.
Di ekosistem air, pertukaran CO2 dengan atmosfer berjalan secara tidak langsung.
Karbon dioksida berikatan dengan air membentuk asam karbonat yang akan terurai
menjadi ion bikarbonat. Bikarbonat adalah sumber karbon bagi alga yang memproduksi
makanan untuk diri mereka sendiri dan organisme heterotrof lain. Sebaliknya, saat
organisme air berespirasi, CO2 yang mereka keluarkan menjadi bikarbonat. Jumlah
bikarbonat dalam air adalah seimbang dengan jumlah CO2 di air.(Salmin,2005)
Siklus karbon sangat menyerupai arus energi dalam memasuki rantai pakan
melalui proses fotosintesis. Semua karbon memasuki organisme melalui daun-daunan
hijau dan kembali ke udara melalui respirasi hingga merupakan siklus yang lengkap.
Akan tetapi sebagian ada yang difermenrasikan dan atau membentuk jaringan lainnya
menjadi karbon terikat.
Siklus karbon sendiri memiliki arti yang luas. Dalam siklus karbon cadangan di
atmosfer adalah sangat kecil jumlahnya jika dobandingklan dengan jumlah karbon yang
ada didalam laut, minyak bumi dan cadangan-cadangan lain di dalam kerak bumi.
Kehilangan karbon dalam aktifitas pertanian (misalnya karena penambahan karbon ke
atmosfer lebih banyak dari pada yang disebabkan karena yang diikat oleh tanaman-
tanaman tidak dapat menggantikan karbon yang dilepaskan dari tanah, terutama yang
diakibatkan karena seringnya pengolahan tanah. Penebangan hutan dapat melepaskan

4
karbon yang tersimpan dalam kayu, terutama apabila kayu tersebut segera terbakar, dan
kemudian diikuti oleh oksidasi humus jika lahan tersebut digunakan untuk
pengembangan daerah pertanian dan perkotaan . (Darjamuni,2003)
Bagian terbesar dari karbon yang berada di atmosfer Bumi adalah gas karbon
dioksida (CO2). Meskipun jumlah gas ini merupakan bagian yang sangat kecil dari
seluruh gas yang ada di atmosfer (hanya sekitar 0,04% dalam basis molar, meskipun
sedang mengalami kenaikan), namun ia memiliki peran yang penting dalam menyokong
kehidupan. Gas-gas lain yang mengandung karbon di atmosfer adalah metan dan
kloroflorokarbon atau CFC (CFC ini merupakan gas artifisial atau buatan). Gas-gas
tersebut adalah gas rumah kaca yang konsentrasinya di atmosfer telah bertambah dalam
dekade terakhir ini, dan berperan dalam pemanasan global.
Karbon diambil dari atmosfer dengan berbagai cara:
• Ketika matahari bersinar, tumbuhan melakukan fotosintesa untuk mengubah karbon
dioksida menjadi karbohidrat, dan melepaskan oksigen ke atmosfer. Proses ini akan lebih
banyak menyerap karbon pada hutan dengan tumbuhan yang baru saja tumbuh atau hutan
yang sedang mengalami pertumbuhan yang cepat.
• Pada permukaan laut ke arah kutub, air laut menjadi lebih dingin dan CO2 akan lebih
mudah larut. Selanjutnya CO2 yang larut tersebut akan terbawa oleh sirkulasi termohalin
yang membawa massa air di permukaan yang lebih berat ke kedalaman laut atau interior
laut (lihat bagian solubility pump).
• Di laut bagian atas (upper ocean), pada daerah dengan produktivitas yang tinggi,
organisme membentuk jaringan yang mengandung karbon, beberapa organisme juga
membentuk cangkang karbonat dan bagian-bagian tubuh lainnya yang keras. Proses ini
akan menyebabkan aliran karbon ke bawah (lihat bagian biological pump).
• Pelapukan batuan silikat. Tidak seperti dua proses sebelumnya, proses ini tidak
memindahkan karbon ke dalam reservoir yang siap untuk kembali ke atmosfer.
Pelapukan batuan karbonat tidak memiliki efek netto terhadap CO2 atmosferik karena ion
bikarbonat yang terbentuk terbawa ke laut dimana selanjutnya dipakai untuk membuat
karbonat laut dengan reaksi yang sebaliknya (reverse reaction).

5
Karbon dapat kembali ke atmosfer dengan berbagai cara pula, yaitu:
• Melalui pernafasan (respirasi) oleh tumbuhan dan binatang. Hal ini merupakan reaksi
eksotermik dan termasuk juga di dalamnya penguraian glukosa (atau molekul organik
lainnya) menjadi karbon dioksida dan air.
• Melalui pembusukan binatang dan tumbuhan. Fungi atau jamur dan bakteri mengurai
senyawa karbon pada binatang dan tumbuhan yang mati dan mengubah karbon menjadi
karbon dioksida jika tersedia oksigen, atau menjadi metana jika tidak tersedia oksigen.
• Melalui pembakaran material organik yang mengoksidasi karbon yang terkandung
menghasilkan karbon dioksida (juga yang lainnya seperti asap). Pembakaran bahan bakar
fosil seperti batu bara, produk dari industri perminyakan (petroleum), dan gas alam akan
melepaskan karbon yang sudah tersimpan selama jutaan tahun di dalam geosfer. Hal
inilah yang merupakan penyebab utama naiknya jumlah karbon dioksida di atmosfer.
• Produksi semen. Salah satu komponennya, yaitu kapur atau gamping atau kalsium
oksida, dihasilkan dengan cara memanaskan batu kapur atau batu gamping yang akan
menghasilkan juga karbon dioksida dalam jumlah yang banyak.
• Di permukaan laut dimana air menjadi lebih hangat, karbon dioksida terlarut dilepas
kembali ke atmosfer.
• Erupsi vulkanik atau ledakan gunung berapi akan melepaskan gas ke atmosfer.
Gas-gas tersebut termasuk uap air, karbon dioksida, dan belerang. Jumlah karbon
dioksida yang dilepas ke atmosfer secara kasar hampir sama dengan jumlah karbon
dioksida yang hilang dari atmosfer akibat pelapukan silikat; Kedua proses kimia ini yang
saling berkebalikan ini akan memberikan hasil penjumlahan yang sama dengan nol dan
tidak berpengaruh terhadap jumlah karbon dioksida di atmosfer dalam skala waktu yang
kurang dari 100.000 tahun.

II.3 OKSIGEN TERLARUT (OD)

Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup
untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan
energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk

6
oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama
oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil
fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2005). Kecepatan
difusi oksigen dari udara, tergantung dari beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu,
salinitas, pergerakan massa air dan udara seperti arus, gelombang dan pasang surut.
ODUM (1971) menyatakan bahwa kadar oksigen dalam air laut akan bertambah dengan
semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas. Pada lapisan
permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi, karena adanya proses difusi antara air
dengan udara bebas serta adanya proses fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman
akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, karena proses fotosintesis semakin
berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan oksidasi
bahan-bahan organik dan anorganik Keperluan organisme terhadap oksigen relatif
bervariasi tergantung pada jenis, stadium dan aktifitasnya. Kebutuhan oksigen untuk ikan
dalam keadaan diam relatif lebih sedikit apabila dibandingkan dengan ikan pada saat
bergerak atau memijah. Jenis-jenis ikan tertentu yang dapat menggunakan oksigen dari
udara bebas, memiliki daya tahan yang lebih terhadap perairan yang kekurangan oksigen
terlarut. Kandungan oksigen terlarut (DO) minimum adalah 2 ppm dalam keadaan nornal
dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (toksik). Kandungan oksigen terlarut minimum
ini sudah cukup mendukung kehidupan organisme. Idealnya, kandungan oksigen terlarut
tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam dengan sedikitnya pada tingkat
kejenuhan sebesar 70 %. KLH menetapkan bahwa kandungan oksigen terlarut adalah 5
ppm untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut . Oksigen memegang peranan
penting sebagai indikator kualitas perairan, karena oksigen terlarut berperan dalam proses
oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Selain itu, oksigen juga menentukan
khan biologis yang dilakukan oleh organisme aerobik atau anaerobik. Dalam kondisi
aerobik, peranan oksigen adalah untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik
dengan hasil akhirnya adalah nutrien yang pada akhirnya dapat memberikan kesuburan
perairan. Dalam kondisi anaerobik, oksigen yang dihasilkan akan mereduksi senyawa-
senyawa kimia menjadi lebih sederhana dalam bentuk nutrien dan gas. Karena proses
oksidasi dan reduksi inilah maka peranan oksigen terlarut sangat penting untuk
membantu mengurangi beban pencemaran pada perairan secara alami maupun secara

7
perlakuan aerobik yang ditujukan untuk memurnikan air buangan industri dan rumah
tangga. Sebagaimana diketahui bahwa oksigen berperan sebagai pengoksidasi dan
pereduksi bahan kimia beracun menjadi senyawa lain yang lebih sederhana dan tidak
beracun. Disamping itu, oksigen juga sangat dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk
pernapasan. Organisme tertentu, seperti mikroorganisme, sangat berperan dalam
menguraikan senyawa kimia beracun rnenjadi senyawa lain yang lebih sederhana dan
tidak beracun. Karena peranannya yang penting ini, air buangan industri dan limbah
sebelum dibuang ke lingkungan umum terlebih dahulu diperkaya kadar oksigennya.
(Salmin,2005)
Penentuan oksigen terlarut dengan cara DO meter, harus diperhatikan suhu dan
salinitas sampel yang akan diperiksa. Peranan suhu dan salinitas ini sangat vital terhadap
akurasi penentuan oksigen terlarut dengan cara DO meter. Disamping itu, sebagaimana
lazimnya alat yang digital, peranan kalibrasi alat sangat menentukan akurasinya hasil
penentuan. Berdasarkan pengalaman di lapangan, penentuan oksigen terlarut dengan cara
titrasi lebih dianjurkan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Alat DO meter masih
dianjurkan jika sifat penentuannya hanya bersifat kisaran.

8
BAB III
METODE PENELITIAN

III.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN


Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ekologi UIN Jakarta. Penelitian
dilaksanakan pada :
Hari dan tanggal: Kamis, 08 April 2010
Waktu : Pukul 10-12.00 wib

III.2 BAHAN DAN ALAT


Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum Daur Karbon adalah air, indikator
brom timol blue, Hydrilla sp dan Lymnea sp.
Alat-alat yang digunakan adalah: botol selai,plastik,karet, DO meter, pipet tetes
dan gelas kimia.

III.3 CARA KERJA


• Perlakuan 1
Mula-mula disiapkan empat buah botol vidoPada botol vido yang pertama,
dimasukkan air sebanyak 200mL kemudian ditetesi indikator BB kemudian dimasukkan
seekor Lymnea sp. dan kemudian botol vido ditutup dengan menggunakan plastik dan
diikat dengan menggunakan karet dan dilabeli sebagai A1. Pada botol vido ke dua,
dimasukkan air sebanyak 200 mL kemudian ditetesi indikator BB, kemudian dimasukkan
ke dalamnya Hydrilla sp dan Lymnea sp. kemudian botol vido ditutup menggunakan
plastik dan diikat dengan menggunakan karet dan dilabeli sebagai A2 . Pada botol vido
ke tiga dimasukkan air sebanyak 200 mL kemudian ditetesi indikator BB dan dimasukkan
Hydrilla sp dan botol vido ditutup dengan menggunakan plastik yang diikat dengan karet
dan dilabeli sebagai A3. Botol vido yang ke empat diisi oleh air sebanyak 200 mL.
Kemudian diukur DO nya menggunakan DO meter, hasilnya merupakan DO kontrol.
Setelah diukur DO botol vido ditutup dengan menggunakan plastik dan diikat
menggunakan karet dan dilabeli sebagai A4. .setelah semua selesai dilakukan, botol-botol

9
tersebut disimpan pada tempat terang selama 24 jam. Setelah 24 jam diamati dan masing-
masing perlakuan diukur DO-nya, diamati perubahan warna airnya dan keadaan
organismenya.
• Perlakuan 2

Mula-mula disiapkan empat buah botol vidoPada botol vido yang pertama,
dimasukkan air sebanyak 200 mL kemudian ditetesi indikator BB kemudian dimasukkan
seekor Lymnea sp. dan kemudian botol vido ditutup dengan menggunakan plastik dan
diikat dengan menggunakan karet dan dilabeli sebagai B1. Pada botol vido ke dua,
dimasukkan air sebanyak 200 mL kemudian ditetesi indikator BB, kemudian dimasukkan
ke dalamnya Hydrilla sp dan Lymnea sp. kemudian botol vido ditutup menggunakan
plastik dan diikat dengan menggunakan karet dan dilabeli sebagai B2 . Pada botol vido ke
tiga dimasukkan air sebanyak 200 mL kemudian ditetesi indikator BB dan dimasukkan
Hydrilla sp dan botol vido ditutup dengan menggunakan plastik yang diikat dengan karet
dan dilabeli sebagai B3. Botol vido yang ke empat diisi oleh air sebanyak 200 mL.
Kemudian diukur DO nya menggunakan DO meter, hasilnya merupakan DO kontrol.
Setelah diukur DO botol vido ditutup dengan menggunakan plastik dan diikat
menggunakan karet dan dilabeli sebagai B4. .setelah semua selesai dilakukan, botol-botol
tersebut disimpan pada tempat gelap selama 24 jam. Setelah 24 jam diamati dan masing-
masing perlakuan diukur DO-nya, diamati perubahan warna airnya dan keadaan
organismenya.

10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 HASIL PENGAMATAN


Tabel 1. Kompilasi data daur karbon pada tempat terang dan gelap.
Kondisi Botol DO Perubahan Keterangan
tempat (mg/L) Warna air Lymnea Hydrilla
sp. sp.
Terang A1 4.3 Biru Mati - -
A2 10.1 Kuning Mati Segar ++
A3 13.8 Biru - Segar -
A4 12. 12. Biru - -
8 9
Gelap B1 4.5 Biru Mati - -
B2 12 Kuning Mati Layu ++
B3 8.8 Kuning - Layu +
B4 12. 11. biru - -
8 1

Pada praktikum Daur Karbon menggunakan system Daur Karbon pada ekosistem aquatic
hal ini dilakukan karena prosesnya sederhana dan tidak memerlukan waktu yang lama
untuk menetahui hasilnya. Digunakan Lymnea sp. sebagai specimen karena Lymnea
mudah diperoleh dan ia berhabitat pada air tawar. Ukuran Lymnea sp. yang digunakan
harus sama agar kita dapat membandingkan dengan seimbang hasilnya dengan berbagai
perlakuan. Pada prak tikum kali ini digunakan Hydrilla sp. sebagai produsen atau
organisme autotrof yang dapat melakukan fotosintesis. Digunakannya indicator BB pada
percobaan ini sebagai indikator untuk dapat mengetahui apakah terdapat CO2 didalam
tabung reaksi karena larutan bromtimol biru sangat sensitif dengan CO 2, kesensitifan ini
dapat dilihat dengan adanya reaksi perubahan warna. Akan berwarna biru dalam larutan
basa dan berwarna kuning kemerahan pada larutan asam. Percobaan dilakukan pada dua
tempat yang berbeda yaitu yang di tempat terang dan yang di tempat gelap. Hal itu
dimaksudkan untuk membandingkan apakah adanya cahaya berpengaruh terhadap siklus
karbon pada ekosistem aquatik. Dan ternyata berpengaruh yaitu pada tempat terang

11
tumbuhan dapat berfotosintesis dan dapat memungkinkan terjadinya daur karbon pada
ekosistem tersebut.
Dari tabel tersebut terlihat bahwa pada kondisi terang. Pada botol pertama yaitu
yang hanya berisi Lymnea sp. saja warna airnya tidak berubah yaitu tetap berwarna bitu,
dan siputnya pun mengalami kematian. Siput mengalamai kematian dikarenakan pada
lingkungan tersebut tidak diberi Hydrilla sp. sebagai bahan makanan sehingga tidak
terjadi aliran energi dan siput pun mengalami kekurangan makanan. Warna air yang tetap
biru mengindikasikan bahwa air tersebut berada dalam kondisi basa. DO pada botol A1
hanya sebesar 4.3 mg/L hal tersebut menyatakan bahwa oksigen yang terlarut dalam air
sebesar 4.3 mg/L. Pada botol yang ke dua diperoleh hasil bahwa siput mengalami
kematian tetapi Hydrilla sp. dalam keadaan yang segar. Hal tersebut karena Hydrilla sp.
masih dapat melakukan proses fotosintesis dimana Hydrilla sp. memperoleh cahaya
matahari yang digunakan dalam proses fotosintesis. Hal tersebut terlihat pada nilai DO
dari air pada tabung yang ke dua yaitu kadar oksigen terlarut dalam air adalah sebesar
10.1 mg/L. banyaknya oksigen yang terlarut dalam air tersebut diperoleh dari hasil
fotosintesis yang dilakukan oleh Hydrilla sp. Hasil dari fotosintesis tersebut adalah
berupa oksigen dan energi yang menyebabkan kadar oksigen yang terlarut di dalam air
besar. Tetapi pada botol yang ke-dua terjadi perubahan warna dari biru menjadi kuning.
Perubahan warna biru menjadi kuning mengindikasikan bahwa larutan tersebut bersifat
asam berarti pada larutan tersebut terlarut kadar karbondioksida yang lebih banyak
dibandingkan dengan oksigen terlarutnya. Karena gas CO2 akan membentuk asam bila
dilarutkan dengan air. Kondisi tersebutlah yang menyebabkan siput mati walaupun
tersedia bahan makanan. Pada botol ke tiga yang hanya terisi oleh Hydrilla diperoleh
hasil bahwa kadar oksigen terlarut di dalam larutan tersebut adalah sebesar 13.8. kadar
oksigen terlarut tersebut berasal dari proses fotosintesis yang dilakukan oleh Hydrilla
dengan bantuan cahaya matahari dan karbondioksida yang terlarut di dalam air tersebut.
Warna larutannya tetap berwarna biru yang mengindikasikan bahwa larutan tersebut
bersifat basa. Aliran energinya adalah Hydrilla yang terdapat di dalam botol tersebut
mengikat CO2 yang terdapat di dalam botol tersebut dan dengan adanya cahaya matahari
maka Hydrilla mengalami fotosintesis dan hasil fotodintesisnya berupa O2 yang terlarut di

12
dalam air. Botol ke empat digunakan sebagai kontrot untunk mengetahui apakah terjadi
perubahan kadar oksigen terlarut atau tidak.
Dari tabel tersebut pada kondisi gelap diperoleh hasil bahwa pada botol B1 yang
berisi air, indikator BB dan seekor siput mengalami kematian dan larutan tersebut
berwarna biru yang mengindikasikan bahwa pada larutan tersebut bersifat basa . Pada
botol ini tidak terjadinya aliran energi. Pada botol B2 yaitu yang berisi air, BB, siput dan
Hydrilla sp. diperoleh hasil bahwa kadar oksigen terlarutnya tinggi yaitu 12 mg/L . tetapi
larutan terjadi perubahan warna dari biru menjadi kuning hal tersebut mengindikasikan
bahwa larutan tersebut bersifat asam dimana gas CO2 yang terlarut dalam air akan
membentuk asam dan menyebabkan larutan berwrna kuning. Perubahan warna menjadi
kuning tersebut menyatakan bahwa kadar oksigen yang terlarut di dalam air lebih rendah
daripada kadar karbondioksidanya sehingga menyebabkan siput mati karena kekurangan
oksigen dan menghirup karbondioksida yang berlebih. Pada tabung ke tiga diperoleh
hasil bahwa larutan berwarna kuning dan kadar oksigen yang terlarut rendah. Warna
kuning menunjukkan bahwa larutan tersebut bersifat asam dan menyatakan bahwa kadar
CO2 yang terlarut di dalam air lebih tinggi. Karena karbon dioksida akan membentuk
asam bila dilarutkan di dalam air. Kelebihan CO2 pada botol tersebut tidaak bisa
dimanfaatkan karena tidak adanya cahaya matahari untuk melakukan fotosintesis.
Sehingga Hydrilla sp. menyeram CO2 yang berlebih dan menyebabkan Hydrilla sp.
menjadi layu.

13
BAB V
KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa:
• Kadar oksigen terlarut di dalam air mempengaruhi aktivitas organisme dalam
melaksanakan perannya pada suatu ekosistem.
• Cahaya matahari memepngaruhi siklus karbon dalam hal perolehan energi yang
digunakan aleh organisme autotrof untuk melaksanakan fotosintesis.
• Hydrilla sp berperan sebagai organisme autotrof yaitu sebagai produsen, siput
sebagai Konsumen I , air dan cahaya matahari merupakan faktor abiotik.
• Aliran energi pada ekosistem tersebut adalah cahaya matahari yang dan
karbondioksida diserap oleh Hydrilla untuk melakukan fotosintesis kemudian
dikonsumsi oleh Lymnea dan oksigen dari hasil fotosintesis digunakan oleh
Lymnea untuk melakukan respirasi dan begitu seterusnya.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:
Fachrul, MF. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta : Penerbit Bumi Aksara.
Hardjowigeno,S. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta : Penerbit Akademika Pressindo
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara
Irwan, Z.D. 1992. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi: Ekosistem, Komunitas, dan
Lingkungan. Jakarta : Penerbit Bumi Aksara
Odum, E. HLM. 1993. Dasar- dasar Ekologi. Terjemahan oleh Tjahyomno Samingan
dari buku Fundamentals of Ecology. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Jurnal:
Darjamuni.2003. Siklus Nitrogen Di Laut. Institut Pertanian Bogor.
Fitra,Eva. 2008.Analisis Kualitas Air Dan Hubungannya Dengan Organisme Aquatik Di
Danau Toba
Salmin. 2005. Oksigen Terlarut Sebagai Indikator Kualitas Air. Oseana. Volume XXX.

14

You might also like