Professional Documents
Culture Documents
A. Judul : Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas VII7 SMP Negeri 9 Kendari
Pada Pokok Bahasan Perbandingan Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams –
Games – Tournament (TGT)
B. Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia. Pendidikan merupakan salah satu cara pembentukan kemampuan manusia
untuk menggunakan rasional seefektif dan seefisien mungkin sebagai jawaban dalam
menghadapi masalah – masalah yang timbul dalam usaha menciptakan masa depan yang baik.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah, antara lain
dengan perbaikan mutu belajar mengajar. Belajar mengajar di sekolah merupakan serangkaian
kegiatan yang secara sadar telah terencana. Dengan adanya perencanaan yang baik, akan
mendukung keberhasilan pengajaran. Usaha perencanaan pengajaran diupayakan agar peserta
didik memiliki kemampuan maksimum dan meningkatkan motivasi, tantangan dan kepuasan
sehingga mampu memenuhi harapan baik oleh guru sebagai pembawa materi maupun peserta
didik sebagai penggarap ilmu pengetahuan.
Salah satu upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia adalah melalui proses pembelajaran
di sekolah. Dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya pendidikan, guru merupakan
sumber daya manusia yang harus dibina dan dikembangkan. Usaha meningkatkan kemampuan
guru dalam belajar mengajar, perlu pemahaman ulang. Mengajar tidak sekedar
mengkomunikasikan pengetahuan agar dapat belajar, tetapi mengajar juga berarti usaha
menolong sipelajar agar mampu memahami konsep–konsep dan dapat menerapkan konsep yang
dipahami.
Matematika sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah dinilai sangat memegang peranan
penting karena matematika dapat meningkatkan pengetahuan siswa dalam berpikir secara logis,
rasional, kritis, cermat, efektif, dan efisien. Oleh karena itu dipandang penting agar matematika
dapat dikuasai sedini mungkin oleh para siswa.
Salah satu indikator rendahnya mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya prestasi belajar
siswa. Hasil survei dari asosiasi penilaian pendidikan internasional The Third Internasional
Mathematics and Science Study pada tahun 1999 menyimpulkan bahwa prestasi belajar
matematika anak Indonesia untuk SMP berada pada urutan 34 dari 38 Negara, dimana Malaysia
diurutan
ke-14 dan Singapura diurutan teratas (Hartadji, 2001:4).
Berdasarkan informasi tersebut, dilakukan observasi di SMP Negeri 9 Kendari pada tanggal 23
Agustus 2006 dan diperoleh keterangan bahwa prestasi belajar matematika siswa kelas VII di
sekolah tersebut masih tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata ulangan harian
siswa hanya mencapai 4,9. nilai rata-rata ini jika dibandingkan dengan ketuntasan belajar
menurut kurikulum, yakni sebesar 6,5 atau 65 % dapat dikatakan bahwa nilai tersebut berada di
bawa standar ketuntasan yang diharapkan. Dari hasil wawancara ini pula diperoleh informasi
dari guru matematika bahwa pokok bahasan yang dianggap sulit untuk dipahami oleh siswa
adalah pokok bahasan perbandingan. Dalam hal ini siswa sering kali mengalami kesulitan dan
kekeliruan dalam menyelesaikan soal-soal latihan.
Dari hasil observasi lebih lanjut, tanggal 25 Agustus 2006 terlihat bahwa model pembelajaran
yang digunakan guru matematika di SMP Negeri 9 Kendari khususnya di kelas VII7 lebih
didominasi oleh model pembelajaran langsung dengan menggunakan kombinasi beberapa
metode yaitu ceramah, diskusi, tugas dan resitasi, tanya jawab dan sebagainya. Namun demikian,
siswa masih belum aktif dalam proses belajar- mengajar. Siswa cenderung diam dan engan
dalam mengemukakan pernyataan maupun pendapat. Penelitian menduga model pembelajaran
inilah yang menyebabkan rendahnya prestasi belajar matematika siswa khususnya siswa kelas
VII7 SMP Negeri 9 Kendari.
Atas dugaan di atas, maka peneliti tertarik untuk mencobakan suatu tindakan alternatif untuk
mengatasi masalah yang ada berupa penerapan model pembelajaran lain yang lebih
mengutamakan keaktifan siswa dan memberi kesempatan siswa untuk mengembangkan
potensinya secara maksimal. Model pembelajaran yang dimaksud adalah model pembelajaran
kooperatif.
Model pembelajaran kooperatif memiliki beberapa tipe. Salah satu tipe dalam pembelajaran
kooperatif yang dianggap peneliti dapat memotivasi siswa dalam peran aktif mengikuti proses
belajar mengajar adalah model pembelajaran kooperatif tipe Team-Games-Tournament (TGT).
Menurut Wartono dkk (2004:16) Teams-Games-Tournament (TGT) atau Pertandingan-
Permainan-Tim merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang masih berkait dengan STAD
yang merupakan tipe lainnya dari pembelajaran kooperatif.
TGT menekankan adanya kompetisi yang dilakukan dengan cara membandingkan kemampuan
antara anggota kelompok/tim dalam suatu bentuk “turnamen”. Sedangkan dalam STAD, siswa
bekerja di kelompok untuk belajar dari temannya serta mengajar temannya. Lebih lanjut
Wartono dkk (2004:16) menjelaskan bahwa dalam TGT siswa memainkan permainan dengan
anggota-anggota tim lain untuk memperoleh pembahasan skor pada tim mereka. Permainan ini
disusun dari pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan pelajaran yang dirancang untuk
mengetes kemampuan pengetahuan siswa. Pertanyaan-pertanyaan tersebut ditulis pada kartu-
kartu yang diberi angka yang dimainkan pada meja turnamen yang diisi wakil-wakil kelompok
yang berbeda namun mempunyai kemampuan yang setara yang ditunjuk oleh guru. Tiap wakil
dari kelompok-kelompok tersebut akan mengambil sebuah kartu yang diberi angka dan berusaha
untuk menjawab pertanyaan yang sesuai dengan angka tersebut. Turnamen ini memungkinkan
tingkat untuk menyumbangkan skor-skor bagi kelompoknya bila mereka berusaha dengan
maksimal. Dengan demikian siswa akan termotivasi untuk aktif dalam proses belajar mengajar.
Selanjutnya, dari hasil wawancara lebih lanjut yang dilakukan penulis pada tanggal 28 Agustus
2006 terhadap guru matematika, diperoleh keterangan bahwa siswa-siswi kelas VII7 merupakan
siswa-siwi dengan prestasi belajar terendah di kelas VII, berdasarkan nilai matematikanya saat
awal pendaftaran di sekolah tersebut.
Permasalahan siswa tersebut di atas, diharapkan dapat teratasi dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games-Tournament. Seperti penelitian yang dilakukan oleh
Hulten dan De Vries pada tahun 1976 di Suburban MD yang meneliti pengaruh pembelajaran
kooperatif tipe Teams-Games-Tournament terhadap prestasi belajar siswa. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa kelas kooperatif tipe TGT menunjukkan hasil belajar akademik
yang signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. (Slavin, 1995)
Selain itu, studi studi eksperimen yang dilakukan oleh Moersetyo Rahadi di SMU Negeri 1
Garut. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan hasil belajar siswa yang belajarnya
menggunakan belajar kooperatif TGT dengan siswa yang dengan pembelajarannya
menggunakan cara biasa (konvensional). Setelah diuji pada taraf signifikan P = 0,05 hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa hasil belajar siswa yang menggunakan model belajar TGT
lebih baik dari siswa yang menggunakan model konvensional. (Rahardi, Http: // TGT, Com)
Atas alasan yang telah dikemukakan, maka penulis berkeinginan untuk mengadakan suatu
penelitian tindakan kelas dengan judul “Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas
VII7 SMP Negeri 9 Kendari pada Pokok Bahasan Perbandingan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Teams – Games – Tournament (TGT)”.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah pembelajaran melalui model kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan prestasi belajar
matematika siswa kelas VII7 SMP Negeri 9 Kendari pada pokok bahasan perbandingan?
2. Bagaimana respon siswa kelas VII7 SMP Negeri 9 Kendari terhadap pembelajaran konsep
perbandingan melalui model kooperatif tipe TGT?
D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya maka tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Apakah pembelajaran melalui model kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan prestasi belajar
matematika siswa kelas VII7 SMP Negeri 9 Kendari pada pokok bahasan perbandingan.
2. Respon siswa kelas VII7 SMP Negeri 9 Kendari terhadap pembelajaran konsep perbandingan
melalui model kooperatif tipe TGT?
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian tindakan kelas ini adalah :
1. Bagi guru dapat memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran matematika di kelas,
sehingga materi pelajaran matematika yang dianggap sulit bagi siswa dapat dipahami lebih
mudah oleh siswa.
2. Bagi siswa dapat meningkatkan prestasi belajar matematikanya, khususnya pada pokok
bahasan perbandingan.
3. Bagi sekolah: Sebagai masukan dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran matematika
pada khususnya.
F. Kajian Pustaka
1. Belajar dan Mengajar Matematika
Istilah “belajar” dan “mengajar” adalah dua peristiwa yang berbeda akan tetapi diantara
keduanya terhadap hubungan yang sangat erat. Bahkan antara keduanya terjadi kaitan dan
interaksi, saling mempengaruhi dan saling menunjang satu sama lain dalam keberhasilan proses
belajar mengajar.
Sebelum membahas mengenai belajar dan mengajar matematika, perlu lebih dahulu
dikemukakan mengenai proses belajar mengajar, khususnya pengertian belajar dan mengajar
secara utuh.
Menurut W. H Borton dalam Usman (1993:4), belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah
laku pada diri individu berkat adanya interaksi individu dengan individu, dan individu
lingkungannya.
Hudoyo (1988:1) menjelaskan bahwa seseorang dikatakan belajar bila dapat diasumsikan bahwa
diri orang itu terjadi sesuatu proses kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku.
Perubahan tingkah laku tersebut berlaku dalam relatif lama, dan terjadi karena adanya usaha
orang tersebut. Jadi, tanpa usaha walaupun terjadi perubahan tingkah laku, bukanlah belajar .
Hamalik (2001:30) mengemukakan bahwa bukti dari seseorang yang telah belajar adalah
terjadinya perubahan tingkah laku dalam aspek-aspek tertentu seperti pengetahuan, pengertian,
kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti
dan sikap.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses dan di dalam proses
itu terjadi perubahan tingkah laku pada aspek-aspek tingkah laku, perubahan terjadi relatif
menetap dan terjadi karena adanya usaha diri individu yang belajar pada materi yang telah diajari
oleh guru.
Mengajar didefinisikan oleh Sudjana dalam Zain (2002:45) sebagai suatu proses, yaitu proses
pengatur, mengorganisasikan lingkungan yang ada disekitar anak didik melakukan proses
belajar.
Usman (1993:6) mendefinisikan mengajar sebagai suatu usaha mengorganisasikan lingkungan
dalam hubungannya dengan anak didik, dan bahan pengajaran, sehingga menimbulkan proses
belajar pada diri siswa.
Sejalan dengan pendapat Usman yang telah dikemukakan di atas, Hamalik (2001:48)
mendefinisikan bahwa mengajar merupakan usaha mengorganisasikan lingkungan sehingga
menciptakan kondisi belajar bagi siswa, guru berkewajiban menyediakan lingkungan yang segar
agar aktivitas belajar menuju yang serasi agar aktivitas belajar menuju kearah sasaran yang
diinginkan. Dengan kata lain, guru juga bertindak selaku organisator belajar siswa sehingga
tujuan belajar dapat tercapai secara optimal. Roestiyah (1994:36) menekankan bahwa hasil dari
pengajaran bukan merupakan hasil mengajar artinya bukan terutama untuk kepentingan guru,
tapi untuk kepentingan siswa yang belajar.
Dari beberapa definisi mengajar di atas dapat disimpulkan bahwa mengajar merupakan suatu
proses, yaitu proses pengorganisasian lingkungan disekitar siswa, agar tercipta lingkungan
belajar yang kondusif yang memungkinkan terjadinya proses belajar untuk mencapai tujuan yang
optimal.
Berdasarkan pengertian belajar dan mengajar di atas, dapat dikatakan bahwa kegiatan belajar dan
mengajar tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Belajar merupakan proses dan mengajar tidak
dapat dipisahkan satu sama lain. Belajar merupakan proses perubahan, sedangkan mengajar
merupakan proses pengaturan agar perubahan itu terjadi. Proses belajar mengajar untuk mata
pelajaran matematika harus memperhatikan karakteristik matematika. Sumarno (2002:2)
mengemukakan beberapa karakteristik yaitu: materi matematika menekankan penalaran yang
bersifat deduktif, materi matematika bersifat hirarkis dan terstruktur dan dalam mempelajari
matematika dibutuhkan ketekunan, keuletan, serta rasa cinta terhadap matematika. Karena materi
matematika bersifat hirarkis dan terstruktur maka dalam belajar matematika, tidak boleh
terputus-putus dan urutan materi harus diperhatikan. Artinya , perlu mendahulukan belajar
tentang konsep matematika yang mempunyai daya bantu terhadap konsep matematika yang lain.
Misalnya, sebelum mempelajari konsep kekongruenan terlebih dahulu perlu dipahami konsep
kesebangunan. Pemberian simbol penting untuk menjamin adanya komunikasi, dan mampu
memberikan keterangan untuk membentuk suatu konsep baru.
Bruner dalam Hudoyo (1988:56) berpendapat bahwa belajar matematika ialah belajar tentang
konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari
serta mencari hubungan-hubungan antara konsep-konsep dan struktur matematika itu.
Menurut Dienes dalam Russefendi (1980:135) konsep struktur dalam matematika dapat
dipelajari dengan baik, bila representasinya dimulai dengan benda-benda konkret yang beraneka
ragam. Alasannya karena dengan melihat berbagai contoh memungkinkan siswa menerapkannya
konsep tersebut kesituasi yang lain. Jadi agar seorang siswa dapat belajar matematika dengan
baik, terlebih dahulu konsep-konsep matematika yang terdapat dalam materi yang sedang
dipelajari harus dipahami, kemudian berusaha menemukan hubungan antara konsep-konsep
matematika itu. Mempersiapkan diri sebelum belajar, banyak latihan, belajar secara kontinu dan
mengetahui penerapan materi dalam situasi nyata, dapat menambah pemahaman siswa tersebut.
Dalam mengajar matematika, seorang guru matematika hendaklah berpedoman pada bagaimana
mengajar matematika itu sehingga siswa dapat belajar matematika dengan baik. Oleh sebab itu
seorang guru matematika dalam mengajar perlu memperhatikan hal-hal berikut: (1) Urutan
materi pelajaran; (2) memberikan contoh kongkrit kemudian membimbing siswa itu mencari
sendiri; (3) mengarahkan siswa untuk menemukan hubungan antara konsep-konsep matematika;
(4) memberikan contoh-contoh penerapan materi dalam situasi nyata dan (5) memberikan latihan
soal-soal.
2. Prestasi Belajar Matematika
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (2001:895) Prestasi diartikan sebagai yang telah dicapai
(telah dilakukan, dikerjakan dan sebagainya). Menurut Arifin (1991:3), prestasi berarti hasil
usaha. Dalam hubungannya dengan usaha belajar, prestasi berarti hasil belajar yang dicapai oleh
siswa setelah melakukan kegiatan belajar pada kurun waktu tertentu. Prestasi belajar siswa
mampu memperlihatkan perubahan-perubahan dalam bidang pengetahuan/pengalaman, dalam
bidang keterampilan, nilai dan sikap.
Dalam beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi merupakan hasil usaha yang
telah dicapai oleh seseorang, sedang prestasi be lajar adalah hasil yang telah dicapai oleh
seseorang setelah melakukan kegiatan belajar dalam kurun waktu tertentu.
Seorang siswa yang telah melakukan kegiatan belajar matematika, dapat diukur prestasinya
setelah melakukan kegiatan belajar tersebut pada kurun waktu tertentu, dengan menggunakan
suatu alat evaluasi. Jadi prestasi belajar matematika merupakan hasil belajar yang dicapai oleh
siswa setelah mempelajari matematika dalam kurun waktu tertentu dan diukur dengan
menggunakan alat evaluasi (tes).
3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team-Games-Tournament (TGT)
Konsep model pembelajaran pertama kali dikembangkan oleh Bruce dan koleganya. Istilah
model pembelajaran dibedakan dari istilah strategi pembelajaran atau prinsip pembelajaran.
Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu jenis model pembelajaran yang
menggunakan kerja sama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Menurut Slavin dalam Allyn dan bacon (1999), pembelajaran kooperatif merujuk pada kaidah
pengajaran yang memerlukan siswa dari kemampuan yang heterogen untuk bekerja sama dengan
kelompok untuk mencapai tujuan tertentu.
Lima unsur asas pembelajaran kooperatif menurut Slavin dalam Allyn dan Bacon (1999) adalah:
1. Saling bergantung satu sama lain secara positif.
2. Saling berinteraksi secara langsung.
3. Akuntabilitas individu atas pembelajaran diri sendiri.
4. Kemahiran kooperatif.
5. Pemprosesan kelompok.
Beberapa cara pembelajaran kooperatif telah dikembangkan tokoh-tokoh pendidikan misal;
jigsaw TGT, STAD. Belajar bersama (Learning Together), NHT (Numbered Heads Together)
dan Meja Bulat (Round Tab le).
Lebih lanjut Nur dkk (2000:7), mengemukakan tiga tujuan dalam pembelajaran kooperatif, yaitu:
a. Berkaitan dengan hasil belajar akademik, salah satu tujuannya adalah untuk meningkatkan
kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.
b. Berkaitan dengan penerimaan terhadap individu, pembelajaran kooperatif bertujuan untuk
melatih siswa menghargai satu sama lain dalam keadaan perbedaan latar belakang dan kondisi
yang ada pada siswa.
c. Berkaitan dengan pengembangan keterampilan sosial, pembelajaran kooperatif mengajarkan
siswa keterampilan kerja sama, hal ini sangat penting karena saat ini sebagai lapangan kerja
dilakukan dalam organisasi yang membutuhkan kerja sama dengan orang lain.
Langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif menurut Ismail (2000:23) adalah sebagai
berikut:
a. Menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa.
b. Menyajikan informasi.
c. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar.
d. Membimbing kelompok belajar untuk menemukan penyelesaian suatu masalah.
e. Melakukan evaluasi.
f. Memberikan penghargaan.
Berdasarkan asas pembelajaran kooperatif, tujuan dan langkah-langkah pelaksanaan yang telah
dilakukan, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif menggalakkan siswa
berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok yang menunjukkan siswa memperoleh
prestasi belajar yang lebih baik, dibanding model pembelajaran yang lama.
Salah satu tipe pembelajaran kooperatif adalah Teams-Games-Tournament (TGT) (Wartono,
2004:16). Selanjutnya Wartono, dkk (2004:16) menjelaskan dalam Teams-Games-Tournament
atau pertandingan-permainan-tim siswa memainkan permainan pengacakan kartu dengan
anggota-anggota tim lain untuk memperoleh poin pada skor tim mereka. Permainan ini berupa
pernyataan-pernyataan yang ditulis pada kartu-kartu yang diberi angka. Pertanyaan-pernyatan
yang dimaksud adalah pernyataan-pernyataan yang relevan dengan materi pelajaran yang
dirancang untuk mengetes kemampuan siswa dari penyampaian pelajaran siswa di kelas. Setiap
wakil kelompok akan mengambil sebuah kartu yang diberi angka dan berusaha untuk menjawab
pertanyaan yang sesuai dengan angka tersebut. Permainan ini dimainkan pada meja-meja
turnamen. De Vries dan Slavin dalam Alkrismanto (2004:16) menjelaskan bahwa model
pembelajaran tipe TGT menekankan adanya kompetisi yang dilakukan dengan cara
membandingkan kemampuan antar anggota tim dalam suatu bentuk “turnamen”.
Adapun sintaks model pembelajaran kooperatif Tipe TGT dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Fase-fase Pembelajaran Tingkah laku Guru
Fase I
Menyampaikan tujuan dan motivasi siswa Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang
ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.
Fase II
Menyampaikan informasi atau materi pelajaran Guru menyampaikan informasi atau materi
pelajaran kepada siswa dengan cara demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Fase III
Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok belajar Guru menjelaskan siswa bagaimana
caranya membentuk kelompok agar melakukan transisi secara efisien dalam belajar.
Fase IV
Membimbing kelompok belajar dan belajar serta turnamen Guru membimbing kelompok-
kelompok belajar pada saat mengajarkan tugas bersama serta memandu siswa memainkan suatu
permainan sesuai dengan struktur pembelajaran kooperatif tipe TGT.
Fase V
Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar siswa; menentukan skor individual dan kemajuannya,
menentukan skor rata-rata kelompok.
Fase VI
Memberikan penghargaan Guru mencari cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar
individu dan kelompok.
(Ibrahim, 2000:10)
4. Pembelajaran Konsep Perbandingan di SMP.
Berdasarkan GBPP matematika kurikulum tingkat satuan pendidikan kelas VII semester I tahun
2006 indikator pencapaian hasil belajar dan materi perbandingan yaitu:
Siswa dapat menjelaskan pengertian skala sebagai suatu perbandingan.
Siswa dapat menghitung faktor perbesaran dan pengecilan pada gambar pada gambar berskala.
Siswa dapat memberikan contoh masalah sehari-sehari yang merupakan perbandingan seharga
(senilai) dan berbalik harga (nilai).
Dengan melihat indikator pencapaian hasil belajar, maka skala merupakan salah satu sub pokok
bahasan dari materi perbandingan. Sebagai contoh skala adalah misalnya diberikan suatu peta
Provinsi Sulawesi Tenggara dengan skala 1 : 3.150.000. Hal ini berarti 1 cm pada peta mewakili
3.150.000cm pada jarak sebenarnya. Menurut Kusrini, dkkk (2003:108). Skala adalah
perbandingan antara jarak pada peta dengan jarak sebenarnya atau dapat dituliskan:
Skala =
Skala memiliki faktor perbesaran dan pengecilan. Faktor perbesaran pada skala bisa dapat kita
lihat pada gambar bakteri maupun amoeba yang diperbesar menjadi 200 kali sehingga amoeba
akan tampak besar. Jadi, skala amoeba tersebut menjadi 200 : 1 artinya benda yang
sesungguhnya diperbesar menjadi 200 kali. Sedangkan faktor pengecil pada skala, seperti skala
pada peta Sulawesi Tenggara yang ditulis 1 : 3.150.000, artinya gambar sesungguhnya diperkecil
3.150.000 kali.
Menurut Kusrini, dkk (2003:118), perbandingan adalah membandingkan dua besaran atau lebih.
Perbandingan dapat dinyatakan dalam bentuk pecahan sederhana. Sebagai contoh misalkan Ali
mempunyai 9 buku dan Lia mempunyai 6 buku, perbandingan banyaknya buku Ali terhadap
banyaknya buku Lia adalah 3 : 2 dan perbandingan banyaknya buku Lia terhadap banyaknya
buku Ali adalah 2 : 3. Perbandingan dapat dinotasikan dengan “ : ” atau “ – “. Misal besaran a
kita bandingkan dengan besaran b perbandingan dapat ditulis dengan “a : b” atau “ ”. “a : b”
dibaca “ a berbanding b” dan a : b = ; 0 (Sukino dan Simangunsong, 1995:2).b
Perbandingan dua besaran sejenis yaitu perbandingan dua besaran yang satuannya sama,
sehingga apabila satuan dua besaran yang akan dibandingkan belum sama, terlebih dahulu
menyamakan satuannya dan kemudian dapat menyederhanakan perbandingan tersebut. (Sumadi,
dkk, 2005:94).
Terdapat dua macam perbandingan, yaitu perbandingan senilai dan perbandingan berbalik nilai.
Perbandingan senilai adalah kesamaan dari dua perbandingan yang secara umum dapat dituliskan
dengan:
Perbandingan senilai ini berkaitan dengan berbanding lurus atau berbanding langsung sebagai
contoh: perbandingan banyak kain batik dan perbandingan besar harga (Sukino dan
Simangunsong, 1995:8). Perbandingan berbalik nilai berkaitan dengan berbanding terbalik.
Sebagai contoh Ibu mempunyai 1 kantong gula-gula yang dibelinya di pasar. Apabila gula-gula
tersebut dibagikan kepada 3 orang anak, maka masing-masing menerima 30 butir, jika dibagikan
kepada 3 orang anak, maka masing-masing menerima 20 butir, demikian seterusnya. Jumlah
anak dan bagian gula-gula yang diterima dapat dilihat pada tabel berikut:
Banyak anak Banyak bagian gula-gula yang diterima
2
3
4
5
6 30
20
15
12
10
1). Perbandingan banyak anak pada baris ke-1 dan baris ke-2 adalah 2 : 3 atau . Perbandingan
banyak gula-gula yang diterima pada baris pertama dan baris ke dua adalah 30 : 20 = .
2). Perbandingan banyak anak pada baris ke-2 dan baris ke-3 adalah 3 : 4 = . Perbandingan
banyak bagian gula-gula pada baris ke-2 dan baris ke-3 adalah 20 : 15 = .
Nilai adalah kebalikan dari , nilai kebalikan dari . Dengan demikian dikatakan terdapat
perbandingan berbalik nilai antara banyak anak dan banyak gula-gula yang diterima. (Sumadi,
dkk, 2005:97).
Lebih lanjut Sumadi, dkk (2005:98 – 104) menjelaskan bahwa untuk melakukan perhitungan
perbandingan senilai dapat dilakukan dengan dua cara yaitu menghitung perbandingan berbalik
nilai dapat dilakukan melalui hasil kali atau melalui perbandingan. Adapun bentuk grafik dari
perbandingan senilai yaitu berupa titik-titik yang sejenis sedangkan grafik perbandingan berbalik
nilai yaitu berupa titik-titik yang terletak pada sebuah garis lengkung yang disebut hiperbola.
5. Kerangka pembelajaran konsep perbandingan melalui kooperatif tipe TGT
Pembelajaran konsep perbandingan melalui kooperatif tipe TGT akan dilakukan dalam tiga
tahapan, waktu tahap awal, tahap inti dan tahap akhir.
Pada tahap awal, guru memulai pelajaran dengan menyampaikan materi perbandingan
melakukan operasi dengan materi yang dipelajari. Kemudian memaparkan beberapa penggunaan
dan aplikasi perbandingan dalam kehidupan sehari-hari. Ini merupakan suatu bentuk motivasi
sehingga menambah keingintahuan siswa untuk lebih memperhatikan pembelajaran selanjutnya.
Kemudian guru menyampaikan indikator pencapaian hasil belajar agar siswa tahu akan arah
pembelajaran mereka. Indikator pencapaian hasil belajar yang ditetapkan berdasarkan kurikulum
2004 untuk pokok bahasan perbandingan yaitu:
1. Menjelaskan pengertian skala sebagai suatu perbandingan.
2. Menghitung faktor pembesaran dan pengecilan pada gambar berskala.
3. Memberikan contoh masalah sehari-hari yang merupakan perbandingan seharga dan berbalik
harga.
4. Menjelaskan hubungan perbandingan dan pecahan.
5. Menyelesaikan soal yang melibatkan perbandingan seharga dan berbalik harga.
6. memecahkan masalah yang melibatkan perbandingan.
Pada tahap inti, guru memulai dengan menyajikan informasi atau materi pembelajaran.
Kemudian guru mengelompokkan siswa menjadi beberapa kelompok. Setelah itu guru membagi
LKS kepada masing-masing kelompok. Siswa mengerjakan soal-soal LKS secara berkelompok
yang dipantau oleh guru. Secara acak guru menunjuk wakil dari kelompok menuju meja
turnamen dan meminta setiap wakil kelompok melakukan permainan di meja turnamen dengan
mengambil sebuah kartu yang telah diacak dan diberi angka kemudian meminta wakil kelompok
mempersentasikan jawabannya.
Pada tahap inti, siswa diarahkan pada penyimpanan dari soal-soal LKS yang telah diselesaikan
bersama-sama anggota kelompok, dan terakhir memberikan evaluasi.
Kerangka Kerja Pembelajaran
Tahap Pembelajaran Aktifitas Guru Aktifitas siswa Sarana Metode Alokasi Waktu (menit)
Memberikan motivasiPendahuluan
Menyampaikan tujuan pembelajaran
Mengingatkan kembali tentang materi yang sudah dipelajari yang ada hubungannya dengan
materi yang akan dipelajari Memperhatikan Tanya jawab 15 menit
Memberikan materi pelajaranPokok/inti
Mengelompokkan siswa secara heterogen
85 menit
Memberikan siswa untuk membuat rangkumanPenutup
1. Tes yang akan dilakukan pada penelitian ini berupa tes awal dan tes akhir tindakan, dengan
tujuan untuk mengetahui pengetahuan prasyarat yang telah dimiliki siswa dan untuk mengetahui
tercapainya tes akhir tindakan. Tes awal dan tes akhir tindakan, dikonsultasikan dengan dosen
pembimbing dan guru matematika.
2. Wawancara dilakukan untuk menelusuri dan mengetahui pemahaman siswa dalam
memecahkan masalah-masalah perbandingan. Selain itu, wawancara dilakukan untuk
mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran. Wawancara dilaksanakan pada setiap akhir
tindakan dan direkam dengan tipe recorder.
3. Observasi dilakukan untuk mengamati kegiatan di kelas selama kegiatan pembelajaran.
Kegiatan yang diamati meliputi aktivitas guru matematika sebagai pengajar dan aktivitas siswa
dalam pembelajaran. Observasi dimaksudkan untuk mengetahui adanya kesesuaian antara
perencanaan dan pelaksanaan tindakan serta untuk menjaring data aktivitas siswa dalam
berdiskusi. Observasi dilakukan peneliti dengan menggunakan lembar observasi.
4. Pencatatan lapangan dimaksudkan untuk melengkapi data yang tidak tercatat dalam lembar
observasi. Dengan demikian diharapkan tidak ada data penting yang terlewatkan dalam kegiatan
penelitian ini. Dan angket, yang diberikan kepada siswa.
8. Indikator Kinerja
Sebagai indikator keberhasilan dari penelitian tindakan kelas ini adalah minimal 80% siswa telah
mencapai ketuntasan belajar secara perorangan. Seorang siswa dikatakan telah mencapai
ketuntasan belajar secara perorangan apabila siswa tersebut telah memperoleh nilai minimal 6,0
(ketentuan dari sekolah).
DAFTAR PUSTAKA
Allyn dan Bacon, 1999. Coperatif Learning Theory Rosearch Practice. (Onlinb. www,Google
Com. Kooperatif. Diaskes 3 Februari 2006).
Anonym, 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III. Balai Pustaka. Jakarta.
Kusrini, dkk, 2003. Matematika Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Kelas I. Depdiknas. Jakarta.
Rahardi, Moersetyo. Penerapan Model Belajar Kooperatif Tipe Teams Games Tournament
Dalam Pembelajaran Matematika Sekolah Menengah Umum Conline, www Google. Com
(Http:// TGT.Com).
Nur, Muhamad dkk, 2000. Pembelajaran Kooperatif. University Press UNESA. Surabaya.
Roestiyah, N. K,1994. Masalah Pengajaran Sebagai Suatu Sistem. Rineka Cipta. Jakarta.
Sumadi, dkk, 2005. Matematika dalam Kehidupan Kita. CV Anak Cerdas Nusantara. Surakarta.
Tim PPPG Matematika, 2005. Penelitian Tindakan Kelas (Diklat Guru Inti Matematika SMP di
Daerah Tahun 2005). Depdiknas. Yogyakarta.