You are on page 1of 7

Poligami

BAB I
PENDAHULUAN
Dalam antropologi sosial, poligami merupakan praktik pernikahan kepada lebih dari satu
suami atau istri (sesuai dengan jenis kelamin orang bersangkutan) sekaligus pada suatu saat
(berlawanan dengan monogami, di mana seseorang memiliki hanya satu suami atau istri
pada suatu saat).
Terdapat tiga bentuk poligami, yaitu poligini (seorang pria memiliki beberapa istri
sekaligus), poliandri (seorang wanita memiliki beberapa suami sekaligus), dan pernikahan
kelompok (bahasa Inggris: group marriage, yaitu kombinasi poligini dan poliandri). Ketiga
bentuk poligami tersebut ditemukan dalam sejarah, namum poligini merupakan bentuk
yang paling umum terjadi.
Walaupun diperbolehkan dalam beberapa kebudayaan, poligami ditentang oleh sebagian
kalangan. Terutama kaum feminis menentang poligini, karena mereka menganggap poligini
sebagai bentuk penindasan kepada kaum wanita.

BAB II
PEMBAHASAN

Poligami atau menikahi dari seorang istri bukan merupakan masalah baru, ia telah ada
dalam kehidupan manusia sejak dulu kala di antara berbagai kelompok masyarakat di
berbagai kawasan dunia. Orang-orang Arab telah berpoligami bahkan jauh sebelum
kedatangan Islam, demikian pula masyarakat lain di sebagian besar kawasan dunia selama
masa itu. Bila orang menelaah kitab suci agama yahudi nasrani, maka dia akan
mendapatkan bahwa poligami telah merupakan jalan hidup yang diterima. Semua Nabi yang
disebutkan dalam Talmud Perjanjian lama, dan Al-Quran, beristri lebih dari seorang kecuali
Yesus/Nabi Isa as. Yang kala dia berusaha lebih panjang mungkin juga akan melakukannya,
menerima cara yang sama seperti nenek moyangnya. Bahkan di arah sebelumnya Islam,
telah dipraktek poligami yang tanpa batas.

A. Ayat-ayat dan Hadis Tentang Poligami


Dengan tibanya Islam, poligami yang tak terbatas ditetapkan menjadi istri saja pada suatu
saat, dengan persyaratan khusus serta juga sejumlah ketentuan yang dikenakan padanya
dan akan kita pelajari disini. Hanya ada satu ayat padanya dan kita pelajari di sini. Hanya
ada satu ayat al-Quran menyebutkan masalah poligami sebagai berikut:
         
 
                   
                   
              
Artinya:
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang
yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu
senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil,
Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu
adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”.(QS. An-Nisa: 3)
Ketentuan tentang poligami di atas diperbolehkan dengan bersyarat. Ayat ini secara lebih
khusus merujuk pada keadilan yang harus dilakukan terhadap anak-anak yatim. Ayat ini
diturunkan segera setelah Perang Uhud ketika masyrakat Muslim dibebankan dengan banyak
anak yatim, janda serta tawanan perang. Maka perlakuan itu diatur dengan prinsi-prinsip
kemanusian dan keadilan besar. sebagaimana kata Yusuf Ali, Peristiwanya terjadi pada masa
lalu, tetapi prinsi-prinsipnya tetap berlaku terus. Kawinlah anak yatim bila engkau yakin
bahwa dengan cara itu engaku dapat melindungi kepentinga dan hartanya secara adil
terhadap mereka dan terhadap anak-anak yatim melaikan juga merupakan penerapan yang
umum atas hukum perkawinan dalam Islam. Oleh karena itu, para ulama dan fuqaha muslim
telah menetapkan persyaratan berikut bila seseorang ingin menikahi leibh dari seorang istri.
1. Dia harus memiliki kemampuan dan kekayaan cukup untuk membiayai berbagai
kebutuhan denga bertambahnya istri yang dinihainya itu.
2. Dia harus memperlakukan semua istrinya itu deng adil. Setiap istri diperlakukan secara
sama dalam memenuhi hak perkawinan mereka serta gak-hak lainnya.
Bila seorang lelaki merasa baha dia tak akan mampu memeperlakukaknya mereka degnan
adil, atau dia tidak memiliki harta untuk membiayai mereka, maka dia harus menahan
dirinya sendiri dengan menihai hanya seorang istri. Imam malik berkata dalam kitabnya Al-
Muwattha bahwa Ghaylan bin Salmah memluk Islam sedangkan dia memiliki sepuluh orang
istri. Maka Rasulullah saw bersabda:
‫امسك منهن اربعاوفارق سائرهي‬
Artinya:
“Peliharalah empat orang di antara mereka dan bebaskalah (ceraikanlah) yang lainnya”.
Beristri belih dari satu seorang membuatnya sangat penting bagi si suami agar berlaku
seadil mungkin, sebagai yang dimungkinkan orang terhadap setiap istrinya itu. Tujuan
utama perkawinan dalam Islam adalah untuk menciptakan suatu keluarga yangsejatera
dimana suami dan istri atau istri-istrinya, serta anak-ananya hidup dalam kedamaian, kasih
sayang keharmonisan sebagaimana yangdimaksud dalam perintah Al-Qur’an (Q.S 30:21).
Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah bahwa Dia (Alla) telah menicptaka untukmu
cenderung dan merasa tentram kepadanya dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang
dan kedamaian. (QS. 30:21). Denga demikian maka lelaki sebagai ayah dan perempuan
sebagai ibu dari anak-anak mereka hidup bersama membentuk suatu keluarga yang utuh.
Setiap orang memiliki perangai yang berbeda, namun bila keramahan, kasih sayang dan
kedamaian dapat diciptakan dalam keluarga itu, maka seseorang harus membatasi dirinya
sendiri dengan apa yang dapat dikelolanya secara mudah yaitu seorang istri.
Keadaan berikut merupakan pemecahan terbaik bagi diperbolehkankannya poligami:
1. Bila istri menderita suatu penyakit yang berbahaya seperti lumpuh, ayan, atau penyakit
menular. Dalam keadan ini maka akan lebih baik bila ada istri yang lain untuk memenuhi
dan melayani berbagai keperluan si suami dan akan-anaknya. Kehadirannya pun akan turut
membantu istri yang sakit itu.
2. Bila si istri terbukti mandul dan stelah melalui pemeriksaan medis, para ahli berpendapat
bahwa dia tak dapat hami. Maka sebaiknya sumai menikah istri kedua sehingga dia mungkin
akan memperoleh keturunan, karena anak merupakan permata kehidupan.
3. Bila istri sakit ingatan. Dalam hal ini tentu suami dan anak-anak sangat menderita.
4. Bila istri telah lanjut usia dan sedemikian lemahnya sehingga tak mampu memenuhi
kewajibannya sebagai seorang isri, memelihara rumah tangga dan kekayaan suaminya.
5. Bila suami mendapatkan bahwa istrinya memeliki sifat yang buruk dan tak dapat
diperbaiki. Maka secepatnya dia menikahi istri yang lain.
6. Bila dia minggat dari rumah suaminya dan membangkang, sedangkan si suami merasa
sakit untuk memperbaikinya.
7. Pada masa perang di mana kaum lelaki terbunuh meninggalkan wanita yang sangat
banyak jumlahnya, maka poligami dapat berfungsi sebagai jalan pemecahan yang terbaik.
8. Selain hal-hal tersebut di atas, bila lelai itu merasa bahwa dia tak dapat bekerja tanpa
adanya istri kedua untuk memenuhi hajat syahwatnya yang sangat kuat serta dia memiliki
harta yang cukup untuk membiayanya, maka sebaiknya dia mengambil istri yang lain. Ada
beberapa daerah tertentu di dunia ini di mana kaum lelakinya secara fisik sangat kuat dan
tak dapat dipuaskan hanya denga seorang istri. Dalam hal demikian, maka poligami inilah
jawabannya.
Islam melarang poligami tak terbatas yang dipraktekkan oleh orang-orang jahilliyah Arab
maupun bukan Arab. Sudah merupakan kebiasaan para pemimpin dan kepala suku untuk
memelihara harem/gundik yang banyak. Bahkan beberapa pengusaha Muslim telah menjadi
korban dan melakukan poligami yang tak terbatas pada masa-masa kemudian dari sejarah
Islam. Apapun yang mereka lakukan, yang jelas poligami semacam itu tidak diperkenankan
dalam Islam. Kalau memeang perlu, seorang Muslim dapat menikahi sampai empat haram
khukmnya bagi setiap orang, selain nabi saw, menikahi lebih dari istri empat pada waktu
tertentu.

B. Hanya Poligami Terbatas yang Dibolehkan


Beberapa ulama Zhahiri mengatakan bahwa kata-kata al-Quran matsna berarti “dua,dua”,
“tiga,tiga”, dan “ruba”, “artinya “empat-empat” sehingga dengan demikian jumlah yang
diizinkan mengembung menjadi delapan belas. Adapula yang berpikrian salah bahwa “Matsa
wa tsulatsa wa ruba” dijumlahkan menjadi Sembilan belas, sehingga Islam mengizinkan
poligami sampai Sembilan orang istri. Sesungguhnya ini merupakan penafsiran Nabawi atas
ayat ini tercantum dalam hadist Nabi saw berikut ini:
‫أن النبي صلي الله عليه وسلم قال لعلذين اسية الثقغي وقد اسلم و تحته عسر سوة أحترمنهن أربعا‬
‫وفارق سائرهن‬
Artinya:
“Sesungguhnya Nabi saw telah bersabda Ghayalan bin Umayyah Al-Tsaqafi yang telah
memeluk Islam dan memiliki sepuluh orang istri: “Pilihlah empat orang dari mereka dan
ceraikanyang lain”.
Begitu seorang Muslim menikahi lebih dari seorang istri, maka dia bekewajiban untuk
memerplakukan mereka secara sama dalam hal makan, kediaman, pakaian, dan bahka
hubungan seksual sejauh yang memunkinkan. Bila seorang agar ragu untuk dapat
membeikran perlakukan yang sama dalam memenuhi hak mereka, maka dia tak boleh
beristri dari seorang. Kalau dia merasa hanya mampu memenui kewajibannya terhadap
seorang istri, dia pun tak diperkanankan menikahi yang kedua. Berikutnya; jikadia hanya
dapt berlaku adil terhadap dua istri, maka dia tak boelh menikahi tiga. Batas terakhir
adalah empat orang istri, bila dia merasa perlu melakukakannya.
           
       •        
           
Artinya:
“Jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka kawinlah seorang saja”.
Keadilan yangdisebut dalam ayat ini hanya berhubungan dengan usaha yangdimungkina
secara manusiawi. Dalam hal cinta kasih, sekalipun andaikan seorang benar-benar ingin
berbuat adil denga tujuan yang tulis dia tetap tak akan mampu melakukanya mengingat
keterbatasannya sebagai manusia.
Al-Quran menyebutkan kelemahan manusia ini denga kata-kata berikut:
          
           •  
           
            
Artinya:
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun
kamu sangat ingin berbuat demikian, Karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada
yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu
mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Sewaktu menjelaskan ayat ini, syeikh Muhammad bin Sirin berkata bahwa ketidak mamuan
yang disebutkan dalam al-Quran inilah bertalian denga cinta kasih dan hubungan kelamin.
Sedangkan Syikh Abu Bakar bin Al-Arabi berpendapat, “Tak seorangpun yang dapat
mengendalikan “rasa” hatinya, karena dia sepenuhnya berada dalam kekuasaan Ilahi”.
Demikian pula dalam kehidupan berkeluarga, seorang mungkin merasa lebih senang kepada
istri dibandingkan kepada yang lainnya. Dikarenakan hal ini tidak disengaja oleh si suami,
maka ia bukan kesalahannya dank arena tak akan dimintai pertanggung jawaban. Ibu orang-
orang beriman, Aisyah, telah meriwayatkan sabda nabi saw:
‫كان رسول الله صلي عليه وسلم يعسم في بعدل ويقول اللهم هذا قسصي‬
Artinya:
“Adalah rasululah saw selalu mebangikan berbagai hal dan berbuat denga adil )kepada
semua istrinya), dan berdo’a: “wahai Allah, inilah pembagian yang dapat aku usahakna,
maka janga tuntut aku atas hal yang berada dalam kauasa-Mu, dan aku berkuasa atasnya”.
Disini yang dimaksud adalah hati dan hal-hal yang berhubungan denga hati ketika hadis
terebut mengatakan: “Hal yang berada dalam kuasa Allah”. (Abu Daud). Setelah memahami
aspek yang harus diperlukan secara adil kepada semua istir, maka hadis Bai saw berikut ini
dicamkan dalam hati untuk menghidarkan hal-hal yang melampui batas.
Rasulullahsaw telah bersabda: “Seorang lelaki yang menikahi lebih dari seorang wanita lalu
tidak berlaku adil terhadap merka, niscaya akan dibangkitkan kembali (pada hari akhirat)
dengan separuh naggota tubuhnya lumpuh”. Pemeliharaan nilai-nilai yang lebiht tinggi dan
menunjang kebaikan harus selalu merupakan tujuan utama. Maka izin untuk menikah leibh
dari seorang wanita pada suat uketika, merupakan jalan darurat dan pencegahan yang
penting untuk melindungi masyrakat dari kekacauan.

C. Pendekatan Modern Terhadap Poligami


Terhadap suatu kecednurang yang berkembang yang menganggap beerapa kelembagaan
islam ketinggalan zaman bila ia tidak sesuai denga pola kehidupan Barat. Hal ini terutama
berhubungan dengan masalah poligami yang sangat ditentang oleh beberapa sarjana.
Bahkan mereka telah berusaha untuk menyalah artikan bahwa poligami tidak diperkenankan
dalam islam.
Ada dua ayat Al-Quran yang mereka sebut memperkuat bantahan mereka yaitu surat an-
Nisa, ayat 3 dan 129. ayat menyebutkan.
     
    
           
         
 
Artinya:
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang
yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu
senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku
adil[265], Maka (kawinilah) seorang saja[266], atau budak-budak yang kamu miliki. yang
demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”
Sedangkan ayat 129 menyatakan:
       
   •     
       
Artinya:
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun
kamu sangat ingin berbuat demikian, Karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada
yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu
mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Orang-orang modern itu menganggap ayat 129 tersebut sebagai suatu syarat hukum bagi
sahnya poligami. Dikarenakan berlaku adil itu tak dapat dimungkinkan, maka seorang harus
membatasi dirinya dalam kenyataannya bahwa “berlaku adil” dalam hal kediaman, pada
orang perorangan dan antara satu negeri lainnya, sesuai dengan standar perekonomian
masyrakat tersebut. Apa yang perlu mereka berikan di negeri Eropah dalam hal makanan,
pakaian dan kediaman tak akan dapat diterapkan di beberapa negeri tertentu di Asia dan
Afrika di mana standard an biaya hidup jauh lebih rendah. Oleh karenanya, ia merupakan
masalah nurani bagi setiap pribadi suami untuk memberikan perlakuan yang sama terhadap
istri-istrinya berdasarkan pada keadaan sendiri. Bahkan pada sebuah masyarakat tertentu,
standar hidup mereka akan berada.
Akibat dari masa penjajahan atas negeri-negeri Muslim sangat besar sehingga mereka
mengubah hukum status perorangannya serta memaksakan pembatasan-pembatasan pada
suami yang mengawini lebih dari seorang istri. Usaha pertama dari perbatasan ini dilakukan
oleh Syria pada 1953. Hukum Syria tentang status perorangan (Dekrit No. 59) tahun 1953
menyatakan: “…Hakim berhak menolak izin seorang lelaki yang telah menikahuntuk
mengawini wanita lain bila ternyata dia tak mampu untuk menafkahi dua orang istri…”
(Artikel 17). Di sini di tetapkan terlarangnya menikahi istri tambahan jika mereka tidak
mampu membiayai. Dalam hal ini para ahli Hukum Syria, yang telah dilatih di negeri-negeri
Barat, mempertahankan bahwa syariat yang ditetapkan al-Quran Surat An-Nisa ayat tiga
harus dipandang sebagai persyaratan hukum positif yang mendahului untuk melakukan
poligami serta dipaksakan sedemikian rupa oleh pengadilan bahwa hal-hal yang menjurus
pada kesewenangan-kesewenangan harus ditutup. Mereka menetapkan suami yang ingin
kawin lagi harus memperoleh izin pengadilan.
Di Tunisia, poligami dilarang sama sekali oleh Hukum Status Perorangan tahun 1957.
undang-undang Tunisia tentang status perorangan tahun 1957 itu menyatakan: Poligami
dilarang, setiap orang yang telah masuk dalam satu ikatan perkawinan lalu menikah lagi
sebelum yang terdahulu bubar maka dia dapat dihukum satu tahun penjara dan denda
sebesar….
Undang-undang Maroko tahun 1958 mengambil jalan tengah dan melarang poligami dengan
syarat bila terdapat adanya kekhawatiran akan perlakuan yang tak adil. Undang-udangn
Marokok tentang perorangan tauhn 1985 itu menyebabkan: “Poligami dilarang bila
tampaknya akan terjadi perlakuan yang tak adil terhadap para istri tersebut….” (Artikel
30). Ikatan perkawinan terhadap istri kedua tak akan diterima/disetujui sampai dia. Istri
kedua itu, diberitahu bahwa calon suaminya telah menikah.
Begitu pula di Iraq, Hukum status perorangan tahun 1959 tidak menyatakan bahwa poligami
terlarang melainkan menetapkan pembatasan-pembatasannya. Undang-undang Iraq tahun
1959 tentang status peroangan menyatakan: “…tidak diperkenankan menikahi lebih dari
seorang wanita tanpa izin dari Hakim. Pemberian izin itu diatur dengan syarat bahwa
kondisi keuangan suami memungkinkannya untuk membiayai para istrinya dan hal itu benar-
benar demi kemaslahatan mereka.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Poligami atau menikah lebih dari 1 orang istri atas ketentuan tentang poligami telah
diperbolehkan dengan bersyarat. Di dalam al-Quran telah tercantum bahwa secara lebih
khusus merujuk pada keadilan yang harus dilakukan dengan istri yang pertama. Serta harus
ada kenyataan dari istri pertama harus atas izin istrinya.
Karena tujuan utama perkawinan dalam islam adalah untuk menciptakan suatu keluarga
yang sejahtera di mana suami dan istri/istri-istrinya, serta anak-anaknya hidup dalam
kedamaian, kasih
Berikut beberapa alasan yang dikemukakan mereka yang keberatan terhadap poligami:
1. Ayat Poligami sudah dimansukh (dibatalkan) oleh QS An Nisa:129, yang menyatakan bahwa TIDAK ADA manusia yang
bisa berlaku adil
2. Rasulullah tidak menikah lagi ketika Sydh.Khadijah masih hidup
3. Poligami Rasulullah = menikahi janda-janda tua
4. Poligami menyebabkan kekerasan dalam rumah tangga
5. Menurut survey, Poligami merendahkan dan menindas kaum perempuan dan bahwa sekarang ini laki-laki dan perempuan
sama jumlahnya
6. Poligami hanya untuk melampiaskan nafsu sex semata
7. Rasulullah pernah melarang Imam Ali Bin Abi Thallib berpoligami
8. Poligami adalah adat arab kuno yang mau dihapus oleh Islam secara bertahap
9. Poligami lebih banyak mudharatnya
10. Poligami harus diharamkan berdasarkan al-maqashid al-syar’iyyah (tujuan syarak)

Poligami lebih banyak mudharatnya.

Dampak Negatif berpoligami:


* Mendapat tekanan social (masyarakat menganggap buruk pelakunya)
* Mendapat tekanan legal ( bagi pegawai negeri: poligami dilarang)
* Mendapat tekanan ekonomis ( diperlukan biaya besar untuk memadu)
* Kadang bias mendapat tekanan politis

Sebab Istri takut dipoligami:


* Kehilangan cinta dan kasih saying suami
* Membayangkan kemesraaan suami dengan madunya
* Takut harta benda suami akan berpindah pada madunya
* Berprasangka buruk dan curiga yang berlebihan
* Cemburu kepada anak-anak madunya
* Takut hak warisnya berkurang
* Takut ditinggalkan suami
‘alan nafs (yang lebih baik diterjemahkan sebagai menjaga kehidupan).

You might also like