You are on page 1of 16

Bab I Pembahasan

Hormon Reproduksi Pria

Hormon reproduksi pada pria addihasilkan dari sel Leydig testis maupun dari
kelenjar adrenal. Tiga steroid utama yang penting untuk fungsi reproduksi pria
adalah testosteron, dihidrotestosteron dan estradiol. Hampir 95% testosteron
dihasilkan oleh jaringan intersisial sel Leydig dan sisanya dari kelenjar adrenal.
Selain testosteron, testis juga menghasilkan dihidroepiandrosteron (DHEA) dan
androstenedion. Sel-sel Leydig juga menghasilkan sedikit estradiol, estron,
pregnenolon, progesterone, 17α-hidroksipregnenolon dan 17α-
hidroksiprogesteron.
Dihidrotestosteron (DHT) dan estradiol tidak hanya berasal dari sekresi
langsung testis, tetapi juga dari konversi di jaringan perifer dari prekusor
androgen dan estrogen yang disekresi testis dan adrenal. Sekitar 40% testosteron
dikonversi menjadi DHT, yang melayani sebagai mediator intrasel kerja
kebanyakan androgenik testosteron. Sebagian kecil testosteron yang bersikulasi
(0,2%) dikonversi menjadi esterogen dalam berbagai jaringan yang mengandung
enzim aromatase. Esterogen ini mempunyai efek baik sebagai androgen atau
sebagai antiandrogen. Sekitar 2% dari total testosteron di dalam darah berada
dalam keadaan bebas dan mudah berdifusi. Hormon bebas ini secara biologis
paling aktif dibanding total hormon yang ada dalam sirkulasi karena kemampuan
secara pasif bergerak ke dalam sitosol sel target. Sebagian testosteron berikatan
dengan sex hormon binding globulin dan siap berdifusi.
Sel Leydig (sel intersisial) menghasilkan testosteron (androgen utama).
Meskipun hasil sekresi utama berupa testosteron, namun hormon aktifnya dalam
beberapa jaringan berupa 5α-dihidrotestosteron. Sel Sertoli (tubulus seminiferus)
mampu membuat androgen dan estrogen, juga menghasilkan androgen binding
protein (ABP). Streroidogenesis testikuler diatur oleh LH. Spermatogenesis diatur
oleh FSH dan testosteron.
A. Dehydroepiandrosteron (DHEA)
Disekresi dari sel retikularis kelenjar adrenal. Sinyal pensekresi berupa
ACTH. Dehydroepiandrosteron mempunyai beberapa fungsi, yaitu dalam
berbagai efek protektif, meruoakan androgen lemah, dapat dikonversi menjadi
esterogen, menghambat enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6-PDH), dan
juga mengatur koenzim NAD+.

1
Bentuk molekul DHEA
(Smith et al.,1993)
B. 17-β-estradiol
Disekresi dari folikel ovarium, korpus luteum (sel sertoli). Sinyal pensekresi
berupa FSH. Estradiol berfungsi pada wanita untuk mengatur sekresi
gonadotropin pada siklus ovarian dan pada pria untuk umpan balik negatif pada
sintesis testosteron oleh sel Leydig.

2
C. Androgen
Androgen, khususnya testosteron dan dihidrotestosteron, dari sel Leydig testis
dan adrenal pada kedua jenis kelamin. Namun ovarium hanya menghasilkan
dalam jumlah kecil. Fungsi testosteron dan dihidrotestosteron adalah :
1. Diferensiasi sex
2. Spermatogenesis
3. Pengembangan organ seks sekunder dan struktur pelengkapnya
4. Metabolisme anabolik jaringan somatic serta pengaturan gen
5. Perilaku kejantanan
Sel sasaran dihidrotestosteron adalah sel-sel pada jaringan prostat, vesikula
seminalis, genitallia eksterna dan kulit genital. Sasaran testosteron mencakup
struktur Wolfi embrionik, spermatogonia, otot, tulang, ginjal dan otak.
Androgen juga merangsang replikasi sel dalam sebagian jaringan sasaran.
Testosteron atau dihidrotestosteron dalam bentuk kombinasi dengan estradiol
(E2), terlibat dalam proses pembelahan sel prostat yang ekstensif dan tak
terkendali sehingga mengakibatkan hipertrofi prostat yang bernigna. Preparat
inhibitor enzim 5-α-reduktase telah diperkenalkan dalam pengobatan ini.
Kerja Androgen
Fisiologi kerja androgen berbeda setiap tahap dalam kehidupan. Pada saat
embrio, androgen merangsang kejantanan saluran urogenital pria dengan cara
diferensiasi duktus Wolfi ke dalam epididimis vas deferen dan vesika seminalis.
Pada neonates, sekresi androgen terjadi untuk mempengaruhi maskulinasi organ
dan perkembangan fungsi otak. Pada pria prepubertas terjadi sedilit androgen
dikeluarkan dari testis dan kortek adrenal secara kronis menekan pelepasan
gonatropin pituitary hingga masa pubertas, pada suatu waktu gonadotropin
pituitary anterior menjadi meningkat kurang sensitive terhadap inhibisi umpan
balik oleh androgen yang bersikulasi. Hilangnya sensitifitas menyebabkan siklus
pelepasan LH dan FSH. Merangsang produksi testosteron oleh sel Leydig dan
FSH merangsang maturasi spermatogonia, diikuti kejantanan dan kesuburan.
Kadar androgen meningkatkan pertumbuhan pada pria prapubertas,
menyebabkan dorongan tinggi badan dan pertumbuhan otot rangka dan massa
tulang. Efek anabolik dari hormon pria pada jaringa target lain. Akibat efek ini,
kulit menebal dan sekresi kelenjar sebasea meningkat.
Karakteristik seksual sekunder berkembang termasuk pertumbuhan laring,
penampilan pubis, aksila, muka dan rambut ekstremitas dan pertumbuhan penis.
Androgen juga berperan dalam agresitifitas perilaku pria pubertas. Pada akhir dua
puluhan tahun, secara genetik pria berkembang mengalami kebotakan.

3
Pengaturan produksi testosteron dan spermatogenesis
Androgen diperlukan untuk spermatogenesis dan maturasi sperma ketika
melewati epididimis dan vas deferen. Androgen juga mengontrol pertumbuhan
dan fungsi vesika seminalis dan kelenjar prostat.
Hormon perangsang gonadotropin (GnRH) disekresi secara episodic selama
sehari dari hipotalamus, merangsang pituitary anterior untuk merangsang LH dan
FSH. LH bekerja pada sel Leydig di dalam testis, merangsang produksi dan
sekresi testosteron. Hormon ini masuk sel Sertoli testis dan menurun menjadi
DHT. FSH dan DHT bekerja merangsang sintesis protein di dalam sel Sertoli
yang meningkatkan spermatogenesis pada spermatogonia. Sel Sertoli juga
meningkatkan inhibin, suatu protein yang dapat berfungsi sebagai umpan balik
dan menghambat pelepasan FSH. Testosteron mempunyai efek umpan balik
negatif pada sekresi LH.
Pada pria immature, FSH berkontribusi pada inisiasi spermatogenesis.
Hormon berikatan pada reseptor membrane plasma sel Sertoli yang akan berikatan
pada membrane dasar tubulus seminiferus testis. Sel ini tidak hanya menyediakan
dukungan fisik untuk sel germinal yang bersebelahan melalui kekakuan
sitoskeltonnya tetapi juga berespon terhadap rangsangan FSH dengan produksi
protein yang meningkatkan maturasi spermatogonia di dalam tubulus.
Secara seksual, pada pria yang matur, FSH juga berikatan dengan reseptor
spesifik pada membrane sel Sertoli, tetapi ketika spermatogenesis sedang
berlangsung, testosteron dapat mempertahankan perkembangan sperma tanpa
adanya FSH.

Anatomi dan Fisiologi

Struktur reproduksi pria terdiri dari penis; testis (jamak, testes) dalam
kantong skortum; sistem duktus yang terdiri dari epididimis (jamak
epididimidis), vas deferens (jamak, vasa deferens), duktus ejakulatorius, dan
uretra; dan glandula asesoria yang terdiri dari vesikula seminalis, kelenjar
prostat, dan kelenjar bulbouretralis (Gbr. 65-1)

Testes bagian dalam terbagi atas lobulus yang terdiri dari tubulus
seminiferus, sel-sel Sertoli, dan sel-sel Leydig (Gbr. 65-2). Produksi sperma,
atau spermatogenesis, terjadi pada tubulus seminiferus. Sel-sel Leydig
mensekresi testosteron. Pada bagian posterior tiap-tiap testis, terdapat duktus
melingkar yang disebut apididimis. Bagian kepalanya berhubungan dengan
duktus seminiferus (duktus untuk aliran keluar) dari testis, dan bagian ekornya
terus melanjut ke vas deferens. Vas deferens adalah duktus ekskretorius testis

4
yang membentang hingga ke duktus vesika seminalis, kemudian bergabung
membentuk duktus ejakulatorius. Duktus ejakulatorius selanjutnya bergabung
dengan uretra, yang merupakan saluran keluar bersama, baik untuk sperma
maupun kemih. Kelenjar asesoria juga mempunyai hubungan dengan sisten
duktus. Prostat mengelilingi leher kandung kemih dan uretra bagian atas.
Saluran-saluran kelenjar bermuara pada uretra. Kelenjar bulbouretralis
(kelenjar Cowper) terletak dekat meatus uretra. Penis terdiri dari tiga massa
jaringan erektil berbentuk silinder memanjang yang memberi bentuk pada
penis. Lapisan dalamnya adalah korpus spongiosum yang membungkus uretra,
dan dua massa paralel di bagian luarnya, yaitu korpus kavernosum. Ujung
distal penis, dikenal sebagai glans, ditutupi oleh prepusium (kulup). Prepusium
dapat dilepas dengan pembedahan (sirkumsisi, sunat).

Fungsi sistem reproduksi pria

Fungsi primer dari sistem reproduksi pria adalah memnghasilkan


spermatozoa matang dan menempatkan sperma dalam saluran reproduksi
perempuan melalui sengama. Testes mempunyai fungsi eksokrin dalam
spermatogenesis dan fungsi endokrin untuk mensekresi hormon-hormon seks
yang mengendalikan perkembangan dan fungsi seksual. Semua fungsi dari
sistem reproduksi pria diatur melalui interaksi hormonal yang kompleks.

5
Gbr. 65-1 Sistem reproduksi
pria.

Fungsi hormonal

Pusat pengendalian
hormonal dari sistem
reproduksi adalah sumbu
hipotalamus-hipofisis (Gbr. 65-
3). Di bawah pengaruh
berbagai hal seperti keturunan,
lingkungan, rangsangan
kejiwaan, dan kadar hormon
yang bersikulasi, hipotalamus
memproduksi gonadotropic hormon-
releasing hormon (GnRH). Hormon-
hormon ini adalah follicle-stimulating
hormon-releasing hormon (FSHRH)
dan luteinizing hormon-releasing
hormon (LHRH). Hormon-hormon
ini dibawa ke hipofisis anterior untuk
merangsang sekresi follicle
stimulating hormon (FSH) dan
luteinizing hormon (LH), yang pada
pria lebih umum dikenal sebagai
interstitial cell-stimulating hormon (ICSH). Hormon-hormon gonadotropin
disekresi dalam kadar yang tetap pada pria.

Testosteron mengarahkan dan mengatur cirri-ciri tubuh pria, yaitu


perkembangan testes dan genitalia pria, desensus testes dari rongga abdomen
ke dalam skortum selama masa janin, perkembangan cirri seksual primer dan
sekunder, dan spermatogenesis.

Gbr. 65-2 Testes. A, Pandangan eksternal. B, Potongan sagital.

Produksi testosteron oleh sel-sel interstitial Leydig pada pria akan sangat
meningkat pada permulaan pubertas. Awal pubertas ditandai oleh

6
meningkatnya kadar hormon-hormon ICSH secara nyata, yang mula-mula
diproduksi sewaktu tidur. Kadar yang tinggi pada awal pubertas ini
menyebabkan meningkatnya produksi testosteron oleh testes. Estron dan
estradiol juga diproduksi dan berasal dari konversi testosteron yang dibuat oleh
adrenal dan testes, dan dari androstenedion. Kadar globulin pengikat hormon-
hormon seksual akan menurun selama pubertas, sehingga menyebabkan lebih
banyak testosteron bebas dalam sirkulasi. Pertumbuhan yang pesat terjadi pada
setiap sistem organ dalam tubuh kecuali sistem saraf pusat dan sistem limfatik.
Yang paling menonjol adalah perubahan dalam tinggi, berat badan, serta cirri-
ciri seksual sekunder. Puncak dari pesatnya pertumbuhan terjadi pada usia
sekitar 14 tahun. Tingkat kecepatan pertumbuhan rata-rata pada persentil ke-
50 adalah 5 inci dari usia 12 hingga14,5 tahun dan 3 inci lagi sampai pada usia
16 tahun; puncak pertambahan berat badan terjadi pada usia 14 tahun dengan
separuhnya terjadi pada usia antara 12 dan 16 tahun, dan kebanyakan berupa
otot-otot baru.

Ciri-ciri seksual sekunder yang muncul paling awal adalah bertambahnya


ukuran testes dan skortum, dan kemudian penis. Perkembangan testes
disebabkan oleh bertambah dan berkembangnya tubulus seminiferus, dan
jumlah sel-sel Leydig dan Sertoli. Perkembangan genitalia untuk mencapai
ukuran dan bentuk dewasa membutuhkan waktu 5 sampai 6 tahun. Cirri-ciri
seksual primer kemudian mencapai kematangan fungsi produksinya, namun
untuk dapat mencapai ini, pria harus mampu menghasilkan sperma yang
hidup.

7
Gbr. 65-3 aksis
hormon
hipotalamus-
hipofisi-testis.
ICHRH, hormon
pelepas-hormon
sel intersisial;
FSHRH, hormon
pelepas-hormon
perangsang folikel;
ICSH, hormon
perangsang-sel
intersisial; FSH,
hormon
perangsang-folikel.

Spermatogenesis

8
Spermatogenesis dimulai
sejak pubertas, pada usia
sekitar 13 tahun dan
berlangsung seumur hidup.
Sel-sel benih di tubulus
seminiferus, yaitu
spermatogonia, mulai
berproliferasi (mitosis).
Sebagian dari sel anak tetap
menjadi spermatogonia dan
yang lainnya berjalan ke
lumen tubulus seminiferus
dan membesar menjadi spermatosit primer. Spermatosit primer akan
mengalami pembelahan miosis sehingga terbentuk dua spermatosit sekunder.
Masing-masing spermatosit sekunder akan menjalani pembelahan miosis yang
kedua, yang akan menghasilkan dua spermatid. Dengan demikian, satu
spermatogonia akan menjadi empat sperma. Setelah itu tidak akan terjadi
pembelahan lebih lanjut, dan masing-masing spermatid akan menjalani proses
pematangan dan berdiferensiasi menjadi sperma yang matang dengan bagian-
bagian kepala, leher, badan dan ekor. Spermatogenesis berlangsung terus
menerus sepanjang kehidupan selama masa pubertas. Sperma disimpan di
epididimis dan vas deferens, dan kesuburannya dapat bertahan sampai 42 hari.
Jika sperma tidak dipancarkan keluar atau tidak terjadi ejakulasi, diperkirakan
spermatozoa akan diserap oleh tubuh. Selama senggama, sperma akan
ditempatkan dalam vagina wanita. Setelah ejakulasi, sperma paling lama dapat
bertahan selama 24 sampai 72 jam dalam suhu tubuh. Pada suhu yang lebih
rendah semen dapat disimpan selama bertahun-tahun.

Fungsi Testikular

Pada embrio, antigen H-Y yang dihasilkan oleh kromosom Y menyebabkan


prosesdiferensiasi sel-sel Sertoli. Sel-sel ini akan mengatur distribusi sel-sel
benih pada masa perkembangan embrio-janin dan menyekresi mȕllerian-
inhibitting substrance (MIS). MIS menyebabkan regresi dari sistem duktus
mȕlleri, (yang pada wanita akan berkembang menjadi struktur reproduksi).
Proses pematangn sel-sel Leydig janin dikiendalikan oleh kromosom Y, dan

9
dirangsang oleh ICSH. Sel-sel Leydig ini akan menghasilkan testosteron yang
menyebabkan proses diferensiasi dari vasa deferens dan vesikula seminalis;
metabolit testosteron, yaitu dihidrotestosteron (DHT), menyebabkan proses
diferensiasi dari prostat dan genitalia eksterna.

Selama enam bulan pertama kehidupan, sel-sel Leydig terus menghasilkan


testosteron dalam kadar yang rendah, tetapi kemudian akan regresi menjelang
pubertas. Pada masa pubertas, FSH akan merangsang pertumbuhan tubulus dan
testicular, dan testes akan memulai fungsi pria dewasanya. ICSH akan
merangsang sel-sel Leydig untuk menghasilkan testosteron, DHT dan estradiol;
FSH akan merangsang sel-sel Sertoli untuk mempengaruhi pembentukan
sperma. FSH dalam kadar yang rendah juga akan memperkuat efek
perangsangan ICSH. Testosteron harus dihasilkan dalam kadar yang cukup
supaya proses spermatogenesis dapat berlangsung dengan sempurna. Dengan
demikian, baik FSH maupun ICSH harus dilepaskan oleh hipofisis anterior agar
spermatogenesis dapat berlangsung. Selanjutnya testosteron, DHT, estradiol,
dan zat yang disekresi oleh tubular-inhibin-akan menghambat sekresi ICSH
dan FSH oleh hipofisis anterior, sehingga dengan demikian akan terjadi sistem
umpan balik yang mengatur kadar testosteron dalam sirkulasi darah.

Perubahan karena usia

Istilah klimakterium pada pria ditujukan pada saat fungsi reproduksi


fisiologis mulai menurun sehubungan dengan proses penuaan. Sulit untuk
memisahkan penurunan fungsi reproduksi dengan penurunan kebugaran
tubuh yang terjadi pada usia lanjut, dan ada kemungkinan menurunnya
kebugaran bertanggung jawab atas menurunnya fungsi reproduksi. Proses
penurunan ini terjadi lebih lambat daripada proses pada perempuan; dengan
demikian fungsi reproduksi pada pria akan dapat bertahan pada usia lanjut.
Tubulus seminiferus dari testes akan terus menghasilkan sperma, meskipun
jumlahnya lebih sedikit dengan bertambahnya usia.. sepuluh persen dari
tubulus seminiferus akan berhenti pada usia 40, 50% pada usia 50, dan 90%
pada usia 80. Kadar testosteron akan menurun secara bertahap. Jumlah sel-sel
Leydig mungkin menurun, seperti halnya kemampuan sel-sel yang masih ada
untuk menghasilkan testosteron.

10
Gagalnya untuk mencapai atau mempertahankan ereksi penis (impotensi)
lebih sering terjadi pada usia lanjut. Sebab-sebab dari keadaan ini tidak
selamanya dapat diketahui; tetapi faktor-faktor psikologis diperkirakan dapat
terjadi pada beberapa kasus. Secara fisiologis, vena dan arteri memperdarahi
jaringan erektil penis juga dapat mengalami sklerosis akibat proses penuaan
seperti halnya pembuluh darah lain dalam tubuh, dan hal ini dapat menjadi
penyebab impotensi.

Beberapa gangguan sistem reproduksi pria

Hipogonadisme

Hipogonadisme dapat terjadi primer akibat disfungsi sel-sel Leydig, atau


sekunder dari disfungsi unit hipotalamus-hipofisis. Hipogonadisme sekunder
kemudian dibagi lagi menjadi disfungsi hipotalamus dan disfungsi hipofisis.
Disfungsi hipotalamus atau hipofisis menyebabkan hipofungsi sel Leydig.

Hipogonadisme pada pria ditandai dengan adanya penurunan abnormal


dari aktivitas fungsional testes. Kelainan ini adalah kelainan yang paling sering
ditemukan dalam klinik. Hormon-hormon androgen, testosteron, dan DHT
sangat penting untuk perkembangan pria, mulai dari embriogenesis sampai
perkembangan selanjutnya pada masa pubertas, dan untuk berfungsinya sistem
reproduksi pada sepanjang kehidupan. Gangguan pada interaksi hormonal
yang kompleks pada tahap mana pun merupakan penyebab dari banyak
sindrom dan kelainan yang memiliki konsekuensi serupa antara lain
infertilitas, impotensi, atau tidak adanya tanda-tanda kepriaan sama sekali
(pseudohermafroditisme pria). Akibat dari hipogonadisme pada pria berbeda-
beda tergantung pada (1) saat awitan dari defisiensi testosteron (yaitu, selama
embriogenesis, sebelum pubertas, atau setelah pubertas),(2) penyebab utama
dari kalainan (yaitu kelainan testis atau hipotalamus-hipofisis), dan (3) status
fungsional testes (yaitu produksi testosteron yang menyebabkan terganggunya
spermatogenesis, atau produksi testosteron rendah yang menyebabkan

11
terganggunya spermatogenesis, atau produksi testosteron normal dangan
hambatan spermatogenesis saja). Pada banyak kasus, hipogonadisme dapat
diobati, tapi pada beberapa kasus dapat ireversibel.

Penyebab hipogonadisme dapat merupakan kelainan congenital atau


gangguan perkembangan, gangguan didapat ataupun sistemik. Hipogonadisme
primer akibat kekurangan testosteron menyebabkan peningkatan produksi
GnRH dan hormopn-hormon gonadotropin untuk merangsang produksi
hormon-hormon androgen oleh testis. Jenis ini disebut sebagai hipogonadisme
hipergonadotropik. Yang termasuk dalam kategori ini adalah sindrom
Klinefelter, sindrom Reifenstein, sindrom Turner pria, sindrom sel Sertoli saja,
anorkisme, orkitis, dan gejala sisa iradiasi. Hipogondisme sekunder akibat
kekurangan testosteron menyebabkan penurunan kadar GnRH dari
hipotalamus atau penurunan kadar hormon-hormon gonadotropin dari
hipofisis, jenis ini disebut sebagai hipogonadisme hipogonadotropik. Yang
termasuk kategori ini adalah hipopituitarisme, defisiensi FSH saja, sindrom
Kallmann, dan sindrom Prader-Willi.

Hiperplasia prostat

Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh


penuaan. Tanda klinis BPH biasanya muncul pada lebih dari 50% pria yang
berusia 50 tahun keatas. Hiperplasia prostatik adalah pertumbuhan nodul-
nodul fibroadenomatrosa majemuk dalam prostat; pertumbuhan tersebut
dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh
dengan menekan kelenjar normal yang tersisa. Jaringan hiperplastik terutama
terdiri dari kelenjar dengan stroma fibrosa dan otot polos yang jumlahnya
berbeda-beda. Prostat tersebut mengelilingi uretra, dan pembesaran bagian
periuretral akan menyebabkan obstruksi leher kandung kemih dan uretra pars
prostatika, yang mengakibatkan berkurangnya aliran kemih dari kandung
kemih. Penyebab BPH kemungkinan berkaitan dengan perubahan hormon.
Dengan penuaan, kadar testosteron serum menurun, dan kadar estrogen serum
meningkat. Terdapat teori bahwa rasio esterogen/androgen yang lebih tinggi
akan merangsang hiperplasia jaringan prostat.

Tanda dan gejala yang sering terjadi adalah gabungan dari hal-hal berikut
dalam derajat yang berbeda-beda yaitu sering berkemih, nokturia, urgensi

12
(kebelet), urgensi dengan inkontenensia, tersendat-tersendat, mengeluarkan
tenaga untuk mengalirkan kemih, rasa tidak lampias, inkontenensia overflow,
dan kemih yang menetes setelah berkemih. Kandung kemih yang terenggan
dapat teraba dalam pemerikasaan abdomen, dan tekanan suprapubik pada
kandung kemih yang penih akan menimbulkan rasa ingin berkemih. Prostat
diraba sewaktu pemeriksaan rectal untuk menilai besarnya kelenjar.

Tes diagnosik yang dipakai termasuk USG abdominal untuk melihat


hidronefrosis atau massa di ginjal dan untuk menghitung volume sisa urine
setelah berkemih dan ukuran prostat. Kistoskopi dilakukan untuk
menyingkirkan adanya divertikula kandung kemih, batu dan tumor.
Pengukuran angka aliran urine dan uretogram retrograd juga dapat dilakukan.

Obstruksi pada leher kandung kemih mengakibatkan berkurangnya atau


tidak adanya aliran kemih, dan ini memerlukan intervensi untuk membuka
jalan keluar urine. Metode yang mungkin adalah prostatektomi parsial, reseksi
transuretral prostat (TUR) atau insisi prostatektomi terbuka, untuk
mengangkat jaringan periuretral hiperplastik; insisi transuretral melalui serat
otot kandung kemih untuk memperbesar jalan keluar urine; dilatasi balon pada
prostat untuk memperbesar lumen uretra; dan terapi antiandrogen untuk
membuat atrofi prostat. Baru-baru ini dikembangkan metode pengobatan non-
bedah yaitu kateter uretra permanen yang ditempatkan pada uretra pars
prostatika.

13
Bab II Kesimpulan

Proses spermatogenesis dipengaruhi oleh hormon-hormon yang dihasilkan


oleh organ hipotalamus, hipofisis dan testis sendiri. Hormon yang terlibat adalah
testosteron, hormon lutein (LH), hormon perangsang folikel (FSH), estrogen, dan
hormon pertumbuhan lainnya.

Testis selain sebagai organ penghasil sperma juga menghasilkan hormon-


hormon seperti testosteron, dihydrotestosteron, estradiol, estron, pregnenolon, 17-

14
hydroxypregnenolon, 5-androstenadiol, 17-hyroxy progesterone dan progesterone.
Hormon-hormon ini selain testosteron tidak jelas apakah diproduksi oleh sel
Leydig atau dari oleh sel-sel dari tubulus seminiferus.

 Testosteron
Sekresi hormon ini ole sel-sel Leydig yang terletak di intersisium testis. Hormon
ini memegang peranan penting pada satu tahap penting proses pembelahan sel-sel
germinal untuk pembentukan sperma, terutama pembelahan miosis untuk
membentuk spermatosit sekunder. Hormon ini mengontrol perkembangan organ
reproduksi pria berupa pembesaran laring, perubahan suara, pertumbuhan rambut
ketiak, pubis, dada, kumis dan jenggot. Juga untuk pertumbuhan otot dan tulang.
 Hormon lutein

Hormon ini disekresi oleh sel karminofil dari kelenjar hipofisis bagian anterior.
Berperan dalam stimulasi sel-sel Leydig untuk memproduksi testosteron, juga
menyebabkan dihasilkannya estradiol.

 FSH

Dihasilkan oleh sel basofil lobus anterior hipofisis. Pada testis, hormon ini
mengakibatkan terpacunya adenyl cyclase di dalam sel sertoli yang berperan
dalam meningkatkan produksi siklik AMP, memacu produksi androgen binding
protein (ABP) di dalam tubuli seminiferus dan di dalam epididimis. Dengan
demikian, FSH bekerja menyiapkan kadar androgen yang cukup untuk sel
germinal dan memacu pendewasaan spermatozoa di dalam epididimis.

 Estrogen

Dibentuk oleh sel-sel Sertoli ketika sedang di stimulasi oleh FSH. Hormon ini
kemungkinan diperlukan pada proses spermiasi. Sel-sel Sertoli juga
menyekresikan suatu protein pengikat androgen. Yang mengikat baik testosteron
dan estrogen maupun keduanya ke dalam cairan tubulus seminiferus, yang
diperlukan untuk maturasi sperma.

 Hormon
pertumbuhan Kontrolendokrin pada spermatogenesis. Dikutip dari Speroff
lainnya

Seperti juga pada sebagian besar hormon lainnya yang diperlukan untuk mengatur
latar belakang fungsi metabolisme testis. Hormon pertumbuhan secara khusus
meningkatkan pembelahan awal spermatogenesis.

15
Bab III Daftar Pustaka

Saryono, S.Kp.,M.Kes.2008.Biokimia Reproduksi. Jogjakarta:Mitra Cendikia Pres

Price, A. Sylvia & Wilson, Lorraine M.2006.Patofisiologi:Konsep klinis Proses-


Proses Penyakit, E/6, Vol 2.Jakarta: EGC

Yahya,Harun.--.Keajaiban Hormon.--:--

Dan berbagai sumber hasil browsing internet yang diakses dari tanggal 15
Oktober 2010 hingga 19 Oktober 2010.

16

You might also like