You are on page 1of 3

Melayu Proto

Melayu Proto atau "Melayu Asli" adalah sebuah suku di golongan Austronesia yang berasal dari Yunnan.
Kelompok pertama dikenal sebagai Melayu Proto berpindah ke Asia Tenggara pada Zaman Batu Baru (2500
SM). yang termasuk golongan Proto Melayu di Indonesia adalah suku-bangsa: Toraja (Sulawesi Selatan), Sasak
(Lombok), Dayak (Kalimantan Tengah), Batak (Sumatera Utara) dan Nias (pantai barat Sumatera Utara).

Melayu Deutero
Melayu Deutero atau Melayu Muda adalah sebutan untuk suku Melayu yang datang pada gelombang
kedua setelah Melayu Proto. Asal kedatangan bangsa ini sama dengan bangsa Melayu Tua dan berasal
dari ras yang sama yaitu Malayan Mongoloid sehingga tidak memiliki perbedaan fisik yang berarti.

Bangsa melayu muda diperkirakan datang pada Zaman Logam (kurang lebih 1500 SM). Suku bangsa
di Indonesia yang termasuk melayu muda adalah Aceh, Minangkabau, Jawa, Bali, Makassar, Bugis,
Manado, Rejang, dll.

Proto Melayu dan Deutro Melayu


Sekitar tahun 2000 SM, bangsa Melanesoide yang akhirnya menetap di
Nusantara kedatangan pula bangsa yang kebudayaannya lebih tinggi yang berasal dari
rumpun Melayu Austronesia yakni bangsa Melayu Tua atau Proto Melayu, suatu ras
mongoloid yang berasal dari daerah Yunan, dekat lembah sungai Yang Tze, Cina
Selatan. Alasan-alasan yang me-nyebabkan bangsa Melayu tua meninggalkan asalnya
yaitu :

1. Adanya desakan suku-suku liar yang datangnya dari Asia Tengah;

2. Adanya peperangan antar suku;

3. Adanya bencana alam berupa banjir akibat sering meluapnya sungai She Kiang dan
sungai-sungai lainnya di daerah tersebut.

Suku-suku dari Asia tengah yakni Bangsa Aria yang mendesak Bangsa
Melayu Tua sudah pasti memiliki tingkat kebudayaan yang lebih tinggi lagi. Bangsa
Melayu Tua yang terdesak meninggalkan Yunan dan yang tetap tinggal bercampur
dengan Bangsa Aria dan Mongol. Dari artefak yang ditemukan yang berasal dari bangsa
ini yaitu kapak lonjong dan kapak persegi. Kapak lonjong dan kapak persegi ini adalah
bagian dari kebudayaan Neolitikum.

Ini berarti orang-orang Melayu Tua, telah mengenal budaya bercocok tanam
yang cukup maju dan bukan mustahil mereka sudah beternak. Dengan demikian mereka
telah dapat menghasilkan makanan sendiri (food producing). Kemampuan ini membuat
mereka dapat menetap secara lebih permanen. Pola menetap ini mengharuskan mereka
untuk mengembangkan berbagai jenis kebudayaan awal.

Mereka juga mulai membangun satu sistem politik dan pengorganisasian untuk
mengatur pemukiman mereka. Pengorganisasian ini membuat mereka sanggup belajar
membuat peralatan rumah tangga dari tanah dan berbagai peralatan lain dengan lebih
baik. Mereka mengenal adanya sistim kepercayaan untuk membantu menjelaskan gejala
alam yang ada sehubungan dengan pertanian mereka. Sama seperti yang terjadi
terdahulu, pertemuan dua peradaban yang berbeda kepentingan ini, mau tidak mau,
melahirkan peperangan-peperangan untuk memperebutkan tanah.

Dengan pengorganisiran yang lebih rapi dan peralatan yang lebih bermutu,
kaum pendatang dapat mengalahkan penduduk asli. Kebudayaan yang mereka usung
kemudian menggantikan kebudayaan penduduk asli. Sisa-sisa pengusung kebudayaan
Batu Tua kemudian menyingkir ke pedalaman. Beberapa suku bangsa merupakan
keturunan dari para pelarian ini, seperti suku Sakai, Kubu, dan Anak Dalam.

Arus pendatang tidak hanya datang dalam sekali saja. Pihak-pihak yang kalah
dalam perebutan tanah di daerah asalnya akan mencari tanah-tanah di wilayah lain.
Demikian juga yang menimpa bangsa Melayu Tua yang sudah mengenal bercocok
tanam, beternak dan menetap. Kembali lagi, daerah subur dengan aliran sungai atau
mata air menjadi incaran. Wilayah yang sudah mulai ditempati oleh bangsa
melanesoide harus diperjuangkan untuk dipertahankan dari bangsa Melayu Tua.
Tuntutan budaya yang sudah menetap mengharuskan mereka mencari tanah baru.

Dengan modal kebudayaan yang lebih tinggi, bangsa Melanesoide harus


menerima kenyataan bahwa telah ada bangsa penguasa baru yang menempati wilayah
mereka. Namun kedatangan bangsa Melayu Tua ini juga memungkinkan terjadinya
percampuran darah antara bangsa ini dengan bangsa Melanesia yang telah terlebih
dahulu datang di Nusantara. Bangsa Melanesia yang tidak bercampur terdesak dan
mengasingkan diri ke pedalaman. Sisa keturunannya sekarang dapat didapati orang-
orang Sakai di Siak, Suku Kubu serta Anak Dalam di Jambi dan Sumatera Selatan,
orang Semang di pedalaman Malaya, orang Aeta di pedalaman Philipina, orang-orang
Papua Melanesoide di Irian dan pulau-pulau Melanesia. Pada gelombang migrasi kedua
dari Yunan di tahun 2000-300 SM, datanglah orang-orang Melayu Tua yang telah
bercampur dengan bangsa Aria di daratan Yunan. Mereka disebut orang Melayu Muda
atau Deutero Melayu dengan kebudayaan perunggunya. Kebudayaan ini lebih tinggi
lagi dari kebudayaan Batu Muda yang telah ada karena telah mengenal logam sebagai
alat perkakas hidup dan alat produksi.

Kedatangan bangsa Melayu Muda mengakibatkan bangsa Melayu Tua yang


tadinya hidup di sekitar aliran sungai dan pantai terdesak pula ke pedalaman karena
kebudayaannya kalah maju dari bangsa Melayu Muda dan kebudayaannya tidak banyak
berubah. Sisa-sisa keturunan bangsa melayu tua banyak ditemukan di daerah pedalaman
seperti suku Dayak, Toraja, orang Nias, batak pedalaman, Orang Kubu dan orang
Sasak. Dengan menguasai tanah, Bangsa Melayu Muda dapat berkembang dengan pesat
kebudayaannya bahkan menjadi penyumbang terbesar untuk cikal-bakal bangsa
Indonesia sekarang.

Dari seluruh pendatang yang pindah dalam kurun waktu ribuan tahun tersebut
tidak seluruhnya menetap di Nusantara. Ada juga yang kembali bergerak ke arah Cina
Selatan dan kemudian kembali ke kampung halaman dengan membawa kebudayaan
setempat atau kembali ke Nusantara. Dalam kedatangan-kedatangan tersebut penduduk
yang lebih tua menyerap bahasa dan adat para imigran. Jarang terjadi pemusnahan dan
pengusiran bahkan tidak ada penggantian penduduk secara besar-besaran. Percampuran-
percampuran inilah yang menjadi cikal bakal Nusantara yang telah menjadi titik
pertemuan dari ras kuning (mongoloid) yang bermigrasi ke selatan dari Yunan, ras
hitam yang dimiliki oleh bangsa Melanesoide dan Ceylon dan ras putih anak benua
India.

Sehingga tidak ada penduduk atau ras asli wilayah Nusantara kecuali para
manusia purba yang ditemukan fosil-fosilnya.Kalaupun memang ada penduduk asli
Indonesia maka ia terdesak terus oleh pendatang-pendatang boyongan sehingga secara
historis-etnologis terpaksa punah atau dipunahkan dalam arti sesungguhnya atau
kehilangan ciri-ciri kebudayaannya dan terlebur di dalam masyarakat baru.Semua
adalah bangsa-bangsa pendatang.

You might also like