You are on page 1of 3

Rima Andrini H.

Tugas Hukum Hak Kekayaan Intelektual

110110080191

Sejarah Hukum Hak Kekayaan Intelektual

Sejarah HKI sebagai satu kumpulan atau kesatuan hak sulit untuk ditelusuri. Konsep
dan pengaturan tentang HKI di Indonesia bisa dibilang baru. Sekalipun konsep HKI sudah ada
sejak jaman Belanda akan tetapi tidak masuk dalam konsep hak kebendaan menurut KUH
Perdata.

Kalau dilihat secara historis, undang-undang mengenai HKI pertama kali ada di
Venice, Italia yang menyangkut masalah paten pada tahun 1470. Caxton, Galileo dan
Guttenberg tercatat sebagai penemu-penemu yang muncul dalam kurun waktu tersebut
dan mempunyai hak monopoli atas penemuan mereka.

Hukum-hukum tentang paten tersebut kemudian diadopsi oleh kerajaan Inggris di


jaman TUDOR tahun 1500-an dan kemudian lahir hukum mengenai paten pertama di Inggris
yaitu Statute of Monopolies (1623). Legislasi pertama di dunia yang membahas tentang hak
kekayaan intelektual adalah Statuta Anne (Statute of Anne) yang diundangkan pada 1709
dan berkekuatan hukum sejak 10 April 1710. Statuta ini dikeluarkan oleh Ratu Anne yang
saat itu menduduki takhta Monarkial Inggris Raya dari 6 Februari 1665 sampai 1 Agustus
1714. Statuta berjudul asli An Act for the Encouragement of Learning, by vesting the Copies
of Printed Books in the Authors or Purchasers of Such Copies ini pada pokoknya memberi
dukungan pada pendidikan dan kebebasan berekspresi. 

Dalam Statuta Anne, pengarang (author) lebih diberikan hak monopoli atas
reproduksi hasil karya mereka, disini juga ada kewajiban bagi pencetak (printer) untuk
mendistribusikan salinan buku yang mereka cetak kepada berbagai perpustakaan di Inggris.
Statuta ini menggantikan rezim sebelumnya, Statute of Mary of 1551. Dalam Statute of
Mary ini dijelaskan bahwa pencetak merupakan pemegang monopoli hak cipta dan masih
banyak pengekangan terhadap karya cipta yang melarang peredaran buku berisi ide-ide
tentang pemberontakan, penghinaan, pornografi, dan lainnya.
Amerika Serikat baru mempunyai undang-undang paten tahun 1791. Upaya
harmonisasi dalam bidang HKI pertama kali terjadi tahun 1883 dengan lahirnya Paris
Convention untuk masalah paten, merek dagang dan desain. Kemudian Berne Convention
1886 untuk masalah copyright atau hak cipta. 

Tujuan dari konvensi-konvensi tersebut antara lain standarisasi, pembahasan


masalah baru, tukar menukar informasi, perlindungan mimimum dan prosedur
mendapatkan hak. Kedua konvensi itu kemudian membentuk biro administratif bernama
the United International Bureau for the Protection of Intellectual Property yang kemudian
dikenal dengan nama World Intellectual Property Organisation (WIPO). WIPO kemudian
menjadi badan administratif khusus di bawah PBB yang menangani masalah HKI anggota
PBB.

Setiap tahun, negara-negara anggota WIPO termasuk Indonesia menyelenggarakan


beragam kegiatan dalam rangka memeriahkan Hari HKI Sedunia. Sejak ditandatanganinya
persetujuan umum tentang tariff dan perdagangan (GATT) pada tanggal 15 April 1994 di
Marrakesh-Maroko, Indonesia sebagai salah satu negara yang telah sepakat untuk
melaksanakan persetujuan tersebut dengan seluruh lampirannya melalui Undang-undang
No. 7 tahun 1994 tentang Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Lampiran yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual (HKI) adalah Trade Related
Aspects of Intellectual Property Rights (TRIP’s) yang merupakan jaminan bagi keberhasilan
diselenggarakannya hubungan perdagangan antar Negara secara jujur dan adil.

Setelah meratifikasi WTO Agreement, Indonesia melakukan banyak revisi terhadap


berbagai undang-undang di bidang hak kekayaan intelektual yang ada. Pada intinya,
perubahan terhadap semua undang-undang hak kekayaan intelektual sebagai akibat
penyertaan Indonesia pada WTO Agreement ditekankan pada perlunya penciptaan iklim
yang lebih baik bagi tumbuh dan berkembangnya serta terlindunginya karya intelektual
guna melancarkan arus perdagangan internasional.

Jika dilihat dari latar belakang historis mengenai HKI terlihat bahwa di negara barat
(western) penghargaan atas kekayaan intelektual atau apapun hasil olah pikir individu sudah
sangat lama diterapkan dalam budaya mereka yang kemudian ditejemahkan dalam
perundang-undangan. HKI bagi masyarakat barat bukanlah sekedar perangkat hukum yang
digunakan hanya untuk perlindungan terhadap hasil karya intelektual seseorang akan tetapi
dipakai sebagai alat strategi usaha dimana karena suatu penemuan dikomersialkan atau
kekayaan intelektual, memungkinkan pencipta atau penemu tersebut dapat
mengeksploitasi ciptaan/penemuannya secara ekonomi. Hasil dari komersialisasi penemuan
tersebut memungkinkan pencipta karya intelektual untuk terus berkarya dan meningkatkan
mutu karyanya dan menjadi contoh bagi individu atau pihak lain, sehingga akan timbul
keinginan pihak lain untuk juga dapat berkarya dengan lebih baik sehingga timbul kompetisi.

Perkembangan HKI di Indonesia pada awal tahun 1990 HKI kurang populer. Dia mulai
populer memasuki tahun 2000 sampai dengan sekarang. Perkembangan HKI di Indonesia
berkembang pesat, seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang tidak pernah
berhenti berinovasi. Secara logika, jika kita berbicara mengenai alasan perlindungan HKI,
maka akan jelas bahwa HKI merupakan suatu hak dan agar suatu hak dapat dipertahankan
maka diperlukan pengaturan dan perlindungan terhadap hak tersebut agar tidak
disalahgunakan maupun dilanggar.

Konsep perlindungan terhadap HKI pada dasarnya adalah memberikan hak


monopoli, dan dengan hak monopoli ini, pemilik HKI dapat menikmati manfaat ekonomi dari
kekayaan intelektual yang didapatnya. Perlu diakui bahwa konsep HKI yang kita anut berasal
dari Barat, yaitu konsep yang didasarkan atas kemampuan individual dalam melakukan
kegiatan untuk menghasilkan temuan (invention).

You might also like