Professional Documents
Culture Documents
Abstrak
Analisis dampak kebijakan menarik dikaji dalam kaitannya dengan fokus dan lokus
program pengentasan kemiskinan di Indonesia. Kajian ini lebih menarik ketika dilihat
dari tiga perspektif. Pertama, konteks desentralisasi pemerintahan yang mewarnai wacana
penyelenggaraan pemerintahan di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Kedua, studi
dampak kebijakan selalu dikritisi oleh berbagai pihak yang berkepentingan. Ketiga,
esensi dan orientasi evaluasi kebijakan yang semakin terlihat melalui dampaknya
terhadap sasaran yang dituju. Berkaitan dengan hal itu akan dibahas desentralisasi
pemerintahan yang melahirkan otonomi daerah. Selanjutnya dianalisis dampak kebijakan
publik berdasarkan fokus kritik dari teoritisi dan praktisi serta bukti-bukti empiris
mengenai dampak kebijakan program pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Pada
bagian akhir, diperkenalkan dua hukum umum sebagai alternatif dalam mengatasi
masalah dampak kebijakan.
Pendahuluan
cenderung bergerak ke arah desentralisasi. Hal itu terjadi sebagai pilihan strategis dalam
dipahami sebagai penyerahan otoritas dan fungsi dari pemerintah nasional kepada
bidang pengambilan keputusan pada organisasi dengan tingkat yang lebih rendah (Daft,
1992). Artinya, jika pengambilan keputusan dilakukan hanya oleh sekelompok pimpinan
diserahkan kepada unit-unit organisasi yang lebih rendah dianggap terdesentralisasi. Pada
2
konteks Indonesia, pemahaman ini sesuai dengan asumsi bahwa organisasi pemerintah
pada tingkat bawah (pemerintah daerah) lebih mengetahui kondisi dan kebutuhan aktual
dari masyarakat setempat, serta tidak mungkin pemerintah di tingkat nasional mampu
melayani dan mengurusi segala kepentingan dan urusan masyarakat yang demikian
kompleks. Desentralisasi juga dianggap sebagai respons atas tuntutan demokratisasi yang
begitu besar karena pemerintah daerah diharapkan lebih kreatif dan responsif dibanding
pemerintah pusat terhadap berbagai kebutuhan masyarakat setempat (Leach et al, 1994:
128-151).
dan jasa/pelayanan publik (Dharma dan Simanjuntak, 2000: 59). Pemahaman itu sejalan
daerah sebagai sistem yang berfungsi bersama-sama dengan sistem lain dalam sistem
yang lebih besar, karena semua (komponen) sistem tersebut berinteraksi satu sama lain
desentralisasi berbagai negara dan daerah menurut Shah dan Thomson yang dikutip oleh
Kammeier (2002: 3-4) adalah sebagai berikut: transformasi ekonomi dan politik (Eropa
Tengah dan Timur, Rusia); krisis politik akibat konflik etnik (Bosnis-Herzegovina,
Ethiopia, Yugoslavia, Nigeria, Sri Langka, Afrika Selatan, Filipina); krisis politik akibat
Filipina); kepentingan akses terhadap Uni Eropa (Republik Czech, Slovakia, Hungaria,
3
Polandia); manuver politik (Peru, Pakistan); krisis fiskal (Rusia, Indonesia, Pakistan);
(Cina, Turki, Uni Eropa); perubahan defisit yang mengalami penurunan (Eropa Tengah
dan Timur, Rusia); perubahan tanggung jawab terhadap penyesuaian program yang tidak
Tabel 1
Kategori dan Tujuan Utama Desentralisasi
(H. Detlef Kammeier, Linking Decentralization to Urban Development,
UN-HABITAT, 2002 Vol. 8 No. 1, h. 5)
sosial dan ekonomi, dan 6) konflik antara tujuan dengan skala prioritas. Berdasarkan
pendapat tersebut, dapat dipahami desentralisasi pada konteks Indonesia yang bertujuan
4
untuk: 1) mengurangi campur tangan pemerintah pusat dalam masalah kecil di tingkat
lebih realistis pada tingkat daerah; dan 4) melatih rakyat untuk mengatur urusannya
Pemahaman ini dipertegas oleh Tjokroamidjojo (1976: 82) yang menyatakan bahwa
pemahaman Dye dan beberapa pakar (1981: 378) yang juga mempertanyakan mengapa
pemerintah seringkali tidak tahu kebijakan yang telah dibuat. Menurut Dye, terdapat
sejumlah permasalahan yang dihadapi dalam studi evaluasi kebijakan yang belakangan
1. Penentuan apa tujuan yang akan dicapai oleh program. Siapa kelompok target dan apa
efek yang diharapkan? Pemerintah seringkali menghendaki tujuan yang “trade off’
2. Sejumlah program dan kebijakan lebih memiliki nilai simbolis. Program dan
kebijakan tersebut tidak secara aktual mengubah kondisi kelompok target, melainkan
“memperhatikan”.
3. Agen pemerintah memiliki kepentingan tetap (vested interest) yang kuat dalam
5. Sejumlah studi empiris mengenai dampak kebijakan yang dikerjakan oleh agen
6. Evaluasi program memerlukan pembiayaan, fasilitas, waktu, dan pegawai yang mana
agen pemerintah tidak ingin berkorban dari program yang berjalan. Studi dampak
Studi itu tidak dapat dilakukan dengan baik hanya bagaikan kegiatan ekstrakurikuler
atau paruh waktu. Penyiapan sumber daya untuk studi tersebut berarti pengorbanan
memikirkan berbagai cara untuk memberikan alasan mengapa temuan negatif dampak
6
kebijakan harus ditolak. Begitu pula ketika menghadapi bukti empiris di mana program
yang diunggulkan tidak berguna atau kontra-produktif maka pihak tersebut menyatakan:
1. Efek program tersebut bersifat jangka panjang dan tidak dapat diukur pada saat
sekarang.
2. Efek program tersebut menyebar dan bersifat umum, karena itu tidak ada kriteria
tunggal atau kesesuaian indeks yang dapat digunaan untuk mengukur apa yang
dicapai.
3. Efek program tidak jelas dan tidak dapat diidentifikasi dengan ukuran kasar atau
statistik.
4. Fakta yang ditemukan mengenai tidak adanya perbedaan orang yang menerima
pelayanan dan orang yang tidak menerima berarti bahwa program itu tidak intensif
5. Kegagalan mengidentifikasi sejumlah efek positif dari suatu program dapat menandai
Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan bahwa sikap skeptis teoritisi dan
praktisi seperti itu tidak sepenuhnya dapat diterima, karena realitas yang ditemukan di
lapangan justru “berbeda”. Adanya perbedaan dan bukti-bukti nyata yanga ditunjukkan
dapat dipahami berdasarkan dampak kebijakan publik secara teoritis dan praktek sebagai
berikut.
ditimbulkan oleh suatu kebijakan dalam kondisi kehidupan nyata (Dye, 1981: 367).
Menurut Dye (1981: 367) dan Anderson (1984: 138), semua bentuk manfaat dan biaya
7
kebijakan, baik yang langsung maupun yang akan datang, harus diukur dalam bentuk
efek simbolis atau efek nyata yang ditimbulkan. Output kebijakan adalah berbagai hal
yang dilakukan oleh pemerintah. Misalnya, pembangunan dan rehabilitasi jalan raya,
pelaku tindak kriminal, atau penyelenggaraan sekolah umum. Ukuran yang digunakan
adalah pengeluaran “perkapita” untuk jalan raya, kesejahteraan, penanganan kriminal per
100.000 penduduk, persiswa sekolah umum, dan sebagainya (Anderson, 1984: 136).
Kegiatan tersebut diukur dengan standar tertentu. Angka yang terlihat hanya memberikan
sedikit informasi mengenai outcome atau dampak kebijakan publik, karena untuk
menentukan outcome kebijakan publik perlu diperhatian perubahan yang terjadi dalam
lingkungan atau sistem politik yang disebabkan oleh aksi politik. Pengetahuan mengenai
jumlah dana perkapita yang digunakan untuk siswa dalam sistem persekolahan atau untuk
kasus lainnya, tidak dapat memberikan informasi mengenai efek persekolahan terhadap
Menurut sebagian pakar, seperti Dye (1981: 366) dan Anderson (1984: 136-139),
terdapat sejumlah dampak (manfaat) kebijakan yang perlu diperhatikan di dalam evaluasi
kebijakan, yakni:
(1) Dampak kebijakan terhadap situasi atau kelompok target. Obyek yang
dimaksud sebagai sasaran kebijakan harus jelas, misalnya orang miskin, pengusaha
kecil, anak sekolah yang tidak beruntung, atau siapa saja yang menjadi sasaran. Efek
yang dituju oleh kebijakan juga harus ditentukan. Jika berbagai kombinasi sasaran
tersebut dijadikan fokus maka analisisnya menjadi lebih rumit karena prioritas harus
diberikan kepada berbagai efek yang dimaksud. Lebih daripada itu, perlu dipahami
8
wilayah Indonesia merupakan salah satu bukti nyata. Implikasi kebijakannya terlihat
dilaksanakan. Kualitas hidup masyarakat dapat dilihat dari fasilitas sosial, prasarana
dan sarana, pendidikan, faktor lingkungan, perwakilan (hak) politik, dan kebutuhan
lainnya.
(2) Dampak kebijakan terhadap situasi atau kelompok lain selain situasi atau
kelompok target. Hal ini disebut efek eksternalitas atau spillover, karena sejumlah
Faktanya ialah kebijakan IDT dan PPK sebagai contoh telah melibatkan (langsung
pemerintah daerah, tokoh masyarakat, guru dan penyuluh kesehatan, kontraktor, dll.
(3) Dampak kebijakan terhadap kondisi sekarang dan kondisi masa depan.
Faktanya ialah dampak kebijakan IDT dan PPK misalnya, telah menguatkan fondasi
pada umumnya. Bahkan dapat dikatakan bahwa dampak positif kebijakan tersebut
baru dimulai pelaksanaanya sejak tahun 1999 (UU Nonor 22 dan UU Nomor 25, yang
(4) Biaya langsung kebijakan, dalam bentuk sumber daya dan dana (uang)
yang telah digunakan dalam program. Faktanya ialah berbagai lembaga penyandang
dana telah merealisasikan programnya. Hal ini logis dan sejalan dengan program
pengentasan kemiskinan yang dibiayai oleh berbagai pihak, termasuk Bank Dunia,
daerah setempat.
ialah tidak bisa dipungkiri bahwa program yang dijalankan akan melibatkan berbagai
anak dan anggota keluarga dari masyarakat miskin yang dulunya turut membantu
kegiatan orang tua, harus berada di bangku sekolah untuk belajar pada jam tertentu.
Hal ini berarti kesempatan membantu orang tuanya bekerja menjadi hilang atau
berkurang.
(6) Tentu saja, juga sulit mengukur manfaat tidak langsung dari kebijakan
terhadap komunitas yang dituju oleh suatu program kebijakan. Faktanya, hal ini
pendidikan terlihat dari perubahan sikap dan perilaku warga masyarakat untuk
10
menjadi sadar akan arti penting pendidikan atau di bidang kesehatan melalui sikap
dan perilaku terdidik atau cerdas dan perilaku sehat yang ditunjukkan.
Secara teoritis, “dampak kebijakan” tidak sama dengan “output kebijakan.” Oleh
karena itu, menurut Dye (1981: 368), penting untuk tidak mengukur manfaat dalam
bentuk aktivitas pemerintah semata. Hal ini perlu dicermati karena yang seringkali
menjelaskan determinan kebijakan publik, ukuran output kebijakan publik sangat penting
diperhatikan. Namun, dalam menilai dampak kebijakan publik, perlu ditemukan identitas
perubahan dalam lingkungan yang terkait dengan upaya mengukur aktivitas pemerintah
tersebut.
Kegiatan analisis dampak ekonomi internal kebijakan yang disponsori oleh lembaga
penyandang dana nasional dan internasional merupakan bukti nyata dan jawaban atas
sikap skeptis tersebut. Oleh karena itu, segala macam efek yang merupakan konsekuensi
dari suatu kebijakan, baik simbolis maupun material, terhadap satu atau beberapa
kelompok sasaran merupakan esensi yang mencirikan dampak kebijakan publik. Hal ini
sesuai dengan pendapat Anderson (1984: 151) bahwa evaluasi kebijakan meruakan
kegiatan yang bertujuan untuk menilai manfaat kebijakan. Evaluasi kebijakan merupakan
kegiatan yang menyangkut perkiraan atau estimasi dan penilaian kebijakan yang
Sebagai penguatan atas konsep, pendekatan dan kriteria pengukuran dampak suatu
kebijakan, maka berikut ini disajikan hasil penelitian Tim World Bank yang dikoordinir
oleh penulis selaku advisor KPEL (Kemitraan Pengembangan Ekonomi Lokal) Bappenas
satu judul penelitian yang relevan dengan tulisan ini adalah studi dampak kebijakan
program pemberdayaan masyarakat, melalui proyek P2KP, P2D, CERD, dan WSLIC.
Prosedur, Proses, Hasil, dan Manfaat. Matriks hubungan elemen keberdayaan dan sebab-
secara luas dampak makro-ekonomi dari manfaat yang ditimbulkan oleh prasarana dan
yang diterbitkan pemerintah daerah. Sedangkan, sasaran yang diharapkan sebagai hasil
Hasil yang dicapai dari penelitian tersebut dideskripsikan sebagai berikut: pertama,
cukup berarti pada kesejahteraan masyarakat dan kegiatan ekonomi lokal dan adanya
masyarakat lebih efisien daripada oleh kontraktor (penghematan 20% - 50%) dan 2)
kualitas bangunan infrastruktur cukup baik dan dinikmati oleh masyarakat. Ketiga,
cukup memberikan dampak terhadap masyarakat, 2) besaran EIRR dan GIM – perputaran
modal - (P2KP) berpengaruh bagi peningkatan manfaat ekonomi & QoL. Keempat,
Rekomendasi yang dibuat terkait dengan penelitian tersebut adalah tim pemelihara
pengelola diharapkan mencermati efisiensi yang diperoleh agar selaras dengan kualitas
dan standar, program pembangunan desa agar selalu melibatkan masyarakat secara aktif
dari awal hingga akhir, dan sebagai proses pembelajaran maka disarankan untuk
operasi dan pemeliharaan. Sementara itu, pengukuran dan penilaian hasil penelitian yang
pelaksanaan program/proyek dapat divisualkan ke dalam tabel empat kali empat (empat
Tabel 3
Hubungan Kualitas Manajemen Dasar Proyek dengan Kepuasan atas Pelaksanaan
PUAS (KG)
KURANG
PUAS (SK)
TIDAK PUAS
(BM)
Catatan:
SB = SEBAGIAN BESAR
KG = KURANG
SK = SANGAT KURANG
BM = BERMASALAH
Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat dikritisi bahwa jika dampak (manfaat)
kebijakan merupakan sesuatu yang diharapkan dan terbukti sesuai harapan maka berarti
rangkaian hasil diperoleh konsisten mulai dari konsepsi, prosedur, proses, hasil, dan
manfaat. Dengan kata lain, hasil studi kebijakan dan studi evaluasi harus konsisten
dengan hasil studi dampak. Tetapi, jika hasil berbeda dengan harapan maka perlu dilihat
inkonsistensi tahapannya, termasuk melihat apakah manfaat itu dirasakan oleh kelompok
14
sasaran karena adanya program yang dievaluasi, ataukah justru hasil stimulasi dan
motivasi dari program lain yang diklaim sebagai dampak (manfaat) program yang diteliti,
atau karena kesadaran yang tumbuh dalam diri masyarakat seiring dengan perjalanan
waktu.
Penutup
Sebagai penutup perlu dicermati dua hukum umum Profesor James Q. Wilson yang
dikutip oleh Dye (1984: 379), untuk mengatasi semua kasus penelitian dampak kebijakan
dalam ilmu pengetahuan sosial. Hukum Wilson pertama ialah, semua intervensi
tersebut. Hukum Wilson kedua, tidak ada intervensi kebijakan dalam permasalahan sosial
menghasilkan efek yang diharapkan – sekiranya penelitian dilakukan oleh pihak ketiga
yang independen, lebih khusus lagi oleh pihak yang skeptis pada kebijakan tersebut. Bagi
penulis, selaku pemerhati yang tertarik mencermati dampak kebijakan publik tentu saja
Daftar Pustaka