Professional Documents
Culture Documents
Hiang
Menyelami Kekayaan Leluhur
Tjilik Riwut
1
Maneser Panatau Tatu
Hiang
Tahun 1979 Bapak Tjilik Riwut menulis buku Kalimantan Membangun. Setelah
beberapa tahun, buku tersebut kemudian diedit dan diperbaharui kembali oleh
puterinya, Dra. Nila Riwut Suseno. Tahun 2003, keluarlah buku berjudul Maneser
Panatau Tatu Hiang, yang artinya Menyelami Kekayaan Leluhur.
Tahun 2009 ini, sebagai persembahan dari Bapak Tjilik Riwut dan Keluarga Tjilik Riwut,
buku Maneser Panatau Tatu Hiang diperkenankan untuk ditampilkan isinya dalam
format digital berupa sebuah web khusus. Persembahan ini diberikan untuk seluruh
Rakyat Indonesia dan Warga Dunia, dengan harapan budaya Suku Dayak akan dikenal
dan Anak Esun Tambun Bungai tidak akan kehilangan jati dirinya.
Buku Maneser
• Bab II Buku Maneser Panatau Tatu Hiang Perjuangan Suku Dayak ( 5 Artikel )
• Bab VI Buku Maneser Panatau Tatu Hiang Sistem Mata Pencaharian ( 4 Artikel )
• Tambahan 1 ( 1 item )
• Tambahan 2 ( 1 item )
• Tambahan 3 ( 1 item )
2
BAB I
Alam Kalteng
3
Lokasi, Lingkungan Alam, dan Demografi
Daerah
Tanah Kalimantan termasuk formasi tertier yang amat tebal, yang mulai terbentuk di
bawah permukaan laut pada zaman purbakala. Formasi ini menyebabkan tanah
Kalimantan banyak mengandung batubara dan batu karang di kaki gunung bekas
pesisir. Pada waktu ketinggian permukaan air laut berkurang, formasi tertier ter-erosi
hingga terpotong-potong dan bergelombang menjadikannya daratan yang terputus-
putus dengan bukit-bukit dan sungai-sungai kecil. Pada umumnya tanah seperti ini
kurang subur dan sukar diairi untuk dijadikan sawah dan hanya berair pada waktu
hujan. Karenanya daerah ini hanya cocok untuk tumbuhan yang hidup di tanah kering.
Pada tahap selanjutnya formasi tertier di pesisir dan teluk-teluk lambat laun tertutup
dengan formasi kwartier, yaitu formasi yang lebih muda yang terbentuk dari tanah liat
yang sebagian besar tertutup gambut dari daun-daun yang berguguran. Tanah inilah
yang disukai petani untuk dijadikan sawah bayar atau sawah pasang surut.
Bukit Raya yang berada di wilayah Indonesia memiliki tiga puncak, dengan puncak
tertinggi yang berada di tengah-tengah, menurut peta topografi adalah 2.278 m. Orang
Eropa pertama yang mendaki Bukit Raya adalah G.A.F. Molengraaf, yang mencapai
puncaknya pada tanggal 7 Oktober 1894, walau bukan puncak yang tertinggi.
Baru 30 tahun kemudian, pada tanggal 22-24 Desember 1924 puncak tertinggi Bukit
Raya didaki oleh ekspedisi Botanika Jerman-Belanda dibawah pimpinan Prof. Dr. Hans
Winklen. Turut serta dalam ekspedisi itu antara lain P. Dakkus, seorang Belanda dan
dua orang Indonesia, Rachmat, ahli dari Kebun Raya Bogor dan Entja, seorang pekerja
pada Herbarium di Bogor.
4
Beberapa tanjung yang tercatat di Pulau Kalimantan: Tanjung Sampan Mangio, Datuk,
Baram, Usang, Sambar, Silat (Selatan), Puting, Layar, Mangkalihat, dan Malatayur.
Teluk yang ada: Teluk Berunai, Balikpapan, Adang, Paitan, Marudu, St. Lucia, Datuk,
Darvel, Kumai, Sekatok, Sampit, Serban, dan Sebangau.
Di Kalimantan Selatan: Sungai Martapura, Aluh-aluh Besar, Batu Laki, Hantu, Durian,
Barito (hanya sampai Kabupaten Barito Kuala), Kupang, Batu Licin, dan Bahan.
Kalimantan Barat: Sungai Kapuas (Kapuas Bohang), Paloh, Sambas, Sebangkau,
Ambawang, Sebakuan, Melinsan, Mempawah, Landak, Kapuas Kecil, Kawalan,
Kayung, Sengkulu, Simpang, Pawan, Air Hitam Besar, dan Kendawangan.
Di pantai dimana tidak ada sungai-sungai bermuara, selain berbatu karang terdapat
tanah kering dan bentuknya bergelombang. Tumbuh-tumbuhan di tanah kering pesisir
ini: famili graminae, jenis alang-alang, gelagah, telor belalang, telor jarum, paku payung,
kangkung, hutan krokot, wedasan, karmalaha, masisin, keramunting, sukma, hutan,
tambaran-tambaran.
Sementara tanah daratan di belakang pantai dan bergelombang termasuk bukit yang
tingginya sampai 120 m, dimana terdapat kebun buah-buahan, tegalan dan sawah
musim hujan (sawah tadahan). Di daerah ini terdapat (dapat tumbuh) pohon-pohon
nangka, durian, rambutan, duku/langsat, kasturi, keminting, pisang, pepaya, dan
terutama karet.
Di tanah-tanah yang kurang subur karena erosi hanya dapat tumbuh tanaman jika zat
lemas dan fosfor cukup seperti jenis: buntut tikus, tusuk konde, bayam duri, kerokot
hijau, dan kerokot merah, jukut, maman hutan.
5
Danau-danau di Kalimantan dipergunakan sebagai tempat pemeliharaan ikan-ikan,
bebek (itik) dan kerbau. Tumbuhan bydeilla-yerticellata dan diatome sangat subur dan
menjadi sumber makanan ikan. Danau-danau yang terkenal: Danau Meninjau,
Jempang, Melintang, Bulan, Semanjang, Sembuluh, Hampangen, Kamipang, Madara,
Sentarum, dan Luard.
Di tanah datar dan pegunungan dapat diusahakan padi. Jenis-jenis padi yang
digunakan termasuk jenis padi gunung yaitu: Rantaumudik, Badagai, Lurus Raden,
Manjan Delima, Gadis, Umbang. Beberapa jenis didatangkan dari Bogor.
Hutan
Selain terkenal dengan sungai-sungainya yang lebar (ada yang 200-1500 m) dan dalam
serta panjang (300-500 km), Kalimantan juga terkenal dengan hutannya yang lebat dan
sebagian besar belum pernah diinjak oleh telapak kaki manusia.
Bila naik pesawat terbang di atas Kalimantan, akan nampak hutan rimba belantara yang
luas dan tentunya banyak binatang-binatang buas sebagai penghuninya seperti macan
dahan (hangkuliah bahasa Dayak), orang hutan (kahiu alas), beruang, landak, ular
sawah, dan buaya.
Sampai sekarang sebagian besar Kalimantan masih terdiri dari hutan rimba raya
dengan kayu-kayunya yang besar-besar, mencapai lebih dari satu meter garis
tengahnya. Hutan ini merupakan salah satu sumber atau gudang penghasilan dan
kemakmuran rakyat dan negaranya. Hal ini telah diperhatikan dunia luar semenjak
jaman penjajahan Belanda hingga penjajahan Jepang.
Hutan Kalimantan yang begitu luas, memiliki hasil alam yang beragam. Di antaranya:
kayu ulin (tabalien, bulin, onglin, eusideroglon, zwageri) yang terkenal dengan nama
kayu besi, kayu damar, kayu lanan, kayu garunggang, kayu tampurau, kayu rangas,
kayu meranti, kayu bangkirai, kayu rasak, kayu palepek, kayu meran bungkan.
Kemudian ada kayu bangalan (agathis) atau pilau yang dapat dijadikan tripleks, kertas,
korek api.
Sementara rotan (uei bahasa Dayak, pekat bahasa Banjar) banyak dikirim ke luar
Kalimantan seperti ke Jawa bahkan ke luar negeri. Beberapa jenis di antaranya: rotan
taman, rotan sigi, irit, achas, semambu, tantuwu, lilin, belatung, bajungan dan lain-lain.
Beberapa lilin, madu, kulit kayu, bermacam-macam damar dan getah (karet)
melengkapi kekayaan hasil hutan Kalimantan.
6
Iklim
Menurut Dr. A.H. Schmit dan Ir. J.H.A. Ferfuson dalam verhandelingen no. 42 dari
Jawatan Meteorologi dan Geofisika, iklim di Kalimantan masuk dalam tipe A dan
sebagian tipe B.
Tipe A adalah iklim yang mempunyai 12 bulan penghujan dalam setahun, yaitu bulan
yang hujannya lebih dari 100 mm. Sementara tipe B adalah iklim yang memiliki 10-11
bulan penghujan dalam setahun dengan 1-2 bulan kemarau.
Sementara menurut Dr. Mohr, iklim di Kalimantan termasuk tipe I dan IA. Tipe I tidak
mempunyai bulan kemarau sementara tipe IA mempunyai 1-2 bulan kemarau.
Menurut alamnya, iklim dari tipe-tipe di atas ditumbuhi hutan hujan tropis.
2) Kalimantan Utara
Daerah Kalimantan Utara sekarang adalah daerah Malaysia Timur, berbatasan
langsung dengan daratan Kalimantan wilayah Republik Indonesia yaitu daerah Sabah.
Kerajaan Brunai berbatas langsung dengan daerah Kalimantan Timur. Daerah
Serawak, berbatas langsung dengan daerah Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur.
Abad kelima belas negeri Brunai, termasuk semua daerah Kalimantan Utara dan
Serawak yang sekarang, merupakan daerah Kerajaan Melayu Malaka dan diperintah
oleh seorang besar yang bergelar Sang Aji. Setelah kerajaan Malaka jatuh, Brunai
mendirikan kerajaan sendiri dan merupakan pusat kebudayaan orang-orang Melayu
dan Solok Islam, di daerah Kalimantan Barat dan Pulau-pulau Solok. Dari sinilah ajaran
Islam menyebar sampai ke Mindanau. Abad tujuh belas dan delapan belas masehi,
kapal-kapal Portugis dan Spanyol sudah pernah berlabuh di Brunai tapi tidak dapat
menaklukkannya.
Setelah tahun 1800 masehi, Inggris sampai di daerah itu dan mencoba membuka
daerah Labuhan atas persetujuan Raja Brunai. Akan tetapi hal tersebut tidak
berlangsung lama dan pada akhirnya hanya ditinggalkan begitu saja. Pada tahun 1830
masehi, seorang berkebangsaan Inggris pegawai dari East India Company, bernama
James Brooke, datang ke Brunai dan bersahabat dengan Pangeran Hasyim yang
memerintah negeri Brunai. James Brooke akhirnya berhasil menjadi Raja Putih dan
memerintah di bagian selatan negeri Brunai yang kemudian daerah kekuasaannya
diperluas sampai negeri Serawak atau Kuching sehingga menjadi daerah naungan
Inggris.
Akhirnya tahun 1889, Brunai pun bernaung dibawah kekuasaan Inggris. Daerah ujung
Kalimantan Utara yang disebut British North Borneo, awalnya dikuasai Raja Brunai,
yang kemudian takluk kepada Sultan Solok . Daerah itu kemudian dibeli oleh British
North Borneo Company dari Sultan Solok dan kemudian menjadi jajahan Inggris.
Keadaan Daerah
7
yang pada umumnya ditumbuhi oleh nipah-nipah. Makin masuk pedalaman, terdapat
tanah-tanah yang berombak dengan pegunungan. Pada umumnya ketinggian maksimal
2000 meter dengan hutan belantara yang lebat. Di daerah perbatasan ditemukan
daerah pegunungan yang terpotong-potong dengan lereng-lereng yang curam.
Lalu lintas darat sangat terbatas, dan hanya dijumpai pada daerah perkotaan. Lalu
lintas yang utama adalah di air, dengan menggunakan perahu-perahu kecil atau speed
boat. Sungai besar adalah: Rajang, Baram, Limbang, Batang Lupat.
Sosial Ekonomi
Bangsa kulit putih dan pendatang lainnya bermukim di daerah perkotaan. Bangsa
Melayu, banyak yang bermukim di pedalaman. Penduduk daerah pantai ialah suku
Dayak Laut, yang terdiri dari suku-suku Melayu, Kenyah, Kelambit, dan Murut. Adapun
suku-suku Dayak Darat terdiri dari suku-suku Iban, Punan, Kayan dan Bahau, tinggal di
daerah perbatasan atau pedalaman. Yang terbesar adalah suku Iban, yang memiliki
hubungan darah dengan suku Dayak di Kalimantan Timur, seperti Bahau, Iban, Kayan,
Punan.
Tiap-tiap suku Dayak memakai bahasa daerahnya masing-masing yang satu sama lain
berbeda. Bahasa pengantar ialah bahasa Iban. Pada umumnya adat istiadat suku
Dayak pada dasarnya baik. Mereka berwatak keras dan jujur. Cara bergaul menunjukan
keakraban, tetapi kadang-kadang terjadi juga kekacauan hanya karena salah
pengertian. Dalam pergaulan mereka bersifat ramah tamah, tetapi mudah tersinggung
dan dendam.
Adat istiadatnya memiliki banyak persamaan dengan adat istiadat suku Dayak di
wilayah Kalimantan, yaitu berpegang teguh pada ajaran nenek moyang, dan percaya
kepada roh-roh yang sudah meninggal. Bila dipandang dari adat istiadat yang sama
dengan suku Dayak di wilayah Indonesia, nampaknya semua berasal dari satu turunan.
Pengaruh agama Kristen atau Islam terlihat pada suku Melayu dan Tionghoa yang
menempati sepanjang pesisir dan sepanjang sungai. Untuk suku Dayak di daerah
pedalaman sudah mulai mengenal agama nasrani, akan tetapi sebagian masih
beragama Kaharingan.
Sistim pendidikan bagi penduduk pribumi di Kalimantan Utara, sekolah dasar tiga atau
enam tahun. Bahasa pengantar yang dipergunakan di sekolah ialah bahasa Inggris
atau bahasa Tionghoa. Yang bisa melanjutkan ke pendidikan lanjutan hanyalah anak-
anak pejabat dan anak-anak orang berada saja. Untuk pendidikan agama Islam
diberikan oleh Kiai-kiai, sedang ajaran rohani agama Kristen dan Katholik, diberikan
oleh Zending dan Misi yang terdiri dari orang-orang asing.
Dengan adanya pembatasan pendidikan di sekolah lanjutan, dan bahasa yang dipakai
adalah bahasa Inggris, serta kurangnya penanaman tentang kebangsaan,
mengakibatkan keinginan penduduk untuk dapat berbahasa Inggris sangat besar. Bagi
penduduk pribumi, apabila ingin mencapai kemajuan, terlebih dahulu harus mampu
berbahasa Inggris.
Kebudayaan suku Dayak Kalimantan Utara, banyak persamaannya dengan suku Dayak
di wilayah Indonesia. Mereka masih sangat memelihara tari-tarian, nyanyi-nyanyian
dalam bahasa daerah, mereka belajar dari nenek moyang. Kaum pelajar lebih
menyukai kebudayaan yang berbau asing, seperti dansa dan menguasai lagu-lagu
8
barat. Untuk daerah pedalaman, cara pengobatan masih secara tradisional, dengan
menggunakan akar-akar kayu dan daun-daunan. Pengobatan secara modern mereka
lakukan hanya apabila mendapat bantuan dari pemerintah, misi dan zending.
3) Kalimantan Barat
Ada teori yang mengatakan bahwa suku-suku Dayak pedalaman yang pertama
mendiami Kalimantan, sebelum Kalimantan terpisah dengan Penisula Malaya, berasal
dari daerah perbatasan yang terbentang luas dari perbatasan Cina dan India sampai
Tibet. Suku-suku ini kemudian mengadakan perkawinan dengan bangsa Kaukasia dan
Mongolia. Dari keturunan ini lahir suku Punan dan Kenya . Kemudian datang imigran
suku bangsa Murud dan Kayan, dari benua Asia yang hampir menyerupai bangsa
Mongol. Selain itu, menurut para ahli etnologi, suku Karen di Birma dan suku Kayan di
Kalimantan, berasal dari turunan yang sama.
Penduduk pedalaman Kalimantan Barat yang tinggal di Kapuas Hulu, terbagi dari
beberapa Nanga suku dan berasal dari suku Punan :
1. Nanga Enap berasal dari suku Punan Uhing.
2. Nanga Erah, berasal dari suku Punan Uhing.
3. Nanga Balang, berasal dari suku Buket.
4. Nanga Mentalunai, berasal dari suku Buket.
5. Nanga Talai, berasal dari suku Punan Kerco.
6. Nanga Belatung, berasal dari suku Punan Howong.
7. Nanga Tanjung Lakung, berasal dari suku Punan Howong.
Kalimantan Barat berbatasan di sebelah barat dengan Karimata. Sebelah utara dengan
Pegunungan Kapuas Hulu. Sebelah selatan dengan Kalimantan Tengah. Sebelah timur
dengan Pegunungan Muller, Schwaner, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.
Gunung-gunung yang ditemukan di daerah Kalimantan Barat :
• Gunung Lawit, tinggi 1767 m.
• Gunung Saran, tinggi 1758 m
• Gunung Kerihun, tinggi 1790 m
• Gunung Nuit, tinggi 1700 m.
Daerah Kalimantan Barat terbagi atas tanah pegunungan tinggi, tanah pegunungan
rendah dan tanah dataran rendah. Tanah pegunungan tinggi dan rendah, terdiri dari
batu-batu beku, batu-batu sendimen, dan batu-batu yang terjadi dari perubahan batu
tersebut. Batu-batu beku, ditemukan di pegunungan Paloh, pegunungan Singkawang,
Batas Landak, Tayan, Sanggau, Pegunungan Kempayang, Pegunungan Gramiet,
Semberuang, Semitu Hulu, Schwaner, Muller.
Di tengah-tengah batu sendimen banyak ditemukan batu-batu beku, dan di tempat ini
banyak ditemukan juga gunung-gunung yang bentuknya tidak seperti biasanya. Yang
terkenal ialah Bukit Kelam dekat Sintang. Batu-batu beku sebagian besar terdiri dari
batu dalam yang asa, misalnya granit dan kwartdioriet. Batu-batu yang kelat terdapat di
gunung yang sudah mati, yaitu Gunung Nait. Letaknya sebelah timur laut Bangka,
dikelilingi pegunungan Bayang. Terdapat batu pasir, batu sendimen, batu lempeng,
batu liat, dan perubahan dari batu-batu tersebut.
9
Di beberapa tempat ditemukan marmer, yaitu di Gunung Bayang, Pegunungan Hulu,
sebagian besar dari Pegunungan Muller, Pegunungan Tinggi Madi, Pegunungan
rendah dari Bengkayang, Landak, Sanggau, Melawi Utara dari batuan pasir. Lapisan-
lapisan dari batuan sendimen, sangat besar dan bergelombang besar dan dalam.
Tanah datar rendah dibagi dua yaitu tanah datar rendah yang muda, yang terletak
dekat pantai dan tanah datar rendah dekat Kapuas Tengah. Tanah datar rendah dekat
petani ini, paling lebar terletak di delta Sngai Kapuas dan di tempat yang di bukit-
bukitnya, sampai di tepi laut dekat Singkawang, Sukadana. Yang tidak luas dekat
Kandawangan. Sungai-sungai yang mengalir melalui tanah rendah tersebut, membuat
pagung overwallen ditepinya. Diwaktu air pasang, tanah di belakang pagung tergenang
air, yang pada waktu surut, air tersebut sulit untuk kembali ke sungai. Di Paloh dekat
Sambas, juga di Pontianak, terdapat sapok yang tebalnya bermeter-meter.
Kalimantan Barat adalah daerah yang banyak mengandung curah hujan. Rata-rata
setiap bulan 100 mm bahkan mencapai 350mm. Pada bulan Januari- Pebruari, dan Juni
– Agustus, curah hujan sangat sedikit. Saat itu disebut musim kemarau pendek dan
musim kemarau panjang.
Pertanian yang dilaksanakan oleh penduduk :
• Pertanian yang tanamannya berumur panjang, misal, karet, kelapa.
• Pertanian yang tanamannya berumur pendek.
Di Kalimantan Barat, ditemukan pengairan pasang surut, rawa sungai dan pengairan
tehnis. Yang banyak dijumpai ialah pengairan rawa pantai, dan sungai.
Bahan tambang yang banyak ditemukan di daerah Kalimantan Barat: intan, emas,
koaline, sanstone, batubara, tembaga, mica, mangan, bauksit, molydenite, cinnabar.
4) Kalimantan Timur
Penyebaran Penduduk
10
Mandar menetap di pinggir pantai. Suku Jawa, kebanyakan bekerja di pertambangan
batu bara. Di Kabupaten Kutai, penduduknya didominasi oleh orang-orang Kutai
sendiri. Suku Punan, hidupnya masih mengembara, banyak berdiam di daerah
Kabupaten Kutai, Berau dan Bulongan. Suku Punan, sebagian besar telah mengenal
mata uang serta masih menggunakan sistim barter.
Orang-orang Melayu yang berada di Kalimantan Tmur, banyak yang beragama Islam.
Suku Dayak banyak yang beragama Kaharingan, Kristen Protestan, Katholik.
Keyakinan lama masih sangat besar pengaruhnya. Adanya satu Tuhan, yang di
beberapa tempat terkenal dengan nama Tuhan Singei. Mereka juga masih
mempercayai mahluk-mahluk penjaga kampung, rawa, sungai, hutan, pohon, dan
sebagainya.
Perpindahan Penduduk
Penduduk yang mendiami Kalimantan Timur, didominasi oleh suku Dayak, akan tetapi
penyebaran tidak merata. Hal ini disebabkan karena sumber kekayaan alam tidak
merata. Juga adanya perpindahan penduduk yang disebabkan karena usaha penduduk
dalam mencukupi kebutuhan ekonomi. Adanya keyakinan dalam masyarakat yang
menghubungkan firasat dengan gejala-gejala alam, dan peristiwa-peristiwa yang akan
terjadi.
Tahun 1967 terjadi perpindahan penduduk di wilayah Kalimantan Timur yaitu dari
kampung Long Puti , ke kampung Lung Urug dan ke kampung Long Lees , sejumlah
328 jiwa. Dari kampung Long Nawang, ke daerah Tabang dan Malinau berjumlah 4000
jiwa. Dari Long Berang dan Long Heban Kabupaten Bulongan ke Muara Wahau
Kabupaten Kutai sejumlah 1500 jiwa.
Transmigrasi tertua di Kutai berasal dari suku Bugis. Banyak mendiami daerah pantai,
dan hidup sebagai nelayan. Walau mereka berdomisili di Kutai, namun adat istiadat dan
bahasa tetap mereka pelihara dan pertahankan. Pendatang lain ialah suku Banjar,
mereka hidup terpencar di seluruh Kutai, dengan mata pencarian utama berdagang.
Suku Bajau, dalam jumlah kecil berdiam di Pamengkaran dan Bontang dengan mata
pencarian utama, menangkap ikan. Suku Pasir berdiam di Sepan, Sotek dan Pemaluan.
Bangsa Tionghoa, menyebar di seluruh pelosok Kutai. Sebagian besar mata pencarian
mereka adalah berdagang.
11
2. Berau.
3. Pasir.
Namun kemudian ketiga kerajaan tersebut bernaung di bawah kekuasaan Majapahit.
Akan tetapi pada masa penjajahan ketika Belanda, Inggris, Portugis menginjakkan
kakinya di bumi Nusantara, ketiganya terpecah lagi. Tahun 1870, akibat adanya politik
kontrak yang ditandatangani oleh Sultan Sulaiman, secara yuridis lenyaplah kekuasaan
kerajaan, walau sebelumnya ada perlawanan dari Sultan Salahudin dan Panglima
Perang Awang Lor, yang kemudian gugur sebagai pahlawan.
Letak Kalimantan Timur, membujur dari barat ke timur antara 113 derajat 47 menit
lintang utara dan 119 derajat bujur timur. Dari utara ke selatan, antara 4 derajat 21
menit lintang utara dan 1 derajat 20 menit lintang selatan. Perbatasan-perbatasan:
• Sebelah barat dengan Kalimantan Barat dan Kalimantan Utara-Pegunungan Kapuas
Muller.
• Sebelah timur dengan Selat Makasar.
• Sebelah selatan dengan Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.
• Sebelah utara dengan Kalimantan Utara.
Perbatasan dengan Serawak, diatur dan ditentukan dengan suatu perjanjian antara
pemerintah kerajaan Belanda dan Inggris. Perjanjian tersebut terdapat di dalam
lembaran negara tahun 1892 No. 211. Pelaksanaannya dilakukan oleh panitia bersama
dari kedua kerajaan, sebagaimana tersebut dalam lembaran negara tahun 1916
No.145.
Sungai terbesar ialah Sungai Mahakam, terletak di Samarinda. Sungai ini bersumber
dari Gunung Iban , dan bermuara di dekat Selat Makasar. Sungai Mahakam, dari muara
sampai ke Long Iram, panjangnya 223 mil, bagian yang paling dalam 38 meter, dan
yang paling dangkal 4 meter. Kapal seberat 1500 ton dapat berlayar sampai batu
dinding yang letaknya lima puluh mil dari Samarinda.
5) Kalimantan Selatan
Keadaan Tanah
1. Dataran dan Lembah Alluvial Daerah rawa, terdapat di sepanjang kaki pegunungan
Meratus , dan sebelah barat, berbatas dengan daerah rawa. Enam puluh persen,
12
terdiri dari tanah pematang, kebun karet, belukar, dan kampung-kampung. Daerah
pegunungan seluas 212.750 Ha. Tinggi 800-2000 meter dari permukaan laut,
terdapat di pegubungan Meratus Babaris, di tepi barat dan timur Pegunungan
Babaris.
2. Berbukit berat. 50-300 meter dari permukaan laut, letaknya di tepi barat
Pegunungan Babaris, Pegunungan Meratus, juga di bagian utara sepanjang
Pegunungan Meratus.
3. Berbukit ringan. 5-100 meter dari permukaan laut, letaknya di tepi barat
Pegunungan Babaris, Maratus. Kelanjutan Pegunungan Maratus-Kusan-Babaris di
bagian selatan. Bagian timur berdaratan alluvial, sejak batas Kabupaten Banjar dan
Amuntai
4. Daerah batu/ tanah kapur/karang. Terdapat di daerah yang berbukit-bukit dan
daerah sepanjang tepi lembah Barito dari Hulu Sungai sampai Martapura. Dari
daerah ke daerah, membentang jalur tanah kapur. Dari Mataraman hingga
sepanjang Riam Kiwa, melalui Pengarus sampai ke Koah, hingga ke goa-goa kapur,
terdapat gunung batu kapur. Endapan kapur terdapat antara kedua sisi tembok
tanah margel .
Iklim
6) Kalimantan Tengah
Propinsi Kalimantan Tengah secara astronomi berada pada posisi 0045’ Lintang Utara
(LU) - 3031’ Lintang Selatan (LS) dan antara 1110 - 1160 Bujur Timur (BT). Secara
geografis berbatasan dengan Propinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur di
sebelah utara, Laut Jawa di sebelah Selatan, Propinsi Kalimantan Barat di sebelah
barat, Propinsi Kalimantan Selatan dan Propinsi Kalimantan Timur di sebelah timur.
Luas wilayah Propinsi Kalimantan Tengah secara keseluruhan sekitar 153.564 km2
atau lebih kurang 7,95% dari keseluruhan luas Indonesia, terdiri dari hutan belantara
seluas 126.200 km2, rawa-rawa 18.115 km2, sungai, danau, dan genangan air lainnya
seluas 4.563 km2 serta pertanahan lainnya seluas 4.686 km2 . Secara administratif
propinsi ini dibagi dalam 13 kabupaten dan satu kota yaitu Palangka Raya yang
menjadi ibu kota propinsi ini (pemekaran wilayah tahun 2002).
Demografi
13
Penduduk utama adalah suku Dayak yang menggunakan lingua franca bahasa Dayak
Ngaju. Setelah Propinsi Kalimantan Tengah terbentuk, kegiatan pembangunan mulai
dilaksanakan. Jalan-jalan mulai dibangun di Kalimantan Tengah yang wilayahnya
sebagian besar masih berupa hutan rimba belantara, seperti jalan dengan lebar empat
puluh meter yang menghubungkan Palangka Raya dengan Tangkiling. Kemudian
prasarana lainnya juga dibangun seperti pembuatan bandara udara di Palangka Raya
dan Pangkalanbun. Untuk daerah-daerah yang belum mempunyai bandara udara,
pesawat terpaksa mendarat di air. Namun tentu saja, saat itu, pesawat udara belum
merupakan sarana transportasi umum. Pengerukan untuk pembuatan terusan yang
menghubungkan satu sungai besar dengan lainnya, mulai dilaksanakan, misalnya
Terusan Basarang yang kemudian diberi nama Terusan Milono , untuk mempersiapkan
irigasi bagi program transmigrasi yang segera akan dijalankan dengan mendatangkan
para transmigran dari Jawa dan Bali.
Kekayaan Kalimantan Tengah yang utama bukan hanya kesuburan tanahnya, namun
juga kekayaan isi buminya yang mengandung minyak bumi, emas, batu arang (batu
bara), tembaga, kecubung dan intan, juga hasil hutan berupa kayu, damar dan rotan.
Kalimantan Tengah adalah propinsi ke 17 untuk wilayah Republik Indonesia, yang di
masa awal lahirnya propinsi ini, hanya terdiri dari 6 daerah tingkat II yaitu:
1. Kabupaten Kotawaringin Barat
2. Kabupaten Kotawaringin timur
3. Kabupaten Kapuas
4. Kabupaten Barito Utara
5. Kabupaten Barito Selatan dan,
6. Kotamadya Palangka Raya.
(Nb: Data saat belum pemekaran)
Kalimantan adalah pulau terbesar ke tiga setelah Green Land dan Irian Jaya. Sebagai
akibat kolonialisme barat, bekas wilayah Inggris di utara, menjadi wilayah negara
Malaysia dan Kesultanan Brunei, sedangkan bekas jajahan Belanda di selatan, menjadi
wilayah Republik Indonesia, yang terbagi menjadi empat propinsi, yaitu Kalimantan
Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.
14
Sungai Barito. Di daerah aliran Sungai Karau dan Ayu, suku Dayak Ma’anyan banyak
bercampur dengan suku Dayak lainnya, misalnya suku Dayak Lawangan yang memang
telah mendiami daerah itu sebelum suku Dayak Ma’anyan memasukinya.
Menurut Mallinckrods, suku Dayak Ngaju, Dayak Ma’anyan, Dayak Ot Danum berasal
dari satu stramras, yaitu stramras Ot Danum. Untuk hal ini perlu diadakan penelitian
lebih lanjut dan mendalam.
Suku Dayak Ngaju berasal dari suku Dayak Ot Danum juga, tetapi kemudian karena
mereka berdiam di daerah hilir, lambat laun mereka mengalami perubahan
kebudayaan sebagai akibat berakulturasi dengan kebudayaan orang-orang Dayak di
seluruh Kalimantan. Di sini kelompok suku yang hidup di pedalaman sesungguhnya
mempunyai satu corak kebudayaan. Kesatuan mereka ini adalah berdasarkan
persamaan dalam beberapa unsur kebudayaan, prinsip keturunan yang berdasarkan
ambilinaal, peralatan perang seperti mandau dan sumpitan, upacara kematian yang
bersifat potlatch dan kepercayaan asli yaitu agama Kaharingan.
Menurut Mallinckrodt , suku Bakumpai adalah suku Dayak Ngaju yang telah beragama
Islam. Suku Bakumpai banyak mendiami sepanjang Sungai Barito, di Tumbang Samba
Sungai Katingan, di sepanjang sungai Mahakam bagian tengah, diantaranya di Long
Iram. Mallinckrodt menganggap bahwa yang termasuk stramras Ot Danum adalah
stammen groep der Ot Danom, stammen groep der Ngaju, stammen groep der
Ma’anyan dan Lawangan.
Dusun Barito, keluarga bahasa ini dipergunakan di Kalimantan Tengah dan sebagian
lagi di Kalimantan Selatan yaitu di suatu wilayah yang di bagian barat di batasi oleh
Sungai Sampit ; di utara dengan pegunungan Schwaner dan Muller, sungai-sungai
Busang, Murung dan Mahakam; di selatan dan timur dibatasi oleh laut Jawa dan Selat
Makasar. Daerah keluarga Barito itu, menurut Kennedy didiami oleh suku Dayak Ngaju,
sedang menurut Mallinckrodt oleh suku Dayak Ot Danum. Menurut klasifikasi Hudson,
bahasa Dayak Ngaju, termasuk dalam isolek bahasa Barito Barat Laut, dan bahasa
Ma’anyan termasuk dalam isolek Barito Tenggara.
Di antara bahasa tersebut, bahasa Dayak Ngaju telah lama menjadi lingua franca suku
Dayak di Kalimantan Tengah, walaupun akhir-akhir ini setelah Negara Kesatuan
Republik Indonesia terbentuk, bahasa Indonesia mulai menggantikannya. Peranan
bahasa Dayak Ngaju menjadi penting untuk daerah Kalimantan Tengah berkat usaha
zending Protestan dari Jerman dan basel yaitu baselsche zending. Mereka telah
memilih bahasa Dayak Ngaju dalam penyebaran agama, antara lain dengan
menterjemahkan Kitab Suci ke dalam bahasa Dayak Ngaju.
15
Bahasa daerah yang seringkali digunakan untuk berkomunikasi:
1. Bahasa Dayak Ngaju, meliputi delapan puluh delapan suku kecil-kecil.
2. Bahasa Dayak Ma’anyan, meliputi empat puluh satu suku kecil-kecil.
3. Bahasa Dayak Dusun, meliputi enam puluh suku kecil-kecil.
4. Bahasa Dayak Katingan, meliputi enam puluh delapan suku kecil-kecil.
(Nb: selain itu masih ada bahasa lain seperti bahasa kadorih dari Dayak Ot Danum, dll)
16
BAB II-IV
Perjuangan Suku
Dayak
17
I. Penyerahan Piagam Palangka Raya
15 Desember 1958
Delegasi berunding di Medan Merdeka Selatan 13 (bekas istana wakil Presiden RI).
Gubernur Tjilik Riwut sebagai Wakil Ketua delegasi berhubungan dengan Istana dan
Kementerian-kementerian. Keputusan yang didapat bahwa delegasi dapat diterima
pada tanggal 16 Desember 1958 oleh Y.M. Menteri Dalam Negeri.
16 Desember 1958
Jam 10.00 delegasi dengan resmi diterima oleh Sekjen Menteri Dalam Negeri yang
mewakili Y.M. Menteri Dalam Negeri (berhalangan hadir karena sakit). Ketua delegasi
Letnan Kolonel Darmosugondo telah menyerahkan hasil Musyawarah Nasional
Pembangunan Daerah Kalimantan Tengah dengan nama Piagam Palangka Raya dan
Naskah Bersama dalam bentuk satu buku. Dengan singkat dijelaskan oleh Ketua
Delegasi bahwa Musyawarah ini merupakan sumbangsih dari daerah untuk
18
merealisasikan Pembangunan daerah Kalimantan Tengah sebagai lanjutan dari
Musyawarah Nasional Pembangunan Pusat.
Yang Mulia Menteri selanjutnya meminta sedikit penjelasan maupun tambahan dari isi
Musyawarah itu. Ketua Delegasi menyerahkan kesempatan untuk memberi penjelasan
tersebut kepada Wakil Ketua yaitu Gubernur Tjilik Riwut.
Secara singkat Gubernur Tjilik Riwut telah menguraikan beberapa hal antara lain :
1. Pembangunan Kota Palangka Raya sedapat mungkin selesai tanggal 17-8-1959,
dengan pembangunan rumah-rumah dan gedung sebanyak 300 sampai 400 buah.
2. Pembukaan jalan-jalan dan hubungan laut, darat dan udara dipercepat.
3. PTT dan RRI supaya tahun 1959 dapat selesai dibangun.
4. Pengangkutan yang dapat dilaksanakan dalam jangka pendek untuk kepentingan
sipil dan militer diantaranya motorboat, jeep, pick up,truck, dsb.
5. Penerangan listrik pada tempat-tempat penting di seluruh Kalimantan Tengah.
6. Pelabuhan-pelabuhan baru di Mintin dan Kuala Kapuas, dan memperbaiki dan
memperluas pelabuhan Sampit dan Kumai. Pengerukan muara Sungai Kapuas
dan Kahayan.
7. Transmigrasi sangat diperlukan mengingat daerah sangat luas sekali, sedangkan
operasi makmur sebagian besar akan dilaksanakan di daerah Kalimantan Tengah.
8. Dan lain-lain hal yang telah dijelaskan di dalam Piagam Palangka Raya.
Y.M. Menteri Dalam Negeri telah memberikan kesediaan diri untuk menjadi perantara
agar delegasi dapat diterima oleh menteri-menteri yang lainnya walaupun pada saat ini
pemerintah sedang sibuk menerima Tamu-tamu Agung, diantaranya Presiden India dan
disusul pula dengan Presiden Yugoslavia. Dengan ramah sekali Y.M. Menteri menerima
delegasi dan akan memberi bantuan yang besar sekali bagi daerah Kalimantan
Tengah.
17 Desember 1958
Delegasi diterima oleh Wakil Ketua Dewan Nasional Ruslan Abdulgani di Gedung
Dewan Nasional. Seperti pada tanggal 16 Desember 1958, waktu penyerahan Piagam
Palangka Raya, yaitu pada saat ini pula pada jam 10.15 Ketua Delegasi menyerahkan
buku tersebut kepada Wakil Ketua Dewan Nasional, dengan penjelasan yang sama
oleh Gubernur Tjilik Riwut, dengan tambahan dimohonkan tenaga-tenaga ahli dan
diterangkan bahwa jalan-jalan menuju Sungai Hanyu, dimana akan didirikan Monumen
Dewan Nasional akan mulai dikerjakan pada tahun 1959.
Sebagai sambutan atas hasil musyawarah ini, wakil Ketua Dewan Nasional antara lain
mengatakan :
1. Bahwa hasil dari Musyawarah Dewan itu sudah lebih dahulu diterima oleh Dewan
Nasional di Jakarta.
19
2. Apa yang disampaikan ini adalah satu ketegasan dari Kalimantan Tengah
sebagaimana tebalnya buku ini, demikian pula semangat hendaknya.
3. Keputusan-keputusan ini adalah tepat pada waktunya, disampaikan kepada
20
Dan lebih ditekankan lagi antara lain :
1. Minta kapal-kapal untuk pelayaran di pantai dan di sungai.
2. Membuat pelabuhan baru yang memperluas serta memperbaiki pelabuhan-
pelabuhan yang ada di Kalimantan Tengah
3. Muara-muara sungai supaya dikeruk dan lampu-lampu untuk tanda di laut
diadakan.
4. Minta diadakan sekolah pelayaran di Kalimantan Tengah dan membuat tempat
pembangunan kapal-kapal yang dapat dibangun di Danau Sambuluh Kuala
Pembuang.
Y.M. Menteri, selain sendiri menerima delegasi dengan resmi dan penuh ramah tamah,
secara kekeluargaan merasakan diri berasal dari Kalimantan karena semasa masih
muda sudah kenal baik dengan Bupati/Kepala daerah Swatantra Tingkat II Kapuas, J.C.
Rangkap sebagai olahragawan.
Jam 17.15 delegasi diterima oleh Y.M. Wakil Perdana Menteri II Idham Chalid. Sesudah
Ketua Delegasi menyerahkan hasil musyawarah, Gubernur Tjilik Riwut menjelaskan
garis-garis besar apa yang menjadi tuntutan dari Musyawarah Pembangunan Nasional
diadakan di Palangka Raya.
Setelah delegasi menyatakan setia kepada Proklamasi 17 Agustus 1945, dan tetap
berdiri di belakang Pemerintah Pusat dengan Kabinet Karya yang sekarang, maka
pertemuan ini diakhiri dengan masing-masing mempunyai keyakinan yang penuh bagi
pembangunan daerah Kalimantan Tengah, karena delegasi telah diterima dengan
resmi, disamping perasaan hubungan kekeluargaan yang sangat erat sekali dengan
Y.M. Wakil Perdana Menteri II Idham Chalid, putera Indonesia yang kebetulan
dilahirkan di Kalimantan.
21
18 Desember 1958
Jam 08.55 pagi delegasi diterima oleh Kepala Staff Angkatan Darat Letnan Jenderal
A.H. Nasution. Ketua Delegasi Letnan Kolonel Darmosugondo melaporkan diri datang
dengan anggota-anggota delegasi secara kemiliteran, kemudian menyerahkan buku
Piagam Palangka Raya dengan resmi. Wakil Ketua delegasi menjelaskan seperti
kepada Menteri-menteri pada hari-hari yang lalu. Yang lebih ditegaskan pada hari ini
adalah tentang pembangunan yang merupakan gedung-gedung, asrama, rumah tempat
tinggal, pengangkutan seperti motorboat, motor tempel, jeep dan kendaraan-kendaraan
lainnya yang sangat diperlukan sekali oleh Ketentaraan dan Kepolisian.
Kepala Staff Angkatan Darat dalam kata sambutannya menyatakan beberapa hal
berikut :
1. Kepala Staff Angkatan Darat akan memperhatikan Anggaran Belanja untuk
bangunan-bangunan termasuk objek Kodam di Kuala Kapuas.
2. Pelaksanaan Transmigrasi.
3. Realita dari pembangunan dengan inisiatip dari partikelir (swasta, red) dibantu oleh
alat-alat pemerintah.
4. Agar pengusaha-pengusaha langsung mengambil perhatian untuk pembangunan
objek-objek. Terakhir beliau mengatakan supaya daerah dengan segiat-giatnya
bekerja, tidak hanya menuntut kepada Pemerintah Pusat saja, kalau sudah
terpenuhi masalah keuangan dari Pemerintah Pusat, supaya dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya dan jangan mengambil keuntungan untuk diri sendiri ataupun
golongan.
Jam 10.20, Y.M. Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga menerima delegasi. Setelah
Ketua Delegasi menyerahkan Piagam Palangka Raya, dengan kata pengantar seperti
telah disampaikan kepada Menteri-menteri yang terdahulu, maka Gubernur Tjilik Riwut
sebagai Wakil Ketua memberikan pula penjelasan-penjelasan dengan singkat tentang
hasil musyawarah, ditambah beberapa usul yang lain.
Yang Mulia Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Ir. Pangeran Moh. Noor,
menyampaikan kesannya antara lain :
1. Beliau sangat berterima kasih atas hasil yang telah ditelurkan oleh musyawarah
yang telah diadakan di Palangka Raya tersebut. Beliau pada tanggal 28 November
1958 bersama-sama dengan Perdana Menteri, Kepala Staff Angkatan Udara,
Sekjen Kementerian Dalam Negeri, serta penjabat-penjabat penting lainnya
mendapat kesempatan bersama-sama berada di tengah-tengah Musyawarah itu.
2. Beliau menyatakan sedapat mungkin membantu mengusahakan penyelesaian
segala pekerjaan yang diputuskan oleh Musyawarah itu.
3. Mengenai rencana penyelesaian pembangunan Kota Palangka Raya pada tanggal
17-8-1959, Beliau mengajak kita bersama-sama melaksanakannya.
4. Dana dari Kementerian PUT akan cepat dikeluarkan untuk melaksanakan
pembangunan, yaitu untuk segala pekerjaan yang telah diotorisiert sedangkan
budgeting kwartal pertama untuk tahun 1959 sudah dapat diterima.
5. Bila anggaran belanja dari Kementerian-kementerian lain telah tersedia dalam hal ini
terutama sekali dari Kementrian Dalam Negeri, maka Kementrian Pekerjaan Umum
Tenaga akan menyelesaikan pembangunan-pembangunannya dalam jangka waktu
yang telah ditetapkan.
6. Beliau sangat berbangga sekali karena Kabinet Karya sekarang telah dapat
menyelesaikan rencana anggaran belanja tahun 1959 yang telah disetujui oleh
22
Parlemen dan telah menjadi Undang-undang, sehingga dengan jalan demikian,
tentu segala pembangunan dapat berjalan lancar.
7. Perundingan dengan Sovyet Unie (Uni Soviet, ed.) tentang pinjaman 12 juta dollar
(Amerika, ed.) sudah hampir selesai dan Kalimantan Tengah juga akan mendapat
bagiannya.
8. Dana rampasan Jepang juga akan diberikan untuk Kalimantan Tengah.
9. Untuk belanja modal, juga sudah diberikan angka-angka yang konkrit adalah
sebagai berikut :
6 buah kapal keruk @ Rp. 5.000.000,- = Rp. 30.000.000,-
2 buah kapal tangki @ Rp. 74.000.000,- = Rp. 14.800.000,-
2 buah kapal tarik @ Rp. 3.900.000,- = Rp. 7.800.000,-
1 buah bis air @ Rp. 1.500.000,- = Rp. 1.500.000,-
Biaya pengerukan 120 km saluran induk
@ Rp.205.400,- / km = Rp. 24.648.000,-
Biaya pengerukan 120/5 x 10 km saluran
Sekunder 240 km @ Rp. 50.000,- = Rp. 12.000.000,-
Listrik untuk Sampit = Rp. 10.000.000,-
Untuk pembuatan jalan = Rp. 40.000.000,-
Total = Rp.140.748.000,-
Angka-angka tersebut di atas hanyalah semata-mata dari Kementerian PUT saja, jadi
tidak terhitung dari Kementerian lainnya. Beliau berharap pula bahwa Keputusan
Musyawarah Nasional mendapat sokongan dari kementerian-kementerian yang lain dan
Beliau sebagai putera Kalimantan akan turut serta memperjuangkannya. Dengan
demikian berakhirlah kunjungan resmi dari delegasi pada Y.M. Menteri Pekerjaan
Umum dan Tenaga, bertempat di rumah beliau di Kebayoran Baru.
19 Desember 1958
Jam 09.10. delegasi diterima oleh Menteri Negara Urusan Transmigrasi. sebelumnya
Ketua Delegasi menyerahkan Piagam Palangka Raya terlebih dahulu Y.M.Menteri F.L.
Tobing menyampaikan beberapa kesan, antara lain:
1. Beliau sangat gembira atas kedatangan para delegasi.
2. Praktek yang tepat dan sederhana lebih baik dari pada teori yang muluk-muluk.
3. Beliau bermaksud akan berkunjung pada pertengahan bulan Januari 1959 ke
Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, untuk beberapa soal yaitu :
a. Membicarakan dengan Pemerintah Daerah tentang ide-ide baru dari
pelaksanaan transmigrasi.
b. Menyerahkan tugas pada daerah.
c. Mengunjungi objek-objek transmigrasi sambil memperhatikan sebab-sebab
mandegnya pekerjaan yang dilaksanakan.
4. Mengikuti kanalisasi dan rijstbodrijven oleh pertanian serta perkembangan
pembangunan Palangka Raya.
23
mencapai lebih kurang 400 orang Dinyatakan juga bahwa Putusan Musyawarah ini
adalah satu sumbangsih dari daerah bukan untuk Kalimantan Tengah saja, tetapi untuk
warga negara Indonesia di seluruh Nusantara.
Pada saat itu delegasi menyampaikan satu masalah pokok yaitu tentang transmigrasi.
Transmigrasi yang dimaksud ialah transmigrasi umum lokal dan spontan (suka rela).
Daerah Kalimantan Tengah yang sangat luas sekali sedangkan penduduknya sangat
sedikit, membuka pintu selebar-lebarnya untuk setiap warga negara Republik
Indonesia, karena di Kalimantan Tengah telah dilaksanakan Operasi Makmur. Setelah
itu Y.M. Menteri menyampaikan kesan-kesannya yang terakhir bahwa untuk
kepentingan transmigran, kedatangannya di daerah tidak dihadapkan dengan rimba-
rimba, dengan kayunya yang besar-besar.
20 Desember 1958
Sabtu jam 08.12, Y.M. Perdana Menteri Ir. Djuanda telah menerima kunjungan delegasi
di ruangan kerjanya. Delegasi menghadap tanpa rombongan Ketua Letnan Kolonel
Darmosugondo yang berhalangan datang karena sakit. Pimpinan lalu dipegang oleh
Gubernur Tjilik Riwut. Setelah Gubernur menjelaskan bahwa Ketua Rombongan
Delegasi Letnan Kolonel Darmosugondo berhalangan datang, beliau sebagai pimpinan
menyerahkan Piagam Palangka Raya sebagai hasil Musyawarah Pembangunan
Daerah dan menjelaskan berbagai hal sebagai hasil Musyawarah Pembangunan
Daerah. Penjelasan dari hasil musyawarah tersebut, diantaranya tentang pembagian
harta benda (inventaris) yang bergerak dari Kalimantan dahulu untuk Kalimantan
Tengah, bagi kepentingan sipil maupun militer
Yang Mulia Perdana Menteri juga memberikan kesediaan Beliau sebagai perantara
agar delegasi dapat menemui P.Y.M. Presiden dan Beliau pada saat itu juga telah
berhubungan dengan ajudan Presiden di Istana.
Kemudian dari mulut Perdana Menteri keluar pernyataan bahwa delegasi Kalimantan
Tengah akan diterima oleh P.Y.M. Presiden walaupun dalam beberapa menit saja,
karena Kalimantan Tengah adalah Anak Emas dari Presiden Sukarno.
Selama lebih kurang 45 menit delegasi secara resmi telah diterima di Pejambon oleh
Perdana Menteri. Perdana Menteri menyampaikan kegembiraan Beliau dan meminta
24
maaf kepada delegasi karena hari sebelumnya, tanggal 19 desember 1958, sedianya
akan diterima, tetapi karena kesibukan Pemerintah dengan pertanggunganjawaban
kepada Parlemen, maka baru saat ini delegasi dapat diterima.
21 Desember 1958
Jam 10.30 tepat, delegasi menghadap P.Y.M. Presiden Republik Indonesia, Dr. Ir.
Soekarno di Istana Merdeka. Delegasi menghadap di bawah pimpinan Gubernur Tjilik
Riwut (Ketua Delegasi Letnan Kolonel Darmosugondo masih sakit). Pada saat ini pula
pimpinan Delegasi secara resmi menyerahkan Piagam Palangka Raya hasil dari
Musyawarah Nasional Pembangunan Daerah Kalimantan Tengah dengan diiringi
penjelasan singkat.
Beliau kemudian menanyakan kepada delegasi kapan beliau dapat datang lagi ke
Palangka Raya. Dijawab oleh Gubernur Tjilik Riwut bahwa bila pembangunan Palangka
Raya sebagai ibu kota dan alat-alat pemerintah yang direncanakan berjalan lancar
sedapat mungkin sebagian besarnya pada tanggal 17 Agustus 1959 sudah dapat
berkedudukan di ibu kota itu, maka secepat mungkin, P.Y.M Presiden dipersilahkan
datang. Oleh karena itu delegasi memohonkan bantuan Beliau dalam rangka
mempercepat pembangunan Palangka Raya dan seluruh Kalimantan Tengah.
P.Y.M. Presiden menanyakan apakah tugu controleur yang ada di Anjir Serapat sudah
dibongkar apa belum. Dijawab oleh Bupati/Kepala Daerah Swatantra Tingkat II Kapuas,
J.C. Rangkap bahwa tugu itu sudah dibongkar pada akhir bulan Desember 1957,
menjelang tahun 1958. Presiden mengharapkan agar Anjir Serapat dan Anjir Kelampan
diperdalam agar lalu lintas tidak terhalang karenanya. Dijawab oleh Gubernur
Kalimantan Tengah bahwa pada tahun 1959, kedua anjir tersebut akan dikeruk.
Kunjungan resmi ini berjalan hanya 32 menit dan sebenarnya terlihat bahwa Presiden
masih ingin menanyakan keadaan di Kalimantan Tengah, akan tetapi terpaksa diakhiri
karena ajudan Presiden sudah memberi tanda bahwa waktu telah lewat. Ternyata
Menteri Pertahanan, Perdana Menteri, K.S.A.D., K.S.A.U., telah menunggu
kedatangan Presiden sehubungan dengan kedatangan dari Tamu Agung Presiden
Yugoslavia.
25
Delegasi merasa sangat lega, karena harapan yang dirasakan semula sangat tipis
untuk dapat menemui Kepala Negara di tengah kesibukan beliau, akan tetapi ternyata,
Pemerintah Pusat dan Kepala Negara masih dapat memberikan kesempatan waktu
untuk menerima laporan dari mulut pimpinan delegasi sendiri, sebagai penyambung
lidah masyarakat di Kalimantan Tengah.
Delegasi sudah dapat diterima dengan sebaik-baiknya, oleh Pemerintah Pusat dan
Kepala Negara, dan telah menerima harapan-harapan yang baik, sehingga mulai tahun
1959 adalah saat dimulainya tahun karya untuk mencapai masyarakat adil dan makmur
di seluruh Kalimantan Tengah. Delegasi secara resmi telah diterima dengan penuh
ramah tamah, kekeluargaan yang erat, yang memberi kekuatan batin dan menambah
keyakinan untuk membangun secara nyata.
Dalam hal ini pelapor telah menyaksikan sendiri bahwa tokoh Tjilik Riwut sebagai
Gubernur Kepala Daerah Swatantra Tingkat I Kalimantan Tengah, berbuat jasa yang
besar untuk merintis jalan bagi putera Daerah Kalimantan Tengah. Kalau awalnya
delegasi agak pesimis untuk dapat menemui Pemerintah dan Kepala Negara, karena
sedang menerima tamu-tamu agung yaitu Presiden India dan Presiden Yugoslavia,
maka dengan kebijaksanaan dari Tjilik Riwut sebagai anggota Dewan Nasional, dapat
menemui apa yang diharapkan semula, yaitu menyampaikan Piagam Palangka Raya
dan Naskah Bersama, ke tangan Kepala Negara sendiri.
Dengan tidak melupakan juga jasa-jasa dari seluruh peserta musyawarah dan anggota-
anggota delegasi sendiri karena dengan doa restunya telah dapat menyampaikan cita-
citanya walaupun masih dalam taraf perencanaan.
NASKAH BERSAMA
26
MENGINGAT :
MENIMBANG :
Perlu menciptakan Naskah Bersama sebagai pegangan dasar atau landasan dari pada
hasil Musyawarah Nasional Pembangunan daerah Swatantra Tingkat I Kalimantan
Tengah, yang merupakan konsekwensi dan kesetiaan terhadap Daerah dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
MEMUTUSKAN :
: 17.00.
27
PENJELASAN DARI NASKAH BERSAMA.
Catatan : Naskah ini dibuat, disahkan dan ditandatangani atas nama Peserta
Musyawarah Nasional Pembangunan Daerah Swatantra Tingkat I Kalimantan
Tengah yang menanda tangani Naskah Bersama ini ditentukan/ ditunjuk oleh Rapat.
28
III. Piagam Palangka Raya
29
IV. Sejarah Singkat Pembentukan Provinsi
Kalimantan Tengah
Saat awal pembangunan ibu kota Propinsi Kalimantan Tengah
(Foto : Dokumentasi Keluarga Tjilik Riwut)
Maka dari hasil Kongres tersebut, telah melahirkan resolusi sebagaimana yang kami
baca sebagai berikut:
30
RESOLUSI
KONGRES RAKYAT SELURUH KALIMANTAN TENGAH
Kongres Rakyat Kalimantan Tengah, yang dilangsungkan mulai pada tanggal 2 s/d 5 Desember
1956 di Banjarmasin, dihadiri oleh 600 utusan-utusan yang mewakili segenap lapisan rakyat
dari seluruh daerah Kalimantan Tengah, mengenai Pembentukan Propinsi Kalimantan Tengah.
Mendengar : Pandangan–pandangan, prasaran – prasaran dan nasihat dari utusan-
utusan rakyat, tokoh-tokoh organisasi-organisasi, partai-partai dan badan-badan yang
menyalurkan perjuangan Rakyat Kalimantan Tengah.
Memperhatikan : Keputusan Parlemen Republik Indonesia pada tanggal 22 Oktober
1956, yang memberikan ketentuan bahwa Kalimantan Tengah akan dijadikan suatu propinsi
Otonomi dalam jangka waktu selambat-lambatnya Tiga Tahun.
Menimbang :
a. Bahwa jangka waktu yang ditentukan selambat-lambatnya Tiga Tahun tersebut, belum dapat
menjadi dasar pegangan yang positip, padahal suasana di Kalimantan Tengah dalam waktu
akhir-akhir ini sungguh menggelisahkan akibat dari Semangat Rakyat yang meluap-luap
menghendaki segera terbentuknya Propinsi Kalimantan Tengah.
b. Bahwa apabila hal ini dibiarkan, maka kemungkinan akan timbul hal-hal yang
akan mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi rakyat dan negara Republik
Indonesia.
MEMUTUSKAN :
Tertanda
KETUA PRESIDIUM KONGRES
M.Mahar
31
D E W A N R A K Y A T K A L I M A N T A N T E N G A H.
LAMPIRAN
Dewan Rakyat Kalimantan Tengah, yang dibentuk oleh Kongres Rakyat Kalimantan
Tengah, dalam sidang plenonya tanggal 7 Desember 1956, telah memutuskan,
mengeluarkan suatu saran kepada pemerintah sebagai berikut :
Ketua Sekretaris :
d.t.t. d.t.t.
M. Mahar H. Ukur
32
Sidang Parlemen di Jakarta telah mensahkan Undang-undang No. 25 tahun 1956 yang
berlaku terhitung tanggal 1 Januari 1957, tentang Propinsi Kalimantan lama dibagi
menjadi 3 propinsi baru, hanya dalam penjelasan Undang-undang tersebut dinyatakan
bahwa sesudah 1 (satu) tahun dibentuk wilayah Propinsi Kalimantan Tengah melalui
Karesidenan terlebih dahulu.
Dalam hal ini untuk membantu Koordinasi Keamanan Propinsi Kalimantan untuk
memulihkan ketertiban dan keamanan di Kalimantan Tengah maka dibentuklah Panitia
Pemulihan Keamanan Daerah Kalimantan Tengah yang terdiri dari Anggota Presidium
Dewan Rakyat Kalimantan Tengah sebanyak 6 orang yang diketuai oleh Sdr. Mahir
Mahar.
Dari daerah Barito meminta agar Muara Teweh atau Buntok menjadi ibu kota. Daerah
Kahayan. Kapuas, menghendaki Kuala Kapuas dan Pulang Pisau sebagai ibu kota.
Daerah Katingan, Mentaya (Sampit), Seruyan, menghendaki Kota Sampit menjadi ibu
kota. Daerah Pangkalan Bun pun tidak ketinggalan memberikan saran/tuntutan agar
Pangkalan Bun menjadi ibu kota.
Berkenan dengan itu, maka bapak Milono, Gubernur Pembentuk Propinsi Kalimantan
Tengah telah mengambil suatu kebijaksanaan membentuk satu panitia untuk
merumuskan dan mencari di mana daerah atau tempat yang pantas/wajar untuk
dijadikan ibu kota propinsi Kalimantan Tengah.
33
Panitia tersebut dibentuk pada tanggal 23 Januari 1957, terdiri dari:
1. Mahir Mahar, Ketua Kongres Rakyat Kalimantan Tengah sebagai ketua merangkap
anggota.
2. Tjilik Riwut, residen pada Kementerian Dalam Negeri dpb. Gubernur Pembentuk
Propinsi Kalimantan Tengah sebagai anggota.
3. G. Obus, Bupati KDH dpb. Gubernur Pembentuk Propinsi Kalimantan Tengah
sebagai anggota.
4. E. Kamis, pensiunan Kiai kepala/pegawai PT Sampit Dayak di Sampit sebagai
anggota.
5. C. Mihing, pegawai Jawatan Penerangan Propinsi Kalimantan di Banjarmasin
sebagai anggota dan sekretaris.
Alasan-alasan/dasar-dasar untuk memilih tempat tersebut menjadi calon ibu kota antara
lain sebagai berikut:
1. Karena ada perbedaan pendapat tentang calon-calon ibu kota, misalnya ada yang
mengusulkan Kuala Kapuas, Pulang Pisau, Buntok, Muara Teweh, Sampit dan
Pangkalan Bun, maka dipandang perlu dicari satu kebijaksanaan untuk mengatasi
perbedaan pendapat ini.
2. Panitia berpendapat pula karena alasan penuntutan (1) diatas perlu sekali dicari
jalan keluar, yaitu mencari daerah baru yang dapat diterima oleh sebagian besar
rakyat Kalimantan Tengah dan penjabat-penjabat pemerintah tingkat Kalimantan.
3. Panitia pun berpendapat, alangkah baiknya apabila calon ibu kota itu berada di
tengah-tengah masyarakat seluruhnya untuk memudahkan melaksanakan proses
kepemimpinan dan koordinasi pada masa-masa yang akan datang, dan memiliki
satu kota baru yang dibangun di tengah-tengah hutan rimba dengan kekuatan
bangsa Indonesia sendiri di alam merdeka.
4. Dan lain-lain alasan dipandang dari sudut politik, sosial, ekonomi, pertahanan
keamanan dan psikologi.
Pada bulan Januari 1957, panitia telah berangkat menuju daerah calon ibu kota dengan
pimpinan M. Mahar, untuk mengadakan penelitian dan pembicaraan dengan tokoh-
tokoh masyarakat setempat. Hasil dari peninjauan/penelitian tersebut telah dilaporkan
kepada Gubernur Pembentuk Propinsi Kalimantan Tengah, Pemerintah Pusat, dan
mendapat persetujuan sepenuhnya bahwa daerah tersebut menjadi calon ibu kota
Propinsi Kalimantan Tengah.
Maka dengan Undang-undang Darurat No.10 tahun 1957, L.N. No.53 tahun 1957 yang
berlaku mulai tanggal 23 Mei 1957 yang dinamai Undang-undang Pembentukan
Daerah Swatantra Propinsi Kalimantan Tengah dan merupakan perubahan Undang-
undang No.25 tahun 1956 tentang pembentukan daerah-daerah swatantra propinsi
34
Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur, dalam Pasal 2 ayat 1,
undang-undang tersebut berbunyi sebagai berikut:
“Ibu kota Propinsi Kalimantan Tengah adalah Pahandut. Untuk sementara waktu
Pemerintah Daerah Swatantra Propinsi Kalimantan Tengah berkedudukan di
Banjarmasin.“
Sebagai catatan penutup/terakhir agar penjelasan bermanfaat untuk kita bersama untuk
memelihara dan meneruskan pembangunan Kota Palangka Raya, disertakan amanat
Bapak Milono pada hari peletakan tiang pertama Kota Palangka Raya, yang
menyatakan:
“Nama yang diberikan ini ialah: Palangka Raya. Palangka Raya artinya tempat yang
Suci, yang Mulia dan Besar. Oleh karena itu sesuaikan nama ini dengan cita-cita yang
dilahirkannya di Kalimantan Tengah dan semoga memberikan contoh yang baik bagi
lain-lain daerah.”
35
V. Zaman Perjuangan Suku Dayak
Sejarah Singkat
Sebelum abad XIV, daerah Kalimantan Tengah termasuk daerah yang masih murni,
belum ada pendatang dari daerah lain. Saat itu satu-satunya alat transportasi adalah
perahu. Tahun 1350 Kerajaan Hindu mulai memasuki daerah Kotawaringin. Tahun
1365, Kerajaan Hindu dapat dikuasai oleh Kerajaan Majapahit. Beberapa kepala suku
diangkat menjadi Menteri Kerajaan.
Tahun 1620, pada waktu pantai di Kalimantan bagian selatan dikuasai oleh Kerajaan
Demak, agama Islam mulai berkembang di Kotawaringin. Tahun 1679 Kerajaan Banjar
mendirikan Kerajaan Kotawaringin, yang meliputi daerah pantai Kalimantan Tengah.
Daerah-daerah tersebut ialah : Sampit, Mendawai, dan Pembuang. Sedangkan daerah-
daerah lain tetap bebas, dipimpin langsung oleh para kepala suku, bahkan banyak dari
antara mereka yang menarik diri masuk ke pedalaman.
Di daerah Pematang Sawang Pulau Kupang, dekat Kapuas, Kota Bataguh pernah
terjadi perang besar. Perempuan Dayak bernama Nyai Undang memegang peranan
dalam peperangan itu. Nyai Undang didampingi oleh para satria gagah perkasa,
diantaranya Tambun, Bungai, Andin Sindai, dan Tawala Rawa Raca. Di kemudian hari
nama pahlawan gagah perkasa Tambun Bungai, menjadi nama Kodam XI Tambun
Bungai, Kalimantan Tengah.
Tahun 1787, dengan adanya perjanjian antara Sultan Banjar dengan VOC, berakibat
daerah Kalimantan Tengah, bahkan nyaris seluruh daerah, dikuasai VOC. Tahun 1917,
Pemerintah Penjajah mulai mengangkat masyarakat setempat untuk dijadikan petugas-
petugas pemerintahannya, dengan pengawasan langsung oleh para penjajah sendiri.
Sejak abad XIX, penjajah mulai mengadakan ekspedisi masuk pedalaman Kalimantan
dengan maksud untuk memperkuat kedudukan mereka. Namun penduduk pribumi,
tidak begitu saja mudah dipengaruhi dan dikuasai. Perlawanan kepada para penjajah
mereka lakukan hingga abad XX. Perlawanan secara frontal, berakhir tahun 1905,
setelah Sultan Mohamad Seman terbunuh di Sungai Menawing dan dimakamkan di
Puruk Cahu.
Tahun 1835, Agama Kristen Protestan mulai masuk ke pedalaman. Hingga Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945, para penjajah tidak mampu menguasai
Kalimantan secara menyeluruh. Penduduk asli tetap bertahan dan mengadakan
perlawanan. Pada Agustus 1935 terjadi pertempuran antara suku Dayak Punan yaitu
Oot Marikit dengan kaum penjajah. Pertempuran diakhiri dengan perdamaian di Sampit
antara Oot Marikit dengan menantunya Pangenan atau Panganon dengan Pemerintah
Belanda.
Menurut Hermogenes Ugang , pada abad ke 17, seorang misionaris Roma Katholik
bernama Antonio Ventimiglia pernah datang ke Banjarmasin. Dengan perjuangan gigih
dan ketekunannya hilir-mudik mengarungi sungai besar di Kalimantan dengan perahu
yang telah dilengkapi altar untuk mengurbankan Misa, ia berhasil membapbtiskan tiga
ribu orang Ngaju menjadi Katholik. Pekerjaan beliau dipusatkan di daerah hulu Kapuas
(Manusup) dan pengaruh pekerjaan beliau terasa sampai ke daerah Bukit. Namun, atas
perintah Sultan Banjarmasin, Pastor Antonius Ventimiglia kemudian dibunuh. Alasan
pembunuhan adalah karena Pastor Ventimiglia sangat mengasihi orang Ngaju,
sementara saat itu orang-orang Ngaju mempunyai hubungan yang kurang baik dengan
Sultan Banjarmasin.
Dengan terbunuhnya Pastor Ventimiglia maka beribu-ribu umat Katholik orang Ngaju
yang telah dibapbtiskannya, kembali kepada iman asli milik leluhur mereka. Yang
tertinggal hanyalah tanda-tanda salib yang pernah dikenalkan oleh Pastor Ventimiglia
36
kepada mereka. Namun tanda salib tersebut telah kehilangan arti yang sebenarnya.
Tanda salib hanya menjadi benda fetis (jimat) yang berkhasiat magis sebagai penolak
bala yang hingga saat ini terkenal dengan sebutan lapak lampinak dalam bahasa
Dayak atau cacak burung dalam bahasa Banjar.
Di masa penjajahan, suku Dayak di daerah Kalimantan Tengah, sekalipun telah
bersosialisasi dengan pendatang, namun tetap berada dalam lingkungannya sendiri.
Tahun 1919, generasi muda Dayak yang telah mengenyam pendidikan formal,
mengusahakan kemajuan bagi masyarakat sukunya dengan mendirikan Serikat Dayak
dan Koperasi Dayak, yang dipelopori oleh Hausman Babu, M. Lampe , Philips Sinar,
Haji Abdulgani, Sian, Lui Kamis , Tamanggung Tundan, dan masih banyak lainnya.
Serikat Dayak dan Koperasi Dayak, bergerak aktif hingga tahun 1926. Sejak saat itu,
Suku Dayak menjadi lebih mengenal keadaan zaman dan mulai bergerak.
Tahun 1928, kedua organisasi tersebut dilebur menjadi Pakat Dayak, yang bergerak
dalam bidang sosial, ekonomi dan politik. Mereka yang terlibat aktif dalam kegiatan
tersebut ialah Hausman Babu, Anton Samat, Loei Kamis. Kemudian dilanjutkan oleh
Mahir Mahar, C. Luran, H. Nyangkal, Oto Ibrahim, Philips Sinar, E.S. Handuran, Amir
Hasan, Christian Nyunting, Tjilik Riwut, dan masih banyak lainnya. Pakat Dayak
meneruskan perjuangan, hingga bubarnya pemerintahan Belanda di Indonesia.
Tahun 1945, Persatuan Dayak yang berpusat di Pontianak, kemudian mempunyai
cabang di seluruh Kalimantan, dipelopori oleh J. Uvang Uray , F.J. Palaunsuka, A.
Djaelani, T. Brahim, F.D. Leiden. Pada tahun 1959, Persatuan Dayak bubar, kemudian
bergabung dengan PNI dan Partindo. Akhirnya Partindo Kalimantan Barat meleburkan
diri menjadi IPKI. Di daerah Kalimantan Timur berdiri Persukai atau Persatuan Suku
Kalimantan Indonesia dibawah pimpinan Kamuk Tupak, W. Bungai, Muchtar, R. Magat,
dan masih banyak lainnya.
Pakat Dayak
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, pada tahun 1937, generasi muda
Kalimantan yang telah mengenyam pendidikan formal, mengerti dan mengikuti
perkembangan zaman, mengadakan pertemuan untuk membicarakan segala sesuatu
mengenai urusan suku Dayak dan urusan tanah Dayak sendiri. Pertemuan ini diadakan
karena mereka merasa prihatin akan situasi dan keadaan masyarakat sukunya. Dalam
segala raad-raad atau komite-komite yang diadakan oleh pihak pemerintah Belanda,
ataupun pihak partikulir, orang-orang dari suku Dayak tidak pernah diberi kesempatan
untuk duduk di situ, walau kenyataannya poin pembicaraan adalah urusan tanah Dayak
sendiri. Wakil Kalimantan di Volksraad Pejambon, juga tidak memberikan perhatian
sehingga keinginan rakyat Dayak tidak pernah terdengar sampai Pejambon.
Kemudian didirikan suatu komite yang diberi nama Komite Kesadaran Suku Dayak.
Tujuan utama pendirian ialah untuk menuntut hak dan kedudukan dalam Sidang Dewan
Rakyat serta mengobarkan semangat suku Dayak akan nasib tanah airnya. Komite ini
telah mengumpulkan beribu-ribu tanda tangan dari seluruh suku Dayak, baik yang
berdomisili di Kalimantan, maupun yang sedang merantau, untuk meminta kedudukan
dalam Dewan Rakyat yang disampaikan kepada Pemerintah Agung.
Maksud dan tujuan pendirian Pakat Dayak, seperti tersebut dalam Anggaran Dasar,
pasal 2 dan 3, adalah sebagai berikut:
37
Pasal 2
Dasar:
Pasal 3
Tujuan
a. Mengejar ketinggalan derajat suku, baik dalam soal politik, sosial dan ekonomi.
b. Persatuan seluruh suku Dayak
c. Mengejar segala hak-hak yang diakui oleh Hukum Negara.
d. Mempertinggi kembali Adat Leluhur, serta Kebudayaan Suku.
Terlihat dari pernyataan tersebut bahwa perhimpunan Pakat Dayak bukan perhimpunan
keagamaan, sehingga siapapun yang merasa seorang Dayak berhak menjadi anggota.
Dalam usianya yang keempat, Pakat Dayak telah beranggotakan empat ribu lima ratus
orang. Cabangnya tersebar di Dusun Timur, Barito, Kapuas, Kahayan, Samarinda,
Pontianak, Katingan, Mentaya, Pangkalan Bun, Sebangau, Seruyan, bahkan dua
cabang berada di Jawa. Dalam waktu singkat, Pakat Dayak telah mampu membangun
9 buah sekolah serta berpuluh-puluh warung kecil.
38
BAB V
Sistem Teknologi
39
1.) Masakan Dayak
Seperti umumnya suku-suku di Nusantara, demikian pula suku Dayak, makanan utama
mereka adalah nasi, yang dilengkapi dengan sayur mayur serta lauk pauknya. Uraian
singkat cara suku Dayak mengolah bahan makanan untuk menjadi santapan harian
mereka.
Beras
Padi yang diolah menjadi beras, kemudian ditanak hingga menjadi nasi, cara
pengolahannya:
Bari atau nasi putih yang merupakan makanan pokok berasal dari beras dengan
bermacam cara pengolahan untuk dapat dimakan. Dimasak dengan mempergunakan
kenceng , kukusan yang terbuat dari rotan atau bamboo atau dibuat ketupat
Bari Tanihi yaitu nasi putih yang dimasak di dalam bambu, dan dibungkus dawen tewu .
Biasanya memasak nasi dengan cara demikian ialah untuk bekal perjalanan jauh atau
dalam upacara-upacara adat.
Ketupat ialah nasi yang dimasak dalam ketupat yang terbuat dari daun kelapa muda
yang dianyam atau dimasukkan dalam sejenis tumbuhan hutan yang bentuknya seperti
ketupat. Biasanya ketupat dibuat untuk bekal perjalanan jauh atau dalam upacara-
upacara adat.
Bari Sanga atau Bari Narang ialah nasi goreng. Biasanya dibuat untuk makan pagi.
Cara pembuatan sama dengan cara pembuatan nasi goreng pada umumnya hanya
minyak yang digunakan kadang-kadang menggunakan minyak tengkawang, kadang-
kadang minyak babi.
Bubur Nasi, bubur yang terbuat dari beras yang diberi air dengan perbandingan satu
banding empat, dicampur santan kelapa, gula merah dan madu.
Kangkuyau, bubur yang terbuat dari beras yang diberi air dengan perbandingan satu
banding empat, diberi sedikit garam.
Pulut
Pulut atau ketan. Ada dua jenis ketan yaitu ketan hitam dan ketan putih.
Kenta, jenis panganan terbuat dari beras ketan yang baru saja dipanen. Cara
membuatnya padi ketan yang baru saja mulai menguning, dipotong dan dikumpulkan,
kemudian dimasak dalam periuk tanpa air, dan boleh juga diberi sedikit air sampai
baunya wangi dan isinya menjadi lembek. Setelah itu didinginkan. Baru kemudian
ditumbuk di lisung hingga bentuknya pipih, dan dibersihkan kulit padinya. Cara
menyajikan yaitu kenta dicampur parutan kelapa dan gula.
40
Amping, sejenis panganan yang terbuat dari ketan. Cara membuat amping hampir
sama dengan cara membuat kenta, bedanya amping dibuat dari padi ketan yang telah
kering dan dipilih padi ketan yang terbaik. Padi ketan yang telah kering digoreng tanpa
minyak dalam kuali hingga beras dalam padi ketan tsb masak. Kemudian ditumbuk di
lisung hingga berbentuk gepeng. Setelah kulit padi dibersihkan maka amping tersebut
dapat dihidangkan dengan dicampur parutan kelapa dan gula pasir. Namun dapat juga
dimakan bersama ikan asin atau wadi yang digoreng.
Lamang, sejenis makanan yang dimasak di dalam bambu yang dilapisi daun pisang,
diberi santan kelapa dan garam secukupnya.
Pulut Kukusan, jenis makanan yang terbuat dari beras ketan yang dikukus. Biasanya
pulut kukusan dimakan bersama inti yaitu parutan kelapa yang dicampur gula merah
dan dimasak di api.
Ubi Kayu
Kangkalut, makanan yang terbuat dari singkong. Cara membuatnya singkong dikupas,
dibersihkan, dipotong dadu dicampur beras dan ditanak seperti menanak nasi.
Sangkuwai, makanan yang terbuat dari singkong. Cara membuat, singkong dikupas,
dibersihkan, dipotong dadu, dicampur beras dengan perbandingan satu banding dua
lalu dikukus hingga matang.
Goreng Jawau. Singkong dikupas, dicuci bersih, dipotong sepantasnya lalu digoreng
dengan minyak kelapa, minyak tengkawang ataupun minyak babi.
Tapai Jawau, tape yang terbuat dari singkong. Caranya, singkong dikupas, dicuci
bersih, dikukus. Setelah hangat-hangat kuku dicampur ragi ditutup rapat selama dua
puluh empat jam dan siap dinikmati.
Sayur Mayur
Dalam pengolahan sayur sayuran, suku Dayak sangat menggemari sayuran berkuah
dengan bumbu-bumbu yang sama, hanya bahan yang berbeda-beda. Untuk bahan
tertentu sayur berkuah akan lebih nikmat apabila ditambahkan santan kelapa. Bumbu-
bumbu yang dibutuhkan pada umumnya sama yaitu serai, laos, lombok, kunir, suna,
garam dan terasi.
Bahan masakan adalah sayuran sesuai selera dan ikan sungai yang berlemak. Untuk
ikan bisa diganti ayam atau sapi, boleh juga daging babi. Cara membuat, semua bumbu
diulek halus, dicampurkan pada ikan/ayam/sapi/babi, dimasukkan kuali, diberi sedikit air
, diletakkan di atas api hingga mendidih. Setelah mendidih dimasukkan sayuran hingga
matang dan siap disaji. Juhu dapat pula dibuat dari campuran beberapa jenis sayuran.
Pada saat memasak maka sayur yang masaknya lebih lama dimasukkan lebih dahulu
baru kemudian dimasukkan sayuran yang cepat matang.
Macam-macam Juhu
41
Juhu Dawen kayu. Sayur berkuah dedaunan yang dapat dimakan.
Juhu Baluh Bahenda. Kuah labu kuning, boleh bersantan boleh tidak.
Juhu Dawen jawau. Kuah daun singkong, boleh bersantan, boleh tidak.
Juhu Kujang. Gulai keladi diberi santan. Terkadang keladi bila dimasak terasa gatal,
maka untuk menghilangkannya keladi dibersihkan, direbus dengan diberi garam
secukupnya hingga mendidih dan kemudian airnya dibuang. Setelah itu ikan yang telah
dicampur bumbu-bumbu, santan kelapa, keladi, ditambahkan daun nangka muda yang
telah dipotong kecil-kecil tujuh lembar lalu diletakkan di atas api hingga matang. Apabila
daun nangka muda tidak ada, penghilang gatal dapat diganti kerak nasi.
Juhu Mantela Mangur. Gulai pepaya muda, boleh bersantan, boleh tidak.
42
Juhu Galimbing Tunjuk. Kuah belimbing wuluh
Juhu Bajei. Kuah paku boleh diberi santan, boleh juga tidak
Dawen Mantela
Sayur daun kates muda, biasanya dicampur dengan lemak babi.
Terong Mapui
Terong ungu yang sedang besarnya, dibakar dengan kulitnya hingga matang dan
menjadi lembek. Kemudian siapkan lombok rawit, terasi, garam, serei, diulek halus,
ditambah ikan bakar yang berlemak dan terong bakar, ditekan pelan-pelan sampai
tercampur.
Lauk Pauk
43
3). Babi hutan, babi yang dipelihara
4). Kerbau, hadangan, hurangan
5). Rusa, manjangan, payau, bengau
6). Kijang atau karahau, kancil atau pelanduk
7). Ayam atau manuk, ayam alas atau ayam hutan
8). Itik, bebek, angsa atau japun
9). Bermacam-macam burung
10). Bermacam-macam ular, antara lain ular payahe atau paraca, panganen atau ular
sawah, depong, marawak, dan lain-lain
11). Bajai atau buaya, biawak, sambuk, muhe, dan jenis lainnya
12). Orang Hutan, kahiu atau alas, beruk
13). Bulus, bioko, kura-kura
14). Landak
Jenis Masakan
Sangan
Sangan ialah masakan yang terbuat dari ikan atau babi atau sapi. Setelah bahan
dibersihkan dan dipotong sesuai selera, dicampurkan dengan bumbu-bumbu yang
terdiri dari ulekan garam, laos, kunir,serai, terasi, jahe, lombok. Setelah itu digoreng
dengan menggunakan minyak kelapa atau minyak babi.
Panggang
Panggang ialah daging binatang atau ikan yang telah dibersihkan diberi garam dan
dibakar di bara api sampai matang. Untuk Ikan kecil ditusuk seperti sate. Khusus untuk
jenis ikan saluang yaitu sejenis ikan kecil yang sangat populer bagi orang Dayak,
pantang di bakar.
Lawar
Lawar ialah masakan yang terbuat dari jeroan atau isi perut binatang berkaki empat
ataupun ikan. Cara membuat setelah jeroan dibersihkan dan dipotong kecil-kecil,
dicampurkan dengan bumbu-bumbu yang telah diulek yang terdiri dari garam, laos,
jahe, serai, terasi, lombok, kunir. Boleh diberi sedikit santan kelapa, boleh juga tidak,
sesuai selera. Setelah itu dimasukkan dalam kuali diletakkan di atas api sampai matang
dan siap dihidangkan.
Tanak
Tanak ialah jenis masakan yang terdiri dari Ikan atau daging atau jeroan yang telah
dibersihkan dan dipotong kecil-kecil, dicampur bumbu-bumbu seperti di atas, diberi air
hanya sedikit dimasak hingga matang. Lawar dan tanak hampir sama hanya tanak
kunirnya lebih banyak. Dapat dimakan sebagai teman nasi atau ketan.
Burup
Burup sama dengan tanak namun harus terbuat dari bahan ikan bukan daging.
Opor
Opor jenis masakan bersantan. Bahan daging binatang berkaki empat atau ayam.
Bumbu-bumbunya ialah: Garam, lombok, pala, kayu manis, kunir, laos, serai, merica,
yang kesemuanya diulek halus. Kelapa dibakar, diparut dan ditumbuk hingga halus.
Kemudian bahan, bumbu, kelapa bakar yang telah dihaluskan dicampur jadi satu, diberi
santan kelapa secukupnya dan dimasak hingga matang.
44
Kalampis
Kalampis adalah makanan sejenis pepes. Cara membuatnya : Ikan boleh besar boleh
ikan-ikan kecil, dicampur bumbu-bumbu yang telah diulek halus. Adapun bumbu-
bumbunya adalah suna, bila tidak ada boleh diganti bawang merah, garam, lombok,
laos, serai, kunir. Kemudian semua bahan dan bumbu dibungkus daun pisang dan
dipanggang diatas bara api hingga matang.
Kohok
Kohok ialah jenis masakan yang dimasak dalam bambu. Bahan boleh daun keladi atau
daun singkong muda. Cara membuat: daun-daun yang akan digunakan sebagai bahan
ditumbuk halus, kemudian dicampur dengan bumbu-bumbu yang terdiri dari suna,
garam, lombok, laos, serai, kunir yang kesemuanya sudah diulek halus. Bahan
dicampurkan dengan bumbu-bumbu ditambah potongan kecil daging babi berlemak
atau ikan yang tidak banyak durinya, masukkan dalam seruas bambu, beri sedikit air,
bakar di bara api kecil hingga mateng. Apabila sering dihangatkan, masakan ini bisa
bertahan beberapa hari.
Panggang Kaluk/Gatal
Panggang kaluk atau gatal ialah panggang ikan. Ikan yang dapat dibuat panggang
kaluk adalah jenis ikan besar baik bersisik ataupun tidak. Setelah isi perut ikan
dikeluarkan, biarkan ikan tetap utuh, untuk ikan bersisik, sisiknya jangan dibuang.
Bumbu-bumbu yang telah diulek halus yang terdiri dari garam, lombok, suna, laos,
serai, jahe, terasi dan kunir agak lebih banyak, dimasukkan kedalam perut ikan.
Kemudian ikan dijepit dengan bambu yang telah dibelah dua sampai tubuh ikan
menjadi bengkok. Kaluk berarti bengkok. Bakar dalam bara api hingga matang dan
agak kering siap disantap.
Pancit
Pancit ialah masakan yang terbuat dari jeroan atau perut ikan-ikan kecil. Caranya isi
perut ikan kecil-kecil dikumpulkan, dibersihkan dicampur bumbu-bumbu yang terdiri dari
bumbu yang sama dengan membuat tanak, diberi sedikit air dan dimasak dalam kuali
hingga matang. Boleh juga memasaknya dalam seruas bambu.
Panggang Enyak
Panggang enyak ialah panggang babi yang berlemak. Cara membuatnya babi
berlemak dipotong dengan potongan agak besar, diberi garam dan dipanggang diatas
bara api hingga matang. Setelah matang pada waktu mau disantap terlebih dahulu
dipotong kecil sesuai selera, dan dimakan sebagai teman nasi dan pancuk atau sambel
terasi.
Kandas/Pipis
Kandas atau pipis ialah masakan sambel dan ikan panggang. Cara membuat, yaitu Ikan
besar dipanggang hingga mateng, kemudian lombok, garam, terasi dan belimbing
tunjuk atau dapat pula serai diulek halus. Setelah itu ikan panggang di ulek pelan-pelan
pada sambel hingga gepeng dan siap disantap.
Pundang
Pundang ialah ikan asin yang digoreng atau dibakar.
Luntuh Manuk
Luntuh Manuk ialah ayam utuh yang direbus berkuah. Caranya ayam dibersihkan,
jangan dipotong-potong, biarkan utuh, kemudian kunir dibakar, kupas, gepengkan.
45
Ayam utuh tadi dimasukkan dalam kuali, bersama kunir bakar yang telah digepengkan,
garam, serai yang juga utuh cukup dibersihkan dan digepengkan saja tidak perlu
dihaluskan, lombok utuh, suna, dan tambahkan air agak banyak, selanjutnya dimasak
hingga matang.
Sehei
Sehei adalah salah satu cara untuk mengawetkan ikan. Daya tahan cara pengawetan
ini tidak lebih dari tujuh hari. Caranya, yaitu ikan yang masih baru di panggang di atas
bara api hingga kering benar.
Kalasuam
Kalasuam adalah cara pengawetan daging buruan atau ikan agar rasanya tidak
berubah. Namun pengawetan cara ini daya tahannya tidak lebih dari dua hari. Caranya
: Ikan atau daging yang akan diawetkan diberi garam secukupnya, dikasih sedikit air,
dimasak setengah matang diatas api dan tutup panci jangan dibuka hingga saat akan
dimanfaatkan.
Pakasem
Pakasem adalah salah satu cara pengawetan ikan atau daging. Caranya ikan atau
daging yang akan dipakasem terlebih dahulu dipotong sebesar telapak tangan,
kemudian diberi garam dan dicampur hingga merata. Setelah itu didiamkan dahulu
selama setengah jam, baru kemudian diberi nasi secukupnya dan dicampur hingga
merata. Boleh juga ditambahkan daging durian dan dicampurkan hingga merata. Baru
kemudian disimpan dalam tempayan atau bambu dan ditutup rapat. Apabila
pembuatannya sempurna dan tutupnya rapat, daya tahan dapat mencapai enam bulan.
Pundang
Pundang ialah pengawetan ikan atau daging dengan cara dijemur disinar mata hari
hingga kering. Caranya setelah ikan atau daging dibersihkan dan diberi garam
secukupnya, dijemur disinar mata hari hingga keringnya merata.
Wadi
Salah satu cara pengawetan ikan yang daya tahannya bisa mencapai setahun. Cara
pembuatan, pertama-tama ikan yang akan diawetkan menjadi wadi dibersihkan dan
dipotong-potong sebesar telapak tangan, dicampur garam hingga merata dan diletakan
dalam suatu tempat tertutup. Kemudian sangrai, padi hingga kering dan matang beras
yang ada dalam padi tsb, setelah itu dalam keaadaan masih panas, padi yang telah
disangrai ditumbuk hingga halus, dan campurkan merata pada ikan yang telah
tercampur garam merata tadi. Bila ikan, garam dan padi yang telah ditumbuk tadi
dicampur merata, agar lebih awet, tambahkan lagi sedikit garam yang kemudian
campurkan agar benar-benar merata. Jaga dan hindari jangan sampai dihinggapi lalat.
Cara penyimpanan dimasukan dalam balanga atau bambu dan ditutup rapat.
46
Di daerah Tewang Pajangan, wadi ikan manjuhan disantap dalam keadaan mentah,
tanpa dimasak terlebih dahulu asalkan wadi tersebut telah jadi. Ikan manjuhan mentah
yang telah dikucuri jeruk terlebih dahulu juga langsung dapat disantap tanpa dimasak
terlebih dahulu.
Tampuyak
Tampuyak ialah cara pengawetan durian yang diasinkan. Caranya daging durian
mateng dipisahkan dari bijinya, diberi garam secukupnya, masukkan dalam belanai
atau tempayan dan ditutup rapat. Pengawetan durian cara ini bisa mencapai enam
bulan asal tidak dihinggapi lalat. Apabila hanya membuat sedikit, kadang kadang selain
garam juga ditambahkan sedikit gula dan lombok rawit. Tempuyak dapat langsung
dimakan begitu saja sebagai teman nasi atau diberi campuran udang dan di goreng
dengan sedikit minyak, dapat pula sebagai campuran membuat juhu.
Rampang
Rampang : ialah salah satu cara pengawetan ubi kayu. Caranya, yaitu pertama kupas
ubi kayu, cuci bersih, potong kecil-kecil, jemur hingga kering benar. Setelah kering
tumbuk hingga menjadi tepung halus. Rampang biasanya dapat di jadikan bahan
pembuatan panganan, kue-kue, dibuat bubur, bahkan dicampurkan pada nasi. Daya
tahan dapat mencapai enam bulan.
Kupue
Kupue adalah salah satu cara pengawetan ubi kayu. Daya tahan pengawetan dapat
mencapai setahun. Kejadian penting yang sulit dilupakan oleh orang Dayak ialah
mereka pernah diselamatkan oleh kupue. Saat itu tahun 1918, panen gagal. Kemudian
beras sebagai makanan pokok digantikan oleh kupue. Cara pembuatannya terlebih
dahulu ubi kayu dikupas, dan direndam dalam air, boleh direndam dalam tempayan
besar yang telah diberi air, boleh juga dimasukkan dalam keranjang besar yang terbuat
dari bambu atau rotan dan direndam dalam air sungai. Perendaman memakan waktu
sekitar satu minggu hingga ubi kayu menjadi lembek dan baunya asam. Setelah air
ditiriskan, dijemur hingga kering benar, ditumbuk halus hingga menjadi tepung dan
disimpan dalam tempayan dan ditutup rapat. Tepung kupue dapat dimanfaatkan untuk
membuat makanan, bubur atau campuran nasi.
Wadai, wajik, dikang, lamang, garuk, gatas, tamanyau, ahas, goreng-gorengan, tanak-
tanakan, panggang-panggangan, sukup sipan wadai egang eguk mahi atun .
Minuman Beralkohol
Baram,tuak, anding yang dibuat dari nasi, ketan, hanau, enau, nila, berwarna putih
jernih, putih susu, kuning, hitam dan merah tua. Tuak dapat disimpan lama, semakin
lama semakin baik, terutama di daerah Kalimantan Timur, Utara dan Tengah.
47
2.) Kerajinan Tangan
Tanggoi
Tanggoi ialah penutup kepala atau sejenis topi berukuran lebar. Lebar tanggoi
biasanya limapuluh centimeter. Gunanya untuk menutupi kepala dari panas matahari.
Bahan yang digunakan untuk membuat topi ialah rotan, atau daun rais. Biasanya topi
digunakan untuk bepergian, berladang dan menangkap ikan.
Tanggoi Kayu. Topi yang terbuat dari kayu ringan misalnya kayu jalutung.
Tanggoi Lahung. Topi yang terbuat dari bahan purun dan bermotif.
Tanggoi Sentang
Amak
Amak adalah tikar yang gunanya sebagai alas duduk, ataupun alas tidur. Ukurannya
berbeda-beda sesuai kebutuhan. Dibuat dari anyaman rotan, daun rais, atau daun
purun. Amak yang terbuat dari anyaman rotan yang telah diraut halus biasanya
bermotif. Namun untuk amak yang terbuat dari daun rais atau daun purun biasanya
tanpa motif dan lebih populer disebut lampit. Nama-nama Amak:
a. Amak Purun.
b. Amak Pararani.
c. Amak Madu, dibuat dari kajang, dapat disusun sampai tujuh.
d. Amak kajang kacang.
e. Amak Tihing/ tahing.
f. Amak Danau.
g. Amak Pasar.
h. Amak Letem
i. Amak Bamban.
j. Amak Talep.
k. Amak Hilai.
l. Amak Lampit.
m. Amak Rais.
n. Amak Dangan.
o. Amak Dare.
p. Amak Biro.
q. Amak Tahising.
r. Amak Dawen.
s. Amak Silar.
48
t. Amak Pahakung.
u. Amak Dawen Enyoh.
Lain-lain
Kasai
Bedak dingin digunakan tidak saja oleh kaum perempuan, tetapi juga oleh kaum laki-
laki. Disamping untuk merawat kulit, kasai juga bermanfaat untuk melindungi kulit dari
sengatan sinar matahari.
Bulu Burung
Bulu burung sering digunakan untuk asesoris, terkadang dipasang pada mandau
pusaka atau pada ikat kepala, atau asesoris pada saat menari. Yang sering digunakan
untuk asesoris adalah bulu burung haruai dan bulu burung tingang atau enggang.
3.) Pakaian
Bahan pakaian, begitu juga selimut, dibuat dari kulit kayu siren atau kayu nyamu. Pada
jaman dahulu, orang Dayak ada yang menggunakan pakaian dari kulit hewan (antara
lain macan dahan) lengkap dengan ekornya. Bila dilihat dari jauh, seolah-olah ekor
tersebut (bagian dari kulit macan tadi) adalah bagian tubuh dari orang Dayak. Hal ini
yang menyebabkan pada masa lalu muncul anggapan bahwa orang Dayak memiliki
ekor.
Baju Kalambi Barun Rakawan. Jenis pakaian yang dipakai pada saat upacara adat,
khususnya pada saat upacara tiwah.
Salingkat Sangkurat Benang Ranggam Malahui. Jenis pakaian yang dipakai pada
saat upacara adat, khususnya pada saat upacara tiwah.
Ewah Bumbun. Semacam cawat yang digunakan dalam upacara adat dan berwarna
kuning.
Sampah Ukong. Jenis pakaian yang terbuat dari bahan kajang ukong.
49
Lawung Sansulai Dare Nucung Dandang Tingang. Sejenis ikat kepala yang
digunakan pada saat upacara adat, khususnya pada saat pelaksanaan upacara tiwah.
Bur
Bur ialah bur
Gergaji
Gergaji ialah gergaji
Paku
Paku ialah paku
Kawat
Kawat ialah kawat
Katam
Katam ialah ketam
Pahat
Pahat ialah pahat
Penyaok labo
Penyaok Labo berfungsi sebagai ember untuk membawa atau tempat menyimpan air,
terbuat dari buah labu yang telah tua, kemudian dikeringkan dan isi labu tersebut
dibuang. Untuk memasukan dan mengeluarkan air dibuat lubang pada bagian atas labu
dan dipasang tali yang terbuat dari rotan untuk pegangan pada saat membawanya.
Sangkalan
50
Sangkalan ialah sejenis cobek yang gunanya untuk membuat sambel atau melumatkan
bumbu-bumbu dapur. Ukuran bervariasi sesuai kebutuhan dan terbuat dari bahan kayu
ulin.
Nyiru
Nyiru atau Intar terbuat dari rotan, fungsinya untuk memisahkan beras dari kulit padi
atau padi yang masih tersisa.
Intar
Intar sama dengan nyiru, fungsinya sama namun bedanya intar pada bagian tengah
lingkaran diberi lubang-lubang kecil yang berfungsi sebagai alat penyaring antara beras
dan padi.
Langgei Puai
Langgei Puai ialah sejenis pisau kecil pelengkap mandau. Tangkainya panjang sekitar
dua puluh centimeter dan mata pisaunya berbentuk lebih kecil dari tangkainya. Bentuk
mata pisau semakin ke ujung meruncing kecil dan sangat tajam. Gunanya untuk
membersihkan dan menghaluskan benda-benda seperti rotan, juga berfungsi untuk
mengeluarkan duri yang terinjak ditelapak kaki, karena dimasa yang telah lalu orang
Dayak berkelana dihutan tanpa alas kaki. Kumpang nya melekat pada sarung atau
kumpang mandau sehingga mandau dan langgei Puai selalu dekat tak terpisahkan.
Langgei Panamek
Langgei Panamek ialah sejenis pisau kecil bertangkai panjang. Gunanya untuk meraut
palawi yaitu akar kayu jelutung yang ringan dan lemah.
Kipas
Kipas terbuat dari anyaman rotan atau anyaman bambu.
Sasapu
Sasapu atau sapu terbuat dari sabut kelapa disebut sapu ijuk dan yang terbuat dari ijuk
disebut sasapu haduk.
51
Kusak
Sejenis tas yang dijinjing dan digunakan untuk membawa barang, sejenis keranjang.
Karanjang
Karanjang sejenis tas yang dijinjing dan digunakan untuk membawa bahan-bahan
kebutuhan masak memasak. Misalnya Bumbu-bumbu dapur, sayur mayur baik dari
kebun sendiri maupun dari pasar.
Rambat
Rambat adalah sejenis tas punggung, terbuat dari rotan yang telah diraut dan
dibersihkan dengan rapi sehingga hasil akhirnya tampak lembut dan rapi. Bentuknya
menyerupai tabung, tinggi lima puluh centi meter, garis tengah lingkaran baik atas
maupun bagian bawah tigapuluh centi meter. Rambat tidak memakai tutup namun pada
ujung bagian atas terdapat gelang-gelang kecil yang terbuat dari anyaman rotan. Di
dalam gelang-gelang tersebut diberi tali dengan maksud apabila tali ditarik maka bagian
sebelah atas rambat jadi mengecil dan berbentuk krucut yang juga berfungsi sebagai
alat penutup.
Pahat Turih
Pahat Turih ialah sejenis pahat yang ujungnya melengkung. Gunanya untuk memahat
atau menurih pohon karet untuk mengambil getah pohon tsb.
Senduk Bangu
Senduk bangu adalah sendok yang terbuat dari tempurung kelapa. Gunanya untuk
menyendok makanan.
Supak
Supak ialah alat yang gunanya untuk mengambil beras atau takaran beras dan terbuat
dari tempurung kelapa.
Sambilu
Pisau yang terbuat dari bambu (bagian kulit luar bambu) berukuran limabelas
centimeter. Gunanya sebagai pengganti pisau untuk makan buah barania atau
gandaria.
Kancip
Kancip adalah alat pemotong sejenis gunting yang digunakan untuk memotong buah
pinang pelengkap sirih pinang.
Jambia
Jambia sejenis duhung yang bentuknya hampir menyerupai keris, pulang atau hulu
terbuat dari tembaga. Jambia juga mempunyai kupang, bedanya dengan duhung
adalah sejenis pusaka dan digunakan untuk menyodok babi pada saat upacara adat.
Jambia didaerah Katingan sering dimanfaatkan sebagai senjata untuk membela diri.
Badek
Sama dengan jambia yang berfungsi seperti pisau digunakan hari-hari. Ada jenis badek
yang dapat dilenturkan, namun ada juga sebagian yang tidak dapat dilenturkan.
Kadang-kadang badek bisa juga berfungsi sebagai benda pusaka, namun untuk badek
yang dianggap sebagai barang pusaka pastilah badek yang dapat dilenturkan.
Jantar
52
Jantar ialah alat pintal benang atau dapat pula digunakan untuk memilin tali. Benang
atau tali yang dipilin berasal serat kayu tengang atau serat kayu baru. Cara
penggunaannya dengan cara menggerakkan kedua pen dengan lilitan tali yang
kemudian ditarik sehingga pen berputar. Pada ujung pen diikatkan serat kayu yang
akan dibuat menjadi tali atau benang.
Lading
Lading berarti pisau, yaitu alat pemotong.
Lain-lain
Masih banyak lainnya, misalnya baladau, langgei gunjak, langgei kilung, pisau, Pisau
pamantung, pisau lantik, pisau mambawau, pisau duang, lading belati.
Mandau adalah salah satu senjata suku Dayak yang merupakan pusaka turun temurun
dan dianggap sebagai barang keramat. Di samping itu mandau juga merupakan alat
untuk memotong dan menebas tumbuh-tumbuhan dan benda-benda lainnya, karena
nyaris sebagian besar kehidupan seharian orang Dayak berada di hutan, maka mandau
selalu berada dan diikatkan pada pinggang mereka.
Sering kali orang terkecoh antara mandau dan parang atau yang disebut ambang atau
apang. Seorang yang tidak terbiasa akan dengan mudah mengira bahwa ambang atau
apang adalah mandau karena memang bentuknya sama. Namun bila diperhatikan lebih
seksama perbedaan akan ditemukan, yaitu mandau lebih kuat dan lentur karena
terbuat dari batu gunung yang mengandung besi dengan proses pengolahan
sedemikian rupa, sedangkan ambang atau apang terbuat dari besi biasa. Mandau
bertatah, atau berukir dengan menggunakan emas, perak atau tembaga sedangkan
ambang atau apang hanya terbuat dari besi biasa.
Mandau atau Ambang Birang Bitang Pono Ajun Kajau dirawat dengan baik karena
diyakini bahwa mandau memiliki kekuatan spiritual yang mampu melindungi mereka
dari serangan dan maksud jahat lawan. Di samping itu diyakini bahwa mandau dijaga
oleh seorang perempuan, yang apabila pemilik mandau bermimpi dijumpai perempuan
penunggu mandau, berarti rezeki.
Mandau selain dibuat dari besi batu gunung dan diukir, pulang atau hulu mandau yang
biasa disebut pulang mandau juga dibuat berukir dengan menggunakan tanduk rusa
untuk warna putih dan tanduk kerbau untuk warna hitam Namun dapat pula dibuat
dengan menggunakan kayu kayamihing. Untuk memproses pembuatan pulang
mandau dengan kayu kayamihing terlebih dahulu batang kayu yang akan digunakan
tersebut direndam dalam tanah luncur yaitu tanah yang ditemukan di daerah pantai.
Dibagian ujung pulang mandau diberi bulu binatang atau rambut manusia. Untuk
merekatkan mandau dengan pulangnya digunakan getah kayu sambun yang telah
terbukti daya rekatnya.
53
Gambar Pulang mandau terbuat dari tanduk rusa
Setelah pulang dan mandau terikat dengan baik, baru kemudian diikat lagi dengan
jangang. Kemampuan daya tahan jangang tidak perlu diragukan, namun apabila
jangang sulit ditemukan dapat diganti dengan anyaman rotan.
Membuat Mandau dengan besi mantikei prosesnya lebih mudah karena pemanasan
cukup sekali saja, tidak perlu diulang-ulang. Setelah sekali dipanaskan, sekali
dicelupkan ke dalam air, yang biasa disebut suhup lewa, besi mantikei tersebut dapat
segera diproses menjadi bentuk mandau yang diinginkan. Dari tetek tatum diketahui
bahwa mereka yang mampu mengolah besi batu gunung menjadi mandau hanyalah
Pangkalima Sempung dan Bungai serta anak turunannya saja.
Kumpang mandau ialah sarung mandau. Kumpang mandau dibuat dari batang pohon
kayu bawang, atau kayu garunggung yang telah tua usianya. Pada umumnya ketika
membuat kumpang lebih cendrung dipilih bahan kayu garunggung karena selain mudah
dibentuk, juga tidak mudah pecah. Bagian ujung kumpang mandau tempat masuknya
mata mandau dilapisi tanduk rusa. Pada kumpang mandau diberi tiga tempuser undang
yaitu tiga ikatan yang terbuat dari anyaman rotan. Apabila Tempuser undang berjumlah
empat buah berarti mandau tersebut adalah milik pangkalima. Ukiran yang populer
digunakan pada kupang mandau ialah ukiran Rambunan Tambun.
Peralatan pada saat membuat kumpang mandau ialah rautan, pisau, jujuk, dan daun
ampelas. Agar kumpang mandau menjadi halus dan licin lalu diampelas dengan
sejenis daun berbulu yang bernama bajakah tampelas. Pada kumpang mandau
biasanya diberi hiasan manik-manik, atau bulu-bulu burung seperti burung haruei,
burung tingang, burung tanjaku atau burung baliang.
Kumpang mandau diberi tali yang terbuat dari anyaman rotan. Guna tali untuk mengikat
mandau di pinggang karena memang demikianlah cara tepat membawa mandau. Cara
memakai mandau yang benar ialah diikat dipinggang kiri, kupang mandau arah
kedepan, dan mata mandau menghadap ke atas. Tali kumpang selain dipakai untuk
54
mengikat mandau pada pinggang juga tempat mengikat dan menyimpan penyang yaitu
taring-taring binatang dan benda-benda kecil bertuah sebagai jimat.
Pada bagian depan kumpang dibuat sarung kecil untuk menyimpan langgei Puai.
Langgei Puai ialah sejenis pisau kecil pelengkap mandau. Tangkainya panjang sekitar
dua puluh sentimeter dan mata pisaunya berbentuk lebih kecil dari tangkainya. Bentuk
mata pisau semakin ke ujung semakin runcing dan sangat tajam. Gunanya untuk
membersihkan dan menghaluskan benda-benda seperti rotan, juga berfungsi untuk
mengeluarkan duri yang terinjak di telapak kaki, karena di masa yang telah lalu orang
Dayak berkelana di hutan tanpa alas kaki. Sarung atau kumpang langgei melekat pada
sarung atau kumpang mandau, sehingga mandau dan langgei Puai selalu dekat tak
terpisahkan.
Telawang
Telawang atau perisai yaitu perlengkapan perang yang gunanya untuk melindungi diri
menghadapi serangan senjata lawan. Telawang terbuat dari kayu liat, tidak mudah
pecah dan ringan, bentuk persegi enam, ukuran panjang sekitar satu sampai dua
meter, dengan lebar tiga puluh sampai lima puluh centi meter dan ujungnya mengecil.
Biasanya sebelah depan diberi ukiran sesuai selera pemiliknya, dan sebelah dalam
diberi pegangan.
Sipet
Sipet atau sumpit merupakan senjata utama suku Dayak. Bentuknya bulat panjang
berukuran satu setengah sampai dua meter, berdiameter dua sampai tiga sentimeter.
Pada ujung sipet dibuat sasaran bidik berupa patok kecil bentuk wajik berukuran tiga
sampai lima sentimeter. Pada bagian tengah sipet berlubang, harus lurus dan licin
dengan diameter seperempat sampai tiga perempat sentimeter. Kadang-kadang lubang
sipet bagian bawah lebih besar dari pada lubang sipet bagian atas tetapi kadang-
kadang lubang atas dan bawah ukurannya sama. Guna lubang untuk memasukan anak
sumpitan atau damek. Bagian atas sipet tepat di depan sasaran bidik, dipasang tombak
yang disebut sangkoh terbuat dari batu gunung yang diikat dengan anyaman rotan.
55
Cara menggunakan sipet adalah sebagai berikut. Mula-mula, damek atau anak
sumpitan dimasukkan kedalam lubang sipet dari bawah lalu dengan menggunakan
sasaran bidik , lubang tersebut ditiup menuju sasaran yang dituju. Ketika ditiup
kekuatan terbang damek untuk mencapai sasaran dapat mencapai dua ratus meter.
Tidak semua jenis kayu dapat di buat sipet. Dari pengalaman untuk mendapatkan hasil
maksimal, sipet dibuat dari kayu tampang, kayu ulin/tabalien, kayu lanan, kayu
berangbungkan, kayu plepek, atau kayu resak. Kemudian dibutuhkan juga tamiang atau
lamiang yaitu bambu kecil yang beruas panjang. Jenis bambu ini keras dan
mengandung racun.
Tidak semua orang mampu membuat sipet, hanya orang-orang yang ahli dalam
bidangnya saja yang mampu. Di Kalimantan, suku-suku yang terkenal sebagai suku
yang gemar dan mempunyai keahlian khusus dalam pembuatan sumpitan yaitu Suku
Dayak Ot Danom, Punan, Apu Kayan, Bahau, Siang dan Pasir. Pembuatan sipet
diawali dengan penebangan pohon kayu besar, yang kemudian dipotong memanjang
sekitar tiga meter. Dari sebuah pohon berukuran besar dapat dibuat sepuluh sampai
dua puluh batang sipet. Untuk membuat lubang di tengah sipet, digunakan alat yang
mereka buat sendiri dari batu gunung yang telah dilebur. Lubang sumpitan harus lurus
dan licin.
Proses pembuatan dapat dilakukan dengan dua cara, pertama murni menggunakan
tenaga dan ketrampilan tangan si pembuat. Cara kedua dengan memanfaatkan tenaga
alam yaitu dengan kekuatan arus air yang terdapat di riam dan dibuat semacam kincir
penumbuk padi. Dengan cara ini sipet yang dihasilkan akan lebih banyak sekitar
sepuluh batang perminggu. Harga jual per sipet telah ditentukan oleh hukum adat yaitu
jipen ije atau due halamaung taheta. Sipet pantang dipotong dengan parang dan
pantang pula di injak-injak. Melanggar aturan berarti tidak mentaati hukum adat,
akibatnya bisa-bisa dituntut dalam suatu rapat adat.
Damek
Damek ialah anak sumpitan. Batang damek dibuat dari dahan pohon bendang atau
dahan pohon bamban yang sudah dikeringkan. Bentuk dan ukuran damek bermacam-
macam, namun ukuran umum biasanya panjang limabelas centimeter. Lima centimeter
dekat ujung damek dibuat celah atau dikerat dengan maksud apabila damek telah ditiup
dan mengenai sasaran, tancapan ujung damek tidak mudah terlepas karena menancap
dan mengikat daging korbannya bahkan patah sehingga ipuh yang dicampurkan pada
damek meracuni korbannya. Dapat juga pada ujung diberi kaitan semacam pancing
yang biasa disebut ahau atau lajau.
Ada dua jenis damek yaitu yang mengandung racun dan yang tidak mengandung
racun. yang mengandung racun digunakan untuk menyerang lawan dengan
menggunakan racun lemah atau racun mematikan. Damek yang tidak mengandung
racun digunakan untuk berburu.
56
Ipu
Ipu ialah racun yang sengaja dibuat pada damek atau anak sumpitan. Racun ipu dibuat
dari getah tumbuh-tumbuhan. Diantaranya getah pohon kayu siren/upas, atau ipuh /ipu,
yang dicampur dengan getah tuba, batang/uwi ara, juga lombok. Setelah bahan-bahan
yang diperlukan terkumpul, lalu dimasak hingga kental. Diberi pewarna yang juga
berasal dari tumbuh-tumbuhan. Hitam adalah warna yang umum di pakai, namun dapat
pula dipakai warna lainnya seperti putih, kuning, ataupun merah. Untuk racun
mematikan, ramuan yang ada masih ditambahkan lagi bisa ular, bisa kalajengking,
serum manusia yang telah meninggal lama.
Telep
Telep yaitu tempat menyimpan damek atau anak sumpitan. Dibuat dari seruas bambu
dan atasnya diberi tutup yang terbuat dari tempurung kelapa. Bentuk tutup dibuat
sedemikian rupa agar tidak mudah terbuka dan jatuh. Pinding telep atau telinga telep
terbuat dari kuningan, atau dapat pula dari kayu.
Sebuah telep dapat memuat limapuluh sampai seratus batang damek. Bila bepergian
cara membawa telep di kaitkan pada tali mandau pada pinggang sebelah kiri atau
dibagian depan.
Taji
Taji adalah sejenis senjata rahasia yang dapat disembunyikan dibalik pakaian atau
diikatkan pada pinggang. Bentuknya kecil, panjang hanya sekitar lima sampai sepuluh
centi meter, lebar hanya setengah sampai satu centimeter, dan tajam sebelah
menyebelah. Biasanya terbuat dari besi batu gunung dan mengandung bisa. Sarung taji
terbuat dari kayu atau bambu dan hulunya kecil. Taji yang berasal dari daerah Pasir
dan terbuat dari besi batu tengger dan mujat sangat terkenal keampuhannya .
Duhung
Duhung ialah senjata suku Dayak yang bentuk dan ukurannya seperti mata tombak,
kedua sisinya tajam, pulang duhung terbuat dari tanduk dan kumpang nya terbuat
dari kayu. Hanya Basir, Damang, para Kepala Suku yang boleh memiliki dan
menggunakannya.
Lunju
Lunju atau tombak ialah peralatan berburu yang juga dapat digunakan untuk berperang.
Lunju bertangkai panjang berukuran dua meter, pada bagian ujung dipasang atau diikat
mata lunju dengan rotan yang dianyam. Untuk kwalitas istimewa mata lunju terbuat dari
besi mantikei. Selain digunakan sebagai alat berburu binatang, lunju juga merupakan
barang pusaka yang dirawat dengan baik karena dalam upacara-upacara tertentu lunju
dibutuhkan keberadaannya sebagai pelengkap persyaratan upacara. Diyakini bahwa
lunju-lunju tertentu bertuah dan ada penunggunya.
Beberapa nama lunju :
• Lunju Bawin Sambilapayau
• Lunju Darung Arang
57
• Lunju Bunu Ruhui
• Lunju Rabayang
• Lunju Randu
• Lunju Bunu – Ranying Pandereh Bunu – Renteng Nanggalung Bulau
• Lunju Rawayang Sandang Awang
• Lunju Pakihu, sering digunakan untuk menangkap ikan-ikan besar.
• Lunju Laurang, sering digunakan untuk berburu babi, rusa dan buaya.
• Lunju Duhuk, sering digunakan untuk berburu binatang berkaki empat, apabila mata
lunju terbuat dari besi mantikei, lunju jenis ini mampu membunuh beruang.
• Lunju Ambung
• Lunju Duha, mata lunju berbentuk agak bulat dan tidak panjang.
• Lunju Buluh
• Lunju Duha Tundan Dahian
• Lunju Simpang
• Lunju Sahimpang
• Lunju Sarapang
• Lunju Rangga Simpang
• Lunju Sahimpang Banan
• Lunju Salahawu
• Lunju Simpang Dandan
• Lunju Sahimpang Dandan
Dondong/Su’ut
Tambuwung
Tambuwung adalah sejenis perangkap berbentuk lubang yang digali sedalam dua
sampai empat meter dan lebarnya satu sampai dua meter. digunakan untuk
menangkap binatang buruan, juga untuk menangkap musuh. Lubang bagian dalam
dibuat lebih besar dari pada dibagian atas agar apabila binatang atau musuh yang
terjebak, tidak mudah untuk naik kembali. Bagian sebelah atas lubang ditutupi dengan
ranting-ranting pohon, dedaunan, dibuat sedemikian rupa seolah tidak ada perangkap
dibawahnya. Kadang-kadang dalam lubang diberi ranjau yang terbuat dari kayu atau
bambu runcing sehingga yang terjebak, jiwanya sulit tertolong.
Jarat
Jarat atau jerat adalah salah satu cara menangkap binatang buruan di hutan. Namun
kadang-kadang digunakan juga untuk menjerat lawan.
Salengkap
Salengkap ialah salah satu alat pemberi tanda kepada penghuni rumah bahwa ada
binatang atau musuh lalu atau meliwati daerah dekat rumahnya. Salengkap terbuat dari
bambu yang diikat tali berukuran panjang.
58
Penyang/Penyong
Penyang ialah sejenis jimat yang diwariskan secara turun temurun. Terkadang dalam
jumlah banyak berupa kayu-kayuan, batu-batuan, botol-botol kecil yang tertutup rapat,
juga taring-taring binatang. Biasanya diikat bergelantungan dipinggang pemiliknya, atau
dikalungkan pada leher pemiliknya bahkan dapat pula diikat bergelantungan pada
sarung mandau. Penguasa Penyang adalah Jata lalunjung Panjang yang bertempat
tinggal di langit ke tiga. Suku Dayak yakin bahwa penyang yang mereka miliki mampu
mengobarkan semangat pada saat perang, sehingga mereka tidak memiliki rasa takut
kepada musuh. Disamping itu penyang mampu sebagai penolak bala, penolak racun
apabila musuh berniat jahat meracuni mereka, menghindari gangguan mahluk halus,
bahkan mampu menyembuhkan penyakit.
Penyang pantang dilangkahi oleh siapapun juga karena dengan dilangkahi khasiatnya
akan berkurang. Jangan coba-coba mentertawakan atau memperolok-olok seorang
yang ditubuhnya bergelantungan penyang karena penyang adalah lambang
keberanian. Mentertawakan atau menghina sama artinya dengan menghina Suku,
hukumannya sama dengan membunuh Kepala Suku yaitu hukuman mati.
Langgei Simbel
Senjata khusus semacam jimat yang hanya dimiliki oleh kaum perempuan. Bentuknya
kecil, pada langgai ditemukan semacam gelang yang terbuat dari tembaga.
Lain-lain
Masih banyak lainnya, misalnya Rawayang Kawit Kalakai, Dereh Bunu, Dando atau
Rando, Tohok, Tirok, Simpang, Jambia, Karis.
Pengertian yang perlu dipahami disini ialah pada cara pembuatan. Perahu terbuat dari
batang pohon yang dikerok dibagian tengah. Rangkan juga dari kayu bulat yang dikerok
di bagian tengah, namun pada dua sisi dibuat serupu, dan direkat dengan alat perekat
khusus yang terbuat dari getah kayu, tahan air. Semakin banyak susunan serupu
tersusun, semakin besar dan pada akhirnya tercipta kapal dengan ukuran besar.
Perahu yang berserupu stabil dan lincah sehingga dapat berlayar di laut bahkan
mampu berlayar di daerah yang banyak riamnya.
Besei
59
Besei berarti alat untuk mendayung perahu. Dengan besei perahu yang ditumpangi
dapat meluncur sesuai kehendak atau arah yang dituju oleh sipendayung tanpa
menggunakan mesin. Besei terbuat dari kayu ulin dengan ukuran yang berbeda.
Ukuran besei buat anak-anak lebih kecil daripada ukuran besei untuk orang dewasa.
Besei Bawi
Besei Bawi berarti alat mendayung perahu yang biasa dipakai oleh perempuan.
Perbedaan dengan alat dayung yang biasa dipakai oleh laki-laki ialah pada bagian
tangkai dayung. Dayung bawi tangkainya berukir dan di bagian yang melebar
membentuk tiga sudut. Ukuran besei bawi lebih besar daripada besei hatue.
Besei Hatue
Besei Hatue berarti alat mendayung perahu yang biasa digunakan oleh laki-laki. Ukuran
besei hatue sedikit lebih kecil dari pada ukuran besei bawi, tangkai tidak berukir dan
pada bagian yang melebar ujungnya berbentuk tumpul.
Jukung
Jukung adalah perahu. Dibuat dari sebatang pohon besar yang masih utuh, kemudian
bagian tengah kayu tersebut dikeruk dengan menggunakan alat.
Gondol
Sejenis perahu berukuran besar.
Penes
Penes ialah perahu layar, dan dibuat berserupu. Serupu ialah bagian dasar perahu
dibuat dari batang kayu utuh yang dikerok, kemudian pada bagian kiri dan kanan
dinding perahu diberi semacam dinding yang bentuknya lentur, kemudian dilem dengan
perekat khusus, dan begitu seterusnya sehingga ukuran perahu tersebut dapat dibuat
sesuai kebutuhan. Pada umumnya perahu yang berserupu lebih stabil dan dapat
berlayar di laut.
Rangkan
Perahu yang dibuat berserupu, dapat digunakan di laut. Pada umumnya digunakan di
daerah Riam.
Jukung Pantai
Jukung adalah perahu yang dibuat tidak berserupu, pada bagian ujung perahu selalu
dibuat semacam hiasan. Variasi hiasan pada ujung perahu yang membedakan satu
perahu dengan perahu lainnya.
Jukung Sodor
Sejenis perahu.
Tambangan
Perahu atau jukung Banjar.
Jukung Sarupih
Disebut juga jukung tiung.
Getek
Disebut juga becak air atau perahu penyebrang.
60
Lasang
Perahu berukuran besar dan dapat berlayar cepat. Arti lain dari lasang ialah tempat
sirih.
Banama
Sejenis rangkan, yaitu perahu berserupu dan berukuran besar – sejenis kapal.
Banama Tingang
Sejenis rangkan, yaitu perahu berserupu, sejenis kapal dan dapat berlayar di laut.
Pangkoh
Sejenis perahu
Rakit
Sejenis alat transportasi air yang dibuat dari susunan bambu atau kayu ringan yang
diikat rotan, mengambang di air.
Lain-lain
Masih banyak lainnya, misalnya malambung, basean, arut, bakis jukung. Perahu,
begitu juga rangkan pada bagian ujung selalu diberi hiasan. Hiasan tersebut yang
membedakan nama-nama perahu atau rangkan. Misalnya jukung sodor, jukung
sarupih, sama-sama perahu, akan tetapi karena hiasan pada ujung perahu berbeda,
maka namanya pun berbeda.
Gambar Perahu
(Foto : Dokumentasi Kel.Tjilik Riwut)
Gambar Rangkan
(Foto : Dokumentasi Kel.Tjilik Riwut)
Klotok
Klotok adalah perahu yang diberi mesin. Gerakannya tidak begitu laju bila dibandingkan
dengan motor tempel.
Motor Tempel
Motor Tempel
( Foto : Dokumentaasi keluarga Tjilik Riwut )
Motor Tempel adalah perahu yang diberi mesin, namun dapat melaju kencang.
Kapal
61
Kapal ialah perahu bermesin dan berserupu. Serupu yang tersusun, menjadikan kapal
berukuran besar. bermesin.
Di masa yang telah lalu, transportasi di darat hanya dapat dilakukan dengan jalan kaki
menembus rimba belantara. Sejauh apapun tujuan yang akan dicapai, mau tidak mau,
suka tidak suka, mereka harus berjalan kaki, terkecuali apabila perjalanan itu dapat
ditempuh melalui sungai, barulah sarana perahu, rangkan atau kapal bisa digunakan.
Dalam perjalanan, mereka tidak pernah lupa membawa mandau yaitu senjata utama
suku Dayak. Ketika berada di hutan, mandau banyak kegunaannya, selain berguna
untuk menyelamatkan diri dari serangan musuh dan binatang, juga digunakan untuk
menebang semak-semak yang menghalangi perjalanan mereka. Selain mandau,
mereka juga terkadang membawa tongkeh atau takada atau songkeh yaitu tongkat
yang berfungsi sebagai teman dan petunjuk jalan khususnya dimalam hari, untuk
meraba-raba daerah depan langkah mereka. Ada beberapa jenis tongkat, diantaranya
ada tongkat yang anti ular, sehingga ketika mereka berjalan, sekalipun di daerah yang
banyak ularnya, mereka merasa aman karena ular tidak berani mendekat, bahkan
menjadi lemah tak berdaya.
Apabila dalam perjalanan ada seorang yang sakit, dan tidak mampu lagi berjalan, agar
perjalanan tidak terhambat, maka sisakit ditandu. Untuk menggendong anak kecil
dalam perjalanan di hutan, biasanya anak tsb dimasukan dalam keba . Apabila
perjalanan terlalu jauh, biasanya mereka tidur di hutan, terkadang membangun pondok
atau gubuk sederhana untuk istirahat dan menginap di tempat itu beberapa waktu
hingga lelah dan letih lenyap.
Menurut keyakinan suku Dayak, balanga berasal dari Ranying Hatalla. Dan dibuat dari
campuran tanah untung panjang yang dicampur emas. balanga, dibuat sendiri oleh
Ranying Hatalla. Dalam proses pembuatan dibantu oleh Lalang Rangkang Haramaung
Ampit Putung Jambangan Nyahu, Setelah penciptaan, dan manusia telah diturunkan ke
bumi dari langit ke tujuh, balanga pun diturunkan ke bumi, dan diserahkan kepada Ratu
62
Campa. Pada saat halilintar menggelegar, Ratu Campa menyembunyikan balanga-
balanga tersebut ke dalam sebuah gua besar yang terbuat dari batu di gunung dan
dijaga ketat.
Ratu Campa menikah dengan Putir Unak Manjang, yaitu puteri dari Majapahit, dan
melahirkan seorang putera yang diberi nama Raden Tunjung. Suatu saat, Ratu Campa
berkeinginan pulang ke langit. Sebelum berangkat ia berpesan kepada puteranya,
bahwa ia telah menyembunyikan barang berharga, dan tempat di mana barang-barang
tersebut disembunyikan juga dikatakannya. Namun puteranya tidak peduli dan tidak
mau tahu.
Pada suatu hari, petir, kilat, sambar menyambar, dan balanga-balanga yang telah
disembunyikan di dalam gua tercerai berai. Ada yang masuk ke dalam laut, ada yang
menjelma menjadi kijang. Senjata-senjata, menjelma menjadi ular, dan gong menjelma
menjadi kura-kura. Lama-kelamaan, barang-barang tersebut ditiru oleh bangsa Cina
dan dibawa ke negerinya.
Atas keyakinan tersebut, balanga atau tajau, mempunyai arti khusus bagi suku Dayak.
Memiliki banyak koleksi balanga, mampu meningkatkan status sosial seseorang,
bahkan masyarakat sekampung akan menyeganinya. Orang Dayak juga meyakini
bahwa balanga mempunyai roh yang bertempat tinggal di langit ke enam. Itulah
sebabnya pada telinga balanga, sering digantungkan sesajen. Apabila ada balanga
yang pecah, upacara adat diadakan, agar roh balanga tidak marah.
Menurut Prof. HM. Yamin SH, dalam bukunya Tata Negara Majapahit jilid 1, dikatakan
bahwa tidak sedikit barang-barang yang berasal dari Tiongkok, ditemukan di Indonesia.
Pendapat ini sesuai dengan pendapat Van Orsey Flines, seorang ahli keramik.
Balanga Lagie
Warna, merah, kuning. Mempunyai enam sampai delapan telinga. Tinggi balanga
empat sampai lima jengkal. Untuk balanga yang mempunyai telinga antara tujuh
sampai delapan, harganya lebih mahal. Apabila pada bagian telinga tajau atau balanga
tersebut, nampak ada bekas jari yang sangat jelas, maka tajau atau balanga tersebut
laki-laki. Akan tetapi apabila bekas jari yang nampak tidak begitu jelas, maka balanga
tersebut perempuan. Apabila pada bagian telinga bergigi, dan lukisan yang ada tidak
begitu terang, maka harga balanga tersebut tidak mahal. Balanga yang menunjukkan
kelakian yang tulen, apabila di bagian pinggir mulut balanga, ditemukan garis.
Sebangkang
Balanga jenis ini berwarna kemerah-merahan. Mempunyai enam buah telinga ukuran
besar, hingga pada bengkokannya dapat digunakan untuk menggantung parang.
Tingginya empat sampai lima jengkal dan bermulut besar.
63
Brahan tersebut tidak palsu. Brahan yang paling baik, apabila sisik yang ada berjauhan
letaknya dan terlihat bahwa naga hendak mengambil buah yang tergantung disitu.
Balanga Berikit
Disebut berikit, karena dari sebelah bawah sampai leher balanga, di bagian sebelah
menyebelah, menyerupai belahan rotan.
Balanga Rantungan
Ialah balanga yang belahan rotannya bersusun dua, dan dibagian leher sebelah atas,
ujungnya sedikit bengkok keluar, menyerupai bundaran.
Balanga Tamun
Tidak berikit
Balanga Rimpah
Tidak berikit
Balanga Tingang
Ada lukisan berbentuk burung tingang, harganya murah, tinggi dua setengah sampai
tiga setengah jengkal, keliling lima sampai tujuh jengkal .
Balanga Bingkon
Tinggi dua setengah sampai tiga setengah jengkal, keliling lima sampai tujuh jengkal.
Balanga Bako
Tinggi dua setengah sampai tiga setengah jengkal, keliling lima sampai tujuh jengkal.
Balanga Kemis
Tinggi dua setengah sampai tiga setengah jengkal, keliling lima sampai tujuh jengkal.
Rawie
Rawie, berwarna kemerah-merahan, mempunyai enam buah telinga. Tingginya empat
sampai lima jengkal, tidak ada lukisan.
Merajang
Berwarna kuning muda, terkadang ada pula yang berwarna agak kemerah-merahan.
Mempunyai enam buah telinga, dengan tinggi empat sampai lima jengkal, tidak ada
lukisan gambar.
Tajau Macan
Telinga kecil, tetapi tidak berlubang. Bibir sedikit turun ke bawah. Tajau jenis ini banyak
macamnya, ada pula yang termasuk jenis terbaik dan hampir menyerupai Brahan.
64
9.) Perumahan Penduduk
Rumah Asli Penduduk Suku Dayak di Kalimantan Timur
Rumah asli penduduk suku Dayak di Kalimantan Timur disebut Lamin dan terbagi
dalam tiga bentuk, yaitu :
1. Bentuk Kenyah dan Bahau.
2. Bentuk Longlat.
3. Bentuk enggalan
Untuk rumah bentuk kenyah dan bahau, banyak dijumpai di hulu Sungai Mahakam,
Berau, Apokayan, Pojongan, dan Lepumaut. Serambi muka dari rumah tersebut
panjang dan disebut awa, dan untuk dapat naik ke serambi harus melalui tangga yang
disebut hejan, terbuat dari kayu bulat. Dengan demikian, keamanan seisi rumah
terjamin. Jendela tidak ditemukan. Sebagai pengganti jendela, dibuat lubang di atap
yang bisa ditutup, dan bila siang dibuka. Dapur juga tidak ditemukan, yang ada hanya
tempat membikin api.
Rumah bentuk longlat banyak ditemukan di sepanjang Sungai Kayan dan disekitar
kampung longlat. Juga ditemukan adanya awa, yang letaknya di bawah ruang tidur,
manfaatnya untuk tempat bermusyawarah. Tangga ditemukan untuk menghubungkan
awa dan lamin, dengan bentuk longlat, terbuat dari kayu yang kokoh.
Rumah bentuk tenggalan, terdapat di Tanah Tidung, sering dibuat dari bahan-bahan
yang tidak tahan lama. Ditemukan juga ruang permusyawaratan, yang disebut solek.
Bangunan rumah suku Dayak Leboyan, secara garis besar sama dengan rumah-rumah
Dayak pada umumnya. Tinggi rumah antara lima sampai enam meter dari tanah,
semua tiang rumah terbuat dari kayu ulin, lantai terbuat dari papan. Dinding terbuat dari
papan dan anyaman bambu, atap terbuat dari sirap atau kulit pohon. Sebagai pintu
ialah lubang-lubang besar di lantai, dan tangganya terbuat dari batang kayu ulin. Tak
jauh dari rumah besar, dijumpai rumah kecil dan lebih rendah, sekitar dua sampai tiga
meter dari tanah. Namanya jurang. Gunanya untuk menjemur, menumbuk padi, dan
menyimpan kayu bakar, juga untuk menginap para pendatang.
Rumah Betang/Lamin
Di masa yang telah lalu, merupakan tradisi bagi suku Dayak apabila membangun
rumah dilaksanakan bersama-sama secara bergotong royong oleh seluruh keluarga.
Untuk membangun rumah mereka selalu memilih lokasi di pinggir sungai. Rumah yang
dibangun berukuran besar dengan panjang mencapai tiga puluh sampai seratus
limapuluh meter, lebarnya antara sepuluh sampai tigapuluh meter, bertiang tinggi
antara tiga sampai empat meter dari tanah.
65
Rumah yang dibangun tinggi dari tanah tersebut dengan maksud untuk menghindari
banjir, menghindari musuh yang datang menyerang dengan tiba-tiba, menghindari
binatang buas, juga karena tuntutan adat. Lantai terbuat dari kayu, berdinding kayu
bahkan kadang-kadang dinding terbuat dari kulit kayu. Atap rumah terbuat dari sirap.
Kayu yang dipilih untuk membangun rumah ialah kayu ulin selain anti rayap kayu ulin
juga berdaya tahan sangat tinggi mampu bertahan ratusan tahun.
Penghuni satu rumah bisa mencapai seratus sampai dua ratus jiwa. Rumah demikian
dapat dikatakan sebagai rumah suku karena di dalamnya dihuni oleh satu keluarga
besar yang dipimpin oleh seorang Bakas Lewu atau seorang Kepala Suku. Setiap
keluarga mempunyai kamar sendiri berbentuk ruang berpetak-petak, juga memiliki
dapur sendiri-sendiri.
Di halaman depan rumah Betang biasanya disediakan Balai atau Pasangrahan tempat
menerima tamu ataupun ruang pertemuan. Sekalipun ukuran rumah sangat besar
namun pintu dan tangga hanya tersedia satu buah saja dan terletak dibagian depan
rumah. Tangga tersebut dinamakan hejan atau hejot.
Dibagian sebelah belakang rumah betang ditemukan sebuah balai berukuran kecil yang
disebut kerangking atau jorong atau tukau yang digunakan untuk menyimpan alat-alat
bertani, atau berladang, juga untuk menyimpan halu dan lisung.
Di halaman depan rumah betang atau lamin juga ditemukan sapundu yaitu patung
berukuran tinggi yang fungsinya untuk tiang pengikat binatang-binatang yang akan
dikorbankan pada saat upacara adat. Kadang-kadang Petahu atau pangantoho yaitu
rumah kecil yang berfungsi sebagai rumah pemujaan ditemukan di halaman depan
rumah betang.
Ruang untuk menyimpan senjata namanya Bawong. Di halaman depan atau kadang-
kadang di sebelah belakang rumah betang ditemukan sandung yaitu tempat
menyimpan tulang-tulang kerabat mereka yang telah meninggal dan telah mengalami
proses upacara tiwah.
Suku Dayak gemar memelihara anjing, selain mereka sangat menyayangi anjing-anjing
yang mereka pelihara dan rawat dengan penuh kasih sayang, merekapun
membutuhkan anjing-anjingnya untuk menemani saat berburu binatang di hutan.
Kadang-kadang satu keluarga memiliki dua belas ekor anjing bahkan kadang-kadang
jumlahnya lebih banyak lagi.
Dimasa yang telah lalu, orang Dayak tidak pernah memakan daging anjing karena bagi
mereka anjing adalah pendamping setia yang selalu berpihak kepada mereka
khususnya ketika mereka harus berada di hutan untuk berburu, dan tiap ekor anjing
mereka beri nama. Selain anjing kadang-kadang mereka juga memelihara kucing dan
burung-burung.
66
Kurungan burung mereka buat sendiri. Jenis burung yang sering dipelihara ialah burung
sarindit, burung talisok dan burung tiung (Beo). Khusus untuk burung tiung, karena
dapat bicara menirukan suara yang didengarnya, maka untuk merangsang lebih cepat
dan banyaknya perbendaharaan kata yang dimiliki oleh burung tiung yang mereka miliki
itu, beberapa cara mereka lakukan, diantaranya setiap malam jumat mereka gosok
lidah tiung dengan emas, juga lombok rawit pedas sering mereka berikan kepada
tiungnya, selain tiung sangat gemar lombok yang pedas tersebut, juga lombok rawit
membuat tiung lebih lincah bicara. tiung pantang melihat darah, begitu melihat darah,
tiung akan mati.
Perlengkapan rumah tangga yang umum mereka miliki ialah tikar, bantal, selimut yang
terbuat dari kulit kayu atau ditenun sendiri yang dinamakan manantang. Benda benda
sakral yang umum mereka miliki adalah guci, seperti balanga, tempayan, tajau, butiran
emas yang mereka dulang sendiri, gong, piring malawen, tanduk rusa sebagai
perhiasan dinding, patung-patung kecil yang mereka pahat dan ukir sendiri. Mereka
tidak mengenal meja dan kursi, bila duduk menggunakan alas tikar. Hanya dalam
upacara adat tertentu potongan-potongan kayu besar dibutuhkan untuk tempat duduk.
Pasah/Puduk
Pasah/Puduk ialah rumah kecil yang dibangun di ladang atau kebun buah durian,
berfungsi sebagai rumah darurat untuk berteduh dari hujan dan terik matahari ketika
mereka sedang bekerja di ladang atau pada saat musim buah durian. Sambil
menunggu jatuhnya buah durian, mereka berteduh dan beristirahat di dalamnya.
Lanting
Selain rumah-rumah tersebut di atas, ada pula penduduk yang membangun rumahnya
sendiri. Terkadang rumah tersebut terbuat dari kayu, terkadang dari kajang, juga kulit
kayu. Salah satu contoh rumah yang terbuat dari kulit kayu.
67
BAB VI
Sistem Mata
Pencaharian
68
1.) Peralatan Berburu
Tampuling
Tampuling ialah alat berburu. Tampuling bentuknya menyerupai duhuk hanya
ukurannya lebih kecil. Bentuknya sejenis tombak bermata dua dan tangkainya terbuat
dari bambu berukuran 1,75 m. Pada ujung tombak diberi kaitan semacam kancing yang
biasa disebut ahau atau lajau agar tancapan ujung tombak tidak mudah terlepas.
Keistimewaan alat ini ujung tombak dapat terlepas secara otomatis apabila mengenai
sasaran sehingga pada pangkal tombak diikat seutas tali yang berfungsi sebagai alat
penarik binatang yang kena sasaran.
Jarat
Jebakan terikat.
Tambuwung
Menangkap binatang buruan, dalam keadaan hidup. Caranya dengan menggali lubang
di tanah dengan kedalaman sekitar 2 meter. Karena ingin menangkap binatang buruan
dalam keadaan hidup maka di dalam lubang tidak diberi senjata tajam. Dibagian atas
lubang ditutupi ranting-ranting pohon dan dedaunan kering, sehingga binatang yang
lewat jatuh terperangkap ke dalam lubang.
Apabila tidak awas dan waspada, mungkin saja manusia yang terperangkap. Oleh
karena itu bagi siapapun yang berjalan di hutan harus waspada mengamati salugi yaitu
bambu runcing yang diletakan di daerah sekitar situ, arah bambu menunjukan arah
tambuwung. Maksud salugi adalah semacam pemberitahuan kepada yang lewat di
daerah tersebut bahwa di daerah itu ada dipasang Tambuwung. Apabila manusia yang
terperangkap, berarti kesalahan sendiri karena ketika berjalan tidak waspada
mengamati rambu-rambu di hutan.
Sangguh Sipet
Sangguh Sipet adalah tempat anak sumpitan yang berbentuk tabung.
Sangguh Atep
Sangguh Atep artinya tutup sangguh sipet atau tutup tempat menyimpan anak
sumpitan.
Sambulut
Perangkap burung yang bahannya terbuat dari getah rekat bagai lem. Burung yang
hinggap akan merekat dan tidak dapat lepas sampai pemilik sambuluh datang.
Katek
Katek berarti ketapel, yaitu alat untuk penangkap burung. Biasanya burung yang
dibidik dengan ketapel dan tepat sasaran akan mati.
Sepan-Sepan
69
Sepan-sepan adalah sumber air yang rasanya asin dan digemari oleh binatang buruan
seperti kijang, rusa, bahkan berjenis-jenis burung menyukainya. Sepan-Sepan yang
terkenal terdapat di daerah hulu sungai Sanamang daerah kampung Balai. Pada sore
hari sekitar pukul 16.00 berduyun-duyun binatang buruan mendatangi tempat itu untuk
minum air asin yang terasa hangat. Ditempat itu pula para pemburu telah menunggu
dan mengintai binatang buruannya.
Cara membuat sepan tiruan adalah dengan mengumpulkan batang kelapa yang
kemudian dibubuhi garam, maka binatang buruan akan berdatangan.
Salugi
Salugi adalah jenis totok bakaka, atau bahasa sandi yang telah sangat dipahami oleh
Suku Dayak. Salugi, semacam rambu-rambu petunjuk bagi lalu lintas hutan. Bila
menemui salugi yaitu bambu runcing yang diberi cacak burung yaitu tanda (+) yang
digambar dengan kapur pada sebuah bambu runcing yang ditancapkan di tanah,
berarti waspada. Amati arah salugi tersebut, arah salugi menunjukan arah tempat
perangkap binatang telah dibuat atau dipasang di daerah tersebut.
Sempiti / Poti
Sempiti atau Poti adalah alat berburu binatang berkaki empat dengan menggunakan
bambu runcing yang dipasang sedemikian rupa sehingga apabila ada binatang yang
menyentuh alat pemicu maka bambu runcing akan segera meluncur mengenai sasaran.
foto
Maneser Tukung
(Photo : dokumentasi keluarga Tjilik Riwut.)
70
Manyauk
Menangkap ikan dengan alat yang disebut sauk, seolah menyaring air, dan ikan yang
tertangkap, tertinggal sauk.
Manuba
Meracuni air di sungai atau danau untuk menangkap ikan.
Mamisi
Memancing.
Manjala
Menjala ikan.
Marengge
Menangkap ikan dengan mengunakan sejenis jaring yang mengapung.
Mahaup
Menangkap ikan dengan menggunakan jaring yang bertangkai.
Pasat
Menangkap ikan dengan sejenis jaring yang pada ke empat sudut diberi tali dan
diikatkan pada sepotong kayu.
Ngaruhi
Menangkap ikan dengan cara diburu ke suatu tempat, kemudian disauk. Pada
umumnya menangkap ikan dengan cara ngaruhi dilaksanakan pada waktu air surut, di
daerah yang banyak ikannya. Kemudian dengan cara beramai-ramai penduduk
menghalau ikan dengan menggunakan ranting-ranting pohon menuju kesuatu tempat.
Merawai
Pancing banyak, tiap pancing diberi pelampung.
Nampana
Menangkap ikan saluang.
Banjur
Banjur digunakan untuk menangkap ikan berukuran besar, umpannya adalah ikan
hidup, biasanya tanpa menggunakan tangkai pancing dan tali banjur diikat di pohon
kayu. Ikan besar yang tertangkap hanya seekor saja.
Buwu Tali
Ditunggu dengan perahu, dan tali dipegang. Untuk menangkap ikan atau buaya.
71
Sakang
Untuk menangkap buaya, semacam selugi tetapi di air.
Rawai
Alat menangkap ikan, hampir sama dengan banjur tetapi pada rawai tali pancing
panjang yang mengapung diatas air kemudian dipasang banyak mata pancing dengan
arah tegak lurus.
Duhuk
Duhuk adalah alat penangkap ikan yang berbentuk tombak bermata dua. Duhuk
hampir sama dengan tampuling hanya ukurannya lebih kecil dan pada umumnya duhuk
digunakan untuk menangkap/berburu ikan. Dibagian ujung dipasang besi runcing dan
pada sudut diberi kaitan semacam kancing yang biasa disebut ahau atau lajau
sehingga tancapan ujung tombak pada tubuh binatang buruan tidak mudah terlepas.
Keistimewaan alat ini ujung tombak dapat terlepas secara otomatis apabila mengenai
sasaran. Oleh karena itu pada pangkal tombak diikat seutas tali yang berfungsi sebagai
alat penarik binatang yang kena sasaran.
Insoi Lowu
Insoi Lowu sejenis duhuk namun ukurannya lebih kecil.
Serapang
Serapang adalah alat penangkap ikan. Bentuknya seperti tombak bermata dua bahkan
lebih. Panjang tangkai tombak bervariasi sesuai kebutuhan namun pada umumnya dua
meter. Daya rekat serapang sangat kuat karena pada ujung diberi kaitan semacam
kancing yang biasa disebut ahau atau lajau sehingga ikan yang terkena jarang terlepas.
Lukah
Lukah adalah alat penangkap ikan yang berbentuk tabung memanjang dengan ukuran
bervariasi sesuai selera dan jenis ikan yang menjadi sasaran penangkapan. Bagian
ujung meruncing. Di bagian dalam dipasang ijab atau hanjab yang berbentuk krucut
dan meruncing kebagian dalam. Lukah terbuat dari bambu dan ijabnya terbuat dari
rotan. Biasanya lukah dipasang di sungai-sungai kecil atau rawa-rawa yang berarus
dan diletakkan mengarah arah datangnya arus pada saat air pasang ataupun air
turun/surut.
Tangkalak
Tangkalak ialah alat penangkap ikan yang berbentuk tabung memanjang dan ruangnya
menyempit sehingga ikan yang telah masuk kedalam tidak bisa keluar karena tidak bisa
membalikkan atau memutar tubuhnya. Ukuran Tangkalak bervariasi sesuai selera dan
jenis ikan yang menjadi sasaran penangkapan.
72
Sentapo
Sentopo alat penangkap ikan, yang berbentuk tabung memanjang, bagian tengah diberi
ahau dan dindingnya diberi duri-duri. Sehingga apabila ada ikan besar bersisik tebal
masuk sentapo, tidak dapat keluar lagi karena badannya akan melekat pada duri-duri
tersebut.
Pasuran
Pasuran adalah alat penangkap ikan kecil-kecil. Bentuknya seperti tabung dan terbuat
dari rotan atau bambu. Pada dinding dibuat lubang yang gunanya untuk tempat
menancapkan tabung kecil yang ujungnya diberi ahau. Apabila ikan masuk ketabung
kecil yang telah diberi umpan, maka ikan tidak bisa keluar karena terhalang ahau.
Rawai
Rawai ialah alat penangkap ikan dengan cara dipancing. Tali rawai dari serat kayu
tengang atau boleh juga tali nilon. Caranya tali rawai diulur panjang dan diperkirakan
sampai mencapai dasar sungai. Sebelum dilemparkan ke sungai, pada tali rawai
terlebih dahulu diikat mata kail dengan ukuran yang bervariasi, pada mata kail diberi
umpan, baru kemudian diberi pemberat dan dilemparkan ke sungai. Dibagian sebelah
atas dipasang pelampung yang terbuat dari bambu.
Tukung
Perangkap ikan yang terbuat dari bambu dan diikat rotan. Perangkap ini dibangun
permanen di dalam sungai atau danau, terutama di daerah yang banyak ikannya.
Ukuran tukung bermacam-macam sesuai kebutuhan. Tingginya diusahakan mencapai
batas air pasang, dan luasnya sekitar dua sampai tiga meter. Pada bagian atas tukung
diberi tutup yang tidak permanen, sehingga pada saat air pasang banyak ikan
terperangkap dan ketika air surut ikan-ikan tersebut telah aman berada di dalam
tukung. Pintu masuk disediakan pada bangunan tukung, gunanya untuk jalan masuk
pemilik tukung ketika ia menyelam dan memasuki bangunan tukung untuk menangkap
ikan yang terperangkap di dalam tukung . Umumnya ikan-ikan yang terperangkap
berukuran besar. Sambil menyelam, pemilik tukung mahauk lauk yaitu menangkap ikan
dengan alat semacam jaring yang bertangkai. Ikan-ikan yang terjaring, dibawa ke
permukaan sungai atau danau dan diterima oleh salah seorang yang bertugas
mengamankan ikan yang telah terjaring di dalam perahu, dan pemilik meneser atau
menyelam kembali ke dalam tukung untuk menangkap ikan lainnya.
Lain-lain
Masih banyak lainnya, misalnya Rengge, Tampirai, Pasuran, Takalak, Telung, Haup,
Jala, Pasat, Hancau, Siap, Hantai, Rawai Banjur, Panggilar/pengilar, Pikat, Embang,
Rempa, Buwu Puring, Takalak Liau, Tambu, Lukah, Tangkawing, Hempeng/Hampang,
Serapang, Bubu/Buwu, Kabam, Tambak udang, Salambau, Jebuk, Rakep, Ringkap,
Banjur, Tukung, Lurang, Santagi, Salahawu.
73
Tamparang
Tamparang ialah alat untuk membuat lekuk atau lubang pada kayu. Misalnya membuat
perahu, lekukan atau lubang lesung, dan sebagainya. Bentuknya seperti cangkul kecil.
Tangkai tamparang disebut pahera.
Ambang
Sejenis mandau
Linggis
Besi panjang berukuran 1 meter, berdiameter 20 cm, bagian ujung gepeng, gunanya
untuk membuat lubang di tanah.
Kapak
Kapak ialah alat penebang pohon atau pemotong kayu.
Beliung
Beliung adalah sejenis kapak yang gunanya untuk menebang pohon. Tangkai beliung
yang disebut pira atau pahera terbuat dari cabang kayu elastis kuat dan panjangnya
tujuh puluh lima sentimeter. Mata atau alat pemotongnya terbuat dari besi, bagian tajam
berbentuk melengkung. Bagian belakang meruncing dan diikat kuat pada tangkainya
dengan menggunakan rotan. Ujung tangkai beliung ditancapkan pada sepotong kayu
bundar berdiameter 5 - 7 cm dan panjang 10 cm untuk tempat pegangan dan disebut
palantan.
Ranggaman
Ranggaman ialah alat pemotong padi. Bentuknya mirip ani-ani, tangkai terbuat dari
bambu, pangkal tempat landasan pisau terbuat dari kayu dan alat potongnya terbuat
dari besi, dapat juga terbuat dari seng tipis.
Balakon
Balakon terbuat dari anyaman rotan. Pada umumnya balakon digunakan oleh
perempuan dengan cara diikat dibagian pinggang untuk mengangkat padi setelah
panen ke tempat penjemuran, sedangkan laki-laki menggunakan luntung. Berbentuk
bundar panjang dengan tinggi 20 cm, berdiameter 30 cm. Bagian atas dilingkari rotan
yang lebih besar dan dari lingkaran tersebut diberi tali yang terbuat dari anyaman rotan
selebar 5 cm agar lebih mudah bila diikatkan pada pinggang.
Palundu
Palundu sejenis balakon, bedanya pada palundu tidak ditemukan tali untuk diikatkan
dipinggang, karena memang membawa palundu tidak perlu diikatkan dipinggang.
Balasai
Balasai terbuat dari anyaman daun rais, daun bingkuang ataupun daun purun.
Bentuknya persegi panjang dengan ukuran bervariasi sesuai dengan kebutuhan.
Bagian sebelah atas yang tidak bertutup diberi anyaman untuk pegangan. Sering kali
balasai digunakan untuk mengangkat padi setelah dijemur.
Ucung
Ucung adalah tempat membawa benih padi pilihan yang segera akan ditanam.
Berbentuk tabung berdiameter 25 cm, tinggi 30 cm. Pada bagian tepi diberi anyaman
daun untuk pegangan, bagian atas diberi tutup.
74
Amak Dawen Rais
Amak dawen rais ialah tikar dengan ukuran besar yang terbuat dari daun rais dan
gunanya untuk menjemur padi.
Kajang Tangkap
Kajang Tangkap terbuat dari anyaman daun kajang atau daun rais dan berfungsi untuk
melindungi atau menutupi padi yang sedang dijemur dari curahan hujan.
BAB VII
Kebiasaan dan
Tradisi
75
1.) Beberapa Hal
Ungkapan Rasa Terima Kasih
Bahasa Dayak tidak mengenal kosa kata ungkapan rasa Terima Kasih. Ungkapan
rasa terima kasih diungkapkan dalam sikap dan perbuatan, serta rasa hormat yang
mendalam.
Seorang yang telah menerima kebaikan dari sesamanya, tidak begitu saja
melupakannya. Semua kebaikan yang telah mereka terima, mereka simpan dalam
lubuk hati yang terdalam, bahkan dalam setiap kesempatan, mereka selalu
menceritakan kepada anak turunannya semua kebaikan-kebaikan yang pernah mereka
terima, serta menyebutkan dengan lengkap nama dan identitas rekan baiknya itu.
Dengan demikian secara tidak sadar, anak turunannya juga turut serta mensyukuri,
mengenang dan menghormati orang yang telah berbuat baik bagi keluarga itu.
Demikian pula seluruh keluarga, satu sama lain selalu menceritakan kebaikan yang
pernah mereka peroleh dari sesamanya, dan rasa syukur dan hormat semakin
berkembang dan menguasai kehidupan mereka.
Biasanya orang Dayak selalu ingin membalas kebaikan dengan kebaikan. Dalam setiap
kesempatan, orang yang pernah menerima kebaikan dari seseorang akan selalu
berusaha membalas kebaikan yang pernah mereka peroleh, sekalipun tidak langsung
kepada yang bersangkutan. Terkadang kebaikan seseorang tidak langsung diterima
kembali olehnya, namun kelak anak cucu mereka yang tergerak mengupayakan
membalas kebaikan. Naluri membalas kebaikan yang pernah diterima, bukan
menjadikan beban bagi mereka, namun memiliki nilai kebahagiaan sendiri, bahkan
tradisi demikian menjadikan orang Dayak memiliki ikatan batin yang kuat kepada
sesamanya .
Pahuni
Pahuni ialah suatu tradisi dalam suku Dayak bahwa apabila menolak makanan yang
telah dengan tulus ditawarkan untuk disantap, khususnya nasi goreng dan makanan
yang terbuat dari ketan, maka akan ada resikonya. Resiko berupa malapetaka, baik
ringan maupun berat, bahkan bisa membawa kematian. Apabila terpaksa harus
menolak, demi menetralisir situasi, mereka akan menyentuh tempat atau piring di
76
mana makanan diletakan sambil berguman mengucapkan kata singkat “sapulun”.
Dengan demikian penolakan tersebut telah dianggap sah dan terbebas dari resiko
kepuhunan. Selain dengan cara itu, untuk menetralisir dapat pula dengan cara
menjumput sedikit makanan yang ditawarkan tersebut sedikit, sambil berguman “puse-
puse”.
Pahingen
Pahingen ialah suatu tradisi dalam masyarakat Dayak bahwa seorang suami yang
isterinya sedang mengandung bayi mereka, harus mampu kontrol diri dalam setiap
kata, sikap dan perbuatannya. Karena apabila lepas kontrol, misalnya saja memotong
tangan kelawet yaitu sejenis orang hutan, maka anak yang akan lahir, dikhawatirkan
mengalami cacat pada tangannya.
Lapak Laminak
Lapak Laminak atau cacak burung adalah tanda silang yang diyakini sebagai penolak
bala. Tanda tersebut pada umumnya digambarkan pada sebilah bambu atau pada daun
sawang yang digantung di depan rumah.
Salasa
Salasa berarti Selasa. Apabila bepergian, orang Dayak selalu berusaha menghindari
hari Selasa, karena bagi mereka hari Selasa – sala – yang berarti salah. Akan banyak
kesalahan dan kesialan yang dialami bila nekad bepergian pada hari Selasa. Terutama
apabila bepergian dengan arah yang bertolak belakang. Misalnya dalam suatu
keluarga, dua kakak beradik akan bepergian ke tempat yang berbeda pada hari
Selasa, kakak pergi ke arah timur dan adik ke arah barat. Apabila keberangkatan
tersebut memang tidak mungkin lagi ditunda, terpaksa salah satu ngalah, harus
berangkat sebelum atau sesudah Selasa, demi menghindari terjadi sesuatu yang tidak
diinginkan.
Warna Lime Ba
Lime Ba berarti lima ba maksudnya lima warna yang dimiliki oleh orang Dayak yaitu
1. Baputi – putih
2. Bahandang – merah
3. Bahenda – kuning.
4. Bahijau – hijau
5. Babilem – hitam.
77
2). Pewaris ialah orang yang memiliki harta benda tersebut
3). Warisan ialah harta benda yang ditinggalkan.
Urutan penerima waris menurut tradisi Dayak Ngaju ialah isteri, anak, cucu, anak
angkat, saudara kandung, baru kemudian saudara ibu atau saudara bapak. Jenis
kelamin tidak dibedakan, baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak yang sama
dalam pembagian warisan. Apabila yang meninggal tidak mempunyai anak, maka
warisannya diserahkan kepada jandanya dan bagian lain diserahkan kepada orang tua
dan saudara kandungnya. Akhir-akhir ini ada semacam perjanjian dalam perkawinan
yang menegaskan bahwa apabila tidak punya anak, maka harta warisan diserahkan
kepada janda atau dudanya . Apabila ada anak angkat, maka harta warisan itu jatuh
kepada anak angkatnya.
Angkat Anak
Cara mengangkat anak angkat menurut tradisi Dayak adalah sebagai berikut: anak
telah dipelihara dan dirawat dengan baik semenjak masih kecil, dengan disaksikan oleh
Demang atau Kepala Adat, sekurang-kurangnya disaksikan oleh seorang Pembakal
atau Kepala Kampung, dengan disertai upacara adat memotong hewan korban, boleh
ayam atau babi, kemudian anak dipalas dengan darah binatang korban, lalu makan
bersama dengan para pemuka kampung. Sejak itu anak dianggap telah sah diangkat
sebagai anak angkat dalam keluarga barunya.
3.) Tandak
Tandak berarti menimang. Seorang yang hidupnya bermakna bagi sesamanya,
terkadang ditimang dan disanjung, karena ia akan menjadi sosok yang disegani dan
dihormati. Akan tetapi pada umumnya seorang yang hidupnya penuh kepura-puraan,
tidak jujur, serakah atau sedang melakukan penipuan, tidak punya keberanian untuk di-
tandak, karena resikonya tidak kecil. Sesama mungkin saja dikelabui, akan tetapi mana
mungkin manusia mampu mengelabui Ranying Hatalla? Tulah atau kualat akan
diterima apabila nekad menerimanya.
Contoh-contoh Tandak
Tandak
78
Tandak Penyang Menteng
79
Uka paturung giri-giri hanyie
Nampalilap tintinge ihing bajaleang
80
Katapasan labehu jari tuwen penyangm
Malik lagu :
81
Ije pali ngisai tuya-tuyang
Baka santung rantau ihing bajuleu hanya baratinggu
Juking
Lewu Tanjung Hanyi, rondong karangan penyang kaleka Liau Kapang baka petak
rundung banama kamban tabilok baka darai lanting jalatien. Antang nyahi lentem langit
kenyoi kilat randan ngangkuling peteng penyang. Katabalan uluh balai katapang uju
bararenjeng mendeng. Panambusan Sali nusan kayu alau hanya baratandai mingkat.
Sei Barangas
Kaleka Liau Busun Gareng hagandang purun. Kamban baner sihung halejar pandung
balau tambun tandipah pulau tonggal nganderang tingang nusa sahinya hengkuk
Ranying.
Balanggar
Kaleka Liau Langgau hantu pangios lewu pulu.
Tumbang Tagiring
Lewu olek rondong nasarang Rawing. Kaleka Liau Rawing basiak pamatas tungkup.
Kamban lumba bahanyi pamisah ruang.
Badapung (Sambil)
Lewu Tambak Raja, rondang karangan penyang bulu. Kamban baringen kilat, baka
ginjai tulang.
Badapung (Gantau)
Kaleka Liau Gandang sanaman baka narah henteng palimantu baka tenong rewei raja
endus habantusan. Baka rintuh tisoi kanaruhan.
Basungkai
Kaleka Liau Jala Bulau pali habirik baka tenong Riak Rawing. Kambun untai rabia
endus habarika baka rintuh ringkin lumba.
Tumbang Tarusan
Kaleka Liau Haramaung panjang ikohe, ngangkuling banama jahawen.
Raing
82
Kaleka Liau Gandang sanaman kanarah henteng kamban pali mantu baka teneng riwai
laut Towong jongkarang endus habantuan baka rintuh selatan kariran.
Tumbang Bakampat
Kaleka Liau Burung Bulau busik pasebun raja. Kaleka Ayam Rabia kabantus
ganggerang.
Tumbang Rasanggal
Kaleka Liau Taming Bulau, katengkan nyaru kamban talali rabia kabantus ganggerang.
Tamiang
Kaleka Liau Antang pasihai, busilo ruhung bahanyi mandui darah belum. Kamban
kenyoi patenggan bajari pulan petah kapandaian tanggiri hamiring.
Juking Kompai
Lewu Juking kompai tajur ruhung. Kaleka Liau Uei Sigi baruntih sangkalemo.
Tumbang Maluen
Kaleka Liau Antang Pasihai basilo ruhung bahanyi mandui daha belum kamban kenyoi
patenggau bajari pulang petah kepandoian tinggi hamaring.
Pulau Telo
Pulau rotek kasanang manyang nusa lawang hajenjeng tandipah lewu kangajang apui
nyaru rondong kaningkap bahan ganggereng. Kaleka Liau Nyaring gila –gila enteng.
Jari mandoi asep sandawa laut kamban siakung rawe-rawe hanyie petah kapandoian
paruru barantai.
Tumbang Sakaraung
Kaleka Liau Garantung korik tetawak lewu danom jalajan kamban janjingan rinjit titih
rondong labeho pali.
Sungai Kayu
Lewo payong nyaho, rondong karawah batu sambang. Kaleka Liau Haramaung tiroh-
tiroh entenge, bahanyi mandoi daha belum, tuntang Liau Luruk Garu sangkabilan
hintung sangiang. Kambang pangadien kanto-kantok hanyi petah kapandoian tanggiri
hamaring.
83
Tumbang Paraya
Kaleka Liau Antang pasihai basilo ruhung pamatas tungkup. Kamban kenyoi patenggau
pamisah raung.
Lanting
Lewu Ranting Rondong pelabuhan banama. Kaleka Liau Gareng beloh soka lumpung
matanandau. Kamban sihong hamaring. Sehungkir kamban kabanteran bulan.
Mandomai
Lewu olek kalingu, rondong ampah timpong. Kaleka Liau Sawang belum merajak bukit
batu. Kamban bonge hamaring manterus kereng liang.
Sungai Sangalang
Lewu Dandang dalam. Rondong paseban raja. Kaleka Liau Patahu menteng beheken
luar palangka ruhung. Kamban mamben bahanyi petah badari luar tatanep salimbayong
antang.
Sei Garantung
Lewu tahutun pantara, rondong teweh dare . Kaleka Liau Rangkang salingkat
mandawen bulan. Kamban hengkun banturung mamumbung pehawang.
Tumbang Umap
Lewu Ulek kalinga, randang tambarang tingang, kaleka Liau Lunuk panjang.
Mantarei
Lewu Payong nyahu, rondong ngajang gangerang. Kaleka Liau Rajan talawang basaki
daha tambarirang.
Tangahon
Lewu Pandih Batu, rondong jumpang handiwung. Kaleka Liau Lunuk nyaho baka giring
bulu. Kamban baringin kilat baka ginjai tulang.
Tamiang
Lewu Olek Lawang Jata, rondong riak sanglemo Kaleka Liau Lamiang Bulau
hantantaliasae serumput mihing bukit batu.Kambang hanyang rabia hantapiket banuas
tanterus nyalong kereng liang.
Mangandam
Lewu Jakatan rundian, rondong riak batu sambang.
84
Penda Ketapi
Lewu Mandarit Garing rondong mandarut bulau, kaleka Liau Lunuk kajang lewu pulu
kamban baringin datoh tongkap rondong hapamantai jalatien, Eka Antang Raja
bagelang bulau kenyoi kanaruhan batingkat rabia.
Bapakang
Lewu jakatan, rondong salohan tandang.
Basuta
Lewu Bukit Tihang Jakatan Rawing. Rondong kereng tusang salahan tandang. Kaleka
Liau Nyating gila-gila entenge nakaruan pain bukit panjang halawu pulang tanggung
tingang nusa sangkai tarahan tandipah pulau kurik sumpin tamaun nusa simit junjung
rawing.
Sei Dusun
Lewu Galang tarahan rondang masarang rawing. Kaleka Nyaring gila-gila entenge
basilo ruhung, bqka tetes uhat bakau langit.
Manusup
Lewu Leleh Lentur Satasi rondang kanapan lasang. Kaleka Liau Lunuk hai teweng
katelo dia bajombang bukit tingang papui kepat dia basale dandang.
Dahuyan Lawu
Lewu Ulek kalingo rondong riak haselan, Kaleka Liau Dahiang tabela jarang pampahiu
dia tau metoh rawei pulu.
Sei Kapar
Lewu Ulek Kalinga, rondong riak batu sambang.
Penda Putik
Lewu olek kalingo, rondong sakatan randin tandang. Kaleka Liau gandang lamiang
pamaripih pulu towong hanyang papalapak jalatien. Tumbun tarantang riwutdohong
maliambong sambung.
Tarantang
Lewu Lawang Patahu rondong salampak sawang. Kaleka Batu Lampang amba parei
nyangen tingah.
Lamunti
Lewu Mandarai Sambang. Rondong kamesak lohing. Kaleka Liau Dohong tanggalong
mara-marang tasale, tau mangarak penyang ije kasimpai. Halawu pulau tonggal
nganderang tingang nusa sahin nyahengkok ranying.
Pulau Kaladan
Lewu Dandang dalam rondang talian surat. Kaleka Liau Lunuk sangkalemu belum
manambai paseban raja. Kamban bangingen hamaring maninggang masigit kanaruhan.
Mantangai
Lewu olek lawang jata, rondong paget Hatalla. Kaleka Liau Nyaring gila-gila entenge
makongan garing janjihin tihang.
85
Tapian Lisong
Lewu Olek Kalingo rondong palabuhan banama.
Kalompang
Lewo Payong Nyaho rondong kaninding timpang. Kaleka Lunuk hai belum mambai
masigi due habambai.
Leleh Baner
Lewu Leleh Lentur Santagi, rondong kankelong bengkel kaleka Liau Rajan Tambarirang
Balua Bara Singkep Langit.
Katimpun
Lewu Dandang Dalam, rondang olek kalingo. Kaleka Liau Handiwung belum. Belom
petak kasamboyan kambang pandong hamating hating kereng kasimbu laut.
Sei Ahas
Lewu Lawang Patahu, rondong tarian antang. Kaleka Liau Garantung kurik panyong
lewo danom jalajan. Kambang jajungan rinyit titih rondang lebehu pali.
Katanjung
Lewu Olek kalingo rondong tahuton Liau Lampang. Kaleka Antang Pasihai basilo
rohong baka tetes uhat marau langit.
Tawanan
Lewu Olek kalengo rondong nyapenda garing balemo. Kaleka Liau Tingang ije
kadandang kajang pukung pahewan antang bungai due kapiting tingkap parajangan
dahiang.
Tumbang Kajang
Lewu Dandang Taheta, rondong tarion antang, palus halawu nangkalau batang danum
riak sangkalemo malangkawei guhung ringkin sangkalunyai.
Panti
Lewu Salampak Sawang rondong pandang bulan.
Aruk
Lewu Olek Lawang Jata. Rondong riak batu sambang.
Lawang Kajang
Lewu jakatan runjan rondong riak batu sambang.
Timpah
Lewu Nabasan sambang rondong riak batu sambang.
Longko Layang
Lewu jakatan runjan rondong nyampeda tihang bendera.
Tumbang Hiang
Lewu Dandang dalam rondang talian surat.
Tawai Baru
Lewu Dandang Taheta, rondong jakatan runjan.
86
Penda Ketapi Due
Lewu Uhat Marau Langit, rondang tahutan Liau Lampang.
Masaran
Lewu Ampah Durat rondang tihang bandera.
Kayu Bulan
Lewu Jakatan kalingo rondong jakatan randin tandang.
Penda Payang
Lewu Olek Kalingo, rondong riang batun sambang.
Penda Muntei
Lewu Olek kalingo rondong kalapan lasang.
Tapan
Lewu Sakatan Runjan rondong jakatan randin tandang.
Tapan (gantau)
Lewu Tahutan Pantar rondong jakatan runjan.
Pujun
Lewu Ampah Surat rondong jakatan runjan.
Marapit
Lewu Jakatan Runjan, rondang kajang apoi nyaro.
Mahuus
Lewu Jakatan Runjan rondong sakatan randin tandang.
Rohong
Lewu Jakatan Runjan, rondong olek kalingo.
Bajuh
Lewu Jakatan Runjan, Rondang pasang darah.
Penda Panguran
Lewu nyampeda garing balemo randan jakatan runjan.
Dandang
Lewu Jakatan Runjan, rondong olek kalinga.
Tumbang Kakat
87
Lewu ayun hatanjung rondang pasang darah
Jangkang
Lewu Jakatan Runjang, rondang pasang darah.
Tambahan Keterangan
1. Sei = Sungai.
2. Mandomai = manumon sarita uluh bakas helo bara bawak kotak - mandoi mai -
atawa - mandoi umai.
3. Juking Kumpai : Amon manumon tetek tatum, uluh bakas helo, ie te hila dipah
Kuala Kapuas. Wayah to horan kaleka Tamanggung Tanjung Kompai Dohong,
kajariae mindah akan lewu kehu seha wayah toh bagare Marabahan atawa huran
asale Tumbang Bahan atawa Muara Bahan palus manjadi Marabahan.
4. Pulau Telo : Manumon sarita uluh bakas helo, aton telo ije intu bentuk sungai
kapuas te asale kapal perang Belanda kahem into nyelo 1830-1835, kejariae,
manjadi Pulau Telo wayah toh.
5. Basarang : Kaleka te metoh toh inampa tarussan akan sungai Kahayan (mintin)
jari tembus benteng nyelo 1961 kepanjange 24,5 Km, kalombahe 30 meter tinai
kahandalem 5 meter.
4.) Kematian
Apabila terjadi kematian dalam suatu keluarga Suku Dayak, baik karena sakit,
mendadak atau karena mengalami kecelakaan, maka dengan seketika mereka, baik
keluarga maupun keluarga terdekat akan berdaya upaya menyebarkan berita kematian
itu kepada seluruh masyarakatnya secara luas.
Ada suatu tradisi dalam masyarakat, mengiringi kematian dengan suara garantung
atau gong. Ketika ajal menjelang, jiwa terpisah dari raga, kepergian atau terlepasnya
jiwa menuju alam lain diiringi dengan suara bamba atau titih, yaitu garantung atau gong
dipalu tiga kali, dilanjutknan suara tiga buah gong yang dipalu bersaut-sautan diiringi
karuau atau jerit tangis kaum ibu. Suara yang terdengar mampu menciptakan suasana
mencekam, hati tersayat nyeri bak tertusuk sembilu. Suara gong ditalu kuat atau keras,
namun dengan irama pelan, gong . . .gong . . .gong . . . selama kurang lebih setengah
jam.
Apabila berita duka telah tersebar, yang disebarkan dengan cara berantai dari mulut ke
mulut ataupun karena mendengar suara bamba atau titih gong yang bertalu-talu,
dengan spontan penduduk kampung bereaksi menunjukan perhatian dan
kepeduliannya kepada warganya yang sedang menerima cobaan. Sekalipun sedang
88
bekerja di ladang, di rumah, di perahu, di hutan atau di manapun mereka berada,
apabila suara titih atau berita kematian mereka dengar, segala kegiatan yang sedang
dilakukan ditinggalkan begitu saja, berduyun-duyun mendatangi rumah duka, untuk
memberikan dukungan moral bagi keluarga yang ditinggalkan.
Kedatangan mereka ke rumah duka dengan membawa sumbangan duka berupa hasil
bumi hasil usaha sendiri. Di rumah duka, setelah datang mendekati dan melihat wajah
jenazah untuk terakhir kali, mereka mencoba menemui keluarga yang ditinggalkan
untuk menyatakan dukacitanya, biasanya mereka bekerja bahu membahu, dengan cara
gotong royong melakukan sesuatu untuk meringankan beban keluarga yang
ditinggalkan.
Jenazah diletakkan di tengah-tengah rumah, dan dikelilingi oleh kaum kerabat dan
keluarga. Peti jenazah dibuat saat itu juga, bisa dalam bentuk raung, kakurung, runi,
atau lainnya , yang disesuaikan dengan kemampuan atau persyaratan adat.
Pembuatan peti mati dilaksanakan dengan cara gotong royong, pada saat itu juga. Peti
mati yang umum dipakai ialah raung, yaitu peti mati yang dibuat dari batang pohon
yang dibelah dua dan di bagian tengah dikerok untuk tempat meletakkan jenazah.
Pada sore hari, ibu-ibu akan datang dan berkumpul lagi di rumah duka untuk mandaring
atau tidak tidur semalam, untuk menemani keluarga yang sedang berduka. Aturan tidak
tertulis namun telah disepakati, bahwa apabila seorang telah ikut mandaring pada hari
pertama, maka ia harus juga hadir mandaring di rumah duka tersebut selama tiga
malam terus menerus. Apabila hal ini tidak ditaati, maka didenda karena telah dianggap
melanggar adat.
Pada malam hari, dilaksanakan acara puar atau hapuar yaitu daun kelapa kering yang
masih berlidi atau bambu kering yang dibuat menyerupai batang lidi, dibakar ujungnya,
kemudian ujung yang berapi disentuhkan ke kulit tubuh pelayat yang malam itu
berkumpul di rumah duka, boleh saling balas membalas atau menghindari sentuhan.
Kegiatan ini menjadikan para pelayat yang mandaring di rumah duka menjadi tidak
mengantuk, karena saling usik dan tidak boleh ada kemarahan. Pada saat penguburan,
semua pelayat yang hadir dalam upacara akan turut berduka dan menundukkan
kepala.
a. Penguburan, menyerahkan arwah yang meninggal kepada Raja Entai Nyahu yang
tugasnya sebagai penjaga kuburan.
b. Tantulak Matei, untuk menjauhkan keluarga dari arwah yang meninggal dari segala
bentuk kesialan dan kematian. Pemberitahuan kepada Duhung Mama Tandang
bahwa seorang manusia telah meninggal, agar Duhung Mama Tandang turun ke
bumi untuk memandikan arwah dengan Nyalung Kaharingan Belum dan
mengantarkannya ke Lewu Bukit Nalian Lanting sampai kelak upacara Tiwah
dilaksanakan.
89
c. Upacara Tiwah atau Ijambe atau Wara atau Nyorat . Arwah diantar ke Lewu Liau
atau Surga dipandu oleh Rawing Tempun Telun.
Arah meletakkan jenazah untuk laki-laki dan perempuan berbeda. Jenazah seorang
laki-laki, kepala diletakkan arah selatan, untuk perempuan, kepala diletakkan arah
utara.
Setelah dimandikan oleh petugas yang telah ditentukan, lalu dikenakan pakaian.
Setelah itu dibungkus dengan tujuh lapis kain, pada tangan kiri diletakan telur atau
daun sawang, dan tangan kanan pinang muda atau pinang tua. Pada bagian mata,
ditutupi tujuh lembar potongan kain, dan di atas potongan kain pada lapis teratas,
diletakan batu atau uang putih. Pada lubang telinga dan lubang hidung, diberi penutup,
lalu pada bagian ulu hati diletakan sasari atau mangkuk kecil. Kemudian dengan lawai
atau benang lembut, jenazah diikat dari kepala hingga kaki. Ujung benang pengikat
kaki, pada satu kaki diikatkan sepotong perak atau besi, dan kaki satunya lagi
diikatkan sirih pinang dan rokok. Disamping kepala dan kaki diletakan mangkuk dan
piring kecil.
Setelah semuanya siap, seorang perempuan yang telah ditentukan akan duduk di
samping jenazah dan tangannya memegang daun sawang. Maksudnya menjaga
jangan sampai jenazah dihinggapi lalat. Larangan yang harus ditaati oleh perempuan
yang bertugas duduk disebelah jenazah, adalah pantang makan nasi. Ia hanya boleh
makan sayur mayur selama menunggui jenazah.
Jenis peti mati ditentukan oleh ahli waris dan dibuat bersama-sama, gotong royong
warga kampung. Setelah peti mati selesai dibuat, diletakan di sebelah jenazah
menunggu sampai saatnya jenazah dimasukan ke dalam peti mati. Barang-barang
yang dimilikinya selama hidup, diletakan di kiri kanannya. Barang-barang yang
diletakan di sebelah kiri, yang antara lain pakaian, mandau, tombak, besei atau
pengayuh, diletakan disebelah kiri, karena nantinya akan dibawa ke liang kubur untuk
kemudian dibawa lagi ke Lewu Liau atau surga apabila upacara Tiwah telah
dilaksanakan. Barang-barang yang diletakan di sebelah kanan, tidak dibawa ke liang
kubur karena akan ditinggalkan sebagai warisan bagi keluarga yang ditinggalkan.
Sebelum jenazah dimasukan ke dalam peti jenazah, terlebih dahulu ahli waris
menyediakan :
1). Beras satu mangkuk.
2). Garam satu mangkuk
3). patung dua buah. Yang sebuah terbuat dari batang pisang dan yang sebuah lagi
terbuat dari bambu telang.
Apabila jenazah telah diletakkan di dalam peti mati dan ditaburi beras dan garam yang
telah disediakan, kemudian seorang pisur atau petugas pelaksana upacara adat,
melaksanakan tugasnya memanggil hambaruan atau semangat yang dimiliki oleh
siapapun yang hadir dalam rumah duka. Lalu semua yang hadir meludahi kedua patung
yang telah disediakan agar segala sial dan niat jahat siapapun yang hadir tidak terbawa
oleh si mati, demikian pula segala sial dan malapetaka dari si mati jangan mengganggu
yang masih hidup. Segala sial dan malapetaka, hanya akan dibawa dan ditanggung
oleh kedua patung tersebut. Setelah upacara meludahi patung selesai, barulah barang-
barang yang akan dibawa ke liang kubur, dimasukan ke dalam peti mati, baru kemudian
peti mati dipasak atau dipaku.
90
Ketika jenazah telah dikebumikan, pada hari itu juga, di rumah duka disediakan dua
buah ancak atau palangka atau tempat sesajen yang telah dilengkapi dengan sajen
berupa makanan- makanan tertentu, lalu ancak tersebut digantungkan. Kedua sajen
tersebut ditujukan kepada :
1). Roh baik yang telah mengusahakan segala sesuatunya hingga berjalan lancar
tanpa halangan, maksudnya sebagai ungkapan terima kasih.
2). Ditujukan kepada Roh jahat agar tidak mengacaukan suasana dan jangan
mengganggu ahli waris dan keluarga yang sedang dalam keadaan berduka.
1). Dibakar, abunya dimasukkan ke sebuah guci lalu disimpan di depan rumah.
2). Ada yang dalam tiga hari di kubur nguluhpalus, dan dalam waktu satu sampai
tujuh (tidak terbaca, ns) harus diadakan upacara Tiwah
3). Bilit atau belit Orang yang telah meninggal dimasukkan ke dalam peti mati yang
disebut runi, kemudian digantung di dalam hutan hingga (tidak terbaca, ns).
Setahun kemudian, tulang diambil untuk ditiwahkan lalu tulang-tulang tersebut
disimpan dalam Sandung Naung.
4). Dihanyutkan dalam air dengan upacara.
5). Niwah Palus. Maksudnya (tidak terbaca, ns) hari setelah meninggal diadakan
upacara Tiwah.
foto
Penggalian tulang.
( Foto : dokumentasi Christian Bela Bangsa, S.T. )
foto
Membersihkan tulang.
( Foto : dokumentasi Christian Bela Bangsa, S.T. )
foto
Menikam binatang korban – kerbau.
( Foto : dokumentasi Christian Bela Bangsa, S.T. )
foto
Ritual Adat.
( Foto : dokumentasi Christian Bela Bangsa, S.T. )
foto 1 foto 2
Basir .
( Foto : dokumentasi Christian Bela Bangsa, S.T. )
91
Upacara Tiwah atau Tiwah Lale atau Magah Salumpuk liau Uluh Matei ialah upacara
sakral terbesar untuk mengantarkan jiwa atau roh manusia yang telah meninggal dunia
menuju tempat yang dituju yaitu Lewu Tatau Dia Rumpang Tulang, Rundung Raja Dia
Kamalesu Uhate, Lewu Tatau Habaras Bulau, Habusung Hintan, Hakarangan Lamiang
atau Lewu Liau yang letaknya di langit ke tujuh.
Perantara dalam upacara ini ialah : Rawing Tempun Telun, Raja Dohong Bulau atau
Mantir Mama Luhing Bungai Raja Malawung Bulau, yang bertempat tinggal di langit
ketiga. Dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya Rawing Tempun Telun dibantu
oleh Telun dan Hamparung, dengan melalui bermacam-macam rintangan. Kendaraan
yang digunakan oleh Rawing Tempun Telun mengantarkan liau ke Lewu Liau ialah
Banama Balai Rabia, Bulau Pulau Tanduh Nyahu Sali Rabia, Manuk Ambun.
Perjalanan jauh menuju Lewu Liau meli\ewati empat puluh lapisan embun , melalui
sungai-sungai, gunung-gunung, tasik, laut, telaga, jembatan-jembatan yang mungkin
saja apabila pelaksanaan tidak sempurna, Salumpuk liau yang diantar menuju alam
baka tersesat. Pelaksana di pantai danum kalunen dilakukan oleh Basir dan Balian.
Untuk lebih memahami uraian selanjutnya, beberapa istilah perlu diketahui :
Tiga hukuman dosa yang harus ditanggung oleh Salumpuk liau akibat perbuatan
semasa hidupnya :
1). Merampas, mengambil isteri orang, mencuri dan merampok. Hukuman yang
harus dijalani oleh Salumpuk liau untuk perbuatan ini ialah menanggung
siksaan di Tasik Layang Jalajan. Untuk selamanya mereka akan menjadi
penghuni tempat tersebut. Di tempat itu pula Salumpuk liau harus mengangkat
barang-barang yang telah dicuri atau dirampok ketika hidup di dunia. Barang-
92
barang curian tersebut akan selalu dijunjung sampai pemilik barang yang
barangnya dicuri meninggal dunia.
2). Ketidakadilan dalam memutuskan perkara bagi mereka yang berwewenang
memutuskannya, yaitu para kepala kampung, kepala suku dan kepala adat.
Mereka juga akan dihukum di Tasik Layang Jalajan untuk selamanya dalam
rupa setengah kijang dan setengah manusia.
3). Tindakan tidak adil atau menerima suap atau uang “Sorok“ bagi mereka yang
bertugas mengadili perkara di Pantai Danum Kalunen (dunia). Mereka akan
dimasukkan ke dalam goa-goa kecil yang terkunci untuk selamanya.
Upacara Tiwah adalah upacara sakral terbesar yang beresiko tinggi, maka pelaksanaan
dan persiapan segala sesuatunya harus dilakukan dengan benar-benar cermat, karena
kalau terjadi kekeliruan atau pelaksanaan tidak sempurna, para ahli waris yang
ditinggalkan akan menanggung beban berat, diantaranya :
93
3). Indu kakicas, pambelum itah harian andau .
Banyak persyaratan yang harus dipenuhi, diantaranya harus tersedia hewan korban
seperti kerbau, sapi, babi, ayam, bahkan di masa yang telah lalu persyaratan yang
tersedia masih dilengkapi lagi dengan kepala manusia. Makna persembahan kepala
manusia ialah ungkapan rasa hormat dan bakti para ahli waris kepada salumpuk liau
yang siap diantar ke Lewu Liau. Mereka yakin bahwa kelak di kemudian hari apabila
salumpuk liau telah mencapai tempat yang dituju yaitu Lewu Liau, maka sejumlah
kepala yang dipersembahkan, sejumlah itu pula pelayan yang dimilikinya kelak.
Mereka yang terpilih dan kepala mereka yang telah dipersembahkan dalam upacara
sakral tersebut, secara otomatis Salumpuk liau-nya akan masuk Lewu Liau tanpa
harus di-tiwah-kan walau keberadaan mereka di Lewu Liau hanya sebagai pelayan.
Namun di masa kini hal tersebut telah tidak berlaku lagi. Kepala manusia digantikan
oleh kepala kerbau atau kepala sapi.
1. Balian
Balian adalah seorang perempuan yang bertugas sebagai mediator dan komunikator
antara manusia dengan makhluk lain yang keberadaannya tidak terlihat oleh kasat
mata jasmani manusia. Balian menyampaikan permohonan-permohonan manusia
kepada Ranying Hatalla dengan perantaraan roh baik yang telah menerima tugas
khusus dari Ranying Hatalla untuk mengayomi manusia.
Tidak setiap orang sekalipun berusaha keras, mampu melakukan tugas dan kewajiban
sebagai Balian. Biasanya hanya orang-orang terpilih saja. Adapun tanda-tanda yang
mungkin dapat dijadikan pedoman kemungkinannya seorang anak kelak dikemudian
hari bila telah dewasa menjadi seorang Balian, antara lain apabila seorang anak
perempuan lahir bungkus yaitu pada saat dilahirkan plasenta anak tidak pecah karena
proses kelahiran, namun lahir utuh terbungkus plasentanya, juga sikap dan tingkah laku
anak sejak kecil berbeda dengan anak-anak pada umumnya, ia pun banyak
mengalami peristiwa-peristiwa tidak masuk akal bagi lingkungannya.
2. Basir.
Basir seperti halnya Balian adalah mediator dan komunikator manusia dengan makhluk
lain yang keberadaannya tidak terlihat oleh mata jasmani. Di masa silam, Basir selalu
seorang laki-laki yang bersifat dan bertingkah laku seperti perempuan, namun untuk
masa sekarang hal tersebut sudah tidak berlaku lagi. Dalam dunia spiritual Basir
memiliki kemampuan lebih, dalam hal pengobatan, khususnya penyembuhan penyakit
yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat mistik.
4. Mahanteran
Mahanteran atau Manjangen adalah mediator dan komunikator manusia dengan
Rawing Tempun Telun. Biasanya seorang Mahanteran atau Manjangen, selalu duduk di
atas gong, sambil memegang duhung dan batanggui sampule dare .
94
Proses Pelaksanaan Upacara Tiwah
Diawali dengan musyawarah para Bakas Lewu , yang hasilnya diumumkan bahwa
dalam waktu dekat akan diadakan Upacara Tiwah , sehingga siapapun yang berniat
meniwahkan keluarganya mengetahui dan dapat turut serta. Setelah diumumkan,
siapapun yang ingin bergabung terlebih dahulu harus menyatakan niatnya dengan
menyebutkan jumlah salumpuk liau yang akan diikutsertakan dalam upacara Tiwah.
Setelah pendataan jumlah salumpuk liau yang akan bergabung untuk diantarkan ke
Lewu Liau, barulah ditentukan dengan pemilihan siapa dari para Bakas Lewu yang
pantas menjadi “Bakas Tiwah” .
Setelah pemilihan Bakas Tiwah, barulah pembicaraan lebih detail dilaksanakan. Detail
pembicaraan antara lain menyangkut jumlah kesanggupan yang akan diberikan oleh
pihak-pihak keluarga yang telah menyatakan diri akan bergabung. Kesanggupan itu
menyangkut masalah konsumsi, hewan-hewan yang akan dipersembahkan sebagai
korban juga bersama memutuskan siapa pelaksana Upacara Tiwah itu nantinya,
apakah Mahanteran atau Balian.
Hari pertama :
Upacara diawali dengan mendirikan sebuah bangunan berbentuk rumah yang
dinamakan Balai Pangun Jandau yang artinya mendirikan balai hanya dalam satu hari.
Persyaratan yang harus dipenuhi ialah seekor babi yang harus dibunuh sendiri oleh
Bakas Tiwah. Setelah Balai Pangun Jandau selesai dibangun, Bakas Tiwah melakukan
Pasar Sababulu yaitu memberikan tanda buat barang-barang yang akan digunakan
untuk upacara Tiwah nantinya dan menyediakan Dawen Silar yang nantinya akan
digunakan untuk Palas Bukit.
Hari kedua :
Hari kedua mendirikan Sangkaraya Sandung Rahung yang diletakkan di depan rumah
Bakas Tiwah, gunanya untuk menyimpan tulang belulang masing-masing salumpuk
liau. Setelah itu seekor babi dibunuh diambil darahnya untuk memalas Sangkaraya
Sandung Rahung. Di sekitar Sangkaraya Sandung Rahung dipasang bambu kuning
dan lamiang atau Tamiang Palingkau, juga kain-kain warna kuning dan bendera
Panjang Ngambang Kabanteran Bulan Rarusir Ambu Ngekah Lampung Matanandau .
95
Mereka yang hadir dalam acara tersebut berbusana Penyang Gawing Haramaung, Baju
Kalambi Barun Rakawan Salingkat Sangkurat, Benang Ranggam Malahui, Ewah
Bumbun dengan memakai ikat kepala atau Lawung Sansulai Dare Nucung Dandang
Tingang, serta di pinggang diikat dohong Sanaman Mantikei. Pada leher dikalungkan
Lamiang Saling Santagi Raja. Ketika bendera dinaikkan di atas sangkaraya, mereka
yang hadir baik laki-laki atau perempuan, tua, muda, berdiri mengelilingi sangkaraya,
dilanjutkan Menganjan untuk menyambut dan menghormati para Sangiang yang telah
hadir bersama mereka untuk mengantarkan Salumpuk liau menuju Lewu Liau.
foto
Manganjan
(Foto : dokumentasi keluarga Tjilik Riwut
Hari ketiga:
Pada hari ketiga, babi, sapi atau kerbau diikat di tiang Sangkaraya. Kemudian tarian
Manganjan diawali oleh tiga orang yang berputar mengelilingi Sangkaraya. Semua
bunyi-bunyian saat itu ditabuh, pekik sorak kegembiraan terdengar disana-sini, suasana
meriah riang gembira. Pada hari itu beras merah dan beras kuning ditaburkan ke arah
atas. Setelah Menganjan selesai, mulailah acara membunuh binatang korban. Darah
binatang yang dibunuh dikumpulkan pada sebuah sangku dan akan digunakan untuk
membasuh segala kotoran. Diyakini bahwa darah binatang yang dikorbankan tersebut
adalah darah Rawing Tempun Telun yang telah disucikan oleh Hatalla.
Kemudian darah tersebut digunakan untuk menyaki dan memalas semua orang yang
berada dalam kampung tersebut, juga memalas batu-batuan, pangantuhu, minyak
sangkalemu, minyak tatamba, ramu, rakas, mandau, penyang, karuhei, tatau serta
semua peralatan yang digunakan dalam upacara Tiwah itu. Di samping untuk memalas,
darah binatang korban tadi juga dicampur beras, kemudian dilemparkan ke atas, serta
segala penjuru, juga ke arah mereka yang hadir dalam upacara. Dengan melempar
beras yang telah dicampur darah Rawing Tempun Telun tersebut diharapkan semua
jadi baik, jauh dari segala penyakit dan gangguan, panjang umur dan banyak rezeki.
Hari ke empat
Pada hari empat ini diyakini bahwa Salumpuk liau pun turut hadir serta aktif berperan
serta dalam perayaan Tiwah tersebut namun kehadirannya tidak terlihat oleh mata
jasmani. Salumpuk liau jadi semakin bahagia dan gembira ketika para keluarga, baik
ayah, ibu, anak, paman, bibi, kakek neneknya hadir berkumpul di situ, dan menemui
mereka yang hadir dalam perayaan tersebut, mereka menggosokkan air kunyit ke
telapak tangan dan kaki mereka yang hadir, menuangkan minyak kelapa di kepala
para tamu, sambil menuangkan baram dan anding serta menawarkan ketan, nasi, kaki
ayam, serta lemak babi yang diakhiri dengan menyuguhkan rokok dan sipa .
Setelah itu di dekat Sangkaraya didirikan tiang panjang bernama Tihang Mandera yang
maknanya pemberitahuan kepada siapapun yang datang ke kampung tersebut bahwa
dalam kampung tersebut sedang berlangsung pesta Tiwah, berarti kampung tersebut
tertutup bagi lalu lintas umum. Mereka yang belum memenuhi persyaratan yang harus
dilakukan dalam pesta Tiwah, antara lain belum disaki atau dipalas dilarang
menginjakkan kaki di kampung itu. Tidak mentaati aturan, resiko tanggung sendiri.
96
kemungkinan ditangkap, pada hari itu pula dibunuh lalu ditaruh di Sangkaraya, dipotong
kepalanya sebagai pelengkap upacara Tiwah.
Kemudian seorang penawur duduk di atas gong, sambil manangking Dohong Nucung
Dandang Tingang. Pertama-tama penawur berkomunikasi dengan semua orang yang
telah meninggal dunia untuk memberitahukan bahwa mereka yang nama-namanya
disebut akan diantarkan ke Lewu Liau. Kemudian berkomunikasi dengan para
Sangiang, Jata, untuk memohon perlindungan bagi semua sanak keluarga salumpuk
liau yang ditiwahkan serta para hadirin yang hadir dalam upacara tersebut agar
dijauhkan dari sakit penyakit serta jauh dari kesusahan selama terlaksananya upacara
Tiwah tersebut.
Komunikasi selanjutnya ditujukan kepada setan-setan, kambe dan jin-jin agar tidak
mengganggu jalannya upacara, jangan sampai terjadi kematian mendadak, orang
terluka, sakit, jangan terjadi tulah malai dan jangan sampai terjadi perkelahian. Setelah
itu Antang penghuni Tumbang Lawang Langit dipanggil untuk mengamati, serta
menjaga kemungkinan datangnya musuh yang berniat mengganggu proses
pelaksanaan upacara sakral tersebut. Setelah itu burung elang datang dan terbang
melayang-layang di diatas tempat upacara Tiwah berlangsung untuk mengawasi
suasana serta menjaga keamanan kampung itu.
Kemudian pada bangunan Balai Pangun Jandau diletakkan sebuah gong yang berisi
beras kuning, rokok, sirih, maksudnya sebagai parapah bagi tamu-tamu dan para ahli
waris Salumpuk liau yang sedang di-tiwah-kan juga diikat Sulau Garanuhing.
Selanjutnya penawur berkomunikasi kepada Gunjuh Apang Pangcono yaitu “Raja Pali“
Sang Penguasa segala bentuk larangan yang harus ditaati penduduk bumi.
Pemberitahuan dan permohonan izin pelaksanaan Tiwah yang dilaksanakan selama
tujuh atau empat puluh hari dimaksud untuk menghindari kesalahpahaman Raja Pali
akan peristiwa sakral tersebut.
Proses selanjutnya didirikan Hampatung Halu, yang diikat sebutir manik hitam dengan
tengang beliat yang ditanam pada tanah perbatasan kampung dimana upacara Tiwah
sedang dilangsungkan dengan perkampungan lain yang tidak sedang mengadakan
upacara Tiwah. Sejak hari itu hukum pali mulai dilaksanakan oleh para ahli waris
Salumpuk liau. Batas waktu pelaksanaan hukum pali telah ditentukan yang artinya
bukan selamanya.
Adapun larangan-larangan itu adalah sebagai berikut :
1. Pali makan rusa – dilarang makan rusa.
2. Pali makan kijang.
3. Pali makan kancil/pelanduk
4. Pali makan kelep dan kura-kura.
5. Pali makan kera.
6. Pali makan Beruk
7. Pali makan Buhis
8. Pali makan Kalawet
9. Pali makan Burung Tingang /Burung Enggang.
10. Pali makan Burung Tanjaku.
11. Pali makan Ahom .
12. Pali makan Mahar .
13. Pali makan Ular.
14. Pali makan Tahatung.
97
15. Pali makan Angkes.
16. Pali makan buah rimbang.
17. Pali makan daun keladi.
18. Pali makan ujau.
19. Pali makan dawen bajai- daun bajai.
Selain larangan menyantap beberapa jenis binatang dan tumbuh-tumbuhan, juga ada
pali berkelahi. Bila terjadi perkelahian maka mereka yang berkelahi wajib membayar
denda kepada Bakas Tiwah Jipen ije dan kewajiban potong babi, darah babi
digunakan untuk menyaki mereka yang berkelahi.
Hari keempat :
Kanjan diawali oleh empat orang.
Hari kelima :
Hari ini Pantar Tabalien didirikan. Pantar Tabalien yaitu jalan yang akan dilalui
salumpuk liau menuju Lewu Liau, berbentuk tiang yang terbuat dari kayu ulin atau kayu
besi yang menjulang tinggi ke atas, dengan tinggi mencapai 50 sampai 60 meter dari
tanah.
Pada hari ini pula hewan-hewan yang dikorbankan yaitu kerbau atau sapi diikat di
sapundu dan mereka yang hadir mengelilingi sapundu tersebut, menganjan tanpa henti
baik siang maupun malam. Saat itu pula Sandung dan Pambak tempat menyimpan
salumpuk bereng mulai dibuat, yang setelah siap terlebih dulu dipalas dengan darah
kerbau, sapi atau babi. Kemudian selama tujuh hari Sandung tersebut dipali yaitu
selama tujuh hari mereka yang lalu lalang di kampung tersebut terkena pali dan wajib
menyerahkan sesuatu miliknya berupa benda apa saja untuk menetralisir pali yang
menimpanya. Kemudian Talin Pali diputuskan.
Sebuah Tajau atau belanga dengan ukuran besar dan mahal harganya diletakkan
disamping patung besar yang terbuat dari kayu, namanya Sandaran Sangkalan
Tabalien, Ingarungkung dengan Lalang Pehuk Barahan. Keyakinan suku Dayak
belanga berasal dari langit ketujuh oleh karena itu siapapun yang ingin diantar ke Lewu
Liau yang terletak di langit ketujuh wajib memenuhi persyaratan sebuah belanga, dan
tentu saja juga menyediakan binatang-binatang korban karena sejak hari ke lima dan
seterusnya akan banyak masyarakat berdatangan, berkumpul, bergabung menganjan
mengelilingi hewan-hewan yang akan dikorbankan, baik siang maupun malam untuk
menghormati Salumpuk liau yang segera akan dihantar ke tujuan. Keperluan masak
memasak lebih dilengkapi lagi, bambu dan daun itik mulai dikumpulkan karena
makanan akan dimasak di dalam bambu, kemudian dibungkus dengan daun itik.
Puncak Upacara
Terlebih dahulu oleh Bakas Tiwah, Basir dikenakan pakaian khusus yang memang
telah dipersiapkan untuk upacara. Penawur dan masyarakat yang hadir untuk
menyaksikan upacara telah berkumpul di Balai. Basir dan Balian didudukkan diatas
Katil Garing dan siap memegang sambang/ ketambung . Posisi duduk Basir di tengah
dan diapit oleh dua orang, serta empat orang duduk di belakangnya. Penawur
mengawali Tatulak Balian yang artinya buang sial, maksudnya membuang segala
bencana yang mungkin terjadi selama prosesi sakral berlangsung.
98
Salah satu persyaratan yang diminta oleh Hatalla dengan perantaraan Rawing Tempun
Telun kepada mereka yang melaksanakan upacara Tiwah ialah sifat ksatria, memiliki
keberanian luar biasa, gagah perkasa pantang menyerah. Sikap ini diekspresikan
dengan datangnya sebuah Lanting Rakit dari sebelah hulu. Kedatangan rombongan
tamu saat upacara Tiwah dengan membawa binatang-binatang korban seperti kerbau,
sapi, babi, ayam, tidak begitu saja diterima. Mereka yang datang, terlebih dahulu di uji
keberaniannya.
Begitu rombongan tamu turun dari lanting rakit yang ditumpangi, mereka disambut
dengan laluhan, taharang dan manetek pantan. Batang kayu bulat yang panjangnya
dua meter, diikat melintang pada tiang setinggi pinggang dan diletakkan di depan
rumah Bakas Tiwah. Kepada tamu yang datang, Bakas Tiwah bertanya asal usul
rombongan yang baru saja datang, tujuan kedatangan juga nama dan jenis binatang
yang dibawa.
Kemudian rombongan tamu akan menjawab pertanyaan tersebut bahkan tidak lupa
menceritakan tindak kepahlawanan yang pernah mereka lakukan. Untuk membuktikan
kebenaran perkataan mereka, Bakas Tiwah meminta kepada para tamunya untuk
memotong kayu penghalang yang ada di depan mata mereka. Bila mampu memotong
hingga patah berarti benar mereka adalah para ksatria yang memiliki keberanian luar
biasa, gagah perkasa pantang menyerah, baru kemudian mereka dipersilahkan
bergabung.
Hari ketujuh yang disebut hari manggetu rutas pakasindus yaitu hari melepaskan
segala kesialan kawe rutas matei, pada hari ketujuh inilah salumpuk liau mengawali
perjalanan menuju Lewu Liau diawali dengan penikaman dengan menggunakan
tombak atau lunju pada binatang korban yang telah dipersiapkan, dan diikat di sapundu
tempat dimana masyarakat yang hadir telah menganjan siang malam tanpa henti.
Tidak setiap orang diperkenankan menikam binatang korban, semua ada aturannya.
Cara pertama :
1). Bakas Tiwah menikam lambung kanan, dinamakan kempas bunuhan. Ia berhak
mendapatkan paha kanan dari binatang yang ditombaknya.
2). Seorang perempuan ahli waris salumpuk liau, bekas tikamannya disebut pekas
bunuhan. Ia berhak mendapatkan paha kiri dari binatang yang telah ditombaknya
3). Salah seorang wakil masyarakat yang hadir dalam upacara. Bekas tikamannya
disebut timbalan bunuhan. Ia berhak mendapatkan dada dan jantung binatang
korban yang telah ditombaknya.
Cara kedua :
1). Tikaman pertama dilaksanakan oleh Bakas Tiwah, kemudian ia berhak menerima
paha kanan binatang yang telah ditombaknya.
2). Tikaman kedua oleh kepala rombongan yang datang dengan lanting rakit dan
telah berhasil memotong pantan, ia berhak mendapat paha kiri binatang yang
ditombaknya.
3). Tikaman ketiga oleh Bakas Lewu, kemudian ia berhak mendapatkan dada dan
jantung binatang yang ditombaknya.
Disusul dengan Kanjan Hatue yaitu tarian kanjan yang hanya dilakukan oleh laki-laki.
Selesai kanjan hatue dilanjutkan acara masak memasak mempersiapkan makanan
99
untuk Sangiang, Nyaring, Pampahilep, Sangkanak, kambe, burung bahotok, burung
papau, burung Antang.
Ada ketentuan cara memberi makan kepada mereka yang tidak terlihat mata jasmani
yaitu dilempar ke arah bawah ditujukan kepada salumpuk liau yang sedang diantar ke
Lewu Liau, lemparan ke arah kanan ditujukan kepada Raja Untung dan para Sangiang.
Lemparan ke arah belakang ditujukan kepada Raja Sial. Kemudian diulangi lagi, ke
arah belakang ditujukan kepada Sangumang dan Sangkanak, ke arah atas ditujukan
kepada Bulan, Bintang, Matahari, Patendu, Kilat dan Nyahu. Selesai acara pemberian
makan kembali masyarakat yang hadir berkumpul.
Setelah hari ketujuh, Basir dan Balian diberi kesempatan beristirahat namun hanya
sehari saja karena setelah itu acara akan dilanjutkan lagi selama tiga hari berturut-turut.
Maksud acara lanjutan yang juga dilengkapi dengan potong babi, minum tuak/baram
adalah ungkapan rasa syukur dan terima kasih oleh ahli waris salumpuk liau kepada
para tamu yang telah hadir bersama mereka. Terima Kasih dan selamat jalan, itulah
ungkapan yang ingin mereka sampaikan. Kepada Rawing Tempun Telun tidak lupa
mereka selalu mohon perlindungan. Pada hari yang sama diadakan juga acara Balian
Balaku Untung yaitu dengan perantaraan Rawing Tempun Telun mohon rezeki kepada
Hatalla.
Sebagai ungkapan terima kasih kepada Basir, Balian, Mahanteran dan Penawur yang
telah terlibat aktif sebagi perantara dalam semua prosesi upacara demi mengantarkan
salumpuk liau ke lewu liau, tanda mata diberikan kepada mereka, bahkan ketika
mereka yang melaksanakan upacara akan pulang ke kampung dan rumah mereka
masing-masing, masyarakat yang telah turut hadir dalam upacara Tiwah berbondong-
bondong mengantarkan mereka sampai ketempat yang dituju.
Merupakan salah satu upacara adat yang bertujuan meminta umur panjang, banyak
rezeki serta mendapat berkat dari Ranying Hatalla. Permohonan kepada Hatalla
tersebut mereka lakukan dengan perantaraan Rawing Tempun Telun yang dalam
upacara Balian Balaku Untung disebut Mantir Mama Luhing Bungai.
Dalam upacara ini persyaratan yang lazim disediakan ialah bawui buku baputi atau babi
kerdil yang berwarna putih. Namun boleh juga kerbau atau sapi. Setelah segala macam
persyaratan dan sesajen disiapkan, upacara segera dimulai. Diawali dengan seorang
penawur, yang dengan sarana beras, menabur-naburkan beras ke segala arah.
Dengan perantaraan seorang penawur, mereka memohon kepada roh beras yang
ditawurkannya untuk menyampaikan kepada Mantir Mama Luhing Bungai agar
bersedia turun ke bumi untuk menyampaikan persembahan mereka kepada Penguasa
Alam.
100
Tidak lupa dengan perantaraan penawur pula mereka memohon izin kepada salumpuk
liau atau jiwa-jiwa orang yang telah meninggal dunia bahwa di bumi sedang diadakan
upacara Balian Balaku Untung. Juga disebutkan alasan upacara tersebut mereka
adakan. Adapun alasannya karena sebagai manusia yang masih harus melanjutkan
hidupnya di Pantai Danum Kalunen, mereka masih membutuhkan rezeki dan umur
panjang.
Setelah roh beras yang ditawurkan naik menuju ke tempat Mantir Mama Luhing Bungai
di Batang Danum Jalayan di langit ketiga yaitu di negeri Batu Nindan Tarung, pesan
dan tujuan dilaksanakannya upacara adat tersebut disampaikan. Setelah dipahami
maksud dan tujuannya, kemudian beberapa Sangiang mengambil alih tugas tersebut.
Sangiang-sangiang itulah yang nantinya menjadi perantara manusia menuju Tahta
Ranying Hatalla.
Para Sangiang yang sering kali terlibat dalam melaksanakan tugas tersebut, antara
lain:
1. Mantir Mama Luhing Bungai.
2. Raja Tabela Basandar Ranjan Kanarohan Rinyit Kangantil Garantung.
3. Tarung Lingu, Kanyumping Linga, Asun Tandang Panangkuluk Enteng.
4. Bulan Pangajin Sambang Batu Bangkalan Banama.
5. Balu Indu Iring Penyang.
6. Haramaung Lewu Danum Jalayan.
7. Pambujang Linga.
8. Pambujang Hewang.
Setelah melewati empat puluh lapisan embun, barulah mereka mencapai langit
pertama, lalu langit kedua dan seterusnya. Setiap langit ada penjaga pintu gerbang,
dan setiap penjaga gerbang berhak pula menerima sesajen yang khusus telah
disiapkan bagi mereka. Apabila sesajen diterima dengan baik, lalu mereka menukar
sesajen tersebut dengan Bulau Untung Panjang . Lalu mengutus salah seorang dari
penjaga pintu gerbang setiap lapisan langit bergabung dalam rombongan untuk turut
serta mengantarkan Bulau Untung Panjang menuju Tahta Ranying Hatalla.
Dengan demikian setiap melewati lapisan langit, jumlah rombongan menjadi semakin
besar karena dari setiap langit yang dilalui, seorang sangiang akan turut serta. Dengan
demikian setelah mencapai langit keenam, jumlah rombongan sangiang yang dipimpin
oleh Rawing Tempun Telon atau Mantir Mama Luhing Bungai telah bertambah enam
orang. Menjelang pintu ke tujuh, Raja Anging Langit telah menunggu di depan pintu
gerbang langit ke tujuh untuk mengucapkan salam. Bersama Raja Anging Langit, turut
serta Indu Sangumang yang nantinya akan bertugas mengetuk Pintu Tahta Kerajaan
Ranying Hatalla.
Setelah memasuki pintu langit ketujuh, lalu ke Tasik Malambung Bulau, Tumbang
Batang Danum Kamandih Sambang, Gohong Rintuh Kamanjang Lohing tempat tinggal
Tamanang Handut Nyahu dan Kereng Tatambat Kilat Baru Tumbang Danum
101
Nyarangkukui Nyahu Gohong Nyarabendu Kilat, tempat Raja Sapaitung Andau. Baru
kemudian menuju Bukit Bulau Nalambang Kintan Tumbang Danum Banyahu.
Setelah itu menuju Bukit Tunjung Nyahu Harende Kereng Sariangkat Kilat. Disinilah
Banama Tingang , kendaraan berbentuk perahu yang mereka tumpangi berhenti.
Hanya tiga dari rombongan Sangiang tersebut yang melanjutkan perjalanannya menuju
Tahta Ranying Hatalla.
Mereka adalah :
1. Mantir Mama Luhing.
2. Raja Tunggal sangumang.
3. Indu Sangumang.
Anggota rombongan lainnya hanya sampai di tempat tersebut dan harus bersabar
menantikan ketiga temannya melanjutkan perjalanan menuju Tahta Ranying Hatalla.
Sambil membawa Bulau Gantung Panjang atau Batun Bulau Untung yang telah
diserahkan oleh para penjaga lapisan langit, ketiganya menuju ke tempat Raja
Sagagaling Langit di Bukit Bagantung Langit, untuk membersihkan Bulau Batu Untung
yang mereka bawa tersebut.
Dari tempat itu mereka pergi lagi menuju Bukit Garinda Hintan tempat Angui Bungai
Tempulengai Tingang, lauk Angin Manjala Buking Tapang untuk mangarinda Bulau
Batu Untung. Setelah itu dengan menumpang Lasang Nyahu, yaitu sejenis perahu yang
melaju cepat, mereka menuju Bukit Hintan Bagantung Langit tempat kediaman Raja
Mintir Langit. Di sana mereka membuka gedung tujuh tempat Putir Sinta Kameluh( . . .
tidak terbaca, ns).
Lalu Indu Sangumang mengetuk pintu, kemudian masuk dan menghadap Singgasana
Ranying Hatalla. Indu Sangumang memohon berkat bagi Bulau Batu Untung (. . . tidak
terbaca, ns.) setelah berkat diberikan mereka kembali menuju arah Bukit Tunjung
Nyahu, dan di tempat tersebut telah menunggu 40 Mantir Untung yang langsung
meletakkan Bulau Batu Untung pada kendarah cinta kasih yang tak dapat
direnggangkan oleh kekuatan apapun jua. Dengan demikian proses tugas para
Sangiang telah selesai dan mereka kembali ke dunia dengan melalui tujuh lapisan
langit, empat puluh lapisan embun, langsung menuju rumah di mana upacara sedang
berlangsung.
Setelah menjelaskan segala sesuatunya kepada perantara dalam hal ini balian, maka
para Sangiang pamit untuk kembali ke tempat mereka masing-masing, namun terlebih
dahulu mereka menyantap sesajen yang telah disediakan khusus bagi mereka pada
sebuah kamar.
Untuk pengecekan apakah permohonan tersebut dikabulkan atau ditolak dengan cara
sebagai berikut:
Sebelum upacara dimulai, disediakan rotan yang panjangnya tujuh depa dan beras
tujuh sukat. Panjang rotan benar-benar telah diukur oleh tukang tawur atau balian,
panjangnya tujuh depa dengan disaksikan oleh banyak orang. Begitu pula beras
sebanyak tujuh sukat. Setelah upacara selesai, diadakan pengecekan ulang. Apabila
ukuran rotan menjadi lebih panjang yaitu lebih dari tujuh depa seperti hasil pengukuran
semula, begitu juga jumlah beras lebih dari tujuh sukat, berarti permohonan mereka
diterima dengan baik. Permohonan telah dikabulkan. Akan tetapi apabila setelah diukur
kembali panjang rotan kurang dari tujuh depa, begitu pula jumlah beras kurang dari
tujuh sukat, berarti permohonan mereka ditolak.
102
Manawur Tamparan Munduk Balian Hapan Tiwah
(Bahasa Dayak Ngaju)
Bara solak tamparan munduk balian, palus mimbing behaas ietuh : Ehem behas,
harenjet ganan, hai ganan, belum nantuguh labatang entang bulau, datuh labate
habaring jari hampit riwut manyan Raja. Nyimak saturi malayu, Hapan juyang bangkang
halelan tingang, runting tajahan burung nampasut, kilau nampasut tingang ije
kadadang, nampuras tingkah nampuras bungai ije kapating, malugaku bitim kilau
banama nyandang liara nampilaku balitam, netek ajung hatalumbang jadri hampalua
uluh pantai danum kalunen bara balanai bintan penyang, nampahanjung luwuk
kampungan bunu, bara busi renteng bapampang pulu, ie babalai sansiri koenjat
antang, basali mangkuk sarangiring laut.
Kuntep kamaras, ban penu kaningagang sara dia jaka teburan garing tabela belum, dia
jaka penankekei, bara usuk lisum pananjuri bara wain tapan, Terai nduan tambekan
etuh ijamku enteng nasihku hanyim, nyahungku indum luang reawei, panati danum
kalunen, akan jamban payaruhan tisue luwuk kampungan bunu, nyahuangku bitim,
antang manamuei manajah riak renteng tingang, raja tabela basandar ranjang.
103
Ie jari bitim behas, jadi barakandung peteh, pantai danum kalunen, entan bulau, batiang
janjin, luwuk kampungan bunu, jadi peteh manyiret. Kilau lanting darai janji manalan.
Mampahulang naharantung nyalung, te kareh tandakm panjang, halawu bumbung
dawen purun, karungutm ambu harenda pandung, bulau tambun , jadi sukup tuntur,
kilau bulan bele manyinai nenteng sukup palakue tingkah pahawang nangkunyahe
tatau. Kilat baputi dia kanatah hintan, hijir bahenda dia nanggalung bulan, tawurku
belum baun pingan rungan etan bulau bahanjung mangkuk saramurung laut, bahing
jarambang, nipas marung garing gantungan, pusuk rawung bambau ukei, hayak enum
bandadang, te palus manjakah behas tuh auch :
Ije, due, telu, epat, lime, jahawen, uju ije kalabien ketun sintung uju due kalambungan
ketun lambung hanya, te palus manekap katambung, nampara nampulilang liau.
Toh ie auch :
Liiiiii liala – liaang liau matei randang are mananjung ambun. Saran kuwu bajumbang
nihau nambahui rahu nawan bulan, palus teneng tendur gandang nyaring menteng
randah are babalai bungking lunuk, rintuh rinau, tuwung siakung tatau, basali tanduh
babulung bulau, mikeh are bunu baletuk ngandang andau panurean dare, talawang,
batesei manturana pakaluyang bulau, are timpung jari tampahar harus laut, unduk
ampah tanjung ambun buang, bulau balemu mantap kasalananggalung petak sintel
manajung halentur liau, mahapan pahulanger bulan, tiling petak jajulana kahem
pahulanger bulan nyaluluk. Te palus teneng gandang tambun jete, hapamuntung luang
kalang labehu handalem rintuh rinau tuwung ihing . . . Hatalla baparung rangkang
huang danum, sama manetep tuwung tambun rayung tatau, manipas ulek lawin lanting
raja. Mangat sama ela balisang panjang ije gawang tingang rata ela balakas ambu,
dinun due kasambutin antang awang matei hila ngaju, nasat kabangkang nayu-nayu,
hasapau dawen birun bukit, hatingkap pusuk rahing tarung, awang matei junjun helu,
nihau tutuk panambalun tambun, jadi nyahuangku buli batang danum katimbungan
nyahu, gohong santik malelak bulau, tanjung rahu ngalingkang bulan halaliangku buli
sandung garing, kamalesan karatu lumpung matanandau, bahalap nyapau pisih
rarindap langit kamalipir burung piak liau, hakalusang patung.
Nyamping bulan lembut nyarahan andau pandang, pandang kaninding saramin sina
rarajak saruk suling ringun tingang, kalalambang tambun, mateiu lunjang lenjut.
Kanalantai lamiang kanungket bajihi tambun, bajihi bulau tarahan tawe-tawe manyamei
halampat nyahu nangkuang burung piak liau hatarusan pantung baya tau mansanam
104
kaban lumpat lawang langit ie gagahan Telun mama Tambun bunu kandayu lanting
jahawen, kanyaki liau Randin tandang, meto rama batanduk garing, bahalap bajela
rohong bakadandang uru jejerupan perun tambun.
Awang matei ,nambit mambahete halaiyangku buli bukit pasahang braung, kamalesang
kereng rohanjang tulang, buli pampang raung, kamelasang kereng buli hatelangkup
rabia, kanarah hanjaliwan matei lunjang lenjut, kanahintip talampe, tapalumpang limpet.
Bahalap nyaluang, uei ringka, pakur layang antang, nambaji garing handue uju
hansasulang, kabantikan asai menteng ije tawae, jalan liau matei nabasan dohong,
nakaje andau bunu nalanjat pandange , sama netep garing kapandukae munduk jiret
sihung kabahena, kabahena bajanda, ela naharantung bahing pantung sambang, ela
nyampilek bambi hengan lohing belum tumbang kapanjungan panjung, haring saluhan
antang nahuei, bakulas aku muta tingang, parakanan renteng bantus manela bungai
hajanjala tundu-tundu balaku badandang lantaran tanjung Ambun, jalangku manjurung
tawur namuei langit balalu batehan laberuh luwuk enon, sandung danun dua
kapamarau langit, tanduhangku mangkat entan bulan mangaja lambang bulau bara
gantung totok timung tandak, liau matei sambile mangantau sambung santin karunya
bapilu nihau ulang bajambilei, hindai aku mungkang tandakm, tawur ije halawu
bumbung daren purun hindai menjung karungut etan bulau harende pandung, balau
tambun –te palus malik tinai tekap sambang, te toh iye auch :
Manturan behas te iyoh-iyoh bitim tawur ela tarewen matei halawu bumbung daren
purun, ela sabanen ajung hatilalian hariran etan bulan, harende pandunge balau
tambun, basa tawangku panamparan belum, bara hemben horan.
Patiana pamalempang bara zaman totok panambalon tambun puna bitim behaas pantis
kambang kabanteran bulau balitam etam bulau tahutun lelak lumpung matanandau,
pantis kambang garing manyangen, ie hajamban teras kayu engang tingang hatatean
lohing kayu anduh nyahu ie halalawu bukit kagantung gandang harenda kereng
nunyang, malangka langit. Palus nangkalume putir Selung Tamanang ewen ndue Raja
Nangking langit, mijen timpung uju hatantilap pahangan hanya hatalamping, ie palus
hajanjuri hanjak, nyahu mangaruntung langit, panatekei humba kilat malambai ambun
kapamalem malentur balitam, totok tambalun tambun hayak enon haganggupa ie palus
kaput biti alem, pain bukit tunjung nyahu lilap, hanggupa tanda puruk kereng
sariangkat kilat halawu. Petak sintel hambalambang tambun, harenda riang dedet
habangkalan garantung. Belum tandah hakaluwah nyakelang uru jajarupen purun
105
tambun, haring lamabat hambalaun nyampali, kanarah lintung talawang, ie duam kauju
andau, belum nahabulun urung, naring tingkah singan behau belum runja-runjat ampin
bilis manyang mananjak, pangarawang baun tiwing panjang hari tapu-tapu tingkah
sahempun pasang bara tumbang danum, ie palus mandawen handadue manumbung
dinun hatantelu, palus karimahan soho manggandang bara jalayan bulu, danum
nyamuk pasang bara tumbang danum. Kueh maku leteng kambang nyahun tarung,
puna bitim hai kuasam belum, tampan jata bara huang danum, enon suka nilap batu
kilat tinting balitam datuh jema hamaring, puna selung Hatalla bara lawang labehu
langit, ie umbet kanumpuh bujang, sedang handiwung kesampelau belum, te palus
hatarung pulu ngalingkang pulau, luntur bahandang batinting lima balas.
Akan batang danum ngabuhi bulau burung tumpah bua nyembang hatuen burung
kajajirak laut, palus mandung bitim marantep kilau hendan bulau, nangkuyang bilatamu
nahajib tingkah lanting rabia, te bukum jadi handiwung pakandung pusue, sawang
bapangku anak, pandung malelak bulau, ie umbet bula katugalam belum sadang
bintang patendum hamaring.
Ie rawei banama baongkar puat, ajung jawu dagange handiwung banbaukei pusu
pundung malelak bulau, bauhat rentai nyangkabilan bawak nambuku tisim, galigir
bintang, nambatang suling, ringun tingang, mandawen simbel bulau bakatantan jari
bulau jandau. Ie mangambang bulau, taparuyang rayuh, malelak hintan tapang rundang
rundai babehat babatu pating, bateras nyalung Kaharingan belum. Baluhing gohong,
paninting aseng, ie rawei awang hatue kamampan bunu nantaulah anju tanjuren teken.
Ie palus rawei masak manalajan pating ripu mangantien tundu palus nangkung
nangkuluk gentu nanpung penyang. Nundun balitam tingkah nundum paturung, ie
lentu-lentu oleh tingang tempun hemben horan naji-najing antang sangiang totok
tambalun tambun palus nagaggre gangguranan arae, nasuwa sebutan bitim, ie parei,
tangkenya mampan baun tiowong panjang parei karumis mampan jalan, parei tanjujik
helang uhat
106
Tambahan 1
RAKSASA
KALIMANTAN
MEMANGGIL
107
Berikut adalah cerita pengalaman Notosutarja, seorang wartawan yang telah mengikuti
perjalanan Bung Karno ke Kalimantan Tengah 14 Juli s/d 20 Juli 1957, dalam Harian
Pemuda tanggal 30 Juli s/d 4 Agustus 1957.
Kedatangan Bung Karno dan rombongan ke Kalimantan kali ini adalah merupakan
pekerjaan yang berat dan keras. Acara sangat padat namun tetap berjalan dengan
lancar. Bung Karno dan menteri-menteri beserta rombongan tetap tabah dan
bersemangat. Kedatangan kami disambut oleh masyarakat dengan sangat meriah. Di
sepanjang jalan yang dilalui baik jalan raya, sungai dan kanal terpancang dengan
megahnya sang Merah Putih. Pekikan Merdeka dan Hidup Bung Karno selalu
menggema disepanjang rute perjalanan kami.
Gelombang yang dibuat oleh motorboat kami bergulung-gulung di tepi pantai. Tiga
orang anak kecil berkumpul mengelu-elukan kami berdiri di atas sebatang kayu. Akibat
motorboat rombongan, ketiga anak tersebut terpelanting ke dalam sungai. Kami semua
terkejut dan cemas akan nasib mereka. Kami hampir terjun memberikan pertolongan,
dan beberapa orang telah siap untuk meloncat ke sungai untuk menolong mereka.
Tiba-tiba mereka bertiga muncul kepermukaan sungai sebagai ikan duyung, sambil
gelak ketawa dan berteriak “Merdeka . . .!!” Kami terkejut tapi akhirnya ketawa. Kiranya
mereka cukup berpengalaman dan latihan setiap hari.
Perlu dilaporkan juga akan kehadiran seorang wartawan Belanda bernama W.L.
Oltmans Dar SK., Vrij Nederland, yang diperkenalkan oleh Bung Karno kepada
masyarakat. Dikatakan oleh Bung Karno bahwa wartawan Belanda ini selalu membantu
penyiaran keluar negeri bahwa dia setuju Irian Barat dimasukkan ke dalam wilayah
Republik Indonesia. Oltmans pun mengiakan dengan mengangguk kepalanya atas
kata-kata Bung Karno itu, dan mendapat sambutan yang meriah dari hadirin. Pemuda-
pemuda Kalimantan mengucapkan terima kasih atas simpati Oltmans terhadap Irian
Barat, dan mereka mengajak Oltmans untuk tetap tinggal di Indonesia, dan kalau perlu
membentuk pasukan Istimewa bersama pemuda Kalimantan untuk membebaskan Irian
Barat dari kungkungan penjajah Belanda.
108
kami. Hari itu kami harus menuju ke Kuala Kapuas, yang akan ditempuh lebih kurang 6
jam.
Banyak diantara kami yang tertarik dengan keindahan alam, disamping pemandangan
gadis-gadis Kalimantan yang cukup manis. Tapi kami harus bisa ‘bertahan’ , karena
berlaku peribahasa ‘lain lubuk lain ikannya’, lain tempat lain tabiat wanitanya’.
“Haiyaaa . . .”, teriak wartawan dari Shin Hwa, ketika kami tegur, “ Be carefully my
friend”.
Kalimantan adalah pulau yang terbesar di dunia, dia merupakan ulu hatinya Negara
Republik Indonesia. Luasnya 550.000 kilometer persegi, 5 ½ kali Pulau Jawa, tidak
termasuk Kalimantan Utara. Berarti Kalimantan lebih kurang 30% dari seluruh wilayah
Indonesia. Karena itulah judul ini kita beri Raksasa Kalimantan, selain bentuknya besar,
hasil alamnya besar, dan maha besar alias raksasa yang mohon . . . dengan sangat
agar pemuda-pemuda dan seluruh bangsa Indonesia menumpahkan perhatiannya
kepada pembangunan raksasa di Kalimantan ini. Menurut perhitungan Bung Karno,
bila Kalimantan terbangun dengan baik, maka paling sedikit dapat memberi hidup bagi
250.000.000 jiwa manusia.
Dengan cara begini tentu raksasa Kalimantan tidak bisa dibangun sebagaimana
mestinya. Karenanya gaya hidup harus dirubah, harus lebih dinamis , cepat dan
produktif.
Sekali-sekali kita mendengar dan dikejutkan oleh tabuhan gendang, gong di pantai
menandakan ditempat tersebut sedang menunggu dan menyambut rombongan kami.
Bentuk instrumen-instrumen ini sama dengan apa yang kita lihat di Jawa, hanya cara
menabuhnya yang agak berlainan. Inilah sekedar kegembiraan mereka, kebesaran
mereka sebagai pertanda ucapan ‘Selamat Datang’ bagi pemimpinnya yang sedang
lewat dengan maksud agar terhindar dari segala gangguan orang-orang halus, dari jin-
jin dan pengacau-pengacau lainnya.
Yang sangat mengagumkan kami ialah gubug-gubug yang terbuat dari kertas dan
kajang itu. Terkadang diantaranya telah koyak dan tidak tahan untuk menghambat
kucing-kucing lari. . . namun di depan pekarangan sederhana dari gubug itu terpancang
dan berkibarlah bendera Merah-Putih. Pernah juga kami alami perahu motor tiba-tiba
109
dihentikan karena ada tanda stop di depan. Rakyat sebagian terjun ke sungai
mengelilingi perahu Bung Karno, dengan cara menyelam dan berenang-renang
menandakan “Stop Dulu Bung”. Isyarat ini rupanya dapat dimengerti oleh Bung Karno
dan rombongannya. Dan tentu saja Bung Karno terpaksa melayani dan …..
berlangsunglah rapat raksasa kecil.
Terkadang kita hampir-hampir mangkel, karena seolah-olah ada pula motor-motor boot
dan perahu lainnya yang mondar-mandir di depan iringan perahu rombongan, seolah-
olah sebelum kami mengerti ah . . . kurang sopan pak, rombongan agung jalan kok
tidak mau minggir, malah petentang-petenteng di depan . . . kiranya dugaan kami itu
salah, dan kami agak merasa berdosa. Maksud mereka ialah tidak lain untuk memberi
hormatnya. Serupa kalau kita naik kapal besar, kemudian tidak ada apa-apa lantas
bunyi nguuuuung yang kiranya memberi hormat kepada kapal lainnya yang sedang
melintas. Begitulah bila kita akan mengakhiri satu daerah kampung dan akan memasuki
daerah kampung yang lain . . . selalu kita liat kejadian-kejadian seperti itu. Maksudnya
tidak lain memberi hormat dengan berkeliling berputar tiga kali di depan perahu motor
yang ditumpangi Bung Karno. Memang satu hal yang patut dipujikan, dan merupakan
pengalaman baru pula bagi kami putera puteri Ciliwung (Ciliwung adalah sungai kecil di
Jawa, merupakan anak sungai kecil jika dibandingkan di Kalimantan ).
Begitulah yang terjadi hampir disetiap kampung yang kami lalui. Maksudnya tidak lain
adalah untuk memberi hormat dan menyambut gembira atas kedatangan dan
kunjungan Bung Karno beserta rombongan.
Yah . . . Kalau di Jakarta setiap perayaan bersejarah kita lihat poster-poster dan
spanduk melintang di jalan. Di sini lain lagi. Di sini dengan cara lain yang lebih istimewa
dan orisinil. Apa itu ? Sungai yang kami lalui ada yang sempit dan ada pula yang lebar.
Pada sungai yang sempit ini terbentang sepanduk model baru, gaya baru, merupakan
rangkaian dan deretan kain-kain yang biasa dipakai wanita-wanita. Ada kain lepas, ada
kain sarung, ada selendang, ada tudung atau sarudung, pokoknya semua barang
pakaian yang jarang dipakai, yang merupakan simpanan mereka, barang-barang
tersebut dikumpulkan secara gotong royong . . .
Mula-mula kami terkejut dikira sebagai jemuran, tetapi setelah didekati dugaan kami
samasekali salah. Kiranya itu merupakan penghormatan kepada kami dan merupakan
arti simbolik mereka terus bersatu merupakan keluarga besar, semuanya tercermin dari
bermacam ragamnya pakaian tadi. Perahu-perahu kami meluncur terus. Menteri-
menteri Kabinet Karya sesekali kelihatan berbisik satu sama lain, aku dapat menduga
mungkin mereka sedang memikirkan pemecahan masalah pembangunan. Walaupun
lelah, tak terlihat tanda-tanda bosan pada Bung Karno untuk melayangkan
pandangnnya kesegala penjuru. Sebentar-sebentar beliau membuka pecinya, sedikit
menggaruk-garuk dan . . . manggut-manggut yang menandakan oplosing telah mulai
terasa, dan jalan keluar telah terlihat.
Di beberapa tempat Bung Karno terus menganjurkan : Marilah kita tundukan alam . . .
Marilah kita buat berfaedah bagi manusia dari apa yang merupakan alam ini. Begitulah
selalu diperingatkannya akan bahaya gunung berapi, bahaya banjir, serta tantangan
alam lainnya bagi kehidupan manusia. Semuanya ini harus ditundukan untuk
110
keselamatan dan kebahagiaan manusia. Oleh karena itu kita harus memaklumkan
perang sekarang juga terhadap alam, demikian ucapan Bung Karno, yang disambut
dengan tempik sorak dari rakyat.
“Saya lihat saudara selalu lekas puas, sampai dengan mancing saja sudah puas. Dan
oleh karena itu saudara-saudara tidak bisa menundukkan alam ini karena saudara-
saudara teranja-anja oleh kemakmuran ikan-ikan yang mudah ditangkap setiap waktu,
dengan tidak perlu mengeluarkan biaya yang besar”, demikian Bung Karno berkata.
Kata-kata Bung Karno ini kira-kira terilhami oleh pemandangan di sepanjang jalan di
mana rakyat gemar sekali memancing ikan. Rakyat puas dengan hasil yang lumayan
itu, hingga sedikit sekali minat untuk mencapai tingkat hidup yang lebih besar lagi. Oleh
karena itu, karena terlalu puas memancing . . . daratan tetap terbengkalai dan hutan
mendapat kemerdekaan sebebas-bebasnya. Memang hutan Kalimantan memiliki
kekayaan yang terpendam, termasuk obat-obatan tradisional yang berkhasiat dan
manjur.
Begitulah ada cerita yang mengatakan bahwa ada wanita yang baru saja melahirkan
anak, beberapa jam kemudian sudah bisa mandi di kali, membersihkan diri sendiri,
bahkan bekerja seperti biasa. Ini semua adalah berkat jamu asli Kalimantan.
k). Di Kapuas . . .
Menjelang senja, maka tibalah kami di pelabuhan Kuala Kapuas. Kami mendarat dalam
keadaan sempoyongan, karena perut belum terisi sepanjang hari, ditambah harus
berhadapan dengan beribu-ribu rakyat yang menutupi jalan-jalan yang kami tempuh. Di
Kabupaten, makanan telah tersedia, maka masing-masing kami menyerbu tanpa
menunggu layanan dari panitia. Terkadang-kadang ada minuman, gelas tidak ada. Ada
yang telah menerima gelas, airnya tidak ada. Ada yang telah memegang piring, nasinya
tidak ada. Ada yang telah menerima nasi, lauk pauknya tidak ada. Ah . . . semua itu
sengaja terjadi karena kehendak alam untuk menguji wartawan-wartawan yang mau
bekerja. Sesudah makan, minum, sekedar, bingung tidak ada tempat duduk untuk
istirahat. Lagi-lagi alam memberi pelajaran, dan dengan insting masing-masing akhirnya
memilih tempat yang asli, berbaring diatas rumput yang di sana sini dihiasi rawa-rawa
format kecil.
Sempoyongan lagi menuju rapat raksasa, tetapi tetap gembira karena para Menteri dan
Bung Karno sendiri tetap kelihatan gagah, kuat. Kamipun terpaksa tidak mau kalah,
dikuat-kuatkan karena tidak mau kalah dengan orang tua. Yang bicara adalah Menteri
Dalam Negeri dan Bung Karno.
Untuk melepaskan lelah, selalu bercakap-cakap dengan Sri Sunan Solo, secara gojek,
bersenda gurau. Minta pendapat pak, kataku, mana yang cantik, puteri dayak atau
puteri Solo? Dengan penuh dinamik dijawabnya, hampir serupa dengan puteri Solo.
Bagaimana membangun Kalimantan? Kirimlah transmigran dari daerah-daerah yang
padat, kalau tidak Kalimantan sukar dibangun. Tenaga mau bekerja harus diletakkan di
Kalimantan.
111
Bagaimana perhubungan? Ya . . . kalau dari Banjarmasin menuju ke Kuala Kapuas
baru bisa ditempuh dalam waktu 6 jam, tapi dengan Catalina atau Helikopter tentu bisa
hanya beberapa menit, paling lama 20 menit. Begitulah pendapat Sri Sunan, dan itu
memang benar. Maka pertama-tama pemerintah harus lekas mengatasi perhubungan
ini dengan lebih dulu menggunakan lalu lintas udara. Lagi sekali dipentingkan dulu lalu
lintas udara Banjarmasin, Kuala Kapuas, Pahandut, dan sekarang bernama Palangka
Raya. Menjelang magrib rapat raksasa berakhir.
Dalam upacara adat, terdengar kata-kata “ Angkajori doha ikei bahondang, ikei heam
aro ang kajipon “, yaitu kalimat bahasa Dayak yang artinya : “Selama darah kami masih
merah, kami tidak mau dijajah atau diperbudak”. Kalimat tersebut mempunyai makna
penghormatan dan sanjungan kepada Bung karno, seperti seorang pahlawan besar
yang pulang berperang membawa kemenangan. Cuaca panas terik membuat keringat
bercucuran.
Hanya Bung Karno yang naik jeep, ditarik oleh penduduk atas keinginan mereka
sendiri, yang lainnya jalan kaki, tidak terkecuali para Menteri.
112
Tambahan 2
MANSANA
BANDAR
113
Penjelasan Singkat
Ada pendapat yang mengatakan bahwa suku bangsa Dayak telah mengalami
beberapa zaman yaitu :
1. Masa penciptaan dengan segala prosesnya.
2. Zaman Tambun Bungai.
3. Zaman Dambung Mangkurap – sejaman dengan kekuatan kerajaan Banjar.
4. Zaman Bandar Tamanggung—Mengenai zaman Bandar, ada dua pendapat:
pertama, pada zaman Lewu Uju, dan kedua, pada zaman datangnya Portugis –
Belanda ke Bumi Nusantara.
5. Zaman Rapat Raksasa Tumbang Anoy tahun 1896.
6. Dan seterusnya.
Dalam karungut, tetek tatum, nama Bandar sering disebut-sebut. Untuk menghindari
terputusnya pemahaman akan suatu masa, yaitu zaman Bandar, maka di sini salah
satu judul Mansana Bandar dikutip dengan lengkap, disamping untuk menguatkan
pemahaman, diharapkan Mansana ini mampu memberikan gambaran kepada
pembaca situasi dan kehidupan masyarakat di zaman masa itu.
114
Hidup melarat di desa orang
Lagi miskin bukan kepalang.
115
Dimasukkan kepala biarpun besar
Tiadalah melekat boleh keluar.
116
TAMANGGUNG MERATA PATI
117
Itu perbuatan semua budak.
118
Anak tunggal tak bersaudara.
119
Diancam jiwa serta disuapi.
120
Keberangkatan Bandar lagi kuterang.
121
Jika tiada aral melintang
Sampai Bandar jam lima petang
Bereng Kalingu telah dipandang
Tampak menara tinggi tiang.
122
Lalu menjadi bertambah nama
Dambung hidup bergurau senda
Dengan permaisyuri amat tercinta
Mempunyai seorang puteri jua.
123
Jari lancip mudah dibentur
Rupa empuk sebagai kasur
Jika melambai dapat melipur
Biar hati yang sudah hancur
124
Beberapa anak dara dalam negeri
Hendak dibujuk dan disuapi
Tetapi tak seorangpun yang turut peri
Malah dimarah dan disumpahi
125
Wahai bedebah siapa itu
Berani ketuk saya punya pintu
Sejari tak kubuka tentu
Ayahlah turun wahai hantu.
126
Wahai dengan tuan puteri
Tiadalah aku mengundur diri
Jika tiada mendapat janji
Akan disimpan di dalam hati.
127
Ayah lekas turun berjalan
Balasan baik jangan diharapkan
Tiada guna engkau tunggukan
Memberi malu begitu kelakuan.
128
Di dalam negeri sudahlah lama
Bandar bermaksud berangkat segera
Ruhaii Pangun sudah sedia
Kepada Dambung diberitahunya.
129
Sebagai uang orang dahulu
Ialah emas timbangan tarju
Dengan barang bertukar selalu
Selain dari itu jarang laku.
BANDAR PULANG
130
Sudah lama meninggal negeri
Entah kemana ia pergi.
131
Dipeluk, dicium, anak timangan
Anak tunggal tempat kesayangan.
132
Ayah selalu sakit hati
Tabiat anak telah kembali
Tiada mau ia memarahi
Akal ada telah dicari
133
Danau Karang sampailah sudah
Tempat mengasing putera syahdah
Itu pertimbangan dalam hati ayah
Untuk hukuman kelakuan yang salah.
134
Seperti diiris dengan sembilu
Pagi dan petang hati terharu
Apa kesalahan dihukum begitu
Tiada diterang lebih dahulu.
135
Terus memperkosa tentu menjalar.
136
Mencari tempat yang tak disangka.
137
Oleh Bandar anak celaka.
138
Karena sangat kekeliruan
139
Boleh rebah bagai kayuan.
140
Hal itu gampang wahai kawan
Manusia itu memang tolan
Bawalah ia bercakap-cakapan
Maksud jahat dihindarkan.
141
Badan sehat rupa girang
Tuntuk duduk ada dikenang
Karena mengingat nasib malang
142
Sampai Kalingu pasti menjalar.
143
Hidup berteman di dalam hutan
Selain dari empat berkawan
Beruk, lutung banyak berlumpatan
Sekeliling pondok berkeliaran.
144
Maukah emas mengikat intan
Supaya melekat berdua-duaan.
145
Cerita tak usah diperpanjangkan
Anak laki-laki dilahirkan
Diberi nama Si Sahan
Artinya karena hidup di dalam hutan.
146
Itulah dia yang kusembunyikan.
147
Tersedu sedan karena apa
Karena anak sebuah mata
Tinggal sendiri dengan bapak
Tentu tak hidup dengan lama.
148
Sampai disini puteri ke tempat
Bandar dan Sahan kita ingat,
149
Di mana jejak tuan puteeri
Tidakkah dinda mengetahui
Kami kelaparan pasti mati.
150
Begitu Jata telah pikiran.
151
Bandar permisi mohon diri
Kapal berangkat lalu dijalani
Dilambai tangan berkali-kali
Selamat tinggal saudara kami.
152
Bercakap-cakap keadaan sehat
Bandar menceritakan ada minat.
153
Bandar mengangguk mendengar pesan
Memberi salam mohon berjalan
Naik kapal menuju lautan
Entah berapa lama tak ketahuan.
154
Kami perempuan semua bekal
Nasib kita semua sial
Dengan laki-laki tak ingin berkawal.
155
Berkisar lagi haluan cerita
Bandar berlayar teristimewa
Pantang mundur hati pemuda
Namun pulang tak ada dibawa.
156
Bandar hidup dengan temannya
Hidup senang tiada kurangnya
Anaknya Si Sahan besar jua,
157
Benar tidak kabar dibawa
Suami dan anakku hidup jiwa
Jika hidup dimana alamnya
158
Menderu berirama kepada sekalian,
159
Aku ini membawa pesan
Dari puteri kepada tuan
Karena dulu hidup sekawan
Disangkanya mati hidup di hutan.
BANDAR PULANG
160
Di dalam hati timbul keraguan
Jika pulang banyak kemaluan
Jika tidak mati kerinduan
Besar hasrat putar haluan.
161
Perhiasan rambut untuk beliau
Tujuh lembar warna berkilau
Seperti rambut dilihat silau.
162
Tanda persaudaraan untuk selama.
163
Meneropong ke hilir sang mata
Hati berdebar tiada terkira
Melihat kapal banyak jumlahnya
Siapa gerangan yang punya.
164
Kesenian Dayak anak Kahayan
Juga dagang ingin diperhubungkan
165
Dengan tuan puteri ingin kawin
Mereka mau puteri tak mau
Sebab puteri kepunyaan orang lain.
166
Harga pantas tak ditawarkan.
167
Tampak dalam ingatan puteri
Tiada lain barang bahari
Cincin selendang kepunyaan diri
Ditinggal di pondok waktu kembali.
168
Cincin intan juga peri
Yang ditinggalkan zaman bahari.
169
Pangeran Kalimpangan lama tinggal
Luwuk Batawi negeri asal
Sayang ayah belum kenal
Akan anaknya punya ihwal.
170
Untuk keindahan Katil Garing
Suara berirama serta nyaring
Itu balian bahu bersanding
171
Mandau bagus tempat kesayangan.
172
Karena berkat Tuhan yang kaya
Dapat anak laki-laki seperti boneka
Sahan namanya saya tak lupa
Adalah dia di sisi kita.
173
Pembicaraan Bandar besar dinilai
Perasaan mereka benar yang diurai.
174
Bandar tersenyum sambil berdiri
Tegas ia membuka peri
Sekali-kali aku tak menyalahi
Perbuatan keadaan yang dilalui
175
Agar pangeran lekas berdua
Dengan puteri yaitu janda
Yaitu Sahan empunya bunda.
176
Banyak kapal kecil besar.
177
Mengembalikan persahabatan dahulu
Anakku puteri putera yang lalu
Agar berdua lagi bersatu
Sebagai emas mengikat batu.
178
Semua ada di tangan pangeran
Itu pesan puteri katakan.
179
Sesudah dekat Kalingu pelabuhan
Meriam di kapal empat puluh dentuman
Tanda dekat pengantin pangeran
Seakan-akan minta balasan.
180
Tak usah aku terangkan
Semua pemberian Galuh Ringan
Semua tunai untuk jujuran.
181
Siapa melihat tentu menyilaukan.
182
Ayah tua Bandar memerintah
Rezeki naik serba bertuah
Sahan turut membela ayah
Aman damai tiada susah.
183
Tambahan 3
BUKIT BATU
184
Bukit Batu yang kini lebih dikenal dengan nama Pertapaan Pahlawan Nasional Tjilik
Riwut, terletak di daerah Kalimantan Tengah. Saat ini oleh Pemerintah Daerah
Kalimantan Tengah tempat tersebut telah ditetapkan sebagai objek wisata spiritual.
1. Asal Usul
Cerita panjang yang melatar belakangi munculnya pertapaan Bukit Batu tersebut
diawali dengan kisah seorang penduduk desa Tumbang Liting yang bernama Burut
Ules. Ia seorang yang bakaji . Pada suatu hari, seorang diri ia pergi menuju ke suatu
tempat untuk membuka lahan perladangan. Tanpa kawan, ia kerja keras, membabat
hutan, membangun pondok untuk tempat beristirahat, tanpa melupakan tradisi
leluhurnya yaitu memohon izin terlebih dahulu kepada segala mahluk yang tidak terlihat
oleh mata jasmani, penunggu daerah tersebut.
Suatu siang ketika Burut Ules merasa lelah, beristirahatlah ia sejenak di bawah sebuah
pohon rindang yang tinggi dan telah berusia ratusan tahun. Dengan posisi tiduran
sambil berbantalkan tangan, matanya menerawang jauh ke depan. Matahari bersinar
terik, namun karena berada di rimba raya, sepoi-sepoi angin menyentuh lembut
kulitnya, sejuk terasa, dan kantuk mulai datang menyerang. Akan tetapi ketika Burut
Ules nyaris terlelap, ia terperanjat dan langsung melompat bangkit.
Dilihatnya tujuh perempuan cantik yang sangat menawan turun dari langit langsung
menuju telaga yang ada didekatnya. Saat itu hujan rintik-rintik namun matahari masih
bersinar dengan teriknya. Menyaksikan hal tersebut dengan mengendap-ngendap
Burut Ules mendekati telaga. Sambil bersembunyi ia mengintip rombongan kecil
tersebut. Gadis-gadis itu langsung membuka pakaian, besaluka tanpa penutup dada,
dan terjun berenang, ceria, penuh tawa canda nan meriah.
Burut Ules terpana, mata tak berkedip menyaksikan pemandangan itu. Salah seorang
yang nampak paling muda dalam kelompok itu, gerak geriknya membuat Burut Ules
sangat terpesona. Tanpa sepengetahuan si gadis, matanya menatap tajam ke arah
sang dara. Saat itu juga Burut Ules langsung jatuh cinta.
Setelah puas mandi dan berenang, kelompok kecil itu naik ke darat, kembali
berpakaian dan melompat ke angkasa menuju langit. Sejak saat itu Burut Ules menjadi
susah, resah, gelisah. Ia sangat menyesali dirinya mengapa pada saat itu tidak
langsung memeluk si perempuan bungsu yang sedang mengenakan pakaiannya seusai
mandi, padahal jarak antara mereka tidak jauh. Rasa sesal tersebut sangat
menderanya hingga tidur tak nyenyak makan pun ia tak kenyang.
Suatu hari ketika matahari sedang bersinar terik dan turun hujan rintik-rintik, bergegas
Burut Ules ke semak-semak menunggu dan mengamati telaga tempat idaman hatinya
mandi. Usaha dan penantiannya tidak sia-sia, tidak lama kemudian di angkasa terlihat
buah hatinya dengan saudara-saudaranya menukik menuju telaga. Menyaksikan hal
tersebut, jantung Burut Ules nyaris copot. Pelan-pelan Burut Ules menarik nafas
panjang untuk menenangkan diri.
185
Kemudian Burut Ules melihat adegan ulangan yang pernah ia saksikan. Ketujuh dara
yang baru tiba langsung membuka pakaian, dengan ceria terjun ke telaga, mandi
sambil berenang, penuh tawa ria. Namun ketika mereka menginjak tanah kembali untuk
berpakaian, ketika itu pula Burut Ules mendadak muncul diantara mereka dan serta
merta memeluk buah hatinya. Kepanikan pun terjadi, kelompok kecil tersebut tergesa-
gesa memakai pakaiannya masing-masing langsung lompat menuju langit dengan
meninggalkan si adik bungsu yang ketakutan dalam pelukan erat Burut Ules.
Ketika semua kakaknya telah pergi meninggalkannya, si bungsu berkata kepada Burut
Ules: “Mengapa aku kau sekap? Apa salahku? Dan apa maumu? Bila kau ingin
membunuhku, silahkan bunuh aku, aku tak akan melawan”.
Burut Ules tak mampu menjawab pertanyaan beruntun itu, ia hanya menjawab singkat,
bahwa ia mencintai dan ingin menikahinya. Si bungsu langsung membalas pelukan
Burut Ules dan resmilah mereka menjadi suami isteri.
Selanjutnya Burut Ules sibuk menyembunyikan pakaian yang pernah dipakai oleh
isterinya saat pertama mereka bertemu. Ia khawatir isterinya akan meninggalkannya
apabila pakaian tersebut dipakai lagi oleh isterinya. Untuk selanjutnya pakaian baru
yang terbuat dari kulit kayu, yang ia berikan kepada isterinya. Singkat cerita, isteri Burut
Ules hamil dan lahirlah seorang anak laki-laki yang diberi nama... . Burut Ules hidup
bahagia bersama anak dan isterinya.
Suatu hari muncul seorang pemuda, mamut menteng, hitam, tinggi besar mengunjungi
keluarga itu. Isteri Burut Ules mengenalkan kepada suaminya bahwa pemuda tersebut
adalah salah seorang saudaranya yang datang untuk mengunjungi mereka. Burut Ules
menerima kehadiran pemuda tersebut dengan baik, bahkan pemuda itu diizinkan turut
menginap di rumahnya.
Namun, lama kelamaan Burut Ules merasa curiga karena setiap mandi di telaga,
mereka selalu pergi berdua, berenang ceria, dan hanya berdua. Anak mereka yang
masih bayi ditinggal begitu saja di gubuk. Rasa cemburu mulai muncul, namun apabila
Burut Ules menanyakan hal tersebut, isterinya selalu memberikan jawaban yang sama,
bahwa pemuda tersebut benar saudaranya.
Teguran untuk mandi renang berdua di telaga telah diberikan, namun acara renang
bersama tetap juga berlanjut. Timbul kemarahan Burut Ules.
Suatu hari, pada saat yang tepat, Burut Ules menikam pemuda hitam tinggi besar
tersebut dengan tombak hingga tewas dan seketika jasadnya gaib. Sekalipun tombak
yang dipakai untuk membunuh telah disembunyikan, namun hal itu diketahui juga oleh
isterinya.
Ketika Burut Ules pulang ke rumah, dijumpainya isterinya berdiri di hejan sambil
menggendong anak lelaki mereka satu-satunya. Ketika melihat Burut Ules datang,
dengan nada penuh duka isterinya mengatakan bahwa ia sangat sedih dan kecewa
karena suaminya tidak lagi mempercayainya bahkan tega membunuh saudaranya. Oleh
karena itu ia bertekad untuk pulang ketempat asalnya dengan membawa serta putra
mereka.
186
Sebelum pergi, masih sempat isterinya berpesan bahwa kelak dikemudian hari apabila
anak turunan Burut Ules membutuhkan bantuannya, maka anak semata wayang
mereka akan selalu siap membantu. Dikatakan pula bahwa kelak apabila anak mereka
telah dewasa, ia tidak dapat hidup dan berdiam di alam dimana ibunya berada karena
ayah dan ibunya berasal dari alam yang berbeda. Oleh karena itu apabila anak mereka
telah dewasa, ia akan kembali ke alam ayahnya. Setelah berkata demikian anak dan
ibu lenyap dari pandangan mata Burut Ules dan Burut Ules menjadi sedih tak terhingga.
Sesal kemudian tak berguna. Burut Ules mencoba bangkit dari kesedihannya. Hari-
harinya ia habiskan untuk kerja keras, letih tidur dan kerja lagi, kerja, kerja, dan terus
bekerja. Begitu seluruh waktunya ia lalui untuk bekerja mengurus ladang, menangkap
ikan, dan banyak kegiatan lain yang ia lakukan.
Waktu berlalu, sedikit demi sedikit Burut Ules mampu bangkit kembali dari kesedihan
akibat ditinggal pergi oleh isteri dan anaknya. Kemudian kawinlah ia dengan anak
Kutat. Dari perkawinan ini lahirlah dua orang anak, seorang laki-laki dan seorang
perempuan. Diyakini bahwa hingga kini Burut Ules tidak pernah meninggal dunia tetapi
gaib ke alam lain.
Suatu hari di Teluk Derep, Tumbang Kasongan, terdengar suara gemuruh halilintar
memekakkan telinga. Petir kilat sambar menyambar. Saat itu sebuah batu besar
diturunkan dari langit. Diyakini bahwa anak Burut Ules yang telah gaib bersama isteri
pertamanya, saat itu telah dewasa. Sesuai janji, apabila telah dewasa ia akan kembali
ke alam tempat bapaknya bertempat tinggal, maka janji itu telah ditepati. Batu yang
diturunkan dari langit yang kemudian terkenal dengan nama Bukit Batu diyakini sebagai
tempat kediamannya, walau tak terlihat dengan mata jasmani, namun ia ada di sana
sebagai Raja dan penguasa daerah tersebut.
Riwut Dahiang yang bertempat tinggal di daerah Sungai Sala, sangat mendambakan
anak laki-laki. Keinginan tersebut demikian kuat dan mendalam. Walau berkali-kali Piai
Riwut isterinya telah melahirkan anak, namun apabila anak laki-laki yang lahir, selalu
saja meninggal dunia dalam usia balita. Keinginan yang sedemikian kuat membawa
Riwut Dahiang bermohon dengan khusuk kepada Hatalla . Maka pergilah ia menuju ke
suatu tempat keramat yaitu Bukit Batu.
Di tempat itu Riwut Dahiang balampah dan bermohon untuk diberikan seorang putera
laki-laki. Wangsit yang diperoleh menyatakan bahwa kelak di kemudian hari putra lelaki
yang sangat didambakan itu akan mengemban tugas khusus bagi masyarakat sukunya.
Tanggal 2 Pebruari 1918, anak laki-laki yang sangat diharapkan lahir dengan selamat di
sebuah kebun durian Kampung Katunen Kasongan Kalimantan Tengah.
Sejak kecil oleh ayahnya, Tjilik Riwut sering diajak ke Bukit Batu sehingga bagi Tjilik
Riwut kecil tempat itu sudah tidak asing lagi baginya. Setelah melampaui usia balita,
ketika sedang bermain-main dengan teman seusia, terkadang Tjilik Riwut begitu saja
pergi meninggalkan teman-temannya menuju Bukit Batu. Entah apa yang ia lakukan
disana, tak seorang pun tahu.
Ketika menginjak usia remaja, Tjilik Riwut mulai mengikuti tradisi orang tuanya,
pergilah Tjilik Riwut seorang diri menuju Bukit Batu. Di Bukit Batu ia balampah. Wangsit
187
pertama yang ia peroleh mengarahkannya untuk menyeberang laut menuju pulau
Jawa. Ketika itu komunikasi dan transportasi dari pedalaman Kalimantan ke Jawa
amatlah sulitnya. Dapat dikatakan hanya impian. Jangankan ke pulau Jawa, menuju
Banjarmasin yang juga berada di pulau yang sama yaitu Kalimantan membutuhkan
perjuangan.
Tjilik Riwut tak kenal putus asa, halangan dan kesulitan yang menghadang ia anggap
sebagai tantangan. Segala macam cara telah ia lakukan baik berjalan kaki menerobos
rimba, naik perahu dan rakit, asalkan bisa mencapai pulau Jawa. Akhirnya sampai juga
ia ke Banjarmasin. Singkat cerita, ketika sampai di Banjarmasin, Tjilik Riwut berusaha
mendapatkan pekerjaan yang ada peluang untuk menghantarkannya ke Pulau Jawa.
Pada tahun 1942 di Banjarmasin, tengah malam ketika semua orang sedang tidur, Tjilik
Riwut bangun dari tidurnya dan langsung membangunkan kawan-kawannya yang
sedang terlelap tidur. Dengan begitu yakin Tjilik Riwut mengatakan kepada kawan-
kawannya bahwa ayahndanya Riwut Dahiang malam ini telah dipanggil Yang Kuasa.
Tentu saja semua kawan-kawannya terheran-heran, tak satupun yang percaya bahkan
mengira bahwa Tjilik Riwut sedang mimpi. Namun dengan mantap dan penuh
keyakinan sekali lagi ia mengatakan bahwa semua ini benar karena penguasa Bukit
Batu baru saja datang menemuinya menyampaikan pesan tersebut dan mengatakan
bahwa sejak saat itu Tjilik Riwut adalah teman terdekatnya.
Suatu hari ketika seorang kawan datang dari Kasongan ke Banjarmasin, Tjilik Riwut
bergegas menanyakan keadaan orang tuanya. Memang benar pada saat firasat
dirasakan, pada saat itulah ayah tercintanya pergi menghadap ke hadirat Illahi.
Di masa Revolusi ketika Tjilik Riwut telah berhasil mencapai pulau Jawa bahkan telah
terlibat aktif dalam perjuangan menantang Belanda, dalam suatu kesempatan ia pulang
kampung dan balampah di Bukit Batu. Ia mohon petunjuk dalam perjuangannya
melawan penjajah. Dalam kesempatan itupun Tjilik Riwut bernazar untuk tidak menikah
sebelum Indonesia merdeka . Sesuatu ia peroleh begitu usai balampah yaitu sebuah
batu berbentuk daun telinga. Wangsit yang ia peroleh mengatakan bahwa batu tersebut
dapat digunakan untuk mendengarkan dan memonitor musuh apabila diletakkan pada
daun telinganya. Namun setelah kemerdekaan diperoleh oleh bangsa Indonesia, batu
telinga itu pun gaib.
188