You are on page 1of 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Masalah pembentukan kata merupakan objek kajian morfologi. Proses morfologis


membicarakan pembentukan kata dari satuan lain yang merupakan bentuk dasarnya. Ada
tiga proses morfologis dalam bahasa Indonesia, yaitu pengimbuhan, pengulangan, dan
pemajemukan.

Verba adalah salah satu kategori kata yang termasuk ke dalam kelompok pertama
yaitu kata penuh. Verba adalah kata yang menggambarkan proses, perbuatan, atau
keadaan (KBBI, 2007: 1260). Alwi dkk. (2003: 98) menyatakan bahwa bahasa Indonesia
pada dasarnya mempunyai dua macam bentuk verba, yakni (1) verba asal: verba yang
dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks sintaksis, dan (2) verba turunan: verba
yang harus atau dapat memakai afiks, bergantung pada tingkat keformalan bahasa
dan/atau pada posisi sintaksisnya. Verba turunan dibagi lagi menjadi tiga subkelompok,
yakni (a) verba yang dasarnya adalah dasar bebas (misalnya, darat), tetapi memerlukan
afiks supaya dapat berfungsi sebagai verba (mendarat), (b) verba yang dasarnya adalah
dasar bebas (misalnya, baca) yang dapat pula memiliki afiks (membaca), dan (c) verba yang
dasarnya adalah dasar terikat (misalnya, temu) yang memerlukan afiks (bertemu). Di
samping ketiga subkelompok verba turunan itu, ada juga verba turunan yang berbentuk
kata berulang (misalnya, makan-makan, berjalan-jalan) dan kata majemuk (misalnya, jual
beli, bertanggung jawab).

B. TUJUAN

Makalah ini kami buat dengan tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apakah itu verba

2. Untuk mengetahui macam-macam verba


3. Untuk mengetahui fungsi verba.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Batasan dan Ciri Verba

Secara umum verba dapat diidentifikasi dan dibedakan dari kelas kata yang lain
karena cirri-ciri berikut:

a. Verba memiliki fungsi utama sebagai predikat atau sebagai inti predikat dalam kalimat
walaupun dapat juga mempunyai fungsi lain.

Contoh:

1) Pencuri itu lari.

2) Mereka sedang belajar di kamar

3) Bom itu seharusnya tidak meledak.

Bagian yang dicetak miring pada kalimat-kalimat di atas adalah predikat. Dalam sedang
belajar dan tidak meledak, verba belajar dan meledak berfungsi sebagai inti kalimat.

b. Verba mengandung makna inherren perbuatan (aksi), proses, atau keadaan yang
bukan sifat atau kualitas.

c. Verba, khususnya yang bermakna keadaan, tidak dapat diberi prefiks ter- yang berarti
’paling’. Verba seperti mati atau suka, misalnya, tidak dapat diubah menjadi termati
atau tersuka.

d. Pada umumnya verba tidak dapat bergabung dengan kata-kata yang menyatakan makna
kesangatan. Tidak ada bentuk seperti agak belajar, sangat pergi, dan bekerja sekali.

B. Verba dari Segi Perilaku Semantisnya

Tiap verba memiliki makna inheren yang terkandung di dalamnya.

 Verba perbuatan

Adalah verba yang dapat menjadi jawaban untuk pertanyaan “Apa yang dilakukan oleh
subjek?”. Dan dapat dipakai dalam kalimat perintah.

Contoh :
mendekat , mencuri, membelikan, memukuli, mandi, memberhentikan, menakut-nakuti, naik
haji.

 Verba proses

Adalah verba yang dapat menjadi jawaban untuk pertanyaan “Apa yang terjadi pada subjek?”
dan tidak dapat dipakai dalam kalimat perintah.

Contoh :

mati, jatuh, mengering, mengecil, meninggal, kebanjiran, terbakar, terdampar.

 Verba keadaan

Adalah verba yang mengandung makna keadaan umumnya tidak dapat menjawab kedua
pertanyaan di atas dan tidak dapat dipakai untuk membentuk kalimat perintah. Verba keadaan
menyatakan bahwa acuan verba berada dalam situasi tertentu.

Verba keadaan sering sulit dibedakan dari adjektiva karena kedua jenis kata itu mempunyai
banyak persamaan. Satu ciri yang umumnya dapat membedakan keduanya ialah bahwa prefiks
adjektiva ter- yang berarti “paling” dapat ditambahkan pada adjektiva, tetapi tidak pada verba
keadaan.

Contoh :

Adjektiva                   : dingin + ter-  = terdingin (paling dingin)

sulit + ter-       = tersulit (paling sulit)

Verba keadaan           : suka               à

mati               à        tidak dapat ditambahkan ( ter- )

berguna         à

 Verba pengalaman

Adalah verba yang merujuk pada peristiwa yang terjadi begitu saja tanpa kesengajaan.

Contoh :

ü  Dia medengar lagu itu à tidak sengaja

ü  Dia mendengarkan lagu itu à disengaja


Verba yang tergolong dalam verba pengalaman :

 tahu, lupa, ingat, menyadari, melihat, dan merasa.

C. Verba dari Segi Perilaku Sintaktisnya

Perilaku sintaksis seperti ini berkaitan erat dengan makna dan sifat ketransitifan verba.

Ketransitifan verba ditentukan oleh dua factor:

(1) adanya nomina yang berdiri di belakang verba yang berfungsi sebagai objek dalam kalimat
aktif dan,

(2) kemungkinan objek itu berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif.

a. Verba Transitif

Verba transitif adalah verba yang memiliki nomina sebagai objek dalam kalimat aktif, dan
objek itu dapat berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif. Perhatikan contoh berikut.

 Ibu sedang membersihkan kamar itu.

 Rakyat pasti mencintai pemimpin yang jujur.

Verba yang dicetak miring dalam contoh (1-2) adalah verba transitif. Masing-masing diikuti
oleh nomina atau frasa nominal, yaitu kamar itu dan pemimpin yang jujur. Nomina atau frasa
nominal itu berfungsi sebagai objek yang dapat juga dijadikan subjek dalam kalimat pasif
seperti

 Kamar itu sedang dibersihkan oleh ibu.

 Pemimipin yang jujur pasti dicintai oleh rakyatnya.

1. Verba Ekatransitif

Verba ekatransitif adalah verba transitif yang diikuti oleh satu objek. Objek dalam kalimat
yang mengandung verba ekatransitif dapat diubah fungsinya sebagai subjek dalam kalimat
pasif. Contoh: membawa, membuktikan, mengerjakan, memperbesar, merestui.

2. Verba Dwitransitif
Verba dwitransitif adalah verba yang dalam kalimat aktif  dapat diikuti oleh dua nomina, satu
sebagai objek dan satunya lagi sebagai pelengkap.

Objek dapat saja tidak dinyatakan secara eksplisit, tetapi yang tersirat di dalam kedua kalimat
itu tetap menunjukkan adanya objek tadi. Jadi, kalimat Saya sedang mencarikan pekerjaan
mengandung arti bahwa pekerjaan itu bukan untuk saya, tetapi untuk orang lain.

Sejumlah verba dwitransitif memiliki cirri semantic yang ‘membedakan fungsi objek dari
pelegkap yang berupa nama, julukan, gelar, atau kedudukan’.

Sementara itu, ada pula verba yang dapat berstatus dwitransitif, tetapi dapat juga ekatransitif.
Verba seperti memanggil dan menyebut, misalnya, dapat mempunyai satu atau dua nomina di
belakangnya. Misalnya, Mereka memanggil kamu si Botak dan Mereka memanggil kamu
(bukan saya).

Contoh verba dwitransitif: membawakan, mencarikan, menugasi, menyerahi, menyebut,


menuduh.

3. Verba Semitransitif

Verba semitransitif ialah verba yang objeknya boleh ada dan boleh juga tidak. Contoh: makan,
menulis menyimak.

b. Verba Taktransitif

Verba taktransitif adalah verba yang tidak memiliki nomina di belakangnya yang dapat
berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif.

Pelengkap tidak harus berupa nomina. Dengan demikian, verba taktransitif dapat dibagi atas
dua macam, yaitu verba yang berpelengkap dan verba yang tak berpelengkap. Contoh verba
taktransitif yang tak berpelengkap: berdiri, berlari, membaik, memburuk, membusuk. Contoh
verba taktransitif yang berpelengkap wajib: beratapkan, berdasarkan, berlandaskan,
bersendikan.  Jika pelengkap itu tidak selalu hadir, maka verba yang berpelengakap manasuka
seperti itu disebut verba taktransitif berpelengkap manasuka. Contoh: beratap, berharga,
berhenti, berpakaian, merasa.

c. Verba Berpreposisi

Verba berpreposisi ialah verba taktransitif yang selalu diikuti oleh preposisi tertentu.

Di antara verba berpreposisi, ada yang sama atau hampir sama artinya dengan verba transitif.

Contoh:
Berbicara tentang = membicarakan

Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam pemakaian verba berpreposisi. Pertama, orang
sering memakai bentuk transitif, tetapi masih mempertahankan preposisinya sehingga terjadi
kesalahan.

Kedua, dalam bahasa yang tidak baku, orang sering menghilangkan preposisi pada verba yang
taktransitif.

Akan tetapi, jika verba berpreposisi yang bersangkutan diubah menjadi verba berafiks meng-,
seperti mengetahui (untuk menggantikan tahu akan), maka bagian kalimat yang mengikutinya
berubah fungsinya menjadi objek.

D. Verba dari Segi Bentuknya

Ada dua macam dasar yang dipakai dalam pembentukan verba: (1) dasar bebas ialah dasar
yang tanpa afiks apa pun telah memiliki kategori sintaksis dan mempunyai makna yang
mandiri, contoh: marah, darat, dan pergi (2) dasar terikat ialah dasar yang kategori sintaksis
ataupun maknanya baru dapat ditentukan setelah diberi afiks, contoh: juang, temu, dan
selenggara.

Berdasarkan kedua macam dasar di atas, bahasa Indonesia pada dasarnya mempunyai dua
macam bentuk verba, yakni: (1) verba asal: verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam
konteks sintaksis, dan (2) verba turunan: verba yang harus atau dapat memakai afiks,
bergantung pada tingkat keformalan bahasa dan/atau pada posisi sintaktisnya.

Tidak adanya afiks ber- ataupun meng- dalam kalimat bergantung pada keformalan gaya
bahasa yang dipakai. Jika gaya bahasanya formal, afiks ber- dan meng- dipertahankan; tetapi
jika informal, afiks itu dapat ditiadakan.

1. 1. Verba Asal

Seperti telah dinyatakan sebelumnya, verba asal ialah verba yang dapat berdiri sendiri tanpa
afiks. Hal itu berarti bahwa dalam tataran yang lebih tinggi seperti klausa ataupun kalimat, baik
dalam bahasa formal, maupun informal, verba macam itu dapat dipakai.

Makna leksikal, yakni makna yang melekat pada kata telah dapat pula diketahui dari verba
semacam itu. Dalam bahasa Indonesia jumlah verba asal tidak banyak. Contoh: ada, bangun,
cinta.

Ada juga sejumlah kata yang mempunyai cirri verba dan adjektiva sekaligus, misalnya hancur
dan pecah.

1. 2. Verba Turunan
Verba turunan adalah verba yang dibentuk melalui transposisi, pengafiksan, reduplikasi
(pengulangan), atau pemajemukan (pemaduan).

Transposisi adalah suatu proses penurunan kata yang memperlihatkan peralihan suatu kata
dari kategori sintaktis yang satu ke kategori sintaktis yang lain tanpa mengubah bentuknya.
Dari nomina jalan, misalnya, diturunkan verba jalan.

Pengafiksan adalah penambahan afiks pada dasar.

Contoh:

Dasar                          Verba Turunan

beli                  →        membeli

darat                →        mendarat

Reduplikasi adalah pengulangan suatu dasar.

Contoh:

Dasar                          Verba Turunan

Lari                  →        lari-lari

Makan             →        makan-makan

Kata turunan yang dibentuk dengan proses reduplikasi dinamakan kata berulang. Dengan
demikian, verba turunan seperti yang digambarkan di atasdapat juga disebut verba berulang.
Seperti terlihat pada contoh di atas, pengafiksan dapat juga terjadi pada verba berulang,,
misalnya, tembak-menembak dan menerka-nerka.

Pemajemukan adalah penggabungan atau pemaduan dua dasar atau lebih sehingga menjadi
satu satuan makna.

Contoh:

Dasar                          Verba Turunan

Jual, beli          →        jual beli

Jatuh, bangun  →        jatuh bangun

Kata turunan yang terbentuk melalui pemajemukan disebut kata majemuk. Dengan demikian,
verba turunan seperti digambarkan di atas dapat juga disebut verba majemuk. Pengafiksan
dan reduplikasi dapat terjadi pada verba majemuk, misalnya memperjualbelikan,
menghancurleburkan, dan jatuh-jatuh bangun.

1. a. Proses Penurunan Verba

Ada empat macam afiks atau imbuhan yang dipakai untuk menurunkan verba: prefiks, sufiks,
konfiks, dan –yang tidak begitu produktif lagi- infiks. Prefiks, yang sering juga dinamakan
awalan, adalah afiks yang diletakkan di muka dasar. Sufiks, yang juga disebut akhiran,
diletakkan di belakang dasar. Konfiks, adalah gabungan prefiks dan sufiks yang mengapit dasar
dan membentuk satu kesatuan. Infiks, yang juga dinamakan sisipan, adalah bentuk afiks yang
ditempatkan di tengah dasar.

Prefiks dan sufiks dapat membentuk konfiksjika dua syarat berikut terpenuhi. Pertama,
keterpaduan antara prefiks dan sufiks bersifat mutlak, artinya kedua afiks itu secara serentak
dilekatkan pada dasar kata.

Syarat kedua adalah bahwa pemisahan salah satu dari afiks itu tidak akan meninggalkan
bentuk yang masih berwujud kata dan yang hubungan maknanya masih dapat ditelusuri.

Ada prefiks yang secara waqjib memang diperlukan untuk menurunkan verba. Dasar bebas
seperti darat dan layar masing-masing perlu mendapat prefiks meng- dan ber- untuk
mengubah statusnya sebagai nomina menjadi verba.

Urutan penurunan verba mengikuti kaidah urutan afiks berikut.

1. Jika prefiks tertentu mutlak diperlukan untuk mengubah kelas kata dari dasar tertentu
menjadi verba, prefiks itu tinggi letaknya dalam hierarki penurunan verba.

2. Jika prefiks tertentu digunakan bersama-sama dengan sufiks tertentu dan kehadiran
kedua afiks itu terpadu dan maknanya pun tak terpisahkan, dalam hierearki penurunan
verba kedua afiks yang bersangkutan mempunyai tempat yang sama tingginya.

3. Jika prefiks tertentu terdapat pada verba dengan dasar nomina yang bersufiks tertentu,
prefiks itu lebih tinggi letaknya daripada sufiks.

4. Jika prefiks tertentu digunakan bersama-sama dengan sufiks tertentu sedangkan


hubungan antara sufiks dan dasar telah menumbuhkan makna tersendiri, dan
penambahan prefiks itu tidak mengubah makan leksikalnya, maka tempat sufiks dalam
hierarki penurunan verba lebih tinggi daripada prefiks.

5. Jika prefiks tertentu digunakan bersama-sama dengan sufiks tertentu dan gabungan
keduanya bukan merupakan konfiks tetapi menentukan makna leksikal, maka
maknalah yang kita anggap menentukan hierarki pembentukan verba.
6. b. Penggabungan Prefiks dan Sufiks

Dalam pembentukan verba bahasa Indonesia (a) prefiks ke- tidak dapat bergabung dengan
sufiks –kan atau –i (kecuali dalam dasar verba ketahui); (b) prefiks meng-, per-, ter-, dan di-
tidak dapat bergabung dengan sufiks –an; (c) prefiks ber- tidak dapat bergabung dengan sufiks
–i; dan (d) prefiks ke- hanya dapat bergabung dengan sufiks –an, dan dengan –i pada  kata
ketahui.

1. c. Urutan Afiks

Di antara prefiks itu sendiri terdapat pula urutan yang harus dipatuhi jika dua prefiks terdapat
pada satu dasar yang sama. Urutan yang pertam adalah prefiks meng- yang selalu menduduki
posisi paling kiri. Kemudian menyusul prefiks per- atau ber- sehingga terjadi bentuk memper-
dan member-.

1. d. Morfofonemik

Proses berubahnya suatu fonem menjadi fonem lain sesuai dengan fonem awal atau fonem
yang mendahuluinya dinamakan proses morfofonemis.

a) Morfofonemik Prefiks meng-

Ada delapan kaidah morfofonemik untuk prefiks meng-.

 Ø Jika ditambahkan pada dasar yang dimulai dengan fonem /a/, /i/, /u/, /e/, /o/, /ə/,
/k/, /g/, /h/, atau /x/ bentuk meng- tetap meng- /məŋ-/.

o Ø Jika ditambahkan pada dasar yang dimulai dengan fonem /l/, /m/, /n/, /ň/,
/ŋ/, /r/, /y/, atau /w/, bentuk meng- berubah menjadi me-.

o Ø Jika ditambahkan pada dasar yang dimulai dengan fonem /d/ atau /t/, bentuk
meng- berubah menjadi men- /mən-/.

o Ø Jika ditambahkan pada dasar yang dimulai dengan fonem /b/, /p/, atau /f/,
bentuk meng- berubah menjadi mem- /məm-/.

o Ø Jika ditambahkan pada dasar yang dimulai dengan fonem /c/, /j/, /s/, dan /š/,
bentuk meng- berubah menjadi meny- /məň/.

 Jika ditambahkan pada dasar yang bersuku satu, bentuk meng- berubah
menjadi menge- /məŋə/.

 Kata-kata yang berasal dari bahasa asing diperlakukan berbeda-beda,


bergantung pada frekuensi dan lamanya kata tersebut telah kita pakai.
 Jika verba yang berdasar tunggal direduplikasi, dasarnya diulangi dengan
mempertahankan peluluhan konsonan pertamanya.

b) Morfofonemik Prefiks per-

Ada tiga kaidah morfofonemik untuk prefiks per-.

 Prefiks per- berubah menjadi pe- apabila ditambahkan pada dasar yang dimulai dengan
fonem /r/.

 Prefiks per- berubah menjadi pel- apabila ditambahkan pada bentuk dasar ajar.

 Prefiks per- tidak mengalami perubahan bentuk bila bergabung dengan dasar lain di
luar kaidah 1 dan 2 di atas.

c) Morfofonemik Prefiks ber-

Ada empat kaidah morfofonemik untuk prefiks ber-.

 Prefiks ber- berubah menjadi be- jika ditambahkan pada dasar yang dimulai dengan
fonem /r/.

 Prefiks ber- berubah menjadi be- jika ditambahkan pada dasar yang suku pertamanya
berakhir dengan /ər/.

 Prefiks ber- berubah menjadi bel- jika ditambahkan pada dasar tertentu.

 Prefiks ber- tidak berubah bentuknya bila digabungkan dengan dasar di luar kaidah 1-3
di atas.

d) Morfofonemik Prefiks ter-

Ada tiga kaidah morfofonemik untuk prefiks ter-.

 Prefiks ter- berubah menjadi te- jika ditambahkan pada dasar yang dimulai dengan
fonem /r/.

 Jika suku pertama kata dasar berakhir dengan bunyi /ər/, fonem /r/ pada prefiks ter-
ada yang muncul dan ada pula yang tidak.

 Di luar kedua kaidah di atas, ter- tidak berubah bentuknya.

e) Morfofonemik Prefiks di-


Digabung dengan dasar apa pun, prefiks di- tidak mengalami perubahan bentuk.

f) Morfofonemik Sufiks -kan

Sufiks –kan tidak mengalami perubahan apabila ditambahkan pada dasar kata apa pun.

g) Morfofonemik Sufiks -i

Sufiks –i juga tidak mengalami perubahan jika ditambahkan pada dasar kata apa pun.

h) Morfofoneemik Sufiks -an

Sufiks –an tidak mengalami perubahan bentuk jika digabungkan dengan dasar kata apa pun.

E. Verba Majemuk

Verba majemuk adalah verba yang terbentuk melalui proses penggabungan satu kata dengan
kata yang lain.

1. 1. Verba Majemuk Dasar

Yang dimaksud dengan verba majemuk dasar ialah verba majemuk yang tidak berafiks dan
tidak mengandung komponen berulang, serta dapat berdiri sendiri dalam frasa, klausa, ataun
kalimat.

1. 2. Verba Majemuk Berafiks

Verba majemuk berafiks ialah verba majemuk yang mengandung afiks tertentu.

Verba majemuk berafiks dapat dibagi menjadi tiga kelompok.

(a)    Verba majemuk berafiks yang pangkalnya berupa bentuk majemuk yang tidak dapat
berdiri sendiri dalam kalimat disebut verba majemuk terikat.

(b)        Verba majemuk berafiks yang pangkalnya berupa bentuk majemuk yang dapat berdiri
sendiri disebut verba majemuk bebas.

(c)         Verba majemuk berafiks yang komponennya telah berafiks terlebih dahulu.

1. 3. Verba Majemuk Berulang

Verba majemuk dalam bahasa Indonesia dapat direduplikasi jika kemajemukannya bertingkat
dan jika intinya adalah bentuk verba yang dapat direduplikasi pula.

F. Frasa Verbal dan Fungsinya


Verba dapat diperluas dengan menambahkan unsur-unsur tertentu, tetapi hasil perluasan ini
masih tetap ada pada tataran sintakis yang sama.

1. 1. Pengertian Frasa Verbal

Frasa verbal ialah satuan bahasa yang terbentuk dari dua kata atau lebih dengan verba sebagai
intinya tetapi bentuk ini tidak merupakan klausa.

1. 2. Jenis-Jenis Frasa Verbal

Dilihat dari konstruksinya, frasa verbal terdiri atas verba inti dan kata lain yang bertindak
sebagai penambah arti verba tersebut. Konstruksi seperti sudah membaik, akan mendarat,
tidak harus pergi merupakan jenis frasa verbal yang berbentuk endosentrik atributif. Frasa
verbal seperti makan dan minum serta menyanyi dan menari masing-masing mempunyai dua
verba inti yang digabungkan dengan kata dan dan atau. Frasa seperti itu disebut frasa
endosentrik koordinatif.

a. Frasa Endosentrik Atributif

Frasa verbal yang endosentrik atributif terdiri atas inti verba dan pewatas (modifier) yang
ditempatkan di muka atau di belakang verba inti. Yang di muka dinamakan pewatas depan dan
yang di belakang dinamakan pewatas belakang.

Wujud frasa endosentrik koordinatif sangatlah sederhana, yakni dua verba yang penghubung
dan atau atau.

1. 3. Fungsi Verba dan Frasa Verbal

Jika ditinjau dari segi fungsinya, verba (maupun frasa verbal) terutama menduduki fungsi
predikat.

a. Verba dan Frasa Verbal Sebagai Predikat

Telah dikemukakan bahwa verba berfungsi terutama sebagai predikat atau sebagai inti
predikat kalimat.

b. Verba dan Frasa Verbal sebagai Subjek

Pada umumnya verba yang berfungsi sebagai subjek adalah verba inti, tanpa pewatas depan
ataupun pewatas belakang.

c. Verba dan Frasa Verbal sebagai Subjek

Dalam kalimat berikut verba dan frasa verbal dengan perluasannya berfungsi sebagai objek.
Dia mencoba tidur lagi tanpa bantal.

Dalam kalimat tersebut, yang berfungsi sebagai objek ialah verba tidur lagi, yang diikuti oleh
keterangan tanpa bantal.

d.Verba dan Frasa Verbal sebagai Pelengkap

Verba dan frasa verbal beserta perluasannya dapat berfungsi sebagai pelengkap dalam
kalimat.

Contoh: Dia sudah berhenti merokok.

Verba merokok berfungsi sebagai pelengkap dari predikat berhenti.

e. Verba dan Frasa Verbal sebagai Keterangan

Dalam kalimat berikut verba dan perluasannya berfungsi sebagai keterangan.

Ibu sudah pergi berbelanja.

Dari contoh di atas tampak bahwa ada dua verba yang letaknya berurutan: yang pertama
merupakan predikat dan yang kedua bertindak sebagai keterangan.

f. Verba yang Bersifat Atributif

Verba (bukan frasa) juga bersifat atributif, yaitu memberikan keterangan tambahan pada
nomina.

Contoh: Anjing tidur tak boleh diganggu.

Verba tidur bersifat atributif dalam frasa nominal anjing tidur. Verba tersebut menerangkan
nomina inti anjing. Verba yang berfungsi atributif seperti ini meruapakan kependekan dari
bentuk lain yang memakai kata yang. Dengan demikian, bentuk panjangnya adalah (anjing)
yang tidur.

g. Verba yang Bersifat Apositif

Verba dan perluasannya dapat juga bersifat apositif, yaitu sebagai keterangan yang
ditambahkan atau diselipkan.

Contoh: Pekerjaannya, mengajar, sudah ditanggalkan.


Verba dan perluasannya mengajar dalam kalimat di atas berfungsi sebagai aposisi. Konstruksi
tersebut menambah keterangan pada nomina pekerjaan. Sebagaimana dapat dilihat, verba
(dengan perluasannya) yang berfungsi sebagai aposisi tersebut terletak diantara koma.

C.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Verba adalah kata yang menggambarkan proses, perbuatan, atau keadaan (KBBI,
2007: 1260). Alwi dkk. (2003: 98) menyatakan bahwa bahasa Indonesia pada dasarnya
mempunyai dua macam bentuk verba, yakni (1) verba asal: verba yang dapat berdiri
sendiri tanpa afiks dalam konteks sintaksis, dan (2) verba turunan: verba yang harus atau
dapat memakai afiks, bergantung pada tingkat keformalan bahasa dan/atau pada posisi
sintaksisnya.
Verba dapat berfungsi sebagai predikat, subjek, objek, pelengkap, keterangan,
aposisi, dan atribut. Namun, perlu diperhatikan bahwa kategori sintaksisnya tetap verba;
fungsinya saja yang berbeda.

B. SARAN

You might also like