You are on page 1of 35

Humanistik adalah aliran dalam psikologi yang muncul tahun 1950an sebagai reaksi terhadap behaviorisme dan psikoanalisis.

Aliran ini secara eksplisit memberikan perhatian pada dimensi manusia dari psikologi dan konteks manusia dalam
pengembangan teori psikologis. Permasalah ini dirangkum dalam lima postulat Psikologi Humanistik dari James Bugental
(1964), sebagai berikut:

1. Manusia tidak bisa direduksi menjadi komponen-komponen.


2. Manusia memiliki konteks yang unik di dalam dirinya.
3. Kesadaran manusia menyertakan kesadaran akan diri dalam konteks orang lain.
4. Manusia mempunyai pilihan-pilihan dan tanggung jawab.
5. Manusia bersifat intensional, mereka mencari makna, nilai, dan memiliki kreativitas.

Pendekatan humanistik ini mempunyai akar pada pemikiran eksistensialisme dengan tokoh-tokohnya seperti Kierkegaard,
Nietzsche, Heidegger, dan Sartre.

Abraham Harold Maslow (1908 - 1970) adalah psikolog Amerika yang merupakan seorang pelopor aliran psikologi
humanistik. Ia terkenal dengan teorinya tentang hirarki kebutuhan manusia.

Abraham Maslow
Lahir 1 April 1908
Brooklyn, New York Wafat 08 Juni 1970 (umur 62)
California Warga negara American Bidang Psikologi Institusi Cornell
University
Brooklyn College
Brandeis University Alma mater University of Wisconsin–Madison
Pembimbing doktoral Harry Harlow Dikenal atas psikologiBiografi
Abraham Maslow dilahirkan di Brooklyn, Newyork, pada 1908. Maslow dibesarkan dalam keluarga Yahudi Rusia dengan
Orang Tua yang tidak mengenyam pendidikan tinggi. Pada masa kecilnya, ia dikenal sebagai anak yang kurang berkembang
dibanding anak lain sebayanya. "Saya adalah seorang anak Yahudi yang tumbuh dalam lingkungan yang mayoritas dihuni oleh
non Yahudi. Saya merasa terisolasi dan tidak bahagia pada masa itu. Saya tumbuh di perpustakaan diantara buku-buku." Ia
awalnya berkuliah hukum, namun pada akhirnya ia memilih untuk memilih mempelajari psikologi dan lulus dari Universitas
Wisconsin. Pada saat ia berkuliah, ia menikah dengan sepupunya yang bernama Bertha pada bulan desember 1928, dan
bertemu dengan mentor utamanya yaitu Profesor Harry Harlow. Ia memperoleh gelar bachelor pada 1930, master pada 1931,
dan PhD pada 1934. Maslow kemudian memperdalam riset dan studinya di Universitas Columbia dan masih mendalami subjek
yang sama. Di sana ia berctemu dengan mentornya yang lain yaitu Alfred Adler, salah satu kolega awal dari Sigmund Freud.
Pada tahun 1937 hingga tahun 1951, Maslow memperdalam ilmunya di Brooklyn College. Di New York, Ia bertemu dengan
dua mentor lainnya yaitu Ruth Benedict seorang antropologis, dan Max Wertheimer seorang Gestalt psikolog, yang ia kagumi
secara profesional maupun personal. Kedua orang inilah yang kemudian menjadi perhatian Maslow dalam mendalami perilaku
manusia, kesehatan mental dan potensi manusia. Ia menulis dalam subjek subjek ini dengan mendalam. Tulisannya banyak
meminjam dari gagasan-gagasan psikologi, namun dengan pengembangan yang signifikan. Penambahan tersebut khususnya
mencakup hirarki kebutuhan, berbagai macam kebutuhan, aktualisasi diri seseorang, dan puncak dari pengalaman. Maslow
menjadi pelopor aliran humanistik psikologi yang terbentuk pada sekitar tahun 1950 hingga 1960-an. Pada masa ini ia dikenal
sebagai "kekuatan ke tiga" di sanping teori Freud dan behaviorisme.

Maslow menjadi profesor di Universitas Brandeis dari 1951 hingga 1969, dan menjadi resident fellow untuk Laughlin Institute
of California. Ia meninggal karena serangan jantung pada 8 Juni 1970.

Pada tahun 1967, Asosiasi Humanis Amerika menganugerahkan gelar Humanist of the Year.

[sunting] Teori Humanistik dan Aktualisasi Diri


Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor aliran psikologi humanistik. Maslow percaya bahwa manusia tergerak untuk
memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Teorinya yang sangat terkenal sampai dengan hari ini adalah teori tentang
Hierarchy of Needs (Hirarki Kebutuhan). Kehidupan keluarganya dan pengalaman hidupnya memberi pengaruh atas gagasan
gagasan psikologisnya. Setelah perang dunia ke II, Maslow mulai mempertanyakan bagaimana psikolog psikolog sebelumnya
tentang pikiran manusia. Walau tidak menyangkal sepenuhnya, namun ia memiliki gagasan sendiri untuk mengerti jalan pikir
manusia.

Psikolog humanis percaya bahwa setiap orang memiliki keinginan yang kuat untuk merealisasikan potensi potensi dalam
dirinya, untuk mencapai tingkatan aktualisasi diri. Untuk membuktikan bahwa manusia tidak hanya bereaksi terhadap situasi
yang terjadi di sekelilingnya, tapi untuk mencapai sesuatu yang lebih, Maslow mempelajari seseorang dengan keadaan mental
yang sehat, dibanding mempelajari seseorang dengan masalah kesehatan mental. Hal ini menggambarkan bahwa manusia baru
dapat mengalami "puncak pengalamannya" saat manusia tersebut selaras dengan dirinya maupun sekitarnya. Dalam pandangan
Maslow, manusia yang mengaktualisasikan dirinya, dapat memiliki banyak puncak dari pengalaman dibanding manusia yang
kurang mengaktualisasi dirinya.

[sunting] Hirarki Kebutuhan

Interpretasi dari Hirarki Kebutuhan Maslow yang direpresentasikan dalam bentuk piramida dengan kebutuhan yang lebih
mendasar ada di bagian paling bawah

Maslow menggunakan piramida sebagai peraga untuk memvisualisasi gagasannya mengenai teori hirarki kebutuhan. Menurut
Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki
tingkatan atau hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri).
Adapun hirarki kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Kebutuhan fisiologis/ dasar
2. Kebutuhan akan rasa aman dan tentram
3. Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi
4. Kebutuhan untuk dihargai
5. Kebutuhan untuk aktualisasi diri

Pada perkembangannya, teori ini juga mendapatkan kritik. Hal ini dikarenakan adanya sebuah loncatan pada piramida
kebutuhan Maslow yang paling tinggi, yaitu kebutuhan mencapai aktualisasi diri. Kebutuhan itu sama sekali berbeda dengan
keempat kebutuhan lainnya, yang secara logika mudah dimengerti. Seakan-akan ada missing link antara piramida ke-4 dengan
puncak piramida. Seolah-olah terjadi lompatan logika.

Artikel bertopik biografi tokoh ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan
mengembangkannya

Sigismund Schlomo Freud


Sigmund Freud, 1920 Lahir 6 Mei 1856
Freiberg, Moravia, Austria–Hungary, now the Czech Republic Wafat 23 September 1939 (umur 83)
London, England, U.K.
Tempat tinggal Austria, U.K. Warga negara Austrian Bidang Neurology
Filosofi
Psikiatri
Psikologi
Psikoterapi
Psikoanalisis
Literatur Alma mater University of Vienna Dikenal atas Psikoanalisis Penghargaan Goethe Prize Agama Atheis

Sigmund Freud (lahir di Freiberg, Moravia, Austria–Hungary, sekarang Republik Ceko, 6 Mei 1856 – meninggal di London,
Inggris, Britania Raya, 23 September 1939 pada umur 83 tahun) adalah seorang psikiater Austria dan pendiri aliran
psikoanalisis dalam psikologi. Menurut Freud, kehidupan jiwa memiliki tiga tingkatan kesadaran, yakni sadar (conscious),
prasadar (preconscious), dan tak-sadar (unconscious).[1] Konsep dari teori Freud yang paling terkenal adalah tentang adanya
alam bawah sadar yang mengendalikan sebagian besar perilaku. Selain itu, dia juga memberikan pernyataan pada awalnya
bahwa prilaku manusia didasari pada hasrat seksualitas pada awalnya (eros) yang pada awalnya dirasakan oleh manusia
semenjak kecil dari ibunya.

Pengalaman seksual dari Ibu, seperti menyusui, selanjutnya mengalami perkembangannya atau tersublimasi hingga
memunculkan berbagai prilaku lain yang disesuaikan dengan aturan norma masyarakat atau norma Ayah. Namun dalam
perjalanannya setelah kolega kerjanya Alferd Adler, mengungkapkan adanya insting mati didalam diri manusia, walaupun
Freud pada awalnya menolak pernyataan Adler tersebut dengan menyangkalnya habis-habisan, namun pada akhirnya Freudpun
mensejajarkan atau tidak menunggalkan insting seksual saja yang ada didalam diri manusia, namun disandingkan dengan
insting mati (Thanatos). Walaupun begitu dia tidak pernah menyinggung asal teori tersebut sebetulnya dikemukakan oleh
Adler awal mulanya.

Freud tertarik dan belajar hipnotis di Perancis, lalu menggunakannya untuk membantu penderita penyakit mental. Freud
kemudian meninggalkan hipnotis setelah ia berhasil menggunakan metode baru untuk menyembuhkan penderita tekanan
Psikologis yaitu asosiasi bebas dan analisis mimpi. Dasar terciptanya metode tersebut adalah dari konsep alam bawah sadar,
asosiasi bebas adalah metode yang digunakan untuk mengungkap masalah-masalah yang ditekan oleh diri seseorang namun
terus mendorong keluar secara tidak disadari hingga menimbulkan permasalahan. Sedangkan Analisis Mimpi, digunakan oleh
Freud dari pemahamannya bahwa mimpi merupakan pesan alam bawah sadar yang abstrak terhadap alam sadar, pesan-pesan
ini berisi keinginan, ketakutan dan berbagai macam aktivitas emosi lain, hingga aktivitas emosi yang sama sekali tidak
disadari. Sehingga metode Analisis Mimpi dapat digunakan untuk mengungkap pesan bawah sadar atau permasalahan
terpendam, baik berupa hasrat, ketakutan, kekhawatiran, kemarahan yang tidak disadari karena ditekan oleh seseorang. Ketika
hal masalah-masalah alam bawah sadar ini telah berhasil di-ungkap, maka untuk penyelesaian selanjutnya akan lebih mudah
untuk diselesaikan.

Hal-hal ini dilakukan untuk mengembangkan sesuatu yang kini dikenal sebagai "obat dengan berbicara". Hal-hal ini menjadi
unsur inti psikoanalisis. Freud terutama tertarik pada kondisi yang dulu disebut histeria dan sekarang disebut sindrom konversi.

Teori-teori Freud, dan caranya mengobati pasien, menimbulkan kontroversi di Wina abad kesembilan belas, dan masih
diperdebatkan sengit di masa kini. Gagasan Freud biasanya dibahas dan dianalisis sebagai karya sastra, filsafat, dan budaya
umum, selain sebagai debat yang berterusan sebagai risalah ilmiah dan kedokteran ini.

Filsuf Barat
Filsafat abad ke-19

Søren Kierkegaard

Nama: Søren Aabye Kierkegaard Lahir: 5 Mei 1813 (Kopenhagen, Denmark) Meninggal: 11 November 1855 (Kopenhagen,
Denmark) Aliran/tradisi: Filsafat Eropa,[1][2] Zaman Keemasan Tradisi Sastra dan Seni, pendahulu dari Eksistensialisme, Pasca-
modernisme, Pasca-strukturalisme, Psikologi eksistensial, Neo ortodoksi, dan masih banyak lagi Minat utama: Agama,
Metafisika, Epistemologi, Estetika, Etika, Psikologi Gagasan penting: Dianggap sebagai Bapak Eksistensialisme, kecemasan,
keputusasaan eksistensial, Tiga ranah keberadaan manusia, Ksatria iman, Subyektivitas adalah Kebenaran Dipengaruhi: Hegel,
Abraham, Luther, Kant, Hamann, Lessing, Socrates (melalui Plato, Xenophon, Aristophanes) Mempengaruhi: Jaspers,
Wittgenstein, Heidegger, Sartre, Marcel, Buber, Tillich, Barth, Auden, Camus, Kafka, de Beauvoir, May, Updike, dan masih
banyak lagi
Behaviorisme atau Aliran Perilaku (juga disebut Perspektif Belajar) adalah filosofi dalam psikologi yang berdasar pada
proposisi bahwa semua yang dilakukan organisme — termasuk tindakan, pikiran, atau perasaan— dapat dan harus dianggap
sebagai perilaku. Aliran ini berpendapat bahwa perilaku demikian dapat digambarkan secara ilmiah tanpa melihat peristiwa
fisiologis internal atau konstrak hipotetis seperti pikiran. Behaviorisme beranggapan bahwa semua teori harus memiliki dasar
yang bisa diamati tapi tidak ada perbedaan antara proses yang dapat diamati secara publik (seperti tindakan) dengan proses
yang diamati secara pribadi (seperti pikiran dan perasaan).

Tokoh-tokohnya diantaranya:

• Ivan Pavlov,
• Edward Lee Thorndike,
• John B. Watson, dan
• B.F. Skinner

B.F. Skinner
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa
Langsung ke: navigasi, cari
Burrhus Frederic Skinner

20 Maret 1904
Lahir
Susquehanna, Pennsylvania
18 Agustus 1990
Wafat
Cambridge, Massachusetts
Warga negara Amerika Serikat
Bidang Psikologi
Hamilton College
Alma mater
Universitas Harvard
Analisis Behaviorisme
Dikenal atas Kondisi yang Menentukan
Behaviorisme Radikal

Burrhusm Frederic Skinner (1904-1990) adalah seorang psikolog Amerika Serikat terkenal dari aliran behaviorisme.[1] Inti
pemikiran Skinner adalah setiap manusia bergerak karena mendapat rangsangan dari lingkungannya.[1] Sistem tersebut
dinamakan "cara kerja yang menentukan" (operant conditioning).[2][1] Setiap makhluk hidup pasti selalu berada dalam proses
bersinggungan dengan lingkungannya.[1] Di dalam proses itu, makhluk hidup menerima rangsangan atau stimulan tertentu yang
membuatnya bertindak sesuatu.[1] Rangsangan itu disebut stimulan yang menggugah.[1] Stimulan tertentu menyebabkan
manusia melakukan tindakan-tindakan tertentu dengan konsekuensi-konsekuensi tertentu.[1]
Skinner lahir pada tanggal 20 Maret 1904 di kota Susquehanna, Pennsylvania, Amerika Serikat.[1] Ia menempuh pendidikan
dalam bidang Bahasa Inggris dari Hamilton College.[1] Beberapa tahun kemudian, Skinner menempuh studi dalam bidang
psikologi di Universitas Harvard.[1] Pada tahun 1936, Ia mengajar di Universitas Minnesota, dan pada tahun 1948, ia mengajar
di Universitas Harvard sampai akhir hayatnya.[1] Salah satu buku terbaik dalam bidang psikologi yang ditulisnya adalah
Walden II.[1]

Psikoanalisis
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa
Langsung ke: navigasi, cari

Sofa yang digunakan Freud saat melakukan psikoanalisis

Psikoanalisis adalah cabang ilmu yang dikembangkan oleh Sigmund Freud dan para pengikutnya, sebagai studi fungsi dan
perilaku psikologis manusia. Sigmund Freud sendiri dilahirkan di Moravia pada tanggal 6 Mei 1856 dan meninggal di London
pada tanggal 23 September 1939. [1] Pada mulanya istilah psikoanalisis hanya dipergunakan dalam hubungan dengan Freud
saja, sehingga "psikoanalisis" dan "psikoanalisis" Freud sama artinya. Bila beberapa pengikut Freud dikemudian hari
menyimpang dari ajarannya dan menempuh jalan sendiri-sendiri, mereka juga meninggalkan istilah psikoanalisis dan memilih
suatu nama baru untuk menunjukan ajaran mereka. Contoh yang terkenal adalah Carl Gustav Jung dan Alfred Adler, yang
menciptakan nama "psikologi analitis" (en: Analitycal psychology) dan "psikologi individual" (en: Individual psychology) bagi
ajaran masing-masing.[2] Psikoanalisis memiliki tiga penerapan: 1) suatu metoda penelitian dari pikiran; 2) suatu ilmu
pengetahuan sistematis mengenai perilaku manusia; dan 3) suatu metoda perlakuan terhadap penyakit psikologis atau
emosional.[3] Dalam cakupan yang luas dari psikoanalisis ada setidaknya 20 orientasi teoretis yang mendasari teori tentang
pemahaman aktivitas mental manusia dan perkembangan manusia. Berbagai pendekatan dalam perlakuan yang disebut
"psikoanalitis" berbeda-beda sebagaimana berbagai teori yang juga beragam. Psikoanalisis Freudian, baik teori maupun terapi
berdasarkan ide-ide Freud telah menjadi basis bagi terapi-terapi moderen dan menjadi salah satu aliran terbesar dalam
psikologi..[4] Sebagai tambahan, istilah psikoanalisis juga merujuk pada metoda penelitian terhadap perkembangan anak.

[sunting] Struktur kepribadian


Menurut freud, kehidupan jiwa memiliki tiga tingkatan kesadaran, yakni sadar (en:conscious), prasadar (en:preconscious), dan
tak-sadar (unconscious).[5]

Aliran psikoanalisis Freud merujuk pada suatu jenis perlakuan dimana orang yang dianalisis mengungkapkan pemikiran secara
verbal, termasuk asosiasi bebas, khayalan, dan mimpi, yang menjadi sumber bagi seorang penganalisis merumuskan konflik
tidak sadar yang menyebabkan gejala yang dirasakan dan permasalahan karakter pada pasien, kemudian
menginterpretasikannya bagi pasien untuk menghasilkan pemahaman diri untuk pemecahan masalahnya.

[sunting] Terapi
Intervensi khusus dari seorang penganalisis biasanya mencakup mengkonfrontasikan dan mengklarifikasi mekanisme
pertahanan, harapan, dan perasaan bersalah. Melalui analisis konflik, termasuk yang berkontribusi terhadap daya tahan psikis
dan yang melibatkan tranferens kedalam reaksi yang menyimpang, perlakuan psikoanalisis dapat mengklarifikasi bagaimana
pasien secara tidak sadar menjadi musuh yang paling jahat bagi dirinya sendiri: bagaimana reaksi tidak sadar yang bersifat
simbolis dan telah distimulasi oleh pengalaman kemudian menyebabkan timbulnya gejala yang tidak dikehendaki. Terapi
dihentikan atau dianggap selesai saat pasien mengerti akan kenyataan yang sesungguhnya, alasan mengapa mereka melakukan
perilaku abnormal, dan menyadari bahwa perilaku tersebut tidak seharusnya mereka lakukan, lalu mereka sadar untuk
menghentikan perilaku itu.[6]

Sejarah Psikologi
Sebagai bagian dari ilmu pengetahuan, psikologi melalui sebuah perjalanan panjang. Bahkan sebelum Wundt mendeklarasikan
laboratoriumnya tahun 1879, yang dipandang sebagai kelahiran psikologi sebagai ilmu. pandangan tentang manusia dapat
ditelusuri jauh ke masa Yunani kuno. Dapat dikatakan bahwa sejarah psikologi sejalan dengan perkembangan intelektual di
Eropa, dan mendapatkan bentuk pragmatisnya di benua Amerika. [2]

[sunting] Metode Psikologi


Beberapa metodologi dalam psikologi, diantaranya sebagai berikut :

a. Metodologi Eksperimental

Cara ini dilakukan biasanya di dalam laboratorium dengan mengadakan berbagai eksperimen.[3] Peneliti mempunyai kontrol
sepenuhnya terhadap jalannya suatu eksperimen. Yaitu menentukan akan melakukan apa pada sesuatu yang akan ditelitinya,
kapan akan melakukan penelitian, seberapa sering melakukan penelitiannya, dan sebagainya.

b. Observasi Ilmiah

Pada observasi ilmiah, suatu hal pada situasi-situasi yang ditimbulkan tidak dengan sengaja. Melainkan dengan proses ilmiah
dan secara spontan. Observasi alamiah ini dapat diterapkan pula pada tingkah laku yang lain, misalnya saja : tingkah laku
orang-orang yang berada di toko serba ada, tingkah laku pengendara kendaraan bermotor dijalan raya, tingkah laku anak yang
sedang bermain, perilaku orang dalam bencana alam, dan sebagainya.

c. Sejarah Kehidupan

Sejarah kehidupan seseorang dapat merupakan sumber data yang penting untuk lebih mengetahui “jiwa” orang yang
bersangkutan, misalnya dari cerita ibunya, seorang anak yang tidak naik kelas mungkin diketahui bahwa dia bukannya kurang
pandai tetapi minatnya sejak kecil memang dibidang musik sehingga dia tidak cukup serius untuk mengikuti pendidikan di
sekolahnya.[3]

d. Wawancara

Wawancara merupakan tanya jawab si pemeriksa dan orang yang diperiksa. Agar orang diperiksa itu dapat menemukan isi
hatinya itu sendiri, pandangan-pandangannya, pendapatnya dan lain-lain sedemikian rupa sehingga orang yang mewawancarai
dapat menggali semua informasi yang dibutuhkan.

e. Angket
Angket merupakan wawancara dalam bentuk tertulis. Semua pertanyaan telah di susun secara tertulis pada lembar-lembar
pertanyaan itu, dan orang yang diwawancarai tinggal membaca pertanyaan yang diajukan, lalu menjawabnya secara tertulis
pula. Jawaban-jawabannya akan dianalisis untuk mengetahui hal-hal yang diselidiki.

f. Pemeriksaan Psikologi

Dalam bahasa populernya pemeriksaan psikologi disebut juga dengan psikotes Metode ini menggunakan alat-alat
psikodiagnostik tertentu yang hanya dapat digunakan oleh para ahli yang benar-benar sudah terlatih. alat-alat itu dapat
dipergunakan unntuk mengukur dan untuk mengetahui taraf kecerdasan seseorang, arah minat seseorang, sikap seseorang,
struktur kepribadian seeorang, dan lain-lain dari orang yang diperiksa itu.[3]

[sunting] Metode Psikologi Perkembangan


Pada Metode Psikologi Perkembangan memiliki 2 metode, yaitu metode umum dan metode khusus. pada metode umum ini
pendekatan yang dipakai dengan pendekatan longitudinal, transversal, dan lintas budaya. Dari pendekatan ini terlihat adanya
data yang diperoleh secara keseluruhan perkembangan atau hanya beberapa aspek saja dan bisa juga melihat dengan berbagai
faktor dari bawaan dan lingkungan khususnya kebudayaan. [4] Sedangkan pada metode khusus merupakan suatu metode yang
akan diselidiki dengan suatu proses alat atau perhitungan yang cermat dan pasti. Dalam pendekatan ini dapat digunakan
dengan pendekatan eksperimen dan observasi. [4]

[sunting] Psikologi kontemporer

Diawali pada abad ke 19, dimana saat itu berkembang 2 teori dalam menjelaskan tingkah laku, yaitu:

Psikologi Fakultas
Psikologi fakultas adalah doktrin abad 19 tentang adanya kekuatan mental bawaan, menurut teori ini, kemampuan
psikologi terkotak-kotak dalam beberapa ‘fakultas’ yang meliputi berpikir, merasa, dan berkeinginan. Fakultas ini
terbagi lagi menjadi beberapa subfakultas. Kita mengingat melalui subfakultas memori, pembayangan melalui
subfakultas imaginer, dan sebagainya.
Psikologi Asosiasi
Bagian dari psikologi kontemporer abad 19 yang mempercayai bahwa proses psikologi pada dasarnya adalah asosiasi
ide yaitu bahwa ide masuk melalui alat indera dan diasosiasikan berdasarkan prinsip-prinsip tertentu seperti kemiripan,
kontras, dan kedekatan.

[sunting] Psikologi sebagai ilmu pengetahuan

Walaupun sejak dulu telah ada pemikiran tentang ilmu yang mempelajari manusia dalam kurun waktu bersamaan dengan
adanya pemikiran tentang ilmu yang mempelajari alam, akan tetapi karena kerumitan dan kedinamisan manusia untuk
dipahami, maka psikologi baru tercipta sebagai ilmu sejak akhir 1800-an yaitu sewaktu Wilhem Wundt mendirikan
laboratorium psikologi pertama didunia.

Laboratorium Wundt

Pada tahun 1879 Wilhem Wundt mendirikan laboratorium Psikologi pertama di University of Leipzig, Jerman. Ditandai oleh
berdirinya laboratorium ini, maka metode ilmiah untuk lebih mamahami manusia telah ditemukan walau tidak terlalu
memadai. dengan berdirinya laboratorium ini pula, lengkaplah syarat psikologi untuk menjadi ilmu pengetahuan, sehingga
tahun berdirinya laboratorium Wundt diakui pula sebagai tanggal berdirinya psikologi sebagai ilmu pengetahuan.

Berdirinya Aliran Psikoanalisa


Semenjak tahun 1890an sampai kematiannya di 1939, dokter berkebangsaan Austria bernama Sigmund Freud mengembangkan
metode psikoterapi yang dikenal dengan nama psikoanalisis. Pemahaman Freud tentang pikiran didasarkan pada metode
penafsiran, introspeksi, dan pengamatan klinis, serta terfokus pada menyelesaikan konflik alam bawah sadar, ketegangan
mental, dan gangguan psikis lainnya.

[sunting] Fungsi psikologi sebagai ilmu


Psikologi memiliki tiga fungsi sebagai ilmu yaitu:

• Menjelaskan, yaitu mampu menjelaskan apa, bagaimana, dan mengapa tingkah laku itu terjadi. Hasilnya penjelasan
berupa deskripsi atau bahasan yang bersifat deskriptif

• Memprediksikan, Yaitu mampu meramalkan atau memprediksikan apa, bagaimana, dan mengapa tingkah laku itu
terjadi. Hasil prediksi berupa prognosa, prediksi atau estimasi

• Pengendalian, Yaitu mengendalikan tingkah laku sesuai dengan yang diharapkan. Perwujudannya berupa tindakan yang
sifatnya preventif atau pencegahan, intervensi atau treatment serta rehabilitasi atau perawatan.

[sunting] Pendekatan perilaku

Menurut pendekatan perilaku, pada dasarnya tingkah laku adalah respon atas stimulus yang datang. Secara sederhana dapat
digambarkan dalam model S - R atau suatu kaitan Stimulus - Respon. Ini berarti tingkah laku itu seperti reflek tanpa kerja
mental sama sekali. Pendekatan ini dipelopori oleh J.B. Watson kemudian dikembangkan oleh banyak ahli, seperti
B.F.Skinner, dan melahirkan banyak sub-aliran.

[sunting] Pendekatan kognitif

Pendekatan kognitif menekankan bahwa tingkah laku adalah proses mental, dimana individu (organisme) aktif dalam
menangkap, menilai, membandingkan, dan menanggapi stimulus sebelum melakukan reaksi. Individu menerima stimulus lalu
melakukan proses mental sebelum memberikan reaksi atas stimulus yang datang.xx

[sunting] Pendekatan psikoanalisa


pendekatan Psikoanalisa yang dikembangkan oleh Sigmund Freud

Pendekatan psikoanalisa dikembangkan oleh Sigmund Freud. Ia meyakini bahwa kehidupan individu sebagian besar dikuasai
oleh alam bawah sadar. Sehingga tingkah laku banyak didasari oleh hal-hal yang tidak disadari, seperti keinginan, impuls, atau
dorongan. Keinginan atau dorongan yang ditekan akan tetap hidup dalam alam bawah sadar dan sewaktu-waktu akan menuntut
untuk dipuaskan.

[sunting] Pendekatan fenomenologi

Pendekatan fenomenologi ini lebih memperhatikan pada pengalaman subyektif individu karena itu tingkah laku sangat
dipengaruhi oleh pandangan individu terhadap diri dan dunianya, konsep tentang dirinya, harga dirinya dan segala hal yang
menyangkut kesadaran atau aktualisasi dirinya. Ini berarti melihat tingkah laku seseorang selalu dikaitkan dengan fenomena
tentang dirinya.

[sunting] Kajian psikologi


Psikologi adalah ilmu yang luas dan ambisius, dilengkapi oleh biologi dan ilmu saraf pada perbatasannya dengan ilmu alam
dan dilengkapi oleh sosiologi dan anthropologi pada perbatasannya dengan ilmu sosial. Beberapa kajian ilmu psikologi
diantaranya adalah:

1. Psikologi perkembangan

Adalah bidang studi psikologi yang mempelajari perkembangan manusia dan faktor-faktor yang membentuk prilaku seseorang
sejak lahir sampai lanjut usia. Psikologi perkembangan berkaitan erat dengan psikologi sosial, karena sebagian besar
perkembangan terjadi dalam konteks adanya interaksi sosial. Dan juga berkaitan erat dengan psikologi kepribadian, karena
perkembangan individu dapat membentuk kepribadian khas dari individu tersebut

2. Psikologi sosial

Bidang ini mempunyai 3 ruang lingkup, yaitu :


• studi tentang pengaruh sosial terhadap proses individu, misalnya : studi tentang persepsi, motivasi
proses belajar, atribusi (sifat)
• studi tentang proses-proses individual bersama, seperti bahasa, sikap sosial, perilaku meniru dan lain-
lain
• studi tentang interaksi kelompok, misalnya kepemimpinan, komunikasi hubungan kekuasaan, kerjasama
dalam kelompok, dan persaingan.

3. Psikologi kepribadian

Adalah bidang studi psikologi yang mempelajari tingkah laku manusia dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya,
psikologi kepribadian berkaitan erat dengan psikologi perkembangan dan psikologi sosial, karena kepribadian adalah hasil dari
perkembangan individu sejak masih kecil dan bagaimana cara individu itu sendiri dalam berinteraksi sosial dengan
lingkungannya.

4. Psikologi kognitif

Adalah bidang studi psikologi yang mempelajari kemampuan kognisi, seperti: Persepsi, proses belajar, kemampuan memori,
atensi, kemampuan bahasa dan emosi.

[sunting] Wilayah terapan psikologi


Wilayah terapan psikologi adalah wilayah-wilayah dimana kajian psikologi dapat diterapkan. walaupun demikian, belum
terbiasanya orang-orang Indonesia dengan spesialisasi membuat wilayah terapan ini rancu, misalnya, seorang ahli psikologi
pendidikan mungkin saja bekerja pada HRD sebuah perusahaan, atau sebaliknya.

1. Psikologi sekolah

Psikologi sekolah berusaha menciptakan situasi yang mendukung bagi anak didik dalam mengembangkan kemampuan
akademik, sosialisasi, dan emosi. Yang bertujuan untuk membentuk mind set anak

2. Psikologi industri dan organisasi

Psikologi industri memfokuskan pada menggembangan, mengevaluasi dan memprediksi kinerja suatu pekerjaan yang
dikerjakan oleh individu, sedangkan psikologi organisasi mempelajari bagaimana suatu organisasi memengaruhi dan
berinteraksi dengan anggota-anggotanya

3. Psikologi kerekayasaan

Penerapan psikologi yang berkaitan dengan interaksi antara manusia dan mesin untuk meminimalisasikan kesalahan manusia
ketika berhubungan dengan mesin (human error)

4. Psikologi klinis

Adalah bidang studi psikologi dan juga penerapan psikologi dalam memahami, mencegah dan memulihkan keadaan psikologis
individu ke ambang normal.

Hipnosis (Inggris: hypnosis) adalah teknik atau praktik dalam mempengaruhi orang lain secara sengaja untuk masuk ke dalam
kondisi yang menyerupai tidur, dimana seseorang yang terhipnotis bisa menjawab pertanyaan yang diajukan, serta menerima
sugesti dengan tanpa perlawanan. Teknik ini sering dilakukan untuk menjelajahi alam bawah sadar.[1][2].
Hipnotis adalah keadaan dimana proses hipnosis dilakukan, dimana seseorang membuat atau menyebabkan seseorang berada
dalam keadaan hipnosis.[3]. Orang yang terhipnotis dipercaya berada dalam keadaan mental dimana perhatiannya menjadi
terfokus, terkonsentrasi, dan pikirannya lebih mudah menerima permintaan atau sugesti.[1][4]

Daftar isi
[sembunyikan]

• 1 Definisi dan sejarah hipnosis


o 1.1 Istilah
o 1.2 Praktik hipnosis
• 2 Kontroversi hipnotis
• 3 Proses hipnotis
• 4 Rujukan

• 5 Pranala luar

[sunting] Definisi dan sejarah hipnosis


Kata ‘Hipnotis’ dan ‘hipnotisme’ sama-sama merupakan turunan dari istilah ‘neuro-hipnotisme’ (nervous sleep), dicetuskan
oleh dokter bedah Skotlandia James Braid sekitar tahun 1841 dan kemudian dikenal sebagai Bapak Hipnotis Modern. Braid
mendasari cara kerjanya dengan metode yang dikembangkan oleh Frans Mesmer dan para pengikutnya (“Mesmerisme” atau
“Magnetisme Binatang”), tapi berbeda dengan teorinya sebagaimana prosedur dilakukan.

Berlawanan dengan kesalahan konsep popular, bahwa hipnotis merupakan sebuah bentuk mirip ketidaksadaran waktu tidur,
penelitan kontemporer menyebutkan bahwa hipnotis sesungguhnya merupakan keadaan bangun dari konsentrasi yang terfokus
dan berpusat pada sugestibilitas, dengan kewaspadaan perifer yang berkurang. Pada buku pertama topik ini “Neurypnology”
(1843), Braid mendeskripsikan “hipnotisme” sebagai keadaan relaksasi fisik disertai dan diinduksi konsentrasi mental
(“abstraksi”).

Pencetus Menurut karya-karyanya, Braid mulai mendengar laporan tentang berbagai praktek kedokteran Oriental segera
setelah publikasi karya pertamanya tentang hipnotisme, Neurypnology (1843). Dia pertama kali membahas beberapa praktek
oriental dalam serangkaian artikel yang berjudul Magic, Mesmerism, Hypnotism, etc. Historically & Physiologically
Considered. Dia menggambarkan analogi antara praktek pribadinya tentang hipnotisme dan berbagai bentuk meditasi yoga
Hindu dan praktek-praktek spiritual kuno lainnya, terutama yang menlibatkan penguburan diri secara sukarela dan hibernasi
manusia.

Ketertarikan Braid terhadap praktek-praktek ini muncul dari penelitiannya tentang Dabistan-I Mazahib, “Sekolah Keagamaan”,
sebuah karya kuno Persia yang menggambarkan berbagai macam ritual keagamaan Oriental, kepercayaan, dan praktek-
prakteknya.

“Bulan Mei lalu (1843), seorang pria yang tinggal di Edinburg yang tidak saya kenal secara pribadi, yang telah lama tinggal di
India, mengirim surat persetujuan terhadap pandangan saya yang telah diterbitkan tentang sifat dan penyebab fenomena
hipnotis dan mesmerisma. Untuk membuktikan pandangan saya,dia menyebutkan bahwa ia pernah menyaksikan sesuatu di
daerah oriental dia merekomendasikan saya untuk melihat ke dalam “Dabistan, sebuah buku yang diterbitkan baru-baru ini,
sebagai bukti tambahan efek yang sama. Dengan banyak rekomendasi, saya segera dikirimi sebuah salinan buku “Dabistan,
dimana saya banyak menemukan laporan fakta nyata, bahwa orang-orang kudus timur semuanya merupakan orang yang
menghipnotis diri sendiri (self hipnotisers), yang pada dasarnya sama dengan rekomendasi saya untuk keperluan yang sama.”
Walaupun ia menolak penafsiran transedental/metafisikal yang diberikan untuk fenomena tersebut, Braid menerima bahwa
kejadian praktek-praktek Oriental ini mendukung pandangannya bahwa efek hipnotisme dapat dihasilkan dalam suasana
kesendirian, tanpa kehadiran orang lain (seperti yang telah terbukti dengan percobaan yang dilakukannya sendiri pada
November 1841), dan dia melihat hubungan antara banyak praktek-praktek ‘metafisikal’ Oriental dan neuro hipnotisme
‘rasional’nya dan sepenuhnya menolak semua teori cairan dan praktek magnetism oleh para pengikut Mesmerisme.

Kemudian ia menulis: “Sebagaimana pasien dapat membuat diri mereka sendiri dalam tidur gelisah (nervous sleep) dan
mewujudkan semua fenomena umum Mesmerisme, melalui usaha mereka sendiri tanpa sengaja, seperti yang telah berkali-kali
saya buktikan dengan membuat mereka mempertahankan pandangan tetap stabil dalam hal apapun, mengkonsentrasikan
seluruh energy mental mereka pada sebuah ide obyek yang dipandang, atau sama dengan pasien melihat titik pada jarinya
sendiri, sebagaimana yang telah dilakukan orang-orang Majus Persia dan Yogi India selama 2400 tahun untuk kepentingan
keagamaan, membuat diri mereka sendiri ke dalam kerasukan (trance) ekstatik dengan menjaga pandangan mereka tetap stabil
dengan memandang ujung hidungnya sendiri, sudah jelas bahwa tidak ada keperluan untuk pengalaman eksoteris untuk
menghasilkan fenomena Mesmerisme. Obyek agung dalam segala proses ini adalah untuk mendorong kebiasaan ketiadaan atau
konsentrasi pikiran, dimana subyek betul-betul terserap dalam satu ide, atau serangkaian ide, dimana tidak sadar atau sadar
terhadap semua obyek, tujuan atau tindakan lain.”

Franz Mesmer

Franz Mesmer (1734-1815) percaya bahwa ada kekuatan magnetis atau "cairan" di dalam alam semesta yang mempengaruhi
kesehatan tubuh manusia. Dia bereksperimen dengan magnet sehingga menyebabkan penyembuhan. Sekitar tahun 1774 dia
telah menyimpulkan bahwa efek yang sama dapat dibuat dengan menggoyangkan tangan di kejauhan, di depan tubuh subyek,
yang disebut sebagai membuat "hipnotis goyangan." Kata ‘mesmerize’ (=pesona, bahasa Inggris) kata berasal dari nama Franz
Mesmer, dan sengaja digunakan untuk memisahkan penggunanya dari berbagai macam “cairan” dan "magnet" yang tertanam
dalam label teori "magnetisme".

Pada 1784, atas permintaan Raja Louis XVI, serangkaian komite ilmiah Perancis, salah satunya termasuk duta besar Amerika
untuk Perancis, Benjamin Franklin, meneliti teori Mesmer46. Mereka juga menyelidiki praktik mahasiswa dari Mesmer,
Charles d'Eslon (1750-1786), dan walaupun mereka menerima bahwa hasil Mesmer itu valid, percobaan plasebo-terkontrol
mereka diikuti praktik d'Eslon meyakinkan mereka bahwa Mesmerisme sepertinya dihasilkan oleh kepercayaan dan imajinasi
daripada apapun energi tak terlihat ("magnetisme binatang") yang dipancarkan dari tubuh Mesmeris. Dengan kata lain,
meskipun menerima bahwa praktek Mesmer tampak memiliki kemanjuran, semua komite benar-benar menolak semua teori
Mesmer's.

James Braid Menyusul temuan komite Perancis, pada karyanya “Elements of the Philosophy of the Human Mind” (1827),
Dugald Stewart, seorang filsuf akademik berpengaruh dari "Scottish School of Common Sense", mendorong para dokter untuk
menyelamatkan elemen mesmerisme dengan mengganti teori supernatural "magnetisme binatang" dengan penafsiran baru
berdasarkan "akal sehat" hukum fisiologi dan psikologi. Braid mengutip kutipan berikut dari Stewart:

“Menurut saya, bahwa kesimpulan umum yang ditetapkan oleh praktek-praktek Mesmer dengan tidak mengabaikan efek fisik
dari prinsip imajinasi [...] lebih ingin diketahui daripada jika ia betul-betul mendemonstrasikan keberadaan bualan ilmiahnya
(dari “Magnetisme Binatang”): saya tidak bisa melihat alasan mengapa seorang dokter, yang mengakui efisiensi moral
(contohnya psikologis) yang dipekerjakan oleh Mesmer, harus, dalam melaksanakan profesinya, menyalin proses apa pun yang
diperlukan untuk menundukkan mereka untuk perintahnya, tetapi ia lebih ragu mempekerjakan pegawai fisika baru, seperti
ahli listrik atau galvanisme.”

Pada masa Braid, Scottish School of Common Sense memberikan teori dominan tentang psikologi akademik dan Braid
mengacu pada filsuf lain dalam tradisi ini di seluruh tulisan-tulisannya. Oleh karena itu Braid merevisi teori dan praktek
mesmerisme dan mengembangkan metode sendiri "hipnotisme" sebagai pengobatan alternative yang lebih rasional dan ‘masuk
akal” .
“Di sini mungkin perlu bagi saya untuk menjelaskan, bahwa dengan istilah Hipnotisme, atau tidur saraf, yang sering terjadi,
yang saya maksudkan adalah kondisi khusus dari sistem saraf, di mana mungkin dapat dibuat oleh alat buatan, dan yang
berbeda, dalam beberapa hal, dari tidur biasa atau kondisi bangun. Saya tidak mengatakan bahwa kondisi ini disebabkan
melalui transmisi dari pengaruh magnet atau okultisme dari tubuh saya ke dalam pasien, juga tidak saya akui, dengan proses
saya, untuk menghasilkan suatu fenomena yang lebih tinggi (contohnya supranatural) dari Mesmeris. Pretensi saya adalah
sebuah karakter yang jauh lebih rendah hati, dan semuanya konsisten dengan prinsip umum yang telah diakui dalam ilmu
fisiologi dan psikologi. Hipnotisme karena itu mungkin tidak sesuai dengan mesmerisme rasional , berlawanan dengan
Mesmerisme Transendental dari Mesmerist.”

Meskipun ia menyebutkan istilah "mesmerisme rasional", Braid akhirnya menekankan keunikan pendekatannya, melakukan
eksperimen informal sepanjang kariernya untuk membantah argumen tentang praktek supranatural, dan sebagai gantinya
menunjukkan peran proses fisiologis dan psikologis biasa seperti sugesti dan konsentrasi terfokus untuk menghasilkan efek
yang dapat diamati. Braid bekerja sama sangat erat dengan teman dan sekutu ahli fisiologi terkenal Profesor William Benjamin
Carpenter, seorang neuro-psikolog awal, yang memperkenalkan teori sugesti "ideo-motor refleks". Carpenter telah mengamati
berbagai contoh harapan dan imajinasi yang rupanya tanpa sadar mempengaruhi gerakan otot. Sebuah contoh klasik dari
prinsip ideo-motor di tindakan adalah apa yang disebut "pendulum Chevreul" (dinamai menurut Michel Eugène Chevreul).
Chevreul mengklaim bahwa pendulum dapat dibuat bergoyang hanya konsentrasi yang tepat saja.

Braid segera mengasimilasikan pengamatan Carpenter dengan teorinya sendiri, menyadari bahwa pengaruh konsentrasi
terfokus adalah untuk meningkatkan respon reflex ideo-motor. Braid mendefiniskan teori Carpenter untuk menjelaskan
pengaruh pikiran terhadap tubuh secara lebih umum, di luar sistem otot, dan karena itu disebut respon "ideo-dinamis" dan
menciptakan istilah "psiko-fisiologi" untuk merujuk pada studi pikiran umum / interaksi tubuh.

Dalam karya-karyanya berikutnya, Braid memberikan istilah ‘hipnotisme’ untuk kasus-kasus di mana subjek memasuki
keadaan amnesia menyerupai tidur. Selanjutnya, ia berbicara tentang prinsip "mono-ideodynamic" untuk menekankan bahwa
teknik induksi fiksasi mata bekerja dengan mempersempit konsentrasi subyek dengan ide tunggal atau melatih pikiran
("monoideism") yang memperkuat pengaruh “ide dominan” atas tubuh subyek dengan prinsip ideo-dinamis.

Histeria vs Sugesti

Selama beberapa dekade, karya-karya Braid ebih berpengaruh di luar negeri daripada di negaranya sendiri, kecuali untuk
segelintir pengikut, terutama Dr John Milne Bramwell. Ahli saraf terkemuka Dr George Miller Beard membawa teori Braid ke
Amerika. Sementara karya-karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman oleh Wilhelm T. Preyer, Profesor Fisiologi di
Universitas Jena. Psikiater Albert Moll kemudian melanjutkan penelitiannya di Jerman, mempublikasikan Hipnotisme pada
tahun 1889. Perancis menjadi titik fokus penelitan setelah ahli saraf terkemuka Dr Étienne Eugène Azam menyajikan
penelitian Braid di Akademi Ilmiah Perancis. Azam juga menerjemahkan naskah terakhir Braid's (On Hypnotism, 1860) ke
dalam bahasa Prancis. Atas permintaan Azam, Paul Broca, dan lain-lain, Akademi Ilmiah Perancis, yang telah memeriksa
mesmerisme pada 1784, tulisan diperiksa Braid's lama setelah kematiannya.

Antusiasme Azam terhadap hipnotisme dipengaruhi Ambroise-Auguste Liébeault, seorang dokter desa. Hippolyte Bernheim
menemukan kelompok hipnoterapi klinis Liebeault yang sangat terkenal dan kemudian menjadi seorang penghipnotis yang
berpengaruh. Penelitan tentang hipnotisme kemudian berputar di sekitar perdebatan sengit antara Jean-Martin Charcot dan
Hippolyte Bernheim, dua tokoh paling berpengaruh dalam hipnotisme akhir abad 19.

Charcot menjalankan sebuah klinik di Rumah Sakit Pitié-Salpêtrière (yang juga dikenal sebagai "Sekolah Paris" atau "Sekolah
Salpêtrière"), sementara Bernheim memiliki klinik di Nancy (juga dikenal sebagai "Sekolah Nancy"). Charcot, lebih
dipengaruhi oleh Mesmerisme, berpendapat bahwa hipnotis adalah sebuah keadaan fungsi saraf abnormal yang hanya
ditemukan pada wanita histeris tertentu. Dia menyatakan bahwa hal tersebut terwujud dalam serangkaian reaksi fisik yang
dapat dibagi ke dalam tahap yang berbeda. Bernheim berpendapat bahwa setiap orang bisa dihipnotis, dan merupaikan
penjabaran dari fungsi psikologis normal, dan bahwa dampaknya adalah karena sugesti. Setelah perdebatan beberapa dekade,
pandangan Bernheim mendominasi. Teori Charcot sekarang hanyalah merupakan cerita bersejarah.
Pierre Janet

Pierre Janet (1859-1947) melaporkan penelitian pada subjek Hipnotis pada tahun 1882. Charcot kemudian diangkat direktur
laboratorium psikologi di Salpêtrière pada tahun 1889, setelah Janet menyelesaikan gelar doktor dalam filsafat yang membahas
otomatisme psikologis. Pada tahun 1898 diangkat Janet dosen psikologi di Sorbonne, dan pada 1902 menjadi kursi psikologi
eksperimental dan komparatif di College de France. Janet menyatukan pendapat antara pendapatnya dengan Bernheim dan
pengikut-pengikutnya, mengembangkan psikoterapi hipnotisnya berdasarkan konsep disosiasi psikologis, pada pergantian
abad, mencoba untuk menyaingi Freud dalam menyediakan teori psikoterapi yang lebih komprehensif.

Sigmund Freud

Sigmund Freud, penemu psikoanalisis, mempelajari hipnotisme pada sekolah Paris dan mengunjungi Sekolah Nancy sebentar.
Pada awalnya, Freud adalah seorang pendukung antusias dari Hypnotherapy, dan segera mulai menekankan regresi Hipnotis
dan reaksi ab (katarsis) sebagai metode terapi. Dia menulis artikel ensiklopedia yang mendukung hipnotis, diterjemahkan
dalam salah satu karya Bernheim ke dalam bahasa Jerman, dan menerbitkan serial studi kasus yang berpengaruh bersama
rekannya Joseph Breuer berjudul Studies on Hysteria (1895). Hal ini menjadi teks pendiri tradisi selanjutnya dikenal sebagai
"hypno-analisis" atau "hipnoterapi regresi."

Namun, Freud secara bertahap meninggalkan hipnotisme demi psikoanalisis, menekankan asosiasi bebas dan interpretasi
bawah sadar. Berjuang dengan biaya besar yang dibutuhkan psikoanalisis pada waktu itu, Freud kemudian menyarankan
bahwa psikoterapi mungkin dapat dikombinasikan dengan sugesti hipnotis untuk mempercepat hasil pengobatan, Namun
hanya segelintir pengikut Freud yang cukup berkualitas dalam sintesinya dengan hipnotis. Karya mereka memiliki pengaruh
terbatas pada pendekatan hipnoterapi yang sekarang dikenal sebagai "hipnotis regresi", "hipnotis progresif", dan
"hypnoanalysis".

Emile Coue

Émile Coué (1857-1926) dibantu Ambroise-Auguste Liébeault untuk sekitar dua tahun di Nancy. Setelah berlatih selama
beberapa tahun sebagai seorang hipnoterapis menggunakan metode Liébeault dan Bernheim Sekolah Nancy, Coué
mengembangkan orientasi baru yang disebut "sugesti sadar." Beberapa tahun setelah kematian Liébeault di 1904, Coué
mendirikan apa yang kemudian dikenal sebagai New Nancy School, sebuah kolaborasi bebas dari beberapa praktisi yang
mengajarkan dan mempromosikan pandangannya. Metode Coue tidak menekankan "tidur" atau relaksasi yang mendalam dan
bukannya berfokus pada sugesti melibatkan serangkaian tes saran spesifik. Meskipun Coué berargumen bahwa ia tidak lagi
menggunakan Hipnotis, pengikut seperti Charles Baudouin dilihat pendekatan sebagai bentuk ringan hypnosis diri sendiri.
Metode Coué's menjadi terkenal dengan pertolongan untuk diri sendiri (self help) dan teknik psikoterapi, yang kontras dengan
psikoanalisis dan prefigured self-hypnosis dan terapi kognitif.

Clark L.Hull

Perkembangan utama berikutnya datang dari peneliti psikologi perilaku universitas Amerika. Clark L. Hull, seorang psikolog
Amerika terkemuka, menerbitkan kompilasi besar pertama studi laboratorium terhadap Hipnotis, Hypnosis &
Suggestibility(1933), di mana ia membuktikan bahwa Hipnotis dan tidur tak punya kesamaan. Hull menerbitkan banyak
temuan-temuan kuantitatif dari Hipnotis dan meyarankan percobaan dan penelitian yang didorong oleh psikologis aliran
utama. Interpretasi hinotis berdasarkan psikologi perilaku Hull interpretasi Hipnotis, menekankan refleks terkondisi, disaingi
interpretasi psikologi perilaku Freudian yang menekankan transferensi bawah sadar.

Milton Erickson

Milton H. Erickson, MD adalah salah satu hipnoterapis pasca-perang yang paling berpengaruh. Dia menulis beberapa buku dan
artikel jurnal tentang topik ini. Selama tahun 1960-an, Erickson mempopulerkan sebuah cabang baru dari hipnoterapi, yang
dikenal sebagai hipnoterapi Ericksonian, yang memiliki ciri primer dengan sugesti tidak langsung, "metafora" (sebenarnya
analogi), teknik kebingungan (confusion techniques), dan double binds di tempat induksi hipnotis formal. Namun, perbedaan
antara metode Erickson dan hipnotis tradisional dimulai oleh praktisi kontemporer misalnya André Weitzenhoffer,
dipertanyakan apakah ia betul-betul mempraktekkan "Hipnotis" dan bagaimana pendekatannya tetap dipertanyakan.

“Erickson tidak berkeberatan menampilkan berbagai efek sugesti seperti terhipnotis, tidak peduli apakah subyek dalam
keadaan hipnotis atau tidak. Sebenarnya, dia tidak mempedulikan apakah keadaan terhipnotis seperti itu sama dengan dalam
keadaan terhipnotis yang sesungguhnya atau tidak”

Karakteristik

Pandangan skeptis tentang kesulitan membedakan antara hipnotis dan efek placebo, mengatakan bahwa hipnotis sangat
bergantung terhadap efek sugesti dan dipercaya bahwa hal tersebut akan susah dibayangkan, bagaimana suatu kontrol plasebo
dapat diciptakan untuk penelitan tentang hipnotis. Dapat dikatakan bahwa sugesti hipnotik dimaksudkan secara eksplisit agar
dapat berguna terhadap efek placebo. Sebagai contoh, Irving Kirsch telah mencetuskan definisi Hipnotis sebagai sebuah efek
‘mega-plasebo yang tidak mengecoh’, contohnya sebuah metode terbuka yang menggunakan sugesti dan menggunakan metode
untuk memperbesar efeknya.

Definisi

Definisi paling awal dari kata ‘hipnotis’ dicetuskan oleh Braid, yang mencetuskan istilah ‘hipnotisme’ sebagai singkatan dari
‘neuro-hipnotisme’, atau nervous sleep yang berlawanan dengan tidur normal, dan difenisikan sebagai “keadaan aneh system
saraf yang diinduksi oleh konsentrasi yang terfiksasi dan abstrak dari mental dan visual mata, pada satu obyek, bukan
merupakan keadaan alami yang menegangkan.

Braid menguraikan dengan singkat definisi tersebut dalam karya berikutnya: “Asal sesungguhnya dan esensi dari kondisi
hipnotik, merupakan induksi kebiasaan abstrak atau konsentrasi mental, sebagaimana dalam lamunan atau abstraksi spontan,
kekuatan pikiran yang sangat banyak ditekuni dengan sebuah ide atau serangkaian pikiran, yang mengolah kesadaran
individual, atau kesadaran yang secara berbeda, semua ide-ide lain, kesan-kesan, atau serangkaian ide-ide. Keadaan tidur
hipnotik, bagaimanapun, merupakan antithesis atau lawan dari keadaan kondisi mental dan fisik yang mendahului dan
menyertai tidur biasa.” Braid lalu mendefinisikan hipnotisme merupakan keadaan konsentrasi mental yang sering menuntun
terhadap serangkaian relaksasi progresif yang disebut ‘nervous sleep”. Di kemudian hari, pada karyanya yang berjudul “The
Physiology of Fascination”(1855), Braid mengakui bahwa terminologi aslinya salah, dan berpendapat bahwa istilah
“hipnotisme” atau “nervous sleep” harus diterapkan pada minoritas subyek (10%) yang menunjukkan amnesia, menggantikan
istilah “monodeisme”, yang artinya adalah konsentrasi terhadap satu ide, sebagai penggambaran keadaan waspada yang
dialami orang lain. Sebuah definisi baru Hipnotis, diciptakan dari psikologi akademis, dicetuskan tahun 2005, ketika
Perkumpulan Hipnotis Psikologi (Society for Psychological Hypnosis), Divisi 30 dari Asosiasi Psikologi Amerika (American
Psychological Association-APA), mempublikasikanya mengikuti definisi formalnya.

Definisi Hipnotis yang Baru Definisi Divisi 30 dan Deskripsi Hipnotis

Hipnotis pada umumnya terkait dengan introduksi sebuah prosedur selama subyek tersebut disugesti untuk mengalami suatu
pengalaman imajinatif. Induksi Hipnotis merupakan sugesti inisial yang luas menggunakan imajinasi seseorang dan mungkin
mengandung perincian lebih lanjut pada introduksinya. Sebuah prosedur Hipnotis biasanya digunakan untuk memberikan
dukungan dan mengevaluasi respon sugesti. Ketika menggunakan hipnotis, seseorang (subyek) dipimpin oleh orang lain
(hypnotist) untuk memberikan respon terhadap sugesti untuk berubah pada pengalaman subyektifnya, perubahan persepsi,
sensasi, emosi, pikiran atau tingkah laku. Orang tersebut dapat juga mempelajari Hipnotis diri sendiri (self hypnosis) yang
merupakan tindakan untuk mengatur prosedur hipnotis atas kemauan orang tersebut. Jika subyek berespon terhadap sugesti
hipnotis, umumnya menandakan bahwa Hipnotis telah berhasil dilakukan. Banyak pihak meyakini bahwa respon Hipnotis dan
pengalaman merupakan karakteristik keadaan hipnotis. Di lain pihak, diyakini bahwa penggunaan kata ‘Hipnotis’ tidak
diperlukan sebagai bagian dari induksi hipnotik, sedangkan pihak lain meyakini bahwa hal tersebut penting.

Detail prosedur hipnotik dan sugesti akan berbeda, tergantung dari tujuan praktisi dan kegunaan klinis atau penelitian.
Prosedur tradisional melibatkan sugesti untuk santai, walau relaksasi tidak perlu dilakukan untuk Hipnotis dan variasi sugesti
yang luas dapat digunakan, termasuk sugesti yang membuat seseorang lebih waspada. Sugesti yang menimbulkan
perpanjangan waktu hipnotis harus dinilai dengan membandingkan respon terhadap skala terstandardisasi yang digunakan pada
keadaan klinis dan penelitian. Ketika mayoritas individual berespon terhadap sekurang-kurangnya beberapa sugest, kisaran
nilai dari standardidasi dari nilai yg tinggi hingga rata-rata. Secara tradisional, nilai dikelompokkan menjadi kategori rendah,
sedang, dan tinggi. Sebagaimana pada kasus dengan pengukuran skala positif pada konstruksi psikologis, seperti perhatian,
kewaspadaan, dan bukti tercapainya keadaan Hipnotis akan meningkatkan nilai individual.

Induksi

Hipnotis biasanya dimunculkan dengan tehnik ‘induksi hipnotik’. Secara tradisional, keadaan ini diinterpretasikan sebagai
sebuah metode untuk membuat subyek berada dalam keadaan ‘hypnotic kerasukan (trance)’. Bagaimanapun para pencetus
teori ‘nonstate’ memiliki pandangan yang berbeda, yaitu mempertinggi harapan klien, menegaskan peran mereka,
memfokuskan perhatian, dan lain sebagainya. Ada banyak variasi tehnik induksi yang berbeda-beda menggunakan hipnotisme.
Bagaimanapun, metode yang paling berpengaruh adalah metode ‘fiksasi mata’ (eye-fixation) Braid, yang dikenal juga dengan
mana “Braidisme”. Ada banyak variasi pendekatan fiksasi mata yang ada, termasuk induksi yang digunakan pada Stanford
Hypnotic Susceptibility Scale (SHSS), pendekatan yang paling banyak digunakan secara luas pad lapangan hipnotisme.

Deskripsi asli Braid terhadap induksinya adalah sebagai berikut: “Ambil obyek yang terang (saya biasanya menggunakan
tempat lanset saya) antara ibu jari, telunuk, serta jari tengah tangan kiri, pegang dengan jarak 8 hingga 15 inci dari mata, pada
posisi seperti ini, di atas dahi yang dapat menyebabkan tegangan antara mata dan alis, serta memampukan pandangan pasien
terfiksasi pada obyek tersebut.

Pasien harus dapat mengerti bahwa pandangan matanya harus tetap terfiksasi terhadap obyek tersebt, dan pikirannya terpusat
pada satu obyek. Dapat diamati, bagaimana penyesuaian pandangan mata, pertama-tama pupil akan berkontraksi dan kemudian
berdilatasi, dan setelah mencapai lama yang maksimal, dapat terlihat gerakan bergelombang, bila jari telunjuk dan jari tengah
tangan kanan, diacungkan dan diarahkan dari benda mendekati kedua mata , sehingga obyek akan menjauh dari mata, yang
sering terjadi, kelopak mata akan tertutup secara tidak sadar dengan gerakan bergetar. Jika tidak terjadi, atau pasien
menggerakkan bola matanya, menimbulkan keinginannya untuk memulai kembali, berikan pengertian kepadanya bahwa dia
boleh menutup mata kita jari digerakkan lagi mendekati mata, tetapi pandangannya harus tetap terfiksasi, pada posisi yang
sama, dan pikirannya terfiksasi pada satu ide yaitu pada benda yang dipegang di atas kedua matanya. Umumnya akan
ditemukan, bahwa kelopak mata akan tertutup dengan gerakan bergetar, atau menutup secara spasmodik.” Braid sendiri
kemudian menyatakan bahwa tehnik induksi hipnotis tidak diperlukan untuk setiap kasus dan kebanyakan peneliti kemudian
menemukan bahwa pada umumnya tidak banyak berguna daripada yang diperkirakan sebelumnya terhadap efek sugesti
hipnotik. Banyak variasi dan alternatif dari tehnik hipnotis asli telah berkembang. Bagaimanapun, sekitar 100 tahun setelah
Braid memperkenalkan metode tersebut, peneliti lain masih menyatakan: 9 dari 10 tehnik hipnotik yang aman adalah posisi
bersandar, relaksasi otot, dan fiksasi pandangan disertai dengan penutupan mata.

Sugesti Ketika James Braid pertama kali mendeskripsikan hipnotisme, dia tidak menggunakan istilah ‘sugesti’ tetapi
dimaksudkan pada tindakan untuk memfokuskan pikiran sadar subyek terhadap satu ide yang dominan. Strategi terapi utama
Braid melibatkan stimulasi atau mengurangi fungsi fisiologis pada area tubuh yang berbeda. Pada karya berikutnya,
bagaimanapun juga, Braid meletakkan dasar bentuk sugesti verbal dan non verbal, termasuk penggunaan ‘sugesti bangun’
(waking suggestion) dan Hipnotis diri sendiri (self hypnosis). Setelah itu, penekanan hipnotis oleh Hippolyte Bernheim
bergeser dari keadaan fisik pada proses psikologis sugesti verbal. Konsep Bernheim terhadap sugesti verbal primer pada
hipnotis mendominasi subyek selama abad ke-20. Sehingga membuat beberapa pihak menyatakan bahwa ia adalah Bapak
Hipnotis Modern. Hipnotisme kontemporer memakai berbagai macam sugesti, termasuk:

Sugesti verbal langsung Sugesti verbal tidak langsung, seperti permintaan atau sindiran, metafora, dan ungkapan kata-kata
pihak lain

Sugesti non verbal dalam bentuk imajinasi mental, nada suara, dan manipulasi fisik. Perbedaannya pada umumnya ada antara
sugesti yang diberikan dengan permisif atau dengan cara yang lebih otoriter. Beberapa sugesti hipnotis dimaksudkan untuk
memberikan reposmon langsung, sedangkan lainnya (sugesti pasca-hipnotik) dimaksudkan untuk memicu respon setelah ada
penundaan waktu selama beberapa menit hingga beberapa tahun pada beberapa kasus.

Pikiran sadar vs pikiran bawah sadar

Beberapa praktisi memahami sugesti sebagai suatu bentuk komunikasi primer langsung pada pikiran sadar subyek, sementara
praktisi lain memandang sugesti sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan pikiran bawah sadar atau pikiran sadar. Konsep-
konsep ini diperkenalkan dalam konsep hipnotisme pada akhir abad 19 oleh Sigmund Freud dan Pierre Janet. Perintis
hipnotisme periode zaman Victoria, termasuk Braid dan Bernheim, tidak menggunakan konsep-konsep ini, tetapi mengakui
bahwa sugesti hipnotis diarahkan kepada pikiran sadar subyek. Memang, sebenarnya Braid mendefinisikan hipnotisme
sebagaimana berpusat kepada perhatian sadar terhadap suatu ide atau sugesti yang dominan. Pandangan berbeda mengenai
sifat dasar pikiran telah menimbulkan berbagai konsep tentang sugesti. Praktisi hipnotis yang mempercayai bahwa respon yang
dimediasi terutama oleh pikiran bawah sadar, seperti Milton Erickson, menciptakan berbagai macam kegunaan sugesti tidak
langsung seperti metafora atau cerita, yang bermaksud untuk menemukan artinya dari pikiran sadar subyek. Konsep sugesti
subliminal juga bergantung terhadap pola pikir. Sebaliknya, praktisi hipnotis yang percaya bahwa respon terhadap sugesti
terutama dimediasi oleh pikiran sadar, seperti Theodore Barber dan Nicholas Spanos cenderung menggunakan lebih banyak
sugesti dan instruksi verbal secara langsung.

Refleks Ideo-Dinamis

Teori neuro-psikologis sugestif hipnotis pertama kali diperkenalkan oleh James Braid yang mengadaptasi teori teman dan
koleganya, William Carpenter tentang respoin reflex ideo motor untuk menjelaskan fenomena hipnotis. Carpenter telah
mengamati secara dekat dari pengalaman sehari-hari tentang ide bahwa dalam kondisi tertentu, gerakan otot dapat cukup
menghasilkan reflex, atau otomatisasi, kontraksi atau gerakan otot-otot yang terlibat, meskipun dalam derajat yang sangat
kecil. Braid menjelaskan teori Carpenter untuk mengamati berbagai respon tubuh, selain gerakan otot, dapat dipengaruhi,
contohnya, ide bahwa menghisap lemon secara otomatis dapat merangsang produksi air liur, sebagai respon kelenjar
sekretorik. Oleh karena itu Braid mengadopsi istilah ‘ideo-dinamis’ yang berarti ‘kekuatan ide’ untuk menjelaskan berbagai
gejala ‘psiko-fisiologis’ tubuh. Braid istilah ‘ide mono dinamis’ untuk merujuk pada teori bahwa hipnotis bekerja dengan
memusatkan perhatian pada satu ide untuk memperkuat pada satu ide untuk memperkuat respon reflex ideo-dinamis. Variasi
dasar atau teori sugesti ideo dinamis terus memegang pengaruh besar atas teori-teori hipnotis berikutnya, termasuk Clark
L.Hull, Hans Eysenck, dan Ernest Rossi. Perlu dicatat, bahwa pada Psikologi periode Victoria, kata ‘ide’ mencakup setiap
representasi mental, contohnya, citra mental, atau ingatan, dan lain sebagainya. Sugesti Pasca Hipnotis (post-hypnotic) Diduga
sugesti pasca hipnotis dapat digunakan untuk mengubah perilaku seseorang setelah dihipnotis. Seorang penulis menyatakan
bahwa ‘seseorang bisa bertindak beberapa waktu kemudian berdasarkan satu sugesti yang ditanamkan pada sesi hipnotis’.
Seorang hipnoterapis mengatakan kepada salah satu pasiennya yang juga kawannya: “Ketika saya menyentuh jari Anda, Anda
akan segera terhipnotis”. Empat belas tahun kemudian, pada sebuah pesta makan malam, ia menyentuh jari temannya dan
kepala temannya segera jatuh terkulai di kursi.

Kerentanan Braid membuat perbedaan kasar antara berbagai tahapan hypnosis yang disebut sebagai tahap kesadaran
hipnotisme pertama dan kedua. Kemudian ia menggantikan istilah ini dengan perbedaan antara tahapan ‘sub hipnotis’,
‘hipnotis penuh’ dan ‘koma hipnotis’.. Jean-Martin Charcot membuat perbedaan serupa antara tahapan ini dengan nama
berjalan saat tidur (somnambulism), kelesuan (lethargy), dan katalepsi. Namun Ambroise-Auguste Liebeault dan Bernheim
memperkenalkan skala hipnotis yang lebih dalam, berdasarkan kombinasi tingkah laku, respon fisiologis dan respon subyektif.
Sebagian diantaranya adalah akibat sugesti langsung dan sebagian akibat sugesti tidak langsung. Pada decade pertama abad 20,
skala kedalaman klinis digantikan oleh penelitian klinis. Skala yang paling berpengaruh adalah ciptaan Davis-Husband dan
Friedlander-Sarben yang dikembangkan pada tahun 1930-an. Andre Weitzenhoffer dan Ernest R.Hilgard mengembangkan
Skala Kerentanan Hipnotis Standford pada tahun 1959, yang terdiri dari 12 bagian tes sugesti diikuti dengan skenario hipnotis
terstandardisasi induksi fiksasi mata dan kemudian menjadi salah satu pegangan penelitian yang paling banyak direfensikan di
bidang hipnotis. Tidak lama setelah itu, pada tahun 1962, Ronald Shor dan Emily Carota Orne mengembangkan skala
kelompok yang mirip, disebut Skala Kerentanan Hipnotis Kelompok Harvard (Harvard Group Scale of Hypnotic Susceptibility
(HGSHS)). Sedangkan teori yang lebih tua tentang kedalaman skala, mencoba untuk menyimpulkan tingkat ‘kerasukan
(trance) hipnotis’ berdasarkan tanda-tanda yang dapat diamati, seperti amnesia spontan, kebanyakan pengukuran skala dari
respon yang diamati atau dievaluasi sendiri terhadap tes sugesti spesifik, seperti sugesti langsung kekakuan lengan (katalepsi).
Skala Standford, Harvard, dan skala kerentanan lain mengubah angka menjadi penilaian kerentanan seseorang seperti ‘tinggi’,
‘medium’, ‘rendah’. Diperkirakan 80% populasi berskala medium, 10% tinggi, dan 10% rendah. Nilai kemampuan hipnotis
biasanya menetap tinggi pada masa hidup seseorang. Penelitan oleh Deirdre Barret menyatakan bahwa ada dua tipe subyek
yang rentan yang disebut ‘Pengkhayal’ (Fantasizers) dan ‘Pemisah’ (dissociaters). Skor pengkhayal tinggi pada skala
penyerapan sehingga mudah memblok stimulus dunia nyata tanpa hipnotis, sering kali berkhayal, melaporkan teman-teman
khayalan pada saat kanak-kanak dan tumbuh dengan orang tua yang menyarankan permainan imajinasi. Pemisah sering
memiliki riwayat penyiksaan anak atau trauma lainnya, belajar untuk lari pada kehampaan dan untuk melupakan kejadian-
kejadian yang tidak menyenangkan. Kemampuan mereka untuk berkhayal sering menjadi kosong daripada khayalan kenangan
yang samar-samar. Kedua nilai kelompok ini sama-sama tinggi untuk skala formal kerentanan hipnotis.

Perilaku kognitif

Di paruh kedua abad kedua puluh, ada dua faktor yang memberikan kontribusi bagi pengembangan pendekatan perilaku
kognitif Hipnotis.

1. Teori kognitif dan perilaku tentang hakikat Hipnotis (dipengaruhi oleh teori Sarbin dan Barber) menjadi semakin
berpengaruh.

2. Praktek hipnoterapi dan berbagai bentuk terapi perilaku kognitif tumpang tindih dan saling mempengaruhi. Meskipun teori
hipnotis perilaku kognitif harus dibedakan dari pendekatan perilaku kognitif untuk hipnoterapi, keduanya memiliki konsep
serupa, terminologi, dan asumsi yang telah diinterintegrasikan oleh para peneliti dan klinisi yang berpengaruh seperti Irving
Kirsch, Steven Jay Lynn, dan lain-lain.

Pada awal terapi kognitif-perilaku di tahun 1950-an, Hipnotis digunakan oleh para terapis perilaku awal seperti Yusuf Wolpe
dan juga oleh para terapis kognitif awal seperti Albert Ellis. Barber, Spanos & Chaves memperkenalkan istilah "perilaku
kognitif" untuk menggambarkan teori keadan tidak terhipnotis (nonstate) pada Hypnotism:Imagination & Human Potentialities
(1974). Namun, Clark L. Hull telah memperkenalkan psikologi perilaku kembali ke tahun 1933, yang didahului oleh Ivan
Pavlov. Bahkan, teori dan praktek awal dari hipnotisme, bahkan teori Braid, mirip dengan teori kognitif-perilaku dalam
beberapa hal.

[sunting] Istilah

Istilah hipnotisme (hipnotis) dan hipnosis pertama kali diperkenalkan oleh James Braid, seorang dokter bedah asal Skotlandia
pada tahun 1841-1842 yang merupakan singkatan dari "syaraf tidur" ("neuro-hypnotism"). [5] Praktik hipnosis oleh James Braid
pada awalnya berdasarkan teknik yang dikembangkan oleh Franz Anton Mesmer dan pengikutnya yaitu aliran "Mesmerisme"
atau "magnet hewani", namun teorinya berbeda dalam penerapan prosedurnya[5].

Pengamatannya tentang hipnosis mulanya berawal dari penemuan komite Perancis, yang dilanjutkan dengan pengenalan buku
Elements of the Philosophy of the Human Mind (Elemen-elemen Filosofis Pikiran Manusia) (1827) oleh Dugald Stewart,
seorang filsuf berpengaruh dari "Scottish School of Common Sense" (Sekolah Skotlandia Untuk Pikiran yang Berakal). Filsuf
ini mendorong para dokter untuk melestarikan komponen-komponen dari Mesmerisme dengan menggantikannya
menggunakan interpretasi baru menggunakan "akal sehat" berdasarkan hukum fisiologi dan psikologis.[6]

James Braid mendeskripsikan istilah hipnotis, atau tidurnya syaraf, sebagai kondisi di saat sistem syaraf dihentakkan dengan
pikiran buatan. Proses ini membuat hipnotis berbeda dengan kondisi tertidur atau tersadar (bangun) pada umumnya.[7]

[sunting] Praktik hipnosis


Praktik-praktik hipnotis pada awalnya dikenal sebagai teknik meditasi dari Timur (oriental). Praktik-praktik hipnotis yang
dilakukan kini memiliki kesamaan dengan berbagai bentuk meditasi yoga oleh agama Hindu dan praktik-praktik spiritual kuno,
seperti yang dideskripsikan oleh tulisan Persia kuno tentang berbagai macam ritual agama dan ritual penyembuhan yang
dilakukan di Timur.[8]

Dalam tulisannya di "Kekuatan Pikiran di atas Kekuatan Jasmani", walaupun James Braid menentang dalil-dalil kepercayaan
pada fenomena ini, namun tulisannya menunjukkan bahwa meditasi dari Timur menghasilkan efek-efek hipotisme dalam
kesendirian, tanpa hadirnya seseorang yang menghipnotis, sehingga ia melihatnya sebagai bukti bahwa hipnotisme terdapat
dalam praktik-praktik kuno meditasi dan bukan dari teori-teori moderen maupun praktik aliran mesmerisme.[9].

[sunting] Kontroversi hipnotis


Walaupun secara umum efek-efek dari hipnosis diakui, namun banyak perbedaan pendapat antara kalangan ilmuan dan klinis
tentang bagaimana hipnosis bekerja.[4]

Psikologis E.M Thorton (1976) memperluas analogi tentang hubungan antara hipnosis, aliran mesmerisme, dan sihir. Ia
menekankan bahwa subyek yang dihipnotis pada dasarnya diminta untuk "menuju kondisi seperti pasien epilepsi ditirukan
seperti sebuah parodi". Apabila subyek terlihat seperti kerasukan, maka hal ini diakibatkan karena kondisi kerasukan
melibatkan konteks yang mirip secara sosio-kognitif, layaknya seseorang yang menerima peran yang diberikan kepadanya dan
merasakan hubungan antara yang meminta dan diminta. Bagaimanapun hipnosis dilakukan, pada dasarnya hipnotisme, aliran
mesmerisme, histeria, dan kerasukan setan memiliki dasar yang sama dimana konstruksi sosial di rancang oleh pelaku terapi
yang antusias akan hal ini, pelaku pertunjukan (showmen), dan pendeta-pendeta atau pelaku ritual agama pada satu sisi - dan di
sisi lain ada orang-orang yang mudah percaya, penuh imajinasi, penuh kesediaan, diikuti dengan kebutuhan emosional yang
tinggi akan kemampuan orang lain untuknya.[10]

[sunting] Proses hipnotis


proses terjadinya hipnotis syarat hipnosis: 1,klien/subjek<orang yang di hipnotis>=harus bersedia/tidak menolak untuk di
hipnotis. 2,menggunakan bahasa yang di mengerti, 3,hipnotist<oarang yang menghipnotis>= harus percaya diri

ce.melalui induksi2 hipnotis.dan induksi itu sendiri ada bermacam2.intinya membawa kesadaran seseorang ke posisi
trance/memasuki alam bawah sadarnya.

Sejarah Psikologi Transpersonal dan Kemunculan Psikologi Integral


September 19th, 2010 § Leave a Comment

1 Vote
Abraham Maslow

01. Aliran-aliran Psikologi


Abraham Maslow membagi aliran psikologi—yang juga menggambarkan babakan sejarah kehadirannya—ke dalam empat
aliran besar. Pertama aliran psikoanalisis, kedua behavioral, ketiga humanistik, dan keempat psikologi transpersonal. Kendati
sains empiris menjadi basis bagi psikologi modern, tapi pada kenyataannya perkembangan psikologi tidak dikendalikan oleh
kaidah-kaidah saintifik. Perkembangan psikologi lebih lanjut, terutama pada paruh abad ke-20, kembali diwarnai oleh
pemikiran filosofis yakni eksistensialisme dan fenomenologi. Bahkan beberapa tahun setelahnya, psikologi mulai mendapatkan
pengaruh dari kebangkitan spiritualisme gaya baru. Inilah awal mula hadirnya psikologi aliran keempat: psikologi
transpersonal.

Secara umum kehadiran psikologi dipicu oleh pertanyaan mengenai kesadaran atau pikiran manusia. Ada dua pandangan,
terutama di abad sembilan belas, terhadap permasalahan ini. Pertama, psikologi fakultas yang beranggapan bahwa manusia
memiliki mental bawaan. Menurut teori ini, pikiran memiliki beberapa fakultas atau badan mental yang independen. Mazhab
behaviorisme termasuk ke dalam kelompok ini. Kelompok kedua bernaung dalam psikologi asosiasi, yang justru memiliki
anggapan yang berlawanan. Mereka menyangkal adanya fakultas bawaan, dan sebagai gantinya mereka menawarkan konsep
asosiasi ide, yaitu ide yang masuk melalui alat indera dan kemudian oleh pikiran diasosiasikan melalui prinsip-prinsip tertentu
seperti kemiripan, kontras, dan kedekatan.

Menjelang akhir abad ke sembilan belas, perkembangan ilmu pengetahuan dalam kerangka paradigma newtonian-cartesian
mengalami puncaknya. Keberhasilan bidang fisika, kimia dan biologi dalam menganalisis senyawa kompleks dalam satuan-
satuan kecil atau unsur pembentuknya telah mendorong para psikolog untuk juga menemukan elemen atau unsur pembentuk
mental. Eksperimen yang dilakukan Wundt terhadap sensasi adalah dengan pendekatan metode analisis semacam ini.
Karenanya E.B. Titchener, seorang psikolog Amerika hasil didikan Wundt memperkenalkan istilah strukturalisme, yakni
pendekatan psikologi yang dilakukan untuk menentukan struktur mental.

Di Amerika sendiri, ada seorang filsuf sekaligus seorang psikolog yang dengan gigih menentang pendekatan analitikal
strukturalisme. Ia adalah William James, seorang lulusan Harvard University, dan penggagas pragmatisme dalam filsafat.
James beranggapan seharusnya psikologi memberikan penekanan yang besar pada pemahaman karakter personal manusia yang
cair dan mengalir. Minat utamanya adalah meneliti bagaimana pikiran bekerja, sehingga organisme dapat beradaptasi terhadap
lingkungannya. Karenanya, pertanyaan yang diajukan James adalah bagaimamana agar pikiran atau kesadaran bekerja,
sehingga organisme dapat beradaptasi terhadap lingkungannya. Inilah sebab pendekatannya disebut sebagai fungsionalisme.

Apa yang dikemukakan oleh James mencirikan pengaruh kuat dari teori evolusi Darwin, terutama tentang seleksi alam. Untuk
mengetahui bagaimana organisme beradaptasi dengan lingkungannya, pendukung fungsionalis berpendapat bahwa data yang
berasal dari introspeksi harus dilengkapi dengan observasi perilaku aktual, termasuk penelitian perilaku hewan dan
perkembangan perilaku atau psikologi perkembangan. Di sinilah fungsionalisme melihat bahwasanya perilaku manusia
merupakan variabel yang bergantung kepada banyak faktor lainnya.

Strukturalisme dan fungsionalisme memiliki peran penting bagi perkembangan psikologi pada tahapan awal. Memasuki awal
abad 20, aliran psikologi strukturalisme dan fungsionalisme tergantikan oleh aliran baru: psikologi gestalt, behaviorisme dan
psikoanalisis.

Kita bahas sepintas tentang psikologi gestalt yang lahir di Jerman pada tahun 1912, dengan tokohnya Max Wertheimer. Istilah
gestalt berasal dari bahasa Jerman, yang bermakna bentuk atau konfigurasi. Aliran ini beranggapan bahwa organisme hidup
memahami segala sesuatu bukan dalam pengertian elemen-elemen terpisah melainkan dalam pengertian gestalten, yaitu
sebagai suatu kesatuan bermakna di mana kualitas-kualitasnya tidak ada dalam bagian individualnya.

Eksperimen gestalt pertama mempelajari persepsi gerakan, yakni fenomena phi. Dua cahaya dinyalakan secara berurutan
(asalkan waktu dan lokasinya tepat), subjek melihat cahaya tunggal bergerak dari posisi cahaya pertama ke cahaya kedua.
Fenomena kesan pergerakan ini telah banyak diketahui, tapi ahli psikologi gestalt menangkap pola stimuli dalam menghasilkan
efek. Pengalaman kita bergantung pada pola yang dibentuk oleh stimuli daripada organisasi pengalaman. Apa yang dilihat
adalah relatif terhadap latar belakang, dengan aspek lain dari keseluruhan. Keseluruhan berbeda dengan penjumlahan bagian-
bagiannya; keseluruhan terdiri dari bagian dari suatu hubungan.

02. Mazhab Behavioristik, Psikonalisis dan Humanistik

Semenjak Wundt mentasbihkan psikologi sebagai ilmu yang berdiri sendiri, beragam reaksi sekaligus pengayaan terhadap ilmu
ini mulai bermunculan. Secara hampir bersamaan, di Amerika berdiri aliran behaviourisme, di negeri Jerman sendiri muncul
psikologi gestalt, dan di Wina, dengan tokohnya Sigmund Freud, berdiri psikoanalisa. Apa yang menjadi pemicu timbulnya
aliran-aliran psikologi tersebut di atas, setidaknya memperlihatkan kondisi sosial masyarakat kala itu.

Behaviorisme didirikan oleh John B. Watson, dengan garis besar teori bahwa hampir semua perilaku manusia merupakan hasil
dari pengondisian, dan lingkunganlah yang membentuk perilaku manusia dengan kebiasaan-kebiasaan tertentu. Fenomena
mental manusia dalam pandangan behaviorisme, bermula dari stimulus dan menghasilkan respon, hingga disebut dengan
psikologi stimulus-respon (S-R). Manusia dalam pandangan aliran ini dianggap seperti sebuah kertas kosong (tabula rasa,
meminjam konsep John Locke) yang siap diisi dan ditulisi apa pun. Kondisi lingkungan adalah faktor utama yang membentuk
dan mengarahkan kepribadian manusia tersebut.

Untuk tujuan-tujuan pembentukan kepribadian, para tokoh aliran ini mencoba mengubah kondisi lingkungan. Misalnya salah
seorang pionirnya adalah Ivan Pavlov, dengan konsep pengondisian (conditioning), serta hadiah (reward) dan hukuman
(punishment). Dalam pandangan Pavlov—dan para behavioris lainnya—manusia (seorang anak) dianggap memikiki kesadaran
yang tidak berbeda dengan binatang. Hingga perlakuan dan percobaan terrhadap binatang, akan digeneralisasi kepada manusia.
Misalnya dalam salah satu pecobaannya terhadap seekor anjing yang diikat pada tempat yang kedap suara dan kedap bau. Pada
suatu waktu, sebuah bel dibunyikan sebelum anjing tersebut disodorkan makanan. Dan setiap kali bel berbunyi, si anjing
tersebut meresponnya dengan mengeluarkan air liur. Suara bel adalah suatu stimulus (S) yang direspon oleh si anjing dengan
mengeluarkan air liur (R). Begitu pun dengan tindakan manusia, diatur oleh sejauh proses stimulus dan respon tersebut.

Ivan Pavlov

Generasi selanjutnya adalah psikoanalisis, dengan pelopornya Sigmund Freud, disebut juga sebagai psikologi dalam (depth
psychology). Jasa terbesar Freud dalam psikologi setidaknya dengan ditemukannya alam bawah sadar, atau ketidaksadaran
(unconsciouness) sebagai komponen terpenting dalam membentuk kepribadian manusia. Jika sebelumnya fenomena psikis
dilihat dari kacamata tampilan luar yang kasat mata, maka Freud justru melihat dinamika terbesar dari psikis manusia berada
jauh di alam bawah sadar. Struktur kepribadian seperti fenomena gunung es, di bawah permukaan yakni alam bawah sadar,
bercokol dua komponen psikis, yaitu Id sebagai reservoir energi psikis yang hanya memikirkan kesenangan, berisi libido atau
daya-daya insting seksual, dan juga berdiam superego: reservoir kaidah moral dan nilai-nilai sosial yang diserap individu dari
lingkungannya.
Sedangkan di puncak gunung es yang merupakan wilayah realitas alam sadar, ada ego yang berfungsi sebagai pengadaptasi
antara alam bawah sadar dengan alam sadar. Maka sepanjang hidupnya, manusia mengalami pertarungan antara id dan
superego dalam memperebutkan kendali diri yang diwakili oleh ego.

Landasan teori kepribadian yang terlampau memandang alam bawah sadar manusia dari kacamata kegelapan yang hanya berisi
hasrat-hasrat hewaniah diwakili oleh psikoanalisa, serta behaviorisme yang memandang manusia bersifat netral di mana
lingkunganlah yang berperan banyak dalam membentuk manusia apakah berkepribadian baik atau buruk, merangsang
beberapa ahli untuk merumuskan teori kepribadian yang lebih positif, melihat bahwasanya pada dasarnya manusia itu adalah
baik. Hadirlah psikologi humanistik, yang oleh pendirinya Abraham Maslow disebut sebagai psikologi generasi ketiga.

Abraham Maslow, tokoh dan pendiri psikologi humanistik, tadinya mengikuti para psikolog Amerika sebelumnya, menganut
behaviorisme. Tapi perkenalannya dengan beberapa tokoh psikologi Eropa, membuat ia lantas meninggalkan behaviorisme dan
mulai menyusun teori psikologinya sendiri. Teori yang dikemukakan oleh Maslow dikenal dengan teori hierarki kebutuhan, di
mana ia merumuskan tipe-tipe kebutuhan manusia yang harus dipenuhi.

Struktur kebutuhan manusia mirip piramid yang bertingkat. Di level paling bawah atau kebutuhan paling dasar manusia,
terletak kebutuhan fisiologis, yakni kebutuhan makanan, tempat tinggal, pakaian dan lain-lain kebutuhan yang sifatnya sangat
menunjang kelangsungan hidup individu. Pada lapisan kedua, setelah kebutuhan dasar dirinya terpenuhi, manusia berusaha
untuk mengatasi rasa cemas dan takutnya dengan memenuhi kebutuhan akan rasa aman. Bentuk pemenuhan di lapis kedua ini
misalnya mencari lingkungan yang aman, perencanaan masa depan: asuransi, investasi dll. Pada lapisan ketiga, yang dipenuhi
adalah hasrat untuk berhubungan dengan sesamanya, yang disebut kebutuhan untuk mengasihi dan memiliki. Di lapisan
keempat bentuk kebutuhan yang harus dipenuhi berupa penghargaan dari orang lain, status sosial, dan reputasi diri.

Keempat lapis kebutuhan ini disebut Deficit-Needs (D-Needs), menurut Maslow berlaku hukum Homeostatis: andai kebutuhan
ini sudah terpenuhi, maka tuntutannya pun selesai. Jika manusia merasa lapar, ia perlu makan, dan sampai batas tertentu jika
sudah dipenuhi, rasa laparnya hilang seiring tidak adanya lagi tuntutan makan.

Setalah semua tuntutan Deficit Needs telah dipenuhi, manusia mulai membutuhkan jenis kebutuhan lain yang sifatnya
berlainan sama sekali dengan D-Needs. Maslow menyebutnya sebagai kebutuhan akan aktualisasi diri. Kebutuhan ini sifatnya
lebih personal dan spiritual. Pada pemenuhan kebutuhan di level ini, manusia akan mengalami semacam peak experience, atau
pengalaman puncak

Kebutuhan aktualisasi diri ini sangat berbeda dengan D-Needs, dan Maslow menyebutnya dengan Being Needs (B-Needs).
Pada B-Needs tidak berlaku hukum homeostatis, saat dipenuhi, tuntutan dari kebutuhan ini tidak akan pernah selesai, malah
semakin kuat. Sehingga pada orang-orang yang katakanlah ideal dalam pandangan Maslow, akan mengalami pengalaman
puncak berkali-kali, dengan intensitas yang makin kuat dan lama. Begitu panjangnya proses untuk memenuhi kebutuhan akan
aktualisasi diri, hanya sedikit sekali orang bisa mencapainya, Maslow memperkirakan hanya 2 % saja dari keseluruhan umat
manusia.

Tapi bagaimanapun, aktualisasi diri merupakan sebuah kebutuhan. Tidak terpenuhinya jenis kebutuhan ini akan berdampak
terhadap kepribadian. Maslow menyebutnya sebagai metaphologies, suatu penyakit psikis dengan gejala-gejala merasa asing
(alienasi), putus harapan, sinis, kebingungan dan depresi. Gambaran peradaban Barat adalah contoh tepat dari bagaimana
walau telah dipenuhinya kebutuhan D-Needs, tapi kebanyakan orang masih mempunyai problem dengan metapatologis sebagai
dampak masih ada kebutuhan aktualisasi diri yang belum terpenuhi. Di barisan psikologi humanistik ini ada seorang Viktor
Frankl dengan logoterapi-nya, George Kelly dan Carl Rogers.

03 Mazhab Transpersonal
Di penghujung tahun 1960-an dan permulaan tahun 1970-an pintu-pintu gerbang antara Barat dan Timur mulai terbuka lebar.
Beragam tradisi dan budaya Timur yang eksotis mulai mendapat perhatian orang-orang Barat, yang sedang mengalami
kejenuhan dan rasa frustasi yang mendalam. Krisis-krisis kemanusiaan yang melanda dunia Barat ini, kemudian dicoba dicari
akar masalahnya, dan sebagian menuduh arah atau orientasi peradaban yang terlampau materialislah yang menjadi
penyebabnya. Alih-alih menggali akar tradisi spritualnya sendiri—yakni tradisi Judeo-Kristiani—mereka malah ramai-ramai
menoleh ke belahan Timur, terutama negeri India demi memuaskan dahaga spiritualnya.

Agama dan filsafat India, memang menawarkan kekayaan yang luar biasa. Di negeri ini, Tradisi filsafat India yang kaya, telah
melahirkan spektrum aliran filsafat, mulai dari materialisme ekstrim—seperti halnya ajaran Rsi Ajagara—sampai dengan
idealisme ekstrem, dari monisme absolut—kemudian dualisme—hingga pluralisme. Tradisi filsafat india ini menawarkan
beragam pendekatan yang canggih terhadap struktur kedirian manusia, meski kadang tampak saling bertentangan antara satu
dengan yang lainnya. Tradisi-tradisi Timur ini, mulai dari tradisi Vedanta, Yoga, Buddhisme, dan Taoisme lebih menyerupai
psikoterapi daripada suatu agama dan filsafat. Ini dikarenakan penekanan yang kental terhadap pengaturan aspek-aspek fisik
dan psikis dari tradisi Timur dalam transformasi kesadaran manusia.

Kebangkitan spiritualisme baru atau New Age di Barat, tidak hanya mengantarkan orang-orangnya pada tradisi Timur jauh
yang eksotis, tapi juga tradisi kesukuan lainnya atau tribalisme, semacam tradisi Amerika asli (Indian). Orang-orang Barat,
terutama generasi mudanya mulai melakukan gerakan kontra kultural, yang melahirkan flower generation. Mereka hidup dan
berperilaku seperti suku-suku primitif, kadang dengan sengaja, berkelompok pergi ke daerah-daerah pinggiran dan hutan
dengan berpakaian seadanya, dan nyaris telanjang. Imbas dari gerakan ini, juga mengantarkan banyak generasi muda Amerika
kepada pengalaman-pengalaman trance, melalui tarian dan nyanyian serta obat-obatan psikedelik semacam morfin, LSD, mari-
yuana dan ganja.
Ini adalah sekelumit kisah, bagaimana terjadinya sebuah perubahan kesadaran :

“Selama beberapa bulan setelah aku menggunakan LSD untuk pertama kalinya, aku yakin telah menemukan rahasia alam
semesta. Aku juga reinkarnasi dari sekaligus Buddha dan Kristus. Kitab suciku setebal 47 halaman, hasil diskusiku dengan
arwah orang-orang suci, kuharapkan bisa mempersatukan bangsa-bangsa seluruh dunia dalam proyek membangun masyarakat
baru.”

Cerita di atas adalah pengalaman David Lukoff, tatakala dirinya bersentuhan dengan kesadaran di luar kebiasaan, saat
mengalami trance akibat pengaruh LSD. Dia bersama Francis Lu dan Robert Turner kemudian memelopori sebuah gerakan
baru dalam bidang psikiatri, yang melihat psikosis tidak hanya dari perspektif biomedis semata. Mereka berusaha memahami
jiwa manusia dengan membuka diri pada pengalaman spiritual. Memang ada banyak cerita mengenai bagaimana kuatnya
intensitas pengalaman dari seseorang yang terpengaruh obat-obatan tersebut. Sehingga mereka merasa yakin benar, vonis
psikosis menurut aliran psikologi saat itu, tidaklah benar.

Pengalaman spritual yang dalam psikonalisa dianggap sebagai pengalaman masa kecil yang traumatis, terutama pengaruh ibu
yang menderita kecemasan. Orang dikatakan gila karena represi pengalaman traumatis tersebut dalam alam tak sadarnya.
Sehingga beberapa pelopor gerakan New Age, menolak pendekatan psikonalisa dan pendekatan lain yang memandang rendah
dan negatif pengalaman-pengalaman spiritual, sebagai akibat perubahan kondisi kesadaran (Altered States of Consciousness).
Mereka mendesak diakuinya angkatan keempat dalam bidang psikologi, yakni transpersonal.

Istilah transpersonal sendiri pertama kalinya dipakai oleh Carl Gustav Jung dalam bahasa Jerman, yakni “uberpersnolich”
(transpersonal) yang artinya kurang lebih sama dengan collective unconscious. Yakni bentuk ketidaksadaran kolektif yang
dimiliki oleh semua orang dari berbagai ras yang diwariskan dari generasi ke generasi. Dalam ketidaksadaran kolektif terdapat
ribuan arketif, seperti ide tentang Tuhan, anima, animus, arketif Diri dll, yang beberapa di antaranya berkaitan dengan
pengalaman-pengalaman spiritual.

Psikologi transpersonal sebagai kekuatan atau mazhab keempat dalam bidang psikologi itu sendiri dideklarasikan oleh
Abraham Maslow. Di tahun 1968, ia mengatakan, “Saya melihat, psikologi humanistik sebagai angkatan ketiga psikologi
sedang mengalami transisi, sedang mengalami persiapan menuju psikologi angakatan keempat yang lebih tinggi, transpersonal,
transhuman, yang lebih berpusat kepada kosmos dari pada terhadap kebutuhan manusia, melewati kemanusiaan, identitas,
aktualisasi diri dan semacamnya.” Maslow menemukan bahwa aktualisasi diri pada beberapa orang memiliki frekuensi puncak
atau transendensi, dan pada beberapa orang lagi tidak. Ini menegaskan suatu perbedaaan antara aktualisasi diri dan
transendensi diri. Inilah alasaan mengapa ada suatu pergerakan dari psikologi humanistik ke psikologi transpersonal. Ada dua
buku Maslow yang membahas masalah ini, yakni Toward a Psychologhy of Being (1968) dan The Farther Reaches of Human
Nature (1971).

Gagasan dasar dari psikologi transpersonal adalah dengan mencoba melihat manusia selaras pandangan religius, yakni sebagai
makhluk yang memiliki potensi spiritual. Jika psikoanalisis melihat manusia sebagai sosok negatif yang dijejali oleh
pengalaman traumatis masa kecil, behaviorisme melihat manusia layaknya binatang, humanistik bepijak atas pandangan
manusia yang sehat secara mental, maka psikologi transpersonal melihat semua manusia memiliki aspek spiritual, yang
bersifat ketuhanan.

Ada sekian banyak definisi yang diajukan untuk psikologi transpersonal ini. Secara etimologi, transpersonal sendiri berakar
dari kata trans dan personal. Trans artinya di atas (beyond, over) dan personal adalah diri. Sehingga dapatlah dikatakan bahwa
transpersonal membahas atau mengkaji pengalaman di luar atau batas diri, seperti halnya pengalaman-pengalaman spiritual. Di
tahun 1992, setelah melakukan penelahan atas kurang lebih 40 definisi, maka Lajoie dan Saphiro, dua orang pionir utama
psikologi transpersonal, merangkum dan merumuskan pengertian psikologi transpersonal yang lebih sesuai untuk kondisi saat
ini:

Transpersonal psychology is concerned with the study of humanity’s highest potential, and with the recognition,
understanding, and realization of unitive, spiritual, and transcendent states of consciousness.

Psikologi transpersonal mempunyai perhatian terhadap studi potensial tertinggi umat manusia dan dengan pengakuan,
pemahaman dan perealisasian keadaan-keadaan kesadaran yang mempersatukan, spiritual dan transenden.

Transformasi kesadaran merupakan tinjauan pokok dari psikologi transpersonal, yakni studi mengenai pengalaman-
pengalaman yang mendalam, perasaan keterhubungan dengan pusat kesadaran semesta, dan penyatuan dengan alam. Ada
kesepakatan umum dari para tokoh cabang psikologi ini, untuk tidak mengidentikkan mazhab ini dengan keagamaan secara
formal. Psikologi transpersonal bukanlah agama, bukan ideologi, bukan juga metafisika dan bahkan bukan New Age (seperti
praktik aura, crsytal, aromatherapy, kajian UFO, dll) meskipun ada sedikit irisan dengannya.

Tapi definisi ini tidak mengakomodasi kepentingan orang-orang yang berhubungan dan mengklaim diri sebagai pengikut
mazhab transpersonal, sehingga mau tidak mau kita harus membagi mazhab transpersonal ini juga dalam empat cabang.
Kelompok pertama adalah kelompok mistis-magis. Menurut kelompok ini kesadaran transpersonal bersesuaian dengan
kesadaran para dukun dan shaman masa lalu. Pandangan ini dianut oleh para aktivis New Age, dan salah satunya gerakan
teosofi yang dipimpin oleh Helena Blavatsky. Seringkali romantisme dari kelompok ini menyulitkannya untuk berinteraksi
dengan arus utama psikologi.

Kelompok kedua adalah kelompok tingkat kesadaran alternatif yang biasanya menolak konsep-konsep perkembangan, tahap-
tahap dan praktik peningkatan kesadaran. Mereka lebih suka meneliti keadaan kesadaran sementara secara psiko-fisiologis
dengan memelajari keadaan-keadaan fisik seseorang yang berada dalam keadaan transpersonal. Kelompok ini bersama
kelompok ekoprimitivisme menganjurkan penggunaan media (seperti zat-zat kimia atau psikotropika) untuk pencapaian
keasadaran transpersonal. Tokoh yang cukup penting dalam kelompok ini adalah Stanislav Grof yang menggunakan LSD
untuk psikoterapinya. Setelah penggunaan LSD dilarang pemerintah, Grof kemudian menggunakan teknik pernapasan
(pranayama) dari tradisi Timur, yang disebutnya sebagai Holotrophic Breathwork.

Kelompok ketiga, kelompok transpersonalis posmodern. Mereka menganggap keasadaran transpersonal, sebenarnya
merupakan keadaan yang biasa. Kita, manusia modern, menganggapnya seolah luar biasa, karena kita membuang kondisi
kesadaran seperti ini. Kelompok ini menerima kisah-kisah para dukun shamanisme dan mistikus dalam semangat relativisme
pluralistik. Mereka justru mengecam filsafat perennial yang mengungkapkan pengalaman mistik sebagai totaliter dan fasistik
karena mengagungkan hierarki.

Kelompok psikologi transpersonal yang keempat adalah kelompok integral. Kelompok ini menerima hampir semua fenomena
kesadaran yang diteliti oleh ketiga kelompok tadi. Yang berbeda, kelompok ini juga menerima konsep-konsep psikologi
transpersonal dari aliran pramodern dan posmodern. Salah seorang tokohnya adalah Ken Wilber, yang nanti akan dibahas pada
bab khusus. Kelompok pertama, kedua dan ketiga merupakan kelompok yang berada–bahkan bersebarangan–dengan agama
formal. Helena Blavastky, yang berada pada kelompok yang pertama, misalnya, mengharuskan para anggotanya untuk tidak
memiliki kecenderungan kepada agama tertentu.

04 Psikoterapi dalam Transpersonal


Psikoterapi mempunyai pengertian terapi yang diberikan kepada pasien yang mengalami gangguan mental dan emosi, yang
dilakukan dengan instrumen psikologi. Tentu saja terapi yang diberikan mempunyai banyak variasi, dengan menginduk kepada
teori psikologi tertentu. Ambil contoh untuk psikoterapi analitis, sejenis terapi yang diberikan yang merujuk kepada teori
psikoanalisa. Dalam pandangan psikoanalisa, gangguan kepribadian atau mental terjadi karena setiap orang memiliki semacam
mekanisme pertahanan diri. Salah satu mekanisme tersebut ialah represi, yakni membawa ke pikiran bawah sadar
(unconsciousness) berbagai pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan dan traumatis. Inilah yang menyebabkan
gangguan kepribadian. Seorang ahli psikoterapi, jika merujuk teori ini, akan berusaha mengangkat kembali ke alam sadar,
trauma dan pengalaman yang direpresi ke bawah sadar. Terapi seperti ini dinamakan asosiasi bebas. Si pasien di buat relaks,
terkadang dihipnotis, dan dibiarkan bicara segala hal yang ada di pikirannya. Dari ucapan-ucapannya tersebut, seorang terapis
akan menentukan motif-motif bawah sadarnya.

Sedangkan psikoterapis behavioral, di mana gangguan mental disebabkan kegagalan dalam merespon stimulus dari lingkungan
sekitarnya. Terapi yang diberikan adalah dengan memberikan pengondisian ulang respon-respon pasien terhadap suatu
stimulus, agar menjadi lebih efektif dan rasional. Ini dilakukan dengan memberikan penghargaan atas suatu respon tertentu,
dan memberikan hukuman atas respon lainnya, sehingga si pasien diarahkan pada kondisi respon yang tepat.

Terapi yang lebih positif, yang berorientasi kepada klien (pasien) diberikan oleh psikoterapi dari aliran humanistik. Seorang
terapis adalah orang yang membantu pasien agar lebih mengenali, memahami dan mengerti keadaannya sendiri. Klien
dibiarkan mencari dan menggali problemnya, sedangkan fungsi seorang terapis hanya berupaya menciptakan suasana yang
mendukung pasien dalam menjalankan penggalian masalahnya sendiri. Selain itu, ada juga psikoterapi gestalt, psikoterapi
grup, psikoterapi realitas dll, yang dikembangkan para psikolog belakangan. Tentu saja pertanyaannya kemudian, psikoterapi
apa yang disodorkan oleh para tokoh psikologi transpersonal dalam menerapi para pasien gangguan psikis.

Landasan psikoterapi transpersonal adalah bagaimana memandang klien sebagai mahluk yang mempunyai potensi kesadaran
spiritual, dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keseluruhan semesta. Dalam tataran praktisnya, proses gangguan
mental, lebih diakibatkan faktor internal dalam dirinya yang tidak bisa menempatkan diri dalam bagian keseluruhan tersebut.
Dalam beberapa metode, jenis terapi yang diberikan ada beberapa kesamaan dengan psikoterapi humanistik.

Konsep bahwa manusia menerapkan bagian yang tak terpisahkan dari semesta secara keselutuhan, sangat kuat dalam
pandangan mistik Timur. Dalam agama hindu, kita mengenal konsep Hiranyagarbha, sebagai pikiran universal yang menjadi
basis penciptaan dunia. Sehingga dengan mencoba menghubungkan dan menjernihkan pikiran kita dalam pikiran Brahman,
dengan sendirinya potensi spiritual kita akan tergali.

Dengan kata lain, jika dalam psikologi modern, terapi yang diberikan akan bersinggungan dengan biomedis, dalam psikologi
transpersonal, terapi yang dikembangkan akan berhubungan dengan ritual-ritual yang dijalankan dalam tradisi-tradisi
keagamaan. Cara pandang yang holistik, terutama dari mistik Timur, pada akhirnya membawa siginifikansi akan adanya
pengaruh yang sangat kuat antara tubuh, pikiran dan jiwa. Apa yang memanifetasi dalam tubuh fisik, sebenarnya gambaran
keadaan tubuh mentalnya. Demikian juga sebaliknya, gangguan fisik yang terjadi seringkali memengaruhi kondisi mental
seseorang.

Dari sini kemudian penurunan lebih lanjut dari terapi dalam psikologi transpersonal adalah bagaimana agar si pasien bisa
menyadari kondisi dirinya sendiri, kondisi pikiran dan tubuhnya. Langkah penyadaran diri ini ditempuh dengan pertama kali
seorang klien mengidentifikasi proses dan mekanisme di dalam tubunya secara sadar. Terapi seperti ini dinamakan
biofeedback.
Pada daerah-daerah tertentu dipasang sensor elektronik, misalnya pada otot-otot tubuh. Sinyal elektronik ini diamplikasi
menjadi bunyi atau nyala lampu, sehingga klien bisa melihat dan mendengar perubahan-perubahan yang terjadi, baik dalam
kondisi normal ataupun abnormal, manakala ia memberikan semacam perubahan dalam proses fisiologi internal dirinya.
Dalam beberapa penelitian, terbukti biofeedback sangat efektif untuk tujuan relaksasi tubuh. Menurunkan tingkat stress, dan
gangguan-ganguan psikosomatis. Jantung berdebar, napas tidak teratur, tekanan darah tinggi adalah jenis-jensi penyakit
psikosomatis yang berhasil disembuhkan dengan terapi ini.

Jenis terapi lainnya dengan tujuan yang sama, untuk relaksasi, ialah meditasi. Tentunya ada beberapa tingkatan meditasi, mulai
dari hanya mengatur irama napas, sampai kepada meditasi tingkat tinggi yang membuka kesadaran-kesadaran di luar kondisi
normal (altered states of consciousness). Ada juga terapi medan energi, seperti chikung, chkara, aura, yang merupakan badan
energi atau benda mental yang juga sekaligus menggambarkan kondisi kesehatan mental seseorang.

Biofeedback dan meditasi adalah jenis-jenis psikoterapi yang sangat umum dipakai oleh para ahli psikologi transpersonal. Tapi
ada kecenderungan belakangan ini, terapi yang dipakai sudah agak meluas. Misalnya di Anand Ashram, selain meditasi dan
yoga, juga dibarengi dengan terapi menggunakan musik, terutama musik-musik religius, wangi-wangian (aromaterapi) dan
visualisasi. Bahkan lebih jauh lagi, teknik-tenik yang biasa digunakan oleh para mistikus dari agama-agama lainnya, juga
digunakan untuk terapi mental, seperti zikir, bacaan Kitab Suci, mantra, doa dll.

05 Tokoh-tokoh Psikologi Transpersonal


Hampir semua tokoh-tokoh dari psikologi aliran ini, berusaha sedapat mungkin memberikan arti bernuansa spiritual terhadap
kata psikologi. Mereka seringkali merujuk kepada akar katanya, yakni psyche. Jika definisi modern mengarah kepada proses
mental, maka definisi awal psyche sebenarnya adalah napas kehidupan, ekuivalen dengan makna soul, atau jiwa.

Sigmund Freud dipandang sebagai pelopor ke arah psikologi transpersonal atas jasanya memetakan ketidaksadaran sebagai
komponen penting kepribadian manusia. Tiga puluh tahun sebelum Freud menyusun teorinya, tepatnya di tahun 1869, von
Hartmann menerbitkan buku Philosophy of The Unconscious. Dalam buku tersebut ia menjelaskan filsafat Schopenhauer, di
mana Schopenhauer sendiri secara eksplisit mengambil konsep tersebut dalam khazanah mistik Timur : Buddha dan
Upanishad.

Dijelaskannya bahwa di bawah kesadaran individu terletak kesadaran kosmis, yang dalam sebagian besar orang masih dalam
bentuk ketidaksadaran, yang bisa dibangkitkan. Dengan membuat ketidaksadaran ini menjadi sadar, seseorang tersebut akan
menjadi sosok hebat. Sedangkan Freud sendiri mengambil konsep Id dari buku George Groddeck, The Book of the It, yang
mengambil konsep eksistensi Tao Kosmos atau Ruh (spirit) Universal.

Apa yang dirintis Freud saat itu, setidaknya membuka jalan bagi suatu pandangan bahwa apa yang nampak dalam perilaku
manusia, sebenarnya hanyalah bagian kecil dari kepribadian. Manusia tetaplah memiliki aspek yang tersembunyi dalam
dirinya, yang justru sebagian besar perilaku yang nampak hanyalah manifestasi dari apa yang tidak nampak, yang disebut
sebagai ketidaksadaran. Meskipun Freud menempatkan hal-hal yang negatif bagi konstruksi ketidaksadaran, tapi ia berhasil
membuka jalan bagi penerusnya—dalam hal ini Jung—untuk menempatkan aspek spiritual terhadap ketidaksadaran manusia.
Berikut ini adalah tokoh-tokoh yang memiliki kontribusi besar bagi pembentukan angkatan psikologi yang keempat : psikologi
transpersonal.

William James
William James

Ia lebih dikenal sebagai penggagas pragmatisme dalam filsafat. Seperti halnya behaviorisme dalam psikologi yang lebih cocok
dengan semangat Amerika, demikian juga dengan pragmatisme, yang mewakili pandangan metafisika Amerika. William
James dengan pragmatismenya benar-benar memberikan sumbangan yang orisinil bagi dunia filsafat. Istilah pragmatisme
sendiri berasal dari bahasa Yunani, pragma, yang berarti tindakan. Maka pragmatisme diartikan sebagai filsafat tentang
tindakan. Ini berarti bahwa pragmatisme bukan merupakan sistem filosofis yang siap pakai yang sekaligus memberikan
jawaban terakhir seputar problem filosofis. Pragmatisme hanya berusaha menentukan konsekuensi praktis dari masalah-
masalah itu, dan bukan memberikan jawaban finalnya.

Salah satu karyanya yang penting dalam bidang psikologi agama, dan juga merupakan karya pertama yang membahas
pengalama religius adalah The Varieties of Religious Experience. Buku ini selain membahas permasalahan aktual tentang
pengalaman keagamaan dalam kacamata pragmatisme, dan juga pengalamannya sendiri.
Dalam buku ini diceritakan :

Dalam keadaan pesimis dan depresi jiwa mengenai masa depanku, suatu sore aku masuk ke sebuah kamar ganti, dalam
keremangan, maksudku hendak mencari sepotong artikel di sana. Secara tiba-tiba, dalam diriku, seolah hadir dari kegelapan,
suatu ketakutan mengerikan tentang eksistensiku. Tak terduga, hadir begitu saja dalam benak, seorang penderita epilepsi yang
pernah kutemui di sebuah Rumah Sakit. Seorang pemuda berambut hitam dengan kulit kebiru-biruan, dungu, yang setiap hari
duduk di salah sebuah bangku, atau sedikit menjauh dari tembok, dengan lutut menopang dagunya. Ia memakai baju dalam
yang kumal, satu-satunya pakaian yang dimilikinya. Ia duduk mematung di situ seperti seekor kucing Mesir atau mummi Peru,
tanpa gerak, dengan mata hitam, seolah bukan manusia. Bayangan tersebut dan ketakutanku berbaur menjadi satu. Seperti
itukah wujudku?

Hari demi hari aku bangun dengan perasaan nyeri di ulu hati, dengan perasaan tidak aman akan hidupku yang tidak pernah
diketahui sebelumnya dan tidak pernah dirasakan lagi sesudahnya. Pengalaman itu seakan merupakan suatu pewahyuan. Dan
walaupun pengalaman itu telah berlalu, sejak saat itu perasaan tersebut membuat saya simpati terhadap perasaan-perasaan yang
mengerikan yang dialami oleh orang lain.

Apa yang disodorkan James dalam memberikan argumentasi khas pragmastime mengenai keyakinan dan pengalaman religus
benar-benar sangat cerdas. Dalam The Varities of Religious Experience, ia mengungkapkan bahwa sejauh manusia
berhubungan dengan alam semesta, ia hanya berhubungan dengan simbol-simbol realitas, tetapi dalam pengalaman religius
yang bersifat pribadi, dirinya benar-benar dibawa masuk dalam realitas tersebut secara utuh. Di sini James menekankan bahwa,
yang paling penting bukan pengalamannya, tetapi perubahan nyata dalam hidup yang terjadi setelah pengalaman tersebut.
Sederhananya, pengalaman percaya terhadap Tuhan, misalnya, diperlukan sejauh memuaskan kebutuhan-kebutuhan manusia
dan membawa dampak yang riil dalam dirinya. Dan dampak yang paling penting adalah meningkatnya kekuatan moral. Tak
masalah apakah bukti secara rasional tidak memuaskan tentang keberadan-Nya. Tapi setidaknya keyakinan tersebut membawa
dampak positif terhadap tindakan manusia, ia memuaskan hasrat dan kerinduannya, sehingga membawa pada peningkatan
kualitas moralitas. Cara pandang yang positif terhadap pengalaman religius dari William James, cukup berpengaruh besar di
zaman itu, dan pengaruh tersebut sampai di daratan Eropa, setidaknya bagi para tokoh psikologi kemudian.
Carl Gustav Jung

Pada mulanya ia begitu diharapkan akan meneruskan jejak gurunya, Sigmund Freud, dalam memperkuat teori psikonalisa.
Hanya saja, penekanan yang berlebihan terhadap seksualitas sebagai landasan pokok teori Freud, kurang memuaskannya.
Tambahan lagi, suatu visi, tepatnya mimpi yang begitu nyata, membuat Jung mulai membuat penafsiran yang berbeda
sebagaimana teori mimpi yang dibangun di psikoanalisa.

Pada tahun 1913, sebuah mimpi dialaminya. Ia melihat banjir besar meliputi seluruh daratan Eropa. Bahkan sampai ke
wilayah-wilayah pegunungan di Swiss, negerinya sendiri. Ribuan orang tenggelam. Peradaban manusia di ambang kehancuran.
Perlahan air bah yang demikian besar tadi berubah menjadi darah. Visi tadi berlanjut beberapa minggu kemudian dengan
mimpi musim dingin yang tak pernah berakhir, dan sungai darah di daratan Eropa. Tak lama berselang, di bulan Agustus tahun
itu juga, Perang Dunia I dimulai. Jung merasakan bahwa ada suatu keterhubungan antara dirinya sebagai individu dengan
peristiwa kemanusiaan secara umum yang tidak bisa dijelaskan.

Semenjak kejadian tersebut sampai tahun 1918 Jung mulai menyusun teorinya sendiri, dan secara resmi ia lepas dari
psikoanlisa dan mendirikan mazhab baru yakni psikologi analitis. Kegemarannya akan bahasa dan sastra dari tradisi-tradisi
kuno membuat ia bersentuhan dengan agama-agama dan kebudayaan arkaik, yang berpengaruh besar dalam penyusunan
teorinya.

Ada kesamaan antara Freud dan Jung dalam beberapa hal, di antaranya konsep ego sebagai komponen kesadaran, dan adanya
ketidaksadaran yang mempunyai pengaruh kuat dalam struktur kepribadian. Hanya saja, menurut Jung di alam tak sadar
(unconscious) bukanlah murni berisi insting seksual, tapi jusru ada suatu ketidaksadaran kolektif (collective unconscious) yang
berisi arketif-arketif yang diwariskan turun temurun secara ras. Disamping ketidaksadaran kolektif, ada juga ketidaksadaran
pribadi, sebagai bentukan dari pengalaman-pengalaman yang pernah sadar tapi direpresikan, dilupakan dan diabaikan, yang
suatu waktu bisa muncul kembali ke alam sadar, karena ia memang posisinya cukup dekat dengan ego.

Dalam ketidaksadaran pribadi ini juga ada kompleks-kompleks yang merupakan konstelasi perasaan, pikiran, persepsi-persepsi
dan ingatan-ingatan yang memiliki inti yang bersifat seperti magnet yang menarik berbagai pengalaman ke arahnya. Kompleks
ini bisa menggeser ego dan mengendalikan kesadaran dari kepribadian manusia.
Ide tentang ketidaksadaran kolektif merupakan suatu yang orisinal, kontroversial sekaligus penting dalam teori psikologi
analitis yang dibangun oleh Jung. Ketidaksadaran kolektif adalah gudang memori laten yang diwariskan generasi demi
generasi dari masa lampau, yang bersifat universal. Artinya semua manusia mempunyai ketidaksadaran kolektif yang sama.
Bersama-sama dengan ketidaksadaran pribadi, mereka mempunyai andil besar dalam struktur kepribadian manusia. Andaikan
ego mengabaikan segi ketidaksadaran ini, akan timbul semacam gangguan-gangguan terhadap proses-proses rasional sadar
berupa simptom, fobia-fobia, delusi dan irasionalitas.

Kesadaraan kolektif tersusun secara struktural oleh ribuan arketif. Yakni suatu bentuk ide universal yang diwariskan
antargenerasi. Beberapa arketip berhasil diidentifikasi, yakni anima, animus, persona, shadow, ide orang bijak, pahlawan,
Tuhan, iblis, arketif energi dll. Arketif ini suatu waktu terpengaruh oleh daya magnet dari inti kompleks, dan bergerak ke
arahnya. Bersama inti kompleks mereka merembesi dan tembus ke alam sadar lewat pengalaman-pengalaman, bentuk ritual
agama, mimpi-mimpi, mitos, penglihatan-penglihatan, simptom neurotik dan psikotik, serta karya-karya seni.

Arketif yang cukup penting dalam teori Jung adalah arketif ‘diri’ (Self). Arketipe ini dilambangkan dengan simbol mandala,
yakni sekumpulan lingkaran atau bujur sangkar konsentris. Simbol mandala ini ditemukan oleh Jung di hampir semua tradisi
dan kebudayaan kuno, di setiap agama, dan setiap mitologi kesukuan. Simbol ini juga hadir, menurut pengamatan Jung, dalam
mimpi pada kebanyakan orang yang menginjak usia paruh baya, sekitar 35-40 tahunan.

Diri, menurut Jung merupakan Imago Dei, gambaran Tuhan. Ia merupakan tujuan hidup, yang menggambarkan kebulatan dan
keutuhan. Ia adalah komponen pokok dalam realisasi diri. Diri adalah titik pusat kepribadian, yang mempersatukan berbagai
segi kepribadian dengan kesatuan, keseimbangan, dan kestabilan.
Perkembangan kepribadian menurut Jung, setidaknya didahului oleh perkembangan dan diferensiasi dari berbagai arketif.
Semua arketif harus berkembang secara sempurna, ego sadar harus bisa menyesuaikan diri antara tuntutan lingkungan luar
maupun kebutuhan-kebutuhan ketidaksadaran. Keadaan ini berlangsung sampai menginjak usia paruh baya. Pada saat usia 30-
an atau 40-an, terjadi perubahan radikal dalam kehidupan. Pada usia inilah, minat dan sesuatu yang dikejar pada masa muda
kehilangan nilainya dan diganti oleh minat-minat baru yang lebih berbudaya. Ia menjadi lebih bijak, lebih filosofis dan lebih
spiritual. Inilah masa dimana terjadi pergeseran pusat kepribadian dari ego sadar kepada ‘diri’ (Self) yang berada di antara
wilayah sadar dan ketidaksadaran. Inilah keadaan ideal, di mana seluruh segi kepribadian dan energi psikis berada dalam
keseimbangan daya-daya yang sempurna. Inilah realisasi diri, sebagai tujuan kehidupan manusia.

Apabila kita melukiskan kesadaran dengan ego sebagai titik pusatnya, sebagai lawan dari ketidaksadaran, dan apabila sekarang
kita menambahkan pada gambaran jiwa kita proses pengasimilasian ketidaksadaran, maka kita dapat memandang asimilasi ini
sebagai semacam aproksimasi antara kesadaran dan ketidaksadaran, di mana pusat seluruh kepribadian tidak lagi terletak pada
ego tetapi pada suatu titik tengah antara kesadaran dan ketidaksadaran. Ini akan menjadi titik dari suatu keseimbangan baru,
suatu pusat baru dari seluruh kepribadian, suatu pusat sejati yang karena posisinya yang terletak di tengah-tengah kesadaran
dan ketidaksadaran, memberikan pada kepribadian suatu fondasi baru yang lebih kokoh (Jung, 1945 hlm. 219)

Stanislav Grof
Risetnya tentang bagaimana membangkitkan kesadaran spiritual, secara kimia (termasuk LSD) cukup terdokumentasi dengan
baik, dan dengan standar ilmiah. Konsepnya mengenai “Systems of Condensed Experience” (COEX Systems) kelihatannya
mirip dengan konsep arketif dari Jung. Setelah penggunaan LSD dinyatakan ilegal, ia kemudian mengarahkan penelitiannya
pada penggunaan terapi musik, latihan olah napas dan meditasi

Barry Mc Waters
Pandangan dan teorinya mengenai manusia sebagai sosok yang multidimensional disajikan berikut ini.
Tiap tingkatan menunjukkan kesadaran diri manusia. Lingkaran 1,2 dan 3 berturut-turut mewakili aspek fisikal, aspek
emosional dan aspek intelektual dari energi batin manusia. Lingkaran 4 menunjukkan pengintegrasian antara ketiga lingkaran
tersebut yang memungkinkan individu berfungsi secara harmonis pada tingkat pribadi. Keempat lingkaran ini termasuk dalam
kawasan personal manusia.

Tingkatan berikutnya termasuk dalam kategori wilayah transpersonal manusia. Lingkaran 5 mewakili aspek intuisi. Pada aspek
ini, individu mulai secara samar-samar menyadari bahwa ia bisa mempersepsi tanpa bantuan pancainderanya. Lingkaran 6
mewakili aspek energi psikis, dirinya mulai merasakan integrasi dengan energi yang lebih besar. Fenomena parapsikologi
terjadi pada level kesadaran ini. Lingkaran 7 mewakili bentuk penghayatan paling tinggi, yakni penyatuan mistis atau
pencerahan, di mana diri seseorang menyatu dengan segala yang ada.

Melewati ketujuh tingkatan kesadaran sebelumnya, maka sampai pada tingkatan pengembangan potensial di mana semua
tingkat dihayati secara simultan, terjadinya pengintegrasian antara yang personal dengan yang transpersonal.

Charles T. Tart
Ia dikenal sebagai seorang parapsikologist, yang berusaha memadukan apa yang disebut sebagai pengalaman-pengalaman
spiritual (ia menggunakan istilah d-ASC) dengan sains. Seperti ungkapannya: “I have a deep conviction that science, as a
method of sharpening and refining knowledge, can be applied to the human experiences we call transpersonal or spiritual, and
that both science and our spiritual, and that both science and our spiritual traditions will be enriched as a result”. Lantas ia
meletakan dasar-dasar teori untuk pengintegrasian kedua hal tersebut, sembari memaparkan karakteristik keduanya, syarat,
kapan dan bagaimana antara spiritual dan sains bisa menyatu.

Manusia, menurut Charles T. Tart, berusaha mendapatkan apa yang disebut d-ASC, sebuah perubahan kesadaran; dimana
dirinya merasa terbuka, menyatu dengan alam semesta, ada aliran energi di seluruh tubuhnya, merasakan bahwa dunia adalah
satu, penuh cinta, dan waktu seakan berhenti. Hanya saja, beberapa mendapatkannya melalui drugs (LSD, heroin ganja), yang
mempunyai dampak kerusakan fisik. Padahal, lagi-lagi menurutnya, ada beberapa teknik non-drugs yang bisa digunakan
(semisal meditasi dan ritual-ritual keagamaan lainnya) yang lebih positif.
Sumbangan besar lainnya adalah pemetaan kedudukan dan tingkat kesadaran, yakni :
SoC (State of Consciousness): Apa yang berada dalam pikiran seseorang pada saat tertentu.
ASC ( Altered State of Consciousness): Apa yang dipikirkan sekarang, berbeda (karena ada perubahan objek) dengan apa yang
dipikirkan beberapa saat yang lalu.
d-SoC (discrete State of Consciousness): pola yang khas dari fungsi mind. Sebuah objek akan mempunyai banyak d-SoC (pola
khas) bergantung kepada cara pandang observer-nya. Paradigma dalam dunia merupakan suatu d-SoC.
d-ASC (discrete Altered State of Consciousness): perubahan radikal dari keseluruhan fungsi berpikir (mind) dan kesadaran,
contohnya : mimpi, pengalaman fly (drugs), juga pengalaman-pengalaman spiritual.

Selain itu, ia juga mendefiniskan fenomena-fenomena di luar kondisi psikis yang umum, atau parapsikologi, yakni :
“Parapsychology, literary meaning the investigation of things which are beyond (para) ordinary psychology”.
Adapun fenomena-fenomena parapsikologi adalah sebagai berikut :
1. Telepati : komunikasi langsung mind dengan mind antar manusia.
2. Clairvoyance : kontak langsung dengan objek fisik
3. Precognition : mengetahui kejadian di masa mendatang
4. Psikokinesis : kemampuan mind untuk mempengaruhi benda tanpa kontak fisik
Semua fenomena tersebut di atas mengacu kepada ESP atau extrasensory perception, yang di dunia paranormal dikenal
sebagai “Psy Phenomena”.

06 Psikologi Integral
Ken Wilber adalah seorang cendikiawan Buddhis yang merupakan tokoh dan pengagas generasi kelima psikologi : psikologi
integral atau psikologi integratif (integrative psychology).
Empat generasi psikologi sebelumnya (psikoanalisa, behavioristik, humanistik, dan transpersonal) dalam pandangan Wilber
secara perlahan akan memudar. Tapi bukan berarti tidak memberikan sumbangan besar. Wilber berkeyakinan, apa yang telah
dirintis oleh angkatan sebelumnya, dengan satu sisi pendekatan terhadap eksistensi manusia, akan digantikan oleh pendekatan
yang multidimensi, yang lebih integratif.

Kritik khusus diarahkan terhadap psikologi transpersonal. Ia sendiri mengakui, bahwa tadinya ia seorang transpersonalist, tapi
kemudian di tahun 1983, Ken Wilber mulai merasakan ada suatu yang kurang dalam psikologi generasi keempat ini. Mungkin
satu sisi pedekatan saja, yakni pendekatan spiritual, dalam kacamata ilmiah kurang begitu faktual. Para ahli psikologi
transpersonal lebih menekankan sisi teori daripada menyodorkan bukti-bukti empiris. Kendati psikologi transpersonal
mempunyai area pembahasan yang demikian luas, tapi ia tidak mencakup totalitas, ia tidak berhasil mengintegrasikan teori-
teori psikologi sebelumnya.

Psikologi integral dikembangkan oleh Ken Wilber, setelah ia sendiri meneliti dan memelajari beragam teori tentang struktur
kedirian manusia, mulai dari pra-modern, modern sampai post-modern. Lebih dari 100 tokoh yang teorinya berhasil ia
rangkum dan diintisarikan serta disajikan dalam bentuk teori yang integratif.
Untuk memahami pengertian ‘integral’ seperti apa yang dimaksudkan oleh Wilber, di bawah ini akan disajikan ikhtisar
pemikirannya, terutama mengenai Empat Quadran, yang kemudian ia sendiri menamamainya dengan AQAL (All Quadrant All
Level).

Psikologi Integral mempunyai setidaknya lima komponen utama, yakni: level (kadang disebut struktur) kesadaran, arus atau
deret garis kesadaran, status kesadaran normal dan perubahan status kesadaran, diri dan sistem-diri, serta empat kuadran.
Kepribadian manusia, menurut Wilber, seperti halnya struktur alam semesta, adalah komponen yang berlapis-lapis,
pluridimensional, tersusun atas tatanan yang terintegrasi, yang padu dan menyeluruh.

Level Kesadaran
Level kesadaran disebut juga dengan istilah struktur atau gelombang kesadaran, dan terkait dengan definisinya. Struktur
mengindikasikan bahwa setiap tingkatan kesadaran mempunyai pola yang padu yang seluruh komponennya bersatu dalam satu
struktur besar. Level, berarti pola-pola tersebut mempunyai relasi-relasi yang cenderung terbuka. Artinya tingkat yang lebih
tinggi tatkala mentransendensi, juga mencakup dan meliputi tingkat yang berada bawahnya. Sedangkan ‘gelombang’
mengindikasikan bahwa setiap level kesadaran tidak berada tepat duduk di bawah level yang lebih rendah seperti halnya anak
tangga, tetapi lebih menyerupai gelombang yang meliputi sekaligus mencakup level sebelumnya.

Dalam struktur kepribadian manusia, evolusi atau perkembangan level kesadaran secara ringkas bisa dibagi dalam tiga tahap :
dari level subconscious ke level selfconscious dan ke level superconscious. Sedangkan dalam tradisi hikmah, level-level
kesadaran ini bergerak mulai dari level materi, kemudian level pikiran (mind), level jiwa (soul), dan level ruh (spirit). Gradasi
dari tingkatan kesadaran ini juga paralel dengan “Hierarki tingkatan Wujud” dalam ontologi tradisi hikmah.

Level paling bawah, subconscious, sangat bersifat insting, libido, impulsif, animal (sifat binatang), kurang lebih sama dengan
komponen id dalam psikoanalisa Freud. Level menengah dari kesadaran manusia ditandai dengan sifat-sifat : adaptasi sosial,
penyesuaian mental, sifat integrasi dari ego, dan tahap lanjut konsepsi. Sedangkan tahap paling tinggi yang dicapai kesadaran
manusia adalah tahap yang sama keadaannya dalam pencapaian puncak spiritual dari agama-agama. Tahap puncak ini ditandai
dengan penyatuan kesadaran diri dengan kesadaran semesta, kebahagiaan, ketenangan dan hal-hal yang bersifat holistik,
mungkin lebih mirip dengan konsep individuasi dari Jung dan aktualisasi diri dari Maslow.

Lingkaran kehidupan manusia bergerak dari level bawah yaitu level subconscious (instingtual, id-ish, impulsive) ke level
menengah atau level self-conscious (egoic, conceptual) kemudian ke level puncak atau level superconscious, digambarkan
dalam bentuk lingkaran.

Gambar lingkaran ini dibagi ke dalam dua bagian, busur keluar (outward arc) dan busur ke dalam (inward arc). Pergerakan
dari level sub-conscious ke level self-conscious digambarkan dalam bentuk busur keluar. Pergerakan ini ditandai dengan sifat
penegasan diri, kisah pertempuran sang ego dengan dirinya sendiri, dan konflik-konflik di bawah sadar yang ditandai dengan
rasa cemas dan terasing.

Sedangkan perkembangan kesadaran dari level selfconscious ke level superconscious merupakan pergerakan ke dalam diri,
digambarkan dengan busur kedalam (inward arc), ini ditandai dengan pencapaian tahap transendensi dan realisasi diri.

Sebenarnya ada banyak ajuan istilah untuk level tingkat kesadaran ini. Ada yang menyebut hierarki ini dengan prepersonal,
personal dan transpersonal. Bahkan dari sisi jumlahnyapun terdapat perbedaan, kendati demikian, sebenarnya tetap dapat
diringkas ke dalam tiga tingkatan. Tradisi Kundalini Yoga membagi level kesadaran dalam tujuh tingkatan Chakra, dan tradisi
Vedanta dalam lima lapisan yang disebut panca maya kosha.

Sedangkan Ken Wilber sendiri merinci ketiga level kesadaran ini menjadi sembilan level yakni : arkaik, magic, mythic,
rasional, aperspectival, psychic (yogic), subtle, causal, dan non-dual.

Arus Kesadaran
Dalam perkembangan level kesadaran, ada aspek-aspek dalam struktur kepribadian yang juga bergerak mengikuti
perkembangan dari level kesadaran, tapi dengan tingkat perkembangan yang bervariasi. Aspek-aspek tersebut misalnya
intelegensi, kognisi, moral, afeksi, kebutuhan, seksualitas dll. Aspek-aspek tersebut, dinamakan arus kesadaran atau deret garis
kesadaran.

Arus kesadaran ini berkembang dengan derajat kebebasan tertentu, meskipun tidak sepenuhnya bebas. Misalnya sesorang pada
level atau struktur tertentu, bisa saja mempunyai tingkat kognisi yang optimal, tetapi dari segi moralitas baru mencapai tahap
menengah, dan tingkat rendah dalam masalah perkembangan seksualitas. Perkembangan arus kesadaran ini relatif bebas atau
tidak mutlak harus bergantung kepada perkembangan level kesadaran. Untuk jelasnya bisa dilihat dalam diagram atau gambar
berikut ini.

Status Kesadaran
Beberapa status kesadaran manusia yang biasa dikenal misalnya, terjaga, mimpi, dan tidur pulas. Ini adalah status normal
kesadaran yang biasa dialami sehari-hari, disamping ada juga status luar biasa atau perubahan status kesadaran dan merupakan
kesadaran yang sifatnya lebih tinggi, yaitu berupa pengalaman puncak (pengalaman spiritual, atau peak experience menurut
Maslow), keadaan meditasi dan kontemplasi.
Ada empat jenis status kesadaran yang luar biasa ini, dan disebut juga kesadaran transpersonal, yaitu : psychic, subtle, causal
dan nondual. Psychic adalah status kesadaran yang dialami oleh type nature mysticism, yakni pengalaman spiritual seolah-olah
dirinya menyatu dengan seluruh sensor alam semesta. Subtle ialah status kesadaran yang dialami oleh type deity mysticism,
yakni pengalaman diri yang menyatu dengan sumber, pusat alam semesta. Causal adalah kesadaran yang dialami oleh type
formless mysticism, dimana individu yang mengalaminya akan merasakan terhentinya pengalaman dan segenap sensor
indrawi, tenggelam dalam keadaan yang tidak mewujud, kesadaran yang tak berbentuk. Jenis pengalaman tipe causal ini
misalnya apa yang disebut oleh Patanjali sebagai dharma mega samadhi. Nondual adalah keadaan yang dialami oleh tipe
integral mysticism, yakni sebuah pengalaman bersatunya antara yang memanifestasi dan yang tidak, antara wujud dan
ketiadaan. Contohnya seperti yang dialami oleh Lady Tsogyal, Sri Ramana Maharshi, dan Hui Neng.

Bagaimanakah hubungan antara status kesadaran ini dengan level kesadaran?


Setiap struktur atau level kesadaran seseorang tentu saja meliputi semua status kesadarannya. Setiap orang pasti akan
mengalami status kesadaran yang normal seperti terjaga, mimpi, dan keadaan pulas, tak menjadi masalah dimana level orang
tersebut berada. Juga setiap level bisa berada pada status kesadaran yang luar biasa, atau perubahan kesadaran, berupa
pengalaman puncak dalam bentuk psychic, subtle, causal, dan nondual. Hanya saja ada perbedaan sikap dan interperstasi
terhadap pengalaman tersebut yang bergantung kepada tingkatan level kesadarannya. Umpamanya, dua orang yang berada di
level yang berbeda (misalnya antara rational dan psychic) bisa sama-sama mempunyai pengalaman puncak pada status causal,
tapi pengaruh (berupa penyikapan dan interpretasinya) dari pengalaman puncak tersebut masing-masing sangat berbeda.

Pengalaman puncak yang dialami oleh orang di semua tingkatan level kesadaran, pada dasarnya bersifat sementara.
Pengalaman ini menjadi permanen andaiakata seseorang sudah berada di level tersebut. Umpamanya, orang yang berada di
level causal pasti mempunyai pengalaman pada status causal secara permanen, tapi pengalaman puncak yang berada di
atasnya, misalnya pada status non-dual, yang ia alami, sifatnya hanyalah sementara atau temporer.

Teknik dan metode dalam mengembangkan level kesadaran, sebenarnya sudah ada dalam praktek-praktek ritual yang
dijalankan para pengikut tradisi, yakni melalui meditasi dan kontemplasi.

Diri dan Sistem Diri


Konsep diri (self) yang dipakai oleh Wilber, relatif sama dengan konsep diri yang dipakai oleh Jung, yaitu sebagai suatu arketif
yang menjadi titik pusat kepribadian.

Ken Wilber, memandang diri sebagai kompenen utama dalam mengintegrasikan dan menyeimbangkan semua komponen di
dalam psyche. Hal yang pertama, dilakukan diri ialah mengenali dan mengidentifikasi level tempat ia berada, lantas setelah itu
ia mulai mendiferensiasi (mencoba memisahkan diri dari) level tersebut, dan naik ke level yang lebih tinggi (transendensi).
Tahapan terakhir, kemudian ia mengintegrasikan level yang baru dicapainya dengan level-level sebelumnya.

Jadi diri mempunyai tiga tugas pokok, yaitu : identifikasi, diferensiasi (transendensi), dan integrasi. Sehingga pemahaman
mengenai psikopatologi ini, berkenaan dengan tugas pokok dari diri dalam menyeimbangkan semua komponen kepribadian.
Psikopatologi semestinya dilihat bukan sebagai sebuah keadaan keterpecahan atau pun kerusakan beberapa komponen
kepribadian, tapi lebih kepada muncul atau berkembang, serta tidak berkembangnya beberapa komponen tersebut, dan bisa
tidaknya “diri” mengintegrasikan dan menyeimbangkannya.
Contoh paling nyata misalnya dalam pasien psikotik. Ia kadang-kadang mengalami pengalaman memasuki alam subtil, yang
mana fenomenanya seperti berhalusinasi. Pada dirinya sendiri status alam subtilnya, bukanlah mengalami kerusakan, ia bekerja
apa adanya. Masalahnya, diri tidak bisa mengintegrasikannya, yakni antara pengalaman di alam subtil dengan struktur
mentalnya (level psychic).

Jadi jika psikopatologi merupakan keadaan saat diri gagal dalam mengidentifikasi level dimana ia berada, gagal dalam
mendiferensiasi atau mentransendensi tatkala ia beranjak ke level lebih tinggi, dan kegagalan dalam mengintegrasikan level
yang baru dicapai dengan level-level sebelumnya. Dalam skema perkembangan kepribadian yang diajukan Wilber, setidaknya
ada sembilan tingkatan atau level, dan pada tiap level, diri memiliki tiga tahapan : identifikasi, transendensi, dan integrasi. Jadi
kurang lebih ada 27 jenis psikopatologi yang mungkin terjadi selama proses perkembangan kepribadian.
Pendek kata, diri adalah titik senter gravitasi kepribadian, yang mana semua komponen beredar mengelilinginya. Masalah
timbul, andaikata ada beberapa komponen kepribadian yang terlampu cepat atau terlampau lambat berkembang, sehingga
mengganggu kecepatan edarnya. Inilah penyebab komponen tersebut keluar dari orbit.

Landasan psikoterapi yang dikembangkan, jika berpijak kepada konsep ini, ialah bagaimana menarik kembali komponen-
komponen kepribadian yang berada di luar garis orbitnya, kemudian diri berusaha mengenalinya kembali, dan selanjutnya
diintegrasikan dengan seluruh komponen lainnya.

Empat Quadrant
Apa yang telah dipaparkan sebelumnya, mengenai evolusi kepribadian (psyche) dan perkembangan kesadaran (consciousness)
hanyalah ditinjau dalam satu perpspektif atau satu pendekatan saja, di antara tiga perspektif lainnya. Psikologi Integral yang
diajukan oleh Ken Wilber, berusaha melihat kesadaran manusia dalam berbagai sisi, dari beragam sudut penglihatan. Beragam
perspektif dalam melihat kesadaran ini dapat diringkas menjadi empat perspektif. Ini dinamakan sebagai empat quadrant.

Quadrant pertama, kesadaran dilihat dari perspektif ‘aku’ (‘I’). Yaitu melihat kesadaran manusia dari sisi dalam (individual
interior). Fenomena dari kesadaran ini, misalnya perasaan dan pikiran kita, sensasi, persepsi, harapan dan rasa takut, dalam
setiap momen waktu yang kita lalui. Sedangkan tingkatan atau level dari kesadaran ini, telah dijelaskan sebelumnya, yang
meliputi sembilan level, dan dapat diringkas menjadi tiga level : prepersonal, personal, dan transpersonal.

Quadrant kedua, adalah perspektif yang melihat kesadaran sebagai pengaruh dari sisi luar diri (individual eksterior). Faktor
luar diri ini misalnya, kesadaran dilihat sebagai produk dari mekanisme otak dan tubuh, sistem neurofisiologi (sistem syaraf),
serta sistem organik.

Quadrant ketiga ialah melihat kesadaran dari perspektif kolektif interior. Artinya kesadaran personal sebagai produk interaksi
dirinya dengan orang lain dalam sebuah struktur masyarakat, keluarga, korporasi, suku, organisasi, bangsa dan dunia.
Terakhir, quadrant keempat, kesadaran dipandang sebagai produk kolektif eksterior. Faktor yang mempengaruhi kesadaran
misalnya berupa infrastruktur, teknologi, ekonomi, informasi, finansial, data-data objektif, dan lain-lain.

Tidak hanya dalam quadrant pertama saja, dimana kesadaran manusia mempunyai level (struktur),arus (garis) dan status-nya,
juga ketiga quadrant lainnya, secara umum mempunyai level, arus, dan status. Sehingga pendekatan dalam memahami apa itu
kesadaran manusia secara integral, perlu mengkaji beragam pola-pola dan bentuk-bentuk kesadaran dalam semua quadrant. Ini
yang kemudian menjadikan psikologi integral dalam pandangan Wilber, bukan lagi sebuah psikologi atau teori tentang
kesadaran diri, tapi lebih jauh lagi mengenai kosmos atau kosmologi, teori tentang segala sesuatu (theory of everything), yang
kemudian diformulasikan menjadi All Quadrant Qll Level (AQAL).

Jika kita melihat beragam teori mengenai kesadaran manusia, maka akan terlihat bahwa teori-teori yang dibangunnya
seringkali terlampau mengedepankan satu perspektif atau satu titik pandang, dan menghilangkan perspektif lainnya.
Psikoanalisa, humanistik, psikologi analitis adalah gambaran teori mengenai kesadaran dalam perspektif individual-interior
semata. Sedangkan behaviorisme, psikologi evolusi, cognitive science, adalah ilmu-ilmu yang melihat kesadaran hanya dari
perspektif individual-eksterior.

Teori-teori yang dibangun oleh para pelopor post-modernisme, dimana kesadaran manusia dipandang sebagai hasil konstruksi
sosial, masyarakat, kultur global, merupakan teori yang dibangun atas satu perspektif saja, yakni dari perspektif kolektif-
interior. Kecenderungan kepada perspektif kolektif-eksterior, dapat kita temui dalam beberapa teori yang memandang
kesadaran sebagai sejumlah bit sistem jaringan, sebagai benang-benang dalam suatu jaring-jaring kehidupan. Teori ekologi,
ekofeminme, neoMarxisme, teori sistem dinamik, teori chaos dan kompleksitas adalah contoh dari perspektif ini.

Apa yang disodorkan teori-teori tersebut di atas, benar dalam perspektifnya sendiri. Di sinilah kemudian Ken Wilber
mengemukakan tentang arah psikologi integral yang dibangunnya, yaitu psikologi yang dijangkarkan kepada semua quadrant
dan semua level (behavioral, intensional,sosial, dan kultural). Pendekatan dalam psikologi ini, yakni melihat hubungan antara
otak dan tubuh dengan pikiran dan kesadaran, dan kemudian menunjukkan semuanya itu sebagai bagian dari realitas sosial dan
kultural.

You might also like