You are on page 1of 128

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara kesatuan yang berbentuk republik. Hal

tersebut merupakan hasil daripada upaya merebut dan mempertahankan

kemerdekaan dari pihak-pihak yang sering merongrong kemerdekaan Indonesia.

Sebagai negara kesatuan sudah barang tentu kemajemukan menjadi hal yang pasti

akan dijumpai dalam dunia kemasyarakatannya. Hal itu dapat dilihat dari

beragamnya suku bangsa dan sistem sosial yang ada di Indonesia.

Keberagaman tersebut dibingkai dalam sebuah negara kesatuan. Dimana

kemajemukan tersebut dijadikan satu diatas perbedaan yang ada. Karena

Indonesia merupakan negara yang beragam ras dan suku bangsanya, maka

Indonesia juga dapat dikatakan sebagai sebuah negara-bangsa. Hal ini dapat

tercermin kutipan Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan

Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia

yang dikutip oleh Sekretariat Negara Republik Indonesia (1998), bahwa :

Hakikat negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kebangsaan


modern. Negara kebangsaan modern adalah negara yang
pembentukannya didasarkan pada semangat kebangsaan -atau
nasionalisme- yaitu pada tekad suatu masyarakat untuk membangun
masa depan bersama di bawah satu negara yang sama walaupun warga
masyarakat tersebut berbeda-beda agama, ras, etnik atau golongannya.

Hal tersebut di atas secara tersirat menunjukkan bahwa terbentuknya

negara kesatuan Indonesia ialah oleh adanya semangat persatuan dan rasa untuk

berdiri di atas paham kebangsaan. Bukan lagi di atas paham kesukuan atau rasa

1
chauvinistis dan primordialisme. Secara historis tercatat bahwa semangat

keindonesiaan menjadi landasan para pendiri dan pejuang bangsa untuk bersatu.

Kemudian rasa kebangsaan menjadi salah satu dasar daripada berdirinya sebuah

bangsa yang kemudian bernama Indonesia.

Artinya, rasa nasionalisme Indonesia dibentuk oleh beberapa sebab. Selain

sebagai reaksi dari penjajahan, nasionalisme Indonesia juga dibingkai dalam

keberagaman yang nyata dimiliki oleh bangsa Indonesia. Sehingga Soekarno

(2007 : 44) mengatakan bahwa “Kebangsaan yang kita anjurkan bukan

kebangsaan yang menyendiri. Bukan chauvinisme”. Dalam hal tersebut secara

eksplisit tergambarkan bahwa Indonesia hidup diatas kemajemukan.

Kemajemukan tersebut menjadi alat untuk bersatu dan mewujudkan cita-cita

bersama.

Selain itu Alif Lukmanul Hakim (2007) menyatakan bahwa :

Substansi nasionalisme Indonesia memiliki dua unsur. :


1. Pertama, kesadaran mengenai persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia yang terdiri atas berbagai suku, etnik, dan agama.
2. Kedua, kesadaran bersama bangsa Indonesia dalam
menghapuskan segala bentuk pensubordinasian, penjajahan,
dan penindasan dari bumi Indonesia.
Semangat dari dua substansi tersebutlah yang kemudian tercermin dalam
Sumpah Pemuda dan Proklamasi serta dalam Pembukaan UUD 1945.

Negara-bangsa terbentuk karena adanya semangat untuk bersatu diatas

perbedaan yang ada. Namun perbedaan tersebut coba untuk dihilangkan demi

terwujudnya kesepakatan bersama. Hal ini sesuai dengan esensi negara-bangsa.

Artinya, bahwa terbentuknya negara-bangsa dilandasi oleh semangat serta sikap

nasionalisme.

2
Sudah sangat jelas bahwasanya poros utama terbentuknya negara-bangsa

ialah nasionalisme. Nasionalisme Indonesia akan turut serta menentukan dan

memperlihatkan eksistensi daripada negara-bangsa tersebut. Nasionalisme bukan

hanya harus dimiliki dalam masa mengusir penjajahan (seperti yang terjadi di

beberapa negara, juga Indonesia, dalam merebut kemerdekaan) namun pula harus

terus dimiliki sampai kapanpun. Hal ini guna tetap mempertahankan eksistensi

dan identitas kebangsaan negara yang bersangkutan.

Jika kita melihat kondisi nasionalisme dari negara-bangsa Indonesia

dewasa ini dapat terlihatlah adanya sebuah penipisan dan pemunduran. Kita dapat

melihat, bahwa rasa nasionalisme bangsa ini telah sampai kepada titik yang sangat

mengkhawatirkan dan membahayakan bagi eksistensi negara-bangsa Indonesia.

Hal tersebut dapat kita kaji dan lihat dalam bidang politik serta sosial-budaya

bangsa Indonesia.

Dalam bidang politik misalnya, kita akan melihat maraknya disintegrasi

bangsa yang disebabkan oleh menipisnya rasa nasionalisme sehingga berujung

kepada ancaman pecahnya kesatuan dan persatuan nasional. Etnisitas dan gerakan

separatis seolah menjadi jamur di musim hujan. Konflik yang mengatasnamakan

ras dan suku dari hari ke hari semakin menjadi. Gerakan separatispun semakin

menunjukkan bahwa persatuan dan kesatuan nasional memang sedang terancam.

Pasca reformasi terjadi gerakan-gerakan tersebut semakin nyata terasa.

. Hal ini pula seperti yang dikatakan oleh Azyumardi Azra (2002 : 120-

122) bahwa :

Kejatuhan Presiden Soeharto dari singgasananya pada Mei 1998 sebagai


akibat lanjutan dari krisis moneter, ekonomi dan politik telah

3
mengancam integrasi nasional negara-bangsa Indonesia…. Indonesia
yang terdiri dari berbagai suku bangsa, agama, sistem sosial yang
berbeda kelihatannya semakin rapuh.

Disintegrasi bangsa merupakan contoh dari bidang politik yang dapat

membahayakan dan mengganggu eksistensi negara-bangsa Indonesia yang

dilandasi oleh rasa nasionalisme. Dalam bidang sosial-budaya, eksistensi negara-

bangsa juga menghadapi tantangan. Tantangan tersebut ialah arus modernisasi dan

globalisasi yang amat pesat dan tidak dapat dihindari oleh negara dan bangsa

manapun. Sehingga arus yang sedemikian pesat tersebut dapat menipiskan atau

bahkan menghilangkan identitas dan jati diri bangsa. Karenanya identitas nasional

yang menjadi penyangga utama negara-bangsa akan semakin hilang seiring

dinamika dunia yang menjadi tanpa batas (borderless).

Situasi tersebut di atas sangat mempengaruhi eksistensi negara-bangsa ini.

Oleh karenanya mutlak diperlukan adanya perhatian bersama oleh seluruh stake

holder yang ada di negeri ini termasuk mahasiswa. Mahasiswa sebagai generasi

penerus sudah barang tentu harus memiliki pemikiran dan perhatian akan kondisi

bangsa ini. Dalam lembaran sejarah bangsa Indonesia, mahasiswa memiliki peran

yang penting dalam perjalanan bangsa Indonesia, dari mulai sebelum

kemerdekaan hingga setelah kemerdekaan.

Oleh karena itu A.M. Fatwa dalam Syaifullah Syam (2005 : 374)

menyatakan bahwa “Mahasiswa merupakan kelompok generasi muda yang

mempunyai peran strategis dalam kancah pembangunan bangsa, karena

mahasiswa merupakan sumber kekuatan moral (moral force) bagi bangsa

Indonesia”.

4
Mahasiswa merupakan kelompok masyarakat yang dapat mengenyam

pendidikan tingkat tinggi. Secara sosiologis mahasiswa akan banyak dituntut

untuk turut serta dalam berbagai dinamika sosial yang ada. Kampus yang diyakini

sebagai sebuah wahana demokratis dan sarat dengan nuansa intelektualitas akan

senatiasa membentuk kepribadian mahasiswa yang lebih maju dan sesuai nilai-

nilai luhur bangsa serta daya pikir kritis yang menjadi ciri khas generasi muda

maupun mahasiswa.

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara mahasiswa memiliki peranan

yang sangat penting. Catatan sejarah banyak mencatat tentang keterlibatan

mahasiswa dalam perubahan sosial Indonesia. Maka muncul anggapan bahwa

mahasiswa merupakan elemen yang dapat membawa perubahan atau setidaknya

berpengaruh dalam kehidupan bangsa.

Mahasiswa memiliki kelebihan dalam daya intelektual, jiwa muda, sikap

kritis, serta berpikir logis. Mahasiswa merupakan motor penggerak utama

perubahan. Mahasiswa telah diakui keberadaannya dalam hal sebagai pendobrak

atas kejumudan yang terjadi dalam masyarakat. Dalam segi penanaman serta

penumbuhan sikap nasionalisme, mahasiswa (sebagai inti dari generasi muda)

memiliki peran yang amat signifikan. Hal tersebut terlihat dalam segi historis

perjalanan nasionalisme bangsa Indonesia. Periode pra dan pasca kemerdekaan

merupakan bukti nyata peran mahasiswa dalam upaya penumbuhan sikap dan jiwa

nasionalisme.

Dengan daya intelektualitas serta sikap kritis yang dibentuk dalam

kehidupan kampus, mahasiswa pasti akan senantiasa berpikir tentang masalah

5
kebangsaan. Pemikiran serta sikap ini tentu didasarkan pada hal yang sifatnya

logis dan rasional. Untuk mewujudkan hal tersebut mahasiswa dapat melibatkan

dirinya ke dalam sebuah organisasi kemahasiswaan yang bertujuan untuk

mengembangkan potensi individu serta penumbuhan daya intelektual dan daya

kritis. Cara tersebut di atas dapat diwujudkan dalam berbagai cara. Mulai dari

menghadiri dan melaksanakan diskusi, seminar atau bahkan aksi demonstrasi

untuk mensikapi masalah kebangsaan.

Berangkat dari hal tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan

sebuah penelitian mengenai kondisi negara-bangsa (dalam hal tantangan dan

strtateginya) yang dianalisis oleh aktifis mahasiswa. Atas dasar itulah, maka judul

skripsi yang diambil adalah : ANALISA AKTIVIS MAHASISWA :

TANTANGAN DISINTEGRASI BANGSA DAN MODERNISASI SERTA

GLOBALISASI TERHADAP NASIONALISME NEGARA-BANGSA

INDONESIA (Studi Deskriptif Terhadap Aktivis Mahasiswa UPI dan

UNPAD).

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka yang menjadi fokus

penelitian ini adalah kaitan antara analisa para aktivis mahasiswa perihal

tantangan dan strategi negara-bangsa yang dikaitkan dengan sikap nasionalisme.

Untuk mempermudah penulis dalam menggunakan hasil penelitian, maka

pokok permasalahan tersebut dijabarkan menjadi penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimanakah kaitan tantangan disintegrasi bangsa serta modernisasi

6
dan globalisasi bagi negara-bangsa Indonesia dengan sikap nasionalisme

Indonesia ?

2. Bagaimanakah perwujudan nasionalisme dalam mengatasi tantangan

disintegrasi bangsa serta modernisasi dan globalisasi ?

3. Sarana apa saja yang dapat digunakan guna menumbuhkan dan

mengembangkan sikap dan jiwa nasionalisme ?

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum
Secara umum, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkapkan

dan menggambarkan mengenai analisa aktivis mahasiswa tentang

tantangan dan strategi negara-bangsa (dalam bidang politik serta sosial-

budaya) yang dikaitkan dengan sikap dan jiwa nasionalisme.

2. Tujuan Khusus

Secara khusus, tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkapkan dan

menggambarkan :

a) Analisa aktivis mahasiswa tentang nasionalisme negara-bangsa

Indonesia.

b) Kaitan antara tantangan disintegrasi bangsa dan modernisasi serta

globalisasi dengan jiwa dan sikap nasionalisme.

c) KEGUNAAN PENELITIAN

a. Secara Teoritis

7
Secara teoritis, kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1). Sebagai pengembangan keilmuan pendidikan kewarganegaraan yang

penulis tekuni.

2). Menjadi literatur yang dapat mengungkapkan dan menggambarkan

tentang analisa aktivis mahasiswa tentang tantangan dan strategi

negara-bangsa dalam konteks disintegrasi bangsa, modernisasi serta

globalisasi.

3). Memperkaya fakta-fakta tentang kondisi nasionalisme negara-bangsa

Indonesia.

b. Secara Praktis

1). Sebagai bahan acuan bagi semua pihak dalam hal analisa kondisi

negara-bangsa Indonesia.

2). Sebagai gambaran faktual bagi aktivis mahasiswa untuk terus terlibat

dalam dinamika kebangsaan.

d) DEFINISI OPERASIONAL

a. Negara-

bangsa ;

negara untuk

seluruh ummat

yang didirikan

berdasarkan

kesepakatan

8
bersama yang

menghasilkan

hubungan

kontraktual

dan

transaksional

terbuka antara

pihak-pihak

yang

mengadakan

kesepakatan

itu. Tujuan

negara-bangsa

adalah

mewujudkan

maslahat

umum, yakni

kebaikan yang

meliputi

seluruh warga

negara tanpa

kecuali

(Nurcholish

9
Madjid, 2003 :

42).

b. Nasionalisme

; perwujudan

dari rasa cinta

tanah air yang

dijabarkan

dalam bentuk

keindahan dan

kedamaian.

Indikator yang

mengarah

kepada cinta

tanah air

adalah rasa

cinta terhadap

bangsa dan

bahasa sendiri,

cinta terhadap

sejarah bangsa

yang gilang

gemilang,

cinta kepada

10
kemerdekaan

dan benci

terhadap

penjajahan

(Soekarno

dalam Dwi

Purwoko,

2002 : 52).

c. Mahasiswa ;

kelompok

generasi muda

yang

mempunyai

peran strategis

dalam kancah

pembangunan

bangsa, karena

mahasiswa

merupakan

sumber

kekuatan

moral (moral

force) bagi

11
bangsa

Indonesia

(A.M. Fatwa

dalam

Syaifullah

Syam, 2005 :

374).

d. Globalisasi ;

sebuah proses

meluas atau

mendunianya

kebudayaan

manusia

karena

difasilitasi

media

komunikasi

dan informasi

yang

mendukung ke

arah perluasan

kebudayaan

itu (Alwi

12
Dahlan, 1996).

e. Modernisasi ;

upaya untuk

hidup sesuai

dengan zaman

dan konstelasi

dunia sekarang

(Koentjaraning

rat, 1990 :

138-142).

F. METODE & TEKNIK PENGUMPULAN DATA

1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan untuk menganalisis permasalahan dalam

penelitian ini yaitu metode deskriptif analitis. Metode deskriptif analitis yaitu

metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian,

fenomena-fernomena yang sedang terjadi dan berhubungan dengan kondisi masa

kini. Metode deskriptif berusaha menggambarkan dan menginterpretrasi objek

sesuai dengan apa adanya (Best dalam Sukardi, 2004 : 157).

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif. Karena dalam penelitian ini peneliti akan meneliti aktivitas sejumlah

kelompok manusia yang kaitannya dalam hal perubahan perilaku. Bogdan dan

Taylor dalam Lexy J. Moleong (2004 : 4) mendefinisikan pendekatan kualitatif

13
sebagai berikut :

Metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data


deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang diamati.

2. Teknik Pengumpulan Data

Adapun data-data yang diperlukan oleh peneliti, secara teknik dapat

diperoleh melalui beberapa kegiatan teknik pengumpulan data yang akan

digunakan sebagai berikut :

a. Observasi (Pengamatan). Pengamatan dapat

diklasifikasikan atas pengamatan melalui cara berperan

serta dan yang tidak berperan serta. Pada pengamatan

tanpa peran serta, pengamat hanya melakukan satu fungsi,

yaitu mengadakan pengamatan (Lexy J. Moleong).

b. Wawancara (Interview), merupakan suatu bentuk

komunikasi verbal atau semacam percakapan yang

bertujuan memperoleh informasi yang dilakukan antara

dua orang atau lebih (Nasution).

c. Studi Literatur , adalah penelitian yang dilakukan oleh

peneliti dengan mengumpulkan sejumlah buku-buku,

majalah, liflet yang berkenaan dengan masalah dan tujuan

penelitian (Endang Danial AR).

d. Studi Dokumentasi, peneliti mengumpulkan sejumlah

dokumen yang diperlukan sebagai bahan informasi sesuai

dengan masalah penelitian (Endang Danial AR).

14
3. Pelaksanaan Pengumpulan Data

1). Tahap Orientasi

Tahap ini berhubungan dengan mempersiapkan diri sebelum benar-benar

menggali data, yaitu menyiapkan persyaratan administrasi berupa

perizinan dan pendekatan secara informal dengan subjek penelitian.

2). Tahap Eksplorasi

Tahap ini merupakan inti dari proses penelitian, dengan melibatkan diri

secara langsung menggali data dari lapangan yang dibutuhkan. Baik

melalui observasi, wawancara, studi dokumentasi maupun studi literatur.

3). Tahap Member Check

Member check dilakukan untuk memperoleh tingkat keabsahan data

setelah sebelumnya data tersebut dieksplorasi, baik setelah selesai secara

keseluruhan maupun hanya bagian demi bagian.

G. LOKASI DAN SUBJEK PENELITIAN

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlangsung atau berlokasi di Bandung. Pemilihan lokasi

penelitian ini adalah tempat beradanya subjek penelitian yang akan diteliti

sehingga penulis yakin akan mendapatkan hasil penelitian yang maksimal.

2. Subjek Penelitian

Menurut S. Nasution, subjek penelitian adalah sumber yang dapat

memberikan informasi, dipilih secara purposif dan pelaksanaanya sesuai dengan

15
purpose atau tujuan tertentu. Subjek penelitian ini adalah aktivis mahasiswa UPI

dan UNPAD yang beraktivitas dalam berbagai jenis organisasi kemahasiswaan.

Para subjek penelitian tersebut ialah Presiden BEM REMA UPI, Presiden BEM

HMCH FPIPS UPI, Pengurus MAPACH FPIPS UPI, Ketua Bidang Litbang

UKSK UPI, Anggota Komisariat GmnI FPIPS UPI, Presiden BEM KEMA

UNPAD, Fungsionaris GmnI DPC Cabang Sumedang, dan Asisten Direktur

KOPMA UNPAD.

H. PERTANYAAN PENELITIAN
Dalam penelitian ini, penulis mengajukan beberapa pertanyaan kepada

subjek penelitian, dengan tujuan agar dapat menjawab masalah yang terdapat

dalam rumusan atau fokus penelitian dalam penyusunan skripsi ini. Adapun

pertanyaan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana analisa aktivis mahasiswa dalam mencermati tantangan

disintegrasi bangsa serta modernisasi dan globalisasi bagi eksistensi

negara-bangsa Indonesia ?

2. Bagaimana kaitan antara tantangan disintegrasi bangsa serta

modernisasi dan globalisasi negara-bangsa Indonesia dengan sikap

nasionalisme Indonesia ?

3. Bagaimana solusi untuk mengatasi tantangan disintegrasi bangsa serta

modernisasi dan globalisasi jika dikaitkan dengan nasionalisme ?

4. Mengapa nasionalisme bagi sebuah negara-bangsa dikatakan penting ?

5. Bagaimanakah cara yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan sikap

nasionalisme ?

16
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

17
A. Tinjauan Tentang Mahasiswa

1. Pengertian Mahasiswa

Mahasiswa secara sederhana dapat didefinisikan sebagai kelompok

masyarakat yang dapat mengenyam pendidikan formal tingkat tinggi. Yahya

Ganda (1987 : 10) mengatakan bahwa “mahasiswa diartikan sebagai pelajar

yang menimba ilmu pengetahuan tinggi, dimana pada tingkat ini mereka

dianggap memiliki kematangan fisik dan perkembangan pemikiran yang luas,

sehingga dengan nilai lebih tersebut mereka dapat memiliki kesadaran untuk

menentukan sikap dirinya serta mampu bertanggungjawab terhadap sikap dan

tingkah lakunya dalam wacana ilmiah”.

A.M. Fatwa dalam Syaifullah Syam (2005 : 374) mengemukakan

bahwa mahasiswa merupakan kelompok generasi muda yang mempunyai

peran strategis dalam kancah pembangunan bangsa, karena mahasiswa

merupakan sumber kekuatan moral (moral force) bagi bangsa Indonesia.

Artinya, bahwa mahasiswa merupakan bagian integral dari masyarakat yang

dengan seleksi tertentu sehingga dapat mengenyam pendidikan formal tingkat

tinggi.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 Tentang

Perguruan Tinggi disebutkan bahwa “mahasiswa merupakan peserta didik

yang terdaftar pada perguruan tinggi”. Sedangkan dalam Statuta Universitas

Pendidikan Indonesia dikatakan bahwa “mahasiswa adalah seseorang yang

telah memenuhi persyaratan masuk dan memenuhi kewajiban administrasi”.

18
Mahasiswa berhak untuk mengikuti kegiatan kurikuler dan ekstra kurikuler

serta memanfaatkan fasilitas pendidikan sesuai dengan ketentuan dan

perundang-undangan yang berlaku. Tujuan mahasiswa menurut Yahya Ganda

(1987 : 1) ialah untuk “mencapai dan meraih taraf keilmuan yang matang,

menguasai sesuatu ilmu, serta memiliki wawasan ilmiah yang luas, sehingga

mampu bersikap dan bertindak ilmiah dalam segala dalam segala hal yang

berkaitan dengan dengan keilmuannya untuk diabdikan kepada masyarakatnya

dan umat manusia”.

Andito (2005) mengatakan bahwa mahasiswa merupakan kelas sosial

di masyarakat yang mempunyai konotasi religiusitas, moralitas, intelektualitas

dan humanitas. Mahasiswa menghubungkan dimensi ketuhanan (maha) dan

kemahlukan (siswa). Kata “maha” identik dengan makna kemutlakan,

kebenaran absolut. Sedangkan kata “siswa” merupakan sosok pembelajar yang

senantiasa bergerak/dinamis (karena memang mahasiswa sebagai manusia

merupakan mahluk material yang akan terus bergerak).

Mahasiswa merupakan bagian integral dari masyarakat yang

merupakan perwujudan fase dari kehidupan manusia yang telah mencapai

kesadaran akan tugas sejarah dan kemanusiaannya. Secara historis bahwa

mahasiswa merupakan “sumber kepemimpinan” dan secara sosiologis bahwa

mahasiswa merupakan usia muda, idealis serta ilmiah. Soe Hok Gie (2005 :

130) menyatakan bahwa mahasiswa merupakan “the happy selected few”

yang dapat kuliah dan karena itu mereka harus juga menyadari dan melibatkan

diri dalam perjuangan bangsanya.

19
Karena kesempatan mendapatkan ilmu pengetahuan yang lebih

banyak ketimbang masyarakat lainnya, maka mahasiswa pula sering

diidentikan sebagai cendekiawan yang harus senantiasa memahami kehidupan

bangsa dan negaranya. Karenanya, Apudin (2005 : 8) menyatakan bahwa

mahasiswa merupakan kaum menengah yang tercerahkan, sebagai kaum

cendekiawan dan intelektual muda yang memiliki kecenderungan sebagai

seorang pemimpin yang mapan dan bila dalam suatu realitas sosial selalu

menjadi pembaharu. Karena dari catatan sejarah bangsa, mahasiswa banyak

mengukir tinta dalam perjalanan bangsa Indonesia. Mulai dari 1908, 1928,

1945, 1966 hingga momentum reformasi 1998.

2. Aktivis Mahasiswa

Aktivis mahasiswa merupakan mahasiswa yang melibatkan dirinya

kedalam kegiatan dan dinamika organisasi kemahasiswaan. Aktivis

mahasiswa pula sering dikonotasikan sebagai pembaharu, karena banyak

terlibat dalam penyikapan wacana kemasyarakatan. Biasanya mereka terlibat

dalam penanaman intelektual serta pergerakan mahasiswa. Dalam konteks

Indonesia, para aktivis dan pergerakan mahasiswa banyak mewarnai lembar

perjalanan bangsa.

Dalam kamus ilmiah populer (Burhani dan Hasbi Lawrens, tt : 18)

dikatakan bahwa aktivis ialah orang yang aktif (menjadi anggota) suatu

organisasi. Sehingga dalam konteks aktivis mahasiswa, penulis dapat

menyimpulkan bahwa aktivis mahasiswa ialah para mahasiswa yang

20
melibatkan dirinya dalam kegiatan berorganisasi melalui sebuah wadah yang

bernama organisasi mahasiswa.

Gerakan-gerakan tersebut mempunyai tujuan yang didasarkan pada

kehendak untuk merubah kondisi bangsa. Mulai ketika peiode 1966 (yang

menjadi isu sentral ialah kedaulatan rakyat dan perbaikan ekonomi hingga

kepada reformasi 1998 yang bertujuan untuk merubah tatanan kehidupan

kebangsaan.

Analisa gerakan aktivis mahasiswa tersebut dapat digambarkan

sebagai berikut :

Tabel 2.1. Analisa Gerakan Aktivis Mahasiswa 1966 - 1998


1966 1974 1978 1989 1998

Visi Kedaulatan Kedaulatan Kedaulatan Kedaulata Kedaulatan


rakyat rakyat rakyat n rakyat rakyat
Sasaran Pimpinan Strategi Pimpinan Perubahan Pimpinan
strategis nasional pembangun nasional struktural nasional dan
an perubahan
struktural
Organisa Ekstrakulik Dewan Dewan Komite Jaringan
si uler (KAMI Mahasiswa Mahasiswa Solidaritas Organisasi
dan Mahasisw Mahasiswa
Organisasi a, Buruh Formal dan
Pemuda) dan Informal
Petani,
Kelas
Menengah
Aliansi Angkatan Intelektual Intelektual Buruh, Intelektual,
strategis Darat dan Politisi dan Politisi Petani, Kaum Miskin
Oposisi Oposisi Intelektual Kota, Kelas
dan Kelas Menengah
Menengah Dan
Profesional
Kondisi Friksi tajam Friksi tajam Friksi Friksi Friksi tajam
politik antara antara politik politik Soeharto vs
Soekarno, Jenderal relatif kecil relatif 14 menteri,
Angkatan Soemitro kecil Jenderal
Darat dan dan Aspri Wiranto vs

21
PKI Soeharto Letjen
Prabowo S
Kondisi Inflasi Pertumbuha Pertumbuha Pertumbu Depresiasi
ekonomi sekitar 600 n ekonomi n ekonomi han 708 % dan
% cukup tinggi cukup tinggi ekonomi inflasi 82,4 %
rata-rata 7
%
Hasil Soekarno Soeharto Soeharto Soeharto Soeharto dan
digulingkan tetap tetap tetap Habibie
, PKI berkuasa, berkuasa, berkuasa, digulingkan,
dibubarkan perbaikan tidak ada tidak ada demarkasi
pada perbaikan perbaikan politik tidak
kebijakan kebijakan kebijakan berjalan dan
ekonomi signifikan signifikan revolusi
mahasiswa
belum selesai
Sumber : Komisariat GmnI FPIPS UPI

Gerakan mahasiswa merupakan gerakan politik yang menjungjung

tinggi moralitas. Gerakan mahasiswa bukanlah gerakan politik partisan untuk

ikut merengkuh kekuasaan. Gerakan mahasiswa merupakan pengkritik atau

oposan kekuasaan atau perilaku yang menindas. Aktivis mahasiswa (gerakan

mahasiswa) laksana seorang koboi yang datang dari horizon yang jauh, yang

memasuki kota untuk membaasmi bandit dan setelah itu pergi lagi ke horizon

yang jauh.

Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan secara hierarkis-piramid,

mahasiswa memiliki posisi berada diantara kelas pemerintah dan kelas

masyarakat. Maka, dengan jelas tersebutkan bahwa tugas dan peran

mahasiswa ialah sebagai kelompok kritis dan pembaharu untuk bergerak

bersama-sama masyarakat untuk melakukan perlawanan terhadap segala

bentuk kebijakan pemerintah yang sewenang-wenang. Ungkapan tersebut

22
nampaknya bukan isapan jempol semata. Karena, seperti analisis A.M Fatwa

dalam Syaifullah Syam (2005 : 374) mengenai peran mahasiswa dalam

kehidupan sosial yang menyatakan bahwa :

1. Mahasiswa telah mengalami proses pendidikan dan sosialisasi


politik, sehingga mengetahui dan memahami serta meresapi
persoalan-persoalan di masyarakat.
2. Mahasiswa merupakan kelompok masyarakat terdidik yang
penuh dengan jiwa idealisme dan berhati nurani. Ia dapat
menilai keadaan empirik dengan berpatokan kepada nilai-nilai
idealita, yang dalam banyak kasus seringkali tidak sesuai
dengan apa yang ada di lapangan. Hal ini menyentuh nilai-nilai
idealisme mahasiswa.
3. Mahasiswa mempunyai nyali dan keberanian luar biasa dalam
melakukan perubahan-perubahan sosial menurut idealisme
yang mereka miliki.

Aktivis mahasiswa identik dengan pergerakan dan lembaga

(organisasi) kemahasiswaan. Namun, ada yang menarik untuk dicermati dari

gerakan mahasiswa. Bahwa gerakan mahasiswa bukan gerakan politik untuk

merebut suatu kekuasaan. Tetapi gerakan mahasiswa ialah gerakan moral

untuk penekan suatu rezim yang berkuasa.

Hal itu dilontarkan oleh Arief Budiman dalam Enin Supriyanto

(1999 : xi) bahwa :

Mahasiswa bukan kelompok politik yang berusaha meraih kursi


kekuasaan. Melainkan suatu kekuatan moral (moral force) untuk
memainkan peran bagi pencapaian cita-cita negara. Tugas
mahasiswa aadalah melakukan kritik terhadap keadaan sosial
yang kacau. Bila penguasa melakukan penyelewengan,
mahasiswa harus melancarkan kritik sosial dan turun dari
universitas. Tugas ini mirip sebagai intelektual resi dalam
konsepsi kekuasaan di lingkungan budaya feodal-kolonial Jawa.

Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa gerakan mahasiswa tidak

bertujuan untuk mengambil atau menduduki jabatan politik tertentu. Tetapi

23
secara politik gerakan mahasiswa menjadi sebuah penekan bagi kebijakan-

kebijakan publik yang dibentuk dan dikeluarkan oleh pemerintah. Gerakan

mahasiswa tidak perlu dibedakan menjadi gerakan moral atau gerakan politik.

Tetapi secara jelas bahwa gerakan mahasiswa sebagai kekuatan moral untuk

menekan segala kebijakan pemerintah.

B. Tinjauan Tentang Negara-Bangsa

Konsep negara-bangsa mengandung dua makna yang saling

berkaitan. Pertama, negara sebagai kesatuan politis, dan yang kedua ialah

bangsa sebagai kesatuan yang sifatnya menonjolkan kehendak bersama serta

hidup dalam sebuah persekutuan yang majemuk dan memiliki wilayah yang

menjadi pijakan serta tempat untuk hidup bersama. Sistem negara-bangsa pada

umumnya dikaitkan dengan Piagam Westphalia 1648. Piagam Westphalia

merupakan perjanjian yang digunakan untuk mengakhiri perang yang terjadi

di Eropa. Hal tersebut menekankan bahwa setiap setiap suku bangsa berhak

memiliki negaranya sendiri serta menghilangkan batas-batas etnogeografis dan

menonjolkan batas-batas politik.

Sebuah negara-bangsa dibangun atas dasar kesamaan nasib dan

teleologi kebaikan bersama (common good). Konsepsi negara-bangsa

memiliki karakter/azas common sense, kepentingan nasional berada diataas

kepentingan golongan maupun individu. Negara-bangsa didasarkan atas

nasionalisme tanpa harus menghilangkan identitas dan jati dirinya sebagai

bangsa.

24
Nurcholish Madjid (2003 : 42) mengatakan bahwa Negara-bangsa

adalah negara untuk seluruh ummat yang didirikan berdasarkan kesepakatan

bersama yang menghasilkan hubungan kontraktual dan transaksional terbuka

antara pihak-pihak yang mengadakan kesepakatan itu. Tujuan negara-bangsa

adalah mewujudkan maslahat umum, yakni kebaikan yang meliputi seluruh

warga negara tanpa kecuali. Negara-bangsa berbeda dari negara kerajaan yang

terbentuk tidak berdasarkan kontrak sosial dan transaksi terbuka. Tetapi

karena kepeloporan seorang tokoh kuat yang dominan.

Negara-bangsa juga menggabungkan pemikiran tentang kesamaan

kehendak dan persatuan orang dan tempat dari suatu bangsa. Hal ini sejalan

juga dengan yang dikemukakan oleh Soekarno (Susilo Bambang Yudhoyono,

2004 : 11), bahwa Nationale Staat Indonesia berdiri di atas satu kesatuan bumi

Indonesia dari ujung Sumatera sampai ke Irian. Indonesia dapat dikatakan

sebagai sebuah negara-bangsa. Karena terdiri dari kemajemukan suku bangsa

yang dibingkai dalam kesatuan dan persatuan.

Hal ini dapat tercermin dalam Risalah Sidang Badan Penyelidik

Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia

Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Sekretariat Negara Republik Indonesia,

1998) bahwa : “Hakikat negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara

kebangsaan modern. Negara kebangsaan modern adalah negara yang

pembentukannya didasarkan pada semangat kebangsaan -atau nasionalisme-

yaitu pada tekad suatu masyarakat untuk membangun masa depan bersama di

bawah satu negara yang sama walaupun warga masyarakat tersebut berbeda-

25
beda agama, ras, etnik atau golongannya”.

Terbentuknya negara-bangsa, tidak dapat dilepaskan dari

terbentuknya sikap dan jiwa nasionalisme sebuah bangsa. Nasionalisme

tersebut kemudian menjadi bingkai pemersatu dari kemajemukan yang ada.

Hal seperti itu dapat juga kita saksikan dalam hal terbentuknya negara-bangsa

Indonesia. Karena, munculnya nasionalisme didorong oleh faktor sejarah,

yang secara ideologis merupakan kristalisasi kesadaran berbangsa dan

bernegara. Pada awalnya, nasionalisme tumbuh dan berkembang ketika ada

peluang pembuka jalan bagi pembentukan sebuah negara dan bangsa.

Nasionalisme inilah yang sesungguhnya secara efektif mentransformasikan

komunitas tradisional menjadi sebuah komunitas modern berbentuk negara-

bangsa atau nation state.

a. Tinjauan Tentang Tantangan Disintegrasi Bangsa,


Modernisasi dan Globalisasi Negara-Bangsa Indonesia
1. Disintegrasi Bangsa

Negara-bangsa Indonesia merupakan sebuah entitas yang berdiri di

atas kemajemukan. Sebenarnya, kemajemukan tersebut menjadi salah satu

faktor yang kemudian menyebabkan terbentuknya negara-bangsa Indonesia.

Kemajemukan masyarakat Indonesia terlihat seperti yang dinyatakan oleh

Furnivall (Nasikun, 2006 : 35), bahwa “masyarakat Indonesia merupakan

masyarakat majemuk (plural society), yakni suatu masyarakat yang terdiri atas

dua atau lebih elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada pembauran satu

sama lain di dalam satu kesatuan politik”.

26
Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk telah menimbulkan

persoalan intergrasi pada tingkatan nasional. Pluralitas masyarakat yang

bersifat multidimensional itu akan dan telah menimbulkan persoalan tentang

bagaimana masyarakat Indonesia terintegrasi secara horizontal. Maka, tak

jarang kemajemukan bangsa Indonesia dapat menyebabkan konflik horizontal

yang berujung pada ancaman disintegrasi bangsa.

Hal tersebut terekam secara historis bahwa dalam enam dasawarsa

perikehidupan kenegaraan di tanah air, terbukti bangsa Indonesia pernah

mengalami beberapa kali konflik yang erat kaitannya dengan unsur SARA

(Suku, Agama, Ras dan Antar golongan) serta politik. Sekalipun masalah

SARA ini tidak sampai berujung pada terjadinya separatisme pada wilayah

Indonesia yang sudah bersatu sejak awal kemerdekaan. Namun harus diakui

bahwa beberapa kelompok kecil masyarakat lainnya telah menunjukkan

bahwa di Indonesia mempunyai potensi untuk itu.

Maraknya disintegrasi bangsa disebabkan oleh menipisnya rasa

nasionalisme. Sehingga berujung kepada ancaman pecahnya kesatuan dan

persatuan nasional. Etnisitas dan gerakan separatis seolah menjadi jamur di

musim hujan. Konflik yang mengatasnamakan ras dan suku dari hari ke hari

semakin menjadi. Gerakan separatispun semakin menunjukkan bahwa

persatuan dan kesatuan nasional memang sedang terancam. Selain itu konflik

yang bernuansa etnis atau antar golongan disebabkan karena lunturnya nilai-

nilai agama, adat dan sejarah. Kini hal tersebut telah dikalahkan oleh egoisme

SARA itu sendiri.

27
Gerakan separatisme yang mengancam disintegrasi bangsa

sebenarnya telah muncul sejak dahulu. Hal ini dapat dilihat dari maraknya

gerakan-gerakan separatis seperti DI/TII, RMS atau PRRI/PERMESTA.

Namun, meningkatnya tensi separatisme dirasakan pada masa pasca reformasi

berlangsung.

Hal tersebut seperti yang dinyatakan oleh Azyumardi Azra (2002 :

120-122) bahwa :

Kejatuhan Presiden Soeharto dari singgasananya pada Mei 1998


sebagai akibat lanjutan dari krisis moneter, ekonomi dan politik
telah mengancam integrasi nasional negara-bangsa Indonesia….
Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa, agama, sistem
sosial yang berbeda kelihatannya semakin rapuh.

Menurut F.M. Suseno (Richard M Daulay, 2003 : 31-40), ada

beberapa hal yang menyebabkan maraknya fanatisme sehingga pecahnya

integrasi nasional. Pertama ialah masalah sentralisme, yang kedua ialah

masalah primordialisme, dan yang ketiga adalah permasalahan ketidakadilan

sosial. Kesemuanya tersebut nampak dalam beberapa konflik yang

menyebabkan disintegrasi, seperti yang terjadi di Aceh, Papua, Riau, Ambon

dan Timor-Timor. Permasalahan disintegrasi bangsa merupakan tantangan

yang harus dihadapi demi bertahannya eksistensi negara-bangsa Indonesia

yang didasarkan atas konsesus bersama serta sikap dan jiwa nasionalisme.

Disintegrasi bangsa juga dapat ditinjau dari maraknya konflik

horizontal yang bersifat politis maupun ideologis. Pada tingkatan ideologis,

konflik tersebut terwujud dalam bentuk konflik antara sistem-nilai yang dianut

serta menjadi ideologi dari berbagai kesatuan sosial. Pada konflik yang

28
bersifat politis, konflik tersebut terjadi dalam bentuk pertentangan di dalam

pembagian status kekuasaan dan sumber-sumber ekonomi yang terbatas

adanya di dalam masyarakat. Konflik-konflik ini biasanya terjadi pada

kalangan elite yang akan berekses terhadap kalangan graas roots (kalangan

pada tingkatan terbawah).

Situasi konflik seperti itulah yang kemudian membuat para pihak

yang berselisih akan berusaha mengabadikan diri dengan cara memperkokoh

solidaritaas ke dalam diantara sesama anggotanya. Diantaranya ialah dengan

membentuk organisasi-organisasi kemasyarakatan, bersaing dalam bidang

pendidikan, sosial, ekonomi dan politik. Hal tersebut nampak dalam konflik

komunal bangsa Indonesia atau konflik antar elite partai politik. Sehingga hal

tersebut menjadi ancaman bagi eksistensi negara-bangsa Indonesia.

Strategi seperti apa yang dapat dilakukan untuk mencegah atau

mengatasi disintegrasi bangsa tersebut. Strategi tersebut diantaranya ialah

seperti yang dikemukakan oleh Richard M Daulay (2003 : 31-40) pertama,

dengan memperkuat kembali Pancasila sebagai sebuah ideologi nasional yang

dapat memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Kedua, menciptakan

keadilan sosial dan pemerataan antara pusat dan daerah. Ketiga, membangun

budaya Indonesia yang akan menyatukan seluruh elemen bangsa. Keempat

ialah pelaksanaan otonomi daerah yang benar dan tepat. Sehingga antar daerah

akan terjalin kerjasama dan kemajuan tanpa harus menimbulkan kecemburuan

dan keinginan untuk memisahkan diri.

Artinya secara sederhana dapat dikatakan ada dua hal yang dapat

29
ditempuh untuk mengatasi masalah tersebut. Pertama, secara politis

(struktural) dan yang kedua ialah secara sosial (kultural). Secara struktural

diharapkan pemerintah dapat membuat dan menerapkan kebijakan-kabijakan

yang dapat dikatakan merata dan tidak membuat kecemburuan antar suku

bangsa. Sedangkan secara kultural bahwa diharapkan masyarakat sebagai

sebuah kesatuan dapat secara aktif mengeratkan diri melalui budaya lokal

yang dapat menjadi penyangga bagi kesatuan nasional.

2. Modernisasi dan Globalisasi

Modernisasi dan globalisasi dapat menjadi tantangan bagi eksistensi

negara-bangsa Indonesia, karena dikhawatirkan bahwa modernisasi dan

globalisasi akan menipiskan dan bahkan menghilangkan identitas dan jati diri

bangsa Indonesia. Padahal identitas tersebutlah yang menyebabkan

terbentuknya sebuah entitas negara-bangsa. Proses menjadi modern dan

menyesuaikan dengan tatanan global menjadikan sebuah negara menjadi tanpa

batas (borderless). Sedangkan batas negara merupakan hal yang tak bisa

ditawar guna menunjukan kedaulatan negara yang bersangkutan.

Modernisasi dan globalisasi merupakan hal yang niscaya terjadi.

Pada hakekatnya modernisasi dan globalisasi merupakan upaya untuk

menyesuaikan dengan konstelasi dunia yang ada yang bersifat global. Namun

sayangnya modernisasi dan globalisasi selalu dimaknai sebagai westernisasi.

Sehingga identitas kebangsaan menjadi pudar berganti dengan identitas barat.

Padahal Koentjaraningrat (1990 : 138-142) dengan jelas membedakan

modernisasi dan westernisasi. Hal tersebut tampak dalam ucapannya yang

30
menyatakan bahwa :

“Modernisasi merupakan upaya untuk hidup sesuai dengan


zaman dan konstelasi dunia sekarang…westernisasi merupakan
usaha untuk meniru gaya hidup orang Barat (Eropa Barat atau
Amerika)”.

Globalisasi sangat identik dengan penetrasi teknologi dan budaya

kedalam suatu bangsa. Untuk konteks Indonesia nampaknya hal tersebut

menjadi tantangan kebangsaan tersendiri. Proses tersebut menyebabkan sorang

Indonesia menjadi kehilangan identitas dan jati dirinya. Jati diri bangsa yang

selalu mengutamakan gotong royong dan kebersamaan, kini tergantikan oleh

sikap individualistis sebagai buah daripada kapitalisme. Tentu saja hal tersebut

sangat tidak sejajar dengan gagasan kebangsaan yang dikumandangkan para

pendiri bangsa. Ciri penghargaan terhadap komunitaas dan keberagaman

lenyap oleh kultur kapitalisme yang berorientasi pada diri sendiri.

Dalam kamus ilmiah populer (Burhani dan Hasbi Lawrens, tt : 170)

globalisasi didefinisikan sebagai perwujudan perubahan secara menyeluruh di

segala aspek kehidupan. globalisasi yang kita hadapi sekarang ini, merupakan

tahapan berikutnya, dari dua tahapan globalisasi sebelumnya. Globalisasi

pertama, yang berlangsung dari abad ke-15 sampai abad ke-18, sering

diistilahkan dengan jargon the globe is round. Pada era globalisasi pertama

itu, manusia berhasil membuktikan bahwa bumi itu bulat. Sebelumnya, para

rohaniawan di Eropa masih percaya, bumi datar seperti meja. Dan di ujung

lautan ada neraka. Faktor pendaya guna utama (key agent of changes) pada

globalisasi pertama itu adalah empat kekuatan, yaitu kekuatan otot (muscle

power), kekuatan angin (wind power), kekuatan daya kuda (horse power), dan

31
kekuatan mesin uap (steam power). Era globalisasi kedua, berlangsung dari

abad ke-19 sampai akhir abad ke-20. Faktor pendaya guna utama pada

globalisasi kedua itu adalah penemuan-penemuan di bidang teknologi

elektronika dan telekomunikasi. Pada masa itu, ditemukan telegram dan

telepon, yang kemudian berkembang dengan penemuan satelit, serat optik,

dan diakhiri dengan penemuan di bidang teknologi informatika dengan

penemuan personal computer dan internet atau world wide web. Globalisasi

kedua ini diistilahkan dengan jargon the globe is flat atau dunia mendatar,

dalam arti, kemajuan teknologi elektronika dan telekomunikasi telah

memungkinkan jangkauan yang semakin mudah ke berbagai tempat di penjuru

dunia. Pada globalisasi kedua itu, dominasi bangsa-bangsa Eropa mulai

berkurang dan perannya digantikan oleh dominasi korporasi-perusahaan

multinasional (multinational corporations) yang umumnya menguasai key

agent of change di bidang teknologi elektronika dan telekomunikasi.

Globalisasi ketiga di era kita sekarang ini, dicirikan dengan

kemajuan teknologi informasi yang telah menjadikan dunia semakin sempit

(the shrinking globe), karena begitu mudahnya orang berkomunikasi dari

berbagai belahan bumi mana pun. Pendaya guna utama di era globalisasi

ketiga itu, adalah teknologi informasi, khususnya yang diaplikasikan untuk

membuka berbagai akses global (global access). Jika globalisasi kedua,

ditandai dengan dominasi berbagai perusahaan multinasional, maka

globalisasi ketiga tidak lagi didominasi oleh perusahaan multinasional saja,

akan tetapi oleh siapa pun—bahkan oleh individu sekali pun— asal dapat

32
memanfaatkan akses global untuk meraih berbagai peluang yang tersedia di

era global.

Globalisasi menjadi paradoks bagi suatu bangsa. Hal tersebut

dikarenakan bahwa kemajuan teknologi informasi serta komunikasi

menyebabkan hubungan antara manusia menjadi cepat dan tanpa batas. Dunia

telah merupakan suatu desa kecil yang tanpa batas (borderless world).

Identitas bangsa menjadi luntur seiring dengan semakin pesatnya perubahan

dan tipisnya perbedaan antar bangsa. Padahal dalam era modern seperti ini

identitas bangsa merupakan suatu pelindung diri dari transformasi yang tak

terkontrol di era globalisasi dewasa ini.

Era globalisasi, tentu saja membuka peluang sekaligus tantangan.

Untuk memanfaatkan berbagai peluang di era globalisasi itu, kita harus

memahami tiga fitur yang sangat penting; pertama, open competition; kedua,

interdependency; dan ketiga competitiveness. Open competition adalah kondisi

persaingan terbuka yang semakin meluas dan menyangkut berbagai dimensi

kehidupan. Karena kompetisi itu semakin terbuka dan meluas, dengan

sendirinya tingkat kompleksitas dari kompetisi itu akan semakin meningkat

sehingga mendorong terjadinya fitur yang kedua, yaitu desakan untuk semakin

meningkatnya aspek saling ketergantungan atau interdependency antara satu

pihak dengan pihak lain. Dan untuk menghadapi kompetisi yang semakin

meluas, namun juga bersifat saling ketergantungan itu, maka setiap pihak

dituntut untuk memiliki fitur ketiga, yaitu daya saing atau competitiveness

yang tinggi.

33
Keberadaan ketiga fitur itu, paling nampak pada globalisasi di bidang

ekonomi. Kiprah pemasaran barang-barang produksi, serta gencarnya

publikasi dan globalisasi dalam fabrikasi dan standardisasi, telah mendorong

tumbuhnya berbagai organisasi ekonomi multinasional yang saling bergantung

satu dengan lainnya. Namun, di antara mereka juga terjadi suatu kompetisi di

bidang ekonomi internasional. Pembangunan ekonomi di era yang semakin

mengglobal itu, dicirikan dengan adanya peningkatan keterhubungan atau

connectivity yang saling mempengaruhi atau interdependent-economy.

Sebagai contoh, dinamika pasar saham atau stock markets di suatu negara,

dapat memberikan pengaruh pada dinamika ekonomi di negara lain. Oleh

karena itu membangun ekonomi suatu bangsa tidak cukup dengan hanya

bersandar pada kekuatan tunggal saja. Setiap negara saat ini, dituntut untuk

sanggup mengembangkan daya interaksi dan daya interkoneksinya dengan

negara-negara lain guna memanfaatkan peluang ekonomi di era globalisasi itu

dengan sebaik-baiknya.

Ketiga fitur globalisasi tadi, juga berperan pada globalisasi ideologi.

Persaingan atau kompetisi yang semakin terbuka dari berbagai paham ideologi

telah menyebabkan terjadinya desakan globalisasi dari beberapa ideologi

tertentu. Kita mengalami proses berlangsungnya demokratisasi, perlindungan

hak asasi manusia yang semakin baik, kebebasan pers yang terbuka, tata

pemerintahan yang baik atau good governance, serta proses ke arah

pembangunan masyarakat madani atau civil society.

Persaingan antar ideologi itu juga mengakibatkan beberapa trend

34
globalisasi ideologi yang patut kita waspadai, misalnya kemungkinan adanya

dominasi yang dipaksakan dari politik luar negeri negara tertentu pada negara

lain. Trend ini telah dan sedang dilakukan oleh beberapa negara yang

memiliki kapabilitas lebih besar dibandingkan dengan negara lainnya. Peran

daya saing juga nampak pada globalisasi ideologi, melalui kemajuan teknologi

informasi dan telekomunikasi. Informasi dengan sangat cepat, menyebar ke

seluruh penjuru dunia melalui media internet dan berbagai media informasi

canggih lainnya. Apalagi didukung dengan penemuan-penemuan baru di

bidang nano teknologi, yang memungkinkan adanya kreasi dari berbagai

perangkat informasi dan telekomunikasi dalam beragam ukuran yang sangat

kecil. Hasilnya adalah berbagai kejadian di seluruh dunia dapat disajikan

dalam waktu yang sangat cepat dan bahkan dalam waktu seketika atau real-

time.

Negara-negara maju yang lebih menguasai teknologi informasi dan

telekomunikasi itu akan dapat lebih cepat memformulasikan dan merumuskan

berbagai masalah yang terjadi di negara berkembang dibandingkan dengan

negara berkembang itu sendiri sehingga opini publik dunia dapat dibentuk dan

ditentukan oleh negara-negara maju dibandingkan oleh negara-negara

berkembang. Pada akhirnya, akan dapat digunakan oleh negara-negara maju

itu untuk mendistribusikan berbagai konsepsi ideologinya kepada negara-

negara berkembang.

Kenyataan bahwa globalisasi merupakan hal yang tak dapat

dihindarkan oleh bangsa manapun ialah memang benar adanya. Bahkan

35
sampai muncul sebuah analogi bahwa globalisasi merupakan aliran sungai

yang pasti akan bermuara pada satu titik tertentu dimana semua tidak dapat

menghindarinya. Bahkan globalisasi diyakini dapat menipiskan identitas

bangsa atau kultur nasional sebuah bangsa. Namun demikian, Siswono (1996 :

99) berpendapat bahwa nasionalisme merupakan sebuah perlawanan terhadap

globalisasi. Wawasan kebangsaan ini akan menjadi penyaring dampak negatif

dari arus globalisasi.

Dengan terjadinya globalisasi maka dunia ini menjadi sebuah “desa

global” (global village). Kecenderungan yang mencuat ialah bahwa manusia

semakin bergantung kepada nilai-nilai yang lebih primordial. Perkembangan

global merelatifkan batas-batas bangsa, menyebabkan primordialisme lebih

kuat daripada nasionalisme. Globalisasi membuat manusia lebih berperilaku

kosmopolitan dan melemahkan ikatan kebangsaan, khususnya bagi

masyarakat kota besar yang langsung tersentuh pengaruh global. Globalisasi

sangat berisiko tinggi bagi terkikisnya nasionalisme.

Strategi yang dapat dilakukan untuk mencegah hal tersebut ialah

sesuai dengan H.A.R. Tilaar (2007 : 25-28) ialah memperkuat kembali

peranan budaya, bahasa dan pendidikan sebagai penopang bagi berkembang

dan tumbuhnya nasionalisme. Pertama, melalui budaya dapat dilihat bahwa

penguatan kebudayaan nasional yang didasarkan atas budaya lokal akan

memperkokoh diri dalam hal menangkal ekses buruk modernisasi dan

globalisasi. Kedua, penggunaan bahasa nasional juga sangat penting dalam hal

menunjukan dan menumbuhkan identitas bangsa. Seperti ungkapan yang

36
menyatakan bahwa bahasa menunjukan bangsa. Ketiga ialah memperkokoh

dan memvitalkan kembali pendidikan nasional sebagai poros utama dalam

pembentukan identitas. Pendidikan nasional, walaupun berwawasan global

dan bercirikan nilai-nilai modern, juga harus didasarkan akan nilai-nilai atau

ciri nasional. Sehingga kepribadian (sebagai ciri identitas) akan tertanam,

sehingga kemudian ancaman modernisasi dan globalisasi dapat kita

minimalisir.

Menurut Dadan Wildan (2008), setidaknya ada beberapa jalan yang

dapat digunakan untuk mejaring arus globalisasi yang berkenaan dengan jiwa

dan sikap nasionalisme. Cara tersebut ialah Pertama, mewujudkan masyarakat

yang berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab

berdasarkan falsafah Pancasila. Kedua, mewujudkan bangsa yang berdaya

saing dengan mengedepankan pembangunan sumber daya manusia

berkualitas. Ketiga, mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum

dengan terus memantapkan kelembagaan demokrasi yang lebih kokoh.

Keempat, mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu dengan

membangun kekuatan TNI hingga melampaui kekuatan esensial minimum,

serta disegani di kawasan regional dan internasional. Kelima, mewujudkan

pemerataan pembangunan dan berkeadilan dengan terus meningkatkan

pembangunan daerah; mengurangi kesenjangan sosial secara menyeluruh,

keberpihakan kepada masyarakat, kelompok dan wilayah/daerah yang masih

lemah. Keenam, mewujudkan Indonesia asri dan lestari dengan terus

memperbaiki pengelolaan pelaksanaan pembangunan yang dapat menjaga

37
keseimbangan antara pemanfaatan, keberlanjutan, keberadaan, dan kegunaan

sumber daya alam dan lingkungan hidup. Ketujuh, mewujudkan Indonesia

menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan

kepentingan nasional. Kedelapan, mewujudkan Indonesia berperan penting

dalam pergaulan dunia internasional, dengan memantapkan diplomasi

Indonesia dalam rangka memperjuangkan kepentingan nasional; melanjutkan

komitmen Indonesia terhadap pembentukan identitas dan pemantapan

integrasi internasional dan regional; serta mendorong kerja sama internasional,

regional, dan bilateral antarmasyarakat, antarkelompok, serta antar lembaga di

berbagai bidang.

D. Tinjauan Tentang Nasionalisme

1. Pengertian Nasionalisme

Nasionalisme sering kali dikonotasikan dengan aspek-aspek

emosional, kolektif dan idola serta sarat emosi historis. Nasionalisme selalu

melibatkan dimensi atau rasa, seperti seperasaan, sepenanggungan,

seperantauan dan senasib. Faktor memori historis adalah faktor kecenderungan

yang dibangun untuk menumbuhkan perasaan bersatu dalam sebuah konsep

kebangsaan tertentu.

Pembicaraan seputar nasionalisme pasti tidak akan lepas dari

pembicaraan tentang bangsa. Nasionalisme secara sederhana dikatakan

sebagai sebuah paham kebangsaan. Maka oleh karenanya, perlu terlebih

dahulu dirumuskan tentang definisi bangsa itu sendiri.

38
Bangsa menurut Ernest Renan dalam Sri Sultan Hamengkubuwono

X (2007 : 85), adalah jiwa dan prinsip spiritual yang menjadi ikatan bersama,

baik dalam pengorbanan (sacrifice) maupun dalam kebersamaan (solidarity).

Sedangkan Benedict Anderson mengatakan bahwa bangsa didefinisikan

sebagai “sebuah komunitas politik terbayang”. Menurut Otto Bauer

(Soekarno, 2007 : 146) bangsa adalah satu persamaan, satu persatuan karakter,

watak, yang persatuan karakter atau watak ini tumbuh, lahir, terjadi karena

persatuan pengalaman.

Sedangkan menurut Soekarno (2007 : 149) bangsa ialah

segerombolan manusia yang mempunyai kehendak untuk hidup bersama,

mempunyai persamaan watak, tetapi berdiam diatas satu wilayah geopolitik

yang nyata satu persatuan. Sartono Kartodirdjo dalam Adeng Muchtar Ghazali

(2004 : 3) mengatakan bahwa bangsa menunjuk kepada suatu komunitas

sebagai kesatuan kehidupan bersama yang mencakup pelbagai unsur yang

berbeda dalam aspek etnik, kelas atau golongan sosial, aliran kepercayaan,

kebudayaan linguistik, dan lain sebagainya. Kesemuanya terintergerasikan

dalam perkembangan historis sebagai kesatuan sistem politik berdasarkan

solidaritas yang dipotong oleh kemauan politik bersama.

Dengan demikian bahwasanya dapat dikatakan bahwa bangsa itu

memiliki sifat yang pluralistik. Tidak berdiri di atas paham kesukuan, ras

maupun agama. Bangsa lebih menonjolkan kehendak bersama serta hidup

dalam sebuah persekutuan yang majemuk dan memiliki wilayah yang menjadi

pijakan serta tempat untuk hidup bersama tersebut. Sedangkan etnis lebih

39
kepada idenitas kebudayaan yang dimiliki.

Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan

mempertahankan kedaulatan sebuah negara dengan mewujudkan satu konsep

identitas bersama untuk sekelompok manusia. Nasionalisme berangkat dari

situasi perjuangan merebut kemerdekaan dan sudah barang tentu dibutuhkan

suatu konsep sebagai dasar pembenaran rasional dari tuntutan terhadap

penentuan nasib sendiri yang dapat mengikat keikutsertaan semua orang atas

nama sebuah bangsa.

Nasionalisme adalah sebuah paham yang menyatakan bahwa rasa

kebangsaan dilihat sebagai perasaan utama dan cenderung dipakai untuk

prinsip hidup secara personal atau secara publik. Secara luas juga dapat

dikatakan bahwa nasionalisme menyatakan patriotisme yang merupakan

prinsip moral dan politik yang mengandung kecintaan pada tanah air,

kebanggaan emosional terhadap sejarah dan ketersediaan diri untuk membela

kepentingan-kepentingan bangsa. Walaupun nasionalisme merupakan wujud

dari cinta tanah air, nasionalisme juga dapat muncul sebagai reaksi atau

perlawanan terhadap penjajahan kolonial.

Nasionalisme merupakan suatu teori politik atau antropologi yang

menekankan bahwa umat manusia secara alami terbagi-bagi menjadi berbagai

bangsa, dan bahwa ada kriteria yang jelas untuk mengenali suatu bangsa

beserta para anggota bangsa itu. Untuk lebih mengetahui tentang

nasionalisme, maka sekiranya kita harus memperhatikan terlebih dahulu

mengenai rasa kebangsaan, paham kebangsaan, semangat kebangsaan dan

40
wawasan kebangsaan.

Rasa kebangsaaan adalah kesadaran berbangsa, kesadaran untuk

bersatu sebagai suatu bangsa yang lahir secara alamiah karena sejarah, aspirasi

perjuangan masa lampau, kebersamaan kepentingan, rasa senasib

sepenanggungan dalam menghayati masa lalu dan masa kini, serta kesamaan

pandangan, harapan dan tujuan merumuskan cita-cita bangsa untuk waktu

yang akan datang. Sedangkan paham kebangsaan adalah aktualisasi dari rasa

kebangsaan yang berupa gagasan, pikiran-pikiran yang rasional, dimana suatu

bangsa secara bersama-sama memiliki cita-cita kehidupan berbangsa dan

tujuan nasional yang jelas dan rasional.

Rasa kebangsaan dan paham kebangsaan akan melahirkan semangat

kebangsaan. Semangat kebangsaan adalah kerelaan berkorban demi

kepentingan bangsa, negara dan tanah airnya. Wawasan kebangsaan adalah

cara pandang yang dilingkupi oleh rasa kebangsaan, paham kebangsaan, dan

semangat kebangsaan untuk mencapai cita-cita nasionalnya dan

mengembangkan eksistensi kehidupannya atas dasar nilai-nilai luhur

bangsanya.

Kebangsaan (nationality) dan rasa kebangsaan (nationalism) saling

berkaitan satu sama lain. Rasa kebangsaan, biasanya juga disebut

nasionalisme, adalah dimensi sensoris, merupakan konsep antropologi yang

tidak semata-mata memandang nasionalisme sebagai prinsip politik. Dimensi

sensoris yang tak lain adalah kebudayaan ini memperjelas posisi antropologi

yang berangkat dari konsep suku bangsa, kesukubangsaan, bangsa, dan

41
kebangsaan, sebagaimana dibicarakan di atas. Inilah akar-akar rasa

kebangsaan (nasionalisme). Rasa kebangsaan atau yang kerap kali juga

disebut nasionalisme adalah topik baru dalam kajian antropologi.

Nasionalisme sebagai ideologi negara-bangsa modern sejak lama adalah

rubrik ilmu politik, sosiologi makro, dan sejarah.

Mohammad Hatta (2008 : 22) mengatakan bahwa kebangsaan ada

bermacam-macam, menurut rupa dan golongan yang memajukannya. Ada

kebangsaaan cap ningrat, cap intelek dan ada pula kebangsaaan cap rakyat.

Riwayat dunia ini cukup memberi bukti, bahwa ketiga golongan ini senantiasa

ada. Kesenua tipologi tersebut mempunyai ide tentang bagaimana kedaulatan

negara dapat tercapai serta bagaimana jiwa dan sikap nasionalisme itu dapat

tumbuh.

Sebagai ideologi modern di bidang sosial politik dan kenegaraan,

nasionalisme muncul sekitar tahun 1779 dan dominan di Eropa pada tahun

1830. Revolusi Perancis pada akhir abad ke-18 sangat besar pengaruhnya

berkembangnya gagasan nasionalisme tersebut. Semenjak itu beberapa

kerajaan feodal mengalami proses integrasi menjadi ‘negara kebangsaan’ atau

nation state yang wilayahnya menjadi lebih luas dan hidup dalam sistem

pemerintahan yang sama. Sejak itu di negara-negara Eropa dan Amerika

bermunculan pula gerakan-gerakan kebangsaan, dan segera menjalar ke Asia.

Hal ini disebabkan ampuhnya nasionalisme sebagai ideologi yang dapat

mempersatukan banyak orang di negeri-negeri jajahan dalam menentang

kolonialisme.

42
Konsep bangsa lahir sesudah revolusi Prancis. Ketika itu Parlemen

Revolusi Prancis menyebut diri mereka sebagai assemblee nationale yang

menandai transformasi institusi politik tersebut, dari sifat eksklusif yang hanya

diperuntukkan bagi kaum bangsawan ke sifat egaliter di mana semua kelas

meraih hak yang sama dengan kaum kelas elite dalam berpolitik. Dari sinilah

makna kata nation menjadi seperti sekarang yang merujuk pada bangsa atau

kelompok manusia yang menjadi penduduk resmi suatu negara.

Hans Kohn dalam H.A.R. Tilaar (2007 : 24) membedakan antara dua

konsep nasionalisme. Pertama, nasionalisme sebagai konsep politik atau suatu

yang secara sukarela (volunteer) seseorang menjadi anggotanya. Menurut

konsep ini, nasionalisme meupakan suatu bentuk kontraktual dari para

anggotanya. Kedua, konsep nasionalisme sebagai konsep yang organik atau

irasional. Konsep ini menyatakan bahwa individu mempunyai kesejarahan

hidup yaitu dia menjadi seseorang, satu bagian organis dengan lingkungannya,

suatu kesatuan yang mistis dengan lingkungannya itu, serta mempunyai

kemantapan hidup yang diperolehnya dari komunitasnya yaitu sejarah, agama,

bahasa, adat-istiadat.

Perbedaan yang simplisistik dari nasionalisme politis dan

nasionalisme organik biasanya dijadikan perbedaan antara nasionalisme barat

dan nasionalisme timur. Ernest Gelner (H.A.R Tilaar, 2007 : 25) menolak

pendapat nasionalitas atau nasionalisme sebagai sesuatu yang alamiah atau

primodial. Kewarganegaraan merupakan suatu keanggotaan moral (moral

membership) dari suatu masyarakat modern. Keanggotaan itu diperolehnya

43
melalui pendidikan nasional dan biasanya menggunakan bahasa yang dipilih

sebagai bahasa ibu atau bahasa nasional.

Nasionalisme dapat menonjolkan dirinya sebagai sebagian paham

negara atau gerakan (bukan negara) yang populer berdasarkan pendapat warga

negara, etnis, budaya, keagamaan dan ideologi. Kategori tersebut lazimnya

berkaitan dan kebanyakan teori nasionalisme mencampuradukkan sebagian

atau semua elemen tersebut. Dalam www.wikipedia.com, dikatakan terdapat

beberapa bentuk nasionalisme diantaranya :

1. Nasionalisme Kewarganegaraan (atau nasionalisme sipil) adalah


sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran
politik dari penyertaan aktif rakyatnya, "kehendak rakyat";
"perwakilan politik". Teori ini mula-mula dibangun oleh Jean-
Jacques Rousseau.
2. Nasionalisme Etnis adalah sejenis nasionalisme dimana negara
memperoleh kebenaran politik dari budaya asal atau etnis sebuah
masyarakat. Dibangun oleh Johann Gottfried von Herder, yang
memperkenalkan konsep Volk (bahasa Jerman untuk "rakyat").
3. Nasionalisme Romantik (juga disebut nasionalisme organik,
nasionalisme identitas) adalah lanjutan dari nasionalisme etnis
dimana negara memperoleh kebenaran politik secara semula jadi
("organik") hasil dari bangsa atau ras; menurut semangat
romantisme. Nasionalisme romantik adalah bergantung kepada
perwujudan budaya etnis yang menepati idealisme romantik;
kisah tradisi yang telah direka untuk konsep nasionalisme
romantik. Misalnya "Grimm Bersaudara" yang dinukilkan oleh
Herder merupakan koleksi kisah-kisah yang berkaitan dengan
etnis Jerman.
4. Nasionalisme Budaya adalah sejenis nasionalisme dimana negara
memperoleh kebenaran politik dari budaya bersama dan
bukannya "sifat keturunan" seperti warna kulit, ras dan
sebagainya. Contoh yang terbaik ialah rakyat Tionghoa yang
menganggap negara adalah berdasarkan kepada budaya. Unsur
ras telah dibelakangkan di mana golongan Manchu serta ras-ras
minoritas lain masih dianggap sebagai rakyat negara Tiongkok.
Kesediaan dinasti Qing untuk menggunakan adat istiadat
Tionghoa membuktikan keutuhan budaya Tionghoa. Malah
banyak rakyat Taiwan menganggap diri mereka nasionalis
Tiongkok sebab persamaan budaya mereka tetapi menolak RRT

44
karena pemerintahan RRT berpaham komunisme.
5. Nasionalisme Kenegaraan ialah variasi nasionalisme
kewarganegaraan, selalu digabungkan dengan nasionalisme etnis.
Perasaan nasionalistik adalah kuat sehingga diberi lebih
keutamaan mengatasi hak universal dan kebebasan. Kejayaan
suatu negeri itu selalu kontras dan berkonflik dengan prinsip
masyarakat demokrasi. Penyelenggaraan sebuah 'national state'
adalah suatu argumen yang ulung, seolah-olah membentuk
kerajaan yang lebih baik dengan tersendiri. Contoh biasa ialah
Nazisme, serta nasionalisme Turki kontemporer, dan dalam
bentuk yang lebih kecil, Franquisme sayap-kanan di Spanyol,
serta sikap 'Jacobin' terhadap unitaris dan golongan pemusat
negeri Perancis, seperti juga nasionalisme masyarakat Belgia,
yang secara ganas menentang demi mewujudkan hak kesetaraan
(equal rights) dan lebih otonomi untuk golongan Fleming, dan
nasionalis Basque atau Korsika. Secara sistematis, bila mana
nasionalisme kenegaraan itu kuat, akan wujud tarikan yang
berkonflik kepada kesetiaan masyarakat, dan terhadap wilayah,
seperti nasionalisme Turki dan penindasan kejamnya terhadap
nasionalisme Kurdi, pembangkangan di antara pemerintahan
pusat yang kuat di Spanyol dan Perancis dengan nasionalisme
Basque, Catalan, dan Corsica.
6. Nasionalisme Agama ialah sejenis nasionalisme dimana negara
memperoleh legitimasi politik dari persamaan agama. Walaupun
begitu, lazimnya nasionalisme etnis adalah dicampuradukkan
dengan nasionalisme keagamaan. Misalnya, di Irlandia semangat
nasionalisme bersumber dari persamaan agama mereka yaitu
Katolik; nasionalisme di India seperti yang diamalkan oleh
pengikut partai BJP bersumber dari agama Hindu. Namun
demikian, bagi kebanyakan kelompok nasionalis agama hanya
merupakan simbol dan bukannya motivasi utama kelompok
tersebut. Misalnya pada abad ke-18, nasionalisme Irlandia
dipimpin oleh mereka yang menganut agama Protestan. Gerakan
nasionalis di Irlandia bukannya berjuang untuk memartabatkan
teologi semata-mata. Mereka berjuang untuk menegakkan paham
yang bersangkut paut dengan Irlandia sebagai sebuah negara
merdeka terutamanya budaya Irlandia. Justru itu, nasionalisme
kerap dikaitkan dengan kebebasan.

Nasionalisme menurut Stanley Benn dalam Adeng Muchtar Ghazali

(2004 : 3) memiliki elemen-elemen seperti dibawah ini, yaitu :

1. Semangat ketaatan kepada suatu bangsa (semacam patriotisme).


2. Dalam aplikasinya kepada politik, nasionalisme menunjuk kepada

45
kecondongan untuk mengutamakan kepentingan bangsa sendiri,
khususnya jika kepentingan bangsa itu berlawanan dengan
kepentingan bangsa lain.
3. Sikap yang melihat amat pentingnya penonjolan ciri khusus suatu
bangsa. Karena itu, doktrin yang memandang perlunya kebudayaan
bangsa dipertahankan.
4. Ada kriteria yang jelas untuk mengenali suatu bangsa beserta
anggota para bangsa itu.

Menurut Nurcholish Madjid dalam Adeng Muchtar Ghazali (2004 :

3) mengatakan bahwa berdasarkan proses pembentukannya, dapat diketahui

prinsip-prinsip nasionalisme, yakni :

1. Kesatuan (unity), yang mentransformasikan hal-hal yang


polimorfik menjadi monomorfik sebagai produk proses
integrasi;
2. Kebebasan (liberty), khususnya bagi negeri-negeri jajahan yang
memperjuangkan pembebasan dan kolonialisme;
3. Kesamaan (equality), sebagai bagian implisit dari masyarakat
demokratis yang merupakan antitesa dari masyarakat kolonial
yang diskriminatif dan otoriter;
4. Kepribadian (identity), yang lenyap karena negasi kaum
kolonial; dan
5. Prestasi amat diperlukan untuk menjadi sumber inspirasi dan
kebanggaan bagi warga negara nasion.

H.A.R. Tilaar (2007 : 24-26) berpendapat ada beberapa faktor

penting dalam menumbuhkan nasionalisme. Faktor-faktor tersebut diantaranya

adalah bahasa, budaya dan pendidikan. Mengenai peranan bahasa dalam

pertumbuhan nasionalisme dapat kita lihat misalnya di Inggris, Prancis,

Belanda, Belgia Jerman dan Indonesia. Peranan budaya didalam

menumbuhkan nasionalisme juga cukup signifikan. Kita dapat melihat Cina

dengan Konfusianisme-nya dan Amerika dengan budaya Protentantisme.

Faktor yang barangkali sangat penting dalam pertumbuhan nasionalisme

46
adalah pendidikan. Pendidikan yang tersentralisasi dalam pengertian tertentu

dapat menjadi suatu alat pemersatu yang sangat kuat.

2. Nasionalisme Indonesia

2.1. Sejarah Nasionalisme Indonesia

Istilah nasionalisme dalam kamus perpolitikan di Indonesia diduga

baru muncul setelah Samanhudi menyerahkan tampuk kepemimpinan Sarekat

Islam kepada H.O.S Tjokroaminoto pada pertengahan 1912. Kemudian

disusul Indische Partij yang mendengungkan nasionalisme menentang

penetrasi asing yang dipelopori Douwes Dekker dengan Perhimpunan

Indonesia. Kesemuanya merupakan partai-partai yang menjadi pelopor

nasionalisme dalam pengertian politik yang kemudian disusul oleh banyak

organisasi politik yang tumbuh pada masa pergerakan nasional.

Pada permulaan abad-20, muncul kebijakan pemerintah Belanda

yang dinamakan politik etis atau politik balas budi. Politik etis dilatar

belakangi oleh rasa simpati terhadap penderitaan bangsa Indonesia yang telah

memberikan keuntungan terhadap Belanda. Politik etis ini meliputi tiga bidang

kehidupan yaitu: pendidikan (edukasi), pengairan (irigasi), dan perpindahan

penduduk (transmigrasi), tetapi pada pelaksanaannya politik etis ini lebih

menguntungkan Belanda. Walaupun demikian politik etis ini merupakan dasar

dalam pergerakan nasional.

Bangsa Indonesia merupakan suatu kesatuan solidaritas kebangsaan.

Seseorang yang termasuk bangsa Indonesia adalah seseorang yang memiliki

47
perilaku tertentu yang merupakan perilaku Indonesia, perasaan-perasaan

tertentu yang merupakan jati diri sebagai bangsa Indonesia. Tumbuhnya

nation Indonesia bermula dari kebangkitan nasional dengan lahirnya Budi

Utomo pada tahun 1908. Terbentuknya nation Indonesia juga dapat kita lihat

dalam Sumpah Pemuda 1928, dimana anggota panitia tersebut terdiri dari suku

bangsa dan agama.

Nasionalisme adalah salah satu kekuatan yang menentukan dalam

sejarah modern suatu bangsa untuk memperjuangkan kemerdekaannya. Di

Indonesia timbulnya pemikiran nasionalisme merupakan bentuk reaksi

terhadap kolonialisme. Nasionalisme Indonesia tidak bisa dilepaskan dari

pengaruh kekuatan kolonialisme barat. Nasionalisme Indonesia mengalami

perkembangan dan pertumbuhan seirama dengan dinamika pergerakan

kebangsaan Indonesia.

Pergerakan nasional Indonesia didukung oleh kebangkitan

nasionalisme negara-negara di Asia setelah Perang Dunia II. Di negara-negara

Asia, khususnya di Indonesia, tumbuhnya nasionalisme dalam pengertian

modern merupakan bentuk reaksi terhadap kolonialisme, yang bermula dari

cara eksploitasi yang menimbulkan pertentangan kepentingan yang permanen

antara penjajah dan yang dijajah. Nasionalisme Indonesia adalah gejala

historis yang tidak dapat dilepaskan dari pengaruh kekuasaan kolonialisme

bangsa barat. Nasionalisme Indonesia secara umum bertujuan ke dalam

memperhebat nation and character building sesuai dengan falsafah dan

pandangan hidup bangsa, sedangkan tujuan keluar menolak segala bentuk

48
kolonialisme.

Semangat nasionalisme Indonesia muncul sebagai satu ikatan

bersama melawan kolonialisme. Nasion dan nasionalisme dipakai sebagai

perasaan bersama oleh penindasan kolonialisme dan oleh karena itu, dipakai

sebagai senjata ampuh untuk membangun ikatan dan solidaritas kebersamaan

melawan kolonialisme. Tidak dapat disangkal bahwa nasionalisme Indonesia

adalah nasionalisme yang diciptakan (invented). Oleh para pendiri bangsa

Indonesia, melalui Budi Utomo dan kemudian Sumpah Pemuda, telah

menciptakan nasionalisme Indonesia yang lintas etnis, dengan simbol bendera

merah putih dan bahasa Indonesia.

Nasionalisme yang muncul ketika menjelang dan awal kemerdekaan

Indonesia dapat dikatakan disebabkan oleh tiga hal. Pertama, bangsa

Indonesia menghadapi musuh yang sama (common enemy) yakni penjajahan.

Adanya musuh bersama ini telah membentuk rasa solidaritas yang sangat

tinggi untuk menghadapi dan mengusir musuh itu sejauh-jauhnya. Kedua,

berhubungan dengan yang pertama, pada waktu itu bangsa ini memiliki tujuan

yang sama, yakni ingin mandiri sebagai sebuah bangsa yang merdeka. Ketiga,

karena kedua hal di atas, waktu itu bangsa ini merasa senasib seperjuangan.

Semua merasa tertindas dan teraniaya oleh bangsa asing. Kehidupan menjadi

teras selalu diinjak-injak dan sama sekali tak dihargai. Di sinilah terjadi

sinergi dari segenap lapisan masyarakat dengan kemampuan masing-masing

berjuang mengubah nasib bersama.

Secara historis awalnya gerakan nasionalisme Indonesia berawal dari

49
pembentukan organisasi Budi Utomo yang kemudian diikuti dengan

berdirinya organisasi-organisasi lain seperti Sarekat Islam, Pemuda Jawa,

Pemuda Sumatera, Pemuda Sulawesi, Pemuda Ambon dan organisasi lain

yang bersifat kedaerahan. Organisasi-organisasi yang bersifat primordialisme

ini segera mentransformasikan diri menjaadi organisasi yang bersifat non-

primordialisme atau bersifat nasional. Tahun 1927 berdirilah Partai Nasional

Indonesia (PNI) yang diprakarsai Soekarno. Sebagai organisasi politik

berskala nasional pertama di Indonesia, partai ini secara tegas menggariskan

agenda utama partai ialah Indonesia merdeka. Dengan lahirnya PNI, maka

semangat nasionalisme Indonesia semakin berkobar-kobar seperti api yang

menyala-nyala. Boleh dikatakan, bahwa gelombang nasionalisme pada

awalnya merupakan hasil dari ekspansi barat, yang juga sebagai sebuah reaksi

terhadap dominasi barat.

Gelora nasionalisme yang berkobar-kobar itu kemudian dimuarakan

lewat Kongres Pemuda tanggal 26-28 Oktober 1928 di Yogyakarta. Kongres

ini menghasilkan sebuah ikrar bersama yang dikenal dengan Sumpah Pemuda

yang menyatakan satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa, yaitu Indonesia.

Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 adalah Proklamasi Kebangsaan

Indonesia yang merupakan ikrar tentang eksistensi nasion dan nasionalisme

Indonesia yang telah tumbuh puluhan tahun dalam perjuangan melawan

kolonialisme Belanda. Perjuangan bangsa Indonesia tersebut pada tanggal 17

Agustus 1945 mencapai titik kulminasi dengan dikumandangkannya

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno-Hatta. Hal itu

50
membuktikan bahwa nasionalisme Indonesia sudah merupakan faktor penentu

perkembangan sejarah Indonesia – sejarah berdirinya negara Republik

Indonesia.

Nasionalisme akan mudah untuk dimengerti dan diimplementasikan

jika ada musuh bersama. Jika musuh ini hilang, maka ikatan nasionalisme

akan mengendur dengan sendirinya. Preseden yang muncul di Indonesia

mempertegas pendapat ini. Jika kita melihat ke tahun 1940-an, ketika Belanda

masih berusaha menguasai Indonesia melalui Agresi Militer I dan II,

nasionalisme di kalangan masyarakat masih kuat, sehingga perjuangan

Indonesia di Konferensi Meja Bundar (KMB) 1949 membuahkan hasil

diakuinya kedaulatan Indonesia sebagai sebuah negara. Namun pasca-KMB

1949, Indonesia kehilangan musuh bersama dan golongan-golongan dalam

masyarakat lebih mengutamakan kepentingan kelompok yang ditandai dengan

jatuh bangunnya kabinet selama masa tersebut. Nasionalisme sempat muncul

meski sebentar, ketika Indonesia mengeluarkan sikap politik luar negeri

terhadap Malaysia dengan Dwikora.

Hal ini tidak berlangsung lama, karena kondisi internal dalam

Indonesia memang sedang rapuh. Setelah itu, nasionalisme dapat dimunculkan

kembali ketika Partai Komunis Indonesia (PKI) dijadikan sebagai musuh

bersama karena dianggap sebagai biang keladi Gerakan 30 September. Lebih

dari 30 tahun kemudian, Indonesia memperoleh kembali sebuah musuh

bersama, yaitu Orde Baru, sehingga gerakan nasionalisme dapat menghasilkan

reformasi dan demokrasi yang selama 30 tahun dikebiri. Namun ketika musuh

51
bersama tersebut telah berhasil dilumpuhkan, kepentingan kelompok kembali

muncul mengesampingkan nasionalsime itu sendiri. Kejadian-kejadian historis

di Indonesia tersebut mempertegas bahwa nasionalisme dapat secara efektif

diimplementasikan apabila masyarakat dalam sebuah negara memiliki musuh

bersama.

2.2. Karakteristik Nasionalisme Indonesia

Nasionalisme Indonesia bangkit sebagai bentuk perlawanan atau

penentangan terhadap kolonialisme. Nasionalisme Indonesia dengan

sendirinya juga mengandung tiga aspek penting, yaitu :

1. Politik. Nasionalisme Indonesia bertujuan menghilangkan

dominasi politik bangsa asing dan menggantikannya dengan

sistem pemerintahan yang berkedaulatan rakyat.

2. Sosial ekonomi. Nasionalisme Indonesia muncul untuk

menghentikan eksploitasi ekonomi asing dan membangun

masyarakat baru yang bebas dari kemelaratan dan

kesengsaraan.

3. Budaya. Nasionalisme Indonesia bertujuan menghidupkan

kembali kepribadian bangsa yang harus diselaraskan dengan

perubahan zaman. Ia tidak menolak pengaruh kebudayaan luar,

tetapi dengan menyesuaikannya dengan pandangan hidup,

sistem nilai dan gambaran dunia (worldview, Weltanschauung)

bangsa Indonesia. Juga tidak dimaksudkan untuk mengingkari

52
kebhinnekaan yang telah sedia ada sebagai realitas sosial

budaya dan realitas anthropologis bangsa Indonesia.

Notonegoro mengemukakan bahwa nasionalisme dalam konteks

Pancasila bersifat “majemuk tunggal” (bhinneka tunggal ika). Unsur-unsur

yang membentuk nasionalisme Indonesia adalah sebagai berikut :

1. Kesatuan Sejarah, yaitu kesatuan yang dibentuk dalam

perjalanan sejasrahnya yang panjang sejak zaman Sriwijaya,

Majapahit dan munculnya kerajaan-kerajaan Islam hingga

akhirnya muncul penjajahan VOC dan Belanda. Secara terbuka

nasionalisme mulai pertama dicetuskan dalam Sumpah Pemuda

28 Oktober 1928 dan mencapai puncaknya pada Proklamasi

Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945.

2. Kesatuan Nasib. Bangsa Indonesia terbentuk karena memiliki

persamaan nasib, yaitu penderitaan selama masa penjajahan

dan perjuangan merebut kemerdekaan secara terpisah dan

bersama-sama, sehingga berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa

dapat memproklmasikan kemerdekaan menjelang berakhirnya

masa pendudukan tentara Jepang.

3. Kesatuan Kebudayaan. Walaupun bangsa Indonesia memiliki

keragaman kebudayaan dan menganut agama yang berbeda,

namun keseluruhannya itu merupakan satu kebudayaan yang

serumpun dan mempunyai kaitan dengan agama-agama besar

yang dianut bangsa Indonesia, khususnya Hindu dan Islam.

53
4. Kesatuan Wilayah. Bangsa ini hidup dan mencari

penghidupan di wilayah yang sama yaitu tumpah darah

Indonesia.

5. Kesatuan Asas Kerohanian. Bangsa ini memiliki kesamaan

cia-cita, pandangan hidup dan falsafah kenegaraan yang

berakar dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sendiri

di masa lalu maupun pada masa kini.

Substansi nasionalisme Indonesia memiliki dua unsur. Pertama,

kesadaran mengenai persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang terdiri atas

berbagai suku, etnik, dan agama. Kedua, kesadaran bersama bangsa Indonesia

dalam menghapuskan segala bentuk pensubordinasian, penjajahan, dan

penindasan dari bumi Indonesia. Semangat dari dua substansi tersebutlah yang

kemudian tercermin dalam Sumpah Pemuda dan Proklamasi serta dalam

Pembukaan UUD 1945.

Nasionalisme Indonesia mengalami pertumbuhan dan perkembangan

pada masa lalu seirama dengan dinamika pertumbuhan dan perkembangan

pergerakan kebangsaan Indonesia. Nasionalisme yang dianut oleh bangsa

Indonesia melahirkan pendirian untuk menghormati kemerdekaan bangsa lain

sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945 “bahwa sesungguhnya

kemerdekaan adalah hak segala bangsa”. Oleh karena itu dalam nasionalisme

terkandung sikap anti penjajahan. Semangat yang demikian dengan sendirinya

tidak menumbuhkan keinginan bangsa Indonesia untuk menjajah bangsa lain,

sebaliknya bangsa Indonesia ingin tetap bekerja sama dengan bangsa-bangsa

54
lain untuk mewujudkan perdamaian dunia menuju masyarakat maju, sejahtera,

dan adil bagi semua umat manusia di dunia.

Berbicara tentang nasionalisme Indonesia, perlu dicatat bahwa kita

tidak dapat menyepadankannya begitu saja dengan nasionalisme Barat.

Nasionalisme Indonesia adalah nasionalisme berfondasi Pancasila.

Nasionalisme yang bersenyawa dengan keadilan sosial, yang oleh Soekarno

disebut Sosio-nasionalisme. Nasionalisme yang demikian ini menghendaki

penghargaan, penghormatan, toleransi kepada bangsa atau suku bangsa lain.

Maka nasionalisme Indonesia berbeda dengan nasionalisme Barat yang bisa

menjurus kepada sikap chauvinistik dan ethnonationalism -nasionalisme

sempit- yang membenci bangsa atau suku bangsa lain, menganggap bangsa

atau suku bangsa sendirilah yang paling bagus, paling unggul, sesuai dengan

individualisme Barat.

Nasionalisme Indonesia menurut Soekarno (2006 : 8) adalah

nasionalisme yang cintanya pada tanah air itu bersendi pada pengetahuan atas

susunan ekonomi-dunia dan riwayat, bukan semata-mata timbul dari

kesombongan bangsa belaka, bukan chauvinis. Nasionalisme Indonesia ialah

nasionalisme yang bercorak ketimuran, yang timbul dari rasa cinta akan

manusia dan kemanusiaan, yang memberikan tempat pada lain-lain sesuatu,

bagaikan lebarnya dan luasnya udara yang memberi tempat pada segenap

sesuatu yang perlu untuk hidupnya segala hal yang hidup.

Lebih lanjut mengenai nasionalisme Indonesia, Soekarno (2003 : 14)

juga menambahkan bahwa nasionalisme kita bukanlah nasionalisme yang

55
sempit (jingo nationalism), yang selalu menghitung untung rugi (gain dan

loss). Nasionalisme kita bukanlah nasionalisme biasa, tetapi sosio-

nasionalisme yang dalam pengertian, kita berhubungan erat dengan seluruh

perikemanusiaan dan kemanusiaan.

Nasionalisme bangsa Indonesia merupakan nasionalisme yang

berdasarkan Pancasila. Hal ini terwujud dalam butir-butir pancasila, sila ke

tiga yakni :

a. Menempatkan persatuan dan kesatuan, serta kepentingan dan

keselamatan bangsa sebagai kepentingan bersama diatas

kepentingan pribadi atau golongan.

b. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan

bangsa apabila diperlukan

c. Mengembangkan rasa cinta tanah air dan bangsa.

d. Mengembangkan rasa kebangsaan dan bertanah air Indonesia.

e. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,

persamaan abadi dan keadilan sosial.

f. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhineka

Tunggal Ika.

g. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

2.3. Penurunan Nilai dan Semangat Nasionalisme Indonesia

Memudarnya rasa kebanggaan bagi bangsa selama beberapa tahun

belakangan ini, sesungguhnya disulut oleh menguatnya sentimen kedaerahan

56
dan semangat primordialisme pasca krisis. Suatu sikap yang sedikit banyak

disebabkan oleh kekecewaan sebagian besar anggota dan kelompok

masyarakat bahwa kesepakatan bersama (contract social) yang mengandung

nilai-nilai seperti keadilan dan perikemanusiaan dan musyawarah kerap hanya

menjadi retorika kosong belaka.

Saat ini disinyalir bahwa nasionalisme Indonesia rapuh dalam

menghadapi gejala-gejala mutakhir berupa solidaritas parokial dan kekuatan

eksternal akibat pengaruh globalisasi, baik kekuasaan kolonial, penetrasi

transnasional corporation, multinasional corporation, maupun lembaga-

lembaga internasional lainnya. Selain itu, meurut Barbara Goodwin (Kokom

Komalasari, 2007 : 555) setidaknya ada empat faktor dibalik tidak adanya

pertalian dari tegaknya nasionalisme. Pertama, basis nasionalisme atau

identitas nasional. Kedua, fragmentasi atau konflik yang terjadi. Ketiga,

loyalitas yang berlapis. Keempat, sirkulasi antara identifikasi subjeksitas

individu dan masyarakat yang sifatnya voluntaris atas keberadaan suatu

nation.

Dewasa ini harus diakui bahwa kesadaran Nasionalisme sedang

mengidap banyak masalah berat, yang memerlukan pembenahan secara serius.

Kegagalan pembenahannya akan mempunyai dampak terhadap persatuan

bangsa dan kesatuan negara Indonesia. Dengan kilas balik ke sejarah lampau,

kita melihat jelas bahwa selama Indonesia dalam kekuasaan rezim Orba

berlaku tatanan pemerintahan kediktatoran-militer yang anti demokrasi, anti

nasional, anti HAM, anti hukum dan keadilan, yang menumpas ideal

57
nasionalisme Indonesia. Kekuasaan demikian, yang berlangsung selama 32

tahun dan menggunakan pendekatan kekerasan, telah mematikan inisiatif dan

kreativitas rakyat, memperbodoh rakyat.

Di sisi lain tindakan rezim Orba tersebut menumbuhkan kebencian

rakyat mendasar, terutama rakyat luar Jawa yang merasakan kekayaan

alamnya dijarah dan kebudayaannya dieliminir. Dari situasi yang demikian itu

rakyat daerah luar Jawa merasakan ketidakadilan yang sangat mendalam, yang

mengakibatkan tumbuhnya benih-benih gerakan disintegrasi dalam negara

Indonesia. Di samping itu konflik yang bernuansa SARA, seperti misalnya

antara suku Dayak dengan suku Madura (di Kalimantan), antara ummat

Kristen dengan ummat Islam (di Maluku dan Sulawesi), penganiayaan fisik

dan pengrusakan hartabenda etnik Tionghoa (di Jakarta) ditengarai sebagai

penyebab retaknya bangunan nasionalisme Indonesia.

Di era reformasi dan otonomi ini, nasionalisme Indonesia justru

terasa kabur. Akumulasi itu terjadi karena nasionalisme sudah kehilangan

makna dan ruhnya ketika ia sudah teramat sering dibajak oleh rezim untuk

kepentingan kekuasaan. Nasionalisme tak jarang dipakai sebagai komoditas

politik dan tameng untuk melanggengkan kekuasaan yang korup dan otoriter.

Konteks inilah yang mengantarkan nasionalisme menjadi meaningless, usang

dan tak bermakna.

3. Mahasiswa dan Nasionalisme

Mahasiswa merupakan kelompok strategis komponen bangsa, yang

58
sekaligus mempunyai peran sentral dalam mempelopori gerakan-gerakan

nasional yang dapat membangkitkan semangat nasionalisme. Dalam perspektif

sejarah, gerakan mahasiswa telah dibuktikan bahwa peran mereka begitu besar

dalam mengorganisisr perjuangan bangsa Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat

dari catatan awal pembentukan nasionalisme Indonesia (seperti Budi Utomo,

Syarikat Islam, Indische Partij, Perhimpunan Indonesia) yang merupakan

bukti sejarah tentang gerakan mahasiswa.

Merekalah yang memepolopori bangkitnya gerakan kebangsaan

Indonesia, dari mulai Kebangkitan Nasional 1908, Sumpah Pemuda 1928,

hingga mencapai puncaknya ketika Proklamasi 1945. Hal ini juga dibuktikan

dengan adanya sebuah catatan A. Fanar Syukri (2003) yang menyatakan

bahwa :

“Peran nyata para pemuda dan mahasiswa dalam 5 gelombang


nasionalisme di Indonesia, yang berulang hampir 29 tahun
sekali, dapat kita lihat dari perjalanan sejarah nasional; sejak
Sumpah Pemuda 1928, Kemerdekaan 1945, bangkitnya Orde
Baru 1966 dan bangkitnya Orde Reformasi 1998”.

Gerakan mahasiswa tidak dapat dilepaskan dari agenda-agenda

nasional yang akan berdampak terhadap keberlangsungan negara-bangsa

Indonesia. Dalam hal ini nasionalisme juga menjadi sebuah agenda yang

menjadi landasan bagi pergerakan mahasiswa. Kita dapat melihat bahwa

dalam medio 1908 para mahasiswa STOVIA berkumpul untuk mendirikan

sebuah organisasi yang kelak akan menjadi tonggak pergerakan nasional

Indonesia. Kemudian di era 1920-an berdirilah partai-partai politik yang

dicetuskan oleh para mahasiswa (seperti PNI Soekarno) yang bernapaskan

59
semangat nasionalisme. Kemudian para pemuda (mahasiswa) melaksanakan

kongres yang kemudian menghasilkan sebuah sumpah yang menjadi dasar

perjuangan melawan kolonialisme yang dilakukan tanpa kekerasan. Sampai

kemudian mencapai momentum proklamasi kemerdekaan.

Pasca kemerdekaan gerakan mahasiswa dalam hal nasionalisme lebih

ditekankan pada kondisi ekonomi serta sosial-politik. Kita dapat melihat pada

periode 1960-an aksi dan gerakan mahasiswa didasarkan pada perbaikan

kondisi ekonomi dan politik yang didasarkan pada jiwa dan semangat

nasionalisme. Contoh nyata ialah tuntutan tentang penurunan harga-harga

serta pengembalian Irian Barat ke tangan NKRI. Periode 1970-an semangat

nasionalisme mahasiswa masih digelorakan melalui isu-isu ekonomi dan

politik. Seperti pada 15 Januari 1974 (peristiwa malari) dimana terjadi aksi

mahasiswa guna menolak penanaman modal asing. Momentum berikutnya

ialah pada tahun 1998 dimana terjadi reformasi yang salah satu tuntutannya

ialah pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme yang menipiskan sikap

nasionalisme. Era pasca reformasi agenda gerakan mahasiswa mengenai

nasionalisme diisi dengan tuntutan penolakan terhadap investasi asing,

nasionalisasi aset bangsa serta pemberantasan korupasi, kolusi dan nepotisme.

Gerakan mahasiswa dan nasionalisme dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 2.2. Deskripsi Gerakan Mahasiswa dan Nasionalisme

Periode Deskripsi
1908 Dibentuknya Budi Utomo oleh mahasiswa STOVIA, yang
kemudian diyakini dan dijadikan sebagai kebangkitan
nasionalisme Indonesia.
1920-an Terselenggaranya Kongres Pemuda dan lahirnya Sumpah
Pemuda yang dipelopori oleh para mahasiswa. Selain itu,

60
berdiri pula partai politik yang berlandaskan nasionalisme
(PNI) yang didirikan oleh mahasiswa (Soekarno). Momentum
ini dijadikan sebagai tonggak bagi perjuangan nasional
bangsa Indonesia.
1945 Para mahasiswa mendesak para tokoh pejuang untuk
memproklamirkan kemerdekaan. Hasilnya ialah proklamasi
kemerdekaan dibacakan tanpa menunggu pemberian Jepang.
1960 Nasionalisme mahasiswa didasarkan pada kondisi ekonomi
serta politik (penurunan harga BBM dan pengembalian Irian
Barat ke tangan NKRI). Salah satu peristiwa yang terkenal
ialah tewasnya aktivis mahasiswa Arief Rahman Hakim.
1970-an Semangat nasionalisme mahasiswa ditunjukkan melalui
penolakan terhadap penanaman investasi asing di Indonesia.
Salah satu tragedi yang paling dikenang ialah peristiwa
MALARI dimana saat itu mahasiswa menolak kedatangan
Perdana Menteri Jepang yang diduga akan menanamkan
modalnya di Indonesia.
1998 Gelora reformasi didasarkan pada semangat anti KKN yang
akan mengikis semangat nasionalisme bangsa. Momentum ini
kemudian menjadi perubahan bagi berbagai sistem kehidupan
yang ada di Indonesia.
Pasca 1998-sekarang Semangat nasionalisme mahasiswa ditunjukkan dengan
tuntutan pemberantasan korupsi serta melakukan
nasionalisasi aset asing yang ada di Indonesia.

Dalam era kemerdekaan sekarang, peran mahasiswa dituntut untuk

lebih giat lagi dalam mengaktualisasikan nasionalismenya. Hanya saja,

nasionalisme sekarang berbeda dengan nasionalisme pada zaman sebelum

kemerdekaan. Menurut Mupid Hidayat (2008 : 91) mahasiswa dalam segi

historis, telah berhasil menggerakan kesadaran kolektif seluruh komponen

bangsa untuk terlibat dalam upaya perubahan. Hal ini tidak lepas dari peran

mahasiswa sebagai agent of change dan pressure group yang berpegang pada

idealisme dan cita-cita luhur untuk memajukan bangsa dan negara. Hakekat

daripada nasionalisme mahasiswa adalah menjadikan bangsa Indonesia

menjaadi bangsa yang kuat, sejahtera, adil dan makmur.

61
Nasionalisme mahasiswa tidak hanya sekedar cinta tanah air, bangga

sebagai bangsa Indonesia, rela berkorban, cinta produksi sendiri, dan slogan-

slogan verbalistik lainnya yang hanya merupakan simbol-simbol. Tetapi,

nasionalisme mahasiswa hendaknya mencakup segala aspek kehidupan

kebangsaan menuju tercapainya cita-cita nasional. Mahasiswa Indonesia harus

sungguh-sungguh dalam mempersiapkan dan meningkatkan kualitas dirinya

agar mampu membangkitkan kembali nasionalisme Indonesia. Ketika kualitas

diri mahasiswa Indonesia meningkat dan kajian ilmiah semakin menguat,

mahasiswa Indonesia akan mampu menjadi poros bagi pergerakan

nasionalisme di Indonesia.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian merupakan suatu tindakan dan usaha untuk dapat meningkatkan

dan mengembangkan ilmu pengetahuan agar lebih maju dan berkembang.

Sehingga hasil penelitian dapat dijadikan dasar bagi peningkatan dan

pengembangan ilmu pengetahuan. Mengingat hasil penelitian begitu penting

peranannya terhadap perkembangan ilmu pengetahuan maka penelitian harus

memenuhi syarat-syarat tertentu seperti sesuai dengan metode ilmiah, menurut

kerangka yang sistematis dan terencana.

Kegiatan penelitian akan terlakasana dengan baik apabila sesuai dengan

62
prosesur penelitian. Oleh karena itu sebelum kegiatan penelitian di laksanakan

terlebih dahulu harus dipersiapkan segala sesuatunya dengan baik, teliti dan

teratur sesuai dengan prosedur penelitian. Prosedur dan persiapan yang peneliti

lakukan meliputi hal-hal seperti ; menentukan metode, teknik pengumpulan data,

persiapan penelitian serta teknik pengolahan dan analisis data.

A. Metode Penelitian

Metodologi secara istilah berasal dari kata metode yang berarti cara yang

tepat untuk melakukan sesuatu dan logos yang artinya ilmu pengetahuan. Dengan

demikian metodologi merupakan cara melakukan sesuatu dengan menggunakan

pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan. Metodologi penelitian

adalah suatu cara yang digunakan dalam mencari sesuatu hal dengan

menggunakan logika berpikir sehingga diperoleh suatu hasil yang diinginkan.

Cholid dan Abu Achmadi (2003 : 2) memberikan batasan mengenai

metodologi penelitian, yakni sebagaimana berikut ini :

Metodologi penelitian adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang


membicarakan/mempersoalkan mengenai cara-cara melaksanakan
penelitian (yaitu meliputi kegiatan-kegiatan mencari, mencatat,
merumuskan, menganalisis, sampai menyusun laporannya) berdasarkan
fakta-fakta atau gejala-gejala secara ilmiah.

Metode yang digunakan untuk menganalisis permasalahan dalam

penelitian ini yaitu metode deskriptif analitis. Metode deskriptif analitis yaitu

metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian,

fenomena-fenomena yang sedang terjadi dan berhubungan dengan kondisi masa

kini. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Suharsimi Arikunto (1993 : 25)

63
bahwa :

Apabila peneliti bermaksud mengetahui keadaan sesuatu mengenai apa


dan bagaimana, berapa banyak, sejauh mana dan sebagainya, maka
penelitiannya bersifat deskriptif, yaitu menjelaskan atau menerangkan
peristiwa.

Best dalam Sukardi (2004 : 157) menyebutkan bahwa metode deskriptif

berusaha menggambarkan dan menginterpretrasi objek sesuai dengan apa adanya.

Lebih lanjut, Sukardi (2004 : 157) mengatakan bahwa :

Penelitian deskriptif merupakan penelitian, dimana pengumpulan data


untuk mengetes pertanyaan penelitian atau hipotesis yang berkaitan
dengan keadaan dan kejadian sekarang. Mereka melaporkan keadaan objek
atau subjek yang diteliti sesuai dengan apa adanya.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif. Dalam penelitian ini peneliti akan meneliti aktivitas sejumlah kelompok

manusia yang kaitannya dalam hal perubahan perilaku. Hal tersebut seperti yang

diungkapkan oleh Bogdan dan Taylor dalam Lexy J. Moleong (2004 : 4)

mendefinisikan pendekatan kualitatif sebagai berikut : “metode kualitatif sebagai

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis

atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati”.

Penelitian kualitatif berakar pada latar belakang alamiah sebagai keutuhan,

mengandalkan manusia sebagai alat penelitian, menempatkan metode kualitatif,

mengadakan analisis data secara induktif, mengarahkan sasaran penelitiannya

pada usaha menemukan teori dasar-dasar bersifat deskriptif, lebih mementingkan

proses daripada hasil, membatasi studi dengan fokus, memiliki seperangkat

kriteria untuk memeriksa keabsahan data rancangan. Penelitian bersifat sementara,

dan hasil penelitiannya disepakati kedua belah pihak peneliti dan subjek

64
penelitian. Lebih lanjut penelitian kualitatif ini pada hakekatnya ialah mengamati

orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha

memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya.

B. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi (Pengamatan)

Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara peneliti

mengadakan pengamatan secara langsung terhadap objek yang akan diteliti.

Pengamatan dapat diklasifikasikan atas pengamatan melalui cara berperan serta

dan yang tidak berperan serta. Pada pengamatan tanpa peran serta, pengamat

hanya melakukan satu fungsi, yaitu mengadakan pengamatan. Sedangkan

pengamatan berperan serta melakukan dua peran sekaligus, yaitu sebagai

pengamat dan sekaligus menjadi anggota resmi dari kelompok yang diamatinya.

Dalam hal ini peneliti akan mengamati berbagai aktivitas yang dilakukan

oleh aktivis mahasiswa UPI dan UNPAD, sehingga akan dapat diketahui

perubahan perilaku yang terjadi pada para aktivis yang beraktifitas dalam berbagai

organisasi kemahasiswaan. Terlebih, peneliti juga ingin mengungkapkan analisa

para aktivis mahasiswa tentang tantangan dan strategi negara-bangsa Indonesia.

b. Wawancara

Wawancara merupakan suatu bentuk komunikasi verbal atau semacam

percakapan yang bertujuan memperoleh informasi yang dilakukan antara dua

orang atau lebih. Disamping itu, wawancara dapat dilakukan dimana saja selama

dialog tersebut dapat dilakukan. Wawancara ini sifatnya praktis dan tidak terlalu

65
terikat oleh waktu, tempat dan siapa saja.

Untuk mendapatkan data tentang analisa aktivis mahasiswa tentang

tantangan dan strategi negara-bangsa Indonesia, maka peneliti memilih beberapa

orang (informan), yaitu para aktivis mahasiswa UPI dan UNPAD yang tergabung

dan beraktivitas dalam berbagai macam organisasi kemahasiswaan.

c. Studi Literatur

Studi literatur adalah penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan

mengumpulkan sejumlah buku-buku, majalah, liflet yang berkenaan dengan

masalah dan tujuan penelitian. Teknik ini dimaksudkan agar peneliti dapat

memperoleh informasi tambahan yang erat dan dapat menunjang masalah yang

dikaji atau diteliti. Literatur yang digunakan dalam penelitian ini merupakan

literatur yang berkaitan erat dengan aktivitas para aktivis mahasiswa UPI dan

UNPAD.

d. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi dilakukan dimana peneliti mengumpulkan sejumlah

dokumen yang diperlukan sebagai bahan informasi sesuai dengan masalah

penelitian. Dokumentasi ini dapat berupa foto-foto kegiatan, jurnal atau kegiatan

tertulis lainnya yang dilakukan oleh para aktivis mahasiswa UPI dan UNPAD.

Data yang diperoleh melalui kajian dokumentasi ini dapat dipandang

sebagai sumber yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh

peneliti. Jadi melalui studi dokumentasi ini penulis dapat memperkuat data hasil

observasi dan wawancara yang telah dilaksanakan tentang berbagai hal yang

berkaitan dengan masalah, tujuan, fungsi dan sebagainya.

66
e Triangulasi

Triangulasi merupakan suatu teknik pemeriksaan data dengan

membandingkan data yang diperoleh dari suatu sumber ke sumber lainnya pada

saat yang berbeda, atau membandingkan data yang diperoleh dari suatu sumber ke

sumber lainnya dengan pendekatan yang berbeda untuk mengecek atau

membandingkan data penelitian yang dikumpulkan. Triangulasi dalam penelitian

ini dilakukan dengan membandingkan hasil wawancara dan observasi yang

penulis lakukan dengan hasil wawancara sumber data yang berbeda.

Tujuan dari triangulasi data adalah mengecek kebenaran data tertentu dan

membandingkannya dengan data yang diperoleh dari sumber lain. Dalam

penelitian ini teknik triangulasi dilakukan dengan membandingkan pendapat

antara subjek penelitian dimana kemudian peneliti mengambil pernyataan baru

yang berdasarkan kepada hasil pembandingan pernyataan subjek penelitian serta

dengan menggunakan sumber yang relevan dengan masalah yang dibahas.

C. Tahapan Penelitian

Dalam melakukan penelitian, untuk memudahkan dan membuat penelitian

secara sistematis maka harus melalui beberapa tahapan penelitian. Tahapan

penelitian tersebut ialah sebagai berikut :

1. Persiapan Penelitian

Dalam tahapan ini, peneliti mempersiapkan hal-hal yang berkaitan dengan

penelitian. Seperti menentukan fokus permasalahan serta objek penelitian.

Selanjutnya, peneliti mengajukan judul dan proposal skripsi sesuai dengan apa

67
yang akan diteliti. Setelah proposal atau rancangan penelitian disetujui oleh

pembimbing skripsi maka peneliti melakukan pra penelitian sebagai upaya

menggali gambaran awal dari subjek dan lokasi penelitian.

2. Perizinan Penelitian

Perizinan ini dilakukan agar peneliti dapat dengan mudah melakukan

penelitian yang sesuai dengan objek serta subjek penelitian. Adapun perizinan

tersebut ditempuh dan dikeluarkan oleh :

a. Ketua Jurusan PMPKN FPIPS UPI yang kemudian mengeluarkan

rekomendasi untuk mendapatkan izin dari Dekan FPIPS UPI.

b. Dekan FPIPS UPI melalui Pembantu Dekan I FPIPS UPI

memberikan rekomendasi untuk memperoleh izin dari Rektor UPI

melalui BAAK.

c. Rektor UPI melalui Pembantu Rektor I mengeluarkan rekomendasi

dan izin yang kemudian menjadi modal penting dalam melaksanakan

penelitian.

3. Pelaksanaan Penelitian.

Tahap ini merupakan inti dari penelitian yang dilakukan, dimana peneliti

mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan penelitian yang telah disusun

untuk memecahkan fokus masalah. Penelitian dilakukan kepada subjek-subjek

penelitian yang diyakini dapat memberikan hasil yang sesuai dengan yang

peneliti inginkan.

4. Pengolahan dan Analisis Data.

Dalam tahap ini data yang diperoleh melalui penelitian, diolah sesuai susunan

68
kebutuhan peneliti dari informasi yang telah dikumpulkan. Setelah itu

dilakukan analisis data untuk mencari kebenaran dalam menjawab fokus

masalah.

5. Penyusunan Laporan.

Dalam tahapan ini peneliti menggabungkan seluruh bagian/bab penelitian

yang telah ditulis peneliti, untuk dipertanggungjawabkan peneliti dalam

sebuah sidang ujian skripsi.

D. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Teknik pengolahan data dilakukan setelah data diperoleh dari hasil

observasi, wawancara, angket, studi dokumentasi dan studi literatur. Sedangkan

analisis data diperlukan untuk mendapatkan informasi yang berarti agar dapat

mengungkapkan permasalahan yang diteliti.

Analisis data dilaksanakan dalam suatu proses. Proses berarti

pelaksanaannya sudah mulai dikerjakan secara intensif, yaitu sesudah

meninggalkan lapangan. Sebab apabila pelaksanaan analisis data hanya

dilaksanakan diakhir penelitian maka hal tersebut akan merepotkan penulis.

Analisis data harus dimulai sejak awal. Data yang diperoleh harus segera

dituangkan dalam bentuk tulisan dan dianalisis.

Dalam melakukan proses pengolahan dan analisis data, peneliti mengacu

pada teknik yang dikemukakan oleh Lexy J. Moleong (1994 : 190) :

a. Reduksi data yang dilakukan dengan jalan membuat


abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman
inti.
b. Menyusunnya dalam satuan-satuan yang kemudian

69
dikategorisasikan sambil membuat koding.
c. Mengadakan pemeriksaan keabsahan data dan kemudian
diakhiri dengan penafsiran data.

Dengan mengacu pendapat di atas, maka proses analisis data yang

dilakukan adalah sebagai berikut :

1) Penyeleksian dan Pengelompokan Data

Data yang sudah terkumpul lalu diseleksi kemudian dirangkum dan

disesuaikan dengan fokus penelitian yang telah ditetapkan. Kemudian data

dikelompokkan berdasarkan kategori tertentu untuk dicari tema dan polanya

berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat.

2). Pemeriksaan Keabsahan Data

Untuk memeriksa keabsahan data yang diperoleh melalui teknik

pengumpulan data maka dilakukan proses validitas data dengan menggunakan

prinsip triangulasi data, yaitu melakukan pemeriksaan kebenaran data dengan

menggunakan sumber lain. Lexy J. Moleong (1994 : 178) mengemukakan bahwa

“triangulasi data adalah pengecekan keabsahan (validitas) data dengan

mengkonfirmasi data yang telah ada dengan sumber, metode, pengamat dan

teori”.

Dalam teknik pemeriksaan data ini, data yang diperoleh dari hasil

wawancara atau dokumentasi dicek keabsahannya dengan memanfaatkan

pembanding yang bukan berasal dari data yang terungkap dengan hasil dokumen,

yaitu melalui hasil pengamatan atau observasi.

3). Interpretasi Data

Setelah data dikumpulkan, diseleksi, dikelompokkan serta diperiksa

70
keabsahannya, tahap selanjutnya adalah dilakukan interpretasi atau penafsiran

terhadap keseluruhan data penelitian untuk memberikan makna terhadap data-data

yang telah diperoleh. Sehingga masalah penelitian bisa dipecahkan atau dijawab.

E. Lokasi dan Subjek Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlangsung atau berlokasi di lingkungan kampus UPI dan

UNPAD. Pemilihan lokasi ini adalah tempat beradanya subjek penelitian yang

akan diteliti sehingga penulis yakin akan mendapatkan hasil penelitian yang

maksimal.

2. Subjek Penelitian

Menurut S. Nasution, subjek penelitian adalah sumber yang dapat

memberikan informasi, dipilih secara purposif dan pelaksanaanya sesuai dengan

purpose atau tujuan tertentu. Subjek penelitian ini adalah aktivis mahasiswa UPI

dan UNPAD yang beraktivitas dalam berbagai jenis organisasi kemahasiswaan.

Para subjek penelitian tersebut ialah Presiden BEM REMA UPI, Presiden BEM

HMCH FPIPS UPI, Pengurus MAPACH FPIPS UPI, Ketua Bidang Litbang

UKSK UPI, Anggota Komisariat GmnI FPIPS UPI, Presiden BEM KEMA

UNPAD, Fungsionaris GmnI DPC Cabang Sumedang, dan Asisten Direktur

KOPMA UNPAD.

Alasan mengapa dipilihnya aktivis mahasiswa UPI dan UNPAD ialah

71
karena peneliti beranggapan bahwa para aktivis mahasiswa UPI dan UNPAD

telah banyak mewarnai dunia pergerakan mahasiswa di tingkatan lokal dan

nasional. Para aktivis mahasiswa yang dijadikan subjek penelitian ialah mereka

yang beraktifitas dalam berbagai jenis dan tingkatan organisasi mahasiswa yang

beragam, dilihat dari segi ideologis maupun komposisi keanggotaannya. Selain itu

pemilihan subjek penelitian karena peneliti meyakini akan mendapatkan hasil

yang sesuai dengan apa yang telah ditentukan

BAB IV

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Secara umum mahasiswa dapat dikatakan sebagai pelajar yang menimba

ilmu pada tingkatan pendidikan tinggi. Secara sosiologis pula diyakini bahwa

mahasiswa merupakan sekelompok insan terdidik yang memiliki kemampuan

intelektual dan moralitas yang berbeda dengan kelompok masyarakat lainnya. Hal

tersebut seperti yang diutarakan oleh A.M. Fatwa dalam Syaifullah Syam (2005 :

374) bahwa mahasiswa merupakan kelompok generasi muda yang mempunyai

peran strategis dalam kancah pembangunan bangsa, karena mahasiswa merupakan

sumber kekuatan moral (moral force) bagi bangsa Indonesia.

72
A. Gambaran Umum Kampus UPI dan UNPAD

1. Profil dan Sejarah Singkat Kampus UPI

Universitas Pendidikan Indonesia didirikan pada tanggal 20 Oktober

1954 di Bandung, diresmikan oleh Menteri Pendidikan Pengajaran Mr.

Muhammad Yamin. Semula bernama Perguruan Tinggi Pendidikan Guru

(PTPG), didirikan dengan latar belakang sejarah pertumbuhan bangsa, yang

menyadari bahwa upaya mendidik dan mencerdaskan bangsa merupakan

bagian penting dalam mengisi kemerdekaan. Beberapa alasan didirikannya

PTPG antara lain: Pertama, setelah Indonesia mencapai kemerdekaannya,

bangsa Indonesia sangat haus pendidikan. Kedua, perlunya disiapkan guru

yang bermutu dan bertaraf universitas untuk meningkatkan kualitas

pendidikan yang akan merintis terwujudnya masyarakat yang sejahtera.

Gedung utama UPI bermula dari puing sebuah villa yang bernama

Villa Isola, merupakan gedung bekas peninggalan masa sebelum Perang

Dunia II. Pada masa perjuangan melawan penjajah, gedung ini pernah

dijadikan markas para pejuang kemerdekaan. Puing-puing itu dibangun

kembali dan kemudian menjelma menjadi sebuah gedung bernama Bumi

Siliwangi yang megah dengan gaya arsitekturnya yang asli.

Di sinilah untuk pertama kalinya para pemuda mendapat gemblengan

pendidikan guru pada tingkat universitas, sebagai realisasi Keputusan Menteri

Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan Republik Indonesia (Nomor 35742

tanggal 1 September 1954 tentang pendirian PTPG (Perguruan Tinggi

Pendidikan Guru).

73
Pada mulanya PTPG dipimpin oleh seorang Dekan yang membawahi

beberapa jurusan dan atau balai, yakni:

 Ilmu Pendidikan

 Ilmu Pendidikan Jasmani;

 Bahasa dan Kesusastraan Indonesia;

 Bahasa dan Kesusastraan Inggris;

 Sejarah Budaya;

 Pasti Alam;

 Ekonomi dan Hukum Negara; dan

 Balai Penelitian Pendidikan.

Sejalan dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan

Kebudayaan No. 40718/S pada waktu itu, yang menyatakan bahwa PTPG

dapat berdiri sendiri menjadi perguruan tinggi atau perguruan tinggi dalam

universitas, maka seiring dengan berdirinya Universitas Padjadjaran

(UNPAD), pada tanggal 25 November 1958 PTPG diintegrasikan menjadi

fakultas utama Universitas Padjadjaran dengan nama Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan (FKIP).

Untuk memantapkan sistem pengadaan tenaga guru dan tenaga

kependidikan, berbagai kursus yang ada pada waktu itu, yaitu pendidikan guru

B I dan B II, diintegrasikan ke dalam FKIP melalui Surat Keputusan Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 6 Tahun 1961. Selanjutnya FKIP

berkembang menjadi FKIP A dan FKIP B. Pada saat yang sama, berdiri pula

Institut Pendidikan Guru (IPG), yang mengakibatkan adanya dualisme dalam

74
lembaga pendidikan guru. Untuk menghilangkan dualisme tersebut, pada

tanggal 1 Mei 1963 dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 1 tahun 1963,

yang melebur FKIP dan IPG menjadi Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan

(IKIP) sebagai satu satunya lembaga pendidikan guru tingkat universitas.

FKIP A/FKIP B dan IPG yang ada di Bandung akhirnya menjadi Institut

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung (IKIP Bandung).

IKIP Bandung saat itu telah memiliki lima fakultas, yaitu Fakultas

Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan Ilmu Sosial, Fakultas Keguruan Sastra

dan Seni, Fakultas Keguruan Ilmu Eksakta, dan Fakultas Keguruan Ilmu

Teknik. Kebutuhan akan tenaga guru kian mendesak, demikian pula

tumbuhnya hasrat untuk meningkatkan dan memeratakan kemampuan para

guru. Hal ini mendorong IKIP Bandung membuka ekstension, antara tahun

1967 1970 IKIP Bandung membuka ekstension di hampir seluruh kabupaten

di Jawa Barat.

Peranan IKIP Bandung di tingkat nasional semakin menonjol, setelah

pemerintah menetapkan bahwa IKIP Bandung menjadi IKIP Pembina yang

diserahi tugas membina beberapa IKIP di luar Pulau Jawa, yaitu IKIP

Bandung Cabang Banda Aceh, Palembang, Palangkaraya, dan Banjarmasin.

Sesuai dengan kebijaksanaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, pada

awal tahun 1970 an, secara bertahap ekstension tersebut ditutup dan cabang

cabang IKIP di daerah menjadi fakultas di lingkungan universitas di daerah

masing masing.

Untuk meningkatkan mutu tenaga pengajar, pada tahun 1970 IKIP

75
Bandung membuka program Pos Doktoral melalui pembentukan Lembaga

Pendidikan Pos Doktoral (LPPD) PPS yang mengelola Program S2 dan S3.

Pada tahun 1976 LPPD diubah namanya menjadi Sekolah Pasca Sarjana, pada

tahun 1981 berubah menjadi Fakultas Pasca Sarjana dan tahun 1991 menjadi

Program Pascasarjana (PPS).

Penataan program pendidikan tinggi yang dilakukan oleh pemerintah

dengan menerapkan multiprogram dan multistrata, ditindaklanjuti IKIP

Bandung dengan membuka Program Diploma Kependidikan. Untuk

meningkatkan kualifikasi guru SD menjadi lulusan D II, tahun ajaran 1990/

1991, diselenggarakan Program D II Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Selain

diselenggarakan di Kampus Bumi Siliwangi program ini juga diselenggarakan

di Unit Pelaksana Program (UPP) pada beberapa sekolah eks SPG yang

diintregarasikan ke IKIP. Guna meningkatkan kualifikasi Guru Taman Kanak-

kanak atau play group pada tahun 1996/1997 IKIP Bandung membuka

Program D II PGTK.

Seiring dengan kebijakan pemerintah di bidang pendidikan tinggi yang

memberikan perluasan mandat bagi Lembaga Pendidikan Tenaga

Kependidikan (LPTK) yang harus mampu mengikuti tuntutan perubahan serta

mengantisipasi segala kemungkinan dimasa datang, IKIP Bandung diubah

menjadi Universitas Pendidikan Indonesia melalui Keputusan Presiden RI No.

124 tahun 1999 tertanggal 7 Oktober 1999.

Untuk memperluas jangkauan dalam mendukung pembangunan

nasional, UPI harus mampu berdiri sendiri dan berkiprah. Kebulatan tekad ini

76
menumbuhkan keyakinan akan kemampuan yang telah dimilikinya. Tekad ini

memberi keyakinan kepada pemerintah bahwa UPI telah dapat bediri sendiri

dan dapat diberikan tanggung jawab yang lebih besar. Dengan kepercayaan

ini, melalui Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2004, UPI diberi otonomi dan

menjadi Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara (PT BHMN).

Pengembangan dan peningkatan UPI tidak saja berorientasi pada

bidang akademik, tetapi juga dalam berbagai bidang, termasuk pemantapan

konsep dan rencana pembangunannya. Melalui bantuan Islamic Development

Bank (IDB) tengah merancang dan menata pembangunan gedung kampus

yang megah, modern dan representatif sebagai penunjang kegiatan belajar

mengajar. Bermodalkan kemampuan yang dimiliki Universitas Pendidikan

Indonesia bertekad menjadikan lembaga pendidikan ini terdepan dan menjadi

Universitas Pelopor dan Unggul (Leading and Outstanding University).

2. Profil Kegiatan Kemahasiswaan UPI

Pengembangan kemahasiswaan di lingkungan UPI berazaskan pada

keimanan dan ketakwaan; kebenaran yang hakiki; kebenaran ilmiah;

kependidikan; kebebasan mimbar dan kebebasan akademik; keadilan;

demokrasi, hak asasi manusia, kemajemukan dan kemitraan; edukasi, ilmiah

dan religius; silih asah, silih asih dan silih asuh.

Organisasi kemahasiswaan (ormawa) adalah wahana dan sarana

mahasiswa yang digunakan untuk mengembangkan wawasan dan peningkatan

kecendekiaan serta integritas kepribadian secara kolektif. Ditinjau dari

77
kedudukannya ormawa dapat dikelompokkan dalam dua bagian; yaitu ormawa

Intra-Perguruan Tinggi dan ormawa Antar-Perguruan Tinggi.

Ormawa Intra-Perguruan Tinggi bertujuan untuk meningkatkan

kecendekiaan, daya intelektualitas, mengembangkan bakat dan minat, serta

memupuk integritas kepribadian dalam rangka pencapaian tujuan perguruan

tinggi. Organisasi Antar-Perguruan Tinggi bertujuan meningkatkan kerja sama

pengembangan ilmu pengetahuan dan profesi bidang studi serta memelihara

rasa persatuan dan kesatuan.

Jenis dan bentuk ormawa didasarkan pada lingkup dan tingkatannya.

Contohnya ialah bentuk ormawa ditingkatan jurusan, fakultas dan universitas.

Umumnya di UPI ormawa yang ada menganut sistem student government

dimana terdapat lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Selain itu terdapat

pula unit kegiatan mahasiswa (UKM) yang mengkhususkan kegiatannya pada

bidang minat.

Berikut adalah daftar ormawa di UPI :

Tabel 4.1. Daftar Ormawa UPI

Jenis/Tingkatan Ormawa Contoh Nama Ormawa


Tingkat Jurusan HMCH, HIMAS, HMJ GEOGRAFI, KM
EKONOMI, KBTN, AMA, MAHAPROPESI,
FOPMAP, SASTRASIA, PENTRASADA, AESF,
ESA, DSV, HIMABAJA, KEMABA, HIMASRA,
HMJ STM, IDENTIKA, FORMICA, HIMA
KIMIA, HIMA FISIKA, HME, HMTS, HMTM,
HMJ PKK, HMJ IKOR, HMJ ADPEND, HMJ
TEKPEND, HMJ PGSD, HMJ PGTK, HMJ PLS,
HMJ PLB, HMJ PSIKOLOGI.
Tingkat Universitas REMA UPI.
Unit Kegiatan Mahasiswa UKSK, LEPPIM, MAHACITA, MAPACH, UKM
ATLETIK, UKM JUDO, UKM KKI, UKM
PERISAI DIRI, PSTD, BOXER, UKM GULAT,

78
UKM TINJU, UKM SEPAK BOLA, UKM
HOCKEY, UKM BOLA VOLI, UKM TENIS
MEJA, UKM TENIS LAPANGAN, UKM SEPAK
TAKRAW, UKM ANGGAR, PSM, LAKON,
ESTETIKA, STUDIO 229, UFM, PERFORMA,
ASAS, SBL, UKDM, UPTQ, PKBI, KALAM,
PMK, MAPAD, JANTERA, GANDAWESI,
KSRPMI, PRAMUKA, MENWA, PIKM.
Sumber : Pedoman Pengembangan Kegiatan Kemahasiswaan UPI

3. Profil dan Sejarah Singkat UNPAD

Universitas Padjadjaran didirikan atas prakarsa para pemuka

masyarakat Jawa Barat yang menginginkan adanya perguruan tinggi tempat

pemuda-pemudi Jawa Barat memperoleh pendidikan tinggi untuk

mempersiapkan pemimpin di masa depan. Setelah melalui serangkaian proses,

maka pada tanggal 11 September 1957 Universitas Padjadjaran secara resmi

didirikan melalui Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 1957, dan diresmikan

oleh Presiden Soekarno pada tanggal 24 September 1957.

Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 tidak

saja mengantarkan bangsa Indonesia untuk menikmati arti bebas dari tindasan

penjajah, tetapi juga memperoleh kesempatan untuk membangun

meningkatkan harkat sebagai bangsa yang merdeka. Rakyat Jawa Barat di

tengah gerak dinamika Proklamasi tidak membiarkan kesempatan tersebut

berlalu begitu saja. Tokoh-tokoh masyarakat Jawa Barat berusaha keras

mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan peluang kepada

generasi muda Jawa Barat untuk meningkatkan pendidikannya melalui studi

pada Perguruan Tinggi Negeri.

79
Perjuangan mencerdaskan kehidupan bangsa bagi rakyat Jawa Barat

bukan hanya dimulai sesudah proklamasi melainkan telah dirintis sejak lama,

seperti yang diperjuangkan oleh R. Dewi Sartika, Siti Jenab, Ayu

Lasminingrat, KH. Abdul Halim, Penghulu Haji Hasan Mustofa dan tokoh

masyarakat Jawa Barat lainnya. Hal ini menunjukan bahwa upaya membangun

sarana pendidikan merupakan aspirasi yang fundamental dari rakyat Jawa

Barat. Rintisan upaya dalam bidang itu kemudian ditingkatkan sesuai dengan

tuntutan jamannya. Setelah perang kemerdekaan (1945-1950) berakhir, mulai

dihidupkan upaya membangun perguruan tinggi yang tidak hanya membuka

bidang eksakta, tetapi juga bidang sosial.

Dalam tahun 1950-an, meskipun kota Bandung khususnya Jawa Barat

umumnya masih menghadapi gangguan keamanan, namun usaha membangun

perguruan tinggi negeri terus berjalan terus. Usaha ini mendapat perhatian dan

sambutan yang positif dari pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Tekad ini

lebih besar lagi terutama setelah kota Bandung terpilih sebagai kota

penyelenggara Konferensi Asia Afrika pada tanggal 18 s.d 24 April

1955.Perhatian pemerintah pusat ini memberikan dorongan kepada tokoh Jawa

Barat untuk membentuk Panitia Pembangunan Perguruan Tinggi di kota

Bandung.

Visi Unpad adalah menjadi lembaga pendidikan yang diakui nasional

dan internasional mempunyai komitmen terhadap keunggulan di dalam

penguasaan, pengembangan, dan penerapan ilmu pengetahuan, teknologi, dan

kesenian. Misi Unpad: Melaksanakan manajemen pendidikan, penelitian, dan

80
pengabdian kepada masyarakat, sesuai dengan visi universitas, serta

menghasilkan lulusan yang beriman, cerdas, mandiri, dan berbudaya.

Tujuan Unpad adalah :

1. Dihasilkannya lulusan sebagai sumber daya manusia yang beriman

dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur,

berbudaya, memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan, dan

kebangsaan, berdaya saing, serta memiliki pengetahuan dan

kemampuan akademik untuk diterapkan dan dikembangkan.

2. Berkembangnya ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian

melalui penyelenggaraan Tridarma Perguruan Tinggi.

3. Terbina dan berkembangnya budaya bangsa yang mempunyai

nilai-nilai luhur dan universal.

Selain itu, Universitas Padjadjaran juga memiliki Pola Ilmiah Pokok

yang menjadi panduan bagi sivitas akademika dalam mencapai visi dan

misinya, yaitu Bina Mulia Hukum dan Lingkungan Hidup dalam

Pembangunan Nasional.

4. Profil Kegiatan Kemahasiswaan UNPAD

Pembinaan mahasiswa di lingkungan perguruan tinggi tidak dapat

dilepaskan dari eksistensi mahasiswa dalam totalitas kedudukan, fungsi dan

perannya baik sebagai civitas akademika maupun sebagai unsur terpelajar

bangsa dalam kaitannya sebagai civitas negara yang baik. Program pembinaan

mahasiswa dalam rangka pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi dapat

81
dibedakan atas dua kategori, yakni kategori kegiatan yang bersifat

intrakulikuler dan kegiatan ekstrakulikuler.

Program pengembangan kemahasiswaan disusun mengacu kepada

kondisi mahasiswa dan berpedoman pada strategi pengembangan kegiatan

kemahasiswaan., dinamika kehidupan kemahasiswaan yang dipengaruhi oleh

faktor perguruan tinggi dan faktor lokal, regional maupun nasional serta

internasional. Kegiatan dalam program pengembangan kemahasiswaan pada

dasarnya dikelompokkan atas dasar : penalaran dan keilmuan, bakat minat dan

kemampuan, kesejahteraan serta kepedulian sosial. Contoh dari kegiatan

tersebut ialah PIMNas, LKTM, PKM, Mawapres, LKMM, POMNas, Mapala,

MTQ, Kopma, Pengembangan Desa Binaan, Dialog Kemahasiswaan, dan

lain-lain.

Berikut adalah daftar organisasi mahasiswa yang ada di UNPAD :

Tabel 4.2. Daftar Ormawa UNPAD

Jenis/Tingkatan Ormawa Contoh Nama Ormawa


Tingkat Jurusan / Fakultas NAMA SESUAI JURUSAN DAN
FAKULTAS ; TERDAPAT SISTEM STUDENT
GOVERNMENT.
Tingkat Universitas KEMA UNPAD
Unit Kegiatan Mahasiswa AIESEC, BRIDGE UNPAD, SAR, PSM
UNPAD, MENWA, LPPMD, LISES, KPM
UNPAD, KOPMA UNPAD, JUDO, ESU, DKM
UNPAD, SPEKTRUM, UHU, UBTU, URU,
UPBM-UNPAD, USBU, UNIT TAEKWONDO,
PALAWA, PERISAI DIRI, PRAMUKA.
Sumber : Buku Pengenalan Kampus 2008 UNPAD

B. Deskripsi Hasil Penelitian

82
83
Tabel 4.3. Format Analisa Hasil Penelitian

Fokus Masalah Pemikiran Pakar/Ahli Deskripsi Wawancara Analisis Kesimpulan


4. Bagaimanakah • Menurut F.M. Suseno • Terjadinya disintegrasi dan • Fenomena Tantangan disintegrasi
kaitan (Richard M Daulay, 2003 : hubungannya dengan sikap disintegrasi bangsa bangsa dan modernisasi
tantangan 31-40), beberapa hal yang nasionalisme tidak dapat tentu menjadi sebuah serta globalisasi memiliki
disintegrasi menyebabkan maraknya dipisahkan. Para responden tantangan yang harus kaitan dengan sikap
bangsa serta fanatisme sehingga menilai bahwa keduanya diselesaikan dengan nasionalisme Indonesia.
modernisasi pecahnya integrasi memiliki keterkaitan satu mengerahkan semua Kaitan tersebut ialah
dan globalisasi nasional. Pertama ialah sama lainnya. Sebagai elemen bangsa ini. pertama, tantangan
bagi negara- masalah sentralisme, yang contoh ialah mereka Karena disintegrasi disintegrasi bangsa
bangsa kedua ialah masalah memaparkan bahwa bangsa dikhawatirkan diakibatkan oleh
Indonesia primordialisme, dan yang disintegrasi muncul karena akan menjadi menebalnya rasa fanatisme
dengan sikap ketiga adalah permasalahan jiwa nasionalisme yang tidak pemecah dari kedaerahan yang lebih
nasionalisme ketidakadilan sosial. kuat. Begitu pula dengan kesatuan dan besar daripada rasa
Indonesia ? • Azyumardi Azra (2006 : nasionalisme yang dapat persatuan bangsa kebangsaan sebagai bangsa
149-151) : faktor yang dijadikan sebagai penawar Indonesia. Apalagi yang satu (nasionalisme).
menyebabkan timbulnya bagi penumbuhan sikap negara-bangsa Kedua, tantangan
persoalan disintegrasi nasionalisme guna mengatasi Indonesia merupakan modernisasi dan globalisasi
bangsa ialah ; munculnya persoalan disintegrasi negara-bangsa yang juga memiliki keterkaitan

84
euforia kebebasan yang bangsa. Nasionalisme majemuk baik secara dengan sikap dan rasa
hampir kebablasan, memiliki pengaruh yang etnis, agama maupun nasionalisme karena proses
lenyapnya kesabaran sosial sangat signifikan terhadap politis. modernisasi dan globalisasi
sehingga menyebabkan munculnya fenomena • Modernisasi disisi dikhawatirkan dan diyakini
berbagai tindakan disintegrasi bangsa. lain memberikan akan menipiskan nilai-nilai
kekerasan dan anarki, • Penyebab munculnya dampak positif nasional (nasionalisme)
merosotnya penghargaan disintegrasi bangsa berupa semakin dan lebih menonjolkan dan
dan kepatuhan terhadap setidaknya disebabkan oleh berkembangnya arus mengutamakan nilai-nilai
hukum, etika, moral dan beberapa faktor. Pertama, komunikasi serta asing (barat).
kesantunan sosial, ialah bahwa secara historis pemerataan
pecahnya konflik dan Indonesia merupakan pembangunan.
kekerasan yang bersumber kerajaan-kerajaan yang Namun di kalangan
dan bernuansa etnis. terpisah satu sama lainnya. generasi muda
• Azyumardi Azra (2006 : Kerajaan tersebut memiliki modernisasi terlalu
150-151), globalisasi yang nilai hidup yang berbeda satu identik dengan
tidak terbendung sama lainnya. Selain itu, westernisasi. Hal
memunculkan kultur hibrid pada awal kemerdekaan tersebut nampak dari
di Indonesia...yang secara historis pula Indonesia semakin kentalnya
mengakibatkan lenyapnya merupakan negara serikat budaya barat yang

85
identitas kultural nasional yang memiliki negara bagian dimiliki atau dijalani
dan lokal. sendiri-sendiri. Kedua, ialah oleh bangsa
• H.A.R. Tilaar (2007 : 25- faktor sistem sentralistik Indonesia khususnya
28) Globalisasi membuat yang pernah dipraktekan generasi muda.
manusia lebih berperilaku oleh pemerintah Indonesia.
kosmopolitan dan Sistem ini telah merusak
melemahkan ikatan tatanan budaya lokal dan
kebangsaan, khususnya pendistribusian Sumber Daya
bagi masyarakat kota besar Alam yang tidak merata
yang langsung tersentuh sehingga mengakibatkan
pengaruh global. ketimpangan antar wilayah
Globalisasi sangat berisiko dan daerah. Ketiga, ialah
tinggi bagi terkikisnya pemberlakuan otonomi
nasionalisme. daerah yang pada gilirannya
menyebabkan munculnya
sentimen kedaerahan dan
raja-raja kecil di Indonesia.
Keempat, ialah tidak adanya
pemahaman akan kesatuan

86
dan persatuan dan lebih
menonjolkan kepentingan
golongan. Sehingga konflik
horizontal marak terjadi dan
pada akhirnya berimbas
kepada disintegrasi bangsa.
5. Bagaimanakah • H.A.R. Tilaar (2007 : 25- Pengaplikasian nilai-nilai Pengaplikasian nilai-nilai • Pengaplikasian
perwujudan 28) ialah memperkuat nasionalisme Indonesia dapat nasionalisme Indonesia dapat nilai-nilai
nasionalisme kembali peranan budaya, diwujudkan dalam berbagai cara. diwujudkan dalam berbagai nasionalisme dapat
dalam bahasa dan pendidikan Beberapa cara tersebut ialah ; cara. Pertama, dengan diwujudkan dengan
mengatasi sebagai penopang bagi pertama, dengan memvitalkan peran memvitalkan peran mencintai berbagai
tantangan berkembang dan pendidikan sebagai hal yang utama pendidikan sebagai hal yang hal yang dimiliki
disintegrasi tumbuhnya nasionalisme. dalam menumbuhkan sikap utama dalam menumbuhkan oleh bangsa ini.
bangsa serta • Dadan Wildan (2008), nasionalisme. Kedua, nasionalisme sikap nasionalisme. Kedua, Seperti pendidikan,
modernisasi setidaknya ada beberapa harus dipahami sebagai common nasionalisme harus dipahami karya-karya atau
dan jalan yang dapat digunakan sense atau human nature (sesuatu sebagai common sense atau budaya nasional,
globalisasi ? untuk mejaring arus yang alamiah) yang dimiliki oleh human nature (sesuatu yang produk dalam
globalisasi yang berkenaan bangsa ini. Nasionalisme harus alamiah) yang dimiliki oleh negeri, dan lain
dengan jiwa dan sikap hidup dengan sendirinya dan tidak bangsa ini. Nasionalisme sebagainya.

87
nasionalisme. Pertama, dapat diberikan secara doktrinasi. harus hidup dengan • Pengaplikasian nilai
mewujudkan masyarakat Ketiga, perwujudan nasionalisme sendirinya dan tidak dapat nasionalisme dapat
yang berakhlak mulia, ialah dengan mencintai berbagai hal diberikan secara doktrinasi. melalui berbagai
bermoral, beretika, yang dimiliki oleh bangsa ini. Ketiga, perwujudan elemen kehidupan
berbudaya, dan beradab Seperti pendidikan, karya-karya atau nasionalisme ialah dengan berbangsa dan
berdasarkan falsafah budaya nasional, produk dalam mencintai berbagai hal yang bernegara di
Pancasila. Kedua, negeri, dan lain sebagainya. dimiliki oleh bangsa ini. Indonesia. Seperti
mewujudkan bangsa yang Keempat, pengaplikasian Seperti pendidikan, karya- lewat karya seni
berdaya saing dengan nasionalisme dapat melalui berbagai karya atau budaya nasional, maupun lewat
mengedepankan elemen kehidupan berbangsa dan produk dalam negeri, dan karya ilmiah berupa
pembangunan sumber daya bernegara di Indonesia. Seperti lain sebagainya. Keempat, tulisan.
manusia berkualitas. lewat karya seni maupun lewat pengaplikasian nasionalisme • Perwujudan lainnya
Ketiga, mewujudkan karya ilmiah berupa tulisan. Kelima, dapat melalui berbagai ialah dengan cara
masyarakat demokratis ialah dengan cara penyikapan elemen kehidupan berbangsa penyikapan
berlandaskan hukum dinamika kebangsaan yang terlebih dan bernegara di Indonesia. dinamika
dengan terus memantapkan dahulu dilakukan melalui Seperti lewat karya seni kebangsaan yang
kelembagaan demokrasi pengkajian-pengkajian. Keenam, maupun lewat karya ilmiah terlebih dahulu
yang lebih kokoh. ialah dengan memaknai, menghayati berupa tulisan. Kelima, ialah dilakukan melalui
Keempat, mewujudkan dan memperingati momen-momen dengan cara penyikapan pengkajian-

88
Indonesia aman, damai, penting kebangsaan khususnya yang dinamika kebangsaan yang pengkajian dan
dan bersatu dengan berkenaan dengan rasa kebangsaan terlebih dahulu dilakukan dengan memaknai,
membangun kekuatan TNI dan wawasan kebangsaan. melalui pengkajian- menghayati dan
hingga melampaui pengkajian. Keenam, ialah memperingati
kekuatan esensial dengan memaknai, momen-momen
minimum, serta disegani di menghayati dan penting kebangsaan
kawasan regional dan memperingati momen- khususnya yang
internasional. Kelima, momen penting kebangsaan berkenaan dengan
mewujudkan pemerataan khususnya yang berkenaan rasa kebangsaan
pembangunan dan dengan rasa kebangsaan dan dan wawasan
berkeadilan dengan terus wawasan kebangsaan. kebangsaan.
meningkatkan
pembangunan. Keenam,
mewujudkan Indonesia asri
dan lestari dengan terus
memperbaiki pengelolaan
pelaksanaan pembangunan
yang dapat menjaga
keseimbangan antara

89
pemanfaatan,
keberlanjutan, keberadaan,
dan kegunaan sumber daya
alam dan lingkungan
hidup. Ketujuh,
mewujudkan Indonesia
menjadi negara kepulauan
yang mandiri, maju, kuat,
dan berbasiskan
kepentingan nasional.
Kedelapan, mewujudkan
Indonesia berperan penting
dalam pergaulan dunia
internasional, dengan
memantapkan diplomasi
Indonesia dalam rangka
memperjuangkan
kepentingan nasional.
6. Sarana apa saja • H.A.R. Tilaar • Sarana yang dapat • Pendidikan dapat • Sarana yang dapat

90
yang dapat (2007 : 25) digunakan sebagai dijadikan sebagai digunakan sebagai
digunakan guna mengatakan pembentukan nasionalisme sarana untuk pembentukan
menumbuhkan “beberapa ialah semua sarana dalam memperkuat nasionalisme ialah
dan faktor penting berbagai sendi dan elemen nasionalisme tanpa semua sarana dalam
mengembangka dalam kehidupan berbangsa dan harus menghilangkan berbagai sendi dan
n sikap dan menumbuhka bernegara. Sebagai contoh nilai-nilai elemen kehidupan
jiwa n ialah bahwa berbagai pihak kedaerahan, lokal berbangsa dan
nasionalisme ? nasionalisme dapat mewujudkan upaya maupun etnisitas bernegara. Sebagai
diantaranya pembentukan nasionalisme yang dimiliki oleh contoh ialah bahwa
ialah bahasa, bagi sebuah negara-bangsa. bangsa Indonesia. berbagai pihak
budaya, • Pemahaman akan dinamika • Sarana untuk dapat mewujudkan
pendidikan”. kebangsaan diyakini juga menumbuhkan sikap upaya pembentukan
• Hatta Radjasa sebagai sarana untuk nasionalisme yang nasionalisme bagi
(2007) menumbuhkan sikap berkaitan dengan para sebuah negara-
mengatakan nasionalisme. Contoh aktivis mahasiswa bangsa.
bahwa, kecilnya ialah melalui ialah organisasi • Organisasi
pendidikan penghayatan makna upacara kemahasiswaan kemahasiswaan
sebagai bendera dan lagu-lagu (ormawa). Dalam hal dapat dijadikan
mekanisme perjuangan nasional. Hal ini kegiatan dalam sebagai sarana

91
institusional tersebut dapat dinikmati dan ormawa dapat untuk
yang akan dilakukan oleh semua pihak dikatakan sebagai menumbuhkan
mengakselera yang pada akhirnya akan kegiatan ekstra sikap nasionalisme
si pembinaan membentuk dan kulikuler bagi karena ormawa
karakter menumbuhkan sikap mahasiswa diluar merupakan tempat
bangsa juga nasionalisme. kegiatan belajar untuk
berfungsi mereka di kelas menumbuhkan daya
sebagai arena selama perkuliahan kritis mahasiswa
untuk berlangsung. selain di bangku
mencapai tiga Kegiatan ekstra kuliah. Melalui
hal prinsipil kulikuler sendiri daya kritis itu
dalam memiliki manfaat kemudian dapat
pembinaan diantaranya ialah tertanam sikap dan
karakter meningkatkan watak nasionalisme
bangsa. kemampuan interaksi seorang warga
dan organisasi, negara-bangsa.
menanamkan rasa
kebangsaan serta
menanamkan jati diri

92
mahasiswa.

93
1.Kaitan tantangan disintegrasi bangsa serta

modernisasi dan globalisasi bagi negara-bangsa

Indonesia dengan sikap nasionalisme Indonesia

Para aktivis mahasiswa yang menjadi responden dalam penelitian ini

beranggapan bahwa fenomena disintegrasi bangsa menjadi sebuah ironi bagi

negara majemuk seperti Indonesia. Fenomena disintegrasi diyakini pula

sebagai tantangan bagi eksistensi negara kesatuan Indonesia, mengingat

Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang dan sangat

membutuhkan rasa persatuan dan kesatuan sebagai perekat keberagaman.

Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada aktivis mahasiswa UPI

dan UNPAD diperoleh hasil bahwasanya penyebab munculnya disintegrasi

bangsa setidaknya disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, ialah bahwa

secara historis Indonesia merupakan kerajaan-kerajaan yang terpisah satu

sama lainnya. Kerajaan tersebut memiliki nilai hidup yang berbeda satu

sama lainnya. Selain itu pada awal kemerdekaan secara historis pula

Indonesia merupakan negara serikat yang memiliki negara bagian sendiri-

sendiri. Kedua, ialah faktor sistem sentralistik yang pernah dipraktekan oleh

pemerintah Indonesia. Sistem ini telah merusak tatanan budaya lokal dan

pendistribusian Sumber Daya Alam yang tidak merata sehingga

mengakibatkan ketimpangan antar wilayah dan daerah. Padahal secara

merata pula bahwa Indonesia kaya sekali akan Sumber Daya Alam, dari

ujung barat hingga ujung timur negeri ini. Ketiga, ialah pemberlakuan

otonomi daerah yang pada gilirannya menyebabkan munculnya sentimen

94
kedaerahan dan raja-raja kecil di Indonesia. Keempat, ialah tidak adanya

pemahaman akan kesatuan dan persatuan dan lebih menonjolkan

kepentingan golongan. Sehingga konflik horizontal marak terjadi dan pada

akhirnya berimbas kepada disintegrasi bangsa.

Faktor tersebut di atas diyakini pada akhirnya akan memunculkan

paham chauvinisme dan ethno-nasionalisme. Padahal hal tersebut sangat

bertentangan dengan semangat awal pendirian negara Indonesia yang

mengedepankan nilai-nilai nasionalisme dan mengeyampingkan nilai-nilai

kedaerahan. Disintegrasi bangsa dikatakan dapat menjadi tantangan terbesar

bagi eksistensi Indonesia yang berdiri diatas keragaman.

Terjadinya disintegrasi dan hubungannya dengan sikap nasionalisme

tidak dapat dipisahkan. Para responden menilai bahwa keduanya memiliki

keterkaitan satu sama lainnya. Sebagai contoh ialah mereka memaparkan

bahwa disintegrasi muncul karena jiwa nasionalisme yang tidak kuat. Begitu

pula dengan nasionalisme yang dapat dijadikan sebagai penawar bagi

penumbuhan sikap nasionalisme guna mengatasi persoalan disintegrasi

bangsa. Nasionalisme memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap

munculnya fenomena disintegrasi bangsa.

Modernisasi dan globalisasi yang terjadi di Indonesia diyakini juga

dapat menjadi tantangan bagi nasionalisme bangsa Indonesia dan eksistensi

negara-bangsa Indonesia. Para aktivis mahasiswa mengatakan bahwa

sebenarnya modernisasi dan globalisasi memiliki sisi yang positif, seperti

pembangunan dan perbaikan kondisi bangsa. Namun pada saat yang

95
bersamaan modernisasi dan globalisasi juga memberikan implikasi kepada

pudarnya nilai-nilai kebangsaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.

Hal tersebut diyakini bahwa modernisasi dan globalisasi memberikan

dampak terhadap perubahan pola pikir bangsa Indonesia. Contohnya ialah

bergsernya nilai kebersamaan dalam masyarakat yang tergantikan oleh nilai

individualistik yang pada akhirnya akan memberi dampak pada konflik

dalam masyarakat. Sedangkan tatanan globalisasi memberi efek pada

semakin kental dan menguatnya pemahaman akan dunia global yang disisi

lain justru membuat pemahaman akan kehidupan bangsa sendiri menjadi

pudar.

Para responden memberikan penekanan bahwa di kalangan generasi

muda dan umumnya semua elemen bangsa, yang terjadi dewasa ini justru

lebih kental nuansa westernisasi daripada modernisasi. Sebagai akibatnya

ialah bergesernya nilai-nilai kepribadian bangsa yang berganti dengan nilai-

nilai barat (asing). Pada gilirannya dalam hal ini akan merosotkan nilai-nilai

nasionalisme bangsa Indonesia yang seharusnya menjadi penyaring nilai-

nilai asing dan sebagai penguat dari nilai-nilai kebangsaan.

Responden menganggap bahwa nilai-nilai nasionalisme tidak akan

bertentangan dengan proses modernisasi dan globalisasi yang sedang

dialami oleh bangsa Indonesia. Malah nasionalisme akan menjadi formula

untuk memperkuat proses globalisasi yang sedang terjadi di Indonesia.

Nasionalisme juga diyakini tidak akan menjadi tantangan bagi eksistensi

kemajemukan yang dimiliki oleh negara-bangsa Indonesia. Nasionalisme

96
diyakini dapat menjadi perekat bagi keberagaman yang dimiliki oleh bangsa

Indonesia.

2.Perwujudan nasionalisme dalam mengatasi

tantangan disintegrasi bangsa serta modernisasi dan

globalisasi

Para responden menyatakan bahwasanya nasionalisme sangat

penting dimiliki oleh sebuah negara-bangsa. Hal ini berangkat bahwa

nasionalisme ialah sebagai identitas jati diri bangsa dan jiwa sebuah bangsa,

perekat dari berbagai keberagaman dalam tatanan masyarakat majemuk,

sebagai pembangun karakter bangsa (nation and character building), dan

sebagai pewujudan sikap kritis terhadap dinamika kebangsaan. Nilai-nilai

nasionalisme tidak akan bertentangan dengan keberagaman sebuah bangsa

yang majemuk seperti Indonesia. Nasionalisme diyakini dapat menjadi

perekat bagi keberagaman yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.

Para aktivis mahasiswa memandang bahwasanya pengaplikasian

nilai-nilai nasionalisme Indonesia dapat diwujudkan dalam berbagai cara.

Beberapa cara tersebut ialah ; pertama, dengan memvitalkan peran

pendidikan sebagai hal yang utama dalam menumbuhkan sikap

nasionalisme. Kedua, nasionalisme harus dipahami sebagai common sense

atau human nature (sesuatu yang alamiah) yang dimiliki oleh bangsa ini.

Nasionalisme harus hidup dengan sendirinya dan tidak dapat diberikan

secara doktrinasi. Ketiga, perwujudan nasionalisme ialah dengan mencintai

97
berbagai hal yang dimiliki oleh bangsa ini. Seperti pendidikan, karya-karya

atau budaya nasional, produk dalam negeri, dan lain sebagainya. Keempat,

pengaplikasian nasionalisme dapat melalui berbagai elemen kehidupan

berbangsa dan bernegara di Indonesia. Seperti lewat karya seni maupun

lewat karya ilmiah berupa tulisan. Kelima, ialah dengan cara penyikapan

dinamika kebangsaan yang terlebih dahulu dilakukan melalui pengkajian-

pengkajian. Keenam, ialah dengan memaknai, menghayati dan memperingati

momen-momen penting kebangsaan khususnya yang berkenaan dengan rasa

kebangsaan dan wawasan kebangsaan.

Penanganan mengenai permasalahan disintegrasi bangsa dan

modernisasi serta globalisasi juga dapat dilakukan melalui penumbuhan

sikap nasionalisme bagi warga negara-bangsa tersebut. Sebagai contoh ialah

upaya untuk membentuk sikap nasionalisme ialah dengan cara

memperkokoh sendi pendidikan sebagai pilar utama bagi pembentukan sikap

nasionalisme. Selain itu pemerintah juga harus senantiasa mengeluarkan

kebijakan yang pro kepada rakyat yang pada gilirannya akan menumbuhkan

sikap nasionalisme. Penumbuhan dan pembentukan sikap nasionalisme juga

dapat dan harus dilakukan oleh berbagai elemen bangsa sebagai upaya untuk

menyikapi dinamika kebangsaan. Filterisasi budaya yang masuk lewat arus

globalisasi dan modernisasi juga harus dilakukan dengan memperkuat

ideologi dan karakter nasional sebagai elemen vital dalam penyaringan

budaya-budaya luar.

98
3.Sarana yang dapat digunakan guna menumbuhkan

dan mengembangkan sikap dan jiwa nasionalisme

Melalui data yang diperoleh lewat wawancara dengan para subjek

penelitian, para aktivis mahasiswa memiliki gaya yang berbeda dalam

mengaplikasikan nilai-nilai nasionalisme. Namun secara garis besar terdapat

persamaan yakni adanya pengakuan keberagaman yang harus diikat oleh

semangat dan sikap persatuan. Para aktivis mahasiswa mengaplikasikan

nilai-nilai nasionalisme dengan cara sebagai berikut ; pertama, mencoba

untuk memahami hakekat diri sendiri dan masyarakat luas pada umumnya.

Hal ini diwujudkan pula dalam pergaulan sehari-hari tanpa membeda-

bedakan latar belakang apapun serta menghilangkan sifat kedaerahan.

Kedua, memahami dan memaknai momen-momen besar kebangsaan

Indonesia. Seperti Proklamasi, Sumpah Pemuda dan lain sebagainya. Ketiga,

ialah dengan cara mengaplikasikan nilai Tri Dharma Perguruan Tinggi

dalam kehidupan sosial. Keempat, ialah dengan cara memaknai dan

menyikapi dinamika kebangsaan dengan cara mengikuti organisasi

kemahasiswaan maupun organisasi kemasyarakatan yang sesuai dengan

tujuan pribadi.

Menurut data yang diperoleh, para aktivis mahasiswa menyatakan

bahwa sarana yang dapat digunakan sebagai pembentukan nasionalisme

ialah semua sarana dalam berbagai sendi dan elemen kehidupan berbangsa

dan bernegara. Sebagai contoh ialah bahwa berbagai pihak dapat

mewujudkan upaya pembentukan nasionalisme bagi sebuah negara-bangsa.

99
Contohnya ialah melalui pendidikan yang dibentuk dan disturkturkan

oleh pemerintah, diberikan secara non formal dalam kehidupan keluarga dan

masyarakat. Kebijakan secara sturktur oleh pemerintah dalam hal kebijakan

pendidikan menjadi point yang penting bagi penumbuhan nasionalisme.

Mereka memandang bahwa format pendidikan harus dibentuk dan

diberlakukan dalam upaya untuk menumbuhkan sikap wawasan kebangsaan

dan mengenalkan realita kebangsaan. Secara kultur pendidikan untuk

menanamkan nasionalisme juga harus dilakukan melaui kegiatan keluarga

dan masyarakat yang dapat membentuk warga yang paham dan kenal akan

kehidupan kebangsaaan yang dengan sendirinya akan muncul watak

nasionalisme.

Selain itu, melalui pemahaman akan dinamika kebangsaan diyakini

juga sebagai sarana untuk menumbuhkan sikap nasionalisme. Contoh

kecilnya ialah melalui penghayatan makna upacara bendera dan lagu-lagu

perjuangan nasional. Hal tersebut dapat dinikmati dan dilakukan oleh semua

pihak yang pada akhirnya akan membentuk dan menumbuhkan sikap

nasionalisme.

Disamping itu, pihak lain juga harus terlibat dalam menumbuhkan

sikap nasionalisme. Sebagai contoh ialah para seniman dapat menumbuhkan

sikap nasionalisme melalui bidang yang mereka tekuni dengan membuat

karya-karya seni yang berkaitan erat dengan jiwa nasionalisme. Seperti Grup

Band Cokelat yang membuat lagu Merah Putih yang menunjukan kedaulatan

dan semangat nasionalisme Indonesia. Atau para atlet yang berlaga pada

100
kejuaraan internasional yang akan mengangkat harkat bangsa yang erat

kaitannya dengan sikap nasionalisme.

Selain itu menurut responden media massa juga memiliki pengaruh

yang besar sebagai sarana pembentukan sikap nasionalisme. Media massa

harus menjadi wadah yang utama dalam pembentukan sikap nasionalisme

khususnya dengan cara memberikan propaganda untuk pemahaman

kehidupan kebangsaan. Bukan malah menonjolkan kehidupan global yang

pada gilirannya akan menenggelamkan pemahaman akan diri (bangsa)

sendiri.

Sarana yang berkaitan erat dengan para aktivis mahasiswa untuk

menumbuhkan sikap nasionalisme ialah organisasi mahasiswa (ormawa).

Para aktivis mahasiswa beranggapan bahwa ormawa dapat dijadikan sebagai

sarana untuk menumbuhkan sikap nasionalisme karena ormawa merupakan

tempat untuk menumbuhkan daya kritis mahasiswa selain di bangku kuliah.

Melalui daya kritis itu kemudian dapat tertanam sikap dan watak

nasionalisme seorang warga negara-bangsa. Variasi cara yang digunakan

beragam sesuai dengan jenis dan karakter ormawa tersebut. Misalkan untuk

ormawa yang ada di lingkup kampus UPI lebih menekankan kepada

pendidikan sebagai penumbuh nasionalisme. Untuk ormawa yang bergerak

dalam kehidupan kepencinta alaman, sikap nasionalisme ditumbuhkan

melalui peka dan cinta terhadap alam dan lingkungan yang dengan

sendirinya akan menumbuhkan sikap nasionalisme.

Berbagai kegiatan yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan sikap

101
nasionalisme melalui ormawa yang mereka geluit antara lain, pertama,

melakukan diskusi ataupun seminar tentang kebangsaan, yang diharapkan

akan menjadi input bagi penumbuhan sikap nasionalisme. Kedua, dengan

turun langsung kepada masyarakat dengan cara advokasi, aksi massa atau

pengabdian lainnya sebagai wujud penyikapan terhadap dinamika

kebangsaan dan pengaplikasian ilmu yang telah diperoleh. Ketiga, dengan

menyusun kurikulum keormawaan yang berkaitan dengan sikap

nasionalisme. Sebagai contoh dari hasil wawancara ialah adanya kaderisasi

untuk mengenalkan kehidupan kebangsaan. Dalam wawancara yang

diperoleh dengan organisasi kepecinta alaman (MAPACH) salah satunya

ialah ketika kaderisasi dilakukan, kepada anggota diberikan nilai-nilai

nasionalisme yang erat dengan mencintai lingkungan dan tanah air mereka.

Sedangkan di UNPAD sebagai contoh, BEM KEMA UNPAD mengadakan

sebuah kegiatan berupa sekolah kepemimpinan yang diharapkan dapat

menjadi stimulus bagi pemahaman dan penyikapan kehidupan kebangsaan.

Keempat ialah dengan menggunakan media massa, khususnya media cetak,

sebagai alat propaganda untuk menyikapi masalah kebangsaan. Hal ini

dilakukan sebagai upaya pemaksimalan media massa untuk meyikapi

dinamika kebangsaan. Formulasi ini sedang coba digarap oleh aktivis

mahasiswa yang berkecimpung dalam UKSK UPI. Kelima, ialah dengan

memperingati hari besar negara seperti hari kemerdekaan 17 Agustus 1945.

hal tersebut coba diformulasikan oleh HMCH FPIPS UPI yang lingkup

kegiatannya ialah seluruh anggota.

102
C. Analisis dan Pembahasan Hasil Penelitian

1. Kaitan tantangan disintegrasi bangsa serta modernisasi dan

globalisasi bagi negara-bangsa Indonesia dengan sikap

nasionalisme Indonesia

Dari hasil wawancara yang dilakukan terungkap bahwa para aktivis

mahasiswa memberikan analisa mengenai fenomena disintegrasi bangsa

yang sedang melanda Indonesia. Menurut mereka fenomena disintegrasi

bangsa tentu menjadi sebuah tantangan yang harus diselesaikan dengan

mengerahkan semua elemen bangsa ini. Karena disintegrasi bangsa

dikhawatirkan akan menjadi pemecah dari kesatuan dan persatuan bangsa

Indonesia. Apalagi negara-bangsa Indonesia merupakan negara-bangsa yang

majemuk baik secara etnis, agama maupun politis.

Analisa para aktivis mahasiswa di atas nampaknya sejalan dengan

apa yang diungkapkan oleh Azyumardi Azra. Azyumardi Azra ( 2006 : 145)

menyatakan bahwa “...ethno-nationalism dan tribalism menunjukkan gejala

peningkatan...sebagai penyebab “Balkanisasi” yang terus mengancam

integrasi negara-bangsa yang majemuk dari sudut etnis, sosio-kultural dan

agama seperti di Indonesia”.

Fenomena tersebut di atas tentu menjadi sebuah tantangan dan

ancaman bagi kesatuan negara-bangsa Indonesia. Mengingat bahwa secara

implisit dan eksplisit dalam Konstitusi Negara, disebutkan bahwa Indonesia

merupakan negara kesatuan. Gejala tersebut dikhawatirkan akan

103
menguatkan rasa etnisitas dan pada gilirannya mempersempit persatuan dan

kesatuan, yang seharusnya menjadi modal bagi terwujudnya integrasi

nasional.

Para aktivis mahasiswa UPI dan UNPAD memberikan analisa

mengenai penyebab munculnya disintegrasi bangsa di Indonesia. Pertama,

ialah bahwa secara historis Indonesia merupakan kerajaan-kerajaan yang

terpisah satu sama lainnya. Kerajaan tersebut memiliki nilai hidup yang

berbeda satu sama lainnya.selain itu, pada awal kemerdekaan secara historis

pula Indonesia merupakan negara serikat yang memiliki negara bagian

sendiri-sendiri. Kedua, ialah faktor sistem sentralistik yang pernah

dipraktekan oleh pemerintah Indonesia. Sistem ini telah merusak tatanan

budaya lokal dan pendistribusian Sumber Daya Alam yang tidak merata

sehingga mengakibatkan ketimpangan antar wilayah dan daerah. Padahal

secara merata pula bahwa Indonesia kaya sekali akan Sumber Daya Alam,

dari ujung barat hingga ujung timur negeri ini. Ketiga, ialah pemberlakuan

otonomi daerah yang pada gilirannya menyebabkan munculnya sentimen

kedaerahan dan raja-raja kecil di Indonesia. Keempat, ialah tidak adanya

pemahaman akan kesatuan dan persatuan dan lebih menonjolkan

kepentingan golongan. Sehingga konflik horizontal marak terjadi dan pada

akhirnya berimbas kepada disintegrasi bangsa.

Dalam menganalisa hal di atas nampaknya ungkapan dari F.M.

Suseno (Richard M Daulay, 2003 : 31-40), yang memaparkan penyebab

pecahnya integrasi nasional. Pertama ialah masalah sentralisme, yang kedua

104
ialah masalah primordialisme, dan yang ketiga adalah permasalahan

ketidakadilan sosial. Kesemuanya tersebut nampak dalam beberapa konflik

yang menyebabkan disintegrasi, seperti yang terjadi di Aceh, Papua, Riau,

Ambon dan Timor-Timor. Permasalahan disintegrasi bangsa merupakan

tantangan yang harus dihadapi demi bertahannya eksistensi negara-bangsa

Indonesia yang didasarkan atas konsesus bersama serta sikap dan jiwa

nasionalisme.

Disintegrasi bangsa juga dapat ditinjau dari maraknya konflik

horizontal yang bersifat politis maupun ideologis. Pada tingkatan ideologis,

konflik tersebut terwujud dalam bentuk konflik antara sistem-nilai yang

dianut serta menjadi ideologi dari berbagai kesatuan sosial. Pada konflik

yang bersifat politis, konflik tersebut terjadi dalam bentuk pertentangan di

dalam pembagian status kekuasaan dan sumber-sumber ekonomi yang

terbatas adanya di dalam masyarakat. Konflik-konflik ini biasanya terjadi

pada kalangan elite yang akan berekses terhadap kalangan graas roots

(kalangan pada tingkatan terbawah).

Lebih jauh bahwa Azyumardi Azra (2006 : 149-151) memaparkan

bahwa setidaknya beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya persoalan

disintegrasi bangsa. Faktor-faktor tersebut ialah ; munculnya euforia

kebebasan yang hampir kebablasan, lenyapnya kesabaran sosial sehingga

menyebabkan berbagai tindakan kekerasan dan anarki, merosotnya

penghargaan dan kepatuhan terhadap hukum, etika, moral dan kesantunan

sosial, pecahnya konflik dan kekerasan yang bersumber dan bernuansa etnis.

105
Selain hal di atas, Azyumardi melihat bahwa penetrasi dan ekspansi budaya

barat semakin tidak terbendung. Hal penting lainnya ialah bahwa dengan

pemberlakuan desentralisasi terjadi penguatan sentimen kedaerahan yang

kemudian memunculkan local-nationalism.

Dalam upaya mengatasi persoalan disintegrasi bangsa ini, setidaknya

bangsa Indonesia harus menguatkan paham hidup di atas kebersamaan.

Dengan munculnya paham seperti itu maka disintegrasi bangsa dapat

teratasi. Selain itu perlu juga penguatan identitas nasional melalui penguatan

dan pemberdayaan kembali ideologi negara. Richard M Daulay (2003 : 31-

40) mengatakan ada beberapa upaya dan strategi guna mengatasi persoalan

disintegrasi bangsa. Pertama, dengan memperkuat kembali Pancasila

sebagai sebuah ideologi nasional yang dapat memperkokoh persatuan dan

kesatuan bangsa. Kedua, menciptakan keadilan sosial dan pemerataan antara

pusat dan daerah. Ketiga, membangun budaya Indonesia yang akan

menyatukan seluruh elemen bangsa. Keempat ialah pelaksanaan otonomi

daerah yang benar dan tepat. Sehingga antar daerah akan terjalin kerjasama

dan kemajuan tanpa harus menimbulkan kecemburuan dan keinginan untuk

memisahkan diri.

Melalui penelitian yang dilakukan diperoleh hasil penelitian berupa

analisa aktivis mahasiswa mengenai proses modernisasi dan globalisasi.

Menurut mereka bahwa modernisasi disisi lain memberikan dampak positif

berupa semakin berkembangnya arus komunikasi serta pemerataan

pembangunan. Namun di kalangan generasi muda modernisasi terlalu

106
identik dengan westernisasi. Hal tersebut nampak dari semakin kentalnya

budaya barat yang dimiliki atau dijalani oleh bangsa Indonesia khususnya

generasi muda. Padahal modernisasi tentu berbeda dengan westernisasi.

Koentjaraningrat (1990 : 138-142) menyatakan bahwa “Modernisasi

merupakan upaya untuk hidup sesuai dengan zaman dan konstelasi dunia

sekarang…westernisasi merupakan usaha untuk meniru gaya hidup orang

Barat (Eropa Barat atau Amerika)”. Dari hal tersebut dengan jelas bahwa

terdapat perbedaan yang mencolok antara modernisasi dan westernisasi.

Para aktivis mahasiswa memberikan analisa bahwa proses globalisasi

yang sedang dialami oleh bangsa Indonesia memberikan dampak lunturnya

nilai-nilai nasional yang tergantikan oleh nilai-nilai global. Sehingga pada

gilirannya menyebabkan hilangnya kepribadian bangsa Indonesia. Analisa

tersebut nampaknya sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Azyumardi

Azra (2006 : 150-151) mengatakan bahwa ; “globalisasi yang tidak

terbendung memunculkan kultur hibrid di Indonesia...yang mengakibatkan

lenyapnya identitas kultural nasional dan lokal”.

Hal ini tentu menjadi tantangan akan eksistensi negara-bangsa

Indonesia. Mengingat kepribadian nasional merupakan faktor utama untuk

mempertahankan diri. Globalisasi memang perlu dilakukan, tetapi tidak

harus sampai melunturkan nilai-nilai nasional bangsa Indonesia. Cara yang

dapat ditempuh disini ialah dengan penguatan identitas nasional serta

menjadikan ideologi negara sebagai penyaring dari budaya asing yang

masuk ke Indonesia.

107
2. Perwujudan nasionalisme dalam mengatasi tantangan

disintegrasi bangsa serta modernisasi dan globalisasi

Pengaplikasian nilai-nilai nasionalisme Indonesia dapat diwujudkan

dalam berbagai cara. Beberapa cara tersebut ialah ; pertama, dengan

memvitalkan peran pendidikan sebagai hal yang utama dalam

menumbuhkan sikap nasionalisme. Kedua, nasionalisme harus dipahami

sebagai common sense atau human nature (sesuatu yang alamiah) yang

dimiliki oleh bangsa ini. Nasionalisme harus hidup dengan sendirinya dan

tidak dapat diberikan secara doktrinasi. Ketiga, perwujudan nasionalisme

ialah dengan mencintai berbagai hal yang dimiliki oleh bangsa ini. Seperti

pendidikan, karya-karya atau budaya nasional, produk dalam negeri, dan lain

sebagainya. Keempat, pengaplikasian nasionalisme dapat melalui berbagai

elemen kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Seperti lewat

karya seni maupun lewat karya ilmiah berupa tulisan. Kelima, ialah dengan

cara penyikapan dinamika kebangsaan yang terlebih dahulu dilakukan

melalui pengkajian-pengkajian. Keenam, ialah dengan memaknai,

menghayati dan memperingati momen-momen penting kebangsaan

khususnya yang berkenaan dengan rasa kebangsaan dan wawasan

kebangsaan.

Nasionalisme adalah an awareness of membership in a nation

together with a desire to achieve, maintain, and perpetuate the identity,

prosperity, and power of the nation. Suatu kesadaran sebagai bangsa yang

disertai oleh hasrat untuk memelihara, melestarikan dan mengajukan

108
identitas, integritas serta ketangguhan bangsa tersebut. Artinya, nasionalisme

yang diwujudkan atau diaktualisasikan dalam bentuk tindakan untuk

memelihara dan melestarikan identitas dan terus berjuang untuk memajukan

bangsa dan negara, dengan membasmi setiap kendala yang menghalangi

jalan kemajuan bagi bangsa dan negara kita.

Thomas Koten (2005) memberikan penekanan bahwa nasionalisme

kita sekarang bukan lagi berkaitan dengan penjajah, atau terutama terhadap

perilaku ekspansif atau agresor-negara tetangga, melainkan harus dikaitkan

dengan keinginan untuk memerangi semua bentuk penyelewengan,

ketidakadilan, perlakuan yang melanggar HAM dan lain-lain.

Menumbuhkan semangat nasionalisme -cinta tanah air dalam diri anak-anak

bangsa ialah dengan cara menumbuhkan semangat untuk berperilaku jujur,

berdisiplin, tidak korup dan berani untuk melawan segala bentuk

ketidakadilan, kesewenang-wenangan kekuasaan dan lain-lain, di samping

semangat dan keterampilan fisik seperti militer untuk menghadapi setiap

kekuatan yang mengganggu kedaulatan negara RI. Sebuah kekuatan dan

harga diri bangsa bukan terutama pada kekuatan angkatan bersenjata dengan

seluruh persenjataan perang yang canggih, melainkan juga atau bahkan yang

pertama adalah pada masyarakat bangsanya yang berkualitas dan

bermartabat.

Pengaplikasian nilai-nilai nasionalisme dalam kehidupan berbangsa

dan bernegara dapat dilakukan dengan memahami dan menyikapi berbagai

dinamika kehidupan kebangsaan. Dalam konteks masyarakat yang multi

109
kultur nasionalisme harus dijadikan sebagai ideologi bersama yang berdiri

diatas nilai-nilai kedaerahan. Penanaman sikap semacam ini perlu dilakukan

sedini mungkin, dimulai dari pendidikan tingkat dasar dan dalam lingkup

yang sederhana. Penanaman nasionalisme tidak harus dilakukan secara

doktrinasi. Karena jika dilakukan secara doktrinasi pada akhirnya akan

membunuh nilai-nilai lokal (local wisdom atau local genuine) yang malah

akan berdampak kepada pemisahan diri dan penguatan rasa kedaerahan.

Nasionalisme akan tumbuh secara alamiah dalam kehidupan masyarakat jika

adanya toleransi dan sinergitas antara kehidupan berbangsa dan bernegara.

3. Sarana yang dapat digunakan guna menumbuhkan dan

mengembangkan sikap dan jiwa nasionalisme

Nasionalisme bagi sebuah negara-bangsa sangatlah penting. Karena

nasionalisme merupakan identitas nasional bangsa yang bersangkutan,

disamping sebagai kehendak untuk hidup bersama diatas wilayah geo-politik

yang telah ditentukan. Nasionalisme menrupakan pemicu kebangkitan

kembali dari budaya yang telah memberikan identitas sebagai anggota dari

suatu masyarakat-bangsa. Identitas bangsa merupakan suatu pelindung diri

transformasi yang tak terkontrol di era globalisasi. Identitas bangsa

mempunyai arti kebangkitan kembali dari kebudayaan.

Nasionalisme merupakan semangat untuk hidup bersama di atas dan

tanpa mempermasalahkan perbedaan yang dimiliki oleh bangsa majemuk

seperti Indonesia. Nasionalisme bagi bangsa Indonesia ialah sebagai

110
semangat untuk membebaskan diri dari penjajahan, serta sebagai semangat

untuk berdiri di atas keberagaman yang dirangkai dan diikat dalam satu

kesatuan kehendak, cita-cita serta perasaan bersama. Nasionalisme telah

terbukti mampu untuk mengantar Indonesia menjadi bangsa yang merdeka,

yang terlepas dari penjajahan fisik maupun mental.

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa

para aktivis mahasiswa memaparkan bahwa pendidikan merupakan sarana

yang utama dalam pembentukan sikap nasionalisme. Pendidikan secara

formal dan non formal yang dijalani oleh warga negara harus membentuk

watak serta sikap nasionalisme seorang warga negara. Hal tersebut sangat

diyakini oleh mereka para aktivis mahasiswa yang berada dalam lingkup

kampus UPI. Sedangkan bagi para aktivis mahasiswa UNPAD berpendapat

bahwa berbagai sarana dapat digunakan sebagai sarana untuk membentuk

sikap nasionalisme. Diantaranya ialah melalui kebudayaan dan pendidikan.

Merujuk kepada hal tersebut penulis sepakat dengan analisa para

aktivis yang berasal dari dua kampus yang berbeda tersebut. Hal ini sesuai

dengan rujukan penulis yang mengacu kepada pendapat H.A.R. Tilaar (2007

: 25) mengatakan “beberapa faktor penting dalam menumbuhkan

nasionalisme diantaranya ialah bahasa, budaya, pendidikan”.

Hatta Radjasa (2007) mengatakan bahwa “pendidikan sebagai

mekanisme institusional yang akan mengakselerasi pembinaan karakter

bangsa juga berfungsi sebagai arena untuk mencapai tiga hal prinsipil dalam

pembinaan karakter bangsa yaitu: Pertama adalah pendidikan sebagai arena

111
untuk re-aktifasi sejumlah karakter luhur bangsa Indonesia. Secara historis

bangsa Indonesia adalah bangsa besar yang memiliki karakter

kepahlawanan, nasionalisme, sifat heroik, semangat kerja keras serta berani

menghadapi tantangan. Kerajaan-kerajaan Nusantara di masa lampau adalah

bukti keberhasilan kita membangun karakter yang mencetak tatanan

masyarakat maju, berbudaya dan berpengaruh. Kedua adalah pendidikan

sebagai sarana untuk membangkitkan suatu karakter bangsa yang dapat

mengakselerasi pembangunan sekaligus memobilisasi potensi domestik

untuk peningkatan daya saing bangsa. Untuk yang kedua ini maka

perkenankan saya menyampaikan dua karakter penting yakni karakter

kompetitif dan karakter inovatif. Ketiga adalah pendidikan sebagai sarana

untuk menginternalisasikan kedua aspek diatas yakni re-aktifasi sukses

budaya masa lampau dan karakter inovatif serta kompetitif, ke dalam

segenap sendi-sendi kehidupan bangsa dan program pembangunan.

Internalisasi ini harus berupa suatu concerted efforts dari seluruh masyarakat

dan pemerintah”.

Nasionalisme bukan berarti harus menafikkan nilai-nilai etnis

maupun nilai-nilai kedaerahan. Melalui pemahaman seperti ini pendidikan

artinya dapat dijadikan sebagai sarana untuk memperkuat nasionalisme

tanpa harus menghilangkan nilai-nilai kedaerahan, lokal maupun etnisitas

yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Azyumardi Azra juga menekankan

pula mengenai penggunaan pendidikan sebagai sarana untuk menumbuhkan

nasionalisme. Azyumardi Azra (2006 : 159) mengatakan bahwa “pendidikan

112
interkultural diajukan untuk mengubah tingkah laku individu agar tidak

meremehkan apalagi melecehkan budaya orang atau kelompok lain,

khususnya dari kalangan minoritas. Pendidikan interkultural ditujukan untuk

tumbuhnya toleransi dalam diri individu terhadap berbagai perbedaan rasial,

etnis, agama dan lain-lain”. Pendapat Azyumardi Azra tersebut pada

akhirnya diyakini akan membentuk semangat serta jiwa nasionalisme yang

berdiri dan terbentuk di atas nilai-nilai etnisitas.

Bahasa merupakan identitas suatu bangsa. Karena dengan bahasa

akan menunjukan siapa dan bagaimana bangsa tersebut. Bahasa telah

terbukti baik secara historis maupun sosiologis sebagai pembentuk dari

terwujudnya identitas nasional. Dalam perkembangannya dan kehidupan

sosial sehari-hari bahasa dapat dijadikan sebagai alat pemersatu dari

berbagai ragam bahasa yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.

Pemberdayaan budaya sebagai sarana penumbuhan nasionalisme

dilakukan dengan mensinergiskan budaya lokal yang dimiliki oleh bangsa

Indonesia dengan budaya nasional sebagai puncak daripada budaya lokal.

Identitas lokal tidak boleh menjadi penghambat bagi terbentuknya identitas

nasional, juga sebaliknya identitas nasional tidak boleh atau tidak harus

menghilangkan budaya lokal. Budaya lokal harus dijaga agar jangan sampai

terjadi penyimpangan sehingga budaya nasional malah tidak akan terbentuk.

Faktor yang sangat penting dalam pertumbuhan nasionalisme adalah

pendidikan. Pendidikan yang tersentralisasi dalam pengertian tertentu dapat

menjadi suatu alat pemersatu bangsa.

113
Sarana untuk menumbuhkan sikap nasionalisme yang berkaitan

dengan para aktivis mahasiswa ialah organisasi kemahasiswaan (ormawa).

Dalam hal ini kegiatan dalam ormawa dapat dikatakan sebagai kegiatan

ekstra kulikuler bagi mahasiswa diluar kegiatan belajar mereka di kelas

selama perkuliahan berlangsung. Kegiatan ekstra kulikuler sendiri memiliki

manfaat diantaranya ialah meningkatkan kemampuan interaksi dan

organisasi, menanamkan rasa kebangsaan serta menanamkan jati diri

mahasiswa. Dalam konteks ini ormawa harus didesain sebagai sarana yang

mampu mengenalkan realita kebangsaan. Formulasi tersebut dapat

diwujudkan dengan cara merancang dan menentukan format kaderisasi yang

mengenalkan realita kehidupan kebangsaan serta secara rutin melakukan

pengkajian mengenai dinamika negara-bangsa.

Namun cara dan perwujudan organisasi mahasiswa sebagai sarana

untuk menumbuhkan sikap nasionalisme tentu saja sesuai dengan lingkup

dan sifat organisasi mahasiswa tersebut. Contohnya ialah untuk mahasiswa

UPI lebih mengedepankan sifat pendidikan dalam hal perwujudan sikap

nasionalisme. Hal ini juga sudah barang tentu karena didasarkan pada

identitas pendidikan dalam kampus UPI. Berbeda dengan aktivis mahasiswa

UNPAD yang lebih mengedepankan kegiatan-kegiatan bernuansa sosial-

politik dalam mewujudkan organisasi mahasiswa sebagai sarana untuk

mewujudkan nilai-nilai nasionalisme.

Penulis lebih memiliki kecenderungan memberikan analisa bahwa

keduanya merupakan hal yang memang benar-benar dan harus dilakukan.

114
Mengingat bahwa secara jelas organisasi mahasiswa merupakan wadah

untuk mengasah berbagai minat dan bakat mahasiswa. Selain itu organisasi

mahasiswa dapat dijadikan sebagai “kendaraan politik” agar mahasiswa

dapat mengenal kehidupan sosial dan poltik yang terjadi di masyarakat.

D. Temuan Penelitian

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terdapat beberapa hal

ditemukan walaupun hal tersebut di luar daripada masalah yang dibahas.

Beberapa temuan penelitian tersebut antara lain :

1. Aktivis mahasiswa yang menjadi subjek

penelitian dalam penelitian ini memiliki

karakteristik yang kritis, pekak dan peduli

terhadap dinamika kebangsaan Indonesia,

walaupun karakteristik organisasinya berbeda.

2. Karakteristik organisasi kemahasiswaan

tempat para aktivis beraktivitas berbeda

berdasarkan ruang lingkup dan sifat

keorganisasiannya. Sebagai contoh ialah BEM

REMA UPI yang mengedepankan nilai-nilai

pendidikan dalam menganalisa dinamika

kebangsaan, UKSK UPI yang lebih

menonjolkan semangat demokrasi, HMCH

FPIPS UPI yang mengedepankan pengetahuan

115
dan pemahaman kenegaraan sesuai bidang

ilmu yang digeluti dan MAPACH yang

mengedepankan nilai-nilai kepecinta alaman

dalam menganalisa dinamika kebangsaan

Indonesia.

3. Kegiatan dan aktivitas yang dijalankan oleh

organisasi tersebut diarahkan kepada

pembentukan sikap dan sifat cinta tanah air

yang lingkupnya ialah anggota maupun

masyarakat pada umumnya.

4. Kegiatan kemahasiswaan yang dilakukan oleh

berbagai organisasi tersebut diakomodir oleh

pihak kampus selaku tempat beraktivitasnya

para aktivis mahasiswa tersebut.

5. Kegiatan melalui organisasi kemahasiswaan

diyakini memiliki sumbangsih tersendiri

terhadap pembentukan pengetahuan, watak,

mental serta sikap para aktivis mahasiswa.

Bahkan kegiatan kemahasiswaan juga dapat

dijadikan sebagai sarana yang nyata dalam

mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh

lewat bangku kuliah yang sifatnya formal.

116
117
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah melakukan penelitian dan analisis data maka penulis dalam

tahapan ini akan menyimpulkan beberapa hal yang didasarkan kepada rumusan

masalah yang telah ditentukan. Kesimpulan tersebut ialah sebagai berikut :

A. 1. Kesimpulan Umum

1. Tantangan disintegrasi bangsa dan modernisasi serta globalisasi memiliki

kaitan dengan sikap nasionalisme Indonesia. Kaitan tersebut ialah

pertama, tantangan disintegrasi bangsa diakibatkan oleh menebalnya rasa

fanatisme kedaerahan yang lebih besar daripada rasa kebangsaan sebagai

bangsa yang satu (nasionalisme). Kedua, tantangan modernisasi dan

globalisasi juga memiliki keterkaitan dengan sikap dan rasa nasionalisme

karena proses modernisasi dan globalisasi dikhawatirkan dan diyakini

118
akan menipiskan nilai-nilai dan kepribadian nasional (nasionalisme) dan

lebih menonjolkan serta mengutamakan nilai-nilai asing.

2. Pengaplikasian nilai-nilai nasionalisme dapat diwujudkan dengan

mencintai berbagai hal yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Seperti

pendidikan, karya-karya atau budaya nasional, produk dalam negeri, dan

lain sebagainya. Pengaplikasian nilai nasionalisme dapat melalui berbagai

elemen kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, seperti lewat

karya seni maupun lewat karya ilmiah berupa tulisan. Perwujudan lainnya

ialah dengan cara penyikapan dinamika kebangsaan yang terlebih dahulu

dilakukan melalui pengkajian-pengkajian dan dengan memaknai,

menghayati dan memperingati momen-momen penting kebangsaan

khususnya yang berkenaan dengan rasa kebangsaan dan wawasan

kebangsaan.

3. Sarana yang paling utama untuk menumbuhkan sikap nasionalisme ialah

melalui pendidikan. Pendidikan yang diberikan kepada masyarakat

Indonesia harus mampu mengenalkan realita kehidupan kebangsaan yang

majemuk dan tidak menonjolkan kecintaan yang berlebihan terhadap etnis

asalnya. Namun berbagai sarana juga dapat dilakukan untuk

menumbuhkan sikap nasionalisme, seperti budaya, bahasa dan kebijakan

pemerintah yang memihak pada kepentingan publik.

A. 2. Kesimpulan Khusus

1. Disintegrasi bangsa terjadi karena disebabkan oleh beberapa faktor.

Pertama, ialah bahwa secara historis bangsa Indonesia ialah merupakan

119
sebuah kerajaan yang saling bersaing dalam bentuk nusantara dan bangsa

Indonesia pernah menjadi bangsa yang berdiri sendiri-sendiri ketika

mengalami sistem negara serikat. Kedua, disintegrasi bangsa juga

disebabkan oleh faktor ekonomi, yaitu tidak meratanya pendistribusian

sumber daya alam sehingga memunculkan kecemburuan antar daerah.

Padahal Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam

yang hampir merata di seluruh wilayah Indonesia. Ketiga, ialah dengan

kebijakan politik yang sentralistik menyebabkan munculnya kesenjangan

antar daerah. Khususnya pusat dan daerah. Keempat, ialah dengan

munculnya otonomi daerah menyebabkan seolah munculnya raja-raja kecil

di setiap daerah.

2. Upaya untuk menanggulangi tantangan disintegrasi bangsa ialah dengan

cara memperkuat sendi persatuan dan kesatuan yaitu dari sendi ekonomi,

politik dan ideologi negara. Dari segi ekonomi ialah dengan cara membuat

kebijakan kebijakan yang merata dan tidak bersifat diskriminatif terhadap

daerah-daerah di Indonesia. Sedangkan segi politis dan ideologis ialah

bahwa kebijakan pemerintah jangan sampai menimbulkan kesenjangan

antar daerah dan menjadikan Pancasila sebagai ideologi bersama yang

dapat mengeratkan keberagaman yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.

3. Penyaringan budaya harus dilakukan agar proses modernisasi dan

globalisasi yang sedang dialami oleh Indonesia tidak sampai

mengakibatkan jiwa nasionalisme dan kepribadian bangsa menjadi hilang.

Modernisasi dan globalisasi seharusnya menjadi pemerkaya bagi budaya

120
nasional yang sudah dimiliki oleh bangsa Indonesia. Modernisasi dan

globalisasi yang terjadi agar tidak menghilangkan jiwa nasionalisme harus

memiliki penyaring sehingga budaya barat yang masuk tidak akan

menghilangkan budaya dan kepribadian bangsa Indonesia.

4. Organisasi kemahasiswaan dapat dijadikan sebagai sarana untuk

menumbuhkan sikap nasionalisme karena ormawa merupakan tempat

untuk menumbuhkan daya kritis mahasiswa selain di bangku kuliah.

Melalui daya kritis itu kemudian dapat tertanam sikap dan watak

nasionalisme seorang warga negara-bangsa. Variasi cara yang digunakan

beragam sesuai dengan jenis dan karakter ormawa tersebut.

5. Berbagai kegiatan yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan sikap

nasionalisme melalui ormawa yang mereka geluti antara lain, pertama,

melakukan diskusi ataupun seminar tentang kebangsaan, Kedua, dengan

turun langsung kepada masyarakat dengan cara advokasi, aksi massa atau

pengabdian lainnya sebagai wujud penyikapan terhadap dinamika

kebangsaan dan pengaplikasian ilmu yang telah diperoleh. Ketiga, dengan

menyusun kurikulum keormawaan yang berkaitan dengan sikap

nasionalisme. Keempat ialah dengan menggunakan media massa,

khususnya media cetak, sebagai alat propaganda untuk menyikapi masalah

kebangsaan. Kelima, ialah dengan memperingati hari besar – hari besar

yang diperingati oleh negara.

B. Saran

121
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka penulis bermaksud

untuk memberikan saran atau rekomendasi mengenai pokok permasalahan yang

sedang dibahas. Saran atau rekomendasi tersebut antara lain :

1. Kepada para pelaku supra struktur dan infra struktur

politik di Indonesia sekiranya perlu menaruh

perhatian lebih terhadap fenomena disintegrasi

bangsa dan globalisasi yang sedang dihadapi oleh

bangsa Indonesia agar tantangan disintegrasi bangsa

dan globalisasi tidak menjadi paradoks yang

kemudian akan memecah belah dan menghancurkan

eksistensi negara-bangsa Indonesia. Perhatian

tersebut dapat dilakukan dengan cara

mengedepankan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia

dalam berbagai aspek kehidupan.

2. Kepada pemerintah pusat sebagai pemegang pucuk

kekuasaan, politik dan pemerintahan, agar

senantiasa mengeluarkan kebijakan publik yang

tidak diskriminatif antar daerah di Indonesia.

Pemerintah daerah agar melaksanakan dengan

penuh otonomi daerah dalam upaya untuk

memajukan daerah, tidak mengeluarkan sikap yang

menonjolkan ego kedaerahan, mengedepankan

identitas nasional tanpa menghilangkan atau

122
menipiskan nilai-nilai kearifan lokal.

3. Lembaga penyelenggara pendidikan, baik formal

maupun non-fromal agar segera melakukan

penguatan akan aktualisasi Pancasila sebagai

ideologi negara dan pandangan hidup rakyat

Indonesia serta perlunya penguatan pemahaman

akan kebudayaan dan identitas nasional sangat

diperlukan dan sudah selayaknya diberikan dalam

berbagai jenjang kehidupan dan lapisan kehidupan

sosial. Hal ini sebagai upaya pencegahan terhadap

fenomena disintegrasi yang dapat memecah belah

persatuan dan kesatuan serta globalisasi yang dapat

mengikis habis identitas, kepribadian dan

kebudayaan nasional.

4. Semua elemen dalam kehidupan bernegara yaitu

pemerintah, mahasiswa, partai politik, organisasi

kemasyarakatan dan generasi muda, agar melakukan

penyaringan budaya sehingga proses modernisasi

dan globalisasi yang sedang dialami oleh Indonesia

tidak sampai mengakibatkan jiwa nasionalisme dan

kepribadian bangsa menjadi hilang. Modernisasi

dan globalisasi yang terjadi agar tidak

menghilangkan jiwa nasionalisme harus memiliki

123
penyaring sehingga budaya barat yang masuk tidak

akan menghilangkan budaya dan kepribadian

bangsa Indonesia.

5. Kepada para aktivis mahasiswa agar selalu turut

serta dan melakukan pengkajian dan penyikapan

terhadap berbagai dinamika kebangsaan khususnya

yang berkenaan dengan sikap nasionalisme. Hal ini

juga sebagai upaya perwujudan peran dan fungsi

mahasiswa dalam kehidupan sosial.

6. Kepada para aktivis mahasiswa, kegiatan dan

dinamika organisasi mahasiswa agar selalu

diarahkan kepada penyikapan kehidupan berbangsa

dan bernegara oleh berbagai organisasi mahasiswa

yang berbeda ideologi maupun sifat dan ruang

lingkupnya. Karena pada dasarnya organisasi

mahasiswa merupakan kelompok penekan yang

paling utama dalam menghadapi dinamika

kebangsaan.

7. Kepada kampus UPI dan UNPAD agar kegiatan

kemahasiswaan harus terus diakomodir dan

diarahkan kepada berbagai kegiatan yang bertujuan

untuk menumbuhkan dan mengembangkan

pengetahuan dan penyikapan dinamika kebangsaan

124
Indonesia. Hal tersebut juga sebagai perwujudan

kampus sebagai lembaga yang tidak dapat

dilepaskan dari kehidupan sosial kemasyarakatan.

8. Kepada kampus UPI dan UNPAD agar melakukan

dan melaksanakan tatanan kehidupan dan

lingkungan kampus yang berfungsi sebagai poros

utama pergerakan mahasiswa agar selalu diarahkan

kepada penumbuhan dan pematangan karakter

mahasiswa yang memiliki peran dan fungsi yang

strategis dalam kehidupan sosial masyarakat

Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Andito. 2005. Gerakan Mahasiswa, So What Gitu Lo ?. Makalah pada diskusi


Membedah Ideologi Gerakan Mahasiswa. Lembaga Diskusi Mahasiswa
Universitas Padjadjaran Bandung, 28 Mei 2005.

Apudin. 2005. Mahasiswa dan Masyarakat. Buletin Socius Edisi 1, Januari 2005.

Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.

Asri Sinawang, Helena. 2008. Pendidikan Sejarah untuk Menanamkan dan


Membentuk Nasionalisme. Republika 7 Mei 2008.

Azra, Azyumardi. 2002. Konflik Baru Antar Peradaban, Globalisasi, Radikalisme


& Pluralitas. Jakarta : RajaGrafindo Persada.

Azra, Azyumardi. 2006. Pancasila dan Identitas Nasional Indonesia ; Perspektif


Multikulturalisme. Dalam Restorasi Pancasila ; Mendamaikan Politik
Identitas dan Modernitas. Bogor : Brigthen Press.

Danial AR, Endang dan Nanan Warsiah. 2007. Metode Penulisan Karya Ilmiah.
Bandung : Laboratorium PKN FPIPS UPI.

Dahlan, Alwi. 1996. Globalisasi Wawasan, Komunikasi, dan Informasi :

125
Tantangan Akademisi Masa Depan. Jakarta : BP-7 Pusat.

Daulay, Richard M. 2003. Mewapasai Fanatisme Kesukuan. Jakarta : Departemen


Agama RI.

Ganda, Yahya. 1987. Cara Belajar di Perguruan Tinggi. Bandung : Cipta Restu
Perdana.

Ghazali, Adeng Muchtar. 2004. Civic Education, Pendidikan Kewarganegaraan


Perspektif Islam. Bandung : Benang Merah Press.

Gie, Soe Hok. 2005. Catatan Seorang Demonstran. Jakarta : Pustaka LP3ES
Indonesia.

Gonggong, Anhar. 2002. Indonesia di Simpang Tiga. Yogyakarta : Komunitas


Ombak Jogjakarta.

e) Hadi, Abdul. 2007. Pancasila, Nasionalisme, Islam, dan


Kolonialisme (online). Tersedia dalam www.google.com.

Hamengkubuwono X, Sri Sultan. 2007. Merajut Kembali Keindonesiaan Kita.


Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Hatta, Mohammad. 2008. Demokrasi Kita. Bandung : Sega Arsy.

Hidayat, Mupid. 2008. Nasionalisme Mahasiswa Sebelum dan Sesudah


Reformasi. Dalam “Seabad Kebangkitan Nasional ; Revitalisasi dan
Reaktualisaasi Kebangkitan Nasional Menuju Indonesia Baru yang Adil dan
Sejahtera”. Bandung : Yasindo Multi Aspek.

Koentjaraningrat. 1990. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta :


Gramedia.

Komalasari, Kokom. 2007. Nasionalisme di Era Otonomi Daerah. Jurnal Civicus


1, (8), 553- 562.

Komisariat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia FPIPS UPI. 2007. Dinamika


Pergerakan Mahasiswa. Makalah pada Pekan Penerimaan Anggota Baru
Komisariat GmnI FPIPS UPI, 12 Desember 2007.

Koten, Thomas. 2005. Nasionalisme Kita Masa Kini ; Catatan dari Balik Kasus
Ambalat (online). Tersedia dalam http://www.suarapembaruan.com.

Laode Ngkowe, Ridaya. 1998. Zoon Politicon bergelar Mahasiswa. Dalam Suara
Mahasiswa Suara Rakyat ; Wacana Intelektual di Balik Gerakan Moral
Mahasiswa. Bandung : Remaja Rosda Karya.

126
Lukamanul Hakim, Alif. 2007. Nasionalisme Kita, Nasionalisme Multikultur
(online). Tersedia dalam www.pikiran-rakyatonline.com.

Madjid, Nurcholish. 2003. Indonesia Kita. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Moleong , Lexy J. 1994. Metode Penelitian Skripsi dan Thesis . Bandung :


Angkasa.

Moleong , Lexy J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung :


Rosdakarya.

MS, Burhani dan Hasbi Lawrens. Tanpa tahun . Kamus Ilmiah Populer.
Jombang : Lintas Media.

Narbuko, Cholid dan Abu Achmadi. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta : Bumi
Aksara.

Nasution, S. 2001. Metode Research ( Penelitian Ilmiah). Bandung : Bumi


Aksara.

Nasikun. 2006. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta : RajaGrafindo Persada.

PP No 60 Tahun 1999 Tentang Perguruan Tinggi.

Purwoko, Dwi. 2002. “Dari Bung Karno Ke Megawati”, dalam Megawati


Soekarnoputri Presiden Republik Indonesia. Depok : PT Rumpun Dian
Nugraha- Gema Pesona.

Radjasa, Hatta. 2007. Memaknai Kemerdekaan dari Perspektif Pembinaan


Karakter Bangsa (online). Tersedia dalam http://www.setneg.go.id.

Sage, Lazuardi Adi. 1996. Sebuah Catatan Sudut Pandang Siswono Tentang
Nasionalisme dan Islam. Jakarta : Citra Media.

Sekretariat Negara Republik Indonesia. 1998. Risalah Sidang Badan Penyelidik


Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (online). Tersedia dalam www.setneg.go

Soekarno. 2007. Revolusi Indonesia ; Nasionalisme, Marhaen dan Pancasila.


Yogyakarta : Galang Press.

Soekarno. 2006. Islam, Pancasila dan NKRI. Jakarta : Komunitas Nasionalis


Religius Indonesia.

Soekarno. 2003. Negara Nasional dan Cita-cita Islam. Depok : Vision 03.

127
Sukardi. 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi dan Praktiknya.
Jakarta : Bumi Aksara.

Supriyanto, Enin. 1999. Menolak Menunduk ; Menentang Kebudayaan Represif.


Jakarta : Grasindo.

Susilo Hardianto, Josie. 2008. Dari Nestapa Menuju Bangsa. Kompas 19 Mei
2008.

Syam, Syaifullah. 2005. Pola Adaptasi Mahasiswa Baru Jurusan PMPKN FPIPS
UPI, Studi Analitis Pada Mahasiswa Baru Jurusan PMPKN FPIPS UPI.
Jurnal Civicus 1, (5), 372-382.

Syukri, Fanar A. 2003. Peran Pemuda dan Mahasiswa dalam 20 Tahunan Siklus
Nasionalisme Indonesia (Refleksi 75 tahun Soempah Pemoeda, 1928-2003
(online). Tersedia dalam : www.google.com.

Tilaar, H.A.R. 2007. Mengindonesia Etnisitas dan Identitas Bangsa Indonesia ;


Tinjauan dari Perspektif Ilmu Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.

Universitas Padjadjaran. Buku Pengenalan Kampus 2008. Bandung : Creathink.

Universitas Pendidikan Indonesia. 2004. Pedoman Pengembangan Kegiatan


Kemahasiswaan. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.

//http : www.wikipedia.com//nasionalisme ; searching on June 2008.

Yudhoyono, Susilo Bambang. 2004. Menuju Negara Kebangsaan Modern ;


Wawasan Kebangsaan dan Indonesia Masa Depan. Bogor : Brighten Press.

128

You might also like