You are on page 1of 23

LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA

SEDIAAN APUS DARAH

Kelompok III

Atik Widayati 0904015031 (2G)

Dede Akbar 0904015048 (2G)

Murjiana Candra Sis A 0904015188 (2G)

Siti Luthfiyah 0904017048 (2G)

Sriwulantya 0904015260 (2G)

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA

JAKARTA

2010
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu upaya tubuh untuk mempertahankan diri terhadap masuknya antigen adalah dengan
cara meniadakan antigen tersebut, secara non spesifik yaitu dengan cara fagositosis. Dalam hal
ini, tubuh memiliki sel-sel fagosit yang termasuk ke dalam 2 kelompok sel, yaitu kelompok sel
agranulosit dan granulosit. Kelompok sel agranulosit adalah monosit dan makrofag, sedangkan
yang termasuk kelompok sel granulosit adalah neutrofil, basofil, eosinofil yang tergolong ke
dalam sel PMN (polymorphonuclear). Respon imun spesifik bergantung pada adanya pemaparan
benda asing dan pengenalan selanjutnya, kemudian reaksi terhadap antigen tersebut. Sel yang
memegang peran penting dalam sistem imun spesifik adalah limfosit. Limfosit berfungsi
mengatur dan bekerja sama dengan sel-sel lain dalam sistem fagosit makrofag untuk
menimbulkan respon immunologik. Tujuan dilaksanakannya praktikum ini adalah agar
mahasiswa dapat mengetahui istilah dalam immunobiologi, mampu memahami proses interaksi
antigen-antibodi, mampu menjelaskan reaksi positif maupun negatif dari model tes aglutinasi,
mampu mengenali dan memahami jenis-jenis sel darah yang berperan dalam proses immunologi
serta mampu melakukan prosedur pembuatan sediaan apus.

1.2 Tujuan Praktikum

 Untuk mengetahui secara morfologi sel pada sediaan hapus darah


 Untuk mengetahui kualitas sediaan hapus darah yang baik

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DARAH

Darah merupakan suatu suspensi sel dan fragmen sitoplasma di dalam cairan yang disebut
Plasma. Secara keseluruhan darah dapat dianggap sebagai jaringan pengikat dalam arti luas,
karena pada dasarnya terdiri atas unsur-unsur sel dan substansi interseluler yang berbentuk
plasma. Fungsi utama dari darah adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di
seluruh tubuh. Darah juga menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa
metabolisme, dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang bertujuan
mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit.

Darah manusia berwarna merah, antara merah terang apabila kaya oksigen sampai merah tua
apabila kekurangan oksigen. Warna merah pada darah disebabkan oleh hemoglobin, protein
pernapasan (respiratory protein), yang terdapat dalam eritrosit dan mengandung besi dalam
bentuk heme, yang merupakan tempat terikatnya molekul-molekul oksigen. Darah juga
mengangkut bahan bahan sisa metabolisme, obat-obatan dan bahan kimia asing ke hati untuk
diuraikan dan ke ginjal untuk dibuang sebagai air seni.

Pada manusia umumnya memiliki volume darah sebanyak kurang lebih 5 liter dengan unsur-
unsur pembentuknya yaitu sel-sel darah, platelet, dan plasma. Sel darah terdiri dari eritrosit dan
leukosit, platelet yang merupakan trombosit atau keping darah, sedangkan plasma darah pada
dasarnya adalah larutan air yang mengandung :
Air (90%)

Zat terlarut (10%) yang terdiri dari :


- Protein plasma (albumin, globulin, fibrinogen) 7%
- Senyawa Organik (As. Amino, glukosa, vitamin, lemak) 2.1%
- Garam organik (sodium, pottasium, calcium) 0.9%

Untuk dapat melihat perbedaan dari sel darah dengan plasma dapat dilakukan dengan cara
sentrifugasi tabung hematokrit berisi darah yang telah diberi bahan anti pembekuan.
Eritrosit
Leukosit
Plasma

Dapat dilihat untuk bagian yang berwarna merah merupakan eritrosit, selapis tipis warna putih
merupakan kumpulan sel-sel darah putih ( leukosit) can cairan kuning merupakan plasma.
JENIS SEL DARAH

1. ERITROSIT

Dalam setiap 1 mm3 darah terdapat sekitar 5 juta eritrosit atau sekitar 99%, oleh karena itu setiap
pada sediaan darah yang paling banyak menonjol adalah sel-sel tersebut. Dalam keadaan normal,
eritrosit manusia berbentuk bikonkaf dengan diameter sekitar 7 -8 μm, tebal ± 2.6 μm dan tebal
tengah ± 0.8 μm dan tanpa memiliki inti.
Komposisi molekuler eritrosit menunjukan bahwa lebih dari separuhnya terdiri dari air (60%)
dan sisanya berbentuk substansi padat. Secara keseluruhan isi eritrosit merupakan substansi
koloidal yang homogen, sehingga sel ini bersifat elastis dan lunak. Eritrosit mengandung protein
yang sangat penting bagi fungsinya yaitu globin yang dikonjugasikan dengan pigmen hem
membentuk hemoglobin untuk mengikat oksigen yang akan diedarkan keseluruh bagian tubuh.
Seperti halnya sel-sel yang lain, eritrositpun dibatasi oleh membran plasma yang bersifat
semipermeable dan berfungsi untuk mencegah agar koloid yang dikandungnya tetap didalam.
Gambar 1. eritrosit
Dari pengamatan eritrosit banyak hal yang harus diperhatikan untuk mengungkapkan berbagai
kondisi kesehatan tubuh. Misalnya tentang bentuk, ukuran, warna dan tingkat kedewasaan
eritrosit dapat berbeda dari normal. Jika dalam sediaan apus darah terdapat berbagai bentuk yang
abnormal dinamakan poikilosit, sedangkan sel-selnya cukup banyak maka keadaan tersebut
dinamakan poikilositosis. Eritrosit yang berukuran kurang dari normalnya dinamakan mikrosit
dan yang berukuran lebih dari normalnya dinamakan makrosit.

Warna eritrosit tidak merata seluruh bagian, melainkan bagian tengah yang lebih pucat, karena
bagian tengah lebih tipis daripada bagian pinggirnya. Pada keadaan normal bagian tengah tidak
melebihi 1/3 dari diameternya sehingga selnya dinamakan eritrosit normokhromatik. Apabila
bagian tengah yang pucat melebar disertai bagian pinggir yang kurang terwarna maka eritrosit
tersebut dinamakan eritrosit hipokromatik. Sebaliknya apabila bagian tengah yang memucat
menyempit selnya dimanakan eritrosit hiperkhromatik.

2. LEUKOSIT

Leukosit adalah sel darah yang mengendung inti, disebut juga sel darah putih. Leukosit
mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral organisme terhadap zat-zat asingan.
Didalam darah manusia, normal didapati jumlah leukosit rata-rata 6000-10000 sel/mm3, bila
jumlahnya lebih dari 12000, keadaan ini disebut leukositosis, bilakurang dari 5000 disebut
leukopenia.
Sebenarnya leukosit merupakan kelompok sel dari beberapa jenis. Untuk klasifikasinya
didasarkan pada morfologi inti adanya struktur khusus dalam sitoplasmanya.
Dilihat dalam mikroskop cahaya maka sel darah putih dapat dibedakan yaitu :

1. Granulosit
Yang mempunyai granula spesifik, yang dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah cair,
dalam sitoplasmanya dan mempunyai bentuk inti yang bervariasi.
Terdapat tiga jenis leukosit granuler :
- Neutrofil,
- Basofil, dan
- Asidofil (atau eosinofil)
yang dapat dibedakan dengan afinitas granula terhadap zat warna netral, basa dan asam.

2. Agranulosit
Yang tidak mempunyai granula spesifik, sitoplasmanya homogen dengan inti bentuk bulat atau
bentuk ginjal. Terdapat dua jenis leukosit agranuler yaitu :

- limfosit (sel kecil, sitoplasma sedikit) dan


- monosit (sel agak besar mengandung sitoplasma lebih banyak).

NETROFIL
Di antara granulosit, netrofil merupakan merupakan jenis sel yang terbanyak yaitu sebanyak 60 –
70% dari jumlah seluruh leukosit atau 3000-6000 per mm3 darah normal.
Pada perkembangan sel netrofil dalam sumsum tulang, terjadi perubahan bentuk intinya,
sehingga dalam darah perifer selalu terdapat bentuk-bentuk yang masih dalam perkembangan.
Dalam keadaan normal perbandingan tahap-tahap mempunyai harga tertentu sehingga perubahan
perbandingan tersebut dapat mencerminkan kelainan. Sel netrofil matang berbentuk bulat dengan
diameter 10-12 μm. Intinya berbentuk tidak bulat melainkan berlobus berjumlah 2-5 lobi bahkan
dapat lebih. Makin muda jumlah lobi akan berkurang. Yang dimaksudkan dengan lobus yaitu
bahan inti yang terpisah-pisah oleh bahan inti berbentuk benang. Inti terisi penuh oleh butir-butir
khromatin padat sehingga sangat mengikat zat warna basa menjadi biru atau ungu. Oleh karena
padatnya inti, maka sukar untuk untuk memastikan adanya nukleolus.
Dalam netrofil terdapat adanya bangunan pemukul genderang pada inti netrofil yang tidal lain
sesuai dengan Barr Bodies yang terdapat pada inti sel wanita. Barr Bodies dalam inti netrofil
tidak seperti sel biasa melainkan menyendiri sebagai benjolan kecil. Hal ini dapat digunakan
untuk menentukan apakah jenis kelamin seseorang wanita.
Dalam sitoplasma terdapat 2 jenis butir-butir ata granul yang berbeda dalam penampilannya
dengan ukuran antara (0.3-0.8μm).

Granul pada neutrofil tersebut yaitu :

- Azurofilik yang mengandung enzym lisozom dan peroksidase, dimana sudah mulai tampak
sejak masih dalam sumsum tulang yang makin dewasa makin berkurang jumlahnya. Ukurannya
lebih besar dari pada jenis butir yang kedua dan kebanyakan telah kehilangan kemampuan
mengikat warna. Dengan pewarnaan Romanovsky butiran ini tampak ungu kemerah-merahan.

- Granul spesifik lebih kecil mengandung fosfatase alkali dan zat-zat bakterisidal
(protein Kationik) yang dinamakan fagositin. Dinamakan butir spesifik karena hanya terdapat
pada sel netrofil dengan ukran lebih halus. Butiran ini baru tampak dalam tahap mielosit,
berwarna ungu merah muda dan pada sel dewasa akan tampak lebih banyak daripada butir
azurofil.

Neutrofil jarang mengandung retikulum endoplasma granuler, sedikit mitokonria,


apparatus Golgi rudimenter dan sedikit granula glikogen. Neutrofil merupakan garis depan
pertahanan seluler terhadap invasi jasad renik, menfagosit partikel kecil dengan aktif. Dengan
adanya asam amino D oksidase dalam granula azurofilik penting dalam pengenceran dinding sel
bakteri yang mengandung asam amino D. Selama proses fagositosis dibentuk peroksidase. Mielo
peroksidase yang terdapat dalam neutrofil berikatan dengan peroksida dan halida bekerja pada
molekul tirosin dinding sel bakteri dan menghancurkannya.
Dibawah pengaruh zat toksik tertentu seperti streptolisin toksin streptokokus membran granula-
granula neutrofil pecah, mengakibatkan proses pembengkakan
diikuti oleh aglutulasi organel - organel dan destruksi neutrofil.
Neotrofil mempunyai metabolisme yang sangat aktif dan mampu melakukan glikolisis baik
secara aerob maupun anaerob. Kemampuan nautrofil untuk hidup dalam lingkungan anaerob
sangat menguntungkan, karena mereka dapat membunuh bakteri dan membantu membersihkan
debris pada jaringan nekrotik

EOSINOFIL

Jmlah sel eosinofil sebesar 1-3% dari seluruh lekosit atau 150-450 buah per mm3 darah.
Ukurannya berdiameter 10-15 μm, sedikit lebih besar dari netrofil. Intinya biasanya hanya terdiri
atas 2 lobi yang dipisahkan oleh bahan inti yang sebagai benang. Butir-butir khromatinnya tidak
begitu padat kalau dibandingkan dengan inti netrofil.
Eosinofil berkaitan erat dengan peristiwa alergi, karena sel-sel ini ditemukan dalam jaringan
yaang mengalami reaksi alergi. Eosinofil mempunyai kemampuan melakukan fagositosis, lebih
lambat tapi lebih selektif dibanding neutrofil. Eosinofil memfagositosis komplek antigen dan
antibodi, ini merupakan fungsi eosinofil untuk melakukan fagositosis selektif terhadap komplek
antigen dan antibodi. Eosinofil mengandung profibrinolisin, diduga berperan mempertahankan
darah dari pembekuan, khususnya bila keadaan cairnya diubah oleh proses-proses Patologi.

BASOFIL

Jenis sel ini terdapat paling sedikit diantara sel granulosit yaitu sekitar 0.5%, sehingga sangat
sulit diketemukan pada sediaan apus. Ukurannya sekitar 10-12 μm sama besar dengan netrofil.
Kurang lebih separuh dari sel dipenuhi oleh inti yang bersegmen-segmen ata kadang-kadang
tidak teratur. Inti satu, besar bentuk pilihan irreguler, umumnya bentuk huruf S, sitoplasma
basofil terisi granul yang lebih besar, dan seringkali granul menutupi inti, sehingga tidak mudah
untuk mempelajari intinya. Granul spesifik bentuknya ireguler berwarna biru tua dan kasar
tampak memenuhi sitoplasma.
Granula basofil mensekresi histamin yang berperan dalam dalam proses alergi basofil merupakan
sel utama pada tempat peradangan ini
dinamakan hypersesitivitas kulit basofil.
LIMFOSIT

Limfosit dalam darah berkuran sangat bervariasi sehingga pada pengamatan sediaan apus darah
dibedakan menjadi : limfosit kecil (7-8 μm), limfosit sedang dan limfosit besar (12 μm).
Jumlah limfosit mendduki nomer 2 setelah netrofil yaitu sekitar 1000-3000 per mm3 darah atau
20-30% dari seluruh leukosit. Di antara 3 jenis limfosit, limfosit kecil terdapat paling banyak.
Limfosit kecil ini mempunyai inti bulat yang kadang-kadang bertakik sedikit. Intinya gelap
karena khromatinnya berkelompok dan tidak nampak nukleolus. Sitoplasmanya yang sedikit
tampak mengelilingi inti sebagai cincin berwarna biru muda. Kadang-kadang sitoplasmanya
tidak jelas mungkin karena butir-butir azurofil yang berwarna ungu. Limfosit kecil kira-kira
berjumlah 92% dari seluruh limfosit dalam darah.
Limfosit mempunyai kedudukan yang penting dalam sistem imunitas tubuh, sehingga sel-sel
tersebut tidak saja terdapat dalam darah, melainkan dalam jaringan khusus yang dinamakan
jaringan limfoid. Berbeda dengan sel-sel leukosit yang lain, limfosit setelah dilepaskan dari
sumsum tulang belum dapat berfungsi secara penuh oleh karena hars mengalami differensiasi
lebih lanjut. Apabila sudah masak sehingga mampu berperan dalam respon immunologik, maka
sel-sel tersebut dinamakan sebagai sel imunokompeten. Sel limfosit imunokompeten dibedakan
menjadi limfosit B dan limfosit T, walaupun dalam sediaan apus kita tidak dapat
membedakannya. Limfosit T sebelumnya mengalami diferensiasi di dalam kelenjar thymus,
sedangkan limfosit B dalam jaringan yang dinamakan Bursa ekivalen yang diduga keras jaringan
sumsum tulang sendiri. Kedua jenis limfosit ini berbeda dalam fngsi immunologiknya.
Sel-sel limfosit T bertanggung jawab terhadap reaksi immune seluler dan mempunyai reseptor
permukaan yang spesifik untuk mengenal antigen asing. Sel limfosit B bertugas untuk
memproduksi antibody humoral antibody response yang beredar dalam peredaran darah dan
mengikat secara khusus dengan antigen asing yang menyebabkan antigen asing tersalut antibody,
kompleks ini mempertinggi fagositosis, lisis sel dan sel pembunuh (killer sel atau sel K) dari
organisme yang menyerang. Sel T dan sel B secara marfologis hanya dapat dibedakan ketika
diaktifkan oleh antigen.

MONOSIT

Jenis sel agranulosit ini berjumlah sekitar 3-8% dari seluruh leukosit. Sel ini merupakan sel yang
terbesar diantara sel leukosit karena diameternya sekitar 12-15 μm. Bentuk inti dapat berbentuk
oval, sebagai tapal kuda atau tampak seakan-akan terlipat-lipat. Butir-butir khromatinnya lebih
halus dan tersebar rata dari pada butir khromatin limfosit. Sitoplasma monosit terdapat relatif
lebih banyak tampak berwarna biru abu-abu. Berbeda dengan limfosit, sitoplasma monosit
mengandung butir-butir yang mengandung perioksidase seperti yang diketemukan dalam
netrofil. Monosit mampu mengadakan gerakan dengan jalan membentuk pseudopodia sehingga
dapat bermigrasi menembus kapiler untuk masuk ke dalam jaringan pengikat. Dalam jaringan
pengikat monosit berbah menjadi sel makrofag atau sel-sel lain yang diklasifikasikan sebagai sel
fagositik. Didalam jaringan mereka masih mempunyai membelah diri. Selain berfungsi
fagositosis makrofag dapat berperan menyampaikan antigen kepada limfosit untuk bekerjasama
dalam sistem imun.

3. TROMBOSIT (Keping Darah)

Walaupun amanya menunjukan bahwa merupakan sebuah sel, namun sebenarnya tidak
memenuhi syarat sebagai sebuah sel yang utuh karena tidak memiliki inti. Oleh karena itu
dinamakan keping darah. Berbentuk sebagai keping-keping sitoplasma berukuran 2-5 μm
lengkap dengan membran plasma yang mengelilinginya. Trombosit ini khusus terdapat dalam
darah mamalia. Untuk menentkan jumlahnya, tidak begit mudah karena trombosit mempunyai
kecenderungan untuk bergumpal. Diperkirakan jumlahnya sekitar 150-300ribu setiap μl, sedang
umurnya sekitar 8 hari.
Pada sediaan apus darah, trombosit sering terdapt bergumpal . Setiap keping tampak bagian tepi
yang berwarna biru muda yang dinamakan Hialomer dan bagian tengah yang berbutir-butir
berwarna ungu dinamakan granulomer atau khromomer. Hialomer mempunyai tonjolan-tonjolan
sehingga bentknya tidak teratur.

2.2 Sediaan Apus Darah

Sedian apus darah tepi (A peripheral blood smear / peripheral blood film) merupakan slide untuk
mikroskop (kaca objek) yang pada salah satu sisinya di lapisi dengan lapisan tipis darah vena
yang diwarnai dengan pewarnaan (biasanya Giemsa, Wright) dan diperiksa di bawah/ dengan
menggunakan mikroskop.

Persiapan dan langkah pembuatannya adalah sebagai berikut :

Yang digunakan adalah teknik slide dorong (push slide) yang pertama kali diperkenalkan oleh
Maxwell Wintrobe dan menjadi metoda standar untuk sedian apus darah tepi. Prosedurnya dapat
dilihat pada gambar berikut :
Sedian apus yang baik adalah yang ketebalannya cukup dan bergradari dari kepala (awal) sampai ke ekor
(akhir). Zona morfologi sebaiknya paling kurang 2 cm.

GAMBARAN HASIL PADA MIKROSKOP

Setelah selesai pewarnaan maka sediaan apus dapat dilihat pada mikroskop. Jika sedian yang
dibuat tersebut baik maka akan dapat dilihat gambaran sebagai berikut :
Gambar kiri adalah gambaran normal (normositik normokrom), gambar kanan adalah gambaran
abnormal (hipokrom mikrositer) dan gambar di bawah adalah gambaran eritrosit makrositer.

Dapat juga ditemukan gambaran varian eritrosit (yang merupakan keadaan abnormal) sebagai
berikut :

Berikut beberapa kelainan morfologi pada kasus-kasus tertentu mungkin dapat ditemui :
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan

 Lanset
 Glass Objek
 Mikroskop
 Pulasan Giemsa
 Pulasan Wright
 Kapas Alkohol

3.2 Cara Kerja

Membuat Sediaan Apus Darah

Glass objek yang dipakai harus kering, bebas debu dan bebas minyak. Untuk menggeserkan
darah pada kaca itu pakailah glass objek yang lain yang sisi pendeknya rata sekali..

Cara

1. Sentuhlah tanpa menyentuh kulit setetes darah kecil ( garis tengah tidak memiliki 2mm)
dengan kaca itu kira-kira 2cm dari ujung, letakkan kaca itu diatas meja dengan tetes
darah disebelah kanan.
2. Dengan tangan kanan diletakkan kaca objek lain di sebelah kiri tetes darah tadi dan
digerakkan ke kanan hingga mengenai tetes darah.
3. Tetes darah akan menyebar pada sisi kaca penggeser tunggulah sampai darah mencapai
titik kira-kira ½ cm dari sudut kaca penggeser.
4. Segeralah gerakkan kaca itu ke kiri sambil memegang miringnya dengan sudut antara 30-
40 derajat, janganlah menekan kaca penggeser itu kebawah, tebal tipisnya sediaan
tergantung pada kecepatan menggeser makin kecil sudut makin tipis sediaan, makin
lambat menggeser sediaan makin tebal.
5. Biarkan sediaan kering diudara, sediaan yang lama kering akan merubah bentuk eritrosit,
cara mengeringkan ditiup diangin-anginkan atau menggunakan kipas elektrik.
6. Tulis nama praktikan dan tanggal pada bagian sediaan yang tebal.

Memulas Sediaan Apus


Sediaan yang akan dipulas hendaknya yang segar, yang disimpan tanpa difiksasi tidak
dapat di pulas sebaik sediaan segar. Diantara pengecatan dengan menggunakan wright dan
gieamsa

Pulasan Wright

Zat pulas wright dapat dibeli dalam bentuk serbuk atau sebagai cairan siap pakai. Untuk
membuat larutan koloid yang siap pakai larutan ini harus di larutkan dalam metialkohol 0,1 g
serbuk itu di gerus dalam sebuah mortar dengan metilalkohol di tambahkan sedikit demi sedikit
sampai 60ml. Simpanlah larutan itu dalam botol berwarna yang diisi sampai penuh, kocoklah
isinya tiap hari. Larutan itu 10 hari cukup matang untuk digunakan. Jauhkan larutan wright dari
uap asam atau basa. Tutuplah botol selalu rapat-rapat agar tidak kemasukan hawa lembab.

Cara ;

1. Letakkan sediaan yang akan di pulas di atas rak tempat memulasdenganlapisan darah
diatasnya.
2. Teteskan keatas sediaan tersebut 20 tetes larutan wright. Biarkan selama 2 menit agar
sediaan rekat denga pewarna.
3. Teteskan kemudian sama banyaknya larutan penyangga pH 6,4 ke atas sediaan itu dan
biarkan selama 5-12 menit
4. Siramlah sediaan itu dengan air suling mula-mula perlahan-lahan (untuk membuang zat
warna yang terapung di atas) kemudian keras-keras untuk membersihkan ediaan dari
kotoran.
5. Simpan sediaan dengan arah vertical agar mongering di udara.

Zat Pulas Giemsa

Cara :

1. Letakkan sediaan yang akan di pulas di atas rak tempat memulas dengan lapisan darah
diatasnya.
2. Teteska sekian banyak metilalkohol ke atas sediaan tersebut hingga bagian yang terlapis
darah tertutup semua, biarkan 5 menit atau lebih lama.
3. Tuangkan kelebihan metialkohol dari kaca.
4. Berikan 1-2 tetes larutan giemsa yang telah di encerkan dengan larutan penyangga, di
atasnya biarkan selama 20 menit.
5. Bilaslah dengan air suling.
6. Letakkan sediaan denga sikap vertical dan biarkan mongering dengan udara.
Memeriksa Sediaan Apus

Memeriksa sediaan apus dimulai terhadap sediaan yang belum di apus. Jika terlihat
sediaan itu buruk janganlah melanjutkan dengan memulasnya, buatlah yang memenuhi syarat-
syarat.

Setelah di pulas, periksalah lebih dahulu dengan menggunakan mokroskop yang


perbesaran 10X objektif dan 10x okuler. Perhatikan sediaan tersebut, adakah bagian yang baik
untuk diperiksa selanjutnya atau bagian yang tipis dan rata dimana eritrosit-eritrosit cukup
berdekatan tanpa menggumpal. Perhatikan juga mutu pulasan, baik pucat atau terlalu tua.
LIhatlah apakah penyebaran-penyebaran leukosit-leukosit memenuhi syarat-syarat juga. Apabila
sediaan yang telah di pula situ tidak baik buatlah yang baru.

Kemudian pemeriksaan diteruskan dengan mengunakan objektif imersi yang diperiksa


adalah 3 hal

1. Keadaan trombosit
2. Keadaan leukosit
3. Keadaan eritrosit
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Interpretasi hasil pengamatan jenis leukosit

Eritrosit berwarna merah muda, nukleus leukosit berwarna ungu kebiru-biruan, sitoplasma
leukosit berwarna sangat ungu muda, granula dari leukosit eosinofil berwarna ungu tua, granula
dari leukosit netrofil dan leukosit basofil berwarna ungu muda.

4.2 Sel-sel Darah Putih

Terdapat lima jenis utama sel darah putih yaitu monosit, neutrofil, basofil, eosinofil, dan limfosit
(Campbell, 2004). Untuk mengetahui adanya infeksi dapat dilakukan  penghitungan sel darah
putih. Leukosit tinggi (hitung sel darah putih yang tinggi) artinya tubuh kita sedang melawan
infeksi. Leukosit rendah artinya ada masalah dengan sumsum tulang. Leukosit rendah disebut
leukopenia atau sitopenia yang berarti tubuh kurang mampu melawan infeksi (Yayasan Spiritia,
2004). Menurut terbitan New Mexico AIDS InfoNet (2009) jenis-jenis leukosit dan jumlahnya
adalah sebagai berikut :

1. Neutrofil: Berfungsi melawan infeksi bakteri jumlahnya normalnya berkisar antara 55-
70%.
2. Basofil: Fungsi basofil tidak begitu dipahami, namun sel ini terlibat dalam reaksi alergi
jangka panjang, misalnya asma atau alergi kulit. Sel ini jumlahnya kurang dari 1%
leukosit.
3. Eosinofil: Biasanya 1-3% leukosit. Sel ini terlibat dengan alergi dan reaksi terhadap
parasit.
4. Limfosit: Ada dua jenis utama limfosit yaitu sel-B untuk membuat antibodi dan sel-T
untuk menyerang dan membunuh kuman, serta membantu mengatur sistem kekebalan
tubuh. Jumlah limfosit umumnya 20-40% leukosit.
5. Monosit: Disebut juga makrofag. Biasanya berjumlah 2-8%. Sel ini melawan infeksi
dengan ‘memakan’ kuman dan memberi tahu sistem kekebalan tubuh mengenai kuman
apa yang ditemukan. Monosit beredar dalam darah. Bila monosit ada di jaringan tubuh,
mereka disebut makrofag. Jumlah monosit yang tinggi menunjukkan adanya infeksi
bakteri.
sediaan apus darah tepi yang menunjukan sedikitnya leukosit dalam darah

sediaan apus darah tepi menunjukkan netrofil yang hipersegmentasi dan ukuran

Eritrosit (sel darah merah) jauh lebih banyak daripada leukosit. Granulasit
Pulasan Giemsa dan Wright

Giemsa merupakan pewarna khusus darah. Berdasarkan hasil pengamatan, terlihat sel darah limfosit,
yang merupakan salah satu jenis sel leukosit, bentuknya tidak bergranule, memiliki inti yang besar
berwarna ungu atau biru. Limfosit membentuk 25% dari seluruh jumlah sel darah putih. Sel ini dibentuk
didalam kelenjar limpa dan dalam sum-sum tulang. Sel limfosit ini non granuler dan tidak mempunyai
kemampuan bergerak seperti Amoeba sel (Irianto 2004). Sebelum dilanjutkan proses fiksasi, sediaan
dikeringkan terlebih dahulu, proses pengeringan ini dapat dilakukan dengan sediaan dibiarkan saja
mengering diudara biasa atau dapat dipercepat pengeringannya dengan menghangatkan diatas api
(Syahrurachman 1994). Proses fiksasi dengan menggunakan alkohol 70% bertujuan agar sel tidak rusak.
Alkohol akan mendenaturasi protein dengan jalan dehidrasi, dan juga merupakan pelarut lemak .

Setelah proses pewarnaan, preparat dicuci dengan menggunakan air, hal ini bertujuan untuk
menghilangkan sisa-sisa pewarna. Proses dehidrasi menggunakan alkohol dengan konsentrasi bertingkat
bertujuan untuk menarik air tanpa merubah bentuk sel dan mencegah proses autolisis. Setelah itu,
dilakukan proses penjernihan dengan menggunakan xylol. Pada tahap akhir digunakan entellan untuk
merekatkan kaca objek dengan cover glass.

giemsa melarutkan granula basofil, tidak cocok untuk evaluasi hapusan darah tepi, sedangkan
wright struktur parasit tidak terwarnai dengan jelas. Caranya : Preparat yang telah dibuat,
difiksasi dengan Wright seperti biasa dan Buffer Wright diganti dengan Giemsa + Buffer,
tambahkan pada Wright tadi dan campur dengan meniup cairan. Dengan cara ini dapat diambil
keuntungan kedua zat warna ini.

Eritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkav dengan ukuran diameter 7-8 um dan
tebal 1,5-2,5 um. Bagian tengah sel ini lebih tipis daripada bagian tepi. Dengan pewarnaan
Wright, eritrosit akan berwarna kemerah-merahan karena mengandung hemoglobin. Eritrosit
sangat lentur dan sangat berubah bentuk selama beredar dalam sirkulasi. Umur eritrosit adalah
sekitar 120 hari dan akan dihancurkan bila mencapai umurnya oleh limpa. Banyak dinamika
yang terjadi pada eritrosit selama beredar dalam darah, baik mengalami trauma, gangguan
metabolisme, infeksi Plasmodium hingga di makan oleh Parasit.
BAB V
KESIMPULAN

 Berdasarkan percobaan, dapat diambil simpulan bahwa pada proses pembuatan sediaan
darah menggunakan metode smear apus tipis, dengan menggunakan satu pewarna khusus
darah yaitu Giemsa. Berdasarkan pengamatan, pada darah ditemukan salah satu jenis sel
leukosit yaitu limfosit dengan ciri-ciri: tidak bergranule dan memiliki inti yang besar
berwarna ungu atau biru.
 Pulasan giemsa mengandung metilalkohol untuk fiksasi, sehingga granul tidak terlihat
karena melarut, pulasan giemsa biasa di gunakan untuk melihat eritrosit-eritrosit.
 Pulasan wright tidak ada kandungan metilalkohol karena tidak ada fiksasi, sehingga sel
basofil tidak larut. Pulasan wright biasa di gunakan untuk melihat sel-sel muda dan
sumsum tulang kerana struktur plasma dan inti lebih jelas.
 Dalam dunia farmasi sediaan apus di gunakan untuk mengetahui kelainan sel darah,
sehingga diagnose dapat diketahui.
DAFTAR PUSTAKA

 www.lianotes.bog
 http://ripanimusyaffalab.blogspot.com/2010/02/sel-seri-eritropoesis.html
 yayanakhyar.wordpress.com

You might also like