You are on page 1of 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Keberhasilan pembangunan terutama dalam bidang teknologi kedokteran dan

kesehatan berdampak terhadap meningkatnya usia harapan hidup. Akibatnya terjadi

perubahan struktur penduduk menjadi berbentuk piramid terbalik, dimana jumlah

orang lanjut usia (Lansia) lebih banyak dibandingkan anak berusia 14 tahun

kebawah. Hal ini tidak hanya terjadi di Negara-negara maju, tetapi di Indonesia

terjadi hal yang serupa.

Indonesia termasuk salah satu negara, dimana proses penuaan penduduknya

terjadi paling cepat di Asia Tenggara dimana proyeksi penduduk serta estimasi rata-

rata harapan hidup penduduk Indonesia menunjukkan peningkatan yang cukup

signifikan. Pada tahun 2005 rata-rata usia harapan hidup sekitar 67,8 tahun

meningkat menjadi 70 tahun antara tahun 2005-2010. Persentase penduduk lanjut

usia, yaitu seseorang yang berusia di atas 60 tahun, sekitar 9,5% pada tahun 2005

akan menjadi 11% atau sekitar 28 juta pada tahun 2020 (Bappenas, BPS, dan

UNFPA, 2005).

Peningkatan harapan hidup ini, memang patut untuk disyukuri, namun disisi

lain kondisi ini menimbulkan polemik baru dalam kehidupan bermasyarakat maupun

berkeluarga. Ketika seseorang sudah mencapai usia tua dimana fungsi-fungsi

tubuhnya tidak dapat lagi berfungsi secara baik, maka lansia membutuhkan banyak

bantuan dalam menjalani aktivitas-aktivitas kehidupannya. Disamping itu, berbagai

penyakit degeneratif yang menyertai keadaan lansia membuat mereka memerlukan

perhatian ekstra dari orang-orang disekelilingnya.

Lansia juga memerlukan berbagai hal lain untuk dapat mempertahankan

kualitas hidupnya seperti latihan-latihan yang dapat melatih kekuatan tubuhnya agar
tidak terus menurun, ataupun mempertahankan fungsi kognitifnya serta

membutuhkan sosialisasi sehingga lansia tidak merasa sendirian untuk mencegah

depresi. Hal ini menuntut perhatian khusus dari keluarga sebagai orang terdekat

untuk menjaga dan merawat lansia di rumah.

Beberapa penelitian menyebutkan, bahwa lansia lebih senang dirawat di


rumah karena mereka mendapatkan rasa nyaman dan aman dan selalu berada di
tengah-tengah keluarga. Perawatan kesehatan lansia adalah perawatan lansia
sebagai klien di rumah tidak hanya meliputi pelayanan kesehatan saja, namun juga
pelayanan pendukung untuk dapat mendorong lansia menjadi lebih cepat mencapai
kondisi sehat dan juga mandiri. Mengingat banyaknya masalah dan kebutuhan yang
diperlukan lansia, oleh karena itu diperlukan perawatan lansia dirumah dimana
perawatan lansia diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup lansia sehingga
mereka tetap merasa bahagia dan dapat menjalani kehidupan masa tuanya dengan
lebih baik.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah sebagai
berikut:
a. Apa itu lansia dan penggolongannya?
b. Masalah- masalah kesehatan apa saja yang biasanya dihadapi oleh
lansia?
c. Bagaimana pendekatan yang dipakai dalam perawatan lansia di
rumah?
d. Bagaimana peranan keluarga dalam asuhan keperawatan pada
lansia di rumah?
e. Bagaimana asuhan keperawatan pada lansia di rumah?

C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui pengertian lansia dan penggolongannya.
b. Untuk mengetahui masalah-masalah yang biasanya dihadapi oleh
lansia.
c. Untuk mengetahui pendekatan yang digunakan dalam perawatan
lansia dirumah.
d. Untuk mengetahui peranan keluarga dalam perawatan lansia di
rumah.
e. Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang di berikan pada
perawatan lansia di rumah
D. MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat yang diperoleh dari makalah ini adalah pembaca dapat
memperoleh informasi tentang masalah apa saja yang muncul pada lansia,
pendekatan yang dipakai dalam perawatan lansia di rumah, asuhan
keperawatan yang diberikan khususnya dari tujuan pemberian asuhan
keperawatan pada lansia, diagnosa yang muncul berdasarkan masalah yang
terjadi pada lansia, dan Intervensi keperawatan yang bisa diberikan pada lansia
berdasarkan diagnosa yang muncul dari masing-masing masalah.
BAB II

ISI

A. PENGERTIAN LANSIA

Lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas (UU No.13

tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia). Pada lanjut usia akan terjadi proses

menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan

mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat

bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi

(Constantinides, 1994).

Penggolongan lansia :

Depkes RI, membagi lansia menjadi:

a. Kelompok menjelang usia lanjut (masa vibrilitas ) (45-54 tahun)

b. Kelompok usia lanjut (presenium ) (55-64 tahun)

c. Kelompok usia lanjut (senium ) (> 65 tahun)

WHO, membagi lansia menjadi:

a. Usia pertengahan (middle age) (45-59 tahun)

b. Usia lanjut (elderly) (60-74 tahun)

c. Usia tua (old) (75-90 tahun)

d. Usia sangat tua (very old ) (> 90 tahun)

B. MASALAH-MASALAH KESEHATAN PADA LANSIA


Proses penuaan merupakan proses alamiah setelah tiga tahap kehidupan,

yaitu masa anak, dewasa, dan masa tua yang tidak dapat dihindari oleh setiap

individu dimana akan menimbulkan perubahan-perubahan struktur dan fisiologis

dari beberapa sel/jaringan/organ dan system yang ada pada tubuh manusia.

(Mubarak,2009:140)

Kemunduran biologis yang terlihat sebagai gejala-gejala kemunduran fisik,

diantaranya yaitu :

1. Kulit mulai mengendur dan wajah mulai keriput serta garis-garis yang

menetap

2. Rambut kepala mulai memutih atau beruban

3. Gigi mulai lepas (ompong)

4. Penglihatan dan pendengaran berkurang

5. Mudah lelah dan mudah jatuh

6. Gerakan menjadi lamban dan kurang lincah akibat penurunan kelemahan

otot ekstremitas bawah dan kekuatan sendi

7. Gangguan gaya berjalan,

8. Sinkope-dizziness;

Disamping itu, juga terjadi kemunduran kognitif antara lain :

1. Suka lupa, ingatan tidak berfungsi dengan baik

2. Ingatan terhadap hal-hal di masa muda lebih baik daripada hal-hal yang

baru saja terjadi

3. Sering adanya disorientasi terhadap waktu, tempat dan orang

4. Sulit menerima ide-ide baru

Nina Kemala Sari dari Divisi Geriatri, Departemen Ilmu Penyakit Dalam RS

Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dalam suatu

pelatihan di kalangan kelompok peduli lansia, menyampaikan beberapa masalah

yang kerap muncul pada usia lanjut , yang disebutnya sebagai a series of I’s.
Mulai dari immobility (imobilisasi), instability (instabilitas dan jatuh), incontinence

(inkontinensia), intellectual impairment (gangguan intelektual), infection (infeksi),

impairment of vision and hearing (gangguan penglihatan dan pendengaran),

isolation (depresi), Inanition (malnutrisi), insomnia (ganguan tidur), hingga immune

deficiency (menurunnya kekebalan tubuh). Selain gangguan-gangguan tersebut,

Nina juga menyebut tujuh penyakit kronik degeratif yang kerap dialami para lanjut

usia, yaitu : Osteo Artritis (OA), Osteoporosis, Hipertensi, Diabetes Mellitus,

Dimensia, Penyakit jantung koroner, Kanker

Secara umum permasalahan yang sering terjadi pada lansia antara lain :

1. Mudah jatuh

Jatuh pada lanjut usia merupakan masalah yang sering terjadi. Penyebabnya

multi-faktor. Dari faktor instrinsik misalnya : gangguan gaya berjalan,

kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan sendi, dan sinkope atau pusing.

Untuk faktor ekstrinsik, misalnya lantai licin dan tidak rata, tersandung benda,

penglihatan yang kurang karena cahaya kurang terang, dan sebagainya.

2. Mudah lelah

Hal ini disebabkan oleh :

• Faktor psikologis : perasaan bosan, keletihan, atau depresi

• Gangguan organis : anemia, kekurangan vitamin, perubahan pada

tulang (osteomalasia), gangguan pencernaan,kelainan metabolisme

(diabetes melitus, hipertiroid), gangguan ginjal dengan uremia,

gangguan faal hati, gangguan sistem peredaran darah dan jantung.

• Pengaruh obat, misalnya obat penenang, obat jantung, dan obat yang

melelahkan daya kerja otot.

3. Berat badan menurun


Berat badan menurun disebabkan oleh :

• Pada umumnya nafsu makan menurun karena kurang adanya gairah

hidup atau kelesuan serta kemampuan indera perasa menurun.

• Adanya penyakit kronis

• Gangguan pada saluran pencernaan sehingga penyerapan makanan

terganggu

• Faktor sosio-ekonomis (pensiunan)

4. Gangguan eliminasi

Sering ngompol yang tanpa disadari (inkontinensia urine) merupakan salah

satu keluhan utama pada orang lanjut usia. Hasil penelitian pada populasi

lanjut usia di masyarakat (usia di atas 70 tahun) didapatkan 7% pria dan 12 %

wanita mengalami inkontinensia urine. Penyebab inkontinensia antara lain :

• Melemahnya otot dasar panggul yang menyangga kandung kemih dan

memperkuar sfingter uretra

• Kontraksi abnormal pada kandung kemih

• Obat diuretik yang mengakibatkan sering berkemih dan obat penenang

terlalu banyak

• Radang kandung kemih

• Radang saluran kemih

• Kelainan kontrol pada kandung kemih

• Kelainan persyarafan pada kandung kemih

• Akibat adanya hipertrofi prostat

• Faktor psikologis

5. Gangguan ketajaman penglihatan

Gangguan ini disebabkan oleh :

• Presbiopi
• Kelainan lensa mata (refleksi lensa mata berkurang)

• Kekeruhan pada lensa (katarak)

• Iris mengalami proses degenerasi, menjadi kurang cemerlang dan

mengalami depigmentasi. Tampak ada bercak berwarna muda sampai

putih

• Pupil kontriksi, refleks direk lemah

• Tekanan dalam mata meninggi, lapang pandang menyempit, yang

disebut dengan glaukoma

• Retina terjadi degenerasi, gambaran fundus mata awalnya merah jingga

cemerlang menjadi suram dan jalur-jalur berpigmen.

• Radang saraf mata

• Penurunan produksi air mata akibat kehilangan jaringan lemak dalam

aparatus lakrimal

• Lensa menguning dan berangsur-angsur menjadi lebih buram

mengakibatkan katarak, sehingga mempengaruhi kemampuan untuk

membedakan dan menerima warna-warna

6. Gangguan pendengaran

Gangguan pendengaran yang sering terjadi :

• Otosklerosis merupakan tuli konduksi yang menahun karena tulang

sanggurdi kaku dan tidak dapat bergerak secara leluasa. Penyakit ini

harus ditangani oleh dokter THT. Otosklerosis akibat atrofi membran

tympani.

• Presbikusis merupakan tuli saraf sensorineural frekuensi tinggi, terjadi

pada usia lanjut, simetris kiri dan kanan. Disebabkan proses degenerasi

di telinga dalam. Hilangnya kemampuan pendengaran pada telinga

dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi,


suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia

diatas umur 65 tahun.

• Sumbatan serumen merupakan gangguan pendengaran yang timbul

akibat penumpukan serumen di liang telinga dan menyebabkan rasa

tertekan yang mengganggu. Terjadinya pengumpulan serumen dapat

mengeras karena meningkatnya keratin.

7. Gangguan tidur

Faktor usia sangat berpengaruh terhadap kualitas tidur. Pada kelompok lanjut

usia (60 tahun), ditemukan 7 % kasus yang mengeluh mengenai masalah tidur

(hanya dapat tidur tidak lebih dari 5 jam sehari). Hal yang sama juga

ditemukan pada 22% kasus pada kelompok usia 70 tahun. Selain itu, terdapat

30 % kelompok usia 70 tahun yang terbangun di malam hari. Angka ini tujuh

kali lebih besar dibandingkan dengan kelompok usia 20 tahun.

Gangguan tidur dapat disebabkan oleh :

• Faktor ekstrinsik (luar), misalnya lingkungan yang kurang tenang

• Faktor intrinsik baik organik maupun psikogenik. Organik berupa nyeri,

gatal, kram betis, sakit gigi, sindrom tungkai bergerak (akatisia) atau

penyakit tertentu yang membuat gelisah. Psikogenik misalnya depresi,

kecemasan, stres, iritabilitas, dan marah yang tidak tersalurkan.

(Nugroho, 2008 :41)

C. PENDEKATAN PERAWATAN LANJUT USIA DI RUMAH

Pendekatan perawatan pada lansia di rumah menggunakan pendekatan

yang holistik (biologi/fisik, psikologi, sosial, spiritual) diantaranya :

1. Pendekatan Biologi/ fisik


Perawatan yang memperhatikan kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian-

kejadian yang dialami klien lanjut usia semasa hidupnya, perubahan fisik pada

organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa di capai dan dikembangkan,

serta penyakit yang yang dapat dicegah atau ditekan progresifitasnya.

Perawatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi atas dua

bagian yaitu:

1. Klien lanjut usia yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih mampu

bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga untuk kebutuhannya sehari-

hari masih mampu melakukan sendiri di rumah.

2. Klien lanjut usia yang pasif atau yang tidak dapat bangun, yang keadaan

fisiknya mengalami kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui

dasar perawatan klien usia lanjut ini terutama tentang hal-hal yang

berhubungan dengan kebersihan perorangan untuk mempertahankan

kesehatannya di rumah.

Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya

peradangan, mengingat sumber infeksi dapat timbul bila keberhasilan kurang

mendapat perhatian.

Adapun komponen pendekatan fisik yang lebih mendasar adalah

memperhatikan atau membantu para klien lanjut usia untuk bernafas dengan

lancar, makan, minum, melakukan eliminasi, tidur, menjaga sikap tubuh waktu

berjalan, tidur, menjaga sikap, tubuh waktu berjalan, duduk, merubah posisi

tiduran, beristirahat, kebersihan tubuh, memakai dan menukar pakaian,

mempertahankan suhu badan melindungi kulit dan kecelakaan.Toleransi

terhadap kekurangan O2 sangat menurun pada klien lanjut usia, untuk itu

kekurangan O2 yang mendadak harus dicegah dengan posisi bersandar pada

beberapa bantal, jangan melakukan gerak badan yang berlebihan.


Seorang perawat homecare harus mampu memotivasi dan memandirikan

lansia sesuai dengan kemampuannya sehingga lansia mampu memenuhi

kebutuhan yang optimal.

Kesehatan lansia perlu diperiksa secara berkala untuk mengetahui kondisi

kesehatannya terlebih lagi pada lansia yang diduga menderita penyakit tertentu

atau bila memperlihatkan kelainan. Pemeriksaan ini tidak hanya dilakukan oleh

perawat homecare melainkan keluarga harus ikut berpartisipasi dalam

pengawasan kesehatan pada lansia di rumah. Dalam hal ini perawat homecare

berperan dalam memberikan penjelasan dan penyuluhan kesehatan.

2. Pendekatan Psikososial

Perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif

pada klien lanjut usia, perawat homecare harus selalu memegang prinsip ”

Tripple”, yaitu sabar, simpatik dan service.

Pada dasarnya klien lanjut usia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih

sayang dari lingkungan, termasuk perawat yang memberikan perawatan.

Dalam memberikan pelayanan, perawat homecare harus selalu menciptakan

suasana yang aman, tidak gaduh, membiarkan mereka melakukan kegiatan

dalam batas kemampuan dan hobi yang dimilikinya.

Perawat homecare memotivasi semangat dan kreasi klien lanjut usia dalam

memecahkan dan mengurangi rasa putus asa , rendah diri, rasa keterbatasan

sebagai akibat dari ketidakmampuan fisik, dan kelainan yang dideritanya.

Hal itu perlu dilakukan karena perubahan psikologi terjadi karena bersama

dengan semakin lanjutnya usia. Perubahan-perubahan ini meliputi gejala-

gejala, seperti menurunnya daya ingat untuk peristiwa yang baru terjadi,

berkurangnya kegairahan atau keinginan, peningkatan kewaspadaan , dan

perubahan pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk tiduran diwaktu siang.

3. Pendekatan spiritual
Perawat homecare membantu klien dalam untuk lebih mendekatkan diri pada

Tuhan, memperoleh ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungannya

dengan Tuhan atau agama yang dianutnya dalam kedaan sehat maupun sakit.

Pendekatan perawat homecare pada klien lanjut usia bukan hanya terhadap

fisik saja, melainkan perawat homecare lebih dituntut menemukan pribadi klien

lanjut usia melalui agama mereka.

Beberapa tujuan pemberian asuhan keperawatan lansia di rumah antara lain :

1. Agar lanjut usia dapat melaukan kegiatan sehari –hari secara mandiri

dengan peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dan pemeliharaan

kesehatan, sehingga memiliki ketenangan hidup dan produktif sampai akhir

hayatnya.

2. Mempertahankan kesehatan serta kemampuan dari mereka yang usianya

telah lanjut dengan jalan perawatan dan pencegahan.

3. Membantu mempertahankan serta membesarkan daya hidup atau

semangat hidup klien lanjut usia (life support)

4. Menolong dan merawat klien lanjut usia yang menderita penyakit atau

gangguan baik kronis maupun akut.

5. Merangsang para petugas kesehatan untuk dapat mengenal dan

menegakkan diagnosa yang tepat dan dini, bila mereka menjumpai kelainan

tertentu

6. Mencari upaya semaksimal mungkin, agar para klien lanjut usia yang

menderita suatu penyakit, masih dapat mempertahankan kebebasan yang

maksimal tanpa perlu suatu pertolongan (memelihara kemandirian secara

maksimal).
D. PERANAN KELUARGA DALAM ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA

DI RUMAH

Keluarga merupakan entry point dalam perawatan lansia di rumah karena

keluarga merupakan sistem pendukung yang paling penting untuk lansia.

Peran keluarga dalam merawat lansia menurut Maryam, antara lain :

• menjaga atau merawat lansia

• Mengantisipasi perubahan social ekonomi

• Memberikan motivasi dan memfasilitasi kebutuhan spriritual bagi lansia

• Melakukan pembicaraan terarah

• Mempertahankan kehangatan keluarga

• Membantu melakukan persiapan makan bagi lansia

• Membantu dalam hal transportasi

• Memberikan kasih sayang

• Menghormati dan menghargai

• Bersikap sabar dan bijaksana terhadap prilaku lansia

• Memberikan kasih sayang, menyediakan waktu, serta perhatian

• Jangan menganggapnya sebagai beban

• Memberikan kesempatan untuk tinggal bersama

• Mintalah nasihat dalam peristiwa-peristiwa penting

• Mengajaknya dalam acara-acara keluarga

• Membantu mencukupi kebutuhannya

• Memberi dorongan untuk tetap mengikuti kegiatan-kegiatan di luar

rumah termasuk pengambangan hobi.

• Membantu mengatur keuangan


• Mengupayakan sarana transportasi untuk kegiatan mereka termasuk

rekreasi

• Memeriksakan kesehatan secara teratur

• Memberi dorongan untuk tetap hidup bersih dan sehat

• Mencegah terjadinya kecelakaan baik di dalam maupun di luar rumah

• Pemeliharaan usia lanjut adalah tanggung jawab bersama

• Memberi perhatian yang baik terhadap orang tua yang sudah lanjut,

maka anak-anak kita kelak akan bersikap hal yang sama.

(Maryam, dkk. 2008 : 42)

E. ASUHAN KEPERAWATAN LANJUT USIA DI RUMAH

Diagnosa Keperawatan

• Aspek fisik atau biologis

Dx 1 : Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d

tidak mampu dalam memasukkan, memasukan, mencerna,

mengabsorbsi makanan karena factor biologi.

NOC I : Status nutrisi

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama ... x ... pertemuan pasien

diharapkan mampu:

• Asupan nutrisi tidak bermasalah

• Asupan makanan dan cairan tidak bermasalah

• Energy tidak bermasalah

• Berat badan ideal

NIC I : Manajemen ketidakteraturan makan (eating disorder management)


1. Diskusikan dengan pasien untuk membuat target berat badan, jika

berat badan pasien tidak sesuai dengan usia dan bentuk tubuh.

2. Diskusikan dengan ahli gizi untuk menentukan asupan kalori setiap

hari supaya mencapai dan atau mempertahankan berat badan

sesuai target.

3. Ajarkan dan kuatkan konsep nutrisi yang baik pada pasien

4. Kembangkan hubungan suportif dengan pasien

5. Dorong pasien untuk memonitor diri sendiri terhadap asupan

makanan dan kenaikan atau pemeliharaan berat badan

6. Gunakan teknik modifikasi tingkah laku untuk meningkatkan berat

badan dan untuk menimimalkan berat badan.

7. Berikan pujian atas peningkatan berat badan dan tingkah laku yang

mendukung peningkatan berat badan.

Dx 2 : Gangguan pola tidur berhubungan dengan insomnia dalam

waktu lama, terbangun lebih awal atau terlambat bangun dan

penurunan kemampuan fungsi yng ditandai dengan penuaan

perubahan pola tidur dan cemas

NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2×24 jam pasien

diharapkan dapat memperbaiki pola tidurnya dengan criteria :

• Mengatur jumlah jam tidurnya

• Tidur secara rutin

• Meningkatkan pola tidur

• Meningkatkan kualitas tidur

• Tidak ada gangguan tidur

NIC : Peningkatan Tidur


1. Tetapkan pola kegiatan dan tidur pasien

2. Monitor pola tidur pasien dan jumlah jam tidurnya

3. Jelaskan pentingnya tidur selama sakit dan stress fisik

4. Bantu pasien untuk menghilangkan situasi stress sebelum jam

tidurnya

5. Sarankan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang dan

nyaman

Dx 3 : Inkontinensia urin fungsional berhubungan dengan

keterbatasan neuromuskular yang ditandai dengan waktu yang

diperlukan ke toilet melebihi waktu untuk menahan pengosongan

bladder dan tidak mampu mengontrol pengosongan.

NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama ... x ... pertemuan

diharapkan pasien mampu :

• Kontinensia Urin

• Merespon dengan cepat keinginan buang air kecil (BAK).

• Mampu mencapai toilet dan mengeluarkan urin secara tepat waktu.

• Mengosongkan bladde dengan lengkap.

• Mampu memprediksi pengeluaran urin.

NIC : Perawatan Inkontinensia Urin

1. Monitor eliminasi urin

2. Bantu klien mengembangkan sensasi keinginan BAK.

3. Ajarkan latihan blader training

4. Modifikasi baju dan lingkungan untuk memudahkan klien ke toilet.

5. Instruksikan pasien untuk mengonsumsi air minum sebanyak 1500

cc/hari.
Dx 4 : Gangguan proses berpikir berhubungan dengan kemunduran

atau kerusakan memori sekunder

NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama ... x ... pertemuan

pasien diharapkan dapat meningkatkan daya ingat dengan criteria :

• Mengingat dengan segera informasi yang tepat

• Mengingat inormasi yang baru saja disampaikan

• Mengingat informasi yang sudah lalu

NIC : Latihan Daya Ingat

1. Diskusi dengan pasien dan keluarga beberapa masalah ingatan

2. Rangsang ingatan dengan mengulang pemikiran pasien kemarin

dengan cepat

3. Mengenangkan tentang pengalaman di masalalu dengan pasien

Dx 5 : Kelemahan mobilitas fisik b.d kerusakan musculoskeletal dan

neuromuscular ditandai dengan : Perubahan gaya berjalan, Gerak

lambat, Gerak menyebabkan tremor, Usaha yang kuat untuk

perubahan gerak

NOC : Level Mobilitas ( Mobility Level )

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama ... x ... pertemuan

diharapkan pasien dapat :

• Memposisikan penampilan tubuh

• Ambulasi : berjalan

• Menggerakan otot

• Menyambung gerakan/mengkolaborasikan gerakan

NIC : Latihan dengan Terapi Gerakan ( Exercise Therapy Ambulation )


1. Konsultasi kepada pemberi terapi fisik mengenai rencana gerakan

yang sesuai dengan kebutuhan

2. Dorong untuk bergerak secara bebas namun masih dalam batas

yang aman

3. Gunakan alat bantu untuk bergerak, jika tidak kuat untuk berdiri

(mudah goyah/tidak kokoh)

Dx 6 : Kelelahan b.d kondisi fisik kurang ditandai dengan:Peningkatan

kebutuhan istirahat, Lelah, Penampilan menurun

NOC Activity Tolerance

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama ... x ... pertemuan

diharapkan pasien dapat:

• Memonitor usaha bernapas dalam respon aktivitas

• Melaporkan aktivitas harian

• Memonitor ECG dalam batas normal

• Memonitor warna kulit

NIC Energy Management

1. Monitor intake nutrisi untuk memastikan sumber energi yang

adekuat

2. Tentukan keterbatasan fisik pasien

3. Tentukan penyebab kelelahan

4. Bantu pasien untuk jadwal istirahat

Dx 7 : Risiko jatuh

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ... x ... pertemuan

diharapkan tidak terjadi risiko jatuh.


Intervensi Keperawatan :

1. Anjurkan klien/lansia untuk menggunakan sepatu jalan yang kuat

atau datar ketika hendak berjalan

R/ : bidang datar mempertahankan keseimbangan lansia dalam

berjalan  menurunkan resiko terjatuh.

2. Sediakan lingkungan yang aman bagi pasien

R/ : Manipulasi lingkungan sangat diperlukan terhadap perubahan

fisik klien/ lansia sehingga dapat menurunkan resiko jatuh.

3. Memasang side rail tempat tidur, memberikan penerangan yang

cukup, memindahkan barang-barang berbahaya

R/ : Manipulasi lingkungan sangat diperlukan untuk menghindari

resiko jatuh/cidera pada lansia.

4. Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien dalam

beraktivitas.

R/ : Meningkatkan control terhadap lansia.

Dx 8 : Kerusakan Memori b.d gangguan neurologi ditandai dengan :

Tidak mampu mengingat informasi factual, Tidak mampu mengingat

kejadian yang baru saja terjadi atau masa lampau, Lupa dalam

melaporkan atau menunjukkan pengalaman, Tidak mampu belajar

atau menyimpan keterampilan atau informasi baru

NOC : Orientasi Kognitif

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama ... x ... pertemuan

diharapkan pasien dapat :

• Mengenal diri sendiri

• Mengenal orang atau hal penting


• Mengenal tempatnya sekarang

• Mengenal hari, bulan, dan tahun dengan benar

NIC : Pelatihan Memori ( Memory Training )

1. Stimulasi memory dengan mengulangi pembicaraan secara jelas di

akhir pertemuan dengan pasien.

2. Mengenang pengalaman masa lalu dengan pasien.

3. Menyediakan gambar untuk mengenal ingatannya kembali

4. Monitor perilaku pasien selama terapi

• Aspek Psikososial

Dx 9 : Coping tidak efektif b.d percaya diri tidak adekuat dalam

kemampuan koping, dukungan social tidak adekuat yang dibentuk

dari karakteristik atau hubungan.

NOC I : koping (coping)

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama ... x ... pertemuan pasien

secara konsisten diharapkan mampu:

• Mengidentifikasi pola koping efektif

• Mengedentifikasi pola koping yang tidak efektif

• Melaporkan penurunan stress

• Memverbalkan control perasaan

• Memodifikasi gaya hidup yang dibutuhkan

• Beradaptasi dengan perubahan perkembangan

• Menggunakan dukungan social yang tersedia

• Melaporkan peningkatan kenyamanan psikologis

NIC I : coping enhancement

1. Dorong aktifitas social dan komunitas


2. Dorong pasien untuk mengembangkan hubungan

3. Dorong berhubungan dengan seseorang yang memiliki tujuan dan

ketertarikan yang sama

4. Dukung pasein untuk menguunakan mekanisme pertahanan yang

sesuai.

5. Kenalkan pasien kepada seseorang yang mempunyai latar belakang

pengalaman yang sama.

Dx 10 : Isolasi social b.d perubhaan penampilan fisik, peubahan

keadaan sejahtera, perubahan status mental.

NOC I : Lingkungan keluarga : internal ( family environment: interna)

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama ... x ... pertemuan pasien

secara konsisten diharapkan mampu:

• Berpatisipasi dalam aktifitas bersama

• Berpatisipasi dala tradisi keluarga

• Menerima kujungan dari teman dan anggota keluarga besar

• Memberikan dukungan satu sama lain

• Mengekspresikan perasaan dan masalah kepada yang lain.

• Mendorong anggota keluarga untuk tidak ketergantungan

• Berpatisipasi dalam rekreasi dan acara aktifitas komunitas

• Memecahkan masalah

NIC I : Keterlibatan keluarga (Family involvement)

1. Mengidentifikasikan kemampuan anggota keluarga untuk terlibat

dalam perawatan pasien.

2. Menentukan sumber fisik, psikososial dan pendidikan pemberi

pelayanan kesehatan yang utama.


3. Mengidentifkasi deficit perawatan diri pasien

4. Menentukan tinggat ketergantungan pasien terhadap keluarganya

yang sesuai dengan umur atau penyakitnya.

Dx 11 : Cemas b.d perubahan dalam status peran, status kesehatan,

pola interaksi , fungsi peran, lingkungan, status ekonomi ditandai

dengan: Ekspresi yang mendalam dalam perubahan hidup, Mudah

tersinggung, Gangguan tidur

NOC Anxiety Control

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama ... x ... pertemuan

diharapkan pasien dapat:

• Memonitor intensitas cemas

• Melaporkan tidur yang adekuat

• Mengontrol respon cemas

• Merencanakan strategi koping dalamsituasi stress

NIC Anxiety Reduction

1. Bantu pasien untuk menidentifikasi situasi percepatan cemas

2. Dampingi pasien untuk mempromosikan kenyamanan dan

mengurangi ketakutan

3. Identifikasi ketika perubahan level cemas

4. Instuksikan pasien dalam teknik relaksasi

• Aspek spiritual

Dx 12 : Distress spiritual b.d peubahan hidup, kematian atau sekarat

diri atau orang lain, cemas, mengasingkan diri, kesendirian atau

pengasingan social, kurang sosiokultural.


NOC I : pengharapan (hope)

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama ... x ... pertemuan pasien

secara luas diharapkan mampu:

• Mengekspresikan orientasi masa depan yang positif

• Mengekspresikan arti kehidupan

• Mengekspresikan rasa optimis

• Mengekspresikan perasaan untuk mengontrol diri sendiri

• Mengekspresikan kepercayaan

• Mengekspresikan rasa percaya pada diri sendiri dan orang lain

NIC I : penanaman harapan (hope instillation)

1. Pengkaji pasian atau keluarga untuk mengidentifikasi area

pengharapan dalam hidup

2. Melibatkan pasien secara aktif dalam perawatan diri

3. Mengajarkan keluarga tentang aspek positif pengharapan

4. Memberikan kesempatan pasien atau keluarga terlibat dalam

support group.

5. Mengembangkan mekanisme paran koping pasien


BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas. Pada lanjut
usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki
diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan
sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang
terjadi. Kemunduran yang terjadi pada lansia tidak hanya dari segi fisik saja tetapi
juga pada kognitifnya sehingga akan sering timbul berbagai masalah mulai dari
immobility (imobilisasi), instability (instabilitas dan jatuh), incontinence
(inkontinensia), intellectual impairment (gangguan intelektual), infection (infeksi),
impairment of vision and hearing (gangguan penglihatan dan pendengaran),
isolation (depresi), Inanition (malnutrisi), insomnia (ganguan tidur), hingga immune
deficiency (menurunnya kekebalan tubuh). Untuk mengatasi permasalah-
permasalan tersebut, perawat harus mengadakan pendekatan dalam perawatan
pasien dengan lansia di rumah baik melalui pendekatan fisik, psikososial maupun
spiritual sehingga masalah-masalah yang dialami pasien bisa terselesaikan.
Perawatan lansia di rumah diharapkan mampu meningkatkan kualitas hidup lansia
sehingga mereka tetap merasa bahagia dan dapat menjalani kehidupan masa
tuanya dengan lebih baik.

B. SARAN

1. Perawatan lansia di rumah sebaiknya di lakukan secara holistic meliputi:

biologi, psikologi, social, spiritual.


2. Keluarga diharapkan selalu memberikan perhatian yang penuh kepada lansia

sehingga lansia tidak merasa terkucilkan di rumah.

3. Dalam perawatan lansia sebaiknya berupaya untuk memandirikan lansia

sesuai dengan kemampuannya.

1. Dari unit terkecil yaitu keluarga dan


masyarakat diharapkan ikut berpartisipasi dalam perawatan lansia di rumah.
2. Kepada perawat homecare agar
memberikan asuhan keperawatan secara holistik dan menyeluruh ........

You might also like