You are on page 1of 8

Uang dalam Perspektif Ekonomi Barat dan Islam1

Sekilas Sejarah Uang

Sebagaimana telah disinggung dalam bab sebelumnya tentang sejarah uang,


kita tahu bahwasanya pada mulanya uang muncul sebagai sebuah solusi. Ia
menjawab pertanyaan sulitnya bertransaksi lewat barter yang sebelumnya
sudah ada.

Seiring berkembangnya ilmu dan metode transaksi, uang juga mengalami


perkembangan. Dari sisi ini, dapat kita katakan bahwa perkembangan uang
dalam dunia konvensional lebih maju dibandingkan dengan uang dalam ekonomi
Islam. Mengingat, sikap yang berbeda antara ekonomi Islam dan konvensional
terhadap uang. Meskipun, pada awalnya dunia Islam sudah mengenal uang jauh
sebelum Adam Smith menuliskan buku “The Wealth of Nation” tahun 1766.

Dalam sejarahnya, disebutkan bahwa dulunya uang yang digunakan oleh orang
Arab adalah Dinar dan Dirham. Menurut Abdul Qadim Zallum, mata uang ini
diperoleh dari hasil perdagangan yang mereka lakukan di negara-negara
sekitarnya. Baik itu dari Romawi, Persia, dan Yaman. Dirham yang digunakan
orang Arab saat itu tidak didasarkan pada nilai nominalnya, melainkan menurut
beratnya, sebab Dinar dan Dirham tersebut hanya dianggap sebagai kepingan
emas dan peraknya saja. Dinar dan Dirham tidak dianggap sebagai mata uang
yang dicetak mengingat bentuk dan timbangan Dirham yang tidak sama dan
karena kemungkinan terjadinya penyusutan berat akibat peredarannya. Untuk
mencegah terjadinya penipuan atas perilaku transaksi, maka mereka
menggunakan standar timbangan khusus yang telah mereka miliki, yaitu: 1.
Auqiyah, 2. Nasy 3. Nuwah 4. Mitsqal 5. Dirham 6. Daniq 7. Qirath 8. Habbah2

Jadi tampak jelas, bahwa uang pada masa sebelum Islam telah digunakan. Dan
pada masa Rasulullah para Sahabat berdagang menggunakan uang ini,
sementara Rasulullah membiarkannya. Itu artinya, bahwa penggunaan uang
dinar dan dirham disetujui oleh Rasul. Dengan kata lain, bahwa Rasulullah
mengakui konsep uang sebagai alat tukar. Dengan nilai inflasi yang sangat
rendah, bahkan setelah lewat 1400 tahun disebutkan nilainya adalah 0 persen.
Seekor ayam pada zaman Nabi Muhammad SAW harganya satu dirham. Hari ini,
1400 tahun kemudiaan, harganya kurang lebih satu dirham. Dengan demikian,
selama 1400 tahun, inflasi adalah nol. 3

Berbeda dengan eknomi konvensional yang memulai perjalanannya baru pada


abad 19 di benua Amerika, itupun masih berbentuk barter. Secara ringkas dapat
ditulis sebagai berikut;

1. Barter

2. Barter dengan barang mulia atau umum

3. Uang logam (full bodied money)

4. Kertas bukti kepemilikan emas


5. Variasi bentuk uang4

Konsep dan Fungsi Utama Uang

Ada perbedaan mendasar antara kedua sistem ekonomi ini. Menurut sistem
ekonomi kapitalis, uang selain sebagai alat tukar ia juga adalah komoditas yang
bisa diperdagangkan, sementara ekonomi Islam tidak mengakui fungsi yang satu
ini.

Sistem kapitalis mengenal adanya tiga fungsi uang;

1. Medium of Exchange

2. Unit of Account

3. Store of Value

Sedangkan dalam ekonomi Islam, hanya dikenal adanya 2 fungsi :

1. Medium of Exchange (for transaction)

2. Unit of Account

Dalam Islam, fungsi pertama ini jelas bahwa uang hanya berfungsi sebagai
medium of exchange. Uang menjadi media untuk merubah barang dari bentuk
yang satu ke bentuk yang lain, sehingga uang tidak bisa dijadikan komoditi.
Fungsi kedua dari uang dalam Islam adalah sebagai unit of account. Menurut
konsep Ekonomi Islam, uang adalah uang, bukan capital, sementara dalam
konsep ekonomi konvensional, konsep uang tidak begitu jelas. Misalnya dalam
buku “Money, Interest and Capital” karya Colin Rogers, uang diartikan sebagai
uang dan capital secara bergantian. Sedangkan dalam konsep ekonomi Syariah
uang adalah sesuatu yang bersifat flow concept dan merupakan public goods.
Capital bersifat stock concept dan merupakan private goods. Uang yang
mengalir adalah public goods, sedangkan yang mengendap merupakan milik
seseorang dan menjadi milik pribadi (private good).5

Persamaan fungsi uang dalam sistem Ekonomi Islam dan Konvensional,


sebagaimana kita lihat di atas adalah uang sebagai alat pertukaran (medium of
exchange) dan satuan nilai (unit of account). Perbedaannya adalah ekonomi
konvensional menambah satu fungsi lagi sebagai penyimpan nilai (store of
value) yang kemudian berkembang menjadi motif money demand for
speculation, yang merubah fungsi uang sebagai salah satu komoditi
perdagangan.

Dengan demikian, dalam konsep Islam, uang tidak termasuk dalam fungsi
utilitas karena manfaat yang kita dapatkan bukan dari uang itu secara langsung,
melainkan dari fungsinya sebagai perantara untuk mengubah suatu barang
menjadi barang yang lain. Seperti telah dijelaskan di atas bahwa dalam Islam,
uang hanya diakui sebagai intermediary form, hanya diakui sebagai medium of
exchange dan unit of account, tidak lebih dari ini. Artinya fungsi uang hanya
sekedar sebagai medium dari barang yang satu berubah menjadi barang yang
lain, tidak perlu adanya double coincidence needs. Jadi dalam konsep Islam,
uang tidak masuk dalam fungsi utility kita, karena sebenarnya manfaat yang kita
dapatkan bukan dari uang itu sendiri, tetapi dari fungsi uang.

Dampak berubahnya fungsi uang dari sebagai alat tukar dan satuan nilai mejadi
komoditi dapat kita rasakan sekarang, yang dikenal dengan teori “Bubble Gum
Economic”.

Imam Ghazali mengatakan bahwa dalam ekonomi barter sekalipun uang tetap
diperlukan. Seandainya uang tersebut tidak diterima sebagai medium of
exchange, uang tetap diperlukan sebagai unit of account, misalnya untuk
mengetahui apakah 3 buah topi sama dengan 1 durian? Fungsi ketiga dari uang
sebagai store of value. Ketika teori konvensional memasukkan satu dari fungsi
uang adalah sebagai store of value dimana termasuk juga adanya motif money
demand for speculation.

Hal ini tidak diperbolehkan dalam Islam. Islam memperbolehkan uang untuk
transaksi dan untuk berjaga-jaga, namun menolak uang untuk spekulasi.

Lebih lanjut, Islam juga tidak mengenal konsep time value of money. Konsep ini
berangkat dari sebuah pandangan bahwa, waktu dapat memberi nilai tambah
pada uang. Sebagai contoh kecil, suatu ketika Anda mendapatkan hadiah uang
tunai sebesar Rp. 2 juta. Dan diberikan dua pilihan pembayaran; saat ini atau 5
tahun yang akan datang. Mana yang lebih Anda pilih? Sebagian besar orang
akan memilih hari ini daripada 5 tahun yang akan datang. Toh, meskipun
nilainya sama, tetapi akan lebih banyak yang kita perbuat dengan 2 juta itu,
andaikata kita memperolehnya sekarang. Dan begitulah prinsip ini bekerja, ia
menganggap bahwa jangka waktu menentukan nilai uang. Artinya, waktu
memberi uang nilai tambah lebih dari yang sudah ada.

Akan tetapi bila kita cermati, prinsip ini bukanlah prinsip asli dalam ekonomi,
karena ternyata ia mirip dengan prinsip pertumbuhan populasi, sementara uang
bukanlah benda atau makhluk hidup. Bagaimana mungkin waktu bisa memberi
nilai tambah pada uang? Mari kita analisa rumus tersebut.

Rumus time value of money :

FV=PV(1+i)n

Sebenarnya mengambil/mengadopsi dari teori pertumbuhan populasi, dan tidak


ada dalam ilmu finance.

Rumus pertumbuhan populasi adalah sebagai berikut :

Pt=Po(1+g)t J

Jadi future value dari uang dianalogikan dengan jumlah populasi tahun ke-t,
present value dari uang dianalogikan dengan jumlah populasi tahun ke-0,
sedangkan tingkat suku bunga dianalogikan dengan tingkat pertumbuhan
populasi. Ini merupakan kekeliruan fatal, sebab uang bukan makhluk hidup yang
dapat berkembang biak dengan sendirinya. Akan tetapi, economic value of
time-lah yang dikenal dalam Islam. Maknanya adalah bahwa time akan
mempunyai economic value jika waktu tersebut ditambah dengan faktor
produksi yang lain, sehingga menjadi capital dan dapat memperoleh return.

Jadi faktor yang menentukan nilai waktu adalah bagaimana seseorang


memanfaatkan waktu itu. Semakin efektif (doing the right things), dan efisien
(doing the things right), maka akan semakin tinggi nilai waktunya.

Bentuk dan jenis Uang

Uang yang beredar di dalam masyarakat dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu
uang kartal dan uang giral.

Uang Kartal

Uang kartal terdiri dari dua, yakni uang logam dan uang kertas. Uang kartal
adalah alat bayar yang sah dan wajib diterima oleh masyarakat dalam
melakukan transaksi jual beli sehari-hari.

Jenis uang kartal berdasarkan bahan pembuatnya, uang logam dan uang kertas.

A. Uang logam

Uang logam biasanya terbuat dari emas atau perak karena emas dan perak
memenuhi syarat-syarat uang yang efesien. Karena harga emas dan perak yang
cenderung tinggi dan stabil, emas dan perak mudah dikenali dan diterima orang.
Di samping itu, emas dan perak tidak mudah musnah. Emas dan perak juga
mudah dibagi-bagi menjadi unit yang lebih kecil. Di zaman sekarang, uang
logam tidak dinilai dari berat emasnya, namun dari nilai nominalnya. Nilai
nominal itu merupakan pernyataan bahwa sejumlah emas dengan berat tertentu
terkandung di dalamnya.

Uang logam memiliki tiga macam nilai.

1. Nilai Intrinsik, yaitu nilai bahan untuk membuat mata uang. Misalnya
berapa nilai emas dan perak yang digunakan untuk mata uang. Menurut
sejarah, uang emas dan perak pernah dipakai sebagai uang. Ada
beberapa alasan mengapa emas dan perak dijadikan sebagai bahan uang
antara lain :

* Tahan lama dan tidak mudah rusak (Durability)

* Digemari oleh umum atau sebagian besar masyarakat (Acceptability)

* Nilainya tinggi dan jumlahnya terbatas (Scarcity)

* Nilainya tetap sekalipun dipecah menjadi bagian-bagian kecil


(Divisibility)

Lebih lanjut, Wikipedia juga menyebutkan beberapa alasan tidak dipakainya lagi
uang emas dan perak saat ini, diantaranya yaitu;
* Jumlahnya sangat langka sehingga sulit didapatkan dalam jumlah
besar.

* Kadar emas disetiap daerah berbeda-beda menyebabkan persediaan


emas tidak sama

* Nilainya tidak dapat diukur dengan tepat

* Uang emas semakin hilang dari peredaran, biasanya karena banyak


yang dilebur atau dijadikan perhiasan.

2. Nilai Nominal, yaitu nilai yang tercantum pada mata uang atau cap
harga yang tertera pada mata uang. Misalnya seratus rupiah (Rp. 100,00),
atau lima ratus rupiah (Rp. 500,00).

3. Nilai Tukar, nilai tukar adalah kemampuan uang untuk dapat ditukarkan
dengan suatu barang (daya beli uang). Misalnya uang Rp. 500,00 hanya
dapat ditukarkan dengan sebuah permen, sedangkan Rp. 10.000,00 dapat
ditukarkan dengan semangkuk bakso).

B. Uang kertas

Uang kertas adalah uang yang terbuat dari kertas dengan gambar dan cap
tertentu dan merupakan alat pembayaran yang sah. Menurut penjelasan UU No.
23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang dimaksud dengan uang kertas
adalah uang dalam bentuk lembaran yang terbuat dari bahan kertas atau bahan
lainnya (yang menyerupai kertas).

Berbeda dengan uang logam, uang kertas mempunyai nilai karena nominalnya.
Oleh karena itu, uang kertas hanya memiliki dua macam nilai, yaitu nilai nominal
dan nilai tukar. Ada dua macam uang kertas :

1. Uang Kertas Negara (sudah tidak diedarkan lagi di Indonesia), yaitu uang
kertas yang dikeluarkan oleh pemerintah dan alat pembayaran yang sah
dengan jumlah yang terbatas dan ditandatangani mentri keuangan.

2. Uang Kertas Bank, yaitu uang yang dikeluarkan oleh bank sentral dan
ditandatangani oleh Gubernur Bank Sentral.

Uang Giral

Uang giral tercipta akibat semakin mendesaknya kebutuhan masyarakat akan


adanya sebuah alat tukar yang lebih mudah, praktis dan aman. Di Indonesia,
bank yang berhak menciptakan uang giral adalah bank umum selain Bank
Indonesia. Menurut UU No. 7 tentang Perbankan tahun 1992, definisi uang giral
adalah tagihan yang ada di bank umum, yang dapat digunakan sewaktu-waktu
sebagai alat pembayaran. Bentuk uang giral dapat berupa cek, giro, atau
telegrafic transfer.

Uang giral bukan merupakan alat pembayaran yang sah. Artinya, masyarakat
boleh menolak dibayar dengan uang giral.
Uang giral dapat terjadi dengan cara berikut.

* Penyetoran uang tunai kepada bank dan dicatat dalam rekening koran atas
nama penyetor, penyetor menerima buku cek dan buku biro gilyet. Uang
tersebut sewaktu-waktu dapat diambil atau penyetor menerima pembayaran
utang dari debitur melalui bank. Penerimaan piutang itu oleh bank dibukukan
dalam rekening koran orang yang bersangkutan. Cara di atas disebut primary
deposit.

* Karena transaksi surat berharga. Uang giral dapat diciptakan dengan cara
menjual surat berharga ke bank, lalu bank membukukan hasil penjualan surat
berharga tersebut sebagai deposit dari yang menjual. Cara ini disebut derivative
deposit

* Mendapat kredit dari bank yang dicatat dalam rekening koran dan dapat
diambil sewaktu-waktu. Cara ini disebut dengan loan deposit.

Uang Kuasi

Uang kuasi adalah surat-surat berharga yang dapat dijadikan sebagai alat
pembayaran. Biasanya uang kuasi ini terdiri atas deposito berjangka dan
tabungan serta rekening valuta asing milik swasta domestik.6

Dalam ekonomi juga dikenal pembagian jenis uang yang lain, yakni ada dua:

1. Uang berupa komoditas (nuqud sil’iyyah / commodity money)

Nilai dari barang itu sama dengan nilainya sebagai uang, seperti garam di
zaman dahulu, ternak di komunitas peternak, hasil panen di komunitas
petani, juga emas dan perak. Yaitu uang yang nilai intrinsiknya
menentukan nilai nominalnya.

2. Uang berupa kepercayaan (nuqud i’timaniyyah / fiduciary money)

Bentuknya seperti uang yang beredar sekarang, di mana nilai nominalnya


jauh lebih tinggi dari nilai intrinsiknya. Bisa berupa logam (nikel,
perunggu, kuningan) atau berupa kertas atau bahkan sekedar catatan
saldo dalam sebuah buku tabungan.7

Dampak Perubahan Fungsi Uang

Mengenai kebijakan sistem moneter, Islam sesungguhnya telah mempunyai


instrumen tersendiri, diantaranya konsep bebas dari bunga (free interest
economy). Adanya bunga dilarang oleh Islam karena instrumen bunga
menimbulkan penyalahgunaan sumber dana untuk yang tidak produktif dan
tingginya spekulasi. Sedangkan variabel kebijakan moneter Islam dalam
manajemen permintaan uang adalah nilai-nilai moral, lebaga-lembaga sosial,
ekonomi, dan politik, serta tingkat keuntungan riil.8

Sebagaimana pesan Imam Ghazali dalam kitab Ihya, “Memperdagangkan uang


ibarat memenjarakan fungsi uang, jika banyak uang yang diperdagangkan,
niscaya tinggal sedikit uang yang dapat berfungsi sebagai uang.” Lebih lanjut,
Ibnu Khaldun dalam ‘Muqaddimah’ juga menjelaskan bahwa yang menjadi
barometer kekayaan sebuah negara bukanlah melimpahnya uang di Negara
tersebut, akan tetapi ditentukan oleh tingkat produksi suatu Negara dan neraca
pembayaran yang positif.

Ibnu Taimiyah, menyebut beberapa poin mengenai dampak instabilitas uang,


sebagai akibat dari perubahan fungsi uang;

1. Perdagangan uang akan memicu inflasi

2. Hilangnya kepercayaan orang akan stabilitas nilai uang akan mencegah


orang melakukan kontrak jangka panjang dan mendholimi golongan
masyarakat yang berpenghasilan tetap sebagai pegawai

3. Perdagangan domistik akan menurun karena kekhawatiran stabilitas nilai


uang

4. Perdagangan internasional akan menurun9

Dan tidak heran bila kita saksikan sekarang, saat konsep uang dalam ekonomi
kapitalis justru menjadi bumerang. Alih-alih melihat pertumbuhan uang yang
begitu cepat, justru yang terjadi krisis ekonomi seperti yang kita lihat di Amerika
kemarin. Tak heran bila dunia kapitalis sangat rawan terguncang krisis, tercatat
sebanyak 16 kali Amerika dihantam resesi ekonomi.10 Maka, sudah saatnya kita
kembalikan fungsi uang ke asalnya, yakni sebagai alat tukar dan unit of account,
bukan sebagai barang komoditas.

Wallahu a’lamu bishshowab.


1
Disampaikan oleh Nailunni’am dalam diskusi mingguan PAKEIS, 7 Maret 2009.
2
Al-Arnwal fi Daulatit khilafah, Beirut:Darul almi lil malayin, 1983.
3
Agus W, Keunggulan Dinar Dirham, www.hudzaifah.org
4
http://id.wikipedia.org/wiki/Uang
5
Mirza Gamal, Perspektif Uang Islami.
6
http://id.wikipedia.org/wiki/Jenis-jenis_uang
7
Yuli Yasin, MA., Uang dalam Tinjauan Ekonomi Islam
8
Dr. Immamudin Yuliadi, SE., M.Si., dikutip dari wawancara
9
Luqman, Uang dalam Lintas Pemikir Ekonomi Islam
10
Agus Nugraha, Sejarah Krisis Ekonomi Dunia, http://agoesnoegraha.wordpress.com

You might also like