You are on page 1of 67

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

Ringkasan Eksekutif
Hasil Pemeriksaan Kontraktor PSC PT Chevron Pacific Indonesia

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia telah memeriksa lifting, biaya yang dapat diganti
(cost recovery) dan alokasi biaya overhead kantor pusat luar negeri (overhead allocation) pada
Kontraktor PSC PT Chevron Pacific Indonesia (PT CPI) tahun buku 2004 dan 2005 (Smt I).
Pemeriksaan didasarkan pada Surat Tugas Anggota/Pembina Auditama Keuangan Negara V
(BUMN) No. 83/ST/VII-XV.1/11/2005 tanggal 16 November 2005, Surat Tugas Anggota/Pembina
Auditama Keuangan Negara V (BUMN) No. 89 /ST/VII-XV.1/11/2005 tanggal 17 Nopember 2005
dan Surat Tugas Anggota/Pembina Auditama Keuangan Negara V (BUMN) No. 98/ST/VII-
XV.1/12/2005 tanggal 22 Desember 2005.

Pemeriksaan bertujuan untuk menilai kewajaran lifting dan cost recovery serta alokasi biaya
overhead kantor pusat luar negeri (Home Office/Chevron Corp.) pada PT CPI Blok Rokan, Siak
dan MFK tahun buku 2004 dan 2005 (s.d semester I)

Jumlah lifting minyak mentah Blok Rokan, Siak dan MFK tahun 2004 masing-masing adalah
sebesar 163.309 MBBLS, 956 MBBLS, dan 177 MBBLS. Sedangkan untuk tahun 2005 (Semester
I) masing-masing adalah sebesar 37.690 MBBLS, 221MBBLS dan 44 MBBLS.

Jumlah biaya yang dapat diganti (cost recovery) Blok Rokan, Siak dan MFK untuk tahun 2004
masing-masing adalah sebesar US$994,904 ribu, US$7,627 ribu , dan US$1,602 ribu. Sedangkan
untuk tahun 2005 masing-masing adalah sebesar US$192,064 ribu, US$1,218 ribu dan US$323
ribu.

Pemeriksaan menghasilkan temuan pemeriksaan yang berhubungan dengan pengendalian intern,


lifting, cost recovery dan alokasi biaya overhead kantor pusat luar negeri dengan rincian sebagai
berikut:
A. 3 (tiga) temuan yang berhubungan dengan pengendalian intern, yaitu:
1. Pengendalian intern atas proses lifting yang dilakukan di Dumai Pump Station kurang
memadai.
2. Kelemahan pada pengendalian internal yang ada di PT Chevron Pacific Indonesia (PT CPI)
dan Badan Pengelola Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPMigas) mengakibatkan cost recovery
dan lifting antara Pemerintah dan PT CPI tidak dapat diyakini kewajarannya.
3. Terdapat keterlambatan pengajuan perpanjangan Ijin Memperkerjakan Tenaga Kerja Asing
(IMTA)

Ketiga temuan tersebut di atas menunjukkan adanya kelemahan sistem


pengendalian intern yang dapat mempengaruhi kewajaran lifting dan cost recovery.
Kelemahan pengendalian intern ini tidak saja disebabkan oleh PT CPI sebagai Kontraktor
PSC, namun juga oleh BPMigas sebagai pelaksana utama atas pengawasan kegiatan
BPK-RI i KKKS PT Chevron Pacific Indonesia
perminyakan di Indonesia. Adapun kelemahan sistem pengendalian intern pada PT CPI
dan BPMigas yang akan berpengaruh terhadap kewajaran lifting dan cost recovery adalah
sebagai berikut:
a. Pada kegiatan lifting, stock opname atas besarnya persediaan minyak pada pipa tidak
pernah dilakukan, pembukaan segel dan proses lifting dilakukan tanpa disaksikan oleh
pihak Bea Cukai dan BPMigas dan pencatatan nilai lifting bagian kontraktor oleh PT
CPI tidak menggunakan nilai penjualan yang sebenarnya.
b. PT CPI dalam melaksanakan proses PIS tidak sepenuhnya melakukan evaluasi yang
memadai mengenai kesiapan aset untuk dioperasikan, terbukti dengan adanya beberapa
aset yang telah di PIS, ternyata sebagian diantaranya merupakan aset yang tidak/belum
bermanfaat.
c. Terdapat beberapa AFE yang biayanya telah melebihi anggaran di atas 10% dan
sampai dengan 31 Desember 2005 belum dilaporkan ke BPMigas dan terdapat
beberapa AFE close out yang telah dilaporkan ke BPMigas, namun belum mendapat
persetujuan dari BPMigas.
d. Terdapat beberapa kelompok material yang pengadaannya tidak mempertimbangkan
kebutuhan penggunaannya sehingga material tersebut menjadi slow moving dan
diusulkan untuk dihapuskan. Selain itu, juga terdapat material yang diterima tidak
sesuai pesanan sehingga tidak dapat digunakan serta material yang dinilai nol karena
sudah dibebankan ke dalam suatu proyek meskipun material tersebut tidak digunakan
untuk proyek tersebut.
e. Terdapat beberapa kelompok biaya yang tidak berhubungan dengan operasi PT CPI,
namun dibebankan ke cost recovery seperti bantuan biaya operasional Sekolah
Cendana, bantuan Biaya operasional International School, Pembangunan Politechnic
Caltex Riau dan biaya-biaya Community Development dan Community Relationship
(CDCR). Kelompok biaya tersebut dianggarkan dalam Work Program and Budget
(WP&B) dan telah disetujui oleh BPMigas.
f. Terdapat keterlambatan penagihan biaya technical services dari Home Office yang
melewati periode berjalan, rate technical services yang ditetapkan bukan merupakan
rate yang menguntungkan dan tidak adanya kewajiban pimpinan proyek untuk
mencatat time sheet sehingga tidak diketahui berapa lama konsultan bekerja.
g. Terdapat verifikasi tagihan atas transaksi related parties yang tidak dapat dilakukan
secara bebas, tidak adanya jaminan atas kewajaran rate yang ada dan tidak terdapatnya
analisa yang memadai atas perlu tidaknya pengadaan jasa pada related parties.

B. 12 (dua belas) temuan yang berkaitan dengan cost recovery dengan rincian sebagai berikut:
1. Proyek Modifikasi Stasiun Pengumpul (Gathering Station Modifikation) dengan total biaya
US$33,979.92 ribu tidak memberikan manfaat yang menguntungkan bagi kegiatan
operasional PT CPI.
2. Terdapat Overrun Authorization For Expenditure Closed Out (AFE CO) PT. Chevron
Pasific Indonesia (PT CPI) sebesar US$75,887.04 ribu dan telah diperhitungkan pada cost
recovery, serta terdapat overrun AFE yang belum di-closed out sebesar US$5,718.22 ribu
yang telah diselesaikan pelaksanaannya tanpa persetujuan BPMigas terlebih dahulu.
3. Material senilai US$18,916,99 ribu tidak memberikan manfaat bagi PT CPI namun telah
dibebankan sebagai cost recovery.

BPK-RI ii KKKS PT Chevron Pacific Indonesia


4. Pelaksanaan Authorization For Expenditure (AFE) No.00-2112 untuk proyek Polytechnic
Caltex Riau PCR) membebani cost recovery sebesar US$6,563.16 ribu
5. Biaya listrik dan steam yang dimintakan kembali ke Pemerintah sejak PT CPI melakukan
kerja sama dengan PT MCTN diragukan kewajarannya dan mengakibatkan kerugian bagi
Pemerintah sebesar US$210,000.00 ribu serta berpotensi merugikan negara sebesar
US$1,233,319.10 ribu.
6. Pelaksanaan pekerjaan Waste Gas Disposal System Facility tidak mencapai tujuan dan
membebani cost recovery sebesar US$5,036.57 ribu
7. Biaya operasi berupa school cost (dependent) selama tahun 2004 dan 2005 (s.d kuartal II)
sebesar US$6,285.72 ribu dan sumbangan pada International School sebesar US$5,938.26
ribu tidak dapat dibebankan sebagai cost recovery PT CPI.
8. Pengeluaran dana melalui akun biaya Community Development (CD) dan Community
Relationship (CR) membebani cost recovery tahun 2004 dan tahun 2005 masing-masing
sebesar US$1,543.72 ribu dan US$1,471.78 ribu.
9. Terdapat interest recovery yang seharusnya tidak dibebankan sebagai cost recovery PT CPI
tahun 2004 dan 2005 (s.d kuartal II) sebesar US$4,965.72 ribu.
10. Terdapat pembayaran upah pokok petugas security yang tidak sesuai dengan perjanjian
11. Terdapat beberapa material berdasarkan kontrak pengadaan material OP-1583 pada PT
National Oil Well senilai US$133,36 ribu belum diterima secara lengkap, namun telah
dibayar dan telah dicatat sebagai biaya operasi PT CPI yang di-recovery Pemerintah.
12. Pemerintah RI dan PT CPI mengalami kerugian pada tahun 2004 masing-masing sebesar
US$4,217,883.72 dan US$5,623,844.97 atas transaksi pertukaran Duri Crude dengan Gas
ConocoPhillips melalui Perjanjian PTEA

C. Terdapat 1 (satu) temuan yang berkaitan dengan alokasi biaya overhead kantor pusat luar
negeri, yaitu: Alokasi PCO pada tahun 2004 dan 2005 (Juni) masing-masing sebesar
US$10,897.22 ribu dan US$5,014.654 ribu belum sepenuhnya dapat diyakini kewajarannya

D. Simpulan Pemeriksaan
Beberapa temuan pemeriksaan masih perlu dibahas lebih lanjut dengan Badan Pengelola
Minyak dan Gas (BPMigas) karena PT CPI, melalui tanggapannya, masih berkeberatan dengan
temuan-temuan pemeriksaan BPK-RI. Hal ini terjadi karena adanya beberapa ketentuan baik
dalam Kontrak Kerja Sama (Production Sharing Contract/PSC) maupun buku pedoman dan
kebijakan-kebijakan BPMigas yang masih belum jelas penerapannya, terutama mengenai
batasan-batasan biaya-biaya yang boleh dan yang tidak boleh di-cost recovery-kan ke
Pemerintah. Selain itu masih lemahnya pengawasan dan pembinaan serta evaluasi yang
dilakukan BPMigas terhadap kontraktor terutama yang berkaitan dengan pengawasan atas
proses dan hasil pembangunan proyek-proyek dengan teknologi perminyakan yang baru yang
mengakibatkan tingginya cost recovery walaupun efektivitasnya diragukan. Oleh karena itu,
dari hasil pemeriksaan dan pembahasan temuan, dapat disimpulkan bahwa lifting dan cost
rescovery serta pembebanan overhead home office, untuk beberapa pos diragukan
kewajarannya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang ringkasannya telah diuraikan di atas, secara ringkas BPK
RI menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Secara umum proses lifting dan cost recovery telah berjalan dengan baik, namun kami
menganggap masih perlu dilakukan perbaikan di beberapa aspek. Masalah utama yang

BPK-RI iii KKKS PT Chevron Pacific Indonesia


kami anggap penting adalah pengendalian internal yang dimiliki oleh BPMigas selaku
wakil pemerintah dan PT CPI selaku kontraktor masih belum sepenuhnya berjalan dengan
baik;
2. PSC dan aturan-aturan terkait dengan cost recovery yang berlaku di Indonesia, sifatnya
masih terlalu umum dan kurang mendetail sehingga memunculkan banyak penafsiran, serta
masih memiliki kelemahan, yaitu: belum ada ketentuan yang memuat daftar biaya-biaya
yang tidak dapat di-cost recovery-kan sehingga pihak kontraktor menganggap semua biaya
dapat di-cost recovery-kan meskipun biaya-biaya tersebut tidak terkait langsung dengan
kegiatan operasi perminyakan kontraktor;
3. Pengawasan atas pelaksanaan PSC yang dilakukan pleh BPMigas tidak sepenuhnya
berjalan dengan baik;
4. Tidak adanya ketentuan yang mengatur sanksi bagi kontraktor yang secara sengaja
melanggar ketentuan yang berlaku.

E. Rekomendasi
BPK-RI merekomendasikan agar:
1. BPMigas mengkaji ulang ketentuan-ketentuan yang telah berlaku baik pada PSC maupun
buku pedoman dan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan BPMigas untuk mendapatkan
ketentuan yang lebih jelas mengenai batasan-batasan dari biaya-biaya yang boleh di cost
recovery.
2. BPMigas lebih memperkuat pengawasan dan pengendalian serta evaluasi atas kegiatan
kontraktor untuk menjaga kepentingan negara dengan merancang dan melaksanakan sistem
pengendalian yang lebih baik secara konsisten.
3. BPMigas dan PT CPI mengkaji ulang atas kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan oleh PT
CPI yang telah dan akan berpotensi merugikan negara di waktu yang akan datang.
4. Terhadap mereka yang lalai baik dari sisi BPMigas maupun PT CPI sehingga
menimbulkan kesalahan perhitungan cost recovery dan mengakibatkan kerugian negara
atas biaya yang telah dibayar Pemerintah perlu dimintakan pertanggungjawabannya.

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN


REPUBLIK INDONESIA

Penanggung Jawab Pemeriksa

Drs. J. Widodo. H. Mumpuni, MBA, Ak


NIP 240001665

BPK-RI iv KKKS PT Chevron Pacific Indonesia


BAB I
PENDAHULUAN

A. Dasar Hukum Pemeriksaan


1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1973 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Republik
Indonesia.
2. Surat Tugas BPK-RI No. 83/ST/VII-XV.1/11/2005 tanggal 16 Nopember 2005.
3. Surat Tugas BPK-RI No. 89 /ST/VII-XV.1/11/2005 tanggal 17 Nopember 2005.
4. Surat Tugas BPK-RI No. 98/ST/VII-XV.1/12/2005 tanggal 22 Desember 2005.

B. Entitas yang Diperiksa


Entitas yang diperiksa adalah Kontraktor PSC PT Chevron Pasific Indonesia.

C. Tujuan Pemeriksaan
Pemeriksaan pada entitas tersebut bertujuan untuk menilai kewajaran atas lifting dan cost
recovery pada PT CPI Blok Rokan, Siak dan MFK tahun buku 2004 dan 2005 (s.d semester I).

D. Lingkup Pemeriksaan
Lingkup pemeriksaan meliputi pemeriksaan atas:
1. Volume dan nilai produksi minyak mentah tahun 2004 dan 2005 (Smt I)
2. Volume dan nilai lifting minyak mentah tahun 2004 dan 2005 (Smt I).
3. Biaya yang dimintakan penggantian (cost recovery).
4. Pembebanan biaya home office.

E. Waktu Pelaksanaan Pemeriksaan


Pemeriksaan dilaksanakan mulai tanggal 19 Desember 2005 s.d 17 Maret 2006.

F. Standar Pemeriksaan
Standar pemeriksaan yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah Standar Audit Pemerintahan
(SAP).

G. Metodologi Pemeriksaan
Dalam melaksanakan pemeriksaan ini, metode pemeriksaan yang dilakukan adalah:
1. Melakukan pengujian terhadap sistem pengendalian intern dari masing-masing bidang yang
dipemeriksaan dengan pendekatan pada tugas, fungsi dan kegiatan Kontraktor PSC PT
Chevron Pasific Indonesia.
2. Melakukan pengujian substantif terhadap transaksi dan bukti-bukti.
3. Pengujian fisik secara uji petik dengan pemilihan sampel yang selektif.
4. Prosedur pemeriksaan lain yang diperlukan.

BPK-RI -1- PT Chevron Pacific Indonesia


H. Hambatan Pemeriksaan
1. Keterbatasan data dan informasi yang tersedia serta keterbatasan waktu pelaksanaan
pemeriksaan.

BPK-RI -2- PT Chevron Pacific Indonesia


BAB II
GAMBARAN UMUM

A. Hubungan antara BPMigas dengan Kontraktor PSC


UU No.22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, pasal 41 ayat (2) menyatakan bahwa
pengawasan pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu berdasarkan Production Sharing Contract
(PSC) dilaksanakan oleh Badan Pelaksana. Badan Pelaksana adalah suatu badan yang dibentuk
dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 tahun 2002 untuk melakukan pengendalian
Kegiatan Usaha Hulu di bidang Minyak dan Gas Bumi.
Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (BPMigas) adalah kepanjangan
Pemerintah sebagai pemegang Kuasa Pertambangan.
Dalam melaksanakan fungsi dan wewenangnya, BPMigas mempunyai tugas:
1. Memberikan pertimbangan kepada Menteri atas kebijaksanaannya dalam hal penyiapan dan
penawaran Wilayah Kerja serta PSC;
2. Melaksanakan penandatanganan PSC;
3. Mengkaji dan meyampaikan rencana pengembangan lapangan selain sebagaimana
dimaksud dalam huruf c;
4. Memberikan persetujuan rencana kerja dan anggaran;
5. Melaksanakan monitoring dan melaporkan kepada Menteri mengenai pelaksanaan PSC;
6. Menunjuk penjual Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi bagian negara yang dapat memberikan
keuntungan sebesar-besarnya bagi negara
Sesuai dengan PP No.42/2002, kesepakatan kerjasama dalam bentuk PSC dalam sektor Minyak
dan Gas dibuat antara BPMigas dan Kontraktor. Dalam PSC disebutkan bahwa BPMigas
memiliki dan bertanggung jawab atas managemen operasi perminyakan, namun bagaimanapun,
BPMigas akan membantu dan berkonsultasi dengan Kontraktor dengan pandangan bahwa
dalam kenyataannya Kontraktor bertanggung jawab terhadap Work Program.

B. Perkembangan PT Chevron Pacific Indonesia


PT Chevron Pacific Indonesia (PT CPI) adalah perusahaan eksplorasi dan produksi minyak dan
gas (migas). CPI yang sebelumnya dikenal dengan nama PT Caltex Pacific Indonesia
beroperasi dibawah perjanjian PSC dengan Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh BPMigas
(Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas), sehingga PT CPI disebut Kontraktor PSC.
Sejarah PT CPI berawal dari tahun 1924, ketika Tim Geologi dari Standard Oil of California
(Socal) sampai di Pulau Sumatera. Tahun 1936, Socal bersama Texaco mendirikan Caltex.
Tahun 1963, perusahaan cikal bakal PT CPI yang beroperasi pada masa sebelum dan setelah
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia resmi menjadi PT. Caltex Pasific Indonesia.
Socal kemudian berubah menjadi Chevron. Tahun 2001, Chevron dan Texaco bergabung

BPK-RI -3- PT Chevron Pacific Indonesia


menjadi ChevronTexaco dan menjadi salah satu perusahaan energi terbesar di dunia. Bulan Mei
2005, ChevronTexaco berganti nama menjadi Chevron Corporation. Chevron memiliki unit
bisnis di lebih dari 180 negara dan didukung oleh sekitar 47.000 karyawan di seluruh dunia.
Saat ini, PT CPI bertindak sebagai kontraktor dari tiga PSC di Sumatera, yaitu PSC Rokan,
PSC C&T Siak dan PSC C&T MFK. PSC Rokan merupakan Production Sharing Contract
antara Pertamina dengan PT CPI tanggal 9 Agustus 1971 yang diamandemen berdasarkan
persetujuan Menteri Pertambangan tanggal 24 Desember 1983 dan tanggal 15 Oktober 1992.
PT CPI memperoleh hak kuasa pertambangan minyak dan gas bumi di daerah Sumatera Bagian
Tengah (Rokan Block) lebih kurang seluas 9.898 km2. Kontrak awal berlangsung sampai
dengan 8 Agustus 2002, dan perpanjangan kontrak berlaku untuk waktu 20 tahun (s.d. 8
Agustus 2021). Area yang tersisa setelah dilakukan penyerahan 35% dari area kontrak awal
adalah 65% dari area kontrak dan tidak boleh melebihi 6.433 km2.
PSC C&T Siak merupakan Production Sharing Contract antara Pertamina, Chevron Siak Inc
dan Texaco. Inc tanggal 28 Maret 1991. C&T Siak memperoleh hak kuasa minyak dan gas
bumi di daerah Siak Block yang meliputi area eksplorasi seluas 8,314 km2.
Sedangkan PSC C&T MFK merupakan Production Sharing Contract antara Pertamina dengan
California Asiatic Oil Company (Calasiatic) dan Texaco Overseas Petroleum Company (Topco)
(C&T) tanggal 20 Januari 1975 yang diamandemen tanggal 21 Desember 1978 dan 28 Januari
1980. C&T MF Kuantan memperoleh hak kuasa minyak dan gas bumi di daerah Mountain
Front & Kuantan (MFK) Block yang terletak di Kabupaten Rokan Hulu meliputi area
eksplorasi seluas 6.865 km2, yaitu di Mountain Front Block seluas 805 km2 dan Kuantan Block
seluas 6.060 km2 yang berlangsung sampai dengan 20 Januari 2005.

C. Wilayah Kerja
PSC Rokan dioperasikan PT CPI di 3 (tiga) lapangan minyak utama, yaitu: Duri, Minas dan
Bekasap. Lapangan Duri memproduksi minyak bumi yang terkenal dengan nama Duri Crude.
Lapangan Duri ditemukan tahun 1941 dan mulai berproduksi tahun 1958. Lapangan Minas
merupakan lapangan minyak terluas yang pernah ditemukan di Asia Tenggara. Ditemukan pada
tahun 1941 dan mulai berproduksi tahun 1952. Minas menghasilkan jenis minyak bumi yang
terkenal di dunia, yaitu Sumatran Light Crude (SLC). Lapangan Bekasap memiliki sejumlah
lapangan minyak kecil produktif yang memproduksi light crude.
PSC C&T Siak dioperasikan di lapangan Siak dan memproduksi minyak bumi SLC. Sedangkan
PSC MFK diopersikan di lapangan Kuantan dan memproduksi minyak bumi SLC.

D. Struktur Organisasi
PT Chevron Pacific Indonesia (PT CPI) merupakan anak perusahaan Chevron-San Ramon,
Texaco, dan American Overseas Petroleum Ltd., (AOPL) yang berkedudukan di Houston,
Amerika. American Overseas Petroleum Ltd., (AOPL) adalah Kantor Pusat (Home Office) dari
PT CPI, yang dibentuk oleh pemegang saham, Chevron-San Ramon dan Texaco Inc. Houston,
untuk mengawasi atau mengendalikan operasi PT CPI di Indonesia. Kegiatan operasi PT CPI di

BPK-RI -4- PT Chevron Pacific Indonesia


Indonesia sampai dengan tahun 2005 adalah PT CPI Rokan-PS, C&T MF-Kuantan, dan C&T
Siak.
Dalam melaksanakan kegiatannya PT CPI dipimpin oleh President & Chairman of the
Managing Board yang berkedudukan di Jakarta dan dibantu oleh Executive Vice President dan
Managing Director yang berkedudukan di Rumbai, Pekanbaru Riau.
• President & Chairman of the Managing Board membawahi Managing Director, Sr. VP.
Jakarta, VP. Corp. Finance and Treasury, Sr.VP. Sumatera, General Counsel, Manager
Corp. Communication, Manager Corp. Relations, dan Manager Internal Audit.
• Sr.Vice President Jakarta membawahi GM Eksplorations, Manager New Ventures, GM
NOJV, GM Amoseas, Manager Jakarta General Services, dan GM Special Project.
• Managing Director membawahi Sr.VP. Sumatera, GM. External Affairs, VP. Corp. Human
Resources, VP. Corp. Human Resources, Manager Corp. HES., dan Manager
Corp.Quality, Plan & Budget.
• Sr.VP Sumatera membawahi Manager Power Gen & Transmision, Manager Technology
Support, Manager Drilling, GM Procurrement, VP. Operations Minas SBU, VP.
Operations Duri SBU, VP. Operations Bekasap SBU, dan VP Operation Support.
Susunan manajemen PT CPI adalah sebagai berikut:
(1) President Director : Suwito Anggoro
(2) Executive Secretary : Liana Indriati W
(3) SR VP Bussn. Develop. & Merger Intrgr : Open Position
(4) Chief Counsel & Land : Robinar DJ.
(5) Mgr. Planning & Reserves : I Nyoman Pujana
(6) Executive Director : Nelson, Frederick Dan
(7) GM. Human Resources : Nurbaity A.W.
(8) GM. Finance : Rasfuldi
Struktur organisasi PT CPI-Rokan Block menjadi satu dengan struktur organisasi C&T MF-
Kuantan, dan C&T Siak.

E. KEGIATAN USAHA
1. Produksi dan Lifting
a) PT CPI-Rokan PS
Sampai tahun 2004 minyak/kondensat dan gas yang dihasilkan berasal dari 6.178 sumur
yang terletak di 81 lapangan. Minyak/kondensat yang dihasilkan sampai tahun 2004 adalah
sebanyak 162.994.000 barrel dengan produksi rata-rata per hari 445.000 barrel, sedangkan
gas mulai diproduksi secara komersial pada tahun 1998 yang sampai tahun 2004 telah
menghasilkan gas sebanyak 31.137.000 MCF dengan perincian sebagai berikut:

BPK-RI -5- PT Chevron Pacific Indonesia


Tahun 2005 Tahun 2004
No Uraian Anggaran Realisasi Selisih Anggaran Realisasi Selisih
(MBBLS) (MBBLS) % (MBBLS) (MBBLS) %
1) PT CPI-Rokan
a) Crude & Condensate
(1) - Produksi 38.840 37.452 (1.388) (4) 155.248 162.994 7.746 5
(2) - lifting 38.840 37.690 (1.150) (3) 161.502 163.309 1.807 1
b) Gas
(1) - Produksi 0 0 0 - 27.362 31.137 3.775 14
(2) - lifting 0 0 0 - 0 0 0 -

b) PT CPI-C&T Siak PS
Pada tahun 2004, minyak/kondensat dan gas yang dihasilkan berasal dari 47 sumur yang
terletak di 9 lapangan. Minyak/kondensat yang dihasilkan sampai tahun 2004 adalah
sebanyak 956.000 barrel dengan produksi rata-rata per hari 2.000 barrel, sedangkan gas
belum diproduksi secara komersial.
Adapun data produksi dan lifting PSC ini adalah sebagai berikut:
Tahun 2005 Tahun 2004
No Uraian Anggaran Realisasi Selisih Anggaran Realisasi Selisih
(MBBLS) (MBBLS) % (MBBLS) (MBBLS) %
a) Crude & Condensate
(1) - Produksi 221 210 (11) (5) 882 957 21 13
(2) - lifting 221 210 (11) (5) 757 956 199 26
b) Gas 100,00%
(1) - Produksi 0 0 0 - 0 0 0 -
(2) - lifting 0 0 0 - 0 0 0 -

c) PT CPI-C&T MF-Kuantan PS
Sampai tahun 2004, minyak/kondensat dan gas yang dihasilkan berasal dari 23 sumur yang
terletak di 1 lapangan. Minyak/kondensat yang dihasilkan tahun 2004 adalah sebanyak
177.000 barrel, sedangkan gas belum diproduksi secara komersial.
Adapun data produksi dan lifting dari PSC ini adalah sebagai berikut:

BPK-RI -6- PT Chevron Pacific Indonesia


Tahun 2005 Tahun 2004
No Uraian Anggaran Realisasi Selisih Anggaran Realisasi Selisih
(MBBLS) (MBBLS) % (MBBLS) (MBBLS) %
a) Crude & Condensate
(1) - Produksi 43 44 1 2 156 177 21 13
(2) - lifting 43 44 1 2 156 177 21 13
b) Gas
(1) - Produksi 0 - 0 0 0 -
(2) - lifting 0 0 0 - 0 0 0 -

2. Cost Recovery
Cost yang dapat di-recover, meliputi: operating cost dan depreciation expense. Operating
cost diganti dengan bagian dari lifting pada tahun terjadinya, sedangkan depreciation
expense merupakan penggantian atas pengadaan barang dan pemborongan pekerjaan dari
tahun-tahun lalu dan tahun sekarang.
Adapun data cost recovery tahun 2004 dan 2005 (semester I) untuk ketiga PSC adalah
sebagai berikut:
a) PSC Rokan
Jumlah cost recovery untuk PSC Rokan tahun 2004 dan 2005 (semester I) masing-masing
sebesar US$ 994,904 ribu dan US$ 213,906 ribu dengan perincian sebagai berikut:

BPK-RI -7- PT Chevron Pacific Indonesia


(dalam ribu US$)
2005 (kuartal I) 2004

Uraian Angg Real Selisih % Angg Real Selisih %


1 2 3 4=3-2 5=4/2 6 7 8=7-6 9=8/6
Cost Recovery
Unrecovered
Other Cost - - - - - - - -

Operating Cost :
Exploration and
Development 22.016 21.537 (479) -2,18% 131.656 104.191 (27.465) -20,86%

Production 144.923 129.861 (15.062) -10,39% 549.781 546.765 (3.016) -0,55%

General &
Administration 12.105 11.953 (152) -1,26% 103.867 106.754 2.887 2,78%

Total Operating
Cost 179.044 163.351 (15.693) -8,76% 785.304 757.710 (27.594) -3,51%

Depr Prior Year


Asset 29.476 22.812 (6.664) -22,61% 117.601 111.223 (6.378) -5,42%

Depr Current Year


Asset 5.083 5.697 614 12,08% 81.894 78.771 (3.123) -3,81%

Total Cost
Recovery 213.603 191.860 (21.743) -10,18% 984.799 947.704 (37.095) -3,77%

Investment Credit 303 204 (99) -32,67% 10.105 9.962 (143) -1,42%

Total
Recoverables 213.906 192.064 (21.842) -10,21% 994.904 957.666 (37.238) -3,74%

b) PT CPI – C&T Siak Block


Jumlah cost recovery untuk PSC Rokan tahun 2004 dan 2005 (semester I) masing-masing
sebesar US$7,627 ribu dan US$1,218 ribu dengan perincian sebagai berikut:

BPK-RI -8- PT Chevron Pacific Indonesia


(dalam ribu US$)

2005 (kuartal I) 2004

Uraian

Angg Real Selisih % Angg Real Selisih %

1 2 3 4=3-2 5=4/2 6 7 8=7-6 9=8/6

Cost Recovery

Unrecovered
- - - - - - - -
Other Cost

Operating Cost :

- Exploration and
374 112 (262) -70,05% 2.112 4.628 2.516 119,13%
Development

- Production 451 936 485 107,54% 2.275 1.467 (808) -35,52%

- General &
51 101 50 98,04% 105 149 44 41,90%
Administration

Total Operating
876 1.149 273 31,16% 4.492 6.244 1.752 39,00%
Cost

Depr Prior Year


35 69 34 97,14% 916 999 83 9,06%
Asset

Depr Current
0 0 0 - 81 384 303 374,07%
Year Asset

Total Cost
911 1.218 307 33,70% 5.489 7.627 2.138 38,95%
Recovery

Investment
0 0 0 - 0 0 0 -
Credit

Total
911 1.218 307 33,70% 5.489 7.627 2.138 38,95%
Recoverables

c) PT CPI – C&T MF Kuantan


Jumlah cost recovery untuk PSC Rokan tahun 2004 dan 2005 (semester I) masing-masing
sebesar US$ 1,602 ribu dan US$ 323 ribu dengan perincian sebagai berikut:

BPK-RI -9- PT Chevron Pacific Indonesia


(dalam ribu US$)

2005 (kuartal I) 2004

Uraian

Angg Real Selisih % Angg Real Selisih %

1 2 3 4=3-2 5=4/2 6 7 8=7-6 9=8/6

Cost Recovery

Unrecovered
Other Cost - - - - - - - -

Operating Cost :

Exploration and
0 1 1 - 70 1 (69) -98,57%
Development

Production 212 311 99 46,70% 449 1.234 785 174,83%

General
27 11 (16) -59,26% 163 367 204 125,15%
&Administration

Total Operating
239 323 84 35,15% 682 1.602 920 134,90%
Cost

Depr Prior Year -


0 0 0 - 1 0 (1)
Asset 100,00%

Depr Current
0 0 0 - 0 0 0 -
Year Asset

Total Cost
239 323 84 35,15% 683 1.602 919 134,55%
Recovery

Investment
0 0 - - 0 0 0 -
Credit

Total
239 323 84 35,15% 683 1.602 919 134,55%
Recoverables

BPK-RI - 10 - PT Chevron Pacific Indonesia


BAB III
HASIL PEMERIKSAAN

BPK-RI telah memeriksa lifting, cost recovery dan alokasi biaya kantor pusat (home office) pada
Kontraktor PSC Chevron Pacific Indonesia di Rumbai dan Jakarta.
Hasil pemeriksaan menunjukkan terdapat beberapa temuan yang berhubungan dengan kelemahan
sistem pengendalian intern, temuan yang mengakibatkan perlunya koreksi terhadap cost recovery,
serta temuan lifting. Secara rinci temuan-temuan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
A. Temuan yang berhubungan dengan pengendalian intern.
1. Pengendalian intern atas proses lifting yang dilakukan di Dumai Pump Station kurang
memadai
Lifting PT CPI dilakukan di point of lifting pada Dumai Pump Station yang menyalurkan
minyak mentah yang dihasilkan oleh PT CPI ke kapal maupun pipa. Minyak mentah yang akan
diserahkan, disimpan terlebih dahulu dalam tangki-tangki penimbun di Stasiun Pompa Pusat
(Central Pump Station) yang mempunyai daya tampung sebesar 5.100.000 barrel.
Terdapat empat saluran pipa penyalur minyak mentah yang dipakai untuk mengangkut minyak
mentah dari tangki-tangki penimbun ke Stasiun Meter (Metering Station) dan diteruskan ke
dermaga-dermaga atau ke kilang Pertamina UP-II Dumai.
Untuk menentukan jumlah minyak mentah yang diserahkan, dipergunakan 16 (enam belas) unit
Positive Displacement Meter (PD Meter) yang dikelompokkan ke dalam empat gugus (Meter
Banks). Dari tangki-tangki penimbun, minyak mentah akan dipompa melalui deaerator,
saringan, PD Meter dan disalurkan ke pipa penyalur minyak mentah, atau melalui pipa penguji
meter (meterprover), kemudian ke saluran pipa penyalur minyak mentah dan akhirnya terus ke
dermaga atau ke kilang Pertamina UP-II Dumai. Dimana terdapat empat dermaga pada
pelabuhan Dumai Pump Station tersebut.
Berdasarkan hasil pengamatan fisik yang dilakukan pada Dermaga 1 dan 3 Pelabuhan Dumai
Pump Station pada tanggal 5 Januari 2006 diketahui bahwa keran yang menghubungkan antara
pipa milik PT CPI dengan Loading Arm yang digunakan untuk mengisi crude oil ke tanker
tidak disegel oleh Bea dan Cukai. Secara administratif, PT CPI sudah membuat surat
permohonan buka/tutup segel ke Bea dan Cukai setempat. Disamping itu, proses lifting crude
oil dan loading oil ke kapal tanker hanya disaksikan oleh Petugas dari PT CPI yang terdiri dari
operator Loading Arm dan Loading Master serta beberapa petugas pembantu. Proses
dilaksanakan tanpa disaksikan oleh Petugas dari Bea dan Cukai maupun BPMigas, meskipun
pihak BPMigas serta Bea dan Cukai ikut menandatangani beberapa dokumen lifting seperti
Prover Report dan Batch Report.
Prosedur penyerahan minyak mentah pada Dumai Pump Station tanggal 3 Agustus 1993
menyatakan bahwa :
a. Keran-keran pada ujung pipa penyalur yang berada di dermaga maupun keran pada ujung
pipa penyalur yang menuju ke kilang Pertamina UP II Dumai, harus ditutup dan disegel,
bila sedang tidak digunakan untuk penyerahan minyak mentah.
b. Setiap penyerahan minyak mentah ke kapal tanker melalui saluran pipa penyalur harus
disetujui oleh Bea dan Cukai, dimana pada setiap penyerahan dilakukan pengujian dengan

BPK-RI - 11 - PT Chevron Pacific Indonesia


pipa penguji meter untuk mendapatkan factor meter yang kemudian dicatat dalam Prover
Report dan ditanda-tangani oleh wakil-wakil dari Pertamina, PT CPI serta Bea dan
Cukai.
c. Penentuan jumlah minyak mentah yang diserahkan, menggunakan PD Meter dan ditunjuk
dalam Batch Report dari mode computer yang dicetak oleh sistem Smith Supervisory
Computer untuk tiap gugus meter, yang kemudian dikoreksi dengan menggunakan factor
meter dan persentase Basic Sediment and Water (BS&W), dimana Batch Report tersebut
harus ditanda-tangani oleh wakil-wakil dari Pertamina (BPMigas), PT CPI serta Bea
dan Cukai.
Hal tersebut mengakibatkan jumlah lifting tidak dapat diyakini kewajarannya dan terdapatnya
peluang terjadinya kecurangan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.
Hal tersebut disebabkan BPMigas sebagai pengawas dan offtaker minyak mentah yang di-
lifting oleh PT CPI serta Bea dan Cukai sebagai pengawas semua transaksi penyerahan atau
penjualan di semua area pelabuhan di Indonesia, tidak melaksanakan kewajibannya sebagai
mana mestinya.
PT CPI sependapat dengan BPK-RI bahwa sesuai dengan prosedur yang berlaku, PT CPI selalu
meminta Bea Cukai untuk membuka dan menutup segel untuk setiap proses lifting ke tanker.
Namun adakalanya, pihak Bea Cukai tidak selalu datang membuka/menutup segel pada proses
lifting. Akan tetapi, setiap lifting dokumen tetap disetujui oleh Bea Cukai. Adapun tindakan
perbaikan yang sudah dilakukan adalah mengkomunikasikan temuan ini dengan pihak Bea dan
Cukai pada tanggal 8 Feb 2006. PT CPI menerangkan lebih lanjut bahwa sekarang setiap keran
yang ada di ujung loading line sudah disegel oleh pihak Bea dan Cukai.
BPK-RI menyarankan agar PT. CPI lebih meningkatkan kontrol atas proses lifting di Dumai
Pump Station dan meningkatkan kerja sama dengan pihak-pihak terkait seperti BPMigas dan
Bea Cukai. Disamping itu BPMigas dan Bea Cukai diharapkan ikut terlibat secara langsung
dalam proses lifting tersebut sesuai dengan prosedur lifting yang tertuang dalam Dumai
Offtaker Procedur.

2. Kelemahan pada pengendalian internal yang ada di PT Chevron Pacific Indonesia (PT
CPI) dan Badan Pengelola Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPMigas) mengakibatkan cost
recovery dan lifting antara Pemerintah dan PT CPI tidak dapat diyakini kewajarannya
Berdasarkan hasil pemeriksaan di lapangan ditemukan beberapa kelemahan pengendalian
intern. Kelemahan tersebut terjadi baik pada PT CPI sebagai Kontraktor Production Sharing
Contract (PSC) maupun pada pihak BPMigas sebagai pihak yang diberi kuasa oleh pemerintah
untuk melaksanakan isi PSC. Beberapa kelemahan pengendalian intern tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Kelemahan pengendalian internal pada proses lifting
Secara ringkas proses produksi minyak mulai dari sumur produksi (field) sampai dengan
titik lifting minyak di pelabuhan Dumai dapat dijelaskan sebagai berikut:
Cairan yang mengandung minyak diperoleh dari hasil pengeboran pada sumur-sumur
produksi yang kemudian disalurkan ke Central Gathering Station (CGS). Cairan tersebut
kemudian diproses lebih lanjut untuk memisahkan antara minyak, air, dan lumpur. Minyak

BPK-RI - 12 - PT Chevron Pacific Indonesia


yang diperoleh dari hasil pemisahan tersebut kemudian disalurkan melalui pipa sampai tiba
di tangki penimbun Central Pump Station (CPS) di Dumai.
Minyak yang terdapat di tangki penimbun kemudian di salurkan melalui pipa ke Stasiun
Meter (Metering Station) dan terus ke dermaga yang selanjutnya disalurkan ke kapal
melalui keran yang ada di dermaga sesuai nominasi lifting yang ditentukan/diperintah oleh
Crude Oil Shipment Department (COSD) Jakarta. COSD adalah suatu unit pada PT CPI
yang bertanggung jawab untuk melakukan nominasi dan mengatur tanggal pemuatan
minyak (acceptance loading date). Perintah tersebut merupakan perintah untuk pengisian
minyak, baik ke kapal tanker maupun kilang Dumai, dengan jumlah dan kuantitas tertentu
sesuai dengan angka yang tercantum pada Bill of Ladding (BL).
Berdasarkan penelahaan lebih lanjut terhadap proses lifting, dapat dikemukakan beberapa
kelemahan pengendalian intern sebagai berikut:
1) Stock Opname atas besarnya persediaan minyak pada pipa tidak pernah dilakukan;
Besarnya persediaan minyak yang dicatat oleh PT CPI hanya diperoleh dari hasil
menambahkan persediaan awal dengan besarnya produksi (yang diketahui dari meteran
yang ada antara CGS dan pipa yang menuju Dumai) dikurangi dengan own use and
loss site consumption dan besarnya lifting, baik yang dilakukan oleh PT CPI maupun
oleh pemerintah. Angka persediaan ini perlu dibandingkan dengan angka yang
persediaan sebenarnya, yaitu angka persediaan yang diperoleh dengan melakukan stock
opname. Selama ini PT CPI hanya melakukan stock opname atas persediaan yang ada
di storage tank, namun tidak pernah mengevaluasi berapa volume persediaan yang ada
di pipa. Oleh karena persediaan yang ada di pipa harus selalu terisi penuh maka
persediaan yang ada di pipa tersebut adalah seluruh volume pipa milik PT CPI yang
volumenya dianggap tetap. Namun, sampai dengan selesainya pemeriksaan lapangan, 2
Maret 2006, tidak diketahui berapa besarnya volume pipa tersebut, sehingga kewajaran
nilai persediaan tidak dapat diyakini.
2) Pembukaan segel dan proses lifting dilakukan tanpa disaksikan oleh pihak BC dan
BPMigas;
Proses lifting dimulai dengan membuka segel pada keran yang menghubungkan antara
pipa milik PT CPI dengan Loading Arm yang digunakan untuk mengisi crude oil ke
kapal. Pada keran tersebut tidak terdapat angka meter. Angka meter baru terdapat di
Metering Station yang terdiri atas enam belas unit Positive Diplacement Meter (PD
Meter). Angka awal dan akhir yang ditunjukkan oleh PD Meter tsb dijadikan patokan
penulisan angka lifting pada BL dan dokumen lainnya. Namun tidak ada segel pada
keran pembuka ini. Proses pembukaan segel dan lifting tersebut ternyata tidak selalu
disaksikan oleh pihak BC dan BPMigas. Hanya wakil dari PT CPI dan kapten kapal
yang selalu ada pada saat proses tersebut berlangsung.
3) Pencatatan nilai lifting bagian kontraktor oleh PT CPI tidak menggunakan nilai
penjualan yang sebenarnya;
Minyak yang merupakan bagian PT CPI dijual oleh Chevron Global Trading (CGT)
cabang Singapura kepada berbagai pihak yang tidak diketahui. CGT juga yang
mengatur kapal apa yang akan mengangkut minyak tersebut, besarnya minyak yang
akan diangkut, serta kapan kapal tersebut akan berlabuh dan berlayar. Oleh karena PSC
hanya mengatur ketentuan lifting sampai dengan point of lifting dari off taker, PT CPI
tidak mengetahui berapa persisnya CGT menjual minyak dan kepada siapa karena
tidak memperoleh salinan kontrak dan invoice-nya.

BPK-RI - 13 - PT Chevron Pacific Indonesia


Disamping itu, meskipun dalam PSC diatur bahwa lifting pada pihak ketiga dicatat
berdasarkan harga sebenarnya (net realized value), namun PT CPI mencatat keseluruhan
minyak yang diangkut tersebut (termasuk lifting pada pihak ketiga) dengan harga
Indonesian Crude Price (ICP) pada bulan diangkutnya minyak dan tidak mencatat dengan
harga sebenarnya (net realized value).
b. Kelemahan pengendalian internal pada proses Placed Into Service (PIS)
Berdasarkan PSC, barang modal (capital asset) hanya dapat didepresiasi dan diganti
kembali oleh pemerintah jika telah di PIS. Suatu aset dapat disebut telah di-PIS jika aset
tersebut telah digunakan dalam kegiatan operasi kontraktor, sehingga layak jika
diperhitungkan beban depresiasinya. Berdasarkan pengujian terhadap beberapa aset yang
telah di PIS, ternyata sebagian diantaranya merupakan aset yang tidak/belum bermanfaat.
Aset tersebut adalah fasilitas Sand Removal Facilities (SRF) di Central Gathering System
(CGS) 1, 3 dan 5, serta fasilitas Gas-Incinerator. Selain itu terdapat pula aset yang hanya
dapat dimanfaatkan dalam jangka pendek (satu sampai tiga bulan) lalu macet sebagimana
terjadi fasilitas Sand Removal Facilities (SRF) di Central Gathering System (CGS) 4. Hal
tersebut menunjukkan bahwa PT CPI dalam melaksanakan proses PIS tidak sepenuhnya
melakukan evaluasi yang memadai mengenai kesiapan aset untuk dioperasikan. Selain itu
PT CPI tidak memiliki ketentuan yang mengatur perlakuaan atas aset yang setelah di-PIS
lalu berhenti beroperasi. Penelaahan lebih lanjut juga menunjukkan bahwa usulan PIS aset
pada umumnya tidak mendapat jawaban dan review oleh BPMigas, sehingga selalu
diasumsikan bahwa usulan tersebut disetujui.
c. Kelemahan pengendalian internal pada proses Authorization For Expenditures (AFE)
Setiap kegiatan proyek-proyek utama (main project) maupun pekerjaan non proyek (non
project) yang memerlukan pengeluaran US$500,000.00 atau lebih harus menggunakan
AFE sebagai dasar untuk pengeluarannya. Kontraktor mengajukan proposal sebagai dasar
pertimbangan disetujui atau tidaknya pengeluaran tersebut.
Setelah AFE disetujui, jika dalam pelaksanaannya biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan
yang bersangkutan diperkirakan akan melampui AFE lebih dari 10%, maka Kontraktor
harus mengajukan permohonan pertambahan AFE disertai dengan alasan pelampauannya.
Empat bulan setelah kegiatan tersebut selesai, Kontraktor harus mengajukan AFE closed
out untuk melaporkan keseluruhan kegiatan beserta realisasi biayanya.
Berdasarkan pengujian terhadap daftar realisasi AFE, terdapat AFE yang realisasinya
melampaui anggaran (AFE Overrun) pada tahun 2004 dan 2005 masing masing sebanyak
130 dan 70 buah. Selain itu juga diketahui bahwa AFE yang realisasi pembiayaannya
melebihi 10% dari anggaran tersebut, total nilai pelampauannya masing-masing sebesar
US$64,488,844.00 dan US$11,398,195.00.
Selain itu terdapat 24 proyek barang modal (capital assets) yang realisasi biayanya telah
melebihi anggaran di atas 10% dan sampai dengan 31 Desember 2005 belum dilaporkan ke
BPMigas. Total anggaran yang disetujui dari proyek-proyek tersebut adalah sebesar
US$31,303,937.00 dengan realisasi pengeluaran sebesar US$40,152,553.62, sehingga
terdapat Overrun di atas 10% sebesar US$5,718,222.95. AFE Overrun tersebut belum
mendapat persetujuan dari BPMigas.

BPK-RI - 14 - PT Chevron Pacific Indonesia


d. Kelemahan pengendalian internal pada proses pengadaan Material Non Capital
PT CPI mengadakan material non capital untuk mendukung operasinya. Pengadaan
material tersebut dilakukan oleh fungsi pengadaan, baik berdasarkan permintaan dari unit
yang membutuhkan (user) maupun ketika tingkat persedian material yang bersangkutan
telah mencapai jumlah minimum (buffer stock). Kuantitas maupun kualitas serta spesifikasi
teknis material yang dipesan pada dasarnya sesuai dengan pesanan user. Material non
capital berdasarkan PSC akan di-recovery ketika material tersebut “landed in Indonesia”.
Berdasarkan pemeriksaan terhadap material non capital PT CPI diketahui bahwa terdapat
beberapa kelompok material yang pengadaannya tidak mempertimbangkan kebutuhan
penggunaannya sehingga material tersebut menjadi slow moving dan diusulkan untuk
dihapuskan. Disamping itu, juga terdapat material yang diterima tidak sesuai pesanan
sehingga tidak dapat digunakan serta material yang dinilai nol karena sudah dibebankan ke
dalam suatu proyek meskipun material tersebut tidak digunakan untuk proyek tersebut.
e. Kelemahan pengendalian internal pada proses persetujuan Work Program and Budget
(WP&B)
PT CPI setiap tahun mengajukan WP&B kepada BPMigas untuk membiayai kegiatan-
kegiatannya. WP&B tersebut harus mendapat persetujuan BPMigas sebelum dilaksanakan.
Berdasarkan pemeriksaan terhadap kegiatan-kegiatan yang diajukan dalam WP&B PT CPI,
terdapat kegiatan yang menurut BPK tidak terkait dengan operasi PT CPI. Kegiatan
tersebut adalah: bantuan biaya operasional Sekolah Cendana, dan bantuan Biaya
operasional International School. Sekolah Cendana merupakan sekolah yang berada di
lingkungan kamp PT CPI. Sekolah ini terutama ditujukan untuk tempat pendidikan anak
karyawan PT CPI. International School merupakan tempat pendidikan anak-anak
karyawan ekspatriate.
Pada dasarnya biaya-biaya tersebut tidak terkait langsung dengan operasi kontraktor di
Indonesia, sehingga tidak layak jika dimintakan penggantian kepada pemerintah.
f. Kelemahan pengendalian internal pada Technical Services (TS)
PT CPI menggunakan banyak pakar dari Chevron Corporation, sebagai pemegang saham,
untuk membantu PT CPI melakukan studi, training terhadap karyawan nasional, dan
melakukan evaluasi pelaksanaan upstream business-nya melalui program TS. Komponen
biaya TS umumnya mencakup honor konsultan, biaya perjalanan, dan biaya lain-lain.
Pelaksanaan TS sebagian dilakukan di Indonesia dan sebagian lainnya dilakukan di luar
negeri.
Terhadap pembayaran “technical services” tersebut terdapat beberapa masalah, yaitu:
1) Pencatatan “technical services” baru dilakukan pada saat Chevron menagih dan
bukannya pada saat jasa tersebut diterima oleh PT CPI. Ini menjadi masalah terutama
ketika penagihannya terlambat sehingga berpindah tahun (mencederai prinsip akrual
basis) atau ketika AFE bersangkutan telah ditutup (tagihan dibebankan ke AFE lain);
2) PT CPI tidak membandingkan “rate” yang dibebankan oleh Chevron dengan pihak
ketiga lainnya untuk mendapatkan “rate” yang paling menguntungkan;
3) “Business Process and Procedures” (BPP) PT CPI tidak memuat kewajiban
Champion (pimpinan proyek) untuk mencatat time sheet pelaksanaan pekerjaan para
konsultan dari Chevron, sehingga mereka tidak mengetahui secara pasti lamanya para
konsultan tersebut bekerja.

BPK-RI - 15 - PT Chevron Pacific Indonesia


g. Kelemahan pengendalian internal pada transaksi Related Parties
PT CPI di dalam kegiatan operasinya melaksanakan banyak transaksi dengan “related
parties”, yaitu pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan.
“Related parties” tersebut, mencakup pemegang saham perusahaan, yaitu: Chevron dan
Texaco. Chevron pada tahun 2001 mengakuisisi Texaco, maka selanjutnya pemegang
saham PT CPI tinggal Chevron. Berkaitan dengan masalah “related parties” ini, PSC
menggunakan istilah “affiliated company” atau “affiliate” dengan pengertian yang kurang
lebih serupa. Chevron menggunakan perantara salah satu divisinya, yaitu Chevron Texaco
Overseas Petroleum (CTOP) sebagai media dalam bertransaksi dengan PT CPI.
Transaksi antara perusahaan dengan “related parties” meliputi:
1) Penggunaan tenaga kerja ekspatriate yang berstatus pegawai pada “related parties”
dalam jangka waktu tertentu dengan menanggung “salary and benefits”;
2) Penggunaan jasa “related parties” untuk memenuhi kebutuhan perusahaan di bidang
Information and Technology, mencakup: aplikasi NetGil untuk jaringan, aplikasi JDE
untuk keuangan, dan procurement, serta aplikasi Utx untuk upstream;
3) Pembebanan “direct charges”, mencakup: biaya training, air line travel, dan koreksi-
koreksi pembebanan untuk kepentingan PT CPI;
4) Alokasi biaya overhead dari ChevronTexaco Corporation, ChevronTexaco Home
Office (CTOP) dan Amoseas Singapore/Houston, yaitu: Home Office Indirect Services
(Counsel & Services Fee) serta Corporation Direct Services. Counsel & Services Fee,
mencakup beban-beban: negotiation, legal & procurement; tax & finance; exploration;
well engineering; HES; business development & planning; international gas; dan
information technology, sementara Corporation Direct Services, mencakup beban-
beban: Human Resources; Finance & treasury; Procurement; Security; dan
Emergency Response.
5) Pembelian jasa “steam processing” dan “electricity processing” kepada PT Mandau
Cipta Tenaga Nusantara yang mayoritas pemegang sahamnya adalah Chevrontexaco
Global Energy, Co.
Transaksi-transaksi yang melibatkan related parties di atas pada umumnya menimbulkan
masalah-masalah berikut:
1) Verifikasi tagihan tidak dapat dilakukan secara bebas;
2) Tidak ada jaminan bahwa besarnya “rate” yang harus dibayar merupakan “rate” yang
paling menguntungkan;
3) Analisa atas perlu tidaknya pengadaan jasa tersebut tidak sepenuhnya dilakukan;
Berdasarkan ketentuan-ketentuan berikut:
a. UU No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
1) Bab I Ketentuan Umum pasal 1 angka 23
Badan Pelaksana adalah suatu badan yang dibentuk untuk melakukan pengendalian
Kegiatan Usaha Hulu di bidang Minyak dan Gas Bumi
2) Bab II Azas dan Tujuan pasal 3
Penyelenggaraan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi bertujuan :
Huruf a
Menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha Eksplorasi dan
Eksploitasi secara berdaya guna, berhasil guna, serta berdaya saing tinggi dan
berkelanjutan atas Minyak dan Gas Bumi milik negara yang strategis dan tidak
terbarukan melalui mekanisme yang terbuka dan transparan;

BPK-RI - 16 - PT Chevron Pacific Indonesia


Huruf e
Meningkatkan pendapatan negara untuk memberikan kontribusi yang sebesar-besarnya
bagi perekonomian nasional dan mengembangkan serta memperkuat posisi industri
dan perdagangan Indonesia;
3) BAB III Pengusaan dan Pengusahaan pasal 4
Ayat (1)
Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam strategis takterbarukan yang
terkandung di dalam Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia merupakan kekayaan
nasional yang dikuasai oleh negara.
Ayat (2)
Penguasaan oleh negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan oleh
Pemerintah sebagai pemegang Kuasa Pertambangan.
Ayat (3)
Pemerintah sebagai pemegang Kuasa Pertambangan membentuk Badan Pelaksana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 23.
b. PSC pada Section IV Right and Obligations of The Parties angka 1.2 huruf (r)
menyatakan:
Contractor shall pay to the Government of Republic of Indonesia the income tax including
the final tax on profits after tax deduction imposed on it pursuant to the Indonesian Income
Tax Law and its Implementing Regulations. Contractor shall comply with the requirements
of the Tax Law in particular with respect to filling of returns, assessment of tax and
keeping and showing of books and records.
c. PSC pada Section VI Valuation of Crude oil angka 1.1 huruf (a) menyatakan:
All crude oil taken by contractor, including its share and the share for the recovery of
operating costs and investment credit, and sold to third parties shall be valued at the net
realizad price f.o.b received by contractor for such crude oil.
d. Surat kepala BPPKA Pertamina No 028/L0230/90-S4 pada tanggal 16 januari 1990
mengenai technical services from abroad menyatakan antara lain:
Technical services from Aboard harus memenuhi kategori:
1) Merupakan non routine atau extra ordinary job;
2) Merupakan upstream job dan berhubungan dengan perencanaan proyek-proyek di
Indonesia;
3) Belum dapat dikerjakan oleh Inhouse people dan tidak ada available consulting
company di Indonesia;
4) Tarif yang diberlakukan harus dapat competitive dengan tarif apabila pekerjaan
tersebut dikerjakan oleh pihak ke-3 di Indonesia;
5) Tidak tumpang tindih/overlap/double charge dengan alokasi pembebanan biaya
overhead from abroad;
6) Dalam setiap tahun usulan anggaran, KPS perlu mengajukan proposal dan AFE secara
rinci kepada pertamina/BPPKA untuk rencana penggunaan tenaga technical services
from abroad tersebut.
Kelemahan-kelemahan pengendalian internal di atas mengakibatkan:
a. Tingginya resiko akan adanya lifting yang tidak tercatat;
b. Nilai WAP yang digunakan untuk menghitung besarnya minyak yang diperoleh PT CPI
untuk cost recovery dan investment credit, dan besarnya nilai bagi hasil pemerintah dan PT
CPI tidak dapat diyakini kewajarannya;

BPK-RI - 17 - PT Chevron Pacific Indonesia


c. Besarnya income tax yang dibayarkan oleh PT CPI tidak mencerminkan kewajiban yang
sebenarnya;
d. Besarnya depresiasi yang diajukan oleh PT CPI tidak dapat diyakini kewajarannya;
e. Penggunaan AFE sebagai alat kendali BPMigas untuk memonitor pelaksanaan kegiatan
kontraktor tidak efektif;
f. Material yang telah dibayar oleh pemerintah kepada PT CPI menjadi besi tua dan nilainya
menjadi sangat berkurang;
g. Biaya-biaya yang tidak terkait dengan operasi kontraktor di Indonesia masuk ke dalam
WP&B PT CPI dan disetujui oleh BPMigas untuk diganti;
h. Besarnya biaya “technical services” yang dicatat tidak mencerminkan biaya sebenarnya
i. “Rate” yang dibayar oleh PT CPI belum tentu merupakan rate yang paling
menguntungkan;
j. Tidak ada alat yang dapat dipakai untuk menguji kewajaran besarnya tagihan yang
diajukan oleh Chevron Corporation.
Hal-hal tersebut di atas terjadi karena:
a. BPMigas tidak mampu mengawasi proses lifting;
b. BPMigas tidak tegas dalam menjalankan ketentuan dalam PSC terkait penilaian terhadap
lifting contractor;
c. PT CPI cenderung ingin segera mendapatkan penggantian atas dana yang telah tertanam
dalam proyek yang dikerjakannya, sehingga menyatakan PIS aset yang tidak beroperasi.
d. BPMigas belum membuat ketentuan yang mengatur secara rinci syarat suatu aset dapat di-
PIS dan yang mengatur perlakukan jika aset yang telah di-PIS rusak dalam jangka waktu
tertentu;
e. Pengawasan atas proses AFE, mulai dari diajukan sampai di-closed, yang dilakukan oleh
BPMigas tidak berjalan efektif;
f. PT CPI memanfaatkan kelemahan pada PSC dan BPMigas untuk memintakan penggantian
biaya yang tidak terkait operasi perminyakan;
g. PSC dan BPMigas tidak secara jelas menguraikan jenis-jenis biaya apa saja yang masuk
kategori operating cost dan yang tidak;
h. Ketentuan PSC yang menyatakan bahwa material non capital akan di recovery ketika
landed in Indonesia memberi insentif kepada kontraktor untuk memiliki persediaan
material secara berlebihan;
i. PT CPI memandang Chevron dan PT CPI sebagai satu kesatuan perusahaan.
PT CPI menjelaskan sebagai berikut:
a.1)Besarnya persediaan minyak yang ada di pipa relatif konstan oleh karena ukuran dan
panjang pipa adalah tetap dan selalu terisi. Jikapun ada perubahan relatif sangat kecil yang
kemungkinan disebabkan oleh pengosongan ataupun pengisian (saat pertukaran DC dengan
SLC atau sebaliknya) pada loading line di Dumai.
Untuk itu, stock opname pada pipa merupakan konfirmasi mengenai angka stock pada pipa
yang relatif tetap dengan hasil perhitungan panjang dan besarnya pipa. Ini dapat dilakukan
oleh FOM Team dengan melakukan inventarisasi panjang pipa dan trunk line dan
menghitung kembali jumlah dead stock di dalam pipa bila diperlukan, yang tentu tidak
efisien dilakukan setiap hari ataupun bulan.

BPK-RI - 18 - PT Chevron Pacific Indonesia


a.2)Sesuai dengan prosedur yang berlaku, PT CPI selalu meminta Bea Cukai untuk membuka
dan menutup segel untuk setiap proses lifting ke Tanker. Namun adakalanya, pihak Bea
Cukai tidak selalu datang membuka/menutup segel pada proses lifting. Akan tetapi, setiap
lifting dokumen tetap disetujui oleh Bea Cukai.
Tindakan perbaikan yang sudah dilakukan adalah mengkomunikasikan temuan ini dengan
pihak Bea dan Cukai pada tanggal 8 Feb 2006.
Kondisi saat ini: Sistem pemasangan segel sudah berjalan sesuai dengan loading procedure
yang dilakukan oleh pihak Bea dan Cukai.
a.3)Pencatatan nilai lifting dilakukan oleh PT CPI dengan mempergunakan harga ICP
(Indonesian Crude Price) yang diumumkan oleh Pertamina/BPMigas setiap bulannya
kepada Kontraktor PSC. Hal ini merupakan kebijaksanaan Pemerintah yang menetapkan
harga minyak mentah dengan formula ICP sebagai realization price untuk menjamin
adanya keseragaman harga penjualan diantara Kontraktor PSC dan mengamankan
penerimaan negara.
b. Seperti yang ditentukan dalam PSC, depresiasi dapat dilakukan setelah aset tersebut PIS (
Placed Into Service). Untuk itu, PT CPI BPP (Business Process Procedure) mengatur
proses close out sbb: Finance Team membukukan aset ke dalam Aset Ledger setelah
menerima Project Close-out Report (PCR) yang ditanda-tangani oleh Leader dari Project
Controller dan juga Asset Owner yang mengoperasikan aset tsb. Disamping itu, Finance
Team juga harus melakukan Phyisical Inventory guna memastikan keberadaan aset tsb dan
juga memastikan bahwa aset tsb telah digunakan sebagaimana mestinya. Apabila aset tsb
belum berfungsi ataupun digunakan sebagaimana mestinya, maka Finance akan
membukukan aset tsb dgn Depr Category “00” yang mana depresiasi untuk aset dengan
kategori ini tidak akan dihitung oleh sistem. Adapun Fasilitas-fasilitas Sand Removal
Facilities (SRF) di CGS 1,3 , 4 dan 5 sudah beroperasi secara normal. Sementara itu
untuk Gas Incinerator yang belum beroperasi maka aset tsb dibukukan dengan Depr
Category “00” ( depresiasi belum dihitung).
c. Terhitung bulan Juli 2004, Pimpinan PT CPI (Managing Director) telah mengeluarkan
aturan atau surat edaran internal ke seluruh pimpinan, manajer proyek, dan pelaksana
proyek, untuk mematuhi semua aturan yang terkait dengan AFE (AFE approval, batas
anggaran, penyampaian laporan penyelesaian proyek, dan lain-lain). Hal ini dilakukan
karena menyadari bahwa selama ini PT CPI kurang memperhatikan kewajibannya terkait
dengan aturan tentang AFE.
Menyikapi kelebihan anggaran yang dinyatakan terjadi pada tahun 2005, hampir semua
AFE tersebut terkait dengan kegiatan pengeboran sumur dan umumnya adalah AFE yang
dikeluarkan tahun 2004 dan sebelumnya. Berdasarkan edaran pimpinan PT CPI diatas
dinyatakan bahwa semua proyek yang belum selesai dimana biayanya sudah mencapai
110% dan belum dapat approval dari BPMigas untuk revisinya, harus dihentikan.
Pengecualian dilakukan untuk AFE yang terkait dengan pengeboran sumur, kegiatan
pengeboran hanya berkisar antara 7 sampai 10 hari dimana tidak memungkinkan untuk
mengirimkan revisi AFE. Berdasarkan kesepakatan dan aturan dari BPMigas, PT CPI
hanya diharuskan melaporkan kejadian pada saat pengeboran yang memungkin terjadinya
kelebihan anggaran (melalui telpon atau fax), dan nantinya akan dijustifikasi pada saat
AFE close out. Kebijakan ini menimbang kerugian yang akan ditimbulkan apabila
pengeboran dihentikan, salah satunya biaya sewa rig.
Pada tahun 2005 BPMigas telah mengeluarkan pedoman pelaksanaan prosedur AFE dan
telah mensosialisasikannya kepada PT CPI pada bulan April 2005 dan diteruskan dengan

BPK-RI - 19 - PT Chevron Pacific Indonesia


pelatihan-pelatihan lanjutan. Pada tahun 2005 juga, BPP (Business Process Procedure)
yang berkaitan dengan AFE telah diperbaiki dan disosialisasikan kepada AFE Owner dan
Project Engineer agar dapat diimplementasikan dengan baik.
d. Pengadaan Barang Non-Capital mencakup kebutuhan untuk Perawatan, Perbaikan &
Operasi (Maintenance Repair & Operations) terutama terdiri dari suku cadang peralatan
sarana operasi dan produksi serta material untuk memenuhi kebutuhan operasi lainya
seperti. Untuk mendukung sarana produksi yang cukup besar, PT CPI mengoperasikan
ribuan fasilitas produksi dan peralatan penunjang lainnya. Sebahagian besar suku cadang
dari peralatan seperti pompa, kompresor, steam generator, flow meters, instrumentasi, dan
material lainnya berasal dari luar negeri ( import) , sehingga memerlukan lead time yang
panjang. Oleh karena itu, PT CPI membutuhkan persediaan cadangan (buffer stock)yang
memadai untuk mengantisipasi lead time tersebut. Sementara di lain pihak, suku cadang
sarana produksi dan operasi harus selalu tersedia pada saat dibutuhkan untuk menjamin
tidak terganggunya kegiatan produksi dan operasi.
Adanya material /suku cadang yang belum digunakan (slow moving) disebabkan oleh
beberapa hal antara lain :
1) Adanya suku cadang dari peralatan yang sudah tidak digunakan/ dioperasikan
lagi(obsolete) .
2) Adanya barang / suku cadang yang kritikal yang harus selalu ada meskipun
penggunaannya dalam jangka waktu yang lama ataupun tidak tertentu.
3) Adanya suku cadang yang di sertakan pada saat pembelian peralatan sebagai cadangan
dan belum dipergunakan sampai saat ini.
Namun demikian, PT CPI selalu mengutamakan penggunaan slow moving material dimana
hal ini dapat dibuktikan dengan penurunan nilai slow moving material dari tahun ke tahun.
Untuk material yang tidak sesuai dengan pesanan, maka PT CPI akan melakukan proses
klaim dan mengembalikan barang tersebut kepada supplier yang berkaitan. Nilai
material yang tidak sesuai dengan pesanan tersebut relatif sangat kecil yaitu sejumlah
US$80.951,36 yang ada pada branch plant 11WHCL dimana sebahagian besar adalah
akumulasi vendor claim lama (diatas 5 tahun) yang tidak berhasil ditagih karena vendor-
nya sudah tidak ada. Jumlah ini sangat kecil dibandingkan dengan pembelian PT CPI yang
mencapai US$80 juta sampai dengan US$100 juta setiap tahunnya.
Dapat pula kami sampaikan bahwa, semenjak 2004 PT CPI sudah menerapkan proses
penerimaan yang memungkinkan dilakukannya penangguhan pembayaran jika ada indikasi
tidak sesuainya spesifikasi maupun jumlah barang yang dikirimkan. Dengan demikian,
kemungkinan terjadinya vendor claim dapat diminimalkan. Sejak diterapkannya proses
baru tersebut penambahan vendor claim pada branch plant ini sangat minimal.
Surplus material dari proyek yang sudah di Close out dipindahkan ke stock dengan nilai
US$ 0 untuk dapat dipergunakan oleh proyek lain ataupun untuk operasional . Pengeluaran
atas pembelian barang untuk suatu AFE dibebankan kepada AFE tersebut. Jika pada saat
penutupan proyek terdapat barang yang berlebih, maka barang tsb disimpan ke dalam
Stock-room tersendiri dengan nilai US$ 0 sehingga setiap proyek lain ataupun user lain
dapat mempergunakan barang tsb. Untuk jenis barang yang tercatat sebagai surplus ini,
reordering system yang ada akan terkunci sampai barang surplus ini digunakan seluruhnya.
e. Pemberian bantuan pendidikan bagi anak-anak pegawai, YPC, dan International School
merupakan kebijakan perusahaan dan menjadi bagian dari benefit in-kind yang diberikan
kepada pegawai PT CPI. Oleh karena itu bantuan tersebut selayaknya dibebankan ke cost
recovery. International School diselenggarakan di daerah operasi PT CPI karena belum

BPK-RI - 20 - PT Chevron Pacific Indonesia


tersedianya fasilitas sekolah untuk orang asing di Pekanbaru dan Duri. Mengirim anak-
anak para pegawai ekspatriate sekolah keluar daerah operasi PT CPI tidak bisa dilakukan
karena usia mereka masih belia dan memerlukan pendampingan dari orang tua.
f. Sebagai industri yang padat modal dan teknologi maju, industri perminyakan selalu
melakukan usaha perbaikan yang sangat intensif dan terus menerus untuk mencapai tingkat
produksi yang ditargetkan. Oleh karena itu, PT CPI selalu membutuhkan technical services
baik dari perusahaan induk maupun perusahaan di dalam negeri untuk pelaksanaan
pekerjaan pada waktu tertentu yang tidak dapat dilakukan oleh pegawai PT CPI.
PT CPI selalu mengajukan AFE terlebih dahulu kepada BPMigas sebelum pelaksanaan
pekerjaan yang membutuhkan technical services. Di dalam AFE tersebut terdapat dokumen
bernama DPD (Detailed Project Description) yang mencantumkan jenis pekerjaan dan
biaya para ahli secara rinci. Pada saat pertemuan Pre-AFE, BPMigas melakukan
pengkajian yang seksama secara teknis maupun finansial untuk persetujuan bahwa
pekerjaaan tersebut layak dilakukan oleh ahli dari luar PT CPI.
Berkaitan dengan pelaksanaan proyek, pimpinan proyek akan melakukan pencatatan waktu
sendiri saat ahli dari perusahaan induk atau perusahaan dalam negeri bekerja di Sumatra.
Pimpinan proyek bisa menghitung semua biaya yang akan dikeluarkan dan mencocokan
dengan tagihan yang masuk.
BPP (Business Process and Procedure) tidak memuat proses pencatatan waktu karena
sudah merupakan bagian dari tanggung jawab profesi pimpinan proyek.
Perusahaan induk akan mengirim tagihan melalui surat elektronik untuk menghindari
keterlambatan dalam penagihan sehingga pekerjaan pada tahun berjalan dapat dibayar pada
tahun yang sama. AFE dari Proyek TSA akan ditutup setelah pimpinan proyek memastikan
sudah tidak ada tagihan lagi.
Biaya tenaga ahli dari perusahaan induk yang dipakai adalah biaya standar untuk semua
daerah operasi di dunia. Kemudian PT CPI tidak bisa membandingkan dengan biaya ahli
dari dalam negeri karena keahlian yang dibutuhkan tidak ada, sebagai contoh keahlian
simulasi minyak berat (heavy oil). PT CPI akan berusaha menggunakan perusahaan di
dalam negeri apabila keahlian yang dibutuhkan ada, sebagai contoh keahlian karakterisasi
reservoir.
g. Seluruh transaksi yang ada di PT CPI termasuk transaksi-transaksi yang melibatkan
related parties harus diverifikasi sebelum dibukukan oleh perusahaan. PT CPI mempunyai
SOP ataupun BPP yang terkait dengan Intercompany Transaction yang umumnya mencatat
transaksi yang terkait dengan related parties. Pengadaan jasa dari related parties ini juga
tentunya dilakukan setelah dilakukan analisa yang mendalam atas perlunya jasa tsb dan
resources yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan tsb dan mendapatkan
persetujuan dari BP.Migas melalui persetujuan AFE ataupun WP&B.
Untuk transaksi dengan MCTN:
1) Verifikasi atas tagihan :
ƒ Verifikasi tagihan bulanan dilakukan berdasarkan prosedur yang ada melalui
mekanisme acceptance letter. Lampiran-lampiran yang menunjang acceptance
letter juga dilampirkan seperti Jumlah Kwh, perhitungan availability dan juga
perhitungan jumlah yang harus di bayar. Perhitungan-perhitungan yang dipakai
telah ditentukan dan diatur di dalam perjanjian .
ƒ Untuk memastikan ketelitian kWh meter yang di pakai, MCTN, PT CPI dan
lembaga pemerintah yang yang berwenang (LMK, dll) melakukan peneraan kWh

BPK-RI - 21 - PT Chevron Pacific Indonesia


meter setiap 6 bulan sekali. Sehingga akan menjamin jumlah listrik yang
disalurkan akan selalu benar.
Oleh karenanya verifikasi atas tagihan dapat dilakukan secara bebas dengan mengikuti
semua aturan/perjanjian yang telah ada.
2) Rate yang dibayarkan sudah diatur di dalam perjanjian (Energy Service Agreement -
ESA). Rate tersebut adalah rate yang wajar karena sudah di review oleh tim gabungan
yang dipimpin oleh Ditjen Migas dan terdiri dari wakil-wakil Ditjen Migas, Ditjen
LPE, Pertamina-BPPKA, dan PT CPI.
3) Analisa terhadap perlunya pengadaan jasa-jasa pemrosesan listrik dan uap telah
dilakukan oleh PT CPI melalui studi kelayakan proyek (feasibility study) pada
pertengahan s/d akhir tahun 1996.
BPK RI menyarankan:
a. 1) PT CPI bersama BPMigas melakukan stock opname atas persediaan minyak, baik
yang terdapat pada tangki maupun pada pipa, secara teratur minimal setahun sekali;
2) BPMigas mengawasi secara langsung proses lifting;
3) PT CPI dan BPMigas menggunakan harga pasar sebagai dasar untuk mencatat lifting
bagian kontraktor.
b. PT CPI dan BPMigas membuat ketentuan yang lebih detail mengenai persyaratan suatu
aset telah dapat dilakukan PIS, serta ketentuan yang mengatur aset yang berhenti
beroperasi sementara atau selamanya setelah dilakukan PIS.
c. PT CPI dan BPMigas melaksanakan semua ketentuan yang terkait dengan AFE Overrun
serta memberi sanksi kepada personil yang tidak mematuhi ketentuan yang berlaku.
d. PT CPI dan BPMigas melaksanakan ketentuan terkait dengan pengadaan material,
melakukan inventarisasi atas material yang slow moving, yang tidak dapat digunakan, serta
yang melebihi kebutuhan proyek dan melaporkan hasilnya kepeda BPMigas, serta
memberi sanksi kepada personil yang tidak mematuhi ketentuan yang berlaku.
e. PT CPI hanya mengajukan beban-beban yang terkait secara langsung dengan operasinya di
Indonesia dalam WP&B, serta BPMigas lebih teliti dalam memberikan izin atas WP&B
kontraktor.
f. BPMigas menelaah atas technical services pada kontraktor yang ada dan membuat batasan
rate maksimal, serta membuat aturan yang menyatakan bahwa AFE close out untuk
tecnical services harus dilengkapi dengan time sheet-nya.
g. BPMigas membuat maksimal rate untuk transaksi yang banyak melibatkan related parties,
misalnya: salary and benefit expatriate, technical services, dan direct services.

3. Terdapat keterlambatan pengajuan perpanjangan Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja


Asing (IMTA)
Expatriate Payroll and Burden merupakan salah satu komponen biaya yang dibebankan oleh
Home Office Chevron kepada PT CPI sebagai salah satu anak perusahaan. Biaya tersebut
kemudian dimintakan penggantiannya oleh PT CPI kepada pemerintah melalui mekanisme cost
recovery. Expatriate payroll and burden (salary and benefit) tersebut terdiri atas Base Salary,
Home sale incentive, Premium, Goods/Services Equipment, Home Maintenance Allocation,
Housing equalization, Theoritical tax, VA allowance dan Burden dimana pada tahun 2004
Expatriate payroll and burden yang dibebankan oleh home office kepada PT CPI adalah
sebesar US$17,906,870.44, seperti yang dapat dilihat pada tabel berikut.

BPK-RI - 22 - PT Chevron Pacific Indonesia


No. Bulan Total Income Burden -/- Billed
1 Januari 1.037.002,90 412.099,74 8.291,67 1.440.810,97
2 Pebruari 1.713.974,27 405.602,65 0,00 2.119.576,92
3 Maret 915.021,36 401.805,14 0,00 1.316.826,50
4 April 2.117.832,20 407.301,72 1.523.487,00 1.001.646,92
5 Mei 1.418.824,03 419.332,59 281.757,40 1.556.399,22
6 Juni 3.201.116,65 406.793,97 1.964.574,00 1.643.336,62
7 Juli 1.567.226,38 337.229,11 723.045,00 1.181.410,49
8 Agust 1.808.920,96 387.398,76 664.692,33 1.531.627,39
9 September 2.777.701,92 430.372,72 1.446.063,00 1.762.011,64
10 Oktober 1.588.375,86 381.859,26 469.886,00 1.500.349,12
11 Nopember 1.386.896,26 379.328,60 350.606,00 1.415.618,86
12 Desember 1.057.927,17 379.328,62 0,00 1.437.255,79
Jumlah 20.590.819,96 4.748.452,88 7.432.402,40 17.906.870,44

Namun, pembebanan biaya tersebut ke dalam Cost Recovery pada umumnya hanya
berdasarkan Debit Memo/Invoice saja tanpa dilampiri bukti-bukti pendukung dan cara-cara
perhitungan yang mendasarinya. Sehingga sulit untuk menentukan kewajaran perhitungan atas
Expatriate Payroll and Burden tersebut.
Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap proses pengajuan atau perpanjangan Ijin
Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) yang dilakukan PT CPI, IMTA yang sudah
diterbitkan oleh Dinas Tenaga Kerja Propinsi Riau, invoice billing summary dan ekspatriate
summary, diketahui bahwa PT CPI selalu terlambat dalam mengajukan perpanjangan IMTA
kepada Departemen Tenaga Kerja dan Imigrasi. Rata-rata perpanjangan IMTA tersebut baru
diajukan oleh PT CPI setelah 3 (tiga) bulan bahkan ada yang setelah 8 (delapan) bulan baru
diajukan. Sehingga keterlambatan tersebut menyebabkan ekspatriate yang dipekerjakan oleh
PT CPI tidak mempunyai IMTA, namun salary tetap dibayarkan oleh PT CPI sehingga dengan
memperhitungkan keterlambatan minimal 3 (tiga) bulan maka terdapat Expatriate Payroll and
Burden yang terlalu tinggi dibebankan ke dalam cost recovery PT CPI tahun 2004 dan 2005
(s.d. Juni) masing-masing sebesar US$1,579,391.04 dan US$1,581,616.95.
Pasal 11 point 1 SK Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No:KEP-20/MEN/III2004
tentang tata cara memperoleh ijin memperkerjakan tenaga kerja asing menyebutkan bahwa
pemberi kerja mengajukan permohonan perpanjangan IMTA kepada Direktur atau Gubernur
dalam jangka waktu selambat-lambatnya 30 hari kerja sebelum jangka waktu berlakunya
IMTA berakhir. Sedangkan point 3 menjelaskan bahwa IMTA perpanjangan tidak dapat
diterbitkan apabila masa berlaku IMTA berakhir.
Lebih jauh, UU No.13 tahun 2003 Bab VIII pasal 42 ayat 1 tentang penggunaan tenaga kerja
asing menjelaskan bahwa setiap pemberi kerja yang memperkerjakan tenaga kerja asing wajib
memiliki ijin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Hal tersebut mengakibatkan Expatriate Payroll and Burden terlalu tinggi dibebankan ke
dalam cost recovery tahun 2004 dan 2005 (s.d. Juni) masing-masing sebesar USD1,579,391.04
dan US$1,581,616.95.
Hal tersebut disebabkan PT CPI tidak mematuhi SK Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
RI No.Kep-20/MEN/III/2004 tentang jangka waktu pengajuan perpanjangan IMTA dan
kurangnya control dari PT CPI atas kebenaran perhitungan Expatriate Payroll and Burden
yang dibebankan oleh Home Office Chevron.

BPK-RI - 23 - PT Chevron Pacific Indonesia


PT CPI menjelaskan bahwa semua biaya yang timbul dari keberadaan ekspatriate di
perusahaan berupa Expatriate Payroll and Burden layak dimasukkan ke dalam perhitungan
Cost Recovery karena para ekspatriate tersebut benar-benar bekerja untuk PT CPI dan
keberadaan mereka telah sesuai dengan aturan yang berlaku. Anggaran untuk Expatriate
Payroll and Burden telah disetujui oleh BPMigas dalam WP&B tahunan dan keberadaan
mereka sesuai dengan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja (RPTK) yang telah disetujui oleh
Pemerintah Indonesia melalui Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan syah sesuai
dengan Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) yang dikeluarkan oleh Kantor Imigrasi dan Izin
Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) yang dikeluarkan oleh Dinas Tenaga Kerja
Propinsi Riau. Sesuai dengan tahapan proses pengajuan perpanjangan IMTA, PT CPI telah
mendapatkan Surat TA-02 yang merupakan syarat untuk dapat mengajukan KITAS dan
membayar DPKK, dari Dinas Tenaga Kerja sebelum masa berlaku IMTA berakhir. Sekalipun
IMTA perpanjangan diterbitkan terlambat, IMTA tersebut berlaku surut sesuai dengan masa
berlaku KITAS yang baru.
Adapun proses perpanjangan IMTA yang periodenya berakhir antara September dan Desember
2004, diajukan terlambat karena RPTK 2004-2007 yang berlaku mulai 1 November 2004 baru
disetujui Depnakertrans pada 20 Agustus 2004. Dimana PT CPI tidak bisa memulai proses
perpanjangan IMTA 3 bulan sebelum periodenya berakhir karena perpanjangan IMTA harus
sesuai dengan periode jabatan yang tercantum RPTK 2004-2007. Tetapi mulai pertengahan
2005 PT CPI sudah dapat memulai proses pengurusan dokumen pegawai ekspatriate sekitar 3
bulan sebelum IMTA berakhir. PT CPI juga sudah berhasil memperpendek waktu pengurusan
DPKK dengan membayarnya di Bank BNI Pekanbaru, meskipun tanda terima tetap harus
dimintakan dari Bank BNI Cabang Tebet di Jakarta. Dengan perbaikan proses ini, mulai awal
2006 IMTA perpanjangan diharapkan bisa diperoleh lebih cepat, sesuai dengan advis BPK. PT
CPI akan selalu melakukan proses perbaikan kerja ke depan sehingga proses mendapatkan
IMTA perpanjangan ini dapat diperoleh tepat waktu.
BPK-RI menyarankan agar PT. CPI lebih meningkatkan kontrol atas pengajuan dan
perpanjangan IMTA serta meningkatkan kerja sama dengan pihak-pihak terkait agar pengajuan
dan perpanjangan IMTA tersebut tidak terlambat.

B. Temuan yang berhubungan dengan cost recovery.


1. Proyek Modifikasi Stasiun Pengumpul (Gathering Station Modification) dengan total
biaya US$33,979,924 tidak memberikan manfaat yang menguntungkan bagi kegiatan
operasional PT CPI.
Proyek modifikasi stasiun pengumpul dilaksanakan berdasarkan AFE No. 95-7008, yang
disetujui oleh Pertamina BPPKA pada tanggal 1 Juli 1996 dengan jumlah anggaran yang
diajukan adalah sebesar US$3,228,000. AFE ini kemudian direvisi menjadi sebesar
US$20,797,000, dan telah disetujui oleh Pertamina BPPKA pada tanggal 14 Oktober 1997.
Peningkatan jumlah anggaran yang mencapai 544% ini terjadi karena perubahan jumlah
Central Gathering System (CGS) yang akan dimodifikasi dari sebelumnya hanya 1 (CGS 4)
menjadi 4 dengan tambahan CGS 1, 3 dan 5.
Proyek ini bertujuan untuk membangun Sand Removal Facilities (SRF) yang berfungsi untuk
mengambil padatan berupa pasir (sand) yang berada di tangki-tangki pemisah di fasilitas CGS.
Pasir dari minyak yang diproduksi beserta air yang diolah mengendap di tangki-tanki pemisah.

BPK-RI - 24 - PT Chevron Pacific Indonesia


Pasir ini akan mengurangi isi tangki dan harus dikeluarkan. Sebelumnya, pasir dikeluarkan
melalui mangkok saluran pasir yang terdapat pada dasar tangki sementara tangki harus diisolasi
(shut down) untuk kemudian dibersihkan secara manual. Pasir dan lumpur dari mangkok
saluran pasir tadi dialihkan ke kolam penampungan. Selanjutnya, pasir diambil dari kolam
tersebut menggunakan calm-shell shovels dan diangkut dengan truk ke pembuangan akhir.
Dasar/pertimbangan pelaksanaan proyek ini adalah untuk menjaga kapasitas CGS pada tingkat
yang dibutuhkan sesuai dengan perkiraan produksi, sehingga pasir harus dapat diambil dari
tangki-tangki pemisah sedangkan tangki-tangki masih tetap dihidupkan dan pembersihan
secara manual dapat dikurangi. Disamping itu, kandungan minyak yang terbuang bersama air
juga dapat dikurangi.
Pada tanggal 29 September 2004, PT CPI menyampaikan Close out Report dengan realisasi
biaya yang dikeluarkan untuk proyek ini adalah sebesar US$33,979,924 atau terjadi over
budget sebesar 63%. Over budget ini terjadi karena walaupun penerapan dari teknologi
pemindahan pasir bukanlah hal yang baru, namun untuk memindahkan pasir berminyak adalah
yang pertama kali dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi ini relatif baru, namun PT
CPI menerapkannya dengan langsung membangun fasilitas ini di 4 CGS, tanpa
mempertimbangkan apakah proyek ini dapat berjalan dengan baik dan mencapai tujuan yang
diharapkan.
Berdasarkan Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pertamina/KPS/JOB/TAC, SK
Direksi Pertamina No. 077/C0000/2000-SO dinyatakan bahwa pengadaan barang/jasa wajib
dilaksanakan dengan prinsip-prinsip efektif dan efisien. Artinya harus sesuai dengan kebutuhan
yang ditetapkan dan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya sesuai dengan sasaran
yang ditetapkan perusahaan serta harus diusahakan dengan menggunakan dana, daya, fasilitas
yang sekecil-kecilnya untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam waktu sesingkat-
singkatnya dan dapat dipertanggungjawabkan. Pejabat yang berwenang, panitia pengadaan,
penyedia barang/jasa dan para pihak yang terkait dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa
seharusnya memenuhi etika pengadaan barang/jasa, yaitu bekerja secara profesional dengan
menjunjung tinggi kejujuran, kemandirian dan menjaga informasi yang bersifat rahasia.
Pembangunan empat SRF sekaligus tanpa adanya pilot projek dan adanya over budget yang
besar sekali menunjukkan bahwa pihak PT CPI yang terlibat dalam proyek ini tidak bekerja
secara profesional.
Walaupun PT CPI belum menerima persetujuan dari BPMigas atas AFE Closed Out Report
yang diajukan, PT CPI telah membebankan biaya proyek ini ke cost recovery dengan
mendepresiasi nilai proyek ini sesuai PSC (proyek dinyatakan telah Placed Into Services) dari
tahun 1996 s.d tahun 2002. Sampai dengan Semester II tahun 2005, biaya depresiasi yang telah
dibebankan sebagai cost recovery untuk proyek ini adalah sebesar US$23,841,515.
Berdasarkan pemeriksaan lebih lanjut diketahui bahwa yang menyatakan PIS suatu proyek
adalah Project Manager Operation Support PT CPI, berdasarkan Memorandum yang
disampaikan kepada Finance and Accounting Team PT CPI, sehingga aset-aset yang berasal
dari proyek tersebut dapat didepresiasi.
Berdasarkan PSC CPI Rokan artikel III, dinyatakan bahwa depresiasi akan dihitung pertama
kali saat aset telah Placed Into Service (PIS) dengan jumlah penuh yang diperkenankan untuk
tahun pertama. Dalam PSC tidak disebutkan syarat-syarat apa yang harus dipenuhi agar suatu
proyek sudah dapat dinyatakan PIS. BPMigas sebagai Badan yang diberi tugas untuk
melakukan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan operasional Kontraktor PSC seharusnya

BPK-RI - 25 - PT Chevron Pacific Indonesia


menjadi pihak yang memberi keputusan apakah suatu proyek sudah dapat di PIS atau belum.
Karena dengan telah PIS-nya suatu proyek, maka Pemerintah sudah dibebankan dengan me-
recover biaya proyek tersebut dengan mekanisme depresiasi. Apabila yang melakukan PIS
suatu proyek adalah pihak Kontraktor PSC saja tanpa adanya evaluasi dan persetujuan dari
BPMigas, tentu saja pihak Kontraktor PSC akan berupaya untuk melakukan PIS secepat
mungkin tanpa mempertimbangkan apakah proyek tersebut sudah dapat berjalan dengan baik
atau tidak. Karena dengan semakin cepatnya PIS suatu proyek, maka semakin cepat pula biaya
proyek tersebut diganti oleh Pemerintah.
Suatu aset seharusnya baru bisa dianggap telah PIS apabila aset tersebut telah berjalan dengan
baik sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Apabila BPMigas tidak melibatkan diri dalam
menyatakan suatu proyek sudah dapat di PIS, dikhawatirkan proyek-proyek yang gagal atau
tidak/belum memberikan manfaat yang dijanjikan sesuai proposal proyek yang diajukan ke
Pemerintah, maka Pemerintah akan mengganti biaya dari suatu proyek tersebut tanpa mendapat
manfaat atas proyek tersebut.
Berdasarkan, pengecekan fisik yang dilakukan pada proyek ini, laporan aktivitas dan
wawancara yang dilakukan pada petugas di lapangan, didapatkan informasi sebagai berikut:
a. SRF di CGS 1 mulai dibangun pada bulan Agustus 1996 dengan perkiraan sand yang akan
dihasilkan adalah sebanyak 60m3 per hari (1.800 m3 per bulan) untuk tiga tahun pertama
dan akan meningkat menjadi 90m3 per hari (2.700 m3 per bulan) untuk 3 tahun
mendatang.
Saat pengecekan fisik dilakukan, 27 Januari 2006, SRF dalam kondisi rusak (shut down).
Sampai saat ini belum menghasilkan sand (belum berproduksi). Adanya emisi H2S dekat
SRF mengakibatkan rusaknya beberapa perlengkapan SRF dan membahayakan operator.
Meskipun demikian, SRF ini telah di Placed Into Services (PIS) pada bulan Juni 2002 dan
dibiayakan (di cost recovery) melalui mekanisme depresiasi sejak tahun tersebut.
b. SRF di CGS 3 mulai dibangun pada bulan November 1997 dengan perkiraan sand yang
akan dihasilkan adalah sebanyak 60m3 per hari (1.800 m3 per bulan) untuk tiga tahun
pertama dan akan meningkat menjadi 90m3 per hari (2.700 m3 per bulan) untuk 3 tahun
mendatang.
Saat pengecekan fisik dilakukan, 27 Januari 2006, SRF di CGS 3 dalam kondisi rusak (shut
down). Sampai saat ini, SRF ini belum menghasilkan sand dan beberapa aset SRF ini
hilang (dicuri). SRF ini telah PIS pada bulan Juni 2002 dan dibiayakan (di cost recovery)
melalui mekanisme depresiasi sejak tahun tersebut.
c. SRF di CGS 4 mulai dibangun pada bulan November 1997 dengan perkiraan sand yang
akan dihasilkan adalah sebanyak 300m3 per hari (9.000 m3 per bulan) untuk tiga tahun
pertama dan akan meningkat menjadi 450 m3 per hari (13.500 m3 per bulan) untuk 3
tahun mendatang.
SRF di CGS 4 sudah mulai beroperasi kembali setelah sebelumnya rusak dan diperbaiki
(belum didapat informasi sejak kapan SRF ini mulai beroperasi kembali). SRF ini PIS
pada bulan Mei 2002 dan dibiayakan (di-cost recovery) melalui mekanisme depresiasi
sejak tahun tersebut.
Berdasarkan data produksi diketahui bahwa SRF ini berproduksi pertama kali pada bulan
May 2002 dengan jumlah sand yang dihasilkan sebanyak 22 m3. Pada bulan Juni dan Juli,

BPK-RI - 26 - PT Chevron Pacific Indonesia


dilakukan perbaikan atas sand plant ini sehingga tidak dapat digunakan. Pada bulan
Agustus dan September, sand dapat dihasilkan sebanyak 80m3 dan 120m3. Kemudian,
sand plant shut down lagi sampai dengan bulan Desember 2002. Bulan Januari sampai
dengan bulan Mei 2003, SFR sudah mulai beroperasi kembali. Sampai dengan akhir
pemeriksaan lapangan, 2 Maret 2006, data produksi bulan Mei 2003 s.d. Juni 2005 belum
diperoleh.
Apabila dibandingkan antara jumlah sand yang diperkirakan akan dihasilkan (9.000m3 per
bulan) dengan jumlah terbanyak sand yang pernah dihasilkan SRF di CGS 4 (120m3 pada
bulan September 2002), maka didapati bahwa hasil terbaik yang pernah dicapai oleh SRF
ini adalah menghasilkan sand sebanyak 1,33% dari perkiraan jumlah sand yang
direncanakan diproduksi.
d. SRF di CGS 5 mulai dibangun pada bulan November 1997 dengan perkiraan sand yang
akan dihasilkan adalah sebanyak 60m3 per hari (1.800 m3 per bulan) untuk tiga tahun
pertama dan akan meningkat menjadi 90m3 per hari (2.700 m3 per bulan) untuk 3 tahun
mendatang.
Saat ini, SRF di CGS 5 dalam kondisi rusak (shut down). SRF ini PIS pada bulan
November 2002 dan dibiayakan (di-cost recovery) melalui mekanisme depresiasi sejak
tahun tersebut.
Berdasarkan data produksi diketahui bahwa SRF ini berproduksi pertama kali pada bulan
May 2002 dengan jumlah sand yang dihasilkan adalah sebanyak 260m3. Pada bulan
berikutnya (Desember) tidak beroperasi, kemudian bulan Januari 2003 sampai dengan
Maret 2003, kembali memproduksi sand namun dengan jumlah yang sangat sedikit sekali,
yaitu masing-masing sebanyak 70 m3, 16 m3 dan 6 m3. Pada bulan-bulan berikutnya, SRF
ini tidak beroperasi lagi (shut down).
Apabila dibandingkan antara jumlah sand yang diperkirakan akan dihasilkan (1.800m3 per
bulan) dengan jumlah terbanyak sand yang pernah dihasilkan SRF di CGS 5 (260m3 pada
bulan November 2002), maka didapati bahwa hasil terbaik yang pernah dicapai oleh SRF
ini adalah menghasilkan sand sebanyak 14,44% dari perkiraan jumlah sand yang
direncanakan diproduksi.
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa SRF ini tidak dapat beroperasi dengan baik.
Terbukti dengan kondisi 3 SRF yang dalam keadaan rusak dan 1 SRF (SRF di CGS 4)
meskipun dalam keadaan beroperasi, namun beberapa kali mengalami kerusakan sehingga
tidak dapat beroperasi secara optimal. Adanya kerusakan-kerusakan SRF di atas tidak hanya
menggangu kegiatan operasi PT CPI, namun juga akan menambah biaya perbaikan.
Disamping itu, apabila dibandingkan antara perkiraan pasir yang akan dihasilkan dengan aktual
pasir yang dihasilkan dapat disimpulkan bahwa pembangunan SRF ini tidak mencapai
tujuannya dan tidak bermanfaat bagi kegiatan operasi PT CPI.
Agar kegiatan operasi di masing-masing CGS tidak terganggu, saat ini pasir-pasir yang
menumpuk di tangki-tangki pemisah dialirkan ke kolam penampungan melalui pipa tanpa
melalui slurry tank dan sand plant. Hal ini dapat dilakukan tanpa perlu mematikan tangki-
tangki pemisah tersebut. Dengan sistem seperti ini, kegiatan operasi di CGS dapat berjalan
tanpa perlu mematikan tangki. Adapun penambahan fasilitas yang diperlukan untuk sistem ini
dibandingkan pada saat belum adanya proyek ini adalah pembangunan sand-plant valves dan
jetting valves. Jetting ring yang terpasang bersamaan dengan sand-plant berguna untuk

BPK-RI - 27 - PT Chevron Pacific Indonesia


menggemburkan pasir. Dengan adanya fasilitas ini, pasir dalam tanki dapat dikeluarkan tanpa
perlu mengisolasi (shutdown) tangki. Adanya alternatif pemindahan sand di tangki pemisah
tanpa perlu mengisolasi tangki semakin menguatkan bahwa pembangunan fasilitas ini tidak
memberikan manfaat bagi kegiatan operasi PT CPI.
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
a. Biaya Proyek Modifikasi Stasiun Pengumpul sebesar US$33,979,924 tidak memberikan
manfaat yang menguntungkan bagi kegiatan operasional PT CPI.
b. Pemerintah dirugikan sampai tahun 2005 (semester II) sebanyak US$23.841.515 dengan
me-recover biaya penyusutan atas proyek ini, sehingga entitlement Pemerintah menjadi
berkurang.
Hal ini disebabkan karena:
a. PT CPI tidak berkerja secara profesional dengan tidak merencanakan Proyek Modifikasi
Stasiun Pengumpul ini dengan matang, terbukti dengan over budget yang besar (63%),
membangunan SRF di empat CGS sekaligus (tanpa adanya pilot project) meskipun proyek
ini merupakan proyek baru bagi PT CPI dan bagi industri perminyakan.
b. PT CPI membebankan biaya proyek yang belum berjalan dengan baik dan belum mencapai
tujuan yang diharapkan ke dalam perhitungan cost recovery melalui mekanisme depresiasi.
c. BPMigas tidak melakukan pengendalian yang cukup atas proyek ini dengan tidak
memberikan jawaban (disetujui atau tidak) AFE Close out yang telah diajukan oleh PT
CPI.
Atas permasalahan tersebut, PT CPI menyatakan bahwa Proyek Modifikasi Stasiun
Pengumpul ini adalah bagian dari paket AFE DSF Area 8. Pada awal desainnya, AFE 95-7008
ini mempunyai budget US$ 3,228,000.00 yang dipergunakan untuk modifikasi stasiun
pengumpul dengan menambah sand plants dan sand jets, mengganti tube bundles, memasang
air cooled heat exchanger dan menambah charge pumps (hanya CGS 4 saja). Proposal
perubahan anggaraan biaya diajukan ke BPMigas untuk menambah beberapa ruang lingkup
pekerjaan antara lain sand handling equipment, waste water treating equipment, slop oil
handling equipment dan penambahan fasilitas shipping pump untuk CGS 1, 3, 4 dan 5 sehingga
merubah budget menjadi US$ 20,797,000.00. Perubahan ini dilakukan untuk mengantisipasi
tambahan pasir berminyak (oily sand) yang dihasilkan dari produksi area 7, 8 & 9 karena
proyek enhanced oil recovery (steam flood). Perubahan AFE ini sudah didiskusikan dan
disetujui oleh BPMigas.
Sesuai dengan ketentuan untuk proyek yang diketahui akan overrun dimana penyelesaian
fisiknya telah melebihi 70%, pelampauan anggaran (overrun) yang terjadi dapat dijustifikasi
dalam laporan AFE close out. Berikut ini adalah beberapa alasan yang menyebabkan terjadi
kenaikan biaya pekerjaan ini:
- Penambahan peralatan yang harus dibeli setelah AFE disetujui supaya sistem ini dapat
dioperasikan sebagaimana mestinya. Peralatan tersebut antara lain adalah peralatan untuk
otomatisasi water make up, sandpan, dan sandjetting, serta infrastruktur seperti water make-
up, motor control center, transformer, dan compressor (Ref. Close Out Report).
- Pemogokan buruh yang terjadi (hal ini terjadi pada masa reformasi dan pergolakan politik di
Indonesia sedang mengalami euforia) di area PT CPI mengakibatkan rendahnya produktifitas
pekerjaan, yang pada akhirnya akan menambah biaya penyelesaian proyek.

BPK-RI - 28 - PT Chevron Pacific Indonesia


- Estimasi biaya di AFE untuk cone bottom tank relatif rendah karena adanya kenaikan harga
material.
- Biaya tetap dan biaya inspeksi pada saat perhitungan perkiraan biaya diperkirakan akan
dibebankan kepada Operating Expense Budget, kemudian kedua biaya tersebut dibebankan
kepada pengeluaran kapital proyek ini.
Meskipun biaya yang dikeluarkan untuk Proyek Modifikasi Stasiun Pengumpul ini adalah lebih
besar 62% dari anggaran yang diajukan, akan tetapi secara keseluruhan biaya pelaksanaan
untuk paket AFE Area 8 ini masih dalam range 108% dari total anggaran yang diajukan
(Budget US$ 133,496,000.00 Vs Actual US$ 143,580,307.00), atau hanya 8% melebihi dari
anggaran yang disetujui oleh BPMigas maupun PT CPI management.
Cost recovery untuk biaya kapital melalui depresiasi dilakukan setelah Placed Into Services
sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dimana depresiasi hanya dilakukan apabila aset telah
terpasang dan beroperasi (PIS). Keseluruhan SRF pada masing-masing CGS telah berhasil
dioperasikan. Secara fungsi kerja, fasilitas sand plant telah menunjukkan kinerja yang baik
dalam mereduksi dan me-recover kandungan air dan oil dalam pasir yang akan dibuang pada
masa run test dan pada saat Place Into Services.
PT CPI menyadari bahwa pada saat ini terdapat masalah reliability dalam pengoperasian
sebagian sistem SRF. Usaha perbaikan untuk mencapai kehandalan operasi (reliabity) sedang
dilakukan sehingga peralatan ini dapat dipergunakan secara efektif dan efisien. Pada saat ini,
SRF di CGS 4 dan 5 telah berfungsi dengan baik.
Untuk CGS 1 dan CGS 3, peralatan yang sedang dalam perbaikan adalah Sand Plant Skid di
CGS 1 dan CGS3. Slurry Tank dan perlengkapan pendukungnya tidak diaktifkan sementara
menunggu perbaikan kedua alat tersebut diatas selesai.
Selama masa perbaikan sand plant skid di CGS 1 dan CGS 3, untuk sementara proses
pembuangan pasir dilakukan dengan menggunakan sand-plant dan sand jetting beserta pompa
pendukung lainnya yang dipasang bersamaan dengan pembangunan fasilitas sand plant untuk
kemudian di-drain menuju sand pit.
Pasir buangan yang dihasilkan jika hanya melalui sand plant dan sand jetting tanpa diproses
terlebih dahulu melalui slurry tank dan sand plant skid masih mempunyai kadar air dan minyak
yang tinggi, hal ini dapat dilihat dari perbedaan kualitas pasir buangan yang dihasilkan
langsung ke sand pit dengan pasir buangan yang dihasilkan oleh sand plant skid.
BPK-RI menyarankan agar untuk aset-aset yang belum berjalan dengan baik (belum mencapai
tujuan yang diharapkan) tidak disusutkan terlebih dahulu. BPMigas sebagai lembaga yang
diberi kewenangan untuk melakukan pengendalian atas Kontraktor PSC seharusnya melakukan
pengendalian yang memadai terhadap proyek-proyek Kontraktor PSC dengan mengevaluasi
Laporan Closed out AFE yang diajukan oleh Kontraktor PSC dan menentukan kapan suatu
proyek ini sudah dapat PIS (didepresiasi). Selain itu BPMigas harus mengevaluasi/menilai
kembali fungsi dan pemanfaatan proyek-proyek tersebut.

2. Terdapat Overrun Authorization For Expenditure Closed Out (AFE CO) PT. Chevron
Pacific Indonesia (PT CPI) Sebesar US$ 75,887,039 dan Telah Diperhitungkan Pada Cost
Recovery, Serta Terdapat Overrun AFE Yang Belum Di-Closed Out sebesar
US$5,718,222.95 Yang Telah Diselesaikan Pelaksanaannya Tanpa Persetujuan BPMigas
Terlebih Dahulu.
Dalam Production Sharing Contract (PSC), Authorization For Expenditure (AFE) merupakan
sistem yang dirancang untuk memberikan informasi yang penting bagi BPMigas, selaku

BPK-RI - 29 - PT Chevron Pacific Indonesia


penanggung jawab manajemen untuk memperoleh informasi lengkap mengenai kegiatan yang
diusulkan Kontraktor PSC, dan selaku penanggung jawab operasional untuk keperluan
menganalisa, mengevaluasi, menyetujui dan memantau pengeluaran proyek-proyek dalam
rangka kontrak bagi hasil.
AFE juga merupakan pedoman batas anggaran yang harus dipatuhi oleh Kontraktor PSC dalam
melaksanakan kegiatan/pekerjaan, baik untuk kegiatan proyek-proyek utama (main project)
maupun pekerjaan non proyek (non project) yang memerlukan pengeluaran US$500,000.00
atau lebih.
Sebelum melaksanakan pekerjaan, Kontraktor PSC mengajukan usulan AFE kepada BPMigas
berdasarkan Rencana Pekerjaan (Work Program & Budget/WP&B) yang disusun sebelumnya.
Selanjutnya, BPMigas mengkaji usulan AFE tersebut dan memberikan persetujuan (approval)
untuk dilaksanakan apabila telah memenuhi persyaratan teknis dan keuangan. Setelah
pekerjaan/kegiatan selesai, AFE tersebut akan disampaikan kembali ke BPMigas beserta
laporan realisasinya yang tertuang dalam laporan AFE Closed Out. AFE ini harus disampaikan
ke BPMigas dalam waktu paling lama 4 (empat) bulan setelah pekerjaan selesai dilaksanakan.
Apabila dalam pelaksanaan pekerjaan ternyata terdapat pengeluaran yang melebihi batas
anggaran sebesar 10% atau lebih, maka Kontraktor PSC berkewajiban untuk memberikan
penjelasan/justifikasi secara rinci sebab-sebabnya, dan justifikasi tersebut harus mendapat
pengesahan dan persetujuan dari BPMigas.
Dalam rangka pengendalian AFE, PT CPI menerapkan kodering untuk status AFE yang telah
selesai dan yang dilaporkan ke BPMigas dengan menggunakan kode “80”. Untuk AFE yang
telah selesai dan di closed out secara finansial dalam laporan keuangan PT CPI, namun belum
dilaporkan ke BPMigas menggunakan kode “60”. Untuk AFE lainnya yang masih berjalan dan
belum selesai dikategorikan sebagai AFE berstatus Aktif.
Berdasarkan laporan AFE Closed out (kode “80”) dan Laporan Realisasi Overrun AFE per 31
Desember 2004 dan 2005 pada PT CPI, diketahui terdapat 130 AFE tahun 2004 dan 70 AFE di
tahun 2005 yang pelaksanaan pembiayaannya melebihi batas anggaran yang ditetapkan dalam
AFE approval (terlampir). Dari Lampiran 1 dan 2 diketahui bahwa pada Tahun 2004 dan 2005
terdapat AFE yang realisasi pembiayaannya melebihi 10% dari anggaran dengan total nilai
pelampauan masing-masing sebesar US$64,488,844 dan US$11,398,195. Selanjutnya
berdasarkan informasi dari Bagian Management Asset dan Project diketahui bahwa seluruh
nilai pelampauan tersebut belum mendapatkan pengesahan secara formal dari BPMigas.
Sedangkan untuk AFE tahun 2004 dan 2005 yang berstatus 60, diketahui sebanyak 24 proyek
barang modal (capital assets) dengan realisasi biaya telah melebihi anggaran di atas 10% yang
sampai dengan 31 desember 2005 belum dilaporkan ke BPMigas. Sampai berakhirnya
pemeriksaan, 2 Maret 2006, tim belum menerima persetujuan dari BPMigas terhadap
pelampauan anggaran tersebut.
Dari pemeriksaan terhadap Financial Quarterly Report (FQR) per 31 Dsember 2004 diketahui
bahwa status proyek-proyek AFE tersebut sudah selesai namun belum dilaporkan kepada
BPMigas.
Dari 24 proyek tersebut, total nilai budget yang disetujui adalah sebesar US$31,303,937.00
dengan realisasi sebesar US$40,152,553.65, sehingga terdapat overrun di atas 10% sebesar
US$5,718,222.95 dan belum mendapat persetujuan dari BPMigas, dengan demikian potensial
untuk tidak di-recovery.

BPK-RI - 30 - PT Chevron Pacific Indonesia


Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Financial Budget and Reporting Procedure Manual of
Production Sharing Contract (1993 Revision Manual), disebutkan bahwa:
a. AFE merupakan sistem yang dirancang agar dapat menyediakan informasi penting bagi
BPMigas dalam menganalisa, mengevaluasi, menyetujui dan memonitor semua
pengeluaran proyek-proyek dari Kontraktor PSC.
b. Jika jumlah realisasi biaya diatas 10% dari budget, maka operator harus melampirkan
penjelasan terinci untuk mendapatkan konfirmasi dan persetujuan dari BPMigas.
c. Laporan Close Out harus disampaikan kepada BPMigas paling lambat 4 bulan setelah
dilakukan Put On Production (POP) atau Placed Into Services (PIS).
d. Petunjuk penanganan AFE yang meliputi aspek isi dan prosedur proses persetujuan AFE
antara lain mengatur, bahwa revisi AFE diberi kesempatan 2 (dua) kali dan dilakukan
karena proyek fisik belum selesai (kurang dari 70%) apabila lebih maka ada resiko tidak di
cost recovery.
Kondisi tersebut mengakibatkan
a. Tujuan BPMigas untuk menggunakan AFE sebagai sistem untuk melakukan analisa,
evaluasi persetujuan, dan pemantauan atas pelaksanaan pengeluaran biaya oleh Kontraktor
PSC tidak tercapai.
b. Terjadi overrun atas AFE yang melampaui anggaran sebesar US$81,605,261.95
Hal tersebut disebabkan adanya:
a. Peraturan BPMigas yang memberikan kesempatan bagi kontraktor untuk terjadinya
overrun
b. Tidak maksimalnya pengawasan dan pengendalian oleh BPMigas atas proses pelaksanaan
proyek yang realisasinya melampaui anggaran.
c. PT CPI tidak segera membuat Laporan Penyelesaian Proyek (AFE Closed out) kepada
BPMigas khususnya untuk proyek yang telah selesai.
PT CPI menjelaskan bahwa proyek yang penyelesaian fisiknya telah melebihi 70%,
pelampauan anggaran (overrun) yang terjadi dapat dijustifikasi dalam laporan AFE Close Out
yang pada umumnya mencakup perubahan scope pekerjaan, salah estimasi harga, kondisi alam,
maupun gangguan sosial yang terjadi dilapangan. Justifikasi tersebut akan dikaji kelayakannya
oleh BPMigas baik secara teknis maupun finansial. Sebagai konsekuensinya, Kontraktor PSC
diberikan peluang untuk melakukan overrun dan menjustifikasinya dalam laporan AFE close
out. Dari analisa PT CPI terhadap realisasi AFE yang melampaui anggaran tersebut,
kebanyakan terjadi untuk AFE pemboran sumur (drilling development). PT CPI mengusulkan
untuk paket pemboran beberapa sumur yang sejenis (typical) digabungkan menjadi 1 (satu)
AFE saja.
Dengan kondisi banyaknya AFE yang harus dikelola dan kompleksitas pengalokasian biaya ke
setiap AFE sumur, maka waktu tenggang 4 (empat) bulan setelah PIS harus menyampaikan
laporan AFE Close Out tidak realistis. PT CPI mengusulkan tenggang waktunya dijadikan 6
(enam) bulan.
BPK-RI menyarankan PT CPI lebih aktif melakukan koordinasi dengan BPMigas untuk segera
memperoleh persetujuan atas justifikasinya terhadap pelaksanaan proyek-proyek AFE yang
melampaui anggaran. Selain itu BPMigas harus lebih tegas dalam penanganan proyek-proyek

BPK-RI - 31 - PT Chevron Pacific Indonesia


overrun, khususnya yang penyelesaiannya sudah melebihi 70% dengan tidak me-recovery
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

3. Material senilai US$18,916,990.59 tidak memberikan manfaat bagi PT CPI namun telah
dibebankan sebagai cost recovery
Salah satu unsur biaya terbesar dalam kegiatan operasi PT CPI adalah biaya material. Dilihat
dari cara pembebanannya, biaya material dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu
biaya material yang pembebanannya melalui mekanisme depresiasi (material capital) dan
biaya material yang langsung dibebankan (material non capital) pada saat material tersebut
telah menjadi milik PT CPI dan telah berada di Indonesia.
Berdasarkan pemeriksaan terhadap material PT CPI diketahui bahwa terdapat beberapa
kelompok material yang pengadaannya tidak mempertimbangkan kebutuhan penggunaannya
sehingga material tersebut menjadi slow moving dan diusulkan untuk dihapuskan. Disamping
itu, juga terdapat material yang diterima tidak sesuai pesanan sehingga tidak dapat digunakan,
serta material yang dinilai nol karena sudah dibebankan ke dalam suatu proyek meskipun
material tersebut tidak digunakan untuk proyek tersebut. Rincian material adalah sebagai
berikut:
a. Material Branch Plant 11WHSI dengan nilai sebesar US$15,708,261.58.
Sebelum bulan Maret 2004, PT CPI dibagi ke dalam beberapa Strategic Bussiness Unit
(SBU). Tiap SBU berhak mengelola unitnya masing-masing, termasuk mengadakan
material. Sistem pengadaan material tersebut mengakibatkan menumpuknya jumlah
material karena masing-masing SBU melakukan pembelian material yang mereka
butuhkan tanpa melihat ketersedian material yang berada pada SBU lain. Akibatnya,
jumlah persediaan material menjadi sangat besar dan berlebih.
Setelah bulan Maret 2004, PT CPI melaksanakan sistem sentralisasi, SBU dibubarkan
sehingga pengadaan material pun menjadi terpusat. Pengadaan material dilakukan oleh
Bagian Procurement PT CPI dengan mempertimbangkan ketersediaan material dan
kebutuhan material. Dengan sistem ini semestinya pengadaan material dapat dilakukan
degan lebih efektif. Namun karena kesalahan manajemen pengadaan material yang lama,
PT CPI telah dibebani dengan material yang telah dibeli dengan jumlah yang tidak sedikit,
yaitu sebesar US$15,708,261.58, yang ternyata adalah material yang slow moving dan
kemudian menjadi material dead stock.
b. Material Branch Plant 11 WHSW, dengan nilai US$3,127,777.65.
Material dalam kelompok ini adalah material yang diusulkan untuk dihapuskan (write off)
dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) Material yang telah disimpan melebihi 5 (lima) tahun.
2) Material yang telah diupayakan untuk dioptimalkan penggunaannya dilingkungan PT
CPI dalam menunjang operasinya.
3) Material yang induknya (parent unit-nya) sudah tidak ada lagi dan telah 5 tahun atau
lebih tidak bergerak dan tidak ada prospek pemakaiannya.
4) Material yang telah diupayakan untuk dijual melalui penawaran ke lingkungan
BPMigas/ PSC lain dengan cara dimasukkan ke Website BPMigas.

BPK-RI - 32 - PT Chevron Pacific Indonesia


5) Material yang tidak dapat lagi ditukar dikaitkan dengan pengadaan barang untuk
kebutuhan operasi PT CPI.
Material dalam kelompok ini adalah material yang belum dan tidak dapat digunakan. Hal
ini terjadi karena pengadaan material yang tidak efektif.
c. Material Branch Plant 11WHCL, dengan nilai sebesar US$80,951.36.
Material ini merupakan material yang tidak sesuai dengan pesanan namun telah diterima di
gudang PT CPI dan telah dibayar. Seharusnya PT CPI tidak membayar material yang tidak
sesuai dengan pesanan, rusak atau cacat. Berdasarkan keterangan dari PT CPI, kecil sekali
material ini bisa ditagih kembali karena supplier material tersebut tidak berbisnis lagi
dengan PT CPI.
d. Material Branch Plant 11WHSL, dengan nilai yang dianggap nol.
Material ini merupakan material yang berasal dari sisa proyek, namun dalam sistem di PT
CPI bernilai nol. Hal ini terjadi karena suatu proyek memasukkan seluruh biaya material
untuk proyek tersebut sesuai dengan jumlah material yang dibelinya tanpa memperhatikan
apakan material tersebut digunakan untuk proyek tersebut atau tidak. Akibatnya, terdapat
beberapa material yang fisiknya tidak melekat pada proyek tersebut karena memang
material tersebut tidak digunakan, namun biaya material yang tidak digunakan tersebut
dibebankan pada proyek tersebut. Kami kesulitan untuk mengetahui berapa nilai material
kelompok ini karena PT CPI telah membebankan biaya material ini pada proyeknya dan
nilai material yang tersisa dianggap nol. Seharusnya PT CPI dapat menentukan harga
perolehan dari material tersebut. Material yang tidak digunakan, tidak selayaknya
dibebankan sebagai biaya operasi.
Keempat kelompok material diatas merupakan material yang biayanya telah dimintakan
penggantiannya (cost recovery) meskipun material tersebut belum memberikan manfaat
apapun bagi terlaksanakan kegiatan operasional PT CPI dan belum memberi manfaat apapun
bagi Pemerintah.
Berdasarkan PSC dinyatakan bahwa material non capital dapat dibebankan sebagai cost
recovery apabila material tersebut telah dimiliki oleh PT CPI dan berada di Indonesia. Dengan
sistem recovery biaya seperti ini mengakibatkan PT CPI tidak merencanakan dan memesan
pengadaan material dengan baik. Hal ini terlihat dari banyaknya jumlah material yang belum
memberi manfaat ekonomis bagi PT CPI, malah cenderung menambah beban PT CPI untuk
memelihara material tersebut. Pemerintah menanggung kesalahan manajemen pengadaan
material PT CPI, dengan tetap mengganti biaya material yang tidak digunakan tersebut dalam
bentuk cost recovery.
Berdasarkan Pedoman Tata Kerja Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas
Bumi (BPMigas) No. 007/PTK/VI/2004 tentang Pengelolaan Rantai Suplai Kontraktor Kontrak
Kerja Sama, Buku Satu, Ketentuan Umum Rantai Suplai, BAB II huruf E, Prinsip Dasar
Pengelolaan Rantai Suplai dinyatakan bahwa “Kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan
rantai suplai wajib dilaksanakan dengan prinsip Efektif, berarti harus sesuai dengan kebutuhan
yang telah ditetapkan dan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya sesuai dengan
sasaran yang dietapkan perusahaan”. PT CPI seharusnya merencanakan pembelian material
dengan baik sehingga material yang dibeli adalah material yang benar-benar dibutuhkan dan
dipakai untuk kegiatan operasinya.

BPK-RI - 33 - PT Chevron Pacific Indonesia


Permasalahan tersebut mengakibatkan:
a. Inefisiensi dalam pengadaan material sebesar US$18,916,990.59 yang membebankan
Pemerintah melalui penggantian (cost recovery) ke PT CPI.
b. Cost recovery PT CPI terlalu tinggi sebesar US$18,916,990.59 sehingga entitlement
Pemerintah menjadi lebih kecil.
c. Terdapat material yang tidak dapat digunakan yang selain tidak memberi manfaat
ekonomis, namun juga merugikan dari segi biaya pemeliharaannya.
Hal ini terjadi karena:
a. PT CPI tidak merencanakan pembelian material dengan baik sehingga terdapat banyak
sekali material yang tidak digunakan dan tidak berguna.
b. Pola pengadaan yang tidak ditujukan untuk efisiensi.
c. PT CPI tidak segera menagih atas kesalahan pengiriman materialnya pada supplier
sehingga terdapat material yang salah kirim dan tidak berguna bagi PT CPI.
d. Ada kecenderungan dari PT CPI untuk membebankan material yang tidak digunakan
dalam suatu proyek ke dalam biaya proyek yang diminta penggantian (cost recovery)
sehingga biaya proyek tersebut menjadi lebih besar (overstated).
Atas permasalahan tersebut, PT CPI menyatakan bahwa:
a. Material Branch Plant 11WHSI masih digunakan, terbukti dengan berkurangnya jumlah
material tersebut menjadi US$14,4 juta per Pebruari 2006. Dan sistem pembelian material
sudah diperbaiki, dari SBU menjadi sentralisasi.
b. Material Branch Plant 11 WHSW telah memenuhi umur yang ditentukan, tidak akan
dipakai lagi karena kebutuhannya sudah tidak ada (antara lain karena parent equipment-
nya sudah tidak dioperasikan lagi).
c. Pihak BPMigas sangat tegas dalam penerapan aturan tersebut. Kami pernah mengalami
beberapa kasus dimana Usulan Penghapusan (WOP) yang kami ajukan dikembalikan
karena ada data yang kurang lengkap atau meragukan mereka.
d. Material Branch Plant 11WHCL sebahagian besar adalah akumulasi vendor claim lama
(diatas 5 tahun) yang tidak berhasil kami tagih karena vendor-nya sudah tidak ada. Jumlah
ini sangat kecil dibandingkan dengan pembelian PT CPI yang mencapai US$80 juta
sampai dengan US$100 juta setiap tahunnya.
Dapat pula kami sampaikan bahwa, semenjak 2004 kami sudah menerapkan proses
penerimaan yang memungkinkan dilakukannya penangguhan pembayaran jika ada indikasi
tidak sesuainya spesifikasi maupun jumlah barang yang dikirimkan. Dengan demikian,
kemungkinan terjadinya vendor claim dapat diminimalkan. Sejak diterapkannya proses
baru tersebut penambahan vendor claim pada branch plant ini sangat minimal.
e. Material Branch Plant 11WHSL, dengan nilai yang dianggap nol merupakan surplus
material dari proyek yang sudah di close out dipindahkan ke stock dengan nilai US$ 0
untuk dapat dipergunakan oleh proyek lain. Surplus ini yang diperbolehkan adalah 10%
dari nilai proyek dan tidak melebihi dari AFE yang telah disetujui. PT CPI sudah
mempunyai AFE monitoring system untuk mengontrol status (Over/Under) dari setiap
AFE, termasuk juga didalamnya pengendalian terhadap surplus stock tersebut.

BPK-RI - 34 - PT Chevron Pacific Indonesia


Sesuai dengan rencana yang sudah ada, PT CPI akan tetap mengoptimalkan penggunaan
untuk kebutuhan internal dan melaporkan perkembangannya setiap kwartal ke BPMigas
dengan tembusan ke BPK.
BPK RI menyarankan agar proses pembelian material direncanakan dengan lebih baik lagi
sehingga material yang slow moving, dead stock, material yang diterima tidak sesuai pesanan
namun tetap dibayar dan dibiayakan ataupun material sisa proyek dapat diminimalisir. Untuk
material yang dead stock atau surplus, disarankan agar PT CPI lebih aktif menawarkannya ke
Kontraktor PSC lain atau ke pihak lain, seperti Pertamina.
Disamping itu, seharusnya dibuat lagi ketentuan mengenai kapan suatu material dapat
dibiayakan. Karena berdasarkan PSC, suatu material sudah dapat di cost recovery apabila
material tersebut telah landed (berada) di Indonesia. Artinya apabila material tersebut belum
atau tidak jadi digunakan, Pemerintah tetap mengganti biaya material tersebut pada Kontraktor
PSC meskipun material tersebut belum/tidak memberikan manfaat. Ketentuan dalam PSC
tersebut sangat tidak adil bagi Pemerintah, karena Pemerintah akan menanggung resiko
kesalahan Kontraktor PSC dalam membeli material.

4. Pelaksanaan Authorization For Expenditure (AFE) No.00-2112 untuk Proyek Polytechnic


Caltex Riau (PCR) membebani cost recovery sebesar US$6,563,156
Dalam rangka mendukung program pengembangan komunitas wilayah kerja PT CPI di
Propinsi Riau, PT CPI bekerjasama dengan Pemerintah Daerah setempat melalui Authorization
For Expenditure (AFE) No.00-21112 yang disetujui oleh BPMigas dengan Surat
No.510/L0000/2000-S1 tanggal 06 Juni 2000 membangun Institut Politehnik Riau di
Pekanbaru. Institut tersebut bernama Politehnik Caltex Riau (PCR) dengan tiga program
pembelajaran yaitu Komputer, Elektronik, dan Komunikasi.
Rincian anggaran dan realisasi biaya pembangunan PCR adalah sebagai berikut:
Jenis Pengeluaran Anggaran Realisasi Overrun
Konstruksi fisik
- Gedung, peralatan, furniture $5,450,000 $5,457,021 $7,021
Biaya Operasi
- aktivitas akademik $1,050,000 $1,106,136 $56,136
Total $6,500,000 $6,563,157 $63,157
Dari hasil pemeriksaan atas proposal pendirian PCR diketahui bahwa PCR dikelola oleh
sebuah yayasan dengan nama Yayasan Politehnik Riau yang berdiri berdasarkan Akta Notaris
No.83 tanggal 22 Juli 2000 yang bertujuan meningkatkan pendidikan di Indonesia, khususnya
di Propinsi Riau. Yayasan ini mengelola PCR sampai dengan yayasan dan PCR diserahkan
pengelolaannya kepada Pemerintah Daerah
Selanjutnya berdasarkan hasil pemeriksaan atas dokumen AFE, diketahui bahwa proyek
pembangunan PCR ini dimulai pada bulan Pebruari 2000 (mendahului persetujuan proyek oleh
BPMigas) dan direncanakan selesai pada bulan Juni 2003. Proyek baru selesai seluruhnya
pada Juni 2005, dan laporan closed out ke BPMigas baru diselesaikan pada tanggal 15
Desember 2005.
Berdasarkan laporan biaya capital untuk konstruksi fisik dari nilai biaya yang dikeluarkan
sebesar US$5,457,021 senilai 3,840,000 telah digunakan dan beroperasi (Placed Into Services)

BPK-RI - 35 - PT Chevron Pacific Indonesia


sejak tahun 2002 artinya pada tahun yang sama seharusnya laporan close out-nya disampaikan
ke BPMigas sebagaimana syarat yang dituangkan dalam surat BPMigas tanggal 06 Juni 2000.
Sampai dengan tahun 2005 dari nilai realisasi biaya capaital sebesar US$5,457,021 biayanya
telah di-recovery melalui depresiasi sebesar US$3,652,146. Sedangkan biaya operasional
kegiatan aktivitas akademik telah dibebankan sepenuhnya sebesar US$1,106,136 sejak tahun
2000 sampai dengan 2004.
Pemeriksaan lebih lanjut terhadap perkiraan community development No. account
110250.781010 menunjukkan bahwa PT CPI juga menganggarkan dana untuk kegiatan
akademis PCR. Untuk tahun 2004 dan 2005 perkiraan ini telah direalisasikan untuk PCR
masing-masing sebesar US$122,391 dan sebesar US$176,630 yang pada akhirnya dimasukkan
sebagai beban pemerintah melalui mekanisme cost recovery.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Financial Budget and Reporting Procedure Manual of
Production Sharing Contract (1993 Revision Manual), yang menyebutkan:
a. Prinsip pengertian biaya operasi adalah meliputi semua pengeluaran yang terjadi dan
kewajiban yang timbul untuk melaksanakan operasi perminyakan, yang
meliputi:eksplorasi, pengembangan, produksi, pengangkutan dan pemasaran.
b. Laporan Close Out harus disampaikan kepada BPMigas paling lambat 4 bulan setelah
dilakukan Put On Production (POP) atau Placed Into Services (PIS).
Kondisi di atas mengakibatkan
a. Bagian pemerintah berkurang dengan adanya pembebanan proyek PCR yang digantikan
melalui cost recovery senilai US$6,563,156.
b. Cost recovery bertambah besar dengan adanya dana dari community development untuk
tahun 2004 dan 2005 masing-masing sebesar US$122,391 dan sebesar US$176,630.
Hal tersebut disebabkan:
PT CPI tidak sepenuhnya menerapkan prinsip biaya operasi sebagaimana yang dimuat dalam
PSC dan tidak tegasnya BPMigas dalam memberi batasan biaya yang tidak boleh di-recovery
terutama kegiatan yang tidak terkait dengan operasional perminyakan.
PT CPI menjelaskan bahwa Proyek PCR telah dilaksanakan sesuai persetujuan BPMigas dan
telah disetujui untuk dilakukan pembiayaan melalui mekanisme cost recovery.
BPK-RI menyarankan PT CPI untuk bersama-sama BPMigas membuat aturan yang jelas
mengenai kegiatan-kegiatan apa saja yang tidak terkait dengan operasi perminyakan yang tidak
boleh dibiayai melalui mekanisme cost recovery.

5. Biaya listrik dan steam yang dimintakan kembali ke Pemerintah sejak PT CPI
melakukan kerja sama dengan PT MCTN diragukan kewajarannya dan mengakibatkan
kerugian bagi pemerintah sebesar US$210,000,000 serta berpotensi merugikan Negara
sebesar US$1,233,319,104.03.
Kebutuhan tenaga listrik dan uap PT CPI sejak Desember tahun 2000, selain berasal dari
3 (tiga) power plant yang dimiliki, juga dipenuhi oleh mitra kerja samanya, yaitu PT Mandau
Cipta Tenaga Nusantara (MCTN) yang merupakan konsorsium (joint venture) antara Chevron
Overseas Petroleum Inc (COPI), Texaco Overseas Holding Inc (TOHI), dan PT Nusagalih

BPK-RI - 36 - PT Chevron Pacific Indonesia


Nusantara (Yayasan Serangan Umum 1 Maret 1949). Teknologi yang digunakan dalam
pembangunan instalasi pembangkit listrik tersebut adalah teknologi Instalasi Cogeneration
(cogen) yaitu teknologi yang mengubah gas dan feedwater menjadi tenaga listrik dan uap.
Cogen merupakan proses pembangkit tenaga listrik yang hemat bahan bakar serta ramah
lingkungan yang memanfaatkan gas dan feedwater untuk diubah menjadi tenaga listrik dan
uap. PT CPI sendiri telah mengenal dan menggunakan teknologi instalasi cogen sejak tahun
1990 yaitu pada salah satu power plant-nya (central), yang sampai sekarang masih bekerja dan
beroperasi dengan baik. Seluruh fasilitas cogen milik PT CPI dikerjakan, dioperasikan dan
dipelihara oleh karyawan PT CPI sendiri di bawah koordinasi dan operasi PG&T (Power,
Generator and Transmision), salah satu unit organisasi yang ada di PT CPI. Dengan demikian,
pada dasarnya PT CPI telah menguasai dengan baik teknologi cogen tersebut. Hal ini
dibuktikan dengan menempatkan beberapa pegawainya pada instalasi cogen yang dimiliki oleh
mitra kerja samanya (MCTN), bahkan seluruh tenaga ahlinya merupakan pegawai yang masih
aktif pada PT CPI.
Setiap bulannya PT CPI membayar antara US$6 juta – US$7 juta sebagai biaya
pemrosesan gas dan feedwater menjadi tenaga listrik dan uap kepada PT MCTN. Total
pembayaran listrik dan uap sejak Desember tahun 2000 sampai dengan Desember tahun 2005
adalah sebesar US$400,172,688.01. Khusus untuk tahun 2004 dan 2005 (sampai dengan
semester I) total biaya listrik dan steam adalah masing-masing sebesar US$78,018,084.99 dan
US$ 31,893,669.80. Seluruh biaya listrik tersebut di atas sudah di-recovery pada tahun-tahun
yang bersangkutan.
PT CPI tidak lagi menggunakan crude oil sebagai bahan bakar untuk membangkitkan
tenaga listrik karena tidak efisien. Namun demikian, PT CPI masih menggunakan crude oil
untuk ditukarkan dengan gas yang berasal dari Asamera/Gulf Oil (Conoco). Dengan demikian,
selain biaya jasa pemrosesan, PT CPI juga harus mengeluarkan crude oil untuk ditukarkan gas
sebagai bahan bakar. Total crude oil yang ditukarkan dengan gas sejak PT CPI menerima
suplai tenaga listrik dari PT MCTN adalah sebanyak 104.598.469 barrels.
Pengoperasian Cogen Plant tidak dilakukan sendiri oleh PT MCTN, melainkan
menunjuk Amoseas Indonesia (Chevron Technology Energy Indonesia) sebagai operator yang
juga merupakan perusahaan seinduk dengan PT CPI. Amoseas akan mengoperasikan instalasi
cogen untuk MCTN dan memasok daya listrik dan uap bagi PT CPI. Selain itu, beberapa
pegawai PT CPI juga harus dipekerjakan di instalasi cogen tersebut sesuai dengan Manpower
Agreement antara PT CPI dan Amoseas Indonesia Inc. yang dibuat tanggal 26 November 1999.
Perjanjian ini didasari atas kebutuhan AI akan tenaga kerja yang memiliki pengetahuan,
keahlian dan pengalaman dalam pengoperasian dan pemeliharaan turbin generator gas dan uap
serta fungsi-fungsi pendukung lainnya, yang sudah terbiasa dengan Cogen Plant. Gaji,
tunjangan, bonus, benefit dan kompensasi lainnya termasuk tunjangan pajak tetap menjadi
tanggungjawab PT CPI. AI akan me-reimburse PT CPI semua pengeluaran yang berhubungan
dengan pegawai yang dipekerjakan di cogen plant.
Sebelum kerjasama antara PT CPI dengan PT MCTN dilakukan, terlebih dahulu dibuat
Nota Kesepakatan Bersama (MOU) antara PT CPI dan PERTAMINA-BPPKA tertanggal 27
Maret 1998.
MOU tersebut menyebutkan bahwa :
- Untuk meningkatkan cadangan, produksi dan ekspor minyak, PT CPI membutuhkan suatu
penyediaan 3140 MMBtu/h uap dan 300 MW tenaga listrik dalam jangka panjang yang
terkendali, andal, hemat biaya.

BPK-RI - 37 - PT Chevron Pacific Indonesia


- PT CPI dan para pemegang sahamnya berkeyakinan bahwa yang paling efisien adalah
dengan menerapkan teknologi co-generation (COGEN).
- Para pemegang saham PT CPI bersedia untuk bersama-sama mengerjakan usulan proyek
COGEN dalam bentuk usaha patungan (JV) dengan PT Nusagalih Nusantara/Yayasan
Serangan Umum 1 Maret 1949 (NN). Para pemegang saham PT CPI dan NN telah
menandatangani suatu MOU untuk maksud tersebut.
- Pertamina-BPPKA, melalui suratnya No.1645/L0000/97-S1 tanggal 26 Agustus 1997
menyetujui rencana PT CPI tersebut. PT CPI telah mengeluarkan suatu “Letter of Intent”
tanggal 27 Agustus 1997 kepada JV untuk memberikan jasa-jasa pengolahan khusus tersebut
dan Amoseas Indonesia Inc, yang merupakan perusahaan afiliasi PT CPI ditunjuk sebagai
operator JV tersebut.
- Telah disetujui bahwa rencana PT CPI membentuk kerjasama dengan JV harus berdasarkan
konsep-konsep antara lain sebagai berikut :
ƒ Jangka waktu kerjasama (ESA) akan berakhir tanggal 9 Agustus 2021 (saat berakhirnya
Kontrak Production Sharing Rokan).
ƒ PT CPI akan menyediakan pasokan bahan bakar gas dan air penyulang yang cukup kepada
JV untuk membangkitkan tenaga listrik dan uap guna memenuhi rencana PT CPI.
ƒ PT CPI diharuskan pula untuk membangun dan mengoperasikan sarana penunjang
mekanikal berupa jaringan pipa untuk suplai bahan bakar gas dan air penyulang PT CPI ke
Pusat Pembangkit Co-generation ke Sistem Injeksi Uap Lapangan Duri.
ƒ PT CPI harus membangun dan mengoperasikan fasilitas-fasilitas untuk mengambil uap dan
tenaga listrik dan menyerahkan bahan bakar gas dan air penyulang.
ƒ Pertamina-BPPKA akan berusaha sebaik mungkin untuk mempercepat segala proses
persetujuan yang diperlukan dari Pertamina dan Instansi Pemerintah lainnya dalam
mendukung PT CPI membangun dan mengoperasikan fasilitas-fasilitas tersebut.
ƒ PT CPI akan menyediakan suatu area di Duri Field untuk lokasi pusat pembangkit
COGEN kepada JV untuk dipakai tanpa beban biaya selama periode ESA (termasuk
perpanjangannya).
Setelah membuat beberapa kesepakatan bersama dengan Pertamina-BPPKA, PT CPI
membuat perjanjian kerjasama berupa Energy Service Agreement (ESA) dengan PT MCTN
tanggal 1 Oktober 1998 yang merupakan penjabaran lebih rinci dari MOU yang telah
disepakati.
Dari kondisi tersebut di atas dan dari hasil pemeriksaan atas dokumen-dokumen terbatas
yang diperoleh, didapatkan beberapa permasalahan yaitu sebagai berikut:
a. Proses pengadaan proyek cogen dilakukan tanpa tender dan sangat kuat
berindikasikan praktek-praktek KKN.
Proses pengadaan proyek cogen senilai US$ 190 juta ini dilakukan dengan memilih
langsung PT MCTN, yang merupakan perusahaan satu induk dengan PT CPI, tanpa
melalui mekanisme pengadaan dengan pelelangan/tender. Hal ini bertentangan dengan
Keppress 16 Tahun 1994 dan BPP Pedomam Tata Kerja BPMigas No.077 Tahun 2000 Bab
II Butir A.1 yang menyatakan bahwa Pengadaan barang/jasa yang nilainya lebih besar dari
Rp20 milyar atau US$20 juta harus dilakukan melalui mekanisme pelelangan (tender).
Selain itu pada BPP 007 Pedoman Tata Kerja BPMigas tahun 2004 Buku II Bab I
Petunjuk Umum Butir G.6 menyatakan bahwa Penyedia Barang/Jasa yang

BPK-RI - 38 - PT Chevron Pacific Indonesia


keikutsertaannya menimbulkan pertentangan kepentingan dilarang menjadi peserta
pengadaan.
Mekanisme pemilihan langsung kepada perusahaan satu afiliasi ini bertentangan
dengan Etika Pengelolaan Rantai Suplai pada BPP 007/2004 yang menyatakan bahwa
Pejabat yang berwenang, Panitia Pengadaan, penyedia barang/jasa dan para pihak yang
terkait harus memenuhi etika, antara lain, pada butir 3, mencegah terjadinya pertentangan
kepentingan (conflict of interest) pihak-pihak yang terlibat langsung maupun tidak
langsung dalam proses pengelolaan rantai suplai.
Pihak PT CPI memberikan justifikasi bahwa proses pengadaan dilakukan melalui
pemilihan langsung dengan pertimbangan mendesaknya kebutuhan tenaga listrik untuk
memenuhi target peningkatan produksi minyak PT CPI. Namun menurut data-data
produksi minyak PT CPI sejak tahun 2000 sampai dengan sekarang (awal tahun 2006)
produksi minyak terus menurun.
Kecenderungan pihak PT CPI memilih langsung (direct appointment) dan
menunjuk PT MCTN sebagai pelaksana proyek sangat terlihat karena yang ditunjuk
sebagai pelaksana proyek pembangunan instalasi cogen merupakan perusahaan satu afiliasi
(sister company) dengan PT CPI yang saham terbesarnya sama-sama dimiliki oleh
Chevron Corp. Pola penunjukan langsung seperti yang dilakukan PT CPI ini tidak terlepas
dari peran Chevron sebagai parent company dari kedua perusahaan tersebut. Praktek-
praktek bisnis yang tidak sehat ini sangat kuat berindikasikan KKN. Chevron Corporation
beritikad mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya melalui penerimaan pembayaran jasa
pemrosesan listrik dan uap yang ditagihkan ke PT CPI melalui MCTN tanpa
memperhatikan kepentingan/keuntungan Pemerintah. Pihak pemerintah dalam hal ini
Pertamina-BPPKA (BPMigas) sama sekali tidak memperhitungkan berapa besarnya
keuntungan yang akan diterima Chevron dan besarnya kerugian yang telah dialami dan
terus akan dialami pemerintah hingga tahun 2021
Seperti telah disebutkan di atas, Chevron Corp bersama-sama dengan Texaco dan
PT Nusagalih Nusantara membentuk PT MCTN dalam rangka menanamkan investasi
senilai US$ 190 juta untuk membangun proyek instalasi cogeneration (cogen). Chevron
dan Texaco kemudian melakukan merger pada tahun 2001 menjadi Chevron Corporation,
sehingga 95% saham PT MCTN dimiliki Chevron Corp.
Dengan dilakukannya proses pengadaan melalui proses pemilihan langsung (direct
appointment) kepada perusahaan satu induk (MCTN), maka nilai pengadaan sebesar US$
190 juta diragukan kewajarannya. Demikian pula jumlah seluruh tagihan atas jasa
pemrosesan listrik dan steam sebesar US$400,172,688.01 yang telah ditagihkan MCTN
dan telah dibayar seluruhnya oleh PT CPI juga diragukan kewajarannya. Angka atau tarif
listrik yang dibayar PT CPI ke MCTN juga jauh di atas harga atau tarif listrik PLN yaitu
sebesar 4,5 sen.
Sebagai perbandingan, biaya listrik yang dibebankan ke PLN apabila PLN
membeli aliran listrik dari pihak swasta adalah 4,5 sen dollar. Sedangkan perhitungan tarif
per kwh termasuk biaya fuel adalah sebesar 7,35 sen dollar (3,2 + 4,15). US$3,2 sen
merupakan rata-rata biaya pemrosesan listrik yang ditagihkan MCTN ke PT CPI,
sedangkan US$4,15 merupakan salah satu unsur biaya listrik yaitu biaya fuel yang
dibebankan PT CPI ke BOB dalam jasa penyediaan tenaga listrik untuk BOB PT BSP.

BPK-RI - 39 - PT Chevron Pacific Indonesia


Selain itu dari data-data mengenai crude oil yang dikonsumsi PT CPI untuk
ditukarkan gas dengan Asamera (Gulf Oil) dan Conoco melalui PTEA, didapatkan angka
pemakaian crude oil untuk bahan bakar Cogen dari tahun 2001 s.d 2005 adalah sbb :
Elect.
Delivery Fuel DC Price Fuel Cost
YEAR Fuel (MSCF) Price
(kWh) (BOE) $/Bbl (PTEA)
(c$/kwh)
2001 2,418,772,100 25,665,273 4,167,117 22.02 91,752,969.19 3.79
2002 2,393,867,400 25,934,552 4,210,838 23.30 98,105,510.44 4.10
2003 2,420,462,600 27,468,141 4,459,838 27.11 120,906,203.59 5.00
2004 2,369,361,800 27,950,560 4,538,165 32.09 145,614,599.43 6.15
2005 2,289,506,900 27,736,627 4,503,430 44.00 198,150,933.85 8.65
Jadi besarnya biaya listrik yang menjadi beban PT CPI adalah tagihan MCTN per
kwh sebesar US$3,2 sen ditambah biaya fuel seperti tabel tersebut di atas yang berkisar
antara 3,79 sen sampai dengan 8,65. Atau biaya total per kwh adalah berkisar antara 7 sen
sampai dengan 11,85 sen.
b. Terdapat pertentangan kepentingan (conflict of interest) yang terjadi karena PT CPI
dan PT MCTN (sebagai penyedia jasa pemrosesan listrik) merupakan perusahaan
yang sama-sama dimiliki oleh Chevron Corp.
PT MCTN sesuai dengan akte pendirian perusahaan No 317 tanggal 27 Agustus
1998 dengan Notaris Haji Muhammad Afdal Gazali, yang kemudian diubah pada Akte
Notaris Haji Parlindungan Lumban Tobing No.10 tanggal 16 Agustus 1999, menunjukkan
komposisi kepemilikan saham PT MCTN adalah sebanyak 47,5% oleh Chevron Inc, 47,5%
oleh Texaco Inc dan 5% dimiliki oleh PT Nusagalih Nusantara/Yayasan Serangan Umum 1
Maret 1949. Kemudian pada tahun 2001, Chevron dan Texaco melakukan merger menjadi
Chevron Corp sehingga kepemilikan PT MCTN menjadi 95% oleh Chevron dan 5% tetap
oleh PT Nusagalih Nusantara. PT CPI sendiri seluruh sahamnya dimiliki oleh Chevron
Corp. Sehingga baik PT MCTN maupun PT CPI saham mayoritasnya dimiliki oleh
Chevron Corp. Hal ini membuktikan bahwa terdapat hubungan yang istimewa (related
party) antara PT CPI dengan PT MCTN, yaitu sama-sama dimiliki oleh Chevron Corp.
Oleh karena terdapat hubungan istimewa antara kedua perusahaan tersebut (sister
company), maka terjadinya pertentangan kepentingan (conflict of interest) sangat mungkin
terjadi.
Hal ini sangat bertentangan dengan Buku II Pedoman Tata Kerja Pengelolaan Rantai
Suplai PSC No.007/2004, BAB I (Petunjuk Umum) butir G.6 yang menyatakan bahwa
“Penyedia Barang/Jasa yang keikutsertaannya menimbulkan pertentangan kepentingan
dilarang menjadi peserta pengadaan”. Selain itu hal ini juga bertentangan dengan Etika
Pengelolaan Rantai Suplai pada BPP 007/2004 yang menyatakan bahwa Pejabat yang
berwenang, Panitia Pengadaan, penyedia barang/jasa dan para pihak yang terkait harus
memenuhi etika mencegah terjadinya pertentangan kepentingan (conflict of interest).
c. Tidak ada analisa terhadap keputusan membangun sendiri atau outsourcing atas
proyek Cogen.
Sampai dengan akhir pemeriksaan, 2 Maret 2006, tim belum mendapatkan analisa
atau perhitungan yang mendasari keputusan manajemen PT CPI untuk tidak membangun
sendiri dan tidak mengusahakan agar dana investasi yang berasal dari Chevron dan Texaco
masuk langsung ke PT CPI tanpa melalui PT MCTN. Proyek instalasi Cogen tersebut
akhirnya diserahkan pembangunannya kepada PT MCTN yang dananya sebesar US$190
juta juga berasal dari Chevron dan Texaco.

BPK-RI - 40 - PT Chevron Pacific Indonesia


Berkaitan dengan penerimaan pembayaran dari PT CPI, sampai dengan bulan
Desember 2005, PT MCTN telah menerima uang jasa pemrosesan listrik sebesar
US$400,172,688. Jika asumsi rata-rata perbulan PT MCTN (Chevron) menerima
US$6,560,208 dari PT CPI (Chevron) yang kemudian dimintakan penggantiannya ke
Pemerintah, maka Pemerintah masih akan menanggung/mengganti biaya pemrosesan
listrik ke Chevron sebesar US$ 1,233,319,104.03. Jumlah tersebut merupakan total tagihan
MCTN ke PT CPI sejak Januari 2006 sampai dengan berakhirnya masa kontrak ESA yaitu
9 Agustus 2021 tanpa memperhitungkan tingkat inflasi dan kenaikan suku bunga serta
biaya maintenance/operasi. Walaupun telah membayar sebesar US$400,172,688 dan masih
harus membayar kurang lebih sebesar US$1,233,319,104.03, seluruh fasilitas instalasi
cogen tersebut tetap menjadi milik PT MCTN (Chevron).
Beban yang ditanggung pemerintah akan jauh lebih rendah apabila PT CPI
mengusahakan sendiri membangun instalasi cogen tersebut dengan mekanisme pengajuan
POD, WP&B dan AFE. Chevron sebagai parent company PT CPI seharusnya
menyediakan dananya untuk keperluan pembangunan instalasi cogen tersebut langsung ke
PT CPI dan tidak melalui PT MCTN yang dijadikan sebagai SPV oleh Chevron. Dengan
pola membangun sendiri oleh PT CPI, biaya yang akan dimintakan penggantiannya (cost
recovery) ke pemerintah hanya merupakan biaya depresiasi dari total biaya pembangunan
instalasi cogen.
Pembangunan instalasi listrik cogen ini menurut PSC dikategorikan dalam Grup 2
yang akan didepresiasi (25%) selama 5 tahun dengan metode double declining, sehingga
beban pemerintah hanya sebesar nilai depresiasi dari biaya investasi sebesar US$190 juta.
Besarnya biaya depresiasi bila PT CPI membangun sendiri fasilitas cogen tersebut untuk 5
tahun berturut-turut masing-masing sebesar US$47,5 juta untuk tahun pertama dan US$
36,5 juta untuk 4 tahun berikutnya. Setelah lima tahun, PT CPI tidak perlu membayar biaya
pemrosesan listrik dan Pemerintah tidak terbebani untuk mengganti biaya pemrosesan
listrik tersebut. Lebih dari itu, instalasi cogen akan menjadi milik Pemerintah. Biaya
tambahan bila mengoperasikan sendiri adalah biaya maintenance.
Pemerintah melalui Pertamina BPPKA telah mengakomodasi/mendorong seluruh
PSC untuk berusaha melakukan kegiatan meningkatkan produksi minyak seperti
pembangunan proyek cogen yang menggunakan dana investasi tinggi dengan
mengeluarkan insentif berupa interest recovery. Jadi tidak ada alasan yang jelas mengapa
PT CPI atau Pertamina-BPPKA membiarkan Chevron sebagai pemegang saham terbesar
tidak menyediakan dana pembangunan proyek itu langsung ke PT CPI melainkan
menanamkan investasinya di PT MCTN untuk membangun instalasi cogen dan menerima
pembayaran tagihan listrik dari PT CPI.
Dari kondisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa Chevron corp melalui PT MCTN
berusaha mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dari upah pemrosesan gas menjadi
tenaga listrik dari anak perusahaannya sendiri (PT CPI).
Bila instalasi cogen dibangun sendiri oleh PT CPI dengan dana berasal dari Chevron,
Pemerintah akan menghemat sebesar selisih antara total pembayaran jasa pemrosesan
listrik dari Desember 2000 sampai dengan akhir 2005 yang telah di-cost recovery-kan
dengan total depresiasi selama 5 tahun. Penghematan yang akan dialami Pemerintah adalah
sebesar US$ 210,000,000 (US$ 400 juta – US$ 190 juta). Bila biaya listrik selama periode
tahun 2000 sampai dengan 2005 ditarik mundur ke tahun 2000 dengan rata-rata biaya
listrik per tahun sebesar US$80 juta, untuk menghitung nilai sekarang (Present Value) dari

BPK-RI - 41 - PT Chevron Pacific Indonesia


total biaya listrik yang telah dibayarkan dengan menggunakan asumsi LIBOR + 2% atau
berkisar 5%, maka didapatkan nilai sekarang dari US$ 400 juta pada tahun 2000 adalah
sebesar US$346,36 juta.
Dengan kata lain Pemerintah telah dirugikan oleh Chevron atas pola kerjasama antar
perusahaan seinduk sebesar US$210,000,000 bila dihitung dengan membandingkan biaya
investasi dengan cost yang telah dikeluarkan. Atau bila dihitung dengan membandingkan
total investasi dengan nilai sekarang (PV) dari total biaya listrik yang telah dikeluarkan,
Pemerintah dirugikan sebesar US$156,36 juta (346,36 juta -190 juta) Selain itu, untuk
periode 2006 sampai dengan 2021 (akhir masa kontrak), Pemerintah berpotensi menderita
kerugian lebih besar lagi yaitu kurang lebih sebesar US$1,233,319,104.03.
Pembayaran atas biaya pemrosesan listrik kepada PT MCTN dilaksanakan melalui
pentransferan langsung dari rekening PT CPI ke rekening atas nama Amoseas Indonesia di
Bank of America. Seperti yang telah disebutkan di atas, Amosesas Indonesia adalah
operator yang ditunjuk oleh PT MCTN untuk melakukan pemrosesan instalasi cogen ini.
Amoseas Indonesia, PT MCTN dan PT CPI, saham mayoritasnya dimiliki oleh Chevron
Corporation.
Hal ini bertentangan dengan Buku II Pedoman Tata Kerja Pengelolaan Rantai Suplai
PSC No.007/PTK/VI/2004, BAB I (Petunjuk Umum) butir E yang menyatakan bahwa
“Pengadaan Barang/Jasa harus memperhitungkan faktor keekonomian dengan
memperhatikan hal-hal antara lain optimalisasi pengadaan dengan menentukan pola
pengadaan berupa sewa, beli atau sewa beli atau membangun sendiri’.
Selain itu hal ini juga bertentangan dengan Etika Pengelolaan Rantai Suplai pada
BPP 077/2000 yang menyatakan bahwa Pejabat yang berwenang, Panitia Pengadaan,
penyedia barang/jasa dan para pihak yang terkait harus memenuhi etika, antara lain sebagai
berikut :
- butir 5, mencegah terjadinya kerugian Negara dan perusahaan
- butir 6, tidak menyalahgunakan wewenang untuk melakukan kegiatan bersama secara
langung atau tidak langsung dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau
pihak lain.
Permasalahan ini mengakibatkan:
a. Tingkat pengembalian dan keuntungan atas investasi sebesar US$190,000,000 yang
diperoleh Chevron sangat tinggi dan dapat diperoleh dalam kurun waktu yang singkat serta
Chevron masih akan menerima keuntungan atas penerimaan dari tagihan listrik yang
dibayar PT CPI sampai dengan tahun 2021.
b. Di lain pihak Pemerintah/Negara c.q PT Pertamina-BPPKA (BPMIGAS) telah dirugikan
sebesar US$210,000,000 dan masih berpotensi dirugikan kembali sebesar
US$1,233,319,104.03.
c. Biaya pembangunan instalasi cogen senilai US$190,000,000 dan biaya listrik serta uap
yang telah dibayarkan PT CPI ke PT MCTN dan telah di-cost recovery-kan ke Pemerintah
sebesar US$400,172,688 diragukan kewajarannya.
Hal ini disebabkan:
a. Chevron Corporation sebagai pihak pemegang saham PT MCTN dan PT CPI dengan
sengaja tidak menginvestasikan langsung melalui PT CPI melainkan berinvestasi melalui
PT MCTN yang baru dibentuk sebagai SPV dengan maksud memperoleh pengembalian
investasi dan keuntungan yang sebesar-besarnya dari tagihan listrik dan steam.

BPK-RI - 42 - PT Chevron Pacific Indonesia


b. Kerjasama antara PT CPI dan PT MCTN merupakan kerjasama antara dua perusahaan
yang mempunyai hubungan istimewa (related parties) dan cenderung didasari atas pola
kerja yang berindikasikan KKN yang juga melibatkan pihak pemerintah (Pertamina-
BPPKA) yang hanya memperhatikan keuntungan pihak pemegang saham (Chevron Corp)
tanpa memperhatikan kepentingan/keuntungan Negara.
c. Penyalahgunaan wewenang yang dilakukan pihak-pihak PT Pertamina-BPPKA (BP
Migas) dalam Persetujuan, Pengawasan dan Pembinaan terhadap PSC PT CPI pada
perencanaan dan pelaksanaan ESA yang tidak ditujukan untuk kepentingan dan
keuntungan Negara, melainkan cenderung menguntungkan para pihak pemegang saham PT
CPI dan PT MCTN (Chevron Corp).
d. Pertentangan kepentingan (conflict of interest) antara PT MCTN dan PT CPI yang
sahamnya sama-sama dimiliki oleh Chevron Corp.
Atas permasalahan tersebut, PT CPI menyatakan tidak setuju dengan pendapat BPK, sebab
biaya pemrosesan Listrik dan Uap (steam) yang dibayarkan PT Caltex Pacific Indonesia (CPI)
kepada PT Mandau Cipta Tenaga Nusantara (MCTN) mengacu kepada perjanjian Energy
Service Agreement (ESA) yang telah direvisi bulan Agustus 2000 oleh tim gabungan yang
dipimpin oleh Ditjen Migas dan terdiri dari wakil-wakil Ditjen Migas, Ditjen LPE, Pertamina-
BPPKA, dan PT CPI. Tim gabungan tersebut dibentuk guna menilai ulang kewajaran harga
dalam ESA yang ditandatangani antara PT CPI dan MCTN pada bulan September 1998.
Adapun hasil revisi biaya pemrosesan Listrik dan Uap rata-rata dalam kurun waktu 20 tahun
(levelized) dalam ESA menjadi sebagai berikut.

ESA-awal ESA-Revisi (cent/kWh)


(cent/kWh)
Committed Capacity 3.09 2.89
Committed + Uncommitted Capacity 2.85 2.77
ESA-awal ESA-Revisi ($/MMBTU)
($/MMBTU)
Steam Processing Fee 0.157 0.157
Revisi di atas dilakukan berdasarkan biaya investasi aktual sebesar US$190 juta, dan
perhitungan kembali aspek keekonomian lainnya. Hasil dari revisi harga pemrosesan Listrik
dan Uap ini menjadikan harga listrik yang dibayar PT CPI kepada MCTN sangat kompetitif
dan menjamin bahwa tidak ada pihak yang dirugikan dalam penetapan harga ini.
Tabel berikut menunjukkan perbandingan harga listrik dan uap termasuk biaya bahan bakar
dengan proyek sejenis lainnya.
PT CPI
North Duri Cogen
Cogen Texaco conventional
California generation

@ 2.52 @ 2.52 @ 2.52 @ 1.95


IPP Indonesia IPP Thailand $/MMBtu $/MMBtu $/MMBtu $/MMBtu

(1) (2) (3) (4) (4) (5)

Electricity Price
6.27 5.14 5.62 6.03 4. 90 4.44
(US cents per kWh)

Steam Price
--- --- 3.14 3.66 2.57 2.03
(US$ per MMBTU)

BPK-RI - 43 - PT Chevron Pacific Indonesia


Catatan : *) Biaya bahan bakar untuk North Duri Cogen adalah sebesar 2.01 cent/Kwh pada
harga gas 2.52 $/MMBTUatau sebesar 1.55 cent/Kwh pada harga gas 1.95
$/MMBTU.
Dari hasil peninjauan kembali harga pemrosesan listrik diatas, dapat disimpulkan bahwa harga
kontrak pemrosesan listrik dan uap yang dibayarkan PT CPI kepada MCTN adalah wajar.
Penunjukan langsung pelaksanaan proyek cogen kepada JV berdasarkan beberapa
pertimbangan sebagai berikut :
• Urgensi kebutuhan PT CPI untuk mendapatkan tambahan tenaga listrik dan uap. Cara
pendekatan ini akan mempercepat jangka waktu pembangunan fasilitas-fasilitas yang
diperlukan tanpa menggangu sumber-sumber daya dari PT CPI yang sudah terbatas.
• Memberikan nilai keekonomian yang lebih baik bagi investor untuk menanamkan
modalnya dalam proyek cogen ini, dan tetap menjaga prinsip saling menguntungkan bagi
semua pihak, dalam rangka PT CPI mewujudkan potensi cadangan minyak bumi sebesar 2
milyar barrel.
• Proyek cogen didanai dan dibangun oleh pihak ke tiga yang selanjutnya akan memproses
air dan gas menjadi tenaga listrik dan uap.
• Memberikan fleksibilitas tinggi untuk bisa memasuki pasar PLN apabila kapasitas tenaga
listrik PT CPI melebihi sebagaimana yang diproyeksikan.
Dengan dilaluinya proses penunjukkan langsung secara transparan diatas dan melibatkan
pihak-pihak terkait , dan juga sudah mendapat persetujuan dari pihak yang berwenang, dalam
hal ini Pertamina-BPPKA, maka proses indikasi KKN yang disebutkan tidak beralasan.
PT CPI tidak setuju dengan pendapat pemeriksaanor yang mengatakan terdapat conflict of
interest, sebab penunjukan MCTN (sebagai bagian dari Joint Venture) oleh PT CPI untuk
menyediakan jasa pemrosesan listrik dan uap dalam proyek ini, didasarkan kepada
pertimbangan sebagai berikut :
a. Proses yang tercepat untuk memenuhi urgensi kebutuhan tambahan tenaga listrik dan uap
agar tepat waktu.
b. MCTN yang di dukung oleh C&T memiliki teknologi dan pengalaman dalam
mengoperasikan teknologi cogen dengan tingkat keandalan yang tinggi secara efektif dan
effisien. C&T memiliki keahlian dan teknologi yang spesifik/khusus dalam membangun
dan mengoperasikan Co-generation untuk kegiatan EOR dengan sistem injeksi uap. C&T
telah membangun, memiliki dan mengoperasikan fasilitas COGEN dengan kapasitas total
1000 MW di AS dan bagian dunia lainnya termasuk di PT CPI. Hal ini dibuktikan dengan
kunjungan kerja team dari Lemigas.
Penunjukkan tersebut di atas telah disetujui oleh Pertamina-BPPKA berdasarkan kepada
peraturan yang berlaku pada saat itu :
1) Keppres 16/1994, Bab I, Bagian Pertama, Pasal 23 (5) C : tentang Pengadaan
barang/jasa untuk keperluan operasional/eksploitasi.
2) Instruksi Direktur PERTAMINA No. lnstr-1 575/C0000/94-S0: tentang Pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan PERTAMINA dan Kontraktor Production.
3) BP 077/REV. 1995, Bab III. Pasal A.2.: tentang wewenang KPS dalam lelang dan
pemilihan Iangsung yang menyangkut kegiatan operasi.
4) JUKLAK PERTAMINA Bab II, Pasal 3. c. 6 dan 8): tentang syarat-syarat
penunjukkan langsung.

BPK-RI - 44 - PT Chevron Pacific Indonesia


5) JUKLAK PERTAMINA Bab V, Pasal 5. b. dan d: tentang tentang syarat-syarat
Pengadaan barang/jasa spesifik.
Dasar referensi yang diberikan oleh BPK yaitu : Buku II Pedoman Tata Kerja Pengelolaan
Rantai Suplai PSC No.007/2004, BAB I (Petunjuk Umum) butir G.6 dan Etika Pengelolaan
Rantai Suplai pada BPP 007/2004 tidak dapat diberlakukan untuk dijadikan referensi
dalam proses pengadaan proyek cogen mengingat proyek tersebut dilaksanakan sebelum
tahun 2000, dimana yang berlaku adalah seperti yang kami sebut di atas.
Penunjukkan langsung pelaksanaan proyek cogen oleh PT CPI kepada MCTN (JV) yang
telah disetujui oleh Pertamina-BPPKA telah diketahui dan diakui secara luas oleh lembaga-
lembaga pemerintah yang kemudian merevisi harga pemrosesan listrik seperti: Ditjen
Migas dan Ditjen LPE. Pihak PLN pun telah dihubungi oleh PT CPI dalam proses
mendapatkan IUKU(Ijin Usaha Kelistrikan untuk Umum), seperti terlampir pada Lampiran
9 yang menyatakan PLN tidak keberatan terhadap rencana pembangunan proyek cogen di
Duri Utara.
Pihak pemeriksaan dari BPKP pun sudah melakukan pemeriksaan investigasi terhadap
proyek ini dan menyatakan bahwa proyek cogen dapat dilanjutkan untuk diselesaikan
dengan catatan untuk dilakukan peninjauan kembali harga pemrosesan listrik agar didapat
harga yang paling wajar dalam rangka mendapatkan IUKU. Hasil Pemeriksaan tersebut
dapat dilihat pada Lampiran 10. Peninjauan kembali harga pemrosesan listrik telah
dilakukan pada Agustus 2000.
PT CPI telah melakukan analisa atas keputusan membangun sendiri atau outsourcing atas
proyek cogen pada pertengahan 1996 sampai akhir 1996, PT CPI telah mengadakan studi
kelayakan dengan membentuk tim yang terdiri dari wakil-wakil PT CPI, C&T dengan
dewan pengambil keputusan yang dipimpin langsung oleh Presiden Direktur PT CPI.
Adapun hasil dan usulan dari studi kelayakan tersebut adalah sebagai berikut :
1) Membangun Cogen Plant untuk pemenuhan kebutuhan tenaga listrik 300 MW dan uap
350 MBEWPD.
2) Pelaksanaan realisasi proyek cogen akan memberikan nilai yang saling
menguntungkan bila dilakukan di luar kerangka PSC .
3) Nilai keekonomian proyek dapat ditingkatkan dengan adanya kesempatan menjual
kelebihan tenaga listrik yang mungkin terjadi di masa yang akan datang.
4) Apabila proyek cogen dilakukan diluar kerangka PSC, maka PT CPI tidak perlu
membeli dan membangun tambahan Turbin Gas dan Pembangkit Uap konvensional.
Dari semua analisa dan perhitungan keekonomian proyek dalam studi tersebut, dapat
disimpulkan bahwa proyek cogen tidak memenuhi batasan minimum keekonomian proyek
yang ditentukan oleh PT CPI, apabila dilaksanakan di dalam ruang lingkup kerangka PSC.
BPK menyarankan agar :
a. Pihak-pihak dari PT Pertamina-BPPKA, yang terlibat dalam penanganan dan persetujuan
MOU dan ESA tentang penyediaan tenaga listrik ke PT CPI harus bertanggungjawab atas
kerugian Negara yang telah dan akan terjadi sampai dengan tahun 2021.
b. Pihak-pihak PT MCTN dan PT CPI yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung
dalam perencanaan dan pelaksanaan Energy Service Agreement (ESA) yang
mengakibatkan kerugian negara harus dimintakan pertanggungjawabannya atas kerugian
negara yang telah dan akan terjadi.

BPK-RI - 45 - PT Chevron Pacific Indonesia


c. Pemerintah c.q PT Pertamina dan BP Migas harus melakukan pengkajian ulang atas
Energy Service Agreement yang telah dilaksanakan dan mencari jalan alternatif untuk
mencegah kerugian negara yang bertambah besar.

6. Pelaksanaan pekerjaan Waste Gas Disposal System Facility tidak mencapai tujuan dan
membebani cost recovery senilai US$5,036,573
Dalam rangka melaksanakan standar emisi udara untuk kegiatan ekplorasi dan produksi
minyak dan gas, pada tahun 1996 PT CPI mengajukan AFE No.92-7109 revisi 2 dan telah
disetujui oleh Pertamina/BPKKA (BPMigas) untuk Duri Area 7. Pekerjaan tersebut merupakan
pembangunan sistem pengumpul uap selubung, disebut dengan Casing Vapor Collection
System (CVC System) yang juga mencakup sistem fasilitas pembakaran gas-incinerator,
disebut dengan Waste Gas Disposal System Facility. Lingkup pekerjaan dalam AFE tersebut
adalah sebagai berikut:
AFE No. Ruang lingkup Pekerjaan Biaya disetujui
92-7109 1. Memasang stasiun pengumpul uap selubung uap dan US$8,027,000
pendingin di Area -7 Lapangan Duri

2. Memasang 5 unit fasilitas pembakaran gas incinerator US$2,505,000


termasuk sistem perpipaan, valve, dan listrik/instrument
di stasiun pengumpul uap selubung Area -7
Total anggaran biaya yang disetujui dalam AFE revisi 2 US$10,532,000
Dari hasil pemeriksaan terhadap Laporan Bulanan per Desember 2004 atas pelaksanaan proyek
capital PT CPI diketahui bahwa jenis pekerjaan yang serupa juga dilaksanakan di Lapangan
Duri Area-5 dan 6 dengan masing-masing anggaran yang disetujui Pertamina BPPKA adalah
sebagai berikut:
AFE No. Ruang lingkup Pekerjaan Biaya disetujui
90-7009 Pembelian material dan pembangunan fasilitas CVC di US$9,570,000
Area - 6 Lapangan Duri
95-7521 Pembangunan pembakar gas H2S di Area-5 Lapangan Duri US$2,394,200
AFE No.90-7009 disetujui tanggal 24 Mei 1991 sebesar US$6,355,000 dan kemudian direvisi
dengan penambahan pekerjaan untuk 3 (tiga) fasilitas pembuangan gas senilai US$3,245,000
sehingga total anggaran yang disetujui BPPKA pada tanggal 18 Maret 1998 menjadi sebesar
US$9,570,000. Sedangkan AFE No. 95-7521 yang disetujui tanggal 09 Pebruari 1995 adalah
sebesar US$2,394,200 untuk 3 (tiga) fasiltas gas incinerator. Jadi jumlah seluruh fasilitas gas
incinerator yang ada di tiga area tersebut (5,6, dan 7) adalah sebanyak 11 unit.
Realisasi anggaran dan status pekerjaan terhadap tiga proyek CVC system dan gas incinerator
system di area 5,6, dan 7 Lapangan Duri per Desember 2004 adalah sbb:
AFE Lokasi Anggaran $ Realisasi $ Overrun $ %overun Progres
No.
90-7009 Area-6 9,570,000 11,072,000 1,502,000 16% 100%
92-7109 Area-7 10,532,000 12,511,445 1,979,445 19% 100%
95-7521 Area-5 2,394,200 4,849,493 2,455,293 103% 100%
22.496.200 28.432.938 5.936.738
Dari pemeriksaan lebih lanjut terhadap dokumen AFE No.92-7109 diketahui bahwa proyek ini
ditargetkan selesai pada bulan Maret 2001. Dalam realisasinya, baru pada bulan September
2003 proyek tersebut dapat sepenuhnya diselesaikan dan tidak segera dibuatkan laporan AFE
closed out-nya. Berdasarkan data proyek CVC untuk Area-7 Lapangan Duri ini diketahui

BPK-RI - 46 - PT Chevron Pacific Indonesia


bahwa gas-incinerator mulai akan dioperasikan pada bulan September 2003, namun terpaksa
tidak dilanjutkan karena terjadi insiden yang membahayakan yaitu asap sangat pekat keluar
dari cerobong incinerator sehingga menyebabkan proses pembakaran tidak sempurna.
Dengan Surat No.697/BPA2000/2004-S1 tanggal 08 September 2004, BPMigas telah menegur
PT CPI untuk segera meng-close out AFE No.92-7109 tersebut dan mencari penyebab
kegagalan start up secara rinci,. Pada tanggal 26 Juli 2005 (10 bulan kemudian) proyek
tersebut dilaporkan realisasinya ke BPMigas (laporan closed out) dengan memberikan status
not operate and closed yet atas fasilitas pembakaran gas-incinerator ini pada laporan AFE
closed out proyek CVC tersebut.
Kondisi fasilitas gas incinerator yang tidak dapat dioperasikan, yaitu gas buangan tidak dapat
terbakar karena adanya kondensat yang terbawa masuk ke dalam incinerator, mengakibatkan
PT CPI merubah disain selama eksekusi proyek. Atas hal tersebut, PT CPI mengajukan
tambahan biaya sebesar US$2,669,000, dan telah disetujui oleh BPMigas melalui surat
No.218/BPA2000/2005-S1 tanggal 03 Maret 2005. Keterlambatan pengajuan perubahan AFE
tersebut menunjukkan kurang perhatiannya PT CPI sebagai penanggungjawab operasional
untuk melaporkan kepada pihak BPMigas. Sedangkan persetujuan permintaan dana tambahan
untuk perbaikan gas incinerator yang rusak dilakukan Divisi Operasi Fasilitas dan Konstruksi
BPMigas tanpa analisa dan evaluasi. Hal ini menggambarkan kurangnya pengawasan BPMigas
sebagai penanggung jawab manajemen terhadap pengeluaran biaya dan pencapaian tujuan
proyek.
Penyelesaian AFE terhadap jenis kegiatan yang sama pada Area -5 (AFE No. 95-7521) dan
Area 6 (AFE No. 90-7009) untuk fasilitas gas incinerator yang belum dioperasikan di
Lapangan Duri sebagaimana disebutkan pada tabel di atas menurut penjelasan Manajer Tehnik
Aset dan Proyek Zulhelnery, akan menggunakan pendekatan yang sama dengan Area-7 CVC
sebagai pilot project. Namun sampai dengan berjalannya pemeriksaan tanggal 10 Januari 2006,
kedua AFE tersebut belum di-close out dan dilaporkan kepada BPMigas, walaupun proyek
telah selesai dan terdapat kelebihan biaya yang terjadi diatas anggaran (overrun >10%) sebesar
US$3,957,293 (US$1,502,000 + US$2,455,293)
Terkait dengan permasalahan cost recovery, diketahui bahwa cost recovery untuk kategori
biaya capital dilakukan melalui depresiasi setelah Placed Into Services (PIS). Peralatan terkait
dengan proyek waste gas disposal system ini antara lain adalah sebagai berikut:
- Cooler Separator;
- On plot piping at CVC station;
- Incinerator;
- Fuel tank;
- Air compressor; dan
- Electrical.
Semua peralatan di atas dimasukkan ke dalam kategori barang capital dan fungsinya
berhubungan dengan peralatan gas incinerator tersebut.
Berdasarkan pemeriksaan terhadap jumlah depresiasi untuk fasilitas gas incinerator ini
diketahui masing-masing jumlah biaya yang telah di-recover sejak di PIS adalah sebagai
berikut:
AFE No. Cost (aset PIS $) Akumulasi Dep (Cost Recovery $)
90-7009 4,571,946 762,043
92-7109 2,796,605 2,756,058
95-7521 2,399,341 1,518,472
Total 9,767,892 5,036,573

BPK-RI - 47 - PT Chevron Pacific Indonesia


Dari tabel di atas diketahui bahwa biaya dari kesebelas unit gas incinerator tersebut telah
diganti berdasarkan tanggal PIS masing-masing, walaupun peralatan tersebut tidak berfungsi.
Seharusnya akumulasi depresiasi sebesar US$5,036,573 belum boleh dilakukan sampai (di
hold) fasilitas gas incinerator tersebut dapat beroperasi dan bermanfaat.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Financial Budget and Reporting Procedure Manual of
Production Sharing Contract (1993 Revision Manual), yaitu:
a. AFE merupakan sistem yang dirancang agar dapat menyediakan informasi penting bagi
BPMigas dalam menganalisa, mengevaluasi, menyetujui dan memonitor semua
pengeluaran proyek-proyek dari PSC.
b. Jika jumlah realisasi biaya diatas 10% dari budget, maka operator harus melampirkan
penjelasan terinci untuk mendapatkan konfirmasi dan persetujuan dari BPMigas.
c. Laporan Close Out harus disampaikan kepada BPMigas paling lambat 4 bulan setelah
dilakukan Put On Production (POP) atau Placed Into Services (PIS).
d. Petunjuk penanganan AFE yang meliputi aspek isi dan prosedur proses persetujuan AFE
mengatur, bahwa revisi AFE diberi kesempatan 2 (dua) kali dan dilakukan karena proyek
fisik belum selesai (kurang dari 70%) apabila lebih maka ada resiko tidak di cost recovery.
Kondisi tersebut mengakibatkan:
a. Tujuan BPMigas untuk menggunakan AFE senilai US$28,432,938 sebagai sistem untuk
melakukan analisa, evaluasi persetujuan, dan pemantauan atas pelaksanaan pengeluaran
biaya oleh PSC tidak tercapai.
b. Biaya yang telah dimintakan penggantiannya (cost recovery) melalui depresiasi senilai
US$5,036,573 dan biaya yang melampaui anggaran senilai US$5,936,738 yang belum
mendapat persetujuan BPMigas tidak mempunyai dasar yang kuat untuk dapat di-recovery-
kan.
c. Kenyamanan kerja terganggu dari adanya gas buangan yang tidak menyehatkan.
Hal tersebut disebabkan:
a. PT CPI tidak mentaati batas anggaran yang telah ditetapkan dalam AFE Approval.
b. PT CPI tidak segera melakukan closed out atas pekerjaan yang telah selesai dan
melaporkannya kepada BPMigas.
c. Buruknya pengawasan dan pengendalian oleh BPMigas atas proses pelaksanaan proyek
yang pengeluaran biayanya telah melampaui anggaran yang disetujui.
d. Tidak adanya analisa dan evaluasi yang dilakukan BPMigas terhadap proyek yang
mengalami kesalahan teknis.

PT CPI menjelaskan bahwa depresiasi dilakukan berdasarkan tanggal Placed Into Services
(PIS), Data terakhir sampai dengan Pebruari 2006, expenditure fasilitas penanganan waste gas
(Incinerator) di lapangan Duri Area 5, 6, 7 adalah sebesar US$ 15,829 M dengan rincian
sebagaimana tercantum dalam tabel berikut:
No Area Expenditure to Un-depreciated
date (M US$) Expenditure (M US$)
1 Area 5 Waste Gas Incinerator 4,849 1,602
2 Area 6 Waste Gas Incinerator 5,013 3,786
3 Area 7 Waste Gas Incinerator 5,967 4,961
15,829 10,349
PT CPI tidak melakukan depresiasi terhadap aset yang belum PIS (Placed Into Services).
Kriteria penentuan PIS diatur oleh PSC term. Jumlah un-depreciated expenditure untuk
fasilitas yang belum PIS adalah sebesar US$10,349 M.

BPK-RI - 48 - PT Chevron Pacific Indonesia


Dari aset yang telah didepresiasi melalui prosedur PIS sebesar US$5,480 M, PT CPI telah
mendapatkan cost recovery sebesar US$5,417 M.
Seluruh AFE close out untuk Area 5, 6, dan 7 telah disampaikan kepada BPMigas. Close out
AFE Area 5 dan 6 dilakukan pada bulan Januari 2006. dan Area 7 pada bulan Juli 2005. PT
CPI tetap menahan depresiasi dari aset yang belum PIS sebesar US$10,349 M.
Fasilitas waste gas handling kecuali Area 7 SW, memang belum difungsikan sampai sekarang
disebabkan antara lain oleh hal-hal berikut:
o Tahun 2001 – adanya liquid carry over yang menyebabkan diperlukannya stratifier
o Tahun 2002 – pemasangan stratifier untuk menangani liquid carry over
o September 2003 – pengoperasian facilitas incinerator Area 7 SW ditangguhkan oleh
karena adanya incident yang membahayakan pada saat start up. Hal ini juga diberlakukan
untuk fasilitas yang sama di area lain. Melakukan RCA untuk mengetahui root cause nya
sebelum men-start up kembali.
o Agustus 2004 – pengajuan untuk budget revisi Area 7 tidak disetujui oleh BPMigas dan
disarankan untuk segera di-closed.
o Maret 2005 – mendapatkan persetujuan BPMigas untuk me-retrofit Area 7 incinerator
sebesar US$ 2,669 M
o Juli 2005 – melakukan close out report untuk Area 7
o Dec 2005 – melakukan start up Area 7 SW incinerator dengan baik pada Desember 2005
dan hand over fasilitas ke tim operasi pada bulan Januari 2006.
BPK-RI menyarankan PT CPI mengeluarkan beban depresiasi sebesar US$5,036,573 dari cost
recovery dan memperhitungkan kembali setelah incinerator tersebut berfungsi. Serta bersama-
sama BPMigas untuk mereview dan mengevaluasi kelebihan pengeluaran diatas 10% dari
anggaran yang telah disetujui.

7. Biaya operasi berupa School Cost (Dependent) selama tahun 2004 dan 2005 (s.d kuartal
II) sebesar US$6,285,718 dan sumbangan pada International School sebesar US$5,938,261
tidak dapat dibebankan sebagai cost recovery PT CPI
Berdasarkan pemeriksaan terhadap FQR PT CPI tahun 2004 dan 2005 (s.d kuartal II) diketahui
bahwa terdapat biaya School Cost (Dependent) dengan kode akun 689011. Setelah ditelusuri
pada rincian transaksinya diketahui bahwa akun tersebut merupakan akun biaya sehubungan
dengan pemberian beasiswa pada anak karyawan PT CPI dan pemberian sumbangan pada
Yayasan Pendidikan Cendana (YPC) dengan perincian sebagai berikut:

Tahun Beasiswa Sumbangan pd YPC Jumlah

2004 1.050.200 2.400.000 3.450.200

2005 180.611 2.654.907 2.835.518

Jumlah 1.230.811 5.054.907 6.285.718

Beasiswa untuk anak karyawan terdiri dari dua jenis beasiswa, yaitu Employee Children
Grants for High Schools and Universities, yaitu beasiswa yang diberikan kepada semua anak
karyawan pada tingkat pendidikan SMU dan Universitas dengan batasan kemampuan
akademik tertentu (dengan parameter Indeks Prestasi), dimana untuk tahun ajaran 2004/2005,
jumlah siswa yang menerima beasiswa tersebut adalah 831 siswa (SMU) dan 1.911 mahasiswa

BPK-RI - 49 - PT Chevron Pacific Indonesia


(Universitas). Beasiswa diberikan untuk siswa yang memiliki Indeks Prestasi (IP) 7,25 keatas
dan mahasiswa yang memiliki IP 2,50 ke atas. Jenis beasiswa yang kedua adalah, Educational
Assistance Scholastic Awards. Beasiswa ini diberikan dengan jalan mengadakan penyaringan
di internal PT CPI, sehingga tidak semua anak karyawan PT CPI memperoleh beasiswa ini.
Jumlah penerima beasiswa tersebut saat ini adalah 165 Orang.
Pemberian sumbangan kepada YPC dilakukan tiap tahun. Adapun tujuan pemberian
sumbangan ini adalah untuk membantu operasi dari YPC. Berdasarkan proposal budget yang
disampaikan YPC kepada PT CPI diketahui bahwa sumber pendanaan kegiatan operasi YPC
bukan hanya dari sumbangan PT CPI, namun juga berasal dari penerimaan SPP (school fee),
meskipun jumlahnya relatif lebih sedikit.
Disamping pemberian sumbangan pada YPC, PT CPI juga memberikan sumbangan kepada
International School (IS) (akun Misc. Services & Fees). Berdasarkan pemeriksaan secara uji
petik yang dilakukan, jumlah sumbangan yang diberikan pada IS ini adalah sebesar
US$5,938,261.
Ketiga komponen biaya diatas, dengan total biaya sebesar US$12,223,979 merupakan biaya
yang material. PSC menyebutkan bahwa biaya operasi adalah biaya yang berhubungan dengan
kegiatan memproduksi minyak. Pemberian beasiswa pada anak karyawan, sumbangan pada
YPC dan IS tidak terkait, baik langsung maupun tidak langsung, terhadap kegiatan operasi PT
CPI. Artinya, meskipun PT CPI tidak memberikan beasiswa pada anak karyawan dan
sumbangan pada YPC dan IS, kegiatan operasional PT CPI tidak akan terganggu, tidak akan
mempengaruhi jumlah produksi minyak mentah. Jadi, tidak selayaknya biaya tersebut harus
ditanggung oleh Pemerintah (dimasukkan ke cost recovery).
Berdasarkan PSC Section I disebutkan bahwa biaya operasi (operating cost) adalah
pengeluaran yang terjadi dan kewajiban yang timbul untuk melaksanakan operasi
perminyakan.
Pembebanan school cost (dependent) ini oleh PT CPI dilatarbelakangi oleh adanya penjelasan
pada PSC yang membuka peluang bagi kontraktor untuk membebankan pengeluaran apa saja
yang dimungkinkan. Pada penjelasan mengenai operating cost disebutkan bahwa operating
cost terdiri dari:
- non capital cost tahun berjalan
- depresiasi untuk capital cost tahun berjalan
- biaya operasi tahun sebelumnya yang belum di-recovery.
Sedangkan non capital cost terdiri dari, tapi tidak terbatas pada upah tenaga kerja,
penggunaan material dan jasa untuk aktivitas sehari-hari berkenaan dengan operasi sumur,
lapangan, fasilitas, secondary recovery, penampungan dan penyimpanan, angkutan dan fasilitas
penyerahan, fasilitas penunjang serta aktivitas lain termasuk perbaikan dan pemeliharaan.
Disamping itu termasuk pula biaya-biaya yang berkenaan dengan perkantoran, jasa dan
administrasi umum serta pengeluaran luar negeri lainnya, biaya aktivitas eksplorasi, biaya
pengeboran tidak berwujud yang digunakan untuk pengoboran sumur dengan tujuan untuk
menemukan cadangan belum terbukti (unproven reservoir) dan termasuk biaya pembuatan
jalan menuju ke sumur-sumur, biaya survey dan biaya eksplorasi lain dan biaya pengeboran
tidak berwujud dengan tujuan penetapan proven reservoir, termasuk pengeboran sumur
delinasi seperti pengeboran ulang, pendalaman atau penyelesaian sumur serta biaya pembuatan
jalan yang menuju ke sumur-sumur.

BPK-RI - 50 - PT Chevron Pacific Indonesia


Dengan adanya pernyataan “tapi tidak terbatas pada” diatas memberi peluang bagi PT CPI
untuk meminta penggantian (cost recovery) atas biaya yang dikeluarkannnya meskipun tidak
terkait langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan operasi perminyakan.
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
Pemerintah menanggung beban cost recovery yang terlalu tinggi pada tahun 2004 dan 2005
(s.d kuartal II) sebesar US$12,223,979 sehingga bagi hasil yang diterima (entitlement)
Pemerintah menjadi lebih kecil.
Hal ini disebabkan karena:
a. PT CPI membebankan biaya pendidikan anak karyawan ke dalam biaya yang dimintakan
penggantiannya pada Pemerintah (cost recovery) tanpa mempertimbangkan apakah biaya
tersebut relevan dengan kegiatan operasi PT CPI.
b. Lemahnya PSC, terutama yang menyatakan mengenai difinisi dari operating cost.
Atas permasalahan tersebut, PT CPI menyatakan bahwa pemberian bantuan pendidikan ke
anak-anak pegawai melalui program School Grant dan Scholastic Award, Yayasan Pendidikan
Cendana, dan Caltex American School merupakan kebijakan perusahaan dan menjadi bagian
dari benefit yang diberikan kepada pegawai PT CPI. Oleh karena itu bantuan tersebut
selayaknya dibebankan ke cost recovery. Perlu diketahui bahwa anggaran untuk biaya tersebut
telah termasuk dalam WP&B dan disetujui oleh BPMigas oleh karena itu bantuan tersebut
selayaknya dibebankan ke cost recovery.
Pemberian bantuan pendidikan ke anak-anak pegawai diselenggarakan melalui program School
Grant dan Scholastic Award. Program ini sudah diterapkan selama puluhan tahun sebagai salah
satu strategi perusahaan untuk mendapatkan dan mempertahankan pegawai-pegawai unggul
agar tetap bekerja untuk perusahaan.
Sebelum Yayasan Pendidikan Cendana (YPC) didirikan, dulu perusahaan mengelola sendiri
sekolah-sekolah di daerah operasi perusahaan dan guru-gurunya menjadi pegawai perusahaan.
Sampai saat ini perusahaan tetap memberikan bantuan kepada YPC agar bisa
menyelenggarakan pendidikan buat anak-anak pegawai sebagai salah satu strategi perusahaan
untuk mendapatkan dan mempertahankan pegawai-pegawai unggul agar tetap bekerja untuk
perusahaan.
Caltex American School didirikan dan dikelola oleh perusahaan di daerah operasi PT CPI
karena tidak tersedianya fasilitas sekolah untuk orang asing di Pekanbaru dan Duri. Mengirim
anak-anak para pegawai ekspatriate untuk bersekolah ke luar daerah operasi PT CPI tidak bisa
dilakukan karena usia mereka masih belia dan memerlukan pendampingan dari orang tua.
Fasilitas pendidikan untuk anak-anak pegawai ekspatriate ini juga menjadi salah satu strategi
perusahaan untuk mendapatkan dan mempertahankan pegawai-pegawai unggul agar tetap
bekerja untuk perusahaan.
BPK-RI menyarankan agar PT CPI membatasi pembebanan cost recovery-nya atas biaya-biaya
yang benar-benar berhubungan dengan kegiatan mendapatkan minyak sesuai dengan
pengertian operating cost. BPMigas sebagai lembaga yang diberi kewenangan untuk
melakukan pengendalian atas PSC seharusnya membuat aturan yang jelas mengenai kegiatan-
kegiatan apa saja yang dapat dan tidak dapat di cost recovery. PSC harus diperjelas agar tidak
memberi peluang kepada kontraktor untuk me-recovery biaya-biaya yang tidak berhubungan
dengan operasi minyak.

BPK-RI - 51 - PT Chevron Pacific Indonesia


8. Pengeluaran dana melalui akun biaya Community Development (CD) dan Community
Relationship (CR) membebani cost recovery tahun 2004 dan 2005 masing-masing sebesar
US$1,534,722 dan US$1,471,777
PT Chevron Pasific Indonesia (PT CPI) sebagai penanggung jawab operasional Production
Sharing Contract (PSC) dengan BPMigas tiap periode melaporkan kegiatan operasionalnya
kepada BPMigas untuk seluruh pengeluaran operasionalnya baik yang bersifat barang modal
yang disebut dengan capital aset expenditure maupun yang terkait dengan pengeluaran rutin
operasi perminyakan atau disebut dengan operating expenditure.
Kedua jenis pengeluaran tersebut akan digantikan oleh BPMigas sebagai kepanjangan tangan
Pemerintah-RI melalui mekanisme cost recovery. Untuk pengeluaran barang modal mekanisme
cost recoverynya melalui depresiasi, sedangkan pengeluaran operasi langsung menjadi beban
pada saat terjadinya pengeluaran.
Berdasarkan pengujian terhadap biaya operasional yang terkait tentang hubungan dengan pihak
luar (external affair) diketahui bahwa selama tahun 2004 dan 2005 telah dikeluarkan dana
operasional yang digunakan sebagai bentuk partisipasi PT CPI terhadap lingkungan kerja di
wilayah Propinsi Riau Daratan (Pekanbaru) untuk membantu kegiatan baik Pemerintahan
Daerah mapun kegiatan Kemasyarakatan dalam berbagai bidang, dengan rincian sebagai
berikut:

No Bidang Tahun Total ($)


1 Ekonomi 14.520 42.249 56.769
2 Pendidikan dan Kebudayaan 485.629 924.839 1.410.468
3 Kesehatan & Lingkungan 424.011 140.462 564.473
4 Sosial & Fasilitas Umum 480.031 123.403 603.434
5 Keagamaan 130.532 0 130.532
6 Lain-lain 0 240.824 240.824
Total 1.534.723 1.471.777 3.006.500
Dari rincian pada tabel tersebut di atas dapat diketahui bahwa semua kegiatan tersebut tidak
satupun terkait dengan PT CPI sebagai pelaksana operasi perminyakan, artinya tak ada satupun
dari biaya-biaya per bidang tersebut berhubungan dengan kegiatan operasi perminyakan.
Namun melalui akun CD dan CR ini segala pengeluarannya telah dimintakan penggantiannya
(cost recovery) sehingga membebani pemerintah.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Financial Budget and Reporting Procedure Manual of
Production Sharing Contract (1993 Revision Manual), yang menyebutkan bahwa prinsip
pengertian biaya operasi adalah meliputi semua pengeluaran yang terjadi dan kewajiban yang
timbul untuk melaksanakan operasi perminyakan, yang meliputi: eksplorasi, pengembangan,
produksi, pengangkutan dan pemasaran.
Kondisi tersebut mengakibatkan bagian pemerintah berkurang dengan adanya pembebanan
akun CD dan CR yang digantikan melalui cost recovery senilai US$3,006,500 (US$1,534,722
+ US$1,471,777).
Hal tersebut disebabkan:
a. PT CPI tidak sepenuhnya menerapkan prinsip biaya operasi sebagaimana yang dimuat
dalam PSC.

BPK-RI - 52 - PT Chevron Pacific Indonesia


b. Tidak tegasnya BPMigas dalam memberi batasan biaya yang tidak boleh di-recovery
terutama kegitan yang tidak terkait dengan operasional perminyakan.
PT CPI menjelaskan bahwa Proyek PCR telah dilaksanakan sesuai persetujuan BPMigas dan
telah disetujui untuk dilakukan pembiayaan melalui mekanisme cost recovery.
BPK-RI menyarankan PT CPI untuk bersama-sama BPMigas membuat aturan yang jelas
mengenai kegiatan-kegiatan apa saja yang tidak terkait dengan operasi perminyakan yang tidak
boleh dibiayai melalui mekanisme cost recovery. PSC harus diperjelas agar tidak memberi
peluang kepada kontraktor untuk me-recovery biaya-biaya yang tidak berhubungan dengan
operasi minyak.

9. Terdapat Interest Recovery yang seharusnya tidak dibebankan sebagai cost recovery PT
CPI tahun 2004 dan 2005 (s.d kuartal II) sebesar US$4,965,722
Interest recovery merupakan insentif yang diberikan BPMigas pada PT CPI untuk mengganti
beban bunga PT CPI dalam membiayai proyek-proyek barunya. Selama tahun 2004 dan 2005,
terdapat tiga proyek yang mendapatkan insentif berupa pemberian interest recovery, yaitu
proyek Light Oil Steam Flood (LOSF) Minas dan Proyek Duri Steam Flood (DSF) Area 10 dan
11 Duri.
Pemberian insentif berupa interest recovery dilakukan berdasarkan persetujuan dari Pertamina
(sekarang BP Migas). Untuk projek LOSF, interest recovery diberikan berdasarkan surat Pjs.
Kepala Badan Pembina Pengusahaan Kontraktor Asing No. 004/L0000/97-S1 tanggal 3 Januari
1997, dimana rate interest recovery yang diberikan adalah sebesar maksimal LIBOR + 1,5%.
Untuk proyek DSF Area 10, interest recovery diberikan berdasarkan surat Direktur Utama
Pertamina No. 687/C00000/2001-S1 tanggal 31 Juli 2001, dengan rate interest recovery
sebesar LIBOR + 1 %. Sedangkan untuk proyek DSF Area 11, interest recovery diberikan
berdasarkan surat Direktur Utama Pertamina No. 684/C00000/2001-S1 tanggal 31 Juli 2001,
dengan rate interest recovery sebesar LIBOR + 0 %.
Rate interest recovery menggunakan LIBOR (London Interbank Offer Rate) untuk suku bunga
deposito US Dollar 3 (tiga) bulanan berdasarkan publikasi the Asian Wall Street Journal pada
hari kerja terakhir untuk bulan yang bersangkuran. Besarnya interest recovery yang diberikan
dihitung berdasarkan actual cost masing-masing proyek/area yang belum di-recover.
Berdasarkan pemeriksaan terhadap Financial Quarterly Reporting (FQR) CPI diketahui bahwa
terdapat interest recovery sebagai salah satu unsur dari cost recovery selama tahun 2004 dan
2005 (s.d kuartal II) masing-masing sebesar US$3,605,569 dan US$1,360,153 (akun
599010.J19, interest recovery).
PSC menyatakan bahwa kontraktor harus memiliki kemampuan finansial untuk melaksanakan
kegiatan operasinya, sehingga pada dasarnya kontraktor harus membiayai sendiri kegiatan
operasionalnya. Kalaupun kontraktor membiayai kegiatan operasinya dengan pendanaan dari
pihak ketiga, biaya bunga atas pendanaan dari pihak ketiga ini tidak dapat dimasukkan ke
unsur cost recovery.
PSC menyatakan bahwa:
a. Kontraktor memiliki dana, kemampuan teknis dan keahlian profesional yang dibutuhkan
untuk menjalankan operasi perminyakan.

BPK-RI - 53 - PT Chevron Pacific Indonesia


b. Kontraktor tidak boleh membebankan biaya bunga untuk membiayai kegiatan operasinya.
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
Cost recovery PT CPI terlalu tinggi pada tahun 2004 dan 2005 (s.d kuartal II) sebesar
US$4,965,722 sehingga entitlement Pemerintah menjadi lebih kecil.
Hal ini disebabkan karena:
a. PT CPI dan BPMigas tidak mentaati PSC, khususnya yang berhubungan dengan interest
expense.
b. PT CPI berusaha untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa
memperhatikan kepentingan Pemerintah.
Atas permasalahan tersebut, PT CPI menyatakan bahwa pembebanan interest recovery pada
biaya operasi telah sesuai dengan PSC Rokan, dimana pada PSC Exibit C, Article III, Point 3
dinyatakan bahwa bunga pinjaman yang diperoleh dari perusahaan afiliasi atau induk
perusahaan atau dari pihak ketiga dengan tingkat suku bunga yang tidak melebihi tingkat suku
bunga komersil biaya investasi pada operasi perminyakan dapat di cost recovery. Interest
recovery ini telah mendapat persetujuan dari Pertamina (Sekarang BPMigas).
Penjelasan dari PT CPI diatas menunjukkan terdapat kelemahan dalam PSC, dimana pada PSC
dinyatakan bahwa kontraktor harus mempunyai dana sendiri dan tidak boleh membebankan
biaya bunga untuk kegiatan operasinya, namun pada exibit PSC dinyatakan bahwa interest
recovery dapat dibebankan sebagai cost recovery.
BPK RI menyarankan agar BPMigas bersama-sama dengan PT CPI beserta pihak-pihak yang
terkait merumuskan lagi mengenai adanya perbedaan persepsi mengenai interest recovery ini.
PSC harus diperjelas mengenai batasan-batasan interest recovery.

10. Terdapat pembayaran upah pokok petugas security yang tidak sesuai dengan perjanjian
Untuk mengamankan fasilitas operasi kegiatan perminyakan dan sarana pendukungnya, PT
Chevron Pacific Indonesia (PT CPI) telah bekerja sama dengan Pihak-III (ketiga) dalam hal
pemberian jasa pengamanan. Dari hasil pemeriksaan terhadap dokumen pelelangan untuk jenis
pekerjaaan pengamanan di daerah Rumbai, Minas dan Petapahan diketahui bahwa
pemenangnya adalah PT Bradjamusti Citra Nusantara (PT BCN) dengan harga penawaran
setelah negosiasi Rp84.837.076.016,-
Kontrak No.1983 OK telah ditandatangani tanpa tanggal antara PT CPI dengan PT BCN senilai
Rp84.837.076.016,- dengan jangka waktu 2 tahun terhitung mulai tanggal 1 September 2004
sampai dengan tanggal 31 Agustus 2006.
Salah satu bunyi kontrak, yaitu Pasal 4.5.1. menjelaskan bahwa kontraktor harus
bertanggungjawab atas biaya gaji, upah, asuransi, pembayaran pesangon, cuti dan maslahat-
maslahat dibawah undang-undang dan perjanjian perburuhan yang berlaku. Kemudian juga
dijelaskan pada pasal 4.6.3 bahwa kontraktor harus memakai semua usaha yang wajar untuk
menghindari setiap gangguan dalam situasi perburuhan yang ada yang akan berpengaruh bagi
usaha Perusahaan (PT CPI)
Berdasarkan hasil pemeriksaan uji petik Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) terhadap
security officer ,patroli officer, sfhift leader, administrator, HES coordinator diketahui bahwa
realisasi upah pokok yang dibayarkan tidak sesuai dengan upah pokok yang ditawarkan dalam

BPK-RI - 54 - PT Chevron Pacific Indonesia


“Exhibit D” perjanjian kontrak. Berdasarkan perhitungan selisih upah pokok yang dibayarkan
dengan upah pokok yang harus dibayar oleh kontraktor kepada pegawainya terdapat indikasi
manipulasi upah pokok pekerja yang belum dibayar oleh PT BCN sebesar Rp1.815.840.000,-
dengan perhitungan terlampir (Lampiran 1).
Indikasi tersebut didasarkan atas hasil wawacara kepada beberapa petugas security dimana
diketahui bahwa upah pokok yang mereka terima memang benar adalah sebesar Rp760.000,-
untuk tahun-1 (pertama) dan Rp810.000,- untuk tahun-2 (kedua).Padahal menurut kontrak
No.1983 OK dalam Exhibit D harus berjumlah Rp900.000,-
Selain realisasi pembayaran upah pokok yang tidak sesuai dengan tertera pada “Exhibit D”
berdasarkan pemeriksaan secara uji petik atas tanda terima perlengkapan security antara lain :
celana PDL, baju PDL, sepatu PDL, sepatu PDH, kaos dalam, kaos kaki ternyata PT BCN baru
menyerahkan sebagian perlengkapan sesuai dengan “Exhibit D” sehingga merugikan PT CPI
serta pegawai PT BCN sebesar Rp509.058.000,- dengan perincian sebagai berikut :
Jatah Jumlah Unit
Keterangan perlengkapan Realisasi Selisih Petugas price Total
1 2 3 4=2-3 5 6 7=4x5x6
Pakaian Dinas Lapangan (PDL) 4 2 2 630 90.000 113.400.000
Pakaian Dinas Harian (PDH) 4 2 2 642 100.000 128.400.000
Sepatu PDH 2 1 1 642 105.000 67.410.000
Sepatu PDL 2 1 1 630 125.000 78.750.000
Topi PDH 2 1 1 642 30.000 19.260.000
Topi PDL 2 1 1 630 20.000 12.600.000
Kaos dalam 8 2 6 630 17000 64.260.000
Kaos kaki 4 2 2 642 17000 21.828.000
Buku saku dan bolpoint 1 0 1 630 5000 3.150.000
Total 509.058.000

Mengingat kontrak jasa security antara PT CPI dengan PT BCN akan berakhir pada tanggal 31
Agustus 2006 maka kecil kemungkinan PT BCN akan menyerahkan perlengkapan petugas
security sesuai dengan kontrak No.1983 OK dalam “Exhibit D”. Selain itu berdasarkan hasil
pemeriksaan fisik yang dihadiri oleh Pihak PT CPI dan Pihak PT BCN atas penyerahan
kendaraan penunjang tugas security pada tanggal 31 Agustus 2004 diketahui bahwa PT BCN
belum dapat menyerahkan 3 unit kendaraan stasion wagon jenis Panther dari 18 unit yang
harus diserahkan. Tim BPK-RI belum menerima Berita Acara Serah Terima 3 unit kendaraan
tersebut kepada PT CPI.
Hal tersebut tidak sesuai dengan kontrak bahwa PT BCN harus menyediakan kendaraan untuk
digunakan oleh pegawai PT BCN dalam tugas-tugas pengelolaan, pengawasan, koordinasi atau
tugas lain yang mendukung kelancaran pelaksanaan jasa-jasa dalam jumlah minimum
sebagaimana dirinci dalam Exhibit C-3. PT CPI belum mengenakan sanksi kepada PT BCN
karena belum dapat menyerahkan 3 unit kendaraan stasion wagon.
Hal-hal tersebut di atas mengakibatkan menurunnya disiplin para petugas security yang dapat
dilihat dari meningkatnya jumlah pencurian aset-aset milik PT CPI. Dari data laporan kejadian
pencurian selama tahun 2004 dan tahun 2005 terjadi pencurian sebanyak 1.270 kasus senilai
US$1,367,000 yang berakibat terganggunya operasi sehingga tujuan utama kontrak security
dengan pihak PT BCN untuk mengamankan aset-aset PT CPI yang dapat merugikan PT
CPI/negara belum mencapai sasaran yang diharapkan.

BPK-RI - 55 - PT Chevron Pacific Indonesia


PT CPI seharusnya turut mengawasi kontrak antara PT Chevron Pacific Indonesia dengan PT
Bradjamusti Citra Nusantara tanpa tanggal No.1983 OK Pasal 4.5.1, Pasal 4.6.3, Exhibit C-3
dan Exhibit D tentang besarnya upah pokok dan perlengkapan yang harus diserahkan oleh PT
BCN untuk menunjang operasi pengamanan.
Hal tersebut mengakibatkan hal-hal sebagai berikut :
a. Terjadi indikasi manipulasi upah pegawai yang dilakukan oleh PT BCN sebesar
Rp1.815.840.000,- dan terdapat perlengkapan security yang belum diserahkan kepada
petugas security PT BCN sebesar Rp509.058.000,-
b. Tiga unit kendaraan station wagon yang harus diserahkan kepada PT CPI untuk
pengamanan tidak dapat digunakan.
c. Penurunan kinerja dari petugas pengamanan yang berakibat turunnya kewaspadaan
terhadap gangguan keamanan yang mengancam PT CPI.
Hal tersebut terjadi karena PT CPI tidak memeriksa kepatuhan dan ketaatan PT BCN terhadap
pembayaran upah pokok serta perlengkapan sesuai dengan perjanjian yang tercantum dalam
Exhibit D kontrak No.1983 OK dan PT BCN lalai dalam penyerahan 3 unit kendaraan jenis
station wagon sesuai dengan Kontrak No.1983 OK Exhibit C.3
PT CPI menanggapi bahwa PT CPI tidak memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa rincian
pembayaran oleh PT BCN kepada pihak Ketiga sesuai dengan tarif yang tersebut dalam exhibit
D mengingat pembayaran kontrak oleh PT CPI kepada PT BCN adalah berdasarkan
pencapaian kinerja. Untuk seragam dan perlengkapan security telah diserahkan sepenuhnya
sesuai dengan tanda terima seragam dan perlengkapan tahun kedua yang telah kami serahkan
kepada tim BPK sedangkan berita acara serah terima kendaraan untuk 3 unit kendaraan telah
kami sampaikan pada tanggal 15 Maret 2006 kepada Tim BPK.
BPK-RI menyarankan agar PT CPI memberikan teguran atau menagihkan kembali bila
memungkinkan kepada PT BCN atas pembayaran upah pokok serta perlengkapan petugas
security dan 3 unit kendaraan yang tidak sesuai dengan perjanjian.

11. Terdapat beberapa material berdasarkan kontrak pengadaan material OP-1583 pada PT
National Oil Well senilai US$133,356.53 belum diterima secara lengkap, namun telah
dibayar dan telah dicatat sebagai biaya operasi PT CPI yang di-recovery Pemerintah
Guna memenuhi kebutuhan material, PT CPI mengadakan kontrak pengadaan material
(Purchase Order/PO) dengan PT National Oil Well Indonesia (PT NOWI) dengan nomor
kontrak OP-1583 tertanggal 31 Oktober 2003. PO ini terdiri dari beberapa item persediaan,
antara lain adalah item 1, dengan nomor MEC 362023006 dan item 4, dengan nomor MEC
362023005. Untuk kedua item persediaan tersebut dinyatakan bahwa tanggal penyerahannya
(delivery time) adalah tanggal 27 Maret 2004 di Pelabuhan Loyang Singapura. Berdasarkan PO
tersebut juga dinyatakan bahwa “Untuk penyerahan di Loyang Singapore, pemeriksaan barang
akan dilakukan di tempat tujuan akhir penerimaan yaitu gudang PT CPI di Sumatera,
Indonesia. Rekanan akan diberitahu untuk menyaksikan dan bertanggungjawab untuk
menyelesaikan setiap adanya penyimpangan hasil pemeriksaan dalam berita acara. Sebagai
konsekuensinya, PT CPI tidak akan melakukan pembayaran terhadap item yang bermasalah
tersebut. Rekanan juga menanggung segala biaya yang dibebankan oleh Pemerintah Indonesia
atas pengiriman barang/dokumen”

BPK-RI - 56 - PT Chevron Pacific Indonesia


Pada tanggal 9 Juni 2004, kedua item material di atas diterima di Traffic Dumai. Sesuai dengan
ketentuan dalam PO, maka pada tanggal 11 Juni 2004, Warehouse PT CPI di Duri
mengirimkan undangan untuk memeriksa material tersebut. Perwakilan PT NOWI kemudian
memenuhi undangan pada tanggal tersebut, namun karena deskripsi dan spesifikasi barang
yang rumit, maka disepakati untuk memeriksa lagi dengan mengikutsertakan user pada tanggal
21 Juli 2004.
Dari hasil pemeriksaan yang dituangkan dalam Joint Survey Report yang ditandatangani oleh
pihak PT NOWI, user dan gudang, dinyatakan bahwa:
a. Untuk item 1 terdapat kekurangan spacer dan flange companion, buku operasi manual,
service manual, test certificate dan laporan hasil pengujian.
b. Untuk item 4 terdapat kekurangan key way, spancer dan flange companion.
PT CPI meminta agar pihak PT NOWI segera melengkapi kekurangan suku cadang tersebut.
Berdasarkan pemeriksaan lebih lanjut diketahui bahwa ternyata PT CPI telah membayar kedua
item material di atas berdasarkan invoice PT NOWI tertanggal 19 Agustus 2004. PT CPI juga
telah mencatat pembelian material tersebut pada tanggal 23 September 2004.
Sampai dengan saat pemeriksaan fisik yang dilakukan ke gudang (warehouse) di Dumai
tanggal 30 Januari 2006, diketahui bahwa kekurangan material tersebut belum dikirim oleh PT
NOWI. Lamanya proses penyelesaian masalah ini (18 bulan sejak Joint Survey dilakukan),
menurut keterangan dari pihak warehouse PT CPI, disebabkan karena tidak jelasnya pihak
yang bertanggung jawab untuk mengklaim supplier. Lebih lanjut dinyatakan bahwa pihak
warehouse hanya bertanggung jawab untuk menerima dan memelihara barang, sedangkan
apabila sengketa dengan PT CPI, bukan wewenang pihak warehouse. Dulu PT CPI mempunyai
fungsi Claim Analyst, namun sekarang fungsi tersebut sudah tidak ada lagi.
Lamanya proses klaim atas material yang tidak lengkap ini tidak hanya dapat mengganggu
kegiatan operasi PT CPI, namun juga berpotensi untuk tidak dapat di klaim apabila tidak ada
fungsi di PT CPI yang diberi tanggungjawab untuk melakukan klaim tersebut.
Berdasarkan Syarat-syarat Khusus PO yang menyatakan bahwa PT CPI tidak akan membayar
item material yang bermasalah. Seharusnya pembelian material dapat dicatat sebegai biaya
yang dimintakan penggantiannya pada Pemerintah (cost recovery) apabila material tersebut
telah memenuhi standar yang disyaratkan sehingga bisa digunakan.
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
Biaya material yang telah dikeluarkan PT CPI dan telah dimintakan penggantiannya melalui
mekanisme cost recovery kepada Pemerintah menjadi lebih besar senilai US$133,356.53 yang
mengurangi entitlement Pemerintah.
Hal ini disebabkan karena:
a. Tidak ada koordinasi yang baik antara bagian Piutang PT CPI dengan bagian Gudang,
sehingga PT CPI telah membayar dan membiayakan material yang belum
lengkap/bermasalah.
b. Tidak adanya fungsi PT CPI yang diberi tanggung jawab untuk menangani klaim
Atas permasalahan tersebut, PT CPI menyatakan bahwa PT CPI setuju untuk memberikan
sanksi penalti kepada vendor atas komponen barang yang terlambat diterima (sesuai dengan

BPK-RI - 57 - PT Chevron Pacific Indonesia


kondisi yang ada pada kontrak). PT CPI juga akan memastikan apakah tanpa komponen yang
belum diterima, barang yang sudah diterima tersebut tidak bisa digunakan. Apabila memang
tidak bisa digunakan, PT CPI setuju untuk mengeluarkan dari cost recovery sampai komponen
tersebut diterima (dinyatakan dengan Joint Survey Report). Menurut data di system, barang-
barang tersebut adalah Insurance Items dan dipesan untuk stock (Stand By Unit).
BPK-RI menyarankan agar PT CPI memperbaiki pengendaliannya atas kegiatan pembelian
dan pembayaran material. Atas material yang belum diterima tersebut agar dikeluarkan dari
cost recovery.

12. Pemerintah RI dan PT CPI mengalami kerugian pada tahun 2004 masing-masing sebesar
US$4,217,883.72 dan US$5,623,844.97 atas transaksi pertukaran Duri Crude dengan Gas
ConocoPhillips melalui Perjanjian PTEA
PT CPI menggunakan tekhnologi Water Steam Flood untuk memudahkan proses pemompaan
crude oil dari dalam bumi di Duri Area. Sebelum tahun 1997, Sistem Water Steam Flood ini
menggunakan crude oil sebagai bahan bakar, namun sesudah tahun 1997, PT CPI mengganti
penggunaan crude oil tersebut dengan gas. Hal tersebut disebabkan penggunaan crude oil
sebagai bahan bakar untuk menggerakan generator dianggap sangat tidak efisien karena
konsumsi crude oil untuk membangkitkan tenaga listrik sangat besar.
PTEA (Petroleum Transfer and Exchange Agreement) yang ditanda-tangani pada tanggal 25
Januari 1997 dilatarbelakangi oleh Surat Dirjen Migas No.358/06/DJM/94 tanggal 30 April
1994 tentang pemanfaatan gas dari Asamera Corridor Block untuk Proyek Duri Steam Flood
(DSF) dan Surat PT CPI kepada Dirjen Migas No.975 tanggal 3 Mei 1994 tentang bersedianya
PT CPI menerima Asamera Gas dengan dasar bahwa penggunaan tersebut tidak akan
mempengaruhi posisi keuangan PT CPI (tidak akan menimbulkan kerugian). PTEA berlaku
efektif sejak tanggal 18 November 1998 s.d. 18 November 2013.
PTEA adalah perjanjian pertukaran Duri Crude milik PT CPI dengan gas milik
ConocoPhillips. Dalam perjanjian PTEA section 8.9 disebutkan bahwa crude yang diserahkan
sebagai pengganti gas tersebut dialokasikan sebagai own use dan tidak dikenai DMO, dimana
Pertamina menjamin PT CPI berada dalam posisi netral (no gain no loss). Realisasi dari
perjanjian PTEA tersebut, adalah gas yang masuk menggunakan BBTU yang kemudian
dikonversikan dengan menggunakan crude oil (Bbls). Konversi antara perhitungan gas (Bbtu)
dengan crude oil (Bbls) mengunakan formula dengan perhitungan sebagai berikut (Appendix C
dari Agreement):
“1 Bbl Crude oil setara dengan 1 Bbl x Heat Value MMBtu/BBL Gas dengan thermal
Efficiency Factor tertentu (berkisar 0,9532 sd 1)”.
Berdasarkan hasil analisa kami, penggunaan formula tersebut merugikan PT CPI dan
pemerintah RI. Sebagai ilustrasi kami menggunakan angka pertukaran gas dengan crude oil
pada tahun 2004 sebagai berikut:
Bulan Actual Exchange Price/bbtu Gas Value Crude Exchange ICP/ barel Crude Value CPI Loss GOI' Loss CPI and GOI' Loss
mmscf bbtu (US$) (US$) bbls (US$) (US$) (15%) (US$) (20%) (US$) (35%) (US$) *)
Januari 7.476,84 7.476,84 4.255,80 31.819.914,39 1.317.261 28,34 37.331.176,74 826.689 1.102.252 1.928.942
Februari 6.963,47 6.963,47 4.492,10 31.280.581,13 1.093.563 27,42 29.985.497,46 (194.263) (259.017) (453.279)
Maret 7.291,49 7.291,49 4.475,00 32.629.435,65 1.111.384 28,78 31.985.631,52 (96.571) (128.761) (225.331)
April 7.119,34 7.119,34 4.418,70 31.458.232,08 1.139.861 28,37 32.337.856,57 131.944 175.925 307.869
Mei 7.350,24 7.350,24 4.590,70 33.742.737,59 1.149.248 33,58 38.591.747,84 727.352 969.802 1.697.154

BPK-RI - 58 - PT Chevron Pacific Indonesia


Bulan Actual Exchange Price/bbtu Gas Value Crude Exchange ICP/ barel Crude Value CPI Loss GOI' Loss CPI and GOI' Loss
mmscf bbtu (US$) (US$) bbls (US$) (US$) (15%) (US$) (20%) (US$) (35%) (US$) *)
Juni 7.102,51 7.102,51 4.992,40 35.458.570,92 1.119.426 30,37 33.996.967,62 (219.240) (292.321) (511.561)
Juli 7.310,99 7.310,99 4.822,30 35.255.801,54 1.200.124 30,74 36.891.811,76 245.402 327.202 572.604
Agustus 7.456,62 7.456,62 4.873,70 36.341.314,27 1.200.085 37,39 44.871.178,15 1.279.480 1.705.973 2.985.452
September 7.150,92 7.150,92 5.070,00 36.255.144,12 1.118.767 39,52 44.213.671,84 1.193.779 1.591.706 2.785.485
Oktober 7.426,94 7.426,94 4.886,30 36.290.242,26 1.160.630 39,56 45.914.522,80 1.443.642 1.924.856 3.368.498
November 7.136,61 7.136,61 5.468,30 39.025.135,40 1.140.867 30,81 35.150.112,27 (581.253) (775.005) (1.356.258)
Desember 7.292,20 7.292,20 5.203,90 37.947.889,99 1.139.060 30,16 34.354.049,60 (539.076) (718.768) (1.257.844)
Total 87.078,16 87.078,16 417.504.999,34 13.890.276 445.624.224,17 4.217.884 5.623.845 9.841.729
*) CPI Loss dihitung dari Share Oil PT CPI sebesar 15%.
Government Loss dihitung dari selisih share oil dan gas government di PT CPI dan Conoco (85% share oil Govrn dari PT CPI dan 65% share
gas govrn dari Conoco atau 85%-65%=20%).

Selain itu PT CPI mengalami ketergantungan terhadap pasokan gas dari ConocoPhillips,
dimana apabila terdapat kesalahan kecil atau hal yang terjadi pada saluran pipa akan
mempengaruhi produksi minyak PT CPI. Untuk itu, perlu pengendalian intern yang lebih kuat
atas pelaksanaan pertukaran tersebut.
Seharusnya sesuai PTEA Recital E, PTM menjamin PT CPI berada dalam posisi netral (no
gain no loss).
Hal tersebut mengakibatkan Pemerintah RI dan PT CPI mengalami kerugian pada tahun 2004
masing-masing sebesar US$4,217,883.72 dan US$5,623,844.97 atas pertukaran gas COPI
dengan Duri Crude milik PT CPI.
Hal tersebut disebabkan kontrak yang ada tidak mempertimbangkan perbedaan fluktuasi harga
antara crude oil dan gas serta bernuansa KKN karena menguntungkan salah satu pihak dengan
merugikan negara.
PT CPI menjelaskan bahwa realisasi PTEA tersebut sesuai dengan kontrak yang telah disetujui
bersama. Namun demikian PT CPI setuju jika BPK-RI membawa masalah ini ke BPMigas,
demi untuk perbaikan dan kepentingan bersama, dengan catatan:
Kontrak PTEA hanya mempertukarkan gas dengan minyak (btu to btu) karena latar belakang
pembuatan kontrak dalam situasi sbb:
a. Pada pra-1997, belum ada pasar untuk gas yang ditemukan Asamera dan sementara itu PT
CPI membakar Duri Crude untuk bahan bakar sebanyak 70.000 barrel per hari.
b. Melihat hal ini Pemerintah Indonesia meminta agar PT CPI mau menukarkan minyak yang
dibakar tsb dengan gas dari Asamera.
c. Tujuannya agar pemerintah bisa (i) meningkatkan produksi total, (ii) me-monetize aset gas
yg tadinya ”tidur” di bumi Sumatra Selatan, dan (iii) menghidupkan bisnis pipa
transportasi gas sepanjang Sumatera Selatan sampai Riau. Ketiga hal ini meningkatkan
total penerimaan bagi pemerintah Indonesia.
d. Tanpa kontrak PTEA ketiga hal di item (c) tidak akan terjadi, sehingga tidak memberi
penerimaan tambahan bagi pemerintah.
e. Jika tidak terjadi pertukaran (kontrak PTEA), PTCPI akan terus membakar crude oil. Dan
ConocoPhilip tidak akan mempunyai pasar untuk gasnya. Maka tidak akan ada pembagian
bagi pemerintah.
BPK-RI menyarankan agar kontrak PTEA ditinjau kembali dan dilakukan tinjauan ulang atas
kelayakan dan manfaat PTEA terhadap PT. CPI dan Pemerintah.

BPK-RI - 59 - PT Chevron Pacific Indonesia


C. Temuan yang berkaitan dengan alokasi biaya overhead kantor pusat luar negeri
1. Alokasi PCO pada tahun 2004 dan 2005 (Juni) masing-masing sebesar US$10,897,216.00
dan US$5,014,647.00 belum sepenuhnya dapat diyakini kewajarannya
PT Caltex Pacific Indonesia (PT CPI) merupakan perusahaan patungan antara Chevron U.S.A.
Inc. (selanjutnya disebut Chevron) dan Texaco, Inc. (selanjutnya disebut Texaco). PT CPI
menjadi kontraktor Production Sharing Contract (PSC) berdasarkan perjanjian antara
Pertamina dengan PT CPI untuk Blok Rokan pada tanggal 9 Agustus 1971 yang terakhir
diperbaharui pada tanggal 15 Oktober 1992. PSC tersebut pada exhibit C article III accounting
methods to be used to calculate recovery of operating costs angka 2 tentang overhead
allocation antara lain menyatakan bahwa Home Office dapat mengalokasikan general and
administrative costs kepada operasinya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, kami menemukan adanya pembebanan “Parent Company
Overhead” (PCO) dari pemegang saham di atas terhadap PT CPI. Pada tahun 2004 dan 2005
(Juni), alokasi PCO tersebut masing-masing sebesar US$10,897,216.00 dan
US$5,014,647.00.00. Pembebanan PCO tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian yang dibuat
antara CTOP dengan PT CPI pada tanggal 2 September 2003 dan berlaku surut mulai 10
Oktober 2001. Pada dasarnya PCO dibebankan oleh CTOP kepada PT CPI sebagai imbalan
atas disediakannya jasa tehnik, profesional dan administrasi.
Alokasi PCO di atas dapat dirinci berdasarkan jenis beban, sebagai berikut:
No. Jenis Beban Nilai pembebanan Dasar Alokasi
2005 (Juni) 2004
1. Counseling and $2,632,340.00 $5,996,200.00 Tingkat pengeluaran
Services Fee
2. Procurement $1,002,850.00 $1,303,088.00 Ukuran bisnis unit
3. Human Resources $979,801.00 $3,227,741.00 Jumlah karyawan
(ekspatriate dan
nasional) (92%) &
actual service (8%)
4. Corporate Security $40,000.00 $80,000.00 Jumlah tetap per tahun
5. Lain-lain $359,656.00 $290,187.00
Jumlah $5,014,647.00 $10,897,216.00
Rincian lebih lanjut atas beban-beban di atas antara lain:
a. Counsel & Services Fee, mencakup beban-beban: negotiation, legal & procurement; tax &
finance; exploration; well engineering; HES; business development & planning;
international gas; dan information technology;
b. Procurement, mencakup corporate procurement: business management, IRIS, SM&I,
Strategic Sourcing, dan eProcurement;
c. Human Resources, mencakup: global shared services US, expatriate processing, global
shared services non US, US expatriate intercultural orientation, global workforce
development fee, Asia shared services fee, Sponsor general and administration, dan
sponsor group workforce renewal.
Terdapat beberapa masalah terkait pembebanan PCO tersebut, yaitu:
a. Sebagian besar PCO tersebut merupakan alokasi biaya tidak langsung (indirect cost) dari
Chevron sehingga manfaat dari pembayaran biaya tersebut tidak dapat diidentifikasi secara
jelas oleh PT CPI. Sebagai contoh workforce renewal cost yang dialokasikan pada PT CPI

BPK-RI - 60 - PT Chevron Pacific Indonesia


pada tahun 2004 dan tahun 2005 (Juni) masing-masing sebesar US$906,852.00 dan
US$461,841.00 merupakan biaya yang dikeluarkan oleh Chevron untuk mendidik dan
mengembangkan 53 karyawan baru. Biaya yang dikeluarkan mencapai US$100,000.00 per
karyawan selama 2 tahun pertama. Biaya ini tidak dirasakan manfaatnya secara langsung
oleh PT CPI. Selain itu jika PT CPI akan memanfaatkan tenaga mereka, baik dengan
mempekerjakan mereka atau menjadikan mereka sebagai konsultan via technical services,
PT CPI tetap harus membayar gaji dan tunjangan atau rate mereka;
b. PCO merupakan kumpulan tagihan dari berbagai unit di kantor pusat, baik bersifat global
maupun regional. Dokumen sumber tersebar di berbagai belahan dunia sehingga
menyulitkan PT CPI untuk mem-validasi tagihan-tagihan tersebut;
c. PT CPI tidak pernah menjalankan haknya untuk menguji keabsahan tagihan PCO;
d. Tim pemeriksaan sampai dengan waktu pemeriksaan berakhir juga tidak berhasil
mendapatkan akses ke dokumen sumber PCO;
e. Kontraktor atas PSC Blok Rokan adalah PT CPI, sehingga pengertian “overhead
allocation” yang dapat di-cost recovery sewajarnya hanya overhead dari PT CPI dan tidak
mencakup overhead dari pemegang saham PT CPI.
Permasalahan tersebut diatas tidak sesuai dengan ketentuan sebagai berikut:
a. PSC untuk Blok Rokan yang terakhir pada tanggal 15 Oktober 1992 ditandatangani oleh
Pertamina dan PT CPI.
b. Surat Dirut Pertamina kepada Dirjen Pengawasan Keuangan Negara pada tanggal 5 Juni
1981, diantaranya menyatakan:
1) Home office costs yang dialokasikan kepada Indonesia Operations, pada dasarnya
mencakup 2 jenis costs:
2) Administration Overhead costs yang menyangkut computation of home office
administration overhead, prorata allocation home office administration overhead.
Suatu operation selalu memerlukan pengelolaan suatu kantor pusat, termasuk jasa-jasa
teknis guna menunjang operation tersebut. Biaya pengelolaan yang timbul karenanya,
tentu dipikul oleh hasil operation tersebut.
2.2. Home office overhead memerlukan pemeriksaan yang mendetail berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
- menghindari duplication of charge to Indonesia, baik melalui administrasi overhead
maupun technical charges;
- kewajaran dari overhead charges;
- menghindari kemungkinan alokasi overhead cost dari operasi di luar Indonesia,
kepada operasi di Indonesia.
c. Parent Company Overhead Allocation Agreement antara PT CPI dengan CTOP pada
tanggal 2 September 2003, antara lain menyatakan:
5.b.v. Upon 30 days written notice to CTOP or Parent Company, Company shall have
the right to pemeriksaan CTOP’s accounts and records relating to the cost incurred by
CTOP herewith the purpose of verifying CTOP’s cost and PCO rates.
Permasalahan-permasalahan di atas, mengakibatkan alokasi PCO pada tahun 2004 dan 2005
(Juni) masing-masing sebesar US$10,897,216.00 dan US$5,014,647.00 belum sepenuhnya
dapat diyakini kewajarannya karena PT CPI tidak melakukan validasi atas dokumen sumber.

BPK-RI - 61 - PT Chevron Pacific Indonesia


Permasalahan-permasalahan tersebut disebabkan:
a. PT CPI memandang Chevron dan PT CPI sebagai satu perusahaan dan bukannya entitas
yang berbeda;
b. Pembebanan PCO hanya berdasarkan kesepakatan;
c. Administrasi bukti/transaksi pembebanan pada PT CPI tidak mencerminkan transaksi yang
terjadi karena hanya menggunakan dokumen sekunder, yaitu perhitungan alokasi PCO;
d. PSC dan BP Migas tidak secara tegas mengatur kewajiban untuk menyiapkan dokumen
sumber sebagai syarat diterimanya alokasi overhead.
PT CPI menjelaskan bahwa pembebanan atau alokasi Parent Company Overhead (PCO) dari
induk perusahaan (Home Office) selaku pemegang saham, kepada anak perusahaan atau
afiliasinya sebagaimana yang diterima oleh PT CPI merupakan sesuatu transaksi yang wajar,
mengingat masih sangat tergantungnya kegiatan operasional perusahaan, khususnya dari segi
keuangan, teknologi, ataupun kegiatan pendukung lainnya (manajerial, tenaga kerja,
pengadaan, hukum, dsb).
Dalam hubungan ini Dirut Pertamina mengeluarkan surat No. 947/C.0000/81 tanggal 5 Juni
1981 yang memberikan klarifikasi mengenai petunjuk pelaksanaan atas pembebanan “Home
Office Overhead” didalam PSC. Juklak tersebut secara garis besar mengatur hal-hal sebagai
berikut:
a. Administration Overhead costs yang menyangkut computation of home office
administration overhead, prorata allocation home office administration overhead.
b. Mengenai sistem dan methodologi dari alokasi Home Office overhead kepada kegiatan di
Indonesia. Kebijaksanaan Pertamina dalam menentukan batas maksimum Home Office
Overhead sebesar 2% dari total expenditure kepada kontraktor PS masih memerlukan
perhitungan detail (subject to pemeriksaan.)
c. Pertamina selaku pemegang management didalam penerapan management kontrol sesuai
dg ketentuan-ketentuan PSC, serta berdasarkan hasil studi overhead yang telah kami
lakukan, maka batas maksimal overhead 2% dari total expenditure adalah merupakan
kewajaran.
Sesuai dengan exhibit C Article III.2 Kontrak PSC dan butir 1 dan 2 diatas, PT. CPI telah
melakukan penelitian dan pembahasan dengan BPPKA/Pertamina dan telah menerima
persesetujuan atas sistem dan metode alokasi dg nomor surat 164A/L0H00/97-S4 tanggal
31 Maret 1997 dari bagian FINEK BPPKA. Adapun perubahan-perubahan organisasi yang
terjadi akibat dari merger antara Chevron dan Texaco, metode overhead telah dibicarakan dan
disampaikan ke BPMigas pada tanggal 26 September 2002 dengan no. Surat 4419/Rbi/2002
dan surat No.5067/RBI/2002 tgl 7 Nopember 2002.
Untuk melegalisir hal tersebut diatas PT CPI telah membuat perjanjian dengan Home Office
(CIEP) yang ditanda tangani pada tanggal 2 September 2003 mengenai alokasi PCO.
Mengacu pd butir 2 dan 3 diatas, ketaatan atas pembebanan maksimal biaya PCO, dapat dilihat
pada fakta sebagai berikut:
TAHUN EXPENDITURE PCO PERCENTAGE
2004 US$ 839,941,193 US$ 10,897,216 1.30 %
2005 US$ 867,377,099 US$ 12,936,681 1.49 %

BPK-RI - 62 - PT Chevron Pacific Indonesia


Menanggapi temuan BPK bahwa pembebanan PCO terdapat masalah, maka dapat PT CPI
jelaskan sebagai berikut:
a. Global Workforce renewal cost pada tahun 2004 sebesar US$906,852 dan
2005(Juni)sebesar US$461,841. Pada prinsipnya workforce renewal cost adalah biaya
training untuk pegawai baru yang akan ditempatkan diseluruh dunia termasuk Indonesia
maka oleh karena itu semua biaya-biaya tersebut sewajarnya di alokasikan keseluruh unit
operasi Chevron sesuai dengan metode alokasi yang telah disetujui bersama. Dengan
jumlah volume dan biaya-biaya yg banyak terjadi di kantor pusat rasanya tidak mungkin
atau effisien untuk membebankan setiap biaya ke setiap unit operasi,oleh karena itu semua
biaya-biaya tadi ditampung pd departemen yg bersangkutan dan dibebankan ke unit operasi
berdasarkan metode yg telah disetujui. Program ini dirancang untuk mengatasi kesulitan
penggantian pegawai yg ada saat ini (PT CPI mempunyai 65 pegawai asing dalam bidang
engineering/scientific professional) bila mereka direpatriasi karena pindah lokasi atau
pension dan training ini sangat diperlukan untuk menjamin kesinambungan operasi
perusahaan.
b. Alokasi PCO telah sesuai dengan dengan perjanjian alokasi PCO antara PT CPI dan CIEP
melalui mekanisme alokasi yang telah dijelaskan dikantor pusat. Untuk meyakinkan
kebenaran dokumen sumber di kantor pusat. PT CPI telah menyerahkan hasil pemeriksaan
tahun 2004 dari eksternal auditor (PwC) atas semua biaya overhead kantor pusat (CIEP).
c. PT CPI telah menerima semua supporting dokumen dan melakukan verifikasi atas
kebenaran pembebanan biaya dilakukan secara judgemental, khususnya dilakukan atas
biaya-biaya yang non rutin dan/atau signifikan jumlahnya. Pengecekan secara transaksional
untuk PCO allocation sudah dilakukan dan sudah sesuai dengan perjanjian alokasi PCO
antara PT CPI dan CIEP. Kebenaran dari alokasi kantor pusat telah diperiksa oleh eksternal
auditor (PwC) dan hasil pemeriksaan mengatakan bahwa alokasi telah dilakukan dengan
sistem “at cost” basis.
d. Kantor pusat telah memberikan supporting dokumen atas beberapa tagihan sesuai dengan
permintaan, namun PT CPI tidak bisa memberikan dokumen sumber karena keterbatasan
waktu yang diberikan pada kantor pusat dan selain itu sifat dari dokumen sumber adalah
campuran dari banyak transaksi termasuk allocated cost yang dialokasikan at cost kepada
seluruh SBU melalui metode alokasi yang telah disetujui. Bila BPK masih memerlukan
dokumen sumber yang specifik, PT CPI akan berusaha mendapatkannya. Pada
pemeriksaan y.a.d kami mohon agar diberikan 30 hari pemberitahuan dan daftar dari
spesifik samples yang akan diperiksa agar pemeriksaan ini lebih efektif.
e. Dasar penerapan overhead allocation adalah merujuk pada surat Dirut Pertamina No.
947/C.0000/81 tanggal 5 Juni 1981 dan persetujuan atas sistem dan metode alokasi dg
nomor surat 164A/L0H00/97-S4 tanggal 31 Maret 1997 dari bagian FINEK BPPKA.
BPK RI menyarankan BPMigas untuk mengkaji ulang kelayakan Parent company dari PT CPI
untuk membebankan overhead-nya, serta PT CPI untuk menugaskan personilnya untuk mem-
verifikasi dokumen sumber atas setiap tagihan dari Parent Company.

BPK-RI - 63 - PT Chevron Pacific Indonesia

You might also like