You are on page 1of 18

Pengelolaan Sampah Di Negara-Negara Maju

Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas manusia. Setiap aktifitas manusia
pasti menghasilkan buangan atau sampah. Jumlah sampah sebanding dengan tingkat
konsumsi kita terhadap barang (material) yang kita gunakan sehari-hari. Jenis sampah pun
sangat tergantung dari jenis material yang kita konsumsi.

Secara umum, jenis sampah dapat dibagi 2 yaitu sampah organik biasa juga kita sebut
sampah basah dan sampah anorganik kita sebut sampah kering. Sampah basah adalah
sampah yang berasal dari makhluk hidup, seperti daun-daunan, sampah dapur, dll. Sampah
kering, seperti kertas, plastik, kaleng, botol, besi dll.

Sampah organik dapat terdegradasi membusuk dan hancur secara alami. Sedangkan
sampah anorganik, sampah jenis ini tidak dapat terdegradasi secara alami serta
memerlukan proses berpuluh tahun agar hancur.

Semua negara di dunia mengalami masalah sampah ini, mari kita tengok bagaimana
pengelolaan sampah di negara-negara maju? Pertama di Asia, contohnya: negara Jepang
yang kita kenal dengan budaya tachiyomi (membaca sambil berdiri di toko buku tanpa
membeli). Selain itu, Jepang sangat disiplin dalam mengelola sampah sangat jauh berbeda
dengan negara kita (Indonesia).

Mereka (Jepang) telah membuat peraturan tentang pengelolaan sampah ini, yang diatur
oleh pemerintah kota. Mereka telah menyiapkan dua buah kantong plastik besar dengan
warna berbeda, hijau dan merah. Namun selain itu ada beberapa kategori lainnya, yaitu:
botol PET, botol beling, kaleng, batu betere, barang pecah belah, sampah besar dan
elektronik yang masing-masing memiliki cara pengelolaan dan jadwal pembuangan
berbeda.

Sebagai ilustrasi, cara membuang botol minuman plastik adalah botol PET dibuang di
keranjang kuning punya pemerintah kota. Setelah sebelumnya label plastik yang menempel
di botol itu kita copot dan penutup botol kita lepas, label dan penutup botol plastik harus
masuk ke kantong sampah berwarna merah dan dibuang setiap hari kamis. Apabila dalam
label itu ada label harga yang terbuat dari kertas, pisahkan label kertas tersebut dan
masukkan ke kantong sampah berwarna hijau dan buang setiap hari Selasa.

Selain pengelolaan sampah di rumah, departemen store, convenient store, dan supermarket
juga menyediakan kotak-kotak sampah untuk tujuan recycle (daur ulang). Kotak-kotak
tersebut disusun berderet berderet di dekat pintu masuk, kotak untuk botol beling, kaleng,
botol PET. Bahkan di beberapa supermarket tersedia untuk kemasan susu dan jus (yang
terbuat dari kertas). Uniknya lagi, dalam kotak kemasan susu atau jus (biasanya terpisah),
terdapat ilustrasi tentang cara menggunting dan melipat kemasan sedemikian rupa sebelum
dimasukkan ke dalam kotak. Proses daur ulang itu pun sebagian besar dikelola perusahaan
produk yang bersangkutan, dan perusahaan lain atau semacam yayasan untuk
menghasilkan produk baru. Hebatnya lagi, informasi tentang siapa yang akan mengelola
proses recycle juga tertulis dalam setiap kotak sampah.

Sementara, pengelolaan sampah di stasiun kereta bawah tanah, shinkansen, pada saat para
penumpang turun dari kereta adapetugas yang berdiri di depan pintu keluar dengan
membawa kantong plastik sampah besar siap untuk menampung kotak bento dan botol kopi
penumpang sambil tak lupa untuk membungkuk dan mengucapkan "otsukaresama
deshita!."

1
Sebelum isu meningkatnya gerakan anti-terorisme (setidaknya mereka menyebut
demikian), pada awalnya, di tempat umum juga menyediakan menyediakan kotak-kotak
sampah, biasanya untuk kategori kaleng, beling, dan sampah biasa (ordinary).

***

Sementara itu di Eropa dalam mengatasi masalah sampah ini, Komisi Eropa telah membuat
panduan dasar pengelolaan sampah yang diperuntukkan untuk negara-negara anggotanya,
seperti Belanda, Swedia dan Jerman. Dalam penyusunan panduan itu melibatkan
pemerintah, pengusaha, dan rakyat masing-masing negara. Lalu, Kebijaksanaan Eropa itu
kemudian diterjemahkan oleh parlemen negara masing-masing ke dalam perundang-
undangan domestik, yang berlaku buat pemerintah pusat hingga daerah.

Sampai dengan abad ke-17 penduduk Belanda melempar sampah di mana saja sesuka hati.
Di abad berikutnya sampah mulai menimbulkan penyakit, sehingga pemerintah
menyediakan tempat-tempat pembuangan sampah. Di abad ke-19, sampah masih tetap
dikumpulkan di tempat tertentu, tapi bukan lagi penduduk yang membuangnya, melainkan
petugas pemerintah daerah yang datang mengambilnya dari rumah-rumah penduduk. Di
abad ke-20 sampah yang terkumpul tidak lagi dibiarkan tertimbun sampai membusuk,
melainkan dibakar. Kondisi pengelolaan sampah di Negeri Kincir Angin (Belanda) saat itu
kira-kira sama seperti di Indonesia saat ini.

Kini di abad ke-21 teknologi pembakaran sampah yang modern mulai diterapkan. Teknologi
itu memungkinkan pembakaran tidak menimbulkan efek sampingan yang merugikan
kesehatan. Agar tujuan itu tercapai, sebelum dibakar sampah mesti dipilah-pilah, bahkan
sejak dari rumah. Hanya yang tidak membahayakan kesehatan yang boleh dibakar. Sampah
yang memproduksi gas beracun ketika dibakar harus diamankan dan tidak boleh dibakar.
Yang lebih menggembirakan, selain bisa memusnahkan sampah, ternyata pembakaran itu
juga membangkitkan listrik.

Sementara, pengelolaan sampah di Swedia selalu mengedepankan bahwa sampah


merupakan salah satu resources yang dapat digunakan sebagai sumber energi. dasar
pengelolaan sampah diletakkan pada minimasi sampah dan pemanfaatan sampah sebagai
sumber energi. Keberhasilan penanganan sampah itu didukung oleh tingkat kesadaran
masyarakat yang sudah sangat tinggi. Landasan kebijakan Swedia, senyawa beracun yang
terkandung dalam sampah harus dikurangi sejak pada tingkat produksi. Minimasi jumlah
sampah dan daur ulang ditingkatkan. Pembuangan sampah yang masih memiliki nilai energi
dikurangi secara signifikan.

Sehingga, kebijaksanaan pengelolaan sampah swedia antara lain meliputi: Pengurangan


volume sampah yang dibuang ke TPA harus berkurang sampai dengan 70 % pada tahun
2015. Sampah yang dapat dibakar (combustible waste) tidak boleh dibuang ke TPA sejak
tahun 2002. Sampah organik tidak boleh dibuang ke TPA lagi pada tahun 2005. Tahun 2008
pengelolaan lokasi landfill harus harus sesuai dengan ketentuan standar lingkungan.
Pengembangan teknologi tinggi pengolahan sampah untuk sumber energi ditingkatkan.

Sedangkan di Jerman terdapat perusahaan yang menangani kemasan bekas (plastik,


kertas, botol, metal dsb) di seluruh negeri, yaitu DSD/AG (Dual System Germany Co). DSD
dibiayai oleh perusahaan-perusahaan yang produknya menggunakan kemasan. DSD
bertanggung jawab untuk memungut, memilah dan mendaur ulang kemasan bekas.

Berbeda dengan kondisi Jerman 30 tahun silam, terdapat 50.000 tempat sampah yang tidak
terkontrol, tapi kini hanya 400 TPA (Tempat Pembuangan Akhir). 10-30 % dari sampah

2
awal berupa �slag� yang kemudian dibakar di insinerator dan setelah ionnya
dikonversikan, dapat digunakan untuk bahan konstruksi jalan.

Cerita menarik proses daur ulang ini datangnya dari Passau Hellersberg adalah sampah
organik yang dijadikan energi. Produksi kompos dan biogas ini memulai operasinya tahun
1996. Sekitar 40.000 ton sampah organik pertahun selain menghasilkan pupuk kompos
melalui fermentasi, gas yang tercipta digunakan untuk pasokan listrik bagi 2.000 � 3.000
rumah.

Sejak 1972 pemerintah Jerman melarang sistem �sanitary landfill� karena terbukti selalu
merusak tanah dan air tanah. Bagaimanapun sampah merupakan campuran segala macam
barang (tidak terpakai) dan hasil reaksi campurannya seringkali tidak pernah bisa diduga
akibatnya. Pada beberapa TPA atau instalasi daur ulang selalu terdapat pemeriksaan dan
pemilahan secara �manual�. Hal ini untuk menghindari bahan berbahaya tercampur dalam
proses, seperti misalnya baterei dan kaleng bekas oli yang dapat mencemari air tanah.
Sampah berbahaya ini harus dibuang dan dimusnahkan dengan cara khusus.

Sampah Medis dan Pengelolaannya


Menurut Depkes Republik Indonesia berbagai jenis buangan yang dihasilkan rumah sakit dan
unit-unit pelayanan kesehatan yang mana dapat membahayakan dan menimbulkan gangguan
kesehataan bagi pengunjung , masyarakat terutama petugas yang menanganinya disebut sebagai
limbah klinis.
Limbah klinis berasal dari pelayanan medis, perawatan, gigi, veterinary, farmasi atau yang
sejenisnya serta limbah ayng dihasilkan rumah sakit pada saat dilakukan perawatan, pengobatan
atau penelitian. Berdasarkan potensi bahaya yang ditimbulkannya limbah klinis dapat
digolongkan dalam limbah benda tajam, infeksius, jaringan tubuh, citotoksik, farmasi, kimia,
radio aktif dan limbah plastik
a. Limbah Benda Tajam
Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau bagian
menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit. Misalnya : jarum hipodermik, perlengkapan
intervena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Selain itu meliputi benda-benda tajam yang
terbuang yang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan
beracun atau radio aktif
b. Limbah Infeksius
Limbah infeksius meliputi limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi
penyakit menular serta limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi
dari poliklinik, ruang perawatan dan ruang isolasi penyakit menular. Yang termasuk limbah jenis
ini antara lain : sampah mikrobiologis, produk sarah manusia, benda tajam, bangkai binatang
terkontaminasi, bagian tubuh, sprei, limbah raung isolasi, limbah pembedahan, limbah unit
dialisis dan peralatan terkontaminasi ( medical waste ).
c. Limbah Jaringan Tubuh
Limbah jaringan tubuh meliputi jaringan tubuh, organ, anggota badan, placenta, darah dan cairan
tubuh lain yang dibuang saat pembedahan dan autopsi. Limbah jaringan tubuh tidak memerlukan
pengesahan penguburan dan hendaknya dikemas khusus, diberi label dan dibuang ke incinerator.
d. Limbah Jaringan Tubuh

3
Limbah jaringan tubuh meliputi jaringan tubuh, organ, anggota badan, placenta, darah dan cairan
tubuh lain yang dibuang saat pembedahan dan autopsi. Limbah jaringan tubuh tidak memerlukan
pengesahan penguburan dan hendaknya dikemas khusus, diberi label dan dibuang ke incinerator.
e. Limbah Citotoksik
Limbah citotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan obat
citotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi citotoksik. Limbah yang terdapat
limbah citotoksik didalamnya harus dibakar dalam incinerator dengan suhu diatas 1000oc
f. Limbah Farmasi
Limbah farmasi berasal dari : obat-obatan kadaluwarsa, obat-obatan yang terbuang karena batch
tidak memenuhi spesifikasi atau telah terkontaminasi, obat-obatan yang terbuang atau
dikembalikan oleh pasien, obat-obatan yang sudah tidak dipakai lagi karena tidak diperlukan dan
limbah hasil produksi obat-obatan.
g. Limbah Kimia
Limbah kimia dihasilkan dari penggunaan kimia dalam tindakan medis, vetenary, laboratorium,
proses sterilisasi dan riset. Limbah kimia juga meliputi limbah farmasi dan limbah citotoksik
h. Limbah Radio Aktif
Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal dari
penggunaan medis atau riset radionucleida. Asal limbah ini antara lain dari tindakan kedokteran
nuklir, radioimmunoassay dan bakteriologis yang daapt berupa padat, cair dan gas.
i. Limbah Plastik
Limbah plastik adalah bahan plastik yang dibuang oleh klinik, rumah sakit dan sarana pelayanan
kesehatan lain seperti barang-barang dissposable yang terbuat dari plastik dan juga pelapis
peralatan dan perlengkapan medis.

Pengelolaan Sampah Medis


Pengelolaan sampah medis akan memiliki penerapan pelaksanaan yang berbeda-beda antar
fasilitas-fasilitas kesehatan, yang umumnya terdiri dari penimbulan, penampungan,
pengangkutan, pengolahan dan pembuangan.
a. Penimbulan ( Pemisahan Dan Pengurangan )
Proses pemilahan dan reduksi sampah hendaknya merupakan proses yang kontinyu yang
pelaksanaannya harus mempertimbangkan : kelancaran penanganan dan penampungan sampah,
pengurangan volume dengan perlakuan pemisahan limbah B3 dan non B3 serta menghindari
penggunaan bahan kimia B3, pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis
sampah untuk efisiensi biaya, petugas dan pembuangan.
b. Penampungan
Penampungan sampah ini wadah yang memiliki sifat kuat, tidak mudah bocor atau berlumut,
terhindar dari sobek atau pecah, mempunyai tutup dan tidak overload. Penampungan dalam
pengelolaan sampah medis dilakukan perlakuan standarisasi kantong dan kontainer seperti
dengan menggunakan kantong yang bermacam warna seperti telah ditetapkan dalam Permenkes
RI no. 986/Men.Kes/Per/1992 dimana kantong berwarna kuning dengan lambang biohazard
untuk sampah infeksius, kantong berwarna ungu dengan simbol citotoksik untuk limbah
citotoksik, kantong berwarna merah dengan simbol radioaktif untuk limbah radioaktif dan
kantong berwarna hitam dengan tulisan “domestik”
c. Pengangkutan
Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan eksternal. Pengangkutan
internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke incinerator

4
(pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta dorong sebagai
yang sudah diberi label, dan dibersihkan secara berkala serta petugas pelaksana dilengkapi
dengan alat proteksi dan pakaian kerja khusus.
Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ketempat pembuangan di luar (off-
site). Pengangkutan eksternal memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus dipatuhi
petugas yang terlibat. Prosedur tersebut termasuk memenuhi peraturan angkutan lokal. Sampah
medis diangkut dalam kontainer khusus, harus kuat dan tidak bocor.
d. Pengolahan dan Pembuangan
Metoda yang digunakan untuk megolah dan membuang sampah medis tergantung pada faktor-
faktor khusus yang sesuai dengan institusi yang berkaitan dengan peraturan yang berlaku dan
aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap masyarakat. Teknik pengolahan sampah medis
(medical waste) yang mungkin diterapkan adalah :
 Incinerasi
 C)Sterilisasi dengan uap panas/ autoclaving (pada kondisi uap jenuh bersuhu 121
 Sterilisasi dengan gas (gas yang digunakan berupa ethylene oxide atau formaldehyde)
 Desinfeksi zat kimia dengan proses grinding (menggunakan cairan kimia sebagai desinfektan)
 Inaktivasi suhu tinggi
 Radiasi (dengan ultraviolet atau ionisasi radiasi seperti Co60
 Microwave treatment
 Grinding dan shredding (proses homogenisasi bentuk atau ukuran sampah)
 Pemampatan/ pemadatan, dengan tujuan untuk mengurangi volume yang terbentuk

Incinerator
Beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila incinerator akan digunakan di rumah sakit antara
lain : ukuran, desain, kapasitas yang disesuaikan dengan volume sampah medis yang akan
dibakar dan disesuaikan pula dengan pengaturan pengendalian pencemaran udara, penempatan
lokasi yang berkaitan dengan jalur pengangkutan sampah dalam kompleks rumah sakit dan jalur
pembuangan abu, serta perangkap untuk melindungi incinerator dari bahaya kebakaran.
Keuntungan menggunakan incinerator adalah dapat mengurangi volume sampah, dapat
membakar beberapa jenis sampah termasuk sampah B3 (toksik menjadi non toksik, infeksius
menjadi non infeksius), lahan yang dibutuhkan relatif tidak luas, pengoperasinnya tidak
tergantung pada iklim, dan residu abu dapat digunakan untuk mengisi tanah yang rendah.
Sedangkan kerugiannya adalah tidak semua jenis sampah dapt dimusnahkan terutama sampah
dari logam dan botol, serta dapat menimbulkan pencemaran udara bila tidak dilengkapi dengan
pollution control berupa cyclon (udara berputar) atau bag filter (penghisap debu).
Hasil pembakaran berupa residu serta abu dikeluarkan dari incinerator dan ditimbun dilahan
yang rendah. Sedangkan gas/pertikulat dikeluarkan melalui cerobong setelah melalui sarana
pengolah pencemar udara yang sesuai

5
Rabu, 07 April 2010
Membangun Alternatif Pengelolaan Sampah

Membangun Alternatif Pengelolaan Sampah

repost by:walhi jogya

Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas manusia. Setiap aktifitas manusia pasti
menghasilkan sampah. Jumlah atau volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi kita terhadap
barang/material yang kita gunakan sehari-hari.

Peningkatan jumlah penduduk dan perubahan gaya hidup sangat berpengaruh pada volume
sampah. Di Kota Jogjakarta sendiri menurut data DKKP pada tahun 2005 produksi sampah
kawasan perkotaan sebanyak 1.700 m3 perhari, namun yang dapat diangkut ke TPA Pinyungan-
Bantul baru sekitar 1300 m3 perhari, sehingga terjadi penumpukan sampah sebanyak 4oom3 per
hari dan tidak terangkut ke TPS atau TPA Piyungan. Karena itu wajar kalau dibanyak lokasi,
tanah-tanah kosong atau bantaran sungai di aglomerasi kota Jogjakarta terjadi penumpukan-
penumpukan sampah yang kemudian berubah menjadi TPS atau TPA Illegal.

Jenis Sampah

Secara umum, jenis sampah dapat dibagi 2, yaitu sampah organik (biasa disebut sebagai sampah
basah) dan sampah anorganik (sampah kering). Sampah basah adalah sampah yang berasal dari
makhluk hidup, seperti daun-daunan, sampah dapur, dll. Sampah jenis ini dapat terdegradasi
(membusuk/hancur) secara alami. Sebaliknya dengan sampah kering, seperti kertas, plastik,
kaleng, dan lain-lain. Sampah jenis ini tidak dapat terdegradasi secara alami.

Pada umumnya, sebagian besar sampah yang dihasilkan di Indonesia merupakan sampah basah,
yaitu mencakup 60-70% dari total volume sampah.

Selain itu, terdapat jenis sampah atau limbah dari alat-alat pemeliharaan kesehatan. Beberapa
diantaranya sangat mahal biaya penanganannya karena berupa bahan kimia berbahaya, seperti
obat-obatan, yang dihasilkan oleh fasilitas-fasilitas kesehatan. Namun demikian tidak semua
sampah medis berpotensi menular dan berbahaya. Sejumlah sampah yang dihasilkan oleh
fasilitas-fasilitas medis hampir serupa dengan sampah domestik atau sampah kota pada
umumnya. Sementara sampah hasil proses industri biasanya tidak terlalu banyak variasinya
seperti sampah domestik atau medis, tetapi kebanyakan merupakan sampah yang berbahaya
secara kimia.

Membangun Alternatif Pengelolaan Sampah

6
Untuk menangani permasalahan sampah di Kota Jogjakarta, maka secara menyeluruh perlu
dilakukan alternatif-alternatif pengelolaan. Secara serius pemerintah kota harus membangun
komitmen dan konsistensi program pengelolaan sampah.

Selama ini pengelolaan persampahan, terutama di kota Jogjakarta, tidak berjalan dengan efisien
dan efektif karena pengelolaan sampah bersifat terpusat. Misalnya saja, seluruh sampah dari kota
Jogjakarta harus dibuang di Tempat Pembuangan Akhir di daerah Piyungan Bantul. Regulasi
dalam bentuk perda yang sekarang ada pun masih mengarah pada retribusi dan pembuangan .
Dapat dibayangkan berapa ongkos yang harus dikeluarkan untuk ini. Belum lagi, sampah yang
dibuang masih tercampur antara sampah basah dan sampah kering.

Regulasi pengelolaan sampah secara terpusat mengarah pada sistem buang – angkut dan berakhir
di tempat pembuangan akhir (TPA) harus dirubah kearah meminimalisir buangan sampah. Pada
prinsipnya pengelolaan sampah haruslah dilakukan sedekat mungkin dengan sumbernya dengan
membangun alternatif-alternatif yang bisa menangani semua permasalahan pembuangan sampah
dengan cara mendaur-ulang semua limbah yang dibuang kembali ke ekonomi masyarakat atau ke
alam.

Untuk mencapai hal tersebut, asumsi “membuang” dalam pengelolaan sampah yang harus
diganti dengan tiga prinsip–prinsip baru sbb :

Pertama, Sampah yang dibuang harus dipilah, sehingga tiap bagian dapat dikomposkan atau
didaur-ulang secara optimal, daripada dibuang ke sistem pembuangan yang tercampur seperti
yang ada saat ini.

Kedua, pemerintah Kota harus mau mendesak industri-industri yang memasarkan produknya ke
wilayah Kota Jogjakarta agar mendesain ulang produk-produk berdasarkan prinsip reduce, reuse,
recyle replace serta mensosialisasikan kepada konsumennya prinsip memilah sampah untuk
memudahkan proses daur-ulang produk tersebut. Prinsip ini berlaku untuk semua jenis dan alur
sampah. Pembuangan sampah yang tercampur merusak dan mengurangi nilai dari material yang
mungkin masih bisa dimanfaatkan lagi.

Ketiga, program pengelolaan sampah di Kota Jogjakarta harus disesuaikan dengan kondisi
setempat agar berhasil, dan tidak mungkin dibuat sama dengan kota lainnya. Program
pengelolaan sampah seharusnya tidak begitu saja mengikuti pola program yang telah berhasil
dilakukan di negara-negara maju, mengingat perbedaan kondisi-kondisi fisik, ekonomi, hukum
dan budaya. Khususnya sektor informal di Jogjakarta tukang sampah atau pemulung merupakan
suatu komponen penting dalam sistem penanganan sampah yang ada saat ini, dan peningkatan
kinerja mereka harus menjadi komponen utama dalam sistem penanganan sampah.

Berkaitan dengan sampah berbahaya (B3) dibutuhkan penanganan khusus. Pemilahan sampah di
sumber merupakan hal yang paling tepat dilakukan agar potensi penularan penyakit dan berbahaya dari
sampah yang umum. Sampah yang secara potensial menularkan penyakit memerlukan penanganan dan
pembuangan, dan beberapa teknologi non-insinerator mampu mendisinfeksi sampah medis ini.
Teknologi-teknologi ini biasanya lebih murah secara teknis, tidak rumit, dan rendah pencemarannya bila
dibandingkan dengan insenator

7
PENDAHULUAN

1. A. Konsep

Sampah merupakan suatu bahan yang berasal dari kegiatan manusia dan sudah tidak dipakai atau
sudah dibuang oleh manusia. Penyebab penyakit dari penanganan sampah yang buruk dapat
menyebabkan infeksi Nosokimial. Infeksi Nosokimial adalah terkenanya penyakit seseorang
yang didapat akibat adanya aktivitas kegiatan di rumah sakit tersebut.

Hal ini disebabkan oleh faktor penularan melalui sarana, prasarana, tenaga medis maupun non
medis serta serangga. Sumber utama sampah dirumah sakit berasal dari kerumahtanggaan serta
proses pengobatan atau tindakan medis. Penanganan sampah infeksius di ruang perawatan rumah
sakit pada umumnya belum mendapat perhatian yagn serius. Akibatnya dapat menimbulkan
penyakit akibat kerja. Infeksi Nosokimial dan pencemaran lingkungan di rumah sakit.

Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah sampah infeksius di rumah sakit :

1. Karakteristik ruang perawatan

Yaitu faktor jenis ruang perawatan, jumlah tempat tidur dan tingkat hunian (BOR) ruang
perawatan, faktor kelas ruang perawatan.

1. Karakteristik sarana dan prasarana

Yaitu faktor ketersediaan kantong plastik sampah, ketersediaan tempat sampah, infeksius, protap
pembuangan sampah.

1. Karakteristik petugas perawatan

Yaitu faktor tingkat pendidikan kepala ruangan, tingkat pengetahuan kepala ruangan, faktor
kebiasaan membuang sampah, faktor jumlah tenaga perawat dan faktor jumlah tenaga pekarya
kesehatan.

Ada 8 target penting

1. Identifikasi pasien secara tepat


2. Meningkatkan komunikasi yang efektif
3. Meningkatkan keamanan penggunaan obat yang membutuhkan perhatian
4. Mengurangi salah lokasi
5. Mengurangi salah pasien
6. Mengurangi salah tindakan operasi
7. Mengurangi resiko infeksi
8. Mengurangi resiko pasien cedera karena jatuh

1. B. Teori

8
Sampah dibagi menjadi tiga, yaitu :

1. Sampah padang
2. Sampah cair
3. Sampah gas

Berdasarkan karakteristiknya sampah dibagi atas :

1)     Kandungan zat/kimia

Adalah sampah yang terdiri atas sampah anorganik dan sampah organik. Sampah anorganik
merupakan sampah tidak membusuk (logam, pecahan gelas, plastik). Sampah organik
merupakan sampah yang dapat membusuk (sisa makanan).

2)     Dapat dan tidaknya terbakar

Adalah sampah mudah terbakar (kertas, karet, plastik) dan sampah yang tidak dapat terbakar
(kaleng bekas, logam atau besi, kaca)

 Berdasarkan data statistik

Seluruh sampah yang dihasilkan oleh rumah sakit sekitar 75-90% sampah umum atau non medis.
Sedangkan 10-25% adalah sampah medis. Antara sampah medis maupun non medis itu harus ada
pemisahannya, kalau sampah non medis di masukkan ke dalam plastik kuning dan sampah
citotoksik dikumpulkan ke dalam plastik ungu.

 Berdasarkan sifatnya

Sampah tajam, wadahnya menggunakan sharp jerigen ”sampah tajam sebelum di bakar ke
inceherator dilakukan pre-treatment dengan alat destroyer atau penghancuran supaya menjadi
serpihan” sampah medis tajam seperti (spuit bekas).

1. Alat pengangkutan sampah di Rumah Sakit dapat berupa grobak atau troli dan
kereta yang harus memenuhi syarat dari Depkes RI, yaitu :
1. Memiliki wadah yang mudah dibersihkan bagian dalamnya serta dilengkapi
dengan penutup.
2. Harus kedap air dan mudah untuk diisi dan dikosongkan
3. Setiap keluar dari pembuangan akhir selalu dalam kondisi bersih

1. D. Untuk Membentuk Program Patien Savety yang terdiri dari 4 aspek utama yakni
:
1. Penetapan norma standar dan pedoman global mengenaii pengertian, pengaturan
dan pelaporan dalam melaksanakan kegiatan pencegahan dan penerapan aturan
untuk menurunkan resiko
2. Merencanakan kebijakan upaya peningkatan pelayanan pasien berbasis bukti
dengan standar global yang menitikberatkan terutama dalam aspek produk yang

9
aman dan praktek klinis yang aman. Sesuai dengan pedoman medikal produk dan
indikal defises yang aman digunakan serta freas, budaya keselamatan dan
keamanan dalam pelayanan kesehatan dan organisasi pendidikan
3. Mengembangkan mekanisme melalui akreditasi untuk mengakuii karakteristik
profidar pelayanan kesehatan bahwa telah melewatii benchmark untuk unggulan
dalam keselamatan dan keamanan pasien secara internasional (patien savien
nasionally)
4. Mendorong penelitian terkait dengan patien savety

1. E. Pengelolaan Sampah
1. Pengumpulan dan pengangkutan sampah

Pada tahap ini, sampah kering dan sampah benda tajam kemudian dilanjutkan pengangkutan.

1. Pemusnahan dan pengelolaan sampah

Sampah dimusnahkan atau dikelola dengan cara sebagai berikut :

a. Memasukkan/menimbun dalam tanah

b. Melakukan pembakaran di tungku pembakaran

Pada prinsipnya dalam proses pemusnahan sampah di incenerator adalah dengan adanya
pemanasan pada incenerator yang mencapai 600-1000 derajat celcius agar kuman penyakit yang
ada disampah medis tersebut mati, penanganan sampah di rumah sakit perlu ditangani secara
serius. Hal ini dikarenakan sampah yang ada bisa menjadi sumber penularan reservoir maupun
breeding site bagi kuman penyakit.

KELEBIHAN KELEMAHAN
INCINERATOR

(proses pengolahan melalui pembakaran suhu tinggi pada kondisi yang terkendali
untuk mengoksidasi karbon dan hydrogen)
-      Dapat memusnahkan banyak -      Emisi udaranya menghasilkan bahan
materi yang mengandung karbon dan pencemar, terutama dioksin dan fluran
patogen yang oleh WHO dinyatakan karsinogenik

-      Reduksi volume mencapai 80-90% -      Perlu tenaga operator yang terampil

-      Hasil pengolahan tidak dikenali -      Resiko tinggi terhadap operator
sebagai bentuk aslinya karena panas dan potensii kebakaran

-      Panas yang dihasilkan dapat -      Sulit menguji patogen secara rutin
dimanfaatkan kembali untuk
menghasilkan uap -      Fly-ash dari incinerator termasuk
kategori limbah berbahaya

10
MICROWAVE

(proses pengolahan melalui pemanasan dengan uap menggunakan tenaga


gelombang mikro yang bekerja dari dalam ke luar)
-      Dapat mensterilkan semua materi -      Hasil pengolahan masih dapatt
yang diproses dikenali sebagai bentuk aslinya, sehingga
memerlukan penanganan lanjut
-      Reduksi volume mencapai 30-50%

-      Tidak menimbulkan emisi udara


yang dapat mencemari udara

-      Tidak perlu tenaga operator karena


panas dan potensi kebakaran rendah

-      Alat ini biasanya dilengkapi


dengan sistem pengujian patogen
AUTOCLAVE

(proses pengolahan melalui pemanasan dengan uap yang bekerja dari luar ke
dalam dengan pre vacuum dalam suhu rendah)
-      Dapat mensterilkan semua materi -      Hasil pengolahan masih dapat
yang diproses dikenali sebagai bentuk aslinya, sehingga
memerlukan penanganan lanjut
-      Reduksi volume mencapai 30-50%
-      Proses pre vacuum dapatt
-      Tidak menimbulkan emisi udara menimbulkan resiko pemindahan patogen
yang dapat mencemari udara

-      Tidak perlu tenaga operator yang


terampil

-      Resiko terhadap operator karena


panas dan potensi kebakaran rendah

-      Alat ini biasanya dilengkapi


dengan sistem pengujian patogen

1. F. Penanganan Sampah
1. Sampah non medis adalah segala zat padat, semi padat yang terbuang/tidak
berguna baik yang dapat membusuk dan tidak dapat membusuk.

Penanganan dibuang ke tempat pembuangan sementara yang selanjutnya akan diangkut oleh
dinas lingkungan hidup dan kebersihan untuk dibuang ke tempat pembuangan akhir.

11
Sampah non medis limbah non medis,diklasifikasi sebagai limbah non infeksius. Limbah ini
terdiri dari sampah kering dan basah. Sampah kering (rubbish) seperti kertas kardus, bungkus
makanan, plastik, kaleng (logam), pecahan kaca yang dihasilkan dii ruang administrasi/kantor,
halaman, ruang tunggu, ruang perawatan. Sampah basah (Garbage) seperti sampah dari dapur
utama maupun instalasi gizi yang juga ditemui di ruang tunggu dan perawatan.

1. Sampah Medis

Penanganannya dengan pemusnahan di incenerator. Sampah medis mudah membusuk (perban).


Sampah medis tidak mudah membusuk (botol infus), sampah medis formasi (obat-obatan
kadaluarsa).

Pengolahan Sampah Medis

Pengolahan sampah medis akan memiliki penerapan pelaksanaan yang berbeda-beda antar
fasilitas-fasilitas kesehatan, yang umumnya terdiri dari penimbulan, penampungan,
pengangkutan, pengolahan dan pembuangan.

1. Penimbulan (Pemisahan dan Pengurangan)

Proses pemilahan dan reduksi sampah hendaknya merupakan proses yang kontinyu yang
pelaksanaannya harus mempertimbangkan : kelancaran penanganan dan penampungan sampah,
pengurangan volume dengan perlakuan pemisahan limbah B3 dan non B3 serta menghindari
penggunaan bahan kimia B3, pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagaii jenis
sampah untuk efisiensi biaya, petugas dan pembuangan.

1. Penampungan

Penampungan sampah ini wadah yang memiliki sifat kuat, tidak mudah bocor atau berlumut,
terhindar dari sobek atau pecah, mempunyai tutup dan tidak overload. Penampungan dalam
pengelolaan sampah medis dilakukan perlakuan standarisasii kantong dan kontainer seperti
dengan menggunakan kantong yang bermacam warna seperti telah ditetapkan dalam Permenkes
RI no. 986/Men.Kes/Per/1992 dimana kantong berwarna kuning dengan lambang biohazard
untuk sampah infeksius, kantong berwarna ungu dengan simbol citotoksik untuk limbah
citotoksik, kantong berwarna merah dengan simbol radioaktif untuk limbah radioaktif dan
kantong berwarna hitam dengan tulisan ”domestik”.

1. Pengangkutan

Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan internal dan eksternal. Pengangkutan
internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke incinerator
(pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta dorong sebagai
yang sudah diberi label, dan dibersihkan secara berkala serta petugas pelaksana dilengkapii
dengan alat proteksi dan pakaian kerja khusus.

12
Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ketempat pembuangan di luar (off-
site). Pengangkutan eksternall memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus dipatuhi
petugas yang terlibat. Prosedur tersebut termasuk memenuhii peraturan angkutan lokal. Sampah
medis diangkut dalam kontainer khusus, harus kuat dan tidak bocor.

1. Pengolahan dan Pembuangan

Metode yang digunakan untuk mengolah dan membuang sampah medis tergantung pada faktor-
faktor khusus yang sesuai dengan institusi yang berkaitan dengan peraturan yang berlaku dan
aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap masyarakat.

1. G. Pengelolaan Limbah Cair

1)     Kriteria

Kriteria pengelolaan limbah cair meliputi kriteria kondisi fisik dan kualitas limbah cair yang
akan dibuang ke lingkungan. Kriteria kondisi fisik meliputi tidak adanya gangguan aliran dari
sumur hingga unit pengolahan. Sedangkan kriteria kualitas secara nasional mengacu kepada
Keputusan Lingkungan Hidup Nomor 58 tahun 1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Kegiatan
Rumah Sakit.

2)     Upaya Sanitasi

Pengelolaan limbah cair meliputi penanganan pada sumber, penyaluran dan pengolahan. Untuk
mendapatkan hasil sesuai dengan criteria, maka beberapa kondisi yag perlu diperhatikan meliputi
:

a)     Penanganan Pad Sumber

Penanganan pada sumber penghasil limbah cair diharapkan pengembangan hal-hal sebagai
berikut :

-     Menyediakan saringan pada setiap outlet alat saniter

-     Membersihkan setiap hari atau setiap ada sampah berlebihan

-     Menyediakan tempat sampah di dekat lokasi kegiatan

-     Menuliskan himbauan untuk membuang sampah pada tempatnya

-     Menyediakan saringan pada setiap bak kontrol outlet gedung

-     Membersihkan setiap minggu atau setiap ada sampah berlebihan

b)     Penyaluran

13
Agar aliran lancar, sistem penyaluran diharapkan menerapkan hal-hal berikut ini :

-     Saluran harus tertutup dengan menggunakan bahan yang kedap air

-     Saluran harus memiliki kemiringan tertentu (dianjurkan 1 banding 40) bagi yang menganut
sistem gravitasi

-     Pada setiap jarak 15 meter atau setiap terjadi perubahan aliran perlu disediakan bak kontrol

-     Pada bak kontrol perlu disediakan saringan

c)     Pengolahan

Pengolahan limbah cair pada umumnya memiliki tujuan sebagai berikut :

-     Mengurangi jumlah padatan tersuspensi

-     Mengurangi jumlah padatan terapung

-     Mengurangi jumlah bahan organik

-     Membunuh bakteri patogen

-     Mengurangi jumlah bahan kimia yang berbahaya dan beracun

-     Mengurangi unsur nutrisi (N dan P) yang berlebihan

-     Mengurangi unsur lain yang dianggap dapat menimbulkan dampak negatif terhadap
ekosistem.

d)     Metode Pengolahan Limbah Cair

Jenis-jenis pengolahan yang banyak dikembangkan di rumah sakit adalah sebagai berikut :

-     Proses Lumpur Aktif

Prinsipnya adalah pemurnian air dengan memanfaatkan lumpur aktif yang berasal dari limbah
cair sebagai media pertumbuhan bakteri pengurai, yang mendegradasi kandungan organik.
Proses ini biasanya dilengkapi dengan pengolahan pendahuluan berupa penyaringan dan
sedimentasi serta pengolahan lanjutan berupa disinfeksi dan filtrasi.

-     Proses Bofilm

Prinsipnya adalah pemurnian air dengan memanfaatkan media biofilm yang menjadi tempat
pertumbuhan bakterii pengurai, yang mendegradasi kandungan organik. Proses ii biasanya
membutuhkan lahan yang relatif lebih kecil, karena memiliki permukaan untuk pertumbuhan

14
bakteri lebih luas. Seperti halnya pada proses lumpur aktif, proses ini juga harus dilengkapi
dengan pengolahan pendahuluan berupa penyaringan dan sedimentasi serta pengolahan lanjutan
berupa disinfeksi dan filtrasi.

Pengolahan Limbah Padat

1)     Kriteria

Pengelolaan limbah padat di rumah sakit harus memisahkan antara limbah padat medis dan non
medis. Berikut ini digambarkan kriteria pada setiap tahapan penanganan, khususnya untuk
limbah pada medis.

a)     Pemilihan dan pewadahan menggunakan ketentuan sebagai berikut

Warna Wadah/
Kategori Lambang Keterangan
Kantong Plastik
Sangat Infeksius Kuning Kantong plastik kuat,
anti bocor, atau wadah
yang dapat disterilkan
Infeksius, patologi Kuning Plastik kuat dan anti
& anatomi bocor atau wadah
Kimia dan farmasi Coklat Kantong plastik atau
wadah

b)     Pengumpulan, Pengangkutan dan Penyimpanan di Rumah Sakit, yaitu :

-     Pengumpulan limbah padat medis dari tiap ruangan penghasil menggunakan troli khusus
yang tertutup

-     Penyimpanan limbah padat medis harus sesuai dengan iklim tropis, pada musim hujan paling
lama 48 jam dan musim kemarau paling lama 24 jam

c)     Pengumpulan, Pengemasan dan Pengangkutan ke Luar Rumah Sakit (dilakukan bila rumah
sakit tidak menyediakan alat pengolahan sendiri), yaitu :

-     Pengelola harus mengumpulkan dan mengemas pada tempat yang kuat

-     Pengangkutan limbah ke luar rumah sakit menggunakan kendaraan khusus

d)     Pengolahan dan Pemusnahan

-     Limbah padat medis tidak diperbolehkan dibuang langsung ke tempat pembuangan akhir
limbah domestik sebelum aman bagi kesehatan

2)     Upaya Sanitasi

15
a)     Pemilihan dan pewadahan

-     Menyusun dan menetapkan standar metodologi dan peralatan pemilahan dan pewadahan
untuk setiap jenis limbah padat berdasarkan tingkat risiko ruangan

-     Menyusun dan menetapkan prosedur tetap pewadahan dan pemilahan untuk setiap jenis
limbah padat berdasarkan tingkat risiko ruangan

-     Melakukan supervisi terhadap pemilahan dan pewadahan secara ketat dan supervisi hasil
secara visual

-     Melakukan evaluasi dan intervensi, baik secara insidensi maupun berkala agar pemilahan
dan pewadahan limbah padat dapat terkendali secara baik

b)     Pengumpulan, Pengangkutan dan Penyimpanan

-     Menyusun dan menetapkan standar metodologi dan peralatan pengumpulan, pengangkutan
dan penyimpanan untuk setiap jenis limbah padat berdasarkan tingkat risiko ruangan

-     Menyusun dan menetapkan prosedur tetap pengumpulan, pengangkutan dan penyimpanan
untuk setiap jenis limbah padat berdasarkan tingkat risiko ruangan

-     Melakukan supervisi terhadap pengumpulan, pengangkutan dan penyimpanan secara ketat
dan superrvisi hasil secara visual

-     Melakukan evaluasi dan intervensi, baik secara insidensii maupun berkala agar
pengumpulan, pengangkutan dan penyimpanan limbah padat terkendali secara baik

1. H. Kategori Limbah

 Limbah Infeksius

Limbah yang dicurigai mengandung bahan patogen contoh kultur laboratorium, limbah dari
ruang isolasi, kapas, materi atau peralatan yang tersentuh pasien yang terinfeksi, ekskreta.

 Limbah Patologis

Jaringan atau potongan tubuh manusia, contoh bagian tubuh, darah dan cairan tubuh yang lain
termasuk janin.

 Limbah Benda Tajam

Limbah benda tajam, contoh jarum, peralatan infus, skalpel, pisau, potongan kaca

 Limbah Farmasi

16
Limbah yang mengandung bahan farmasi contoh obat-obatan yang sudah kadaluwarsa atau tidak
diperlukan lagi, item yang tercemar atau berisi obat

 Limbah Genotoksik

Limbah yang mengandung bahan dengan sifat genotoksik contoh limbah yang mengandung
obat-obatan sitotastik (sering dipakai dalam terapi kanker) zat kimia genotoksik. Produk bersifat
genotoksik yang paling banyak digunakan untuk sarana pelayanan kesehatan :

1. Golongan Karsinogenik
2. Obat Sitotoksik


o Benzen

 Azatioprin, Klorambusil, Siklosporin, Siklofosfamid, Melfalan, Semustin, Tamoksifen,


Tiotepa, Treosulfan

1. Golongan yang kemungkinan karsinogenik

 Azacitidine, bleomycin, carmustine, chloramphenicol, chlorozotocin, cisplatin,


dacarbazine, daunorubicin, dihydroxymethylfuratrizine (e.g. Panfuran S-no longer in
use), doxorubicin, lomustine, methylthiouracil, metronidazole, mitomycin, nafenopin,
niridazole, oxazepam, phenacetin, phenobarbital, phenytoin, procarbazine hydrochloride,
progesterone, sarcolysin, streptozocin, trichlormethine

 Limbah Kimia

Limbah yang mengandung bahan kimia contoh reagen dii laboratorium, film untuk rontgen,
desinfektan yang kadaluwarsa atau sudah tidak diperlukan, solven. Limbah ini dikategorikan
limbah berbahaya jika memiliki beberapa sifat (toksik, korosiff (pH12), mudah terbakar, reaktif
(mudah meledak, bereaksi dengan air, rawan goncangan), genotoksik

 Limbah dengan kandungan logam berat tinggi

Baterai, thermometer yang pecah, alat pengukur tekanan darah

 Wadah bertekanan

Tabung gas anestesi, gas cartridge, kaleng aerosol, peralatan terapi pernafasan, oksigen dalam
bentuk gas atau cari.

 Limbah Radioaktif

Limbah yang mengandung bahan radioaktif  contoh cairan yang tidak terpakai dari terapi
radioaktif atau riset di laboratorium

17
KESIMPULAN

Dari pengelolaan sampah rumah sakit dan insinerator sebagaii treatment limbah medis, maka
dapat diperoleh kesimpulan sebagaii   berikut :

-         Klasifikasi sampah

1. Sampah padat
2. Sampah cair
3. Sampah gas

-         Pengelolaan sampah melalui 2 cara :

1. Pengumpulan dan pengangkutan sampah


2. Pemusnahan dan pengelolaan sampah

-         Penanganan sampah dibedakan menjadi 2 :

1. Sampah non medis


2. Sampah medis

-         Kategori limbah

1. Limbah infeksius
2. Limbah patologis
3. Limbah benda tajam
4. Limbah farmasi
5. Lumbah genotoksik
6. Limbah kimia

18

You might also like