You are on page 1of 35

Tugas Refrat

Pertumbuhan Janin Terganggu


Diajukan sebagai salah satu tugas dalam menjalankan

Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian / SMF Ilmu Obstetri Dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Unsyiah – BPK RSU

Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Disusun Oleh:
Mukhaiar 0671110035
Juliana 0271110048
Rika Mayasari 0271110099

Pembimbing:
Dr. Tgk Puspa Dewi, Sp.OG

BAGIAN / SMF ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BPK RSU DR. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2010

1
BAB I
PENDAHULUAN

Pertumbuhan Janin Terganggu (PJT) adalah kegagalan janin untuk mencapai


pertumbuhan intrinsik yang potensial. Hal ini mengacu kepada anatomi dan / atau
kelainan fungsional dan juga mengacu kepada penyakit dalam unit feto–placental–
maternal. PJT dicirikan sebagai berikut: a) Simetris, Jika angka berat badan, tinggi /
panjang badan dan lingkar kepala rendah. Biasanya keadaan ini mengindikasikan proses
yang terjadi dini pada kehamilan dan b) Asimetris yang merupakan keadaan dimana otak
dan lingkar kepala dalam batas normal, merupakan indikasi dari proses yang sedang
terjadi saat kehamilan lanjut. 2,5,8
Di Indonesia angka kematian perinatal masih tergolong tinggi dibandingkan dengan
negara-negara maju dan berat badan lahir rendah (BBLR) masih merupakan faktor utama
penyebab morbiditas dan mortalitas dari perinatal. BBLR dapat terjadi pada bayi yang
dilahirkan prematur dan bayi yang mengalami pertumbuhan terhambat (PJT). Di negara
maju sekitar dua per tiga kasus BBLR disebabkan karena prematuritas, sedangkan di
negara maju, penyebab dari sebagian besar BBLR adalah akibat dari PJT . 5
Semakin meningkatnya kualitas pelayanan antenatal dan intrapartum serta
penatalaksanaan prematuritas , asfiksia dan infeksi , maka angka kematian prenatal
semakin berkurang, terutama di negara maju. Namun insiden PJT sebagai penyebab
kematian perinatal justru semakin meningkat. Menurut Hellen Kay (2000), sepertiga dari
bayi dengan kasus BBLR dibawah 2500 gram, mengalami PJT., dimana hampir 4-8 %
bayi yang lahir ini berasal dari negara berkembang dan 6-30 % bayi yang lahir
dikategorikan dengan PJT. 5
PJT merupakan 10% komplikasi dari seluruh kehamilan, dimana hal ini berkaitan
dengan angka kematian perinatal yaitu 6-10 kali lebih tinggi dibanding bayi dengan
pertumbuhan normal serta merupakan penyebab kematian kedua kematian perinatal setelah
persalinan prematuritas. 5

2
Penyebab PJT adalah multifaktor, Secara luas, defisiensi asupan gizi maternal dan
perfusi uteroplasenta yang tidak adekuat adalah salah satu penyebab terbanyak pada kasus
PJT. 1,2,3,4,5,7,8
Dari semua pertumbuhan janin yang sama dengan atau lebih rendah dari presentil
ke-10 untuk masa kehamilan, hanya sekitar 40% pertumbuhan janin terhambat (lihat
gambar di bawah). 40% lainnya janin kecil tidak patologis. Dan sisanya 20% janin kecil
yang intrinsik, etiologinya kromosom atau lingkungan. Contohnya termasuk janin dengan
trisomi 18, infeksi sitomegalovirus, atau sindrom alkohol janin. Pertumbuhan Janin ini
cenderung kurang dari intervensi kehamilan, dan prognosis mereka paling erat terkait
dengan etiologi yang mendasari. Karena diagnosis ini dengan pasti dapat dilakukan dalam
neonates, sejumlah besar janin yang sehat tapi dengan SGA akan dikenakan berisiko tinggi
berpotensi untuk prematuritas iatrogenik. 2,5,8

3
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

II.1. Definisi

PJT merupakan suatu bentuk deviasi atau reduksi pola pertumbuhan janin . Adapun
proses yang terjadi pada PJT adalah proses patologi yang menghambat janin untuk
mencapai potensi pertumbuhannya. Istilah lain yang digunakan untuk PJT adalah IUGR
(Intra uterine growth restriction) yang merupakan suatu keadaan dimana janin tidak
mampu berkembang sesuai dengan ukuran normal akibat adanya gangguan nutrisi dann
oksigenasi, atau dengan kata lain suatu keadaan yang dialami bayi dengan berat badan lahir
dibawah batasan tertentu dari usia kehamilannya. 2,5
Definisi yang sering digunakan adalah bayi yang mempunyai berat badan lahir
dibawah persentil ke-10 dari kurva berat badan normal yang disesuaikan dengan usia
kehamilan ( Lugo, 1971). Adapun beberapa penulis lain mengambil tiitik potong ( cut of
point ) di bawah persentil ke-5 dari kurva berat badan normal, bahkan ada juga yang
menggunakan 2 SD dibawah rata-rata ( kira-kira 3 persentil) dianggap PJT. 5
Pada umumnya janin tersebut memiliki tubuh yang kecil dan risiko kecacatan atau
kematian bayi kecil akan lebih besar baik pada saat dilahirkan ataupun setelah melahirkan.
Banyak istilah yang digunakan untuk menunjukkan keadaan ini seperti bayi
menderita gangguan pertumbuhan di dalam uterus (IUGR) seperti Pseudopremature, Small
for Dates, dysmature, Fetal Malnutrition Syndrome, Chronic Fetal Distress, Small for
Gestational Age (SGA). Batasan yang diajukan oleh Lubchenco (1963) adalah bahwa
setiap bayi yang berat lahirnya sama dengan atau lebih rendah dari 10th percentile oleh
masa kehamilan pada Denver Intra uterine Growth Curves adalah bayi SGA. Gambaran
kliniknya tergantung daripada lamanya, intensitas dan timbulnya gangguan pertumbuhan
yang mempengaruhi bayi tersebut. 8

4
II.2. KLASIFIKASI
Adapun terjadinya PJT dapat diklasifikasikan ke dalam 3 kelompok, yaitu:
A. PJT tipe 1 ( simetris, proporsional) 5
Pada PJT tipe ini dijumpai tubuh janin secara keseluruhan berukuran kecil akibat
berkurangnya potensi pertumbuhan janin dan potensi proliferasi seluler seluruh organ
janin. PJT tipe 1 ditandai dengan berat badan, lingkar kepala dan panjang badan bayi
yang berada dibawah persentil ke-10. PJT simetris ini terjadi selama kehamilan
trimester-1 dan trimester ke-2 dan angka kejadiannya kira-kira 20-30 % dari seluruh
bayi PJT.
B. PJT tipe 2 ( asimetris, disproporsional)
Pada PJT tipe 2 terjadi karena janin kurang mendapat energi dan nutrisi, sehingga
sebagian besar energi digunakan secara langsung untuk mempertahankan pertumbuhan
organ vital (seperti otak dan jantung). Hal ini biasa terjadi akibat insufisiensi plasenta.
PJT asimetris memiliki ukuran kepala normal tetapi lingkar perut kecil. PJT tipe -2
memiliki berat badan kurang dari persentil ke-10, sedangkan ukuran kepala dan
panjang badan normal. PJT tipe ini terjadi pada trimester akhir yang disebabkan akibat
menurunnya kecepatan pertumbuhan.
C. PJT tipe kombinasi
Adapun jenis PJT tipe kombinasi ini mempunyai khas dimana bayi mungkin
mengalami pemendekan skeletal, sedikit pengurangan dari masa jaringan lunak. Jika
malnutrisi terjadi dalam jangka waktu lama dan parah, janin kemungkinan akan
kehilangan kemampuan untuk kompensasi sehingga terjadi peralihan dari PJT
kombinasi menjadi PJT tipe simetris.

II.3. INSIDENSI DAN EPIDEMIOLOGI

Masalah BBLR yaitu berat badan lahir (BBL) kurang dari 2500 gram sampai saat
ini mash merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas perinatal. Insidensi PJT
bervariasi tergantung dari definisi yang digunakan, kurva standar, lokasi geografis dan ras
seseorang. 3,5
Insidensi PJT diperkirakan sekitar 5 sampai 7 %. Beberapa penelitian
memperlihatkan persentase yang lebih tinggi ( sampai 15 %) kehamilan. 5

5
Walaupun terdapat kemajuan dalam pelayanan obstetrik, insidensi PJT masih tinggi
pada negara berkembang. Pada kebanyakan komunitas barat, insufisiensi plasenta
merupakan penyebab utama PJT, sedangkan asupan gizi maternal yang kurang dan infeksi
malaria memegang peranan yang lebih besar pada negara berkembang. 1,2,5
Lebih kurang seperempat dari bayi yang lahir dengan BBL di bawah persentil ke-
10 mempunyai berat badan normal jika dihubungkan dengan berat badan ibu, fenotip
paternal atau tinggal di daerah dataran tinggi. Sebagai contoh perbedaan geografi ini dapat
kita jumpai di Amerika Serikat dimana adanya perbedaan berat badan sekitar 100 gram
sampai 200 gram pada usia kehamilan yang sama antara bayi-bayi di Denver dibandingkan
di Canada.5
Scott dan Usher berpendapat sekitar sepertiga dari seluruh bayi yang memiliki BBL
kurang dari 2500 gram mengalami PJT, lebih kurang 4 sampai 8 % dari seluruh bayi yang
lahir di negara berkembang, dan angka kejadian PJT lebih kurang 6-30 % di negara maju.
Bayi dengan gangguan pertumbuhan mempunyai resiko untuk terjadinya aspirasi
mekonium, polisitemia, hipoglikemia, masalah pertumbuhan dan perkembangan jangka
panjang. Bila kasus PJT dikenali lebih awal, kemungkinan komplikasi tersebut dapat
dikurangi. 5
Kejadian PJT bervariasi, berkisar 4-8% pada negara maju dan 6-30% pada negara
berkembang. Hal ini perlu menjadi perhatian karena besarnya kecacatan dan kematian
yang terjadi akibat PJT. Pada umumnya 75% janin dengan PJT memiliki proporsi tubuh
yang kecil, 15-25% terjadi karena insufisiensi uteroplasenta, 5-10% terjadi karena infeksi
selama kehamilan atau kecacatan bawaan. 5

II.4. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO


A. Etiologi
Kendali pertumbuhan janin tergantung kepada: (1) kecukupan substrat yang
terdapat dalam darah ibu, (2) kecukupan pengaliran darah uterus yang sampai kedalam
ruang intervillus, (3) adanya plasenta yang normal perkembangannya disertai struktur
villus tertier yang mempunyai luas permukaan pertukaran yang mencukupi, dan (4) janin
yang normal perkembangannya dan yang dapat berfungsi normal sehingga mampu
mempergunakan semua substrat untuk perkembangannya. Kerusakan pertumbuhan janin

6
oleh karenanya bisa disebabkan oleh kelainan-kelainan yang terletak pada salah satu atau
lebih dari semua pihak utama diatas yaitu pihak ibu, pihak plasenta, atau pihak janin
sendiri. Faktor penyebab para pihak tersebut berbeda dalam frekuensi dan dalam
potensinya dalam mendatangkan kerusakan pada janin. Jadinya, sekalipun penyebab dari
pihak ibu lebih sering seperti keadaan gizi yang tidak baik jarang sekali berakibat buruk
selain hambatan pertumbuhan badan semata. Penyebab dipihak plasenta dan janin jarang
namun memberi kontribusi yang nyata pada morbiditas dan mortalitas bayi. Karenanya
penting sekali menetapkan penyebab hambatan pertumbuhan intrauterin sebab berkaitan
dengan penetapan tingkat keprihatinan serta perawatan dan pengobatan yang diperlukan2.

1. Kelainan di pihak maternal

Tiga jenis substrat utama diperlukan bagi pertumbuhan janin yaitu oksigen,
glukosa, dan asam amino. Oksigen yang cukup bergantung kepada fungsi sistem
kardiorespirasi dan massa eritrosit yang berfungsi dalam transportasi oksigen. Berhubung
oksigen melewati membran pemisah di plasenta dengan cara difusi biasa maka jumlah
oksigen yang diangkut kepada janin dikendalikan oleh jumlah oksigen yang terdapat di
dalam darah ibu dan kecepatan pengaliran darah di dalam ruang intervillus. Hipoksia ibu
yang ringan saja bila berlangsung berlama-lama bisa merusak pertumbuhan janin secara
dramatis. Biasanya hipoksi terjadi bila ada penyakit pada ibu yang bisa memperburuk
oksigenasi darahnya misalnya penyakit paru-paru kronis seperti asthma bronchiale,
penyakit jantung sianotik, anemia kronik yang berat yang menurunkan kapasitas
pengangkutan oksigen.1,2,3,7,8

Glukosa melewati membran plasenta dengan cara difusi yang dipercepat dimana
diperlukan perantara yang mengikat dan melepaskan kembali (coupling agent) glukosa.
Asam-asam amino diangkut secara aktiv dari ibu kepada janin sehingga kadarnya di dalam
janin lebih tinggi. Adapun penentu kadar substrat di dalam darah ibu antara lain adalah
status gizi wanita pada waktu terjadi konsepsi, makanan harian selama masa hamil, dan
penyakit saluran pencernaan yang mempengaruhi absorbsi makanan atau penggunaan
substrat.2,5

7
Wanita kurus cenderung melahirkan bayi kecil, sebaliknya wanita gemuk
cenderung melahirkan bayi besar. Agar nasib bayi baru lahir menjadi baik, ibu yang kurus
memerlukan kenaikan berat badan yang lebih banyak dari pada ibu-ibu yang gemuk dalam
masa kehamilan. Faktor terpenting pemasukan makanan adalah lebih utama pada jumlah
kalori yang dikonsumsi setiap hari dari pada komposisi dari kalori. Dalam masa hamil
wanita yang keadaan gizinya baik perlu mengkonsumsi 300 kalori lebih banyak dari pada
sebelum hamil setiap hari. Penambahan berat badan yang kurang di dalam masa hamil
menyebabkan kelahiran bayi dengan berat badan yang rendah. Wanita pemakai obat-obat
terlarang seperti kokain, seringkali menghabiskan jauh lebih banyak uangnya kepada
membeli obat-obat itu dan hanya sedikit untuk membeli makanan. Mereka ini biasanya
melahirkan bayi-bayi kecil yang mengalami hambatan pertumbuhan. Kecukupan kalori
yang masuk dan absorbsi makanan yang baik pada saluran pencernaan selama masa hamil
tentunya akan menambah berat badannya sebanyak 25 sampai 35 pound (11,4 sampai 15,9
kg) dalam kehamilan pada rata-rata wanita 2,5

Sebagian wanita disebabkan mengalami gangguan absorbsi makanan cenderung


melahirkan bayi kecil sekalipun pemasukan kalorinya meningkat. Pasien-pasien yang
demikian dapat ditegakkan diagnosanya bila memperlihatkan kurva glukosa yang rata.
Penyakit-penyakit gastrointestinal dan pembedahan bypass pada saluran gastrointestinal
atau pembedahan reseksi pada ibu juga mengganggu resobsi dan menyebabkan bayi kecil.
2,5,8

Kebiasaan merokok terlebih dalam masa kehamilan akan melahirkan bayi yang
lebih kecil sebesar 200 sampai 300 gram pada waktu lahir. Kekurangan berat badan lahir
ini disebabkan oleh dua faktor yaitu 1) wanita perokok cenderung makan sedikit karena itu
ibu akan kekurangan substrat di dalam darahnya yang bisa dipergunakan oleh janin, 2)
merokok menyebabkan pelepasan epinefrin dan nor-epinefrin yang menyebabkan
vasokonstriksi yang berkepanjangan sehingga terjadi pengurangan jumlah pengaliran darah
kedalam uterus dan yang sampai kedalam ruang intervillus. Bila merokok dihentikan berat
badan janin akan naik kembali karena fenomena tadi bersifat reversibel 2. Merokok kurang
dari satu bungkus sehari akan menyebabkan kelahiran bayi dengan berat badan dibawah
2500 gram 53% lebih banyak, dan jika lebih dari satu bungkus sehari kelahiran yang

8
demikian meningkat menjadi 150% lebih banyak dibandingkan tanpa merokok. Pada
penelitian berkurangnya berat badan janin pada perokok bergantung kepada dosis tetapi
terbebas oleh faktor-faktor lain yang berpotensi menghambat pertumbuhan janin.
Konsumsi alkohol yang berlebihan terutama bir berakibat buruk pada perkembangan janin
(fetal alcohol syndrome). Wanita peminum berat akan menyebabkan hambatan
pertumbuhan intrauterin serta mikrosefali dan macam-macam malformasi (pengaruh
teratogenik) pada janin serta kelahiran preterm. Pada salah satu laporan dikatakan terdapat
kematian perinatal 17%, defisiensi mental sedang 44%, dan kelainan bentuk atau
malformasi janin 32%. Pada kelompok janin yang menderita sindroma alkohol disamping
menderita hambatan pertumbuhan intrauterin yang berlanjut kemasa pasca kelahiran dan
retardasi mental juga bisa terjadi berbagai anomali seperti bentuk wajah yang berobah
(dysmorphic facies) pada mana dahi lebih rendah, celah palpebra sempit, bagian batang
hidung diantara kedua mata lebar (broad nasal bridge), hidung menjungkit keatas, bibir
tipis atau kecil dan anomali pada telinga. Anomali besar misalnya mikrosefali, sumbing
bibir dan palatum, anggota gerak mengalami pemendekan (limb reduction anomalies), dan
malformasi-malformasi pada mata, jantung (yang paling sering atrial septal defect), ginjal,
dan organ-organ visera lain.5

2. Kelainan dipihak plasenta

Sindroma insufisiensi fungsi plasenta umumnya berkaitan erat dengan aspek


morfologi dari plasenta. Pengertian dasar dari sindroma insufisiensi plasenta menunjukkan
adanya satu kondisi kegawatan janin yang bisa nyata selagi masih dalam masa kehamilan
(insufisiensi kronik) atau dalam masa persalinan (insufisiensi akut) sebagai akibat
gangguan pada fungsi plasenta. Dipandang dari sudut kepentingan janin sebuah plasenta
mempunyai fungsi-fungsi seperti respirasi, nutrisi, ekskresi, sebagai liver sementara
(transient fetal liver), endokrin, dan sebagai gudang penyimpan dan pengatur fungsi
metabolisme. Dalam klinis fungsi ganda ini tidak dapat dipisah-pisahkan dengan nyata,
yang dapat dikenal hanyalah tanda-tanda kegagalan keseluruhannya yang bisa nyata selagi
dalam masa hamil dan menyebabkan hambatan pertumbuhan intrauterin atau kematian
intrauterin, atau menjadi nyata dalam waktu persalinan dengan timbulnya gawat janin atau
hipoksia janin dengan segala akibatnya. Tapi perlu pula diketahui bahwa tidak semua

9
kelainan morfologi baik makro atau mikro dari plasenta disertai gangguan fungsi plasenta,
seperti halnya juga bukan berarti tidak ada gangguan fungsi plasenta pada keadaan
morfologi yang kelihatan normal.. Fungsi plasenta yang kompleks bisa terganggu oleh atau
mengakibatkan terjadinya perobahan morfologi dari plasenta. Dalam usianya yang terbatas
fungsi plasenta dapat dipersepsikan dari sudut kebutuhan janin, fungsi metabolisme beralih
dari plasenta kepada janin sesuai kematangan organ-organ tubuh janin. Akibatnya
homeostasis janin bisa terganggu atau tidak terganggu bergantung kepada cadangan fungsi
yang tersisa pada plasenta. Bila tidak ada lagi kompensasi dari plasenta maka nasib janin
pada akhirnya akan berbahaya (lihat gambar).5,7

Perkembangan membran plasenta dan luas permukaannya adalah penting sekali


bagi pengangkutan substrat dari ibu kepada janin.Pembentukan kotiledon adalah sebagai
respon dari darah arteri dari arteria spiralis. Setiap arteria spiralis menyemburkan darah ke
dalam batang kotiledon primer dimana pertukaran pada villus tertier terjadi. Plasenta yang
normal mencapai luas permukaan maksimum seluas 11 m2 pada usia kehamilan 37
minggu, yang juga adalah merupakan waktu puncak bagi banyak fungsi lain dari plasenta.
Keadaan yang paling umum terjadi yang mengurangi luas permukaan plasenta adalah
penyakit vaskuler kronik pada ibu sebagai akibat dari hipertensi kroniknya. Penyakit-
penyakit lain pada ibu yang juga dapat merusak pembuluh darah arteria spiralis adalah
diabetes mellitus, lupus eritematosus, pielonefritis kronik, glumerulonefritis, dan
arteriosklerosis. 2,5,7,8

Hipertensi karena kehamilan dan pre-eklampsia juga bisa menyebabkan gangguan


pada sistem vaskuler. Oleh karena hipertensi akut dalam kehamilan biasanya muncul
setelah plasenta mencapai perkembangannya yang penuh, pengaruhnya kepada
pertumbuhan janin sangat minim. Sebuah contoh klasik tentang hubungan luas permukaan
fungsional dari plasenta dengan berat badan janin terlihat pada kasus kembar dizigotik
yang satu neonatus beratnya 1824 gram dan yang lain beratnya 3150 gram. Plasenta dari
bayi yang kecil mempunyai luas permukaan hanya 1/4 dari total luas permukaan seluruh
plasenta. Pelepasan plasenta pada pinggir-pinggirnya dalam kehamilan muda disertai
perdarahan dan pembentukan parut disana (placenta circumvallata) bisa membatasi
pertumbuhan janin dan menyebabkan hambatan pertumbuhan interuterin. Implantasi

10
plasenta pada daerah serviks bisa menyebabkan pertumbuhan plasenta terbatas. Plasenta
yang mempunyai banyak infark kecil-kecil kehilangan luas permukaan untuk pertukaran
dan merusak pengangkutan substrat yang mencukupi kepada janin. Solusio plasenta yang
kronik mengurangi luas permukaaan fungsionalnya dan dengan demikian juga dapat
menyebabkan hambatan pertumbuhan interuterin pada janin. 2,5,7,8

3. Kelainan di pihak fetus

Janin harus dalam keadaan berkemampuan mempergunakan substrat yang


diterimanya melewati plasenta. Kemampuan ini membutuhkan adanya sistem
kardiovaskuler yang berfungsi normal, kecukupan faktor pertumbuhan seperti insulin dan
somatomedin yang beredar, dan jaringan tubuh janin yang normal yang mampu
bertumbuh. Bilamana janin gagal menerima atau mempergunakan substrat, janin akan
mengurangi kecepatan pertumbuhan organ-organnya secara selektiv. Organ-organ pertama
yang akan berkurang pertumbuhannya adalah organ-organ penyimpan seperti hati dan
otot, sedangkan yang terakhir berkurang ukurannya adalah sistem susunan syaraf pusat.
Fenomena perlindungan terhadap sistem susunan syaraf pusat ini dikenal dengan sebutan
“brain sparing effect”. Pengaruh perlindungan yang selektiv ini pada gilirannya akan
menyebabkan dua macam hambatan pertumbuhan pada janin yaitu hambatan pertumbuhan
yang asimetri dan yang simetri.

Pada janin yang mengalami hambatan pertumbuhan asimetri akan memperlihatkan


kepala besar dan tubuh kecil, sebaliknya pada yang mengalami hambatan pertumbuhan
simetri akan memperlihatkan ukuran kepala dan tubuh yang sama-sama lebih kecil dan
proporsional. Hal ini bergantung kepada waktu kapan mulai dan berapa lamanya pengaruh
yang menghambat pertumbuhan itu berlangsung. Hambatan pertumbuhan simetri biasanya
sebagai akibat buruk yang terjadi dalam trimester pertama atau kedua kehamilan pada
waktu mana proses hiperplasia dari sel-sel masih sedang berlangsung. Hiperplasia yang
terganggu mengurangi jumlah sel tubuh janin dan dengan demikian ukuran tubuh janin
berkurang atau janin bertubuh lebih kecil dari pada semestinya. Faktor dipihak janin yang
paling sering menyebabkan hambatan pertumbuhan simetri adalah kelainan kongenita
seperti trisomi 13, trisomi 18 dan trisomi 21 (sindroma Down) yang dapat mengakibatkan
hambatan pertumbuhan simetri yang berat pada janin sendiri disertai berbagai anomali

11
kongenita yang multipel serta harapan hidup yang pendek 1. Hambatan pertumbuhan yang
asimetri biasanya sebagai akibat buruk yang terjadi dalam bagian terakhir dari masa
kehamilan yang menghambat hipertrofi sel-sel. Janin mempunyai jumlah sel yang normal
tetapi setiap sel berukuran lebih kecil dari pada yang diharapkan kecuali sel-sel otak. 2,5,8

Faktor-faktor yang melatar belakangi/penyebab hambatan pertumbuhan intrauterin

Maternal Plasenta Pihak janin

Penyakit paru-paru Plasenta kecil (hipertensi) Anomali


kronik kongenita
Placenta circumvallata
Penyakit jantung sianotik Trisomi (13, 18,
Lokasi implantasi 21)
Anemia berat abnormal
Infeksi intrauterin
Sindroma malnutrisi Infark
AIDS
Konsumsi kalori rendah Solusio plasenta
TORCH
Malabsorbsi Insufisiensi plasenta oleh
sebab-sebab yang lain
Bedah bypass
gastrointestin

Merokok

Alkohol

Kecanduan narkoba

Penyakit-penyakit
vaskuler kronik

Infeksi intrauterin adalah penyebab lain dari hambatan pertumbuhan intrauterin.


Banyak tipenya seperti pada infeksi oleh TORCH (toxoplasmosis, rubella,
cytomegalovirus, dan herpes simplex) yang bisa menyebabkan hambatan pertumbuhan
intrauterin sampai 30% dari kejadian. Infeksi AIDS pada ibu hamil menurut laporan bisa
mengurangi berat badan lahir bayi sampai 500 gram dibandingkan dengan bayi-bayi yang
lahir sebelum terkena infeksi itu. Diperkirakan infeksi intrauterin meninggikan kecepatan

12
metabolisme pada janin tanpa kompensasi peningkatan transportasi substrat oleh plasenta
sehingga pertumbuhan janin menjadi subnormal atau dismatur.5

Meskipun sekitar 50% dari pertumbuhan janin terhambat belum diketahui


penyebabnya namun ada beberapa faktor yang diketahui dapat menyebabkannya, yaitu
pertumbuhan maternal yang kurang, infeksi janin, malformasi kongenital, kelainan
kromosom, penyakit vaskuler, penyakit ginjal kronis, anemia, abnormalitas plasenta dan
tali pusat, janin multipel (kembar). 5
PJT terjadi saat pertukaran gas dan distribusi nutrisi ke janin yang tidak cukup
untuk memungkinkan janin berkembang di dalam rahim. Proses ini dapat terjadi terutama
karena penyakit ibu yang menyebabkan kapasitas pembawa oksigen menurun (misalnya,
penyakit jantung cyanotic, merokok, hemoglobinopathy), sebuah sistem pengiriman
disfungsional oksigen sekunder terhadap penyakit pembuluh darah ibu (contoh, diabetes
dengan penyakit pembuluh darah, hipertensi, penyakit autoimun yang mempengaruhi
aliran menuju plasenta), atau kerusakan akibat plasenta penyakit ibu (misalnya, merokok,
thrombophilia, berbagai penyakit autoimun). 2,5,8
Evaluasi faktor penyebab untuk gangguan intrinsik yang mengarah ke pertumbuhan
yang buruk mungkin termasuk kariotipe janin, serologi ibu untuk proses infeksi, dan
sejarah paparan lingkungan. 2,5,8

B. Faktor resiko
Kecurigaan akan PJT ditegakkan berdasarkan pengamatan terhadap faktor resiko
dan ketidaksesuaian antara tinggi fundus uteri ( TFU) dengan usia kehamilan. Kurang
akuratnya pemeriksaan klinis dalam meramalkan PJT pada umumnya disebabkan oleh: (1).
Kesalahan dalam menentukan umur kehamilan; (2). Kesalahan dalam cara pengukuran
TFU; (3). Adanya fenomena trimester terakhir, yaitu bayi dengan sangkaan PJT pada usia
kehamilan 28 minggu sampai 34 minggu, kemudian menunjukkan pertumbuhan yang cepat
pada kehamilan 36 minggu sampai 39 minggu. 5
Faktor-faktor resiko PJT adalah sebagai berikut: 5
1. Lingkungan social ekonomi rendah
2. Riwayat PJT dalam keluarga

13
3. Riwayat obstetric yang buruk
4. Berat badan sebelum hamil dan selama hamil yang rendah
5. Komplikasi obstetric dalam kehamilan
6. Komplikasi medic dalam kehamilan

II.5. Patofisiologi
Penyebab multifaktor dari PJT ini disebabkan oleh tiga kemungkinan: (1).
Gangguan fungsi plasenta; (2). Faktor Ibu yaitu : berkurangnya suplai oksigen dan/ atau
asupan gizi; (3). Factor janin yaitu : Penurunan kemampuan janin untuk menggunakan
asupan gizi. Plasenta memainkan peranan penting dalam dua kategori yang pertama.
Perkembangan abnormal, berkurangnya perfusi, dan disfungsi vili-vili plasenta sering
mengakibatkan PJT, khususnya pada tipe simetris. 1,2,3,4,5,6,7,8
Pada plasenta dari ibu dengan preeklamsi terjadi invasi sitotrofoblas (CTB) yang
dangkal pada rahim dan diferensiasi CTB yang abnormal. Kegagalan atau gangguan invasi
CTB ini akan mencegah remodeling desidual distal menyebabkan berkurangnya perfusi
maternal- vili plasenta, hipoksia plasenta setempat yang akan mengakibatkan terjadinya
PJT. Disfungsi vili plasenta yang disebabkan oleh apoptosis pada trofoblas, stress
oksidatif, infark dan kerusakan sitokin akan mengakibatkan terjadinya angiogenesis yang
tidak menentu pada plasenta, sehingga menghambat pemulihan dari plasenta. 5
Baru-baru ini, ditemukan factor spesifik lain sebagai penyebab terjadinya PJT,
yakni : insulin dan insulin growth like factor (IGF) -1 dan 2, yang merupakan hormone
anabolic untuk pertumbuhan janin. Pada PJT ditemukan kadar IGF-1 renfah dan IGF
binding protein yang tinggi, hal ini didukung dari penelitian lain dimana terjadinya delesi
parsial pada IGF-1 yang ditemui pada bayi PJT dengan berat badan yang ekstrim.
Disamping itu IGF-1 juga berperan pada invasi dan diferensiasi trofoblas serta
pertumbuhan dari plasenta. 5
Faktor lain yang berperan adalah glial cell missing-1 (GCM-1) yang dibutuhkan
untuk morfogenesis dan differensiasi dari trofoblas. 5

II.6. Diagnosis

14
A. Pengukuran tinggi fundus uteri

Diagnosa pasti PJT baru dapat diketahui setelah janin dilahirkan. Syarat utama
untuk mengetahui apakah pertumbuhan janin berjalan normal atau tidak, adalah
keharusan untuk mengetahui usia kehamilan secara tepat. Tanpa diketahui usia
kehamilan, ketepatan pertumbuhan janin tidak dapat ditentukan dan kekeliruan yang
serius dalam penatalaksanaan pasien bisa saja terjadi. 2,5
Secara tradisional usia kehamilan dapat dihitung dari tanggal hari pertama haid
terakhir (HPHT) pada wanita yang siklus haidnya teratur. Namun sekitar 20 sampai 40
% HPHT para ibu hamil kurang dapat dipercaya, misalnya karena lupa, riwayat
gangguan haid, perdarahan akibat penggunaan AKDR, perdarahan akibat nidasi atau
riwayat kontrasepsi hormonal.
Sebelum ultrasonografi (USG) berkembang, PJT didiagnosis dengan
berkurangnya penambahan berat badan ibu dimana pertambahan berat badan kurang
dari 5 kg pada usia kehamilan 24 minggu atau kurang dari 8 kg pada usia kehamilan
32 minggu (untuk ibu dengan BMI kurang dari 30), pemeriksaan palpasi (Leopold),
dimana akurasinya terbatas dalam mendeteksi janin kecil masa kehamilan (KMK)
sebesar 30%, sehingga perlu pemeriksaan tambahan biometri janin, dan pengukuran
tinggi fundus uteri (TFU) yang sampai saat ini masih banyak digunakan. 2,5
TFU (dalam sentimeter) akan sesuai dengan jumlah minggu usia kehamilan pada
usia kehamilan 22 minggu sampai 32 minggu dengan syarat kandung kemih dalam
keadaan kosong. Jika diperoleh hasil pengukuran tinggi fundus uteri kurang dari atau
sama dengan 3 cm lebih rendah dari yang diharapkan pada usia kehamilan kurang dari
34 minggu, maka perlu dicurigai adanya PJT. Namun pengukuran ini tidak dapat
dilakukan bila usia kehamilan lebih dari 35 minggu. 2,5,8
Pengukuran TFU secara serial yang dilakukan dengan cermat disepanjang masa
kehamilan merupakan skrining yang baik untuk PJT tetapi tidak dapat membedakan
tipe PJT. Sensifitasnya mencapai 56 sampai 86% dan spesifisitasnya sekitar 80 sampai
93% bila usia kehamilan diketahui. Hasil pengukuran ini tidak bisa diterapkan pada
kehamilan multiple, hidramnion atau janin dengan letak lintang, obesitas dan ukuran
plasenta yang besar 2,5,8

15
B. Ultrasonografi
Penentuan usia kehamilan dengan pemeriksaan USG didasarkan pada hubungan
antara usia kehamilan dann ukuran biometri janin. Yang paling ideal adalah bahhwa
setiap populasi mempunyai normogram sendiri yang dapat digunakan untuk
menentukan usia kehamilan dengan USG.4,5,8
Salah satu syarat utama dalam menegakkan PJT adalah ketepatan dalam
menentukan usia kehamilan. Data yang paling akurat dalam menetukan usia
kehamilan adalah dengan melakukan pemeriksaaan USG. Pada usia kehamilan 4
minggu sampai 6 minggu, parameter yang digunakan untuk menentukan usia
kehamilan adalah diameter kantong gestasi. Pada usia kehamilan 7 minggu sampai 12
minggu, parameter yang dipakai adalah jarak kepala/ bokong (crown-rump length atau
CRL) dengan kesalahaan sekitar 3-4 hari. 5
Pada usia kehamilan 12 minggu sampai 20 minggu, parameter yang dipakai
adalah diameter biparietal (DBP) dengan kesalahan sekitar 7 hari. Pada kehamilan
trimester ke dua dan ketiga, penentuan usia kehamilan dapat juga dilakukan dengan
mengggunakn parameter biometri lainnnya, seperti lingkar kepala, femur, humerus,
jarak biorbital dan sebagainya. Penetnuan HPHT, pengukuran besar uterus pada awal
kehamilan, dan deteksi DJJ merupakan cara yang paling bermanfaat dalam
menentukan usia kehamilan. 5
Cara yang paling umum digunakan dalam penentuan pertumbuhan janin adalah
dengan memperkirakan berat badan janin pada usia kehamilan tertentu. Disini
dianggap bahwa usia kehamilan sudah diketahui dengan tepat. Dugaan adanya PJT
adalah apabila pada usia kehamilan tertentu, berat badan janin yang diobservasi
ternyata lebih kecil dari BB janin yang diharapkan dalam normogram. 5
C. Skrining janin untuk pertumbuhan janin terhambat
Doppler Biometrik merupakan pemeriksaan yang benar-benar akurat untuk
membantu membuat atau menyingkirkan diagnosis pertumbuhan janin terhambat.
Skrining untuk PJT penting dilakukan untuk mengidentifikasi janin yang beresiko.
Dan hal ini tergantung pada kondisi ibu yang terkait dengan PJT, pasien dapat
menjalani ultrasonografi serial selama kehamilan mereka. Pemeriksaan awal dapat

16
dilakukan pada tengah trimester kedua ( pada 18-20 minggu) untuk mengkonfirmasi
tanggal, mengevaluasi anomali, dan mengidentifikasi kehamilan multipel.
Pemeriksaan ulangan dapat dijadwalkan pada kehamilan 28-32 minggu untuk menilai
pertumbuhan janin, bukti asimetri, dan stigmata fisiologi otak-minimal (misalnya,
oligohydramnios, Doppler temuan abnormal). 5,8
Umumnya skrining untuk IUGR pada populasi bergantung pada pengukuran
tinggi fundus uteri (TFU). Ini adalah pemeriksaan rutin perawatan prenatal dari usia
kehamilan 20 minggu sampai aterm. Meskipun studi baru-baru ini telah
mempertanyakan keakuratan pengukuran tinggi fundus uteri, terutama pada pasien
yang gemuk. Jika pengukuran TFU yang lebih besar dari 3 cm dari tinggi yang
diperkirakan, diamati untuk evaluasi pertumbuhan dengan ultrasound. Dokter harus
sadar bahwa sensitivitas pengukuran tinggi fundus uteri ini terbatas, dan ia harus
mempertahankan kesadaran yang tinggi untuk potensial pertumbuhan janin terhambat.
Dalam rumah sakit populasi tidak dipilih, hanya 26% dari janin yang SGA disarankan
untuk SGA berdasarkan temuan pemeriksaan klinis. 2,5,8
Satu studi yang menggunakan kurva tinggi fundus uteri disesuaikan untuk berat
badan, tinggi ibu, dan etnisitas mampu meningkatkan tingkat deteksi sebesar 29,2%
pada kelompok kontrol dan 47,9% pada populasi studi. Yoshida dkk menunjukkan,
ketidakakuratan ini terjadi (1) karena akurasi terbatas memprediksi berat lahir dalam
waktu 10% dengan menggunakan ultrasonografi pada trimester ketiga, (2) karena
tidak semua janin yang telah IUGR SGA, (3) karena individu dan perubahan yang tak
terduga dalam potensi pertumbuhan terjadi, dan (4) karena distribusi pertumbuhan
yang kontinum. 5
D. Biometri dan Volume Cairan Ketuban
Kebanyakan ultrasonografi melaporkan agregat ukuran usia kehamilan dan
parameter individu. Menilai nilai-nilai individual adalah penting untuk
mengidentifikasi janin yang tumbuh asimetris. Dengan adanya kepala normal dan
pengukuran femur, lingkar perut (AC) pengukuran kurang dari 2 standar deviasi
dibawah rata-rata membuat cutoff berpikir untuk mempertimbangkan apakah janin
asimetris. Baschat dan Weiner menunjukkan bahwa persentil AC rendah memiliki
sensitivitas tertinggi (98,1%) untuk mendiagnosis IUGR (berat lahir <persentil 10).

17
Sensitivitas EFW (berat lahir di bawah 10 persentil) adalah 85,7%, namun sebuah AC
di bawah persentil 2,5 memiliki nilai prediktif positif terendah (36,3%), sementara
EFW rendah memiliki nilai prediktif positif% 50. 5
Pemeriksaan penunjang intrauterin dapat diperoleh dengan secara khusus yaitu
melihat volume cairan ketuban (AFVs). Chauhan dkk menemukan bahwa dalam
kelompok usia kehamilan lebih dari 24 minggu, tingkat IUGR adalah 19% dengan
indeks cairan ketuban (AFI) kurang dari 5 dan 9% dengan rasio AFI lebih tinggi dari 5
(odds, 2,13 ; 95% CI, 1,10-4,16). Bank dan Miller juga mencatat peningkatan risiko
signifikan dari IUGR dalam kelompok fetus dengan batas cairan ketuban (AFI dari 5-
10) relatif terhadap sekelompok janin normal (AFI> 10) (13% vs 3,6%; tingkat rasio,
3.9; 95% CI, 1,2-16,2). 5
Para penulis menunjukkan peningkatan janin IUGR dengan penurunan nilai
maksimum vertikal (MVP). Sebuah pengukuran MVP yang lebih besar dari 2 cm
dikaitkan dengan tingkat IUGR sebesar 5%, nilai MVP lebih kecil dari 2 cm dikaitkan
dengan tingkat IUGR 20%, dan pengukuran MVP lebih kecil dari 1 cm dikaitkan
dengan tingkat IUGR sebesar 39%. Chamberlain dkk menyimpulkan bahwa
penurunan AFI bisa menjadi penanda awal penurunan fungsi plasenta. 5

E. Pengukuran Doppler arteri uterina


Dalam literatur baru-baru ini kedua Doppler arteri dan vena telah digunakan untuk
mendukung dalam mendiagnosa hamil dengan janin IUGR dan untuk mengidentifikasi
janin yang berisiko. Doppler velocimetry telah terbukti memberikan kontribusi pada
identifikasi fetus yang beresiko IUGR. Untuk mengikuti adalah ikhtisar berbagai
teknik Doppler dan aplikasi klinis mereka. 5,8
Proses aliran arteri uterina ibu telah ditunjukkan untuk mencerminkan dampak
placentation pada sirkulasi ibu. Albaiges dkk menunjukkan dalam mengidentifikasi
kehamilan satu tahap penyaringan arteri uterus efektif pada usia kehamilan 23 minggu
sedangkan sebelum kehamilan 34 minggu tidak efektif sehubungan dengan
insufisiensi uteroplasenta. Dalam studi mereka dari 1.751 perempuan yang terlihat
pada minggu kehamilan 23 minggu untuk alasan apapun, sebuah studi hasil arteri
uterus abnormal rahim termasuk arteri takik bilateral atau indeks pulsatility mean (PI)
yang lebih besar dari 1,45 pada kedua arteri. 5,8

18
Kriteria tersebut diamati pada sekitar 7% dari populasi. Dalam hal ini 7% adalah
90% dari perempuan yang kemudian dikembangkan preeklamsia dan pengiriman
diperlukan sebelum kehamilan 34 minggu, 70% perempuan dengan janin di bawah 10
persentil yang membutuhkan pengiriman sebelum kehamilan 34 minggu, 50% dari
abruptions plasenta, dan 80% kematian janin. Yang penting, nilai prediktif negatif
untuk peristiwa buruk sebelum kehamilan 34 minggu lebih tinggi dari 99%. 5,8
Chien dkk melakukan tinjauan studi yang dipublikasikan temuan Doppler arteri
uterina efektif untuk prediksi preeklampsia, IUGR, dan kematian perinatal. Dalam
laporan penelitian dilakukan pada perempuan yang berisiko rendah, sebuah hasil
abnormal dari Doppler arteri uterus menghasilkan sebuah kemungkinan ratio (LR)
pengembangan IUGR 3,6 (95% CI, 3,2-4), sedangkan hasil normal mengurangi risiko
hingga dibawah latar belakang, dengan LR 0,8 (95% CI, 0,08-0,09). Untuk wanita
dengan risiko tinggi, hasil yang abnormal menunjukkan adanya LR sebesar 2,7 (95%
CI, 2,1-3,4), sedangkan hasil normal mengurangi risiko sebesar 30% (LR sebesar 0,7;
95% CI, 0,6-0,9). 5,8
Meskipun pengukuran ini menjanjikan, namun sensitivitas dan spesifisitas
pengukuran Doppler arteri uterus relatif rendah, dan, karena tidak ada intervensi yang
terbukti tersedia untuk mencegah IUGR, pengukuran aliran darah arteri uterus tidak
termasuk dalam protokol pengawasan rutin. 5,8
F. Pengukuran Doppler Arteri Umbilikalis
Pada kehamilan normal, arteri umbilikalis (UA) resistensi menunjukkan
penurunan terus-menerus, namun, ini tidak mungkin terjadi pada janin dengan
insufisiensi uteroplasenta. Ukuran UA paling umum digunakan pada usia kehamilan
tertentu adalah rasio aliran sistolik ke diastolik, yang berubah dari nilai awal ke nilai
tinggi dengan memburuknya penyakit. Sebagai kekurangan berlangsung, kecepatan
akhir diastolik hilang dan, akhirnya, terbalik. Signifikansi klinis perkembangan ini
telah didokumentasikan dengan baik oleh Mandruzzato dkk, melaporkan perbedaan
yang signifikan dalam berat badan lahir dan kematian perinatal untuk kecepatan akhir
diastolik (20%) dibandingkan kecepatan aliran balik akhir diastolik (68%).5,8
Proses aliran darah UA menguatkan diagnosis dari PJT dan memberikan bukti
awal kelainan peredaran darah pada janin, memungkinkan dokter untuk

19
mengidentifikasi janin yang berisiko tinggi dan untuk melakukan pengawasan (lihat
Manajemen dan Pengiriman Rujukan). 5,8
Pengukuran Doppler UA dapat membantu dokter untuk memutuskan apakah
benar-benar pertumbuhan janin terhambat.
Baschat dan Weiner melihat perlawanan UA untuk menentukan apakah dapat
membantu meningkatkan akurasi diagnosis PJT dan membantu mengidentifikasi janin
kecil yang beresiko hipoksemia kronis. Peneliti ini menentukan 308 bayi lebih besar
dari 23 minggu pada saat pengiriman yang memiliki AC kurang dari itu, persentil 2,5
sebuah EFW kurang dari 10 persentil, atau kriteria keduanya. Pengukuran UA
diperoleh pada semua janin. Nilai prediksi positif dari AC sendiri dan EFW sendiri
untuk diagnosis IUGR adalah 36,6% dan 50%, masing-masing. Sebuah rasio
peningkatan sistolik UA ke diastolik menghasilkan nilai prediksi positif 53,3% untuk
IUGR dikonfirmasi pada postnatal. Diantara 138 janin diidentifikasi dengan rasio
peningkatan sistolik UA ke diastolik, peningkatan 10 kali lipat terjadi pada neonatal
yang akan lama tinggal di ICU dan terjadi keparahan sindrom gangguan pernapasan.
Sama pentingnya, tidak ada janin dengan pengukuran Doppler normal itu bersamaan
dengan metabolic acidemia. 5,8
G. Pengukuran Doppler Arteri Cerebral Media
Fong dkk mengidentifikasi 297 kehamilan tunggal dan anatomi janin normal yang
EFW berada dibawah persentil ke-10. Peneliti ini mempelajari middle cerebral artery
(MCA), arteri ginjal, dan temuan Doppler UA. Mereka berbicara hasil, termasuk
kelahiran sesar untuk gawat janin, pH kurang dari atau sama dengan 7,10, dan Apgar
skor kurang dari atau sama dengan 7 pada 5 menit. Mereka menyimpulkan bahwa
Doppler MCA mungkin normal yang berguna untuk membantu mengidentifikasi janin
kecil yang tidak mungkin memiliki hasil yang buruk besar dengan melaporkan nilai
prediksi negatif 86%. 5,8
Hershkovitz dkk juga melihat MCA Doppler pada janin kecil. Mereka
menemukan bahwa janin dengan AMK abnormal pernah memiliki riwayat
sebelumnya, berat lahir rendah, kelahiran vagina sedikit, dan meningkatkan neonatal
untuk di ICU. Penting, hanya 7 dari 16 janin dengan bukti Doppler fisiologi otak-
sparing telah meningkat UA temuan Doppler. Ini menekankan kemungkinan adanya

20
gradien di tingkat redistribusi janin dan bahwa ketika melakukan studi Doppler, tidak
cukup hanya mengevaluasi UAS. 5,8
Mari dkk mengevaluasi perubahan MCA (AMK) Doppler. Mereka secara khusus
mengevaluasi MCA kecepatan puncak sistolik (PSV) dan indeks pulsatility (PI) dalam
pertumbuhan janin terhambat yang dievaluasi. Mereka menemukan bahwa PI normal
didahului sebuah PSV yang abnormal, PI menunjukkan pola yang tidak konsisten.
Bagaimanapun MCA-PSV, secara konsisten menunjukkan peningkatan aliran darah
dan segera sebelum kematian, penurunan. Mereka menyimpulkan bahwa MCA-PSV
merupakan alat prediksi yang lebih baik terkait kematian perinatal-IUGR daripada
pengukuran tunggal lainnya. 5,8
H. Pengukuran Doppler Bentuk gelombang Vena
Vena Doppler diukur pada ductus venosus (DV), vena umbilikalis (UV), vena
kava inferior (IVC), dan 7 lainnya. Ini menyediakan informasi tentang jantung dan
pernapasan janin intrauterin. Pengukuran ini telah dilaporkan secara konsisten menjadi
abnormal ketika keadaan janin sangat gawat, sehingga memberikan bukti yang
mendukung suatu pengiriman dipercepat. Bilardo dkk menyelesaikan studi dengan
cardiotocography, UA, dan nilai-nilai DV dari 70 janin IUGR. Mereka melaporkan
bahwa hanya pengukuran VD perinatal secara konsisten meramalkan hasil buruk dari
0-7 hari sebelum pengiriman. Sedangkan hasil yang optimal digunakan untuk evaluasi
Doppler vena belum diidentifikasi, pengetahuan yang diperoleh dari pengukuran ini
dapat memberikan informasi tambahan untuk waktu pengiriman, terutama di saat usia
kehamilan prematur (<32 minggu). 5,8
I. Ultrasonografi tiga dimensi
Dengan pengenalan dan penggunaan ultrasonografi obstetri 3-dimensi, banyak
aplikasi baru untuk teknologi ini terus-menerus dieksplorasi. Penggunaan teknik-
teknik dalam evaluasi pertumbuhan janin terhambat telah dievaluasi juga. Dysplasia
femur janin berhubungan dengan IUGR, Chang dkk menggunakan ultrasonografi 3-
dimensi untuk mengukur volume femur janin sebagai prediksi IUGR. Mereka
menemukan 10 persentil volume ambang femur, yang membedakan pertumbuhan
janin terhambat dari janin normal. Dengan menggunakan teknik ini, mereka
memperoleh sensitivitas 71,4%, spesifisitas 94,1%, nilai prediksi positif sebesar

21
62,5%, nilai prediksi negatif 96,0%, dan akurasi 91,3% diprediksi pertumbuhan janin
terhambat. Sebagai pengukuran biometrik tunggal, volume femur janin lebih baik
dalam prediksi pertumbuhan janin terhambat dari AC janin dan diameter biparietal.
Chang dkk juga mengevaluasi pengukuran volume humerus janin IUGR dengan
ultrasonografi-3 dimensi. Dievaluasi kembali, volume humerus ditemukan nilai
ambang 10 persentil untuk membedakan pertumbuhan janin terhambat dengan janin
normal. 1,2,3,4,8

II.5. Penatalaksanaan

Angka kecacatan dan kematian janin meningkat sampai 2-6 kali pada janin dengan
PJT sehingga perlu dilakukan tatalaksana untuk kehamilan dengan PJT. Penatalaksanaan
bertujuan untuk melahirkan bayi yang sudah cukup usia dalam kondisi terbaiknya dan
meminimalisasi risiko pada ibu. 2,5,8
Pada umumnya sama dengan perawatan neonatus umumnya, tetapi karena bayi ini
mempunyai problem yang agak berbeda maka perlu diperhatikan hal-hal berikut:8
1. Pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterin .
2. Memeriksa kadar gula darah dengan dextrous, jika hipoglikemi harus segera diatasi .
3. Pemeriksaan hematokrit dan mengobati hiperviskositasnya .
4. Bayi membutuhkan lebih banyak kalori dibanding dengan bayi SMK
5. Melakukan tracheal-washing pada bayi yang diduga akan menderita aspirasi mekonium .
Berhubung berbagai komplikasi bisa terjadi pada fetus atau neonatus yang
menderita hambatan pertumbuhan intrauterin perlulah kehamilan/persalinan yang berisiko
tinggi untuk itu ditangani oleh satu tim perinatologi yang berpengalaman dirumah
sakit/pusat rujukan tertier. Penanganan kehamilan berisiko tinggi yang demikian
menghendaki dilakukannya beberapa prinsip dasar berikut:8

A. Deteksi dini
Deteksi dini kasus-kasus berisiko tinggi akan hambatan pertumbuhan intrauterin
perlu sekali dikerjakan karena akan memberi cukup waktu untuk merencanakan dan
melakukan sesuatu intervensi yang diperlukan atau membuat rencana kerja sebelum terjadi
kerusakan pada janin. Perlu perhatian yang serius dan kalau perlu membuat uji yang

22
diperlukan pada pasien hamil risiko tinggi seperti hipertensi, ibu perokok atau peminat
alkohol atau narkoba, keadaan gizi jelek karena malnutrisi, ibu dengan penambahan berat
tubuh yang minimal dalam kehamilan, pernah melahirkan bayi dengan hambatan
pertumbuhan intrauterin atau kelainan kongenita, diabetes, anemia, dan sebagainya.2

B. Menghilangkan faktor penyebab

Gizi wanita hamil lebih bergantung kepala jumlah kalori yang masuk dari pada
komponen kalori itu sendiri. Wanita hamil perlu mengkonsumsi 300 kalori lebih banyak
dari pada yang dikonsumsinya sebelum hamil dengan kandungan protein 1,5 gram/kg per
hari. Dengan demikian penambahan berat badan waktu dalam kehamilan pada keadaan
normal bisa dicapai 12 sampai 16 kg. Obat-obat yang mengandung vitamin ganda dan kaya
akan zat besi yang khusus untuk kehamilan walaupun tidak diperlukan setiap wanita hamil
perlu dipertimbangkan untuk diberi. Kurang gizi, merokok, alkohol, dan penyalah-gunaan
obat-obatan dan sebagainya perlu dilenyapkan terutama dalam masa hamil. Demikian juga
dengan narkoba. Mereka yang terlanjur kecanduan direhabilitir. Jika wanita hamil itu
menderita penyakit paru atau jantung kronik kepadanya perlu diberikan oksigen sepanjang
kehamilan. Wanita yang mengalami gangguan resorbsi pada saluran pencernaan dan
menyebabkan malnutrisi diberikan total parentral therapy selama kehamilan. Penderita
diabetes perlu diusahakan tetap dalam keadaan euglikemia sepanjang masa hamil.2

C. Meningkatkan aliran darah ke uterus


Pada keadaan sistem vaskuler berdilatasi maksimal jumlah darah yang mengalir
kedalam uterus berbanding langsung dengan tekanan darah maternal. Semua pekerjaan
fisik lebih-lebih yang berat akan mengurangi jumlah darah yang mengalir ke dalam uterus
dan akan lebih memberatkan keadaan janin yang telah menderita hambatan pertumbuhan
intrauterin. Oleh karena itu semua pekerjaan fisik ibu terutama pekerjaan fisik yang berat
harus dilarang pada kehamilan dengan hambatan pertumbuhan intrauterin. Untuk
meningkatkan jumlah darah yang mengalir kedalam uterus kepada wanita hamil dengan
hambatan pertumbuhan intrauterin dianjurkan beristirahat baring saja untuk sebagian
terbesar waktunya dalam 24 jam, optimalnya rebah kekiri. Cuti hamil perlu diberikan lebih
awal pada semua wanita hamil penderita hipertensi dan hambatan pertumbuhan intrauterin.

23
Kerja berat dihindari terutama pada ibu hamil dengan hipertensi dimana sistem
vaskulernya telah terganggu. Pemberian antihipertensi pada wanita hamil dengan
hipertensi akan lebih mengurangi jumlah aliran darah ke plasenta, sebab itu tidak
diberikan, kecuali kalau keadaan ibu terancam, misalnya pada hipertensi yang berat.2
D. Melakukan fetal surveillance antepartum
Sebelum melaksanakan program fetal surveillance yang intensiv perlu diperhatikan
bahwa janin tidak dalam keadaan cacat kongenita misalnya trisomi yang sering bersama
dengan hambatan pertumbuhan intrauterin simetri yang berat. Jika terduga ada keadaan
yang demikian lebih dahulu perlu dibuatkan kariotip janin untuk konfirmasi. Cairan
ketuban (diperoleh melalui amniosentesis) atau darah tali pusat (diperoleh melalui
kordosentesis) dapat dipakai untuk pemeriksaan kariotip janin. Program surveillance
antepartum sudah boleh dimulai pada usia kehamilan 24 minggu bila diagnosis hambatan
pertumbuhan intrauterin telah ditegakkan. Sayangnya diagnosis biasanya baru diketahui
pada usia kehamilan yang jauh lebih tua.Beberapa uji penilaian yang perlu dikerjakan
sampai kehamilan diterminasi adalah uji tanpa beban untuk memonitor reaktivitas jantung
janin (2x seminggu), pengurangan volume cairan ketuban (oligohidramnion) dan hambatan
pertumbuhan kepala dengan memantau pertumbuhan DBP dengan ultrasonografi setiap
minggu. Disamping itu bila perlu dilakukan penilaian kesehatan janin melalui
pemeriksaan-pemeriksaan profil biofisik, Doppler velosimetri aliran darah arteri
umbilikalis, dan pemeriksaan gas darah janin.2

E. Uji tanpa beban


Menurut Hammacher (1968) fetus bisa dianggap sehat, terutama sekali bila gerakan-
gerakan reflek disertai oleh peningkatan yang jelas dari amplitudo osilasi dan frekuensi
denyut jantung. Sekarang oleh mayoritas penyelidikan disepakati bahwa hasil uji tanpa
beban yang menghasilkan akselerasi 15 beat per menit atau lebih yang berlangsung paling
tidak selama 15 detik sebanyak 2 kali atau lebih dalam tempo 20 menit pengamatan
dianggap normal atau disebut rekaman yang reaktiv. 2,10 Jika pada uji tanpa beban yang
dilakukan setiap minggu tidak terdapat rekaman yang reaktif, maka langkah berikut adalah
melakukan uji beban kontraksi.2

F. Uji beban kontraksi

24
Uji beban kontraksi dibuat untuk mendeteksi kekurangan suplai oksigen
uteroplasenta yang sampai ke fetus selama uterus berkontraksi. Menurut Poseiro dkk bila
kontraksi uterus menyebabkan kenaikan tekanan intrauterin melebihi 30 mm Hg, tekanan
di dalam miometrium akan melebihi tekanan di dalam arteri dan darah yang mengandung
oksigen tidak lagi bisa masuk ke dalam ruang intervillus. Dalam pada itu metabolisme
berlangsung terus sehingga Po2 menurun dalam tubuh janin. Janin yang tidak mempunyai
cadangan oksigen yang cukup akibat fungsi plasenta yang insufisien akan mengadakan
kompensasi dengan mengatur darah agar lebih baik ke organ-organ vital seperti jantung
dan otak melalui 2 macam mekanisme yaitu 1) mekanisme refleks otonom yang telah
berkembang sejak usia kehamilan masih dini bila ada hipoksi ringan, dan 2) mekanisme
depressi miokardial langsung yang baru berkembang pada usia kehamilan lanjut bila telah
ada asidosis. Sebagai akibatnya melalui mekanisme kemoreseptor dan baroreseptor terjadi
bradikardia selama kekurangan suplai oksigen sebagai respons dari nervus vagus.
Penurunan Po2 merangsang kemoreseptor dalam arteria karotis. Kemoreseptor yang
terangsang merupakan mekanisme dengan mana Susunan Syaraf Otonom mengirim pesan
kepada otak kecil (brainstem) untuk mengatur ulang distribusi pengaliran darah yang
lebih banyak ke organ-organ vital seperti otak dan jantung. Otak kecil berespon dengan
perangsangan -simpatik yang menyebabkan vasokonstriksi pada sistem arteri periferi
yang rendah resistensinya dan terjadilah hipertensi arterial sistemik. Baroreseptor bereaksi
dengan mengirim impuls melalui ujung syaraf afferen ke otak kecil dan dari sana melalui
ujung syaraf efferen merespon nervus vagus dan terjadi bradikardia. Bradikardia akan
berlangsung terus selama suplai oksigen masih dibawah nilai kritis yaitu pada Po 2 17
sampai 18 mm Hg yang pada nilai itu keatas kemoreseptor tidak lagi terangsang. Episoda
bradikardia ini terekam sebagai deselerasi lambat pada kardiotokografi. Bila Po 2 menetap
dibawah nilai kritis deselerasi lambat menjadi persisten dan uji beban kontraksi disebut
positiv. Bila kadar oksigen berfluktuasi antara normal dan rendah, deselerasi lambat
menjadi intermiten dan uji beban kontraksi disebut meragukan.2
Untuk menimbulkan kontraksi uterus yang cukup kuat sehingga terjadi efek seperti
tersebut diatas dan memenuhi syarat untuk uji beban kontraksi (Contraction Stress Test
atau CST) dapat diperoleh dengan beberapa cara, misalnya dengan 1) merangsang puting
susu ibu (disebut Nipple Stimulation Test atau NST), 2) memberi infus larutan encer

25
oksitosin (disebut Oxytocin Challenge Test atau OCT), atau 3) dalam masa partus dimana
telah ada his spontan . Pada OCT pasien diberi infus larutan encer oksitosin (10 unit
oksitosin dalam 1000 ml cairan penghantar seperti larutan Ringer laktat). Dengan demikian
setiap 2 tetes larutan mengandung 1mU oksitosin. Dimulai dengan kecepatan 1 sampai 2
mU (2 sampai 4 tetes) per menit yang secara bertahap tiap 15 menit dinaikkan sampai
terdapat tiga his dalam 10 menit. Bila pada rekaman terdapat deselerasi lambat yang
persisten berarti janin dalam keadaan hipoksia akibat dari insufisiensi fungsi plasenta. Uji
beban kontraksi memakan waktu yang lama dan mempunyai pengaruh yang memberatkan
hipoksia pada janin. Kedua hal ini tidak terdapat pada uji tanpa beban.2

G. Volume cairan ketuban


Dengan ultrasonografi dapat diketahui adanya oligohidramnion maupun
polihidramnion. Penentuan volume cairan ketuban setiap minggu akan memberi bantuan
dalam menilai situasi janin dalam kandungan.2

H. Pengukuran DBP Secara Serial


Pengukuran pertumbuhan DBP setiap minggu dilakukan untuk memantau
kemungkinan ancaman disfungsi Susunan Syaraf Pusat yang terjadi bilamana pertumbuhan
DBP terhenti. Pertumbuhan DBP yang tidak bertambah lagi merupakan indikasi terminasi
kehamilan.2
I. Biophysical Profile (BPP)
Tampilan biofisik atau biophysical profile dapat diserupakan dengan upaya
menghitung nilai Apgar pada janin yang belum lahir. Parameter yang dinilai dalam uji ini
adalah gerakan pernapasan, tonus otot, gerakan tubuh, volume cairan ketuban (semuanya
diamati melalui pesawat ultrasonografi) dan NST (dengan pesawat kardiotokografi atau
fetal heart rate monitoring). Setiap parameter yang normal diberi nilai 2, dan bila abnormal
nilainya 0. Janin yang memperoleh nilai 8 tanpa oligohidramnion berarti aman karena
sangat kecil risiko mengalami kematian perinatal (< 1 per 1000) dalam waktu satu minggu.
Nilai 6 sekalipun tanpa oligohidramnion diterminasi atas indikasi janin.2

Tatalaksana yang harus dilakukan adalah :

26
A. Tatalaksana umum
Setelah mencari adanya cacat bawaan dan kelainan kromosom serta infeksi dalam
kehamilan maka aktivitas fisik harus dibatasi disertai dengan nutrisi yang baik. Apabila
istirahat di rumah tidak dapat dilakukan maka harus segera dirawat di rumah sakit.
Pengawasan pada janin termasuk diantaranya adalah melihat pergerakan janin serta
pertumbuhan janin menggunakan USG setiap 3-4 minggu.2,8
B. Tatalaksana khusus
Pada PJT yang terjadi jauh sebelum waktunya dilahirkan, hanya terapi suportif
yang dapat dilakukan. Apabila penyebabnya adalah nutrisi ibu hamil tidak adekuat maka
nutrisi harus diperbaiki. Pada wanita hamil perokok berat, penggunaan narkotik dan
alkohol, maka semuanya harus dihentikan2,8
C. Proses melahirkan
Pematangan paru harus dilakukan pada janin prematur. Pengawasan ketat selama
melahirkan harus dilakukan untuk mencegah komplikasi setelah melahirkan. Operasi
caesar dilakukan apabila terjadi distress janin serta perawatan intensif neonatal care segera
setelah dilahirkan sebaiknya dilakukan. Kemungkinan kejadian distress janin selama
melahirkan meningkat pada PJT karena umumnya PJT banyak disebabkan oleh insufisiensi
plasenta yang diperparah dengan proses melahirkan.2,8
D. Kondisi bayi
Janin dengan PJT memiliki risiko untuk hipoksia perinatal (kekurangan oksigen
setelah melahirkan) dan aspirasi mekonium (terhisap cairan mekonium). PJT yang parah
dapat mengakibatkan hipotermia (suhu tubuh turun) dan hipoglikemia (gula darah
berkurang). Pada umumnya PJT simetris dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan
pertumbuhan bayi yang terlambat setelah dilahirkan, dimana janin dengan PJT asimetris
lebih dapat “catch-up” pertumbuhan setelah dilahirkan.2,8

II.7. Komplikasi Perinatal


PJT menyebabkan komplikasi perinatal, termasuk morbiditas dan kematian janin,
prematuritas iatrogenik, hambatan janin dalam persalinan, kebutuhan untuk induksi
persalinan , dan kelahiran sesar. Dalam studi kohort di Swedia, sebuah peningkatan 10 kali
lipat diakhir kematian janin ditemukan janin yang sangat kecil. Demikian pula, Gardosi

27
dkk pada tahun 1998 mencatat bahwa hampir 40% dari janin lahir mati yang tidak cacat
adalah SGA. Fetus dengan PJT yang bertahan hidup lingkungan intrauterin
dikompromikan akan meningkatkan risiko untuk morbiditas neonatus. Morbiditas untuk
neonatus dengan PJT meliputi peningkatan laju necrotizing enterocolitis, trombositopenia,
ketidakstabilan temperatur, dan gagal ginjal. Hal ini diduga terjadi sebagai akibat dari
perubahan fisiologi janin normal di dalam rahim. 1,2,8
Dengan cadangan gizi terbatas, janin mendistribusikan kembali aliran darah untuk
mempertahankan fungsi dan untuk membantu dalam pengembangan organ vital. Ini
disebut efek otak-minimal dan hasil dalam aliran darah meningkat relatif terhadap otak,
jantung, adrenal, dan plasenta, dengan aliran relatif berkurang ke sumsum tulang, otot,
paru-paru, saluran GI, dan ginjal. Efek otak minimal dapat menghasilkan pola
pertumbuhan janin yang berbeda. 8
Pada 1977, Campbell dan Thoms memperkenalkan ide pertumbuhan simetrik dan
pertumbuhan asimetrik. Janin yang kecil secara simetrik diperkirakan mempunyai
beberapa sebab awal yang global (seperti infeksi virus, fetal alcohol syndrome). Janin yang
kecil secara asimetrik diperkirakan lebih kearah kecil yang sekunder karena pengaruh
restriksi gizi dan pertukaran gas. Dashe dkk mempelajari hal tersebut diantara 1364 bayi
PJT (20% pertumbuhan asimetris, 80% pertumbuhan simetris) dan 3873 bayi dalam
presentil 25-75 (cukup untuk usia kehamilan). Tabel memperlihatkan daftar statistik yang
signifikan pada kejadian dan hasil perinatal diantara kelompok tersebut.

Kejadian dan hasil perinatal :8

PJT PJT
Sesuai usia
Kejadian
gestasi
Asimetris Simetris

Anomalies 14% 4% 3%

Morbiditas tidak serius 86% 95% 95%

Induksi persalinan (<36 wk) 12% 8% 5%

Tekanan darah tinggi dalam 7% 2% 1%

28
kehamilan (<32 wk)

Intubasi dalam VK 6% 4% 3%

Neonatal ICU 18% 9% 7%

Respiratory distress syndrome 9% 4% 3%

Perdarahan intraventrikular
2% <1% <1%
(grade III atau IV)

Kematian Neonatal 2% 1% 1%

36.6 mgg ± 37.8 mgg 37.1 mgg ± 3.3


Usia gestasi saat persalinan
3.5 mgg ±2.9 mgg mgg

Kelahiran preterm <32 mgg 14% 6% 11%

Beberapa studi telah dibahas faktor-faktor prognosis yang mempengaruhi hasil dan
secara konsisten melaporkan bahwa pengaruh yang dominan terhadap kelangsungan hidup
dengan usia kehamilan saat lahir. Madazli melaporkan pengalaman dengan janin IUGR
dengan aliran end-diastolik tidak ada. Janin tidak kurang dari 28 minggu dan kurang dari
800 gr selamat. Madazli juga mencatat bahwa semua janin dengan aliran end-diastolik
tidak ada lebih besar dari 31 minggu selamat. Periode variabel untuk kelangsungan hidup
terjadi antara usia kehamilan, dengan tingkat kelangsungan hidup bayi dan antenatal di 28-
31 minggu sekitar 54%.
Stres yang dapat mengakibatkan PJT telah didalilkan untuk menghasilkan
pematangan janin, yang mengakibatkan penurunan morbiditas perinatal dibandingkan
dengan pencocokan usia neonatus tumbuh. Bernstein et al meneliti masalah ini dengan
mengidentifikasi hampir 20.000 African atau American neonates, dari 196 pusat-pusat
yang lahir di minggu 25-30 kehamilan tanpa anomali besar. Mereka dikategorikan sebagai
PJT pada bayi lebih rendah persentil ke-10 menggunakan ras dan seks pertumbuhan
spesifik grafik. Hasil ini tidak mendukung konsep efek perlindungan stres yang
berhubungan dengan PJT .8

29
Relatif risiko yang terkait dengan PJT menggunakan parameter morbiditas dan
kematian, dari studi Bernstein dkk, adalah sebagai berikut:

 Resiko relatif kematian, 2.77; 95% confidence interval (CI), 2.31-3.33


 Resiko relatif sindrom gangguan pernapasan, 1.19; 95% CI, 1.03-1.29
 Resiko relatif pendarahan intraventrikular, 1.13; 95% CI, 0.99-1.29
 Resiko relatif perdarahan gawat intravaskular, 1.27; 95% CI, 0.98-1.59
 Resiko relatif nekrosis enterokolitis, 1.27; 95% CI, 1.05-1.53

Semakin banyak data yang mendukung gagasan bahwa konsekuensi jangka panjang
dari PJT terakhir menjadi dewasa juga. Beberapa penulis telah mencatat bahwa individu-
individu memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk mengembangkan sindrom
metabolik di kemudian hari, mewujudkan sebagai obesitas, hipertensi, hiperkolesterolemia,
penyakit jantung, dan diabetes tipe 2. Beberapa hipotesis telah diusulkan untuk
menjelaskan hubungan ini. Hales dan Barker fenotipe hemat mengusulkan apa yang
disebut pada tahun 1992. Gagasan ini menunjukkan bahwa hasil malnutrisi intrauterin
dalam resistensi insulin, hilangnya massa sel beta-pankreas, dan kecenderungan orang
dewasa untuk diabetes tipe 2. 1,8
Penulis lain menemukan bahwa individu prapubertas yang lahir dengan PJT
menunjukkan respons insulin lebih besar dari individu prapubertas yang lahir bukan PJT.
Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan risiko diabetes tipe 2 pada orang dewasa yang
telah pembatasan sebagai batang bayi, sebagai gantinya, dari peningkatan resistensi insulin
perifer memungkinkan fisiologi otak-sparing terjadi tetapi dengan penurunan permanen
dalam kerangka transportasi glukosa-otot. Hal ini pada akhirnya akan beta-sel pemadaman.
Meskipun patofisiologi penyebab tidak pasti, risiko sindrom metabolik saat dewasa jelas
meningkat antara individu-individu yang lahir dengan PJT.1,8
Morbiditas sistem organ tertentu, sebagai akibat dari pertumbuhan janin terhambat,
sekarang sedang dievaluasi dengan menggunakan spesies hewan dan model yang berbeda.
Studi manusia telah jelas menunjukkan gejala sisa organ tertentu dari IUGR. Kaijser et al,
menggunakan kohort besar, bisa menunjukkan hubungan antara berat lahir rendah dan

30
risiko penyakit jantung dewasa iskemik. Hallan et al menunjukkan bahwa fungsi ginjal
dewasa terpengaruh oleh pertumbuhan janin terhambat intrauterine.8
Selain peningkatan risiko gejala sisa fisik, masalah kesehatan mental telah ditemukan
lebih sering pada anak-anak dengan pertumbuhan janin terhambat. Dalam studi yang
dilakukan di Australia Barat, Zubrick et al menunjukkan bahwa anak yang lahir di bawah
persentil kedua untuk berat berada di risiko yang signifikan untuk morbiditas kesehatan
mental (rasio odds, 2,9; 95% CI, 1,18-7,12), penurunan nilai akademik (rasio odds, 6; 95%
Cl, 2,25-16,06), dan kesehatan umum miskin (rasio odds, 5,1; 95% Cl, 1,69-15,52). Secara
khusus, Tideman et al menunjukkan bahwa sirkulasi janin mengalami penurunan nilai,
seperti yang ditunjukkan oleh studi Doppler, diasosiasi dengan PJT, hasil dalam fungsi
kognitif memburuk di masa dewasa. 8

31
BAB III
KESIMPULAN

Pertumbuhan Janin Terganggu (PJT) merupakan kegagalan janin untuk mencapai


pertumbuhan intrinsik yang potensial. Hal ini mengacu kepada anatomi dan / atau
kelainan fungsional dan juga mengacu kepada penyakit dalam unit feto–placental–
maternal.

Saat ini di Indonesia angka kematian perinatal masih tergolong tinggi dibandingkan
dengan negara-negara maju dan berat badan lahir rendah (BBLR) dan masih merupakan
faktor utama penyebab morbiditas dan mortalitas dari perinatal. BBLR dapat terjadi pada
bayi yang dilahirkan prematur dan bayi yang mengalami pertumbuhan terhambat (PJT). Di
negara maju sekitar dua per tiga kasus BBLR disebabkan karena prematuritas, sedangkan
di negara maju, penyebab dari sebagian besar BBLR adalah akibat dari PJT. insidensi PJT
masih tinggi pada negara berkembang. Pada kebanyakan komunitas barat, insufisiensi
plasenta merupakan penyebab utama PJT, sedangkan asupan gizi maternal yang kurang
dan infeksi malaria memegang peranan yang lebih besar pada negara berkembang
Pada umumnya janin tersebut memiliki tubuh yang kecil dan risiko kecacatan atau
kematian bayi kecil akan lebih besar baik pada saat dilahirkan ataupun setelah melahirkan.
Adapun terjadinya PJT secara umum dapat diklasifikasikan ke dalam 3 kelompok,
yaitu:
- PJT tipe 1 ( simetris, proporsional)
- PJT tipe 2 ( asimetris, disproporsional)
- PJT tipe kombinasi

Kendali pertumbuhan janin tergantung kepada: (1) kecukupan substrat yang


terdapat dalam darah ibu, (2) kecukupan pengaliran darah uterus yang sampai kedalam
ruang intervillus, (3) adanya plasenta yang normal perkembangannya disertai struktur
villus tertier yang mempunyai luas permukaan pertukaran yang mencukupi, dan (4) janin

32
yang normal perkembangannya dan yang dapat berfungsi normal sehingga mampu
mempergunakan semua substrat untuk perkembangannya

Sedangkan yang menjadi etiologi pada kasus PJT adalah multifactor, dimana secara
umum bisa diuraikan dalam oleh tiga kemungkinan penyebab : (1). Gangguan fungsi
plasenta; (2). Faktor Ibu yaitu : berkurangnya suplai oksigen dan/ atau asupan gizi; (3).
Faktor janin yaitu : Penurunan kemampuan janin untuk menggunakan asupan gizi. Plasenta
memainkan peranan penting dalam dua kategori yang pertama. Perkembangan abnormal,
berkurangnya perfusi, dan disfungsi vili-vili plasenta sering mengakibatkan PJT,
khususnya pada tipe simetris.
Diagnosa pasti PJT baru dapat diketahui setelah janin dilahirkan. Syarat utama untuk
mengetahui apakah pertumbuhan janin berjalan normal atau tidak, adalah keharusan untuk
mengetahui usia kehamilan secara tepat. Tanpa diketahui usia kehamilan, ketepatan
pertumbuhan janin tidak dapat ditentukan dan kekeliruan yang serius dalam
penatalaksanaan pasien bisa saja terjadi.
Tatalaksana yang harus dilakukan terhadap kasus PJT adalah sebagai berikut:

- Tatalaksana umum
- Tatalaksana khusus
- Proses melahirkan
- Kondisi bayi
Disamping itu perlu juga diperhatikan komplikasi perinatal yang mungkin terjadi
dimana selain peningkatan risiko berupa gejala fisik, tetapi juga resiko masalah kesehatan
mental.

33
DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Briana D.D, Puchner A.M, 2009,”Intrauterine Growth Restriction and Adult Result
disease: The Role of Adipocytokines”, in European Journal of Endocrinology (2009)
160 337–347

2. Chalik. TMA, 2008, Hambatan Pertumbuhan Janin Intrauterine, Banda


Aceh,Fakultas Kedokteran Unsyiah

3. Cunningham FG. MacDonald PC. Gant NF. Leveno KJ. Gilstrap II LC. Williams
Obstetrics. USA : Prentice-Hall International Inc, 1993 : 853 - 82.

4. Dogra,V.S, 17 November 2009,” Imaging in Intrauterine Growth Retardation”,


Available at: http//: www.emedicine.com/ 404098-overview.htm , akses :23
oktober 2010.

5. Hasibuan,D.S, 2009, “Volume dan Fungsi sekresi ginjal pada pertumbuhan janin
terhambat dan normal dengan pemeriksaan ultrasonografi”, Medan, Departemen
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran USU.

6. Nahum,G.G, 15 April 2010,”Estimation Of Fetal weight”, Available at: http//:


www.emedicine.com/ 2262865-overview.htm , akses :23 oktober 2010.

7. Palinski.W, Napoli.C , 2008,” Impaired Fetal Growth, cardiovascular disease, And


the need to move on”, in Circulation Journal 2008;117;341-343

8. Rose M.G, 25 Februari 2010,”Fetal Growth Restriction”, Available at: http//:


www.emedicine.com/ 261226-overview.htm , akses :23 oktober 2010.

9. Spellacy WN. Fetal Growth Redardation. In Scott JR. Di Saia PJ. Hammond CB. Spellacy WN.
Danforth’s Obstetrics & Gynecology. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins, 1999 : 279 - 84.
10. Spellacy WN. Intrauterine Growth Retardation. In Eden RD. Boehm FH. Assessment and Care of the
Fetus. USA : Prentice-Hall International Inc, 1990 : 643 - 48.
11. Finnegan LP. Drugs and other substance abuse in pregnancy. In Leo Stern. Drug use in pregnancy.
Sydney : ADIS Health Science Press, 1984 : 148 - 170.
12. Hill RM. Tennyson LM. Drug-induced Malformations in Humans. In Leo Stern. Drug use in
pregnancy. Sydney : ADIS Health Science Press, 1984 : 99 - 126.
13. Llusia JB. Placental insufficiency Syndrome. In Aladjem S. Brown AK. Sureau C. Clinical Perinatology.
St.Louis : The CV Mosby Company, 1980 : 257 - 76.
14. Aladjem S. Morphologic aspects of placental function. In Aladjem S. Brown AK. Sureau C. Clinical
Perinatology. St.Louis : The CV Mosby Company, 1980 : 284 - 92.

34
15. Hobbins JC. Winsberg F. Berkowitz RL. Ultrasonography in Obstetrics and Gynecology. Baltimoe :
Williams & Wilkins, 1983 : 34 - 44.
16. Doubilet PM. Benson CB. Ultrasound Evaluation of Amniotic Fluid. In Callen PW. Ultrasonography
in Obstetrics and Gynecology. Philadelphia : WB Sounders Company, 1994 : 475 - 84.
17. Devoe LD. The Nonstress Test. In Eden RD. Boehm FH. Assessment and Care of the Fetus. USA :
Prentice-Hall International Inc, 1990 : 365 - 80.
18. Freeman RK. Lagrew DC. The Contraction Stress Test. In Eden RD. Boehm FH. Assessment and Care
of the Fetus. USA : Prentice-Hall International Inc, 1990 : 351-61.
19. Manning FA. Harman CR. The Fetal Biophysical Profile. In Eden RD. Boehm FH. Assessment and
Care of the Fetus. USA : Prentice-Hall International Inc, 1990 : 385 - 94.
20. Tongsong T. Antepartum fetal testing for developing countries. Journal of Paediatrics, Obstetrics &
Gynecology 1999 ; 25 : 25 - 32.

35

You might also like