You are on page 1of 24

MASALAH RENCANA PEMBANGUNAN

JANGKA MENENGAH
TAHUN 2004 - 2009

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas

Mata Kuliah Ekonomi Pembangunan

Disusun Oleh :

DALI

NPM : 103402263

JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SILIWANGI
TASIKMALAYA
2010
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

1.2. Tujuan Penulisan 1

1.3. Rumusan Masalah 2

BAB II. PEMBAHASAN

2.1.Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2004-2009 3

2.2. SDM Indonesia dalam Persaingan Global 6

BAB III. PENUTUP

3.1. Kesimpulan 15
KATA PENGANTAR

Salam Sejahtera,

Berdasar data harian KOMPAS, 2008 mengatakan bahwa pemerintah di bawah

kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf

Kalla dianggap gagal memenuhi target penanggulangan kemiskinan di Tanah Air.

Jumlah penduduk miskin justru lebih besar dari target awal. Indonesia bahkan

masuk dalam golongan negara-negara terbelakang di Asia soal penanggulangan

kemiskinan. Hal itu terungkap dalam diskusi tentang tiga tahun pelaksanaan

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang diadakan Gerakan Anti

Pemiskinan Rakyat Indonesia (GAPRI) di Jakarta.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik yang dikutip GAPRI, jumlah

penduduk miskin tahun 2007 mencapai 37,17 juta jiwa atau 16,68 persen dari total

penduduk Indonesia. Padahal, pemerintah sudah menargetkan penurunan jumlah

penduduk miskin dari 16,66 persen (36,10 juta jiwa) tahun 2004 menjadi 8,9

persen pada 2009.

GAPRI menengarai, kegagalan Pemerintah akibat tidak adanya keberpihakan dan

ketegasan sikap untuk membantu penduduk keluar dari kemiskinan. Alih-alih

memperbesar belanja sosial bagi pemenuhan hak-hak dasar masyarakat,

pemerintah justru masih berkutat pada pendekatan stabilisasi makro. Meskipun

pemerintah telah menaikkan anggaran penanggulangan kemiskinan dari Rp40,6


triliun pada 2005 menjadi Rp99,1 triliun pada 2008, hal itu tidak mencerminkan

pencapaian target yang diharapkan.

Akibat kegagalan tersebut, Indonesia terpuruk ke dalam kelompok negara-negara

terbelakang di Asia dalam pencapaian target pengurangan kemiskinan global

Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs). Capaian Indonesia itu setara dengan

Bangladesh, Laos, dan Myanmar. Indonesia bahkan kalah dari Malaysia,

Thailand, Filipina, dan Vietnam.

Ini adalah salah satu kajian yang sangat menarik karena kita sebagai mahasiswa

dituntut juga untuk membantu dalam menghadapi masalah ini. Dan bagaimanapun

dan kemungkinan apapun bisa saja terjadi, namun bila kita menyikapinya secara

baik, paling tidak masalah hidup kita secara pribadi dapat teratasi sekian rupa

dengan pola pikir kita yang dinamis. Sehingga akhirnya saatnya terjun di dunia

kerja, pola pikir tersebut dapat membantu orang lain juga.


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan

pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk

dan disertaidengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara.

Pembangunan ekonomi tak dapat lepas dari pertumbuhan ekonomi (economic

growth); pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan

sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi.

Yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas

produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan

pendapatan nasional. Suatu negara dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi

apabila terjadi peningkatan GNP riil di negara tersebut. Adanya pertumbuhan

ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi.

Perbedaan antara keduanya adalah pertumbuhan ekonomi keberhasilannya lebih

bersifat kuantitatif, yaitu adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan tingkat

output produksi yang dihasilkan, sedangkan pembangunan ekonomi lebih bersifat

kualitatif, bukan hanya pertambahan produksi, tetapi juga terdapat perubahan-


perubahan dalam struktur produksi dan alokasi input pada berbagai sektor

perekonomian seperti dalam lembaga, pengetahuan, dan teknik.

1.2. Tujuan Penulisan

Supaya mahasiswa dapat lebih memahami terhadap situasi ekonomi yang mana

sekarang menjadi topik hangat dan dilema luar biasa bagi seluruh dunia. Paling

tidak mahasiswa dapat memecahkan masalah kecil yang berhubungan dengan

rencana pembangunan di negara kita. Diharapkan pula makalah ini dapat menjadi

acuan belajar dalam mempelajari permasalahan ekonomi.

1.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang diatas maka penulis mencoba membuat

identifikasi permasalahan terhadap penelitian yang dilakukan oleh penulis sebagai

berikut :

1. Apa saja Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2004-2009?

2. Siap kah Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia dalam Persaingan Global?.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2004-2009

Reformasi sistem politik di Indonesia baik yang bersifat kelembagaan maupun

perundangan memunculkan model perencanaan dan kebijakan pembangunan

nasional yang baru mengantikan model perencanaan dan kebijakan lama. Muara

dari reformasi ini adalah keinginan untuk melakukan perbaikan-perbaikan atas

kelemahan-kelemahan yang timbul dari praktik perencanaan pembangunan

maupun kebijakan pembangunan yang sebelumnya pernah diterapkan demi

pencapaian tujuan kesejahteraan rakyat

sebagaimana di amanatkan oleh konstitusi.

Dalam konteks ini, Pemerintah dan DPR menyepakati pengundangan UU Nomor

25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional sebagai

landasan bagi proses perumusan program pembangunan baik dalam jangka

panjang, menengah maupun tahunan. Berkaitan dengan program pembangunan

jangka menengah, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 7

tahun 2004 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah tahun 2004-2009

sebagai pedoman bagi penyusunan rencana kerja tahunan pemerintah.

Secara singkat, model dan alur perencanaan pembangunan sebagaimana diatur


dalam UU Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Nasional dalam dijelaskan dalam diagram berikut ini.

Sejalan dengan amandemen UUD 1945 ketika tahun 2001, Majelis

Permusyawaratan Rakyat tidak lagi memegang kedaulatan negara tertinggi. Selain

itu, MPR juga tidak lagi memiliki kewajiban untuk menetapkan GBHN.

Dengan berlakunya amandemen Undang-Undang Dasar 1945 hingga amandemen

keempat, telah terjadi perubahan dalam pengelolaan pembangunan, yaitu:

Penguatan kedudukan lembaga legislatif dalam Penyusunan Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara (APBN);

Ditiadakannya Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai pedoman

penyusunan rencana pembangunan nasional; dan

Diperkuatnya Otonomi Daerah dan desentralisasi pemerintahan dalam Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

Pemilihan presiden secara langsung sebagai hasil perubahan UUD 45 dan

ditiadakannya GBHN sebagai pedoman Presiden untuk menyusun rencana

pembangunan serta pemberlakuan UU Nomor 32 tahun 2004, sebagai amandemen

UU Nomor 22 tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah yang memungkinkan

penyelenggaraan otonomi daerah dengan kewenangan yang lebih luas, nyata dan

bertanggung jawab kepada Daerah menjadi landasan perlunya sistem perencanaan

pembangunan nasional. Pemberian kewenangan yang luas kepada Daerah juga

membawa konsekuensi diperlukannya langkah koordinasi dan pengaturan untuk


lebih mengharmoniskan dan menyelaraskan pembangunan, baik pembangunan

nasional, pembangunan daerah, maupun pembangunan antar daerah. Untuk

menjawab kebutuhan-kebutuhan diatas, pada tanggal 5 Oktober 2004 Pemerintah

dengan persetujuan DPR menerbitkan Undang-Undang Nomor 25

tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

Melalui UU Nomor 25 tahun 2004, bangsa Indonesia memasuki era baru dalam

sejarah pembangunan nasional untuk menjamin kegiatan pembangunan yang

berjalan

secara efektif, efisien, dan bersasaran dalam rangka mewujudkan tujuan negara

sebagaimana diamanahkan oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Masih tingginya laju pertumbuhan dan jumlah penduduk. Jumlah penduduk

Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat, meskipun laju pertumbuhannya

dapat dikendalikan sehingga semakin menurun. Berdasarkan hasil Sensus

Penduduk (SP) 1990 dan 2000, jumlah penduduk Indonesia 179,4 juta jiwa dan

206,3 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk 1,49 persen per tahun pada

periode 1990-2000, lebih rendah dari laju pertumbuhan penduduk periode 1980-

1990 (1,97 persen). Meskipun telah terjadi penurunan pertumbuhan penduduk

karena menurunnya angka kelahiran, namun secara absolut pertambahan

penduduk Indonesia masih:akan meningkat sekitar 3 sampai 4 juta jiwa per tahun.

Hal ini disebabkan belum terkendalinya angka kelahiran pada tahun 1970- an,

sehingga terjadi peningkatan jumlah penduduk pasangan usia subur yang relatif

lebih cepat dibanding kelompok usia sebelumnya, atau timbulnya momentum


kependudukan.

Masih tingginya tingkat kelahiran penduduk. Faktor utama yang mempengaruhi

laju pertumbuhan penduduk adalah tingkat kelahiran. Berdasarkan Sensus

Penduduk tahun 1971, angka kelahiran total (Total Fertility Rate/TFR)

diperkirakan 5,6 anak per wanita usia reproduksi, dan saat ini telah turun lebih 50

persen menjadi 2,6 anak per wanita (Survei Demografl dan Kesehatan Indonesia-

SDKI 2002-2003). Penurunan TFR antara lain karena meningkatnya penggunaan

alat dan obat kontrasepsi (prevalensi) pada

pasangan usia subur pada tahun 1980-an. Pada tahun 1971, angka prevalensi

penggunaan kontrasepsi kurang dari 5 persen, tahun 1980 meningkat menjadi 26

persen, tahun 1987 menjadi 48 persen, tahun 1997 menjadi 57 persen, dan tahun

2002 sebesar 60 persen (SDKI 2002-2003).

2.2. SDM Indonesia dalam Persaingan Global

Sumberdaya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor kunci dalam reformasi

ekonomi, yakni bagaimana menciptakan SDM yang berkualitas dan memiliki

keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam persaingan global yang selama ini

kita abaikan.

Adanya ketimpangan antara jumlah kesempatan kerja dan angkatan kerja. Jumlah

angkatan kerja nasional pada krisis ekonomi tahun pertama (1998) sekitar 92,73

juta orang, sementara jumlah kesempatan kerja yang ada hanya sekitar 87,67 juta

orang dan ada sekitar 5,06 juta orang penganggur terbuka (open unemployment
Lesunya dunia usaha akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan sampai saat ini

mengakibatkan rendahnya kesempatan kerja terutama bagi lulusan perguruan

tinggi. Sementara di sisi lain jumlah angkatan kerja lulusan perguruan tinggi terus

meningkat. Sampai dengan tahun 2000 ada sekitar 2,3 juta angkatan kerja lulusan

perguruan tinggi. Kesempatan kerja yang terbatas bagi lulusan perguruan tinggi

ini menimbulkan dampak semakin banyak angka pengangguran sarjana di

Indonesia. Menurut catatan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti)

Depdiknas angka pengangguran sarjana di Indonesia lebih dari 300.000 orang.

Fenomena meningkatnya angka pengangguran sarjana seyogyanya perguruan

tinggi ikut bertanggungjawab. Fenomena penganguran sarjana merupakan kritik

bagi perguruan tinggi, karena ketidakmampuannya dalam menciptakan iklim

pendidikan yang mendukung kemampuan wirausaha mahasiswa.

Masalah SDM inilah yang menyebabkan proses pembangunan yang berjalan

selama ini kurang didukung oleh produktivitas tenaga kerja yang memadai. Itu

sebabnya keberhasilan pembangunan yang selama 32 tahun dibanggakan dengan

tingkat pertumbuhan rata-rata 7%, hanya berasal dari pemanfaatan sumberdaya

alam intensif (hutan, dan hasil tambang), arus modal asing berupa pinjaman dan

investasi langsung. Dengan demikian, bukan berasal dari kemampuan manajerial

dan produktivitas SDM yang tinggi.

Kenyataan ini belum menjadi kesadaran bagi bangsa Indonesia untuk kembali
memperbaiki kesalahan pada masa lalu. Rendahnya alokasi APBN untuk sektor

pendidikan—tidak lebih dari 12% -- pada pemerintahan di era reformasi. Ini

menunjukkan bahwa belum ada perhatian serius dari pemerintah pusat terhadap

perbaikan kualitas SDM. Padahal sudah saatnya pemerintah baik tingkat pusat

maupun daerah secara serius membangun SDM yang berkualitas. Sekarang bukan

saatnya lagi Indonesia membangun perekonomian dengan kekuatan asing. Tapi

sudah seharusnya bangsa Indonesia secara benar dan tepat memanfaatkan potensi

sumberdaya daya yang dimiliki (resources base).

Orang tidak bekerja alias pengangguran merupakan masalah bangsa yang tidak

pernah selesai. Ada tiga hambatan yang menjadi alasan kenapa orang tidak

bekerja,yaitu :

1. hambatan cultural.

2. kurikulum sekolah dan

3. pasar kerja

Hambatan kultural yang dimaksud adalah menyangkut budaya dan etos kerja.

Sementara yang menjadi masalah dari kurikulum sekolah adalah belum adanya

standar baku kurikulum pengajaran di sekolah yang mampu menciptakan dan

mengembangkan kemandirian SDM yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja.

Sedangkan hambatan pasar kerja lebih disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM

yang ada untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja.


Ekonomi abad ke-21, yang ditandai dengan globalisasi ekonomi, merupakan suatu

proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, di mana negara-negara di seluruh

dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa

rintangan batas teritorial negara. Globalisasi yang sudah pasti dihadapi oleh

bangsa Indonesia menuntut adanya efisiensi dan daya saing dalam dunia usaha.

Dalam globalisasi yang menyangkut hubungan intraregional dan internasional

akan terjadi persaingan antarnegara. Indonesia dalam kancah persaingan global

menurut World Competitiveness Report menempati urutan ke-45 atau terendah

dari seluruh negara yang diteliti, di bawah Singapura (8), Malaysia (34), Cina

(35), Filipina (38), dan Thailand (40).

Perwujudan nyata dari globalisasi ekonomi yang akan dihadapi bangsa Indonesia

antara lain terjadi dalam bentuk-bentuk berikut: Produksi, di mana perusahaan

berproduksi di berbagai negara, dengan sasaran agar biaya produksi menjadi lebih

rendah. Hal ini dilakukan baik karena upah buruh yang rendah, tarif bea masuk

yang murah, infrastruktur yang memadai ataupun karena iklim usaha dan politik

yang kondusif.

Pembiayaan. Perusahaan global mempunyai akses untuk memperoleh pinjaman

atau melakukan investasi (baik dalam bentuk portofolio ataupun langsung) di

semua negara di dunia. Sebagai contoh, PT Telkom dalam memperbanyak satuan

sambungan telepon, atau PT Jasa Marga dalam memperluas jaringan jalan tol
telah memanfaatkan sistem pembiayaan dengan pola BOT (build-operate-transfer)

bersama mitrausaha dari mancanegara.

Tenaga kerja. Perusahaan global akan mampu memanfaatkan tenaga kerja dari

seluruh dunia sesuai kelasnya, seperti penggunaan staf profesional diambil dari

tenaga kerja yang telah memiliki pengalaman internasional dan\atau buruh

diperoleh dari negara berkembang. Dengan globalisasi maka human movement

akan semakin mudah dan bebas.

Jaringan informasi. Masyarakat suatu negara dengan mudah dan cepat

mendapatkan informasi dari negara-negara di dunia karena kemajuan teknologi,

antara lain melalui: TV, radio, media cetak dan lain-lain. Dengan jaringan

komunikasi yang semakin maju telah membantu meluasnya pasar ke berbagai

belahan dunia untuk barang yang sama. Sebagai contoh KFC, Hoka Hoka Bento,

Mac Donald, dll melanda pasar di mana-mana.

Perdagangan. Hal ini terwujud dalam bentuk penurunan dan penyeragaman tarif

serta penghapusan berbagai hambatan nontarif. Dengan demikian kegiatan

perdagangan dan persaingan menjadi semakin ketat dan fair. Bahkan, transaksi

menjadi semakin cepat karena “less papers/documents” dalam perdagangan, tetapi

dapat mempergunakan jaringan teknologi telekomunikasi yang semakin canggih.

Dengan kegiatan bisnis korporasi (bisnis corporate) di atas dapat dikatakan bahwa
globalisasi mengarah pada meningkatnya ketergantungan ekonomi antarnegara

melalui peningkatan volume dan keragaman transaksi antarnegara (cross-border

transactions) dalam bentuk barang dan jasa, aliran dana internasional

(international capital flows), pergerakan tenaga kerja (human movement) dan

penyebaran teknologi informasi yang cepat. Sehingga secara sederhana dapat

dikemukakan bahwa globalisasi secara hampir pasti telah merupakan salah satu

kekuatan yang memberikan pengaruh terhadap bangsa, masyarakat, kehidupan

manusia, lingkungan kerja dan kegiatan bisnis corporate di Indonesia. Kekuatan

ekonomi global menyebabkan bisnis korporasi perlu melakukan tinjauan ulang

terhadap struktur dan strategi usaha

Masalah daya saing dalam pasar dunia yang semakin terbuka merupakan isu kunci

dan tantangan yang tidak ringan. Tanpa dibekali kemampuan dan keunggulan

saing yang tinggi niscaya produk suatu negara, termasuk produk Indonesia, tidak

akan mampu menembus pasar internasional. Bahkan masuknya produk impor

dapat mengancam posisi pasar domestik. Dengan kata lain, dalam pasar yang

bersaing, keunggulan kompetitif (competitive advantage) merupakan faktor yang

desisif dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Oleh karena itu, upaya

meningkatkan daya saing dan membangun keunggulan kompetitif bagi produk

Indonesia tidak dapat ditunda tunda lagi dan sudah selayaknya menjadi perhatian

berbagai kalangan, bukan saja bagi para pelaku bisnis itu sendiri tetapi juga bagi

aparat birokrasi,
Realitas globalisasi yang demikian membawa sejumlah implikasi bagi

pengembangan SDM di Indonesia. Salah satu tuntutan globalisasi adalah daya

saing ekonomi. Daya saing ekonomi akan terwujud bila didukung oleh SDM yang

handal. Untuk menciptakan SDM berkualitas dan handal yang diperlukan adalah

pendidikan. Sebab dalam hal ini pendidikan dianggap sebagai mekanisme

kelembagaan pokok dalam mengembangkan keahlian dan pengetahuan.

Pendidikan merupakan kegiatan investasi di mana pembangunan ekonomi sangat

berkepentingan. Sebab bagaimanapun pembangunan ekonomi membutuhkan

kualitas SDM yang unggul baik dalam kapasitas penguasaan IPTEK maupun

sikap mental, sehingga dapat menjadi subyek atau pelaku pembangunan yang

handal. Dalam kerangka globalisasi, penyiapan pendidikan perlu juga disinergikan

dengan tuntutan kompetisi. Oleh karena itu dimensi daya saing dalam SDM

semakin menjadi faktor penting sehingga upaya memacu kualitas SDM melalui

pendidikan.

Salah satu problem struktural yang dihadapi dalam dunia pendidikan adalah

bahwa pendidikan merupakan subordinasi dari pembangunan ekonomi. Pada era

sebelum reformasi pembangunan dengan pendekatan fisik begitu dominan. Hal ini

sejalan dengan kuatnya orientasi pertumbuhan ekonomi. Visi pembangunan yang

demikian kurang kondusif bagi pengembangan SDM, sehingga pendekatan fisik

melalui pembangunan sarana dan prasarana pendidikan tidak diimbangi dengan

tolok ukur kualitatif pendidikan.


Problem utama dalam pembangunan sumberdaya manusia adalah terjadinya

missalocation of human resources. Pada era sebelum reformasi, pasar tenaga kerja

mengikuti aliran ekonomi konglomeratif. Di mana tenaga kerja yang ada

cenderung memasuki dunia kerja yang bercorak konglomeratif yaitu mulai dari

sektor industri manufaktur sampai dengan perbankan. Dengan begitu, dunia

pendidikan akhirnya masuk dalam kemelut ekonomi politik, yakni terjadinya

kesenjangan ekonomi yang diakselerasi struktur pasar yang masih terdistorsi.

Kenyataan menunjukkan banyak lulusan terbaik pendidikan masuk ke sektor-

sektor ekonomi yang justru bukannya memecahkan masalah ekonomi, tapi malah

memperkuat proses konsentrasi ekonomi dan konglomerasi, yang mempertajam

kesenjangan ekonomi. Hal ini terjadi karena visi SDM terbatas pada struktur pasar

yang sudah ada dan belum sanggup menciptakan pasar sendiri, karena kondisi

makro ekonomi yang memang belum kondusif untuk itu. Di sinilah dapat disadari

bahwa visi pengembangan SDM melalui pendidikan terkait dengan kondisi

ekonomi politik yang diciptakan pemerintah.

Sementara pada pascareformasi belum ada proses egalitarianisme SDM yang

dibutuhkan oleh struktur bangsa yang dapat memperkuat kemandirian bang sa.

Pada era reformasi yang terjadi barulah relatif tercipta reformasi politik dan belum

terjadi reformasi ekonomi yang substansial terutama dalam memecahkan problem

struktural seperti telah diuraikan di atas. Sistem politik multipartai yang telah

terjadi dewasa ini justru menciptakan oligarki partai untuk mempertahankan

kekuasaan.
Dengan demikian, pada era reformasi dewasa ini, alokasi SDM masih belum

mampu mengoreksi kecenderungan terciptanya konsentrasi ekonomi yang

memang telah tercipta sejak pemerintahan masa lalu. Sementara di sisi lain

Indonesia kekurangan berbagai keahlian untuk mengisi berbagai tuntutan

globalisasi. Pertanyaannya sekarang adalah bahwa keterlibatan Indonesia pada

liberalisasi perdagangan model AFTA, APEC dan WTO dalam rangka untuk apa?

Bukankah harapannya dengan keterlibatan dalam globalisasi seperti AFTA,

APEC dan WTO masalah kemiskinan dan pengangguran akan terpecahkan.

Dengan begitu, seandainya bangsa Indonesia tidak bisa menyesuaikan terhadap

pelbagai kondisionalitas yang tercipta akibat globalisasi, maka yang akan terjadi

adalah adanya gejala menjual diri bangsa dengan hanya mengandalkan

sumberdaya alam yang tak terolah dan buruh yang murah. Sehingga yang terjadi

bukannya terselesaikannya masalah-masalah social ekonomi seperti kemiskinan,

pengangguran dan kesenjangan ekonomi, tetapi akan semakin menciptakan

ketergantungan kepada negara maju.

Oleh karena itu, untuk mengantisipasi tuntutan globalisasi seyogyanya kebijakan

link and match mendapat tempat sebagai sebuah strategi yang mengintegrasikan

pembangunan ekonomi dengan pendidikan. Namun sayangnya ide link and match

yang tujuannya untuk menghubungkan kebutuhan tenaga kerja dengan dunia

pendidikan belum ditunjang oleh kualitas kurikulum sekolah yang memadai untuk
menciptakan lulusan yang siap pakai. Yang lebih penting dalam hal ini adalah

strategi pembangunan dan industrialisasi secara makro yang seharusnya berbasis

sumberdaya yang dimiliki, yakni kayanya sumberdaya alam (SDA). Kalau strategi

ini tidak diciptakan maka yang akan terjadi adalah proses pengulangan kegagalan

karena terjebak berkelanjutannya ketergantungan kepada utang luar negeri,

teknologi, dan manajemen asing. Sebab SDM yang diciptakan dalam kerangka

mikro hanya semakin memperkuat proses ketergantungan tersebut.

Bangsa Indonesia sebagai negara yang kaya akan SDA, memiliki posisi wilayah

yang strategis (geo strategis), yakni sebagai negara kepulauan dengan luas laut 2/3

dari luas total wilayah; namun tidak mampu mengembalikan manfaat sumber

kekayaan yang dimiliki kepada rakyat. Hal ini karena strategi pembangunan yang

diciptakan tidak membangkitkan local genuin. Yang terjadi adalah sumber

kekayaan alam Indonesia semakin mendalam dikuasai oleh asing. Sebab

meskipun andaikata bangsa ini juga telah mampu menciptakan SDM yang

kualifaid terhadap semua level IPTEK, namun apabila kebijakan ekonomi yang

diciptakan tidak berbasis pada sumberdaya yang dimiliki (resources base), maka

ketergantungan ke luar akan tetap berlanjut dan semakin dalam.

Oleh karena itu harus ada shifting paradimn, agar proses pembangunan mampu

mendorong terbentuknya berbagai keahlian yang bisa mengolah SDA dan bisa

semakin memandirikan struktur ekonomi bangsa. Supaya visi tersebut pun terjadi

di berbagai daerah, maka harus ada koreksi total kebijakan pembangunan di


tingkat makro dengan berbasiskan kepada pluralitas daerah. Dengan demikian

harapannya akan tercipta SDM yang mampu memperjuangkan kebutuhan dan

penguatan masyarakat lokal. Karena untuk apa SDM diciptakan kalau hanya akan

menjadi perpanjangan sistem kapitalisme global dengan mengorbankan

kepentingan lokal dan nasional.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan

ekonomi, namun pada hakikatnya faktor-faktor tersebut dapat dikelompokan

menjadi dua, yaitu 1. faktor ekonomi dan

2. faktor nonekonomi.

Faktor ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi

diantaranya adalah sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya modal,

dan keahlian atau kewirausahaan.

Sumber daya alam, yang meliputi tanah dan kekayaan alam seperti kesuburan

tanah, keadaan iklim/cuaca, hasil hutan, tambang, dan hasil laut, sangat

mempengaruhi pertumbuhan industri suatu negara, terutama dalam hal

penyediaan bahan baku produksi. Sementara itu, keahlian dan kewirausahaan

dibutuhkan untuk mengolah bahan mentah dari alam, menjadi sesuatu yang

memiliki nilai lebih tinggi (disebut juga sebagai proses produksi).


Sumber daya manusia juga menentukan keberhasilan pembangunan nasional

melalui jumlah dan kualitas penduduk. Jumlah penduduk yang besar merupakan

pasar potensial untuk memasarkan hasil-hasil produksi, sementara kualitas

penduduk menentukan seberapa besar produktivitas yang ada.

Sementara itu, sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah bahan

mentah tersebut. Pembentukan modal dan investasi ditujukan untuk menggali dan

mengolah kekayaan. Sumber daya modal berupa barang-barang modal sangat

penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi karena

barang-barang modal juga dapat meningkatkan produktivitas.

Faktor nonekonomi mencakup kondisi sosial kultur yang ada di masyarakat,

keadaan politik, dan sistem yang berkembang dan berlaku.


BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Pertumbuhan ekonomi tidak akan berjalan jika tidak didukung sumber daya

manusia yang memadai. Sebaliknya, pembangunan kualitas sumber daya manusia

juga tidak akan tercapai tanpa dukungan pertumbuhan ekonomi. Demikian pula

pertumbuhan ekonomi dan pembangunan kualitas sumber daya manusia.

Segitiga pertumbuhan ekonomi dan pembangunan sosial, pengendalian

pertumbuhan penduduk, serta lingkungan hidup harus dikelola pemerintah secara

bersama-sama dan terintegrasi.

Itulah konsep pembangunan berwawasan kependudukan dalam rangka

mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Penduduk harus ditempatkan

sebagai titik sentral kegiatan pembangunan.

Selama periode 2004-2009, tingkat pertumbuhan ekonomi yang diharapkan antara

4,5 persen sampai 6,0 persen. Pertumbuhan ekonomi sebesar itu diperkirakan

hanya dapat menyerap angkatan kerja baru sekitar satu sampai satu setengah juta

pekerja saja.

Pada masa lalu, setiap pertumbuhan ekonomi sebesar 1 persen mampu menyerap
sekitar 400.000 pekerja. Namun, pada saat ini diperkirakan hanya mampu

menyerap sebanyak 250.000 sampai 300.000 pekerja baru. Sementara angkatan

kerja baru setiap tahun bertambah 2,5 juta orang. Dengan jumlah penduduk yang

diperkirakan masih bertambah dari 207 juta jiwa pada tahun 2004 menjadi 220

juta jiwa pada tahun 2009, diperkirakan tingkat pengangguran pada tahun 2010

nanti sekitar 9 persen dari seluruh angkatan kerja yang ada.


DAFTAR PUSTAKA

Ekonomi Pembangunan ( Sudono sukirno )

http://www.kompas.com Harian Kompas.

modul sumber internet rpjm ( Rencana Pembangunan Jangka Menengah )

: Didin S. Damanhuri, Guru Besar Ekonomi IPB dan Pengamat Ekonomi.

http://id.wikipedia.org/wiki/Pembangunan_ekonomi,

http://www.bappenas.go.id

You might also like