You are on page 1of 27

”JEROME BRUNER: BELAJAR PENEMUAN”

Filed under: Uncategorized by arifwidiyatmoko — 7 Komentar


Juli 29, 2008
A. Pendahuluan

Manusia dewasa mempunyai lebih dari 100 milyar neuron, yang satu sama lain
berhubungan secara spesifik dan rumit sehingga memungkinkan untuk mengingat,
melihat, belajar, berpikir, kesadaran dan lain-lain (Schatz 1992). Struktur otak terbentuk
sesuai dengan program yang secara biologis tersimpan dalam DNA, dan organ tersebut
baru bekerja setelah selesainya seluruh penataan yang rumit tersebut.
Pada saat baru lahir, hampir seluruh neuron yang harus dimiliki sudah ada, tapi
berat otaknya hanya ¼ dari otak dewasa. Otak menjadi bertambah besar karena
pembesaran neuron, bertambahnya jumlah akson dan dendrit sesuai dengan
perkembangan hubungan antar sesamanya. Untuk menyempurnakan perkembangan
maka anak kecil harus diberi rangsangan melalui raba, speech (berbicara) dan images
(daya hayal) (Bloom 1988, Schatz 1992).
Menurut Bloom (1988) defenisi belajar adalah perubahan tingkah laku yang
relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman. Secara praktis dan diasosiasikan sebagai
proses memperoleh informasi . Menurut Kupferman (1981) belajar adalah proses dimana
manusia dan binatang menyesuaikan tingkah lakunya sebagai hasil dari pengalaman .
Memori ingatan adalah proses dimana informasi belajar disimpan dan dapat
dibaca kembali (dikeluarkan kembali). Ingatan atau memory tidaklah sesederhana seperti
ini. Memory adalah proses aktif, karena ilmu pengetahuan berubah terus, selalu diperiksa
dan diformulasi ulang oleh pikiran otak kita. Menurut Jerome Bruner manusia
mempunyai kapasitas dan kecendrungan untuk berubah karena menghadapi kejadian
yang umum. Ingatan mempunyai beberapa fase, yaitu waktunya sangat singkat
(extremely short term)/ingatan segera (immediate memory) (item hanya dapat disimpan
dalam beberapa detik). Ingatan jangka pendek (short term) (items dapat ditahan dalam
beberapa menit), ingatan jangka panjang (long term) (penyimpanan berlangsung beberapa
jam sampai seumur hidup).
B. Bruner dan Teorinya.
Jerome Bruner dilahirkan dalam tahun 1915. Jerome Bruner, seorang ahli
psikologi yang terkenal telah banyak menyumbang dalam penulisan teori pembelajaran,
proses pengajaran dan falsafah pendidikan. Bruner bersetuju dengan Piaget bahawa
perkembangan kognitif kanak-kanak adalah melalui peringkat-peringkat tertentu. Walau
bagaimanapun, Bruner lebih menegaskan pembelajaran secara penemuan iaitu mengolah
apa yang diketahui pelajar itu kepada satu corak dalam keadaan baru (lebih kepada
prinsip konstruktivisme).
Beliau bertugas sebagai profesor psikologi di Universiti Harvard di Amerika
Syarikat dan dilantik sebagi pengarah di Pusat Pengajaran Kognitif dari tahun 1961
sehingga 1972, dan memainkan peranan penting dalam struktur Projek Madison di
Amerika Syarikat. Setelah itu, beliau menjadi seorang profesor Psikologi di Universiti
Oxford di England.
Jerome S. Bruner adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli psikologi
belajar kognitif. Pendekatannya tentang psikologi adalah eklektik. Penelitiannya yang
demikian banyak itu meliputi persepsi manusia, motivasi, belajar dan berfikir. Dalam
mempelajarai manusia, ia menganggap manusia sebagai pemroses, pemikir dan pencipta
informasi. Bruner menganggap, bahwa belajar itu meliputi tiga proses kognitif, yaitu
memperoleh informasi baru, transformasi pengetahuan, dan menguji relevansi dan
ketepatan pengetahuan. Pandangan terhadap belajar yang disebutnya sebagai
konseptualisme instrumental itu, didasarkan pada dua prinsip, yaitu pengetahuan orang
tentang alam didasarkan pada model-model mengenai kenyataan yang dibangunnya, dan
model-model itu diadaptasikan pada kegunaan bagi orang itu.
Pematangan intelektual atau pertumbuhan kognitif seseorang ditunjukkan oleh
bertambahnya ketidaktergantungan respons dari sifat stimulus. Pertumbuhan itu
tergantung pada bagaimana seseorang menginternalisasi peristiwa-peristiwa menjadi
suatu ”sistem simpanan” yang sesuai dengan lingkungan. Pertumbuhan itu menyangkut
peningkatan kemampuan seseorang untuk mengemukakan pada dirinya sendiri atau pada
orang lain tentang apa yang telah atau akan dilakukannya.
Menurut Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan.
Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan bertahan lama, dan mempunyai
efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan
kemampuan berfikir secara bebas dan melatih keterampilan-keterampilan kognitif untuk
menemukan dan memecahkan masalah.
Teori instruksi menurut Bruner hendaknya mencakup:
1. Pengalaman-pengalaman optimal bagi siswa untuk mau dan dapat belajar, ditinjau
dari segi aktivasi, pemeliharaan dan pengarahan.
2. Penstrukturan pengetahuan untuk pemahaman optimal, ditinjau dari segi cara
penyajian, ekonomi dan kuasa.
3. Perincian urutan-urutan penyajian materi pelajran secara optimal, dengan
memperhatikan faktor-faktor belajar sebelumnya, tingkat perkembangan anak, sifat
materi pelajaran dan perbedaan individu.
4. Bentuk dan pemberian reinforsemen.
Beliau berpendapat bahawa seseorang murid belajar dengan cara menemui
struktur konsep-konsep yang dipelajari. Kanak-kanak membentuk konsep dengan
mengasingkan benda-benda mengikut ciri-ciri persamaan dan perbezaan. Selain itu,
pengajaran didasarkan kepada perangsang murid terhadap konsep itu dengan
pengetahuan sedia ada. Misalnya,kanak-kanak membentuk konsep segiempat dengan
mengenal segiempat mempunyai 4 sisi dan memasukkan semua bentuk bersisi empat
kedalam kategori segiempat,dan memasukkan bentuk-bentuk bersisi tiga kedalam
kategori segitiga.
Dalam teori belajarnya Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan
berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau
kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga tahap
itu adalah: (1) tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau
pengalaman baru, (2) tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan
menganalisis pengetahuan baru serta ditransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin
bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan (3) evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah
hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak.
C. Ciri khas Teori Pembelajaran Menurut Bruner
1. Empat Tema tentang Pendidikan
Tema pertama mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan. Hal ini
perlu karena dengan struktur pengetahuan kita menolong siswa untuk untuk
melihat, bagaimana fakta-fakta yang kelihatannya tidak ada hubungan, dapat
dihubungkan satu dengan yang lain.
Tema kedua adalah tentang kesiapan untuk belajar. Menurut Bruner
kesiapan terdiri atas penguasaan ketrampilan-ketrampilan yang lebih sederhana
yang dapat mengizinkan seseorang untuk mencapai kerampilan-ketrampilan yang
lebih tinggi.
Tema ketiga adalah menekankan nilai intuisi dalam proses pendidikan.
Dengan intuisi, teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi
tentatif tanpa melalui langkah-langkah analitis untuk mengetahui apakah formulasi-
formulasi itu merupaka kesimpulan yang sahih atau tidak.
Tema keempat adalah tentang motivasi atau keingianan untuk belajar dan
cara-cara yang tersedia pada para guru untuk merangsang motivasi itu.
2. Model dan Kategori
Pendekatan Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi. Asumsi
pertama adalah bahwa perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif.
Berlawanan dengan penganut teori perilakau Bruner yakin bahwa orang yang
belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif, perubahan tidak hanya
terjadi di lingkungan tetapi juga dalam diri orang itu sendiri.
Asumsi kedua adalah bahwa orang mengkontruksi pengetahuannya dengan
menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan yang
diperoleh sebelumnya, suatu model alam (model of the world). Model Bruner ini
mendekati sekali struktur kognitif Aussebel. Setiap model seseorang khas bagi
dirinya. Dengan menghadapi berbagai aspek dari lingkungan kita, kita akan
membentuk suatu struktur atau model yang mengizinkan kita untuk
mengelompokkan hal-hal tertentu atau membangun suatu hubungan antara hal-hal
yang diketahui.
3. Belajar sebagai Proses Kognitif
Bruner mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang
berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses itu adalah (1) memperoleh informasi
baru, (2) transformasi informasi dan (3) menguji relevansi dan ketepatan
pengetahuan (Bruner, 1973).
Informasi baru dapat merupaka penghalusan dari informasi sebelumnya
yang dimiliki seseorang atau informasi itu dapat dersifat sedemikian rupa sehingga
berlawanan dengan informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang. Dalam
transformasi pengetahuan seseorang mempelakukan pengetahuan agar cocok
dengan tugas baru. Jadi, transformasi menyangkut cara kita memperlakukan
pengetahuan, apakah dengan cara ekstrapolasi atau dengan mengubah bentuk lain.
Hampir semua orang dewasa melalui penggunaan tig sistem keterampilan
untuk menyatakan kemampuanny secara sempurna. Ketiga sistem keterampilan itu
adalah yang disebut tiga cara penyajian (modes of presentation) oleh Bruner (1966).
Ketiga cara itu ialah: cara enaktif, cara ikonik dan cara simbolik.
Cara penyajian enaktif ialah melalui tindakan, jadi bersifat manipulatif.
Dengan cara ini seseorang mengetahui suatu aspek dari kenyataan tanpa
menggunakan pikiran atau kata-kata. Jadi cara ini terdiri atas penyajian kejadian-
kejadian yang lampau melalui respon-respon motorik. Misalnya seseorang anak
yang enaktif mengetahui bagaimana mengendarai sepeda.
Cara penyajian ikonik didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan
disajikan oleh sekumpulan gambar-gambar yang mewakili suatu konsep, tetapi
tidak mendefinisikan sepenuhnya konsep itu. Misalnya sebuah segitiga menyatakan
konsep kesegitigaan.
Penyajian simbolik menggunakan kata-kata atau bahasa. Penyajian simbolik
dibuktikan oleh kemampuan seseorang lebih memperhatikan proposisi atau
pernyataan daripada objek-objek, memberikan struktur hirarkis pada konsep-
konsep dan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan alternatif dalam suatu cara
kombinatorial.
Sebagai contoh dari ketiga cara penyajian ini, tentang pelajaran penggunaan
timbangan. Anak kecil hanya dapat bertindak berdasarkan ”prinsip-prinsip”
timbangan dan menunjukkan hal itu dengan menaiki papan jungkat-jungkit. Ia tahu
bahwa untuk dapat lebih jauh kebawah ia harus duduk lebih menjauhi pusat. Anak
yang lebih tua dapat menyajikan timbangan pada dirinya sendiri dengan suatu
model atau gambaran. ”Bayangan” timbangan itu dapat diperinci seperti yang
terdapat dalam buku pelajaran. Akhirnya suatu timbangan dapat dijelaskan dengan
menggunakan bahasa tanpa pertolongan gambar atau dapat juga dijelaskan secara
matematik dengan menggunakan Hukum Newton tentang momen.
4. Ciri khas Teori Bruner dan perbedaannya dengan teori yang lain
Teori Bruner mempunyai ciri khas daripada teori belajar yang lain yaitu
tentang ”discovery” yaitu belajar dengan menemukan konsep sendiri. Disamping
itu, karena teori Bruner ini banyak menuntut pengulangan-penulangan, maka desain
yang berulang-ulang itu disebut ”kurikulum spiral kurikulum”. Secara singkat,
kurikulum spiral menuntut guru untuk memberi materi pelajaran setahap demi
setahap dari yang sederhana ke yang kompleks, dimana materi yang sebelumnya
sudah diberikan suatu saat muncul kembali secara terintegrasi di dalam suatu materi
baru yang lebih kompleks. Demikian seterusnya sehingga siswa telah mempelajari
suatu ilmu pengetahuan secara utuh.
Bruner berpendapat bahwa seseorang murid belajar dengan cara menemui
struktur konsep-konsep yang dipelajari. Anak-anak membentuk konsep dengan
melihat benda-benda berdasarkan ciri-ciri persamaan dan perbedaan. Selain itu,
pembelajaran didasarkan kepada merangsang siswa menemukan konsep yang baru
dengan menghubungkan kepada konsep yang lama melalui pembelajaran
penemuan.

D. Belajar Penemuan
Salah satu model kognitif yang sangat berpengaruh adalah model dari Jerome
Bruner (1966) yang dikenal dengan nama belajar penemuan (discovery learning). Bruner
menganggap bahwa belajar peneuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif
oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Bruner
menyarankan agar siswa hendaknya belajar melalui berpartisipasi aktif dengan konsep-
konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan
melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan konsep
dan prinsip itu sendiri.
Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa
kebaikan. Diantaranya adalah:
1. Pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat.
2. Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik.
3. Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan
untuk berfikir secara bebas.
Asumsi umum tentang teori belajar kognitif: a. Bahwa pembelajaran baru berasal
dari proses pembelajaran sebelumnya. b. Belajar melibatkan adanya proses informasi
(active learning). c. Pemaknaan berdasarkan hubungan. d. Proses kegiatan belajar
mengajar menitikberatkan pada hubungan dan strategi.
Model kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap
teori perilaku yang yang telah berkembang sebelumnya. Model kognitif ini memiliki
perspektif bahwa para peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui
upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara
pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini menekankan pada
bagaimana informasi diproses.
Peneliti yang mengembangkan kognitif ini adalah Ausubel, Bruner, dan Gagne.
Dari ketiga peneliti ini, masing-masing memiliki penekanan yang berbeda. Ausubel
menekankan pada apsek pengelolaan (organizer) yang memiliki pengaruh utama
terhadap belajar. Menurut Ausubel, konsep tersebut dimaksudkan untuk penyiapan
struktur kognitif peserta didik untuk pengalaman belajar. Bruner bekerja pada
pengelompokkan atau penyediaan bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas bagaimana
peserta didik memperoleh informasi dari lingkungan. Bruner mengembangkan teorinya
tentang perkembangan intelektual, yaitu:
1. enactive, dimana seorang peserta didik belajar tentang dunia melalui tindakannya
pada objek, siswa melakukan aktifitas-aktifitasnya dalam usahanya memahami
lingkungan.
2. iconic, dimana belajar terjadi melalui penggunaan model dan gambar
3. symbolic yang mendeskripsikan kapasitas dalam berfikir abstrak, siswa mempunyai
gagasan-gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi bahasa dan logika dan komunikasi
dilkukan dengan pertolongan sistem simbol. Semakin dewasa sistem simbol ini
samakin dominan.
Sejalan dengan pernyataan di atas, maka untuk mengajar sesuatu tidak usah
ditunggu sampai anak mancapai tahap perkembangan tertentu. Yang penting bahan
pelajaran harus ditata dengan baik maka dapat diberikan padanya. Dengan lain perkataan
perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang
akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Penerapan teori Bruner yang terkenal dalam dunia pendidikan adalah kurikulum
spiral dimana materi pelajaran yang sama dapat diberikan mulai dari Sekolah Dasar
sampai Perguruan tinggi disesuaikan dengan tingkap perkembangan kognitif mereka.
Cara belajar yang terbaik menurut Bruner ini adalah dengan memahami konsep, arti dan
hubungan melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan (discovery
learning).
Berdasarkan pendapat ketiga ahli di atas (Burner, Ausubel, dan gagne), ternyata
teori kognitif melibatkan hal-hal mental atau pemikiran seseorang individu. Teori ini ada
kaitan dengan ingatan jangka pendek dan ingatan jangka panjang. Sesuatu pengetahuan
yang diperolehi melalui pengalaman atau pendidikan formal akan disimpan dan disusun
melalui proses pengumpulan pengetahuan supaya dapat digunakan kemudian.

Penerapan Model Kognitif dalam pembelajaran:


Belajar Karakteristik Teori Penerapan Dalam pembelajaran
Kognitif Model ini sangat 1. Menentukan tujuan-tujuan instruksional
membebaskan peserta 2. Memilih materi pelajaran
Bruner
didik untuk belajar 3. Menentukan topik-topik yang akan
sendiri. Teori ini dipeserta didiki
mengarahkan peserta 4. Mencari contoh-contoh, tugas, ilustrasi
didik untuk belajar dsbnya., yang dapat digunakan peserta
secara discovery didik untuk bahan belajar
learning. 5. Mengatur topik peserta didik dari konsep
yang paling kongkrit ke yang abstrak, dari
yang sederhana ke kompleks
6. Mengevaluasi proses dan hasil belajar
Bermakna Dalam aplikasinya 1. Menentukan tujuan-tujuan instruksional
Ausubel menuntut peserta didik 2. Mengukur kesiapan peserta didik (minat,
belajar secara deduktif kemampuan, struktur kognitif)baik melalui
(dari umum ke khusus) tes awal, interviw, pertanyaan dll.
dan lebih 3. Memilih materi pelajaran dan mengaturnya
mementingkan aspek dalam bentuk penyajian konsep-konsep
struktur kognitif peserta kunci
didik 4. Mengidentifikasikan prinsip-prinsip yang
harus dikuasai peserta didik dari materi tsb.
5. Menyajikan suatu pandangan secara
menyelurh tentang apa yang harus dikuasai
pesertadidik
6. Membuat dan menggunakan “advanced
organizer” paling tidak dengan cara
membuat rangkuman terhadap materi yang
baru disajikan, dilengkapi dengan uraian
singkat yang menunjukkan relevansi
(keterkaiatan) materi yang sudah diberikan
dengan yang akan diberikan
7. Mengajar peserta didik untuk memahami
konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang
sudah ditentukan dengan memberi fokus
pada hubungan yang terjalin antara konsep
yang ada
8. Mengevaluasi proses dan hasil belajar

D. Penerapan dalam Pembelajaran IPA


Pada bagian ini akan dibahas bagaimana menerapkan belajar penemuan pada
siswa, ditinjau dari segi metode, tujuan serta peranan guru khususnya dalam
pembelajaran IPA.
1. Metode dan Tujuan
Dalam belajar penemuan, metode dan tujuan tidak sepenuhnya beriring. Tujuan
belajar bukan hanya untuk memperoleh pengetahuan saja. Tujuan belajar sepenuhnya
ialah untuk memperoleh pengetahuan dengan suatu cara yang dapat melatih kemampuan
intelektual siswa dan merangsang keingintahuan mereka dan memotivasi kemampuan
mereka. Inilah yang dimaksud dengan memperoleh pengetahuan melalui belajar
penemuan.
Jadi kalau kita mengajar sains (IPA) misalnya, kita bukan akan menghasilkan
perpustakaan-perpustakaan hidup kecil tentang sains, melainkan kita ingin membuat
anak-anak kita berfikir secara matematis bagi dirinya sendiri, berperan serta dalam proses
perolehan pengetahuan. Mengetahui itu adalah suatu proses, bukan suatu produk.
2. Peranan Guru
Langkah guru sebagai fasilitator pembelajaran dalam belajar penemuan
adalah:
a. Merencanakan pelajaran sedemikian rupa sehingga pelajaran itu terpusat pada
masalah-masalah yang tepat untuk diselidiki para siswa.
b. Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk
memecahkan masalah. Guru hendaknya memulai dengan sesuatu yang sudah dikenal
siswa. Kemudian guru mengemukakan sesuatau yang berlawanan. Dengan demikian
terjadi onflik dengn pengalaman siswa. Akibatnya timbulah masalah. Dalam keadaan
yang ideal, hal yang berlawanan itu menimbulkan suatu kesangsian yang merangsang
para siswa untuk menyelidiki masalah itu, menyusun hipotesis-hipotesis dan mencoba
menemukan konsep atau prinsip yang mendasari masalah itu.

c. Guru harus menyajikan dengan cara enaktif, ikonik dan simbolik. Enaktif adalah
melaui tindakan atau dengan kata lain belajar sambil melakukan (learning by doing).
Ikonik adalah didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan melalui
gambar-gambar yang mewakili suatu konsep. Simbolik adalah menggunakan kata-
kata atau bahasa-bahasa.
d. Bila siswa memecahkan masalah di laboratorium atau secara teoritis, guru hendaknya
berperan sebagai seorang pembimbing atau tutor. Guru hendaknya jangan
mengungkapkan terlebih dahulu prinsip atau aturan yang akan dipelajari, tetapi
hendaknya memberikan saran-saran bila diperlukan. Sebagai seorang tutor, guru
hendaknya memberikan umpan balik pada waktu yang tepat.
e. Menilai hasil belajar merupakan suatu masalah dalam belajar penemuan. Secara garis
besar belajar penemuan ialah mempelajarai generalisasi-generalisasi dengan
menemukan sendiri konsep-konsep itu. Di lapangan, penilaian hasil belajar penemuan
meliputi pemahaman tentang konsep dasar, dan kemampuan untuk menerapkan
konsep itu ke dalam situsi baru dan situasi kehidupan nyata sehari-hari pada siswa.
Jadi dalam belajar penemuan, guru tidak begitu mengendalikan proses
pembelajaran. Guru hendaknya mengarahkan pelajaran pada penemuan dan pemecahan
masalah. Penilaian hasil belajar meliputi tentang konsep dasar dan penerapannya pada
situasi yang baru.

Daftar Pustaka

Max Darsono, Prof. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang
Press.

Slameto. 1991. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka


Cipta.

Ratna Wilis Dahar, Prof. 1996. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Sumber : http://arifwidiyatmoko.wordpress.com/2008/07/29/%E2%80%9Djerome-
bruner-belajar-penemuan%E2%80%9D/

A study of thinking
Oleh Jerome Seymour Bruner,Jacqueline J. Goodnow,George A. Austin

Teori-teori pembelajaran matematika menurut aliran psikologi


kognitif

A. Teori Tahap-tahap Belajar dari Jerome Bruner

Bruner dan Teorinya.

Bruner yang memiliki nama lengkap Jerome S.Bruner dilahirkan tahun 1915. Ia seorang
ahli psikologi dari Universitas Harvard, Amerika Serikat, yang terkenal telah banyak
menyumbang dalam penulisan teori pembelajaran, proses pengajaran dan falsafah
pendidikan. Bruner bersetuju dengan Piaget bahawa perkembangan kognitif kanak-kanak
adalah melalui peringkat-peringkat tertentu. Walau bagaimanapun, Bruner lebih
menegaskan pembelajaran secara penemuan Yaitu mengolah apa yang diketahui pelajar
itu kepada satu corak dalam keadaan baru (lebih kepada prinsip konstruktivisme). Bruner
telah mempelopori aliran psikologi kognitif yang memberi dorongan agar pendidikan
memberikan perhatian pada pentingnya pengembangan berfikir. Bruner banyak
memberikan pandangan mengenai perkembangan kognitif manusia, bagaimana manusia
belajar, atau memperoleh pengetahuan dan mentransformasi pengetahuan. Dasar
pemikiran teorinya memandang bahwa manusia sebagai pemproses, pemikir dan pencipta
informasi. Bruner menyatakan belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan
manusia untuk menemukan hal-hal baru diluar informasi yang diberikan kepada dirinya.

Beliau bertugas sebagai profesor psikologi di Universiti Harvard di Amerika Syarikat dan
dilantik sebagi pengarah di Pusat Pengajaran Kognitif dari tahun 1961 sehingga 1972,
dan memainkan peranan penting dalam struktur Projek Madison di Amerika Syarikat.
Setelah itu, beliau menjadi seorang profesor Psikologi di Universiti Oxford di England.

Jerome S. Bruner adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli psikologi belajar
kognitif. Pendekatannya tentang psikologi adalah eklektik. Penelitiannya yang demikian
banyak itu meliputi persepsi manusia, motivasi, belajar dan berfikir. Dalam mempelajarai
manusia, ia menganggap manusia sebagai pemroses, pemikir dan pencipta informasi.
Bruner menganggap, bahwa belajar itu meliputi tiga proses kognitif, yaitu memperoleh
informasi baru, transformasi pengetahuan, dan menguji relevansi dan ketepatan
pengetahuan. Pandangan terhadap belajar yang disebutnya sebagai konseptualisme
instrumental itu, didasarkan pada dua prinsip, yaitu pengetahuan orang tentang alam
didasarkan pada model-model mengenai kenyataan yang dibangunnya, dan model-model
itu diadaptasikan pada kegunaan bagi orang itu.

Pematangan intelektual atau pertumbuhan kognitif seseorang ditunjukkan oleh


bertambahnya ketidaktergantungan respons dari sifat stimulus. Pertumbuhan itu
tergantung pada bagaimana seseorang menginternalisasi peristiwa-peristiwa menjadi
suatu ”sistem simpanan” yang sesuai dengan lingkungan. Pertumbuhan itu menyangkut
peningkatan kemampuan seseorang untuk mengemukakan pada dirinya sendiri atau pada
orang lain tentang apa yang telah atau akan dilakukannya.

Menurut Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan.
Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan bertahan lama, dan mempunyai
efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan
kemampuan berfikir secara bebas dan melatih keterampilan-keterampilan kognitif untuk
menemukan dan memecahkan masalah.

Maka dalam pengajaran di Sekolah Brunner mengajukan bahwa dalam pembelajaran


hendaknya mencangkup:

1) Pengalaman – pengalaman optimal untuk mau dan dapat belajar. Pembelajaran dari
segi siswa adalah membantu siswa dalam hal mencari alternative pemecahan masalah.
Dalam mencari masalah melalui penyelidikan dan penemuan serta cara pemecahannya
dibutuhkan adanya aktivitas, pemeliharaan dan pengarahan. Artinya bahwa kegiatan
belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan
atau kesimpulan tertentu.

2) Penstrukturan Pengetahuan untuk Pemahaman optimal. Pembelajaran hendaknya dapat


memberikan struktur yang jelas dari suatu pengetahuan yang dipelajari anak – anak.
Dengan perkataan lain, anak dibimbing dalam memahami sesuatu dari yang paling
khusus (deduktif) menuju yang paling kompleks (induktif), bukanya konsep yang lebih
dahulu diajarkan, akan tetapi contoh-contoh kongkrit dari kejujuran itu sendiri.

3). Perincian urutan-urutan penyajian materi pelajran secara optimal, dengan


memperhatikan faktor-faktor belajar sebelumnya, tingkat perkembangan anak, sifat
materi pelajaran dan perbedaan individu.

4). Bentuk dan pemberian reinforsemen.

Beliau berpendapat bahawa seseorang murid belajar dengan cara menemui struktur
konsep-konsep yang dipelajari. Kanak-kanak membentuk konsep dengan mengasingkan
benda-benda mengikut ciri-ciri persamaan dan perbezaan. Selain itu, pengajaran
didasarkan kepada perangsang murid terhadap konsep itu dengan pengetahuan sedia ada.
Misalnya,kanak-kanak membentuk konsep segiempat dengan mengenal segiempat
mempunyai 4 sisi dan memasukkan semua bentuk bersisi empat kedalam kategori
segiempat,dan memasukkan bentuk-bentuk bersisi tiga kedalam kategori segitiga.

Ciri khas Teori Pembelajaran Menurut Bruner

1. Empat Tema tentang Pendidikan

Bruner mempermasalahkan seberapa banyak informasi itu diperlukan agar dapat


ditransformasikan . Perlu diketahui, tidak hanya itu saja namun dalam proses belajar juga
ada empat tema pendidikan yang perlu diperhatikan yaitu:

1. mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan. Hal ini perlu karena dengan
struktur pengetahuan kita menolong siswa untuk untuk melihat, bagaimana fakta-
fakta yang kelihatannya tidak ada hubungan, dapat dihubungkan satu dengan yang
lain.2
2. tentang kesiapan untuk belajar. Menurut Bruner kesiapan terdiri atas penguasaan
ketrampilan-ketrampilan yang lebih sederhana yang dapat mengizinkan seseorang
untuk mencapai kerampilan-ketrampilan yang lebih tinggi.
3. menekankan nilai intuisi dalam proses pendidikan. Dengan intuisi, teknik-teknik
intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi tentatif tanpa melalui langkah-
langkah analitis untuk mengetahui apakah formulasi-formulasi itu merupaka
kesimpulan yang sahih atau tidak.
4. tentang motivasi atau keingianan untuk belajar dan cara-cara yang tersedia pada
para guru untuk merangsang motivasi itu.
2. Model dan Kategori

Pendekatan Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi. Asumsi pertama adalah
bahwa perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif. Berlawanan dengan
penganut teori perilakau Bruner yakin bahwa orang yang belajar berinteraksi dengan
lingkungannya secara aktif, perubahan tidak hanya terjadi di lingkungan tetapi juga
dalam diri orang itu sendiri.

3. Belajar sebagai Proses Kognitif

Bruner mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir
bersamaan. Ada tiga proses kognitif yang terjadi dalam belajar, yaitu

(1) tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman
baru,

(2) tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan
baru

serta ditransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang

lain, dan

(3) evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi
benar

atau tidak.

Perolehan informasi baru dapat terjadi melalui kegiatan membaca, mendengarkan


penjelasan guru mengenai materi yang diajarkan atau mendengarkan audiovisual dan
lain-lain.Proses transformasi pengetahuan merupakan suatu proses bagaimana kita
memperlakukan pengetahuan yang sudah diterima agar sesuai dengan
kebutuhan.Informasi yang diterima dianalisis, diproses atau diubah menjadi konsep yang
lebih abstrak agar suatu saat dapat dimanfaatkan.

Informasi baru dapat merupaka penghalusan dari informasi sebelumnya yang dimiliki
seseorang atau informasi itu dapat dersifat sedemikian rupa sehingga berlawanan dengan
informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang. Dalam transformasi pengetahuan
seseorang mempelakukan pengetahuan agar cocok dengan tugas baru. Jadi, transformasi
menyangkut cara kita memperlakukan pengetahuan, apakah dengan cara ekstrapolasi atau
dengan mengubah bentuk lain.

Hampir semua orang dewasa melalui penggunaan tiga sistem keterampilan untuk
menyatakan kemampuannya secara sempurna. Ketiga sistem keterampilan itu adalah
yang disebut tiga cara penyajian (modes of presentation) oleh Bruner (1966). Ketiga cara
itu ialah: cara enaktif, cara ikonik dan cara simbolik.
Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi Simbol-simbol
atau lambang-lambang objek tertentu.

1) Cara penyajian enaktif

ialah melalui tindakan, jadi bersifat manipulatif. Dengan cara ini seseorang mengetahui
suatu aspek dari kenyataan tanpa menggunakan pikiran atau kata-kata. Jadi cara ini terdiri
atas penyajian kejadian-kejadian yang lampau melalui respon-respon motorik Dalam
tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara langsung terlihat dalam
memanipulasi (mengotak atik)objek. Misalnya seseorang anak yang enaktif mengetahui
bagaimana mengendarai sepeda.

2) Cara penyajian ikonik

didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan oleh sekumpulan gambar-gambar


yang mewakili suatu konsep, tetapi tidak mendefinisikan sepenuhnya konsep itu. Dalam
tahap ini kegiatan penyajian dilakukan berdasarkan pada pikiran internal dimana
pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik yang dilakuka
anak, berhubungan dengan mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang
dimanipulasinya. Misalnya sebuah segitiga menyatakan konsep kesegitigaan.

3) Penyajian simbolik

menggunakan kata-kata atau bahasa. Penyajian simbolik dibuktikan oleh kemampuan


seseorang lebih memperhatikan proposisi atau pernyataan daripada objek-objek,
memberikan struktur hirarkis pada konsep-konsep dan memperhatikan kemungkinan-
kemungkinan alternatif dalam suatu cara kombinatorial. Dalam tahap ini kegiatan
penyajian dilakukan berdasarkan pada pikiran internal dimana pengetahuan disajikan
melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik yang dilakuka anak, berhubungan
dengan mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya

Sebagai contoh dari ketiga cara penyajian ini, tentang pelajaran penggunaan timbangan.
Anak kecil hanya dapat bertindak berdasarkan ”prinsip-prinsip” timbangan dan
menunjukkan hal itu dengan menaiki papan jungkat-jungkit. Ia tahu bahwa untuk dapat
lebih jauh kebawah ia harus duduk lebih menjauhi pusat. Anak yang lebih tua dapat
menyajikan timbangan pada dirinya sendiri dengan suatu model atau gambaran.
”Bayangan” timbangan itu dapat diperinci seperti yang terdapat dalam buku pelajaran.
Akhirnya suatu timbangan dapat dijelaskan dengan menggunakan bahasa tanpa
pertolongan gambar atau dapat juga dijelaskan secara matematik dengan menggunakan
Hukum Newton tentang momen.

Menurut Bruner belajar matematika adalah belajar mengenai konsep-konsep dan struktur-
struktur matematika yang terdapat didalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan
antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu,(dalam Hudoyo, 1990:48)
Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan
pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem).Dengan
mengajukan masalah kontekstual,peserta didik secara bertahap dibimbing untuk
menguasai konsep matematika. Untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran,
sekolah diharapkan menggunakan tekhnologi informasi dan komunikasi seperti
komputer, alat peraga atau media lainnya.

Bruner melalui teorinya mengungkapkan bahwa dalam proses belajar anak baiknya diberi
kesempatan memanipulasi benda-benda atau alat peraga yang dirancang secara khusus
dan dapat diotak atik oleh siswa dalam memahami suatu konsep matematika.Melalui alat
peraga yang ditelitinya anak akan melihat langsung bagaiman keteraturan dan pola
struktur yang terdapat dalam benda yang diperhatikannya.Peran guru adalah :

1. perlu memahami struktur pelajaran


2. pentingnya belajar aktif supaya seorang dapat menemukan sendiri konsep-

konsep sebagai dasar untuk memahami dengan benar

1. pentingnya nilai berfikir induktif.

4. Teorema atau dalil

Selain mengembangkan teori perkembangan kognitif ,Bruner mengemukakan teorema


atau dalil-dalil berkaitan dengan pengajaran matematika.Berdasarkan hasil-hasil
eksperimen dan observasi yang dilakukan oleh Bruner pada tahun 1963 mengemukakan
empat teorema /dalil-dalil berkaitan dengan pengajaran matematika yang masing-masing
disebut “teorema atau dalil” .Keempat dalil tersebut adalah :

a. Dalil Konstruksi / Penyusunan ( Contruction theorem)

Didalam teorema konstruksi dikatakan cara yang terbaik bagi seorang siswa untuk
mempelajari sesuatu atau prinsip dalam matematika adalah dengan mengkontruksi atau
melakukan penyusunan sebuah representasi dari konsep atau prinsip

b. Dalil Notasi (Notation Theorem)

Menurut teorema notasi representase dari suatu materi matematika akan lebih mudah
dipahami oleh siswa apabila didalam representase itu digunakan notasi yang sesuai
dengan tingkat perkembangan kognitif siswa.

c. Dalil Kekontrasan dan Variasi ( Contras and Variation Theorem)

Menurut teorema kekontrasan dan variasi dikemukakan bahwa suatu konsep matematika
akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila konsep itu dikontraskan dengan konsep-
konsep yang lain sehingga perbedaan antar konsep itu dengan konsep-konsep yang lain
menjadi jelas.

d. Dalil Konektivitas dan Pengaitan (Conectivity Theorem)


Didalam teorema konektivitas disebut bahwa setiap konsep, setiap prinsip, dan setiap
ketramplan dalam matematika berhubungan dengan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan
ketrampilan-ketrampilan lain.

Namun demikian, di antara dalil-dalil yang paling erat kaitannya dengan pembelajaran
matematika dengan pendekatan pengajuan masalah adalah dalil penyusunan dan dalil
pengaitan (Ruseffendi, 1988). Istilah lain dari cara belajar seperti di atas adalah
pengembangan kategori atau pengembangan sistem pengkodean (coding), di mana
sasarannya adalah mengubah kategori atau model tertentu. Hal ini terjadi dengan cara
mengubah kategori atau menghubungkan kategori-kategori dengan suatu cara baru atau
dengan menambah kategori baru (Dahar, 1989).Dari beberapa pandangan tentang dalil
penyusunan Bruner, maka dapat disimpulkan bahwa siswa hendaknya belajar melalui
partisipasi aktif dalam memahami konsep, prinsip, aturan dan teori. Hal ini dapat
diperoleh melalui pengalaman dalam melakukan eksperimen atau percobaan yang
memungkinkan siswa untuk memahami konsep, prinsip, aturan dan teori itu sendiri. Pada
akhirnya Bruner menunjukkan beberapa keutamaan tentang pengetahuan yang diperoleh
dengan cara penemuan. Keutamaan pertama adalah pengetahuan bertahan lama dan lebih
mudah diingat bila dibandingkan dengan pengetahuan yang diperoleh dengan cara lain.
Selain itu, hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada
hasil belajar lainnya. Dengan kata lain konsep atau prinsip yang menjadi milik kognitif
seseorang lebih mudah diterapkan pada situasi baru. Secara menyeluruh, belajar
penemuan dapat meningkatkan penalaran dan kemampuan siswa untuk berpikir secara
bebas (Dahar, 1989). Akibat dari keunggulan belajar penemuan yang dikemukakan di
atas, dapat dikatakan bahwa teori belajar penemuan dapat membantu siswa dalam
mempercepat proses keingintahuan suatu konsep atau prinsip tertentu

5. Ciri khas Teori Bruner dan perbedaannya dengan teori yang lain

Teori Bruner mempunyai ciri khas daripada teori belajar yang lain yaitu tentang
”discovery” yaitu belajar dengan menemukan konsep sendiri. Disamping itu, karena teori
Bruner ini banyak menuntut pengulangan-penulangan, maka desain yang berulang-ulang
itu disebut ”kurikulum spiral kurikulum”. Secara singkat, kurikulum spiral menuntut guru
untuk memberi materi pelajaran setahap demi setahap dari yang sederhana ke yang
kompleks, dimana materi yang sebelumnya sudah diberikan suatu saat muncul kembali
secara terintegrasi di dalam suatu materi baru yang lebih kompleks. Demikian seterusnya
sehingga siswa telah mempelajari suatu ilmu pengetahuan secara utuh.

Bruner berpendapat bahwa seseorang murid belajar dengan cara menemui struktur
konsep-konsep yang dipelajari. Anak-anak membentuk konsep dengan melihat benda-
benda berdasarkan ciri-ciri persamaan dan perbedaan. Selain itu, pembelajaran
didasarkan kepada merangsang siswa menemukan konsep yang baru dengan
menghubungkan kepada konsep yang lama melalui pembelajaran penemuan.

Belajar Penemuan
Salah satu model kognitif yang sangat berpengaruh adalah model dari Jerome Bruner
(1966) yang dikenal dengan nama belajar penemuan (discovery learning). Bruner
menganggap bahwa belajar peneuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif
oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Bruner
menyarankan agar siswa hendaknya belajar melalui berpartisipasi aktif dengan konsep-
konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan
melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan konsep
dan prinsip itu sendiri.

Satu hal yang membuat Bruner terkenal karena dia lebih peduli terhadap proses belajar
daripada hasil belajar, menurutnya belajar merupakan faktor yang menentukan dalam
pembelajaran dibandingkan dengan perolehan khusus, yaitu metode penemuan
(dicovery).Discovery learning dari Bruner merupakan model pengajaran yang
melambangkan berdasarkan pada pandangan kognitif tentang pembelajaran dalam prinsip
konstruksitivis dan discovery learning siswa didorong untuk belajar sendiri secara
mandiri. Menurut Bloom (1988) defenisi belajar adalah perubahan tingkah laku yang
relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman. Secara praktis dan diasosiasikan sebagai
proses memperoleh informasi . Menurut Kupferman (1981) belajar adalah proses dimana
manusia dan binatang menyesuaikan tingkah lakunya sebagai hasil dari pengalaman .

Memori ingatan adalah proses dimana informasi belajar disimpan dan dapat dibaca
kembali (dikeluarkan kembali). Ingatan atau memory tidaklah sesederhana seperti ini.
Memory adalah proses aktif, karena ilmu pengetahuan berubah terus, selalu diperiksa dan
diformulasi ulang oleh pikiran otak kita. Menurut Jerome Bruner manusia mempunyai
kapasitas dan kecendrungan untuk berubah karena menghadapi kejadian yang umum.
Ingatan mempunyai beberapa fase, yaitu waktunya sangat singkat (extremely short
term)/ingatan segera (immediate memory) (item hanya dapat disimpan dalam beberapa
detik). Ingatan jangka pendek (short term) (items dapat ditahan dalam beberapa menit),
ingatan jangka panjang (long term) (penyimpanan berlangsung beberapa jam sampai
seumur hidup).

Adapun tahap-tahap penerapan belajar penemuan adalah :

1. Stimulus ( pemberian perangsang)


2. Problem Statement (mengidentifikasi masalah)
3. Data collection ( pengumpulan data)
4. Data Prosessing (pengolahan data)
5. Verifikasi
6. Generalisasi

Pendahuluan Teori kognitif menerangkan bahwa pembelajaran adalah perubahan dalam


pengetahuan yang disimpan di dalam memori. Teori kognitif ini bermaksud penambahan
pengetahuan ke dalam ingatan jangka panjang atau perubahan pada skema atau struktur
pengetahuan. Pengkajian terhadapTeori belajar kognitif memerlukan penggambaran
tentang perhatian, memori dan elaborasi reheashal, pelacakan kembali, dan pembuatan
informasi yang bermakna. Manusia memilih, mengamal, memberi perhatian, menghindar,
merenung kembali dan membuat keputusan tentang peristiwa- peristiwa yang berlaku
dalam persekitaran untuk mencapai matlamat secara aktif.

Pandangan kognitif yang lama utamakan perolehan pengetahuan. Pandangan yang baru
mengutamakan pembinaan atau pembangunan ilmu pengetahuan Dalam proses
pembelajaran kognitif ini melibatkan dua proses mental yang penting yaitu persepsi dan
pembentukan konsep (penanggapan). Penemuan Jarome Brunner ini sangat menarik
untuk dikaji lebih dalam bagaimana upaya Jerome Brunner untuk memperbaiki sistem
pendidikan di Sekolah Dasar dan Menengah. Oleh karena itu, Jarome Bruner melihatnya
sebagai proses pembentukan konsep dan proses penemuan. Teori Belajar menurut Bruner

Dalam teori belajarnya Jerome Bruner berpendapat bahwa mata pelajaran dapat diajarkan
secara efektif dalam bentuk intelektual yang sesuai dengan tingkat perkembangan
anak,serta untuk mengembangkan program pengajaran yang lebih efektif adalah dengan
mengoordinasikan model penyajian bahan dengan cara di mana anak dapat mempelajari
bahan itu sesuai dengan tingkat kemajuan anak, guru harus memberikan kesempatan
kepada muridnya dalam menemukan arti bagi diri mereka sendiri dan mempelajari
konsep-konsep di dalam bahasa yang dimengerti oleh mereka. Dengan demikian Bruner
menegaskan bahwa mata pelajaran apapun dapat diajarkan secara efektif, dengan
kejujuran intelektual kepada anak, bahkan dalam tahap perkembangan manapun.

Bruner juga mengemukakan perlunya ada teori pembelajaran yang akan menjelaskan
asas-asas untuk merancang pembelajaran yang efektif di kelas. Misalnya teori belajar
yang memprediksikan berapa usia maksimum seorang anak untuk belajar penjumlahan,
sedangkan teori pembelajaran menguraikan bagaimana cara-cara mengajarkan materi
penjumlahan. Oleh karena itu, Burnner mengkaitkan pembelajaran dengan tahap – tahap
perkembangan mental yaitu

§ Peringkat ikonik 2 – 4 tahun

§ Peringkat enaktif 0 – 2 tahun

§: Peringkat simbolik 5 – 7 tahun

Selain itu, Brunner juga mengemukakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik
dan kreatif jika guru memberi kesempatan kepada anak untuk menemukan sesuatu aturan
melalui contoh-contoh yang digambarkan atau yang menjadi sumbernya.Untuk lebih
jelasnya, Brunner

§ menemukan proses pembelajaran tersebut melalui beberapa cara yaitu : Guru


menghendaki

pelajar menyiasat

§ Guru memperkenalkan satu fenomena Siasatan atau kajian dibuat


§ bagaimana fenomena itu berlaku dari beberapa sumber:

o buku di perustakaan

o perbincangan dengan kawan

o Guru

§ perbincangan dengan guru

o pemerhatian

o membuat uji kaji bincang bersama pelajar di dalam kelas setelah jawapan diperolehi

Dalam teorinya Burnner juga mengemukakan bentuk hadiah atau pujian dan hukuman
perlu dipikirkan cara penggunaannya dalam proses belajar mengajar. Sebab Ia mengakui
bahwa suatu ketika hadiah ekstrinsik, bisa berubah menjadi dorongan bersifat
intrinsik.Demikian juga pujian dan guru dapat menjadi dorongan yang bersifat ekstrinsik,
dan keberhasilan memecahkan masalah menjadi dorongan yang bersifat intrinsik. Tujuan
pembelajaran adalah menjadikan siswa merasa puas.

Kesimpulan Dalam teori belajarnya Jerome Bruner berpendapat bahwa mata pelajaran
dapat diajarkan secara efektif dalam bentuk intelektual yang sesuai dengan tingkat
perkembangan anak,serta untuk mengembangkan program pengajaran yang lebih efektif
adalah dengan mengoordinasikan model penyajian bahan dengan cara di mana anak dapat
mempelajari bahan itu sesuai dengan tingkat kemajuan anak, dan guru harus memberikan
kesempatan kepada muridnya dalam menemukan arti bagi diri mereka sendiri dan
mempelajari konsep-konsep di dalam bahasa yang dimengerti oleh mereka. Berdasarkan
uraian di atas teori belajar Bruner, dapat disimpulkan bahwa dalam proses belajar
terdapat tiga tahap, yaitu informasi, trasformasi, dan evaluasi. Lama tidaknya masing-
masing tahap dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain banyak informasi, motivasi,
dan minat siswa. Dan cara mengatur kegiatan kognitif dengan menggunakan sistematika
alur piker dan sistematik proses belajar itu sendiri. Orang yang menggunakan alur pikir
dalam pemecahan masalah, Ia akan berfikir sistematis dan dapat mengkontrol kegiatan
kognitifnya, sehingga pembelajaran akan lebih efisien.

Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa kebaikan.


Diantaranya adalah:

1. Pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat.


2. Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik.
3. Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan
kemampuan untuk

berfikir secara bebas.


Asumsi umum tentang teori belajar kognitif:

a. Bahwa pembelajaran baru berasal dari proses pembelajaran sebelumnya.

b. Belajar melibatkan adanya proses informasi (active learning).

c. Pemaknaan berdasarkan hubungan. d. Proses kegiatan belajar mengajar


menitikberatkan pada

sebel hubungan dan strategi.

Model kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap teori
perilaku yang yang telah berkembang umnya. Model kognitif ini memiliki perspektif
bahwa para peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya
mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan
yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana
informasi diproses.

Peneliti yang mengembangkan kognitif ini adalah Ausubel, Bruner, dan Gagne. Dari
ketiga peneliti ini, masing-masing memiliki penekanan yang berbeda. Ausubel
menekankan pada apsek pengelolaan (organizer) yang memiliki pengaruh utama terhadap
belajar. Menurut Ausubel, konsep tersebut dimaksudkan untuk penyiapan struktur
kognitif peserta didik untuk pengalaman belajar. Bruner bekerja pada pengelompokkan
atau penyediaan bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas bagaimana peserta didik
memperoleh informasi dari lingkungan.

Sejalan dengan pernyataan di atas, maka untuk mengajar sesuatu tidak usah ditunggu
sampai anak mancapai tahap perkembangan tertentu. Yang penting bahan pelajaran harus
ditata dengan baik maka dapat diberikan padanya. Dengan lain perkataan perkembangan
kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari
dan menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya.

Penerapan teori Bruner yang terkenal dalam dunia pendidikan adalah kurikulum spiral
dimana materi pelajaran yang sama dapat diberikan mulai dari Sekolah Dasar sampai
Perguruan tinggi disesuaikan dengan tingkap perkembangan kognitif mereka. Cara
belajar yang terbaik menurut Bruner ini adalah dengan memahami konsep, arti dan
hubungan melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan (discovery
learning).

1. Berdasarkan pendapat ketiga ahli di atas (Burner, Ausubel, dan gagne), ternyata
teori kognitif melibatkan hal-hal mental atau pemikiran seseorang individu. Teori
ini ada kaitan dengan ingatan jangka pendek dan ingatan jangka panjang. Sesuatu
pengetahuan yang diperolehi melalui pengalaman atau pendidikan formal akan
disimpan dan disusun melalui proses pengumpulan pengetahuan supaya dapat
digunakan kemudian.
Penerapan Model Kognitif dalam pembelajaran:

Belajar Karakteristik Teori Penerapan Dalam pembelajaran


Kognitif Model ini sangat 1. Menentukan tujuan-tujuan instruksional
Bruner membebaskan peserta 2. Memilih materi pelajaran
didik untuk belajar 3. Menentukan topik-topik yang akan dipeserta
sendiri. Teori ini didiki

4. Mencari contoh-contoh, tugas, ilustrasi dsbnya.,


yang
Belajar Karakteristik Teori Penerapan Dalam pembelajaran
mengarahkan peserta dapat digunakan peserta didik untuk bahan belajar
didik untuk belajar
secara discovery 1. Mengatur topik peserta didik dari konsep yang
learning.
paling kongkrit ke yang abstrak, dari yang sederhana

ke kompleks

1. Mengevaluasi proses dan hasil belajar


Bermakna Dalam aplikasinya 1. Menentukan tujuan-tujuan instruksional
Ausubel menuntut peserta didik 2. Mengukur kesiapan peserta didik (minat,
belajar secara deduktif
(dari umum ke khusus) kemampuan, struktur kognitif)baik melalui tes awal,
dan lebih
mementingkan aspek interviw, pertanyaan dll.
struktur kognitif
peserta didik 1. Memilih materi pelajaran dan mengaturnya
dalam

bentuk penyajian konsep-konsep kunci

1. Mengidentifikasikan prinsip-prinsip yang harus

dikuasai peserta didik dari materi tsb.

1. Menyajikan suatu pandangan secara menyelurh

tentang apa yang harus dikuasai pesertadidik

1. Membuat dan menggunakan “advanced


organizer”

paling tidak dengan cara membuat rangkuman


terhadap materi yang baru disajikan, dilengkapi

dengan uraian singkat yang menunjukkan relevansi

(keterkaiatan) materi yang sudah diberikan dengan

yang akan diberikan

1. Mengajar peserta didik untuk memahami


konsep-

konsep dan prinsip-prinsip yang sudah ditentukan

dengan memberi fokus pada hubungan yang terjalin

antara konsep yang ada

1. Mengevaluasi proses dan hasil belajar

B.Teori Permainan dari Zoltan P. Dienes

Zoltan P. Dienes adalah seorang matematikawan yang memusatkan perhatiannya pada


cara-cara pengajaran terhadap anak-anak. Dasar teorinya bertumpu pada teori pieget, dan
pengembangannya diorientasikan pada anak-anak, sedemikian rupa sehingga sistem yang
dikembangkannya itu menarik bagi anak yang mempelajari matematika.

ZP. Dienes meyakini bahwa degan menggunakan berbagai sajian (representasi) tentang
suatu konsep matematika, anak-anak akan dapat memahami secara penuh konsep tersebut
jika dibandingkan dengan hanya menggunakan satu konsep sajian saja. Sebagai contoh,
jika guru ingin mengajarkan konsep tentang persegi, maka guru disarankan untuk
menyajikan beberapa gambar persegi dengan ukuran berlainan.

Dienes berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapat dianggap sebagai studi
tentang struktur, memisah-misahkan hubungan-hubungan diantara struktur-struktur dan
mengkatagorikan hubungan-hubungan di antara struktur-struktur. Dienes mengemukakan
bahwa tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika yang disajikan dalam bentuk yang
konkret akan dapat dipahami dengan baik. Ini mengandung arti bahwa benda-benda atau
obyek-obyek dalam bentuk permainan akan sangat berperan bila dimanipulasi dengan
baik dalam pengajaran matematika.

Makin banyak bentuk-bentuk yang berlainan yang diberikan dalam konsep-konsep


tertentu, akan makin jelas konsep yang dipahami anak, karena anak-anak akan
memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan matematis dalam konsep yang dipelajarinya
itu.
Dalam mencari kesamaan sifat anak-anak mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan
sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk melatih anak-anak
dalam mencari kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu mengarahkan mereka dengan
mentranslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan yang satu ke bentuk permainan
lainnya. Translasi ini tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam
permainan semula..

Menurut Dienes konsep-konsep matematika akan berhasil jika dipelajari dalam tahap-
tahap tertentu. Dienes membagi tahap-tahap belajar menjadi 6 tahap, yaitu:

1. Permainan Bebas (Free Play)

Dalam setiap tahap belajar, tahap yang paling awal dari pengembangan konsep bermula
dari permainan bebas. Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep yang
aktifitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Anak didik diberi kebebasan untuk
mengatur benda. Selama permainan pengetahuan anak muncul. Dalam tahap ini anak
mulai membentuk struktur mental dan struktur sikap dalam mempersiapkan diri untuk
memahami konsep yang sedang dipelajari. Misalnya dengan diberi permainan block
logic, anak didik mulai mempelajari konsep-konsep abstrak tentang warna, tebal tipisnya
benda yang merupakan ciri/sifat dari benda yang dimanipulasi.

2. Permainan yang Menggunakan Aturan (Games)

Dalam permainan yang disertai aturan siswa sudah mulai meneliti pola-pola dan
keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Keteraturan ini mungkin terdapat dalam
konsep tertentu tapi tidak terdapat dalam konsep yang lainnya. Anak yang telah
memahami aturan-aturan tadi. Jelaslah, dengan melalui permainan siswa diajak untuk
mulai mengenal dan memikirkan bagaimana struktur matematika itu. Makin banyak
bentuk-bentuk berlainan yang diberikan dalam konsep tertentu, akan semakin jelas
konsep yang dipahami siswa, karena akan memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan
matematis dalam konsep yang dipelajari itu.

Menurut Dienes, untuk membuat konsep abstrak, anak didik memerlukan suatu kegiatan
untuk mengumpulkan bermacam-macam pengalaman, dan kegiatan untuk yang tidak
relevan dengan pengalaman itu. Contoh dengan permainan block logic, anak diberi
kegiatan untuk membentuk kelompok bangun yang tipis, atau yang berwarna merah,
kemudian membentuk kelompok benda berbentuk segitiga, atau yang tebal, dan
sebagainya. Dalam membentuk kelompok bangun yang tipis, atau yang merah, timbul
pengalaman terhadap konsep tipis dan merah, serta timbul penolakan terhadap bangun
yang tipis (tebal), atau tidak merah (biru, hijau, kuning).

3. Permainan Kesamaan Sifat (Searching for communalities)

Dalam mencari kesamaan sifat siswa mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan sifat-
sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk melatih dalam mencari
kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu mengarahkan mereka dengan menstranslasikan
kesamaan struktur dari bentuk permainan lain. Translasi ini tentu tidak boleh mengubah
sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan semula. Contoh kegiatan yang diberikan
dengan permainan block logic, anak dihadapkan pada kelompok persegi dan persegi
panjang yang tebal, anak diminta mengidentifikasi sifat-sifat yang sama dari benda-
benda dalam kelompok tersebut (anggota kelompok).

4. Permainan Representasi (Representation)

Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Para
siswa menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu. Setelah mereka berhasil
menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi-situasi yang dihadapinya itu.
Representasi yang diperoleh ini bersifat abstrak, Dengan demikian telah mengarah pada
pengertian struktur matematika yang sifatnya abstrak yang terdapat dalam konsep yang
sedang dipelajari. Contoh kegiatan anak untuk menemukan banyaknya diagonal poligon
(misal segi dua puluh tiga) dengan pendekatan induktif seperti berikut ini.

Segitiga Segiempat Segilima Segienam Segiduapuluhtiga

0 diagonal 2 diagonal 5 diagonal ….. diagonal ……. diagonal

5. Permainan dengan Simbolisasi (Symbolization)

Simbolisasi termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan kemampuan merumuskan


representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol matematika atau
melalui perumusan verbal. Sebagai contoh, dari kegiatan mencari banyaknya diagonal
dengan pendekatan induktif tersebut, kegiatan berikutnya menentukan rumus banyaknya
diagonal suatu poligon yang digeneralisasikan dari pola yang didapat anak.

6. Permainan dengan Formalisasi (Formalization)

Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini siswa-siswa
dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru
konsep tersebut, sebagai contoh siswa yang telah mengenal dasar-dasar dalam struktur
matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan teorema dalam arti membuktikan
teorema tersebut. Contohnya, anak didik telah mengenal dasar-dasar dalam struktur
matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan suatu teorema berdasarkan
aksioma, dalam arti membuktikan teorema tersebut.

Pada tahap formalisasi anak tidak hanya mampu merumuskan teorema serta
membuktikannya secara deduktif, tetapi mereka sudah mempunyai pengetahuan tentang
sistem yang berlaku dari pemahaman konsep-konsep yang terlibat satu sama lainnya.
Misalnya bilangan bulat dengan operasi penjumlahan peserta sifat-sifat tertutup,
komutatif, asosiatif, adanya elemen identitas, dan mempunyai elemen invers, membentuk
sebuah sistem matematika.
Dienes menyatakan bahwa proses pemahaman (abstracton) berlangsung selama belajar.
Untuk pengajaran konsep matematika yang lebih sulit perlu dikembangkan materi
matematika secara kongkret agar konsep matematika dapat dipahami dengan tepat.
Dienes berpendapat bahwa materi harus dinyatakan dalam berbagai penyajian (multiple
embodiment), sehingga anak-anak dapat bermain dengan bermacam-macam material
yang dapat mengembangkan minat anak didik. Berbagai penyajian materi (multiple
embodinent) dapat mempermudah proses pengklasifikasian abstraksi konsep.

Menurut Dienes, variasi sajian hendaknya tampak berbeda antara satu dan lainya sesuai
dengan prinsip variabilitas perseptual (perseptual variability), sehingga anak didik dapat
melihat struktur dari berbagai pandangan yang berbeda-beda dan memperkaya
imajinasinya terhadap setiap konsep matematika yang disajikan. Berbagai sajian
(multiple embodiment) juga membuat adanya manipulasi secara penuh tentang variabel-
variabel matematika. Variasi matematika dimaksud untuk membuat lebih jelas mengenai
sejauh mana sebuah konsep dapat digeneralisasi terhadap konsep yang lain. Dengan
demikian, semakin banyak bentuk-bentuk berlainan yang diberikan dalam konsep
tertentu, semakin jelas bagi anak dalam memahami konsep tersebut.

Berhubungan dengan tahap belajar, suatu anak didik dihadapkan pada permainan yang
terkontrol dengan berbagai sajian. Kegiatan ini menggunakan kesempatan untuk
membantu anak didik menemukan cara-cara dan juga untuk mendiskusikan temuan-
temuannya. Langkah selanjutnya, menurut Dienes, adalah memotivasi anak didik untuk
mengabstraksikan pelajaran tanda material kongkret dengan gambar yang sederhana,
grafik, peta dan akhirnya memadukan simbolo – simbol dengan konsep tersebut.
Langkah-langkah ini merupakan suatu cara untuk memberi kesempatan kepada anak
didik ikut berpartisipasi dalam proses penemuan dan formalisasi melalui percobaan
matematika. Proses pembelajaran ini juga lebih melibatkan anak didik pada kegiatan
belajar secara aktif dari pada hanya sekedar menghapal. Pentingnya simbolisasi adalah
untuk meningkatkan kegiatan matematika ke satu bidang baru.

Dari sudut pandang tahap belajar, peranan guru adalah untuk mengatur belajar anak didik
dalam memahami bentuk aturan-aturan susunan benda walaupun dalam skala kecil. Anak
didik pada masa ini bermain dengan simbol dan aturan dengan bentuk-bentuk kongkret
dan mereka memanipulasi untuk mengatur serta mengelompokkan aturan-aturan Anak
harus mampu mengubah fase manipulasi kongkret, agar pada suatu waktu simbol tetap
terkait dengan pengalaman kongkretnya.

c. Sumber

Kristiyanto, AL. 2007. Pembelajaran matematika berdasar teori Dienes.http://209.85.


175. 132/search?q=cache:NHYYF7Lz-rQJ:kris-21.blogspot.com/2007/12/ pembelajaran-
matematika-berdasar-teori_04.html+jurnal+teori+belajar+ZP+ Dienes&hl=id&ct=
clnk&cd=2&gl=id&client=firefox-a (di Akses tanggal 6 Maret 2009)

Staicd.wordpress.2009. Matematika dan hasil belajar.http://209.85.175.132/search?q=


cache:
nJOLFgykPGMJ:staicd.wordpress.com/2009/01/04/12/+gambar+ZP+Dienes&hl=id&ct=
clnk&cd=1&gl=id&client=firefox-a (di Akses tanggal 6 Maret 2009)

Nely. 2008. Teori Belajar Matematika http://209.85.175.132/search?


q=cache:CFlURU2Yz_sJ: www.manmodelgorontalo.com/index.php%3Foption
%3Dcom_content%26task%3Dview%26id%3D73%26Itemid%3D43%26limit
%3D1%26limitstart%3D1+Tahap-tahap
+Belajar+dari+Jerome+Bruner&hl=id&ct=clnk&cd=5&gl =id&client=firefox-a (di
Akses tanggal 6 Maret 2009)

Arini, Dita. 2008. Pembelajaran menurut Aliran Kognitif ( JA Brunner ). http://209.8


5.175. 132/search?
q=cache:Pm_4XLevB1gJ:teoripembelajaran.blogspot.com/2008/04/pembelajaran-
menurut-aliran-kognitif-ja.html+Tahap-tahap+Belajar+dari +Jerome+Bruner
&hl=id&ct=clnk&cd=4&gl=id&client=firefox-a

Upu Hamzah. 2008. Teori Belajar Pendukung Pendekatan Pengajuan Masalah


Matematika

http://209.85.175.132/search?q=cache:hUQc2-vsYW4J:www.bpgupg.go.id/index.php
%3Fview%3Darticle%26catid%3D49%253Avol1no1%26id
%3D132%253A111%26option%3Dcom_content+Tahap-
tahap+Belajar+dari+Jerome+Bruner&hl=id&ct=clnk& cd=2&gl=id&client=firefox-a

Arifwidiyatmo. 2008. Teori Belajar Jerome S.


Bruner.http://arifwidiyatmoko.wordpress.com/

http://arifwidiyatmoko.wordpress.com/2008/07/29/%e2%80%9djerome-bruner-belajar-
penemuan%e2%80%9d/

http://www.google.com/books?hl=id&lr=&id=xDZlQgt-
xa0C&oi=fnd&pg=PR9&dq=A+Study+in+Thinking&ots=vnEcSFYSfi&sig=YXtx2DS1
MAvdRuCJCQaIe-zzZws#v=onepage&q&f=false

You might also like